Download - Laporan Mikologi Isolasi Purif Identifikasi
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Penyebab penyakit tanaman dapat berasal dari faktor biotik ataupun
abiotik,untuk mengetahui penyebabnya maka perlu adanya identifikasi gejala
awal dilapang. Faktor biotik yang sering menyerang tanaman salah satunya
dari jamur, jamur dapat berkembang dalam tubuh inang dengan menempel dan
kemudian bercambah membentuk haustorium dalam tubuh tanaman inang yang
kemudian infeksi tersebut dapat menyebabkan sakit dalam diri inang hingga
dapat menyebakan kematian pada inang. Untuk mengetahui lebih spesifik dari
jamur tersebut maka perlu dilakukan pengujian dalam laboratorium.
Pengujian dalam laboratorium dapat dilakukan dengen mengisolasi bagian
tanaman yang sakit dari inang ke media buatan,kemudia setelah didapatkan
biakan jamur dapat dilakukan proses purifikasi untuk mendapatkan koloni jamur
yang murni,dan setelah itu dapat dilakukan identifikasi dengan menggunakan
mikroskop. Oleh sebab itu dalam pratikum mikologi tumbuhan mahasisawa
perlu mempratikan dan mengetahui bagaimana cara isolasi, purifikasi hingga
identifikasi dengan benar.
I.2 Tujuan
Pada Praktikum ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui cara untuk isolasi, purifikasi, dan identifikasi jamur patogen
tanaman.
2. Mengetahui karakteristik atau kenampakan dari spesies jamur pathogen
tanaman.
I.3 Manfaat
Adapun manfaat yang didapat dalam praktikum ini adalah untuk engetahui
cara untuk isolasi, purifikasi, dan identifikasi jamur patogen tanaman dan untuk
mengetahui karakteristik atau kenampakan dari spesies jamur pathogen
tanaman apakah sesuai yang diinginkan atau tidak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Jamur (2 b.ind 1 b.ing)
Jamur adalah suatu kelompok jasad hidup yang menyerupai tumbuhan
karena mempunyai dinding sel, tidak bergerak, berkembang biak dengan spora,
tetapi tidak mempunyai klorofil. Jamur tidak mempunyai akar, batang, daun dan
sistem pembuluh seperti pada tumbuhan tingkat tinggi. Umumnya jamur
berbentuk benang, bersel banyak, dan semua bagian jamur tersebut memiliki
potensi untuk tumbuh. Setiap lembar benang disebut hifa, dan kumpulan hifa
dinamakan miselium. Diameter hifa berkisar antara 0,5 – 100 mikron atau lebih
(Subahari, 2008).
Fungi merupakan tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil sehingga
bersifat heterotrof, tipe sel eukarotik. Jamur ada yang uniseluler dan
multiseluler. Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang disebut hifa yang dapat
membentuk anyaman bercabang-cabang (miselium). Organisme yang disebut
jamur bersifat heterotrof, dinding sel spora mengandung kitin, tidak berplastid,
tidak berfotosintesis, tidak bersifat fagotrof, umumnya memiliki hifa yang
berdinding yang dapat berinti banyak (multinukleat), atau berinti tunggal
(mononukleat), dan memperoleh nutrien dengan cara absorpsi (Gandjar dkk,
2006)
Fungi are organisms that have a nucleus, spores, lacking chlorophyll, a cell
wall composed of cellulose, chitin or a combination of both, in the form of
filaments or yarns branched insulated or not insulated. Threads on this fungus
called hyphae. Hyphae comprised of the nucleated cells one (uninucleate) or
two (binukleat). Fungal hyphae together to form a collection of hyphae is called
mycelium (Alexopoulos, 1996).
2.2 Peran Jamur (2 b.ind 1 b.ing)
Sebagai jamur antagonis, yaitu dengan menghambat pertumbuhan dan
mengendalikan patogen tanaman. Jamur yang berperan sebagai antagonis
misalnya Trichoderma sp. dan Gliocladium sp.. Jamur juga berperan sangat
penting dalam fermentasi makanan dan obat-obatan. Sebagai contoh, jamur
yang termasuk kelompok Zygomycota, misalnya Rhizopus dapat digunakan
secara komersial pada pembuatan tempe. Beberapa jenis lain juga dapat
dikonsumsi oleh manusia seperti jamur merang (Volvariella volvacea), jamur
tiram (Pleutus sp.) dan jamur kuping (Auricularia polytricha). Dalam bidang
pertanian jamur membantu mengembalikan kesuburan tanah, sebagai
organisme pengurai dan bersimbiosis dengan akar tanaman contoh mikoriza
(Dewi, 2012).
Sebagai bahan obat-obatan, Jamur yang digunakan sebagai bahan obat-
obatan contohnya adalah Penicillium notatum. Jamur ini dapat dimanfaatkan
sebagai antibiotika. Antibiotika yang dihasilkan oleh jamur penicillium notatum
adalah penisilin. Penisilin ini mampu mengatasi penyakit infeksi oleh bakteri dan
virus. Cara kerja antibiotik ini adalah menghambat sintetis dinding sel bakteri
patogen. Sebagai dekomposer, Jamur juga dapat berperan sebagai
dekomposer atau pengurai organisme mati. Perannya sebagai dekomposer ini
mampu mempertahankan persediaan nutrien organik yang sangat penting bagi
pertumbuhan tanaman Contoh jamur yang berperan sebagai dekomposer
adalah pilobolus yang menguraikan sampah organik berupa kotoran hewan dan
jamur kuping yang hidup di kayu (Firmansyah, 2008).
Fungi pathogens in other organisms (cause a disease). for example, skin
diseases, infections of the genitals, and a lung infection that can lead to death.
generally organisms that fungi is a plant widely attacked. many fungi attack
crops and may cause toxicity to humans who consume them (Campbell, 1998).
2.3 Morfologi Jamur
Fungi pada umumnya multiseluler (bersel banyak). Ciri-ciri fungi berbeda
dengan organisme lainnya dalam hal cara makan, struktur tubuh, pertumbuhan,
dan reproduksinya. Fungi benang terdiri atas massa benang yang
bercabangcabang yang disebut miselium. Miselium tersusun dari hifa (filamen)
yang merupakan benang-benang tunggal. Badan vegetatif jamur yang tersusun
dari filamen-filamen disebut thallus. Berdasarkan fungsinya dibedakan dua
macam hifa, yaitu hifa fertil dan hifa vegetatif. Hifa fertil adalah hifa yang dapat
membentuk sel-sel reproduksi atau spora-spora. Apabila hifa tersebut arah
pertumbuhannya keluar dari media disebut hifa udara. Hifa vegetatif adalah hifa
yang berfungsi untuk menyerap makanan dari substrat. Berdasarkan bentuknya
dibedakan pula menjadi dua macam hifa, yaitu hifa tidak bersepta dan hifa
bersepta. Hifa yang tidak bersepta merupakan ciri jamur yang termasuk
Phycomycetes (Jamur tingkat rendah). Hifa ini merupakan sel yang memanjang,
bercabang-cabang, terdiri atas sitoplasma dengan banyak inti (soenositik). Hifa
yang bersepta merupakan ciri dari jamur tingkat tinggi, atau yang termasuk
Eumycetesi (Sumarsih, 2003).
