Download - Politik al-Farabi
-
8/14/2019 Politik al-Farabi
1/9
PEMIKIRAN POLITIK AL-FARABI
Achmad Khudori Soleh
AbstractIn this era democracy is assumed is the only good government system, in
fact, in few centuries ago, al-Faraby criticized democracy as a bad government
system. According to Faraby; democracy is a good system between bad systems.
So that he proposed the prime city (Madinah al-Fadlilah) system.
The prime city is the government system giving direction to the people to achieve
highest happiness, for that it must have good leader who has excellent quality
and best vision of the achievement. It means that the leader bases on a quality not
popularity such as in democracy.
Key words: Social nature, weakness of democracy, Madinah al-Fadlilah.
Saat ini, ketika sistem demokrasi menjadi idaman dan tolok ukurperadaban manusia modern, didorong keinginan untuk menghadirkan Islam
sebagai idiologi modern dan sistem pemerintahan progresif, para pemikir muslim
kontemporer seperti berlomba menafsirkan kembali teori politik dan yuridis Islamdalam istilah-istilah demokrasi. Paham-paham seperti kesejajaran manusia
dihadapan Tuhan tanpa membedakan ras, warna kulit dan etnis, kebebasan
berpikir dan berkepercayaan bagi manusia, muslim maupun non-muslim,
pengakuan atas otoritas (bai`ah), musyawarah (syura) dan konsensus (ijma),adalah bukti-bukti yang diajukan untuk menyatakan bahwa Islam yang humanistik
juga mengenal dan berwatak demokratis.1
Padahal, sistem demokrasi bukan tanpa cela dan bukan segalanya. Al-
Farabi mengkritik beberapa kelemahan sistem demokrasi dan menyatakan bahwa
demokrasi hanya terbaik diantara sistem-sistem pemerintahan yang jelek. Ia
menulis al-Madinah al-Fadilah (Negara Utama) sebagai sistem pemerintahanalternatif, sebagai sistem pemerintahan post-demokrasi.
Sekilas tentang al-Farabi.
Sebagai seorang filosof muslim, al-Farabi dikenal sebagai guru kedua
setelah Aristoteles sebagai guru pertama. Lahir di propinsi Transoxiana,
Turkestan, 870 M, dari keluarga bangsawan. Pada awalnya, ia adalah hakim di
1 Abbas M. Aqqad, Al-Dimuqrathiyah fi al-Islam, (Kairo, Dar al-Ma`arif, tt), 37;Hamid al-Jamal,Adhwa` Ala al-Dimuqrathiyah, (Kairo, Maktabah al-Misriyah, 1960), 24-40;
Al-Rayes,Al-Nazariyah al-Siyasah fi al-Islam, (Kairo, Aglo Egytion Book, 1957), 302-310.
-
8/14/2019 Politik al-Farabi
2/9
2
Bukhari, tetapi jabatan itu kemudian di tinggalkan dan lebih memilih mendalami
filsafat.2 Pada tahun 922 M, ia pindah ke Baghdad untuk melanjutkan pendidikan
ilmu-ilmu filsafat pada Matta ibn Yunus (w. 939 M) dan Ibn Hailan (w. 932 M).Selanjutnya, bersama gurunya, Ibn Hailan, ia pergi dan menetap di
Konstantinopel selama 8 tahun guna lebih mendalami filsafat. Sekembalinya dari
Konstantinopel dan ketika Baghdad dilanda pergolakan politik, al-Farabi pergi ke
Damaskus kemudian ke Aleppo. Di Aleppo inilah, dengan dukungan penuh
kerabat istana yang memang gandrung filsafat, ia mencurahkan segala pikirannya
untuk mengajar dan menulis buku, dan ini adalah masa produktif al-Farabi.
Akhirnya, ia meninggal di Damaskus tahun 950 M, dan dimakamkan disana
dengan penuh kebesaran.3
Al-Farabi banyak menulis buku yang secara garis besar bisa dibagi dalam
beberapa tema: logika, fisika, metafisika, politik, astrologi, musik dan beberapatulisan yang berisi sanggahan terhadap pandangan filosof tertentu.4 Khusus
tentang buku Madinah al-Fadilah yang mendiskusikan tentang sistem
pemerintahan ini, menurut Abd Wahid Wafa,5 tidak ditulis dalam satu waktu
melainkan dalam berbagai tempat dan kurun waktu. Ditulis pertama kali di
Baghdad, dengan judul Negara utama, negara jahiliyah, negara fasiqah, negara
mubaddilah dan negara sesat yang semua kemudian menjadi sub-bahasan dalam
buku ini. Selanjutnya dibawa ke Damaskus dan diselesaikan disana, tahun 942 M,dengan dibagi dalam beberapa bab. Pada tahun 948 M, ketika berada di Mesir, al-
Farabi mengedit dan menyempurnakan buku ini dan membaginya dalam beberapa
pasal, mengikuti permintaan masyarakat.
