Transcript
Page 1: halaqah Tadabbur Al Quran 7 (Al Baqarah 38 - 48). Dr Saiful Bahri

  52  

Halaqah Tadabbur Qur`an 7 (QS Al-Baqarah 38-48) Dr. Saiful Bahri, MA

. االلهھم صلي وو سلم وو بارركك على سيید رربب االعالميین ٬، االحمد / االذيي فرضض عليینا االصيیامم . االحمد ! بسم هللا االرحمن االرحيیمبعد عليیهھ وو سلم وومحمد صل هللا وو موالنا ااالنامم ٬، سيیدنا

Hadirin dan hadirat, kaum muslimin dan muslimat yang dimuliakan Allah subhanahu wa ta’ala. Alhamdulillah, kewajiban demi kewajiban telah kita lakukan, tidak terasa kita memasuki hari ketiga bulan Ramadhan. Dan baru saja kita melakukan shalat subuh berjamaah. Dan alangkah berbahagianya kalau kita bisa memvisualisasikan, masjid itu sekarang tersenyum karena penuh membludak shalat subuhnya, sampai keluar. Tidak muat di dalam masjid. Seandainya kebaikan-kebaikan seperti ini terjadi sepanjang tahun. Maka nanti yang akan kita tadabburi dari kisah anak-anak Nabi Adam, itu solusinya akan selesai. Dan insya Allah pada kesempatan kali ini kita akan melanjutkan dua ayat yang belum selesai kemarin, dan disambung dengan kisah bani Israil. Sebuah ayat gabungan yang sebenarnya kalau kita mau tadabburi cukup panjang, tetapi kita konsisten mudah-mudahan satu pertemuan di halaqah ini kita bisa menyelesaikan satu halaman. Dan insya Allah kita akan memulai menadabburi surah Al Baqarah ayat 38 sampai 48.

Kami berfirman: "Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati". Ada hal yang menarik yang kemarin belum kita eksplorasi, yaitu ketika Nabi Adam diperintahkan turun oleh Allah. Di ayat sebelumnya, qulnahbithu ba’dhukum li ba’dhin ‘aduww. Jadi diturunkannya Nabi Adam itu sekaligus membawa misi. Misi khalifah yang pertama adalah mendamaikan perselisihan. Ketika Nabi Adam diturunkan, sighat-nya adalah jamak, padahal waktu itu Nabi Adam belum memiliki anak. Qulnahbithu, itu artinya semua anak Adam nanti hidup beranak-pinak di bumi. Jadi tidak ada ceritanya anak Adam yang beranak-pinak di selain bumi. Itu satu hal yang menarik. Yang kedua, ketika Allah mengatakan ba’dhukum li ba’dhin ‘aduww berarti memang tabiat manusia itu berselisih, berbeda pendapat. Masing-masing membawa pendapatnya, fanatik dengan pendapatnya. Ba’dhukum, sebagian, dan itu pasti ada. Misi pertama khalifah, Nabi Adam, adalah mendamaikan itu. Dan nanti terbukti di antara anaknya ada yang bahkan

Page 2: halaqah Tadabbur Al Quran 7 (Al Baqarah 38 - 48). Dr Saiful Bahri

  53  

berkasus yang sangat kita kenal, membunuh hanya karena tidak mau dinikahkan dengan adik dan kakaknya. Karena pernikahannya adalah pernikahan silang. Nabi Adam anak-anaknya lahir secara kembar. Laki-laki, perempuan. Laki-laki, perempuan. Perempuan dan laki-laki yang satu kandungan tidak diperbolehkan menikah. Harus menikah dengan orang yang lahir setelahnya, atau orang yang lahir sebelumnya. Disilang. Dan itu terjadi perbedaan pendapat antara kakak beradik, Qabil dan Habil, yang akhirnya, solusinya adalah dibantu oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Tetapi karena syaitan, yang ba’dhukum li ba’dhin ‘aduww itu bisa dijerumuskan. Di sini diulang lagi, qulnahbithu minha jami’an. Kalau yang pertama tadi posisi fungsinya manusia sebagai khalifah itu mendamaikan. Sekarang yang kedua, posisinya adalah semuanya turun. Jadi di sini ada makna yang menarik. Kadang karena satu kesalahan seseorang, itu satu komunitas bisa langsung turun derajatnya. Dan ini bukan berarti Allah subhanahu wa ta’ala menimpakan kesalahan yang dilakukan oleh satu orang, yaitu Nabi Adam, ditimpakan kepada seluruh manusia. Bukan. Maksud ihbithu minha jami’an itu sudah ada. Karena sebelumnya adalah mustaqarr. Jadi manusia semuanya hidup di bumi. Tidak ada satu manusia pun yang hidup tidak di bumi. Kalaupun terpaksa dia tidak hidup di bumi, maka dia disebut bukan kehidupan, seperti Nabi Isa ‘alaihissalam, beliau saat ini tidak hidup di bumi, karena beliau diselamatkan Allah, dan nanti akan diturunkan serta mati di bumi. Semua manusia mati di bumi, dan dikembalikan ke bumi. Seandainya manusia belum mati di bumi, maka Allah akan mengembalikannya. Kita bisa belajar dari kata-kata ini. Kata jami’an, tanpa ada pengecualian samasekali. Setelah diulang, yang pertama tadi fungsi perbaikan perselisihan, mendamaikan orang-orang yang berbeda pendapat, yang ngotot. Bahasanya di sini sadis. ‘Aduww itu musuh, padahal mereka satu rahim. Tetapi orang satu rahim tidak ada jaminan tidak menjadi musuh. Ketika dia di dunia bisa menjadi musuh maka nanti di akhirat anak dan bapak juga bisa bermusuhan ketika keduanya berbeda aqidah. Maka definisi musuh itu sendiri, kita juga harus ingat bahwa musuh itu tidak harus bunuh-membunuh. Bahwa musuh itu tidak harus saling menjatuhkan. Tetapi yang dinamakan musuh itu nanti ketika yang satu mendapatkan rahmah dan yang satu mendapatkan azab. Jadi ba’dhukum li ba’dhin ‘aduww itu karena ada yang mengikuti musuh yang sesungguhnya yang disebut Al Qur`an ‘aduwwun mubin. Siapa itu ‘aduwwun mubin? Syaitan. Berarti anak Adam yang mengikuti syaitan, dia mengumandangkan permusuhan terhadap anak Adam lainnya yang mengikuti nabi Adam. Itu perspektif permusuhan dengan saudara kita bisa kita perbaiki. Sehingga sedikit berbeda pendapat, “oh dia bukan musuh saya. Saya harus mendamaikan permusuhan ini”. Inilah misi khalifah yang pertama. Yang kedua, Allah berfirman, fa imma ya`tiyannakum minni hudan. Ketika turun, langsung diturunkan Allah hudan. Hudan itu artinya banyak. Ibnu Katsir memuat hampir semua pendapat para ulama. Imam Al Hasan Al Bashri mengatakan hudan itu Al Qur`an. Lalu Abul