2.4 Deskripisikan Kelas Jamur Sebagai Patogen Tanaman
1. Kelas Plasmodiophoromicetes
Merupakan parasit pada tanaman dan jamur lainnya, yang berkembang
baik dalam jaringan inangnya dan menyebabkan gejala hiperplastik pada
tanaman inang dan menghasilkan bentuk-bentuk seperti tumor. Contoh
Plasmodiophora penyebab penyakit akar gada, Spongospora subterranae
penyebab penyakit garis bertepung (Sastrahidayat, 2011).
2. Kelas Chytridiomycetes
Golongan Chytridiomycota bersifat uniseluler, berkoloni, dan memiliki
alat gerak yang terletak pada bagian posterior. Hifa Chytridiomycota
senositik, septum akan mulai dibentuk apabila fungi akan membuat alat
reproduksi sporangium. Reproduksi seksual berlangsung dengan cara
kopulasi. Chytridiomycota banyak terdapat di tanah sebagai saprofit yang
hidup pada bahan organik (Indrawati Gandjar, 2006). Contohnya Olpidium
brassicae merupakan veltor virus dan parasite pada kubis dan tanaman lain
(Sastrahidayat, 2011).
3. Kelas Oomycetes
Jamur yang menyebabkan penyakit hawar daun pada tanaman
kentang dan embun palsu pada tanaman anggur, gejala yang tampak dari
penyakit ini adalah timbulnya garis-garis hijau muda pada permukaan daun
setelah itu warna putih muncul pada permukaan bawah daun, selanjutnya
bagian yang terserang akan mengering, sehingga daun akan mengkriting
dan gugur. Contoh Pytthium dan Phytophthora infestan (Sastrahidayat,
2011).
4. Kelas Zygomycetes
Jamur yang menyebabkan busuk lunak pada ubi jalar, gejala yang
nampak yaitu pada kulit umbi yang terinfeksi oleh jamur ini terdapat bercak
berwarna coklat atau kehitaman yang tidak teratur, kemudian umbi yang
terserang menjadi lunak, berair dan berserat-serat, pada daging buah mula-
mula berwarna kuning akan menjadi putih dan lunak. Contoh Rhizopus sp
(Sastrahidayat, 2011).
5. Kelas Ascomycetes
Gejala yang ditimbulkan biasanya yaitu timbul bintik-bintik kecil
berwarna hijau gelap (lebih gelap dari jaringan normal) pada daun, bunga,
ranting atau cabang, kemudian bintik teresbut akan berwarna kehitaman,
yang mengakibatkan mati kering. Contohnya penyakit yang disebabkan
oleh jamur ini yaitu, penyakit “scab” pada tanaman apel, penyakit busuk
buah dan kanker batang pada tanaman pear atau apel, penyakit tepung
pada tanaman apel. Contoh Taphrina deformans (Sastrahidayat, 2011).
6. Kelas Basidiomycetes
Gejala yang ditimbulkan oleh jamur ini yaitu pada daun terdapat
bercak-bercak seperti karat, setelah daun terinfeksi, daun akan mati
sebelum tua dan tanaman akan tumbuh kerdil. Contohnya pada penyakit
karat pada serelia. Contoh Ustilago maydis. Kelas ini ditandai dengan
adanya septa dan dikaryotik miselium, sering membentuk clamp connection
dan mempunyai basidium yang mengandung 2-8 basidiospora.
Basidiomycetes biasanya saprofit. Siklus hidup suatu basidiospora haploid
berkecambah dan membentuk suatu miselium bersepta dengan sel-sel
monokaryotik. Perkembangan aseksual dilakukan oleh konidium. Contoh
Hemileia vastatrix penyebab penyakit karat daun kopi (Sastrahidayat,
2011).
7. Kelas Deuteromycetes
Gejala awal dari serangan jamur ini ialah terjadinya pemucatan daun
dan tulang daun, daun akan menguning dan layu sehingga daun mudah
gugur. Contohnya pada penyakit layu pada tanaman tomat. Contoh
Colletotricum capsici (Sastrahidayat, 2011). Kelas ini sering disebut dengan
jamur imperfekti atau jamur aseksual. Miselium berkembang dengan baik,
bersepta, bercabang. Reproduksi seksual sangat jarang ditemukan, bahkan
tidak ditemukan sama sekali atau tidak diketahui fase seksualnya. Spora
aseksualnya disebut sebagai konidium dibentuk pada konidiofor yang
tumbuh tunggal atau dalam kelompok yang terwadahi dalam struktur
khusus seperti sporodochium dan synnemata, atau diproduksi dalam
struktur yang diketahui sebagai pinidium dan servulus. Contoh lain
Fusarium oxysporum (Abadi, 2003).
2.5 Pengertian Isolasi Patogen dan Purifikasi
A. Isolasi
Isoolasi adalah mengambil mikroorganisme yang terdapat di alam dan
menumbuhkannya dalam suatu medium buatan. Prinsip dari isolasi mikroba
adalah memisahkan satu jenis mikroba dengan mikroba lainnya yang
berasal dari campuran bermacam-macam mikroba (Krisno, 2011).
Isolasi ialah proses pengambilan mikroorganisme dari lingkungannya
untuk kemudian ditumbuhkan dalam suatu medium di laboratorium
(Semangun, 1996)
Isolation constitute techniques to separate microbes from a sample
containing mixtures of microbes (Pelczar, 1986)
B. Purifikasi
Purifikasi adalah suatu cara untuk memisahkan satu pathogen dari
pathogen lainnya yang tujuannya untuk mendapatkan biakan yang murni
(Agrios, 1996)
Purifikasi atau disebut juga pemurnian adalah pemisahan satu jenis
mikroorganisme patogen dari media inokulasi yang terdiri mungkin saja,
dari beberapa macam mikroorganisme dalam satu media, purifikasi ini
dilakukan untuk memudahkan dalam pengidentifikasian patogen tersebut
(Semangun, 1996).Purification is the process of rendering something pure,
i.e. clean of foreign elements and/or pollution (Pelczar, 1986)
2.6 Karakteritik Spesimen (Gejala, Morfologi,Edipemi,Kenapakan makro dan mikro
pada media PDA)
A. Fusarium Oxisforum
1. Gejala
Layu fusarium umumnya terjadi pada pertengahan musim panas
ketika temperatur udara dan tanah tinggi. Awal terbentuknya penyakit
tanaman ini adalah perubahan warna daun yang paling tua menjadi
kekuningan (daun yang dekat dengan tanah). Seringkali perubahan
warna menjadi kekuningan terjadi pada satu sisi tanaman atau pada
daun yang sejajar dengan petiole tanaman. Daun yang terinfeksi akan
layu dan mengering, tetapi tetap menempel pada tanaman. Kelayuan
akan berlanjut ke bagian daun yang lebih muda dan tanaman akan
segera mati. Batang tanaman akan tetap keras dan hijau pada bagian
luar, tetapi pada jaringan vaskular tanaman, terjadi diskolorisasi,
berupa luka sempit berwarna cokelat. Diskolorisasi dapat dilihat dengan
mudah dengan cara memotong batang tanaman didekat tanah dan
akan terlihat luka sempit berbentuk cincin berwarna cokelat, diantara
daerah sumbu tanaman dan bagian terluar batang (Cahyono, 2008).
