HUKUMAN PENCURI YANG MENGEMBALIKAN BARANG CURIAN
DAN YANG TIDAK MENGEMBALIKAN MENURUT PERSEPSI
EMPAT MAZHAB
Oleh
Munadih
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB FIQH
JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM
DIN SY.ARIF HIDAYATULI.Jlli
JAKARTA
1428 H/2007 M
HUKUMAN PEN CURI YANG MENGEMBAJLIKAN HARANG CURIAN
DAN YANG TIDAK MENGEMBALIKAN MENURUT PERSEPSI
EMPAT MAZHAB
SK.RIPS!
Diajukan kepada Fakultas Syari'ah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai
Gclar Sarjana Hukum Islam
Oleh Mum1dih
102043124925
Di bawah bimbingan
-Dr. A. Sudirman A bas MA
NIP : 15029 51
PROGRAM STUD I PERBANDINGAN MADHAB FIQH
JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB DAN" HUKUM
FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM
DIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1428 H/2007 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul "HUKUMAN PENCURI YANG MENGEMBALIKAN BARANG CURIAN DAN YANG TIDAK MENGEMBALIKAN MENURUT PERSEPSI EMPAT MAZHAB" telah Diujikan dalam
Sidang Munaqasyah Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 15 Maret 2007.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Smjana
Hukum Islam pada Jurusan Perbanclingan Mazhab dan Hukum
Jakarta, 15 Maret 2007 Mengesahkan Dekan,
PROF. Dr. H. M. AMIN SUMA, SH.MA.MM NIP: 150 210 422
Ke tu a
Sekretaris : Muhammad Taufiki, MAg NIP: 150 290 159
Pembimbing : Dr. Ahmad Sudiiman Abbas, MA NIP: 150 294 051
Penguji I
Penguji II
: Drs.H.Afifi Fawzi Abbas,MA NIP: 150 210 421
: Dra.Hj .Halimah Ismail NIP: 150 075 192
)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Ilahi Robbi yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat
diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Shalawat dan salan1 sejahtera senantiasa
tercurahkan ke haribaan junjungan alan1 baginda nabi Muhammad SAW, yang telah
diutus untuk membentuk kepribadian ummat yang sempuma, serta menjadi teladan
bagi seluruh umat manusia . kepada keluarga, sahabat dan pemgikutnya hingga akhir
zaman.
Selama penyusunan skripsi ini tentunya banyak kenclala yang harus penulis
haclapi, baik dari segi waktu, pengumpulan bahan clan lain sebagainya. Namun
alhamdulillah berkat bimbingan-Nya serta kesungguhan hati clan bantuan clari
berbagai pihak kesulitan tersebut clapat teratasi, sehingga skripsi ini clapat
terselesaikan tepat pacla waktunya. Oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih yang
sebesar-besamya kepacla semua pihak yang telah membantu dan memberikan
motivasi baik moril maupun materiil. Dan ucapan terimakasih seclalam-clalanmya
penulis sampaikan kepacla :
1. Prof. Dr. Qomamciin Hiclayat MA., selaku Rektor Universitas Islam Negeri
syarifHidayatullah Jakarta serta staf-stafnya.
2. Dekan Fakultas Syari'ah dan Hukum, yang telah mencurahkan bakti kepacla
kami, selaku mahasiswa Fakultas Syari'ah clan Hnkum
3. Ketua jumsan, Bpk. DR. H. Mukri Adjie, MA yang telah banyak
mengarahkan dan memberi nasehat kepada penulis.
4. Bpk. DR. Ahmad Sudirman Abbas, MA selaku Dosen pembimbing yang
senantiasa memberikan waktu luangnya untuk membimbing dan memotivasi
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Bpk. M.Taufiqi MAg, selaku sekretaris Jumsan dan Bpk. Kamamsdiana
selaku mantan Sekretaris JlllUsan PMH
6. Pimpinan dan karyawan Perpustakaan Fakultas dan Utama UIN SYAHID dan
juga segenap Pimpinan Perpustakaan Umum Islam Iman Jama, yang telah
memberikan fasilitas kepada penulis dalam mencari bahan-bahan referensi
7. Seluruh Dosen Fakultas Syari'ah dan Hukum yang telah memberikan ilmu
dan pengetahuannya kepada penulis selama berada di bangku kuliah
8. Ayahanda Khaiml Anwar dan Ibunda Munih yang telah sabar dan ikhlas
membesarkan penulis serta memberikan sumbangan moril maupun materiil
yang tak terhingga, sehingga tiada kata yang dapat penulis ungkapkan sebagai
tanda terima kasih, semoga Allah SWT membalasnya di akhirat kelak, amiin.
9. KH. M. Ismail bin KH. Abdul Ghani selaku pimpinan Majlis Ta'lim wal
Mudzakaroh "An Nur" yang telah memberikan do'a dan tausiyahnya.
10. Ust. H. Muhammad Ismail el Bangkalan, yang telah mencurahkan waktu dan
pikirannya untuk membantu penulis dalam menyelesa:ikan skripsi ini, semoga
Allah SWT memberi manfaat akan ilmunya fid dunya wal akhiroh, a:amin.
11. Teman-teman seperjuangan dan seangkatan Jurusan PMH Prog. Studi PMF
2002. yang telah memberikan nuansa persahabatan dan memberikan hari-hari
yang penuh kenangan kepada penulis.
12. Segenap rekan-rekanita, para sahabatku tercinta yang telah sudi memberikan
motivasi dan do'anya kepada penulis
Akhirnya semoga Skripsi ini bermanfaat ...
Jakarta, 21 Shafar 1428 H 11 Maret 2007 M
Penulis
DAFTARISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................. . DAFT AR ISI ............................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Pembalasan dan Perumusan Masalah............................................ 6
C. Tujuan Pcnulisan........................................................................... 7
D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan...................................... 8
E. Teknik dan 3istematika Pembahasan ............................................ 10
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JARIMAH PENCURIAN ........ 12
A. Pcngcrtian Jarimah Pencurian ....................................................... 12
B. Syaral dan rukun Pcncurian........................................................... 14
C. Macam-Macam Pencurian............................................................. 21
D. Alat Bukti Pencurian ..................................................................... 23
BAB III HUKUMAN PENCURIAN DAN PERMASALAHANNYA......... 27
A. Hukuman Pcncurian clan Pclaksanaannya..................................... 27
B. Pcnghapusan Hukuman ................................................................ 32
C. Hikmah Hukuman Pencurian ............................. ........................... 3 7
BAB IV TINJAUAN EMPAT IMAM MAZHAB MENGENAI
HUKUMAN PENCURI YANG MENGEMBALIKAN
BARANG CURIAN DAN YANG TIDAK
MENGEMBALIKAN ....................................................................... 43
B. Mazhab Hanafi ........................................................................... 43
C. Mazhab Maliki ........................................................................... 46
D. Mazhab Syafi'i ................................................... ......................... 50
E. Mazhab Hanbali ......................................................................... 51
F. Analisis Pcnulis Terhadap Pendapat empat Imam Mazhab ....... 53
BAB V P E N U T U P .......................................................... "'"""""'"""""""" 59
A. Kesimpulan .................................................................................... 59
B. Saran-Saran.................................................................................... 62
DAFT AR PUST AKA.......................................................................................... 63
A. Latar Belakang Masalah
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk yang sempurna. Tidak ada makhluk yang diciptakan
Allah di muka bumi ini yang lebih sempurna dari manusia. Bahkan kesempurnaan
manusia ini melebihi kesempurnaan malaikat. Karena kesempurnaan inilah Allah
kemudian menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini, sebagaimana
ditegaskan Allah dalam firmanNya :
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.." (al Baqarah/2 :30)
Di tengah kehidupan manusia yang begitu plural tentu tidak pernah lepas dari
berbagai permasalahan yang dihadapi, baik permasalahan yang berkaitan dengan
perdata maupun pidana. Adanya berbagai masalah ini kemudian memunculkan
berbagai macam hukum dan penyelesaiannya.
Allah SWT sebagai Tuhan Yang Maha Esa telah menurnnkan hukum
tersendiri bagi ummat Islam, yaitu yang disebut hukum Islam. Hukum Allah ini
adalah hukum yang paling sempurna dan paling baik bagi manusia. Jika manusia
di dunia ini mau memakai hukum Allah yang terbaik ini, niscaya dunia akan
damai dan tentram dalam naungan hukum Tuhan.
2
Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Sempurna. Dengan demikian, huktim
yang diturunkan-Nya tentu juga sempurna. Karena jika terjadi sebaliknya, maka
akan ada anggapan bahwa asal-usul ketidak sempurnaan itu adalah Allah, ini
justru tidak mungkin tetjadi. Ia Mahakuasa, Maha Mengetahui segala sesuatu
yang akan terjadi saat ini maupun yang akan datang, sehingga hukum-Nya Maha
meliputi. la adalah yang Perttl1na dan yang Akhir, Yang Zahir dan yang Bathin.
Jadi hukum-Nya adalah universal dan berlaku untuk scgala zamari, terutattla
sekali karenajangkauannya bukan hanya dunia ini tetapijuga akhirat.
Al Qur'an dan As Sunnah nierupakan dua sumber utama dalam hukum Islam,
yang bersumber dari Allah SWT, Ttihan Yang Mahakuasa, sebagai satu-satunya
yang mengetahui apa yang mutlak baik untuk umrnat rnanusia.
Charles Gide dan Charles Rest, sebagaimana dikutip oleh DR. H.
Fathurrahrnan Djarnil, M.A. rnernbicarakan hukum Tuhan menurut istilah-istilah
sebagai berikut : Kita bisa rnengatakan bahwa tatanan alami adalah tatanan yang
jelas-jelas terbaik, bukan untuk sembarang individu, tetapi bagi manusia yang
serba rasional, kultural, dan liberal. Ia merupakan hasil pengamatan fakta-fakta
eksternal; ia rnerupakan pewahyuan atas prinsip yang ada di dalam. Tatanan ini
bersifat supranatural dan amat mendukung kemungkinan-kemungkinan yang ada
dalam kehidupan sehari-hari, dengan sifat gandanya: universal dan abadi. Ia tetap
sama untuk segala zaman dan semua orang. Perintahnya unik dan eternal. Sebagai
3
kriteria untuk membedakan baik dan buruk, hukum Islam harus dijaga dalam
identitasnya, yakni kesempurnaan.1
Dalam hukum Islam dikenai adanya istilah ''jarimah". Yang dimaksud dengan
kata-kata ''jarimah" ialah, larangan-larangan syara' yang diancamkan oleh Allah
dengan hukuman had atau Ta'zir. Larangan-larangan tersebut adakalanya berupa
mengerjakan perbuatan yang dilarang, atau meninggalkan perbuatan yang
diperintahkan. Dengan kata-kata Syara' pada pengertian tersebut di alas, yattg
dimaksud ialah bahwa sesuatu j:ierbuatan baru dianggap jarimah apahild dilarattg
oleh syara'. J uga berbuat a!ali tidak berbuat tidak dianggap sebagai jarinidh,
kecuali apabila diancamkan hllkuman terhadapnya. Di kalangan Fuqaha,
hukuman biasa disebut dengan kata-kata "ajziyah" dan mufradnya, ''jaza".
Pengertian jarimab tersebut tidak berbeda dengan pengertian tindak pidana,
(peristiwa pidana, delik) dalam hukum pidana positif.2
Para Fuqaha juga sering memakai kata-kata ''jinayah" untuk ''jarimah".
Semula pengertian ''jinayah" ialah hasil perbuatan sese:orang, dan biasanya
dibatasi kepada perbuatan yang dilarang saja. Menurut para Fuqaha, yang
dimaksud dengan kata-kata ''jinayah" ialab perbuatan yang dilarang oleh Syara',
baik perbuatan itu mengenai (merugikan) jiwa atau harta-benda ataupun lainnya.3
1 Fathurrahman Djamil, Fi/safat Ilukum Islam, (Jakarta, Logos wacana Ilmu, 1999), cet.ke 3, h. 63-64
2 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta, Bulan Bintang, 1990), cet.ke 4, h.l
) .,_' _J
4
Akan tetapi kebanyakan fuqaha memakai kata-kata '.]inayah" hanya untuk
perbuatan yang mengenai jiwa orang atau anggota badan, seperti membunuh,
melukai, memukul, menggugurkan kandungan, dan sebagainya. Ada pula
golongan fuqaha yang membatasi pemakaian kata-kata jarimah kepada jarimah
hudud dan qishas saja.4
Dengan mengenyampingkan perbedaan pemakaian kata-kata ''jinayah" di
kalangan fuqaha, clapatlah kita kalakan bahwa kata-kata ']inayah" clalam istilah
fuqaha sama clengan kata-kata ''jarimah ". 5
Hadd clalam Syara' adalah hukuman yang ditetapkan karena (menyangkut)
hak Allah. Al-qur'an dan as-Sunnah telah menetapkan beberapa hukuman had
untuk jarimah tertentu yang disebut dengan "Jaraim al Hudud". Jarimah-jarimah
ini adalah, zina, qadzab (menuduh berbuat zina), pencurian, mabuk, muharabah
(pembegalan), riddah (keluar dari Islam) dan al baghyu (pemberontakan).6
Pada kasus pencurian banyak sekali permasalahwi yang berkembang.