Page 3: halaqah Tadabbur Al Quran 7 (Al Baqarah 38 - 48). Dr Saiful Bahri

  54  

‘Aliyah mengatakan hudan itu adalah Nabi Muhammad. Lalu ada yang mengatakan hudan itu petunjuk. Ada yang mengatakan itu adalah bimbingan Allah. Itu semuanya masuk, tidak ada yang berbeda. Ibnu Katsir menyebutkan hampir semuanya, merangkum dari apa yang ditulis oleh Ibnu Jarir Ath Thabari dalam tafsir beliau. Yang menarik, orang-orang yang fa man tabi’a hudaya, fa la khaufun ‘alaihim wa la hum yahzanun. Orang yang mengikuti petunjuk Allah itu, mereka tidak akan pernah takut dan tidak akan pernah sedih. Dua hal yang tidak pernah hilang dari manusia. Selama manusia hidup di dunia, dua hal ini akan mengakrabinya. Takut dan sedih. Persepsi takut dan sedih seseorang juga berbeda-beda. Ada yang takut miskin. Ada yang, mohon maaf, takut tidak punya pekerjaan. Ada yang takut didurhakai anaknya. Ada yang takut disia-siakan. Ada yang takut tidak lagi dicintai. Ketakutannya bermacam-macam motifnya. Padahal ketakutan yang paling utama adalah, yang kita lakukan ini sebenarnya on the track diridhai Allah atau bukan. Dan ketika nanti kita mendapatkan berjumpa dengan Allah subhanahu wa ta’ala, sudah mengikuti petunjuknya, itu diangkat semua ketakutan itu, juga al hazan. Kalau takut sebelum terjadi, maka al hazan itu setelah terjadi. Ketakutan akan masa depan, kesedihan akan masa lalu. Dua-duanya nanti diangkat di surga.

Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Bahwa penduduk neraka, hum fiha khalidun, itu ber-KTP. Jadi khalidun, tidak akan pernah pindah RT lagi. Dia sudah tsabit di sana. Wa lahum ‘adzabun muqim. Ketika sudah ‘adzabun alim, ‘adzabun ‘azhim, ‘adzabun muhin, maka akan diclosing dengan wa lahum ‘adzabun muqim. Mereka sudah bermuqim di neraka itu. RT/RW-nya jelas. Kepala bagian sipir penyiksanya sudah jelas. Khalidun. Tidak akan diangkat oleh Allah subhanahu wa ta’ala, orang-orang yang mengingkari hudan atau petunjuk yang diturunkan Allah begitu manusia turun ke bumi. Lalu Allah berpindah tema, kali ini membicarakan tentang bani Israil.