2. Morfologi
Cendawan Fusarium sp mempunyai 3 alat reproduksi, yaitu
mikrokonidia (terdiri dari 1-2 sel), makrokonidia (3-5 septa), dan
klamidospora (pembengkakan pada hifa). Makrokonidia berbentuk
melengkung, panjang dengan ujung yang mengecil dan mempunyai
satu atau tiga buah sekat. Mikrokonidia merupakan konidia bersel 1
atau 2, dan paling banyak dihasilkan di setiap lingkungan bahkan pada
saat patogen berada dalam pembuluh inangnya. Makrokonidia
mempunyai bentuk yang khas, melengkung seperti bulan sabit, terdiri
dari 3-5 septa, dan biasanya dihasilkan pada permukaan tanaman yang
terserang lanjut. Klamidospora memiliki dinding tebal, dihasilkan pada
ujung miselium yang sudah tua atau didalam makrokonidia, terdiri dari
1-2 septa dan merupakan fase atau spora bertahan pada lingkungan
yang kurang baik. Menurut Agrios (1997) dalam Susetyo (2010),
miselium yang dihasilkan oleh cendawan patogen penyebab penyakit
layu ini mulanya berwarna putih keruh, kemudian menjadi kuning pucat,
merah muda pucat sampai keunguan.
3. Epidemi
Fusarium oxysporum yang terdapat disuatu daerah dapat
disebabkan oleh penyaluran tanaman yang terinfeksi saat manusia
beraktifitas. Patogen dapat berpindah dari jaringan tanaman yang sakit
sebagai klamidospora yang dirangsang berkecambah oleh inang atau
kontak dengan jaringan sehat tanaman rentan. Miselia dan konidia
hasil perkecambahan klamidospora yang diproduksi setelah 6-8 jam, 2-
3 hari kemudian akan menginfeksi akar sekunder atau tersier. Patogen
masuk ke zona vaskular dari rimpang akar tanaman yang sakit,
kemudian bergerak keluar dari sistem vaskular masuk ke sel parenkim.
Selanjutnya konidia terbentuk dan klamidospora terbentuk di dalam
tanah ketika tanaman mati, berlangsung aktif sampai beberapa tahun.
Fusarium oxysporum umumnya terdapat pada jaringan xilem. Parenkim
yang mengelilingi jaringan vaskular akan mati, sebelumnya terjadi
invasi cendawan dan selanjutnya berlangsung dalam lumen sel (Perez
dan Vicente, 2004).
4. Kenampakan Makroskopis dan Mikroskopis
Kenampakan Makroskopis
Koloni pada media OA (Oat Agar) atau PDA (25˚C) mencapai
diameter 3,5 - 5,0 cm. Miselia aerial tampak jarang atau banyak seperti
kapas, kemudian menjadi seperti beludru, berwarna putih atau salem
dan biasanya agak keunguan yang tampak lebih kuat dekat permukaan
medium. Sporodokia terbentuk hanya pada beberapa strain.
Sebaliknya koloni berwarna kekuningan hingga keunguan. Konidiofor
dapat bercabang dapat tidak, dan membawa monofialid (Kirnando,
2011)
Gambar : Makroskopis Fusarium Oxysforum
Kenampakan Mikroskopis
Jamur Fusarium sp. mempunyai 3 alat reproduksi, yaitu
mikrokonidia (terdiri dari 1-2 septa), makrokonidia (3-5 septa), dan
klamidospora (pembengkakan pada hifa). Mikrokonidia berbentuk bulat
telur, tidak bersekat atau bersekat satu dengan ukuran 8-12 x 3 µm
pada perbesaran 400x . Makrokonidia berbentuk bulan sabit dengan
sekat 3-5, berukuran 27,536,25 x 3-5 µm). Hifa bersekat dan
bercabang (Gambar 4B2). Hal yang sama juga diungkapkan oleh
Semangun (2004), bahwa Fusarium sp. memiliki struktur yang terdiri
dari mikronidium dan makronidium. Konidiofor A B 3 1 2 21 bercabang-
cabang dan makro konidium berbentuk sabit, bertangkai kecil, sering
kali berpasangan.
Kenampakan Mikroskopis Fusarium Oxysporum
B. Colletotricum gloesporiodes
1. Gejala
Gejala awal penyakit ini ditandai dengan munculnya bercak yang
agak mengkilap, sedikit terbenam dan berair, berwarna hitam, orange
dan coklat. Warna hitam merupakan struktur dari cendawan (mikro
skelerotia dan aservulus), apabila kondisi lingkungan lembab tubuh buah
akan berwarna orange atau merah muda. Luka yang ditimbulkan akan
semakin melebar dan membentuk sebuah lingkaran konsentris dengan
ukuran diameter sekitar 30 mm atau lebih. Dalam waktu yang tidak lama
buah akan berubah menjadi coklat kehitaman dan membusuk, ledakan
penyakit ini sangat cepat pada musim hujan. (Melin.2014).
Penyakit ini juga dapat timbul pada buah, terutama buah yang
masih pentil atau buah muda. Pada buah muda bintik-bintik coklat
berkembang menjadi bercak coklat berlekuk. Selanjutnya buah akan
layu, mengering dan mengeriput. Serangan pada buah tua akan
menyebabkan busuk kering pada ujung buah (Semangun, 2004). Buah
muda yang terserang menjadi keriput kering atau menyebabkan gejala
busuk kering. Busuk kering karena serangan penyakit ini ditandai
dengan terjadinya lingkaran berwarna kuning pada batas jaringan yang
busuk dan jaringan yang sehat. Daun-daun muda rentan selama lebih
kurang 5 hari pada waktu kuncup membuka (bud break) dan daun
selama 10 hari, daun berkembang sampai membuka penuh, warnanya
berubah dari warna perunggu menjadi hijau pucat. Pada waktu ini
kutikula sudah terbentuk dan daun menjadi cukup tahan. Pada daun
yang lebih dewasa serangan Colletotrichum dapat menyebabkan tepi
dan ujung daun berkeriput, dan pada permukaan daun terdapat bercak-
bercak bulat berwarna coklat dengan tepi kuning, bergaris tengah 1 – 2
mm. Bila stadia umur daun bertambah, bercak akan berlubang
ditengahnya dan bercak tampak menonjol dari permukan daun. Hal ini
dapat digunakan sebagai salah satu penanda yang penting adanya
serangan penyakit Colletotrichum (Semangun, 2004).
2. Morfologi
Pada permukaan organ yang diserang jamur ini membentuk tubuh
buah berupa aservulus yang menyembul dari permukaan organ yang
diserangnya. Aservulus berlilin, berbentuk cakram dengan beberapa bulu
atau duri berwarna cokelat tua diantara konidiofor (Semangun, 2004).
