GERAKAN PENYELAMATAN DANAU
(GERMADAN)
DANAU RAWAPENING
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2011
ii
TIM PENYUSUNAN
GERAKAN PENYELAMATAN DANAU (GERMADAN)
DANAU RAWAPENING
1. Pengarah : - Ketua Komisi VII DRP – RI ( Drs. Daryatmo Mardiyanto, MM )
- Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim
( Ir. Ari Yuwono, MA ) - Rektor Universitas Diponegoro
( Prof. Sudharto P. Hadi, MES, PhD ) 2. Penanggung jawab : - Asisten Deputi Urusan Pengendalian Kerusakan
Ekosistem Perairan ( Ir. Hermono Sigit )
- Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Diponegoro
( Prof. Dr. Ir. Suriharyono, MS. ) 3. Ketua Pelaksana : Dr. Tri Retnaningsih Soeprobowati, MAppSc
Sekretaris drh. Sri Mawati, MSi Anggota Dr. Erma Prihastanti, MSi
Lilih Khotim Perawati, SSi., MSi. Kasiyati, SSi., MSi. Drs. Arif Suwanto, MAP Drs. Harmin Manurung, MT Titi Novita Harahap, SP, MT Dr. Sakdullah, MSc (PPE Jawa) Wahyu Cahyadi Rustadi, S.Si Siti Rachmiati Nasution, STP
Narasumber : Hoetomo, MPA Bambang Listiono (BLH Prov. Jateng) Prasojo, SKM (BLH Prov. Jateng) Drs. Prayitno Sudaryanto, MM (BLH Kab. Semarang) Jermia J Wicaksono (BLH Kab. Semarang) Bambang Pamulardi, MSi (KLH Kota Salatiga) Pujiyono, Sp (KLH Kota Salatiga)
iii
ABSTRAK
Rawapening merupakan danau semi alami yang mempunyai peranan strategis
sebagai reseravoir alami untuk PLTA, sumber baku air minum, irigasi, perikanan, dan pariwisata. Namun, pendangkalan terjadi akibat sedimentasi dan erosi serta pertumbuhan tidak terkontrol dari tumbuhan air terutama eceng gondok. Akar permasalahannya adalah pengkayaan danau oleh nutrien terutama nitrogen dan fosfor yang memicu pertumbuhan tidak terkontrol eceng gondok dan perubahan tataguna lahan. Hal tersebut terjadi karena sistem kelembagaan dan implementasi kebijakan yang kurang optimal, dan rendahnya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan danau.
Guna mengatasi hal tersebut, maka disusunlah grand design Gerakan Penyelamatan Ekosistem Danau (GERMADAN) Rawapening. Tiga pendekatan dirancang untuk mengatasi akar permasalahan yang ada, yaitu: 1) Aplikasi sains dan tehnologi untuk remediasi badan air dan DTA, 2) Pengembangan kelembagaan dalam pengelolalaan danau, dan 3) pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan dan konservasi danau. Ketiga pendekatan secara sinergi saling mendukung dan integratif.
Berdasarkan analisis SWOT, maka akar permasalahan Danau Rawapening akan dilaksanakan melalui Program Super Prioritas (Pokok) dan program Prioritas (Penunjang). Program Super Prioritas terdiri dari 6 kegiatan, yaitu: 1) Penanganan eceng gondok; 2) Penanggulangan Lahan Kritis, Erosi, Banjir dan Sedimentasi, 3) Penurunan Kandungan Nutrien Perairan Danau Rawapening, 4) Kajian Limnologi Danau Saat ini dan Rekontruksi Kualitas Air di Masa Lalu, 5) Implementasi Pertanian Ramah Lingkungan, dan 6) Peningkatan Keterlibatan dan Kepedulian Masyarakat dalam Pengelolaan dan Konservasi Danau Rawapening. Program Prioritas terdiri dari 11 kegiatan yaitu: 1) Pengembangan pengelolaan perikanan ramah lingkungan Danau Rawapening., 2) Pengembangan Ipal terpadu, 3) Pengembangan drainase terpadu, 4) Pengembangan pusat penelitian Danau Rawapening, 5) Perencanaan pembangunan kawasan Danau Rawapening berbasis kewilayahan dan kebijakan penanganan eceng gondok melalui pelibatan masyarakat, 6) Pengembangan regulasi /kebijakan pengelolaan Danau Rawapening dan Daerah Tangkapan Air (DTA), 7) Pengembangan kebijakan garis sempadan dan proteksi sumber daya alam, 8) Pengembangan zonasi pemanfaatan Danau Rawapening, 9) Pengembangan pemanfaatan eceng gondok untuk menyelesaiakan problem blooming dan peningkatan pendapatan masyarakat, 10) Pengembangan ekoturisme, dan 11) Pengembangan forum peduli lingkungan.
Tujuh belas kegiatan tersebut di atas sangat tergantung pada koordinasi dan kerjasama antar lembaga serta keterlibatan masyarakat. Keberhasilan kegiatan dapat dilihat dari capaian indikator kinerja.
Kata kunci: Germadan, Rawapening, Program Super Prioritas,Prioritas, indikator
iv
KATA PENGANTAR
DEPUTI BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM
Perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan untuk penyelamatan danau Rawapening dilakukan melalui kajian/ penelitian yang baik dan informasi sebelumnya yang bisa dipercaya dan dapat diandalkan. Kajian-kajian tersebut dilakukan untuk penghematan waktu dan biaya serta tenaga. Agar kebijakan penyelamatan danau Rawapening tercapai maka diperlukan kerjasama antara pemangku kepentingan, secara komprehensif dan terpadu. Kesepakatan Bali Tahun 2009 yang menetapkan 15 Danau prioritas yaitu Danau Toba, Maninjau, Singkarak, Kerinci, Tondano, Limboto, Poso, Tempe, Matano, Mahakam, Sentarum, Sentasi, Batur, Rawadanau, dan Rawapening perlu mendapat dukungan semua pihak. Untuk itu dari 15 danau prioritas tersebut, salah satu danau Rawapening, merupakan prioritas penyusunan model penyelamatan ekosistem danau yang diharapkan dapat direplikasikan di danau prioritas yang mempunyai tipologi dan permasalahan yang sama. Model ini juga merupakan stimulan untuk mendapat komitmen bersama para pemangku kepentingan. Penyusunan ini didorong oleh berbagai kepentingan bersama dalam upaya penyelamatannya dan sebagai tindak lanjut kunjungan komisi VII DPR – RI, pada tanggal, 19-20 Desember 2010, untuk dapat direalisasikan penyelamatannya. Diperkirakan pada tahun 2021 danau Rawapening akan menjadi daratan, apabila tidak ditangani secara serius. Akhir kata saya mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya dan terima kasih kepada Tim penyusun khususnya dari Universitas Diponegoro Semarang, beberapa narasumber dari sektor dan daerah, sehingga dapat mewujudkan suatu dokumen penyelamatan ekosistem danau Rawapening, untuk dapat digunakan sebagai acuan bersama dalam rencana aksinya.
Jakarta, Juni 2011
Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan
Perubahan Iklim Ir.Arief Yuwono, MA
v
KATA PENGANTAR
REKTOR UNIVERSITAS DIPONEGORO
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan yang telah memberikan kekuatan dan
bimbingan sehingga Rancangan Gerakan Penyelematan Danau (Germadan) Danau
Rawapening telah tersusun dengan baik.
Saya menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Kementerian Lingkungan
Hidup yang telah memberikan kepercayaan kepada Universitas Diponegoro untuk
menyusun rancangan ini. Sungguh merupakan kehormatan, kami dapat melaksanakan
tugas ini. Sudah menjadi tekad kami, bahwa sebagai institusi pendidikan tinggi selain
mendidik mahasiswa menjadi lulusan yang unggul, kami juga peduli pada masalah-
masalah lingkungan baik lokal, regional maupun nasional. Kesempatan berkarya ini
selain merupakan academic exercise untuk menghasilkan aplikasi sains dan teknologi
juga merupakan bentuk pengabdian kepada masyarakat. Hasil exercise akan
memperkaya muatan materi pembelajaran yang bermanfaat bagi mahasiswa dan
kalangan akademisi dan publik pada umumnya. Dengan demikian kerjasama kami
dengan Kementerian Lingkungan Hidup merupakan wujud implementasi Tri Dharma
Perguruan Tinggi.
Rawa pening merupakan danau yang menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat dan
berbagai institusi yang mengalami pendangkalan karena erosi dan sedimentasi serta
pertumbuhan eceng gondok yang tidak terkendali. Berbagai upaya telah dilakukan oleh
berbagai pihak, namun hasilnya belum optimal. Evaluasi terhadap berbagai program
yang telah dilakukan perlu dilakukan dan rumusan rencana tindak kedepan perlu
dicanangkan. Rancangan ini disusun dengan mendasarkan pada evaluasi atas
berbagai program yang telah dilakukan dan masukan dari berbagai stakeholders.
Namun demikian masukan dan saran senantiasa diharpakan untuk perbaikan. Selamat
bekerja, menyelamatkan Rawa pening berarti menyelamatkan kehidupan. Semoga
Tuhan senantiasa memberikan berkah kepada kita semua, amien.
Semarang, Juni 2011
Rektor,
Prof. Sudharto P. Hadi, MES. PhD
vi
DAFTAR ISI
Halaman TIM PENYUSUN ...................................................................................... ii ABSTRAK ............................................................................................ iii KATA PENGANTAR DEPUTI BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM ...........................................................................
iv
KATA PENGANTAR REKTOR UNIVERSITAS DIPONEGORO ............................. v DAFTAR ISI ............................................................................................ vi DAFTAR TABEL …......................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………… ix
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... I - 1 1.1. Latar Belakang............................................................................... I - 1
1.2. Peraturan Perundang-Undangan.................................................. I - 3
1.3. Permasalahan................................................................................ I - 8
1.4. Ruang Lingkup dan Kerangka Pikir .............................................. I - 9
1.5. Tujuan dan Keguanaan Program Danau Rawapening…………..… I - 12
BAB II EVALUASI DAN ROAD MAP DANAU RAWAPENING ............. II - 1 2.1. Lingkup Wilayah Studi …………………......................................... II – 1
2.2. Kondisi dan Permasalahan Badan Air Danau Rawapening...................................................................................
II - 11
2.3. Kondisi dan Permasalahan Kelembagaan …................................ II - 18
2.4. Kondisi dan Permasalahan Kemasyarakatan................................ II - 20
BAB III GERAKAN PENYELAMATAN DANAU (GERMADAN) RAWAPENING …………………………………….………………..
II - 1
3.1. Program Super Prioritas ................................................................ III - 4
3.1.1. Penanganan Enceng Gondok …......................................... III - 4
3.1.2. Penanggulangan Lahan Kritis, Erosi, Banjir, dan Sedimentasi ….....................................................................
III - 7
3.1.3. Penurunan Kandungan Nutrien Perairan Danau Rawapening.........................................................................
III - 9
3.1.4. Kajian Limnologi Danau Rawapening saat ini dan Rekontruksi Kualitas Air di Masa Lalu.................................
III - 9
3.1.5. Implementasi Pertanian Ramah Lingkungan …………........ III - 12
3.1.6. Peningkatan Keterlibatan dan Kepedulian Masyarakat dalam Pengelolaan dan Konservasi Lingkungan Danau Rawapening ....…………………………...
III - 13
3.2. Program Prioritas (Penunjang) ………………................................. III - 15
3.2.1. Pengembangan pengelolaan perikanan ramah lingkungan …………………..................................................
III - 15
3.2.2. Pengembangan IPAL Terpadu ……………………………….. III - 15
3.2.3. Pengembangan Draenase Terpadu ………………………….. III - 19
3.2.4. Pengembangan Pusat Penelitian D. Rawapening ……….... III - 19
3.2.5. Perencanaan Pembangunan Kaw. Rawapening Berbasis Kewilayahan ……………………………………..…..
III - 21
3.2.6. Pengembangan Regulasi/Kebijakan Danau Rawapening dan DTA …………………………………....……
III - 21
3.2.7. Pengembangan Kebijakan Garis Sempadan dan Proteksi SDA …………………………………………………..
III - 23
3.2.8. Pengembangan Zonasi Pemanfaatan Danau Rawapening ……………………………………………......…..
III - 23
vii
3.2.9. Pengembangan Pemanfatan Eceng Gondok untuk Peningkatan Pendapatan Masyarakat ……...………….....…
III - 23
3.2.10. Pengembangan Ekoturisme …………………………………. III - 25
3.2.10. Pengembangan Forum Peduli Lingkungan …………….…. III - 25
BAB VI REKOMENDASI IV - 1 BAB V DAFTAR PUSTAKA V - 1 L A M P I R A N
viii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel I.1 Indikator Keberhasilan GERMADAN Rawapening ........................... I - 13
Tabel II.1 Sembilan Sub-DAS Danau Rawapening ………………………………. II - 3
Tabel III.1 Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Penanganan Eceng Gondok................................
II - 6
Tabel III.2 Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Penanggulangan Lahan Kritis, Erosi Banjir, dan Sedimentasi ……………………………………………………………….
II - 8
Tabel III.3 Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Penurunan Kandungan Nutrien Perairan Danau Rawapening ……………………………………………………………….
II - 10
Tabel III.4 Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Kajian Limnologi Danau Rawapening Saat ini dan
Rekontruksi Kualitas Air di Masa Lalu ..........................................
III - 11
Tabel III.5 Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawa Kegiatan Program Implementasi Pertanian Ramah Lingkungan ……………..
III - 14
Tabel III.6 Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Keterlibatan Masyarakat Dalam Pengelolaan Dan Konservasi Lingkungan Danau Rawapening …...
III – 14
Tabel III.7 Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Pengembangan Pengelolaan Perikanan Ramah Lingkungan ……………………………………………………………..…
III - 17
Tabel III.8 Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Pengembangan IPAL Terpadu …………………………….…
III - 19
Tabel III.9 Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Drainase Terpadu …………..……………………...
III - 21
Tabel III.10 Kegiatan Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Pengembangan Pusat Penelitian Danau Rawapening ……………………………………………………………….
III - 21
Tabel III.11 Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Perencanaan Pembangunan Kawasan Rawapening Berbasis Kewilayahan …………………………………………………..
III - 23
Tabel III.12 Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Pengembangan regulasi/kebijakan pengelolaan Danau Rawapening ……………………………………………………………….
III – 23
Tabel III.13 Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Pengembangan Kebijakan Garis Sempadan dan Proteksi Sumber Daya Alam ………………………………………………………
III - 23
Tabel III.14 Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Pengembangan Zonasi Pemanfaatan Danau Rawapening ……………………………………………………………….
III - 27
Tabel III.15 Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Pengembangan Pemanfaatan Eceng Gondok untuk Peningkatan Pendapatan Masyarakat …………………………………
III - 27
Tabel III.16 Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan
Program Pengembangan Ekoturisme ………………………………….
III - 29
Tabel III.17 Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Pengembangan Forum Peduli Lingkungan ………………..
III – 29
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar I.1. Pendekatan Gerakan Penyelamatan D. Rawapening.......... I - 11
Gambar II.1 Batas Administrasi Danau Rawapening .............................. II - 2
Gambar II.2 Peta Penggunaan Lahan Wilayah Sub-Das Rawapening.... II - 3
Gambar II.3 Permasalahan Danau Rawapening .................................... II - 7
Gambar II.4 Permasalahan Danau Rawapening .................................... II - 18
Gambar III.1 Hasil Analisis SWOT, Akar Permasalahan & Pendekatan
Penyelamatan Danau Rawapening......................................
III - 9
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
I - 1
BAB I
PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 2. Peraturan perundang-undangan 3. Permasalahan 4. Ruang Lingkup dan Kerangka Pikir 5. Tujuan dan Kegunaan
1.1 LATAR BELAKANG
Pada Konferensi Nasional Danau Indonesia I pada 13 – 15 Agustus
2009 telah menghasilkan Kesepakatan Bali 2009 antara 9 menteri
tentang pengelolaan danau berkelanjutan dalam mengantisipasi
perubahan iklim global. Dalam pengembangan dan pemanfaatan
potensi danau sangat diperlukan upaya untuk mempertahankan,
melestarikan dan memulihkan fungsi danau berdasarkan keseimbangan
ekosistem melalui 7 strategi, yaitu pengelolaan ekosistem danau;
pemanfaatan sumber daya air danau; pengembangan sistem monitoring,
evaluasi dan informasi danau; penyiapan langkah-langkah adaptasi dan
mitigasi perubahan iklim terhadap danau; pengembangan kapasitas,
kelembagaan dan koordinasi; peningkatan peran masyarakat; dan
pendanaan berkelanjutan.
Kesepakatan Bali 2009 menetapkan 15 danau prioritas yang akan
ditangani bersama secara terpadu, berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan pada periode 2010-2014. Penetapan danau prioritas
berlandaskan pada kerusakan danau, pemanfaatan danau, komitmen
Pemda dan masyarakat dalam pengelolaan danau, fungsi strategis untuk
kepentingan nasional, keanekaragaman hayati, dan tingkat resiko
bencana. 15 danau tersebut adalah Danau Toba, Maninjau, Singkarak,
Kerinci, Tondano, Limboto, Poso, Tempe, Matano, Mahakam, Sentarum,
Sentani, Batur, Rawa Danau, dan Rawapening.
Danau Rawapening sangat spesifik, pertama, merupakan danau
semi alami sehingga merupakan reservoir alami, letaknya sangat
strategis di segitiga pertemuan Yogyakarta, Solo dan Semarang. Oleh
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
I - 2
karena itu maka Rawapening menjadi landmark Jawa Tengah
(Bappeda Provinsi Jawa Tengah, 2005). Kedua, Danau Rawapening
sebagai bagian dari wilayah sungai Jratunseluna (Jragung Tuntang
Serang Lusi Juwana) merupakan wilayah sungai strategis nasional
(Permen PU No. 11A/PRT/M/2006). Ketiga, Danau Rawapening termasuk
danau prioritas 2010 – 2014 (KLH, 2010) karena penutupan lahan
Rawapening berturut-turut adalah non hutan (55,5%), lahan kritis (24%),
pemukiman (13,6), hutan (3,9%), dan tubuh air (3,2%) (KLH, 2009).
Danau Rawapening sangat rentan terhadap perubahan lingkungan,
memiliki manfaat tinggi sebagai sumber air tawar, produksi pangan, dan
pengendali banjir.
Banyak penelitian yang telah dilakukan di Danau Rawapening,
banyak program yang telah dikembangkan dan diterapkan, namun
kondisinya tetap tidak mengalami perbaikan bahkan cenderung
degradatif.
Inti Danau Rawapening (badan danau) airnya dimanfaatkan untuk
penggerak turbin PLTA hingga mampu menghasilkan 222,504 juta Kwh;
perikanan (dengan produksi 1.535,9 ton/tahun); pengendali banjir;
peternakan itik; penambangan gambut; dan wisata (Bappeda Provinsi
Jawa Tengah, 2005) serta irigasi teknis 1.265,09 ha sawah, (BPS
kabupaten Semarang, 2010, Bappeda kota Salatiga, 2009).
