10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Gambaran Umum Tembakau
Tanaman tembakau merupakan tanaman semusim. Dalam dunia
perkebunan tembakau tergolong dalam tanaman perkebunan. Tetapi bukan
merupakan kelompok tanaman pangan. Tembakau merupakan tanaman yang
ditanam untuk mendapatkan daunnya, yang digunakan sebagai bahan baku
pembuatan rokok dan cerutu. Tanaman tembakau diklasifikasikan sebagai berikut:
Family : Salonaceae
Sub family : Nicotinae
Genus : Nicotinae
Species : Nicotiana tobacum L, dan Nicotiana rustica L
Nicotiana tobacum L, dan Nicotiana rustica L mempunyai perbedaan yang
jelas Nicotiana tobacum memiliki daun mahkota bunga yang berwarna merah
muda sampai merah, berbentuk terompet panjang, habitusnya pyramidal, daunya
berbentuk lonjong pada ujung runcing, kedudukan daun pada batang tegak,
merupakan induk tembakau sigaret umumnya, tingginya sekitar 1,2 meter.
Nicotiana rustika memiliki daun mahkota bunga yang berwarna kuning, seperti
terompet berukuran pendek dan sedikit bergelombang, habitusnya silindris,
bentuk daun bulat pada ujung tumpul, dan kedudukan daun pada batang mendatar
agak terkulai. Tembakau ini merupakan varietas induk tembakau cerutu yang
tingginya sekitar 90 cm (Abdullah dan Soedarmanto, 1986).
11
Menurut Abdullah dan Soedarmanto (1986), banyak jenis tembakau di
Indonesia yang dibudidayakan oleh rakyat maupun badan-badan hukum swasta
dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), namun tidak semua jenis tembakau
dapat memberikan keuntungan yang sama besarnya karena setiap jenis tembakau
memiliki kualitas dan kegunaan yang berbeda-beda dalam industri rokok.
Bedasarkan jenis daun yang dihasilkan tembakau dibagi menjadi lima jenis salah
satunya yaitu tembakau asli/rajangan atau tembakau rakyat.
Tembakau asli adalah tembakau yang ditanam oleh rakyat, mulai dari
pembuatan persemaian, penanaman dan pengolahan daunnya, sehingga siap untuk
dijual di pasaran. Tembakau asli/rajang banyak diusahakan oleh rakyat. Hasil
panen umumnya diolah dengan cara dirajang, lalu dikeringkan dengan
penjemuran matahari (sun-curing). Pembudidayaan mulai dari pembuatan
persemaian, penanaman dan pengolahan hasil (daun) sampai siap dijual dan di
pasarkan oleh petani sendiri. Tujuan usahanya adalah untuk diperdagangkan dan
untuk dikonsumsi sendiri. Oleh karena itu, tembakau ini dikenal sebagai tembakau
asli atau rajangan yang merupakan tembakau lokal (Abdullah dan Soedarmanto,
1986).
A. Sejarah Tembakau Mole
Pada abad 16 bangsa Belanda Datang ke Indonesia, dengan mendirikan
kongsi dagang yaitu organisasi pedagang Belanda bernama Vereniging Oos
Indische Compagne (VOC). Pada saat itu, rempah-rempah Nusantara sangat
dominan di Eropa Termasuk tembakau. (Dinas Industri dan Perdagangan
Kabupaten Sumedang, 2010).
12
Melalui kongsinya, Belanda menyebar luaskan tanaman tembakau
diberbagai daerah di Nusantara yaitu di Pulau Jawa dan Sumatera dengan sebutan
tembakau Voor Scoots, dalam bukunya berjudul Tobaccocultuur in America, Azie
en Africa (Budidaya Tembakau di Amerika, Asia, dan Afrika), KF Delden Learne
pada tahun 1885 menyebutkan bahwa di Sumatera telah terjadi perdagangan
tembakau yang sebagian pembelinya adalah orang-orang Eropa dan Asia yang
pada waktu itu dikuasai oleh Jerman dengan sebutan tembakau Deli. Tembakau
Deli kebanyakan didatangkan dari Pulau Jawa karena aroma dan rasanya sangat
baik, pada akhirnya tembakau tersebut dijadikan tanaman rakyat sampai sekarang
(Dinas Industri dan Perdagangan Kabupaten Sumedang, 2010).
Perjalanan tembakau mole masuk ke Sumedang diawali dengan adanya
pasar tembakau sebelum merdeka yang berada di Desa Mariuk Distrik
Tanjungsari yang sekarang bernama Desa Magaluyu Kecamatan Tanjungsari.
Penjualan yang dilakukan pada masa itu menggunakan oblok (pikulan) dengan
sebutan pasar Bako Omprongan. Pedagang datang dari Cigasti, Cicalengka,
Cijambu dan Majalaya. Setelah Indonesia merdeka, terdapat organisasi
kemasyarakatan yang bernama Gerakan Tani Indonesia (GTI) yang mempelopori
pindahnya lokasi Pasar Tembakau ke daerah Lanjung Desa Tanjungsari yang
dalam perjalanannya berkembang ke arah Pasar Tembakau Jawa Barat yang
pedagang dan pembelinya berasal dari berbagai daerah di Jawa Barat. (Dinas
Industri dan Perdagangan Kabupaten Sumedang, 2010).
13
Semakin berkembangnya Pasar Tembakau Lanjung Tanjungsari menarik
petani di Sumedang untuk membudidayakan serta mengolah tembakau yang
rintisannya di wilayah Cijambu yang terkenal dengan tembakau mole gunung
putri, penyebaran pembudidayaan dan pengolahan menyebar ke daerah lainnya di
Kabupaten Sumedang. Tahun 1965 Pasar Tembakau pindah ke Tanjungsari yang
berdekatan dengan alun-alun Tanjungsari sampai dengan tahun 1986 selanjutnya
berpindah kembali pada tahun 2002 ke pasar baru yang dibangun khusus pasar
tembakau yang diberi nama “Pusat Agrobisnis Tembakau Jawa Barat”, dengan
adanya pusat Agrobisnis Tembakau Jawa Barat, pembudidayaan dan pengolahan
tembakau mole semakin berkembang serta semakin terbuka peluang
pemasarannya (Dinas Industri dan perdagangan, 2010).