Page 4: halaqah Tadabbur Al Quran 7 (Al Baqarah 38 - 48). Dr Saiful Bahri

  55  

Hai Bani Israil, ingatlah akan ni'mat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk). Nikmat yang diberikan kepada bani Israil banyak sekali. Yaitu nikmat diangkatnya dia yang paling utama, dan diselamatkannya dari ethnist cleansing, dari dihabisi oleh Fir’aun. Etnis bani Israil mau dihabisi hanya sekadar karena mimpi. Jadi sebenarnya kalau boleh al faqir simpulkan, kezaliman itu tidak perlu alasan. Coba, hanya karena mimpi, seseorang membunuh. Dan itu tidak ada yang berani melawan. Jadi kalau ada rezim melakukan kezaliman itu tidak perlu rasionalisasi. “Kenapa Anda membunuh” itu tidak boleh ditanyakan. Kalau dipikir-pikir, hanya karena bermimpi saja, Fir’aun menghabisi sekian nyawa. Meskipun tidak semua, karena pasti ada yang selamat. Tetapi itu hanya karena mimpi saja. Prediksi yang bermula dari mimpi saja. Berarti nanti ketika ada kezaliman, kita jangan bertanya “kenapa saya dizalimi”. Kezaliman tidak memerlukan alasan. Tetapi menjadi orang yang dizalimi, bukan hanya haknya dia, dia wajib membela diri. Maka di sini disebut udzkuru ni’matiy, itu langsung face to face. Allah mengatakan ini, kalau bukan karena sesuatu. Karena kalau orang sampai, “Kamu ingat nikmat yang aku berikan padamu?” itu kan berarti istilah bahasa kita, ini Allah sedang marah dengan bani Israil. Karena pada hakikatnya bani Israil itu banyak melakukan penyelewengan. Dan Israil, itu nama lain dari Nabi Ya’qub yang artinya abdullah, hamba Allah. Isra itu ‘abdun, il itu Allah. Dalam perjalanannya nanti dikenal dengan bangsa Yahudi, yaitu keturunan Yahuda, anak tertua Israil. Yang lebih dietniskan itu adalah keturunan dari Yahuda, padahal tidak juga. Ada juga sebagian keturunan anak-anak nabi Ya’qub yang lainnya. Tetapi yang lebih dominan karena bermusuhan dengan dakwah nabi Yusuf itu memang Yahuda. “Ketika kalian memegang janji”. Janji di sini ada dua, janji yang umum kepada semua manusia. Ketika manusia lahir dia membawa janji di alam baka akan menyembah Allah. Kemudian tidak dilakukan, Allah akan menagih. Para mufassirin mengatakan janjinya bahwa Allah akan mewariskan bumi Palestina (setelah keluar dari Mesir) kepada orang-orang yang beriman. Dan ketika mereka mendapatkan janji itu tidak dipenuhi, maka itu adalah kufur nikmat.

Page 5: halaqah Tadabbur Al Quran 7 (Al Baqarah 38 - 48). Dr Saiful Bahri

  56  

Maka di sini bahasanya wa iyyaya farhabun, harusnya kalian hanya kepada-Ku saja takut. Bani Israil waktu itu menolak masuk Palestina kenapa? Karena takut. Inna fiha qauman jabbarin. Ada orang-orang yang dikenal sadis membunuh, orang-orang yang kejam. Padahal melawan kekejaman dan kezaliman itu hukumnya wajib. Meskipun kemampuan fisik, kemampuan materi kita lemah. Tapi ketika ini adalah perintah Allah untuk melawan kezaliman maka harus dilakukan. Dan tugas kita hanya mengambil sisi-sisi kemanusiaan. Sisanya kita kembalikan kepada Allah dari yang kita tadabburi di surah Al Fatihah itu, iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in. Ada musyarakah fi’liyah dalam kita berusaha. Setelah itu urusan Allah yang akan memberikan pertolongan kepada kita.

Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan (Al-Qur'an) yang membenarkan apa yang ada padamu (Taurat), dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa. Wa aminu, maka berimanlah kalian. Bi ma anzaltu, dengan yang Aku turunkan kepada Muhammad. Karena nanti mereka menyaksikan. Mushaddiqan li ma ma’akum, yang membenarkan apa yang kalian bawa, yaitu Taurat. Di sini yang lebih menarik adalah kata-kata berikutnya, wa la takunu awwala kafirin bihi, janganlah kalian jadi orang pertama yang mengingkari. Jadi bahasanya begini. Kalau dalam berdialog, bahkan bahasa Al Qur`an itu ya’rifunahu kama ya’rifuna abna`ahum. Nabi Muhammad dikenal oleh orang-orang Yahudi seperti halnya orang-orang Yahudi mengenal anaknya. Ada orang yang tidak kenal anaknya? Meskipun anaknya banyak lah, dua belas, tiga belas, sampai puluhan. Rasanya tidak mungkin ada anak masuk rumahnya, tiba-tiba bapaknya “eh ini anak siapa?” Tidak terjadi itu. Nah, mereka mengenal Nabi Muhammad seperti itu. Dan justru karena pengenalan itu kemudian mereka mengingkari. Orang yang mengingkari “kamu bukan anak saya” padahal itu anaknya, itu sangat menyakitkan sekali. Itu kira-kira yang terjadi, yang dilakukan orang-orang Yahudi. Dia mengingkari Al Qur`an, mengingkari dakwah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal mereka mengetahuinya. Itu yang dikatakan awwala kafirin bihi.

