Download - LAPORAN REFERAT
LAPORAN REFERAT
BLOK MENTAL HEALTH
“GANGGUAN WAHAM”
Tutor : dr. Arini Nur Famila
Kelompok 1
Anggota Kelompok :
Naelin Nikmah G1A010001
Tesa Agrawita G1A010002
Deo Rizki Winanda G1A010015
Dandy Dharma S G1A010016
Fiya Yanti Fahma G1A010032
Rinda Puspita A G1A010033
I Ngurah Ardi W G1A010046
Nikko Aulia R G1A010047
Rhininta A G1A010053
Novita Lusiana G1A010081
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan jiwa adalah suatu sindroma atau pola psikologis atau perilaku yang
penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya
distress (misalnya, gejala nyeri) atau disabilitas (yaitu kerusakan pada satu atau
lebih area fungsi yang penting) atau disertai peningkatan risiko kematian yang
menyakitkan, nyeri, disabilitas, atau sangat kehilangan kebebasan (American
Psychiatric Association,1994).
Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak sanggup menilai dengan baik
kenyataan, tidak dapat lagi menguasai dirinya untuk mencegah mengganggu
orang lain atau merusak/menyakiti dirinya sendiri (Baihaqi, 2005).
Kecendrungan gangguan jiwa akan semakin meningkat seiring dengan terus
berubahnya situasi ekonomi dan politik kearah tidak menentu, prevalensinya
bukan saja pada kalangan menengah kebawah sebagai dampak langsung dari
kesulitan ekonomi, tetapi juga kalangan menengah keatas sebagai dampak
langsung atau tidak langsung ketidakmampuan individu dalam penyesuaian diri
terhadap perubahan sosial yang terus berubah (Rasmun, 2004).
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), jumlah penderita gangguan jiwa di
dunia pada 2001 adalah 450 juta jiwa. Dengan mengacu data tersebut, kini jumlah
itu diperkirakan sudah meningkat. Diperkirakan dari sekitar 220 juta penduduk
Indonesia, ada sekitar 50 juta atau 22 persennya, mengidap gangguan kejiwaan.
Sementara untuk prevalensi gangguan waham di Amerika Serikat diperkirakan
0,025 sampai 0,03 %. Gangguan waham lebih jarang dari pada skizofrenia dan
gangguan afektif. Usia onset kira-kira 40 tahun, rentang usia untuk onset dari 18
tahun sampai 90 tahunan, terdapat lebih banyak pada wanita (Hawari, 2009).
Gejala gangguan jiwa dapat berupa gangguan fungsi kognitif, afekstif dan
psikomotor. Gangguan fungsi kognitif merupakan gangguan proses berpikir yang
meliputi bentuk pikir, isi pikir dan progresi pikir. Gangguan fungsi afektif adalah
gangguan saat mengekspresikan suasana hati. Sedangkan gangguan psikomotor
yakni gangguan fisik tertentu yang berakar dari tegangan emosi (Rini, 2013).
Waham menurut Judith Haber adalah gangguan kognisi pada isi pikir yang
merupakan suatu sistem kepercayaan yang tidak dapat divalidasi atau
dipertemukan dengan informasi yang nyata atau realitas. Jenis-jenis waham
menurut Keliat 2009 ada 5 yaitu waham kebesaran, waham curiga, waham agama,
waham dan waham nihilistik. Waham adalah keyakinan seseorang yang
berdasarkan penilaian realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan
tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien (Aziz, 2003).
Penyebab secara umum dari waham adalah gannguan konsep diri : harga diri
rendah. Harga diri rendah. Waham dipengaruhi oleh factor pertumbuhan dan
perkembangan seperti adanya penolakan, kekerasan, tidak ada kasih sayang,
pertengkaran orang tua dan aniaya. Waham dapat dicetuskan oleh tekanan, isolasi,
pengangguran yang disertai perasaan tidak berguna, putus asa, tidak berdaya (Tim
Direktorat Keswa, 2000).
Manifestasi klinik waham yaitu pada umumnya berupa klien mengungkapkan
sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya)
berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan, klien tampak tidak
mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri, orang lain,
lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilai
lingkungan / realitas, ekspresi wajah tegang, mudah tersinggung (Keliat, 1999).
Kemampuan menilai realita berkaitan dengan kemampuan untuk menerima
realitas, banyak sekali masalah-masalah kehidupan yang muncul. Perbedaan
(discrepancy) antara impuls-impuls, harapan-harapan dan ambisi seseorang bias
dilihat di pihak lain, kesempatan dan kemampuan yang bersifat aktual di pihak
lainnya. Maksud dari pernyataan ini adalah bahwa pada dasarnya kita dapat
menghadapi dua pihak yang bertentangan antara keinginan dan kenyataan
(Wiramihardja, 2007).
Psikoterapi biasanya merupakan cara yang paling efektif dalam menangani
seseorang yang menderita gangguan waham. Faktor utama yang penting dalam
terapi ini adalah kualitas hubungan antara pasien dan terapis. Kepercayaan adalah
kunci utamanya, terapis harus menunjukkan dukungan dalam situasi apapun. Jika
klien merasa terapisnya menganggap dirinya "gila", terapi mungkin akan gagal
seketika. Pada permulaan terapi, penting untuk tidak langsung menanyakan sisi
delusional dan keyakinan mereka, lebih baik konsentrasi dulu pada masalah-
masalah yang nyata dan konkrit serta apa tujuan hidup mereka (Nisa, 2012).