B. Proses Pengolahan Tembakau Mole
Industri hasil tembakau menghasilkan beberapa jenis komoditi diantaranya
adalah rokok dan tembakau rajangan. Produk rokok terdiri atas rokok kretek,
rokok kretek filter, rokok putih dan cerutu. Industri hasil tembakau yang dominan
di Kabupaten Sumedang adalah tembakau rajangan secara tradisional atau yang
lebih dikenal dengan sebutan tembakau mole. Tembakau mole di pasarkan oleh
pengrajin tembakau diantaranya ke Garut, Tasikmalaya, Cianjur dan sebagian ke
luar Pulau Jawa disamping di pasarkan Kabupaten Sumedang sendiri. Sedangkan
untuk industri rokok di Kabupaten Sumedang yang mulai berkembang yaitu
industri rokok kretek dengan daerah pemasaran diantaranya Sumetara dan
Lampung (Dinas Industri dan Perdagangan Kabupaten Sumedang, 2010).
14
Tembakau mole merupakan salah satu produk pertanian yang diolah
(diproses) dari bahan daun tanaman tembakau. Keterampilan petani dalam
membudidayakan tanaman tembakau sudah berjalan sejak zaman dulu. Akan
tetapi kegiatan budidaya tanaman tembakau ini pada umumnya dilakukan secara
perorangan. Keterampilan budidaya tanaman tembakau dimulai dari penentuan
lokasi lahan, penentuan varietas tanaman yang akan ditanam, pemilihan benih
yang berkualiatas (daya tumbuh ±80%), perlakuan pada saat pembibitan,
pencabutan dan pemindahan bibit tanaman, perlakuan bibit tanaman pada saat
ditanam, pemeliharaan tanaman, pengamatan dan perlakuan tanaman pada saat
sebelum waktu panen tiba (Dinas Industri dan Perdagangan Kabupaten
Sumedang, 2010).
Keterampilan petani pada saat melakukan pemanenan dan pengolahan
daun tembakau hasil panen sangat menentukan kualitas tembakau seni mole yang
dihasilkan. Pada saat melakukan panen petani harus melakukan pengamatan
terhadap kemasakan daun, waktu pemetikan, cara pemetikan, dan perlindungan
terhadap hasil panen, yang dilanjutkan dengan melakukan penyortiran dan
pemeraman daun tembakau. Berikut ini merupakan pengolahan tembakau mole :
1. Pemeliharaan daun, pemilihan daun dilakukan melalui pengelompokan daun
berdasarkan 4 jenis kelompok / kemasakan daun yaitu :
a. Daun terlalu masak
b. Daun tetap masak
c. Daun kurang masak dan
d. Daun cacat
15
Dari 4 jenis kelompok / kemasakan daun yang paling baik dipakai untuk
tembakau mole yaitu dari jenis daun tepat masak.
2. Pemeraman daun, pemeraman dilakukan dengan tujuan agar diperoleh aroma
yang khas dengan ciri daun menguning. Proses pemeraman dapat
dilaksanakan melalui 2 cara yaitu :
a. Tanpa pembuangan gagang dan tanpa penggulungan
b. Dengan membuang gagang dan penggulungan daun
Pemeraman cara pertama yaitu menumpuk atau menata daun sesuai
dengan tingkat kemasakannya dengan posisi gagang berada di bawah pada
lantai yang telah diberi alas untuk menghindari kotoran dan selanjutnya
tumpukan daun tersebut ditutup. Setelah proses selesai selanjutnya gagang
daun dibuang kemudian daun digulung. Sedangkan pemeraman cara kedua
yaitu dilakukan pembuangan gagang lebih dahulu kemudian digulung,
sebanyak 15-20 lembar per gulung. Lamanya pemeraman sesuai jenis daun.
Daun pasir dan kaki selama 1-2 hari, daun tengah, warna hijau selama 2-4
hari, daun warna kuning selama 2-3 hari.
3. Perajangan, perajangan dilakukan setelah melalui proses pemeraman dengan
cara memasukan gulungan demi gulungan daun pada alat perajangan
kemudian diiris/dipotong halus dengan pisau yang tajam dengan ukuran
ketebalan rajangan antara 0,5-1,5 mm. Waktu perajangan sebaiknya dilakukan
pada malam hati, agar paginya dapat dijemur.
4. Penjemuran, pengeringan daun tembakau bisa dengan beberapa cara
diantaranya :
16
a. Diangin-anginkan (air curing)
b. Dijemur (sun curing)
c. Diasap / dengan api (smoke curing)
d. Dengan panas buatan (smoke curing)
Pada umumnya proses pengeringan yang selama ini telah dilakukan oleh
perajang tembakau mole dengan cara dijemur dengan sinar matahari. Daun
tembakau yang telah dirajang kemudian dicetak dengan cara dihamparkan
sedikit demi sedikit (diicis) di atas anyaman bambu (sasag) berbentuk
lempengan dengan ukuran 50-70 x 90-150 cm. Tembakau hasil pencetakan
pada sasag, pagi hari dijemur di atas tempat penjemuran. Siang hari tembakau
pada sasag dibalikkan kemudian sore hari diangkat. Sasag ditumpuk disimpan
di ruangan untuk dijemur keesokan harinya sampai tembakau rajangan benar-
benar kering yaitu apabila tembakau dipegang mudah patah dan kasar
memerlukan waktu sampai kering yaitu 2-3 hari apabila cuaca mendukung.
Setelah tembakau kering, mulai dengan proses pengembunan yang
memerlukan waktu antara 20-25 hari, untuk dimasakan bagian luarnya selama
12-15 hari dan setelah itu dibalik agar masak bagian dalamnya selama 12-15
hari dengan waktu pengembunan pada pukul 03.00-16.00 WIB. Setelah proses
pengeringan tersebut, maka dilakukan pelipatan terhadap tembakau mole.
