i
Efektifitas Lima Isolat Cendawan Endofit Dalam Menekan Pertumbuhan Cendawan (Phytophthora palmivora Butler) Pada
Tanaman Kakao (Theobroma cacao)
OLEH: S U A R D I G411 07 036
JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2013
ii
Efektifitas Lima Isolat Cendawan Endofit Dalam Menekan Pertumbuhan Cendawan (Phytophthora palmivora Butler) Pada
Tanaman Kakao (Theobroma cacao)
Oleh:
S U A R D I G411 07 036
Laporan Praktik Lapang Dalam Mata Ajaran Minat Utama Ilmu Penyakit Tumbuhan
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Pada
Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin
JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian :
Nama Mahasiswa : Suardi
Nomor Pokok : G411 07 036
Menyetujui,
Dr. Ir. Nur Amin. Dipl. Ing. Agr Prof. Dr. Ir. Baharuddin. Dipl. Igr. Agr Pembimbing I Pembimbing II
Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan
Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin
Dr. Ir. Nur Amin. Dipl. Ing. Agr Ketua Jurusan
Tangga Pengesahan: Agustus 2013
Efektifitas Lima Isolat Cendawan Endofit Dalam
Menekan Pertumbuhan Cendawan (Phytophthora
palmivora Butler) Pada Tanaman Kakao (Theobroma
cacao)
iv
PANITIA UJIAN SARJANA
JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
(TIM PENGUJI)
Dr. Ir. Nur Amin. Dipl. Ing. Agr Prof. Dr. Ir. Baharuddin. Dipl. Igr. Agr Ketua Sekertaris
Dr. Ir. Andi Nasruddin, M. Sc Anggota
Dr. Ir. Thamrin Abdulah, M. Sc Dr. Ir. Daniel Rahim, M. Si Anggota Anggota
Tanggal Pengesahan : Agustus 2013
v
ABSTRAK
SUARDI (G411 07 036). Efektifitas Lima Isolat Cendawan Endofit Dalam Menekan Pertumbuhan Cendawan (Phytophthora palmivora Butler) Pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao). Di bawah bimbingan NURAMIN dan BAHARUDDIN)
Penelitian ini bertujuan untuk mengamati daya hambat cendawan endofit dalam menekan serangan penyakit busuk buah (Phytophthora palmivora Butler) pada pertanaman kakao. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2013 di Kampong Baru, Kelurahan Kampong Baru, Kecamatan Kulo, Kabupaten Sidrap. Persiapan yang dilakukan yaitu perbanyakan ke-5 cendawan endofit yang diambil dari koleksi Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, kemudian cendawan endofit tersebut diencerkan untuk diaplikasi pada buah. Pengamatan yang dilakukan sebanyak 4 kali dengan 6 perlakuan, yaitu kontrol (P. Palmivora), P1 (Fusarium sp + P. Palmivora), P2 (Trichoderma sp + P. Palmivora), P3 (Isolat X + P. Palmivora), P4 (Aspergillus sp + P. Palmivora), dan P5 (Beauveria sp + P. Palmivora). Perlakuan dilakukan dengan melubangi buah kakao menggunakan kordbower untuk kemudian diinfeksikan P. Palmivora setelah dua minggu diaplikasikan Cendawan Endofit, kemudian setiap 2 harinya dilakukan pengamatan perkembangan luas gejala. Hasil pengamatan menunjukan bahwa beberapa cendawan endofit efektif dalam menekan perkembangan luas gejala penyakit P. Palmivora. Cendawan endofit yang efektif diataranya Fusarium sp, Trichoderma sp, dan Isolat X. Pada Aspergillus sp dan Beauveria sp. hanya menunjukan penghambatan pada pengamatan awal, sedangkan pada pengamatan lebih lanjut memperparah luas gejala serangan P. Palmivora. Kata Kunci : Cendawan endofit, P.Palmivora, Fusarium sp, Trichoderma sp, Isolat X, Aspergillus sp, Beauveria sp.
vi
ABSTRAC
SUARDI (G411 07 036). Effication Assay of Five Fungal Endophytes Isolates in Supressing the Growth of Phytophthora palmivora Butler in Cocoa (Theobroma Cacao Linn.) Cultivation. Supervised by NURAMIN and BAHARUDDIN.
The purpose of this study were to observed the efficacy of five fungal endhophytes on inhibiting growth of the Phytophthora palmivora Butler in cacao cultivating. This research was held on February untill March 2013 at Kampong Baru, Kulo Sub-District, District of Sidrap. Five isolates of fungal endophytes were brought from Pest and Plant Disease Department, Faculty of Agriculture, Hasanuddin University fungus collection specimen. Each fungal endhophytes was mixed into liquid to applied on cacao fruits. Observation has done 4 times with 6 treatments. The treatments consist of control (P. Palmivora), P1 (Fusarium sp + P. Palmivora), P2 (Trichoderma sp + P. Palmivora), P3 (Isolat X + P. Palmivora), P4 (Aspergillus sp + P. Palmivora), and P5 (Beauveria sp + P. Palmivora). To applied the treatments, make the hole on the fruit used kardbower then P.Palmivora were infected two weeks after fungal endhophytes applied. Then each 2 days observed the wide growth of the symptoms. The result showed that some fungal endhophytes were effectively suppress wide growth symptom of P. Palmivora. Fusarium sp, Trichoderma sp, dan Isolat X are effective in suppressing the wide growth symptom. Meanwhile, Aspergillus sp and Beauveria sp only suppressing at the early observation, and the wide growth symptoms of P.Palmivora more worst at the further observation.
Key Words : Fungal Endhophytes, P.Palmivora, Fusarium sp, Trichoderma sp, Isolat X, Aspergillus sp, Beauveria sp.
vii
KATA PENGANTAR
Assalamuaaikum wr. Wb
Alla’humma salli ala Muhammad wa’ali Muhammad
Alhamdulillah segala puji hanya bagi Allah. Shalawat dan salam semoga
selalu terlimpahkan kepada Rasulullah saw, beserta keluarga, sahabat, dan orang-
orang yang mengikuti beliau hingga hari akhir.
Syukur Kepada Allah yang berkat kemudahan dari-nya saya dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Efektifitas Lima Isoat Cendawan Endofit
Dalam Menekan Pertumbuhan Penyakit Busuk Buah (Phytopthora palmivora
Butler) Kakao (Theobroma cacao)”. Penulis berharap, apa yang penulis usahakan
ini dapat bermanfaat bagi para Petani dan Masyarakat Indonesia umumnya. Amin.
Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Ayahanda dan Ibunda Abd. Rahim Tahir dan Maria Kele atas cinta dan kasih
sayangnya dalam memberikan dukungan mori dan materil yang tak ternilai demi
keberhasilan penulis menjaani proses pendidikan. Serta kepada orang tua angkat
ku Rusnah Tahir, Sapia Tahir, dan Rahman Tahir yang telah mendidik dan
membesarkan penulis dan Sodara-sodara ku (Ichal, Taqwin, Nurul). Terima kasih
atas bantuannya kepada penulis selama proses pengerjaan peneitian dan penulisan
skripsi.
.Penghargaan yang tulus dan ucapan terima kasih dengan penuh keikhlasan
juga penulis ucapkan kepada:
Bapak Dr. Ir. Nur Amin. Dipl. Ing. Igr selaku pembimbing utama, dan bapak
Prof. Dr. Ir. Baharuddin. Dipl. Ing. Agr selaku pembimbing kedua atas
kesediaan dan kesabaran untuk membimbing dan membagi ilmu kepada
penulis.
Bapak Dr. Ir. Andi Nasruddin. M. Sc, bapak Dr. Ir. Thamrin Abdullah. M. Sc,
bapak Dr. Ir. Daniel Rahim. M.si selaku anggota tim penguji yang teah
viii
meluangkan waktunya untuk memberikan saran dan arahan kepada penulis
dalam penyusunan skripsi ini.
Para Dosen Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan yang telah
mengasuh dan mendidik penulis selama dibangku kuliah hingga berhasil
menyelesaikan studi.
Para Staf Jurusan atas bantuan, pelayanan, dan kerjasamanya yang diberikan
kepada penulis.
Ka’ Suri yang selalu memberikan jaminan hidup selama dikampus.
Terima kasih kepada Ka’ Asman, ka’ Ayyub, dan ka’ Ardan atas arahannya
selama peneitian
Kawan-kawan ku di FORMASI, LISAN, HMPT, BEM Pertanian, dan HMI
Komisariat Pertanian atas segala dukungan moril dan materilnya selama
penulis menjalani aktifitas dikampus.
Akhir kata, kami serahkan semua urusan kepada Allah. Tiada yang kami
harapkan selain kebaikan darinya semata.
Wallahu a’lam bish-shawab
Wassalumualaikum wr. Wb
Makassar, 16 Agustus 2013
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK .................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................... vi
DAFTAR ISI ............................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................. 1
Hipotesis ...................................................................................... 6
Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................. 6
BAB II TUJUAN PUSTAKA
Busuk buah (Phytophthora palmivora Butler) .............................. 7
Morfologi Phytophthora palmivora Butler ................................... 7
Daur Hidup Phytophthora palmivora Butler ................................. 8
Gejala Serangan dan Arti Ekonomi .............................................. 9
Cendawan Endofit ........................................................................ 11
Fusirium sp .................................................................................. 15
Trichoderma sp ............................................................................ 17
Aspergillus sp .............................................................................. 18
Beauveria sp .............................................................................. 20
x
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu ....................................................................... 21
Metode Penelitian :
1. Persiapan ................................................................................ 21
2. Pemurnian Isolat Cendawan endofit ....................................... 21
3. Penentuan konsentrasi ............................................................ 22
4. Uji daya hambat ..................................................................... 22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil ............................................................................................ 24
Pembahasan ................................................................................. 28
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan .................................................................................. 32
Saran ............................................................................................ 32
DAFRAT PUSTAKA ................................................................................. 33
LAMPIRAN TABEL ................................................................................. 37
LAMPIRAN GAMBAR ............................................................................. 53
xi
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman
1. Macam-Macam Cendawan Endofit Pada Tanaman Inang ......................... 5
2. Analisis Statistik dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) terhadap Pengaruh Penggunaan Cendawan Endofit terhadap Perkembangan Gejalah Penyakit P. palmivora Pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao) .......................................................................... 26
LAMPIRAN
1. Data Pengamatan Pengaruh Penggunaan Cendawan Endofit terhadap Perkembangan Gejalah Penyakit P. palmivora Pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao) ............................................................................................ 37
2. Rata-rata Perkembangan Cendawa Endofit dalam Menekan Pertumbuhan Cendawan (Phytophthora palmivora Butler) pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao): 2.1.Rata-rata Pengamatan 1 ...................................................................... 39 2.2.Rata-rata Pengamatan 2 ...................................................................... 39 2.3.Rata-rata Pengamatan 3 ...................................................................... 39 2.4.Rata-rata pengamatan 4 ..................................................................... 40 2.5.Rata-rata pengamatan 5 ...................................................................... 40 2.6.Rata-rata pengamatan 6 ..................................................................... 40
3. Rata-rata Pengamatan Hasil Transformasi (√X+1) Perkembangan Cendawa Endofit dalam Menekan Pertumbuhan Cendawan (Phytophthora palmivora Butler) pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao) 3.1.Pengamatan 1 ..................................................................................... 41 3.2.Pengamatan 2 ..................................................................................... 41 3.3.Pengamatan 3 ..................................................................................... 41 3.4.Pengamatan 4 ..................................................................................... 42 3.5.Pengamatan 5 ..................................................................................... 42 3.6.Pengamatan 6 ..................................................................................... 42
4. Analisis Sidik Ragam Pengamatan Perkembangan Cendawa Endofit Dalam Menekan Pertumbuhan Cendawan (Phytophthora palmivora Butler) pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao). ................................... 43
xii
5. Analisis Statistik, Uji Beda Nyata Terkecil (BNJ) Pengamatan Perkembangan Cendawa Endofit dalam Menekan Pertumbuhan Cendawan (Phytophthora palmivora Butler) pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao). .................................................... 45
6. Analisis Regresi Perkembangan Cendawa Endofit dalam Menekan Pertumbuhan Cendawan (Phytophthora palmivora Butler) pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao) ............................................ 46
xiii
LAMPIRAN GAMBAR
No Teks Halaman
1. Cara Menghitung Diameter Gejala P.palmivora ..................................... 23
2. Pengaruh penggunaan Cendawan Endofit terhadap perkembangan penyakit P. palmivora pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao) ........... 25
3. Foto Perlakuan pada Kontrol .................................................................. 53
4. Foto Perlakuan pada Fusarium sp ........................................................... 53
5. Foto Perlakuan pada Trichoderma sp ..................................................... 54
6. Foto Perlakuan pada Isolat X .................................................................. 55
7. Foto Perlakuan pada Aspergillus sp ........................................................ 55
8. Foto Perlakuan pada Beauveria sp .......................................................... 56
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kehidupan manusia modern saat ini tidak terlepas dari berbagai jenis
makanan yang salah satunya adalah cokelat. Sejak 1000 SM bangsa-bangsa yang
mendiami daerah Meso-Amerika, Amerika Tengah sampai bagian utara Amerika
Selatan sudah mengkonsumsi cokelat. Resep minuman coklat dan cara
pengolahan biji kakao pertama kali di temukan oleh suku maya. Coklat di olah
dalam berbagai macam olahan, mulai dari pengolahan dalam bentuk minuman hot
and cold chocolate yang saat ini kita temui di restoran-restoran. Hanya saja dalam
pengolahannya mereka menambahkan rempah-rempah seperti kayu manis,
vanilla, annatto, bubuk cabai, dan lain sebagainya.
