Download - Penapisan (Skrinning) Fitokimia
UNIT III
PENAPISAN (SKRINING) FITOKIMIA
A. Tujuan
Setelah melakukan praktikum, praktikan mampu mengidentifikasi:
1. Senyawa golongan flavonoida
2. Senyawa golongan antrakinon
3. Senyawa golongan saponin (steroid dan triterpenoid)
4. Senyawa golongan alkaloida
5. Senyawa golongan fenolik dan polifenolik
B. Dasar Teori
Pendekatan skrining fitokimia meliputi analisis kualitatif kandungan kimia dalam
tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, buah, biji), terutama
kandungan metabolit sekunder yang bioaktif yaitu alkaloida, antrakinon, flavanoida,
glikosida jantung, kumarin, saponin (steroid dan hiterpenoid), tannin (polifenolat), minyak
atsiri (terpenoid), iridoid, dan sebagainya. Adapun tujuan utama pendekatan skrining
fitokimia adalah untuk mensurvei tumbuhan untuk mendapatkan kandungan bioaktif atau
kandungan yang berguna untuk pengobatan (Robinson, 1995).
Pada proses skrinning fitokimia,dilakukan sortasi basah artinya adalah pemisahan
kotoran–kotoran atau bahan–bahan asing lainnya yang terdapat pada simplisia.Contohnya
pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, biasanya seperti tanah, kerikil,
rumput, batang, daun, akar yang sudah rusakdan pengotor lainnya harus
dibuang(Agoes,2007).
Senyawa antrakinon yang berupa kristal yang memiliki titik leleh yang tinggi
yang larut dalam pelarut organik.Senyawa ini berwarna kuning sampai coklat.Banyaknya
antrakinon yang terdapatsebagai glikosida dengan bagian gula terikat pada salah satu
gugus hidroksil fenolik (Trevor,1995).
Peneliti bahan alam yang bertujuan untuk mencari tumbuhan atau senyawa
kandungan melakukan 2 macam pendekatan, yaitu :
1. Pendekatan fitofarmakologi
2. Pendekatan penapisan (skrining) fitokimia
Pendekatan fitofarmakologi meliputi uji berbagai efek farmakologi terhadap
hewan percobaan dengan ekstrak tumbuhan atau bagian tumbuhan. Percobaan
farmakologi dapat dilakukan secara in vivo dan in vitro. Adapun aktivitas yang diujikan
antara lain antineoplastik, antiviral, antimikrobial, anti malaria, insektisida, hipoglikemik,
kardiotonik, estrogenik, maupun androgenik (Mursyidi, 1990).
Metode yang digunakan atau dipilih untuk melakukan skrining fitokimia harus
memenuhi beberapa persyaratan antara lain :
1. Sederhana
2. Cepat
3. Dapat dilakukan dengan peralatan minimal
4. Selektif terhadap golongan senyawa yang dipelajari
5. Bersifat semikuantitatif, yaitu memiliki batas kepekaan untuk senyawa yang
dipelajari
6. Dapat memberikan keterangan tambahan ada/tidaknya senyawa tertentu dari
golongan senyawa yang dipelajari (Robinson, 1995).
Pada identifikasi suatu kandungan tumbuhan, setelah kandungan itu diisolasi dan
dimurnikan, pertama-tama harus ditentukan dahulu golongannya, kemudian barulah
ditentukan jenis senyawa dalam golongan tersebut. Identifikasi lengkap dalam golongan
senyawa dan pada pengukuran sifat/ciri lain yang kemudian dibandingkan dengan data
dalam pustaka. Pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan terutama dilakukan
dengan menggunakan salah satu dari 4 teknik kromatografi atau gabungan teknik tersebut.
Keempat teknik tersebut adalah Kromatografi Kertas (KKT), Kromatografi Lapis Tipis
(KLT), Kromatografi Gas Cair (KGC), dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).
Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat kelarutan dan
keatsirian senyawa yang akan dipisah (Harbone, 1987).
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan bentuk kromatografi planar. Fase
diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang
didukung oleh lempeng kaca, plat aluminium, atau plat plastik. Semakin kecil ukuran
rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin
baik kinerja KLT dalam hal efisiensinya dan resolusinya. Fase gerak yang dikenal
sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler
pada pengembangan secara menaik atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan
secara menurun (Gandjar, 2009).
Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaannya
maka simplisia harus memenuhi persyaratan minimal. Faktor-faktor yang berpengaruh
adalah: bahan baku simplisia, proses pembuatan dan cara penyimpanannya. Pada
umumnya tahapnya sebagai berikut: pengumpulan bahan baku, sortasi basah,pencucian,
perajangan, sortasi kering, penyimpanan dan pemeriksaan mutu. Berbagai senyawa,
secara tradisional tidak dikelompokkan menjadi satu, tetapi biasanya dikelompokkan ke
dalam minyak atsiri, steroid, alkaloida, pigmen, glikosida, dan lain-lain (Robinson,
1995).
Kromatografi, adalah metode fisika untuk pemisahan, dimana komponen yang
akan dipisahkan didistribusikan antar adua fase, salah satunya adalah lapisan stasioner dan
fase yang lain berupa zat alir yang mengalir lambat menembus sepanjang fase stasioner.
Pada kromatografi lapis tipis, fase cair berupa lapisan tipis yan terdiri atas bahan padat
yang dilapiskan ke permukaan penyangga dasar yang biasanya terbuat dari kaca, tapi
dapat pula terbuat dari pelat polimer atau logam (Agoes, 2007).
Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schaiber pada
tahun 1938. Pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam pada
permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat alumunium atau plat
plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk
terbuka dari kromatografi kolom (Harbone, 1987).