Dikalangan ulama juga terjadi beberapa perbedaan pendapat tentang beberapa hal
mengenai kasus ini. Di antaranya ialah tanggung jawab pencuri terhadap barang
curian dan sanksi hukumnya, apakah sama hukumannya. bagi seorang pencuri
yang mengembalikan barang curian dengan yang tidak mengembalikan.
4 Ibid h.I-2
5 Ibid. h.2
6 Sayyid Sabiq, Fiqh As Sunnah, ( Libanon, Dar al Fikr, 1983), cet.k 4, Jilid 2, h.302
5
curian dan sanksi hukumnya, apakah sama hukumannya bagi seorang pencuri
yang mengembalikan barang curian dengan yang tidak mcngembalikan.
Di Indonesia pada khususnya serta di dunia pada umurnnya, banyak yang
mempermasalahkan masalah hukum pidana yang bersumber dari Islam karena
dianggap tidak bermoral bahkan tidak berprikemanusiaan, tanpa menyelidiki
secara mendalam terlebih dahulu tentang pidan.a Islam itu sendiri. Padahal kalau
man mengkaji dan mencermati tentang pidana Islam secara integral dan dapat
menjangkau ma'na filosofis pidana Islam itu, maka akan dapat dilihat begitu
indahnya hukum pidana Islam. Kalan ma.nusia bisa. melihat dengan kejujuran
hatinya, maka mereka akan dapat meliha.t bahwa hukum pidana. Islam, diakui ata.u
tidak adalah hukum pidana yang paling bem10ral dan yang paling
berprikemanusiaan.
Meski di manapun banyak orang-orang tidak setuju dengan penerapan hukum
pidana Islam, namun masih banyak juga. yang menginginkan agar hukum pidana.
Islam dapat diterapkan. Keinginan seperti ini ada. yang bersumber dari kalangan
santri dan ada juga yang bersumber dari kalanga.n akademisi.
Ketika suatu saa.t hukum pidana Islam da.pa.t ditegakkan, sementara dalam
hukum pidana Islam ba.nya.k terja.di perbedaan-perbedaan, maka. perbedeaan
perbedaa.n tersebut harus disikapi denga.n sungguh-sungguh, seperti denga.n
diadaka.nnya suatu forum yang bertugas untuk mengkaji secara cermat penda.pat
pendapat yang berbeda da.n mengambil pendapat yang paling kuat a.tau dalam
perbandingan hukum sering disebut sebagai "ar-ra'yu al mukhtar" (pendapat yang
6
Di antara perbedaan pendapat dalam hukum pidana Islam sebagaimana telah
disampaikan penulis ialah masalah tanggung jawab pencuri terhadap barang
curiannya dan sanksi hukumnya. Oleh karena itu pengkajian secara lebih khusus
berkenaan dengan masalah ini menjadi sangat penting sekali, manakala hnkum
Islam dapat ditegakkan. Tujuannya adalah untnk memilih pendapat yang paling
unggul berdasarkan dalil-dalil yang paling kuat.
Berangkat dari sini , maka penulis merasa te1iarik untuk mengkaji masalah di
atas dalam sebuah karya ilmiah yang sederhana dengan judul "HUKUMAN
BAGI SEORANG PENCURI YANG MENGEME:ALIKAN BARANG
CURIAN DAN YANG TIDAK MENGEMBALIKAN MENURUT
PERSEPSI EMPAT MAZHAB".
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Sebagaimana diketalmi bahwa mazhab yang ada sangat banyak sekali. Maka
dalam kajian ini penulis perlu memberikan batasan, yaitu bahwa kajian mengenai
Sanksi hukuman bagi pencuri yang mengembalikan barang curian dan yang tidak
mengembalikan, hanya dilihat menurnt empat mazhab saja, yakni mazhab Hanafi,
mazhab Maliki, mazhab Syafi'i dan mazhab Hanbali, bukan menlllUt mazhab di
luar yang empat tadi.
Adapun rumusan masalah yang diajukan dalam pembaJiasan ini adalal1
1. Apa hukuman inti Pencurian serta dalilnya ?
2. Bagaimana hukuman pencuri yang mengembalikan barang curian?
1. Apa hukuman inti Pencurian serta dalilnya ?
2. Bagaimana hukuman pencuri yang mengembalikan barang curian?
3. Bagaimana hukuman pencuri yang tidak mengembalikan barang curian?
4. Bagaimana tanggungjawab pencuri terhadap barar:g curiannya?
C. Tujuan dan Kcgunaan Pcnulisan
1. Tujuan Penulisan
7
Adapun tujuan umum yang hendak dicapai oleh penulis dalam penulisan
ini adalah untuk mengetahui lebih mendalam mengenai konsep huk.uman dalam
jarimah pencurian oleh empat mazhab. Sedangkan secara. rincinya sesuai dengan
rumusan masalah di atas, maka tujuan khusus penulisan adalah :
1. Mengetahui hukuman pokok pencurian clan dalil-dalilnya
2. Mengetahui sanksi hukwnan bagi seorang pencuri yang mengembalikan
barang curian.
3. Mengetahui sanksi hukuman bagi seorang pencuri yang tidak mengembalikan
barang curian.
4. Serta memberikan gambaran tentang tanggung jawab pencuri terhadap barang
cunan
2. Manfaat Penulisan
Melalui penelitian m1 diharapkan mengandung beberapa manfaat, di
antaranya:
8
1. Bagi penulis, penulisan ini diharapkan akan berguna untuk memperluas dan
menambah wawasan tentang pendapat empat mazhab mngenai hukuman
seorang pencuri yang mengembalikan barang curian dan yang tidak
mengembalikan. Di samping itu berguna sebagai tugas akhir pada program
studi Perbandingan Mazhab fiqih.
2. Bagi kalangan civitas akademika dan masyarakat umum, penelitian ini
diharapkan akan menembah khazanah pengetahuan seputar hukuman pencuri
yang mcngcmbalikan dan yang tidak mengembalikan barang curian.
D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan
Adapun metode penelitian yang penulis gunakan adalah terdiri dari :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang diterapkan dalarn menyusun skripsi ini adalah
penelitian yang bersifat kualitatif, dengan mengkaji data-data dan literature
literatur yang berkaitan dengan judul yang diangkat. Adapun dari segi tujuan
penelitian ini menggw1akan pendekatan deskriptif analistis, yang bertujuan
menggembarakan keadaan sementara dengan memaparkan hasil-hasil
penelitian yang bersumber dari data-data.
2. Sumber data
Swnber data yang penulis pergunakan adalah sumber data yang bersifat
primer dan sekunder. Sumber data primer adalal1 Kitab-Kitab fiqili yang
berkenaan dengan permaslahan jinayah diantaranya at Tasyri al Jina 'I al
9
Islami Muqaran bi al Qanun al Wadh'I karangan 'Abd al Qadir 'Audah, As
Siyasah al Jinaiyah al Hudud wa al Asyribahfi al Fiqh al Islami, karangan
Dr. Ahmad al Hashari, al Muwalhiho karangan Imarn Malik serta Kitab al
Fiqh al Madzahib al 'Arba 'ah, karangan Abd Al Rahman al Jazairi. Dan
sumber data sekunder yang digunakan adalah literature-literatur dan kitab
kitab yang berhubungan dengan disiplin ilmu Fiqh, terutama yang erat
kaitannya dengan mated ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Unluk mendapalkan gambaran yang cermat tentang konsep hukuman
pencuri yang mengembalikan barang eurian dan yang tidak mengembalikan,
maka penulis lakukan riset pustaka (Library Res.~arch), yakni dengan
mengumpulkan, membaca, dan menganalisis sejumlah kitab-kitab klasik dan
buku bacaan yang ada kaitannya dengan masalah yang dibahas.
4. Analisis Data
Yang dimaksud dengan teknik analisa data adalah proses penyederhanaan
data ke dalam bentuk yang lebih mudah di baca dan dinterpretasikan. Setelah
terkumpul data-data yang diperlukan maka peneliti mencoba untuk
menganalisa data. Teknik analisa data yang digunakan dalam penulisan ini
adalah teknik an2lisis kualitatif atau biasa disebut analisis isi (content
analysis), yaitu penguraian data melelui kategorisasi, perbandingan dan
pencaharian sebab akibat, baik menggunakan analisis induktif (usaha
penemuan jawaban dengan mengeanalisa berbagai data untuk diambil
10
E. Teknik dan Sistematika Pcmbahasan
Teknik penyusunan dan penulisan skripsi ini berpedoman pada buku
"Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi Fakultas Syari'ah dan
Hulmm UIN Syarif Hidayatullah Jakarta" terbitan tahun 2005.
Skripsi ini dibagi dalam lima bab, dan masing-masing terdiri dari sub bab,
dengan sistematika penyusunan sebagai berikut :
Bab I
Bab II
Pendahuluan
Bab ini menerangkan tentang latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penulisan, metode
penelitian dan teknik penulisan, serta sistematika penyusunan.
Tinjauan Umum Tentang Jarimah Pencuria11
Yang terdiri dari pengertiaan pencurian, syarat dan rukun pencurian,
macam-macam pencurian serta alat bukti pencurian.
Bab III Hnkuman Pencurian dan Permasalahannya
Yang terdiri dari hukuman pencurian dan pelaksanaannya,
penghapusan hukuman dan hikn1ah hukuman pencurian.
Bab IV TINJAUAN EMPAT IMAM MAZHAB MENGENAI
HUKUMAN PENCURI YANG MENGEMBALIKAN BARANG
CURIAN DAN YANG TIDAK MENGEMBALIKAN
Dalam bab ini menguraikan tinjauan empat mazhab yakni menurut
mazhab Hanafi, menurut mazhab Maliki, menmut mazhab Syafi'i, dan
BabV
11
menurut mazhab Hanbali. Danjuga mengenai analisis penulis terhadap
pendapat keempat mazhab.
Penutup
yang meliputi kesimpulan dan saran-saran.
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG JARIMAH PENCURIAN
A. Pengertian Pencurian
Definisi pencurian dapat kita temukan dalam karya-karya ilmiah yang telah
ditulis oleh para pakar, baik karya-karya klasik maupun kontemporer. Pencurian
secara etimologi ialah :
Artinya: "Mengambil sesuatu dari orang lain secara samar dan sembunyi-sembunyi".
Dalam kitab Fath al- Qarib, pencurian secara etimologi adalah :
2 , ,',> Jll.'1 '.' ~I ~ ..)._,,:.
A1tinya: "Mengambil harta secara sembunyi-sembunyi".
Adapun pencurian secara terminologi adalah :
Artinya: "Mengambil harta denganjalan sembunyi-sembunyi dari pemiliknya atau orang
yang menggantikan (posisi) pemiliknya ".
Menurut Wahbah az Zuhaili, pencurian adalah:
1 Abd al Ghani, Al Lubab fl Syarh al Kitab, (Beirut, al Maktabah al 'Ilmiyah, 1993), juz 3, h.200
2 Muhammad bin Qasim, Fath al Qarib, (Semarang, Pustaka al ''Alawiyah, t.th.), h. 57
3 Manshur bin Yunus, Ar Raudh al Murabbi', (Beirut, Dar al Kutub al 'llmiyah, 1998), cet. ke 4,juz 2, h. 388
13
Artinya: "mengambil harta orang lain secara sembunyi-sembunyi dan rahasia".
Berbeda dengan pendapat di atas, Imam Al Jazairi memberikan definisi
yang cukup luas, menurut beliau pencurian adalah :
,.. ,.. ,.. 0 r:' 0 ,.. J. J. ,,. ,,,.
~ .:J 2.JLll ':I\ \5J.. G(a.; ~;: ,, C:, 'I (" , l;(a.; ~ ll.J\ lit_;_)\ .b:-1 - f.!"'"' . - J J ..f>"-4 . c . If ,, ,... ,.. ,... ,.. ,,,. ,.. ... ,,. ,,.
,,. ,,., ,... 2 0 ,... ... ,.,. J. 0 ,,. "'
oLS'j ~ ~L; 01>.0--1:-~: .. ~ ~I....;_.:,~ 81.. a"G'.\llj ... ,,. ,,. ,,. ,,. .... ,,. ,,. ,,.
\'~ ~. U1 J '-') ,
Artinya: "Mengambilnya seorang yang berakal dan baligh terhadap satu nishab (barang
curian) yang tersimpan, milik orang lain, tidak ada hak milik bagi dia dan tidak ada syubhat kepemilikan secara sembunyi-sembunyi dan rahasia, mengangsurlkontan, dan sang pencuri dalam keadaan normal, tidak dipaksa, baik ia muslim, zimmi, laki-laki, perempuan, merdeka maupun budak".
Dari definisi-definisi yang ada dapat diambil kesimpulan bahwa, inti dari
pada pencurian adalah mengambil harta orang lain secara sembunyi-sembunyi
dari tempat penyimpanannya.
4 Wahbah az Zuhaili, al Fiqh al Islami wa Adillatuh, (Smiah, Dar al Fikr, 1989), cet.ke 3, juz 6, h. 92
5 Abd ar Rahman al Jazri, Kitab al Fiqh 'ala al Madzahib al Arba'ah, (Beirut, Dar al Fikr, 2002),juz4, h. 116
14
B. Syarat dan Rukun Pcncurian
Untuk mengetahui syarat-syarat yang menyebabkan sebuah tindakan disebut
sebagai pencurian yang bisa dikenai had, terlebih dahulu penulis akan
menjelaskan tentang rukun-rukun pencurian.