Konidium tidak berwarna (tetapi dalam jumlah banyak berwarna merah
salmon), bersel 1, jorong memanjang, agak melengkung, berukuran
panjang 10-15 µm dan lebar 5-7 µm, terbentuk pada ujung konidiofor
yang sederhana dan pendek (Semangun, 2004). Pada saat
berkecambah konidium yang bersel tunggal membentuk penetrasi
(Dickman, 1993). Pada medium PDA jamur membentuk koloni yang
mula-mula berwarna cokelat jingga tetapi kemudian menjadi cokelat
gelap. Menurut Dickman (1993), isolasi Colletotrichum gloeosporioides
dari bercak yang berbeda dapat menghasilkan isolat dengan warna
koloni dan virulensi yang berlainan.
Biasanya C. Gloesporioides biasanya memiliki miselium septa,
tidak berwarna,gelap ketika tua. Miselium membentuk massa sel
berdinding tebaldengan bentuk seperti badan buah, yang disebut
acervuli. Biasanya acervuli ini berada dalam jaringan inang tepat di
bawah sel epidermis, jamur ini juga mempunyai konidia yang berbentuk
pendek lonjong dan berwarna sedangkan konidiofor pendek dan di
antara keduanya dihasilkan seta mirip rambut berwarna hitam (Lucas et
al. 1985).
Patogen C. gloeosporioides membutuhkan air bebas atau
kelembaban relatif di atas 95% untuk perkecambahan konidia dan
pembentukan appressorium. Namun, konidia dapat bertahan selama 1-2
minggu pada kelembaban terendah 62% dan kemudian berkecambah
jika kelembaban 100%. Secara umum, infeksi terjadi pada suhu antara
200 -300 C. Diantara 200 -300 C ada rentang diantara suhu tersebut
sehingga variasi dalam suhu optimal untuk persyaratan perkecambahan
dan pembentukan appressorium antara isolat C. gloeosporioides dari
lokasi yang berbeda (Arauz, 2000).
3. Epidemi
C. Gloesporioides tersebar luas, sebagai parasit lemah pada
bermacammacam tumbuhan inang, bahkan ada yang hanya hidup
sebagai saprofit. Cendawan dapat mempertahankan diri dengan hidup
secara saprofitis pada bermacam-macam sisa tanaman sakit. Pada
cuaca menguntungkan jamur membentuk konidium. Karena terbentuk
dalam massa yang lekat, konidium dipencarkan oleh percikan air, dan
mungkin oleh serangga. Pembentukan konidium dibentuk oleh cuaca
yang lembab, sedang pemencaran konidium dibantu oleh percikan air
hujan maupun siraman (Semangun, 2004).
4. Kenampakan makro dan mikro pada media PDA
Kenampakan Makroskopis
Pada medium PDA jamur membentuk koloni yang mula-mula
berwarna cokelat jingga tetapi kemudian menjadi cokelat gelap. Menurut
Dickman (1993), isolasi Colletotrichum gloeosporioides dari bercak yang
berbeda dapat menghasilkan isolat dengan warna koloni dan virulensi
yang berlainan C. gloeosporioides yang berumur muda berwarna putih
dan kemudian berangsur-angsur berubah menjadi orange dan keabu-
abuan saat sudah tua
Koloni pada medium PDA
Kenampakan Mikroskopis
C.gloeosporioides berbentuk aservulus pada bagian yang mati
(nekrosis) yang berbatas tegas, biasanya berseta, kadang-kadang
berseta sangat jarang atau tidak sama sekali. Aservulus berbentuk bulat,
memanjang atau tidak teratur. Seta mempunyai panjang yang bervariasi,
bersekat 1-4, berwarna coklat, pangkalnya agak membengkak, mengecil
ke ujung, pada ujungnya kadang-kadang berbentuk konidium. Konidium
berbentuk tabung, ujungnya tumpul, pangkalnya sempit terpancung,
hialin, tidak bersekat, berinti. Konidiofor berbentuk tabung, tidak
bersekat, hialin atau coklat pucat (Semangun, 2004)
Gambar Mikroskopis Konidia dan konidiofor C.gloeosporioides
C. Ustilago maydis
1. Gejala
Gejala ditemukan pada tongkol jagung, gejala awalnya berupa
pembengkakan atau gall yang dibungkus dengan jaringan berwarna
putih kehijauan sampai putih perak mengkilat. Bagian dalam gall
berwarna gelap dan berubah menjadi massa tepung spora berwarna
coklat sampai hitam. Gall dapat terjadi pada semua bagian tanaman
jagung. Gall pada tongkol apabila sudah mencapai pertumbuhan
maksimal dapat mencapai diameter 15 cm. Gall pada daun tetap kecil
dengan diameter 0,6-1,2 cm. Apabila bunga jantan terinfeksi, maka
semua tongkol pada tanaman tersebut terinfeksi penyakit gosong
(Wakman dan Burhanuddin, 2007).
Biji-biji yang terinfeksi membengkak, membentuk kelenjar-kelenjar
(gall, cecidia). Semula kelenjar berwarna putih, tetapi setelah jamur yang
terdapat didalamnya membentuk spora (teliospora), kelenjar berwarna
hitam, dengan kulit yang jernih. Dengan makin membesarnya kelenjar-
kelenjar, kelobot terdesak ke samping, sehingga sebagian dari kelenjar
itu tampak dari luar. Akhirnya kelenjar pecah dan spora jamur yang
berwarna hitam terhambur keluar (Semangun, 2004).
2. Morfologi
Ustilago maydis adalah cendawan penyebab penyakit gosong
bengkak pada tanaman jagung (Zea mays L.). Cendawan ini merupakan
dimorfik, artinya dalam siklus hidupnya dapat terjadi dua bentuk, yaitu
membentuk sel khamir dan membentuk misellium. Ustilago
maydis tumbuh dalam bentuk sel khamir haploid selama fase saprofit,
namun berubah menjadi miselium bersel haploid pada fase menginvasi
atau menginfeksi inang (AAK, 1993).
3. Epidemi
Ustilago maydis menghendaki keadaan iklim kering dan suhu
antara 26-340C. Periode inkubasi dari infeksi sampai timbul gall sekitar
satu sampai beberapa minggu. Pemupukan N tinggi dan pupuk kandang
meningkatkan penyakit gosong. S. reiliana menghendaki suhu tanah 21-
280C dan kelembaban tanah moderat sampai rendah 15 25%. Inang dari
S. reiliana meliputi pitscalegrass, sorgum dan sudangrass (Pabbage et
al., 2002)
4. Kenampakan makro dan mikro pada media PDA
Kenampakan Makroskopis
Cendawan ini merupakan dimorfik, artinya dalam siklus hidupnya
dapat terjadi dua bentuk, yaitu membentuk sel khamir dan membentuk
miselium. U. maydis tumbuh dalam bentuk sel khamir haploid selama
fase saprofit namun berubah menjadi miselium bersel diploid pada fase
menginvasi atau menginfeksi inang. Siklus hidup U. maydis biasanya
dimulai dengan pertumbuhan tabung konjugasi kemudian terjadi fusi
antara sporidia yang sesuai. Selanjutnya, miselium dikariotik atan
menginvasi tanaman yang dilanjutkan dengan pembentukkan teliospora.
Saat teliospora telah matang maka dapat terjadi germinasi dan
pembentukkan promiselium. Kemudian, terjadi pembelahan meiotik yang
menghasilkan sporidia dan diperbanyak dengan proses pembelahan
(budding). U. maydis umumnya menyerang tongkol jagung dengan
masuk ke dalam biji dan menyebabkan pembengkakan serta
terbentuknya kelenjar. Pembengkakan akan mengakibatkan kelobot
rusak dan kelenjar pecah hingga spora U. maydis dapat menyebar
(Wakman dan Burhanuddin, 2007).
