Download - LAPORAN INDIVIDU DENGAN THALASSEMIA
LAPORAN INDIVIDU
LAPORAN PENDAHULUAN THALASSEMIA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen
Medikal di Ruang 28 RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang
OLEH :
SHINTA ARDIANA PUSPITASARI
115070201111021
KELOMPOK 2
REGULER 1
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang
dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali
dikenal didaerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh
seorang dokter diDetroit USA yang bernama Thomas B.
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang diwariskan oleh orangtua
kepada anak. Thalassemia mempengaruhi kemampuan dalam menghasilkan
hemoglobin yang berakibat pada penyakit anemia. Hemoglobin adalah suatu protein
dalam sel darah merah yang mengangkut oksigen dan nutrisi lainnya ke sel-sel lainnya
dalam tubuh. Sekitar 100.000 bayi di seluruh dunia terlahir dengan jenis thalassemia
berbahaya setiap tahunnya.Thalassemia terutama menimpa keturunan Italia, Yunani,
Timur Tengah, Asia dan Afrika. Ada dua jenis thalassemia yaitu alpha dan beta. Kedua
jenis thalassemia ini diwariskan dengan cara yang sama. Penyakit ini diturunkan oleh
orangtua yang memiliki mutated gen atau gen mutasi thalassemia. Seorang anak yang
mewarisi satu gen mutasi disebut pembawa atau carrier, atau yang disebut juga dengan
thalassemia trait (sifat thalassemia). Kebanyakan pembawa ini hidup normal dan sehat.
Anak yang mewarisi dua sifat gen, di mana satu dari ibu dan satu dari ayah, akan
mempunyai penyakit thalassemia. Jika baik ibu maupun ayah adalah pembawa,
kemungkinan anak mewarisi dua sifat gen, atau dengan kata lain mempunyai penyakit
thalassemia, adalah sebesar 25 persen. Anak dari pasangan pembawa juga mempunyai
50% kemungkinan lahir sebagai pembawa.
Jenis paling berbahaya dari alpha thalassemia yang terutama menimpa
keturunan Asia Tenggara, Cina dan Filipina menyebabkan kematian pada jabang bayi
atau bayi baru lahir. Sementara itu, anak yang mewarisi dua gen mutasi beta
thalassemia akan menderita penyakit beta thalassemia. Anak ini memiliki penyakit
thalassemia ringan yang disebut dengan thalassemia intermedia yang menyebabkan
anemia ringan sehingga si anak tidak memerlukan transfusi darah. Jenis thalassemia
yang lebih berat adalah thalassemia major atau disebut juga dengan Cooley's Anemia.
Penderita penyakit ini memerlukan transfusi darah dan perawatan yang intensif. Anak-
anak yang menderita thalassemia major mulai menunjukkan gejala-gejala penyakit ini
pada usia dua tahun pertama. Anak-anak ini terlihat pucat, lesu dan mempunyai nafsu
makan rendah, sehingga menyebabkan pertumbuhannya terlambat.
Tanpa perawatan medik, limpa, jantung dan hati menjadi membesar. Di samping
itu,tulang-tulang tumbuh kecil dan rapuh. Gagal jantung dan infeksi menjadi penyebab
utama kematian anak-anak penderita thalassemia major yang tidak mendapat
perawatan semestinya. Bagi anak-anak penderita thalassemia major, transfusi darah
dan suntikan antibiotic,sangat diperlukan.
Transfusi darah yang rutin menjaga tingkat hemoglobin darah mendekati normal.
Namun, transfusi darah yang dilakukan berkali-kali juga mempunyai efek samping, yaitu
pengendapan besi dalam tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan hati, jantung dan
organ-organ tubuh lain.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA THALASSEMIA
1. DEFINISI THALASSEMIA
Thalasemia adalah kelainan kongenital, anomali pada eritropoeisis yang diturunkan
dimana hemoglobin dalam eritrosit sangat berkuarang, oleh karenanya akan terbentuk
eritrosit yang relatif mempunyai fungsi yangsedikit berkurang (Supardiman, 2002).
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah
merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya
penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat,
badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang. Thalasemia
terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk
memproduksi hemoglobin sebagaimanamestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat
besi yang berada di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk
mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh yang membutuhkannya
sebagai energi. Apabila produksi hemoglobin berkurang atau tidak ada, maka pasokan
energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga
fungsi tubuh pun terganggu dan tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara normal.
Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari
ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang
membentuk hemoglobin (Ganie, 2004).
Menurut Setianingsih (2008), Talasemia merupakan penyakit genetik yang
menyebabkan gangguan sintesis rantai globin, komponen utama molekul hemoglobin.
Thalasemia adalah kelainan herediter berupa defisiensi salah satu rantai globin pada
hemoglobin sehingga dapat menyebabkan eristrosit imatur (cepat lisis) dan menimbulkan
anemia (Fatimah, 2009).
2. KLASIFIKASI THALASSEMIA
Hemoglobin terdiri dari rantaian globin dan hem tetapi pada Thalassemia terjadi
gangguan produksi rantai α atau β. Dua kromosom 11 mempunyai satu gen β pada setiap
kromosom (total dua gen β) sedangkan dua kromosom 16 mempunyai dua gen α pada
setiap kromosom (total empat gen α). Oleh karena itu satu protein Hb mempunyai dua
subunit α dan dua subunit β. Secara normal setiap gen globin α memproduksi hanya
separuh dari kuantitas protein yang dihasilkan gen globin β, menghasilkan produksi subunit
protein yang seimbang. Thalassemia terjadi apabila gen globin gagal, dan produksi protein
globin subunit tidak seimbang. Abnormalitas pada gen globin α akan menyebabkan defek
pada seluruh gen, sedangkan abnormalitas pada gen rantai globin β dapat menyebabkan
defek yang menyeluruh atau parsial (Wiwanitkit, 2007).
Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang mengalami defek,
yaitu Thalassemia α dan Thalassemia β. Pelbagai defek secara delesi dan nondelesi dapat
menyebabkan Thalassemia (Rodak, 2007).
a. Thalassemia α
Oleh karena terjadi duplikasi gen α (HBA1 dan HBA2) pada kromosom 16, maka
akan terdapat total empat gen α (αα/αα). Delesi gen sering terjadi pada Thalassemia α
maka terminologi untuk Thalassemia α tergantung terhadap delesi yang terjadi, apakah
pada satu gen atau dua gen. Apabila terjadi pada dua gen, kemudian dilihat lokai kedua
gen yang delesi berada pada kromosom yang sama (cis) atau berbeda (trans). Delesi
pada satu gen α dilabel α+ sedangkan pada dua gen dilabel αo (Sachdeva, 2006).
1. Delesi satu gen α / silent carrier/ (-α/αα)
Kehilangan satu gen memberi sedikit efek pada produksi protein α sehingga
secara umum kondisinya kelihatan normal dan perlu pemeriksaan laboratorium
khusus untuk mendeteksinya. Individu tersebut dikatakan sebagai karier dan bisa
menurunkan kepada anaknya (Wiwanitkit, 2007).
2. Delesi dua gen α / Thalassemia α minor (--/αα) atau (-α/-α)
Tipe ini menghasilkan kondisi dengan eritrosit hipokromik mikrositik dan anemia
ringan. Individu dengan tipe ini biasanya kelihatan dan merasa normal dan mereka
merupakan karier yang bisa menurunkan gen kepada anak (Wiwanitkit, 2007).
3. Delesi 3 gen α / Hemoglobin H (--/-α)
Pada tipe ini penderita dapat mengalami anemia berat dan sering memerlukan
transfusi darah untuk hidup. Ketidakseimbangan besar antara produksi rantai α dan
β menyebabkan akumulasi rantai β di dalam eritrosit menghasilkan generasi Hb
yang abnormal yaitu Hemoglobin H (Hb H/ β4) (Wiwanitkit, 2007).
4. Delesi 4 gen α / Hemoglobin Bart (--/--)
Tipe ini adalah paling berat, penderita tidak dapat hidup dan biasanya meninggal
di dalam kandungan atau beberapa saat setelah dilahirkan, yang biasanya
diakibatkan oleh hydrop fetalis. Kekurangan empat rantai α menyebabkan kelebihan
rantai γ (diproduksi semasa kehidupan fetal) dan rantai β menghasilkan masing-
masing hemoglobin yang abnormal yaitu Hemoglobin Barts (γ4 / Hb Bart, afiniti
terhadap oksigen sangat tinggi) (Wiwanitkit, 2007) atau Hb H (β4, tidak stabil)
(Sachdeva, 2006).
b. Thalasemia β
Thalassemia β disebabkan gangguan pada gen β yang terdapat pada kromosom
11 (Rodak, 2007). Kebanyakkan dari mutasi Thalassemia β disebabkan point
mutation dibandingkan akibat delesi gen (Chen, 2006). Penyakit ini diturunkan
secara resesif dan biasanya hanya terdapat di daerah tropis dan subtropis serta di
daerah dengan prevalensi malaria yang endemik (Wiwanitkit, 2007).
1. Thalassemia βo
Tipe ini disebabkan tidak ada rantai globin β yang dihasilkan (Rodak,
2007). Satu pertiga penderita Thalassemia mengalami tipe ini (Chen, 2006).
2. Thalassemia β+
Pada kondisi ini, defisiensi partial pada produksi rantai globin β terjadi.
Sebanyak 10-50% dari sintesis rantai globin β yang normal dihasilkan pada
keadaan ini (Rodak, 2007).
Secara klinis, Thalassemia β dikategori kepada:
1. Thalassemia β minor / Thalassemia β trait(heterozygous) / (β+β) or (βoβ)
2. Salah satu gen adalah normal (β) sedangkan satu lagi abnormal, sama ada β+
atau βo. Individu dengan Thalassemia ini biasanya tidak menunjukkan simptom
dan biasanya terdeteksi sewaktu pemeriksaan darah rutin. Meskipun terdapat
ketidakseimbangan, kondisi yang terjadi adalah ringan karena masih terdapat
satu gen β yang masih berfungsi secara normal dan formasi kombinasi αβ yang
normal masih bisa terjadi (Wiwanitkit, 2007). Anemia yang terjadi adalah
mikrositik, hipokrom dan hemolitik (Rodak, 2007). Penurunan ringan pada
sistesis rantai globin β menurunkan produksi hemoglobin. Rantai α yang
berlebihan diseimbangkan oleh peningkatan produksi rantai δ di mana keduanya
akan berikatan membentuk HbA2 / α2δ2 (3.5-8%). Individu tersebut sepenuhnya
asimptomatik dan selain dari anemia ringan, tidak menunjukkan manifestasi
klinis yang lainnya (Sachdeva, 2006)
3. Thalassemia β mayor / Cooley's Anemia (homozygous) (β+βo) or (βoβo) or
(β+β+)
4. Pada kondisi ini, kedua gen rantai β mengalami disfungsi (Wiwanitkit, 2007). HbA
langsung tidak ada pada βoβo dan menurun banyak pada β+β+. Penyakit ini
berhubungan dengan gagal tumbuh dan sering menyebabkan kematian pada
remaja (Motulsky, 2010). Anemia berat terjadi dan pasien memerlukan transfusi
darah (Rodak, 2007) dan gejala tersebut selalunya bermanifestasi pada 6 bulan
terakhir dari tahun pertama kehidupan atas akibat penukaran dari sistesis rantai
globin γ (Hb F/ α2γ2) kepada β (Hb A / α2β2) (Yazdani, 2011).