Rukun-rukun pencurian yang hams dipenuhi ada tiga, yaitu :
I. Sariq (pelaku pencurian)
2. Masruq (barang yang dicuri)
3. Saraqah (pencurian ). 6
Ketiga rukun tcrsebut memiliki syarat sendiri-sendiri, yang nantinya akan
dijelaskan salu per salu.
I. Sariq (pelaku pencurian)
Bagi pelaku pencurian disyaratkan adanya kelayakan untuk
mendapatkan hukuman potong tangan. seorang pencuri yang layak dihukum
potong tangan adalah manakala ia berakal dan baligh. Oleh karena itu, anak
kecil dan orang gila yang mencuri tidak bisa dikenai hukuman potong
tangan karena adanya sabda Nabi SAW :
,., ~ ,,, .... ,... ,, .... ,..,.. ,..,..0
~:, F ~ ~1 cf) 1;0::' .. ; es;- ~01 :.;. ~tt;;. ;.w1 C:'~ ,., ,., ,.., ,... ,.. ,,.,. ,., ,,,. ~ ...
7 ((,.$~\ olJ.i) ~ J;- 0µ1
6 Ibid
7 Al Baihaqi, as Sunan al Kubra, (Beirut, Dar al Fikr, t.th.),juz 8, h. 264
Artinya: "Pena diangkat karena tiga perkara; orang tidur sampai bangun, anak
kecil sampai mimpi (baligh), dan orang gila sampai sadar".
15
Juga karena potong tangan adalah hukuman yang disebabkan adanya
tindak pidana Oinayah), sementara perbuatan anak kecil dan orang gila tidak
bisa disebut sebagai tindak pidana.8
Apabila anak kecil dan orang gila ikut serta dalam pencurian beserta
sekclompok orang, maim seluruhnya tidak dapat dikenai potong tangan
menurut Abu Hanifah clan Zufar Rahima Huma Allah Ta'ala. 9
Alasan Abu Hanifah dan Zufar adalah, karena pencurian itu adalah satu,
sementara pelakunya adalah orang yang bi.sa dikenai potong tangan dan
orang yang tidak bisa dikenai potong tangan. Oleh karena itu semuanya
tidak bisa dikenai hukuman potong tru1gan, sepe1ti halnya orang yru1g
sengaja dan orang yang lupa, yang bekerja sama dalrun sebuah jarimah.
Ulruna Syafi'iyah se1ia Hanabilah mensyaratkan adanya pelaku pencurian
hams Mukhtar (normal/melakukan pencurian secara sadar, tidak karena
paksaan) dan juga harus tetap berada dalrun huku:m-hukum Islam.Oleh
sebab itu Had tidak wajib bagi orang yang di paksa danjuga tidak wajibbagi
kafir harbi karena mereka tidak tetap berada dalan1 hukum-hukum Islrun.10
8 Wahbah az Zuhaili, Op .. Cit., h. 100-101
9 Ibid., h. 101
'0 Ibid.
16
Pelaku pencurian disyaratkan tidak adanya paksaan dan hams tetap
berada dalam hukum-hukum Islam, ini juga disampaikan oleh Imam
Nawawi dalan1 kitabnya, Raudhah at Thalibin, yaitu bahwa, potong tangan
tidak dapat dijatuhkan mana kala yang mencuri adalah orang yang dipaksa
atau seorang kafir harbi. 11
2. Masruq (barang yang dicuri)
Syarat-syarat masruq adalah sebagai berikut :
a. Barang yang dicuri berupa harta yang dimulyakan
Seorang pencuri yang mencuri alat-alat permainan atau barang-barang
yang diharanlkan, maka tidak dapat dipotong tangannya, karena barang
barang tersebut adalah barang-barang yang tidak dimulyakan, 12 seperti
halnya khamr, babi atau kulit bangkai. 13
b. Bukan milik pelaku pencurian.14
Disyaratkan dalam pidana pencurian bahwa sesuatu yang dicuri itu
milik orang lain. Yang dimaksud dengan "milik orang lain" adalah
bahwa harta itu ketika waktu terjadinya penc:urian merupakan milik
orang lain, dan yang dimaksud dengan "waktu terjadinya pencurian"
adalah waktu pencuri memindahkan harta dari tempat penyimpanannya.
11 An Nawawi, Raudhah at Thalibin, (Beirut, Dar al Kutub al 'Ilmiyah, t.th .. ),juz 7, h. 353
12 Manshur bin Yunus al Bahuti, Op.Cit., h. 3e9
13 Wahbah az Zuhaili, Op.Cit., h.102
14 An Nawawi, Op.Cit., him. 330
15 Ibid
17
Atas dasar ini, maka tidak ada hukuman had dalam pencurian terhadap
harta yang status kepemilikannya bersifat syubhat. Dalam kasus ini,
pencuri diancam dengan hukuman ta'zir. Misalnya orang tua mencuri
harta anaknya atau seseorang mencuri harta milik sekelompok yang
mana ia termasuk anggotanya sebagai mana menurut Imam Abu
Hanifah, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad.15
Menurut Imam Abu Hanifah, barang yang dicuri itu tidak sengaja
ditinggalkan oleh pemiliknya untuk kemudian hancur. Sedangkan Imam
Malik, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad tidak sependapat dengan teori
ini. Menurut mereka, setiap harta yang dapat diperjual belikan adalah
harta yang berharga dan pencurinya dapat dijatuhi hukuman had.
Contolmya, kain kafan. Menurut Abu Hanifah, pencuri kain kafan tidak
dapat dijatuhi hukuman hadd. 16
Barang-barang yang pada asalnya tidak ada pemiliknya boleh
diambil. Akan tetapi, jika sudah ada dalam penguasaan seseorang atau
Ulul Amri, maka dianggap telah ada pemiliknya .. Sedangkan harta yang
sengaja ditinggalkan atau dibuang oleh pemiliknya adalal1 sama dengan
harta yang tiC:ak ada pemiliknya.17
16 Prof.Dr.Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqiey, Hukum-Hukum Fiqh Islam (Finjauan Antar Madzhab), (Semarang, PT. Pustaka Rizki Pulera, 2001),cet. Ke 2, h. 495
17 A. Djazuli, Fikih Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam), (Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2000), cet.ke 3, h. 78-79
18
c. Barang yang dicuri harus tersimpan, 18 artinya memiliki tempat
penyimpanan yang layak. 19
Dalan1 Fiqh, "tempat penyimpanan harta" diistilahkan dengan hirz.
Hirz itu ada Cua macam, "hirz bi al makan" dan "hirz bi an naft". Yang
dimaksud dengan hirz bi al ma/am adalah tempat yang disedikan khusus
untuk menyimpan barang dan tidak setiap orang diperbolehkan masuk
tanpa pemiliknya. Menurut Imam Syafi'I dan Imam Ahmad, tempat itu
hams terkunci dan khusus disediakan untuk menyimpan barang. Yang
dimaksud dengan hirz bi an nafs atau hirz bi al hift adalah barang yang
berada dalam penjagaan. Kadang-kadang suatu barang memiliki kedua
jenis hirz ini.20
d. Mencapai Nishab.21 Fuqaha Hanafiah menentukan nishab barang curian
yang apabila seorang pencuri rnencuri dengan kadar tersebut maka akan
di potong tangannya sebagai hukuman hadd, karena perbuatan
mencurinya dengan sepuluh dirham. Oleh karena itu tidak ada potong
tangan bagi pencurian barang yang kadarnya lebih sedikit dari sepuluh
18 An Nawawi, Op. Cit., h. 336
19 A. Djazuli, Op.Cit., h. 75
20 Ibid., h. 76
21 Manshur bin Yunus, Op.Cit., h. 389
19
dirham22. Sepuluh dirham nilainya adalah smna seperti satu dinar,
' sebagaimana yang dikatakan oleh Dr. Wahbah Zuhaili. Beliau
mengatakan, bahwa satu dinm· menurut ulama1 Hm1afiah adalah sama
dengan sepuluh dirham23.
Sedangkan para ulama Malikiah berpendapat bahwa nishab atau
kadar barng curian adalah tiga dirham yang di c:etak dan murni24. Imam
syafi'I dan Imam Ahamad bin Hanbal berpendapat bahwa nishab barang
curian yang menyebabkan seorang pencuri dikenai hadd adalah
seperempat dinar keatas, jika kurang dari it11 maka tidak dipotong
tangannya.25
e. Kepemilikan harta haruslah benar-benar sempurna.
Dalam ha! ini ada beberapa permasalahan, di antaranya adalah
sebagai berikut :
I) Apabila ada dua orang bekerja sama atau melakukan syirkah,
kemudian salah seorang di antm-a mereka mencuri harta mereka
sendiri, apakah harus dipotong tangmrnya? Dalam ha! ini ada dua
pendapat. Pendapat yang pertmna menyatakan tidak, karena ia
memiliki bagian walaupun sedikit sehingga menimbulkm1 syubhat.
22 Alunad al Hashari, As Siyasah al Jinaiyah al Hudud wa al Asyribah,(Beirut, Dar al Jail,
1993),cet.ke 3, jilid 2, h.440
23 Wahbah Zuhaili, Op.Cit.,h.103
24 Abd ar Ralunan al Jaziri, Op.Cit., h.117
25 Ahmad al Hashari, Op. Cit., h.441
20
Sedangkan pendapat yang kedua menyatakan tetap harus dipotong ,
tangannya, karena dia tidak memiliki hak di dalam bagian harta
yang lain.
2) Apabila ada yang mencuri harta dari bait al-mal (Kas Negara),
maka ada beberapa ketentuan. Apabila seorang peneuri mencuri
harta yang dipisahkan untuk kelompok t•~rtentu dan dia bukan
termasuk bagian dari kelompok tersebut, maka harus dipotong
tangannya. Dan apabila dia mencuri harta yang tidak dipisahkan
untuk kelompok tertentu, maka di sini juga ada beberapa pendapat.
Salah satunya adalah pendapat yang disampaikan oleh Ulama-
ulama Iraq, yaitu tidak dapat dipotong tangannya, baik ia orang
kaya atau orang fakir, maupun ia mencuri harta shadaqoh atau
harta untuk kemaslahatan-kemaslahatan masyarakat. sedangkan
pendapat yang lain menyatakan bahwa ia harus tetap di potong
tangannya. 26
f. Tidak ada unsur syubhat bagi pencuri.27
Kalau barang yang dicuri terdapat unsur syubhat bagi pencur1,
maka ia tidak dapat dikenai had. Oleh karena itu, seseorang yang
mencuri harta orang tuanya atau anaknya tidak dapat di potong
tangannya, karena harta mereka menyatu. Begitu juga jika ia mencuri
26 An Nawawi, Op.Cit., h. 333
27 Muhammad Syata, Hasyiah J'anah al Talibin, (Beirut, Dar al Fil<r, 2002), juz 4,h. 178
21
harta tuannya (kalau dia seorang budak ), karena adanya syubhat ,
kepemilikan disebabkan tuannya tadi wajib memberikan nafkah
kepadanya.28
Di samping syarat-syarat yang telah disebutkan di dalam kitab-kitab
fiqh, baik klasik maupun kontemporer. Namun, itu semua tidak dapat
dicantumkan semua disini secara keseluruhan karena syarat-syarat yang
telah disebutkan di atas sudah dianggap cukup dan mewakili.
3. Saraqah (Pencurian).
Dalam rukun yang ke tiga ini merupakan rukun yang berkaitan dengan
pencurian itu sendiri (Nafs as-Saraqah), yang mana pengertiannya sudah
dijelaskan pada pembahasan awal. Namun tidak ada salalmya mana kala
ditegaskan di sini bahwa, pencurian yang dimaksud adalah mengambil harta
dengan sembunyi-sembunyi, oleh karena itu tidak ada potong tangan bagi
orang yang mengambil harta seeara terang-terangan, seperti mukhtalis dan
muntahib; mukhtalis adalah orang yang mengambil harta lalu di bawa lari,
sementara muntahib adalah orang yang mengambil harta dengan kekuatan
dan paksaan. 29
C. Macam-Macam Pcncurian
Pencurian di dalan1 syariat Islam dibagi menjadi dua, yaitu :
28 Qulyubi dan Umairah, Hasyiatani 'ala Syarh Jala ad Din Muhammad bin Ahmad al Mahalli, (Beirut, Dar al Fikr, 2003),juz 4, h.189
29 An Nawawi, Op.Cit., h. 346
•
22
1. pencurian yang dikenai sanksi had.
2. pencurian yang dapat dikenai sanksi ta'zir.
Pencurian yang dapat dikenai sanksi had dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Pencurian kecil (Saraqah Shugra),
b. Pencurian besar (Saraqah Kubra).
Pencurian kecil adalah mengambil harta orang lain secara samar,
. b . b . 30 artmya secara sem uny1-sem uny1.
Sedangkan pencurian besar adalah pengambilan harta orang lain
secara terang-terangan atau dengan kekerasan. Pencurian jenis kedua ini
disebut j uga Hirabah.
Perbedaan antara pencurian biasa (pencurian kecil) dengan hirabah,
antara lain bahwa dalam pencurian biasa (pencurian kecil) ada dua syarat yang
harus di penuhi, mengambil harta tanpa sepenge1ahuan pemiliknya dan
pengambilannya im tanpa kerelaan pemiliknya. Sedangkan unsur pokok
dalan1 pembegalan (hirabah) adalah terang-terangan atau dengan kekerasan,
sekalipun tidak mengambil harta.