5. Pengemasan dan penyimpanan hasil olahan, tembakau mole yang telah dilipat
kemudian dikemas dengan pembungkus plastik, satu bungkus plastik tersebut
biasanya terdiri atas 10-30 lipatan tembakau mole. Tujuan pengemasan
tersebut yaitu :
17
a. Menjaga kualitas dan cita rasa dari tembakau mole
b. Memudahkan pengangkutan
c. Memudahkan proses penjualan
d. Memudahkan penyimpanan di gudang
Adapun proses penyimpanan dilakukan sebagai berikut :
a. Simpan tembakau di tempat kering
b. Beri alas (kayu) untuk menghindari kontak langsung dengan lantai
c. Tutup bagian atas dengan menggunakan lembaran plastik/terpal yang rapat
agar dapat tetap terjaga kelembabannya.
d. Selanjutnya tembakau rajangan siap dijual
Pelaku usaha tembakau secara turun menurun sejak dulu telah melakukan
kegiatan pengolahan hasil tembakau untuk dijadikan tembakau mole atau
tembakau rajangan. Dalam memproduksi tembakau mole tidak diperlukan waktu
lama untuk proses penyimpanan (diceungceum) tembakau seperti tembakau untuk
rokok yang harus disimpan selama 2-3 tahun, proses pengolahan tembakau mole
mulai dari pemetikan sampai dengan siap jual memerlukan waktu kurang lebih 30
hari tergantung kondisi cuaca.
Bahan baku utaman untuk mengolah tembakau menjadi rokok maupun
tembakau rajangan adalah daun tembakau. Sedangkan bahan baku pendukung
lainnya yaitu cengkeh, gula, esen dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan dan cita
rasa yang diinginkan. Secara keseluruhan proses pengolahan tembakau yang telah
dikenal di Indonesia pada diagram berikut ini :
18
Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Kab, SumedangGambar 2. Pohon Industri Berbasis Tembakau
2.1.2 Definisi Dampak
Menurut Otto Soemartowo (2001) dampak adalah salah satu perubahan
yang terjadi sebagai akibat suatu aktifitas. Aktifitas tersebut dapat bersifat
alamiah, baik kimia, fisik, maupun biologinya.
SKTKlebat Menyan Klobot SKM
RokokKretek
RokokPutih
CerutuBM = 40%
TembakauIris
RokokKretek
TembakauBlended
BM = 40%
TembakauKeringTanpa
Tulang Daun
TembakauRajangan
Rokok Putih
BadanDaun
TangkalDaun
TembakauKeringDengan
Tulang Daun
KayuBakar
Bibit / BenihTembakau
BatangTembakau
Daun basahBunga (Biji)Tembakau
Tanaman Tembakau
PucukDaun
19
Aktifitas dapat pula dilakukan oleh manusia, misalnya jika petani
menyemprot sawahnya dengan pestisida untuk memberantas hama wereng, yang
mati oleh semprotan pestisida bukan hanya wereng saja, melainkan juga lebah
madu yang terbang diudara, ikan yang hidup di dalam air sawah, dan katak sawah
yang memakan serangga. Matinya lebah, ikan, dan katak secara umum disebut
dampak.
Manusia, seperti halnya semua mahluk hidup berinteraksi dengan
lingkungan hidupnya. Ia mempengaruhi lingkungan hidupnya dan sebaliknya ia
dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Otto Soemarwoto (2001) menambahkan
bahwa manusia modern terbentuk oleh lingkungan hidupnya dan sebaliknya
manusia modern membentuk lingkungan hidupnya. Membicarakan manusia harus
pula membicarakan lingkungan hidupnya. Manusia tanpa lingkungan hidup
adalah abstaksi belaka.
Artinya, Pengusaha termasuk ke dalam lingkungan yaitu apabila
lingkungan berubah (Kebijakan mengenai Pajak Hasil Tembakau) maka akan
terjadi perubahan pula pada manusianya (Pengusaha). Untuk dapat melihat bahwa
suatu dampak atau perubahan telah terjadi, kita harus mempunyai bahan
pembanding sebagai acuan, salah satu acuan ialah keadaan sebelum terjadi
perubahan. Menurut Otto Soemarwoto (2001) di dalam AMDAL dijumpai dua
jenis batasan tentang dampak, yaitu :
1. Dampak pembangunan terhadap lingkungan ialah perbedaan antara kondisi
lingkungan sebelum ada pembangunan dan diprakirakan akan ada setelah ada
pembangunan.
20
2. Dampak pembangunan terhadap lingkungan ialah perbedaan antara kondisi
lingkungan yang diprakirakan akan ada tanpa adanya pembangunan dan yang
diprakirakan akan ada dengan adanya pembangunan tersebut.
Gambar 3. Melukiskan Secara Skematis Terjadinya Dampak
Dalam penelitian mengenai dampak kebijakan pajak hasil tembakau pada
tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 di Kecamatan Tanjungsari. Tahun 2007
merupakan awal dari para pengusaha terkena pajak cukai sehingga para
pengusaha diharuskan memiliki nomor pokok pajak kena cukai, kebijakan pajak
hasil tembakau yang terjadi pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 terjadi
kenaikan tarif pajak UU RI No.11 Tahun 1995 mengenai amendemen cukai,
perluasan banguanan pabrik tertuang dalam PMK No.200/PMK.04/2008, dan
kebijakan mengenai pengusaha kena pajak pertambahan nilai tertuang dalam
PMK No.68/PMK.03/2010.
Dampak dari kebijakan pajak hasil tembakau yang terjadi pada tahun
2007-2011 terhadap pengusaha dilihat dari perbedaan antara kondisi yang
diperkirakan akan ada tanpa program kebijakan pajak hasil tembakau tahun 2007-
2011, dan yang diperkirakan akan ada ketika kebijakan pajak hasil tembakau
tahun 2007-2011 terjadi.
Dampak1
Dampak2
Dampak2
Dampak1
Kegiatan
Tujuan
21
2.1.3 Agroindustri Hasil Tembakau Iris Mole
Agroindustri merupakan salah satu dari bagian dari empat subsistem
agribisnis, yaitu subsistem pengolahan hasil pertanian (Soeharjo, 1991; Badan
Agribisnis Depran, 1995; Soekartawi, 2000; Saragih, 2000; Said dan intan, 2001).
Hal tersebut dipertegas oleh Austin (1992) yang menyatakan bahwa agroindustri
adalah usaha mengolah bahan baku hasil pertanian menjadi berbagai produk yang
dibutuhkan konsumen.