5. Thalassemia β intermedia (β+/β+) atau (βo/β+)
6. Simptom yang timbul biasanya antara Thalassemia minor dan mayor (Rodak,
2007).
Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu : (NUCLEUS PRECISE, 2010)
1. Thalasemia Mayor, karena sifat-sifat gen dominan.
Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar
hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa
menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak
dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi
darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak
normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala
anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih
kencang dan facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni
batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang
bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia
mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita
thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup.
Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat
bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-
lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat
penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.
2. Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun
individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau
thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor
juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia
mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor
dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan
sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan
tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di
sepanjang hidupnya
Secara molekuler talasemia dibedakan atas: (Behrman et al, 2004)
1. Talasemia a (gangguan pembentukan rantai a)
2. Talasemia b (gangguan pembentukan rantai b)
3. Talasemia b-d (gangguan pembentukan rantai b dan d yang letak gen-nya diduga
berdekatan).
4. Talasemia d (gangguan pembentukan rantai d)
3. ETIOLOGI THALASSEMIA
Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara
genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin
beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan
berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen
pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan
disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak
normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat
berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan
pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita
thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua
orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada proses pembuahan, anak
hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila
kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap
pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak
mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka
anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen
thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain
adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan
yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap
thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%)
kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan
menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada
anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan
keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia,
maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin juga
menderita Thalassaemia mayor.
4. FAKTOR RESIKO THALASSEMIA
5. PATOFISIOLOGI THALASSEMIA
Pada keadaan normal disintetis hemoglobin A (adult : A1) yang terdiri dari 2 rantai alfa
dan dua rantai beta. Kadarnya mencapai lebih kurang 95 % dari seluruh hemoglobin.
Sisanya terdiri dari hemoglobin A2 yang mempunyai 2 rantai alfa dari 2 rantai delta
sedangkan kadarnya tidak lebih dari 2 % pada keadaan normal. Haemoglobin F (foetal)
setelah lahir Fetus senantiasa menurun dan pada usia 6 bulan mencapai kadar seperti
orang dewasa, yaitu tidak lebih dari 4%, pada keadaan normal. Hemoglobin F terdiri dari 2
rantai alfa dan 2 rantai gamma. Pada thalasemia, satu atau lebih dari satu rantai globin
kurang diproduksi sehingga terdapat kelebihan rantai globin karena tidak ada pasangan
dalam proses pembentukan hemoglobin normal orang dewasa (HbA). Kelebihan rantai
globin yang tidak terpakai akan mengendap pada dinding eritrosit. Keadaan ini
menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan eritrosit memberikan gambaran anemia
hipokrom, mikrositer.
Pada Thalasemia beta produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan kadar Hb
menurun sedangkan produksi HbA2 dan atau HbF tidak terganggu karena tidak
memerlukan rantai beta dan justru memproduksi lebih banyak dari pada keadaan normal,
mungkin sebagai usaha kompensasi. Eritropoesis didalam susunan tulang sangat giat,
dapat mencapai 5 kali lipat dari nilai normal, dan juga serupa apabila ada eritropoesis ekstra
medular hati dan limfa. Destruksi eritrosit dan prekusornya dalam sumsum tulang adalah
luas (eritropoesis tidak efektif) dan masa hidup eritrosit memendek dan hemolisis.
(Soeparman, dkk, 1996).
6. MANIFESTASI KLINIS THALASSEMIA
Kelainan genotip Talasemia memberikan fenotip yang khusus, bervariasi, dan tidak
jarang tidak sesuai dengan yang diperkirakan (Atmakusuma, 2009).
Semua Talasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi, tergantung jenis
rantai asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya (mayor atau minor). Sebagian
besar penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia hemolitik (Tamam,
2009)
Talasemia-β dibagi tiga sindrom klinik ditambah satu sindrom yang baru ditentukan,
yakni (1) Talasemia-β minor/heterozigot: anemia hemolitik mikrositik hipokrom. (2)
Talasemia-β mayor/homozigot: anemia berat yang bergantung pada transfusi darah. (3)
Talasemia-β intermedia: gejala di antara Talasemia β mayor dan minor. Terakhir merupakan
pembawa sifat tersembunyi Talasemia-β (silent carrier) (Atmakusuma, 2009).
Empat sindrom klinik Talasemia-α terjadi pada Talasemia-α, bergantung pada nomor
gen dan pasangan cis atau trans dan jumlah rantai-α yang diproduksi. Keempat sindrom
tersebut adalah pembawa sifat tersembunyi Talasemia-α (silent carrier), Talasemia-α trait
(Talasemia-α minor), HbH diseases dan Talasemia-α homozigot (hydrops fetalis)
(Atmakusuma, 2009).
Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada Talasemia-β mayor, penderita dapat
mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, pembesaran limpa dan hati
akibat anemia yang lama dan berat, perut membuncit karena pembesaran kedua organ
tersebut, sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/borok), batu empedu, pucat,
lesu, sesak napas karena jantung bekerja terlalu berat, yang akan mengakibatkan gagal
jantung dan pembengkakan tungkai bawah. Sumsum tulang yang terlalu aktif dalam
usahanya membentuk darah yang cukup, bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran
tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah
patah. Anak-anak yang menderita talasemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa
pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal. Karena penyerapan zat besi
meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihanzat besi bisa terkumpul dan
mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung
(Tamam, 2009).
Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awalnya tidak jelas,
biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat
terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan
lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama
biasanya menyebabkan pembesaran jantung. Terdapat hepatosplenomegali, ikterus ringan
mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka
mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan tulang panjang,
tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Kadang-kadang ditemukan
epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu.
Tanda dan gejala lain dari thalasemia yaitu
1. Thalasemia Mayor:
Pucat
Lemah
Anoreksia
Sesak napas
Peka rangsang
Tebalnya tulang cranial
Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali
Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang
Disritmia
Epistaksis
Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml
Kadar besi serum tinggi
Ikterik
Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar hidung lebar dan
datar.
2. Thalasemia Minor
Pucat
Hitung sel darah merah normal
Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di bawah kadar
normal Sel darah merah mikrositik dan hipokromik sedang
Talasemia ditandai dengan penurunan produksi sel darah merah dan terjadi anemia
hemolitik kronis. Secara klinis hemoglobin abnormal dalam eritrosit(hipokromia), eritrosit
dengan ukuran lebih kecil dari normal(mikrositosis) kerusakan elemen darah(hemolisis) dan
berbagai tingkat anemia. Gejala lainnya adalah sebagai berikut :
1. Tidak ada Gejala
Alpha Thalassemia silent carrier umumnya tidak memiliki tanda-tanda atau gejala. Hal
ini terjadi karena kekurangan protein globin alfa sangat kecil sehingga hemoglobin
dalam darah masih dapat bekerja normal.
2. Anemia ringa
Orang yang telah menderita thalassemia alfa atau beta dapat mengalami anemia
ringan. Namun, banyak orang dengan jenis talasemia tidak memiliki tanda-tanda atau
gejala yang spesifik. Anemia ringan dapat membuat penderita merasa lelah dan hal ini
sering disalahartikan menjadi anemia yang kekurangan zat besi.
3. Anemia ringan sampai sedang dan tanda serta gejala lainny
Orang dengan beta talasemia intermedia dapat mengalami anemia ringan sampai
sedang. Mereka juga mungkin memiliki masalah kesehatan lainnya, seperti:
a. Memperlambat pertumbuhan dan pubertas. Anemia dapat memperlambat
pertumbuhan anak dan perkembangannya.
b. Masalah tulang, thalassemia dapat membuat sumsum tulang (materi spons dalam
tulang yang membuat sel-sel darah) tidak berkembang. Hal ini menyebabkan tulang
lebih luas daripada biasanya. Tulang juga dapat menjadi rapuh dan mudah patah.
c. Pembesaran limpa. Limpa adalah organ yang membantu tubuh melawan infeksi
dan menghapus materi yang tidak diinginkan. Ketika seseorang menderita
talasemia, limpa harus bekerja sangat keras. Akibatnya, limpa menjadi lebih besar
dari biasanya. Hal ini membuat penderita mengalami anemia parah. Jika limpa
menjadi terlalu besar maka limpa tersebut harus disingkirkan.
4. Anemia berat dan tanda serta gejala lainnya
3. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK THALASSEMIA
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan definitive test.
1. Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan
Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
a. Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada
kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan
apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang
berguna untuk skrining.
b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara dasarnya
resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira. Studi
yang dilakukan menemui probabilitas formasi pori-pori pada membran yang regang
bervariasi mengikut order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis (Wiwanitkit,
2007). Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan dan
berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi
81.60, false positive rate 18.40% dan false negative rate 8.53% (Wiwanitkit, 2007).
c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat
mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik. Maka
metode matematika dibangunkan (Wiwanitkit, 2007).
d. Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan parameter
jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH x
(MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi
kebanyakkannya digunakan untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan
Thalassemia β (Wiwanitkit, 2007).
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh sekiranya
>13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia
trait. Pada penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan
anemia tidak ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah,
eritrosit normal ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut (Yazdani, 2011).
2. Definitive test
a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam
darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-
3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa
mencapai 80%). Nilai abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti
pada Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2
<2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal membangun,
elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J (Wiwanitkit, 2007).
b. Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C.
Pemeriksaan menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC) pula
membolehkan penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau
Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa
mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi dengan
tepat terutama Hb F dan Hb A2 (Wiwanitkit, 2007).
c. Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis
Thalassemia. Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia
malah dapat juga menentukan mutasi yang berlaku (Wiwanitkit, 2007).
4. PENATALAKSANAAN MEDIS THALASSEMIA
Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
1. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi
darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang
disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian
deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh
(iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun untuk mencegah
hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara subkutan dalam waktu lebih dari 12
jam.
2. Splenectomy
Dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan meningkatkan rentang
hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi).
3. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan
asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi
dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang
berlebihan bisa menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin
diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.
Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain: (Rudolph, 2002; Hassan dan Alatas,
2002; Herdata, 2008)
1. Medikamentosa
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin
serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar
10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari
subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5
hari berturut setiap selesai transfusi darah.
Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan
efek kelasi besi.
Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang
umur sel darah merah
2. Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
1. limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan
peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya rupture
2. Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau
kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam
satu tahun.
3. Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita
thalasemia dengan lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil
tersembuhkan dengan tanpa ditemukannya akumulasi besi dan
hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada anak usia dibawah
15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik dan cocok dengan
saudara kandungnya di anjurkan untuk melakukan transplantasi ini.
3. Suportif
Tranfusi Darah
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini
akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat
akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan
penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB
untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
5. KOMPLIKASI THALASSEMIA
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang
berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi,
sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain
lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang
besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda
hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan
oleh infeksi dan gagal jantung (Hassan dan Alatas, 2002).