Pencurian yang dapat dikenai sanksi ta'zir juga ada dua macam;
pertama, pencurian yang diancam dengan had, namun tidak memenuhi syarat
untuk dilaksanakan had lantaran syubhat (seperti mengambil harta milik
sendiri atau harta bersama);dan kedua, mengambil harta dengan
30 'Abd al Qadir 'Audah, Al Tasyri' al Jina'/ al /s/ami Muqaranan bi al Wadh'I, (Beirut, Muassasah ar Risalah, 1992)juz 2, cct.ke 11,h. 514
23
sepengetahuan pemiliknya, namun tidak atas dasar kerelaan pemiliknya, juga
tidak menggunakan kekerasan (misalnya mengambil jam tangan yang berada
di tangan pemiliknya dengan sepengetahuan pemiliknya clan membawanya
lari atau menggelapkan uang titipan).
Perbedaan antara pencurian dengan penggelapan, antara lain :
a. Hukuman Pencurian adalah had, sedangkan hukumm1 penggelapan adalah
ta'zir.
b. Unsur material dalam pcncunan adalah mcngambil harta sccara diam
diam, scdangkan unsur material dalam pcnggelapan adalah mengambil
harta dengan tidak diam-diam.
c. Disyaratkan dalam pcncurian adalah bahwa harta yang dicuri itu tcrsimpan
pada tcmpat pcnyimpanan ym1g layak, sedangkan dalam penggelapan
tidak disyaratkan demikian.
d. Disyaratkan dalam pcncurian harta yang di curi itu telah mencapai nishab,
sedangkan dalam penggelapan tidak disyaratkan demikian.31
D. Alat Bukti Pcncurian
Ada beberapa alat bukti yang dapat dipergw1akan dalam menetapkan
jarimah pcncnrian. Bcbcrapa alat bnkti tersebut adalah :
1. Saksi, artinya kcsaksian para saksi.
Jarimah pencurian dapat ditetapkan melalui dua orang saksi. Apabila
saksi kurang dari dua, atau salah satunya perempuan atau saksi yang satu
"A. Djazuli,Op.Cit., h. 71-72
24
melihat dan yang lain hanya mendengar, maka pencuri tidak dapat
dikenakan poton5 tangan dengan kesaksian dua orang saksi tersebµt
Kcmudian apabila ada kesaksiim satu orang laki-laki dengan dua orang
perempuan, atau kesaksian saksi yang melihat langsung dengan saksi yang
hanya mcndengar (peristiwa pencurian) dan atau kesaksian seorang saksi
dan sumpahnya orang yang mendakwa adanya pencurian dengan tujuan
mcnctapkan kcpcmilikan barang yang dicuri, maka kesaksian-kesaksian
scpc11i itu dapat ditcrima.32
Imam Abu Hanifah mcnsyaratkan tidak adanya kadaluarsa dalan1
kesaksian.33 Apabila ada yang bersaksi tentang adanya pencurian sesudah
bebcrapa tahun kcmudian, maka kcsaksiannya tidak dapat ditcrima karena
adanya unsur syubhat. 34
Da!an1 pensyaratan ini Dr. Wahbah az Zuhaili mcngecualikan untuk
jarimah Qadzab dan Qishas.35 Artinya kesaksian seseorang terhadap
jarimah Qadzab dan Qishas tetap dapat diterima meskipun sudal1
kadal uarsa.
32 'Abd al Qadir 'Audah, Op.Cit., h. 61
33 Ibid.
34 Wahbah az Zuhaili, Op.Cit.,h. 124
35 Ibid
25
Dasar Imam Abu Hanifah dalam ha! ini adalah karena kadaluarsa
dapat membatalkan kesaksian pada Jarimah Hudud yang mumi.36
2. Pengakuan
Pcncurian dapat diketahui oleh hakim dengan adanya pengakuan
pelaku. Hal ini karena seseorang tidak mungkin datang mengakui
kesalahan clirinya kccuali darurat.37
Ulama berbcda pendapat di dalam j umlah pcngakuan. Iman1 Malik,
Imam Abu Hanifah, dan Imama Syafi'I berpcndapat bahwa pengakuan
cukup satu kali. Scclangkan Imam Abu Yusuf (dari kalangan ulama fiqh
Hanafiyyah), Imam Ahmad clan kalangan Syi'ah Zaidiyah menyatakan
bahwa, pengakuan hams scbanyak dua kali. Hujjah mereka aclalah hadits
yang cliriwayatkan dari Nabi SAW, yang mana bcliau tidak memotong
tangan salah scorang clari dua pencuri kecuali scsudah mengaku sebanyak
dua kali atau tiga kali.38 Pcndapat ini juga sanm seperti yang dianut oleh
Ibn Abi Laila, Zufar dan Ibn Abi Syibramah Rahimahumallah. 39
Imam Abu Hanifah clan Muhammad mensyaratkan aclanya clakwaan
dari sescorang yang dicuri. Maka apabila seorang pencuri mengaku bahwa
36 'Abd al Qadir 'Audah, Op.Cit., h. 611
37 Wahbah az Zuhaili, Op.Cit.,h. 125
38 'Abd al Qadir 'Audah, Op.Cit., h. 615
39 Abu Muhammad bin Ahmad, Al Bayanah Ji Syarh al Hidayah, (Beirut, Dar al Fikr, 1990),cet.ke 2,jilid 6, h. 382
26
ia tel ah mencuri hmia seseorang yang tidak ada (di ltempat ia memberikan
pcngakuan ), tidak dapat dikenai hukumm1 po tong tangffi1 selmna orffilg
yffilg dicuri bclum hadir dan memperkmakaru1ya.40
3. Sumpah
Di kalangan mazhab Syafi' i, terdapat pendapat yffilg menyatakm1
bahwa pcncurian dapat dibuktikan dengffi1 sumpah, nmntm pendapat yang
lebih raj ih, menyatakan bahwa alat bukti dalmn tindak pidffila pencuriffi1
hanya saksi dan pengakuan.41
4. Indikasi, tm1da-tanda yffilg menunjukffi1 bahwa dia telah mencuri.42
40 Wahbah az Zuhaili, Op.Cit., h. 125
"A. Djazuli, Op.Cit., h. 80
42 Ibid.
BAB HI
HUKUMAN l'ENCURIAN DAN PERMASALAHANNYA
A. Hukuman Pcncurian clan Pclaksanaannya
Dalam bab sebelumnya telah disinggung mengenai hukuman utama dalam
pcncurian, yaitu polong tangan. Namun di sana tidak dibahas sccara khusus.
Dalam bab ini akan dibahas mengenai hukuman pcncurian secara lebih khusus
lagi, dan bebcrapa pcnnasalahan yang berkaitan dengan hukuman pencurian.
Seorang pcncuri dapat dikenakan lmkuman potong l:angan manakala sudah
terpenuhi syarat clan rukun pcncurian. Kalau syarat dan rukun pencurian tidak
terpenuhi, maka ia hanya dapat dikenai ta 'zir, sebagaimana yang sudah
disinggung dalam pcmbahasan macam-macam pencurian.
Ta 'zir sccara bahasa mcrupakan mashdar dari lafaz J)c. yang diambil dari
lafaz _Jy.li, yang artinya adalah ~)I (menolak) clan c-WI (mencega11).
Ulama fiqh menclefinisikan la 'zir sebagai hukuman yang tidak ditentukan (di
dalam Al-Qur'an atau Sunnah), yang wajib dilakukan karcna adanya Haq Allah
atau Haq Al-Adami tcrhadap sctiap ma'shiat yang tidak ada had clan
kafarahnya. 1Hukwnan (utama) pcncurian adalah potong tangan sebelah kanan.2
1 'Abd al-Aziz' Amir, At-Ta 'zir fl asy-Syari'ah al-Islamiyah. (t.t, Dar al-Fikr al-' Arabi, t.th .. ),
h.52
2 lbn Qudamah, Al-Kafl fl Fiqh al-Imam Ahmad, (Beirut, Dar al-Kutub al-'llmiyah, 1994), cet.ke ljilid3,h. 71
28
Dalil dari pada potong tangan adalah al-Kitab. As-Sunnah dan Ijma' .3
a. Al-Kitab (al-Qur'an)
Dali! potong tangan dari al-Qur'an adalah firrnan Allah berikut ini:
.\ ' ~.... ,,, :::-
A!J\) A!ll 0-o l]\.(; ~ ~ ,.1;.. , , ,
Artinya: "Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencur, potonglah tangan
keduannya (sebagai) pembalasan bagi apa yang merekt.t kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah lv!ahaperkasa !agi Mahabijaksana (Al-Ma'idah I 5: 38).
Ayat ini adalah yang bersifat 'am, yaitu untuk setiap pencuri laki-laki
dan perempuan.4 Dalam ayat ini Allah memberi hukum dan memerintah untuk
memotong tangan pencuri laki-laki dan perempuan.5
Jumhur ulama telah sepakat bahwa yang dimaksud dengan
"Memotong Tangan" sebagaimana yang telah terdapat dalam ayat (di atas),
sebagai balasan terhadap jarimah pencurian adalah memotong tangan kanan
dari pergelangan. Sedangkan kelompok Khawarij mengatakan bahwa yang
dimaksud adalah memotong tangan sampai pundak, karena yang namanya
tangan adalal1 anggota badan dari jari san1pai ketiak.
Kalau sebagian ulama yang lain mengatakan, bahwa yang paling patut
(relevan) adalah memotong jari-jari saja, karena kalau menggenggam itu
3 lbn Qudamah, Al-Mughni, (Kairo, Hijr,1990)juz 12, cet.ke l, h. 415
4 Ibn al-' Arabi, Ahkam al-Qur'an, (Beirut, Dar al-Fikr,1988), cet.ke I, qism 2, h. 104
5 Ibn Katsir, Taj.sir al-Qur'an al- 'Azhim, (Beirut, Dar al-Jail,tth.),juz 2, h. 52
199
29
denganjari-jari. Pendapat yang terakhir ini, sebagaimana dikomentari oleh Dr.
'Abd al-'Aziz 'Amir adalah pendapat yang menyalahi Nash, karena yang
terdapat dalam nash adalah memotong tangan, bukan memotongjari.6
b. As-Sunnah
Dalil potong tangan dari as-Sunnah adalah sebagaimana yang disabdakan
olch Nabi Muhammad saw, dengan bunyi teks hadits selengkapnya sebagai
berikut :
' '
~ ~\ J~ ~~ ' '
v (c.>.Jl.:>..,11 o\J.J)
Artinya: "Abdullah bin Mas/amah menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Sa'ad
menceritakan kepada kami dari ibn Syihab dari 'Amrah dari 'Aisyah ra., Nabi saw. Bersabda : Tangan dipotong dalam (pencurian) seperempat dinar keatas" ( Riwayat Bukhari)
Dalam hadits lain Peliau bersabda :
6 'Abd al-Aziz 'Amir, Op.Cit., h. 14
7 Imam Bukhari, Shahih Bukhari, (t.t, Dar al-Fikr Ii at-Taba'ah wa an-Nasyr, t.th .. ),juz 8, h.
8 Imam Muslim. Shahih Muslim, (Beirut, Dar al-Fikr, 1993). Juz 2, h. 107
30
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang sebelum ka/ian hancur karena apabila orang
mulia di antara mereka mencuri, mereka tinggalkan ia, dcm apabi/a orang yang lemah di antara mereka mencuri, maka mereka melaksanakan had terhadapnya" (Riwayat Muslim)
b. Ijma'
Dalil potong tangan dari ijma' adalah, bahwa orang-orang Islam telah
sepakat atas wajibnya memotong tangan pencuri secara umllll1.9
Ulama-ulama Hanafiyah berpendapat, seorang pencuri yang mencuri yang
pertama kali akan dipotong tangan kanannya. Kalau ia mencuri lagi untuk yang
kedua kalinya, maka akan dipotong kaki kirinya. Kalau setelah mencuri dua kali
ternyata ia masih mencuri, maka anggota badan yang manapun tidak akan
dipotong, tetapi ia akan dikenai ta'zir dan dipenjara sampai ia bertaubat.10
Dalam pemotongan tangan kanan hnam Abu Hanifah mensyaratkan, bahwa
keberadaan tangan kiri harus sehat. Kalau ternyata tangan kiri itu patah atau
1Ull1puh karena ibu jarinya putus atau dua jari selain ibu jari putus, maka tangan
kanan tidak dapat dipotong, karena pemotongan tangan dalam pencurian adalah
syari'at yang bertujuan untuk mencegah (kejahatan) bukan untuk merusak atau
menghancurkan Qiwa). 11
Apabila tangan kiri tidak dapat bermanfaat, lalu tangan kanan dipotong,
maka akan menyebabkan hilangnya manfaat kedua tangan, dan dalam satu sisi
9 Ibn Qudamah, Op.Cit., h. 415
10 Ahmad al-Hashari, As-Siyasah al Jinaiyah al Hudud wa al Asyribah, (Beirut, Dar al-Jail, 1993), cet.ke 3,jilid2, h. 582
11 Ibid.
31
mcrusak jiwa. Kalau kcadaan tangan kiri seperti itu, maka kaki kiri juga tidak
dapat dipotong. Karena, kalau memotongnya akan meny·~babkan hilangnya salah
satu dari dua anggota badan (tangan dan kaki) secara sempuma. Hal ini juga
merusak j i wa.
lman1 Abu Hanifah berpendapat, apabila kaki kanan patah, atau lumpuh,
atau pincang yang mcnccgah bisa bcrjalan, maka tangan kanan pun tidak dapat
dipotong, karcna dapal mcnghilangkan manfaat di satu sisi. Begitu juga kaki kiri
tidak dapat dipotong meskipun schat, karcna mcnyebabkan pencuri yang
kcadaaannya demikian tidak mcmiliki dua kaki. Maka, manfaat kaki untuk
berjalan akan hilang. 12
Tctapi kalau kaki kanannya hanya putus jari-jarinya saja yang mana ia tetap
dapat bcrcliri clan bc1jalan, maka tangan kanan dapat dipotong, karena manfaat
jenis anggota badan tcrscbut tidak hilang. Dan kalau kedua tangannya sehat tetapi
kaki kirinya patah atau lumpuh, atau jari-jarinya putus, maka tangan kanan juga
dapat dipotong karcna jcnis anggota badan tidak hilang dan di satu sisi tidak
mcnghilangkan (manfaat) yang lain.