Page 6: halaqah Tadabbur Al Quran 7 (Al Baqarah 38 - 48). Dr Saiful Bahri

  57  

Awwala itu bukan berarti orang yang pertama mengingkari. Sebelum orang Yahudi, yang mengingkari dakwah Nabi Muhammad siapa? Kaum kafir Quraisy. Tetapi kenapa Allah mengatakan wa la takunu awwala kafirin bihi? Itu karena mereka sudah tahu. Jadi orang yang sudah tahu bahwa ini kewajiban, tidak dikerjakan, itu disebut dengan orang yang awwala kafirin bihi, kafir dalam artian tidak melakukan perintah Allah. Sudah tahu ini haram, dilakukan, itu juga awwala kafirin bihi. Dan itu yang akan dihisab pertama kali. Orang yang tidak tahu terjerumus kepada kebodohan dan kemudian dia melakukan kesalahan akan diazab oleh Allah, tetapi itu setelah orang-orang yang tahu dan melakukan kebodohan itu. Jadi fungsinya berbeda. Yang kedua, wa la tasytaru pesannya, setelah disuruh beriman. Dan ini dilakukan oleh orang-orang Yahudi. Wa la tasytaru bi ayati tsamanan qalila, jangan kamu jual ayat-ayat-Ku dengan harga yang murah. Yang kemarin kita sebut dengan isytarawudh dhalalata bil huda, mereka membeli kesesatan dengan petunjuk. Hanya karena ingin mempertahankan jabatan, hanya karena ingin mendapat proyek yang besar, hanya karena ingin mempertahankan pertemanan-pertemanan yang jahat, maka dia gadaikan pengetahuan-pengetahuan kebaikan. Dia tidak bela lagi orang-orang yang mazhlum. Tapi dia sokong dan dia dukung orang-orang yang zalim. Ini dilakukan oleh orang-orang yahudi. Lihat saja yang dilakukan terhadap Nabi Yahya. Kita tahu bahwa Nabi Yahya itu anak kecil, masih belasan tahun mungkin umurnya, mengingatkan seorang raja yang mau menikahi keponakannya karena saking cintanya. Dan itu dilarang di dalam adat agama mereka, agama bani Israil waktu itu, agama yahudi. Tidak diperbolehkan seorang raja yang mau menikahi keponakannya. Dan marah itu dua-duanya raja tersebut karena ditegur oleh nabi Yahya. Dan tahukah Bapak-bapak? Sang perempuan ini meminta maharnya adalah supaya kepala nabi Yahya dihadirkan di depan dia. Dan sang raja itupun membunuh nabi Yahya. Itu yang disebut menjual kesesatan. Padahal mereka tahu itu tidak boleh. Tapi karena raja, rakyat tidak ada yang berani menegur kesalahan itu. Dan nabi Yahya di situ disebut dengan an nathiquna bil haq. Al faqir membaca buku bagus sekali, judulnya an nathiquna bil haq, orang-orang yang berbicara kebenaran, meskipun resikonya banyak sekali. Ada para ulama, ada para qadhi, hakim, ada orang miskin, ada orang alim. Ada banyak kisahnya, dan di antaranya adalah nabi Yahya ‘alaihissalaam, yang karena keberanian itulah kepalanya menjadi mahar pernikahan seorang raja yang zalim yang mempersunting orang yang masih muharramat, tidak boleh dinikahi. Ketika raja yang melakukan, kemungkinannya sangat kecil rakyat biasa berani untuk menegur. Dan itu sudah jadi tabiat. Ketika orang berkuasa melakukan kesalahan, kalau mata hatinya tertutup, maka dia ketika ditegur yang terjadi seperti orang yahudi memperlakukan nabi Yahya. Bukan hanya itu, sepupunya juga dikejar-kejar mau dibunuh, dan bapaknya, nabi Zakaria, juga dibunuh. Itu trilogi nabi yang berakhir tragis, tetapi satu diselamatkan oleh

Page 7: halaqah Tadabbur Al Quran 7 (Al Baqarah 38 - 48). Dr Saiful Bahri

  58  

Allah subhanahu wa ta’ala, diangkat ke langit. Nanti jika sampai ceritanya, mudah-mudahan Allah mengingatkan kita bisa bahas itu. Itu kedua. Yang ketiga, larangan:

Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui. Mencampur aduk itu, bagi orang yang pintar, gampang. Makanya memegang mikrofon di depan televisi, di depan media massa bagi orang-orang yang memiliki ilmu itu cobaan. Jika ada suatu produk, mau dihalalkan atau diharamkan, itu relatif lebih mudah. Bisa dicari dalilnya. Tetapi yang sulit adalah ketika istifta`ul qalb, meminta pendapat hatinya yang terdalam bahwa ini saya berfatwa dengan hukum Allah atau dengan hawa nafsu. Maka di sini wa la talbisul haqqa bil bathil. Kalau seandainya karena kita membaca kemudian kita menjadi tenang, pendapat ini hukumnya menjadi A, meskipun salah tidak ada masalah. Tetapi kalau kita mengambil pendapatnya A karena sesuatu, atau tadi karena membela kezaliman, atau karena hawa nafsu, kemanfaatan, atau karena menjual ayat-ayat Allah, maka itu disebut talbisul haqqa bil bathil. Dan itu sesuatu yang dibenci Allah. Wa taktumul haqqa wa antum ta’lamun, dan kalian sembunyikan kebenaran meskipun kalian tahu. Itu seperti tadi. Nabi Muhammad sudah termaktub di dalam kitab mereka, akan turun seorang nabi di akhir zaman. Itu orang yahudi, orang nasrani, semuanya tahu. Dan orang yahudi khususnya, karena mereka paling panjang sejarahnya sejak sebelum umat nasrani, ya’rifunahu kama ya’rifuna abna`ahum, mengenal nabi Muhammad sama dengan mengenal anak mereka sendiri. Orang yahudi, lihat saja ketika mereka membaca kitabnya, itu lebih khusyu’ dari dzikirnya kita. Ketika mereka berada di tembok-tembok ratapan, semuanya mereka lekat sangat ideologis. Siapa bilang kasus perselisihan atau konflik di Palestina itu perebutan tanah? Itu adalah konflik yang berbasis ideologis. Maka kita juga harus menguatkan untuk melawan kezaliman itu dengan ideologi kita. Kalau seandainya nanti kita berbicara kezaliman dari sisi kemanusiaan, itu adalah dari Bab mendapatkan dukungan dari orang-orang yang secara nuraninya tidak menyukai kezaliman.