Banyak Perguruan Tinggi yang telah mengembangan penelitian
ilmiah tentang Rawapening antara lain oleh Universitas Diponegoro,
Universitas Satya Wacana, Universitas Gadjah Mada, baik untuk level S1,
S2 maupun S3. BPPT juga telah banyak melakukan penelitian dan kajian
di Rawapening antara lain tentang kualitas air DAS Rawapening;
agroforestri, status kesuburan lahan dan tingkatkesesuaian lahan; kajian
ekologi sekitar bantaran sungai yang masuk ke Danau Rawapening;
pemanfaatan eceng gondok dan gambut untuk pengembangan pertanian
organik, sebagai media tumbuh florikultura dan hortikultura; pemanfaatan
gambut Rawapening sebagai absorben bau, pengelolaan limbah padat
industri makana, pengembangan bituman (biji tumbuh mandiri), untuk
nutrien blok (media tanaman untuk rehabilitasi lahan pasca tambang;
pengendalian populasi eceng gondok dengan teknologi stockpile, studi
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
I - 3
luasan tutupan eceng gondok; pengendalian sedimentasi di hulu DAS
Rawapening.
Masih banyak penelitian lainnya tentang Rawapening masih
tetap sebagai dokumen, namun sampai saat ini kondisi Danau
Rawapening tidak mengalami perbaikan bahkan cenderung lebih
degradatif. Hal ini mengindikasikan bahwa program yang telah
diterapkan di Danau Rawapening belum menunjukkan dampak
nyata, perbaikan yang terjadi tidak signifikan dan hanya
menyelesaikan permasalahan hanya pada periode program saja,
kemudian menjadi permasalahan lebih besar lagi. Oleh karena itu,
sudah saatnya sangat diperlukan dan segera dilakukan
Penyelamatan Danau Rawapening, agar 46.076 petani, 27.379, orang
buruh tani, 25.427 orang buruh industri, 11.022 orang buruh bangunan,
2205 orang nelayan, 3.746 orang pengusaha, 2.239 orang peternak/
perikanan di sekitar Rawapening dapat terus terjaga (BPS Kabupaten
Semarang, 2010, Bappeda kota Salatiga, 2009).
1.2 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
A. Undang - Undang
1. Undang - Undang No. 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar
Pokok - Pokok Agraria.
2. Undang-Undang No. 11 Tahun 1967, tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Pertambangan.
3. Undang-undang No. 5 Tahun 1990, tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
4. Undang-undang No. 4 Tahun 1992, tentang Perumahan dan
Pemukiman
5. Undang-undang Nomor 5 tahun 1994 tentang Pengesahan
Konvensi PBB Mengenai Keanekaragaman Hayati.
6. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999, tentang Kehutanan.
7. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004, tentang Sumber Daya Air.
8. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
I - 4
Daerah.
9. Undang-Undang No 26 tahun 2007, tentang Penataan Ruang.
10. Undang-Undang No 10 Tahun 2009, tentang Kepariwisataan.
11. Undang-undang No 32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
B. PERATURAN PEMERINTAH
1. Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1970, tentang Perencanaan
Kehutanan.
2. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991, tentang Rawa
3. Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991, tentang Sungai.
4. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, tentang Pendaftaran
Tanah.
5. Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997, tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional.
6. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999, tentang Pengawetan
Jenis Tumbuhan dan Satwa.
7. Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999, tentang Pemanfaatan
Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.
8. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000, tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.
9. Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2001, tentang Tata
Pengaturan Air.
10. Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 2001, tentang Irigasi
11. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001, tentang Pengelolaan
Kualitas Air & Pengendalian Pencemaran Air.
12. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004, tentang Penatagunaan
Tanah.
13. Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2004, tentang Pemanfaatan
Jasa Lingkungan.
14. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2004, tentang Perlindungan
Hutan.
15. Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2007, tentang Pembagian
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
I - 5
Urusan Pemerintahan Antar Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten /Kota.
16. Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2010, tentang Bendungan.
C. KEPUTUSAN PRESIDEN
1. Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990, tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung.
2. Keputusan Presiden No. 34 Tahun 2003, tentang Kebijakan
Nasional Bidang Pertanahan.
3. Keputusan Presiden No. 65 Tahun 2006, tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum.
D. PERATURAN MENTERI
1. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 28 Tahun
2009, tentang Daya Tampung Beban Pencemaran Air danau
dan/atau Waduk.
2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 63/PRT/1993, tentang
Garis Sepadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah
Peguasaan Sungai dan Bekas Sungai
3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 39/PRTI1990, tentang
Pembagian Wilayah Sungai.
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 45/PRT/1990, tentang
Pengendalian Mutu Air pada Sumber-Sumber Air.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 48/PRT/1990, tentang
Pengelolaan Atas Air dan Sumber Air Pada Wilayah Sungai.
6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 49/PRT/1990, tentang
Tata Cara dan Persyaratan Ijin Penggunaan dan atau Sumber
Sumber Air.
7. Peraturan Menteri Kesehatan 416/1990, tentang Syarat-Syarat
Pengawasan Kualitas Air.
8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 11A/PRT/M/2006
tentang Danau Rawapening sebagai bagian dari wilayah sungai
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
I - 6
Jratunseluna (Jragung Tuntang Serang Lusi Juwana)
9. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 28 Tahun
2009, tentang daya tampung beban pencemaran air danau
dan/atau waduk
10. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No PM
86/HK.501/MKP/2010, tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha
Penyediaan Akomodasi.
11. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No PM
87/HK.501/MKP/2010, tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha
Jasa Makanan dan Minuman.
12. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No PM
88/HK.501/MKP/2010, tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha
Kawasan Pariwisata.
13. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No PM
89/HK.501/MKP/2010, tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha
Transportasi Wisata.
14. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No PM
90/HK.501/MKP/2010, tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha
Daya Tarik Wisata.
15. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No PM
91/HK.501/MKP/2010, tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha
Penyelenggaraan Kegiatan Hiburan dan Rekreasi.
16. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No PM
92/HK.501/MKP/2010, tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha
Jasa Pramuwisata.
17. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No PM
96/HK.501/MKP/2010, tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha
Wisata Tirta.
E. KEPUTUSAN MENTERI
1. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 458/KPTS/1986,
tentang Ketentuan Pengamanan Sungai dalam Hubungan
dengan Penambangan Bahan Galian Golongan C.
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
I - 7
2. Keputusan Menteri Kehutanan No. 687/KPTS-11/1989, tentang
Pengusahaan Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan
Rakyat dan Taman Wisata Laut.
3. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 779/KPTS/1990,
tentang Pengendalian Banjir dan Pengaturan Sungai.
4. Keputusan Menteri Kehutanan No. 167/KPTS-11/1994, tentang
Sarana dan Prasarana Pengusahaan Pariwisata di Kawasan
Pelestarian Alam.
5. Keputusan Menteri Kehutanan No. 447/KPTS-11/1996, tentang
Pembinaan dan Pengawasan Pengusahaan Pariwisata Alam.
6. Keputusan Menteri Kehutanan No. 348IKPTS-11/1997, tentang
Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan No. 446/KPTS-ll/1996
tentang Tata Cara Permohonan, Pemberian dan Pencabutan Ijin
Pengusahaan Pariwisata Alam.
7. Keputusan Menteri Kesehatan No 907 Tahun 2002 tentang
Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum
8. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 42 Tahun 2003
tentang Pedoman mengenai Syarat dan Tata Cara Perijinan
serta Pedoman Pembuangan Limbah ke Air.
F. PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH
1. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 1 Tahun 1990,
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup di Provinsi Jawa Tengah.
2. Peraturan Daerah No 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 –
2029.
G. KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH
1. Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 610/21/2007 tanggal 9
Agustus 2007 tentang Pembentukan Forum Koordinasi
Pengelolaan Kawasan Rawapening.
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
I - 8
H. PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG
1. Peraturan Daerah No 3 Tahun 2003 tentang Ijin Gangguan
2. Peraturan Daerah No 10 Tahun 2003 tentang Ijin Pembuangan
Limbah Cair;
3. Perda Prov. Jateng No. 11 Tahun 2004 tentang Garis
Sempadan;
4. Perda No. 10 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah;
5. Perda Prov. Jateng No. 8 Tahun 1990 tentang Irigasi;
6. Peraturan Daerah No 26 Tahun 2008 tentang Air Bawah Tanah
Kabupaten Semarang
7. Peraturan Daerah No 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 –
2029
1.3 PERMASALAHAN
Banyak program telah dikembangkan dan dijalankan, namun masih
bersifat sporadis, dan seringkali berbenturan dengan kewenangan dan
tanggung jawab, sehingga hasilnya kurang optimal. Program-program
tersebut hanya menyelesaikan permasalahan sesaat, namun ketika
program telah berhenti, maka permasalahan akan muncul lagi.
Berdasarkan hal tersebut, maka sangat perlu dikembangkan grand design
yang mampu mengatasi akar permasalahan dan keberlanjutan
programnya terjamin.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka akar
permasalahan Danau Rawapening dapat dikelompokkan menjadi 3
kategori, yaitu permasalahan pada badan air (inti danau), permasalahan
di DTA, dan permasalahan kelembagaan. Evaluasi dan Road map
identifikasi akar permasalahan Danau Rawapening lebih detail dijelaskan
pada Bab II.
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
I - 9
1.4. RUANG LINGKUP DAN KERANGKA PIKIR
Kebijakan pelaksanaan pengelolaan lingkungan meliputi
kebijaksanaan nasional secara umum, kebijakan pembangunan
lingkungan hidup yang secara khusus di Provinsi Jawa Tengah dan
kebijaksanaan pembangunan lingkungan hidup di Kabupaten Semarang.
Kebijakan pengelolaan ekosistem danau didasarkan pada visi untuk
melestarikan fungsi ekosistem danau untuk kepentingan generasi
sekarang dan yang akan datang. Sedangkan misi: melakukan tindakan
konservasi dan pemanfaatan yang bijak atas danau dan daerah
tangkapan airnya melalui kegiatan inventarisasi, penelitian, dan kajian
ekosistem danau serta mengikutsertakan peran aktif masyarakat
setempat dan meningkatkan kapasitas kelembagaan dengan kerjasama,
koordinasi, dan keterpaduan antar pemangku kepentingan.
Strategi pengelolaan lingkungan hidup di Provinsi Jawa Tengah
ditempuh dengan pendekatan perencanaan pembangunan secara holistik
yang memungkinkan kebijakan-kebijakan secara terpadu, baik dari
proses perencanaan sampai ke pengelolaannya. Prinsip ini ditetapkaan
dalam Pola Dasar Pembangunan Daerah sesuai dengan Rencana Tata
Ruang Daerah dengan mempertimbangkan segi-segi konservasi,
pemulihan terhadap kondisi sumberdaya alam dan lingkungan hidup
sesuai dengan pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu strategi
kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di Provinsi Jawa Tengah
ditempatkan pada prioritas utama, disamping bidang kependudukan dan
ketenagakerjaan.
Ruang lingkup penyelamatan ekosistem Danau Rawapening diawali
dengan analisis SWOT untuk menemukenali akar permasalahan dari
kondisinya sekarang. Blooming eceng gondok yang terjadi sebagai akibat
dari melimpahnya nutrien di badan air Danau Rawapening sehingga
memicu pertumbuhan tidak terkorntrol dari tumbuhan air. Oleh karena itu,
maka penyelesaian yang harus dilakukan adalah menjada agar nutrien
yang masuk ke danau sama dengan nutrien yang keluar dari danau
(Nutrien input = nutrien output). Guna mencapai kondisi tersebut, maka
disusun milestones 5 tahun pertama Gerakan Penyelamatan Danau
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
I - 10
(GERMADAN) Rawapening dengan 3 pendekatan yang saling
mendukung dan terintegrasi seperti pada Gambar 1.
Pendekatan untuk GERMADAN Rawapening tediri dari Aplikasi
Sains dan Teknologi untuk Remediasi Badan Danau dan DTA,
Pengembangan Kelembagaan untuk Peningkatan Pengelolaan Danau,
dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan dan Konservasi
Danau. Ketiga pendekatan tersebut diatas saling terintegrasi sehingga
dapat dirumuskan program Super Prioritas (Pokok) dan Prioritas
(Pendukung). Program Super Prioritas terdiri dari 6 kegiatan dan Program
Prioritas terdiri dari 11 kegiatan. Diharapkan 17 kegiatan tersebut mampu
mengatasi permasalahan ekosistem Danau Rawapening dalam jangka
waktu 5 tahun, sehingga fungsinya sebagai PLTA, irigasi pertanian,
perikanan, sumber baku air minum dan wisata dapat tetap dipertahankan.
a. Program Super Prioritas (Pokok)
1. Penanganan Eceng gondok
2. Penanggulangan Lahan Kritis, Erosi, Banjir dan Sedimentasi.
3. Penurunan Kandungan Nutrien Perairan Danau Rawapening
4. Kajian Limnologi Danau Saat ini dan Rekontruksi Kualitas Air di
Masa Lalu
5. Implementasi Pertanian Ramah Lingkungan
6. Peningkatan Keterlibatan dan Kepedulian Masyarakat dalam
Pengelolaan dan Konservasi Danau Rawapening
b. Program Prioritas (Penunjang)
1. Pengembangan pengelolaan perikanan ramah lingkungan Danau
Rawapening.
2. Pengembangan Ipal terpadu
3. Pengembangan drainase terpadu
4. Pengembangan pusat penelitian Danau Rawapening
5. Perencanaan pembangunan kawasan Danau Rawapening
berbasis kewilayahan dan kebijakan penanganan eceng gondok
melalui pelibatan masyarakat
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
I - 11
6. Pengembangan regulasi /kebijakan pengelolaan Danau
Rawapening dan Daerah Tangkapan Air (DTA)
7. Pengembangan kebijakan garis sempadan dan proteksi sumber
daya alam
8. Pengembangan zonasi pemanfaatan Danau Rawapening
9. Pengembangan pemanfaatan eceng gondok untuk
menyelesaiakan problem blooming dan peningkatan pendapatan
masyarakat
10. Pengembangan ekoturisme
11. Pengembangan forum peduli lingkungan
Gambar I.1. Pendekatan Gerakan Penyelamatan Danau Rawapening
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
I - 12
1.5. TUJUAN DAN KEGUNAAN PROGRAM PENYELAMATAN DANAU RAWAPENING
1.5.1. Tujuan Studi
Program Penyelamatan Danau Rawapening bertujuan untuk
mengkonservasi danau sehingga fungsi dan peranannya sebagai
reservoir alami untuk PLTA, irigasi pertanian, perikanan, sumber baku air
minum dan wisata dapat terjaga. Adapun tujuan khusus dari program ini
adalah:
a. Mengaplikasikan sains dan teknologi untuk remediasi badan air
dan DTA
b. Mengembangkan proses kebijakan pengelolaan Danau
Rawapening yang didukung oleh kelembagaan yang baik
c. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan dan
konservasi Danau Rawapening.
1.5.2. Manfaat
a. Program Penyelamatan Danau Rawapening dapat menjadi model
pengelolaan danau Indonesia lainnya.
b. Menyediakan dasar pertimbangan penilaian kesesuaian antara
rencana kegiatan penyelamatan danau dengan rencana
pembangunan daerah.
c. Melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi di dalam kegiatan
pengelolaan Danau Rawapening. Melalui partisipasi masyarakat
dalam proses penyelamatan Danau Rawapening diharapkan
dimasa mendatang masyarakat juga akan turut serta secara aktif
dalam pengambilan keputusan mengenai kelayakan lingkungan
suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
Indikator Keberhasilan GERMADAN Rawapening disusun sebagai sarana
untuk pemantauan capaian program pada Tabel 1 sebagai berikut.
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
I - 13
Tabel I.1. Indikator Keberhasilan GERMADAN Rawapening
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
II - 1
BAB II
EVALUASI DAN ROAD MAP
DANAU RAWAPENING
1. Lingkup Wilayah Studi 2. Kondisi dan Permasalahan Badan Air Danau Rawapening 3. Kondisi dan Permasalahan Kelembagaan 4. Kondisi dan Permasalahan Kemasyarakat
2.1. LINGKUP WILAYAH STUDI
Danau Rawapening terletak pada 7o40’ LS – 7o30’ LS dan
110o24’46” BT – 110o49’06” BT, dikelilingi empat kecamatan, yaitu
Tuntang, Bawen, Ambarawa, dan Banyubiru, dan terletak 45 km sebelah
selatan Semarang dan 9 km timur laut Salatiga, di segitiga pertumbuhan
Yogyakarta, Solo (Surakarta), dan Semarang.
2.1.1. Batas Administrasi
DTA (catchment area) merupakan wilayah daratan yang
menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai utama. DTA
Rawapening termasuk dalam Sub-DAS Rawapening, yang terdiri dari 9
sub-sub DAS dengan daerah tangkapan air 28.735,12 Ha (Bappeda
Provinsi Jawa Tengah, 2005). Secara administratif DTA Rawapening
terletak di Kecamatan Ambarawa, Banyubiru, Bawen dan Tuntang. Sub-
DAS Rawapening terdiri dari 9 sub-sub – DAS, Di Kabupaten Semarang
terdapat 6 sub-DAS, yaitu Ambarawa, Banyubiru, Bawen, Tuntang,
Getasan dan Jambu. Sebagian kecil DTA Rawapening berada di wilayah
Kota Salatiga, yakni di Kecamatan Sidorejo, Sidomukti dan Argomulyo.
Sembilan sub DAS dan potensinya tersaji pada Gambar II.1 dan Tabel
II.1.
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
II - 2
Sumber: Pemali Jratun Tahun 2009.
Gambar II.1. Batas Administrasi Danau Rawapening
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
II - 3
Tabel II.1. Sembilan sub – DAS Danau Rawapening
Kabupaten Kecamatan Kelurahan
Semarang Ambarawa Kelurahan Bejalen, DesaKupang, Kelurahan Tambakboyo, Baran, Lodoyong, Ngampin, Pasekan, Panjang, Pojoksari, Kranggan,
Banyubiru Rowoboni, Kebumen, Kebondowo, Banyubiru, Desa Tegaron, Kemambang, Sepakung, Wirogomo, Gedong, Ngrapah,
Bawen Desa Asinan, Bawen, Harjosari
Tuntang Desa Tuntang, Desa Lopait, Desa Kesongo,
Desa Candirejo, Desa Jombor, Desa Sraten, Desa Rowosari, Gedangan, Watuagung
Getasan Wates, Doplang, Batur, Tolokan, Samirono, Polobogo, Ngrawan, Nagasaren, Manggihan, Kopeng, Getasan, Sumogawe, Tajuk
Jambu Brongkol, Genting, Kelurahan, Kuwarasan, Bedono, Jambu, Kebondalem, Rejosari, Gondoriyo
Salatiga Sidarejo Blotongan, Pulutan, Salatiga, Sidorejo lor,
Bugel.
Sidamukti Kalicacing, Kecandran, Mangunsari, Dukuh
Argomulya Randuacir, Kumpulrejo, Kumpulrejo
2.1.2. Geologi dan topografi
Secara alami, Danau Rawapening terbentuk melalui proses letusan
vulkanik yang mengalirkan lava basalt dan menyumbat aliran Kali Pening
di daerah Tuntang. Sebagai akibatnya lembah Kali Pening menjadi
terendam air dan kemudian menjadi reservoir alami yang keberadaannya
sangat penting bagi sistem ekologi (Wardani, 2002). Sebagai akibatnya
lembah Pening yang berhutan tropik menjadi rawa, sehingga Danau
Rawapening termasuk tipe ”mangkok”.