Pada akhir abad 15, bangsa-bangsa Eropa terlena pada euforia penjelahan
dunia, saat itu juga cokelat mengalami babak baru yang dimulai ketika
ditemukannya Amerika Selatan oleh Christopher Colombus.Dia juga diyakini
sebagai orang pertama minum “air pahit” pada 1502 di Nicaragua.Tetapi yang
mempopulerkan cokelat ke dunia adalah Hernan Cortez yang memimpin ekspedisi
ke Amerika selatang di tahun 1519. Tujuh tahun kemudian dia kembali ke
Spanyol dengan membawa biji kakao sebagai bahan baku dan tentu resep
pembuatan minuman ini. Minuman ini mulai populer di Eropa, setelah mengalami
sedikit modifikasi. Lada, kayu manis, cabai, tepung jagung, dan rempah-rempah
2
lainnya dicoret, kecuali vanila yang masih diperta-hankan. Sebagai gantinya, susu
dan gula masuk ke dalam resep. Sejak itu cokelat menjadi primadona di benua
ini.Negara-negara seperti, Prancis, Belgia, Italia, Spanyol, atau Swiss mulai meng-
eksplorasi biji kakao.Permintaan kakao di Eropa mulai tinggi, dan ini dilirik
sebagai bisnis baru.Mereka mulai menanam kakao di koloni-koloni
mereka.Spanyol membawa kakao ke Filipina, Prancis ke Pantai Gading, Belanda
ke Indonesia, dan Inggris ke Malaysia.
Kakao menjadi salah satu komoditi ekspor yang mempunyai keunggulan
komparatif yang merupakan modal utama yang harus ada pada suatu produk untuk
memiliki kekuatan kompetitif. Sebagai komoditas terpenting ketiga setelah karet
dan kelapa sawit, kakao merupakan salah satu sumber utama pendapatan petani di
33 provinsi dengan keterlibatan petani sejumlah 1.475.353 KK (Ditjen
Perkebunan, 2010). Dengan semakin besarnya masyarakat Indonesia yang bekerja
di kakao disadari atau tidak kakao telah menjadi kekuatan ekonomi masyarakat
dan Negara Indonesia. Disamping itu kakao juga berperan dalam mendorong
pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri yang diharapkan mampu
berperan sebagai salah satu komoditi yang akan menciptakan tricle down effect
dalam perekonomian nasional dan daerah.
Upaya pengembangan kakao dihadapkan berbagai kendala antara lain (1)
produktivitas tanaman dibawah potensi normal karena banyaknya tanaman tua dan
banyak tanaman tidak dirawat dengan baik; (2) adanya berbagai serangan hama
atau penyakit yang sulit dikendalikan oleh petani secara individual; (3) mutu biji
rendah; (4) industri hilir dalam negeri belum berkembang sehingga masih dalam
3
bentuk produk primer; (5) sulitnya petani mendapatkan pendanaan khusus untuk
pengembangan kakao. Selain itu terdapat infestasi serangga, biji berjamur, dan
bercampur dengan kotoran atau benda-benda asing lainnya. Dampaknya di negara
tujuan ekspor terutama di Amerika Serikat kakao Indonesia diberlakukan
automatic detention atau potongan harga sehingga harganya lebih rendah daripada
kakao dari negara lain. Beberapa faktor yang menyebabkan beragamnya mutu
kakao yang dihasilkan selain karena penanganan dari tingkat on- farm, juga
karena penanganan pascapanen serta pengawasan mutu yang belum optimal.
Menurunnya produksi dan produktivitas kakao salah satunya disebapkan
oleh serangan penyakit pada pertanaman kakao. Beberapa patogen cendawan
menyerang tanaman kakao dan menyebapkan kehilangan hasil yang besar
dibanyak wilayah produksi. Penyakit utama yang menyerang diantaranya yaitu
Busuk buah (Pyytopthora sp.) (Wood dan Lass, 2001 dalam Bailey et al., 2008).,
penurunan produksi akibat serangan penyakit ini berpariasi pada setiap Negara
dengan kisaran 20-80 %. Kerugian akibat serangan P. palmivora pada tanaman
kakao di Indonesia berkisar 32,60 % – 52,99 %, dengan tingkat serangan berbeda
disetiap daerah. Hasil survei di Sulawesi Tengah menunjukkan serangannya
berkisar 15-90 % (Umrah, 2009). Penyakit busuk buah dijumpai di semua
perkebunan kakao di seluruh dunia, dan menyebabkan kerugian produksi dunia
sampai 30 % (Lambert, 2001).
Melihat kerusakan tanaman kakao dan serangan penyakit yang tinggi,
petani terpaksa mengusahakan pengadaan pestisida kimia. Namun karena
keterbatasan petani dalam permodalan, pengetahuan dan ketrampilan tentang
4
aplikasi pestisida kimia, serta terbatasnya jumlah bantuan pestisida kimia dari
pemerintah, maka praktek aplikasi pestisida oleh petani menjadi tdak tepat
termasuk tepat jenis, konsentrasi, dan dosis. Petani terpaksa melakukan
penyemprotan pestisida dengan dosis yang kurang dari dosis anjuran. Secara
ilmiah dapat dibuktikan bahwa penyemprotan pestisida yang tidak tepat dosis dan
konsentrasi dapat mendorong terjadinya resistensi dan resurjenisi hama yang
berakibat meningkatnya populasi hama lebih cepat dibandingkan sebelum
dilakukan penyemprotan. Banyak jenis formulasi fungisida yang pada saat ini
diijinkan pemerintah untuk dipasarkan dan digunakan pada tanaman kakao telah
dilaporkan terbukti mendorong semakin tingginya serangan penyakit.Karena
penggunaan fungisida yang tidak tepat membuat cendawan endofit ikut terkena
sehingga antagonis juga ikut mati (Anonim, 2011).
Tingginya potensi kerugian yang disebapkan oleh penyakit Busuk buah
(Phytophthora palmivora Butler) memerlukan sebuah metode pengandalian yang
efektif dan efisien dengan system berkelanjutan, pengandalian hayati menjadi
salah satu solusi untuk pengendalian secara berkelanjutan. Penggunaan jamur
antagonis sebagai agen hayati harus dalam bentuk formulasi yang tepat dengan
bahan yang mudah tersedia (Lewis dan Papavizas, 1991). Mekanisme
pengendalian Cendawan endofityang bersifat spesifik target, mengoloni rhizosfer
dengan cepat dan melindungi akar dan buah dari serangan jamur patogen,
mempercepat pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil produksi tanaman,
menjadi keunggulan lain sebagai agen pengendali hayati.
5
Identifikasi cendawan endofit sedang dilakukan dan ada beberapa isolat
ditemukan pada biji kakao. Cendawan endofit di Panama dan di Brazil digunakan
untuk mengendalikan penyakit busuk buah yang disebabkan Phytophthora sp. dan
Moniliophthora serta penyakit sapu setan yang disebabkan oleh cendawan
Crinepellis perniciosa (Ade Rosmana, 2005). Selain itu Macam-macam
cendawan endofit yang telah dilaporkan oleh beberapa peneliti dengan berbagai
tanaman inang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Cendawan yang telah diketahui sebagai cendawan Endofit
Genus Tanaman Inang Author
Fusarium Kelapa sawit, jagung,
pisang, tomat
Nur Amin, 1994;2011a;2011b; Schuster et
al., 1994; Hallman., 1994
Trichoderma Kelapa sawit, jagung Nur Amin, 2011a;2011b
Beauveria Kelapa Sawit Nur Amin, 2011a
Aspergillus Kelapa sawit, Jagung Nur Amin, 2011a;2011b
Hubungan antara cendawa endofit dan tanaman inangnya merupakan hubungan
symbion dimana kedua belah pihak untuk kehidupannya saling menguntungkan.
Cendawan endofit memperoleh substrat nitrogen dan karbohidrat dari tanaman inang,
dimana substrat ini dibuang keluar oleh tanaman sebagai bagian dari sistem pembuangan
bagi tanaman dari zat-zat beracun. Substrat ini kemudian ditangkap oleh cendawan
endofit untuk dipergunakan dalam kehidupannya (Nur Amin; Asman dan Thamrin
Abdullah, 2010).
Berdasarkan potensi yang dimiliki Cendawan endofit maka pemanfaatan jamur
tersebut sebagai agen hayati untuk mengendalikan jamur pathogen Phytophthora
6
infestans pada tanaman kakao yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan sangatlah
penting di dalam menunjang program PHT. Oleh karena itu perlu dikaji beberapa
Mikroorganisme yang bersifat antagonis yang mampu menekan serangan Busuk Buah
(Phytopthora palmivora Butler) dengan melakukan pengujian efektifitas sebagai
cendawan endofit pertanaman kakao.
HIPOTESIS
Akan ada satu atau lebih jenis mikroorganisme antagonis yang mampu menekan
serangan penyakit Busuk Buah (Phytopthora palmivora Butler) pada pertanaman kakao.
TUJUAN DAN KEGUNAAN
Tujuan percobaan ini untuk mengamati daya hambat mikroorganisme Antagonis
dalam menekan serangan penyakit Busuk buah (Phytophthora palmivora Butler) pada
pertanaman kakao.