Tanaman kakao mengandung komponen seperti alanin, alkaloid, alpha-sitosterol,
amilase, arginin, asam askorbat, asam askorbat oksidase, aspariginase, beta-karoten,
kalsium, dopamin, fruktosa, glukosa, asam glutamat, leusin, asam linoleat. Lipase, lisin,
niasin, peroksidase, asam fenil asetat, fenilalanin, phosphorus, riboflavin, rutin, tanin,
teobromin, tiamin dan masih banyak lagi (Pangkalan Ide, 2008)
C. Alat dan Bahan
Alat:
Tabung reaksi
Waterbath
Pipet Pasteur
Pipet tetes
Corong
Corong pisah
Kertas saring
Pipa kapiler
Penangas air
Pengaduk
Gelas ukur
Beaker glass
Bahan:
ᴥ Aquadest
ᴥ Serbuk rimpang lempuyang
(Zingiber zerumbet)
ᴥ Larutan hidroksida
ᴥ Asam klorida
ᴥ Pereaksi dragendorff
ᴥ Pereaksi mayer
ᴥ Serbuk natrium karbonat
ᴥ Kloroform
ᴥ Asam cuka
ᴥ Larutan hidrogen peroksida
ᴥ Asam asetat glacial
ᴥ Toluene
ᴥ Kalium hidroksida 0,5 N
ᴥ Pereaksi besi (III) klorida
ᴥ Larutan natrium klorida
ᴥ Larutan gelatin
ᴥ Asam 3,5-dinitro benzoate
ᴥ Kalium hidroksida 1 N
dalam metanol
ᴥ Eter
ᴥ Petroleum eter
ᴥ Methanol
ᴥ Silica gel
ᴥ Silica gel GF
ᴥ Etil asetat
ᴥ Benzene
ᴥ FeCl3
ᴥ Garam fast blue B
ᴥ Vanilin asam sulfat
ᴥ n butanon
ᴥ Asam formiat
ᴥ Alumunium klorida
ᴥ Sitroborat
ᴥ KOH etanolis
ᴥ Selulosa
ᴥ Butanol
ᴥ Larutan rutin
ᴥ Rhei Radix
ᴥ Sapindus rarak
ᴥ Etanol 75 %
ᴥ Rutae Herba
ᴥ Larutan asam tanat
ᴥ Larutan digoksin lanatosida
ᴥ Larutan alkaloida
ᴥ HCl
ᴥ NaHCO3
ᴥ Sikloheksana
ᴥ Dietilamina
ᴥ Tertier butanol
ᴥ Pereaksi Dragendorff KLT
LP
D. Cara Kerja
1) Pembuatan serbuk simpleks (jamak: simplisia)
Pengumpulan bahan simpleks (seluruh tumbuhan atau bagian tumbuhan)
dilakukan dari daerah tertentu, bulan tertentu, berasal dari tumbuhan tertentu yang
berada pada masa tertentu
Bahan dilakukan sortasi basah dan dicuci dengan air mengalir
Dikeringkan dengan cepat (diangin-anginkan, dipanaskan dalam almari pemanas
yang dilengkapi dengan kipas angin, dijemur di bawah sinar matahari langsung
atau ditutupi kain hitam)
Setelah simpleks cukup kering (mudah dihancurkan), digiling atau dihaluskan
dengan cara tertentu
Diayak, hingga diperoleh serbuk simpleks yang kering
2) Uji pendahuluan
Serbuk tumbuhan (2 g) ditambah air (10 ml), dipanaskan selama 30 menit diatas air
mendidih
Larutan disaring melalui kapas. Suatu larutan berwarna kuning sampai merah,
menunjukkan adanya senyawa yang mengandung kromoform (flavonoida, antrakinon,
dsb), dengan gugus hidrofilik (gula, asam, fenolat, dsb)
Pada penambahan larutan kalium hidroksida (beberapa tetes), warna larutan menjadi
lebih intensif
3) Uji Alkaloida
Serbuk tumbuhan 2 g ditambahkan air 10 ml, dipanaskan dalam tabung reaksi besar
dengan asam klorida 1% (10 ml) selama 30 menit dalam penangas air mendidih
Suspensi disaring dengan kapas ke dalam tabung reaksi A dan tabung reaksi B sama
banyak
Larutan A dibagi 2 sama banyak, lalu ke dalam larutan A-1 ditambah pereaksi
Dragendorff (3 tetes) dan larutan A-2 ditambah pereaksi Mayer (3 tetes)
Terbentuknya endapan dengan kedua pereaksi tersebut menunjukkan adanya alkaloida
Keberadaan alkaloida dari basa tertier atau kuarterner dapat ditunjukkan dengan
penambahan serbuk natrium karbonat sampai pH 8-9, kemudian dicampurdengan
kloroform (4 ml), dan diaduk pelan-pelan
Setelah kloroform memisah, diambil dengan pipet Pasteur dan tambahkan asam cuka
5% sampai pH 5, diaduk lalu dipisahkan lapisan atas dengan pipet
Kemudian ditambahkan pereaksi Dragendorff (5 tetes) untuk lapisan atas.
Terbentuknya endapan menunjukkan adanya alkaloida dari basa kuarterner
Kemudian lapisan bawah ditambah asam klorida 1 % ( 10 tetes) diaduk, akan
terbentuk 2 lapisan
Lapisan atas diambil serta ditambahkan pereaksi Dragendorff ( 2 tetes), terbentuknya
endapan menunjukkan alkaloida dari basa tertier.
4) Uji Antrakinon
Serbuk simpleks (300 mg) ditambahkan kalium hidroksida 0,5 N (10 ml) dan larutan
hidrogen peroksida (1ml), dan dididihkan selama 2 menit
Setelah dingin suspensi disaring melalui kapas
Filtrat (5ml) ditambah asam asetat glasial (10 tetes) sampai pH 5, lalu ditambahkan
toluena (10 ml)
Lapisan atas (5 ml) dipisahkan dengan dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, kemudian ditambah 0,5-1 ml kalium hidroksida 0,5 N
Warna merah yang terjadi pada lapisan air (basa) menunjukkan adanya senyawa
antrakinon.
5) Uji Polifenol
Serbuk simpleks (2 g) ditambah 10 ml air dan dipanaskan selama 10 menit dalam
penangas air mendidih
Dilakukan juga terhadap 2 g serbuk bahan lagi dengan penyari etanol 80% 10 ml
Keduanya disaring panas-panas, setelah dingin ditambah 3 tetes pereaksi besi (III)
klorida
Terjadinya warna hijau-biru menunjukkan adanya polifenolat.
6) Uji Tanin
Serbuk simpleks (2 g) ditambah 10 ml, dan dipanaskan selama 30 menit dalam
penangas air mendidih
Disaring, filtrat (5 ml) ditambah larutan natrium klorida 2% (1 ml), bila terjadi
suspensi atau endapan disaring melalui kertas saring, kemudian filtrat ditambah
larutan gelatin 1% (5ml)
Terbentuknya endapan menunjukkan adanya tanin.
7) Uji Kardenolida
Filtrat (2 ml) dari hasil pemanasan serbuk tumbuhan (2 g) dengan air (10 ml) selama
30 menit di atas tangas air tadi dan ditambah asam 3,5-dinitro benzoat (0,4 ml) dan
kalium hidroksida 1 N (0,6 ml) dalam methanol
Terjadinya warna biru-ungu menunjukkan adanya kardenolida (glikosida jantung)
Untuk penegasan lebih lanjut, filtrat yang lain (2ml) dicampur dengan kloroform (2
ml)
Lapisan atas diambil dengan pipet, lapisan bawah ditambah asam 3,5-dinitro benzoate
(0,5 ml)
Terjadinya warna biru ungu menunjukkan adanya kardenolida
8) Uji Saponin
Ditambahkan air (10 ml) ke dalam tabung reaksi yang berisi serbuk tumbuhan (300
mg), ditutup dan dikocok kuat-kuat selama 30 detik
Tabung dibiarkan dalam posisi tegak selama 30 menit
Apabila terbentuk buih setinggi ≥ 3 cm dari permukaan cairan, maka menunjukkan
adanya saponin
Uji lain dilakukan dengan menggunakan pipa kapiler (diameter 1 mm, panjang 12,5
cm)
Larutan hasil pemanasan serbuk tumbuhan (2 g) dengan air (10 ml) selama 30 menit di
atas tangas air (point 6), setelah disaring, filtrat dimasukkan ke dalam pipa kapiler
penuh-penuh
Kapiler diletakkan dalam posisi tegak (vertikal), kemudian cairan dibiarkan mengalir
bebas
Sebagai pembanding, dikerjakan hal serupa untuk air suling
Tinggi cairan tertinggal dibandingkan dengan tinggi air suling (pembanding)
Bila tinggi cairan yang diuji setengah atau kurang dari tinggi air suling, maka adanya
saponin akan diperhitungkan.
