Download - Anestesi Rawat Jalan RF
ANESTESI PASIEN RAWAT JALAN
Konsep kunci
1. Ketepatan melakukan prosedur pembedahan terutama pada pasien rawat jalan
pada dasarnya tergantung pada sumber fasilitas, perkiraan lamanya operasi dan
tingkat perawatan pasien paska operasi yang mungkin dibutuhkan.
2. Kesamaan tingkat perawatan perioperatif termasuk uji laboratorium, dibutuhkan
untuk pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.
3. Standar monitoring intraoperatif untuk anestesi pasien rawat jalan dan pasien
rawat inap adalah sama.
4. Masalah yang berhubungan dengan anestesi spinal atau epidural yang dapat
memperlambat pelaksanaan termasuk hipotensi ortostatik, pemanjangan blokade
motorik atau sensorik dan retensi urin.
5. Suatu metode untuk mengurangi insidensi mual dan muntah paska operasi adalah
melarang intake oral termasuk cairan, sampai pasien merasa lapar.
6. Semua pasien rawat jalan harus tinggal di rumah ditemani seorang dewasa yang
bertanggungjawab yang akan menjaga mereka sepanjang malam.
Salah satu perubahan yang paling dramatik dalam cara perawatan kesehatan selama dua
dekade terakhir telah bergeser dari pembedahan pasien rawat inap menjadi rawat jalan
(atau disebut juga pembedahan ambulatori). Diperkirakan bahwa 60-70% seluruh prosedur
pembedahan di Amerika Serikat dilakukan dengan bedah rawat jalan. Dorongan utama
untuk perubahan ini adalah penghematan ekonomi yang dihasilkan dengan tidak
mondoknya pasien pada malam sebelum operasi atau menjaga mereka di rumah sakit
pada malam setelah operasi. Keuntungan lain bedah sehari termasuk pulang lebih awal,
kenyamanan pasien dan mengurangi risiko infeksi nosokomial. Karena seperti yang
diharapkan, tren menuju bedah rawat jalan telah mempengaruhi praktik anestesi.
Keberhasilan besar pada bedah rawat jalan juga berperan penting untuk
memajukan teknik anestesi dan pembedahan. Spektrum baru pendekatan invasif minimal
dan endoskopi pada pembedahan menyebabkan bedah rawat jalan atau pemulangan dari
rumah sakit lebih awal praktis untuk meningkatkan jumlah operasi. Pembedahan pada
pasien rawat jalan juga berperan penting terhadap meningkatnya minat terhadap
perkembangan agen anestesi aksi jangka pendek dan sangat pendek serta teknik anestesi
regional. Kecepatan perkembangan ini dan aplikasinya menimbulkan kontroversi
berlebihan dimana prosedur pembedahan dapat dilakukan dengan aman pada pasien
rawat jalan dan tempat mereka seharusnya dilakukan – poliklinik rawat jalan rumah sakit,
klinik bedah swasta atau praktek dokter.
Keterbatasan dan pertimbangan khusus yang terlibat dalam pelaksanaan anestesi
yang aman dan efisien untuk pembedahan pasien rawat jalan akan digali. Pertimbangan
sebelum, selama dan setelah operasi akan dijelaskan.
PERTIMBANGAN SEBELUM OPERASI
PERTIMBANGAN TEMPAT
Pembedahan yang dilakukan pada pasien rawat jalan biasanya mengambil tempat
pada salah satu tempat : rumah sakit khusus, klinik bedah swasta dan praktik dokter.
Setiap tempat ini mengembangkan pertimbangan spesifik. Pertama, rumah sakit khusus
menawarkan akomodasi dan perlengkapan baik rawat jalan maupun rawat inap. Kedua,
klinik bedah swasta dirancang untuk waktu tinggal yang sangat singkat; beberapa pusat
menawarkan fasilitas rawat inap semalam. Ketiga, suatu perkiraan bahwa 15-20% seluruh
prosedur pasien rawat jalan dilakukan di tempat praktek.
Tanpa memperhatikan lokasi, suatu kewajiban ahli anestesi untuk memastikan
bahwa semua obat dan peralatan segera tersedia dan dapat dipergunakan dengan baik
untuk menyediakan kondisi yang aman untuk pasien.