Agroindustri hasil tembakau iris mole adalah serangkaian kegiatan
pengolahan tembakau mole rajangan halus dengan pencampuran obat
perasa/aroma hingga proses pengemasan. Berikut proses pengolahan hasil
tembakau iris mole :
1. Pencampuran antara tembakau iris halus (mole) dengan tembakau iris kasar
(tembakau jawa)
2. Penyemprotan obat
3. Pengirisan tembakau 25-120 gram/bungkus
4. Pengemasan tembakau yang telah memiliki merek dagang
5. Pengepakan bungkusan tembakau 20 bungkus/ packaging
2.1.4 Kelangsungan Usaha Hasil Tembakau iris mole
Perusahaan merupakan sebuah entitas bisnis yang menjalankan usahanya
dengan tujuan memperoleh laba (profit oriented). Laba menjadi tolak ukur yang
penting atas efektivitas dan efisiensi (Anthony dan Govindarajan, 2008:175),
namun perolehan laba tidak menjamin perusahaan mampu beroperasi dalam
jangka panjang.
22
Perusahaan diharapkan dapat beroperasi dalam waktu cukup lama untuk
merealisasikan proyek, komitmen, dan aktivitasnya yang berkelanjutan. Hal ini
sesuai dengan dalil kelangsungan usaha (going concern postulate) yang
mengasumsikan bahwa entitas tidak diharapkan akan dilikuidasi pada masa depan
atau bahwa entitas akan berlanjut sampai periode yang tidak dapat ditentukan
(Belkaoui, 2006:271).
Kelangsungan usaha selalu dihubungkan dengan kemampuan manajemen
dalam mengelola perusahaan. Ketika suatu perusahaan mengalami permasalahan
keuangan (financial distress), kegiatan operasional akan terganggu. Hal itu
akhirnya berdampak pada tingginya risiko perusahaan dalam mempertahankan
kelangsungan usahanya pada masa mendatang, (Ayu, 2010).
Kelangsungan usaha hasil tembakau yang dimaksud adalah perusahaan
tidak diharapkan akan bangkrut pada masa yang akan datang atau perusahaan
akan berlanjut sampai periode yang tidak dapat ditentukan, apabila dihadapkan
dengan persyaratan dan prosedur yang harus dipenuhi dalam pengusaha tembakau
iris mole yang di atur dalam UU RI no 11 tahun 1995 mengenai amandemen cukai
tentang penetapan harga dasar dan tarif cukai, PMK Nomor 118/PMK.04/2006
perubahan kedua atas peraturan menteri keuangan Nomor 43/PMK.04/2005,
terhitung mulai tanggal 1 Maret 2007, PMK Nomor 134/PMK.04/2007 Perubahan
ketiga atas peraturan menteri keuangan Nomor 43/PMK.04/2005, terhitung mulai
tanggal 1 Januari 2008, PMK Nomor 203/PMK.011/2008 Perubahan ketiga atas
peraturan menteri keuangan Nomor 43/PMK.04/2005, terhitung mulai tanggal 1
Februari.
23
PMK Nomor 181/PMK.011/2009, terhitung mulai tanggal 1 Januari 2010,
PMK Nomor 190/PMK.011/2010, terhitung mulai tanggal 1 Januari 2011. PMK
Nomor 200/PMK.04/2008 mengenai sayarat dan prosedur pemberian Nomor
Pokok Pajak Barang Kena Cukai (NPPBKC) dan PMK Nomor 68/PMK.03/2010
mengenai pengusaha kena pajak (pajak pertambahan nilai).
2.1.5 Syarat dan Prosedur Usaha Hasil TembakauA. Syarat Membuka Usaha Hasil Tembakau
Para pengusaha yang ingin membuka usaha hasil tembakau harus memiliki
surat perizinan dari dinas-dinas terkait syarat untuk membuka usaha. Berikut
kelengkapan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh para pengusaha hasil
tembakau, yang tersaji dalam Tabel 2:
Tabel 2. Syarat membuka usaha hasil tembakau
No Syarat membuka usaha hasil tembakau1 Kartu tanda penduduk pemilik usaha2 Izin Mendirikan Bangunan
3 Izin yang dikeluarkan pemerintah daerahsetempat berdasarkan UU mengenai gangguan
4 Surat izin usaha perdagangan5 Izin usaha industri atau Tanda daftar industri6 Tanda daftar perusahaan7 Tanda daftar gudang8 Rekomendasi Disnaker9 Surat Keterangan Catatan Kepolisian10 Nomor pokok wajib pajak11 Nomor pokok pajak barang kena cukaiSumber : Data Primer dan PMK Nomor 200/PMK. 04/2008
Kartu tanda penduduk pemilik usaha yaitu usaha yang dimiliki oleh
perorangan, izin mengenai gangguan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah
adalah izin ganguan tetangga, karena bersinggungan dengan hunian masyarakat.
24
Rekomendasi Dinas tenaga kerja dilakukan karena setiap perusahaan pasti
memiliki tenaga kerja untuk membantu proses produksinya, maka dari itu perlu
rekomendasi dari dinas tenaga kerja. Nomor pokok pajak kena cukai merupakan
syarat dari Direktorat Jendral Bea dan Cukai, dikarena tembakau merupakan
barang kena cukai sehingga sebagai bentuk pengawasan dari peredaran tembakau
itu sendiri dapat terpantau dari nomor pokok pajak kena cukai pada saat
administasi pembayaran pita cukai.
B. Syarat dan Prosedur Mendapatkan Nomor Pokok Pajak Kena Cukai(NPPBKC) untuk Usaha Hasil Tembakau PMK Nomor200/PMK.04/2008
Tabel 3. Syarat Mendapatkan Nomor Pokok Pajak Kena Cukai
No Syarat MendapatkanNomor Pokok Pajak Kena Barang Kena Cukai (NPPBKC)
1 IMB2 Izin yang dikeluarkan pemerintah daerah
setempat berdasarkan UU mengenai gangguan3 Izin usaha industri atau Tanda daftar industri4 Surat izin usaha perdagangan5 Rekomendasi Disnaker6 Nomor pokok wajib pajak7 Surat Keterangan Catatan Kepolisian8 Kartu tanda penduduk pemilik usaha9 Memiliki luas bangunan pabrik atau tempat usaha pada tahun
2007 seluas 5 m2 diperluas pada tahun 2008 menjadi 200 m2
Sumber : PP No. 72 Tahun 2008 jo. PMK No.200/PMK.04/2008
Prosedur yang harus dilalui oleh para pengusaha untuk mendapatkan
nomor pokok pajak kena cukai yaitu :
1. Pengusaha pabrik terlebih dahulu mengajukan permohonan secara tertulis
kepada kepala kantor yang mengawasi untuk dilakukan pemeriksaan lokasi,
bangunan atau tempat usaha, dilampiri dengan
25
Fotokopi tanda daftar industri
Gambar denah bangunan dan fotokopi IMB
Fotokopi Izin yang dikeluarkan pemerintah daerah setempat berdasarkan
UU mengenai gangguan.