9) Uji Minyak Atsiri
Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambah 20 ml eter, dikocok, dan disaring. Filtrat
dikeringuapkan
Bila sedikit berbau aromatik, dilarutkan dalam residu dengan sedikit etanol,dan
diuapkan lagi sampai kering. Bila terjadi bau aromatik spesifik, menunjukkan adanya
minyak atsiri.
Uji kualitatif secara KLT untuk Glikosida
Skema pembuatan larutan percobaan untuk KLT
Serbuk simpleks (2-3 gram)
Disari dengan petroleum eter 10ml,
50ºC selama 5 menit
Sisa fraksi petroleum eter (disingkirkan)
Disari dengan kloroform-asam asetat (99:1),
10 ml, 50ºC selama 5 menit
Sisa fraksi CHCl3-HOAc (larutan I)
Disari dengan metanol-kloroform-asam asetat
(49,5:49,5:1), 10 ml, 50ºC selama 5 menit
Sisa fraksi MeOH-CHCl3-HOAc (larutan II)
Disari dengan metanol-air (1:1), 10 ml, 50ºC selama 5 menit
Sisa fraksi metanol-air (larutan III)
(dibuang)
Kemungkinan golongan senyawa yang tersari:
1. Larutan I : antrakinon, fenolat, flavonoida, kumarin, steroida
2. Larutan II : glikosida antrakinon, glikosida kumarin, saponin, tannin
3. Larutan III : kardenolida, saponin, glikosida antrakinon, glikosida flavonoida
Sistem KLT yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Larutan I
Fase diam : silica gel GF254
Fase gerak : etil asetat- benzene (9:1), atau etil asetat-toluena (9:1)
Pembanding : antrakinon, flavonoida, kumarin, steroid
Deteksi : FeCl3, garam fast blue B atau vanilin asam sulfat (panaskan 120ºC 1-2
menit)
2. Larutan II
Fase diam : a. silika gel GF 254
b. silika gel GF 254
c. selulosa
Fase gerak : a. n-butanol-asam asetat-air (5:1:4) v/v fase atas
b. etil asetat-asam formiat-asam asetat-air (100:11:11:27) v/v
c. etil asetat-metanol-air (100:13,5:10) v/v
Pembanding : a. Tanin
b. kumarin
c. antrakinon
Deteksi : a. besi (III) klorida, alumunium klorida
b. sitroborat
c. KOH etanolis
3. Larutan III
Fase diam : a. silica gel GF 254
b. silica gel GF 254
c. selulosa
Fase gerak : a. butanon-asam asetat-air (5:1:4) v/v fase atas
b. kloroform-metanol-air (64:50:10) v/v
c. t-butanol-asam asetat-air (4:1:5) v/v fase atas
Pembanding : a. Saponin, kardenolida
b. Saponin, kardenolida, antrakinon
c. glikosida, flavonoid
Deteksi : a. Liebermann-Burchard
b. vanilin asam sulfat
c. uap ammonia, UV 365 nm, alumunium klorida
Larutan pembanding yang digunakan :
a. Glikosida flavonoida : larutan rutin 0,05 % dalam metanol
b. Flavonoida : larutan kuersetin 0,1% dalam metanol
c. Antrakinon : larutan Rhei Radix (0,5 g) dipanaskan 5 menit dalam methanol
( 5 ml ), saring, filtat diuapkan sampai 0,5 ml. Totolkan 20
µL
d. Saponin : larutan daging buah Sapindus rarak (2 g), direfluks dengan
etanol 75 % (10 ml) selama 10 menit
e. Kumarin : larutan Rutae Herba (0,5 g) dipanaskan dalammetanol (5 ml)
sambil diaduk selama 30 menit, saring, filtrate diuapkan
sampai 0,5 ml. Totolkan 20 uL. Rutae Herba berasal dari
tanaman Ruta graveolens.
f. Tanin : larutan asam tanat 0,05 %dalam etanol 70 % (10 (1)
g. Kardenolida : larutan digoksin lanatosida C 5 mg dalam 2 ml methanol pada
60° C
h. Alkaloida : Larutan alkaloida 1% dalam etanol. Totolkan 10 µL. Alkaloida
digunakan tergantung dari suku tumbuhan tersebut.
Uji kualitatif secara KLT untuk Antrakinon
Skema penyarian alkalioda
Serbuk simplisia 2-3 gram
Disari dengan petroleum eter
10 ml selama 5 menit
Sisa fraksi petroleum eter (dibuang)
Disari dengan HCl 1% 10 ml
50ºC selama 5 menit
Sisa (dibuang) fraksi asam klorida
Diuji dengan Dragendorff, bila positif +
NaHCO3 1 M sampai pH 8-9, disari
dengan kloroform 10 ml
lapisan atas lapisan bawah
dinetralkan dengan disari dengan HCl 1% (10ml)
asam asetat
larutan I lapisan bawah lapisan atas (laruatan II)
(dibuang)
Larutan I : untuk uji alkaloida tertier
Larutan II : untuk uji alkaloida kuartener
Sistem KLT yang digunakan :
Fase diam : silika gel GF 254
Fase gerak : sikloheksana-dietilamina (9:1) v/v atau tertier butanol-kloroform-dietil amina
(2:7:1) v/v
Deteksi : pereaksi Dragendorff KLT LP, setelah kering dapat disemprot dengan
larutan NaNO2 5%
E. Data Pengamatan
Uji Kualitatif Secara Kimiawi
1. Uji Pendahuluan
Berat kertas = 0,44 gram
Berat kertas + zat = 2,45 gram
Berat kertas + sisa zat = 0,44 gram
Barat zat = 2,01 gram
Setelah ditambah KOH menjadi lebih tua warna ungu,
merah-keorangen, hasil (+). Gambar 1. Uji Pendahuluan
2. Uji Alkaloida
Berat kertas = 0,43 gram
Berat kertas + zat = 2,45 gram
Berat kertas + sisa zat = 0,44 gram
Berat zat = 2,01 gram
Gambar 2. Uji Alkaloida
Serbuk simpleks (2 g)
Ditambahkan HCl 1% 10 ml dan
dipanaskan selama 30 menit
Larutan A Larutan B
A-1 A-2
Natrium karbonat pH 8-9
Kloroform 4 ml, diaduk pelan-pelan
Setelah kloroform memisah, ditambah HCl 5% pH 5
Kemudian diaduk
Ditambah Dragendorff 5 tetes
Terbentuk endapan alkaloid basa
kuartener
Lapisan bawah ditambah HCl 1% (10 tetes)
Terbentuk 2 lapisan
Ditambah 2 tetes Dragendorff
Ditambah 3
tetes
Dragendorff
Ditambah 3
tetes Mayer
3. Uji Antrakinon
Berat kertas = 0,42 gram
Berat kertas + zat = 0,73 gram
Berat kertas + sisa zat = 0,43 gram
Berat zat = 0,3 gram
Hasil negatif (-), tidak terbentuk warna merah pada
lapisan air.