Scdangkan kalau tangan kanan lumpuh, atau ibu jarinya putus, atau jari-jari
yang lain putus, maka tangan kanan tcrsebut akan dipotong, karena kalau tangan
kanan yang schat saja di po tong, apalagi tangan kanan yang cacat. 13
12 Ibid., h. 583
13 'Abd al-Qadir 'Audah, At-Tasyri1 al-Jina'! al Islami Muqaran bi al-Qanun al-Wadh'!, (Beirut, Muassasah ar-Risalah, 1992), Juz 2, cet.ke 11, h. 634
32
Mcnurut Ulama Malikiyah dan S yafi'iyah, scorang pcncuri yang mencuri
pertama kali akan dipotong tangan kanannya dari persendian telapak tangan
kemudian dipmiaskan dcngan api atau dcngan minyak ym1g mendidih, kalau
mencuri yang kedua kalinya akan dipotong kaki kirinya dari persendian kaki,
kemudian dipanaskm1 dcngan api. Kalau yang mencuri yang ketiga kali, akan
dipotong tangan kirinya dari pcrsendim1 tangan kcmudian dipanaskan dengan api.
Dan kalau mcncuri yang kccmpat kali, akm1 dipolong kaki kanmmya dari
perscndian kaki kemudian dipanaskmi dengmi api. Kemudian kalau mencuri yang
kelima kali, akmi dipcnjara dmi di ta'zir. 14
Sedmigkan Ulama Hanabilah berpendapat seperti pendapatnya ulama
Hmiafiah, yaitu apabila pencuri mencuri, maka ymig pertama kali akan dipotong
adalah tangmi kanannya. Apabila mcncuri yang kedua kali, akmi dipotong kaki
kirinya. Kalau lcmyala setclal1 dipolong tmigmi kanmi clan kaki kirinya ia masih
mencuri juga, maka ia tidak akan dipotong anggota badannya yang manapun,
tclapi dipenjara. 15
B. Pcnghapusan Hukuman
Bmiyak perbedam1 pendapat di kalm1gan ulama tcntang hapusnya hukuman
pencunan. Di antara ha! yang dapat mcnghapuskan hukuman adalah sebagai
berikut :
14 'Abd al-Rahman al-Jaziri. Kitab al-Fiqh al-Madzhib al-'Arba'ah, (Beirut, Dar al-Fikr, 2002), juz4, h. 116
15 Ahmad al-Hashari, Op.Cit., h. 603
33
1. Terbukti bahwa dua orang saksinya itu dusta dalam persaksiannya. 16
2. Orang yang dicuri menganggap dusta terhadap pengakuan pencuri dengan
pencurian, misalnya dengan mengatakan kcpada pencuri terse but, "Engkau
tidak mencuri hartaku".
3. Orang yang dicuri mendustakan kesaksianny<~ misalnya dengan
mengatakan,"Saksi-saksiku bersaksi dengan dusta".
4. Pencuri mencabut kembali pengakuannya, maka ia tidak dapat dipotong
tangannya, tetapi harus menanggung harta yang dicuri. 17
Hal ini berbeda dengan ulama Zhahiriyah dan sebagian ulama
Syafi'iyah. Mereka mengatakan kalau pencabutan kembali pengakuan seorang
pencuri tidak dapat menghapuskan hukuman. 18
Kemudian, kalau ada dua orang yang bekerja sama melakukan
pencurian, dan mercka mengakui perbuatannya, lalu :mlah seorang di antara
mereka mencabut kembali pengakuannya, maka gugurlah kewajiban potong
tangan bagi orang yang mencabut kembali pengakua1111ya, tetapi tidak bagi
yang lain, hal ini menurut Imam Malik, Imam Syafi'I, clan Imam Alunad, serta
menurut Imam Abu Hanifah, potong tangan tertolak bagi orang yang
mcncabut pcngakua1111ya. Karena, pcncurian adalah salah satu yang mana
16 A. Djazuli, Fikih Jinayah {Upaya menanggu/angi Kejahatan Dalam Islam), (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2000), cet.ke 3 h. 85-86
17 Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh al Js/ami wa Adillatuh, (Suriah, Dar al Fikr, 1989), Juz 6, cet·.ke 3,h.630
18 Abd al Qadir 'Audah, Op.Cit., h. 630
34
kerja sama sudah di tetapkan (keberadaannya), dan dicabutnya kembali
pengakuan salah seorang di antara mereka dapat menyebabkan syubhat dalam
kerja sama (pencurian) bagi yang yang lain. 19
Makanya, kalau salah seorang di antara mereka mengakui tindak
pencurian, scmcntara yang lain mengingkari dan tidak ada bukti baginya,
maka potong langan hanya bagi orang yang mcngaku. Hal ini mcnurul
pendapat Imam Malik, Imam syafi'I, Imam Ahmad, cla11 Imam Abu Hanifah.
Tctapi menurut Imam Abu Yusuf dari kalangan mazhab Hanafi
berpendapat agar orang yang mengakui pencurian di antara mereka berdua
yang di lakukan bersama-sama. Maka, apabila pencurian tidak ditetapkan bagi
yang lain karena ia ingkar, menyebabkan terjadinya satu pencurian tersebut
kb . ak" ·20 secara terpa sa ag1 orang yang meng m pencunan.
5. Barang yang dicuri telah menjadi milik pencuri sebelum kasus pencurian
diajukan ke pengadilan. Hal ini tidak ada perbeclaan pendapat di kalangan
ulama. Tetapi kalau barang yang dicuri telah menjadi milik sang pencuri
ketika kasus sudah diajukan kc pengadilan, namun hukum belum diputuskan,
maka dalam ha! ini ulama fiqh berbecla pendapat. Menurut Imam Abu Hanifah
clan Imam Muhammad, ha! tersebut dapat menghapuskan had (hukuman),
' seperti : orang yang dicuri telah menghibahkan atau meqjual barang yang
19 Ibid., h. 63 l
20 Ibid.
35
dicuri kepada sang pencuri sebelum diajukan ke pengadilan tetapi hukwn
belum diputuskan.21
Tetapi menurut Iman1 Malik dan Imam Syafi'I, kalau orang yang dicuri
telah menghibahkan harta curian kepada pencuri sesudah kasus pencurian
dilaporkan ke pengadilan, dan tangan pencuri belum di.potong, maka ia wajib
terkena had. Pedoman jumhur adalah hadis dari Malik.22 Hadits yang
diri wayatkan oleh Imam Malik terse but adalah sebagai berikut :
,,.. 0 ,,; ,,.. ... 0 \ 0 ...
JI 01µ 0l 01µ J Alli.¥ J 01µ J:. ._,.,~ JI ~~ J:. ,, ... ,,..,,.. ,,,,
,~)CJ\ 01~ kli ~:1;) kli j).:,, :~ ,~:1;) ~\y) J.>...'..J1 ... ,,. ... ,,.. ,,. ,,.
21 Wahbah az-Zuhaili, Op.Cit., h. 127
22 Al Qurthubi, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah a/-Muqtashid, (Beirut, Dar al Kutub alllmiyah, 1996) Juz 6, cet.ke I, h. 188
36
A1iinya: Dari Malik dari lbn Syihab dari Shafwan bin 'Abd Allah bin Shafwan
sesungguhnya ada orang yang berkata kepada Shafwan bin Umayya, bahwa sesungguhnya orang yang tidak hijrah akan celaka. Maka datanglah Shafwan bin Umayyah ke Madinah. la tidur di sebuah masjid dengan berbantal selendangnya. Lalu datanglah pencuri yang mengambil selendangnya. Maka Shafwan pun menangkap pencuri lersebut. la pun datang dengan membawa pencuri itu kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw. Bertanya kepada pencuri itu. Apakah Engkau mencuri selendang orang ini ? pencuri tersebut menjawab, Ya. Maka Rasulullah saw. Memerintahkan agar fangan pencuri itu dipotong. Shafwan berkata, "Saya tidak menginginkan ha! ini ya Rasulullah. Barang yang dicuri merupakan shadaqah untuknya". Maka Rasulullah saw. Bersabda, jangan begitu, (permintaanmu bisa dilaksanakan) kalau kamu belum datang kepadaku dengan membawa dia. (Riwayat Malik).
6. Adanya pengakuan bahwa harta yang dicuri adalah m'ilik sang pencuri. Kalau
orang yang melakukan pencurian mengaku bahwa sesuatu yang dicuri adalah
miliknya sendiri, maka sebagian ulama berpendapat kalau pengakuannya itu
dapat mengugurkan potong tangan.24
Kemudian ha! lain yang dapat menghapuskan hukuman pencurian
adalah manakala orang yang dicuri memaafkan sang pencuri yang telah
mencuri haiianya. Para ulanm telah sepakat bahwa korban pencurian
diperbolehkan untuk memaatkan sang pencuri selama kasus pencurian belum
23 Imam Malik bin Anas, Al Muwaththa, (Beirnt, Dar al Kutub al-Ilmiyah, t.th .. ), jilid 2, h. 734-735
37
dilaporkan kepada Hakim, dikarenakFm ada hadits yang diriwayatkan dari
.Amr bin Syua'ib, dari ayahnya.25 Hadits tersebut berbunyi sebagai berikut:
,, ;;.:, ,,. 0 \ ,,
J~) oi U""wl J. J;s, J. .0il.Y, J" .Y,f J' '°'" :;~. J. J;s, J:. ,., ,, ,., ,, ,,. ,, ,,
Artinya: Dari 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari 'Abdullah bin 'Amr bin al 'Ash,
sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda. "Maajkanlah hukuman-hukuman had yang ada di antara kalian karena had yang sudah sampai' kepadaku maka wajib (dilaksanakan) (Riwayat Abu Daud).
C. Hikmah Hukuman Pencurian
200
Orang-orang yang tidak paham dengan agama Islam yang lurus ini, yang
datang secara sempuma dan mencakup segala sesuatu yang bermanfaat bagi
manusia dan tidak paham terhadap penyakit-penyakit dalan1 Islam, karena adanya
penyakit-penyakit inilah kemudian dijadikanlah hukwnan yang bermacam-
macam, mereka akan mengatakan, bahwa hukwnan bagi pencuri akan
menyebabkan mudharat bagi manusia dan tidak ada ma:ihlahatnya sama sekali
bagi masyarakat. Perkataan seperti ini perlu dibantah clan ditolak, karena itu
mernpakan sikap skeptis yang tidak berguna. 27
25 Al Qurthubi, Op. Cit., h. 187
26 Sulaiman ibn al-'Ats, Sunan Abi Daud, (t.t., Dar al-Hadits al-Qahirah, 1998),juz 4, h. 131
27 Ali Ahmad al-Jurjawi, Hikmah at Tasyri' wa Falsafatuh, (Beirut, Dar L-Fikr, 1994), juz 2, h.
38
Sebelum penulis menyebutkan beberapa hikmah dalam hukuman pencurian
lebih lanjut, alangkah baiknya kalau penulis, menerangkan terlebih dahulu arti
"hikmah" itu sendiri.
Ada beberapa macan1 pendapat tentang definisi "hikmah". Arti "hikmah"
menurut Ibn Sina, sebagaimana yang telal1 diungkapkan oleh Dr. H.
Fathurralunan Djamil, MA. Dalam bukunya adalah sebagai berikut :
Artinya: "Hikmah adalah mencari kesempurnaan diri manusia dengan menggambarkan
segala urusan dan membenarkan segala hakukat baik yang bersifat teori maupun praktik menurut kadar kemampuan manusia"
Rumusan di atas mengisyaratkan bahwa "hikmah" sebagai paradigma
keilmuan mempunyai tiga unsur utama, yaitu :
I. masalah
2. fakta dan data
3. analisis ilmuan sesuai teori.
"Hikmah" dipahami sebagai "pahan1 yang mendalam tentang agama" .29
Ada beberapa alasan mengapa pencurian itu dilarang. Diantaranya adalah
sebagai berikut :
28 Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1999), cet.ke 3, h. 2-3
39
I) orang akan bcke1ja kcras untuk be11ahan hidup dengan mencari rizki selama
hidupnya. Ada yang membajak tanah dan menanatl1inya dengan tanam
tanainan atau buah-buahan, sehingga kalau musim pan:as tiba, tubulmya akan
bercucuran keringat te11impa sengatan sinar matahari, dan kalau musim hujan,
ia harus kedinginan dan kebasahan. Ada yang berdagang, yang hari ini
beruntung, hari lain rngi dan di waktu yang lain harus kehilangan modalnya,
dan ada yang mcnjadi pelayan pemerintah atau yang lain, yang mana ia
senantiasa mendapat rasa capai dan kehinaan. karena kekuasaa11 pjabat. Da.t1
masih ba11yak lagi pekerjaa11-pekerjaan lain yang dapat berguna bagi ma.trnsia,
yang dapat di usahakan.