Hanya ketika klien mulai merasa aman dalam dunia sosial dan okupasionalnya,
barulah tugas produktif dalam terapi dapat dituntaskan. Yang diperlukan adalah
tantangan secara lembut namun gradual (bertahap) terhadap kepercayaan
delusional klien, dimulai dari hal yang terkecil dan paling tidak penting. Biasanya,
pemberlakuan tantangan-tantangan seperti ini selama terapi dapat memberi klinisi
pemahaman lebih, sudah sejauh mana individu melangkah. Jika pasien menolak
untuk melepas keyakinan delusionalnya bahkan yang terkecil, maka terapi akan
berlangsung dalam jangka waktu yang sangat panjang. Bahkan walau klien
memiliki tekad, terapi biasanya tetap akan memakan waktu yang tidak sedikit,
mulai dari 6 bulan hingga 1 tahun (Nisa, 2012).
Menyarankan penggunaan obat kepada penderita gangguan, walau mungkin
ditujukan untuk membantu meringankan delusi sementara waktu, biasanya sulit
dilakukan. Klien bisa saja curiga terhadap para ahli yang menyarankannya minum
obat, karena itu pendekatan penanganan ini (dan apakah perawatan terhadap
pasien sukses) masih problematic (Nisa, 2012).
Obat anti-psikotik merupakan obat yang sering dianjurkan, tapi sebenarnya ia
tidak sepenuhnya efektif. Hanya sedikit studi yang telah mengkonfirmasi
penggunaan obat tertentu pada gangguan ini (Nisa, 2012).
Hospitalisasi (rawat inap) sebaiknya dihindari karena hanya akan memperkuat
skema kognitif individu yang sudah terganggu. Hospitalisasi partial dan/atau
program perawatan harian merupakan pilihan yang lebih tepat untuk mengurus
individu di bawah pengawasan ketat setiap hari (Nisa, 2012).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Waham adalah keyakinan pasien yang tidak sesuai dengan kenyataan yang
tetap dipertahankan dan tidak dapat dirubah secara logis oleh orang lain.
Keyakinan ini berasal dari pemikiran pasien yang sudah kehilangan kontrol
(Maramis, 2005).
Waham (delusi) adalah keyakinan individu yang tidak dapat divalidasi atau
dibuktikan dengan realitas. Keyakinan individu tersebut tidak sesuai dengan
tingkat intelektual dan latar belakang budayanya dan tidak dapat digoyahkan
atau diubah dengan alasan yang logis serta keyakinan tersebut diucapkan
berulang –ulang (Maslim, 2002).
B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang mungkin mengakibatkan timbulnya waham
adalah (Maramis, 2005):
a. Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak/sistem saraf yang
menimbulkan:
1) Hambatan perkembangan otak khususnya korteks frontal, temporal
dan limbik.
2) Pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal, perinatal,
neonatus, dan kanak-kanak.
b. Psikososial
Keluarga, pengasuh, dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon psikologis dari klien. Sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi seperti penolakan dan kekerasan.
c. Sosial Budaya
Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi timbulnya waham
seperti kemiskinan. Konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan,
kerawanan) serta kehidupan yang terisolasi dan stress yang menumpuk.
2. Faktor Prespitasi
Faktor prespitasi yang biasanya menimbulkan waham merupakan
karakteristik umum latar belakang termasuk riwayat penganiayaan
fisik/emosional, perlakuan kekerasan dari orang tua, tuntutan pendidikan
yang perfeksionis, tekanan, isolasi, permusuhan, perasaan tidak berguna
ataupun tidak berdaya (Maramis, 2005).
C. Klasifikasi Gangguan Waham
1. Waham menurut konsep dasarnya
a. Waham sistematis
Keyakinan yang palsu yang digabungkan oleh suatu tema atau
peristiwa tunggal, melibatkan situasi yang menurut pikiran dapat terjadi
dikehidupan nyata.
b. Waham yang kacau (Bizzare Delision)
Keyakinan palsu yang aneh, mustahil, dan sama sekali tidak masuk
akal, tidak berasal dari pengalaman hidup pada umumnya.
2. Menurut onsetnya
a. Waham primer (Autochthonous)
Merupakan salah satu waham yang muncul secara tiba-tiba dan
dengan keyakinan penuh namun tanpa peranan perilaku kejiwaan kearah
itu. Contohnya , jika seorang pasien mungkin secara tiba – tiba dan
penuh keyakinan bahwa dia sedang mengalami perubahan kelamin, tanpa
pernah memikirkan hal itu sebelumnya dan tanpa ada ide atau kejadian
sebelumnya yang dapat dimengerti atas kesimpulan tersebut.
b. Waham sekunder
Keyakinan waham dapat dijelaskan atau dinilai sebagai perluasan dari
keyakinan kultur atau mood. Waham sekunder dapat dimengerti saat
diperoleh dari beberapa pengalaman yang tidak wajar sebelumnya.