Page 8: halaqah Tadabbur Al Quran 7 (Al Baqarah 38 - 48). Dr Saiful Bahri

  59  

Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'

Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir? Yang keempat, rambu-rambu yang diberikan Allah kepada orang-orang yahudi keturunan nabi Ya’qub, ata`murunan nasa bil birri wa tansauna anfusakum. Ini berlaku juga buat kita. Apakah kalian sibuk memerintahkan manusia dengan kebaikan, sementara kalian lupakan diri sendiri. Kalau di dalam surah Ash Shaf, li ma taquluna ma la taf’alun, kabura maqtan ‘indallahi an taqulu ma la taf'alun. Jadi Allah sangat memurkai, kita sibuk memerintahkan orang sementara kita tidak melakukannya. Kita sibuk melarang orang sementara kita menikmati larangan itu. Dan itu na’udzubillahi min dzalik, kalau kita membicarakan itu seram. Kabura maqtan, itu Allah sangat murka. Tetapi untungnya Allah Maha Kasih, Maha Penyayang, yang menyimpang aib-aib kita. Karena manusia itu tabiatnya bukan hanya lupa. Dia menyepelekan dosa-dosa itu. Dan al faqir ulang, seandainya kita di sini dikumpulkan, semua aib-aib kita dibuka Allah, maka tidak terjadi pertemuan kita di pagi ini. Masing-masing kita tahu aibnya. Tidak usah begitu, sedikit saja orang dibuka aibnya oleh Allah, kita langsung vonis orang. Tapi pada saat kita memvonis orang itu, kita lupa, seandainya itu adalah saya, apa yang terjadi. Maka dalam tadabbur surah Al An’am (atau Al A’raf), wa la tashubbunalladzina yad’una min dunillah. Kita dilarang untuk mencaci maki sembahan-sembahan orang yang tidak menyembah Allah. Fa yashubbullaha ‘adwan bi ghairi ‘ilmin. Itu yang disebut dalam ilmu manajemen modern, disebut manajemen komentar. Jadi kita terkadang sibuk mengomentari orang, tetapi jarang kita berpikir apa yang kita komentari itu kepada orang. Yang kita lebih pikirkan, kita enjoy saja mau mengomentari orang. Lalu ketika orang komentar kepada kita, kita pikirkan komentar orang. Jarang kita pikirkan, kira-kira komentar saya ini bagi orang itu dirasakan apa? Menyakiti atau tidak? Makanya ada hadits, “Seseorang itu bisa mencaci bapaknya sendiri.” Sahabat bertanya, “Bagaimana mungkin Ya Rasulullah?” “Kalau dia mencaci bapaknya seseorang, maka orang itu mencaci bapaknya.” Berarti kita mencaci dan menjelekkan orangtua kita sendiri.