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa
terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes
melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena
peningkatan deposisi melanin (Herdata, 2008).
Perawatan yang ada sekarang yaitu hanya dengan membantu penderita thalassemia
berat untuk hidup lebih lama lagi. Akibatnya, orang-orang ini harus menghadapi komplikasi
dari gangguan yang terjadi dari waktu ke waktu.
1. Jantung dan Liver Disease
Transfusi darah adalah perawatan standar untuk penderita thalassemia. Sebagai
hasilnya, kandungan zat besi meningkat di dalam darah. Hal ini dapat merusak
organ dan jaringan, terutama jantung dan hati.
Penyakit jantung yang disebabkan oleh zat besi yang berlebihan adalah penyebab
utama kematian pada orang penderita thalassemia. Penyakit jantung termasuk gagal
jantung, aritmis denyut jantung, dan terlebih lagi serangan jantung.
2. Infeks
Di antara orang-orang penderita thalassemia, infeksi adalah penyebab utama
penyakit dan kedua paling umum penyebab kematian. Orang-orang yang limpanya
telah diangkat berada pada risiko yang lebih tinggi, karena mereka tidak lagi memiliki
organ yang memerangi infeksi.
3. Osteoporosis
Banyak penderita thalassemia memiliki tulang yang bermasalah, termasuk
osteoporosis. Ini adalah suatu kondisi di mana tulang menjadi sangat lemah, rapuh
dan mudah patah.
6. DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Identitas Klien
a. Nama klien
b. Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania).
Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak
dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
c. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat
sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang
gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6
tahun.
2. Riwayat kesehatan saat ini
a. Keluhan Utama
Kulitnya kuning dan perutnya kelihatan membesar selama satu minggu disertai
pucat pada mukanya, hilangnya nafsu makankadang mual, Urin akan menjadi lebih
pekat, pertumbuhan terlambat dan pubertas,kulit berwarna kekuningan,masalah
tulang (terutama tulang di wajah).
b. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi
lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat
transport.
c. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap
tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan
yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan
fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan
seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak
juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering
terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
3. Riwayat kesehatan Keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang
menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya
berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya
perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin
disebabkan karena keturunan.
a. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya
faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila
diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin
dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu
segera dirujuk ke dokter.
4. Pola kebutuhan tubuh
a. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat
badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
b. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur /
istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah.
5. Pemeriksaan Fisik
Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah:
a. Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak
seusianya yang normal.
b. Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu
kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa
pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
e. Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran
jantung yang disebabkan oleh anemia kronik. Dipsnea , RR 12x/menit.
f. Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati
( hepatosplemagali).
a. Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari
normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak
lain seusianya.
b. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan
rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat
mencapai tahap adolesense karena adanya anemia kronik.
g. Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi
darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat
besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
6. Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan darah, umumnya di dapatkan hasil:
a. Hb 7,7 gr/dl dan eritrosit 2+
b. Leukosit 22.000/µl
c. Thrombosit 254.000/µl
d. Plasma menurun.
7. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen
seluler yang menghantarkan oksigen/nutrisi
2. Intoleransi aktifitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai oksigen
3. PK: Perdarahan
4. Ketidakseimbangan nitrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
5. Kelelahan b.d malnutrisi, kondisi sakit
6. Nyeri b.d penyakit kronis
7. Kecemasan (orang tua) b.d kurang pengetahuan
PENCEGAHAN THALLASEMIA
WHO menganjurkan dua cara pencegahan yakni pemeriksaan kehamilan dan
penapisan (screening) penduduk untuk mencari pembawa sifat Talasemia. Program itulah yang
diharapkan dimasukkan ke program nasional pemerintah. Menurut Hoffbrand (2005) konseling
genetik penting dilakukan bagi pasangan yang berisiko mempunyai seorang anak yang
menderita suatu defek hemoglobin yang berat. Jika seorang wanita hamil diketahui menderita
kelainan hemoglobin, pasangannya harus diperiksa untuk menentukan apakah dia juga
membawa defek. Jika keduanya memperlihatkan adanya kelainan dan ada resiko suatu defek
yang serius pada anak (khususnya Talasemia-β mayor) maka penting untuk menawarkan
penegakkan diagnosis antenatal.
1. Penapisan (Screening)
Ada 2 pendekatan untuk menghindari Talesemia:
a. Karena karier Talasemia β bisa diketahui dengan mudah, penapisan populasi
dan konseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1-4
anak mereka bisa menjadi homozigot atau gabungan heterozigot.
b. Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa diperiksa
dan bila termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan
terminasi kehamilan pada fetus dengan Talasemia β berat.
Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan, dilakukan
penapisan premarital yang bisa dilakukan di sekolah anak. Penting menyediakan
program konseling verbal maupun tertulis mengenai hasil penapisan Talasemia
(Permono, & Ugrasena, 2006).
Alternatif lain adalah memeriksa setiap wanita hamil muda berdasarkan
ras. Penapisan yang efektif adalah ukuran eritrosit, bila MCV dan MCH sesuai
gambaran Talasemia, perkiraan kadar HbA2 harus diukur, biasanya meningkat
pada Talasemia β. Bila kadarnya normal, pasien dikirim ke pusat yang bisa
menganalisis gen rantai α. Penting untuk membedakan Talasemia αo(-/αα) dan
Talasemia α+(-α/-α), pada kasus pasien tidak memiliki risiko mendapat
keturunan Talesemia αo homozigot. Pada kasus jarang dimana gambaran darah
memperlihatkan Talesemia β heterozigot dengan HbA2 normal dan gen rantai α
utuh, kemungkinannya adalah Talasemia α non delesi atau Talasemia β dengan
HbA2 normal. Kedua hal ini dibedakan dengan sintesis rantai globin dan analisa
DNA. Penting untuk memeriksa Hb elektroforase pada kasus-kasus ini untuk
mencari kemungkinan variasi struktural Hb (Permono, & Ugrasena, 2006).
