Download - Laporan Raker 130607
Laporan Hasil Rapat Laporan Hasil Rapat Laporan Hasil Rapat Laporan Hasil Rapat KerjaKerjaKerjaKerja
Kementerian Koordinator Bidang Kesra Kementerian Koordinator Bidang Kesra Kementerian Koordinator Bidang Kesra Kementerian Koordinator Bidang Kesra
dengandengandengandengan
Calon Anggota DJSNCalon Anggota DJSNCalon Anggota DJSNCalon Anggota DJSN
Pemberian Uang Pesangon dan Penghargaan Masa Kerja
Bukan Standard Baku Sistem Jaminan Sosial
Ruang Rapat Kementerian Koord. Bidang Kesra Rabu, 13 Juni 2007
Halaman 1 dari 26
Daftar IsiDaftar IsiDaftar IsiDaftar Isi
Uang Pesangon dan Penghargaan Masa KerjaUang Pesangon dan Penghargaan Masa KerjaUang Pesangon dan Penghargaan Masa KerjaUang Pesangon dan Penghargaan Masa Kerja
1. Hasil Rapat dan Rekomendasi
2. Daftar Kehadiran
3. Pokok-pokok Pikiran:
Pemberian Uang Pesangon dan Penghargaan Masa Kerja
Bukan Standard Baku Sistem Jaminan Sosial
Halaman 2 dari 26
Hasil Rapat danHasil Rapat danHasil Rapat danHasil Rapat dan Rekomendasi Rekomendasi Rekomendasi Rekomendasi
Uang Pesangon dan Penghargaan Masa KerjaUang Pesangon dan Penghargaan Masa KerjaUang Pesangon dan Penghargaan Masa KerjaUang Pesangon dan Penghargaan Masa Kerja
1. PENYELENGGARAAN
a. Hari/tanggal : Rabu, 13 Juni 2007
b. Jam : 10.00 – 13.30 WIB
c. Tempat : Ruang Rapat Kementerian Koordinator Bidang Kesra
d. Peserta : 17 orang, terdiri dari:
� 3 orang perwakilan Kedeputian Bidang Kesejahteraan dan perumahan rakyat
� 10 orang dari 15 orang calon anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional
� 1 orang fasilitator Rakerda SJSN (Departemen SosialO
� 3 orang perwakilan GTZ-SHI Indonesia.
e. Pimpinan : Dr. Adang Setiana (Calon Anggota DJSN)
f. Agenda rapat : � Persiapan International Executive Seminar
� Materi Rakerda SJSN
� Informasi RPP Jaminan Pemutusan Hubungan Kerja
2. RISALAH RAPAT
a. Umum
Rapat dibuka oleh Dr. Adang Setiana, Deputi Bidang Koordinator Perlindungan
Sosial dan Perumahan Rakyat Kementerian Koord. Bid. Kesra dengan
menginformasikan bahwa Menko Kesra diminta masukan untuk bahan pidato
Presiden yang akan disampaikan pada tanggal 16 Agustus 2007 di depan DPR RI.
Pada kesempatan tersebut diharapkan perkembangan implementasi SJSN dapat
dimasukan dalam pidato Presiden. Sedangkan Calon Anggota DJSN diharapkan
dapat menyampaikan bahan-bahan untuk pidato Presiden yang akan di himpun
paling lambat tanggal 1 Juli 2007.
Halaman 3 dari 26
b. Persiapan International Executive Seminar
Dari Perwakilan GTZ-SHI Indonesia menyatakan siap mendukung rencana
tersebut dengan usulan sebagai berikut:
1. Perlu adanya kejelasan pokok-pokok masalah yang akan dipelajari dari
negara lain dan manfaatnya bagi pelaksanaan SJSN.
2. International Executif Seminar sebaiknya dilakukan setelah pelantikan
anggota DJSN.
3. Untuk mempersiapkan International Executif Seminar secara teknis
diperlukan waktu kurang lebih 2 (dua) bulan.
c. Perbaikan bahan Rakerda
Usul/saran penyempurnaan bahan pemaparan yang akan ditampilkan pada
Rakerda di 11 provinsi:
1. Tugas BPJS untuk “Pemotongan Upah” dihilangkan, karena yang memotong
upah adalah pemberi kerja yang kemudian menyetorkannya ke BPJS.
2. Paparan tentang perbedaan ASKESKIN dengan SJSN tidak perlu ditampilkan,
karena ASKESKIN bukan program SJSN.
3. Sebelum PP Pengganti PP No. 25 Tahun 2000 diterbitkan, urusan
Pemerintahan yang diserahkan menjadi urusan Pemerintah Daerah diatur
dalam PP No. 25 Tahun 2000.
d. RPP tentang Jaminan PHK
Bambang Poerwoko MA., PHD. menjelaskan tentang uang pesangon dan
penghargaan masa kerja menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan Pasal 156. Bambang Poerwoko MA., PHD. Bahwa uang
pesangon dan penghargaan masa kerja bukan program jaminan sosial, sehingga
PT. Jamsostek tidak berkewajiban mengelolanya. Perusahaan harus
menyediakan anggaran untuk menanggulangi masalah pemutusan hubungan
kerja. Solusi yang ditawarkan adalah melalui asuransi pengangguran
(unemployment insurance), sedangkan Indonesia masih belum mampu
menyelenggarakan asuransi pengangguran. Dengan iuran antara 3-9% dari upah
serta labourmarket harus hidup. Tanggapan terhadap paparan Bambang
Poerwoko antara lain sebagai berikut:
1. Pesangon sebaiknya diasuransikan,
2. Perlu dipertimbangkan untuk restrukturisasi pesangon yang diatur
UU No. 13/2003.
Halaman 4 dari 26
e. Kesimpulan/Rekomendasi dan Agenda Tindak Lanjut
1. International Executif Seminar:
a. Bertujuan untuk mempelajari policy government dan mekanisme
koordinasi antar instansi dalam pelaksanaan Jaminan Sosial.
b. Mulai dipersiapkan sambil menunggu Peraturan Presiden tentang
Pengangkatan Ketua dan Anggota DJSN.
c. Mengidentifikasi negara-negara yang akan dikunjungi.