Gambar Makroskopis Ustilago maydis
Kenampakan Mikroskopis
Ustilago maydis memiliki hifa yang bersekat. Siklus hidup U.
maydis biasanya dimulai dengan pertumbuhan tabung konjugasi
kemudian terjadi fusi antara sporidia yang sesuai. Selanjutnya,
miselium dikariotik atan menginvasi tanaman yang dilanjutkan dengan
pembentukkan teliospora. U. maydis umumnya menyerang tongkol
jagung dengan masuk ke dalam biji dan menyebabkan pembengkakan
serta terbentuknya kelenjar. Pembengkakan akan mengakibatkan
kelobot rusak dan kelenjar pecah hingga sporaU. maydis dapat
menyebar (Semangun, 2004).
Gambar mikroskopis Ustilago maydis
D. Sclerotium rolfsii
1. Gejala
Terjadinya busuk pada batang, busuk akar dan busuk pangkal
batang. Secara umum disebut rebah kecambah (dumping off). Infeksi
jamur putih dapat terjadi sejak awal pertumbuhan biji, sehingga
menyebabkan kematian pada kecambah dan apabila menyerang bibit
menyebabkan gejala busuk sampai terkelupas pada kulit hipokotil.
Pada bagian tanaman yang terserang yakni pangkal batangnya akan
membusuk, daun-daun menguning, tanaman menjadi layu dan
akhirnya mati. Tanaman yang sakit layu dan menguning perlahan-lahan
pada pangkal batang dan permukaan tanah didekatnya terdapat
benang-benang jamur bewarna putih seperti buluh. Benang-benang ini
kemudian membentuk Sclerotium, atau gumpalan benang, yang mula-
mula bewarna putih, akhirnya menjadi coklat seperti biji sawit, dengan
garis tengah 1-1,5 mm. Karena mempunyai lapisan dinding yang keras,
sclerotium dapat dipakai untuk mempertahankan diri terhadap
kekeringan, suhu tinggi, dan keadaan yang merugikan (Semangun,
2004).
2. Morfologi
Bentuk sklerotia bervariasi, ada yang seperti bola, panjang, swollen
atau seperti piringan (datar), sering sendiri atau banyak seperti
anakkan sungai. Kadang-kadang menutupi permukaan yang luas
dengan warna yang lebih gelap sampai hitam, keras terutama pada
daerah kering. Dengan bagian dalam yang biasanya berwarna terang.
Perbedaan dari bentuk sklerotia disebabkan oleh perbedaan warna
kulit dan struktur sel (Gilman, 1971) Dalam lingkungan yang lembab,
jamur S. rolfsii membentuk miselium tipis, berwarna putih, teratur
seperti bulu pada pangkal batang dan permukaan tanah disekitarnya.
Tanah miselium ini, kelak akan berbentuk banyak butir-butir kecil,
berbentuk bulat atau jorong dengan permukaan yang licin. Butiran-
butiran kecil ini mula-mula berwarna putih, kemudian menjadi coklat
muda sampai coklat tua. Butiran ini dinamakan sklerotium. Sklerotium
berperan sebagai alat bertahannya jamur karena memiliki sifat yang
sangat tahan terhadap lingkungan yang tidak mendukung
(Agrios,1996).
3. Epidemi
Sclerotium sp. merupakan jamur tular tanah yang dapat bertahan
lama dalam bentuk sclerotia di dalam tanah, pupuk kandang, dan sisa-
sisa tanaman sakit. Di samping itu jamur tersebut dapat menyebar
melalui air irigasi dan benih. Pada lahan yang ditanami secara terus
menerus dengan tanaman inang dari Sclerotium sp.akan beresiko
tinggi terserang oleh Sclerotium sp. yang dapat berakibat turunnya
produksi. Dengan demikian cara yang effektif untuk mengendalikan
Sclerotium sp. adalah dengan pergiliran tanaman menggunakan
tanaman yang bukan inang dari jamur tersebut. Menurut Ferreira dan
Boley (1992) S. rolfsii mampu menginfeksi tanaman jika jumlah miselia
yang tumbuh cukup banyak. Untuk mendukung pertumbuhan miselia
secara optimal diperlukan nutrisi yang berasal dari bahan organik,
sebab di alam sklerotia atau hifa berdinding tebal biasanya berasosiasi
dengan sisa tanaman atau bertahan hidup sebagai saprofit pada bahan
organic.
4. Kenampakan makroskopis dan mikroskopis pada media PDA
Jamur S. rolfsii sacc. Disebut sebagai Corticium rolfsii (Sacc) Curzi
dan Pellicularia rolfsii West. Jamur ini mempunyai miselium yang terdiri
dari benang-benang, berwarna putih tersusun seperti bulu atau kipas.
Jamur ini tidak membentuk spora untuk pemencaran dan
mempertahankan diri, jamur membentuk sclerotium yang semula
berwarna putih kelak menjadi coklat, dengan garis tengah ± 1 mm
butiran ini mudah sekali lepas dan terangkut oleh air. (Semangun,
2004). S. Rolfsii memiliki butiran-butiran kecil yang teratur, atau
membentuk bulat dengan pangkal yang agak datar. Sedangkan untuk
penampakan makroskopisnya membentuk bulu seperti kipas dan
kekuningan.
Gambar kenampakan makroskopis dan mikroskopis S. Rolfsi
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat, Bahan serta Fungsi
3.1.1 Isolasi Jamur Patogen
AlatCutter :Untuk memotong bagian tanaman yang terkena serangan.
Pinset :Untuk memindahkan potongan sampel bagian yang
bergejala.
Cawan Petri : Sebagai tempat media (isolasi), alcohol, khloroks, dan
aquadest.
Bunsen : Untuk menciptakan kondisi aseptis.
Gelas Ukur : Untuk tempat alkohol (sterilisasi alat) dan untuk mengukur
saat pengenceran alkohol.
Wrapping : Untuk mengcover hasil isolasi di cawan petri.
Kamera : Untuk dokumentasi.
BahanBagian tanaman bergejala
Fusarium Oxysporum :Obyek Pengamatan
Ustilago Maydis :Obyek pengamatan
Colletotrichum gloeosporioides :Obyek Pengamatan
Sclerotium rolf sii :Obyek Pengamatan
Alkohol :untuk mensterilkan bahan.
Aquadest :untuk mebilas bahan yang telah dicuci.
Media PDA :media pertumbuhan patogen yang diisolasi.
3.1.2 Purifikasi
AlatJarum Ose : Digunakan untuk mengambil atau memindahkan koloni
pathogen.
Wrapping : Untuk mengcover media dan cawan petri
Cawan Petri : Untuk tempat media purifikasi
Bunsen : Digunakan untuk sterilisasi alat
BahanIsolat hasil Isolasi :untuk di ambil isolat sengai bahan purifikasi
Media PDA :untuk meletakkan isolat yang dipurifikasi
Alkohol 70% :untuk sterilisasi lingkungan dan alat
Spirtus : sebagai bahan bakar Bunsen
3.1.3 Identifikasi
AlatJarum Ose :Untuk mengambil dan memindahkan isolat murni
yang akan di identifikasi
Mikroskop :Untuk mengidentifikasi kenampakan makroskopis
pathogen
Cover glass : Digunakan sebagai tempat spesimen yang diamati
Kamera : Untuk mendokumentasikan hasil dari identifikasi
BahanAquades : untuk membersihkan alat.