Kegunaan dari percobaan ini adalah sebagai bahan informasi mengenai
Mikroorganisme apa yang dapat berperan dalam menekan serangan penyakit Busuk buah
(Phytophthora palmivora Butler) pada pertanaman kakao.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Busuk buah (Phytophthora palmivora Butler)
Penyakit busuk buah pada tanaman kakao disebabkan oleh Phytophthora
palmivora menurut anonim (2011), cendawan ini tergolong dalam :
Klasifikasi phytophthora palmivora
Kingdom : Stramenophiles
Kelas : Oomycetes
Ordo : Peronosporales
Famili : Pythiaceae
Genus : Phytophthora
Spesies : Phytophtora palmivora Butler
Morfologi
Phytophthora merupakan marga yang memiliki sporangium yang jelas
berbentuk seperti buah jeruk nipis dengan tonjolan di ujungnya. Sporangium ini
tidak tahan kering, jika ada air maka sporangium ini akan melepaskan zoospora-
nya. Zoospora berenang-renang kemudian membentuk kista pada permukaan
tanaman dan akhirnya berkecambah dengan menghasilkan hifa yang pipih yang
masuk ke dalam jaringan inang (Gregor, 1984). Pada perkecambahan secara tidak
langsung diferensiasi zoospora terjadi di dalam sporangium. Cendawan P.
palmivora merupakan cendawan yang mempunyai miselium yang menghasilkan
oospora dan zoosporangium. Zoospora mempunyai bulu cambuk. Spora seksual
8
(oospora) dihasilkan oleh penyatu gamet yang berbeda secara morfologi (Agrios,
1996). Zoosporangium dihasilkan sepanjang hifa somatik atau pada ujung hifa
dan seperangkat hifa bebas. Sporangium berukuran 36 - 80 x 26 - 40 (av 57 x 34)
mikron. Oogonium berkisar 26 - 36 dan 22 - 32 mikron. Klamidospora siap
dibentuk yang memiliki ukuran 32 - 48 mikron (Jhonson, et al., 1999).
Zoospora keluar satu persatu melalui papilia yang terdapat pada ujung
sporangium. Zoospora mempunyai dua flagella yang tidak sama panjangnya. Pada
pemeriksaan dengan mikroskop elektron diketahui bahwa flagella yang pendek
(anterior) mempunyai benang-benang yang disebut mastigonema, sedang yang
panjang (posterior) berbulu sangat halus. Jenis Phytophthora sp. tertentu
membentuk klamidospora bulat, terminal atau interkalar, berdinding agak tebal,
mula-mula hialin, akhirnya berwarna kecoklat-coklatan (Semangun, 1991).
Daur Hidup Phytophthora palmivora butler
Cendawan yang mengadakan infeksi pada buah dapat bersumber dari
tanah, batang yang sakit kanker batang, buah yang sakit, dan tumbuhan inang
lainnya (Semangun, 1996).
P. palmivora terutama bertahan dalam tanah. Dari sini dapat terbawa oleh
percikan air hujan ke buah-buah yang dekat tanah. Setelah mengadakan infeksi,
dalam waktu beberapa hari P. palmivora pada buah dapat menghasilkan
sporangium. Sporangium dapat terbawa oleh percikan air atau oleh angin dan
mencapai buah-buah yang lebih tinggi. Cendawan berada dalam tanah dapat juga
terangkut oleh serangga, antara lain semut, sehingga dapat mencapai buah-buah
yang tinggi. Dari buah-buah yang tinggi, sporangium dapat terbawa air ke buah-
9
buah dibawahnya (Semangun, 1996). Cendawan ini dapat bertahan dalam
berbulan-bulan di dalam tanah dalam bentuk siste (Khlamidospora) (Susanto,
1995).
Dari buah yang terserang P. palmivora dapat berkembang melalui tangkai
dan menyerang bantalan bunga, dan dapat berkembang terus sehingga
menyebabkan terjadinya, penyakit kanker batang. Dari sini kelak dapat kembali
menyerang buah (Semangun, 1996).
Infeksi P. palmivora dapat langsung terjadi antar buah melalui percikan air hujan
melalui permukaan tanah, serangga,. Biji didalam buah akan rusak selang 15 hari
setelah terinfeksi (Siregar dkk, 2000).
P. palmivora dapat menyerang bermacam-macam tanaman. Meskipun
demikian belum diketahui dengan pasti dari berbagai tanaman tadi semuanya
dapat menimbulkan penyakit pada kakao (Susanto, 1995).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sumber infeksi selalu ada. Namun yang
dianggap sebagai sumber infeksi yang paling utama adalah tanah. Berbagai usaha
telah dilakukan untuk mengendalikan P. palmivora di dalam tanah tetapi tidak
memberikan hasil yang memuaskan (Susanto, 1995).
Gejala Serangan dan Arti Ekonomi
Infeksi P. palmivora pada buah menunjukkan gejala bercak berwarna
kelabu kehitaman. Biasanya bercak tersebut terdapat pada ujung buah. Bercak
mengandung air yang kemudian berkembang sehingga menunjukkan warna hitam.
Bagian buah menjadi busuk dan biji pun turut membusuk. Pembentukan spora
terlihat dengan adanya warna putih di atas bercak hitam yang telah meluas. Pada
10
temperatur 27,5 sampai 30o C pertumbuhan spora ini sangat cepat. Infeksi P.
palmivora dicirikan dengan adanya bercak berwarna coklat yang mulai dari
bagian mana saja. Jaringan yang tidak terinfeksi tampak jelas dan dibatasi oleh
permukaan kasar, tetapi bercak dapat berkembang dengan cepat dan seringkali
menampakkan pembusukan yang menyeluruh dan berwarna hitam. Pertumbuhan
cendawan pada bagian-bagian luar kakao lebih cepat, tetapi infeksi yang
menyeluruh dapat menyebabkan kerusakan pada biji (Cook, 1978).
Busuk buah dapat ditemukan pada semua tingkatan buah, sejak buah
masih kecil sampai menjelang masak warna buah berubah, umumnya mulai ujung
buah atau dekat dengan tangkai kemudian meluas keseluruh permukaan buah dan
akhirnya buah menjadi hitam. Pada permukaan buah yang sakit dan menjadi hitam
tadi timbul lapisan berwarna putih tepung yang merupakan cendawan sekunder
yang banyak membentuk spora. Pada permukaan buah juga banyak ditemukan
sporangiofor dan sporangium cendawan.
Kerusakan oleh P. palmivora dapat bervariasi mulai ringan, sedang sampai
buah tidak dapat dipanen. Kerusakan berat bila cendawan ini masuk kedalam buah
dan menyebabkan pembusukan pada biji. Bila menyerang buah pentil,
menyebabkan buah termumifikasi sedangkan serangan pada buah muda
menyebabkan pertumbuhan biji terganggu yaitu menjadi lunak dan berwarna
coklat kehijau-hijauan dan akibatnya mempengaruhi penurunan kualitas biji.
Serangan pada buah yang hampir masak tidak begitu berpengaruh pada
pertumbuhan biji namun terjadi biji lembek dan akhirnya penurunan aroma biji
yang kurang baik (Semangun, 1996).
11
Dalam keadaan lembab, cendawan ini dapat berkembang biak dengan
cepat. Penyebaran spora dari sumber infeksi ke tempat lain dibantu oleh percikan
air dari tanah ke buah bagian bawah, kemudian dari buah yang terinfeksi kebuah
yang sehat dengan perantara serangga dan akibat gesekan antar buah yang sakit
dengan buah yang sehat dalam kondisi yang baik.
Di Indonesia besarnya kerugian sangat berbeda antara kebun yang satu
dengan kebun yang lainnya, bervariasi antara 26% dan 60% (Anonim, 1993).
Angka ini bervariasi dari beberapa persen di Malaysia Semenanjung dan 80% -
90% di Kamerun (Gregor, 1984). Di Sumatra Utara, meskipun kakao mulai
termasuk golongan Trinitario, mulai ditanam tahun 1940 sampai tahun 1970-an
busuk buah tidak dikenal. Baru setelah disana ditanam kakao lindak pada tahun
1970-an busuk buah mulai terdapat semula pada UAH tetapi akhirnya juga terjadi
pada Trinitario (Pamata, 1983).
Cendawan Endofit
Istilah endofit diartikan sebagai organisme yang hidup di bagian jaringan
tanaman sebagai parasit atau bukan parasit (Slegel, 1987). Menurut Lagunbuhl et
al. (1980) dan Carrol (1990) endofit adalah mikroorganisme yang hidup pada
bagian dalam jaringan tanaman yang sehat tanpa menimbulkan gejala serangan
pada tanaman inangnya. Keberadaan endofit pada tanaman tahunan telah
diperkenalkan antara lain oleh Fisher dan Petrini (1989), Noerse (1972)
menemukan endofit pada tanaman tembakau. Von Tiedeman membuktikan
keberadaan endofit pada tanaman anggur. Sahuster et al. (1980) berhasil
12
mengisolasi macam-macam endofit dari perakaran tanaman pisang di uganda.
Sedangkan Hallman (1994), berhasil mengisolasi dari perakaran tanaman tomat
dari Kenya berbagai macam endofit.
Beberapa mekanisme pengaruh cendawan endofit sebagai biopestisida
terhadap pathogen tanaman akan dibicarakan berikut ini:
1. Penghambatan Langsung Terhadap Pathogen Tanaman
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengaruh langsung cendawan
endofit terhadap patogen tanaman adalah dengan memproduksi secara langsung
antibiotik ataupun mensekresi enzim yang dapat menguraikan dari patogen
tersebut. Namun interaksi secara langsung antara cendawan endofit dan patogen
tanaman sangat kompleks dan beberapa tentunya merupakan antagonisme yang
spesifik (Arnold et al, 2000).
2. Produksi Antibiotik
Banyak cendawan endofit menghasilkan metabolit sekunder, dimana
beberapa senyawa tersebut merupakan senyawa yang bersifat anti cendawan dan
anti bakteri yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba tersebut termasuk
mikroba patogen tanaman (Gunatilaka, 2006). Beberapa senyawa antibiotik yang
dilaporkan diproduksi oleh cendawan endofit diantaranya terpenoid, alkaloid,
senyawa aromatik dan polipeptida yang telah banyak dilaporkan dan dibuktikan
dapat bersifat negatif terhadap patogen tanaman. Cendawan endofit Phomopis
cassiae yang diisolasi dari Cassia spectabilis memproduksi senyawa terpenoid
yaitu seskuiterpen cadinane dan trihydroxy-cadalene terbukti bersifat menghambat
pathogen Cladosporium sphaerospermum dan Clado-sporiumclad sporioides
(Silva et al, 2006).
13
3. Produksi Enzim Litik
Cendawan endofit memproduksi enzim litik di dalam tanaman inangnya,
dimana enzim tersebut dapat menghidrolisis berbagai senyawa polimer, termasuk
kitin, protein, selulosa, hemiselulosa dan DNA (Tripathi et al., 2008). Ketika
cendawan endofit pada awal infeksinya berada pada permukaan tanaman, mereka
menghasilkan enzim untuk menghidrolisis dinding sel tanaman. Enzim ini akan
berfungsi secara langsung dalam menekan patogen tanaman dengan cara
mendegradasi dinding sel dari pathogen tanaman. Beberapa enzim yang banyak
dilaporkan adalah di sana banyak jenis enzim ini yang meliputi B-1,3-glukanase,
chitinases dan selulase. Streptomyces yang menghasilkan enzim litik secara in
vitro dapat berperan dalam penghambatan pertumbuhan penyakit sapu setan pada
tanaman kakao (Witches broom) (Macagnan et al, 2008).