2. Rakerda SJSN:
a. Dilakukan penyempurnaan bahan pemaparan Rakerda SJSN.
b. Pertanyaan yang sering diajukan oleh daerah beserta jawabannya agar
dicetak dan dibagikan kepada Calon Anggota DJSN dan Tim Fasilitator.
c. Rakerda di Kepulauan Riau Tanggal 24-26 Juni 2007.
3. Rapat yang akan datang Rabu Tanggal 20, Juni 2007 di kantor Menko Kesra
dengan agenda:
a. Laporan Hasil sosialisasi di NTT
b. Draft Naskah Akademik RUU BPJS
Halaman 5 dari 26
Daftar Kehadiran Daftar Kehadiran Daftar Kehadiran Daftar Kehadiran
Uang Pesangon dan PenUang Pesangon dan PenUang Pesangon dan PenUang Pesangon dan Penghargaan Masa Kerjaghargaan Masa Kerjaghargaan Masa Kerjaghargaan Masa Kerja Rabu, 16 Mei 2007 Hotel Millenium, Jakarta
Kehadiran No. Nama
Hadir Tidak Hadir
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
1. Drs. Soekamto
Asisten Deputi Bidang Jaminan Sosial
�
2. Drs. Ponco Respati N
Staf Asisten Deputi Bidang Jaminan Sosial
�
3. Dra. Endang Sri Mulyani
Staf Asisten Deputi Bidang Jaminan Sosial
�
Calon Anggota DJSN
1. Prof. Dr. Hasbullah Thabrani, MPH., DR(PH). �
2. Drs. Marwanto Harjowiryono., MA. �
3. Dr. H. M. Bambang Pranowo �
4. Ir. Tianggur Sinaga MA. �
5. Drs. Chazali H. Situmorang, Apt., M.Sc. �
6. Dr. Adang Setiana �
7. Drg. Moeryono Aladin, SIP., MM . �
8. Drs. Suparwanto, MBA. �
9. Dr. Bambang Poerwoko, SE., MA. �
10. Drs. Djoko Sungkono, MM. �
11. T. Arsen Rickson, SH. �
12. Ir. Hariadi B. Sukamdani, MM. �
13. Drs. Timur Soetanto �
14. Drs. H. Syukur Sarto �
15. Drs. Ridwan Monoarfa �
Departemen Terkait
1. Dr. Donald Pardede, MPPM.
Kabid. Pemeliharaan Jaminan Kesehatan, P2JK, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan
�
2. Lisning Sri Hastuti, SH.
Direktur Jaminan Sosial, Departemen Sosial
�
PT. ASKES Indonesia (Persero)
1. Dr. I. Gede Subawa, M. Kes.
Direktur Operasional
�
Tim Ahli (GTZ-SHI Indonesia)
1. Dr. M. W. Manicki (Team Leader) �
2. Dr. Asih Eka Putri (Senior Advisor) �
3. A. A. Oka Mahendra, SH. (Legal Specialist) �
Halaman 6 dari 26
Pemberian Uang Pesangon dan Penghargaan Masa Kerja
Bukan Standard Baku Sistem Jaminan Sosial
Bahan Pertemuan Calon Anggota DJSN 13 Juni 2007
Disusun oleh : Bambang Poerwoko MA., PhD.
Halaman 7 dari 26
Pemberian Uang Pesangon dan Penghargaan Masa Kerja Bukan Standard Baku Sistem Jaminan Sosial
I. POIN-POIN KUNCI PHK
Pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah suatu peristiwa hilangnya penghasilan pekerja
karena pemberi kerja memberhentikan sebagian pekerjanya untuk tujuan kelangsungan
usaha di masa datang. Pengunduran diri dan atau tindakan kriminal yang dilakukan
pekerja sehingga perusahaan memberhentikan yang bersangkutan tidak termasuk
katagori PHK standard baku, kecuali UU memberikan toleransi hak pesangon sesuai
Pasal 156 UU No. 13/2003. Hak hak normatif timbul mengacu pada ”good conduct”.
Seseorang harus berperilaku good conduct sebagai suatu syarat untuk mendapatkan
manfaat dasar jaminan sosial sebagaimana berlaku universal dan telah dipraktekkan
dalam penyelenggaraanprogram Jamsostek yang berdasarkan UU No. 3/1992.
Karena itu, PHK yang terkait dengan pemberian uang pesangon dan uang penghargaan
masa kerja sebagaimana mengacu pada UU No. 13/2003 tidak lazim menjadi tanggung-
jawab dan atau tidak pada tempatnya untuk diserahkan pengelolaannya kepada badan
penyelenggara jaminan sosial seperti PT Jamsostek berapapun besarnya iuran. Uang
pesangon dan uang penghargaan masa kerja sangat berbeda nilainya: (a) uang
pesangon hanya berlaku sampai dengan 9 tahun masa kerja sedang uang penghargaan
masa kerja berlaku untuk 24 tahun sehingga terkait dengan masa kerja lalu (past service
liability = PSL). Karena perbedaan penilaian, maka risiko yang timbul sebagai akibat
implementasi Pasal 156 UU No. 13/2003 tidak dapat dialihkan kepada PT Jamsostek
melainkan dikelola oleh persuahaan sebagai bagian dari retensi perusahaan. Jika
dipaksakan, PT Jamsostek bisa bangkrut karena moral hazards yang tinggi. Selain itu,
juga pesangon masih berlaku bagi pekerja yang mengundurkan diri. Hal ini tidak lazim
dan berrisiko bagi penyelenggara. Karena itu, PT Jamsostek harus diselamatkan agar
penyelenggaraan JKK, JK, JHT dan JPK sesuai UU No. 3/1992 dapat berkelanjutan.
Sifat utama dari suatu program jaminan sosial yang memberikan manfaat tunai kepada
peserta adalah bahwa manfaat yang diberikan ”harus terukur dalam arti sesuai
kecukupan pendanaan”. Kemudian program tersebut harus dikelola dengan mekanisme
asuransi atau tabungan. Asuransi dan tabungan dalam hal ini adalah sebagai alat atau
Halaman 8 dari 26
metoda yang digunakan untuk menentukan manfaat dasar dalam sistem jaminan sosial.