2. Dilakukannya wawancara terhadap pemohon dalam rangka memeriksa
kebenaran data lampiran dan data pemohon sebagai penanggung jawab usaha,
kemudian pejabat bea dan cukai membuatkan berita acara wawancara tersebut.
3. Pejabat bea dan cukai melakukan pemeriksaan lokasi, bangunan tempat usaha.
Lokasi, bangunan usaha yang dimaksud harus memenuhi ketentuan yaitu:
Tidak berhubungan langsung dengan bangunan, halaman, atau tempat-
tempat lain yang bukan bagian pabrik yang dimintakan izin.
Tidak berhubungan langsung dengan tempat tinggal.
4. Memiliki luas bangunan paling sedikit 50 m2 dalam ketentuan (PP No. 5
Tahun 1997) kemudian diperbaharui menjadi 200 m2 pada tahun 2008 dalam
ketentuan (PP No. 72 Tahun 2008 jo. PMK No.200/PMK.04/2008). Untuk
memenuhi ketentuan baru tersebut para pengusaha diberi tenggang waktu
selama tiga tahun semenjak peraturan pemerintah tersebut dikeluarkan.
5. Pejabat bea dan cukai membuat berita acara pemeriksaan yang disertai gambar
denah lokasi, bangunan usaha dalam jangka waktu 30 hari sejak surat
permohonan diterima.
Serangkaian berita acara pemeriksaan tersebut digunakan sebagai syarat untuk
memperoleh NPPBKC dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal berita acara
pemeriksaan.
26
6. Pengusaha pabrik melakukan permohonan nomor pokok pajak kena cukai
sebagai pengusaha hasil tembakau secara tertulis kepada Menteri Keuangan
u.p kepala kantor yang mengawasi.
7. Kepala kantor atas nama Menteri Keuangan menerbitkan keputusan
Permohonan dikabulkan atas pemberian nomor pokok pajak kena cukai, dalam
jangka waktu 30 hari sejak permohonan diterima secara lengkap.
8. NPPBKC untuk pengusaha pabrik tembakau berlaku selama masih
menjalankan usaha.
Pengusaha pabrik yang medapatkan NPPBKC harus memasang nama yang
memuat paling sedikit nama perusahaan, alamat, dan NPPBKC dengan ukuran
lebar paling kecil 60cm dan panjang paling kecil 120cm.
C. Syarat Produksi dan Harga Jual Usaha Hasil Tembakau UU RI No.11 tahun 1995
1. Batasan produksi
Tahun 2007 pengusaha tidak diperbolehkan untuk memproduksi lebih dari
50.000.000 gram, tahun 2008 pengusaha tidak diperbolehkan untuk memproduksi
lebih dari 500.000.000 gram, sedangkan pada tahun 2009-2011 para pengusaha
dibebaskan untum memproduksi lebih banyak tanpa ada batasan produksi.
2. Batas harga jual eceran
Tahun 2007 tidak boleh melibihi Rp 35, tahun 2008 tidak boleh melebihi
Rp 40 dan pada tahun 2009 – 2011 paling rendah Rp 40 sampai dengan Rp 149 .
27
D. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak PMK Nomor 68/PMK.03/2010
Pengusahan wajib dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak, apabila
sampai dengan satu bulan dalam tahun buku jumlah penerimaan bruto/omsetnya
melebihi Rp 600.000.000, dilakukan paling lambat akhir bulan berikutnya setelah
bulan saat jumlah penerimaan bruto/omset melebihi Rp 600.000.000. Apabila
diperoleh data yang menunjukan adanya kewajiban pajak tidak dipenuhi oleh
pengusaha, Direktur Jendral Pajak dapat mengukuhkan pengusaha tersebut
sebagai pengusaha kena pajak secara jabatan.
Pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak dan
jumlah penerimaannya kurang dari Rp 600.000.000. pengusaha kena pajak dapat
mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai pengusaha kena pajak.
Jika perusahaan tidak ingin menjadi pengusaha kena pajak maka penerimaan
bruto atau omset mereka tidak boleh melebihi Rp 600.000.000.
2.1.6 Kebijakan Pajak Hasil Tembakau
A. Definisi Kebijakan
Banyak definisi yang dibuat oleh para ahli untuk menjelaskan arti
kebujakan. Thomas Dye menyebutkan kebijakan sebagai pilihan pemerintah
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Definisi ini dibuatnya dengan
menghubungkan pada beberapa definisi lain dari David Easton, Lasswell dan
Kaplan, dan Carl Friedrich. Easton menyebutkan kebijakan pemerintah sebagai
“kekuasaan mengalokasi nilai-nilai untuk masyarakat secara keseluruhan.” Ini
mengandung konotasi tentang kewenangan pemerintah yang meliputi keseluruhan
kehidupan masyarakat.
28
Tidak ada suatu organisasi lain yang wewenangnya dapat mencakup
seluruh masyarakat kecuali pemerintah. Sementara Lasswell dan Kaplan yang
melihat kebijakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan, menyebutkan kebijakan
sebagai program yang diproyeksikan berkenaan dengan tujuan, nilai dan praktek.
Carl Friedrich mengatakan bahwa yang paling pokok bagi suatu kebijakan adalah
adanya tujuan (goal), sasaran (objektive) atau kehendak (purpose).
H. Hugh Heglo menyebutkan kebijakan sebagai, suatu tindakan yang
bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi Heglo ini selanjutnya
diuraikan oleh Jones dalam kaitan dengan beberapa isi dari kebijakan. Pertama,
tujuan. Di sini yang dimaksudkan adalah tujuan tertentu yang dikehendaki untuk
dicapai (the desired ends to be achieved). Bukan suatu tujuan yang sekedar
diinginkan saja. Dalam kehidupan sehari-hari tujuan yang hanya diinginkan saja
bukan tujuan, tetapi sekedar keinginan. Setiap orang boleh saja berkeinginan apa
saja, tetapi dalam kehidupan bernegara tidak perlu diperhitungkan. Baru
diperhitungkan kalau ada usaha untuk mencapainya, dan ada”faktor pendukung”
yang diperlukan.