PEMILIHAN KASUS PEMBEDAHAN
Ketepatan melakukan prosedur pembedahan pada pasien rawat jalan atau
ambulatory pada dasarnya tergantung pada sumber daya fasilitas, perkiraan lama operasi
dan tingkat perawatan pasien paska operasi yang mungkin dibutuhkan. Sebagai contoh,
fasilitas bedah swasta mungkin tidak menyediakan operasi yang rumit karena fasilitas tidak
dapat memberikan akomodasi kepada pasien yang membutuhkan tindakan paska operasi,
sebaliknya instalasi rawat jalan pada rumah sakit nyata sekali dilengkapi untuk menangani
kasus seperti itu. Lebih lanjut lagi,fasilitas pasien rawat inap secara khusus menyediakan
fasilitas laboratorium yang lebih komprehensif dan akses yang lebih besar untuk konsultan
spesialis. Sejak waktu di ruang pemulihan relatif independent terhadap lamanya operasi
dan anestesi, sebagian besar senter bedah sekarang merasa nyaman dalam menerima
pasien untuk operasi pasien rawat jalan yang secara luas lebih baik dari rekomendasi lama
2
yaitu maksimal 2 jam. Lebih jelas lagi, operasi pasien rawat jalan kurang tepat jika pasien
akan membutuhkan perawatan paska operasi yang ekstensif karena sifat dasar operasi
atau karena kondisi medis sebelumnya. Beberapa senter bedah pasien rawat jalan tidak
menerima kasus komplikasi akibat infeksi karena kurangnya fasilitas isolasi. Pada
akhirnya, faktor ekonomi sering mengharuskan pembedahan dilakukan dengan rawat
jalan. Banyak pihak ketiga tidak mau membayar prosedur pembedahan kosmetik atau
pembedahan rawat jalan yang diwakilkan untuk menghindari biaya perawatan pasien
rawat inap yang tidak penting. Kondisi yang membahayakan terjadi di beberapa rumah
sakit yang menawarkan unit 24 jam sepanjang malam. Pada keadaan ini, pasien diawasi
sepanjang malam dan dipulangkan besok pagi-menyediakan perawatan luas dan
pengamatan sementara memberikan pelayanan pada pasien rawat jalan yang diwakilkan
oleh banyak asuransi.
Kontroversi disekitar pemilihan kasus pasien rawat jalan dikhususkan tonsilektomi
dan adenoidektomi. Diperkirakan 3% pasien yang membutuhkan prosedur pembedahan ini
mengalami perdarahan paska operasi; banyak pasien akan membutuhkan transfusi dan
pembedahan ulang. Perlu dicatat bahwa perdarahan post tonsilektomi tidak terjadi hingga
lebih dari 12 jam setelah operasi. Untuk alasan ini, banyak senter bedah menjadwalkan
operasi ini pada pagi hari untuk memberikan pengawasan maksimal dalam fasilitas,
sedangkan beberapa pusat bedah tidak mengijinkan tonsilektomi dilakukan dengan
pembedahan rawat jalan.
PEMILIHAN PASIEN
Sesuai dengan prosedur pembedahan, panduan untuk pemilihan pasien secara cepat
berkembang menjadi lebih bebas. Sementara hanya pasien American Society of Anesthesiologist (ASA) kelas 1 atau 2 yang pada awalnya dipertimbangkan untuk
pembedahan rawat jalan, banyak senter akhir-akhir ini membolehkan pasien ASA 3
dengan kondisi medis stabil. Beberapa senter mengijinkan pasien ASA 4 menjalani
prosedur yang terbatas sifat atau dimana admisi rumah sakit menempatkan pasien pada
risiko tinggi. Contoh situasi ini pasien kanker yang mendapat imunosupresan
membutuhkan insersi kateter Hickman untuk kemoterapi. Pasien dengan penyakit sistemik
serius (misalnya obesitas morbid, DM tipe I yang tidak terkontrol, asma yang tergantung
steroid, miastenia gravis) membutuhkan evaluasi kasus per kasus dengan pertimbangan
penyakit yang makin memberat dan sifat prosedur pembedahan.
3
Kemampuan pasien untuk mematuhi instruksi tertulis preoperative dan
postoperative dan adanya seseorang yang bertanggungjawab menemani pasien di rumah
sama pentingnya dengan kondisi medis pasien dalam menentukan ketepatan
pembedahan pasien rawat jalan. Kemungkinan admisi rumah sakit sepanjang malam
harus diterima dan dipahami oleh pasien.