Page 9: halaqah Tadabbur Al Quran 7 (Al Baqarah 38 - 48). Dr Saiful Bahri

  60  

Misalkan kita bilang, “Heh kamu, dasar anak pencuri.” Itu tidak boleh. Kenapa? Nanti orang itu akan membalas, “Masih mending anak pencuri, ente anak garong”. Apa dosa orangtua kita sehingga dicaci orang lain? Itu gara-gara kita mencaci orangtua orang lain. Manajemen komentar ini diatur oleh Al Qur`an. Di sini dalam kaitannya kita memerintahkan sesuatu, bukan berarti begini, “Saya tidak bisa bershadaqah banyak, jadi malu rasanya saya menyuruh orang bershadaqah.” Tidak juga. Jadi sesedikit apapun kita upayakan punya pijakan kemampuan percaya diri. Benar, apa yang dilakukan seharusnya seperti Imam Hasan Al Bashri. Beliau suatu ketika pernah disuruh khutbah, “Wahai imam, khutbahlah tentang memerdekakan budak”. Ditunggu ketika hari Jum’at, tema yang diangkat bukan itu. Jum’at kedua ditunggu, tema yang diangkat bukan itu. Jum’at ketiga ditunggu, bukan itu. Mereka menemui imam Hasan Al Bashri, “kami minta Anda khutbah tentang memerdekakan budak, kenapa tidak terjadi?” Imam Hasan Al Bashri kemudian bilang, “insya Allah Jum’at depan saya akan melakukannya”. Dan setelah Jum’at depan dia melakukannya, dia jelaskan. Jadi selama tiga minggu itu beliau menabung untuk membeli budak, dan di pekan keempat beliau menjual budaknya. Jadi memang ada beban psikis seseorang yang tidak melakukan kemudian dia disuruh menjelaskan. Sama ketika ada seorang alim ulama, al faqir tidak sebutkan namanya, ulama yang punya karangan sangat luar biasa, beliau sudah meninggal. Beliau belum pernah haji. Makanya dikomentari, kalau membaca karya beliau yang berhubungan dengan haji, sebaiknya membaca yang lainnya. Tetapi luar biasa karya-karya beliau ini. Nah, itu mungkin pijakan seseorang dari bab adabiyat. Tetapi dalam keseharian kita, pada saat kita misalkan mendorong orang untuk bershadaqah, kita ada nisbah, paling tidak kalau tidak punya kemampuan, kita punya keinginan untuk bershadaqah, sehingga kita punya energi menyampaikan itu. Paling tidak, ketika kita tidak bisa meninggalkan semua hal-hal yang buruk, kita minimalisir. Contoh yang paling sulit, ketika kita membicarakan tentang ghibah. Ada orang yang tidak pernah ghibah dalam hidupnya? Tidak ada. Ghibah itu membicarakan aib yang sudah terjadi. Bukan fitnah. Kalau fitnah itu kejam sekali. Misalkan si A mencuri. Terjadi, dia melakukan pencurian itu. Kita bicarakan itu dan kita nikmati, itu disebut dengan ghibah. Kalau si A tidak mencuri kemudian divonis mencuri, kita bicarakan, itu disebut dengan fitnah. Disebut dengan ifkun mubin, seperti kasus tuduhan perselingkuhan yang dialamatkan pada Aisyah radhiallahu ‘anha. Jadi ini bukan permasalahan yang mudah. Ayat ini berat sekali.

Page 10: halaqah Tadabbur Al Quran 7 (Al Baqarah 38 - 48). Dr Saiful Bahri

  61  

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', Maka kemudian bani Israil disuruh apa? Cara untuk menanggulangi penyakit-penyakit yang tadi disebut: malas melakukan yang dibicarakan, menjual agama Allah dengan hawa nafsu, memutarbalikkan fakta, mencampur kebatilan dengan kebenaran, itu dengan apa? Ista’inu bish shabri wash shalat. Memang kesabaran itu tidak ada batasnya. Dan kesabaran itu dilatihnya dengan apa? Shalat. Wa innaha lakabiratun illa ‘alal khasyi’in. Shalat itu sulit. Sulit shalat yang khusyu’. Tetapi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah memerintahkan ketika shalat kita tidak khusyu’ untuk mengulang shalat lagi. Kalau shalat lupa 3 rakat atau 4 rakaat, disuruh apa kita? Yang paling sedikit berapa, tambah, setelah itu sujud sahwi. Tidak ada cerita, “saya shalat tidak khusyu’, boleh tidak saya shalat lagi?” Ya memang itu sulit. Tapi sulit itu bukan berarti kita tidak melakukannya. Karena hanya orang-orang yang khusyu’ yang bisa melakukan shalat dengan ringan. Tempo hari kita bicarakan, shalat yang orang bisa membaca betul dari Allahu Akbar sampai salam itu orang yang luar biasa, kehidupannya akan stabil. Tidak seperti orang yang naik bus eksekutif. Allahu Akbar, setelah itu jamaah pasrah sama sopirnya. Setelah Al Fatihah mau baca apa terserah dia, mau ruku ikut ruku saja, sujud, tau-tau sudah sampai, sudah salam. Ada kita melakukan itu. Tetapi bukan masalah kalau seandainya kita punya usaha untuk shalat khusyu’. Dan tempat shalat khusyu’ itu ada di mana-mana. Saat kita berjamaah kita berusaha khusyu’. Dan godaan shalat itu sangat berat. Pada saat kita sedang enak-enak tidur, shubuh. Sedang enak-enak kerja, tanggung, dikit lagi, zuhur. Ketika mau pulang kerja, ashar, tunggu di rumah. Jadi itu sebenarnya shalat lima waktu itu cobaan. Ketika matahari tenggelam, ketika sudah mau tidur shalat isya. Makanya orang yang bisa shalat khusyu’ dia akan stabil. Kata-kata khusyu’ tidak akan diulang dua kali. Kalau seseorang bisa khusyu’ di dunia, maka di akhirat dia tidak akan khusyu’. Ingat surah yang paling sering dibaca khatib ketika shalat jumat rakaat kedua, Hal ataka haditsul ghasyiah, wujuhun yauma`idzin khasyi’ah. Khasyi’ah ini maksudnya di akhirat. Nanti semua orang yang tidak pernah khusyu’ di dunia, di akhirat dia akan khusyu’. Khusyu’ itu artinya merendahkan dirinya. Dia merasa rendah. Maka dia bisa tenang, dijadikan shalat itu muqim. Tenang, khusyu’, bahkan bisa menangis. Shalat menangis itu bukan bid’ah. Diperbolehkan, bahkan dianjurkan. Apalagi saat mendengar dan membaca Al Qur`an, kita disuruh menangis, meskipun tidak paham artinya. Kadang kita baca Al Qur`an menangis, “Emang ente paham?” Tidak usah begitu. Apalagi yang bertanya paham bahasa Arab. Tidak usah diperdulikan itu. Karena sentuhan hati kita dengan kekhusyu’an itu mahal harganya. Dan khusyu’ itu kabirah, berat dan sekaligus besar harganya.