Alkohol : untuk mensterilkan alat.
Isolat Murni hasil Purifikasi : spesimen yang diamati.
3.2 Cara Kerja (Analisa Perlakuan)
3.2.1 Isolasi
Pertama siapkan alat dan bahan yang akan diperlukan pada saat
kegiatan isolasi. Sampel tanaman yang bergejala dicuci pada air
mengalir kemudian bagian tanaman yang bergejala dipotong dengan ½
bagian sakit dan ½ bagian sehat. Potongan sampel dicuci dengan
alkohol dan aquadest yang sudah disiapkan pada cawan petri dengan
masing-masing selama satu menit kemudian ditiriskan diatas tisu hingga
kering. Setelah kering ditanam pada PDA dengan cara bibir petri dibakar
pada bunsen terlebih dahulu lalu petri tetap didekatkan pada bunsen dan
tutup petri dibuka dengan tidak terlalu lebar kemudian tanam potongan
sampel pada PDA kemudian bakar bibir petri sebelum ditutup dengan
wrapping. Semua alat yang akan digunakan harus disterilkan terlebih
dahulu dengan cara dicelup alkohol dan dibakar pada bunsen. Kemudian
potongan sampel yang sudah ditanam diamati selama 1 minggu dan
didokumentasikan
3.2.2 Purifikasi
Dipersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan terlebih dahulu,
selanjutnya sterilisasi tempat dan alat yang akan digunakan dipastikan
harus benar-benar steril karena kegitan purifikasi tidak dilakukan di
LAFC, sterilisasi ini dilakukan dengan cara menyemprot meja kerja dan
udara sekitar dengan menggunaka alkohol serta semua alat yang
digunakan direndam dengan menggunakan alkohol terlebih dahulu.
Pada proses purifikasi prinsipnya adalah memindah spora jamur hasil
isolasi di dalam media PDA dan menanam pada PDA baru tersebut.
Langkahnya yaitu mengambil sejumlah kecil koloni hasil dari isolasi
dengan cara diplong, kemudian diambil dengan jarum ose yang telah
disterilkan dengan alkohol kemudian dibakar dengan apu bunsen namun
tidak terlalu lama tujuannya agar jarum tidak terlalu panas sehingga tidak
mematikan spora jamur yang akan diambil. Spora yang diambil
merupakan spora dari pathogen yang diinginkan bukan yang kontam.
Kemudian spora di tanam pada PDA yang baru, pada saat membuka
cawan petri didekatkan pada bunsen yang menyala, sebelum dan
sesudah membuka cawan petri bibir petri dibakar terlebih dahulu pada
api bunsen kemudian bungkus bibir petri dengan wrapping. Amati dan
dokumentasi
3.2.3 Identifikasi
Siapkan alat dan bahan, sterilisasi tempat dan alat yang akan
digunakan. Biakan patogen yang sudah dipurifikasi, kemudian diambil
dengan jarum ose, dan setelah itu diletakkan di preparan yang sudah
ditetesi air kemudian ditutup dengan cover glass. Langkah berikutnya,
preparat yang telah berisi sampel patogen kemudian diamati dibawah
mikroskop dengan perbesaran 10 x. Setelah kenampakan
mikroskopisnya terlihat maka segera didokumentasikan hasilnya dan
dibandingkan dengan literatur.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil dan Pembahasan Isolasi dibandingkan dengan literature
4.1.1 Hasil
No. Nama Patogen Dokumentasi Hasil
Isolasi
Keterangan Makroskopis
1 Fusarium Oxysporum
Kenampakan makroskopis
jamur setelah dilakukan isolasi
yaitu terlihat adanya miselium
putih seperti beludru yang
mengelilingi spesimen inang
pada media.
2 Ustilago Maydis
Kenampakan Makroskopis
jamur pada media terlihat
bahwa koloni jamur tumbuh
berwarna putih dan memenuhi
media pasa cawan petri.
Kemudian terdapat warna
kecoklatan di sekitar bagian
yang diisolasi.
3Sclerotium rolfsii
Kenampakan makroskopis
terlihat bahwa koloni jamur
yang tumbuh setelah isolasi
berwarna kecoklaatan.
4Colletotrichum
gloeosporioides
Kenampakan pada jamur ini
terlihat bahwa pada media
terlihat jamur yang tumbuh
mengelilingi potongan inang
yang di isolasi berwarna
kecoklatan kemusian
memenuhi media dengan hifa
berwarna putih.
4.1.2 Pembahasan
Fusarium Oxysporum
Pratikum isolasi Fusarium Oxysporum dilakukan dengan mengambil
bagian tanaman yang terserang Fusarium Oxysporum yang ditandai
dengan munculnya gejala serangan pada bagian buah cabai yang
kemudian di potong dan disterilkan dengan aquades dan alkohol dan di
biakan pada media biakan baru untuk didapatkan biakan murni yang
kemudian akan digunakan dalam tahappurifikasi. Dari hasil pengamatan
satu minggu setelah isolasidilakukan didapatkan hasil bahwa koloni jamur
Fusarium Oxysporum mulai berkembang dalam media dengan ditandai
munculnya hifa coklat pada bagian samping potongan spesimen dan
kemudian muncul hifa putih seperti beludru namun tidak memenuhi
cawan.Menurut Gandjar, (1999), kenampakan makroskopis dari Fusarium
Oxysporum awalnya miselium tidak berwarna, semakin tua warna menjadi
krem atau kuning pucat dalam keadaan tertentu berwarna merah muda
agak ungu
Ustilago Maydis.
Bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan isolasi yaitu pada
tongkol jagung yang terinfeksi oleh Ustilago Maydis yang ditandai dengan
adanya pembengkakan pada tongkol jagung yang berwarna kehitaman
yang apabila bagian tersebut dipotong terdapat sepora didalamnya.
Berdasarkan hasil isolasi pada tongkol jagung yang bergejala terserang
Ustilago maydis didapatkan hasil bahwa pada petri terdapat beberapa
koloni jamur ada yang berwarna putih dan kecoklatan pada sekitar bagian
tanaman yang di isolasi pada media. Menurut Wakman (2000) warna dari
U. maydis berwarna gelap spora berwarna coklat sampai hitam, hal
tersebut berarti pada petri tersebut terdapat jamur Ustilago maydis yaitu
yang berwarna kecoklatan.