4. Resistensi Tanaman Secara Terinduksi
Selama dua dekade terakhir, banyak penelitian fokus pada respon
ketahanan tanaman terhadap patogen dari berbagai tingkatan. Systemic acquired
resistance (SAR) and induced systemic resistance (ISR) adalah dua bentuk
resistensi secara terinduksi dimana banyak ilmuwan sangat tertarik dalam
mempelajarinya. SAR adalah resistensi terinduksi dimana asam salisilat
memegang peranan penting dan sangat erat terkait dengan akumulasi
pathogenesis-related (PR) proteins. Sedangkan ISR adalah resistensi terinduksi
dimana asam jasmonik atau etilen memegang peranan penting dan tidak dikaitkan
dengan PR Protein. Beberapa non patogenik Rhizobacteria dilaporkan pada kasus
ISR tersebut (Vallad dan Goodman, 2004; Tripathi et al, 2008). Protein PR terdiri
14
dari berbagai enzim, diantaranya chitinases dan B -1, 3-glukanase dan bertindak
langsung dalam melisis sel dinding patogen (Fukuda dan Shinshi, 1994). Selain
itu PR protein juga dapat memperkuat dinding sel tanaman untuk melawan
infeksi, atau menginduksi kematian sel lokal dari tanaman inang.
5. Stimulasi dari Sekunder Metabolit Tanaman
Sekunder metabolit tanaman adalah kelompok senyawa, yang tidak
memainkan peran penting dalam fungsi hidup dasar bagi tanaman, tapi
memainkan peran utama dalam adaptasi tanaman terhadap lingkungannya
(Bourgaud et al, 2001). Di antara senyawa ini tanaman menghasilkan senyawa
yang dapat bersifat antimikroba yang sering disebut phytoalexins (Smith, 1996),
yang berisi beberapa zat termasuk flavonoid dan terpenoid. Phytoalexins dibentuk
oleh tanaman karena berbagai faktor nonbiologi diantaranya faktor stres dari
tanaman seperti sinar UV, logam berat ataupun stres kekurangan air serta salinitas.
Phytoalexins pertama ditemukan pada tanaman Orchis morio dan Loroglossum
hircinum sebagai respon terhadap serangan cendawan oleh ahli botani Perancis
Bernard Noel (Stoessl dan Arditti, 1984). Setelah penemuan ini banyak penelitian
diarahkan pada phytaolexins yang disebabkan oleh patogen (Lo et al, 1999;.
Abraham et al, 1999; McNallya et al, 2003; Pedras et al, 2008). Namun, penelitian
yang mengacu pada sekunder metabolisme tanaman yang terproduksi akibat
cendawan endofit masih pada tahap awal. Cendawan endofit Fusarium spp. isolat
E4 dan E5 bisa mendorong pertumbuhan Euphorbia pekinensis, dan
meningkatkan kandungan terpenoid pada tanaman tersebut (Yong et al., 2009).
Penelitian lebih lanjut membuktikan bahwa cendawan endofit ini dapat
15
menginduksi diterpen dan produksi triterpen. Situasi yang sama terlihat pada
inokulasi cendawan endofit pada tanaman Taxus dimana terproduksi supernatan
paclitaxel 1,8 kali lipat dibandingkan dengan kontrol (Li dan Tao, 2009). Dengan
demikian inokulasi cendawan endofit akan dapat menaingkatkan produksi
sekunder metabolit tanaman inang sekaligus meningkatkan ketahanan tanaman.
Produksi lipopolisakarida, polisakarida dan glikoprotein akan merangsang
tanaman untuk mempertahankan diri dengan memproduksi metabolit sekunder
tanaman, yang akan dapat mempertahankan diri dari organisme asing. Namun
bagaimana cendawan endofit mempertahankan diri dalam kondisi sekunder
metabolit yang tinggi yang diproduksi oleh tanaman masih menjadi misteri.
Fusarium sp
Cendawan Fusarium sp. sangat penting karena selain keragaman dan
tingginya populasi, selain itu Fusarium merupakan yang tehan kekeringan.
Menurut Both (1971); Kranz. al., (1971); dan Santoso (1980), Fusarium sp
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Fungi
Divisi : Eumycota
Sub Divisi : Deuteromycotina
Klass : Hyphomycetes
Ordo : Moniliales
Famili : Tuberculariaceae
Genus : Fusarium
Spesies : Fusarium sp
16
Golongan Fusarium dicirikan dengan struktur tubuh berupa miselium bercabang,
hialin, dan bersekat (septat) dengan diameter 2-4 µm. Cendawan ini juga memiliki
struktur fialid yang berupa monofialid ataupun polifialid dan berbentuk soliter
ataupun merupakan bagian dari sistem percabangan yang kompleks. Reproduksi
aseksual cendawan ini menggunakan mikrokonidia yang terletak pada
konidiospora yang tidak bercabang dan makrokonidia yang terletak pada
konidiospora bercabang dan tak bercabang. Makrokonidia dibentuk dari fialid,
memiliki struktur halus serta bentuk silindris, dan terdiri dari 2 atau lebih sel yang
memiliki dinding sel tebal. Sedangkan mikrokonidia yang dihasilkan umumnya
terdiri dari 1-3 sel, berbentuk bulat atau silinder, dan tersusun menjadi rantai atau
gumpalan.
Bentuk morfologi cendawan Fusarium sp. yaitu spora dalam bentuk
konidia dibentuk diujung tangkai konidia atau klamidospora. Konidia ada yang
bersekat satu dan tidak bersekat, sedangkan makrokonidia ada yang bersekat
sampai 10 walaupun ada yang tidak bersekat. Cendawan ini berkembang pada
suhu 20 - 220 C., dengan PH netral dengan kandungan N tanah tinggi. Pola
sebaran cendawan Fusarium sp. mulai dari daerah dingin (suhu < 50 C) smpai
daerah tropika (suhu diatas 250 C), dari daerah kering (curah hujan tahunan < 250
mm) sampai daerah basah (curah hujan tahunan > 1000 mm).
Trichoderma sp
Jamur Trichoderma spp. digunakan sebagai jamur atau cendawan
antagonis yang mampu menghambat perkembangan patogen melalui proses
mikroparasitisme, antibiosis, dan kompetisi (Mukerji dan Garg, 1988 dalam Rifai,
17
et. al., 1996). Menurut Ainsworth dan Bisby (1971), Trichoderma sp.
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Fungi
Devisio : Eumycota
Class : Deutromycetes
Ordo : Moniliales
Famili : Moniliaceae
Genus : Trichoderma
Spesies : Trichoderma sp.
Cendawan marga Trichoderma terdapat lima jenis yang mempuyai kemampuan
untuk mengendalikan beberapa patogen yaitu Trichorderma harzianum,
Trichorderma koningii, Trichorderma viride, Trichoderma hamatum dan
Trichoderma polysporum. Jenis yang banyak dikembangkan di Indonesia antara
lain Trichorderma harzianum, Trichorderma koningii, Trichoderma viride
(Anonim, 2010).
Trichoderma spp. memiliki konidiofor bercabang – cabang teratur, tidak
membentuk berkas, konidium jorong, bersel satu, dalam kelompokkelompok kecil
terminal, kelompok konidium berwarna hijau biru (Semangun, 1996).
Trichoderma spp. juga berbentuk oval, dan memiliki sterigma atau phialid tunggal
dan berkelompok (Barnet, 1960 dalam Nurhaedah,2002).
Koloni Trichoderma spp. pada media agar pada awalnya terlihat berwarna
putih selanjutnya miselium akan berubah menjadi kehijau-hijauan lalu terlihat
sebagian besar berwarna hijau ada ditengah koloni dikelilingi miselium yang
18
masih berwarna putih dan pada akhirnya seluruh medium akan berwarna hijau
(Umrah, 1995 dalam Nurhayati, 2001).
Koloni pada medium OA (20oC) mencapai diameter lebih dari 5 cm dalam
waktu 9 hari, semula berwarna hialin, kemudian menjadi putih kehijauan dan
selanjutnya hijau redup terutama pada bagian yang menunjukkan banyak terdapat
konidia. Konidifor dapat bercabang menyerupai piramida, yaitu pada bagian
bawah cabang lateral yang berulang-ulang, sedangkan kearah ujung percabangan
menjadi bertambah pendek. Fialid tampak langsing dan panjang terutama apeks
dari cabang, dan berukuran (2,8-3,2) μm x (2,5-2,8) μm, dan berdinding halus.
Klamidospora umumnya ditemukan dalam miselia dari koloni yang sudah tua,
terletak interkalar kadang terminal, umumnya bulat, berwarna hialin, dan
berdinding halus (Gandjar,dkk., 1999 dalam Tindaon, 2008).
Aspergillus sp
Aspergillus merupakan jamur yang umum ditemukan di materi organik.
Meskipun terdapat lebih dari 100 spesies. Aspergillus merupakan jamur yang
seringkali menyebabkan penyakit pada manusia, dimana jika sejumlah besar
spora-spora jamur ini terhisap dapat menyebabkan penyakit paru-paru yang serius
yang disebut dengan aspergillosis. Micheli (1729), mengklasifikasikan
Aspergillus sp sebagai berikut:
Domain : Eukarya
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Class : Eurotiomycetes
19
Order : Eurotiales
Family : Trichocomaceae
Genus : Aspergillus
Secara umum, gambaran morfologi Aspergillus sp. hampir sama, hanya
terdapat sedikit perbedaan. Hifa selebar 2,5-8 µm, bersepta, hyalin, bercabang
seperti pohon atau kipas. Bentuknya sedikit menyerupai hifa kelompok
zygomycetes. Pada A. fumigatus, kepala konidia uniseriate, kolumner, konidia
seperti rantai, terlepas atau menyebar. Konidia tunggal atau berpasangan dapat
menyerupai sel khamir. Pada A. niger, gambaran hampir sama, tetapi kepala
konidia A. niger berupa biseriate. Pada A. terreus, gambaran hampir sama, tetapi
terdapat konidia berhyalin yang kecil dan berbentuk bulat.
Pada media SGA, Aspergillus sp dapat tumbuh secara cepat pada suhu
ruang membentuk koloni mold yang granular, bersarabut dengan beberapa warna
sebagai salah satu ciri identifikasi Aspergillus fumigates koloni warna hijau,
Aspergillus niger berwarna hitam, Aspergillus flavus berwarna putih atau kuning
(Jawetz, dkk, 1996). Aspergillus sp merupakan fungi multiseluler dan membentuk
filament yang terdiri dari benang hifa . Kumpulan dari hifa membentuk miselium
pada bagian ujung hifa, terutama pada bagian yang tegak membesar merupakan
konidiofornya yang didalamnya terdapat konidia. (Djarir M, 1993)
20
Beauveria sp
Genus Beauveria diketahui mempunyai 14 spesies yang masing-masing
dengan sifat dan karasteristik serta inang tertentu. Beauveria berbentuk seperti
tepung sehingga dikenal dengan sebutan White Muscardine. Konidiofornya fertil,
bercabang dan berbentuk zig-zag sebagai ciri khas beauveria sedang miselium
dibawahnya menggelembung. Pada tiap sudut zig-zag tersebut terbentuk strigmata
dengan konidia berukuran antara 2,0 – 2,5 µm. Konidia bersel satu, bentuknya
oval agak bulat. Spora akan tumbuh dan berkembang setelah tiga hari dalam
media (Steinhaus, 1963). Beauveria sp diklasifikasikan dengan sistematika
cendawan sebagai berikut:
Devisi : Eumycota
Sub Devisi : Deuteromycotyna
Class : Deuteromycetes
Ordo : Moniliales
Famili : Moniliceae
Genus : Beauveria
21
BAB III
METODE PELAKSANAAN
Tempat dan Waktu
Percobaan ini dilakukan di pertanaman kakao di Desa Kampung Baru,
Kec. Kulo, Kab. Sidrap untuk mengukur persentasi serangan Penyakit Busuk
Buah (Phytophthora palmivora Butler) pada kakao yang dilaksanakan pada bulan
Februari 2013 sampai Maret 2013.