2) Harta yang diperoleh manusia denga.t1 bekerja keras merupaka11 perbela11jaan
yang bisa diperguinakan untuk mendapatkan maka11an pokok guna
menyambung hidup, bisa dipergunaka11 untuk mendapatka11 pakaia11 guna
menjaga badan, dan bisa juga dipergtmaka11 untuk menolong fakir miskin,
a11ak jala11an, a11ak-anak yatim da.t1 orang-orang sakit. Banyak sekali pekerjaan
schingga tidak dapat dihitung jumlahnya, yang mana tentunya adalah untuk
mempertahankan hidup.
Oleh karena itu manusia bersungguh-sungguh didalain melakukan
pckerjaan demi tujua11 yang baik ini. Kemudian datang pencuri yang
merampas buah jerih payah manusia yang pada hakikatnya merobohkan
(menghancurkan) kchidupan dan keainana11 umum.
40
3) Pencuri terkadang mencuri dengan cara merampas/merampok, dengan
menyerang orang-orang yang sedang berada di rumah-rumah sehingga ia
menggelisahkan dan mcngganggu istirahat mereka. Dan bahkan dalam
keadaan tertentu , ada yang san1pai berani menumpallkan darah, sehingga
nyawa-nyawa mclayang. Maka anak-anak pun menjadi yatim dan pcrcmpuan
perempuan menjadi janda.
4) Seorang peneuri apabila terbiasa mencuri, nafsunya akan ccndcrung malas
dan mcnganggur dari peke1jaan-pekcrjaan, yang pada akhirnya, terjadilah
siksa dan bcncana bagi alan1 semesta, lalu manusia akan saling memangsa
satu sama lain demi mendapatkan keperluan-keperluan hidup yang mereka
butuhkan. 30
Dari sini dapat dikctahui bahwa mencuri adalah bagian yang merusak, yang
tcrdapat dalam diri umat manusia yang harus dihilangkan kejahatannya.31 Telah
dikctahui bcrsama bahwa seorang pcncuri yang melakukan pencurian pcrtama
kali dengan ketentuan tcrtentu akan dipotong tangan kanannya. Pencurian yang
kedua, akan dipotong kaki kirinya. Pencurian yang ke tiga akan dipotong tangan
kirinya. Scdangkan pcncurian yang ke empat akan dipotong tangan kirinya,
sebagaimana pendapat sebagian ulama, yang diantaranya disampaikan oleh ulama
Syafi'iyah.
30 Ibid., h. 200-20 I
31 Ibid., h. 201
41
Hikmah dipotongnya anggota-anggota badan tersebut adalah, karena tidak
diragukan lagi bahwa, seorang pencuri akan menggunakan tangan dan kakinya
untuk mencuri. Dcngan tangan dan kakinya inilah ia akan mengambil, membawa
dan melangkah pergi. Tangannya akan mengambil barang curian, lain akan
dipindah dengan kakinya. Oleh karena itulah, tangan dan kaki yang hams
dipotong.
Adapun tujuan pemotongan secara menyilang adalah supaya kemanfaatan
anggota badan tidak hilang total. 32
Dalam hal hukuman pada tindak pidana yang berupa pengambilan harta,
hukuman pencurian memang sangat berat bila dibandingkan dengan hukuman
yang lain. Hikmah diberatkannya hukuman pencurian dibandingkan dengan yang
lain, yang bcrkaitan <icngan tindak pidana berupa pengan1bilan harta adalal1
sebagaimana kcterangan yang tcrdapat dalam Syarh Muslim li an-Nawawi.
Di dalam Syarh Afuslim Ii an-Nawawi ini Imam Qadhi 'Iyadh Radhiallah
'Anhu, (yang mana pendapat ini dinukil oleh Sayyid Sabiq), mengatakan bahwa ,
Allah menjaga harta benda dengan dibolehkannya potong tangan bagi pencuri
dalrun kasus pencurian, tidak bagi kasus selain pencurian, seperti penjambretan,
pencopetan atau pcnggosopan, karena kasus-kasus seperti ini lebih sedikit bila
dibandingkan dengan kasus pencurian. Dan juga karena k·~saksian mudah untuk
diperoleh. Berbeda dengan dengan pencurian. Kalan pencurian, maka jarang
32 Ahmad al Hashari, Op.Cit., h. 596
485
42
sekali kesaksian bisa diperoleh. Oleh karena itu, hukuman pun berat, supaya lebih
mencegah terhadap tmjadinya pencurian. 33
33 As-Sayid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, (Beirut, Dar al-Kutub al-'Arabi, 1973) cet.ke 2, jilid 2, h.
BAB IV
TINJAUAN EMPAT IMAM MAZHAB MENGENAI HUKUMAN PENCURI
YANG MENGEMBALIKAN BARANG CURIAN DAN YANG TIDAK
MENGEMBALIKAN
A. Mazhab Hanafi
Scbagaimana dikctahui di dalam bab scbclumnya bahwasanya hukuman bagi
scorang pcncuri yang tcrbukti mclakukan pcncurian adalah potong tangan. Dalam
bahasan ini pcnulis mcncoba mcnguraikan bagaimana pendapat Iman1 Abu
Hanifah j ika scorang pencuri itn mcngembalikan banmg cnriannya, dalam
keadaan hal-hal scbagai bcrikut :
a. Pcncuri mcngcmbalikan barang curian sebelum diketahui pemilik1
Imam Abu Hru1ifah bcrpcndapat, kalau pcncuri mengembalikan barang
curiannya scbclum dikctahui olch pcmilik, maka tidak dikenai potong tangan.
Akan lclapi , apabila sruig pencuri sudah diketahui oleh pemiliknya maka
pcncuri terscbut tidak terbcbas dari hukuman potong tangan. Imam Abu
Hruiifah beralasrui bahwasanya pemmsuhrui menjadi syarat jelasnya
pcncurian yang mcnctapkan untuk di potong, maka apabila pencuri
mengcmbalikru1 barang curian sebelum diketahui pemilik maka batal lah
1 'Abd al-Qadir 'Audah, At-Tasyri' al Jina'/ al lslami Muqaran bi al Qanun al-Wadh'I, (Beirut, Muassasah ar-Risalah, 1992), juz 2, cet.ke 11, h. 631
44
permusuhan. Bcrbcda dcngan sctelah diketahui, karena sesungguhnya syarat
adanya pemmsuhan, bukan tctapnya suatu permusuhan.2
b. Pencuri mengembalikan barang curian sebelum hakim memutuskan atau
sebelum diajukan kc sidang.3
Ulanm-ulama Hanafiyah berpendapat, jika seorang pencuri
mengembalikan barang curian scbclum diajukan ke sidang atau scbelum
hakim memutuskan, maka tcrhapus hukuman potong tangan. Dan juga jika
mengcmbalikannya sctclah di proses hukmn nanmn belum diputuskan,
terhapus j uga hukuman po tong tangan , sebagaimana yang diutarakan oleh
Imam Abu Hanifah dan Imam Muhammad.
Kcmudian bagi µcncuri yimg tidak mcngembalikan barang curian kepada
pcmiliknya, pcncuri tcrscbut tctap dikcnai hukuman hadd
Adapun mcngcnai dhaman (tanggungan/ ganti rugi), Imam Abu Hanifuh
dan para sahabatnya bcrpcndapat bahwasanya antara ganti rugi dan potong
tangan tidak dapat digabungkan. Olch karena itu, apabila seorang pencuri
telah dipotong tangannya, maka ia tidak dikcnakan ganti rugi walaupun harta
yang dicuri tclah rusak scsudah pcmotongan tangan. Hujja11 mereka adalah
karcna nash Al-Qur'an hanya mcnycbutkan potong tangan saja.4
2 Ibid. 3 Ibid.
4 Ahmad al-Hashari, As-Siyasah al-Jinaiyah, al Hudud wa al Asyribah Fi al Fiqh al Jslami, (Beirut, Dar al-Jail, 1992), cet.ke-3, jilid 2, h. 590
45
Artinya: "Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dart Allah. .. "(Al-Maidah/5 : 38).
Kemudian berdasarkan Hadits Nabi Saw :
0,.. ,.. J ,.. J
r ~ t 0).:_J1 ~ ~ 1.s1 :4:! IJJ tJJ • ~.; ~ 1:~' J):J1 ,.. ,.. ,.. ,.. ,.. ,,. ,.. ,.. ,.. ,..
Artinya: Dari Abdurraman bin 'Auf RA, sesungguhnya Nabi SAW bersabda :"Tidak
memiliki tanggungan bagi pencuri sesudah dipotong tangannya''. Dalam riwayat lain :"Tidak memiliki tanggungan bagi pencuri yang telah dipotong tangan kanannya". Dan dalam riwayat lain:''Apabila telah dipotong tangan seorang pencuri, maka ia tidak memiliki tanggungan ".
Hujjah yang lain adalah bahwa sesuatu yang ditanggung menurut mereka
dapat dimiliki dari semenjak waktu pengambilan harta ketika ganti rugi
dilaksanakan. Maka, kalau seorang pencuri dikenai ganti rugi terhadap barang
yang dicuri, seakan-akan ia telah memiliki barang curian tersebut dari semenjak
5 Jalaludin As Suyuthi, Syarah Sunan An-Nasa I, (Beirut, Dar al Fikr, 1995), h. 97
46
waktu pcngambilannya dan seakan-akan ia tclah mengambil miliknya sendiri.
Olch karcna itu, kalau ia dikcnai hukuman potong tangan dan ganti rugi, maka
sama halnya ia dipotong tangannya karcna mengan1bil harta miliknya sendiri,
sementara potong timgan tidak wajib dilaksanakan kecuali karena adamya
pengan1bilan harta orang lain. 6
B. Mazhab Maliki
Imam Malik di dalam kitab Muwaththo-nya berpcndapat mengenai
seseorang yang mencuri harta yang mewajibkan pemotongan tangan, lalu harta
curian itu ditcmukan bcrsama pencurinya, kemudian harta itu dikembalikan
kepada pemiliknya
0 _.. J ,,. t. Q\.l:,:.\ :Uj ,
, 0 ,
}J , : \,., ;{ , • 0 <"' o...ler~
6 'Abd al Qadir 'Audah, Op.Cit., h. 618
LJ1~2JJ;J , ,
• . ( ,, '• \~\ U,J ,"!f' • , , ,
47
Imam Malik berkata : sesungguhnya pencuri itu dipotong tangannya.
Kalau ada orang mcnanyakan :"kenapa dia dipotong tangannya, padahaJ
barang itu sudah dian1bil daiipadanya dilll dikembalikilll kepada pemiliknya?",
kita bisa katakan kcpadanya, bukailkah dia Sill11a dengilll peminum yilllg
padilllya ditcmukan bau minumilll yai1g mcmabukkan, padahaJ dia tidak
mabuk karcna minuman tersebut ? Dia tetap saja dihukum caJ11buk Alasan
mengapa hukumilll caJ11buk dikenakilll kepada sescorilllg yilllg minum-
minumilll keras meskipun minumilll itu tidak membuatnya mabuk, adalah
karena dia meminumnya supaya dia menjadi mabuk. Begitu juga dalill11
pencurian. Tangilll pencuri dipotong , karena dia mencuri barilllg, walaupun
barilllg itu sudah dill11bil kembali darinya sebelum dia sempat
menggunakannya clan diserahkilll lagi kepada pemiliknya. Dia lakukilll
pencuriilll itu pada saat mcncuri, hilllyalah bertujuai1 he:ndak membawa pergi
barilllg yang dicuri tersebut.
Kemudiilll mengenai seorilllg pencuri yilllg mc:ncuri suatu barill1g ,
apabila dikembalibn barilllg tersebut ketika dalill11 proses pengadililll atau
ketika sudah disera11kill1 kepada hakim, maka Imam Malik berpendapat
7 Imam Malik bin Anas, Al-Muwaththa, (Beirut, Dar al-Kutub al-'lrniyah, t.th.),jilid 2, h. 737
48
bahwasanya pencuri tersebut tetap dikenai hadd (hukuman potong tangan)8.
Beliau berhujjah dengan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Syihab dari
Shafwan bin Abdu 'I-Lah bin Shafwan bin Umayyah, bahwasanya dikatakan
sebagai berikut :
Artinya: "Sesungguhnya orang yang tidak hijrah akan hancur. Maka datanglah Shafaan
bin Umayyah ke Madinah. Latu Ia tidur di sebuah masjid dengan berbantal mantelnya. Latu datanglah pencuri yang mengambil mantelnya itu. Maka Shafaan pun menangkap pencuri terse but. Ia pun membawa pencuri itu kepada Rasulullah. Maka Rasulullah saw. Memerintahkan agar tangan pencuri itu dipotong. Shafaan berkata, "Saya tidak menginginkan ha! ini ya Rasulullah. Barang yang dicuri merupakan shadaqah untuknya". Maka Rasulullah saw. Bersabda, jangan begitu, (permintaanmu bisa dilaksanakan) kalau kamu belum datang kepadaku dengan membawa dia."