Gambar 3. Uji Antrakinon
4. Uji Polifenol
Air
Berat kertas = 0,45 gram
Berat kertas + zat = 2,45 gram
Berat kertas + sisa zat = 0,45 gram
Berat zat = 2,00 gram
Hasil positif (+), terbentuk warna hijau tua
Gambar 4. Uji Polifenol Air
Etanol
Berat kertas = 0,42 gram
Berat kertas + zat = 2,44 gram
Berat kertas + sisa zat = 0,43 gram
Berat zat = 2,01 gram
Hasil positif (+), terbentuk warna hijau tua
Gambar 5. Uji Polifenol Etanol
5. Uji tanin (zat zamak)
Berat kertas = 0,44 gram
Berat kertas + zat = 2,45 gram
Berat kertas + sisa zat = 0,44 gram
Berat zat = 2,01 gram
Hasil negatif (-), tidak terbentuk endapan.
Gambar 6. Uji Tanin
6. Uji kardenolida
Berat kertas = 0,43 gram
Berat kertas + zat = 2,45 gram
Berat kertas + sisa zat = 0,44 gram
Berat zat = 2,01 gram
Hasil negatif (-) , terbentuk warna coklat kehitaman Gambar 7. Uji Kardenolida
7. Uji saponin
a. Penimbangan
Berat kertas = 0,45 gram
Berat kertas + zat = 0,75 gram
Berat kertas + sisa zat = 0,45 gram
Berat zat = 0,30 gram
Hasil negatif (-)
b. Pipa kapiler zat uji Gambar 8. Uji Saponin
2,5 cm
c. Pipa kapiler air
1,1 cm
8. Uji minyak atsiri
Berat kertas = 0,46 gram
Berat kertas + zat =10,47 gram
Berat kertas + sisa zat = 0,46 gram
Berat zat =10,01 gram
Uji Kualitatif Secara KLT
1. Larutan 1
Larutan I Quonsetin
Panjang 10 cm
Jarak elusi sampel= 8,5 cm
Jarak elusi pembanding= 5,8 cm
Rk sampel=
= 0,85 HRF= 0,85 X 100%
= 85%
HRF pembanding = 0,58 % X 100%
= 58 %
8,5 cm
5,8 cm
Quasetin Sampel 2 cm
Fase diam = silika gel GK 254
Fase gerak = etil asetat-toluena (9:1)
Larutan I Antrakinon
Panjang 10 cm
Jarak elusi sampel= 8,2 cm
Rk sampel=
= 0,82 HRF= 0,82 X 100%
= 82 %
HRF pembanding = 0,58 % X 100%
= 58 %
8,2 cm
Antrakinon Sampel 2 cm
Fase diam = silika gel GK 254
Fase gerak = etil asetat-toluena (9:1)
2. Larutan 2
Berat kertas = 0,88 gram
Berat kertas + zat = 3,02 gram
Berat kertas + sisa zat = 0,90 gram
Berat zat = 2,12 gram
Berat kertas saring = 0,97 gram
KLT larutan II
Fase diam = silika gel GF 254
Fase gerak : a. n-butanol-asam asetat-air (5:1:4) v/v fase atas
b. etil asetat-metanol-air (100:13,5:10) v/v
Pembanding : a. Tanin
b. antrakinon
Deteksi : a. besi (III) klorida, alumunium klorida
b. KOH etanolis
7,7 cm
6,6 cm
Standar antrakinon Standar tanin
3. Larutan III
ᴥ Saponin dan sampel
Tailing
4,6 cm
2,8 cm
Fase diam = Silika Gel GF 254
Fase gerak = Butanol-asam asetat-air (5:1:4) v/v fase atas
Pembanding = saponin
Deteksi = Liebermann-Burchard
Sampel
Rf1 =
= 0,28 HRF= 0,28 X 100%
= 28 %
Rf 2 =
= 0,46 HRF= 0,46 X 100%
= 46 %
ᴥ Kardenolida dan sampel
9,6 cm
9,8 cm
Standar Sampel
Fase diam = Silika Gel GF 254
Fase gerak = Klorofom-metanol-air (64 : 50 : 10) v/v
Pembanding = Kardenolida
Deteksi = Vanilin asam sulfat
Jarak elusi sampel= 9,8 cm
Rf sampel =
= 0,98 HRF= 0,98 X 100%
= 98 %
Rf standar =
= 0,96 HRF= 0,96 X 100%
= 96 %
Selulosa
7,5 cm 8,1 cm
Jarak elusi sampel= 8,2 cm
Rf sampel=
= 0,81 HRF= 0,81 X 100%
= 81 %
Rf standar =
= 0,75 HRF= 0,75 X 100%
= 75 %
Uji Kualitatif Secara KLT Untuk Alkaloida
Berat kertas = 0,4388 gram
Berat kertas + zat = 3,4426 gram
Berat kertas + sisa zat = 0,4388 gram
Berat zat = 3,0038 gram
Hasil pengamatan:
Larutan I= uji alkaloida tersier (-)
Larutan I= uji alkaloida kuartener (-)
F. PEMBAHASAN
Tujuan dilakukan pendekatan skrining fitokimia yaitu untuk melakukan survei
tumbuhan yang mengandung senyawa bioaktif atau kandungan yang berguna untuk
pengobatan.Setelah melakukan praktikum,mahasiswa diharapkan mampu mengidentifikasi
:
1. Senyawa halogen flavanoida
2. Senyawa golongan antrakinon
3. Senyawa golongan saponin (steroid dan triterpenoid)
4. Senyawa golongan alkaloida
5. Senyawa golongan fenolik dan polifenolik.
Skrining fitokimia merupakan suatu analisa kualitatif kandungan kimia
tumbuhan atau bagian tumbuhan. Metode yang digunakan dalam melakukan skrining
fitokimia harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu sederhana,cepat,dapat dilakukan
dengan peralatan yang minimal, selektif terhadap golongan suatu senyawa, bersifat
semikumulatif,dapat memberikan keterangan tambahan ada atau tidaknya senyawa tertentu
dari suatu senyawa. Tanaman yang dilakukan uji kualitatif dalam percobaan ini adalah
tanaman kakao.
Tingkat taksonomi tanaman klakao adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Clas : Dicotyledoneae
Subklas : Dialypetalae
Ordo : Malvaes
Famili : Sterculiaceae
Genus :Theobroma
Spesies : Theobroma cacao(Siregar, dkk.,2010).