Usia bukanlah kontraindikasi untuk pembedahan pasien rawat jalan dengan
pengecualian sebagai berikut :
Bayi premature kurang dari 50 minggu post konsepsi ( beberapa senter menggunakan
60 minggu sebagai cutt of time Bayi dengan riwayat displasia bronkhopulmoner atau episode apneu yang menjadi
gejala selama 6 bulan terakhir
Bayi sekandung yang meningggal karena sindrom kematian infan mendadak
Pasien-pasien kelompok ini mempunyai resiko tinggi terjadinya apneu post operasi
dan seharusnya dimonitor setidaknya 24 jam setelah operasi. Pasien-pasien tua
membutuhkan lebih banyak waktu dibandingkan pasien dewasa muda untuk
mengembalikan kemampuan psikomotor secara penuh. Namun demikian, mereka-dan
anak-anak-paling beruntung pada pembedahan pasien rawat jalan karena mereka paling
rentan terhadap efek samping psikologis yang berhubungan dengan admisi rumah sakit.
UJI LABORATORIUM DAN EVALUASI PREOPERATIF
Pentingnya uji laboratorium tidak tergantung apakah pembedahan dilakukan pada pasien
rawat jalan atau rawat inap. Tingkat yang sama perawatan perioperatif, termasuk uji
laboratorium dibutuhkan untuk pasien rawat jalan dan rawat inap. Salah satu kegagalan
anestesi pada pasien rawat jalan adalah pembatalan jadwal pembedahan karena atau
kegagalan pasien untuk mengikuti instruksi preoperative (misal: melarang pasien makan).
Karena masalah logistic sering ditemui dalam mengevaluasi pasien rawat jalan sebelum
pembedahan, dokter sering meminta uji laboratorium yang berlebihan. Sebagian besar
kekacauan dan biaya bisa dieliminasi oleh ahli anestesi yang mengevaluasi pasien
sebelum hari operasi. Hal ini dapat berbentuk riwayat preoperasi dan pemeriksaan fisik
seperti biasa,interview lewat telepon,atau kuisioner skrining. Studi multiple telah
menunjukan bahwa anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah prosedur penyaringan yang
lebih efektif untuk mengetahui penyakit pasien dibandingkan uji laboratorium rutin.
4
PREMEDIKASI
Pertimbangan untuk premedikasi pasien rawat jalan sama dengan pada pasien rawat inap
kecuali untuk tujuan tambahan rapid emergence. Injeksi intra muskuler agen jangka
panjang seperti morfin sulfat atau lorazepam dapat dengan mudah diganti dengan
pemberian intravena obat-obat jangka pendek seperti fentanil medazolam secara umum
penggunaan agen jangka pendek secara bijaksana tidak bermakna terhadap
memanjangnya waktu pemulihan. Tentu saja pengurangan premedikasi semua sedative
merupakan alternative untuk pasien. Karena jelas sekali pada pasien rawat inap,
premedikasi yang paling efektif adalah informasi dari interview preoperative.
Dalam beberapa studi, pasien rawat jalan mempunyai resiko tinggi terhadap
aspirasi pneumonia karena meningkatnya keasaman dan volume sekresi lambung.
Bagaimanapun juga pemberian rutin antagonis histamine H2 atau obat-obat protektif
lainnya tidak direkomendasikan oleh sebagian besar penulis.
PERTIMBANGAN SELAMA OPERASI
PERTIMBANGAN TEKNIK ANESTESI DAN FARMAKOLOGI
1. Anestesi Umum
Sebagian besar teknik induksi tidak mempengaruhi waktu pulih sadar kecuali
mengikuti kasus-kasus operasi singkat. Khususnya , propofol, thiopental, etomidate,
methohexital dan induksi inhalasi dapat diterima. Ketamine berhubungan dengan
prolonged emergence pada beberapa pasien. Propofol mungkin menjadi pilihan agen
induksi terbaik pada sebagian besar pasien rawat jalan karena kecenderungannya
memberikan waktu pulih sadar yang cepat dengan insidensi rendah terjadinya mual
atau muntah. Pembedahan pasien rawat jalan sendiri bukan kontraindikasi untuk
intubasi, tetapi banyak kasus membutuhkan penggunaan face mask atau laryngeal
mask airway (LMA).