Kedua, rencana atau proposal yang merupakan alat atau cara tertentu
untuk mencapainya. Ketiga, program atau cara tertentu yang telah mendapat
persetujuan dan pengesahan untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Keempat,
keputusan, yakni tindakan tertentu yang diambil untuk menentukan tujuan,
membuat dan menyesuaikan rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program
dalam masyarakat.
29
B. Definisi Pajak
Definisi atau pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH
(Mardiasmo, 2011), “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan
undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
(Kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum”. Subjek pajak, adalah orang pribadi atau badan
yang dapat dikenakan pajak sedangkan wajib pajak, adalah orang pribadi atau
badan, meliputi pembayaran pajak, pemotongan pajak, dan pemungut pajak.
Subjek pajak mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
Kebijakan pajak hasil tembakau adalah peraturan yang mengatur tentang
barang kena cukai dan pengusaha kena pajak. Pajak hasil tembakau terdiri dari
pajak cukai dalam UU RI No. 11 Tahun 1995 dan pajak pertambahan nilai dalam
PMK No. 68/PMK03/2010.
C. Kebijakan Tarif Cukai Hasil Tembakau Iris Mole
Sesuai dengan kebijakan UU RI No. 11 Tahun 1995 mengenai
amendemen cukai pada tahun tahun 2007-2008 pengusaha hasil tembakau iris
mole di Kecamatan Tanjungsari termasuk dalam golongan III namun pada tahun
2009-2011 berubah menjadi tanpa golongan, penggolongan tersebut dikatagorikan
besar kecilnya usaha untuk pengusaha hasil tembakau iris mole. Tarif cukai untuk
tembakau iris mole terus naik mulai dari empat persen, menjadi delapan persen
dan kemudian berganti menjadi lima rupiah per gram. Cara perhitungan tarif
persentase adalah sebagai berikut :
Seri x Lembar x Harga Jual Eceran x Tarif %
30
Sedangkan untuk tarif gramase yaitu sebagai berikut :
Seri adalah jenis seri cukai yang terdiri dari:
Seri I, jumlah keping pita 120 keping Seri II, jumlah keping pita 56 keping
Seri III, jumlah keping pita 150 keping
Lembar adalah Jumlah lembar pita cukai
Harga jual eceran adalah harga jual dalam satu kemasan hasil tembakau iris
Gram adalah berat dari isi kemasan hasil tembakau iris
Tarif cukai adalah besarnya pembayaran cukai berdasarkan perhitungan tarif
persentase yang dikalikan dengan omset (Seri x Lembar x Harga Jual Eceran)
dan perhitungan tarif gramase yang dikalikan dengan banyaknya bahan baku
yang digunakan (Seri x Lembar x Isi Tiap Kemasan (Gram)).
Tabel 4. Perubahan Harga Jual Eceran Dan Perubahan Tarif Pajak Cukai
Tahun Jan – Feb2007
Mar – Des2007
Jan 2008 –Jan 2009
Feb – Des2009
Jan – Des2010
Jan – Des2011
HJE Rp 35 Rp 40 Rp 40 Lebih dariRp 250
Lebih dariRp 250
Lebih dariRp 250
Tarif pajakCukai 4% 4% 8% Rp 5 /gr Rp 5 /gr Rp 5 /gr
Sumber : UU RI No. 11 Tahun 1995
D. Kebijakan Pajak Pertambahan Nilai
Sesuai dengan Menteri Keuangan No. 68/PMK03/2010, mengenai
pengusaha kena pajak (Pajak Pertambahan Nilai) pemungutan dan penyetoran
pajak pertambahan nilai atas penyerahan hasil tembakau dan kemudian ditindak
lanjuti dengan penetapan.
Seri x Lembar x Isi Tiap Kemasan (Gram) x Tarif Rp 5/gram
31
Pengenaan pajak pertambahan nilai atas penyerahan hasil tembakau,
berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dikenakan atas penyerahan hasil
tembakau oleh pengusaha pabrik, dihitung dengan menerapkan tarif efektif
dikalikan dengan harga jual eceran. Besar tarif efektif ditetapkan sebesar 8,4
persen. PPN yang terutang atas penyerahan hasil tembakau dipungut oleh
pengusaha pabrik dan disetor ke kas negara bersamaan dengan saat pembayaran
cukai atas pemesanan pita cukai.
Cara perhitungan pajak pertambahan nilai ini adalah sebagai berikut :
2.1.7 Penerimaan Negara Bukan Pajak
PNBP singkatan dari Penerimaan Negara Bukan Pajak, yaitu seluruh
penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan.
Dalam kegiatan pelayanan pemesanan pita cukai, dikenakan jasa pelayanan
pemesanan pita cukai yang ditetapkan sebesar Rp 30.000,- untuk setiap dokumen
pemesanan pita cukai (CK-1) dan hasil penerimaan ini dimasukkan sebagai
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) 8
2.1.8 Konsep Pendapatan dan BiayaA. Pendapatan
Menurut Soekartawi (2000) pendapatan total diperoleh dari penerimaan
total dikurangi dengan total biaya dalam suatu proses produksi. Sedangkan total
penerimaan diperoleh dari produk fisik dikalikan dengan harga produk. Boediono
(2002), penerimaan adalah penerimaan produsen dari nilai outputnya.
8 Menteri Keuangan, Keputusan Nomor 118/KMK.04/2004 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun2003.
Seri x Lembar x Harga Jual Eceran x Tarif %
32
Menurut Soekartawi (2000), penerimaan adalah suatu nilai produk total
dalam jangka waktu tertentu. Di dalam penerimaan penerimaan terdapat istilah
pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor adalah nilai semua
output (produksi) yang dihasilkan dari kegiatan produksi dikalikan dengan harga
satu satuan produk, jika pendapatan (penerimaan) dikurangi dengan biaya yang
dikeluarkan selama produksi dinamakan pendapatan bersih. Jadi yang dimaksud
dengan pendapatan bersih adalah selisih antara penerimaan yang diperoleh dengan
biaya yang dikeluarkan selama proses produksi yang berlangsung.