Page 11: halaqah Tadabbur Al Quran 7 (Al Baqarah 38 - 48). Dr Saiful Bahri

  62  

Kenapa orang-orang itu khusyu’? Trik khusyu’ yang pertama,

(yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. Zhann di sini artinya yakin. Zhann tidak selamanya berarti mengira. Bahasa Arab zhann artinya perkiraan, tapi di sini mereka yang yakin ada hari pembalasan. Pasti khusyu’. Mohon maaf, Bapak-bapak kerja giat, di akhir bulan tahu digaji, kerjanya gimana? Khusyu’ kan? Semangat kan? Tapi kalau seandainya kerja tidak ada jaminan akhir bulan digaji, gimana kerjanya? Bukan sekadar tidak khusyu’ lagi, mending cari kerjaan yang jelas. Ada yang kerja harian, mingguan, ada yang kerja by event, proyek, itu kenapa kita kerja? Karena yakin akan ada balasan. Permasalahan kenapa balasannya segini, itu lain cerita. Tetapi Allah tidak akan pernah mengecewakan tentang balasan itu. Maka di sini bahasanya halus sekali. Alladzina yazhunnuna annahum mulaqu rabbihim wa annahum ilaihi raji’un. Sudah pasti, ketahuan kasirnya. Dikembalikan kepada Allah, dan Allah tidak akan mendustakan itu. Tidak kemana-mana, kita pulangnya akan kembali kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Hai Bani Israil, ingatlah akan ni'mat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat Diulang lagi, menandakan bahwa bani Israil juga manusia, secara umum lupa nikmat Allah. Al faqir sering mengatakan, yang berdoa supaya giginya disehatkan sebelum tidur, itu hanya yang giginya sakit. Yang giginya sehat tidak melakukan itu. Yang matanya sakit, sebelum tidur dia akan berdoa dengan khusyu’, “Ya Allah besok pagi sembuhkan mataku.” Yang matanya sehat hampir bisa dipastikan tidak melakukan itu. Yang kakinya bengkak-bengkak, pegal-pegal, dia berdoa, minta pada Allah supaya kakinya disehatkan. Yang kakinya sehat, dia tidak melakukan itu. Maka harus diingatkan, kita harus mensyukuri nikmat Allah subhanahu wa ta’ala.

Page 12: halaqah Tadabbur Al Quran 7 (Al Baqarah 38 - 48). Dr Saiful Bahri

  63  

Wa anni fadhdhaltukum ‘alal ‘alamin. Dan karena juga bani Israil itu dilebihkan pada zamannya. Mereka dari orang asing karena ditarik oleh nabi Yusuf, sedangkan nabi Yusuf orang asing yang punya jabatan, dimuliakan dia di negeri Mesir. Padahal itu bukan bumi dia. Dia urban, dari Babilonia, dari Hebron, ke Mesir, menjadi orang mulia. Disebutkan dalam buku-buku sejarah sekitar enam ratus orang. Kemudian mereka menjadi orang kelas dua. Bahkan pernah dikejar-kejar dan dibunuh. Diselamatkan Allah lagi. Itu adalah sunnah Allah subhanahu wa ta’ala, naik turunnya sebuah peradaban. Dulu peradaban dikuasai oleh orang kulit hitam. Fir’aun itu hitam kulitnya. Sekarang orang identik yang namanya kemajuan itu bule. Dulu pernah peradaban dikuasai oleh orang-orang berkulit kuning. Lalu Indian, kulit merah. Dan suatu ketika akan diputar, dan nanti akan diakhiri siapapun orangnya, kulitnya, peradaban itu akan diwariskan kepada orang-orang yang beriman tanpa memandang etnis dari manapun juga. Maka fadhdhaltukum ‘alal ‘alamin itu bukan orangnya. Kalau mereka menganggap, ini disebut dengan orang pilihan. “Bumi ini wariskan kepada kami, yang lain ngontrak, harus bayar kepada kami”. Itu tidak benar. Sebagai closingnya, Allah berpesan kepada bani Israil, juga kepada kita,

Dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa'at dan tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka akan ditolong. Ini yang akan menyebabkan manusia stabil. Berhati-hatilah, bertaqwalah, sebuah hari yang tidak bermanfaat pada waktu itu kedekatan kita dengan menteri dan sebagainya. Tidak juga bermanfaat pada waktu itu ‘adlun, artinya fidyah, tebusan. Ketika misalkan divonis, na’udzubillahi min dzalik, “Si A jatahnya di neraka dua hari”. “Ah enak dua hari.” Padahal dua hari menurut Allah sama dengan dua ribu tahun. Misalnya divonis dua hari oleh Allah, tidak bisa ditebus. Menebus pakai apa? Tidak ada. Di akhirat nanti, ketika manusia semuanya dan alam semesta dihancurkan, wa lillahi miratsus samawati wal ardh, semuanya warisan ini milik Allah. Kita mati-matian siang malam cari duit, meninggal, yang mengambil anak-anak keturunan kita. Terus itu berlaku. Ketika semuanya sudah meninggal, sudah hancur dunia, siapa yang mengambil harta-harta yang dikumpulkan tadi? wa lillahi miratsus samawati wal ardh, Allah yang akan mewarisi dunia dan seisinya.

