Download - Laporan Akhir Kadar Abu Total
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM BAHAN ALAM“PENETAPAN KADAR ABU TOTAL SIMPLISIA DAUN SIRSAK ”
Dosen Pembimbing: Wilda Wildaniah, S.Si
Disusun Oleh :Dessi Anggraeni (138913)Ginanti Saputri (138925)Rifqi Nusirwan (138969)Ririn Andreana (138971)
Rizka Febriani Lestari (138975)Syarifah Nurhayati (138987)Tia Rezeki Utami (138989)Wiranti Febrina (139003)Yessi Dwisanti (139005)
AKADEMI FARMASI YARSI PONTIANAKTahun 2015
PENETAPAN KADAR ABU TOTAL
SIMPLISIA DAUN SIRSAK
A. TUJUAN
Mahasiswa memahami dan melakukan penetapan parameter non spesifik
simplisia Daun Sirsak. Meliputi Penetapan Kadar Abu Total.
B. DASAR TEORI
Klasifikasi Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan
yang telah dikeringkan
Bahan Alamiah:
1. Bahan nabati
Berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat. Eksudat adalah isi sel
yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu
dikeluarkan dari selnya atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara
tertentu dipisahkan dari tanaman.
2. Bahan hewani
Berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan
oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
3. Bahan mineral
Berupa mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana
dan belum berupa zat kimia murni.
Syarat Simplisia Nabati/Hewani
1. Harus bebas serangga, fragmen hewan, kotoran hewan
2. Tidak boleh menyimpang dari bau, warna
3. Tidak boleh mengandung lendir, cendawan, menunjukkan tanda-tanda
pengotoran lain
4. Tidak boleh mengandung bahan lain yang beracun atau berbahaya
5. Kadar abu yang tidak larut dalam asam maksimal 2%
Karakteristik dan Parameter Standarisasi Simplisia
Parameter Non Spesifik
Penentuan karakteristik dari suatu simplisia penting di lakukan untuk
mengetahuikualitas/mutu simplisia yang di gunakan. Parameter yang biasa di
tentukan antara lainpenetapan kadar abu total, abu idak larut asam, dn abu larut
air, kadar sari larut air dan sarilarut etanol, penetapan kadar air dan susut
pengeringan.Simplisia yang di gunakan sebagai bahan jamu atau fitofarmaka
harus memenuhisyarat monografi yang telah di tentukan dalam buku-buku standar
seperti materia medikaindonesia (MMI), farmakope herbal indonesia (FHI),
Farmakope Indonesia (FI), dan lain-lain.Kegunaannya adalah untuk menjaga agar
mutu yang di harapkan dapat terpenuhi denganbaik. Untuk simpllisia yang baru di
kenalpun perlu di tetapkan karakteristik nya.Simplisia merupakan bahan alam
yang dipergunakan sebagai obat yang belummengalami pengolahan apapun juga,
dan kecuali dinyatakan lain, simplisia merupakanbahan yang telah dikeringkan.
Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani, dansimplisia pelican
atau mineral. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh,bagian
tanaman atau eksudat tanaman. Yang dimaksud eksudat tanaman adalah isi sel
yangsecara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu dikeluarkan dari
selnya, atauzat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari
tanamannya. (MateriaMedika Indonesia, 1989)Suatu simplisia harus memenuhi
persyaratan pemerian (makroskopik danmikroskopik), penetapan kadar abu,
penetapan kadar abu yang tidak larut asam, penetapankadar abu yang tidak larut
air, penetapan kadar air, penetapan susut pengeringan,penetapan kadar sari yang
larut dalam air, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol,dan penetapan bahan
organik asing (Materia Medika Indonesia, 1989).Penetapan persyaratan simplisia
menurut WHO (1998) meliputi cara pengambilansampel, penetapan bahan
organik asing, pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik,penetapan bahan yang
dapat terekstraksi, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abuyang tidak larut
asam, penetapan kadar abu yang larut air, dan penetapan kadar air.
Penetapan karakteristik simplisia dapat dilakukan meliputi penetapan :
Kadar abu total
Kadar abu tidak larut asam
Kadar abu larut air
Kadar sari larut air
Kadar sari larut etanol
Abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi
komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari suatu bahan pangan
menunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan tersebut, kemurnian,
serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Analisis kadar abu dengan metode
pengabuan kering dilakukan dengan cara mendestruksi komponen organik sampel
dengan suhu tinggi di dalam suatu tanur pengabuan (furnace), tanpa terjadi nyala
api, sampai terbentuk abu berwarna putih keabuan dan berat konstan tercapai.
Oksigen yang terdapat di dalam udara bertindak sebagai oksidator. Residu yang
didapatkan merupakan total abu dari suatu sampel.