Dalam melakukan uji kualitatif terhadap tanaman kakao, ada beberapa langkah
yang dilakukan, yaitu:
1. Uji Kualitatif Secara Kimiawi
a. Pembuatan serbuk simpleks
Pembuatan serbuk simpleks bertujuan untuk menghancurkan dinding sel yang
sifatnya kaku sehingga senyawa target (metabolit sekunder) yang berada dalam
vakuola mudah diambil. Bahan–bahan yang akan digunakan harus dari tanaman yang
sejenis dan dari asal yang sama, karena kandungan disetiap daerah bisa berbeda
meskipun tanamannya sama.Daun sebelum digunakan dilakukan pencucian dengan air
mengalir untuk memisahkan daun dengan pengotor–pengotor yang menempel pada
daun. Apabila daun tidak bersih, ditakutkan akan membahayakan pengguna simplisia
tersebut. Setelah itu diangin-anginkandan dimasukkan dalam almari
pemanas.Simpleks yang kering ditandai dengan kerapuhan daun tersebut (mudah
dihancurkan),kemudian digiling dan diayak.
b. Uji Pendahuluan
Tujuan dilakukan uji pendahuluanadalah untuk mengetahui kandungan suatu senyawa
apakah memiliki senyawa kromofor dan gugus hidrofilik.Serbuk ditimbang 2 g
ditambah air 10 ml dipanaskan selama 30 menit diatas air yang mendidih. Pemanasan
bertujuan untuk memisahkan senyawa yang mengandung kromofor dan gugus
hidrofilik dari simpleks yang diuji. Setelah itu larutan disaring dengan kapas atau
kertas saring,tujuannya untuk memisahkan larutan dan serbuk. Apabila larutan
berwarna kuning sampai merah menandakan adanya kromofor (flavonoida,
antrakinon,dsb) dengan gugus hodrofilik (gula, asam, fenolat, dan sebagainya).
Dilakukan penambahan KOH LP supaya warna akan lebih jelas. Dari percobaan ini,
praktikan mendapatkan hasil positif (+), warna larutan menjadi lebih jelas warnanya
lebih tua warna ungu,merah-keorangen,
c. Uji Alkaloida
Serbuk ditimbang 2 g dimasukkan dalam tabung reaksi ditambah dengan asam
klorida 1% (10ml). Fungsi penambahan asam klorida untuk menarik kandungan
alkaloid didalam simplisia dan dipanaskan selama 30 menit. Pemanasan dilakukan
bertujuan untuk memecah ikatan antara alkaloid dengan asam klorida sehingga
diperoleh alkaloid.Suspensi disaring dengan kapas ke dalam tabung reaksi A dan B
sama banyak untuk memisahkan sampel dengan pengotornya. Kemudian larutan A
dibagi lagi menjadi A-1 dan A-2, larutan A-1 ditetesi dengan pereaksi Dragendorff
yang berfungsi sebagai pembanding apakah senyawa yang terkandung merupakan
alkaloid atau tidak, karena alkaloid tidak memberikan endapan dengan reagen
Dragendorff. Larutan A-2 ditetesi dengan pereaksi Mayer, yang fungsinya untuk
mendeteksi alkaloid, dimana pereaksi ini berikatan dengan alkaloid melalui ikatan
koordinasi antara atom N alkaloid dan Hg pereaksi Mayer sehingga menghasilkan
senyawa kompleks merkuri yang non polar mengendap berwana putih.Reaksi pada uji
alkaloid ini dengan pereaksi Meyer adalah N + KHgI4 Hg-N putih. Atom N
menyumbangkan pasangan elektron bebas dan atom Hg sehingga membentuk senyawa
kompleks yang mengandung atom N sebagai ligannya. Berdasakan hasil percobaan
yang dilakukan, praktikan memperoleh hasil bahwa setelah larutan A-1 ditambahkan 3
tetes Dragendorff menghasilkan warna coklat tua menunjukkan adanya alkaloid
primer hasil positif (+). Sedangkan, pada larutan A-2 ditambahkan pereaksi Mayer
terbentuknya warna orange kecoklatan, hasil negatif (-).
Ditambahkan serbuk natrium karbonat untuk menjadikan sampel dalam suasana
basa sampai pH 8-9 lalu dicampur dengan kloroform dan diaduk perlahan-lahan,
kloroform bertujuan untuk memutuskan ikatan antara asam tannin dan alkaloid yang
terikat secara ionik dimana atom N dari alkaloid berikatan saling stabil dengan gugus
hidroksil genolik dari asam tannin. Dengan terputusnya ikatan ini, alkaloid akan bebas
sedangkan asam tannin akan terikat oleh kloroform. Pengadukan secara perlahan
bertujuan untuk memperbanyak kontak yang terjadi antara kloroform dengan senyawa,
sehingga memungkinkan alkaloid bebas semakin banyak yang terekstrasi.Setelah
kloroformmemisah diambil dengan pipet pasteur ditambah asam cuka untuk mencapai
pH asam yaitu 5.Penambahan asam cuka ini berfungsi untuk mengikat kembali
alkaloid menjadi garam alkaloid agar dapat bereaksi dengan pereaksi-pereaksi logam
berat yaitu spesifik untuk alkaloid yang menghasilkan kompleks garam anorganik
yang tidak larut sehingga terpisah dengan metabolit sekundernya. Penambahan asam
cuka mengakibatkan larutan terbentuk menjadi dua fase karena adanya perbedaan
tingkat kepolaran antara fase aqueous yang polar dan kloroform yang relative kurang
polar. Garam alkaloid akan larut pada lapisan atas, sedangkan lapisan kloroform
berada pada lapisan paling bawah karena memiliki massa jenis yang lebih besar, dan
dipisahkan dengan pipet. Ditambah dengan pereaksi Dragendorff 5 tetes untuk lapisan
atas. Pereaksi Dragendorff ini untuk menguji keberadaan alkaloid. Dengan
terbentuknya endapan adanya alkaloida dari basa kuarterner. Kemudian lapisan bawah
ditambah dengan asam klorida 1% 10 tetes, diaduk bertujuan untuk melarutkan
senyawa-senyawa pada tiap-tiap lapisan secara tepat dan sempurna.