3. Pengalaman waham lainnya
a. Mood waham
Suatu keadaan yang membingungkan dan anaeh yang sedang terjadi
melibatkan pasien tapi dengan cara yang tidak spesifik.
b. Persepsi waham
Mengacu pada pengalaman dari penafsiran sebuah persepsi yang
normal dengan pengertian waham, yang mana hal ini memiliki makna
pribadi yang begitu besar bagi pasien.
c. Memori waham
Ingatan dari suatu kejadian adalah waham yang nyata.
4. Waham berdasarkan temanya
a. Waham kejar
Sebuah waham dengan tema utama bahwa pasien diserang, diganggu,
ditipu, disiksa atau dilawan oleh sekelompok orang.
b. Waham referensi
Keyakinan bahwa objek, kejadian atau orang memiliki sebuah makna
pribadi bagi pasein. Umumnya dalam bentuk negatif diturunkan dari ide
referensi, dimana seseorang merasa bahwa ia sedang dibicarakan oleh
orang lain.
c. Waham kebesaran
Menunjukkan kepentingan, kemampuan, kekuatan, pengetahuan, atau
identitas yang berlebihan atau hubungan khusus dengan dewa atau orang
terkenal.
d. Waham rasa bersalah atau ketidakberhargaan
Ditemukan lebih sering pada penyakit depresi dan terkadang disebut
waham depresi.
e. Waham nihilistic
Merupakan keyakinan tentang ketidakadaan beberapa orang atau
sesuatu.
f. Waham somatic
Keyakinan palsu menyangkut fungsi tubuh pasien.
g. Waham agama
h. Waham cemburu
Keyakinan palsu yang didapatkan dari kecemburuan patologis
terhadap pasangannya.
i. Waham seksual atau cinta (erotomania)
Waham ini jarang terjadi, namun jika terjadi waham ini lebih sering
terjadi pada wanita. Waham mengenai hubungan seksual seringkali
sekunder pada halusinasi somatik yang dirasakan pada organ genitalia.
j. Waham pengendalian
Keyakinan bahwa tindakan, perasaan, dan kemauan adalah benar-
benar berasal dan dipengaruhi atau diatur oleh orang atau kekuatan dari
luar. Ada beberapa jenis waham pengendalian, yaitu :
1) Penarikan pikiran (thought withdrawal)
Keyakinan bahwa pikirannya telah ditarik keluar.
2) Penanaman pikiran (thought insertion)
Keyakinan bahwa bebrapa pikirannya adalah bukan miliknya dan
telah ditanamkan kedalam pikirannya oleh kekuatan dari luar.
3) Penyiaran pikiran (thought broadcasting)
Keyakinan bahwa pikirannya telah diketahui oleh orang lain ,
seolah-olah setiap orang bisa membaca pikirannya.
4) Pengendalian pikiran (thought control)
Keyakinan bahwa pikiran pasien dikendalikan oleh orang atau
tenaga lain.
D. Pedoman Diagnostik Gangguan Waham (F22.0)
1. Waham-waham merupakan satu-satunya ciri khas klinis atau gejala yang
paling mencolok. Waham-waham tersebut (baik tunggal maupun sebagai
suatu system waham) harus sudah ada sedikitnya 3 bulan lamanya, dan
harus bersifat khas pribadi (personal) dan bukan budaya setempat
2. Gejala-gejala depresif atau bahkan suatu episode depresif yang lengkap
mungkin terjadi secara intermitten, dengan syarat bahwa waham-waham
tersebut menetap pada saat-saat tidak terdapat gangguan afektif itu
3. Tidak boleh ada bukti-bukti tentang adanya penyakit otak
4. Tidak boleh ada halusinasi auditorik atau hanya kadang-kadang saja ada dan
bersifat sementara
5. Tidak ada riwayat gejala-gejala skizofrenia (waham dikendalikan, siaran
pikiran, penumpulan afek, dsb)
Menurut Diagnostic Manual of Mental Disorders, Fourth Edition , Text
Revision (DSM-IV) criteria diagnostic untuk gangguan delusional adalah
(Maramis, 2005):
1. Waham yang tidak aneh (yaitu melibatkan situasi yang terjadi dalam
kehidupan nyata, seperti sedang diikuti, diracuni, ditulari infeksi, dicintai
jarak jauh, atau dikhianati oleh pasangan atau kekasih atau menderita
sesuatu penyakit) selama sekurangnya satu bulan.
2. Kriteria A untuk skizofrenia tidak pernah dipenuhi. Catatan: halusinasi taktil
dan cium mungkin ditemukan pada gangguan delusional jika berhubungan
dengan tema waham.
3. Terlepas dari pengaruh waham atau percabangannya, fungsi tidak terganggu
dengan jelas dan kacau.
4. Jika episode mood telah terjadi secara bersama-sama dengan waham, lama
totalnya adalah relative singkat disbanding periode waham
5. Gangguan adalah bukan Karena efek fisiologis langsung suatu zat (misalnya
obat yang disalhgunakan, suatu medikasi atau sudatu kondisi medis umum).