2. Diagnosis Prenatal
Diagnosis prenatal dari berbagai bentuk Talasemia, dapat dilakukan dengan
berbagai cara. Dapat dibuat dengan penelitian sintesis rantai globin pada sampel
darah janin dengan menggunakan fetoscopi saat kehamilan 18-20 minggu,
meskipun pemeriksaan ini sekarang sudah banyak digantikan dengan analisis DNA
janin. DNA diambil dari sampel villi chorion (CVS=corion villus sampling), pada
kehamilan 9-12 minggu. Tindakan ini berisiko rendah untuk menimbulkan kematian
atau kelainan pada janin (Permono, & Ugrasena, 2006)
Tehnik diagnosis digunakan untuk analisis DNA setelah tehnik CVS, mengalami
perubahan dengan cepat beberapa tahun ini. Diagnosis pertama yang digunakan
oleh Southern Blotting dari DNA janin menggunakan restriction fragment length
polymorphism (RELPs), dikombinasikan dengan analisis linkage atau deteksi
langsung dari mutasi. Yang lebih baru, perkembangan dari polymerase chain
reaction (PCR) untuk mengidentifikasikan mutasi yang merubah lokasi pemutusan
oleh enzim restriksi. Saat ini sudah dimungkinkan untuk mendeteksi berbagai bentuk
α dan β dari Talasemia secara langsung dengan analisis DNA janin. Perkembangan
PCR dikombinasikan dengan kemampuan oligonukleotida untuk mendeteksi mutasi
individual, membuka jalan bermacam pendekatan baru untuk memperbaiki akurasi
dan kecepatan deteksi karier dan diagnosis prenatal. Contohnya diagnosis
menggunakan hibridasi dari ujung oligonukleotida yang diberi label 32P spesifik
untuk memperbesar region gen globin β melalui membran nilon. Sejak sekuensi dari
gen globin β dapat diperbesar lebih 108 kali, waktu hibridasi dapat dibatasi sampai 1
jam dan seluruh prosedur diselesaikan dalam waktu 2 jam (Permono, & Ugrasena,
2006).
Terdapat berbagai macam variasi pendekatan PCR pada diagnosis prenatal.
Contohnya, tehnik ARMS (Amplification refractory mutation system), berdasarkan
pengamatan bahwa pada beberapa kasus, oligonukleotida (Permono, & Ugrasena,
2006).
Angka kesalahan dari berbagai pendekatan laboratorium saat ini, kurang dari
1%. Sumber kesalahan antara lain, kontaminasi ibu pada DNA janin, non-paterniti,
dan rekombinasi genetik jika menggunakan RELP linkage analysis (Permono, &
Ugrasena, 2006).
Menurut Tamam (2009), karena penyakit ini belum ada obatnya, maka
pencegahan dini menjadi hal yang lebih penting dibanding pengobatan. Program
pencegahan Talasemia terdiri dari beberapa strategi, yakni (1) penapisan (skrining)
pembawa sifat Talasemia, (2) konsultasi genetik (genetic counseling), dan (3)
diagnosis prenatal. Skrining pembawa sifat dapat dilakukan secara prospektif dan
retrospektif. Secara prospektif berarti mencari secara aktif pembawa sifat
thalassemia langsung dari populasi diberbagai wilayah, sedangkan secara
retrospektif ialah menemukan pembawa sifat melalui penelusuran keluarga penderita
Talasemia (family study). Kepada pembawa sifat ini diberikan informasi dan nasehat-
nasehat tentang keadaannya dan masa depannya. Suatu program pencegahan
yang baik untuk Talasemia seharusnya mencakup kedua pendekatan tersebut.
Program yang optimal tidak selalu dapat dilaksanakan dengan baik terutama di
negara-negara sedang berkembang, karena pendekatan prospektif memerlukan
biaya yang tinggi. Atas dasar itu harus dibedakan antara usaha program
pencegahan di negara berkembang dengan negara maju. Program pencegahan
retrospektif akan lebih mudah dilaksanakan di negara berkembang daripada
program prospektif.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
N
No
DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATAN
TUJUAN INTERVENSI
1
.
Ketidakefektifan
perfusi jaringan b.d
berkurangnya
komponen seluler
yang menghantarkan
oksigen/nutrisi
NOC
Perfusi
Jaringan : Perifer
Status sirkulasi
Kriteria Hasil:
Klien menunjukkan
perfusi jaringan yang
adekuat yang
ditunjukkan dengan
terabanya nadi
perifer, kulit kering
dan hangat,
keluaran urin
adekuat, dan tidak
ada distres
pernafasan.
NIC :
Monitor Tanda Vital
Definisi: Mengumpulkan dan
menganalisis sistem kardiovaskuler,
pernafasan dan suhu untuk
menentukan dan mencegah
komplikasi
Aktifitas:
1. Monitor tekanan darah , nadi,
suhu dan RR tiap 6 jam atau
sesuai indikasi
2. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
3. Monitor pola pernapasan
abnormal
4. Monitor suhu, warna dan
kelembaban kulit
5. Monitor sianosis perifer
2. Monitor status neurologi
Definisi: Mengumpulkan dan
menganalisis data pasien untuk
meminimalkan dan mencegah
komplikasi neurologi
Aktifitas:
1. Monitor ukuran, bentuk,
simetrifitas, dan reaktifitas pupil
2. Monitor tingkat kesadaran
klien
3. Monitor tingkat orientasi
4. Monitor GCS
5. Monitor respon pasien
terhadap pengobatan
6. Informasikan pada dokter
tentang perubahan kondisi pasien
Manajemen cairan
Definisi: Mempertahankan
keseimbangan cairan dan mencegah
komplikasi akibat kadar cairan yang
abnormal.