Rawapening berubah menjadi danau semi alami sejak
pembangunan pertama dam dikembangkan di hulu Sungai Tuntang, pada
tahun 1912–1916, sehingga permukaan air rawa naik dengan
memanfaatkan Sungai Tuntang sebagai satu-satunya pintu keluar.
Penggenangan lembah Kali Pening tersebut membawa dampak besar
terhadap perubahan ekosistemnya, seperti penggambutan sisa-sisa hutan
tropik, invasi tumbuhan air, terbentuknya pulau terapung dan
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
II - 4
berkembangnya komunitas akuatik. Perluasan danau dilakukan pada
tahun 1936, sehingga genangan air maksimum mencapai ± 2.667 hektar
pada musim penghujan dan ± 1,650 hektar pada musim kemarau
(Goltenboth & Timotius, 1994).
Berdasarkan topografinya, Danau Rawapening terletak di
dataran/lahan rendah dan dikelilingi oleh beberapa perbukitan dan
gunung seperti Gunung Telomoyo (1895 m), Gunung Butak (1000 m),
Gunung Balak (700 m), Gunung Payung dan Gunung Rong (600 m),
dengan kelerengan berkisar antara 8% hingga mencapai lebih besar dari
45%.
2.1.2. Hidrologi
Danau Rawapening memiliki kapasitas tampung air maksimum 65
juta m3 pada elevasi muka air 463,9 m dan kapasitas air minimum
25 juta m3 pada elevasi muka air 462,05 m. Pada tahun 1998, volume air
danau Rawapening sebanyak 45.930.578 m3 dengan luas genangan
antara 1.650 sampai 2.770 Ha (Goltenboth & Timotius, 1994). Curah
hujan rata-rata pada daerah tangkapan 2247 mm/tahun (BPS kabupaten
Semarang, 2010 & Bappeda kota Salatiga, 2009).
Sungai yang merupakan inlet Danau Rawapening antara lain
Sungai Gajahbarong, dan Dungrangsong (sub-sub DAS Rengas),
Panjang dan Pentung (sub-sub DAS Panjang), Torong (sub-sub DAS
Torong), Galeh dan Klegung (sub-sub DAS Galeh), Legi (sub-sub DAS
Legi), Parat dan Muncul (sub-sub DAS Parat), Sraten (sub-sub DAS
Sraten), Tapen dan Tengah (sub-sub DAS Ringis), Ngreco, Dogbacin,
Pragunan (sub-sub DAS Kedungringin,Gambar II.2).
Secara hidrologis, air Danau Rawapening berasal dari curah hujan,
air tanah, dan air permukaan yang berasal 16 aliran sungai sebagai inlet
yang termasuk dalam 9 sub-sub DAS. Kondisi ini menyebabkan air di
danau mengalami penambahan terus menerus, sementara air yang keluar
hanya melalui 1 outlet yaitu Sungai Tuntang. Akan tetapi penambahan air
tersebut juga membawa material-material dari daerah hulu yang
kemudian diendapkan di danau, sehingga memberi sumbangan endapan
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
II - 5
yang cukup besar. Seiiring perjalanan waktu, maka ada kecenderungan
perubahan tipe danau menjadi tipe “piring” karena proses pendangkalan
yang terjadi (Soeprobowati, 2010). Distribusi sedimen ke danau pada
musim penghujan mencapai 880 kg/hari dan di musim kemarau rata-rata
270 kg/hari (Pemerintah Kabupaten Semarang, 2000). Sedimentasi yang
besar mengakibatkan banjir, yang terjadi sejak tahun 1970 (Bappeda
Provinsi Jawa Tengah, 2005).
Sumber : P4N UGM, 2000
Gambar II.2. Peta sistem hidrologi sub-DAS Rawapening
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
II - 6
Neraca air merupakan alat untuk mendekati nilai-nilai hidrologis
proses yang terjadi di lapangan. Secara garis besar neraca air merupakan
penjelasan tentang hubungan antara aliran ke dalam (in flow) dan aliran
ke luar (out flow) di suatu daerah untuk suatu periode tertentu dari proses
sirkulasi air (Suryatmojo, 2006). Neraca air di kawasan Rawapening
berkaitan dengan pengaturan air yang menentukan hasil pengelolaan air
di DAS Tuntang. Tampungan alami di bagian hulu DAS Tuntang
merupakan pusat pengaturan awal distribusi air untuk berbagai
kebutuhan air di hilir, antara lain terkait dengan dua buah PLTA, yaitu
PLTA Jelog dan PLTA Timo. Distribusi aliran airnya dimanfaatkan untuk
kebutuhan air baku di Kabupaten Semarang 500 l/dt, tenaga listrik 26
MW, serta pengendalian banjir (Balai Besar Wilayah Sungai Pemali-
Juana, 2008) dan irigasi teknis 1.265,09 ha, (BPS kabupaten Semarang,
2010, Bappeda kota Salatiga, 2009).
2.1.3. Tata guna lahan
Pemanfaatan lahan daerah tangkapan Danau Rawapening adalah
tegalan 35%, sawah 18,3%, semak/lahan terbuka 11,6%, permukiman
13,8%, perkebunan 8%, kebun campur 7,8%, rawa/danau 4,5%,
penggunaan lahan lainnya 1% (Bappeda Provinsi Jawa Tengah, 2000).
Berdasarkan luas pemanfaatan lahan sampai dengan tahun 2009 di
daerah Danau Rawapening untuk sawah adalah 5.539,25 Ha; tegal dan
kebun 11.264,2 Ha; permukiman 4.408,33 Ha; perkebunan 2.16,42;
rawa 2.623 Ha; dan penggunaan lahan lainnya sebesar 1.340,1 Ha (BPS
Kabupaten Semarang, 2010).
Perubahan tata guna lahan di sekitar danau berkontribusi terhadap
perubahan kualitas air Danau Rawapening. Perubahan tersebut
diindikasikan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan
peruntukannya, tingkat kelerengan lahan yang curam (lebih dari 25 %)
disebabkan tingginya run off dan sulit untuk dihijaukan (Gambar II.3.)
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
II - 7
Sumber: Soeprobowati, 2010b
Gambar II.3. Peta Penggunaan lahan wilayah sub-DAS Rawapening
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
II - 8
2.1.4. Kependudukan
Jumlah penduduk di Kabupaten Semarang sampai dengan tahun
1997 mencapai 673.390 jiwa, dengan mata pencaharian sebagian besar
adalah petani. Selama kurun waktu 1995-1998 pertumbuhan penduduk di
Kawasan Rawapening cukup rendah, yakni rata-rata 0,79% per tahun,
namun pada tahun 1998 mulai mengalami peningkatan menjadi 939,33
jiwa per km3. Artinya, tekanan penduduk pada lahan pertanian semakin
meningkat (P4N UGM, 2000). Data pada tahun 2010 menunjukkan bahwa
jumlah penduduk di kabupaten Semarang adalah 917.745 jiwa.
Sedangkan jumlah penduduk yang ada di sekiatar Danau Rawapening
adalah 207.438 jiwa (BPS kab Semarang, 2010).
Tingkat pertumbuhan penduduk di Kabupaten Semarang pertahun
selama sepuluh tahun terakhir yakni dari tahun 2000 – 2010 sebesar 1,02
persen (BPS, 2010). Terjadi peningkatan pertumbuhan penduduk, jika
dilihat data pertumbuhan penduduk pada tahun 2000 yaitu sebesar 0,93
% (Pemerintah Kabupaten Semarang, 2000). Jumlah penduduk yang
bergantung pada keberadaan Danau Rawapening sebanyak 6.561 orang
petani, 7.007 orang buruh tani, dan 2.604 orang nelayan (Bappeda
Provinsi Jawa Tengah, 2005). Data pada tahun 2010 memperlihatkan
bahwa jumlah penduduk di sekitar wilayah Danau Rawapening sebanyak
46.076,016 petani, 27378,715 orang buruh tani, 25426,583 orang buruh
industri, 11022,052 orang buruh bangunan, 2205 orang nelayan,
3745,874 orang pengusaha, 2239 orang peternak/ perikanan di sekitar
Rawapening dapat terus terjaga (BPS kabupaten Semarang, 2010,
Bappeda kota Salatiga, 2009).
2.1.5. Sosial ekonomi dan budaya
Secara ekonomis, Danau Rawapening mempunyai peranan sangat
tinggi untuk masyarakat sekitar, yaitu irigasi pertanian, perikanan,
pembangkit listrik tenaga air, dan pariwisata.
Jenis usaha yang berkembang di Kawasan Rawapening adalah
industri pengolahan, pertanian, perikanan, serta pariwisata. Jenis usaha
sektor industri pengolahan di Kawasan Rawapening didominasi oleh
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
II - 9
industri kecil, sampai tahun 1999 jumlah industri kecil di Rawapening
mencapai 7.111 unit usaha dengan jumlah tenaga kerja terserap 19.646
orang dan nilai produksi yang dihasilkan Rp.23.587.022.000,-. Industri
eceng gondok tidak termasuk ke dalam industri unggulan, meskipun
bahan baku industri eceng gondok cukup tersedia di perairan
Rawapening (P4N UGM, 2000).
Perkembangan usaha perikanan terutama produksi ikan di
Kawasan Rawapening dari tahun ke tahun mengalami peningkatan
50,14%. Lokasi kegiatan usaha sektor perikanan di Kawasan
Rawapening terdapat di Kecamatan Tuntang, Banyubiru, Ambarawa, dan
Bawen dengan produksi ikan air tawar.
Usaha pariwisata yang berada di Kawasan Rawapening sangat
berkaitan erat dengan potensi alam, historis, budaya yang dimiliki seperti
Candi Gedong Songo, Palagan Ambarawa, Bukit Cinta, Pemandian
Muncul, Museum Kerata Api, Bandungan Indah, Waduk Umbul Songo,
Pemandian Kopeng, Agrowisata Tlogo, Asinan di Kecamatan Bawen, dan
Benteng Pendem. Jumlah wisatawan yang berkunjung di obyek wisata
Kawasan Rawapening masih didominasi oleh wisatawan nusantara
sekitar 98.91%, sisanya adalah wisatawan mancanegara (Pusat
Penelitian Perencanaan Pembangunan Nasional, 2000). Selama tahun
2009 jumlah wisatawan domestik yang berkunjung di kawasan
Rawapening sejumlah 50.520, sedangkan wisatawan mancanegara
mencapai 148 orang (BPS, 2010).
Sampai dengan saat ini baru terdapat tiga orang pengrajin sekaligus
pengusaha kerajinan eceng gondok yang memanfaatkannya. Ketiga
pengrajin tersebut memiliki spesialisasi produksi yang berbeda, yang
pertama sepatu dan sandal, kedua kerajinan tas, nampan, tempat kue,
tempat tissue serta keranjang, yang ketiga khusus meja dan kursi.
Kerajinan eceng gondok ini merupakan kerajinan yang unik, karena
selama ini eceng gondok dianggap sebagai sampah dan hama diperairan,
namun ternyata dapat berubah menjadi komoditi usaha yang menjanjikan
jika dolah menjadi berbagai jenis kerajinan yang menarik, berseni, dan
berdaya jual tinggi.
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
II - 10
Eceng gondok dari Rawapening sebagai bahan baku kerajinan
juga dikirim ke Yogjakarta. Pemasok memperoleh enceng gondok dari
hasil tanaman liar dan bukan dari pembudidayaan. Penduduk
Rawapening hanya tinggal mengambil tanaman yang tumbuh liar dan
memenuhi hamparan permukaan rawa. Pengolah tidak perlu memikirkan
ketersediaan bahan baku tanaman enceng gondok untuk pemanenan
berikutnya, karena jumlah yang tersedia sangat banyak. Mereka tinggal
menunggu atau berpindah ke area lain dimana tanaman sudah cukup
besar untuk diambil tangkai daunnya. Perkembangbiakan dan
pertumbuhan tanaman enceng gondok memang sangat cepat.
Proses perlakuan tangkai daun untuk bahan baku kerajinan ini
meliputi hal-hal sebagaiberikut:
1. Pengambilan dan seleksi tanaman enceng gondok yang sudah tua dan
memiliki tangkai yang besar dan panjang.
2. Pemotongan tangkai dari bagian daun dan bonggol akar
3. Pengeringan tangkai dengan jalan diikat dan dijemur di bawah terik
sinar matahari. Penjemuran dilakukan dengan jalan digantung di para-
para atau diletakkan begitu saja di tanah.
4. Pengepakan ikatan tangkai daun untuk siap disetor ke pengrajin.
Usaha industri pemanfaatan eceng gondok di kawasan
Rawapening masih terbatas. Bagian tanaman enceng gondok yang
diambil untuk hiasan adalah bagian tangkai daunnya saja. Tanaman ini
sebagaimana jenis tanaman air lainnya tidak memiliki batang, jadi hanya
terdiri dari daun, tangkai daun, bonggol akar dan akar itu sendiri. Dengan
demikian setelah diambil bagian tangkainya, tentu saja akan
menghasilkan limbah berupa bagian sisa tanaman yang tidak diolah lebih
lanjut. Selain sebagai bahan dasar untuk kerajinan tangan, tanah
gambut yang merupakan sisa-sisa tanaman dan gulma yang mati dan
mengendap di dasar danau, diambil dan dimanfaatkan sebagai pupuk
atau media untuk bertanam sayur dan jamur.
Gambut Rawapening berasal dari pembusukan eceng gondok
yang mati dan mengendap dirawa. Gambut ini kemudian di keduk dan
diangkat menggunakan perahu, selanjutnya dikeringkan dan dicampur
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
II - 11
kapur untuk dijadikan kompos. Tempat pendaratan gambut ini ada di
Tuntang dan Bukit Cinta, dimana banyak juga nelayan yang hidupnya
bergantung pada pekerjaan ini. Tanah Gambut secara umum memiliki
kadar pH yang rendah, memiliki kapasitas tukar kation yang tinggi,
kejenuhan basa rendah, memiliki kandungan unsur K, Ca, Mg, P yang
rendah dan juga memiliki kandungan unsur mikro (seperti Cu, Zn, Mn
serta B) yang rendah pula. Secara teknis tanah gambut tidak baik
sebagai dasar konstruksi bangunan karena mempunyai kadar air sangat
tinggi, kompresibilitas atau kemampatannya tinggi serta daya dukung
sangat rendah (extremely low bearing capacity). Proses pembentukan
gambut dipengaruhi oleh iklim, hujan, pasang-surut, jenis tumbuhan
rawa, bentuk topografi, jenis dan jumlah biologi yang melakukan
dekomposisi, serta lamanya proses dekomposisi tersebut berlangsung
(Rahman, 2002).
2.2. KONDISI DAN PERMASALAHAN BADAN AIR DANAU RAWAPENING 2.2.1. Kualitas air
Penelitian kualitas air Danau Rawapening banyak dilakukan, namun
hanya sedikit yang dipublikasikan. Sebelum tahun 2000 pH Danau
Rawapening cenderung netral dan lebih bersifat basa pada tahun 2001
dan 2008 meskipun pada tahun 2005 cenderung bersifat asam
(Soeprobowati, 2010).
Kandungan nitrogen perairan berupa nitrogen anorganik seperti
ammonia, nitrat dan nitrat, dan nitrogen organik berupa protein, asam
amino, dan urea. Dalam kondisi basa, amonia tidak terionisasi dan dalam
jumlah yang banyak dapat bersifat toksik. Kandungan ammonia bebas di
Danau Rawapening tahun 1976 hingga 2010 selalu lebih besar dari 0,02
mg/L (Soeprobowati, 2010). Tingginya kadar ammonia ini
mengindikasikan pencemaran organik yang dapat berasal dari limbah
domestik, industri dan limpasan pupuk pertanian atau bahan organik yang
terdapat pada sedimen. Kadar amonia yang tinggi ditemukan pada dasar
danau yang anoksik. Kadar ammonia bebas yang tidak terionisasi di
perairan danau sebaiknya tidak lebih besar dari 0,02 mg/L karena bersifat
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
II - 12
toksik pada ikan (Effendi, 2003). Kasus kematian ikan di beberapa danau
di Indonesia, termasuk di Danau Rawapening berkaitan peningkatan pH
dan kandungan ammonia perairan.
Parameter kualitas perairan Rawapening di titik – titik pemantauan
(Sumber : BLH Provinsi Jateng tahun 2010) adalah sebagai berikut:
a. Inlet Sungai Galeh (dekat mata air), koordinat S= 70o18' 20,8 " E=
110o 25'29,5; parameter yang tidak memenuhi syarat untuk klasisifikasi
air klas II adalah BOD (11,9 mg/l), COD (54,48 mg/l), Total P (0,28
mg/l), Khrom (0,09 mg/l), Khlorin bebas (0,75 mg/l)
b. Outlet ke Sungai Tuntang, koordinat S = 07o 16' 12,8" E= 110o
26'30,0" parameter yang tidak memenuhi syarat untuk klasisifikasi air
klas II adalah BOD (7,68 mg/l), DO (2,8 mg/l), Total P (0,29 mg/l),
Seng (0,18 mg/l) dan Khlorin bebas (0,75 mg/l).
c. Rawapening (sekitar keramba), Koordinat S= 07o 18' 25,1" E=
110o25' 43,1" parameter yang tidak memenuhi syarat untuk klasifikasi
air klas II adalah BOD (12,29 mg/l), COD (82,09 mg/l), DO (1,8 mg/l),
Total P (0,21 mg/l) dan Khlorin bebas (0,73 mg/l).
2.2.2. Luas Perairan Danau Rawapening
Danau Rawapening menempati empat wilayah Kecamatan, yakni
Ambarawa, Banyubiru, Tuntang, dan Bawen memiliki luas 2.670 ha (Balai
Pengelolaan DAS Pemali-Jratun, 2010). Pada tahun 1976, luas
maksimum 2.500 ha dan minimum 650 ha (Goltenboth, 1979). Sedikit
peningkatan luas danau ini kemungkinan sebagai akibat dari semakin
luasnya daerah genangan banjir. Hal ini diperkuat dengan perubahan
tataguna lahan, dimana persentase stabil 4% sejak tahun 1972
(Soeprobowati, 2010b).
2.2.3. Kedalaman Danau Rawapening
Batimetri merupakan ilmu yang mempelajari kedalaman bawah air
dan studi tentang tiga dimensi danau. Peta batimetri menunjukkan relief
dasar atau dataran danau dengan garis-garis kontur kedalaman (isobath
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
II - 13
atau depth contour), sehingga memiliki informasi tambahan navigasi
permukaan (Larson, 2002).
Kedalaman Danau Rawapening pada penelitian yang dilakukan
Goltenboth pada tahun 1976 diketahui bahwa titik terdalam pada waktu
musim hujan adalah 11 meter yang terletak di daerah utara (Golthenboth,
1979). Eksploitasi gambut yang sangat besar mungkin telah merubah
lapisan tersebut (Goltenboth & Timotius, 1994).
2.2.4. Sedimentasi
Distribusi sedimen ke Danau Rawapening pada musim penghujan
mencapai 880 kg/hari dan di musim kemarau rata-rata 270 kg/hari dengan
laju rata-rata 778,93 ton/tahun (Pemerintah Kabupaten Semarang, 2000).