8 Ahmad bin Rusyd al Qurthubi, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al Muqtashid, (Semarang, Maktabah Usaha Bersama, t.th.), juz 2, h.339-340
9 Imam Malik bin Anas, Al-Muwaththa, (Beirut, Dar al Kutub al 'Ilmiyah, t.th.), Jilid 2, h. 734-735
49
Kemudian mengenai Dhanm1an atau ganti rugi Imam Malik
berpendapat, apabila pencuri telall dipotong tangan maka tidak perlu
dikenakan ganti rugi10, sebagaimana hadits Nabi Saw
1\t.>WI .1JJ) .. Ll1 ~ ~( l~l J}~JI
,.. ,.. ,.. ,,,
Artinya: Dari Abd Rahman bin Auf, bahwa Rasululloh Saw bersabda :"Jika telah
didirikan! dikenakan sanksi had bagi seorang pencuri, maka tidak perlu mengganti rugi atas pencuri tersebut." (Riwayat An-Nasa i)
Adapun Ulama Malikiall dalam ha! ganti rugi/ tanggungan,
berpendapat, apabila seorang pencuri berada dalam kelapangan/ kemudallan
ketika potong tangan akan dilaksanakan, maka ia wajib dikenai potong tangan
dan ganti rugi untuk memberatkannya. Tetapi apabila ia berada dalam
kesempitan, maka ia tidak dikenai ganti rugi, melainkan hanya wajib dikenai
potong tangan saja. Ganti rugi dengan sendirinya akan gugur karena untuk
meringankan, disebabkan adanya udzur berupa kefakiran dan adanya berbagai
kebutuhan. 12
10 'Abd Al Qadir 'Audah, Op.Cit., h. 620
11 Jala!udin As Suyuthi, Syarah Sunan An-Nasa I, (Beirnt, Dar al Fikr, 1995), h. 97
12 Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh al ls/ami wa Adi/latuh, (Suriah, Dar al-Fikr, 1989), Juz 6, cet.ke-3, h. 95
50
C. Mazhab Syafi'i
Imam Syafi'l bcrpcndapat bahwasanya sctiap Pencuri yang telah terbukti
mencuri suatu barang dan telah mencapai nishab malca harus dipotong tangan.
Dan bila harta yang di curi itu masih ada di tangan pencuri, maka ia hams
mengembalikannya. Scdang bila harta tcrsebut sudah tidak ada, maka
penggantian kerngian hams menjadi tanggungannya. 13
Kcmudian bila scorang pencuri itu mcngcmbalikan barang curian
scbclum dikctahui pcmiliknya, maka pcncuri tcrscbut tctap di kenai hadd
(potong tangan) 14
Kcmudian mc:ngenai scseorang pcncuri yang mencuri barang, di mana
scharusnya ia dikcnai hukuman potong tangan, lalu dilaporkan kepada
pcnguasa, sementara pemilik barang telah mcnghibahkannya sesudah
dilaporkru1 tctapi scbclwn dipotong tangannya, imam Syafi'I berpendapat
bahwasanya pcncuri itu tctap dikenai had, karena telah dilaporkan kepada
pcnguasa. 15
Mcngcnai scorang pcncuri yang mengembalikan barang curian, sebelum
diketahui olch pcmiliknya, lmrun Syafi'I berpcndapat pencuri tersebut tetap
dikenakan hukuman hadd, kru·cna tclah terbukti mencuri suatu barang meskipun
13 A. Djazuli, Fikih Jinayah (Upaya Menangulangi Kejahatan Dalam Islam (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2000), cet.ke-3, h. 81
14 Abd al Qadir' Audah, Op.Cit., h. 631
15 Ahmad bin Rusyd al Qu11hubi, Op.Cit., h. 240
51
telah dikembalikan sebclum diketahui pemilinya. 16 Beliau membantah pendapat
Imam Abu Hanifah yang telah penulis terangkan di atas bahwasanya pencuri
yang mengembalikan barang curian sebelum diketahui pemiliknya tidak dikenai
hadd. Imam Syafi'I tidak setuju dengan alasan yang telah disampaikan Abu
Hanifah bahwasanya ada perbedaan antara sudah diketahui dan belum
diketahui oleh pcmiliknya, menurut Imam Syafi'I tidak ada petbedaan baik
sudah dikctahui maupl!l1 belum diketahui oleh pemilik barang, karena pencuri
tersebut tclah mengcluarkan barang dari tempat penyimpanannya.17
Imam Syafi'I juga bcrpcndapat sesungguhnya hukl!l11ai1 potung tangan dan
ganti rugi tidak dapat dipisahkan. BahwasailYa hukum potong dan mengganti
rugi itu waj ib, karcna sesungguhnya seorang yang menc.uri itu mendatangkan
hal-hal yang wajib l!l1tuk di potong dan mendatai1gkan sesuatu yang wajib l!l1tuk
diganti nilai-nilai dalam setiap pencurian. 18
D. Mazhab Hanbali
Mengenai seorang pencuri itu mengembalikan barai1g curian sebelum di
ajukan kc pcngadilan, Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat pencuri tersebut
tetap dikenakan hadd. 19
16 Abd al Qadir 'Audah, Op.Cit., h.631
17 Ibid.
18 Ibid.., h. 620
19 A. Djazuli, Op. Cit., h. 86
52
Scbagaimana dalam pandangan Imam Syafi'I, Imam Ahmad bin Hanbal
berpcndapat bahwasanya apabila seorang pencuri yang rnengembalikan barang
curian dalam kcadaan si pemilik belnm mengetahui, maka pencuri tersebut tetap
dikenakan hukuman potong tangan.20
Dalam Mazhab Hanbali, bagi scorang pencuri wajib mcngembalikan
barang curiannya atas pcmiliknya, apabila barang terse:but masih ada/ masih
utuh. Dan apabila barang tcrscbut rusak atau sudab tidak ada maka wajib bagi
scorang pcncuri untuk mcngcmbalikan/ menganti scsuai harga/ nilai barang
tersebut. 21
Imam Ahmad bin Hanbal berhujjah bahwasanya barang curian itu adalab
harta yang ditanggung untuk dikembalikan atas pemi1iknya apabila barang
tersebut masih ada. Dan mengganti itu apabila barang tersebut rusak .. Dan
sesungguhnya pemotongan dan ganti rugi merupakan dua hak yang sama-sama
wajib bagi yang menghendakinya, maka keduanya dapat digabungkan seperti
pembalasan dan mengembalikan nilai/harga suatu barang22•
Kemudi!m alasan kenapa sanksi had dan ganti mgi dapat digabungkan,
babwasanya pencuri itu mclanggar dua hak, dalam hal ini hak Allah bcrupa
keharaman mcncuri dan hak hamba bcrupa pengambilan atas harta orang lain.
Oleh karena itu, pencuri harus mempertanggung jawabkan dua hak ini, jadi,
20 Abd al Qadir 'Audah, Op. cit., h. 631
21 Ahmad al-Hashari, Op. Cit., h. 609
22 Ibid.
53
pencuri itu harus mengembalikan harta yang dicurinya bila masih ada dan harus
membayar ganti rugi bila hartanya sudah tidak ada. Selain itu, ia harus
menanggung sanksi had yaitu potong tru1gan atas perbuatannya.23
E. Analisis Terhadap Pcndapat Empat Imam Mazhab
Scbagaimruia diketahui dalrun bab-bab sebelumnya, bahwasanya ketika
seorang pencuri itu mencuri sesuatu barang dan syarat-syaratnya telah cukup
untuk dikcnai hadd (potong tangan), maka harus di potong tangan.
Mengenai pencuri yang mengrunbil suatu barffilg lalu dia
mengembalikan bru·ang tersebut, dalrun keadaan sudah dilaporkan kepada
penguasa atau belum, suda11 diketahui pemilik barffilg tersebut atau belum
diketahui Iman1 Syafi'i, Imrun Ahmad bin Hanbal serta Imrun Malik sepakat
bahwasanya pencuri terscbut tetap dikenai hadd, Imam Syafi'i dru1 Ima111
Ahmad bin Hanbal bcralasan bahwasanya pencuri itu menanggung/ melanggar
dua hak, yaitu : Hak Allah dan Hak Adruni (mrumsia). Hak Allah yaitu
melanggar perintah Allah yakni keharan1al1 mencuri. Sedangkan hak adruni
yaitu pcngambilan alas harta milik orang lain. Olch karena itu pencuri harus
mempertru1ggung jawabkan dua hak tersebut, yaitu dengau dipotong tangan dan
mengembalikru1 bareng. Kemudiru1 mt,ngenai pencuri yffilg mencuri suatu
barang kcmudian dikembalikffil sebclum diketahui pemiliknya, Imrun Syafi'I
beralasan bahwasanya tidak ada perbcdaan ffiltara pemilik barang sudah
23 A. Djazuli, Op.Cit., h. 81
54
mengetahui barang-barangnya telah di curi maupun belum mengetahui, karena
pcncuri tersebut tclah mcngambil suatu milik yang memang tiada hak baginya
untuk mcngambil bru·ang tcrscbut.
Sedru1gkan hujjah Imrun Malik ialah bahwasru1ya seorang pencuri tetap
dikenakan hadd apabila barang curian tersebut sudah dikembalikan, beliau
mengqiyaskan dengan seorru1g pemabuk yang ditemukan padanya bau minuman
yang memabukkan, padahal dia tidak mabuk karena minun1an tersebut. Maka
orang tersebut tetap dikenai hukuman crunbuk. Alasannya ialah karena orang
tersebut mau meminim minuman tersebut untuk membuatnya mabuk. Begitu
j uga dcngan pencurian, scorang pencuri melakukan pencurian saat mcncuri,
hanyalal1 bcrtujuan hendak membawa pergi barilllg yang dicuri tersebut.
Adapun pendapat Imrun Abu Hanifah mensyaratkan beberapa ha! di
mana, apabila scorang pencuri yang mencuri suatu barang kemudian
mengembalikannya. Pertama belum diketahui pemilik barang, yakni ketika
pencuri mencuri suatu barang, kemudian dia mengembalikannya sebelum
pemilik barang yang di curi tersebut mengetahui maka hal tersebut dapat
menghapus hukuman hadd (potong tangan) . kedua jika pencuri mengembalikan
barang sebelum hakim mcmutuskan atau dalam proses pengadilan, maka tidak
dikenai hadd.
Pcnulis mcnilai dan mencoba memahami dari rnasing-masing pendapat
ke empat Imam Mazhab di atas, mcmiliki kesepahanian dalrun masalah ketika
scorang pcncuri yang mcncuri suatu barang kemudian mengcmbalikan barang
55
curian terscbut kcpada pemiliknya, yaitu kctika pencurian tersebut telah betul
betul mcmenuhi syarat untuk di potong tangan, maka lmkumannya tetap di
potong mcskiptm barang curian tersebut sudah dik1~mbalikan dan dalam
keadaan sudah dikctahui maupun bclllm diketahui olch pemiliknya, jadi bagi
yang mengcmbalikan saja hams dipotong tangannya, apalagi yang tidak
mcngcmbalikan. Dalam pcngamatan Pcnulis ada sedikit keganjilan dan indikasi
tidak adanya toleransi tcrhadap pencuri yang mengelnbalikan barang curian
dimana pencuri tersebut mengembalikan barang curian sebelwn pemiliknya
mengetalmi, yakni tetap di potong tangan. Menurut penulis ketika pencuri
mcngembalikan barang curian sementara pemiliknya tidak mengetahui apa-apa
sama saja tidak ada pihak yang dimgikan sebab secara tidak langsung adanya
proses pcmaafan dimana hal-hal yang menyebabkan terhapusnya suatu
hukuman hadd adalah pcmaafan dari sang pemilik.
Adapun pcndapat Imam Abu Hanifah yang t.idak di potong pada
dasamya tctap di potong, hanya saja dalam keadaan tertc:ntu yang menyebabkan
tcrhapusnya hukuman hadd. Alasan Abu Hanifah sebenarnya cukup rasional
yakni yang mcnycbabkan jatuhnya hukwnan hadd adalah ketika pemilik barang
sudal1 mengctahui bahwa ada barangnya yang hilang dan ha! in.i menyebabkan
suatu an1aral1 atau kebcncian sang pemilik barang terhadap seseorang yang
mencuri barangnya tersebut, jadi meskipun barang tersebut dikembalikan dalam
kondisi sang pemilik barang mempunyai rasa dendam, kebencian, maka tidak
dapat menghapus hukuman hadd. Lain halnya jika sang pemilik barang belwn
56
mcndetcksi adanya barang-barang yang dimilikinya hilang kcmudian sang
pencuri mcngembalikan barang curiannya tersebut, maka tidak dikenai hadd,
karena tidak adanya rasa kebcncian, pemmsuhan sang pemilik barang terhadap
pencuri tcrsebut.