Aktivitas :
1. Mencatat intake dan output cairan
2. Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi
(turgor kulit jelek, mata cekung,
dll)
3. Monitor status nutrisi
4. Persiapkan pemberian transfusi
( seperti mengecek darah dengan
identitas pasien, menyiapkan
terpasangnya alat transfusi)
5. Awasi pemberian komponen
darah/transfuse
6. Awasi respon klien selama
pemberian komponen darah
7. Monitor hasil laboratorium (kadar
Hb, Besi serum, angka trombosit)
2
.
Intoleransi aktifitas b.d
tidak seimbangnya
kebutuhan dan suplai
oksigen
NOC
Konservasi Energi
Perawatan Diri: ADL
Kriteria Hasil:
Klien dapat
melakukan aktifitas
yang dianjurkan
dengan tetap
mempertahankan
tekanan darah, nadi,
dan frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal
NIC
1. Manajemen energi
Definisi: Mengatur penggunaan
energi untuk mencegah kelelahan dan
mengoptimalkan fungsi
Aktifitas:
1. Tentukan keterbatasan aktifitas
fisik pasien
2. Kaji persepsi pasien tentang
penyebab kelelahan yang
dialaminya
3. Dorong pengungkapan peraaan
klien tentang adanya kelemahan
fisik
4. Monitor intake nutrisi untuk
meyakinkan sumber energi yang
cukup
5. Konsultasi dengan ahli gizi
tentang cara peningkatan energi
melalui makanan
6. Monitor respon kardiopulmonari
terhadap aktifitas (seperti
takikardi, dispnea, disritmia,
diaporesis, frekuensi pernafasan,
warna kulit, tekanan darah)
7. Monitor pola dan kuantitas tidur
8. Bantu pasien menjadwalkan
istirahat dan aktifitas
9. Monitor respon oksigenasi pasien
selama aktifitas
10. Ajari pasien untuk mengenali
tanda dan gejala kelelahan
sehingga dapat mengurangi
aktifitasnya.
Terapi Oksigen
Definisi: Mengelola pemberian
oksigen dan memonitor
keefektifannya
Aktifitas:
1. Bersihkan mulut, hidung, trakea
bila ada secret
2. Pertahankan kepatenan jalan
nafas
3. Atur alat oksigenasi termasuk
humidifier
4. Monitor aliran oksigen sesuai
program
5. Secara periodik, monitor
ketepatan pemasangan alat
3
.
Ketidakseimbangan
nitrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d
NOC
Status Nutrisi
Status Nutrisi:
NIC
Manajemen Nutrisi
Definisi: Membantu dan atau
anoreksia Energi
Kontrol Berat Badan
Kriteria Hasil : Klien
menunjukkan
Pencapaian berat
badan normal yang
diharapkan
Berat badan sesuai
dengan umur dan
tinggi badan
Bebas dari tanda
malnutrisi
menyediakan asupan makanan dan
cairan yang seimbang
Aktifitas :
1. Tanyakan pada pasien tentang
alergi terhadap makanaN
2. Tanyakan makanan kesukaan
pasien
3. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
jumlah kalori dan tipe nutrisi yang
dibutuhkan (TKTP)
4. Anjurkan masukan kalori yang
tepat yang sesuai dengan
kebutuhan energi
5. Sajikan diit dalam keadaan hangat
2.Monitor Nutrisi
Definisi : Mengumpulkan dan
menganalisis data pasien untuk
mencegah atau meminimalkan
malnutrisi
Aktifitas:
1. Monitor adanya penurunan BB
2. Ciptakan lingkungan nyaman
selama klien makan.
3. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan, tidak selama jam makan.
4. Monitor kulit (kering) dan
perubahan pigmentasi
5. Monitor turgor kulit
6. Monitor mual dan muntah
7. Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, kadar hematokrit
8. Monitor kadar limfosit dan elektrolit
9. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan.
4
.
Kelelahan b.d
malnutrisi, kondisi
NOC
Konservasi Energi
NIC
Manajemen energi
sakit
Kriteria Hasil: Klien
menunjukkan
Istirahat dan
aktivitas seimbang
Mengetahui
Keterbatasan
batasanan
energinya
Mengubah gaya
hidup sesuai tingkat
energy
Memelihara nutrisi
yang adekuat
Energi yang cukup
untuk beraktifitas
Definisi: Mengatur penggunaan
energi untuk mencegah kelelahan dan
mengoptimalkan fungsi
Aktifitas:
1. Tentukan keterbatasan aktifitas
fisik klien
2. Kaji persepsi pasien tentang
penyebab kelelahan
3. Dorong pengungkapan perasaan
tentang kelemahan fisik
4. Monitor intake nutrisi untuk
meyakinkan sumber energi yang
cukup
5. Konsultasi dengan ahli gizi tentang
cara peningkatan energi melalui
makanan
6. Monitor respon kardiopumonari
terhadap aktifitas (seperti takikardi,
dispnea, disritmia, diaporesis,
frekuensi pernafasan, wwarna kulit,
tekanan darah)
7. Monitor pola dan kuantitas tidur
8. Bantu klien menjadwalkan istirahat
dan aktifitas
2. Terapi Oksigen
Definisi: Mengelola pemberian
oksigen dan memonitor
keefektifannya
Aktifitas:
1. Bersihkan mulut, hidung, trakea
bila ada secret
2. Pertahankan kepatenan jalan nafas
3. Atur alat oksigenasi termasuk
humidifier
4. Monitor aliran oksigen sesuai
program
5. Secara periodik, monitor ketepatan
pemasangan alat
Manajemen cairan
Definisi: Mempertahankan
keseimbangan cairan dan mencegah
komplikasi akibat kadar cairan yang
abnormal.