Asuransi dan tabungan adalah bentuk penanganan risiko yang terstruktur dalam
program jaminan sosial sedang pesangon dan penghargaan masa kerja adalah manfaat
dalam bentuk uang belaka yang tak terstruktur dalam program jaminan sosial.
Adapun penanganan risiko yang terstruktur dalam sistem jaminan sosial bersifat
universal seperti program kecelakaan kerja, program kematian, program pelayanan
kesehatan dan program hari tua. Kecelakaan kerja, sakit dan kematian adalah suatu
kerugian yang dapat menimpa setiap tenaga kerja tanpa pandang bulu sehingga
menimbulkan hilangnya sebagian penghasilan. Hari tua adalah berakhirnya masa kerja
karena usia pensiun tiba sehingga dapat menimpa setiap tenaga kerja. Karena itu,
program program tersebut di atas dapat dialihkan melalui sistem asuransi sosial yang
bersifat wajib menurut UU. Risiko risiko tersebut merupakan risiko murni. Pemutusan
hubungan kerja tidak sepenuhnya sebagai risiko murni melainkan ada unsur
kesengajaan (moral hazard). Karena itu, asuransi PHK atau asuransi sementara tidak
bekerja dan atau unemployment insurance dapat diselenggarakan sebagai pengganti
pemberian uang pesangon dan penghargaan masa kerja. Persyaratan untuk
menyelenggarakan asuransi pengangguran diperlukan kehadiran lembaga bursa tenaga
kerja untuk penempatan kerja kembali bagi tenaga kerja yang ter-PHK dengan
pengawasan yang begitu ketat guna minimalisasi moral hazard.
Manfaat asuransi pengangguran bersifat dasar dan diberikan secara berkala sampai
dengan selama lamanya 1 tahun. Tujuan memberikan manfaat dasar adalah untuk
memenuhi kebutuhan pokok selagi tidak bekerja. Berbeda dengan pesangon dan dengan
sendirinya penghargaan masa kerja yang memberikan manfaat kelipatan upah seperti
saldo tabungan sehingga tidak dapat dibiayai dengan iuran karena itu harus dikelola oleh
perusahaan. Kemudian manfaat pesangon dan penghargaan masa kerja belum tentu
berlaku bagi semua tenaga kerja, karena ternyata masih banyak tenaga kerja yang
mengalami pensiun. Pesangon dan penghargaan masa kerja merupakan program yang
tak terstruktur, karena sebagai kebijakan internal perusahaan untuk thank-giving to the
leaving employee. Supaya pesangon dan penghargaan masa kerja tidak memberatkan
perusahaan, maka besarnya manfaat yang diberikan sebaiknya berdasarkan pada
kemampuan keuangan perusahaan.
Badan penyelenggara sistem jaminan sosial atau institusi jaminan sosial dimanapun
berada hanya berfungsi mengelola dana dana titipan dari masyarakat untuk penetapan
manfaat lebih lanjut sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada jaminan sosial dan juga
Halaman 9 dari 26
mengacu pada UU jaminan sosial. Institusi jaminan sosial bukanlah lembaga yang segala
galanya melainkan posisinya sangat tergantung dari peranan pasar modal untuk
pengembangan dana kemudian fungsi bursa tenaga kerja untuk penempatan kembali
dan seterusnya tingginya tingkat kepatuhan terhadap K3 dan pola hidup sehat dari
masyarakat itu sendiri. Dalam hal badan penyelenggara mengalami defisit karena iuran
tidak mencukupi, maka badan penyelenggara akan mengajukan kekurangan kepada
Pemerintah dalam hal ”jaminan sosial yang berbasis fiskal”. Sebaliknya badan
penyelenggara akan melakukan klaim kekurangan kepada perusahaan peserta melalui
Tripartit, karena sistem jaminan sosial berbasis pada pendanaan penuh oleh peserta.
Best-practice to the provision of defined benefit pension plan adalah bahwa jika dalam
penyelenggaraan program pensiun manfaat pasti yang terkait dengan perhitungan PSL
selalu terjadi defisit. Karena itu, kekurangannya menjadi tenggung-jawab pemberi-kerja
sebagai pendiri dan bukan tanggung-jawab ”Dana Pensiun” sebagai badan
penyelenggara karena dana pensiun ditunjuk oleh pendiri. Secara universal, program
pensiun manfaat pasti masih bisa diterima sebagai salah satu cabang jaminan sosial
yang bersifat univeral, karena berlaku pembayaran iuran oleh peserta yang ditopang
dengan kepesertaan yang signifikan ditambah syarat dengan masa kepesertaan selama
lamanya 20 tahun untuk mendapatkan manfaat hari tua yang bersifat dasar walaupun
manfaatnya ditetapkan lebih dulu.
II. SEBAB-SEBAB PHK
Penyebab-penyebab PHK adalah pada umumnya perusahaan mengalami kesulitan
likiditas sehingga terpaksa memberhentikan sebagian pekerjanya atau melakukan
divestasi supaya terjadi survival of the firm. Karena itu, jelas menjadi tanggung-jawab
pemberi-kerja dalam memberikan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja.
Kenapa perusahaan megalami kesulitan finansial dan hal ini secara tidak langsung terkait
dengan berbagai pungutan resmi yang tak-terukur sehingga perusahaan tidak lagi
mampu untuk beroperasi. Maka diperlukan tata kelola yang baik (good governance) di
institusi pemerintah yang terkait dengan kebijaksanaan publik.
PHK secara tidak langsung juga terkait dengan kebijaksanaan publik (public policy)
sehingga pemerintah harus bertanggung-jawab untuk mengaktifkan kembali fungsi labor
market agar pekerja yang ter PHK dapat diperkerjakan kembali baik melalui program
padat karya maupun program pendidikan wirausaha dengan memberlakukan micro
Halaman 10 dari 26
financing policy. Dengan menghidupkan kembali fungsi labor market yang menjadi
tanggung-jawab Pemerintah pusat dan Pemerintah daerah, maka asuransi
pengangguran (unemployment insurance) dapat diselenggarakan melalui sistem jaminan
sosial karena bersifat universal: yaitu memberikan manfaat dasar sampai secara berkala
dengan maksimal 1 tahun. Namun demikian, badan penyelenggara masih mendapat
subsidi dari pemerintah apabila penyelenggaraannya mengalami defisit khusus untuk
PHK yang bersifat masal (massive layoff).