Buku Madinah al-Fadilah ini diterbitkan pertama kali di Leiden, Belanda,
tahun 1895 M, kemudian baru di Kairo, Mesir, tahun 1906 M. Buku ini terdiri
atas dua bagian besar, (1) membahas persoalan metafisika dan (2) persoalan sosial
politik. Pembahasan tentang metafisika terdiri atas 15 sub-bab. Antara lain,
membahas tentang Tuhan, malaikat, penghuni-penghuni langit, alam indera,binatang dan lainnya. Disini juga membahas cara penurunan (emanasi atau faidl)
dari Tuhan Yang Maha Ghaib sampai terwujudnya alam indera. Juga membahas
tentang akal (rasio), macam-macamnya dan tingkatannya.
Bagian kedua, berbicara tentang politik, terdiri atas 12 sub-bahasan.
Antara lain, membahas kehendak sosial dari manusia, persyaratan sebagai seorang
pemimpin, pemimpin negara utama, sistem negara-negara non-utama, industri dankebahagiaan dan lainnya.
2 Osman Bakar, Hierarki Ilmu, (Bandung, Mizan, 1997), 30.3 Montgomery Watt, The Majesty that was Islam, (London, Sidgwich, 1976), 156-8;
Ibn Khalikan, Wafaya al-A`yan, V, (Beirut, Dar al-Syadr, tt), 155.4 Ian Richard Netton, Al-Farabi and His School, (London, Rouledge, 1992), 4-7;
Osman Bakar, Hierarki Ilmu, 39-47; George Zidan, Tarikh Adab al-Lughah al-Arabiyah,(Beirut, Dar al-Fikr, 1996), 238-9.
5 Abd Wahid, Mabadi` Ara Ahl al-Madinah li al-Farabi, (Kairo, Alam al-Kutub,
1973), 18.
-
8/14/2019 Politik al-Farabi
3/9
-
8/14/2019 Politik al-Farabi
4/9
-
8/14/2019 Politik al-Farabi
5/9
5
Dengan dua prinsip ini, terutama kebebasan, sistem demokrasi tidak hanya
mendorong lahirnya ilmu dan peradaban tinggi tetapi bersamaan itu juga
membuka peluang bagi berkembangnya kekuatan-kekuatan jahat, minimal yangsecara moral bertentangan dan menghambat tercapainya kebahagiaan masyarakat,
karena tidak ada otoritas atau rasa tanggung jawab untuk mengendalikan nafsu
jahat (amoral) dan harapan-harapan warga negara. Inilah ketidak-sempurnaan
sistem demokrasi. Karena itu, meski demokrasi diakui sebagai negara paling besar,
paling berperadaban, paling produktif dan paling sejahtera, ia juga merupakan
negara yang paling banyak mengandung kejahatan dan keburukan.13
Al-Madinah al-Fadilah (Negara Utama).
Berdasar kenyataan atas ketidak-sempurnaan sistem demokratis di atas, al-
Farabi mengajukan gagasannya tentang sistem pemerintahan negara utama (al-Madinah al-Fadilah). Disini, negara tidak diperintah oleh perwakilan orang banyak
(parlemen) melainkan oleh pemimpin utama yang bertugas untuk mendidik dan
mengarahkan rakyat pada pencapaian kebahagiaan tertinggi (aktualisasi potensi-
potensi terbaik dari ruhani dan pemikiran). Gagasan ini didasarkan atas
kenyataan, (1) bahwa susunan masyarakat atau pemerintahan tidak berbeda
dengan badan. Pada badan, semua gerakan yang dilakukan oleh tangan, kaki,
kepala dan lainnya, adalah atas perintah hati. Hati bertindak sebagai pemimpinatas tindakan jasad. Begitu pula yang terjadi pada masyarakat. Aapa yang terjadi
pada masyarakat tidak berbeda dengan apa yang ada pada jasad: ia bertindak
sesuai dengan perintah pemimpin atau pemerintah. Pemerintah adalah pemimpin
masyarakat. (2) Bahwa karena perbedaan-perbedaan alamiah, tidak semua orang
mengetahui dan memahami kebahagiaan lewat dirinya sendiri atau sesuatu yang
harus diperbuatnya guna mencapai kebahagiaan. Mereka membutuhkan guru,
pendidik dan pembimbing. Disinilah tugas dan fungsi pemimpin utama, yakni
dengan kesempurnaan dan kebijaksanannya, menunjukkan pada masyarakattentang objek utama ( primari intellegibles) yang bisa mengarahkan pada
kebahagiaan.14
Karena itu, negara utama ( madinah al-fadilah) tidak bisa dipimpin
sembarang orang melainkan oleh mereka yang benar-benar memenuhi persyaratan
tertentu (dustur). Pemimpin utama (al-rais al-awwal) harus memenuhi persyaratan
yang bersifatfitrah (bawaan) dan pengayaan (muktasab).15 Persyaratan yangbersifat bawaan (fitrah), antara lain,