Aktivitas :
1. Persiapkan pemberian transfusi
(seperti mengecek darah dengan
identitas pasien, menyiapkan
terpasangnya alat transfusi)
2. Awasi pemberian komponen
darah/transfuse
3. Awasi respon klien selama
pemberian komponen darah
4. Monitor hasil laboratorium (kadar
Hb, Besi serum)
5
.
PK: Perdarahan NOC :
Blood lose severity
Mencegah/
meminimalkan
terjadinya perdarahan
NIC :
Pencegahan perdarahan
Aktifitas
1. Monitor tanda-tanda perdarahan
dan perubahan tanda vital
2. Monitor hasil laboratoium, seperti
Hb, angka trombosit, hematokrit,
angka eritrosit, dll
3. Gunakan alat-alat yang aman
untuk mencegah perdarahan
(sikat gigi yang lembut, dll)
6
.
Nyeri b.d penyakit
kronis
NOC
Mengontrol Nyeri
Menunjukkan tingkat
nyeri.
Kriteria Hasil: Klien
dapat
NIC
Manajemen nyeri
Definisi : mengurangi nyeri dan
menurunkan tingkat nyeri yang
dirasakan pasien.
Aktfitas:
1. Lakukan pengkajian nyeri
Mengenali faktor
penyebab
Mengenali lamanya
(onset ) sakit
Menggunakan cara
non analgetik untuk
mengurangi nyeri
Menggunakan
analgetik sesuai
kebutuhan
secara komprehensif termasuk
tingkat nyeri ( dengan “face
scale”), lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, dan faktor
presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal
dari ketidaknyamanan pasien
(misalnya menangis, meringis,
memegangi bagian tubuh yang
nyeri, dll)
3. Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
4. Jelaskan pada pasien tentang
nyeri yang dialaminya, seperti
penyebab nyeri, berapa lama nyeri
mungkin akan dirasakan, metode
sederhana untuk mengalihkan
rasa nyeri, dll.
5. Evaluasi bersama pasien dan
tim kesehatan lain tentang
pengalaman nyeri dan
ketidakefektifan kontrol nyeri pada
masa lampau
6. Atur lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
7. Kurangi faktor pencetus nyeri
pada pasien
Pemberian analgetik
Definisi: Penggunaan agen
farmakologi untuk menghentikan atau
mengurangi nyeri.
Aktifitas:
1. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi pada pasien
4. Kolaborasi pemilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri,
rute pemberian, dan dosis optimal
5. Monitor tanda vital sebelum
dan sesudah pemberian analgesic
6. Kolaborasi pemberian
analgesik tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
7. Monitor respon klien terhadap
penggunaan analgetik
7
.
Kecemasan (orang
tua) b.d kurang
pengetahuan
NOC :
Kontrol Kecemasan
Kriteria Hasil :
Klien mampu
mengidentifikasi dan
mengungkapkan
gejala cemas
Mengidentifikasi,
mengungkapkan,
dan menunjukkan
teknik untuk
mengontrol cemas
Vital sign (TD, nadi,
respirasi) dalam
batas normal
Postur tubuh,
ekspresi wajah,
bahasa tubuh, dan
tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan.
Menunjukkan
peningkatan
NIC
Menurunkan cemas
Definisi: Meminimalkan rasa takut,
cemas, merasa dalam bahaya atau
ketidaknyamanan terhadap sumber
yang tidak diketahui.
Aktifitas:
1. Gunakan pendekatan dengan
konsep atraumatik care
2. Jangan memberikan jaminan
tentang prognosis penyakit
3. Jelaskan semua prosedur dan
dengarkan keluhan klien
4. Pahami harapan pasien dalam
situasi stres
5. Temani pasien untuk memberikan
keamanan dan mengurangi takut
6. Bersama tim kesehatan, berikan
informasi mengenai diagnosis,
tindakan prognosis
7. Anjurkan keluarga untuk
menemani anak dalam
pelaksanaan tindakan
keperawatan.
konsentrasi dan
akurasi dalam
berpikir
8. Lakukan massage pada leher dan
punggung, bila perlu
9. Bantu pasien mengenal penyebab
kecemasan
10. Dorong pasien/keluarga untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi tentang
penyakit
11. Instruksikan pasien menggunakan
teknik relaksasi (sepert tarik napas
dalam, distraksi, dll
12. Kolaborasi pemberian obat untuk
mengurangi kecemasan
Daftar Pustaka
Ganie, A, 2004. Kajian DNA thalasemia alpha di medan. USU Press, MedanSupardiman, I, 2002. Hematologi Klinik. Penerbit alumni bandung.Hoffband, A, dkk, 2005. Kapita selekta Hematologi. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.Mansjoer, arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran E d i s i k e - 3 J i l i d 2 . Media
Aesculapius Fkul.Hartoyo, Edi, dkk. 2006. ”Standar Pelayanan Medis. Fakultas Kedokteraan Unlam /
RSUD Ulin Banjarmasin.Suriadi S.Kp dan Yuliana Rita S.Kp, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I. PT Fajar
Interpratama : Jakarta.McCloskey, J.C., 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). 2nd Edition. Mosby Year Book:
USANorth American Nursing Diagnosis Association., 2001. Nursing Diagnoses : Definition &
Classification 2001-2002. Philadelphia.Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC,
Jakarta Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classification
(NIC), Mosby Year-Book, St. LouisMarion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St.
LouisMarjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-2002, NANDA.