Waham dapat berbentuk (Maramis, 2005):
1. Waham yang kacau (bizzare) : keyakinan palsu yang aneh,mustahil dan
tidak masuk akal. Misalnya,orang dari angkasa luar telah menanamkan
elektroda pada otak pasien
2. Waham tersistematisasi : keyakinan palsu yang digabungkan oleh suatu
tema/peristiwa tunggal. Misalnya,pasien dimata matai oleh agen
rahasia,mafia atau bos.
3. Waham yang sejalan dengan mood : waham yang isinya sesuai dengan
mood. Misalnya,seorang pasien depresi percaya bahwa ia
bertanggungjawab untuk penghancuran dunia
4. Waham yang tidak sejalan dengan mood : waham dengan isi yang tidak
mempunyai hubungan dengan mood atau merupakan mood netral.
Misalnya,pasien depresi mempunyai waham control/siar pikiran
5. Waham nihilistik : persaan palsu bahwa dirinya,orang lain
dan dunia adalah tidak ada dan berakhir.
6. Waham kemiskinan : keyakinan palsu bahwa pasien kehilangan atau akan
terampas semua harta miliknya
7. Waham somatik : keyakinan palsu menyangkut fungsi tubuh pasien.
Misalnya,keyakinan bahwa otak pasien berakar atau mencair
8. Waham paranoid : termasuk waham persekutorik dan waham
referensi,kontrol dan kebesaran (dibedakan dari ide paranoid kecurigaan
lebih kecil dari bagian waham)
9. Waham persekutorik : keyakinan palsu bahwa paseien sedang
diganggu,ditipu dan disiksa. Sering ditemukan pada pasien yang senag
menuntut yang mempunyai kecendurungan patologis untuk mengambil
tindaka hukum karena panganiyaan yang dibayangkan
10. Waham kebesaran : gambaran kepentingan,kekuatan,atau identitas
sesorang yang berlebihan
11. Waham referensi : keyakinan palsu bahwa perilaku orang lain ditujukan
kepada dirinya,bahwa peristiwa,benda benda,atau orang lain mempunyai
kepentingan tertentu dan tidak biasanya. Umumnya dalam bentuk
negatif,diturunkan dari ide referensi ( dimana seseorang secara salah
merasa bahwa ia sedang dibicarakn oleh orang lain,misalnya percaya
bahwa ditelevisi atau diradio berbicara pada dirinya atau membicarakan
dirinya)
12. Waham menyalahkan diri : keyakinan palsu tentang penyesalan yang
dalam dan salah.
13. Waham pengendalian : perasaan palsu bahwa kemauan,pikiran atau
perasaan pasien dikendalikan tenaga dari luar.
14. Penarikan pikiran (thought withdrawal) : waham bahwa pikiran pasien
dihilangkan dari ingatannya oleh orang lain/tenaga lain
15. Penanaman pikiran (thought insertion) : waham bahwa pikiran ditanam
dalam pikiran pasien oleh orang/tenaga lain
16. Siaran pikiran (thought broadcasting) : waham bahwa pikiran pasien dapat
didengar oleh orang lain,seperti pikiran mereka sedang tersiar keluar.
17. Pengendalian pikiran (thought control) : waham pbahwa pikiran pasien
dikendalikan oleh orang/tenaga lain.
18. Waham ketidaksetiaan (waham cemburu) : keyakinan palsu yang
didapatkan dari kecemburuan patologis bahwa kekasih paien adalah tidak
jujur
19. Erotomania : keyakinan palsu,lebih sering pada wanita dibndingkan laki
laki,bahwa seseorang sangat mencintainya.
20. Pseudologica phantastica : suatu jenis kebohongan diman sesorang tampak
percaya terhadap kenyataan fantasinya dan bertindak atas
kenyataan,disertai dengan sindrom munchausen,berpura pura sakit
berulang
Gangguan afektif dibedakan dengan gangguan waham. Gangguan mood
bisa sejalan dengan wahamnya, tapi gangguan waham tidak menunjukkan
gejala afektif yang menetap seperti pada gangguan mood (Maramis, 2005).
Gambaran Klinis (Maramis, 2005).
Statusmental
1. Deskripsi umum
Orang dengan gangguan waham biasanya berdandan dengan baik dan
berpakaian baik, tanpa adanya bukti adanya disintegrasi nyata pada
kepribadian atau aktivitas harian .Tetapi mungkin saja terlihat eksentrik,
aneh, pencuriga, atau bermusuhan
2. Mood, perasaan dan afek
Mood penderita gangguan waham konsisten dengan isi wahamnya.
Seorang poenderita dengan waham kebesaran adalah euphoria, seoraang
penderita dengan waham kejar adalah pencuriga
3. Gangguan persepsi dengan gangguan waham tidak memiliki halusinasi yang
menonjol atau menentap. Menurut DSM-IV waham raba tau cium mungkin
ditemukan jika hal tersebut adalah konsisten dengan waham, sebagai
contohnya wahan aromatik tentang bau badan
4. Pikiran
Gangguan pikiran pada waham merupakan gejala utama dari gangguan
waham biasanya sistematis dan karakteriatiknya adalah dimungkinkan.