Asuransi pengangguran berbeda dengan pemberian uang pesangon dan uang
penghargaan. Asuransi pengangguran diselenggarakan di 60 negara dan merupakan
bagian dari cabang cabang jaminan sosial (baca Konvensi ILO No. 102/1952). Asuransi
pengangguran memiliki dasar hukum yang jelas dan dapat diselenggarakan dengan
syarat menghidupkan kembali fungsi labor market yang memang harus ada di suatu
negara. Manfaat asuransi pengangguran yang diberikan kepada pekerja yang ter-PHK
tidak berdampak PSL sedang pemberian uang pesangon dan uang penghargaan masa
kerja berdampak PSL.
Institusi jaminan sosial dimanapun berada bukanlah suatu lembaga yang segala-galanya
dalam memberikan penggantian uang tunai kepada peserta. Kedudukannya sangat
tergantung dari fungsi dan peranan lembaga lembaga pemerintah lainnya seperti
institusi pajak, labor market, dewan K3 nasional dan instansi instansi pemerintah lainnya
yang terkait dengan penyelenggaraan sistem jaminan sosial. Instansi instansi tersebut
harus berkordinasi dengan lembagan jaminan sosial yang tidak menimbulkan
konsekuensi biaya, karena tidak lagi bersifat kerjasama.
III. ILUSTRASI DEFISIT DALAM PENYELENGGARAAN PESANGON
Misalkan upah pekerja yang berlaku untuk iuran JPHK = Rp. 1 juta/bulan yang dianggap
konstan sampai dengan 5 tahun dan iuran 7%. Maka besarnya iuran JPHK per tahun
yang harus dibayar pengusaha:
7% x Rp. 1.000.000 x 12 = Rp. 840.000
Halaman 11 dari 26
Dengan bunga 8% / tahun, maka saldo JPHK untuk 5 tahun sebagai berikut:
Tabel 1. Saldo JPHK
Tahun Akumulasi iuran plus bunga Saldo JPHK
1
2
3
4
5
(840.000)(1,08)
(840.000 + 907.200)(1,08)
(840.000 + 1886976)(1,08)
(840.000 + 2944486,08)(1,08)
(840.000 + 4087244,966)(1,08)
Rp. 907.200,00
Rp. 1.886.976,00
Rp. 2.944.486,08
Rp. 4.087.244,97
Rp. 5.321.424,56
Pasal 156 UU No. 13/2003 yang meliputi pemberian pesangon, penghargaan masa kerja
dan penggantian hak tetap merupakan kewajiban pengusaha jika terdapat defisit.
Berikut adalah paparan besarnya santunan JPHK sesuai Pasal 156 UU No. 13/2003 yang
tidak termasuk penggantian hak dengan bunga 8% per tahun.
Tabel 2. Perkiraan defisit dalam penyelenggaraan JPHK
Masa kerja
(1)
Santunan sesuai Pasal
156 UU 13 / 2003
(2)
Saldo JPHK dengan
iuran 7% / bunga 8%
(3)
Surplus/(defisit)
(4)=(3)-(2)
1
2
3
4
5
+/+Rp. 1.000.000
+/+Rp. 2.000.000
+/- Rp. 6.000.000
+/- Rp. 7.000.000
+/- Rp. 9.000.000
Rp. 907.200,00
Rp. 1.886.976,00
Rp. 2.944.486,08
Rp. 4.087.244,97
Rp. 5.321.424,56
(Rp 92.800)
(Rp 113.024)
(Rp 3.055.513,92)
(Rp 2.912.755,03)
(Rp 3.678.575,44)
Penyelenggaraan pesangon menjadi deficit tanpa PSL dan apalagi dengan PSL ….
Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa Jamsostek mengalami defisit dalam
penyelenggaraan JPHK. Karena itu, PT Jamsostek harus diselamatkan dari beban defisit
kecuali berlaku subsidi dari Pemerintah. Subsidi tidak akan diberikan oleh Pemerintah,
karena untuk orang miskin dalam bentuk BLT. Dengan pembiayaan yang berbasis pada
pooling of fund berarti pengusaha masih terikat dengan kewajiban pembiayaan dalam
hal defisit sama seperti halnya pada program pensiun manfaat pasti yang disponsori
perusahaan perusahaan.
Penggunaan cadangan teknis JKK-JK untuk menutup defisit JPHK bukan standard baku
dalam sistem jaminan sosial. Standard baku dalam sistem jaminan sosial adalah bahwa
subsidi silang hanya berlaku antar peserta dalam satu program: yaitu subsidi silang
Halaman 12 dari 26
antar peserta dalam program JKK dan seterusnya dalam program JK. Jika dipaksakan,
merupakan pelanggaran hukum di kemudian hari (baca UU No. 40/2004 tentang SJSN).
Karena itu, penggunaan cadangan teknis JKK-JK pada prinsipnya hanya ditujukan untuk:
a. Memperbaiki santunan kematian karena kecelakaan kerja;
b. Memperbaiki santunan kematian karena sakit;
c. Meningkatkan biaya perawatan medis karena kecelakaan kerja;
d. Meningkatkan uang kubur karena meninggal sakit / meninggal kec kerja;
e. Meningkatkan santunan sementara tidak mampu bekerja karena kec kerja;
f. meningkatkan biaya rehabilitasi untuk kasus kecelakaan kerja;
g. Meningkatkan biaya transportasi untuk kasus kecelakaan kerja;
h. Memperbaiki santunan berkala kepada ahli waris karena meninggal kec kerja;
i. Memperbaiki santunan berkala kepada yang mengalami cacad total kec kerja;
j. Membiayai kemungkinan terjadinya peristiwa katastrop.
IV. PENUTUP
Pemberian uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja sebagaimana mengacu
pada Pasal 156 UU No. 13/2003 adalah bukan standar baku sistem jaminan sosial.