Metode penelitian
Isolat cendawan endofit yaitu: Fusarium sp, Aspergillus sp, Trichoderma
sp, Bauveria sp, dan Isolat x, diperoleh dari koleksi Bapak Nur Amin
dilaboratorium Penyakit Tanaman, Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman,
Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin
Pemurnian Isolat Cendawan
Isolat cendawan endofit yang diambil dari koleksi laboratorium penyakit
tanaman ditumbuhkan dalam media PDA dan diinkubasikan selama 1 minggu
pada suhu ruangan. Media PDA dibuat dengan komposisi : agar 17 g, kentang 200
g, dextrose 20 g dan air steril 1000 ml. Pemurnian dilakukan dengan
memindahkan cendawan endofit yang tumbuh pada PDA di cawan petri ke cawan
petri yang berisi PDA yang masih kosong. Setelah diperoleh biakan murni,
cendawan endofit disimpan pada PDA yang terdapat dalam tabung reaksi.
Penentuan konsentrasi
Cendawan enodfit yang telah di murnikan kemudian di perbanyak pada
media PDA. Masing-masing cendawan di perbanyak sebanyak lima caawan.
22
Selanjutnya cendawan endofit di encerkan hingga konsentrasi 106 spora/ml. Hasil
pengenceran kemudian dimasukkan dalam sprey dengan volume 100 ml yang
digunakan sebagai aplikasi.
Uji Penghambatan
Penelitian ini menggunakan buah kakao sebagai media tumbuh penyakit
busuk buah (P.palmivora). Sebelumnya buah kakao yang telah disterilisasi
diaplikasi cendawan endofit dengan melakukan penyemprotan secara merata pada
buah kakao. Buah kakao yang dipakai umur 3 bulan, dengan ukuran diameter
buah ±95 mm.
Inokulasi di lakukan dua minggu setelah pengaplikasian cendaan endofit
dari buah yang sakit (P.palmivora) ke buah yang sehat dengan menggunakan
coock borer. Setiap isolat dilakukan pengukuran diameter perkembangan gejala
pada buah. Pengamatan di lakukan sekali dalam 2 hari sebanyak 6 kali
pengamatan. Pengamatan di hentikan setelah salah satu dari buah yang telah di
infeksikan penuh (rusak secara keseluruhan).
Penelitian ini menggunakan 6 perlakuan termasuk kontrol. Setiap
perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Adapun perlakuan sebagai berikut:
K : Kontrol (Phytophthora palmivora Butler)
P1:Isolat Cendawan Fusarium sp
P2: Isolat Cendawan Aspergillus sp
P3: Isolat Cendawan Trichoderma sp
P4 : Isolat cendawan Bauveria sp
P5 : Isolat x
23
Pengamatan Uji hambat serangan penyakit P. palmivora dilakukan setiap
2 hari setelah 2 minggu diinokulasikan cendawan endofit pada setiap perlakuan.
Uji hambat serangan penyakit P.palmivora dihitung dengan menggunakan rumus:
Gambar 1: Cara Menghitung Diameter Gejala P.palmivora
Keterangan:
P : Diameter Gejala
A : Panjang Gejala
B : Lebar Gejala
P = A+B 2
24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa tidak semua isolat
cendawan yang di gunakan mampu menekan pertumbuhan luas gejala P.
palmivora Butler, dimana isolat yang digunakan hanya mampu menekan gejala
pada periode awal dan untuk periode lanjut memperparah perkembangan luas
gejala P. palmivora Butler. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan-perbedaan
koefisien regresi antara buah yang tanpa perlakuan cendawan Endofit (Kontrol)
dengan buah yang diberi pelakuan cendawan endofit. Adapun nilai analisis regresi
dari laju penghambatan cendawan endofit terhadap pertumbuhan luas gejala P.
palmivora Butler diperoleh nilai secara berurutan 0.1308x, 0.1453x, 0.99x,
1.1388x, 1.489x, dan Beuveria 1.5699x yang merupakan nilai dari Fusarium sp,
Trichoderma sp, Isolat x, Kontrol, Aspergillus sp, dan Beauveria sp. Diantara
beberapa laju penghambatan cendawan endofit terhadap P. palmivora Butler yang
efektif dalam penghambatan adalah Fusarium sp dengan laju penghambatan
0.1308x, dan Trichoderma sp 0.1453x.
25
Gambar 2: Pengaruh penggunaan Cendawan Endofit terhadap perkembangan
gejala penyakit P. palmivora pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao)
Pada perlakuan cendawan endofit yang menggunakan Fusarium sp,
perkembangan diameter gejala busuk buah 0.1308x sedangkan pada kontrol
pertumbuhan diameter gejala busuk buah 1.1388x dengan kata lain selisih
penghambatan Fusarium sp dengan kontrol sebesar 1.008 mm/2 hari. Fusarium sp
memiliki daya hambat terhadap P. palmivora Butler yang tertinggi dibandingkan
dengan perlakuan cendawan endofit lainnya. Trichoderma sp memiliki laju
y = 0.1453x + 1.257R² = 0.9337
1,00
3,00
5,00
7,00
9,00
1 2 3 4 5 6Dia
met
er g
ejal
a
Pengamatan
Trichoderma
y = 1.489x - 0.9209R² = 0.9588
1,00
3,00
5,00
7,00
9,00
1 2 3 4 5 6Dia
met
er G
ejal
a
Pengamatan
Aspergillusy = 1,5699x - 0,8482
R² = 0,9706
1,003,005,007,009,00
1 2 3 4 5 6
Dia
met
er G
ejal
a
Pengamatan
Beauveria
y = 0,1308x + 1,4042R² = 0,8982
1,00
3,00
5,00
7,00
9,00
1 2 3 4 5 6Dia
met
er G
ejal
a
Pengamatan
Fusarium
y = 0,99x - 0,2795R² = 0,8784
1,00
3,00
5,00
7,00
9,00
1 2 3 4 5 6Dia
met
er G
ejal
a
Pengamatan
Isolat X
y = 1,1388x + 0,0308R² = 0,9267
1,00
3,00
5,00
7,00
9,00
1 2 3 4 5 6Dia
met
er g
ejal
a
Pengamatan
Kontrol
26
perkembangan gejala terendah setelah Fusarium sp. Laju perkembangann
diameter gejala busuk buah terhadap perlakuan Trichoderma sp sebesar 0.1453x
sedangkan Kontrol 1.1388x mm/2 dengan kata lain selisih perkembangan gejala
Trichoderma sp dengan kontrol sebesar 0.9935mm/2 . Pada perlakuan
menggunakan Trichoderma sp pertumbuhan gejala terlihat tinggi pada
pengamatan ke-5 hal itu dapat dilihat pada grafik diatas (Gambar 2), sedangkan
pada pengamatan 1,2,3,4, dan 6 perkembangan gejala tidak terlalu signifikan (
lihat tabel 2).
Tabel 2: Rata-rata Perkembangan Diameter Gejala Penyakit P.palmivora setelah aplikasi cendawan endofit pada buah kakao
Perlakuan PENGAMATAN/2 Hari
1 2 3 4 5 6
Kontrol 2.3 mm 2.9 mm 5.1 mm 31.5 mm 41.6 mm 54.1 mm
Trichoderma 0.6 mm 1.7 mm 2.1 mm 2.1 mm 3 mm 3.3 mm
Aspergillus 0.2 mm 1.5 mm 9.5 mm 34.2 mm 43.8 mm 70.6 mm
Beauveria 1.2 mm 2.3 mm 15.9 mm 28.4 mm 53.9 mm 79.4 mm
Fusarium 1.2 mm 1.7 mm 2.8 mm 3 mm 3 mm 3.7 mm
Isolat X 1 mma 2.3 mm 2.8 mm 10.2 mm 27.7 mm 53.5 mm
Cendawan Isolat X juga memiliki laju pertumbuhan luas gejala rendah
setelah kedua cendawan diatas. Cendawan Isolat x memiliki laju pertumbuhan
luas gejala busuk buah dan jika dibandingkan dengan kontrol diperoleh selisih
laju perkembangan diameter gejala 0.1488 mm/2. Adapun nilai interaksi (R2)
antara perlakuan dengan ulangan 0,8784. Perkembngan gejala yang tinggi terlihat
pada pengamatan 5 dan 6 (tabel 2), sedangkan pada pengamatan 1,2,3 dan 4
(Lihat tabel 2) pertumbuhan luas gejala tidak terlalu signifikan (lihat gambar 2).
27
Dilain pihak, perlakuan yang menggunakan Baeuveria sp dan Aspergillu
sp tidak menunjukkan kemampuan untuk menekan pertumbuhan luas gejala
penyakit, tetapi justru meningkatkan keparahan penyakit. Hal ini dapat dilihat dari
tingginya laju perkembangan gejala dikedua perlakuan tersebut. Pada Beauveria
sp laju perkembangan gejala sebesar 1.5699x, sedangkan kontrol 1.1388x,
dengan selisih perkembangan gejala 0.4311 mm. sedangkan pada Aspergillus sp
memiliki laju perkembangan gejala 1.489x, dengan selisih perkembangan gejala
0.3502 mm terhadap kontrol.
Hal ini menunjukkan Aspergillus sp dan Beauveria sp berpengaruh
sinergis dengan patogen mengakibatkan keparahan penyakit yang lebih tinggi
dibandingkan Kontrol. Penghambatan Aspergillus sp dan Beauveria sp hanya
terjadi pengamatan 1,2,3 dan 4 (lihat tabel 2) sedangkan pada pengamatan 5 dan 6
(lihat tabel 2) terjadi lonjakan dan keperahan pertumbuhan luas gejala P.
palmivora (Tabel 2). Adapun nilai interaksi (R2) antara perlakuan dengan
ulangan, Beauveria sp memiliki nilai R2 0.9706, sedangkan Aspergillus sp
memiliki nilai R2 0.9588.
28
PEMBAHASAN
Berdasarkan uji lapangan yang dilakukan pada Buah Kakao yang
diinfeksikan P.palmivora terlihat bahwa beberapa cendawan yang digunakan pada
penelitian ini mampu menghambat perkembangan busuk buah, pada perlakuan
menggunakan Fusarium sp menunjukkan perkembangan diameter gejala terkecil
yaitu 0,475 mm/2 hari. Hal ini sesuai dengan, penelitian yang mengacu pada
sekunder metabolism tanaman yang terproduksi akibat cendawan endofit.