% Kadar Abu Total =berat abu total−berat cawan kosong
berat sampelx 100 %
Beberapa metode analisis telah digunakan untuk analisis mineral/logam/unsur
dalam berbagai makanan seperti gravimetri dan volumetri. Pada metode
gravimetri, bentuk mineral yang tidak larut diendapkan,dibilas,dikeringkan dan
ditimbang untuk mengestimasi kandungan mineral/logam. Analisis gravimetri
berdasarkan pada kenyataan bahwa konstituen mineral dalam senyawa murni
apapun selalu berada pada proporsi berat yang sama. Pada analisis gravimetri,
konstituen yang diharapkan dipisahkan dari senyawa yang mengkontaminasi
dengan pengendapan selektif dan dilanjutkan dengan pembilasan untuk
meminimalkan elemen apapun yang terjerap atau menempel. Senyawa yang
terendapkan kemudian dikeringkan dan ditimbang. Prosedur gravimetri paling
sesuai untuk sampel dengan ukuran besar dan pada umumnya terbatas untuk
bahan makanan yang mengandung unsur yang akan ditentukan dalam jumlah
banyak. Kerugian utama metode gravimetri adalah banyaknya waktu yang
diperlukan.
Menurut Sudarmadji,2010. Penentuan abu total dapat digunakan untuk
berbagai tujuan yaitu antara lain:
1. Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan. Misalnya pada
penggilingan gandum diharapkan dapat dipisahkan antara bagian endosperm
dengan kulit dan lembaganya. Apabila masih banyak katul atau lembaga
terikut dalam endosperm maka tepung gandum yang dihasilkan akan
mempunyai kadar abu yang relatif tinggi.
2. Untuk mengertahu jenis bahan yang digunakan. Misalnya penentuan kadar
abu dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan buah yang digunakan
untuk membuat jelly atau marmalade.
3. Penentuan abu total sangat beguna sebagai parameter nilai gizi bahan
makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup
tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain.
C. ALAT DAN BAHAN
ALAT
- Cawan penguap
- Oven
- Tanur
- Deksikator
- Penjjempit
- Timbangan
BAHAN
- Serbuk Simplisia Daun
Sirsak
D. CARA KERJA
Cawan Pengabuan
- Dimasukkan kedalam oven 105oC selama 30 menit
- Didinginkan dalam deksikator selama 30 menit hingga
berat konstan
- Dimasukkan 2 gram serbuk simplisia herba meniran
- Dipanaskan dalam tanur 600oC – 800OC antara 2-8 jam
(pengabuan dianggap selesai apabila diperoleh sisa
pembakaran berwarna putih abu-abu)
- Didinginkan dalam deksikator sampai dingin
- Ditimbang hingga berat konstan
- Dihitung kadar abu total
E. DATA PENGAMATAN
Simplisia = 2 gram
Cawan pengabuan kosong = 30,49 gram
Berat Abu total = 30,58
% Kadar Abu Total =
berat abu total−berat cawan kosongberat sampel
x 100 % =
30,58−30,49 gram2gram
x100 %
= 4,5 %
F. PEMBAHASAN
Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang
terdapat dalam bahan pangan terdiri dari 2 jenis garam, yaitu garam organik
misalnya asetat, pektat, mallat, dan garam anorganik, misalnya karbonat, fosfat,
sulfat, dan nitrat. Proses untuk menentukan jumlah mineral sisa pembakaran
disebut pengabuan. Kandungan dan komposisi abu atau mineral pada bahan
tergantung dari jenis bahan dan cara pengabuannya.
Dalam praktikum kali ini, dilakukan penetapan Kadar Abu Total simplisa
Daun Sirsak. Penetapan Kadar Abu Total dilakukan untuk mengetahui persentase
Cawan Pengabuan (konstan)
Kadar Abu Total
senyawa Bahan-bahan organik yang hilang dalam pembakaran dengan suhu
tinggi. Residu yang tertinggal adalah mineral dalam bentuk abu putih.
Penetapan kadar abu total dilakukan dengan pengabuan simplisia dalam krus
di dalam tanur pada suhu 600-800oC. Disini terjadi pemanasan bahan pada
temperatur dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap,
sehingga yang tertinggal hanya unsur mineral dan anorganik. Tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang
berasal dari proses awal sampai terbentuknya simplisia. Selain itu penetapan kadar
abu juga dimaksudkan untuk mengontrol jumlah pencemar benda-benda organik
seperti tanah, pasir yang seringkali terikut dalam sediaan nabati.
Proses pengabuan dianggap selesai apabila diperoleh sisa pembakaran
berwarna putih abu-abu. Setelah itu hasil pengabuan tadi didinginkan didalam
deksikator agar ketika melakukann penimbangan tidak merusak timbangan.
Adapun Kadar abu total yang diperbolehkan dalam simplisia daun sirsak
tidak lebih dari 6%. Dari hasil praktikum yang diperoleh diketahui bahwa kadar
abu total simplisia daun sirsak adalah 4,5%. Kadar abu total pada simplisa sudah
memenuhi syarat.
G. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil penetapan kadar abu total
sebesar 4,5 % yang mana hasil yang diperoleh sesuai dengan literatur kadar abu
total daun sirsak yaitu sebesar tidak lebih dari 6 %.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 1978. Materia Medika Indonesia. Jilid 2. Menkes. Jakarta
Depkes RI. 2008. Farmakope Herbal Indonesia. Edisi 1. Menkes. Jakarta