Deposisi yang besar mengakibatkan banjir, yang terjadi sejak tahun 1970
(Bappeda Provinsi Jawa Tengah,2005).
Daerah yang memungkinkan terjadinya sedimentasi pada daerah
hilir Sub DAS Rawapening, yakni
Sedimentasi sangat berat terjadi di muara Sungai Tarung, Sungai
Legi, dan Sungai Parat.
Sedimentasi berat, terjadi muara Sungai Galeh.
Sedimentasi sedang, terjadi di muara Sungai Torong, Sungai
Panjang, dan Sungai Kedungringin.
Sedimentasi ringan, terjadi di muara Sungai Rengas dan Sungai
Ringis.
Sembilan sub-sub DAS pada Sub DAS Rawapening memiliki laju
erosi dan potensi deposisi yang berbeda dari ringan sampai sangat berat.
Pada tahun 2021 Danau Rawapening diprediksi akan penuh dengan
sedimen dan menjadi daratan (Pemerintah Kabupaten Semarang, 2000).
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa volume air Danau
Rawapening dalam kurun 22 tahun (tahun 1976–1998) mengalami
penurunan 29,34%. Degradasi kualitas air, sedimentasi yang cukup tinggi
dan blooming eceng gondok mengakibatkan proses pendangkalan danau
yang dipercepat. Jika kondisi tidak berubah, maka diprediksi pada tahun
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
II - 14
2021 Rawapening akan menjadi daratan (Pemerintah Kabupaten
Semarang, 2000).
2.2.5. Pemanfaatan Danau Rawapening
Hasil studi karakteristik Rawapening (BalitBang Prov Jateng,
2003) menggambarkan kebergantungan kegiatan ekonomi masyarakat
yang signifikan pada keberadaan Danau Rawapening. Kebergantungan
tersebut dalam wujud memanfaatkan Danau Rawapening dalam berbagai
sektor, yaitu sektor pertanian, irigasi, pariwisata, PDAM, PLTA, perikanan,
pengendali daya rusak air, serta habitat air dan fauna.
Kegiatan sektor pertanian yang dilakukan oleh masyarakat sekitar
berupa penggunaan lahan pasang surut seluas 822 ha yang
berkaitan dengan pengaturan operasi air danau. Air danau
Rawapening yang dipergunakan untuk irigasi sawah seluas 39.277
ha di Kabupaten Semarang, Demak, dan Grobogan. Daerah irigasi
Glapan Barat seluas 8.896 ha.
Pengoprasian PLTA Jelok yang dibangun pada tahun 1938 dan PLTA
Timo yang dibangun pada tahun 1962 dengan kapasitas maksimum
24.500 Kwh sangat bergantung pada ketersediaan air danau.
Produksi listrik PLTA Jelog dari tahun 1984 sampai 2010 tercatat
2.520.740.439 KWh atau rata-rata per tahun 93.360.757 KWh yang
sangat vital untuk memenuhi kebutuhan listrik di Jawa Tengah. Pola
operasi PLTA Jelog sesuai dengan pengaturan air dari PSDA, jika
curah hujan banyak maka produksi banyak. Jadi, sangat bergantung
pada Rawapening (Sutarwi, 2008).
Air danau Rawapening juga dimanfaatkan sebagai PDAM di Kanal
Tuntang untuk mensuplai air bagi rumah tangga, kantor, dan industri
yang dapat ditingkatkan dari 250 liter/detik menjadi 1.100 liter/detik.
Selain PDAM, air dari kanal Tuntang juga dimanfaatkan sebagai
sumber air kemasan yang diambil langsung dari mata air Muncul dan
untuk industri Apac Inti Karangjati sebesar 100 liter per detik
(Bappeda, 2005).
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
II - 15
Pemanfaatan Rawapening sebagai salah satu obyek wisata Jawa
Tengah berkaitan dengan potensi yang dimilikinya, yaitu wisata alam
dan wisata budaya. Wisata alam merupakan bentuk kegiatan
pariwisata yang memanfaatkan keindahan alam yang sangat
mempesona dalam menghayati kehidupan di alam. Sedangkan wisata
budaya, yaitu pendukung kegiatan wisata alam dalam menampilkan
berbagai jenis atraksi dan obyek yang menarik. Aspek lain yang
mendukung tercapai pemanfaatan Rawapening sebagai salah satu
obyek wisata adalah kawasan Rawapening sudah lama dikenal
dengan berbagai atraksi wisata alam maupun buatan manusia,
seperti wisata alam dengan iklim yang sejuk dan pemandangan yang
indah, potensi pengembangan wisata sejarah dan budaya maupun
wisata yang kesehatan (olah raga) sebenarnya cukup tersedia
(Retnaningsih 2001). Keberadaan Kawasan Rawapening di tengah
triangle Yogya-Semarang-Solo membuat kawasan ini memiliki
kekuatan strategis dan potensial untuk dikembangkan melalui
kegiatan pariwisata. Pada Tahun 2001 Diparta Provinsi Jawa Tengah
mencanangkan Kawasan Rawapening sebagai kawasan wisata air.
Pemilihan Kawasan Rawapening untuk dikembangkan sebagai
kawasan dengan atraksi wisata air didukung dengan kondisi kawasan
yang berupa danau dengan pemandangan alam dan kurang
tersedianya obyek wisata dengan atraksi wisata air di Jawa Tengah.
Jumlah nelayan dan petani ikan di sekitar Danau Rawapening, yakni
2.196 jiwa. Artinya, kebergantungan petani dan nelayan pada
keberadaan Rawapening sangat besar sekali. Perikanan yang telah
dikelola masyarakat dalam bentuk usaha budi daya penyediaan benih
ikan, penangkapan ikan, dan usaha pengepul ikan. Sistem budi daya
ikan di Rawapening ada dua macam, yaitu keramba tancap (gorobog
bambu) di desa Rowoboni, dan desa Kebondowo Kecamatan
Banyubiru, dan keramba jaring apung (KJA) di Desa Ngasinan, Desa
Sumurup Kecamatan Bawen, serta kelurahan Tambakboyo
Kecamatan Ambarawa. Penangkapan ikan dilakukan dengan bantuan
alat tangkap berupa seser, kere, jala arang, jala sogok, jala kalar, jala
kerep, pancing kalar, susuk, branjang, dan anco. Hasil tangkapan
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
II - 16
ikan per hari tahun 1970 rata-rata mencapai 50-100 kg. Hingga tahun
2009 hasil produksi ikan dari rawa dan sungai sekitar Rawapening
mencapai 1.150,1 ton. Jenis ikan lele dan nila hitam masih
mendominasi produksi ikan pada tahun 2009.Usaha pengepul ikan
terdiri atas pemasaran hasil tangkapan dan usaha pengolahan hasil
tangkapan. Jenis-jenis ikan yang terdapat di Rawapening adalah ikan
mas, gurami, tawes, kutuk, nila, mujaher, belut, lele, patin, bawal, dan
cethol (BPS Kabupaten Semarang, 2010).
Jenis-jenis ikan yang terdapat di Rawapening adalah kutuk, nila,
mujaher, belut, dan cethol.
Terdapat fluktuasi produksi perikanan Danau Rawapening.
Pengaruh perikanan di Danau Rawapening terlihat sangat nyata terhadap
kualitas air danau karena penempatan karamba baik tancap maupun
jaring apung yang hanya terkumpul pada lokasi tertentu seperti Tuntang,
Asinan, Kejalen dan Bukit Cinta. Arahan Pemerintah Kabupaten
Semarang, kultur jaring apung ikan di Danau Rawapening terletak pada
zona pemancingan, 3 ha di sub zona Puteran (Banyubiru) dan 1,5 serta 3
ha di dekat sub zona Cobening (Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Semarang, 2007). Sampai tahun 2009 jumlah keramba yang
berada di Danau Rawapening sejumlah 752 unit, sedangkan usaha
perikanan darat minapadi mencapai luas 2,5 ha ikut menyumbang
produksi perikanan darat (BPS Kabupaten Semarang, 2010).
2.2.6. Permasalahan Danau Rawapening
Secara ekologis, Danau Rawapening telah banyak mengalami
perubahan, yang diindikasikan oleh tidak terkontrolnya pertumbuhan
gulma air yang umumnya berkaitan dengan proses eutrofikasi. Kurang
lebih 20–30% danau tertutup oleh Eicchornia crassipes, 10% oleh Hydrilla
verticillata dan Salvinia cucculata (Goltenboth & Timotius, 1994).
Penutupan permukaan danau oleh tumbuhan air tersebut semakin besar
persentasenya, bahkan pada musim kemarau dapat mencapai 70%.
Pertumbuhan yang tidak terkontrol ini menyebabkan penutupan
permukaan perairan, terakumulasinya seresah/busukan eceng gondok di
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
II - 17
dasar perairan dan terperangkapnya sedimen di akar tanaman sehingga
mempercepat pendangkalan danau. Meskipun sejak tahun 1931 telah
dilakukan upaya pengendaliannya namun sampai dengan saat ini belum
sepenuhnya menunjukkan hasil yang memadai.
Keberadaan eceng gondok pada umumnya memberikan dampak
negatif pada lingkungan. Berbagai upaya untuk menanggulangi
keberadaan eceng gondok adalah dengan penggunan pestisida dan
sebagai bahan campuran pembuatan kompos tetapi upaya tersebut
belum menunjukkan hasil yang sangat signifikan sehingga diperlukan
pemanfaatan lebih lanjut, salah satunya dengan pembuatan barang
kerajinan berbahan dasar eceng gondok. Satu batang eceng gondok
dalam waktu 52 hari mampu menghasilkan tanaman baru seluas 1 m2
(Gutierrez et al., 2001) . Bisa dibayangkan, selama 106 tahun berada di
bumi Indonesia eceng gondok telah menyebar ke seluruh perairan yang
ada dan memenuhi setiap jengkalnya, baik waduk, rawa, danau, maupun
sungai. Dari permukaan air Rawapening yang berkisar 7200 hektar,
diantaranya tertutup eceng gondok. Tertutupnya permukaan perairan
menyebabkan berkurangnya jenis binatang air dan pendapatan petani
serta pengunjung wisata daerah tersebut.
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
II - 18
Sumber : BLH Kab Semarang, 2011
Gambar II.4. Permasalahan Danau Rawapening
2.3. KONDISI DAN PERMASALAHAN KELEMBAGAAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, beberapa persoalan
yang berkaitan dengan pengembangan kawasan Rawapening bersifat
multidimensional. Beberapa permasalahan di bidang manajemen
kelembagaan antara lain:
a. Adanya pergeseran sistem pemerintahan yang menuntut kesiapan
stakeholder untuk mengelola kawasan Rawapening dengan baik.
b. kebijakan otonomi daerah yang menekankan pada batas administrasi,
sementara pengelolaan Kawasan Rawapening tidak sama dengan
batas administrasi sehingga menghambat pengelolaan apalagi ada
undang-undang otonomi daerah.
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
II - 19
c. Kelembagaan dan koordinasi dalam rangka menangani pengelolaan
sumberdaya air belum berjalan secara optimal, peran kelembagaan
yang ada (Rembug Rawapening) belum mantap, akibatnya setiap
benefecieries bertindak bebas tanpa ada peraturan yang mengatur
setiap aktifitas baik di daerah tangkapan air maupun inti danau
Rawapening, yang cenderung menimbulkan konfllik.
d. Kegiatan-kegiatan pembangunan yang selama ini dilakukan masih
menggunakan pendekatan kebijakan topdown approach dan bersifat
sektoral serta kedaerahan. Oleh karena itu, perlu ada koordinasi
antara bottom up dan top-down opproach
e. Masih adanya ego sektoral dan kepentingan sehingga menimbulkan
potensi konflik yang tinggi.
f. Belum terciptanya pengelolaan sumberdaya air dengan menggunakan
pendekatan regional,
g. Belum tersedianya data base pengelolaan lingkungan hidup yang
mengintegrasikan antara teknologi penginderaan jauh (remote
sensing) dengan sistem informasi geografi yang lebih akurat.
h. Belum tersosialisasinya misi pelayanan pemerintah kepada
masyarakat,
i. Kurang optimalnya komitmen masing-masing stakeholder yang terus
menerus mengupayakan pelestarian Rawapening
j. Tidak tegaknya pengaturan air oleh pintu air (PLTA) Tuntang
menimbulkan konflik antara petani lahan pasang surut rawa
(kabupaten Sernarang) dengan petani hilir (terutama Kabupaten
Grobogan)
k. Tidak ada pengaturan penambangan gambut di Rawapening yang
memberikan keuntungan besar bagi pengusahanya.
l. Belum dimilikinya grand design mengakibatkan arah action plan tidak
jelas bagi dinas/ instansi yang terkait, sehingga program-program yang
dijalankan bersifat sektoral yang mengakibatkan overlapping program
dan pemborosan.
Berdasarkan persoalan tersebut diatas maka Permasalahan
kelembagaan, dapat dibagi menjadi 2, yaitu kelembagaan baik formal
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
II - 20
maupun informal dan belum adanya grand design. Belum optimalnya
kelembagaan yang ada baik formal maupun informal mengakibatkan
belum optimalnya proses kebijakan pengelolaan air yang mantap,
ditambah belum adanya peraturan yang mengatur setiap aktivitas baik di
daerah tangkapan maupun pada inti danau sehinga memicu timbulnya
konflik. Peran kelembagaan informal berupa kearifan lokal merupakan
potensi kekuatan masih dapat lebih ditingkatkan. Nilai Ngepen dan
Wening telah ditinggalkan baik oleh masyarakat di sekitar Danau
Rawapening maupun oleh negara.
Belum dimilikinya grand desain menyebabkan arah action plan
tidak jelas bagi dinas/instansi yang terkait, sehingga program-program
yang dijalankan bersifat sektoral yang mengakibatkan overlapping
program, kerancuan kewenangan dan tanggungjawab program dan
pemborosan.
Diperlukan kerjasama dan partisipasi aktif dari sfakeholder lainnya
terutama masyarakat yang berada di Kawasan Rawapening. Hal ini perlu
ada dukungan kerjasama yang baik antara berbagai stakeholder yang
ada serta di dukung dengan dana yang memadai, di samping itu
pedoman penanganan kawasan Rawapening yang terpadu dan
operasional sangat diperlukan.
2.4. Kondisi dan permasalahan kemasyarakatan
Sesungguhnya masyarakat Jawa Tengah khususnya di sekitar danau
Rawapening telah memiliki falsafah/ kearifan budaya dalam menyikapi
proses pemberdayaan masyarakat. Falsafah tersebut hingga kini masih
tetap lestari dan melekat dalam sanubari masyarakat Jawa Tengah.
Memberdayakan masyarakat dengan pola yang sudah dikenal masyarakat
adalah inti dari proses pelaksanaan program ini.
Dalam falsafah jawa masyarakat disebut dengan " Brayat " atau
keluarga. Setiap anggota keluarga, baik anak-anak, orang tua, pegawai,
swasta, petani dan lain-lain, diakui eksistensi dan diberi peran sesuai
kemampuannya. Pengejawantahan falsafah tersebut adalah tidak akan ada
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
II - 21
pemisahan atau perbedaan menurut kelompok atau status di dalam
masyarakat. Perbedaan - perbedaan yang ada dikelola dan diharapkan
mampu menunjang tujuan program yaitu masyarakat mampu saling belajar
dan membangkitkan potensi dirinya dalam mencapai tujuannya.
Meskipun secara kultural peran Pemerintah dan pemrakarsa, memiliki
peran penting, tetapi titik berat perannya lebih bersifat "Tut Wuri Handayani"
dan masyarakatlah yang menjadi subyek kegiatan ini.
Pada prinsipnya pelaksanaan program penyelamatan Rawapening
dilakukan dengan melibatkan segenap potensi masyarakat yang ada.
Mekanisme pelaksanaan adalah memfasilitasi masyarakat untuk mampu
melaksanakan tujuan program secara mandiri dan berkelanjutan. Pemberian
fasilitas dimaksudkan untuk menjembatani masyarakat langsung dengan
konsumen produk yang dihasilkan oleh masyarakat.
Dalam UU nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan
Nasional (PROPENAS) dinyatakan bahwa tujuan pemberdayaan masyarakat
adalah meningkatkan keberdayaan masyarakat melalui penguatan
lembagaan dan organisasi masyarakat setempat, penanggulangan
kemiskinan, dan perlindungan sosial masyarakat, peningkatan keswadayaan
masyarakat luas guna membantu masyarakat untuk meningkatkan ekonomi.
Visi pemberdayaan masyarakat adalah peningkatan kemandirian
masyarakat merupakan suatu kondisi dinamis yang memungkinkan
masyarakat mampu membanguan diri dan lingkungannya berdasarkan
potensi, kebutuhan aspirasi dan wewenangan yang ada pada masyarakat
sendiri dengan difasilitasi oleh pemerintah dan seluruh stakholders
pemberdayaan masyarakat.
Misi Pemberdayaan masyarakat adalah mengembangkan kemampuan
dan kemandirian masyarakat untuk berperan aktif dalam pembangunan,
agar secara bertahap masyarakat mampu membangun diri dan lingkungan
secara mandiri melalui : Peningkatan keswadayaan masyarakat,
pemantapan nilai-nilai budaya masyarakat, pengembangan usaha ekonomi
masyarakat, peningkatan pemanfatan sumberdaya alam yang berwawasan
lingkungan, peningkatan pemanfaatan teknologi tepat guna sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
II - 22
Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat adalah mengembangkan
kemandirian masyarakat dalam seluruh aspek kehidupannya, melalui
pemberdayaan masyarakat dalam aspek ekonomi, sosial-budaya, politik dan
lingkungan hidup. Strategi Pemberdayaan Masyarakat adalah : pemenuhan
kebutuhan dasar masyarakat, pengembangan aspirasi dan partisipasi
masyarakat, pengorganisasian dan pelembangaan masyarakat,
pemberdayaan masyarakat perkotaan dan perdesaan, berpihak pada
pengembangan ekonomi rakyat, pendekatan lintas sektor dan program,
mendayagunakan teknologi tepat guna sesuai kebutuhan masyarakat.
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
III - 1
BAB III
GERAKAN PENYELAMATAN
DANAU (GERMADAN) RAWAPENING
1. Program Super Prioritas (Pokok) 2. Program Prioritas (Penunjang)
Berdasarkan analisis SWOT dan Root Cause Analysis yang telah
dilakukan, maka dapat ditemukenali akar permasalahan Danau Rawapening
yang terdapat pada badan danau dan DTA. Pada badan danau, eutrofikasi telah
memicu pertumbuhan tidak terkontrol dari tumbuhan air, terutama eceng gondok.
Di DTA terjadi perubahan tataguna lahan, yang memicu pendangkalan danau,
sehingga fungsi utamanya sebagai reservoir alami untuk sumber air baku, PLTA,
irigasi, perikanan dan wisata menjadi terganggu. Permasalahan lainnya terkait
dengan pengelolaan Danau Rawapening adalah belum optimalnya
kelembagaan dan implementasi kebijakan yang memicu kekurang berhasilan
program, tumpang tindih tanggung jawab dan kewenangan dan kurangnya
pemberdayaan masyarakat. Hasil analisis SWOT pada Gambar III.1.