Sensorium dan kognisi
5. Orientasi
Penderita dengan gangguan waham tidak memiliki kelainan dalam
orientasi kecuali pada mereka yang memiliki waham spesifik tentang orang,
tempat dan waktu
6. Daya ingat
Daya ingat dan kondisi kognitif lainnya adalah intak pada pasien dengan
gangguan waham
7. Kejujuran
Penderita dengna gangguan waham biasanya dapat dipercaya
informasinya,kecuali jika hal tersebut membahayakan wahamnya,
E. Differensial Diagnosis (Maramis, 2005)
1. Penyakit fisik dan neurologic sering disertai dengan waham (ganglia basalis,
system limbic)
2. Delirium
3. Demensia
4. Penyalahgunaan alcohol
5. Malingering
6. Skizofrenia
7. Gangguan obsesif kompulsif, gangguan somatoform, dan gangguan
kepribadian paranoid
F. Terapi Lama
Penatalaksanaan pada gangguan waham ( delusional ) harus dilakukan
dengan bantuan keluarga pasien, karena penderita gangguan waham merasa
bahwa dirinya tidak sakit dan akan menolak jika diajak ke psikiater. Terapi
yang dilakukan pada penderita gangguan waham antara lain adalah psikoterapi
yang rutin dilakukan serta terapi farmakologi.
1. Psikoterapi
Psikoterapi pada pasien waham dilakukan untuk memperbaiki hubungan
sosial penderita. Oleh karena itu, pada psikoterapi dapat diberikan terapi
perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga, terapi supportif. Dalam
pelaksanaan psikoterapi, terjalinnya hubungan baik dan kepercayaan antara
pasien dan psikiater sangat penting. Hal yang harus diperhatikan dalam
penatalaksaan waham adalah menhindari membicarakan waham pasien, dan
tidak boleh meremehkan atau mendukung waham tersebut.
2. Farmakologi
Antipsikotik ( Haloperidol )
Dosis
a. Dewasa
Gejala sedang : 0,5-2mg, 2 atau 3 kali sehari
Gejala berat : 3-5mg, 2 atau 3 kali sehari
b. Anak-anak
Haloperidol tidak boleh diberikan pada anak-anak usia kurang dari 3
tahun. Pada anak-anak dengan usia 3-12 tahun (berat badan 15-40kg).
obat mulai diberikan dengan dosis terkecil (0,5mg sehari). Dosis dapat
ditingkatkan sebesar 5-7 hari sampai tercapai efek terapi yang
diinginkan. Dosis total dapat dibagi yaitu 2 atau 3 kali sehari.
3. Indikasi rawat nginap
a. Mendeteksi penyebab nonpsikiatrik
b. Mengamati kemampuan mengendalikan impuls kekerasan
c. Menstabilkan hubungan sosial/ kerja
G. Terapi Baru
Terapi batu yang diterapkan pada pasien waham tidak jauh berbeda, yaitu
membutuhkan bantuan keluarga pasien dan dilakukan terapi Psikoterapi serta
farmakologi yang rutin.
1. Psikoterapi
Cara pengobatan terhadap masalah emosional seseorang pasien yang
dilakukan oleh seorang yang terlatih dalam hubungan profesional secara
sukarela, dengan maksud hendak menghilangkan/mengkoreksi perilaku
yang terganggu dan mengembangkan pertumbuhan kepribadian yang
positif (Maramis, 2009).
Psikoterapi suportif
a. Menguatkan daya tahan mental yang ada
b. Mengembangkan mekanisme yang baru dan lebih baik untuk
mempertahankan kontrol diri.
c. Mengembalikan keseimbangan adaptatif.
Psokoterapi reedukatif
Untuk mencapai pengertian tentang konflik-konflik yang letaknya
lebih banyak di alam sadar, dengan usaha berencana untuk
menyesuaikan diri kembali, memodifikasi tujuan dan membangkitkan
serta mempergunakan potensi kreatif yang ada.
Psikoterapi rekonstruktif
Usaha untuk mendapatkan perubahan yang luas daripada struktur
kepribadian, perluasan struktur kepribadian dan tumbuh kembang
kepribadian dengan potensi penyesuaian diri yang baru (Maramis,
2009).
2. Farmakologi
Sediaan obat anti-psikosis yang sering dipergunakan sampai saat ini
sebagai dosis anjuran adalah:
a. Chlorpromazin 150-600mg/hari
b. Haloperidol 5-15mg/hari ; 50mg/2-4 minggu
c. Trifloperasin 10-15mg/hari
d. Flupenasin 10-15mg/hari
e. Flupenasin decanoat 25mg/2-4minggu
f. Tioridasin 150-600mg/hari
g. Rispiridon 2-6mg/hari
h. Clozapin 25-50mg/hari
efek samping obat antipsikotik:
a. Sedasi dan inhibisi psikomotor
b. Gangguan otonom
c. Gangguan ekstrapiramidal
d. gangguan endokrin
e. efek samping irreversible:tardiv diskinesia (pada usia lanjut).