Pesangon dan penghargaan masa kerja adalah suatu ”retensi” yang harus dianggarkan
setiap perusahaan untuk menanggulangi bencana sosial. Simulasi hasil perhitungan
penyelenggaraan pesangon adalah defisit walaupun tanpa perhitungan PSL (lihat Tabel
2). Jika dipaksakan, PT Jamsostek sebagai badan penyelenggara akan bangkrut, karena
iuran yang ditetapkan 7% tidak dapat memenuhi kewajiban Pasal 156 UU No. 13/2003.
Subsidi antar program jamainan sosial tidak diperkenankan (baca UU No. 40/2004).
Cadangan teknis JKK-JK disamping merupakan kewajiban aktuaria, juga ditujukan untuk
memperbaikan santunan JKK-JK dan mengatasi katastrop. Jika klaim JKK-JK kurang dari
40%, maka PT Jamsostek harus memperbaiki JKK-JK dan atau sebaliknya mengurangi
iuran JKK terutama bagi perusahaan peserta Jamsostek yang mendapatkan predikat
”zero accident at work”.
Halaman 13 dari 26
Bahan Presentasi
1
PEMBAHASAN: PESANGON VERSUS ASURANSI PENGANGGURAN
B. Purwoko, MA, PhD,
Ahli asuransi makro
Calon anggota DJSN
Masukan Rapat Calon Anggota DJSN di Kantor MenkoKesra Jakarta, Rabu, 13 Juni 2007
2
1. PENGERTIAN JAMINAN SOSIAL
a. ILO (1998) mendefinisikan jaminan sosial sebagai:
“perlindungan yang diberikan oleh masyarakat untuk
masyarakat melalui seperangkat kebijaksanaan publik
terhadap tekanan tekanan ekonomi dan sosial bahwa jika
tidak diadakan sistem jaminan sosial akan menimbulkan
hilangnya sebagian pendapatan sebagai akibat sakit,
persalinan, kecelakaan kerja, sementara tidak bekerja,
cacat, hari tua dan kematian dini, perawatan medis
termasuk pemberian subsidi bagi anggota keluarga yang
membutuhkan”
………… Proteksi sosial diadakan oleh negara melalui
pemerintah adalah untuk memberikan manfaat manfaat
yang terkait dengan sakit / persalinan, kecelakaan kerja,
kematian, hari tua, PHK dan bantuan tunai bagi setiap
masyarakat yang membutuhkan.
Halaman 14 dari 26
3
b. 9 cabang / program jaminan sosial
(1). Kecelakaan kerja,
(2). Kematian dan ahli waris,
(3). Pemeriksaan kesehatan,(4). Perawatan medis,
(5). Persalinan,
(6). Cacad parsil dan cacad total,
(7). Pengangguran,(8). Hari tua,
(9). Perlindungan keluarga.
Setiap negara wajib menyelenggarakan program jaminan
sosial sekurang kurangnya 4 cabang sesuai dengan
kondisi ekonomi dan keadaan tenaga kerja.
Tidak ada pesangon dan penghargaan masa kerja.
Semua negara mengadopsi Konvensi ILO No. 102 / 1952.
4
c. 9 prinsip jaminan sosial
- Jaminan sosial sebagai hak masyarakat menurut UU;
- Kepesertaan bersifat wajib menurut UU;
- Program program jaminan sosial harus terkait dengan
pemeliharaan pendapatan dan bantuan tunai;
- Manfaat seharusnya bersifat portabel;
- Iuran jaminan sosial merupakan komponen pajak;
- Asas solidaritas antar generasi, profesi dan wilayah;
- Sistem penyelenggaraan tak berorientasi pada laba
akan tetapi boleh melakukan generasi pendapatan
bagi kepentingan peserta;
- Badan hukum publik menyerupai “Bank Sentral”- Badan penyelenggara memiliki otoritas penuh dalam
penindakan hukum;
Halaman 15 dari 26
5
2. KAJIAN AKADEMIK MENGENAI PESANGON
a. Pesangon adalah salah satu bentuk penghargaan seperti
upah, tunjangan jabatan, tunjangan lain, uang cuti, uang
makan dan insentif lainnya. Karena itu, pesangon bukan
merupakan cabang jaminan sosial.
b. Pesangon yang diatur dengan UU No. 13/2003 merupakan
retensi yang harus dianggarkan sebagai contigency plan untuk
penanggulangan PHK sebagai bencana sosial. Karena itu,
pesangon adalah sesuatu “nontransferable risk”.
c. Penetapan Pasal 156 UU 13 / 2003 ditujukan untuk mencegah
PHK agar pengusaha tidak melakukan PHK sepihak. Karenaitu, sangatlah tidak adil dan tidak pada tempatnya untuk
diserahkan ke Jamsostek berapa pun besarnya iuran.
6
d. Pasal 156 UU 13 / 2003 tentang pesangon, penghargaan
masa kerja dan penggantian hak tidak dapat dipindahkan ke
sistem jaminan sosial. Jika dialihkan ke Jamsostek, maka
pengelolaannya sebaiknya dialakukan dengan mekanisme
tabungan.
e. PT Jamsostek sebagai badan penyelenggara Jamsostek tidak
dibenarkan untuk menyelenggarakan pesangon berdasarkan
UU No. 13 / 2003, karena UU tersebut sebenarnya merupakanrumah tangga bipartit dan lihat Tabel tabel 1-3 tentang Pasal
156 UU No. 13 / 2003 tentang Ketenagakerjaan.
f. Penyelenggaraan program jamsostek terikat dengan “good-
governance”. Penyelenggaraan jamsostek sebaiknya mengacu
pada prinsip prinsip universal dan asas keadilan. Demikian
halnya dengan regulator sebaiknya tidak melakukan intervensi
UU seperti Penjelasan Pasal 6 UU No. 3 / 1992 yang keliru danbentuk toleransi penarikan JHT 5 tahun 6 bulan sebagai salah
satu bentuk intervensi regulator.