Guna mengatasi akar permasalahan tersebut, maka dilakukan dengan
memadukan 3 pendekatan, yaitu 1) Aplikasi sains dan tehnologi untuk remediasi
badan air dan DTA, 2) Pengembangan kelembagaan untuk peningkatan
pengelolalaan danau, dan 3) Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan dan
konservasi danau. Berdasarkan hal tersebut diatas, dirumuskan 17 program
(lampiran) yang diharapkan dapat menyelamatkan danau Rawapening. Dalam
pelaksanaannya Program-program tersebut dikelompokkan menjadi 2 program
besar, yaitu 1) Program Super Prioritas dan 2) Program Prioritas
GERMADAN akan dilaksanakan secara periodik 5 tahun, untuk tahap 5
tahun pertama ke-tiga pendekatan tersebut di atas akan diimplementasikan
dalam kegiatan-kegiatan yang saling mendukung.
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
III - 2
Gambar III.1. Hasil Analisis SWOT, Akar Permasalahan dan Pendekatan Penyelamatan Danau Rawapening
KEKUATAN
STRENGTH):
Reservoir alami
Pengendali banjir
Irigasi
PLTA
Perikanan
Wisata
Gambut
Eceng gondok
KELEMAHAN
(WEAKNESS):
Erosi dan sedimentasi
Pencemaran
Bloomingtumbuhan air eceng gondok
Pengurangan volume air
Pulau terapung
Pendapatan per kapita rendah
PELUANG
(PPORTUNITY):
Lokasi strategis Joglosemar
Kemudahan aksesibilitas
Warisan historis dan budaya
Landmark Jateng
Ekowisata
TANTANGAN
(THREAT):
Ledakan pertumbuhan wilayah
Overlapping kelembagaan
Konsistensi kebijakan
Partisipasi mitra
Peranan Perguruan Tinggi
PENDEKATAN PENYELAMATAN DANAU RAWAPENING
1. APLIKASI SAINS DAN TEKNOLOGI UNTUK REMEDIASI BADAN AIR DAN DTA - Ekoteknologi - Ekohidrologi
2. PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN UNTUK PENGELOLAAN DANAU RAWAPENING
3. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN DAN KONSERVASI DANAU
1. BADAN DANAU
- Eutrofikasi –
blooming eceng
gondok
2. DTA
- Perubahan tataguna
lahan – sedimentasi &
erosi – pendangkalan
danau
- Pengolahan limbah
- Drainase
- Belum ada kontrol input
nutrien
PENGELOLAAN DANAU: 1. Kelembagaan belum
optimal, 2. Implementasi kebijakan
belum optimal 3. Belum ada grand design
tumpang tindih tanggung jawab dan kewenangan
4. Kebijakan top down, kurang koordinasi, belum optimal
5. Database lemah 6. Komitmen stakeholder
kurang optimal
KURANGNYA PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT 1. Kurang informasi 2. Kurangnya kemandirian
masyarakat dalam berperan pada pengelolaan danau
3. Kurang terlibat dalam pengambilan keputusan
AKAR
PERMASALAHAN
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
III - 3
PROGRAM SUPER PRIORITAS (POKOK)
1. Penanganan eceng gondok
2. Penanggulangan Lahan Kritis, Erosi, Banjir dan Sedimentasi.
3. Penurunan Kandungan Nutrien Perairan Danau Rawapening
4. Kajian Limnologi Danau Saat ini dan Rekontruksi Kualitas Air di Masa
Lalu
5. Implementasi Pertanian Ramah Lingkungan
6. Peningkatan Keterlibatan dan Kepedulian Masyarakat dalam
Pengelolaan dan Konservasi Danau Rawapening
PROGRAM PRIORITAS (PENUNJANG)
1. Pengembangan pengelolaan perikanan ramah lingkungan Danau
Rawapening.
2. Pengembangan Ipal terpadu
3. Pengembangan drainase terpadu
4. Pengembangan pusat penelitian Danau Rawapening
5. Perencanaan pembangunan kawasan Danau Rawapening berbasis
kewilayahan dan kebijakan penanganan eceng gondok melalui
pelibatan masyarakat
6. Pengembangan regulasi /kebijakan pengelolaan Danau Rawapening
dan Daerah Tangkapan Air (DTA).
7. Pengembangan kebijakan garis sempadan dan proteksi sumber
daya alam
8. Pengembangan zonasi pemanfaatan Danau Rawapening
9. Pengembangan pemanfaatan eceng gondok untuk menyelesaiakan
problem blooming dan peningkatan pendapatan masyarakat
10. Pengembangan ekoturisme
11. Pengembangan forum peduli lingkungan
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
III - 4
3.1. Program Super Prioritas
Danau Rawapening memiliki fungsi utama untuk PLTA, sumber air baku
minum, irigasi, perikanan, dan wisata. Fungsi tersebut sangat tergantung pada
kuantitas dan kualitas air. Ada kecenderungan penurunan kuantitas air danau
karena laju sedimentasi dan erosi yang tinggi dari DTA. Kualitas air danau
dalam kondisi eutrofik, yaitu kaya akan unsur hara nitrogen dan fosfor sehingga
memicu pertumbuhan tidak terkontrol (blooming) dari tumbuhan air lainnya.
Seiring perjalanan waktu, eceng gondok mendominasi, sedangkan tumbuhan
air lainnya populasinya menjadi berkurang. Program pemanenan masal sering
dilakukan, namun di tahun berikutnya populasinya menjadi tidak terkontrol lagi.
Akar permasalahan terletak pada tingginya kandungan nutrien perairan, dalam
hal ini nitrogen dan fosfor, sehingga pengelolaan yang harus dikembangkan
adalah menurunkan kandungan nutrien perairan. Oleh karena itu, sangat
diperlukan aplikasi ekoteknologi guna mengatasi permasalahan eutrofikasi. Hal
ini akan dilakukan secara internal (di dalam badan air danau) dan secara
eksternal (di daerah DTA).
3.1.1. Penanganan Eceng Gondok (Eichornia crassipes (Mart.) Solms)
Remediasi badan Danau Rawapening akan dilakukan secara integratif
secara fisik, kimia dan biologi. Aplikasi ekoteknologi akan dilakukan di
daerah sekitar danau, khususnya di sekitar inlet sebelum masuk danau.
Prioritas utama dalam penyelamatan ekosistem Danau Rawapening
adalah mempertahankan kuantitas air danau agar fungsi utamanya tetap
dapat terjaga. Danau Rawapening didominasi tanaman eceng gondok
(Eichornia crassipes) lebih dari 70% dari luas permukaaanya dan kurang dari
10% di dominasi jenis-jenis tanaman air lainnya seperti Typha spp,
Phragmites spp., Justicia spp. (Wilow).,Chara spp., filamentaous algae dan
Potamogeton spp. Penerapan ekoteknologi dalam kegiatan penanganan
populasi eceng gondok mutlak dilakukan untuk menghambat dan
menurunkan pertumbuhan serta perkembangan tanaman ini dengan
menerapkan ekoteknologi.
Upaya kontrol pertumbuhan eceng gondok akan dilakukan secara
terintegrasi antara mekanisme mekanik dengan manual (tangan oleh
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
III - 5
masyarakat setempat) dan mesin pemanen, secara kimiawi dengan zat
pengatur tumbuh/zpt (herbisida), dan secara biologi (biokontrol) dengan
ikan grasscrap (Ctenopharyngodon idella). Secara biologi, tanaman eceng
gondok akan berkurang drastis kapasitas fotosintesisnya (mencapai 81%)
apabila lembaran daunnya tidak berfungsi (Lancar & Krake, 2002).
Herbisida akan diaplikasikan untuk eceng gondok yang berada di
tengah danau, yang secara mekanik sulit dilakukan. Penggunaan ikan
grasscarp akan ditebar untuk lebih menekan populasi. Penanganan eceng
gondok akan dilakukan setiap tahun dengan aktivitas spesifik. Penutupan
eceng gondok pada permukaan air Danau Rawapening saat ini 70%.
Ditargetkan dalam tahun I kegiatan melalui pemanenan massal eceng
gondok, maka penutupannya terhadap permukaan air danau menjadi 20%.
Selanjutnya untuk menjaga agar penutupan permukaan perairan danua oleh
eceng gondok tidak bertambah/meluas, maka eceng gondok tersebut di
lokalisir di tepian danau dengan diberi penghalang jaring agar tidak meluas
ke tengah danau. Eceng gondok di bagian tepi danau ini dapat dimanfaatkan
sebagai green belt dan menjadi filter air yang masuk ke danau dan
memperangkap sedimen sehingga kedalaman danau dapat terjaga.
Guna menjaga agar populasi eceng gondok tidak bertambah pesat,
maka pemanenan eceng gondok secara mekanik terus dilakukan, dapat
diimbangi secara kimiawi dengan herbisida untuk lokasi yang tidak dapat
dilakukan secara mekanik. Penebaran ikan grasscarp dapat dilakukan
sebagai pengendali populasi eceng gondok.Taget capaian keberhasilan
penanganan eceng gondok seperti Tabel III.1.
Batang eceng gondok hasil panenan dapat dimanfaatkan untuk
kerajinan, sedangkan daun dan akarnya dapat dibuat ternak dan pupuk
organik. Hal ini akan dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat
bersamaan dengan Kegiatan 15 (Pengembangan pemanfaatan eceng
gondok untuk peningkatan pendapatan masyarakat).
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
III - 6
Tabel III.1. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Penanganan Eceng Gondok
1. PENANGANAN ECENG GONDOK
KEGIATAN INDIKATOR/OUTPUT BASELINE TARGET CAPAIAN (TAHUN KE)
1 2 3 4 5
a. Secara mekanik (pemanenan)
Covering danau oleh eceng gondok (%)
70,00 20,00 20,00 20,00 20,00 20,00
b. Biokontrol ikan koan (grass carp) berat 100 gram
na 25.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000
c. Herbisida ramah lingkungan
herbisida (liter) na 267,00 267,00 267,00 267,00 267,00
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
III - 7
3.1.2. Penanggulangan Lahan Kritis, Erosi, Banjir dan Sedimentasi
Secara alami danau akan mengalami pendangkalan meskipun memerlukan
waktu yang relatif lama. Pendangkalan danau dapat dipercepat karena
aktivitas manusia di daerah DTA seperti tingginya laju sedimentasi dan erosi.
DTA Rawapening memiliki lahan sangat kritis 463,62 ha, lahan kritis
7.382,09 ha, agak kritis 5.991,02 ha, potensial kritis 6.188,17 ha, dan tidak
kritis 7.409,14 ha (Balai Pengelolaan DAS Pemali Jratun, 2010). Lahan kritis
adalah lahan yang telah mengalami kerusakan secara fisik, kimia dan
biologis, sehingga fungsi lahan menjadi tidak efektif dan cenderung
berdampak negatif. Lahan kritis tersebut perlu dilakukan rehabilitasi baik
secara vegetatif maupun secara sipil teknis.
Rehabilitasi lahan sangat kritis dapat dilakukan secara vegetatif yaitu
dengan meningkatkan jumlah dan jenis tanaman keras melalui kegiatan
penghijauan (lahan rakyat) maupun reboisasi (lahan Negara). Pemanfaatan
spesies yang mempunyai perakaran kuat dan dapat menyimpan air akan
dapat mendukung konservasi tanah di sekitar badan sungai.
Rehabilitasi lahan kritis secara sipil teknis antara lain melalui
pembuatan teras pada lahan miring, hal ini dimaksudkan untuk memperkecil
laju limpasan permukaan sehingga daya rusaknya berkurang dan
meningkatkan laju infiltrasi air kedalam tanah, yang pada gilirannya akan
meningkatkan sumber mata air serta mampu menurunkan erosi akhirnya
akan mampu mengurangi sedimentasi dan pendangkalan danau.
Pengaturan pola tanam perlu dilakukan dengan penanaman secara
kontur, pergiliran tanaman, penanaman tanaman lorong serta pemulsaan
agar mampu meningkatkan produktivitas lahan dan fungsi perlindungan
didaerah hilir. Pengembangan agroforestry dapat dilakukan dengan
melibatkan masyarakat. Alternatif lain yang dapat dikembangkan antara lain
dengan pembuatan bronjong/pelindung tebing, monitoring debit air dan
seidmen, pembuatan bangunan pengendali sedimentasi (cek dam) dan
pembuatan drainase irigasi dan drainase limbah secara terpisah,
pengerukan tanah gambut pada badan air danau dan pembuatan sumur
resapan dan lubang resapan biopori. Keberhasilan kegiatan ini dapat dilihat
dari ketercapaian indikator pada Tabel III.2.
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
III - 8
Tabel III.2. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Penanggulangan Lahan Kritis, Erosi Banjir, dan Sedimentasi
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
III - 9
3.1.3. Penurunan Kandungan Nutrien Perairan Danau Rawapening
Pertumbuhan eceng gondok yang sangat cepat merupakan dampak dari
tingginya kandungan nutrien perairan terutama kandungan total nitrogen dan
fosfor yang masuk ke badan danau, sehingga remediasi yang harus
dikembangkan adalah menurunkan kandungan nutrien perairan. Langkah
yang dapat dilakukan antara lain: pengerukan bagian tepi danau, pembuatan
pre-impoundment di sekitar danau (bagian tepi), khususnya untuk kontrol
nutrien dari inlet. Hal ini sangat perlu dilakukan agar kandungan nutrien pada
inti danau tidak bertambah, sehingga mampu menekan pertumbuhan eceng
gondok. Di lokasi pre-impoundments juga dilakukan pengontrolan nutrien
agar air yang masuk danau memenuhi standar yang ditentukan. Untuk itu,
maka perlu dikembangkan regulasi yang mengatur standar nutrien, sehingga
program penyelamatan danau diharapkan dapat menyelesaikan akar
masalah.
Selanjutnya dilakukan pengembangan IPAL di daerah hulu untuk
mengurangi pencemaran limbah domestik yang masuk ke danau. Hal ini
perlu didukung oleh kebijakan kelembagaan berupa aturan dan sangsi
hukumnya (pendekatan kelembagaan). Disisi lain pengetahuan masyarakat
tentang pengelolaan limbah dan konservasi danau harus ditingkatkan
melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat. Pengembangan dan
koridorisasi wetland di bagian tepi danau sebagai green belt. Hal ini akan
dilakukan dengan melokalisir eceng gondok di bagian tepi danau (Kegiatan
Penangan eceng gondok), sebagai filter inlet dan memperangkap sedimen
sehingga kedalaman danau dapat terjaga. Keberhasilan kegiatan ini dapat
dilihat dari ketercapaian indikator pada Tabel III.3.
3.1.4. Kajian Limnologi Danau Rawapening Saat ini dan Rekontruksi
Kualitas Air di Masa Lalu
Kajian tentang kondisi limnologis Danau Rawapening bersamaan dengan
rekonstruksi kondisi masa lampau sebagai landasan dalam
pengelolaannya. Studi DTA seperti laju erosi dan sedimentasi, juga perlu
dilakukan lagi, mengingat data yang ada sudah lebih dari 10 tahun. Kegiatan
yang akan dilakukan dan indikator keberhasilan pada Tabel III.4.
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
III - 10
Tabel III.3. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Penurunan Kandungan Nutrien Perairan Danau Rawapening
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
III - 11
Tabel III.4. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Kajian Limnologi Danau Rawapening Saat ini dan Rekontruksi Kualitas Air di Masa Lalu
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
III - 12
3.1.5. Implementasi Pertanian Ramah Lingkungan
Danau Rawapening memiliki peranan sangat penting dalam pertanian di
DTA, di sisi lain pertanian di DTA juga berkontribusi terhadap degradasi
kualitas air Danau Rawapening. Kondisi eutrofik Danau Rawapening salah
satunya diakibatkan oleh pemanfaatan pupuk pertanian yang berlebihan.
Untuk mempertahankan fungsi Danau Rawapening, khususnya untuk irigasi,
maka sangat perlu dikembangkan pertanian yang ramah lingkungan.
Sasaran kegiatan ini adalah untuk meningkatkan produksi pertanian dengan
menurunkan konsentrasi nitrogen dan fosfor yang masuk ke danau.
Pada daerah hulu terutama pada lahan kritis untuk meningkatkan
produktivitas hasil pertanian, para petani banyak mengandalkan
penggunaan pupuk kimia. Kekurangan informasi akan dampak penggunaan
pupuk kimia secara berlebihan menjadi salah satu kendalanya. Penggunaan
pupuk yang tidak terkendali di daerah hulu secara langsung juga akan
memberikan kontribusi terjadinya eutrofikasi didaerah danau, hal ini ditandai
dengan meningkatnya unsur-unsur anorganik seperti N,P dan K. Kondisi
tersebut mengakibatkan tingginya kandungan nutrien perairan. Berdasar
data lapangan terdapat akumulasi N sebesar 17551,2 kg, P sebesar 14956,8
kg dan K sebesar 2560,8 kg dalam danau. Remediasi yang harus
dikembangkan adalah menurunkan kandungan unsur-unsur anorganik
perairan dengan mengurangi penggunaan pupuk kimiawi didaerah hulu
digantikan dengan penggunaan pupuk organik.
Mekanisme yang akan dilaksanakan antara lain pengembangan
pertanian organik. Pengembangan pemanfaatan pupuk organik berbahan
dasar eceng gondok yang terintegrasi dengan kegiatan 1. Pupuk organik
tersebut diperoleh dengan pembuatan kompos dari eceng gondok sebagai
bahan baku utama (KLH, 2009). Kondisi ini juga akan mengurangi populasi
eceng gondok yang tumbuh di danau Rawapening, yang pada gilirannya
akan mampu memperbaiki kualitas dan kuantitas air di danau (Tabel III.5).
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
III - 13
Mekanisme lain yang dapat dikembangkan adalah pengendalian hama
terpadu yang bersifat organik dengan pemanfaatan pestisida dan musuh
alami (biopestida dan biokontrol) dan pengembangan sistem drainase irigasi
terintegrasi. Semua mekanisme tersebut akan dapat memberikan kekhasan
jika dilakukan pengembangan sistem pertanian berbasis potensi lokal
terutama di daerah hulu.
3.1.6. Peningkatan Keterlibatan Dan Kepedulian Masyarakat dalam
Pengelolaan dan Konservasi Lingkungan Danau Rawapening
Masyarakat memiliki peranansangat penting dalam keberhasilan
GERMADAN. Kearifan lokal yang ada perlu dilestarikan, yang dalam
implementasinya dalam pengelolaan dan konservasi Danau Rawapening
dapat diperkaya dengan pengetahuan dan ketrampilan. Hal ini sangat
diperlukan karena pengelolaan yang bottom up, yaitu pengelolaan
sumber daya berbasis masyarakat dilaksanakan secara terpadu,
desentralistik dan partisipatif untuk menangani
permasalahanlingkungandengan partisipasiaktif dan peran serta
masyarakat (KLH, 2008).