Sclerotium rolfsii
Berdasarkan hasil pengamatan isolasi Sclerotium rolfsii pada hari ke
7 setelah isolasi dilakukan didapatkan hasil bahwa pada media biakan
warna dari Sclerotium rolfsii menunjukan warna coklat kehitaman dan
terdapat hifa berwarna putih namun hanya sedikit. Berdasarkan hasil
penelitian Malinda. (2010), menjelaskan bahwa ciri-ciri koloni S. rolfsii
pada media PDA secara makroskopik ialah hifa berwarna putih, tidak
membentuk spora, terbentuknya miselia steril dan sklerotia pada hari
kelima. Sklerotia muda berwarna putih kemudian berubah warna menjadi
coklat muda hingga coklat kehitaman. Sklerotia tersebut dapat
berkecambah kembali. Dari perbandingan hasil pratikum dan penelitian
menunjukan kenampakan yang sesuai hal ini dapat dilihat dari hasil isolasi
menunjukan warna coklat kehitaman yang berarti sklerotia muda sudah
berubah bentuk mnjadi coklat kehitaman.
Colletotrichum gloeosporioides
Isolasi dilakukan dengan mengambil bangian tanaman kedelai yang
terserang. Pada masa inkubasi hari ke 7 kenampakan makroskopis
Colletotrichum gloeosporioides pada media PDA menunjukan bahwa
disekitar spedimen terdapat kloni jamur yang berwarna coklat gelap yang
kemudian tumbuh dan menyebar pada media degan hifa berwarna putih.
Sedangkan menurut Semangun, (2004) Konidium tidak berwarna (tetapi
dalam jumlah banyak berwarna merah salmon), bersel 1, jorong
memanjang, agak melengkung, berukuran panjang 10 – 15 µm dan lebar
5 – 7 µm, terbentuk pada ujung konidiofor yang pendek. Pada saat
berkecambah konidium yang bersel tunggal membentuk sekat dan buluh
kecambah membentuk apresorium sebelum melakukan penetrasi
(Semangun, 2004).
4.2 Hasil dan Pembahasan Purifikasi dibandingkan dengan literature
4.2.1 Hasil
No. Nama PatogenDokumentasi
Hasil Purifikasi
Keterangan
Makroskopis
1 Fusarium Oxysporum
Warna koloni
putih ,bertekstur
seperti kapas,dan
zona petumbuhan
melingkar.
2 Ustilago Maydis
Warna koloni putih,
bertekstur
halus,zona
perumbuhanya
tidak melingkar
3 Sclerotium rolfsii
Warna koloni
putih,tekstur
seperti
kapas,terdapat
warna coklat pada
salah satu sisi dan
zona
pertumbuhanya
melingkar
4Colletotrichum
gloeosporioides
Warna koloni
tengah kehitaman
dan kemudian
tepinya berwarna
putih,zona
pertumbuhanya
melingkar,
bertekstur halus.
4.2.2 Pembahasan
Pada hasil purifikasi jamur Fusarium Oxysporum didapatkan hasil
kenampakan pada media PDA yaitu warna koloni putih dan bertekstur
seperti kapas,dan zona perumbuhanya melingkar, Menurut Gandjar,
(1999), kenampakan makroskopis dari Fusarium Oxysporum awalnya
miselium tidak berwarna, semakin tua warna menjadi krem atau kuning
pucat dalam keadaan tertentu berwarna merah muda agak
ungu.berdasarkan hasil perbandingan literatur kenampakan yang
didapatkan dapat dikatakan sesuai hal ini ditunjukan dengan koloni
miselium dari Fusarium Oxysporum hasil purifikasi pratikum berwarna
putih sedangkan berdasarkan literatur menyebutkan tidak berwarna
(putih) pada awalnya,dan kemungkinan hasil purifikasi tersebut masih
pada tahap awal sehingga belum menunjukan kenampakan warna
seperti yang di jelaskan dalam literatur.
Pada hasil purifikasi Ustilago Maydis Warna koloni jamur putih,
bertekstur halus,dan zona pertumbuhanya tidak teratur hal tersebut
dapat terlihat pada 7 hari setelah dilakukanya purifikasi,sedangkan
menurut Wakman (2000) warna dari U. maydis berwarna gelap spora
berwarna coklat sampai hitam. Dari penjelasan literature dan
dibandingkan dengan hasil purifikasi dalam pratikum jelas sangat
berbeda hal ini dikarenakan warna dari hasil purifikasi yaitu putih
sedangkan berdasarkan literatur mengatakan bahwa warna dari koloni
jamur U. maydis cenderung berwarna gelap. Perbanyakan U. maydis
pada media buatan sangat sulit dilakukan mengingat bahwa jamur U.
maydis hanya dapat dibiakan pada inang aslinya.
Pada hasil purifikasi Sclerotium rolfsii didapatkan hasil bahwa
pada media PDA koloni jamur yang muncul yaitu berwarna putih,tekstur
seperti kapas, terdapat warna coklat pada salah satu sisi dan zona
pertumbuhanya melingkar. Berdasarkan hasil penelitian Malinda.
(2010), menjelaskan bahwa ciri-ciri koloni S. rolfsii pada media PDA
secara makroskopik ialah hifa berwarna putih, tidak membentuk spora,
terbentuknya miselia steril dan sklerotia pada hari kelima. Sklerotia
muda berwarna putih kemudian berubah warna menjadi coklat muda
hingga coklat kehitaman. Dari hasil perbandingan literatur dan hasil
purifikasi yang dilakukan pada pratikum menujukan warna koloni yang
sama hal ini menujukan bahwa jamur Sclerotium rolfsii yang dipurifikasi
sesuai.
Hasil purifikasi Colletotrichum gloeosporioides pada pratikum
didapatkan hasil bahwa warna koloni tengah kehitaman dan kemudian
tepinya berwarna putih, zona pertumbuhanya melingkar, bertekstur
halus. Sedangkan menurut Semangun, (2004) Konidium tidak
berwarna (tetapi dalam jumlah banyak berwarna merah salmon), bersel
1, jorong memanjang, agak melengkung, berukuran panjang 10 – 15
µm dan lebar 5 – 7 µm, terbentuk pada ujung konidiofor yang pendek.
Berdasarkan hasil pratikum dan dibandingkan dengan literatur
menunnjukan bahwa warna dari koloni jamur berbeda pada hasil
pratikum berwana hitam dengan tepi putih, sedangkan pada literatur
konidiumnya apabila jumlahnya banyak akan berwarna merah.s
4.3 Hasil dan Pembahasan Identifikasi dibandingkan dengan literature
4.3.1 Hasil
No. Nama Patogen
Dokumentasi
Mikroskopis +
Literature
Keterangan
1 Fusarium OxysporumHifa hialin,konidia
berbrntuk bulan sabit
2 Ustilago Maydis Tidak teridentifikasi
3 Sclerotium rolfsii
Hifa hialin,hifa
bersekat,tidak ada
konidia.
4Colletotrichum
gloeosporioides
Hifa tidak hialin,tidak
bersekat,warna konidia
hijau muda.
4.3.2 Pembahasan
Identifikasi dilakukan dengan menggunakan mikroskop dengan
perbesaran 10x,dari hasil yang didapatkan dapat terlihat kenampakan
mikroskopis dari masing masing jamur patogen, untuk memastikan
apakah hasil identifikasi jamur saat pratikum sudah sesuai dengan
yang terdapat di literatur atau tidak. Identifikasi secara mikroskopis
dapat dilakukan dengan melihat bentuk dari konidia, hifa bersekat atau
tidak bersekat,warna konidia, hifa hialin atau tidak hialin dan lain
sebagainya.