B. Biaya
Biaya adalah beban pembayaran untuk melakukan pelayanan seperti bahan
baku, bahan tambahan, upah, asuransi, pajak, transportasi, pengadaan dan promosi
penjualan (Siagian, 2003). Menurut Sukirno (2005) biaya produksi adalah semua
pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor
produksi dan bahan-bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan
barang-barang yang diproduksi. Biaya produksi tersebut dapat diartikan sebagai
uang, barang atau jasa yang dipakai dalam rangka menghasilkan suatu produk.
Menurut Sukirno (2005), biaya produksi dibagi menjadi dua jenis biaya yaitu:
1. Biaya tetap merupakan biaya dengan jumlah totalnya tetap dalam kisaran
volume kegiatan tertentu, yang termasuk biaya tetap adalah pajak dan biaya
penyusutan alat.
2. Biaya variabel merupakan biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding
dengan volume kegiatan. Misalnya biaya bahan baku, biaya bahan bakar,
biaya listrik, biaya transportasi, dan biaya tenaga kerja.
33
Keuntungan yang diperoleh perusahaan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu
harga jual, biaya produksi, dan volume produksi. Biaya menentukan harga jual
untuk mencapai laba yang diinginkan. Harga jual mempengaruhi volume
produksi. Volume produksi mempengaruhi biaya produksi. Jadi ketiga faktor
tersebut saling berkaitan satu sama lain. Analisis pendapatan dan biaya berguna
untuk mengukur dan sebagai alat evaluasi (penilaian) keberhasilan, mengetahui
biaya produksi per unit produk yang dihasilkan, mengetahui dan memperkirakan
keuntungan. Tujuan utama dari analisis pendapatan adalah untuk menggambarkan
keadaan sekarang suatu kegiatan usaha dan menggambarkan keadaan yang akan
datang dari perencanaan atau tindakan.
C. R/C Rasio
Kadarsan (1992), menyatakan bahwa untuk mengetahui keuntungan dari
suatu investasi, dapat dilihat dari perbedaan antara biaya dan penghasilan suatu
investasi. Mengetahui tingkat keuntungan, imbangan penerimaan dan biaya
(revenue and cost) ini penting artinya dalam memperhitungkan rangsangan bagi
industri kecil dalam melakukan kegiatan proses produksi bahan dasar menjadi
bahan jadi. Suatu usaha dinyatakan berhasil apabila pendapatan tinggi dan
mengalami peningkatan untuk setiap kali proses produksi. Salah satu konsep
untuk mengukur tingkat keuntungan usaha adalah dengan menggunakan analisis
imbangan antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan (Revenue/Cost). RC
ratio adalah perbandingan antara total penerimaan dan total biaya.
34
Dari pengertian di atas, maka dapat dilihat bahwa untuk mencapai RC
ratio harus diketahui besarnya total penerimaan dan total biaya. Hubungan antara
biaya (C) dan penerimaan usaha (R) ada beberapa kemungkinan sebagai berikut :
R/C<1, maka usaha tersebut dikatakan rugi
R/C>1, maka usaha tersebut dikatakan untung
R/C=1, maka usaha tersebut dikatakan impas
2.2 Penelitian Terdahulu2.2.1 Keragaan Agribisnis Tembakau. Dina Agustina, 2004.
Keragaan Agribisnis Tembakau (nicotiana tobacum L.) di Desa Genteng
Kecamatan Sukasari Kabupaten Sumedang. Hasil dari penelitian ini menunjukan :
Usaha agribisnis tembaku rajangan di Desa Genteng merupakan suatu
usaha yang bersifat turun temurun dan merupakan sumber pendapatan utama bagi
penduduk Desa Genteng. Petani tembakau di Desa Genteng merupakan petani
kecil dengan kepemilikan lahan sempit. Berdasarkan analisis kelayakan usaha
dihasilkan nilai 2,86 yang berarti bahwa usaha tani tembaku di Desa Genteng
layak untuk diusahakan dengan rata-rata keuntungan yang diperoleh Rp. 3.
765.368,- per 0,225 ha/MT, dengan kondisi usaha tani diatas nilai Break Event
Point.
Pengadaan sarana produksi berupa benih dan bibit dilakukan dengan
melakukan persemaian sendiri, sedangkan pupuk, obat-obatan dan peralatan
pertanian membeli secara langsung dari toko atau kios. Teknologi yang digunakan
dalam usaha tani masih tergolong sederhana dan tenaga kerja yang digunakan
sebagain besar berasal dari dalam keluarga.
35
Hampir seluruh petani tembaku desa Genteng merupakan pengolah
tembakau rajangan dengan cara pemasaran melalui Bandar desa dan Bandar
keliling. Modal untuk usaha tani tembaku merupakan modal pribadi karena belum
ada lembaga keuangan yang menunjang, demikian pula dengan lembaga
pembinaan dan kelompok tani khusus untuk usaha tani tembaku sebelum
terbentuk.
2.2.2 Analisis Saluran Pemasaran Tembakau Rajangan. Dameria Siahaan,2005
Analisis Saluran Pemasaran Tembakau Rajangan (suatu kasus di Desa
Pasigaran Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang Propinsi Jawa Barat).
Hasil analisis bagian harga yang diterima produsen/pengolah menunjukkan bahwa
bagian harga yang diterima pengolah berbeda-beda pada setiap saluran pemasaran
tembakau rajangan putih. Bagian harga tertinggi yang diterima pengolah terdapat
pada saluran I dan IV, karena saluran ini merupakan saluran langsung, artinya
pengolah/produsen langsung menjual tembakau ke pengusaha tembakau mole
sebagai konsumen tembakau rajang.
Sedangkan bagian harga yang paling randah yang diterima pengolah
terdapat pada saluran II. Saluran pemasaran yang paling efisien diantara saluran
pemasaran yang lain. Baik dari segi teknis dan ekonomis adalah saluran
pemasaran I. pada saluran ini pengolah menjual tembaku rajangannya tanpa
mengantar ke tempat pembeli, tetapi menjual di tempat (rumah) pengolah,
sehingga secara teknis, tidak ada biaya yang dikeluarkan.
36
Hasil analisis menunjukan bahwa faktor-faktor yang dianggap paling
mempengaruhi pengolahan tembakau rajang putih dalam memilih saluran
pemasaran adalah rasa sosial dan kepercayaan antar lembaga, kebutuhan akan
uang tunai, jarak kepasar dan sistem pembayaran, sedangkan untuk pedagang
pengumpul, faktor-faktor yang dianggap paling mempengaruhi dalam pemilihan
saluran pemasaran adalah rasa sosial dan kepercayaan antar lembaga,
ketidakpastian harga, sistem pembayaran dan lamanya berlangganan.