Terbentuk dua lapisan, lapisan atas diambil dan ditambah pereaksi Dragendorff,
terbentuknya endapan menunjukkan adanya alkaloida dari basa tertier.Berdasarkan
percobaan yang dilakukan praktikan, hasil yang diperoleh adalah tidak terbentuknya
endapan berwarna hitam, sehingga diperoleh alkaloid primer.Fungsi alkaloiddalam
bidangkesehatan tergantung dari jenis tanaman, seperti morfin sebagai anestesi lokal,
dan quinine sebagai antimalaria, dan sebagainya.
d. Uji Antrakinon
Ekstrak 300 mg ditambah dengan kalium hidroksida 1 ml.Fungsi penambahan
kalium hidroksida untuk untuk melarutkan senyawa antrakinon yang ada didalam
simpleks. Kemudian didihkan selama 2 menit, pendidihan bertujuan untuk
memisahkasn senyawa antrakinon dari simpleks yang akan diuji.Setelah dingin
suspensi disaring untuk memisahkan dari zat–zat pengotornya.Filtrat diambil 5 ml
ditambah dengan asam asetat glasial supaya bersifat asam sebanyak 10 tetes sampai
pH 5 dan ditambah toluena 10 ml,tujuanya supaya senyawa yang mengandung
antrakinon larut didalam toluena.Dilakukan pemisahan lapisan atas 5 ml dan
ditambahkan dengan kalium hidroksida 0,5 N. Kalium hidroksida berfungsi sebagai
pemberi suasana basa dan berfungsi untuk menghidrolisis glikosida dan mengoksidasi
antron atau antranol menjadi antrakinon.Warna merah yang terjadi pada lapisan air
(basa) menunjukkan adanya senyawa antrakinon. Dari hasil percobaan ini, hasil yang
diperoleh praktikan adalah tidak terbentuk warna merah pada lapisan air, sehingga
hasil negatif (-). Fungsi antrakinon dalam bidang kesehatan sebagai antiseptik.
e. Uji Polifenol
Senyawa polifenol merupakan senyawa yang berasal dari tumbuhan, dimana
salah satu cirinya adalah mengandung cincin aromatik yang tersubstitusi oleh dua atau
lebih gugus fenol. Fungsi dalam bidang farmasi sebagai anti-virus dan
antioksidan.Serbuk simpleks (2g) ditambahkan 10 ml air dan dipanaskan selama 10
menit, pemanasan bertujuan untuk melarutkan polifenol agar terpisah dari bagian
tubuh tumbuhan sampel kemudian disaring, dan dibuat lagi 2 g serbuk bahan lagi
dengan penyari etanol 80% dalam 10 ml air, setelah disaring dan dingin, masing-
masing ditambah 3 tetes pereaksi FeCl3 yang berfungsi untuk memberikan warna pada
daun sampel tumbuhan yang sehingga dapat membuktikan bahwa sampel terdapat
polifenol atau tidak. Terjadinya warna hijau-biru menunjukkan adanya
polifenolat.Dari percobaan ini, hasil yang diperoleh praktikan adalah terbentuknya
warna hijau tua pada serbuk yang ditambah air, begitu pun dengan serbuk yang
ditambah etanol. Hasil yang diperoleh praktikan positif (+).Fungsi polifenol dalam
bidang kesehatan adalah sebagai antioksidan.
f. Uji tanin (zat samak)
Tanin merupakan senyawa polifenol yang berarti termasuk dalam senyawa
fenolik. Tanindapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tidak
larut dalam air. Tanin secara kimia merupakan ester yang dapat dihidrolisis oleh
pemanasan dengan larutan asam sampai menghasilkan senyawa fenol, biasanya
merupakan derivat atau turunan dari asam garlik dan gula. Serbuk 2 g ditambah
dengan 10 ml air dipanaskan 30 menit dalam penangas air mendidih, tujuannya untuk
memisahkan tanin dari simpleks yang akan diuji.Diambil 5 ml,tetapi dalam percobaan
hanya diambil 3 ml karena hanya menghasilkan filtrat sebanyak 3 ml. Didapatkan
hanya 3 ml, kemungkinan sampel menguap karena pemanasan. Dilakukan
penyaringan untuk memisahkan larutan dengan pengotornya. Ditambahkan natrium
klorida 2% (1 ml),apabila masih ada endapan disaring lagi dan ditambah dengan
gelatin 1% (5ml). Jika terjadi endapan putih menunjukkan adanya tanin. Hal tersebut
terjadi karena gelatin maupun dengan reagen garam-gelatin merupakan indikasi
adanya tanin. Prinsip untuk reaksi ini adalah terbentuknya endapan antara protein atau
gelatin dan tanin, dimana reaksi menjadi lebih sensitif dengan penambahan NaCl
untuk meningkatkan “salting out” dari kompleks protein-tanin.Pada percobaan ini,
hasil yang diperoleh praktikan adalah negatif (-) tidak ada endapan warnanya merah
tua,apabila hasilnya positif menghasilkan endapan dengan warna gelap. Tanin
berfungsi sebagai adstringent dan memiliki kemampuan untuk menyamak kulit dan
memberikan rasa kelat.
g. Uji Kardenolida
Pada uji ini seharusnya menggunakan filtrat pada uji tanin, tetapi pada uji tanin
hanya menghasilkan filtrat 3 ml jadi tidak cukup untuk percobaan kardenolida.
Sehingga dilakukan penimbangan kembali 2 g serbuk ditambah dengan air 10 ml
selama 30 menit diatas penangas air. Pemanasan ini bertujuan untuk memisahkan
senyawa kardenolida dengan simpleks. Setelah itu dilakukan penyaringan dan diambil
filtratnya 2 ml. Proses penyaringan ini untuk memisahkan sampel dengan
pengotornya. Kemudian ditambahkan 3,5-dinitro benzoat o,4 ml dan 0,6 ml kalium
hidroksida 1 N metanol. Apabila terbentuk warna biru–ungu menunjukkan adanya
kardenolida (glikosida jantung). Dalam percobaan ini tidak dilakukan penegasan
karena filtrat yang didapat hanya 2 ml, dikarenakan sudah menguap waktu pemanasan
dan tidak tersaring sempurna filtratnya.
Dari percobaan ini, hasil yang diperoleh praktikan adalah terbentuknya warna
coklat kehitaman, hasil negatif (-). Fungsi kardenolida dalam bidang kesehatan adalah
sebagai antioksidan.
h. Uji Saponin
Saponin atau glikosida sapogenin yang merupakan glikosida yang tersebar
dalam tanaman. Tiap saponin terdiri dari sapogenin yang merupakan molekul aglikon
(bukan gula) dan glikon (gula).Keduanya dihubungkan oleh suatu bentuk ikatan
berupa jembatan oksigen (O – glikosida, dioscin), jembatan nitrogen (N-glikosida,
adenosine), jembatan sulfur (S-glikosida, sinigrin), maupun jembatan karbon (C-
glikosida, barbaloin). Bagian gula biasa disebut glikon sedangkan bagian bukan gula
disebut sebagai aglikon atau genin. Apabila glikon dan aglikon saling terikat maka
senyawa ini disebut sebagai glikosida.Adanya saponin ditandai dengan adanya buih
jika dikocok dalam air. 300 mg serbuk diletakkan didalam tabung reaksi, ditambah 10
ml air,tutup dan kocok kuat selama 30 detik.Tabung dibiarkan pada posisi tegak
selama 30 menit,supaya mudah untuk diamati dengan jelas apabila terdapat buih.