Hasil dari identifikasi jamur Fusarium Oxysporum yaitu pada
kenampakan mikroskopisnya hifa hialin, hifa bersekat, konidia
berbentuk bulan sabit. Sedangkan menurut Semangun (2004), bahwa
Fusarium sp. memiliki struktur yang terdiri dari mikronidium dan
makronidium. Konidiofor bercabang-cabang dan makro konidium
berbentuk sabit, bertangkai kecil, sering kali berpasangan. Pernyataan
dari literatur dan hasil identifikasi saat pratikum menunjukan
kesesuaian dimana konidia berbentuk bulan sabit,hialin dan tidak
bersekat hifanya.
Hasil identifikasi jamur Ustilago Maydis tidak dapat di identifikasi
karena hasil dari mikroskop tidak menunjukan gambar yang tidak
jelas.sehingga tidak dapat menunjukan bentuk konidia,warna dan
hifanya. Teliosporanya berbentuk bulat atau elips, berwarna coklat
sampai hitam, diameter 8 - 11 mikron. Spora diploid ini tumbuh
membentuk promiselium dengan empat atau lebih sporidia (Wakman
dan Burhanuddin,2007).
Hasil identifikasi Sclerotium rolfsii menunjukan bahwa pada jamur
tersebut tidak ditemukan konidia,hifa hialin dan bersekat. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Malinda, (2010) ciri ciri mikroskopik dari
Sclerotium rolfsii hifa bersekat dan tidak ditemukannya konidia. Dari
perbandingan literatur dan hasil pratikum dapat dikatakan bahwa hasil
pratikum sesuai karena menunjukan kesamaan dari mikroskopiknya.
Hasil identifikasi Colletotrichum gloeosporioides didapatkan hasil
bahwa pada mikroskopik Hifa hialin, bersekat, konidia bulat.
Berdasarkan literatur patogen Colletotrichum gloeosporioides
mempunyai hifa bersepta, warna hialin yang kemudian berubah
menjadi gelap. Aservulus banyak terbentuk pada bagian tanaman sakit
kecuali pada buah. Konidium berbentuk jorong atau bulat telur dengan
bagian ujung membulat, tidak bersepta dengan warna
hialin(Miskun.2013). Berdasarkan perbandingan literatur dan hasil
pratikum menunjukan mikroskopis yang hampir sesuai.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari pratikum yang telah dilakukan dari proses isolasi,purifikasi
hingga identifikasi dari keempat patogen jamur didapatkan hasil yang
sesuai yaitu pada jamur patogen Fusarium Oxysporum, Sclerotium rolfsii,
Colletotrichum gloeosporioides yang menunjukan ciri- ciri mikroskopis
hampir sama dengan perbandingan literatur namun pada Ustilago maydis
masih belum dapat teridentifikasi hal ini karena pada pratikum hasil
kenampakan mikroskopis pada mikroskop tidak terlihat jelas hal ini
dimungkinkan karena Ustilago maydis sulit di biakan pada media buatan.
5.2 Saran (Praktikum dan Asisten)
Sebaiknya pada saat kegiatan identifikasi lebih dijelaskan dengan
detail tentang bagian-bagian dari jamur agar lebih memahami
bagaimana ciri atau karakteristik dari jamur yang sedang diidentifikasi
selain itu agar dapat memudahkan pengerjaan dalam pembahasan
laporan, Terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1993. Teknik Bercocok Tanam jagung. Yogyakarta. Kanisius.
Abadi, Abdul Latief. 2003. Ilmu Penyakit Tumbuhan II. Bayumedia Publishing:
Malang
Agrios, G. N., 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Edisi Ketiga. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta. Hal. 45, 470-471.
Alexopoulos, C.J., C. W. Mims, and M. Blackwell. 1996. Introductory mycology. 4th
ed. Canada: John Wiley & Sons, Inc.
Arauz-Pacheco, C., Ramirez, L.C., and Rios, J.M., 2000, Hypoglycemia induced by
angiotensin-converting enzyme inhibitors in patients with non-insulin-
dependent diabetes receiving sulfonylurea therapy, Am. J. Med., 89: 811-
813.
Cahyono, B. 2008. Tomat: Usaha Tani dan Penanganan Pascapanen. Kanisius,
Yogyakarta
Campbell, N.A. 1998. Biology. Edisi IV. Menlo Park: The Benjamin/Cummings.
Dewi,I.U.2012. Peran Jamur Dalam Kehidupan.Kanisius.Yogyakarta
Ferreira, S.A. and R.A Boley. 1992.Sclerotium rolfsii. Department of Plant
Path,CTAHR. Univ of Hawaii
Firmansyah, R., A. Mawardi dan M. U Riandi. 2008. Mudah dan Aktif Belajar Biologi.
PT. Grafindo Media Pratama.
Gandjar, I. et al., 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia UI
Gandjar, Indrawati. 2006. Mikologi: Dasar dan Terapan. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Gilman, J. C., 1971. A Manual of Soil Fungy. The Lowa State University Press. USA.
Kirnando, A. F., 2011. Pengaruh Gliocladium virens Dan Varietas Terhadap
Perkembangan Penyakit Fusarium oxysporum f.sp lycopersici (Sacc)
Pada Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Smith) Di Lapangan.
Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Krisno. 2011. Peranan Mikroba. Penebar Swadaya, Yogyakarta.
Malinda.2010.Penghambatan Serangan Sclerotium Rolfsii Penyebab Rebah
Kecambah Pada Kedelai Dengan Bakteri Kitinolitik.Universitas Sumatera
Utara.Padang
Melin.Araz. (2014). Hama Dan Penyakit Pada Tanaman Cabai Serta
Pengendaliannya. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (Bptp) Jambi.
Pabbage, M.S., A.M. Adnan, N.Nonci. 2002. Pengelolaan Hama Prapanen Jagung.
Balai Penelitian Tanaman Serealia : Maros
Pelczar, M. J. 1986. Chan Eement of Microbiology. McGraw-Hill Book Company Inc,
USA.
Perez, L dan Vicente. 2004. Fusarium wilt (Panama Desease) of bananas: An
updating Review of The Current Knowledge On The Desease and it’s
Causal Agent. XIV Reunion International Acrobat Instituto de
Investigationes de Sanidad Vegetal (INISAV). Ministerio de Agricultura de
Cuba.
Sastrahidayat, I.R. 2011. Mikologi Pertanian. UB Press : Malang
Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University
Press. Yogjakarta.
Semangun, Haryomo. 2004. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Subahari, T.S.S. 2008. Biologi. Penerbit Quadra. Surabaya
Sumarsih, S.2003. Mikrobiologi Dasar, Universitas Pembangunan Nasional
Veteran,Yogyakarta.
Susetyo, Aryo Pratomo. 2010. Hubungan Keanekaragaman Cendawan Rizosfer
Tanaman Pisang (Musa spp.) dan Penyakit Layu Fusarium. Skripsi.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Wakman dan Burhanuddin.2007. Pengelolaan Penyakit Prapanen Jagung. Balai
Penelitian Tanaman Serealia. Maros
LAPORAN PRAKTIKUM MIKOLOGI
“PENDAHULUAN MIKOLOGI, ISOLASI, PURIFIKASI DAN IDENTIFIKASI JAMUR PATOGEN”