Guna meningkatkan pengetahuan lingkungan pada masyarakat
luas, akan dilakukan melalui pembelajaran lingkungan bagi masyarakat,
melalui:
a. pengoptimalan tenaga kerja lokal dalam kegiatan rehabilitasi dan
konservasi
b. pengelolaan daerah sempadan berwawasan lingkungan
c. peningkatan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan
d. efisiensi pemanfaatan fungsi air danau
e. pembelajaran cara bertani ramah lingkungan
f. peningkatan keterlibatan masyarakat dalam aksi peduli lingkungan
g. sinergisme pemerintahan, stakeholders, dan perguruan tinggi serta
LSM dalam aksi peduli lingkungan (Tabel III.6).
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
III - 14
Tabel III.5. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Implementasi Pertanian Ramah
Lingkungan
Tabel III.6. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Keterlibatan Masyarakat Dalam
Pengelolaan Dan Konservasi Lingkungan Danau Rawapening
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
III - 15
3.2. Program Prioritas (Penunjang)
3.2.1. Pengembangan pengelolaan perikanan ramah lingkungan
Remediasi badan Danau Rawapening akan dilakukan secara integratif
secara fisik, kimia dan biologi. Aplikasi ekoteknologi akan dilakukan di
daerah sekitar danau, khususnya di sekitar inlet sebelum masuk danau.
Berdasarkan produksitivitas primernya, potensi perikanan Danau
Rawapening cukup tinggi, berkisar antara 791 – 1521 ton/tahun, dengan
hasil tangkapan tidak boleh lebih besar dari 1.229 ton/tahun (Dinas
Peternakan & Perikanan Kab. Semarang, 2007). Namun, produktivitas
perikanan Danau Rawapening fluktuatif. Perubahan kandungan amoniak
perairan seringkali mengancam produktivitasnya, disamping faktor lainnya
seperti kecerahan air. Upaya peningkatan produktivitas perikanan Danau
Rawapening dapat dengan perbaikan kualitas airnya, terutama kandungan
amoniak dan kecerahan air.
Kegiatan yang dilakukan dalam mendukung terwujudnya
pengembangan pengelolaan perikanan ramah lingkungan, yaitu
pengembangan budidaya perikanan ramah lingkungan, dan pengembangan
budidaya perikanan sesuai daya dukung dan daya tampung danau (Tabel
III.7).
3.2.2. Pengembangan IPAL Terpadu
Degradasi kualitas air Danau Rawapening sangat dipengaruhi oleh
aktivitas di DTA, sehingga remediasi yang akan dilakukan melalui
pengembangan pertanian yang ramah lingkungan, pengolahan limbah,
pengembangan drainase, penanggulangan banjir, pengembangan unit
evaluasi dan monitoring dan pusat informasi Rawapening.
Remediasi cacthment area (DTA) Danau Rawapening akan dilakukan
secara integratif antara aspek geografi, biologi, fisik, ekonomi dan Sosial.
Aplikasi ekohidrologi akan dilakukan di daerah cacthment area danau
Rawapening, khususnya di daerah hulu agar mampu mendukung kelestarian
fungsi Danau Rawapening tersebut.
Kualitas air Danau Rawapening dipengaruhi oleh kondisi DTA-nya.
Pengembangan wilayah dan perubahan tata guna menambah beban
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
III - 16
pencemaran air. Guna menyelamatkan ekosistem Danau Rawapening, maka
perlu dilakukan pengolahan limbah sebelum masuk ke danau.
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
III - 17
Tabel III.7. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Pengembangan Pengelolaan Perikanan
Ramah Lingkungan
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
III - 18
Hal ini dapat dilakukan dengan pembangunan IPAL pada masing-masing
Sub-sub DAS Rawapening. Di sisi lain, industri perhotelan dan restoran juga
harus memiliki IPAL masing-masing sebelum dibuang dan masuk ke IPAL
Sub-sub DAS. Hal ini akan diperkuat dengan aturan dan kelembagaan yang
kuat.
MEKANISME YANG AKAN DILAKUKAN
Untuk mengatasi limbah rumah tangga,
Teknik – teknik yang dapat dipakai dalam mengatasi permasalahan
limbah rumah tangga, pengolahan limbah berbasis masyarakat
(SANIMAS), Pembuatan saluran penyaring/peredam limbah rumah
Tangga, Pembuatan septictank permukiman, Pembangunan IPAL
komunal (terintergasi dengan pembangunan drainase di Sub-sub DAS
Rawapening) dan pembinaan pengolahan air limbah rumah tangga
(Tabel III.8).
Untuk mengatasi limbah industri termasuk pertanian dan perikanan
(pelanggaran baku mutu effluent):
Akumulasi limbah industri termasuk industri pertanian dan perikanan
perlu ditangani dengan bijaksana agar tidak terjadi pencemaran dan
ketidak seimbangan kondisi lingkungan. Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) merupakan instalasi yang diperlukan dalam penanganan masalah
limbah sebelum dibuang kebadan air, sehingga air yang ada pada badan
air tersebut masih dapat dipertahankan kualitasnya sesuai dengan
peruntukanya. Salah satu pengendali dalam mempertahankan kualitas air
pada badan air terserbut adalah perlunya pengawasan terhadap limbah
yang dibuang ke lingkungan.
Uraian diatas dapat disarikan bahwa diharapkan kegiatan yang
dapat digunakan dalam mengatasi permasalahan limbah industri
perikanan dan pertanian, antara lain dengan melalukan Identifikasi jenis
dan sumber pencemar, penerapan IPAL (individu, komunal, terpusat),
IPAL (individu, komunal, terpusat), melakukan koordinasi pemantauan
kualitas air, penertiban dan pengawasan ijin pembuangan air limbah,
pemantauan kualitas air.
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
III - 19
Tabel III.8. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Pengembangan IPAL Terpadu
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
III - 20
Untuk mengatasi sampah:
Permasalahan sampah hampir semua daerah mengalaminyabaik dari
sisi sarana prasarana penampungannya maupun teknologi
penanganannya. Sampah dapat berbentuk organik maupun anorganik
dan merupakan limbah kegiatan yang harus segera ditangani.
Permasalahan penanganan sampah dapat dilakukan dengan
peningkatan fasilitas teknologi pengolahannya, fasilitasi kerjasama antar
kabupaten/kota dalam pengelolaan sampah.
3.2.3. Pengembangan Drainase Terpadu
Sistem drainase yang sudah ada adalah drainase irigasi, sedangkan
drainase limbah yang ada sekarang belum terintegrasi, bahkan banyak pula
permukiman yang tidak memiliki sistem drainase dan hanya berupa
genangan. Pada waktu musim hujan, seringkali terjadi banjir karena
buruknya sistem drainase yang ada. Untuk itu perlu dikembangan sistem
drainse limbah yang terintegrasi, untuk kemudian bermuara di pre-
impoundment sebelum akhirnya masuk ke Danau. Hal ini penting selain
untuk menjaga kualitas air juga untuk mencegah pendangkalan. Mekanisme
yang dapat dilakukan dalam pengembangan drainase terpadu yaitu :
dengan pengembangan drainase limbah terintegrasi, Implementasi drainase
limbah terintegrasi dan melakukan evaluasi sistem drainase (Tabel III.9)
3.2.4. Pengembangan Pusat Penelitian Danau Rawapening
Implementasi co-managemen akan memberikan hasil optimal jika
perguruan tinggi berperan sebagai fasilitator. Banyak kajian/penelitian yang
telah dilakukan di Danau Rawapening dan DTA-nya, namun data masih
tersebar. Monitoring dan evaluasi kegiatan yang dilakukan di Rawapening
lebih tepat jika dilaksanakan oleh perguruan tinggi (UNDIP). Untuk itu pada
molestone 5 tahun pertama ini perlu dikembangkan Unit Monitoring dan
Evaluasi, yang sekaligus merupakan pusat informasi Rawapening.
Pengembangan pusat penelitian danau rawapening dapat direalisasikan
dengan melakukan pengembangan setasiun penelitian Danau Rawapening,
pengembangan data base Danau Rawapening, dan Pengembangan Pusat
Informasi Danau Rawapening (Tabel III.10).
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
III - 21
Tabel III.9. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Drainase Terpadu
Tabel III.10. Kegiatan Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Pengembangan Pusat
Penelitian Danau Rawapening
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
III - 22
3.2.5. Perencanaan Pembangunan Kawasan Rawapening Berbasis
Kewilayahan
Danau Rawapening memiliki cacthmen area yang cukup luas dan
berada di 2 kabupaten/kota. Oleh karena itu dalam kegiatan
pembangunanya diperlukan perencanaan yang terintegrasi antar wilayah
sesuai dengan kepentingan masing-masing daerah dengan
mempertimbangan daya dukung dan daya tampung.
Agar tidak mengabaikan kepentingan tiap daerah di wilayah danau
Rawapening maka perencanaan pembangunannya harus dilakukan dengan
cara sinkronisasi perencanaan pembangunan kawasan rawapening yang
berbasis kewilayahan dan Implementasi perencanaan pembangunan
Kawasan Rawapening (Tabel III.11).
3.2.6. Pengembangan Regulasi/Kebijakan Pengelolaan Danau Rawapening
dan Daerah Tangkapan Air (DTA)
Pemerintah berperan sangat penting dalam pengelolaan danau terkait
dengan kelembagaan dan pengaturan kebijakan sehingga pelaksanaan
pengelolaan danau dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan peraturan
yang ada. Perlu didorong pula penerapan aturan dari entitas untuk entitas
yang ramah terhadap danau. Kesamaan budaya yang melatar belakangi
entitas memungkinkan idiom-idiom kebudayaan yang berlaku dapat
mengurai kendala dalam organisasi. Kadang konsep wewaler budaya
mampu mencegah tindakan yang dapat merusak danau.
Menghubungkan entitas yang ada menjadi hidup membutuhkan
dukungan dari pihak pemerintah. Pertemuan, data penelitian, demplot,
dukungan alat, dana, menjadi hal penting bagi suatu wadah organisasi
entitas danau.
Kegiatan yang akan dilakukan antara lain inventarisasi dan Evaluasi
regulasi pengelolaan Danau Rawapening, pengembangan regulasi dalam
pengelolaan Danau Rawapening, sosialisasi dan implementasi regulasi
tersebut (Tabel III.12).
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
III - 23
Tabel III.11. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Perencanaan Pembangunan Kawasan
Rawapening Berbasis Kewilayahan
Tabel III.12. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Pengembangan regulasi/kebijakan
pengelolaan Danau Rawapening
Tabel III.13. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Pengembangan Kebijakan Garis
Sempadan dan Proteksi Sumber Daya Alam
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
III - 24
3.2.7. Pengembangan Kebijakan Garis Sempadan dan Proteksi Sumber Daya
Alam
Danau Rawapening pada dasarnya merupakan suatu zona ekonomi
terbuka, dimana masyarakat mengembangkan berbagai perilaku untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam menjalankan usaha tersebut ada
yang dilakukan secara perseorangan ataupun berkelompok. Danau
Rawapening harus dipandang sebagai suatu kawasan dengan entitas yang
berkecimpung di dalamnya. Masyarakatlah yang bersentuhan dengan danau
dan ditangan merekalah Danau Rawapening ini akan lestari.
Kegiatan yang akan dilaksanakan antara lain: penetapan dan penataan
tapal batas sempadan danau, penertiban dan penataan tapal batas
sempadan danau, proteksi sumber daya alam, historis dan budaya, dan
budaya dan peningkatan kepedulian masyarakat terhadap sumber daya
alam, historis dan budaya (Tabel III.13).
3.2.8. Pengembangan Zonasi Pemanfaatan Danau Rawapening
Dalam rangka optimalisasi fungsi Danau Rawapening untuk PLTA,
sumber baku air minum, irigasi, perikanan, dan wisata, maka pengembangan
zonasi pemanfaatan harus dilakukan agar kegiatan tidak melebihi
kemampuannya. Untuk itu, maka perlu dilakukan kajian zonasi pemanfaatan
Danau Rawapening yang telah ada, koordinasi dan konsultasi lintas
sektor/dinas, penetapan zonasi terintegrasi, pembuatan dan sosialisasi
perundangan pengelolaan Danau Rawapening dan implementasi dan Low
Enforcement (Tabel III.14).
3.2.9. Pengembangan Pemanfaatan Eceng Gondok untuk Peningkatan
Pendapatan Masyarakat
Eceng gondok merupakan tanaman air di wilayah perairan yang hidup
terapung dan memiliki perkembangbiakan dengan sangat cepat baik
secara vegetatif maupun secara generatif. Perkembangbiakannya yang
demikian cepat menyebabkan tanaman eceng gondok telah berubah
menjadi tanaman gulma.
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
III - 25
Masyarakat disekitar danau perlu diberdayakan dalam menyikapi peluang
bisnis tersebut yang dapat meningkatkan pendapatan dan dapat
mengurangi angka pengangguran. Peluang bisnis ini relatif lebih potensial
jika dikembangkan (dipasarkan) didaerah perkotaan (permasalahan).
Merupakan suatu tantangan stakeholder dalam mencarikan sasaran
target-target pemasaran. Dalam rangka mendukung kelestarian danau
dan peningkatan pendapatan masyarakat diperlukan pembentukan
kelompok-kelompok pengrajin pemanfaatan eceng gondok.
Kegiatan ini akan dilaksanakan secara terus menerus selama 5
tahun pertama, yang sinergis dengan kegiatan yang lain. Upaya
pengurangan covering eceng gondok pada Danau Rawapening harus
diimbangi dengan upaya divcersifikasi pemanfaatan eceng gondok. Oleh
karena itu, maka kegiatan ini dilakukan terus menerus selama 5 tahun,
hanya pada tiap tahunnya ada pemfokusan pada salah satu potensi,
dengan harapan akan diperoleh hasil yang lebih optimal. Mekanisme
yang akan dilakukan antara lain (Tabel III.15):
a. Pengembangan usaha kelompok tani melalui pelatihan baik teknis
maupun managerial agar memiliki kemampuan dalam memanfaatkan
eceng gondok secara maksimal;
b. Pengembangan pemanfaatan eceng gondok sebagai bahan baku
berbagai kerajinan/kertas bernilai ekonomi tinggi.
Eceng gondok di Danau Rawapening menutupi hampir 60% permukaan
Danau Rawapening. Salah satu upaya yang cukup prospektif untuk
menanggulangi gulma eceng gondok adalah dengan memanfaatkan
tanaman eceng gondok sebagai bahan bahan baku berbagai
kerajinan/kertas yang memiliki nilai ekonomi.
c. Diversifikasi pemanfaatan eceng gondok yang lain dapat untuk
pakan ternak (baik ruminansia besar, ruminansia kecil dan unggas).
Hasil analisis proksimat eceng gondok segar mengandung kadar air, abu ,
protein kasar (PK), lemak kasar (LK), serat kasar (SK), dan Bahan
Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) masing-masing sebesar 94,09; 1,41;
0,71; 2,19 dan 1,25% (Suwardi dan Utomo).Eceng gondok mengandung
protein kasar dan BETN yang cukup tinggi yaitu 11,2% dan 20% (dalam
100% BK). Namun pemanfaatan eceng gondok sebagai pakan ternak
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
III - 26
memiliki beberapa kelemahan antara lain, kadar air yang cukup tinggi,
tekstur halus, banyak mengandung hemicellulose dan proteinnya sulit
dicerna. Oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu baik
pengolahan fisik, kimia, biologi maupun kombinasinya, Hasil penelitian
menunjukkan adanya penambahan berat badan harian unggas yang
diberi pakan eceng gondok sebesar 24,82 – 26,05 g/ekor/hari;
d. Diversifikasi pemanfaatan akar eceng gondok untuk kompos yang
bermanfaat untuk pengembangan pupuk organik yang berguna untuk
penghijauan didaerah hulu;
e. Pemanfaatan teknologi tepat guna yang berwawasan lingkungan pada
pengembangan usaha kelompok tani.
3.2.10. Pengembangan Ekoturisme
Danau Rawapening merupakan satu-satunya danau alami di pulau
Jawa. Lokasinya juga strategis diantara Semarang – Solo – Jogyakarta,
yang merupakan tujuan wisata di Jawa Tengah. Namun daya tariknya masih
rendah, sehingga jumlah wisatawan yang datang relatif rendah. Wisatawan
yang datang masih di dominasi wisatawan domestik (98,91%) dan sisanya
adalah wisatawan asing. Untuk itu diperlukan upaya pengembangan wisata
Rawapening dengan tetap mempertahankan kealamiannya. Hal ini dapat
dilakukan secara integratif melalui pengembangan ekoturisme, baik di
Danau Rawapening maupun di DTA-nya, pengembangan potensi wisata
dan pemantapan zonasi Danau Rawapening, pengembangan landmark
wisata Rawapening, Promosi ekoturisme, pengembangan sarana prasarana
(Tabel III.16).
3.2.11. Pengembangan Forum Peduli Lingkungan
Danau Rawapening pada dasarnya merupakan suatu zona ekonomi
terbuka, dimana masyarakat mengembangkan berbagai perilaku untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam menjalankan usaha tersebut ada
yang dilakukan secara perseorangan ataupun berkelompok.
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
III - 27
Tabel III.14. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Pengembangan Zonasi
Pemanfaatan Danau Rawapening
Tabel III.15. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Pengembangan Pemanfaatan Eceng
Gondok untuk Peningkatan Pendapatan Masyarakat
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
III - 28
Danau Rawapening harus dipandang sebagai suatu kawasan dengan
entitas yang berkecimpung di dalamnya. Masyarakatlah yang bersentuhan
dengan danau dan ditangan merekalah Danau Rawapening ini akan lestari.
Kelembagaan yang efektif bagi Rawapening adalah kelembagaan yang
mewadahi dan memungkinkan entitas Danau Rawapening untuk berperan.
Distorsi eksistensi peran entitas danau akan menimbulkan
ketidakefektifannya dalam pengelolaan danau secara menyeluruh.
Wadah organisasi bagi danau pada dasarnya bukanlah suatu
organisasi baru yang akan mengatur entitas danau. Wadah organisasi
danau pada dasarnya adalah suatu sarana untuk menyatukan dan
mengkoordinasikan entitas kegiatan yang memudahkan bagi mereka
menjalankan kegiatannya. Dalam hal ini wadah organisasi merupakan nilai
tambah yang menguntungkan bagi entitas danau secara nyata.
Banyak kelompok masyarakat di daerah Rawapening, yang melalukan
kegiatan secara sporadik. Kelompok masyarakat ini seringkali melakukan
pertemuan untuk berbagi pengalaman dalam pengembangan pertanian
maupun perikanan. Kelompok ini dapat diberdayakan untuk pengelolaan
lingkungan. Oleh karena itu maka optimalisasi kepedulian masyarakat
terhadap lingkungan dan optimalisasi aksi penduli lingkungan (Festival
Danau Rawapening), dilaksanakan setiap tahun (Tabel III.17).
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
III - 29
Tabel III.16. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Pengembangan Ekoturisme
Tabel III.17. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Pengembangan Forum Peduli
Lingkungan
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
VI - 1
BAB IV
REKOMENDASI
Keberhasilan Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
sangat tergantung pada komitmen para pihak, baik pemerintah, masyarakat,
maupun perguruan tinggi dan LSM. Untuk itu, diperlukan kerjasama yang kuat
antar lembaga, dukungan dana, dan fasilitas pendukung lainnya yang dapat
dilakukan secara bertahap.