Page 13: halaqah Tadabbur Al Quran 7 (Al Baqarah 38 - 48). Dr Saiful Bahri

  64  

Ketika manusia nanti dibangkitkan, tidak ada lagi “ini konglomerat, ini rakyat”. Tidak ada lagi “ini pengusaha, ini orang yang tiap hari berusaha tidak dapat apa-apa”. Tidak ada lagi “ini pejabat, ini orang biasa”. Semuanya sama, yang membedakan adalah tabungan amalnya. Sebelum al faqir akhiri, tiga hal yang perlu al faqir simpulkan. Pertama, turunnya manusia ke bumi adalah titah Allah sebagai khalifah. Wajib hukumnya. Dengan atau tanpa Adam melakukan kesalahan, itu sudah termaktub di sana. Jadi kita jangan terlalu fokus, “seandainya nabi Adam tidak melakukan kesalahan, sekarang kita hidup di surga”. Tidak ada cerita itu. Karena titah khalifah Allah itu sudah jelas. Inni ja`ilun fil ardhi khalifah. Tugas khalifah adalah memakmurkan, mewakili Allah untuk membumikan ajaran-ajaran Allah. Dan Allah perjelas, qulnahbithu ba’dhukum li ba’dhin ‘aduww. Permusuhan itu menjadi keniscayaan. Suami bertikai, berbeda pendapat dengan istri. Pasti. Tidak ada istri dan suami yang tidak pernah bertikai, bahkan sekelas Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Prahara Aisyah itu contohnya yang paling dahsyat. Apalagi bumbu-bumbu kecemburuan kecil yang kita dengar dalam kisah-kisah yang diabadikan oleh Al Qur`an. Sesama anak bertikai, wajar. Bahkan anak nabi Adam membunuh. Tetapi yang menjadi tugas khalifah adalah mendamaikan pertikaian itu. Itu yang pertama. Yang kedua, sudah ada petunjuk yaitu Al Qur`an. Tinggal kita memungutnya, atau memfungsikannya. Dan yang ketiga, tadi pesan Allah kepada bani Israil bahwa bani Israil disuruh ingat nikmat-Nya, kemudian dilarang melakukan hal-hal tadi: tidak boleh mencampur aduk kebaikan dengan keburukan, tidak boleh hanya ngomong saja tanpa mengerjakan. Dan triknya tadi adalah: ista’inu bish shabri wash shalat. Jadi jangan pernah mengatakan “sudah habis stok kesabaran saya”. Sebenarnya sabar itu unlimited, tidak pernah ada batasnya. Kita sendiri yang menjadikan dada kita sempit sehingga kesabaran itu hilang. Dan orang-orang yang tidak sabar itu akan menyesal di akhirnya. Baik ketika dia marah, orang marah akan menyesal ketika marahnya turun. Baik ketika dia sedih keluar kata-kata yang tidak baik, akan menyesal pada saat kesedihannya turun. Takut dan sedih, dua hal yang akan dicabut oleh Allah subhanahu wa ta’ala pada saat nanti dipanggil menghadap di surga-Nya. Terakhir, trik selain ista’inu bish shabri wash shalat, adalah wattaqu yauman. Kita harus ingat ada suatu hari yang pada saat itu hubungan kekerabatan, hubungan pertemanan, hubungan atasan, hubungan bisnis dan sebagainya tidak bermanfaat, kecuali amal baik. Mudah-mudahan kita, khususnya yang ada di tempat ini dijaga kesehatan fisik, dijaga kesehatan mental kita, sehingga kita bisa istiqamah dan bisa memenuhi perintah Allah untuk dekat dengan Al Qur`an. Dan karena Al Qur`an Allah turunkan lailatur qadar, karena itu Allah muliakan bulan Ramadhan. Mudah-mudahan yang kita lakukan ini sebagai sarana untuk mendekat dengan kebaikan yang dikatakan Allah khairun min alfi syahr, malam yang

Page 14: halaqah Tadabbur Al Quran 7 (Al Baqarah 38 - 48). Dr Saiful Bahri

  65  

lebih baik dari seribu bulan. Kenapa Allah tidak mengatakan malam yang lebih baik dari tiga puluh ribu malam misalnya, karena satu malam disamakan lebih baik dari seribu komunitas bulan. Yang kedua, karena kita mencari lailatul qadar tidak terfokus satu malam, yaitu satu bulan penuh di bulan Ramadhan. Yang ketiga, karena kebaikan tidak mungkin terjadi dalam satu malam. Kebaikan minimalnya kita kondisikan dalam satu bulan untuk menempuh kebaikan sebelas bulan sisanya. Itu yang bisa al faqir sampaikan, mudah-mudahan yang sedikit ini bermanfaat. Kurang lebihnya mohon maaf. Wa jazakumullahu khairan.


Top Related