Pendiaman ini untuk melihat ada atau tidaknya buih, jadi yang diamati itu buih karena
adanya kandungan saponin bukan karena kocokkan yang kuat yang timbul gelembung
seperti buih.Hasil dari percobaan tidak didapatkan adanya kandungan saponin dalam
sampel yang berwarna kecoklatan tetapi tidak berbentuk buih.Fungsi saponin dalam
bidang kesehatan sebagai antiseptik (zat ditambah dalam sabun dan disinfektan),
sebagai peningkatan diuretika dan merangsang kerja ginjal. Filtrat zat uji dimasukkan
dalam pipa kapiler dan dilakukan yang sama sebagai pembanding dengan air. Bila
tinggi cairan yang diuji setengah atau kurang dari tinggi air suling, maka adanya
saponin akan diperhitungkan. Hasil yang diperoleh praktikan adalah ketinggiannya
lebih tinggi larutan zat uji selisih 1,5 cm dibanding air. Hal menandakan bahwa zat uji
tidak perlu diperhitungkan lagi kandungan saponinnya, hasilnya negatif (-). i. Uji Minyak Atsiri
Serbuk 10 g ditambah eter 20 ml, dikocok, disaring dan dikering uapkan karena
eter sifatnya mudah menguap. Fungsi penambahan eter ini untuk melarutkan minyak
atsiri dan minyak atsiri yang terkandung dalam simpleks ikut menguap bersama
eter,sehingga baunya tercium. Dan ditambahkan dengan etanol, etanol ini sifatnya juga
mudah menguap jadi apa bila ada kandungan minyak atsiri akan tercium juga baunya.
Berdasarkan prinsip like dissolve like, minyak atsiri merupakan suatu senyawa yang
non polar dan dapat melarut dalam pelarut organik non polar, kelarutan menurun
seiring dilarutkan dengan pelarut semipolar dan polar. Filtrat yang telah disaring
kemudian dikering uapkan sesuai dengan sifat minyak atsiri yang mudah menguap
pada suhu kamar,agar dapat tercium aroma khas dari minyak atsiri. Pada percobaan
ini tidak didapatkan kandungan minyak atsiri yang tercium hanya bau daun yang khas.
Berdasarkan uji-uji yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tanaman
kakao mengandung kromoform, polifenol, dan alkaloid, tetapi tidak mengandung
tanin. Hasil ini tidak sesuai teori, sebab berdasarkan teori, tanaman kakao mengandung
komponen seperti alanin, alkaloid, alpha-sitosterol, amilase, arginin, asam askorbat,
asam askorbat oksidase, aspariginase, beta-karoten, kalsium, dopamin, fruktosa,
glukosa, asam glutamat, leusin, asam linoleat. Lipase, lisin, niasin, peroksidase, asam
fenil asetat, fenilalanin, phosphorus, riboflavin, rutin, tanin, teobromin, tiamin.
2. Uji Kualitatif Secara KLT
KLT (Kromatografi Lempeng Tipis) bertujuan untuk memisahkan senyawa dari
campuran, sedangkan prinsip dari KLT adalah memisahkan senyawa berdasarkan
kepolaran terhadap afinitasnya antara fase diam dan fase gerak. Penotolan dilakukan 3
kali dan harus dikeringkan terlebih dahulu sebelum kepenotolan berikutnya. Sebab,
jika tidak dikeringkan terlebih dahulu, maka lingkaran akan bertambah besar dan akan
mempengaruhi lingkaran lainnya.Dilakukan penotolan 3 kali untuk memperjelas fase
gerak dari sampel maupun standar.
Prosedur kerja yang dilakukan bervariasi pada perbandingan Rf dan pada
ketampakkan warna dari pergerakkan totolan standar terhadap totolan sampel. Rf
merupakan faktor retensi sampel atau standar berupa perbandingan jarak tempuh dari
sampel terhadap jarak pengembangan. Jarak pengembangan yang digunakan adalah 10
cm. Chamber adalah wadah tempat pengisi fase gerak dan kertas saring untuk
menjenuhkan atmosfer fase gerak chamber karena dalam percobaan chamber perlu
ditutup. Chamber dalam keadaan jenuh agar sampel dan standar dapat terelusi
sempurna. Chamber perlu ditutup agar ruang yang ada di dalam chamber benar-benar
dipengaruhi oleh fase gerak yang ada di dalam chamber. Chamber tidak boleh
digerakkan sebab jika digerakkan fase gerak ikut bergerak sehingga naiknya akan
terpengaruh, yakni naiknya bisa miring. Deteksi mula-mula dilakukan secara fisik
yakni deteksi di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 256 nm dan 356 nm
untuk mengidentifikasi totolan yang berfosforesensi.Namun, jika hasil yang
ditampakkan kurang begitu jelas, atau nihil, maka identifikasi dilanjutkan dengan
deteksi kimia lewat penyemprotan. Fungsi dari penyemprotan kimia adalah untuk
mempertegas bercak dan mengidentifikasi kandungan-kandungan lain.
Sistem KLT termasuk fase gerak, fase diam, dan deteksi. Deteksi yang
digunakan berbeda-beda untuk tiap jenis golongan yang dipelajari. Metode yang
digunakan adalah menaikkan satu jurusan yang merupakan metode paling lazim
digunakan, dimana fase geraknya naik terhadap fase diamnya. Pelarut sampel yang
digunakan dalam analisis bersifat volatil dan sebelum digunakan dan dimasukkan
chamber perlu ditunggu kering agar pelarut tidak ikut dalam fase gerak, sebab fase
gerak adalah tertentu yang perlu great analysis. Silika Gel GF 254 dapat berfluoresensi
hijau-kuning pada panjang gelombang 254 nm sehingga bila totolan berupa senyawa
ikatan konjugasi mampu menyerap sinar UV, namun tidak terjadi fluoresensi pada
fase diam. Standar yang digunakan untuk menduga dan menyimpulkan apakah dalam
ekstrak terdapat senyawa yang sama dengan kandungan standar.Pada fase gerak
terdapat campuran karena ingin mencari senyawa tertentu yang ada dalam
sampel.Pada percobaan ini digunakan standar sebagai pembanding.
Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang tidak
berwarna.Untuk penentuannya dapat dilakukan secara kimia, fisika, maupun biologi.
Cara kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu
pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang
dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan pencacahan radioaktif
dan fluoresensi sinar ultraviolet. Fluoresensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa
yang dapat berfluoresensi maka bercak akan terlihat jelas. Jika senyawa tidak dapat
berfluoresensi maka bahan penyerapnya akan diberi indikator yang berfluoresensi,
dengan demikian bercak akan kelihatan hitam sedang latar belakangnya akan kelihatan
berfluoresensi. Berikut adalah cara-cara kimiawi untuk mendeteksi bercak :
Menyemprot lempeng KLT dengan reagen kromogenik yang akan bereaksi
secara kimia dengan seluruh solut yang mengandung gugus fungsional tertentu
sehingga bercak menjadi berwarna. Kadang-kadang lempeng dipanaskan terlebih
dahulu untuk mempercepat reaksi pembentukan warna dan intensitas warna bercak.