Halaman 16 dari 26
7
UU NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGA-KERJAAN
PASAL 156 : IMBALAN PHK
1 x bulan upah
2 x bulan upah
3 x bulan upah
4 x bulan upah
5 x bulan upah
6 x bulan upah
7 x bulan upah
8 x bulan upah
9 x bulan upah
Dari mulai bekerja s/d 1 tahun
Dari 1-tahun s/d kurang dari 2 tahun
Dari 2-tahun s/d kurang dari 3 tahun
Dari 3-tahun s/d kurang dari 4 tahun
Dari 4-tahun s/d kurang dari 5 tahun
Dari 5-tahun s/d kurang dari 6 tahun
Dari 6-tahun s/d kurang dari 7 tahun
Dari 7-tahun s/d kurang dari 8 tahun
Dari 8-tahun atau lebih
1
2
3
4
5
6
7
8
9
BesaranMasa kerjaNo.
Tabel 1. Pasal 156 (2) tentang pembayaran uang pesangon
1. Imbalan PHK sesuai Pasal 156 Ayat-ayat (2), (3), (4)
8
2 x bulan upah
3 x bulan upah
4 x bulan upah
5 x bulan upah
6 x bulan upah
7 x bulan upah
8 x bulan upah
10 x bulan upah
Dari 3-tahun s/d kurang dari 6 tahun
Dari 6-tahun s/d kurang dari 9 tahun
Dari 9-tahun s/d kurang dari 12 tahun
Dari 12-tahun s/d kurang dari 15 tahun
Dari 15-tahun s/d kurang dari 18 tahun
Dari 18-tahun s/d kurang dari 21 tahun
Dari 21-tahun s/d kurang dari 24 tahun
Dari 24-tahun atau lebih
1
2
3
4
5
6
7
8
BesaranMasa kerjaNo.
Tabel 2. Pasal 156 (3) tentang imbalan masa kerja
15% uang pesangon
Uang cuti yang belum diambil;
Biaya pemulangan tenaga kerja dan
keluarganya ke tempat asal;
Tunjangan perumahan dan kesehatan
Lain lain yang diatur dalam PKB
1
2
3
4
BesaranJenis hakNo.
Tabel 3. Pasal 156 (4) tentang imbalan penggantian hak
Halaman 17 dari 26
9
3. SIMULASI PENYELENGGARAAN PESANGON
a. Misalkan diketahui upah tenaga kerja yang diberlakukan untuk
iuran JPHK sebesar Rp. 1 juta / bulan dan dianggap konstan
sampai dengan 5 tahun. Upah Rp. 1 juta / bulan masih relevanuntuk masa 5 tahun ke depan
b. Iuran JPHK yang diinginkan Pemerintah ditetapkan 7% tanpa
didasarkan pada perhitungan aktuaria. Dari data tersebut, maka besarnya iuran JPHK per tahun menjadi:
: 7% x Rp. 1.000.000 x 12 = Rp. 840.000
c. Iuran sebesar Rp. 840.000 per tahun dikenakan bunga 8% per
tahun untuk 5 tahun, maka diperoleh saldo JPHK (llihat Tabel
4)
d. Bandingkan dengan kewajiban Pasal 156 UU 13 / 2003, maka
terjadi penyelenggaraan yang defisit (lihat Tabel 5)
10
Rp. 907.200,00
1.886.976,00
2.944.486,08
4.087.244,97
5.321.424,56
(840.000)(1,08)
(840.000+907.200)(1,08)
(840.000+1.886.976)(1,08)
(840.000+2.944.86,08)(1,08)
(840.000+4.087.244,97)(1,08)
1
2
3
4
5
Saldo JPHKAkumulasi iuran plus bungaTahun
Tabel 4. Saldo JPHK
Tabel 5. Perkiraan surplus / (defisit)
(Rp 92.800,00)
(Rp 113.024,00)
(Rp 3.055.513,92)
(Rp 2.912.755,03)
(Rp 3.678.575,44)
Rp. 907.200,00
1.886.976,00
2.944.486,08
4.087.244,97
5.321.424,56
Rp. 1.000.000
2.000.000
6.000.000
7.000.000
9.000.000
1
2
3
4
5
Surplus / ( defisit)
(4)=(3)-(2)
Saldo JPHK
(3)
Santunan Psl 156
(2)
MK
(1)
Halaman 18 dari 26
11
4. ASURANSI PENGANGGURAN (AP)
a. Adalah salah satu program asuransi sosial seperti asuransi
kecelakaan kerja dan asuransi kematian. Program asuransi
pengangguran memberikan manfaat tunai secara berkala
dalam jangka pendek sebagai pengganti penghasilan tenaga
kerja yang hilang karena PHK.
b. Pekerja yang terkena PHK adalah setiap tenaga kerja yang
diberhentikan oleh pemberi kerja baik karena perusahaan
melakukan peremajaan TK maupun mengalami kesulitan
finansial sehingga perusahaan memberhentikan sebagianpekerja agar terjadi survival of the firm (lihat gambar 1).
c. Asuransi pengangguran bersifat wajib menurut UU dengan
persyaratan labor market berfungsi untuk reemployment (lihat
gambar 2). Kemudian pekerja yang mengundurkan diri /
terlibat kriminal tak berhak mendapatkan santunan..
12
d. Tipe asuransi pengangguran menurut ILO (1998)
d1. Compulsory unemployment insurance:
Adalah salah satu program asuransi sosial yang bersifat wajib
menurut UU. Program tsb memberikan santunan berkala s.d 1 tahun dengan santunan tunai maksimal 2/3 upah denganketentuan TK yang ter PHK tidak berlaku pengunduran diri danselanjutnya akan diperkerjakan kembali;
d2. Subsidized voluntary unemployment insurance:
Adalah program asuransi pengangguran yang bersifat sukarela
yang diselenggarakan oleh serikat pekerja untuk minimalisasimoral hazard. Program tsb dibiayai secara bersama oleh pekerjadan pemberi kerja dan pemberi kerja masih memberikan subsidi.
d3. Unemployment assistance:
Adalah program bantuan tunai yang berbasis fiskal yang diberikan
kepada peserta sesuai permintaan dan bantuan tunai diberikansetelah yang berangkutan lulus tes kebutuhan (means-test) yang
dilakukan oleh institusi pajak.