Cendawan endofit Fusarium spp. isolat E4 dan E5 bisa mendorong pertumbuhan
Euphorbia pekinensis dan meningkatkan kandungan terponoid pada tanaman
tersebut (Young et al., 2009). Kemampuan Fusarium sp menghasilkan PR Protein
juga mampu memberikan dampak signifikan terhadap penghambatan gejala busuk
buah, dimana PR protein ini kemudian mampu memperkuat dinding sel tanaman
untuk melawan infeksi, atau menginduksi kematian sel lokal dari tanaman inang.
Sebelumnya dilaporkan bahwa beberapa PR protein yang diproduksi oleh
Fusarium solani pada akar diantaranya adalah PR5 dan PR7 (Kavroulakis et al.,
2007).
Pada perlakuan menggunakan Trichoderma sp perkembangan diameter
gejala 3,4482 mm/2 hari. Dibandingkan dengan kontrol perkembangan gejala
busuk buah P.palmivora mencapai 13,275 mm/2 hari. Hal ini didukung oleh
pernyataan Golfarb, et al., (1989) dalam Purwantasari dan Hastuti (2009) bahwa
cendawan yang tumbuh cepat mampu mengungguli dalam penguasaan ruang dan
pada akhirnya dapat Menekan pertumbuhan cendawan lawannya. Selain itu
diduga karena selulase yang dimilki oleh Trichoderma spp. Akan merusak
29
didinding selslulosa cendawan pathogen P. palmivora, sesuai dengan penelitian
Salma dan Gunarto (1999) bahwa Trichoderma spp. Mampu menghasilkan
selulase untuk mengurai selulosa menjadi glukosa, sedangkan seluruh kehidupan
diploi, dinding selnya terdiri atas selulase dan β1,3-glucan (Barnecki-Garcia &
Wang 1983).
Pada perlakuan menggunakan Isolat X perkembangan gejala sebesar
9.0982 mm/2 hari. Dibandingkan dengan kontrol perkembangan diameter gejala
busuk buah P. palmivora mencapai 13,275 mm/2 hari.
Pada perlakuan menggunakan Aspergillus sp perkembangan diameter
gejala sebesar 15.163 mm setiap 2 hari. Dibandingkan dengan kontrol
perkembangan gejala busuk buah P. palmivora mencapai 13,275 mm/2 hari.
Perkembangan gejala yang lebih cepat dibandingkan kontrol, disebabkan karena
produksi enzim litik secara terus menerus sehingga bersifat toksit pada tanaman.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Nur Amin (2013) yang menyatakan, meskipun
dalam beberapa kasus produksi enzim litik dari cendawan endofit bukan
merupakan hal mutlak dalam proses antagonism terhadap pathogen tanaman,
tetapi kontribusi enzim ini jika terproduksi di dalam tanaman akan sangat vital
bagi tanaman tersebut dalam mempertahankan diri dari serangan pathogen. Hal ini
dikarenakan cendawan endofit pada awal infeksinya berada pada permukaan
tanaman, mereka menghasilkan enzim untuk menghidrolisis dinding sel tanaman
(Nur Amin, 2013). Hal lain yang dapat mempengaruhi adalah Produksi enim
Alfatoksin, Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus merupakan bagian grup
Aspergillus sp yang sudah sangat dikenal karena peranannya sebagai pathogen
30
pada tanaman dan kemampuannya untuk menghasilkan Alfatoksin pada tanaman
yang terinfeksi (Abbas 2005). Alfatoksin merupakan metabolit skunder yang
umumnya diasosiasikan dengan respon terhadap lingkungan yang membatasi
pertumbuhan (Carvalho 2010).
Pada perlakuan menggunakan Beauveria sp perkembangan diameter gejala
sebesar 15.363 mm/2 hari. Dibandingkan dengan kontrol perkembangan luas
gejala busuk buah mencapai 13,275 mm/2 hari. Perkembangan gejala yang lebih
cepat disbanding dengan perlakuan lainnya termasuk control, hal ini dipengaruhi
karena kemungkinan toksit yang diproduksi Beauveria sp mematikan jaringan
tanaman kakao. Dimana diketahui B. bassiana memproduksi toksin yang disebut
beauvericin (Kučera dan Samšiňáková, 1968). Toksin yang diproduksi Beauveria
sp Menurut Suntoro, 1991 dalam Yasin et al. (2005) beberapa jenis racun berhasil
diisolasi dari B. bassiana yaitu beauverisin, beauverolide, isorolide, zat warna,
asam oksalat.
Hal lain yang memeliki pengaruh pada penelitian ini yaitu kemanpuan
cendawan endofit mengklonisasi buah kakao. Diketahaui bahwa Cendawan
endofit melindungi tanaman dari serangan patogen melalui mekanisme kompetisi,
induksi resistensi, antagonisme, dan mikoparasit (CABI, 2004). Sehingga faktor-
faktor yang mengpengaruhi perkembangan cendawan endofit dilapangan perlu
diperhatikan. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa sinar ultraviolet
merupakan faktor abiotik yang paling menghambat aktivitas konidia di lapang,
karena mempersingkat persistensinya pada permukaan buah. Ignoffo et al. (1977)
Dalam Soetopo dan Igaa Indrayani (2007) mengemukakan bahwa waktu paruh
31
(half-life) sebagian besar spora cendawan yang terekspos cahaya buatan dengan
panjang gelombang mendekati panjang gelombang sinar matahari (290-400 ηm)
hanya sekitar 1-4 jam, tetapi kenyataannya di lapang waktu paruh dapat mencapai
lebih dari 4 jam. Beberapa cendawan endofit memeliki daya tumbuh rendah
didalam jaringan tanaman, pertumbuhan Beauveria spp. hanya ditemukan pada
jaringan akar tanaman sekitar 2%. (Iqbal, 2012)
32
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian tentang Efektifitas Lima Isolat Cendaan Endofit
Dalam Menekan Pertumbuhan Cendawan (Phytophtora palmivora Butler) Pada
Tanaman Kakao (Theobroma Cacao) yang di lakukan di lapangan, maka dapat di
simpulkan baha dari ke lima cendaan edofit yang di gunakan yaitu Fusarium sp,
Aspergillus sp, Trichoderma sp, Beuveria sp, Isolat X, di anatar kelima Cendaan
Endofit yang di gunakan hanya dua yang paling efektif dalam menekan
perkembangan gejala P. palmivora.
Cendawan yang efektif menekan perkembangan gejala penyakit
P.palmivora yaitu Fusarium sp dan Trichoderma sp. Dengan nilai Analisis regresi
0.1308x dan 0.1453x. Sedangkan Aspergillus sp, Beuveria sp, dan Isolat X Tidak
menunjukkan keefektifan dalam menekan perkembangan gejala P.palmivora
dengan nilai analisis regresi 1.489x, 1.5699x, dan 0.99x. di anatara ke tiga Isolat
tersebut ada dua Isolat yang justru memicu perkembangan P. palmivora yaitu
Isolat Cendawan Aspergillus sp dan Beuveria sp.
Saran
Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut dilaboratorium, untuk melihat
secara in-vitro kemampuan infeksi cendawan endofit yang digunakan terhadap
P.palmivora.
33
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, H. K. 2005. Aflatoxin and Food Safety. London: CRC Press, Taylor & Francis Group.
Abraham. K.J., Pierce, M.L and Essenberg, M. 1999. The phytoalexins
desoxyhemi-gossypol and hemigossypol are elicited by xanthomonas in Gossypium cotyledons. Phytochemistry, 52: 829-836.
Amin, Nur., Asman,. dan Abdullah Thamrin, 2011. Isolasi dan Identifikasi
Cendawan Endofit dari Klon Tanaman Kakao Tahan VSD M.05 dan Klon Rentan VSD M.01. 1 Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, 90245, Indonesia.
Anonim 2011a. Produksi Kakao RI : Tempati Peringkat 2 Di Dunia. http://
haikalfaperta.blogspot.com/2011/05/dampak-penggunaan-pestisida-terhadap.html, diakses pada tanggal 2 Desember 2013.
Anonim, 2011b. http://wartapedia.com/bisnis /korporasi/5905-produksi-kakao-
ri--tem pati-peringkat-2-di-dunia.html. diakses pada tanggal 2 Desember 2013.
Anonim, 2011c. Produksi Kakao RI: Tempati Peringkat 2 di Dunia.
http://haikalfaperta .blogspot.com/201/05/dampak-penggu naan-pestisida-terhadap.html, diakses pada tanggal 2 Desember 2013.
Anonim, 2011c.Biologi Penyakit Phytophthora palmivora busuk buah kakao dan
teknik pengendalian. http://buljugakeren.blogs pot.com/2011/09/biologi -penyakit-phytophthora-palmivora.html.diakses pada tanggal 2 Desember 2013.
Anonim, 2012d. Sejarah Perkembangan Coklat. http://endahwiwi.wordpress.
com/choco late-history/sejarah-perkembangan-cokl at/. diakses pada tanggal 2 Desember 2013.
Anonim, 2012f. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Rempah
dan Penyegar. Diroktorat Jendral Perkebunan, Kementrian Pertanian, Jakarta.
Bourgaud, F., Gravot, A., Milesi, S and Gontier, E. 2001. Production of plant
secondary metabolites: a historical perspective. Plant Sci., 161:839-851.
34
Carvalho, A. L. U., Oliveira, F. H. P. C., Mariano, R. L. R., Gouveia, E. R., Souto-Maior, A. M. 2010. Growth, sporulation, and production of bioactive compounds by Bacillus subtilis R14. Brazilian Archives of Biology and Technology 53(3): 643-652.
Fakuda, Y and Shinshi, H. 1994. Characteriation of a novel cis-acting element that
is responsive to fungal elicitor in the promoter of a tobacco class I chitinases gene. Plant mol. Boil. 24: 485-493
Farid, 2007. Aspergillosis. http://www.majalah-farmacia.com. di akses tanggal
22 Mei 2013. Haris, a. talanca, 2007. Penyakit Busuk Batang Jagung (Fusarium sp.) dan
Pengendaliannya. Jurnal penelitian : Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVIII Komda Sul-Sel.
Ismail, Nurmasita., dan Tenrirawe, Andi, 2010. Potensi Agens Hayati
Trichoderma spp. Sebagai Agens Pengendali Hayati. Jurnal Penelitian: Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian Sulawesi Utara.
Kavroulakis, N.s., zervakis, G.I., Ehaliotis, C., haralampidis, K and
papadopoulou, K.K. 2007. Role of ethylene in the protection of tomato plants against soil- born fungal pathogens conferred by an endophytic fusarium solani strain. J. Exp. Bot. 58:3853-3864.
Kučera, M. and A. Samšiňáková. 1968. Toxins of the entomophagous fungus
Beauveria bassiana. J. Invertebrate Pathology 12: 316-320.
Lambert, 2008. Mycorrhizal fungi and other root endophytes as biocontrol agents against root pathogens. Mycorrhiza, 3 edition, pp. 281-306
Li, Y.C and tao, W.Y. 2009 paclitaxel- producing fungal endophyte stimulates the
accumulation of toxoids in suspension cultures of taxus cuspidate . Sci. horticult.,121:97-102.
Rusnah Djafar, Sitti, 2000. Isolasi dan Skrening Cendawan Terhadap Resistensi
dan Pertumbuhan Tanaman dalam menekan Perkembangan Nematoda Paru Akar (Meloidogyne spp) pada Tanaman Sangon.Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin Makassar.