1. Mengamati lempeng di bawah lampu ultra violet yang dipasang panjang
gelombang emisi 254 atau 366 untuk menampakkan solut sebagai bercak yang
gelap atau bercak yang berfluoresesnsi terang pada dasar yang berfluoresensi
seragam. Lempeng yang diperdagangkan dapat dibeli dalam bentuk lempeng yang
sudah diberi dengan senyawa fluorosensi yang tidak larut yang dimasukkan ke
dalam fase diam untuk memberikan dasar fluoresensi atau dapat pula dengan
menyemprot lempeng dengan reagen fluoresensi setelah dilakukan pengembangan.
2. Menyemprot lempeng dengan asam sulfat pekat atau asam nitrat pekat lalu
dipanaskan untuk mengoksidasi solut-solut organik yang akan nampak sebagai
bercak hitam sampai kecoklat-kecoklatan.
3. Memaparkan lempeng dengan uap iodium dalam chamber tertutup.
4. Melakukan scanning pada permukaan lempeng dengan densitometer, suatu
instrumen yang dapat mengukur intensitas radiasi yang direfleksikan dari
permukaan lempeng ketika disinari dengan lampu UV atau lampu sinar tampak.
Solut-solut yang mampu menyerap sinar akan dicatat sebagai puncak (peak) dalam
pencatat (recorder).
Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh hanya jika
menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin.
Sebagaimana dalam prosedur kromatografi yang lain, jika sampel yang digunakan
terlalu banyak maka akan menurunkan resolusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penotolan sampel secara otomatis lebih dipilih daripada penotolan secara manual
terutama jika sampel yang akan ditotolkan lebih dari 15 μl. Penotolan sampel yang
tidak tepat akan menyebabkan bercak yang menyebar dan puncak ganda.
Pada KLT (Kromatografi Lapis Tipis), jarak tempuh senyawadinyatakan
sebagai nilai Rf (Retardation Factor).Nilai Rf = Jarak yang ditempuh senyawa/ Jarak
fase gerak.
Harga Rf berfungsi untuk menunjukan polaritas relatif suatu bercak pada fase
gerak dimana bisa saja fase gerak polar atau non polar atau semipolar sehingga
merupakan sifat polaritas relatif dari fase gerak.
Metode KLT tergolong cepat dan tepat tetapi bersifat kualitatif tapi bisa ke arah
semikuantitatif karena bisa mengolah data dari besarnya bercak yang dihasilkan.
Dibandingkan dengan sampel bisa menyatakan kasaran kandungan kadar yang ada
dalam simplisia uji.
Kelebihan KLT dibanding teknik lainnya ialah :
1. KLT memberikan fleksibilitas yang lebih besar, dalam hal memilih fase gerak.
2. Berbagai macam teknik untuk optimasi pemisahan seperti pengembangan 2
dimensi, pengembangan bertingkat, dan pembaceman penjerap dapat dilakukan
pada KLT.
3. Proses kromatografi dapat diikuti dengan mudah dan dapat dihentikan kapan saja.
4. Semua komponen dalam sampel dapat dideteksi.
Sedangkan kekurangannya adalah hanya merupakan langkah awal untuk
menentukan pelarut yang cocok dengan pada kromatografi kolom dan noda yang
terbetuk belum tentu senyawa murni.
Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai Rf dari KLT (KromatografiLapis Tipis):
1. Strukturkimia darisenyawayangakan dipisahkan
2. Tebal dan kerataan lapisan penyerap, ketidakrataan akanmenyebabkan aliran
pelarut menjadi tidak rata.
3. Pelarut dan kemurniannya
4. Jumlah cuplikan yang digunakan
5. Panjang lempeng migrasi
Pada percobaan ini, praktikan memperoleh hasil pada uji kualitatif secara KLT
larutan I (sampel dan Quasetin) HRF sampel yang diperoleh 85% dan HRF quasetin
(pembanding) 58%, sedangkan (sampel dan antrakinon) HRF sampel 82% dan
antrakinon (pembanding) 0%. Larutan II diperoleh (sampel dan tanin) HRF sampel
77% dan tanin (pembanding) 0% (tailing), sedangkan (sampel dan antrakinon) HRF
sampel 66% dan antrakinon (pembanding) 0% (tailing). Pada percobaan larutan III
(sampel dan saponin) terdapat 2 buah bercak pada sampel sehingga diperoleh HRF 1
(bercak 1) sampel 28% dan 2 (bercak 2) 46% dan saponin (pembanding) 0% (tailing)
sedangkan pada (sampel dan kardenolida) HRF sampel 98% dan kardenolida
(pembanding) 96%. Pada selulosa diperoleh HRF sampel 81% sedangkan HRF rutin
(pembanding) 75%. Pada uji kualitatif KLT untuk alkaloida tidak diperoleh alkaloida
tersier dan kuartener. Dari hasil yang diperoleh dengan membandingkan nilai RF
sampel dengan pembanding tidak memiliki nilai yang sama sehingga dapat
disimpulkan bahwa tanaman tersebut tidak mengandung senyawa-senyawa yang diuji,
antara lain kerdenolida, saponin, rutin, quasetin, antrakinon, tanin. Hasil yang tidak
diperoleh tidak sesuai dengan teori.
G. Kesimpulan
ᴥ Tanaman kakao (Theobroma cacao) mengandung kromoform, polifenol, dan alkaloid.
ᴥ Nilai RF sampel dengan pembanding tidak memiliki nilai yang sama sehingga dapat
disimpulkan bahwa tanaman tersebut tidak mengandung senyawa-senyawa yang diuji,
antara lain kerdenolida, saponin, rutin, quasetin, antrakinon, tanin.
H. Daftar Pustaka
Agoes,G., 2007, Teknologi Bahan Alam, ITB Press, Bandung, pp. 38-39.
Gandjar, I.G., 2009, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, pp. 353,
355-359.
Harbone, 1987, Metode Fitokimia, ITB Press, Bandung, pp. 256.
Mursyidi, A., 1990, Analisis Metabolit Sekunder, Edisi I, UGM Press, Yogyakarta, pp.
23.
Pangkalan Ide, 2008, Dark Chocolate Healing : Mengungkapkan Khasiat Coklat
Terhadap Sirkulasi Darah dan Imunitas Tubuh, Elex Media Komputindo
Kelompok Gramedia, Jakarta, pp. 10.
Robinson, 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, ITB Press, Bandung, pp.
165,169.
Siregar, dkk.,2010, Budi Daya Coklat,Penebar Swadaya, Jakarta, pp. 25.
Trevor, R., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, ITB Press, Bandung, pp. 20-
22.
Yogyakarta, 16 Oktober 2012
Praktikan
Handika Immanuel (118114083) Irvan S. G. Balrianan (118114084)
Briand G. Hukom (118114085) Chatarina Danik Wijayanti (118114086)
Anisetus Ratnasari Jebarus (118114087)