Dari analisa cmpat pendapat Imam Mazhab di atas, ketika seorang
pcncuri yang mcncuri suatu barang kcmudian tcrtangkap, penulis mcngambil
pendapat jumhur yang mcngatakan pencuri tcrsebut di kcnakah hukuman hadd,
lcbih-lcbih dalam kontcks kckinian yang mana tingkat perckonomian semakin
sulit, angka kcbutulw.n hidup scmakin mclangit, sudah sangat pantaslah hokum
Islam ini dipakai di Negara kita ini agar terciptanya kenyamanan hidup
bcrmasyarakat. Adapun mcngcnai pcncuri yang mcngembalikan barang
curiallllya, scdikit pcnulis scpakat dengan Imam Abu Hanifah yang rnana
mclihat kcadaan-kcadaan tertcntu. Akan tetapi tidak tersekat pada bila belum
diketahui pcmiliknya atau bclum diputuskan oleh Hakim saja pencuri tidak di
kenai hadd. Mcnurnt Pcnulis perlu dikaji dan diberi perhatian lebih terhadap
pcncuri yang mcngcmbalikan atau yang ingin rne:ngembalikan barang
curiannya, karcna bisa jadi setelah scseorang melakukan pencurian kemudian
dia sadar akan pcrbuatannya itu lalu berniat atau mengembalikan barang
curiannya, maka mcnurut Pcnulis tidak dikenakan hukurnan hadd tapi diganti
dengan hukuman lain, jadi tidak lcpas bcgitu saja.
Adapun mcngcnai dhaman atau tanggMgan/ ganti rngi, Imam syafi'I
clan Imam Ahmad berpendapat hams menjadi tanggung jawab pencuri,
57
walaupun sudah di potong tangan. Kalau barang tersebut masih utuh maka harus
dikembalikan, dan jika telah rusak atau hilang maka pencuri tersebut harus
mcngganti. Scdangkan Imam Malik sedikit berbcda yakni lebih objektif, yaitu
ketika seorang pcncuri itu mampu dan barang tcrscbut masih ada/ utuh maka
harus dikembalikan, sedangkan j ika barang terse but rusak dan tidak ada
sedangkan keadaan pencuri tidak mampu/ miskin , maka peneuri tidak perlu
mengganti rugi. Adapun Abu 1-Ianifah sangat tegas be1pendapat jika seorang
pencuri sudah dikcnai hadd maka tidak perlu lagi bagi seorang peneuri untuk
mcngganti rugi mcskipun harta curian tcrscbut telah rusak.
Dari keempat pendapat tersebut pendapat Iimun Syafi'l dan Imam
Ahmad bin 1-Ianbal sangat keras dan tidak ada pintu toleransi sama sekali yakni
hukuman potong clan ganti rugi harus digabungkan. Pcnulis mencoba
memahami hikmah dari pendapat tersebut bahwasanya U!ntuk memberikan efek
jera kepada sescorang yang ingin melakukan pencurian dan ada proses
pembelaan terhadap pemilik barang dimana dia telah lkehilangan suatu harta
berupa barang-barang berharga yang telah dia upayakan, usahakan berhari-hari
kemudian raib di curi oleh seseorang, kemudian tiba-tiba pencuri tersebut
tertangkap clan barang-barang curiannya rusak bahkan hilang oleh karena itu
mcnurut penulis Imam Syafi'I dan Imam Ahmad berpendapat demikian. Sedikit
penulis memahami adanya kesamaan pendapat antara Iinam Malik dan Iinam
Abu 1-Ianifah, dalam masalal1 ganti rugi, yaitu bagi seorang pencuri tidak perlu
mengganti rugi. 1-Ianya saja perbedaannya pendapa:t Imam Malik lebih
58
kondisional melihat keadaan kemampuan sang pencuri, sedangkan Imam Abu
Hanifah tidak melihat keadaan apapun dari sang pencw:i, jika barang tersebut
rusak/ tidak ada sedangkan pencuri sudah dikenakan hadd maka tidak perlu lagi
untuk mengganti rugi. Pendapat Abu Hanifah nampaknya lebih simple dalam
memberikan hukuman jika telah dikenakan hadd maka tidak usah lagi
mengganti barang-barang curiannya yang rusak atau hilang
Dari uraian di atas penulis lebih condong kepada pendapat Imam Malik,
yang sangat rasional dan kondisional, ha! ini menandakan bahwasanya dalam
hukuman agama Islam tidak memberatkan kepada seseorang, yang mana dalam
masalah tanggung jawab pencuri terhadap barang curian, bagi yang mampu
maka harus mengganti barang yang di curi dan bagi yang tidak mampu tidak di
haruskan/ dipaksakan untuk mengganti barang yang dicuri.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah mengetengahkan bahasan-bahasan dalam bab-bab terdahulu maka penulis
mencoba menyimpulkan :
I. Hukuman inti pencurian adalah Potong tangan sebagaimana yang diterangkan
dalam ayat al Qur'an surah al Maaidah ayat 38 ;
Atiinya: "Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduannya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana (Al-Ma'idah I 5: 38).
Dan Juga dari Hadits Nabi Saw
60
Artinya: "Abdullah bin Maslamah menceritakan kepada kam1', Ibrahim bin Sa'ad
menceritakan kepada kami dari ibn Syihab dari 'Amrah dari 'Aisyah ra., Nabi saw. Bersabda : Tangan dipotong dalam (pencurian) seperempat dinar keatas" ( Riwayat Bukhari)
Dan dalam Hadits lain Beliau bersabda :
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian hancur karena apabila orang mulia
di antara mereka mencuri, mereka tinggalkan ia, dan apabila orang yang lemah di antara mereka mencuri, maka mereka melaksanakan had terhadapnya" (Riwayat Muslim)
Dali! potong tangan juga berdasarkan dari ijma' adalah, bahwa orang-orang
Islam telah sepakat atas wajibnya memotong tangan pencuri secara umum
2. Jika seorang pencuri yang mencun barang curian kemudian
mengembalikannya ;
a. Imam Abu Hanifah menetapkan dalam bebe:rapa keadaan; pertama
jika pencuri mengembalikan barang curian sebelum diketahui pemilik
maka tidak dikenakan hukuman hadd, kedua jika seorang pencuri
mengembdikan barang barang curian sebelum hakim memutuskan
atau dalam proses peradilan maka tidak dikenakan hukuman hadd
juga.
61
b. Imam Malik, Imam Syafi'I dan Imam Ahmad bin Hanbal, mereka
berpendapat tetap dikenakan hnkuman hadd (potong tangan) meskipun
belum diketalmi pemiliknya dan sudah dilaporkan pada hakim.
3. Jika pcncuri ticlak :ncngembalikan barang curian jumhur berpenclapat tetap di
kenakan hadd.
4. Tanggung jawab pcncuri terhadap barang curian aclalah jika barang tersebut
masih ada/ utuh maka pencuri harus mengembalikan dan jika barang tersebut
rusak/ tidak ada ;
a. Imam Abu Hanifah bcrpenclapat jika scorang pencuri suclah clikenakan
hukuman hadd (po tong tangan), maka ticlak perlu menganti rugi
b. Iman1 Malik berpendapat jika seorang pencuri itu mampu/ kaya maka
hams mcngganti rugi tcrhaclap barang curian tcrsebut. Namun jika
seorang pcncun tcrsebut ticlak man1pu/ miskin maka ticlak perlu
mengganti rugi.
c. Imam Syafi'I clan Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat sang pencuri
tctap wajib mengganti barang yang di curi tersebut meskipun keadaan
seorang pcncuri sudah dipotong tangan clan kurang mampu/ miskin.
62
B. Saran- Saran
Hukum Islam yang Allah Swt telah gariskan dalam kitab-Nya melalui
perantara Nabi-Nya adalah w1tuk kebahagian umat manusia. Oleh karena itu
amat sangat bernntunglah bagi suatu Negara yang di dalanmya diterapkan
hukum Islam. Dalam kesempatan akhir ini penulis mencoba memberi beberapa
saran;
a. Kcpada scl>1ruh ummat Islam marilah kita mcmpelajari kandungan isi
al Qur'an dengan scbenar-benamya melalui hadits-hadits Nabi Saw,
scmata-mata unluk lcbih mcngerli dan mcngenal mcngenai hukum
hukum Allah. Janganlah memandang sesuatu hanya dari kulitnya saja
clengan bcranggapan bahwa hukum Islam itu sangat kejam. Kalau
sctiap indiviclu muslim memahami hukum Islam dengan sebenar
benarnya niscaya akan aclanya apresiasi yang baik terhadap cita-cita
clibcrlakukannya syariat Islam.
b. Kepacla pemcrintah clan aparatur Negara, kctahuilah bahwasanya jika
memang ancla seorang muslim yang baik maka perjuangkanlah hak
hak masyarakat muslim clengan membentuk Undang-Undang yang
sesuai clcngan syariat Islam clan menerapkannya clengan sebaik
baiknya niscaya keadaan Negara akan semakin makmur, nyaman dan
sejahlcra, insyaa Allah.
DAFT AR PUSTAKA
Al Qur'an dan Terjemahnya, Jakarta, Departemen Agama RI, 2000
Ahmad, bin, Abu Muhammad Mahmud, Al Bayanah fi Syarh al Hidayah, Beirut, Dar al Fikr, cet.ke 2 1990
'Amir, Abd al Aziz, at Ta'zir fl asy Syari'ah al Islamiyah, t.t., Dar al Fikr al'Arabi, t.th.
Anas, Imam Malik bin, al MuWaththa, Beirut, Dar al Kutub al 'Ilmiyah, jilid 2, t.th.
Arikunto, Suharsimi, Dr., Prosedur Pene/ilian, Jakarta, Rineka Cipta, 1992
Ash Shiddiqie, Hasbi, Teungku, Prof.Dr., Hukum-Hukum Fiqih Islam (Tinjauan Antar Madzhab), Semarang, PT. Pustaka Rizki, 2001
As Suyulhi, Jalaludin, Syarah Sunan An Nasa I, Beirut, Dar al Fikr, 1995
'Ats, al, Sulaiman, Sunan Abi Dawud, t.t., Dar al Hadits al qahirah, Juz 4, 1988
'Arabi, al, lbn, Ahkam al Qur'an, Beirut, Dar al Fikr, cet.ke-1, qism 2, 1988
'Audah, Abd al Qadir, At Taoyri' al Jina'] al Jslami Muqaran bi al Qanun al Wadh '!, Beirut, Muassasah ar Risalah, juz 2, cet.ke 11, 1992
Baihaqi, al, as Sunan al Kubra, Beirut, Dar al Fikr, juz 8, t.th
Bukhari, al, Imam, Shahih al Bukhari, t.t., Dar al Fikr Ii at Taba'ah wa an Nasyr, juz 8, t.th.
Djamil, Fathurrahman, Dr.MA. Filsafat Hukum Islam, Jakarta, Logos Wacana llnrn, cet.ke 3, 1999
Djazuli, Ahmad, Fikih Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam), Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, cet.ke 3, 2000
Ghani, Abd al, Al Lbab fl Syarh al Kitab, Beirut, al Maktabah al 'Ilmiyah, Juz 3, 1993
64
Hanafi, Ahmad, MA., Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta, Bulan Bintang, cet:ke 4, 1990
Hashari, al, AJU1iad, As Siyasah al Jinaiyah al Hudud wa al Asyribah fl al Fiqh al lslami, Beirut, Dar al Jail, cet.ke 3, jilid 2, 1993
Ibn Rusyd, Ahmad, al Qtirthubi, Bidayah al Mujtahid Nihayah al Muqtashid, Semanmg, Maktabah Usaha Keluarga, juz 2, t.th.
Jaziri, al, Abd al Rahlnan, Kitab di Fiqh al Madzahib al 'Arba'ah, Bt:irut, Dar al Filer, juz 4, 2002
Jurjawi, al, Ali Ahmad, Hikmah at Tw.yri' wa Falsafatuh, Beirut, Dar al Fikt, juz 2, 1994
Katsir, Ibn, Tafvir al Qur'an al 'Azhim, Beirut, Dar al Jai.1, juz 2, t.th.
Muslim, Imam, Shahih Muslim, Beirut: Dar al Fikr,. Juz 2, 1993
Nawawi, an, Raudhah at Thalibin, Beirut, Dar al Kutub al 'Ilmiyah, juz 7, t.th.
Qasim, bin, Muhammad, Fath al Qarib, Semarang, Pustaka al'Alawiyah, t.th.
Qudamah, Ibn, al Kafi Ji Fiqh al Imam Ahmad, Beirut, Dar !II Kutub al 'llmiyah, cet.kel, jilid 3, 1994
______ ,al Mughni, Kairo, Hijr, juz 12, cet.kel, 1990
Qurthubi, al, Bidayah al Mujtahid wa Nihayah al Muqtashid, Beirut, Dar al Kutub al llmiyah,juz 6, cet.ke 1, 1996
Sabiq, Sayyid, Fiqh as Sunnah, Beirut, Dar al Fikr, cet.ke 4, jilid 2, 1983
Singarimbun,Masri dan Sofian Effendi, Metode Penelilian Survei, Jakarta, LP3ES, cet. Ke 1, 1995
Syata, Muhammad, Hasyiah l'anah al Thalibin, Beirut, Dar al Fikr, , Juz 4. 2002
Umairah, dan, Qulyubi, Hasyiatani 'ala syarh Jalal ad Din Muhammad b!n Ahmad al Mahalli, Beirut, Dar al Fikr, Juz 4, 2003
65
Yunus, Manshur bin, Ar Raudh al Murabbi ', Beirut, Dar al Kutub al 'Ilmiyah, eel.kc 4, juz 2, 1998
Zlli1aili, Wahbah, al Fiqh al Islµmi wa Adillatuh, Siltlah, Dar al Fikr, juz 6, cet.ke 3, 1989