13 Fauzi M. Najjar, Demokrasi dalam Filsafat Politik Muslim, dalam Jurnal al-Hikmah, (edisi 2, Oktober 1990), 92.
14Ibid, 87.15 Perbedaan antara persyaratan yang bersifat fitrah dan muktasab ini bisa di
gambarkan, bahwa yang fitrah adalah watak-watak atau tindakan-tindakan yang adasebelumnya. Arttinya, sebelum diangkat sebagai pemimpin, seseorang harus ditelusuririwayat hidupnya, perilakunya dan kemampuannya dalam memimpin masyarakat
dalam lingkungan atau organisasinya. Sementara persyaratan yang bersifat muktasabbersambung
-
8/14/2019 Politik al-Farabi
6/9
-
8/14/2019 Politik al-Farabi
7/9
-
8/14/2019 Politik al-Farabi
8/9
8
3. Gagasan al-Farabi tentang pemimpin utama (al-ra`is al-awal) sangat dekatdengan konsep imamah madzhab Syiah. Bahkan sebagian besar sumber
menyatakan bahwa gagasan ini memang dipengaruhi ide imamah tersebut,atau bisa jadi sebagai promosi doktrin imamah, mengingat bahwa al-Farabi --
dianggap-- sebagai pemikir Syi`i.
4. Dalam bentuknya yang ideal, gagasan ini kiranya sulit dilaksanakan, bahkanmungkin hanya utopis. Abd Wahid sendiri, penulis ringkasan al-Madinah al-
Fadilah ini, mengakui bahwa gagasan negara utama al-Farabi sangat sulit
dilaksanakan. Jarang --jika tidak dikatakan tidak ada-- ditemukan orang yang
mempunyai kualifikasi sempurna sebagaimana yang dipersyaratkan al-Farabi.
Karena itu, paling banter, yang bisa dilaksanakan adalah pemerintahan sistem
gabungan, model kabinet pelangi yang memadukan segala potensi yang ada.
5. Dalam konteks keindonesiaan, ketika pemimpin yang bijak, cerdas,berwawasan luas, karismatik dan yang sekaligus manajer handal tidakditemukan, maka pemimpin harus dibagi. Artinya, ketika presiden di anggap
tidak mumpuni dalam bidang administrasi, maka ia mesti mengangkat wakil
atau perdana menteri yang membidangi persoalan administrasi.
6. Kritiknya pada sistem demokrasi, yang digambarkan sebagai sulaman garmen yang penuh corak warna, negara paling berperadaban dan paling sejahtera
tetapi sekaligus juga sebagai negara paling bobrok dan menyedihkan kiranyabisa dijadikan renungan. Kenyataanya, Amerika, yang dianggap sebagai negara
paling demokratis, bebas, maju dan canggih, sekaligus juga dikenal sebagai
negara paling tinggi tingkat kejahatannya, dan paling rusak perilaku moralnya
--ditinjau dari perspektif agama [.]
Daftar Pustaka
Aqqad, Abbas M.,Al-Dimuqrathiyah fi al-Islam, Kairo, Dar al-Ma`arif, tt
Bakar, Osman, Hierarki Ilmu, Bandung, Mizan, 1997
Farabi, Mabadi Ara Ahl al-Madina al-Fadilah, dalam Richard Welzer (ed), Oxford,
Clarendon Press, 1985Huli, Abbas Halimi, Ara al-Farabi fi al-Daulah wa al-Mujatama` al-Insan, dalam
Al-Farabi wa al-Hadlarah al-Insaniyah, Baghdad, al-Huriyah, 1976Ibn Khalikan, Wafaya al-A`yan, V, Beirut, Dar al-Syadr, tt
Jamal, Hamid al-,Adhwa` Ala al-Dimuqrathiyah, Kairo, al-Misriyah, 1960
Mas`udi, Masdar F, Agama Keadilan Risalah Zakat (Pajak) dalam Islam, Jakarta,
P3M, 1993
Najjar, Fauzi M., Demokrasi dalam Filsafat Politik Muslim, dalam Jurnal al-
Hikmah, edisi 2, Oktober 1990
Netton, Ian Richard,Al-Farabi and His School, London, Rouledge, 1992
Rayes,Al-Nazariyah al-Siyasah fi a l-Islam, Kairo, Aglo Egytion Book, 1957
-
8/14/2019 Politik al-Farabi
9/9
9
Suseno, Frans Magnis, Etika Politik, Jakarta, Gramedia, 1994
Wafa, Abd al-Wahid, Ali (edit), Mabadi` Ara Ahl al-Madinah li al-Farabi, Kairo,
Alam al-Kutub, 1973.Watt, Montgomery, The Majesty that was Islam, London, Sidgwich, 1976
Zidan, George, Tarikh Adab al-Lughah al-Arabiyah, Beirut, Dar al-Fikr, 1996
Dimuat dalam Jurnal PSIKOISLAMIKA, Fakultas Psikologi UIN Malang, Vol. IV/
No. 2 Juli 2007.