Cara pemberian obat:
Dengan memilih obat anti-psikotik, pertimbangkan gejala psikotik
yang dominan dan efek samping obat.Pemberian obat dari awal sesuai
dosis anjuran , dinaikkan dosisnya setiap 2-3hari sampai mencapai
dosis efektif(mulai timbul peredaan gejala) Evaluasi dilakukan setiap 2
minggu dan bila perlu dosis dinaikkan sampai mencapai dosis optimal.
dosis ini dipertahankan 8-12 minggu, kemudian diturunkan setiap 2
minggu sampai dosis pemeliharaan yang dipertahankan 6bulan -
2tahun. Kontraindikasi obat-obat anti-psikotik adalah penyakit hati,
penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung febris tinggi,
ketergantungan alkohol, penyakit SSP, dan gangguan kesadaran
(Maramis, 2009).
3. Indikasi
a. Mendeteksi penyebab nonpsikiatrik
b. Mengamati kemampuan mengendalikan impuls kekerasan
c. Menstabilkan hubungan sosial/ kerja (Maramis, 2009).
H. Prognosis
Apabila waham menetap lebih dari 3 bulan, akan menjadi : Gangguan waham
menetap (Stuart, 2008).
Perjalanan penyakit gangguan waham menetap
1. Kurang dari 25 % menjadi skizofrenia
2. Kurang dari 10 % menjadi gangguan efektif
3. 50% sembuh untuk waktu yang lama
4. 20% hanya penurunan gejala
5. 30% tidak mengalami perubahan gejala
6. Prognosis ke arah baik :
a. Riwayat pekerjaan dan hubungan sosial yang baik
b. Kemampuan penyesuaian yang tinggi
c. Wanita
d. Onset sebelum 30 tahun
e. Onset
f. Onset tiba – tiba
g. Lamanya
h. Adanya faktor pencetus
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan1. Gangguan jiwa adalah suatu sindroma atau pola psikologis atau perilaku
yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distress (misalnya, gejala nyeri) atau disabilitas (yaitu kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang penting) atau disertai peningkatan risiko kematian yang menyakitkan, nyeri, disabilitas, atau sangat kehilangan kebebasan
2. Waham adalah keyakinan pasien yang tidak sesuai dengan kenyataan yang tetap dipertahankan dan tidak dapat dirubah secara logis oleh orang lain.
3. Penyebab secara umum dari waham adalah gannguan konsep diri : harga diri rendah. Harga diri rendah
4. Waham dipengaruhi oleh factor pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya penolakan, kekerasan, tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang tua dan aniaya. Waham dapat dicetuskan oleh tekanan, isolasi, pengangguran yang disertai perasaan tidak berguna, putus asa, tidak berdaya.
5. Jenis-jenis waham menurut Keliat 2009 ada 5 yaitu waham kebesaran, waham curiga, waham agama, waham dan waham nihilistik. Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien
6. Manifestasi klinik waham yaitu pada umumnya berupa klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya)
7. Psikoterapi biasanya merupakan cara yang paling efektif dalam menangani seseorang yang menderita gangguan waham
8. Menyarankan penggunaan obat kepada penderita gangguan, walau,mungkin ditujukan untuk membantu meringankan delusi sementara waktu, biasanya sulit dilakukan.
9. Obat anti-psikotik merupakan obat yang sering dianjurkan, tapi ebenarnya ia tidak sepenuhnya efektif.
10. Hospitalisasi (rawat inap) sebaiknya dihindari karena hanya akan memperkuat skema kognitif individu yang sudah terganggu
11. Apabila waham menetap lebih dari 3 bulan, akan menjadi : Gangguan waham menetap
B. Saran1) Bahwa waham adalah kondisi dimana pasien mengalami gangguan jiwa,
dalam hal ini kita sebagai perawat seharusnya selalu mengedepankan komunuikasi secara terapeutik agar pasien wahan bisa tenang dan nyaman apabila bersama kita.
2) Selain itu, pasien dengan gangguan waham sudah selayaknya mendapatkan perhatian agar proses yang terjadi dalam dirinya agar secepatnya bisa pulih kembali seperti manusia normal yang lain, oleh karena itu, kita sebagai dokter sudah selayaknya bias memberikan pelayanan yang maksimal kepada mereka yang mengalami gangguan tersebut.
3) Rajin minum obat sesuai petunjuk dokter dan mendapat dukungan psikososial dari keluarga, saudara serta teman dekat. Perkara obat itu kita serahkan kepada dokter. Tugas kita sebagai orang tua, saudara, teman adalah mempelajari dan memberikan dukungan psikososial. Untungnya, sekarang ada terapi psikososial yang dikenal sebagai terapi kognisi perilaku yang bisa dipelajari dan diterapkan oleh orang awam.
4) Depresi menyebabkan seseorang kehilangan tenaga, harapan dan semangat, sehingga penderita depresi biasanya mengalami kesulitan untuk melakukan hal hal yang akan dapat mengurangi depresinya atau membuatnya merasa lebih baik. Penderita depresi akan bisa jadi lebih baik bila yang bersangkutan mau melakukan kegiatan kegiatan seperti: jalan jalan di taman, ngobrol dengan saudara atau teman, melakukan kegiatan yang menjadi hobinya, dan lainnya. Sayangnya, penderita depresi biasanya merasa sangat letih, tidak bertenaga, malas atau tidak ada dorongan. Inginnya hanya tinggal di kamar. Keadaan ini yang membuat penderita depresi sulit sembuhnya.