Guna mendukung keberhasilan tersebut, maka sangat diperlukan
pemantauan dan evaluasi terhadap program berjalan. Unit pemantauan dan
evaluasi dapat merupakan lembaga Ad-Hoc yang dibentuk oleh Gubernur dan
memiliki kekuatan hukum. Lembaga tersebut dapat dibentuk dengan
mengembangkan kebijakan dan penguatan kelembagaan yang telah ada tanpa
membentuk lembaga baru.
Unit pemantauan dan evaluasi diperlukan sejak rancangan disusun dan
dilaksanakan secara terpadu untuk menjamin implementasi program berjalan
sesuai dengan perencanaan program Gerakan Penyelamatan Danau
Rawapening.
V-1
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Balai Besar Wilayah Sungai Pemali-Juana, 2008.
Balai Pengelolaan DAS Pemali-Jratun, 2010.
BalitBang Prov Jateng, 2003. Penelitian karakteristik Rowopening.
BLH Prov Jateng, 2010. Kualitas Air Rawapening.
BLH Kab Semarang, 2011. Kerusakan Rawapening.
Bappeda Propinsi Jawa Tengah, 2000. Penyusunan rencana pengelolaan kawasan Rawapening Propinsi Jawa Tengah. BAPPEDA JATENG – Pusat Penelitian Perencanaan Pembangunan Nasional, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Bappeda Propinsi Jawa Tengah, 2005. Penyusunan Action Plan pengembangan kawasan Rawapening. Laporan Akhir. CV. Galihloka Semarang.
Bappeda Propinsi Jawa Tengah, 2006. Flood management in selected basins (FMSB). Sub project appraisal report (SPAR). Sub Bidang Sumber Daya
BPS, 2010. Kabupaten Semarang Data Dalam Angka 2010, Badan Pusat Statistik Kabupaten Semarang.
BPS, 2010. Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Semarang 2010, Badan Pusat Statistik Kabupaten Semarang.
BPS, 2009. Salatiga Dalam Angka 2009, Badan Pusat Statistik Bappeda Kota Salatiga.
Dinas Pariwisata Propinsi Jawa Tengah. 2001. Profil investasi usaha bidang pariwisata kawasan Rawapening. Dinas pariwisata Propinsi Jawa Tengah, Semarang.
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Semarang. 2007. Kajian potensi sumber daya perikanan Rawapening Kabupaten Semarang 2007. Laporan Akhir. PT. Astri Bumi Semarang.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelola Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.
Guitierrez, E.L.; Ruiz, E.F.; Uribe, E.G. and Maertinez, J. 2001. Biomass and productivity of ater hyacinth and their application in control program. In Biological and integrated control of water hyacinth Eichornia crassipes. Edited by Julien, M.H.; Hill, M.P.; Center, T.D.; and Jianqing, D. ACIAR proceeding 102.
Goltenboth, F. 1979. Preliminary final report. The Rawapening Project. Satya Wacana Christian University, Salatiga.
Goltenboth, F. and K.H. Timotius. 1994. Danau Rawapening di Jawa Tengah, Indonesia. Satya Wacana University Press, Salatiga.
V-2
KLH (Kementerian Lingkungan Hidup). 2008. Pedoman Pengelolaan Ekosistem danau.
KLH (Kementerian Lingkungan Hidup). 2009. Penuntun Praktis Pemanfaatan Eceng Gondok menjadi Pupuk Organik dan Biogas Untuk Pemulian Kualitas Lingkungan Danau dan Waduk.
KLH (Kementerian Lingkungan Hidup). 2009. Kesepakatan Bali Pengelolaan danau berkelanjutan. Kementerian Lingkungan Hidup.
KLH (Kementerian Lingkungan Hidup). 2010. Program danau prioritas nasional tahun 2010 – 2014. Kementerian Lingkungan Hidup.
Lancar, L. And Krake, K. 2002. Aquatic weeds and their management.
International Commission on Irrrigation and Drainage.
Larson, T.M.J. (2002) Kriging Water Levels with a Regional-Linear and Point Logarithmic Drift, Ground Water 33 (1): 338-35
P4N UGM (Pusat Penelitian Perencanaan Pembangunan Nasional Universitas gadjah Mada). 2000. Penyusunan rencan pengelolaan Kawasan Rawapening Propinsi Jawa Tengah. Ringkasan Eksekutif. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi Jawa Tengah.
Pemerintah Kabupaten Semarang. 2000. Proyek Perencanaan Tata Lingkungan Daerah Aliran Sungai (DAS) Rawapening. PT. Comarindo Mahameru, Semarang.
Pemali Jratun, 2009. Peta Penggunaan Lahan dan Peta Administrasi Wilayah sub-DAS Rawa Pening.
Rahman, Y.A.2002. Stabilisasi Tanah Gambut Rawa Pening dengan Semen dan Gypsum. Thesis Program Pacsasarjana Universitas Diponegoro.
Soeprobowati, T. R. 2010. Stratigrafi Diatom Danau Rawapening: Kajian Paleolimnologi Sebagai Landasan Pengelolaan Danau. Makalah Disampaikan Dalam Seminar Nasional Limnologi V Prospek Ekosistem Perairan Darat Indonesia:Mitigasi Bencana Dan Peran Masyarakat. Pusat Penelitian Limnologi – LIPI, Bogor, 28 Juli 2010
Soeprobowati, T. R. 2010b. Analisis diatom protokol Indonesia untuk rekonstruksi Danau Rawapening, Jawa, Indonesia. Disertasi Program Doktor Ilmu Lingkungan UGM.
Suryatmojo, H. 2006. Konsep dasar hidrologi hutan. Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan. Fak kehutanan, UGM, Yogyakarta.
Sutarwi. 2008. Kebijakan pengelolaan sumber daya air danau dan peran kelembagaan informal, menggugat peran Negara atas hilangnya nilai ngepen dan wening dalam pengelolaan danau Rawapening di Jawa Tengah. Disertasi. Program Pascasarjana Studi Pembangunan. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga.
Wardani, N.S. 2002. Sisitem Geologi Rawapening. Paper dalam Simposium dan Lokakarya Pelestarian DanauRawapening untuk Pemberdayaan Masyarakat. 18-19 April 2002. Pusat Studi Rawapening, Universitas Satya Wacana Salatiga.
1
PROGRAM PENYELAMATAN EKOSISITEM DANAU RAWAPENING
A. PROGRAM SUPER PRIORITAS (POKOK)
1. Penanganan Enceng gondok
2. Penanggulangan Lahan Kritis, Erosi, Banjir dan Sedimentasi.
3. Penurunan Kandungan Nutrien Perairan Danau Rawapening
4. Kajian Limnologi Danau Saat ini dan Rekontruksi Kualitas Air di Masa Lalu
5. Implementasi Pertanian Ramah Lingkungan
6. Peningkatan Keterlibatan dan Kepedulian Masyarakat dalam Pengelolaan dan Konservasi Danau Rawapening
No. PROGRAM SUPER PRIORITAS PENANGGUNG JAWAB PENDUKUNG
KEMENTERIAN
1
Penanganan enceng gondok
- Balai Besar Wialayah Sungai Pemali-Juwana
KKP Prov. Jateng, PSDA Provinsi Jateng, Dinas ESDM Prov. Jateng
Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Energi Sumberdaya Mineral
2
Penanggulangan Lahan Kritis, Erosi, Banjir dan Sedimentasi
BPDAS Pemali Jratun
Dinas Kehutanan Provinsi Jateng, BLH Prov. Jateng, PSDA Prov. Jateng, BLH Kab. Semarang, Dinas Pertanian dan Perkebunan Kab. Semarang, KLH Kota Salatiga, Jateng, ESDM Kab. Semarang, KLH Demak, Dinas Pekerjaan Umum Demak
Kementerian Kehutanan, Kementerian Energi Sumberdaya Mineral
3
Penurunan Kandungan Nutrien Perairan Danau Rawapening
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Prov. Jateng, BLH Prov. Jateng
Dinas Pertanian Kab. Semarang, Dinas Pertanian Kota Salatiga
Kementerian Pertanian
4
Kajian Limnologi Danau Saat ini dan Rekontruksi Kualitas Air di Masa Lalu
BLH Prov. Jateng BLH Kab. Semarang, KLH Kota Salatiga Kementerian Lingkungan Hidup
5
Implementasi Pertanian Ramah Lingkungan
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Prov. Jateng, BLH Prov. Jateng
Dinas Pertanian Kab. Semarang, Dinas Pertanian Kota Salatiga
Kementerian Pertanian
6
Peningkatan Keterlibatan dan Kepedulian Masyarakat dalam Pengelolaan dan Konservasi Danau Rawapening
Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Prov. Jateng
Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan KB Kota Salatiga, Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kab. Semarang
Kementerian Lingkungan Hidup
2
B. PROGRAM PRIORITAS (PENUNJANG)
7. Pengembangan pengelolaan perikanan ramah lingkungan Danau Rawapening.
8. Pengembangan Ipal terpadu
9. Pengembangan drainase terpadu
10. Pengembangan pusat penelitian Danau Rawapening
11. Perencanaan pembangunan kawasan Danau Rawapening berbasis kewilayahan dan kebijakan penanganan enceng gondok
melalui pelibatan masyarakat
12. Pengembangan regulasi /kebijakan pengelolaan Danau Rawapening dan Daerah Tangkapan Air (DTA).
13. Pengembangan kebijakan garis sempadan dan proteksi sumber daya alam
14. Pengembangan zonasi pemanfaatan Danau Rawapening
15. Pengembangan pemanfaatan enceng gondok untuk peningkatan pendapatan masyarakat
16. Pengembangan ekoturisme
17. Pengembangan forum peduli lingkungan
No. PROGRAM SUPER PRIORITAS PENANGGUNG JAWAB PENDUKUNG
KEMENTERIAN
7.
Pengembangan pengelolaan perikanan ramah lingkungan Danau Rawapening.
Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Jateng
Dinas Peternakan dan Perikan Kab. Semarang, Dinas Pertanian Kota Salatiga
Kementerian Kelautan dan Perikanan,
8. Pengembangan ipal terpadu
Dinas Cipkataru Prov. Jateng,
BLH Prov. Jateng, Dinas Ciptakarya Kab. Semarang, Dinas Tata Kota Salatiga, BLH
Kab. Semarang, KLH Kota Salatiga, Kementerian PU,
9. Pengembangan drainase terpadu
Dinas Cipkataru Prov. Jateng,
Dinas Ciptakarya Kab. Semarang, Dinas Tata Kota Salatiga, BLH Kab. Semarang,
KLH Kota Salatiga, Kementerian PU,
10.
Pengembangan pusat penelitian Danau Rawapening
UNDIP Balitbang Prov. Jateng, Bappeda Kab.
Semarang, Bappeda Kota Salatiga Menristek
11.
Perencanaan pembangunan kawasan Danau Rawapening berbasis kewilayahan dan kebijakan penanganan enceng gondok melalui pelibatan masyarakat.
Bappeda Prov. Jateng Bappeda Kab. Semarang, Bappeda Kota
Salatiga Kementerian Dalam Negeri
3
12.
Pengembangan regulasi /kebijakan pengelolaan Danau Rawapening dan Daerah Tangkapan Air (DTA).
Bappeda Prov. Jateng Bappeda Kab. Semarang, Bappeda Kota
Salatiga Kementerian Dalam Negeri
13.
Pengembangan kebijakan garis sempadan dan proteksi sumber daya alam.
Balai Besar Besar Wilatah Sungai Pemali-Juawana
Bappeda Prov. Jateng, Bappeda Kab. Semarang, ESDM Kab. Semarang, ESDM Kota Semarang, Bappeda Kota Salatiga
Kementerian PekerjaanUmum
14.
Pengembangan zonasi pemanfaatan Danau Rawapening
BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI PEMALI-JUANA
PSDA Prov. Jateng, Bappeda Kab. Semarang, ESDM Kab. Semarang, ESDM Kota Semarang, Bappeda Kota Salatiga
Kementerian PekerjaanUmum
15.
Pengembangan pemanfaatan enceng gondok untuk peningkatan pendapatan masyarakat
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Prov. Jateng
Disperindag Kab. Semarang, Disperindagkop dan UMKM Kota Salatiga,
Kementerian Riset dan Teknologi
16.
Pengembangan ekoturisme
Dinas Pariwisata Prov. Jateng Dinas Pariwisata Kab. Semarang, Dinas
Kota Salatiga. Kementerian Pariwisata
17.
Pengembangan forum peduli lingkungan
BLH Prov. Jateng BLH Kab. Semarang, KLH Kota Salatiga Kementerian Lingkungan Hidup
L A M P I R A N
1 2 3 4 5
a. Secara mekanik (pemanenan)Covering danau oleh eceng
gondok (%)70,00 20,00 20,00 20,00 20,00 20,00
b. Biokontrol ikan koan (grass carp) berat
100 gramna 25.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000
c. Herbisida ramah lingkungan herbisida (liter) na 267,00 267,00 267,00 267,00 267,00
1 2 3 4 5
a. Rehabilitasi lahan kritis secara
sipil teknis
b. Rehabilitasi lahan kritis secara
vegetatif
c. Pengaturan pola tanam
e. Pengembangan agroforestry Hutan rakyat (ha) 2,19 2,19 3,64 5,09 6,54 8,00
f. Pembuatan bronjong/pelindung
tebing
Laju erosi (ton/ha/th) 118,37 118,37 100,40 80,90 65,78 40,00
g. Monitoring debit dan sedimen Laju sedimentasi (ton/th) 778,93 778,93 650,00 500,00 400,00 300,00
Volume air danau (1000m3) 29.617,00 35.000,00 40.000,00 45.000,00 45.000,00 46.100,00
Rerata kedalaman danau (m) 3,87 4,57 5,22 5,88 5,88 6,00
Dam pengendali (unit) na 9,00 9,00 19,00 19,00 19,00
i. Pengerukan tanah gambutpengerukan tanah gambut
(ha/th)133,50 133,50 133,50 133,50 133,50 133,50
Debit air ke PLTA Jelok
(m3/det)
8,36 8,36 8,40 8,60 7,30 7,30
Irigasi dari danau Rawapening
(Ha)
39.227,00 39.227,00 40.000,00 41.000,00 42.000,00 43.000,00
Debit ke sal irigasi (m3/det) 0,50 0,50 0,80 1,00 1,10 1,10
Banjir bandang Kab Smg (%) 0,85 0,85 0,70 0,50 0,40 0,20
Persentase desa terkena banjir
(Demak)
29,72 29,72 22,00 17,00 10,00 3,00
Banjir bandang Demak (%) 0,40 0,40 0,30 0,20 0,15 0,10
Persentase desa terkena banjir
(Kab Smg)
9,36 9,36 7,00 5,00 3,00 1,00
jumlah sumur resapan (unit) na 100,00 200,00 300,00 400,00 464,00
lubang biopori (unit) na 15.000,00 30.000,00 45.000,00 60.000,00 75.000,00
1 2 3 4 5
a. Pre-impoundment Total Nitrogen (mg/L) 0,11 0,11 0,09 0,08 0,07 <0,065
b. Pembuatan IPAL komunal di
daerah hulu
Amonia (mg/L) 0,162 -1 0,80 0,61 0,41 0,22 <0,02
Klorofil-a mg/L 0,120 0,100 0,050 0,001 0,003 0,005
Kecerahan air (m) 0,59±0,23 0,80 1,00 2,00 3,00 4,00
1. PENANGANAN ECENG GONDOK
KEGIATAN INDIKATOR/OUTPUTTARGET CAPAIAN (TAHUN KE)
417,26 394,08 370,90
Laju erosi dan
sedimentasi
TARGET CAPAIAN (TAHUN KE)
Berkurangnya daerah
resapan
d. Pengembangan drainase irigasi
terpisah dengan drainase limbah
PERMASALAHAN
3. PENURUNAN KANDUNGAN NUTRIEN PERAIRAN DANAU RAWAPENING
5.905,67 5.536,57
BASELINE
TARGET CAPAIAN (TAHUN KE)
penurunan kuantitas
air, sehingga fungsi
plta, irigasi, perikanan
dan wisata terganggu
347,72
6.274,78
440,44
Pendangkalan danau
PERMASALAHAN
Lahan terbuka/kritis
PENANGGUNG
JAWABPENDUKUNG
Dinas Pertanian
Kab. Semarang,
Dinas Pertanian
Kota Salatiga
PERMASALAHAN KEGIATAN INDIKATOR/OUTPUT BASELINE
KEMENTERIAN
BPDAS Pemali
Jratun
Dinas
Kehutanan
Provinsi Jateng,
BLH Prov.
Jateng, PSDA
Prov. Jateng,
BLH Kab.
Semarang,
Dinas Pertanian
dan
Perkebunan
Kab. Semarang,
KLH Kota
Salatiga,
Jateng, ESDM
Kab. Semarang,
KLH Demak,
Dinas
Pekerjaan
Umum Demak
Kementerian
Kehutanan,
Kementerian Energi
Sumberdaya
Mineral
j. Pengaturan drainase terintegrasi
dengan kegiatan 9
Luas lahan sangat kritis (ha)
k. Pembuatan sumur resapan dan
lubang resapan biopori
PENANGGUNG
JAWAB
BASELINEINDIKATOR/OUTPUTKEGIATAN
Luas lahan kritis (ha)
463,62
PENANGGUNG
JAWABPENDUKUNG KEMENTERIAN
7.382,09 7.012,99 6.643,88
Balai Besar
Wilayah Sungai
Pemali Juwana
KKP Prov.