Halaman 19 dari 26
13
f. Pengalaman empirik asuransi pengangguran
f1. Pada umumnya diselenggarakan di negara2 maju / industri
yaitu hanya 60 negara (lihat Tabel2 9-18);
f2. Persyaratan untuk menyelenggarakan program asuransipengangguran sbb:- Labor market harus berfungsi untuk penempatan kerja,- TK yang ter PHK sebelum usia 65 harus dipekerjakan
kembali agar kepesertaan jaminan sosial berlanjut,
f3. Tujuan utama penyelenggaraan asuransi pengangguran sbb- Untuk memberikan manfaat tunai sebagai pengganti hilangnya
penghasilan tenaga kerja karena PHK,- Untuk mempertahankan keamanan ekonomi seperti adanya
daya beli masyarakat untuk stabilitas ekonomi.
f4. Iuran yang berlaku bervariasi 3-9% dari upah (lihat Tabel2 9-16).
14
Gambar 1. SOP mendapatkan santunan asuransi
pengangguran
Tenaga kerjayang ter-PHK
Instrumen kontrol:“Bursa TK”
Regulator: Depnaker
Institusijamsos
Santunanberkala s/d
1 th 2/3 upah
Halaman 20 dari 26
15
Gambar 2. SOP penempatan kerja oleh bursa tenaga kerja
Bursa TK Penempatan kerja Pemberi-kerja
Jaminan sosialTK - PHK Investasi
Diklat Pemerintah Bebas pajak
16
Gambar 3. Kewajiban2 internal dan eksternal pengusaha
Uang lembur1% upah / jam
Tunjangan profesi50-250% upah
Uang cuti 100%gaji / upah
Pesangon 100-900% upah
Iuran JKK 0,24-1,74% upah
Iuran JKM 0,3% upah
Iuran JPK 3-6% upah
Iuran JHT5,7% upah
Gaji /
upah
UU Ketenaga-kerjaan
“Bipartit”UU Jaminan sosial
“Tripartit”
Halaman 21 dari 26
17
Gambar 4. Implementasi Pasal 156 UU No. 13 / 2003: Problem PSL
Tipe remunerasi
2. Penghargaanmasa kerja
3. Penggantianhak TK
Katagori
Tabungan
Manfaat pastidipercepat
Kompensasiuang
Sifat manfaat
Ditetapkanlebih dulu
Dampak
Problemmasa kerja
lalu
Tanggungjawab
pengusaha
1. Pesangon
Pasal 156 UU 13 / 2003 tak dapat dialihkan, maka ..
18
Penggabungan& akuisisi usaha
KebijaksanaanPrivatisasi
BUMN/ Usaha
Efisiensi dankemandirian
Gangguankelangsungan
bekerja
Fungsi BursaTenaga Kerja
Penempatan
kembali danrekrutmen
Pemutusan
HubunganKerja massal
Institusi
jaminan sosialnasional
Keamananekonomijk pendek
Skim asuransipengangguran
Pemerintahsebagairegulator
Subsidi jikajamsos difisit
Gambar 5. Kebijaksanaan privatisasi dan dampak PHK
Halaman 22 dari 26
19
Penanggulangan
income yg hilang
Meringankan
beban keluarga
Pemeliharaan
kesehatan
Untuk konsumsi
di masa datang
Untuk konsumsi
saat sekarang
Penggantian dan
kompensasi
Santunan tunai
bersifat dasar
Pemeriksaan dan
perawatan medis
Santunan berkala
permanen
Santunan berkala
sementara
Asuransi
kecelakaan kerja
Asuransi
Kematian
Asuransi sakit
Tabungan /
Pensiun
Asuransi
pengangguran
1. Kecelakaan
kerja
2. Kematian
3. Sakit dan
persalinan
4. Hari tua
5. PHK
TujuanManfaat2 yang
diberikan
Teknik alih
risiko
Peristiwa /
risiko
Tabel 6. Peristiwa2 / risiko2 yang dapat diasuransikan
20
Konsumsi dan
Tabungan
Insentif
Remunerasi
Penyegaran
Pengganti gaji
yang hilang
Pemberi-kerja
Pemberi- kerja
Pemberi-kerja
Pemberi-kerja
Pemberi-kerja
Harga jasa
tenaga kerja
Hak tenaga kerja
Penghargaan
keahlian
Hak tenaga kerja
Pemberian tunai
sesuai masa kerjakarena PHK
1. Gaji / upah
2. Uang lembur
3. Tunjangan2
profesi-jabatan
4. Uang cuti
5. Pesangon
ManfaatTanggung
jawab
Pengertian dan
definisi
Bentuk bentuk
penghargaan
Tabel 7. Bentuk bentuk penghargaan yang tak dapat diasuransikan
Halaman 23 dari 26
21
Tabel 8. Perbedaan pesangon dan asuransi pengangguran
Sebagai salah satu
program asuransi sosial
yang bersifat wajib
Institusi jaminan sosial
dan “Tripartit”
Dalam bentuk iuran oleh
pemberi-kerja
Berkala s/d maksimal 1
tahun dan 2/3 upah
Dipekerjakan kembali
Sebagai salah satu
komponen penghargaan
dari pemberi kerja
Pemberi-kerja dan
“Bipartit”
Dalam bentuk “retensi”
oleh pemberi kerja
Sekaligus sesuai masa
kerja
Tak jelas
1. Pengartian
2. Tanggung-jawab dan
lingkup
3. Pembiayaan
4. Manfaat / santunan
5. Status yang ter-PHK
As pengangguran
(Unemployment ins)
Pesangon
(Severance)
Penjelasan
22
Tabel 9. Program dan iuran jaminan sosial di Prancis (%)
42,2115,5526,86Total
Ada subsidi
-
-
Ada subsidi
14,75
19,60
2,26
5,60
6,55
6,80
-
2,00
8,20
12,8
2,26
3,60
1. Hari tua, ahli waris / cacat
2. Sakit dan persalinan
3. Kecelakaan kerja
4. Sementara tidak bekerja
KeteranganTotalPekerjaMajikanCabang2 jaminan sosial
Tabel 10. Program dan iuran jaminan sosial di Belgia (%)
27,4411,9215,52Total
Ada subsidi
-
-
Ada subsidi
16,36
7,35
1,40
2,33