Rusnah djafar, sitti, 2000. Isolasi dan skrening cendawan terhadap resistensi dan
pertumbuhan tanaman dalam menekan perkembangan nematode paru akar ( meloidogyne spp) pada tanaman sangon. Jurusan ilmu hama dan penyakit, fakultas pertanian, universitas hasanuddin Makassar.
35
Sahriani, 1999. Pengunaan Cendawan Trichoderma sp. (P11) dan Fusarium sp. (P12) Terhadap Nematoda Puru Akar Meloidogyne spp. Pada Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum MIII). Makassar: Jurusan hama dan Penyakit, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin.
Semangun, H. 1996. ilmu penyakit tumbuhan. Gadjah mada university pres.
Yogyakarta. Silva, G.H., teles, H.L., Zanardi, L.M, Marx young, M.C, eberlin, M.N., Hadad,
R., pfenning, L.H.,costa-neto, C.M.,Castro-Gamboa I., Bolzani, Y.S, Araujo, A.R. 2006. Cadinane sesqui-terpenoids of phomopsis cassiae, an endophytic fungus associated with cassia spectabilis (Leguminosae). Phytochemistry, 67: 1964-1969.
Suntoro. 1991. Uji efikasi B. bassiana terhadap Hypothenemus hampei (Ferr).
Tesis sarjana utama, Fak. Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta. 71 halaman (tidak dipublikasikan).
Tripathi, S., Kamal, S., Sheramati, I., Oelmuller, R and Varma, A. 2008.
Mycorrhizal fungi and other root endophytes as biocontrol agents against root pathogens. Mycorrhiza, 3 edition, pp. 281-306
Umayah, A. (2004). Analisis keragaman genetic Phytopthora palmivora penyebab
busuk buah kakao di Indonesia. Disertasi. Bogor, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
Umayah, A. (2004). Analisis keragaman genetik Phytophthora palmivora
penyebab busuk buah kakao di Indonesia.Disertasi . Bogor, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Vallad, G.E and Goodman, R.M. 2004. Systemic acquired resistance and induced
systemic resistance in conventional agriculture. Crop Sci. 44: 1920-1934. Yong, Y.H., Dai, C.C., Gao, F.K., Yang, Q.Y and Zhao, M. 2009. Effects of
endophytic fungi on growth and two kinds of terpenoids for Euphorbia pekinensis. Chin. Triad. Herbal Drugs, 40: 18-22.
1
LAMPIRAN TABEL
1. Data Pengamatan Pengaruh Penggunaan Cendawan Endofit terhadap Perkembangan Gejalah Penyakit P. palmivora pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao)
PERLAKUAN Pengamatan I Pengamatan II Pengamatan III Pengamatan IV Pengamatan V Pengamatan VI A B A+B/2 A B A+B/2 A B A+B/2 A B A+B/2 A B A+B/2 A B A+B/2
Kontrol Ulangan 1 2 3.5 2.75 2.5 4 3.25 4 4 4 6 4.5 5.25 6.5 6 6.25 7 6.5 6.75 Ulangan 2 1 1.5 1.25 1 2 1.5 4 6.5 5.25 9.5 24 16.75 28.5 40 34.25 67.5 75 71.25 Ulangan 3 2.5 3 2.75 4 4 4 7 5 6 65 80 72.5 87.5 81 84.25 87.5 81 84.25 Trichoderma Ulangan 1 1 2.5 1.75 2.5 3 2.75 2.5 3 2.75 3.5 4 3.75 4 5 4.5 4.5 5 4.75 Ulangan 2 0 0 0 1 1 1 2 2.5 2.25 3.5 2.5 3 3.5 2.5 3 3.5 2.5 3 Ulangan 3 0.5 0.5 0.5 1.5 1 1.25 1.5 1 1.25 1.5 1 1.25 1.5 1.5 1.5 2.5 2 2.25 Aspergillus Ulangan 1 0.5 1 0.75 1.5 2 1.75 45 3 24 75 47.5 61.25 77.5 55 66.25 82.5 66 74.25 Ulangan 2 0 0.5 0.25 1 1.5 1.25 2 2.5 2.25 23.5 52.5 38 60 60 60 81.5 62.5 72 Ulangan 3 1 1 1 1 2 1.5 2 2.5 2.25 3 3.5 3.25 5 5 5 86 45 65.5 Beauveria Ulangan 1 0.5 1 0.75 2.5 2 2.25 3.5 3 3.25 7.5 6.5 7 20 25 22.5 82.5 93.5 88
2
Ulangan 2 0 1.5 0.75 1.5 2 1.75 26.5 55 40.75 65 64 64.5 81 87.5 84.25 85.5 87.5 86.5 Ulangan 3 2 2 2 3 2.5 2.75 3.5 4 3.75 15 12.5 13.75 57.5 52.5 55 65 62.5 63.75 Fusarium perlakuan 1 1.5 1 1.25 2 1.5 1.75 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 perlakuan 2 1 0.5 0.75 1 1.5 1.25 1 4 2.5 2 4.5 3.25 2 4.5 3.25 2.5 7 4.75 perlakuan 3 1.5 1.5 1.5 1.5 2.5 2 1.5 3 2.25 1.5 3 2.25 1.5 3 2.25 2.5 3 2.75 Isolat X perlakuan 1 1.5 1 1.25 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2.5 2 2.25 2.5 2 2.25 perlakuan 2 0 0 0 1.5 3 2.25 1.5 4 2.75 4 43.5 23.75 70 80 75 87.5 80 83.75 perlakuan 3 2 1.5 1.75 3 2.5 2.75 3.5 3.5 3.5 5 4.5 4.75 5 6.5 5.75 84 65 74.5
1
2. Rata-rata diameter Perkembangan Cendawa Endofit dalam Menekan Pertumbuhan Cendawan (Phytophthora palmivora Butler) pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao).
2.1. Rata-rata Pengamatan 1
Ulangan PERLAKUAN
Kontrol Trichoderma Aspergillus Beauveria Fusarium Isolat X
1 2.75 1.75 0.75 0.75 1.25 1.25
2 1.25 0 0.25 0.75 0.75 0
3 2.75 0.5 1 2 1.5 1.75
Total 6.8 2.3 2.0 3.5 3.5 3.0 Rata-rata 2.3 0.8 0.7 1.2 1.2 1.0
2.2 Rata-rata Pengamatan 2
Ulangan PERLAKUAN
Kontrol Trichoderma Aspergillus Beauveria Fusarium Isolat X
1 3.25 2.75 1.75 2.25 1.75 2
2 1.5 1 1.25 1.75 1.25 2.25
3 4 1.25 1.5 2.75 2 2.75
Total 8.8 5.0 4.5 6.8 5.0 7.0 Rata-rata 2.9 1.7 1.5 2.3 1.7 2.3
2.3 Rata-rata Pengamatan 3
Ulangan PERLAKUAN
Kontrol Trichoderma Aspergillus Beauveria Fusarium Isolat X 1 4 2.75 24 3.25 3.5 2
2 5.25 2.25 2.25 40.75 2.5 2.75
3 6 1.25 2.25 3.75 2.25 3.5
Total 15.3 6.3 28.5 47.8 8.3 8.3 Rata-rata 5.1 2.1 9.5 15.9 2.8 2.8
2
2.4 Rata-rata Pengamatan 4
Ulangan PERLAKUAN
Kontrol Trichoderma Aspergillus Beauveria Fusarium Isolat X
1 5.25 3.75 61.25 7 3.5 2
2 16.75 3 38 64.5 3.25 23.75
3 72.5 1.25 3.25 13.75 2.25 4.75
Total 94.5 8.0 102.5 85.3 9.0 30.5 Rata-rata 31.5 2.7 34.2 28.4 3.0 10.2
2.5 Rata-rata Pengamatan 5
Ulangan PERLAKUAN
Kontrol Trichoderma Aspergillus Beauveria Fusarium Isolat X 1 6.25 4.5 66.25 22.5 3.5 2.25
2 34.25 3 60 84.25 3.25 75
3 84.25 1.5 5 55 2.25 5.75
Total 124.8 9.0 131.3 161.8 9.0 83.0 Rata-rata 41.6 3.0 43.8 53.9 3.0 27.7
2.6 Rata-rata Pengamatan 6
Ulangan PERLAKUAN
Kontrol Trichoderma Aspergillus Beauveria Fusarium Isolat X
1 6.75 4.75 74.25 88 3.5 2.25
2 71.25 3 72 86.5 4.75 83.75
3 84.25 2.25 65.5 63.75 2.75 74.5
Total 162.3 10.0 211.8 238.3 11.0 160.5 Rata-rata 54.1 3.3 70.6 79.4 3.7 53.5
3
3 Rata-rata Pengamatan Hasil Transformasi (√X+1) Perkembangan Cendawa Endofit dalam Menekan Pertumbuhan Cendawan (Phytophthora palmivora Butler) pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao).
3.1. Pengamatan 1
Ulangan PERLAKUAN
Kontrol Trichoderma Aspergillus Beauveria Fusarium Isolat X 1 1.94 1.66 1.32 1.32 1.50 1.50
2 1.50 1.00 1.12 1.32 1.32 1.00
3 1.94 1.22 1.41 1.73 1.58 1.66
Total 5.4 3.9 3.9 4.4 4.4 4.2
Rata-rata 1.8 1.3 1.3 1.5 1.5 1.4
3.2. Pengamatan 2
Ulangan PERLAKUAN
Kontrol Trichoderma Aspergillus Beauveria Fusarium Isolat X 1 2.06 1.94 1.66 1.80 1.66 1.73 2 1.58 1.41 1.50 1.66 1.50 1.80 3 2.24 1.50 1.58 1.94 1.73 1.94
Total 5.9 4.9 4.7 5.4 4.9 5.5 Rata-rata 2.0 1.6 1.6 1.8 1.6 1.8
3.3. Pengamatan 3
Ulangan PERLAKUAN
Kontrol Trichoderma Aspergillus Beauveria Fusarium Isolat X
1 2.24 1.94 5.00 2.06 2.12 1.73
2 2.50 1.80 1.80 6.46 1.87 1.94
3 2.65 1.50 1.80 2.18 1.80 2.12
Total 7.4 5.2 8.6 10.7 5.8 5.8 Rata-rata 2.5 1.7 2.9 3.6 1.9 1.9
4
3.4. Pengamatan 4
Ulangan PERLAKUAN
Kontrol Trichoderma Aspergillus Beauveria Fusarium Isolat X
1 2.50 2.18 7.89 2.83 2.12 1.73
2 4.21 2.00 6.24 8.09 2.06 4.97
3 8.57 1.50 2.06 3.84 1.80 2.40
Total 15.3 5.7 16.2 14.8 6.0 9.1
Rata-rata 5.1 1.9 5.4 4.9 2.0 3.0
3.5. Pengamatan 5
Ulangan PERLAKUAN
Kontrol Trichoderma Aspergillus Beauveria Fusarium Isolat X
1 2.69 2.35 8.20 4.85 2.12 1.80
2 5.94 2.00 7.81 9.23 2.06 8.72
3 9.23 1.58 2.45 7.48 1.80 2.60
Total 17.9 5.9 18.5 21.6 6.0 13.1
Rata-rata 6.0 2.0 6.2 7.2 2.0 4.4
3.6. Pengamatan 6
Ulangan PERLAKUAN
Kontrol Trichoderma Aspergillus Beauveria Fusarium Isolat X
1 2.78 2.40 8.67 9.43 2.12 1.80
2 8.50 2.00 8.54 9.35 2.40 9.21
3 9.23 1.80 8.15 8.05 1.94 8.69
Total 20.5 6.2 25.4 26.8 6.5 19.7
Rata-rata 6.8 2.1 8.5 8.9 2.2 6.6
5
4. Analisis Sidik Ragam Pengamatan Perkembangan Cendawa Endofit dalam Menekan Pertumbuhan Cendawan (Phytophthora palmivora Butler) pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao).