Jateng, PSDA
Provinsi Jateng,
Dinas ESDM
Prov. Jateng
Pekerjaan Umum,
Energi dan Sumber
Daya Mineral
2. PENANGANAN LAHAN KRITIS, EROSI, BANJIR, SEDIMENTASI
PENDUKUNG
eutrofikasi
c. Pengembangan dan koridorisasi
wetland
Dinas Pertanian
Tanaman Pangan
dan Holtikultura
Prov. Jateng, BLH
Prov. Jateng
Kementerian
Pertanian
KEMENTERIAN
h. Pembuatan bangunan
pengendali sedimentasi (cek dam)
dan Pengaturan drainase irigasi
PROGRAM SUPER PRIORITAS
PENYELAMATAN EKOSISITEM DANAU RAWAPENING
1 2 3 4 5
Total Nitrogen (mg/L) 0,11 0,11 0,09 0,08 0,07 <0,065
Amonia (mg/L) 0,162 -1 0,80 0,61 0,41 0,22 <0,02
Klorofil-a mg/L 0,120 0,100 0,050 0,001 0,003 0,005
Kecerahan air (m) 0,59±0,23 0,80 1,00 2,00 3,00 4,00
DO 1,8 – 8,9 4,00 4,90 5,90 6,90 7,90
COD19,78 –
82,0970,67 59,25 47,84 36,42 25,00
BOD5 7,68 – 12,29 10,43 8,57 6,72 4,86 3,00
pH 6 – 8,4 6 – 8,4 6 – 8,4 6 – 8,4 6 – 8,4 7 – 8,4
Konduktivitas 0,2 -0,3 0,2 -0,3 0,2 -0,3 0,2 -0,3 0,2 -0,3 0,2 -0,3
Turbiditas 41,64 41,64 29,99 18,34 7,70 6,68
TDS 0,06 0,06 0,29 0,52 0,76 1,00
TSS 0,07 0,07 0,18 0,28 0,40 0,50
TN (mg/L) 0,11 0,11 0,09 0,08 0,07 <0,065
TP (mg/L) 0,01 0,01 0,01 0,05 0,00 <0,001
logam berat Pb (mg/l) 0,06 0,06 0,04 0,03 0,02 < 0,02
logam berat Cd (mg/l) 0,02 0,02 0,02 0,01 0,01 < 0,01
logam berat Cr (mg/l) 0,09 0,09 0,07 0,04 0,01 0,01
logam berat Cu (mg/l) 0,04 0,04 0,04 0,04 0,03 < 0,03
Volume air danau (m3) 29.617,00 35.000,00 40.000,00 45.000,00 45.000,00 46.100,00
Laju erosi (ton/ha/th) 118,37 118,37 100,40 80,90 65,78 40,00
Laju sedimentasi (ton/th) 778,93 778,93 650,00 500,00 400,00 300,00
Rerata kedalaman danau (m) 3,87 4,57 5,22 5,88 5,88 6,00
Sumber air baku (liter/detik) 1.100,00 1.100,00 1.200,00 1.200,00 1.300,00 1.300,00
Debit air ke PLTA Jelok
(m3/det)
8,36 8,36 8,40 8,60 7,30 7,30
Debit ke sal irigasi (m3/det) 0,50 0,50 0,80 1,00 1,10 1,10
Irigasi dari danau Rawapening
(ha)
39.227,00 39.227,00 40.000,00 41.000,00 42.000,00 43.000,00
Luas karamba (ha) 3,78 3,78 3,78 3,78 3,78 3,78
TARGET CAPAIAN (TAHUN KE) PENDUKUNG
1 2 3 4 5
a. Pengembangan pertanian
organik
Realisis Pupuk urea Kab smg
(ton)
19.317,00 19.317,00 18.000,00 17.000,00 16.000,00 15.000,00
Realisasi Pupuk super pos (ton) 1.275,00 1.275,00 1.150,00 1.100,00 1.050,00 1.000,00
Realisasi Pupuk ZA (ton) 1.225,00 1.225,00 1.150,00 1.100,00 1.050,00 1.000,00
Pupuk NPK phonska (ton) 1.635,00 1.635,00 1.500,00 1.350,00 1.200,00 1.000,00
Banjir
b. Pengembangan sistem
drainase pertanian (terintegrasi
dengan kegiatan 9)
Irigasi dari danau Rawapening
(ha)
39.227,00 39.227,00 40.000,00 41.000,00 42.000,00 43.000,00
PENANGGUNG
JAWAB
Eutrofikasi
PERMASALAHAN
5. IMPLEMENTASI PERTANIAN RAMAH LINGKUNGAN
TARGET CAPAIAN (TAHUN KE)
c. Kajian fungsi danau
4. KAJIAN LIMNOLOGI DANAU SAAT INI DAN REKONTRUKSI KUALITAS AIR DI MASA LALU
database upaya
penyelamatan
ekosistem Danau
Rawapening
PERMASALAHAN PENANGGUNG
JAWABKEMENTERIAN
KEMENTERIAN
KEGIATAN INDIKATOR/OUTPUT BASELINE
Dinas Pertanian
Tanaman Pangan
dan Holtikultura
Prov. Jateng, BLH
Prov. Jateng
Dinas Pertanian
Kab. Semarang,
Dinas Pertanian
Kota Salatiga
Kementerian
Pertanian
PENDUKUNG
a. Kajian kualitas air
BLH Prov. Jateng BLH Kab.
Semarang, KLH
Kota Salatiga
Kementerian
Lingkungan Hidup
b. Kajian kuantitas air
INDIKATOR/OUTPUT BASELINEKEGIATAN
1 2 3 4 5
Pendapatan per kapita ( rupiah) 4.738.868 4.738.868 4.942.162 5.145.456 534.875 5.552.044
Luas lahan sangat kritis (ha) 463,62 463,62 463,62 450,00 440,00 430,00
Luas lahan kritis (ha) 7.382,09 7.382,09 7.400,00 7.600,00 7.800,00 8.000,00
Hutan rakyat (ha) 2,19 2,19 3,64 5,09 6,54 8,00
b. Pengelolaan daerah sempadan
berwawasan lingkungan Pertanian pasang surut (ha) 822,00 780,90 739,80 698,70 657,60 616,50
c. Peningkatan kepedulian
masyarakat terhadap lingkungan
Pentaatan pemanfaatan
sempadan (%)
0,00 10,00 25,00 50,00 75,00 100,00
Sumber air baku (liter/detik) 1.100,00 1.100,00 1.200,00 1.200,00 1.300,00 1.300,00
Debit air ke PLTA Jelok
(m3/det)
8,36 8,36 8,40 8,60 7,30 7,30
Debit ke sal irigasi (m3/det) 0,50 0,50 0,80 1,00 1,10 1,10
Eutrofikasie. Pembelajaran cara bertani
ramah lingkunganKelompok tani organik na 1/kec 10/kec 20/Kec 1/desa 1/dusun
f. Peningkatan keterlibatan
masyarakat dalam aksi peduli
lingkungan
g. Sinergisme pemerintah,
masyarakat, stakeholders , dan
perguruan tinggi dalam aksi peduli
lingkungan
1 2 3 4 5
Luas karamba (ha) 3,78 3,78 3,78 3,78 3,78 3,78
Jumlah karamba (tancap dan
KJA)
752,00 752,00 752,00 752,00 752,00 752,00
Produktivitas karamba (ton/th) 215,97 900,00 980,00 1.050,00 1.150,00 1.200,00
Nilai produksi (juta rupaih) 1.993,75 1.993,75 2.093,45 2.890,00 3.790,23 3.855,00
Hasil tangkapan ikan 218,42 225,40 232,38 239,36 246,34 253,32
Pendapatan per kapita ( rupiah) 4.738.868 4.738.868 4.942.162 5.145.456 534.875 5.552.044
1 2 3 4 5
a. Pembuatan saluran
penyaring/peredam limbah rumah
tangga
Unit pengolah limbah rumah
tangga
na
1/kec 1/desa 1/RW 1/RT 1/kk
b. Pembuatan septictank
permukiman
septictank/kk na 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
c. Pembangunan IPAL komunal
(terintegrasi dengan
pembangunan drainase di Sub-
sub DAS)
d. Pembinaan pengolahan air
limbah rumah tangga
f. Monitoring kualitas air
i. Penertiban dan pengawasan ijin
pembuangan air limbah
6. PENINGKATAN KETERLIBATAN DAN KEPEDULIAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN DANAU TARGET CAPAIAN (TAHUN KE)
Dinas Cipkataru
Prov. Jateng
BLH Prov.
Jateng, Dinas
Ciptakarya Kab.
Semarang,
Dinas Tata Kota
Salatiga, BLH
Kab. Semarang,
KLH
Kepedulian
lingkungan
B. Pengembangan teknik
budidaya perikanan sesuai daya
dukung dan tampung danau
8. PENGEMBANGAN IPAL TERPADU
7. PENGEMBANGAN PENGELOLAAN PERIKANAN RAMAH LINGKUNGAN DANAU RAWAPENING
d. Efisiensi pemanfaatan fungsi
air danau
TARGET CAPAIAN (TAHUN KE)
limbah rumah tangga
A. Pengembangan budidaya
perikanan ramah lingkungan
KEMENTERIAN
Kementerian
Lingkungan Hidup
PERMASALAHAN KEGIATAN INDIKATOR/OUTPUT BASELINE PENANGGUNG
JAWABPENDUKUNG
jumlah kelompok peduli
lingkungan
sumber air baku,
debit air untuk PLTA,
debit air irigasi
Kementerian PU
KEMENTERIAN
1/th 1/9 bln 1/6blnlimbah industri
termasuk didalamnya
pertanian dan
PENDUKUNG KEMENTERIANINDIKATOR/OUTPUT
produksi perikanan
danau
Dinas Kelautan
dan Perikanan
Prov. Jateng
Dinas
Peternakan dan
Perikan Kab.
Semarang,
Dinas Pertanian
Kota Salatiga
Kementerian
Kelautan dan
Perikanan,
Badan
Pemberdayaan
Masyarakat Desa,
Prov. Jateng
Badan
Pemberdayaan
Masyarakat,
Perempuan dan
KB Kota
Salatiga, Badan
Pemberdayaan
Masyarakat
Desa, Kab.
Semarang
PERMASALAHAN
jumlah IPAL komunal 1/kec
1/4bln
Pendangkalan danau
a. Pengoptimalan tenaga kerja
lokal dalam kegiatan rehabilitasi
dan konservasi
3/Kab
1/20 kk
Frekuensi monitoring na
Pentaaatan
pemanfaatan
sempadan
PERMASALAHAN
na
KEGIATAN
KEGIATAN BASELINE PENANGGUNG
JAWAB
1/3 bln
1/desa 1/RW 1/RT
1/Desa1/Kec10/Kec20/Kec
TARGET CAPAIAN (TAHUN KE)
na
INDIKATOR/OUTPUT BASELINE PENANGGUNG
JAWABPENDUKUNG
k. Peningkatan fasilitas teknologi
pengolahan sampah
Sarana pengumpul sampah
(truk)
5,00 5,00 7,00 7,00 8,00 8,00
Container tinja (unit) 47,00 47,00 48,00 49,00 50,00 51,00
Gerobak sampah (unit) 15,00 15,00 25,00 30,00 30,00 35,00
jumlah TPS 21,00 21,00 25,00 25,00 28,00 30,00
jumlah TPA 1,00 1,00 1,00 2,00 2,00 2,00
Jumlah Truk tinja 1,00 1,00 2,00 2,00 3,00 4,00
Instalasi pengolah limbah tinja
(unit)
- - 1,00 1,00 1,00 1,00
1 2 3 4 5
Debit ke sal irigasi (m3/det) 0,50 0,50 0,80 1,00 1,10 1,10
Irigasi dari danau Rawapening
(Ha)
39.227,00 39.227,00 40.000,00 41.000,00 42.000,00 43.000,00
1 2 3 4 5
a. Pengembangan database
Danau Rawapening
Jumlah macam database - 10,00 20,00 30,00 50,00 60,00
b. Pengembangan Pusat Informasi
Danau Rawapening
Jumlah akses/bln - - - - - 30,00
1 2 3 4 5
Luas lahan sangat kritis (ha) 463,62 463,62 463,62 450,00 440,00 430,00
Luas lahan kritis (ha) 7.382,09 7.382,09 7.400,00 7.600,00 7.800,00 8.000,00
Hutan rakyat (ha) 2,19 2,19 3,64 5,09 6,54 8,00
1 2 3 4 5
a. Pengembangan regulasi dalam
pengelolaan Danau Rawapening
Jumlah kasus lingkungan
tertangani (%/tahun)
na 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00
b. Sosialisasi dan Implementasi
regulasi
Pentaatan pemanfaatan
sempadan (%)
0,00 10,00 25,00 50,00 75,00 100,00
1 2 3 4 5
Jumlah peninggalan historis
dan budaya yang telah
dilestarikan
3,00 >3 >3 >3 >3 >3
Adat/tradisi/norma 5,00 minimal 5 minimal 5 minimal 5 minimal 5 minimal 5
b. Peningkatan kepedulian
masyarakat terhadap sumber daya
alam, historis, dan budaya
Kearifan lokal 4,00 minimal 4 minimal 4 minimal 4 minimal 4 minimal 4
1 2 3 4 5
a. Koordinasi dan konsultasi lintas
sektor/dinasWisatawan domestik/th 50.520 60.000,00 80.000,00 100.000,00 150.000,00 200.000,00
b. Penetapan zonasi Wisatawan asing/th 148 200 400 600 800 1000
c. Pembuatan dan sosialisasi
perundangan pengelolaan Danau
Rawapening
E. Implementasi dan Low
Enforcement
Implementasi tata ruang
kawasan (%)
na 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00
Dinas Cipkataru
Prov. Jateng,
KEGIATAN INDIKATOR/OUTPUT
Dinas Cipkataru
Prov. Jateng
BLH Prov.
Jateng, Dinas
Ciptakarya Kab.
Semarang,
Dinas Tata Kota
Salatiga, BLH
Kab. Semarang,
KLH
TARGET CAPAIAN (TAHUN KE)
TARGET CAPAIAN (TAHUN KE)
BASELINE
BASELINE
lemahnya hukum
PERMASALAHAN
INDIKATOR/OUTPUT
TARGET CAPAIAN (TAHUN KE)
KEGIATAN
TARGET CAPAIAN (TAHUN KE)
PERMASALAHAN
14. PENGEMBANGAN ZONASI PEMANFAATAN DANAU RAWAPENING
13. PENGEMBANGAN KEBIJAKAN GARIS SEMPADAN DAN PROTEKSI SUMBER DAYA ALAM
BASELINE
10. PENGEMBANGAN PUSAT PENELITIAN DANAU RAWAPENING
a. Proteksi sumber daya alam,
historis dan budaya
TARGET CAPAIAN (TAHUN KE)
INDIKATOR/OUTPUT BASELINE
Pemanfaatan daerah
sempadan secara liar
11. PERENCANAAN PEMBANGUNAN KAWASAN RAWAPENING BERBASIS KEWILAYAHAN
12. PENGEMBANGAN REGULASI /KEBIJAKAN PENGELOLAAN DANAU RAWAPENING DAN DTA
Lemahnya
penegakan hukum
Kementerian PU
sampah
Dinas
Ciptakarya Kab.
Semarang,
9. PENGEMBANGAN DRAINASE TERPADU
KEGIATAN
l. Fasilitasi kerjasama antar
kabupaten/kota dalam
pengelolaan sampah
PERMASALAHAN INDIKATOR/OUTPUT PENDUKUNG
BASELINE PENANGGUNG
JAWABPENDUKUNG
Menristek
PENANGGUNG
JAWAB
KEMENTERIAN
PENDUKUNG KEMENTERIAN
Banyak
kajian/penelitian yang
telah dilakukan di
Danau Rawapening
Banyaknya hutan
yang gundul,
tingginya laju erosi,
PERMASALAHAN KEGIATAN INDIKATOR/OUTPUT
PERMASALAHAN KEGIATAN INDIKATOR/OUTPUT
KEMENTERIAN
Bappeda Kab.
Semarang,
Bappeda Kota
Salatiga
PENANGGUNG
JAWABPENDUKUNG
PENANGGUNG
JAWABPENDUKUNG
Bappeda Prov.
Jateng
Balai Besar Besar
Wilayah Sungai
Pemali-Juwana
PSDA Prov.
Jateng,
Bappeda Kab.
Semarang,
ESDM Kab.
Semarang,
ESDM Kota
Semarang,
Kementerian
PekerjaanUmum
Kementerian Dalam
Negeri
TARGET CAPAIAN (TAHUN KE)
Kementerian
PekerjaanUmum
Balitbang Prov.
Jateng,
Bappeda Kab.
Semarang,
PENANGGUNG
JAWAB
Kementerian Dalam
Negeri
PENANGGUNG
JAWAB
PENDUKUNG KEMENTERIAN
KEMENTERIAN
UNDIP
KEMENTERIAN
BASELINE
Implementasi perencanaan
pembangunan Kawasan
Rawapening
Bappeda Prov.
Jateng
Bappeda Kab.
Semarang,
Bappeda Kota
sistem drainase
buruk, drainase
limbah belum
a. Implementasi drainase limbah
terintegrasi
PERMASALAHAN KEGIATAN
Tata ruang
Balai Besar Besar
Wilayah Sungai
Pemali-Juwana
Bappeda Prov.
Jateng,
Bappeda Kab.
Semarang,
ESDM Kab.
Semarang,
ESDM Kota
Kementerian PU,
1 2 3 4 5
a. pembuatan kerajinan dan kertas
dari eceng gondokJumlah pengrajin eceng gondok 3,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00
b. Pakan ternak dari eceng
gondokJumlah tenaga kerja terserap 19.046,00 20.000,00 21.000,00 22.000,00 23.000,00 24.000,00
c. Pembuatan kompos dari eceng
gondok dan gambutJumlah unit usaha 7.111,00 7.500,00 7.800,00 8.100,00 8.300,00 8.500,00
d. Pemanfaatant eknologi tepat
guna berwawasan lingkungan
untuk pengembangan usaha
kelompok tani
Pendapatan per kapita ( rupiah) 4.738.868 4.738.868 4.942.162 5.145.456 534.875 5.552.044
1 2 3 4 5
a. Pengembangan landmark
wisata RawapeningWisatawan domestik/th 50.520 60.000,00 80.000,00 100.000,00 150.000,00 200.000,00
Dinas Pariwisata
Prov. Jateng
Dinas
Pariwisata Kab.
Semarang,
Dinas Kota
Salatiga.
Kementerian
Pariwisata
Wisatawan asing/th 148 200 400 600 800 1000
b. Promosi ekoturisme Jumlah hotel di DTA 223,00 223,00 223,00 223,00 223,00 223,00
Jumlah restoran di DTA 5,00 5,00 6,00 10,00 10,00 15,00
Pendapatan masyarakat sekitar
danau/th
5.768.150 6.797.432 7.826.714 8.855.996 9.885.278 10.914.560
1 2 3 4 5
Pertanian, perikanana. Optimalisasi aksi peduli
lingkungan
Jumlah aktivitas peduli
lingkungan (/th)1,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00
c. Pemberdayaan ekonomi
masyarakat melalui pemanfaatan
potensi Danau Rawapening yang
berwawasan lingkungan
Pendapatan masyarakat sekitar
danau (Rp/th)5.768.150 6.797.432 7.826.714 8.855.996 9.885.278 10.914.560
d. Pelatihan untuk peningkatan
ketrampilan masyarakatPendapatan per kapita ( rupiah) 4.738.868 4.738.868 4.942.162 5.145.456 534.875 5.552.044
PERMASALAHAN KEGIATAN
15. PENGEMBANGAN PEMANFAATAN ECENG GONDOK UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT
Eceng Gondok
c. Pengembangan sarana
prasarana
INDIKATOR/OUTPUT
Danau Rawapening
merupakan land
mark Jawa Tengah
yang rendah
wisatawan
PERMASALAHAN KEGIATAN INDIKATOR/OUTPUT BASELINE PENANGGUNG
JAWABPENDUKUNG
TARGET CAPAIAN (TAHUN KE)
16. PENGEMBANGAN EKOTURISME
17. PENGEMBANGAN FORUM PEDULI LINGKUNGAN
TARGET CAPAIAN (TAHUN KE) PENANGGUNG
JAWABPENDUKUNG KEMENTERIAN
Kementerian Riset
dan Teknologi
rendahnya pendapatan
BASELINE
PERMASALAHAN KEGIATAN INDIKATOR/OUTPUT BASELINE
Kementerian
Lingkungan Hidup
KEMENTERIAN
PENANGGUNG
JAWABPENDUKUNG
BLH Prov. Jateng
BLH Kab.
Semarang, KLH
Kota Salatiga
Dinas
Perindustrian dan
Perdagangan
Prov. Jateng
Disperindag
Kab. Semarang,
Disperindagkop
dan UMKM Kota
Salatiga,
TARGET CAPAIAN (TAHUN KE)KEMENTERIAN