7,5
3,55
-
0,87
8,86
3,80
1,40
1,46
1. Hari tua, ahli waris / cacat
2. Sakit dan persalinan
3. Kecelakaan kerja
4. Sementara tidak bekerja
KeteranganTotalPekerjaMajikanCabang2 jaminan sosial
Sumber: US Social Security Administration, 2002
Halaman 24 dari 26
23
Tabel 11. Program dan iuran jaminan sosial di Inggtris (%)
29,9010,0019,90Total
-Ada subsidi
-Ada subsidi
-Ditutup No.1
-Ditutup No.1
21,90
8,00
-
-
10,00
-
-
-
11,90
8,00
-
-
1. Hari tua, ahli waris / cacat
2. Sakit dan persalinan
3. Kecelakaan kerja
4. Sementara tidak bekerja
KeteranganTotalPekerjaMajikanCabang2 jaminan sosial
Tabel 12. Program dan iuran jaminan sosial di Belanda (%)
43,8524,5519,30Total
-
-Ada subsidi
-
-Ada subsidi
23,75
7,95
3,60
8,55
17,90
1,70
-
4,95
5,85
6,25
3,60
3,60
1. Hari tua, ahli waris / cacat
2. Sakit dan persalinan
3. Kecelakaan kerja
4. Sementara tidak bekerja
KeteranganTotalPekerjaMajikanCabang2 jaminan sosial
Subsidi berlaku bila penyelenggaraannya dinyatakan defisit oleh yang berwenang
24
Tabel 13. Program dan iuran jaminan sosial di AS (%)
23,507,6515,85Total
-Ada subsidi
-
-
Ada subsidi
12,40
2,90
2,00
6,20
6,20
1,45
-
-
6,20
1,45
2,00
6,20
1. Hari tua, ahli waris / cacat
2. Sakit dan persalinan
3. Kecelakaan kerja
4. Sementara tidak bekerja
KeteranganTotalPekerjaMajikanCabang2 jaminan sosial
Sumber: Institusi jaminan sosial (AOK) 2005
Tabel 14. Program dan iuran jaminan sosial di Jerman (%)
41,1019,9021,20Total
-
-Ada subsidi
-
-Ada subsidi
19,50
14,20
1,30
6,50
9,55
7,10
-
3,25
9,55
7,10
1,30
3,25
1. Hari tua, ahli waris / cacat
2. Sakit dan persalinan
3. Kecelakaan kerja
4. Sementara tidak bekerja
KeteranganTotalPekerjaMajikanCabang2 jaminan sosial
Halaman 25 dari 26
25
Tabel 15. Program dan iuran jaminan sosial di China (%)
41,0011,0032,00Total
-
-
-
-Ada subsidi
31,00
8,00
1,00
3,00
8,00
2,00
-
1,00
23,00
6,00
1,00
2,00
1. Hari tua, ahli waris / cacat
2. Sakit dan persalinan
3. Kecelakaan kerja
4. Sementara tidak bekerja
KeteranganTotalPekerjaMajikanCabang2 jaminan sosial
Tabel 16. Program dan iuran jaminan sosial di Iran (%)
30,007,0023,00Total
-Iuran pem 3%
-
-
-Ada subsidi
27,00
-
-
3,00
7,00
-
-
-
20,00
-
-
3,00
1. Hari tua, ahli waris / cacat
2. Sakit dan persalinan
3. Kecelakaan kerja
4. Sementara tidak bekerja
KeteranganTotalPekerjaMajikanCabang2 jaminan sosial
26
5. SOLUSI UNTUK JAMSOSTEK SEBAGAI KESIMPULAN
a. Risiko PHK tak dapat dialihkan ke Jamsostek, karena
sebagai non-transferable risk. Karena itu, diperlukan retensi
yang harus dianggarkan perusahaan untuk contigency plan.
b. Jika diserahkan ke Jamsostek, maka pengelolaan dilakukan
melalui mekanisme tabungan. Apabila saldo PHK tidak
sesuai harapan Pasal 156 (2), (3), (4), maka pengusaha
wajib membayar kekurangannya. Sebaliknya jika terdapat
saldo lebih akan dikembalikan kepada pengusaha.
c. Sebagaimana diketahui, bahwa dalam penyelenggaraan
program Jamsostek termasuk stake-holders berlaku “tata
kelolayang baik”. Dengan berdasarkan pada tata kelola yang
baik itu, maka Jamsostek sebaiknya berkonsentrasi pada
penyelenggaraan 4 program agar terbebas dari berbagaitemuan hukum di masa datang.
Halaman 26 dari 26
27
d. Menjadikan Pasal 156 UU No. 13 / 2003 tentang Ketenaga-
kerjaan sebagai dasar hukum jaminan sosial adalah suatu
kekeliuran besar. Perlu diketahui bahwa dalam implementasi
program Jamsos tidak mengacu pada UU Ketenaga-kerjaankecuali UU Jamsos.
e. Program jaminan sosial yang didanai sepenuhnya oleh
peserta seperti pada program Jamsostek pada prinsipnyamenganut mekanisme asuransi dan tabungan. Timbulnya
hak terkait dengan timbulnya kejadian kecelakaan kerja,
kematian, sakit / persalinan dan hari tua pada usia 55.
f. Dalam sistem jaminan sosial kontribusi tidak mengenal
subsidi silang antar program kecuali subsidi silang untuk
peserta dalam satu program, karena dalam masing masing
program asuransi sosial memiliki risiko yang berbeda.
28
5. DAFTAR PUSTAKA TERBATAS
_____ (1998), “Social security principles” social security serial 1,
ILO publication of Geneva.
_____ 2003), “UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenaga-
kerjaan”.
_____ (1992), ”UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek”,
Jakarta.
Purwoko, B, (2006), “Solusi untuk masalah PHK, Jakarta.
Reyda, George E, (1994), “Social insurance and economic
security”, University of Nebraska-Lincoln, Prentice Hall,
NJ.