PENGAMATAN I
SK db JK KT F. Hit F. Tabel 5% 1%
Ulangan 2 0.51 0.26 9.56 4.10 7.56
Perlakuan 5 0.52 0.10 3.86 3.33 5.64
Acak 10 0.27 0.03 Total 17 1.30
BERBEDA NYATA
KK 9.45
Tabel q 4.91 2.28 FK 37.70
BNJ 0.46
sd 0.09
PENGAMATAN 2
SK db JK KT F. Hit F. Tabel 5% 1%
Ulangan 2 0.15 0.08 1.89 4.10 7.56 Perlakuan 5 0.37 0.07 1.80 3.33 5.64 Acak 10 0.41 0.04
Total 17 0.93
TIDAK BERBEDA NYATA
KK 11.66 FK 54.82
PENGAMATAN 3
SK db JK KT F. Hit F. Tabel 5% 1%
Ulangan 2 1.64 0.82 0.45 4.10 7.56 Perlakuan 5 7.36 1.47 0.81 3.33 5.64 Acak 10 18.06 1.81
Total 17 27.06
TIDAK BERBEDA NYATA
KK 77.59 FK 105.19
6
PENGAMATAN 4
SK Db JK KT F. Hit F. Tabel 5% 1%
Ulangan 2 6.96 3.48 0.66 4.10 7.56 Perlakuan 5 38.80 7.76 1.48 3.33 5.64 Acak 10 52.49 5.25
Total 17 98.25
TIDAK BERBEDA NYATA
KK 132.27 FK 249.50
PENGAMATAN 5
SK Db JK KT F. Hit F. Tabel 5% 1%
Ulangan 2 17.31 8.65 1.36 4.10 7.56 Perlakuan 5 74.01 14.80 2.33 3.33 5.64 Acak 10 63.47 6.35
Total 17 154.78
TIDAK BERBEDA NYATA
KK 145.45 FK 381.97
PENGAMATAN 6
SK Db JK KT F. Hit F. Tabel 5% 1%
Ulangan 2 15.64 7.82 1.73 4.10 7.56 Perlakuan 5 137.57 27.51 6.10 3.33 5.64 Acak 10 45.11 4.51
Total 17 198.32
BERBEDA NYATA
KK 122.63
Tabel q 4.91 29.56 FK 613.43
BNJ 6.02
sd 1.23
7
5. Analisis Statistik, Uji Beda Nyata Terkecil (BNJ) Pengamatan Perkembangan Cendawa Endofit dalam Menekan Pertumbuhan Cendawan (Phytophthora palmivora Butler) pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao).
Perlakuan PENGAMATAN
1 2 3 4 5 6
Kontrol 1.79 a 1.96tn 2.46tn 5.10tn 5.95tn 6.84ab Trichoderma 1.29 b 1.62tn 1.75tn 1.89tn 1.98tn 2.07b Aspergillus 1.29 b 1.58tn 2.87tn 5.40tn 6.15tn 8.46ab Beauveria 1.46 ab 1.80tn 3.57tn 4.92tn 7.19tn 8.94a Fusarium 1.47 ab 1.63tn 1.93tn 2.00tn 2.00tn 2.15b Isolat X 1.39 ab 1.82tn 1.93tn 3.03tn 4.37tn 6.57ab
8
6. Analisis Regresi Perkembangan Cendawa Endofit dalam Menekan Pertumbuhan Cendawan (Phytophthora palmivora Butler) pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao).
Perlakuan Regresi (mm/2 hari) R2 Kontrol y = 1.1388x + 0.0308 R2 = 0.9267 Trichoderma y = 0.1453x + 1.257 R2 = 0.9337 Aspergillus y = 1.489x - 0.9209 R2 = 0.9588 Beuveria y = 1.5699 - 0.8482 R2 = 0.8482 Fusarium y = 0.1308x + 1.4042 R2 = 0.8982 Isolat X y = 0.99x - 0.2795 R2 = 0.8784
KONTROL
NO Ulangan Y X XY X2 1 1 1.936492 1 1.94 1 2 2 1.5 1 1.50 1 3 3 1.936492 1 1.94 1 4 1 2.061553 2 4.12 4 5 2 1.581139 2 3.16 4 6 3 2.236068 2 4.47 4 7 1 2.236068 3 6.71 9 8 2 2.5 3 7.50 9 9 3 2.645751 3 7.94 9
10 1 2.5 4 10.00 16 11 2 4.213075 4 16.85 16 12 3 8.573214 4 34.29 16 13 1 2.692582 5 13.46 25 14 2 5.937171 5 29.69 25 15 3 9.233093 5 46.17 25 16 1 2.783882 6 16.70 36 17 2 8.5 6 51.00 36 18 3 9.233093 6 55.40 36
Total 72.30 63.0 312.84 273.0
Rerata 4.02 3.50 17.38 15.17
b = ∑y∑x ∑y∑x/n
4554.88 253.05
59.79
(∑x)2 3969 220.5
9
52.5
b 1.138826 a 0.030759
y = 0.66x - 0.25
b 1.145924
Y = 0.60 X
TRICHODERMA
NO Ulangan Y X XY X2 1 1 1.658312 1 1.66 1 2 2 1 1 1.00 1 3 3 1.224745 1 1.22 1 4 1 1.936492 2 3.87 4 5 2 1.414214 2 2.83 4 6 3 1.5 2 3.00 4 7 1 1.936492 3 5.81 9 8 2 1.802776 3 5.41 9 9 3 1.5 3 4.50 9
10 1 2.179449 4 8.72 16 11 2 2 4 8.00 16 12 3 1.5 4 6.00 16 13 1 2.345208 5 11.73 25 14 2 2 5 10.00 25 15 3 1.581139 5 7.91 25 16 1 2.397916 6 14.39 36 17 2 2 6 12.00 36 18 3 1.802776 6 10.82 36
Total 31.78 63.0 118.86 273.0
Rerata 1.77 3.50 6.60 15.17
b = ∑y∑x ∑y∑x/n
2002.11 111.23
7.63
(∑x)2
10
3969 220.5
52.5
b 0.145288 a 1.257020
y = 0.66x - 0.25
b 0.43537
Y = 0.51 X
ASPERGILLUS
NO Ulangan Y X XY X2 1 1 1.322876 1 1.32 1 2 2 1.118034 1 1.12 1 3 3 1.414214 1 1.41 1 4 1 1.658312 2 3.32 4 5 2 1.5 2 3.00 4 6 3 1.581139 2 3.16 4 7 1 5 3 15.00 9 8 2 1.802776 3 5.41 9 9 3 1.802776 3 5.41 9 10 1 7.889867 4 31.56 16 11 2 6.244998 4 24.98 16 12 3 2.061553 4 8.25 16 13 1 8.20061 5 41.00 25 14 2 7.81025 5 39.05 25 15 3 2.44949 5 12.25 25 16 1 8.674676 6 52.05 36 17 2 8.544004 6 51.26 36 18 3 8.154753 6 48.93 36
Total 77.23 63.0 348.48 273.0
Rerata 4.29 3.50 19.36 15.17
b = ∑y∑x ∑y∑x/n
4865.51 270.31
78.17
11
(∑x)2 3969 220.5
52.5 b 1.489001 a -0.920930
y = 0.66x - 0.25
b 1.276479
Y = 0.53 X
BEAUVERIA
NO Ulangan Y X XY X2 1 1 1.322876 1 1.32 1 2 2 1.322876 1 1.32 1 3 3 1.732051 1 1.73 1 4 1 1.802776 2 3.61 4 5 2 1.658312 2 3.32 4 6 3 1.936492 2 3.87 4 7 1 2.061553 3 6.18 9 8 2 6.461424 3 19.38 9 9 3 2.179449 3 6.54 9
10 1 2.828427 4 11.31 16 11 2 8.093207 4 32.37 16 12 3 3.840573 4 15.36 16 13 1 4.84768 5 24.24 25 14 2 9.233093 5 46.17 25 15 3 7.483315 5 37.42 25 16 1 9.433981 6 56.60 36 17 2 9.354143 6 56.12 36 18 3 8.046738 6 48.28 36
Total 83.64 63.0 375.16 273.0
Rerata 4.65 3.50 20.84 15.17
b = ∑y∑x ∑y∑x/n
5269.25 292.74
82.42
12
(∑x)2 3969 220.5
52.5 b 1.569949
a -
0.848211
y = 0.38x + 0.15
b 1.374208
Y = 0.41 X
FUSARIUM
NO Ulangan Y X XY X2 1 1 1.5 1 1.50 1 2 2 1.322876 1 1.32 1 3 3 1.581139 1 1.58 1 4 1 1.658312 2 3.32 4 5 2 1.5 2 3.00 4 6 3 1.732051 2 3.46 4 7 1 2.12132 3 6.36 9 8 2 1.870829 3 5.61 9 9 3 1.802776 3 5.41 9
10 1 2.12132 4 8.49 16 11 2 2.061553 4 8.25 16 12 3 1.802776 4 7.21 16 13 1 2.12132 5 10.61 25 14 2 2.061553 5 10.31 25 15 3 1.802776 5 9.01 25 16 1 2.12132 6 12.73 36 17 2 2.397916 6 14.39 36 18 3 1.936492 6 11.62 36
Total 33.52 63.0 124.17 273.0
Rerata 1.86 3.50 6.90 15.17
b =
13
∑y∑x ∑y∑x/n 2111.53 117.31
6.87
(∑x)2 3969 220.5
52.5 b 0.130811 a 1.404180
y = 0.66x - 0.25
b 0.454852
Y = 0.58 X
ISOLAT X
NO Ulangan Y X XY X2 1 1 1.5 1 1.50 1 2 2 1 1 1.00 1 3 3 1.658312 1 1.66 1 4 1 1.732051 2 3.46 4 5 2 1.802776 2 3.61 4 6 3 1.936492 2 3.87 4 7 1 1.732051 3 5.20 9 8 2 1.936492 3 5.81 9 9 3 2.12132 3 6.36 9
10 1 1.732051 4 6.93 16 11 2 4.974937 4 19.90 16 12 3 2.397916 4 9.59 16 13 1 1.802776 5 9.01 25 14 2 8.717798 5 43.59 25 15 3 2.598076 5 12.99 25 16 1 1.802776 6 10.82 36 17 2 9.205976 6 55.24 36 18 3 8.689074 6 52.13 36
Total 57.34 63.0 252.67 273.0
Rerata 3.19 3.50 14.04 15.17
14
b = ∑y∑x ∑y∑x/n
3612.47 200.69
51.98
(∑x)2 3969 220.5
52.5 b 0.990044
a -
0.279549
y = 0.51x - 0.10
b 0.925532
Y = 0.49 X
15
LAMPIRAN GAMBAR
1. Kontrol
16
2. Fusarium sp
m
17
3. Trichoderma sp
18
4. Isolat X
19
5. Aspergillus sp
20
6. Beauveria sp