2.2.3 Profil Industri Rumah Tangga Tembakau Mole. Ahmad Pradana
Dhadiayat, 2007
Industri Rumah Tangga Tembakau mole, studi kasus di Desa Pasigaran
Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa proses pengadaan faktor produksi, proses pengolahan, dan pemasaran
dilakukan oleh pengrajin. Faktor produksi ini meliputi pengadaan bahan baku,
pengadaan modal, tenaga kerja dan pengadaan peralatan. Proses pengolahan
meliputi kegiatan pemetikan daun, sortasi, pemeraman daun, perajangan,
pengeringan dan pengemasan.
Proses pemasaran yang dibahas adalah saluran pemasaran dan sistem
pembayaran. Rata-rata pendapatan yang diperoleh pengrajin tembakau mole di
Desa Pasigaran dalam sekali proses produksi adalah Rp. 1.567.550. Besarnya
R/C ratio 1,63 hal ini berarti usaha ini layak untuk diusahakan. Titik impas
diperoleh dengan memproduksi tembakau mole sebanyak 2 samapi 3 bantal atau
12 kg samapai 18 kg.
37
2.2.4 Yoka Yoshika Meikolva, 2008. Deskripsi Usaha Perajangan
Tembakau Mole
Deskripsi usaha perajangan tembakau mole (Studikasus pada Kelompok
Tani Subur Tani, Dusun Cipulus Desa Pasigaran Kecamatan Tanjungsari
Kabupaten Sumedang). Hasil penelitian menunjukan bahwa usaha perajangan
tembakau mole yang dilakukan oleh anggota subur tani dilihat dari aspek pasar,
aspek teknis, dan aspek finansial memiliki keadaan yang baik untuk dilakukan.
Tersedianya pasar dan tingginya perminataan, tidak terkendala dari segi
teknis dan nilai R/C usaha yang menunjukkan bahwa usaha ini menguntungkan
dan layak untuk dijalankan. Peran dan fungsi kelompok tani, walaupun kelompok
ini masih berumur satu tahun, akan tetapi telah dirasa mendatangkan manfaat dan
mendukung usaha anggotanya. Kendala yang sangat dirasakan oleh anggota
kelompok tani adalah kurangnya dana untuk modal pembelian daun tembakau dan
keadaan alam yang terkadang tidak sesuai dengan keinginan petani. Berdasarkan
penelitian terdahulu banyak penelitian tentang tembakau belum dikaitkan dengan
pajak, kebaharuan dalam usulan penelitian ini yaitu menganalisi dampak dari
kebijakan pajak hasil tembakau terhadap pendapatan dan kelangsungan usaha
tembakau iris mole, studi kasus di Kecamatan Tanjungsari.
2.3 Kerangka Pemikiran
Usaha pengolahan hasil tembakau yang salah satunya tembakau mole iris
merupakan usaha yang disorot oleh Pemerintah dari segi kesehatan dan
lingkungan, bahkan dunia ikut serta menyoroti perkembangan usaha tembakau
melalui WHO dalam kebijakan FCTC.
38
Tembakau mole merupakan tembakau khas Sumedang, banyak para petani
yang membudidayakannya dan tidak sedikit para pengusaha yang mengusahakan
tembakau mole iris, pengusaha tembakau mole iris yang berada di Kecamatan
Tanjungsari merupakan pengusaha kecil yang termasuk dalam golongan III
pengusaha pabrik Tembakau Iris (TIS) yaitu dengan batasan produksi tidak lebih
dari 50 juta gram. Akibat kerugian yang ditimbulkan dari keberadaan tembakau,
pemerintah mengawasi peredaran pengolahan tembakau dan membatasi produksi
olahan tembakau.
Cara pemerintah dalam mengawasi peredaran olahan tembakau yaitu
dengan membebankan kepada pengusaha untuk membayar pajak cukai,
pembayaran pajak cukai akan diganti dengan pemberian pita cukai, dimana pita
cukai tersebut harus dilekatkan pada kemasan olahan tembakau, tarif pajak cukai
selalu berubah sesuai dengan kebijakan pemerintah dalam menaikan tarif tersebut.
Selain pajak cukai pemerintah menambahkan beban lagi kepada para pengusaha
hasil tembakau mole yang sudah memiliki omset penjualan lebih dari (Rp 600
Juta) diharuskan untuk dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak yaitu dengan
membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 8,4% dari total omset. Bentuk
dari proteksi pemerintah tidak hanya dari kenaikan tarif cukai dan PPN namun
pemerintah menentukan kebijakan luas pabrik yang dimiliki para pengusaha
pengolah tembakau diharuskan memiliki luas bangunan minimal 200 m2 yang
awalnya hanya 50 m2.
39
Kenaikan pajak cukai dan ditambah dengan PPN berdampak pada
pendapatan, selain itu kebijakan pemerintah dalam syarat mengembangkan usaha
pengolahan tembakau sangat sulit, dan memerlukan biaya yang tinggi, rata-rata
para pengusaha tembakau mole iris merupakan industi kecil, dengan adanya
kebijakan tersebut berdampak pada pendapatan dan kelangsungan usaha para
pengusaha tembakau, salah satunya para pengusaha tembakau mole iris yang
berada di Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang. Berikut adalah alur
kerangka pemikiran yang tersaji pada Gambar 4.
Gambar 4. Kerangka Pemikiaran
AnalisisPendapatan
Pengusaha Tembakau Mole Iris
Kenaikan Tarif Pajak Hasil Tembakau
Dampak Kebijakan Pajak Hasil Tembakau Terhadap Pendapatan danKelangsungan Usaha Tembakau Mole Iris
Bahan BakuBahan PenunjangPajak Tarif CukaiPajak Pertambahan Nilai
Biaya variabel
Biaya tetap
AnalisisBiaya
R/C Rasio
Volume PenjualanPenerimaan
Nilai Penjualan
Total Penerimaan
Total Biaya
PMKNo.68/PMK.03/2010
PKP (PPN)
PMKNo.200/PMK.04/2008Pemberian NPPBKC
UU RINo.11Tahun 1995Amandemen Cukai
PemenuhanProsedur danPersyaratan
Usaha