Meskipun bukan sesuatu yang gampang, mengatasi depresi juga bukan sesuatu yang tidak mungkin. Kunci dalam mengatasi depresi adalah dengan melakukan sesuatu yang kecil dan mudah yang kemudian dikembangkan dan ditingkatkan lebih lanjut. Mengatasi depresi memang memerlukan waktu. Dengan membuat keputusan yang tepat setiap hari, depresi akan bisa diatasi.
Saran pertama untuk mengatasi depresi adalah dengan mencari bantuan atau dukungan.
Depresi sering sulit diatasi sendiri oleh yang bersangkutan. Penderita depresi biasanya memerlukan bantuan dan dukungan orang lain untuk menghilangkan depresinya tersebut. Adanya dukungan dan bantuan orang orang dekatnya merupakan salah satu kunci dalam pemulihan penderita depresi. Bahkan, perasaan terisolasi dan kesepian akan bisa memperburuk depresi tersebut.
Hanya sayangnya, biasanya penderita depresi tidak bisa melakukan hal tersebut (mencari bantuan atau dukungan). Penyakit depresinya menyebabkan si penderita malas, malu, atau tidak punya tenaga untuk melakukan hal hal tersebut. Oleh karena itu, penderita depresi perlu menyadari bahwa penyakit depresi menyebabkan dirinya malas, letih, dll dan dirinya perlu memaksakan diri untuk bergerak mencari dukungan atau bantuan.
Langkah langkah yang perlu dilakukan adalah:
Bicara dengan saudara atau teman dekat yang bisa dipercaya. Cobalah lakukan curhat, ceritakanlah perasaan dan permasalahan anda. hal ini akan dapat meringankan depresi anda.
Tetap lakukan kegiatan sosial, meskipun rasanya sangat malas atau tidak ingin. Biasanya penderita depresi inginnya mengurung diri dikamar. Padahal, mengurung diri dikamar dapat membuat depresi menjadi buruk. Cobalah upayakan untuk melakukan kegiatan sosial (ngobrol, ketemu teman, telpon, dll) meskipun anda malas melakukannya.
Ketemu dengan depression support group (kelompok sesama penderita depresi yang saling mendukung dan bertukar pengalaman dalam mengatasi depresi).
6) Penderita depresi sering mempunyai pola pikir yang berbeda dengan kebanyakan orang lainnya. Pola pikir yang tidak sehat tersebut menyebabkan mereka terjatuh kedalam depresi. Penderita depresi cenderung memandang dirinya rendah atau tidak berharga, selalu gagal dan hal hal jelek atau lemah lainnya.
Sebagai ilustrasi dari pola pikir yang tidak sehat tersebut adalah sebagai berikut: Tadi pagi Sri tidak disapa kakaknya. Sri kemudian merasa sedih karena kini kakaknya sudah tidak meyayanginya lagi, tidak mau mengacuhkannya lagi. Sri merasa bahwa kini sudah tidak ada lagi orang yang peduli dengannya.
Ada beberapa pola pikir tidak sehat yang sering dijumpai pada penderita depresi:
Berpikir hitam putih (all or nothing). Pola pikir yang mengejar kesempurnaan atau tidak sama sekali. Misalnya: Tidak mau ikut perlombaan lagi karena hanya mendapat juara ketiga, merasa sangat bersalah karena melakukan dosa kecil.
Overgeneralization (bahasa jawa-gebyah uyah). Mengambil kesimpulan berdasar satu peristiwa negatif. Misalnya: ketika ulangan matematika minggu lalu mendapat nilai jelek, maka Santi berkesimpulan bahwa dirinya memang tidak berbakat matematika. Farida berkesimpulan bahwa
teman temannya sudah tidak suka lagi kepadanya karena kemarin ketika ketemu di pasar, teman sekelasnya tidak menegurnya.
Mental filter (saringan mental). Penderita depresi sering tidak mau menerima (dengan menyaring) bukti atau informasi yang positive dan hanya mau menerima informasi yang negatif saja. Misalnya: meskipun beberapa kali bisa mendapat nilai baik dalam ulangan matematika, ketika sekali jatuh dalam ulangan, maka Sri berpendapat bahwa dirinya memang tidak mampu mengikuti pelajaran matematika.
Diminishing the positive (mengurangi atau mengecilkan sesuatu yang positif). Misalnya: Ketika bermain badminton dan bisa mengalahkan lawannya, Ida berpendapat bahwa lawan mainnya hanya mengalah untuk menyenangkan dirinya.
Jumping to conclusions (loncat ke kesimpulan). Pola pikir dimana seseorang telah mengambil kesimpulan tanpa melihat kepada bukti atau kejadian yang mendukung kesimpulannya tersebut. Disini ada dua jenis, yaitu seolah bisa membaca pikiran orang. Misalnya: Ketika bertemu dengan seseorang, Susan kemudian berpendapat bahwa orang tersebut pasti menilainya sebagai seorang yang gagal. Jenis yang kedua adalah seolah bisa meramalkan bahwa sesuatu yang jelek pasti akan terjadi. Misalnya: siang ini aku akan tertabrak mobil, aku pasti tidak lulus wawancara/ ujian yang akan dilakukan minggu depan.
Emotional reasoning. Berpikir bahwa perasaan yang dialaminya merupakan suatu kenyataan. Misalnya: Ika merasa sedih dan dia berpendapat bahwa dirinya adalah seorang anak yang gagal.
Men-Cap (labelling). Mencap dirinya sebagai orang yang gagal, orang yang bodoh, orang yang tidak bisa apa apa.
Should or should not. Berpikir secara ketat menerapkan harus dan tidak boleh. Misalnya: meskipun sedang sakit Ida tetap harus puasa Senin-Kamis, meskipun dalam perjalanan tetap harus sholat tepat waktu di masjid dan berjamaah.
Berikut ini beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengubah pola pikir kurang sehat tersebut:
Kurangi dalam mencap dirinya dengan hal hal yang negatif. Sedikit demi sedikit kurangi sikap yang mencap dirinya sebagai orang yang gagal, orang yang tidak berguna, dan hal hal negatif lainnya.
Terima bahwa tidak ada orang yang sempurna. Jangan menetapkan standar terlalu tinggi bagi diri sendiri. Misalnya: jangan bersedih atau terlalu menyalahkan diri sendiri bila kemarin ulangan ilmu alam hanya mendapat nilai 6.
Bergaulah denga orang orang yang optimis dan selalu berpikir positif. Pola pikir positif bisa menular. Dengan banyak bergaul dengan orang orang yang optimis, pola pikir yang selalu menyalahkan diri sendiri atau memandang diri jelek/ lemah akan bisa berkurang.
Buat catatan harian. Buatlah catatan setiap kali timbul perasaan sedih, malas atau letih. Catat bagaimana perasaan yang ada, apa pemicunya dan apa perilaku anda (misalnya: tidak ingin bangun dari tempat tidur, tidak mau makan). Buka dan baca catatan tersebut ketika tidak sedang depresi. Upayakan untuk bisa mencari alternatif lain. Misalnya: ketika sedih terus tidak mau sekolah karena kemarin diejek teman, maka buat alternatif dengan pikiran lain. ”Kemarin Ina hanya bergurau, dia tidak benar benar memandang aku sebagai orang bodoh. Memang aku kemarin hanya mendapat nilai 5, namun aku biasanya selalu mendapat nilai 8″.
7) Untuk mengatasi depresi, salah satu hal yang perlu dilakukan adalah merawat diri sendiri dan mengikuti pola hidup yang sehat. Berikut ini beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mengatasi depresi:
Tidur awal dan cukup. Begadang atau tidur terlalu malam kurang baik bagi kesehatan (fisik dan jiwa). Upayakan untuk selalu tidur awal dan dalam jumlah yang cukup.
Keluar rumah, setidaknya sekali sehari selama minimal 15 menit. Mengurung diri di kamar bisa memperberat depresi. Cobalah dengan upaya yang keras untuk keluar rumah dan nikmati suasana di luar rumah setidaknya selama 15 menit. Suasana segar di luar rumah akan dapat mengurangi perasaan murung.
Kendalikan stress. Masalah selalu ada, tapi cara yang salah dalam memandang masalah akan dapat menimbulkan stress. Cobalah kendalikan stress dengan mengurangi beban kerja yang berlebihan, belajar teknik pemecahan masalah, mengelola waktu dan pekerjaan secara lebih baik.
Latihan relaksasi. Kendalikan stress dengan berlatih relaksasi, seperti latihan bernapas panjang, latihan melemaskan otot.
Memelihara hewan peliharaan. Memelihara dan merawat hewan piaraan seperti kucing, anjing, burung, atau hewan peliharaan lain akan dapat meningkatkan suasana hati.
Membantu orang lain. Membantu orang lain akan dapat membuat orang yang memberikan bantuan menjadi lebih bahagia, mengurangi depresi.
Kegiatan membantu orang lain tersebut bisa berupa pemberian sedekah, memberi makan, membantu membersihkan rumah, dll.
Cobalah buat daftar tentang kegiatan yang selama ini telah memberikan dampak positif (mengurangi suasana murung). Daftar tersebut bisa berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. Dengan membuat daftar tersebut, maka bila anda mulai merasa murung, segera lakukan kegiatan kegiatan sesuai daftar yang akan dapat mencegah dari berkembangnya depresi.
DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association. 1994. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM IV). Washington DC
Aziz R, dkk. 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino Gondoutomo.
Baihaqi, MIF. 2005. Psikiatri. Bandung: Refika Aditama
Camelia, Vita. No date. Available at URL : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3393/1/10E00570.pdf diakses tanggal 30 April 2013
Hawari, Dadang. 2009. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.
Keliat Budi A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC
Maramis, W. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
Maslim, Rusdi. 2002. Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta: FK Unika Atma Jaya
Nisa, Era Zana. 2012. Pengaruh Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Pasien Waham Terhadap Kemampuan Menilai Realita di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan. Sumatera Utara: Repository FK USU
Rasmun. 2004. Stres, Koping dan Adaptasi : Teori dan Pohon Masalah Keperawatan. Jakarta : EGC.
Rini, Tri. 2013. Simptomatologi Lecture Blok Mental Health Unsoed. Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman.
Stuart.GW . 2008. Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3. Jakarta : EGC
Tim Direktorat Keswa. 2000. Standart Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Bandung: RSJP