Anestesi dapat dipertahankan dengan agen volatile, bolus kecil opioid jangka
pendek atau infuse kontinyu anestesi intravena. Enfluran tampaknya menjadi
pengecualian karena kurangnya hubungan antara waktu anestesi dan waktu
pemulihan dan seharusnya mungkin dihindari pada kasus operasi yang melebihi 2
jam. Desfluran dan sevofluran memberikan waktu pulih sadar yang paling cepat dari
anestesi volatile yang tersedia akhir-akhir ini karena koefisien partisi darah/gas yang
rendah. Sejumlah anestesi intravena dan kombinasi anestesi telah digunakan dalam
5
teknik anestesi intravena total selama anestesi pasien rawat jalan. Propofol,
remifentanil, alfentanil dan sufentanil memiliki durasi kerja yang singkat dan popular
digunakan pada anestesi pasien rawat jalan. Karena obat-obat dengan aksi singkat
cenderung menghabiskan biaya untuk diberikan selama kasus operasi jangka
menengah, sehingga perlu suatu alternative untuk mengganti teknik anestesi selama
pembedahan. Sebagai contoh, anestesi bisa dimulai dengan induksi propofol, diikuti
pemeliharaan dengan isofluran atau sevofluran dan diganti menjadi infus propofol atau
desfluran saat akhir operasi untuk rapid emergence. Anestesi dapat ditambah dengan
nitrous okside.
Pilihan pelumpuh otot tergantung banyak faktor, termasuk mengantisipasi
lamanya anestesi, kondisi medis sebelumnya dan harga obat. Mivacurium
memberikan mula kerja menengah, tetapi memiliki lama kerja yang singkat
dibandingkan pelumpuh otot non depolarisasi lainnya. Atracurium, vecuronium dan
rocuronium adalah pelumpuh otot aksi jangka menengah. Penggunaan rutin stimulator
saraf membantu menghindari kelebihan dosis dan masalah yang berkaitan dengan
sisa kelumpuhan otot. Infuse kontinyu suksinil kolin menjadi pilihan yang masuk akal
untuk kasus yang membutuhkan pelumpuh otot dengan periode kerja yang sangat
singkat (missal esofagoskopi). Pasien rawat jalan tampaknya memiliki risiko meningkat
untuk mialgia paska operasi setelah pemberian suksinil kolin. Apakah komplikasi ini
bisa dicegah dengan pemberian pelumpuh otot non depolarisasi masih merupakan
kontroversi.
Standar pemantauan selama operasi untuk anestesi pada pasien rawat jalan
dan rawat inap sama; standar minimum untuk pemantauan selama operasi diadopsi
oleh ASA.
2. Anestesi Regional
Keuntungan anestesi regional pada pembedahan rawat jalan termasuk
sedikitnya perubahan dalam fungsi susunan saraf pusat dan derajat pemulihan nyeri
paska operasi. Bergantung pada tipe blok regional, beberapa komplikasi paska
operasi (muntah, mengantuk) dapat dikurangi, dibandingkan dengan anestesi umum.
Kerugian potensial anestesi regional pada pasien rawat jalan adalah jumlah waktu
yang dibutuhkan untuk melakukan beberapa blok. Teknik-teknik yang mungkin
berkembang dari anestesi spinal atau epidural menjadi blok saraf tepi (blok
retrobulber) atau infiltrasi local. Masalah-masalah yang berhubungan dengan anestesi
6
spinal atau epidural yang dapat menghambat pemulihan termasuk hipotensi ortostatik,
blockade sensorik atau motorik memanjang dan retensi urin. PDPH lebih sering terjadi
pada pasien rawat jalan dibandingkan pasien rawat inap. Teknik yang berhubungan
dengan komplikasi seharusnya dihindari; sebagai contoh blok supraklavikular dapat
menyebabkan pneumotorak. Obat-obat anestesi lokal seharusnya dipilih dengan hati-
hati untuk mencegah relaksasi otot yang memanjang pada periode paska operasi.
Meskipun dengan anestesi regional, fungsi psikomotor dapat terganggu untuk
beberapa jam setelah pembedahan jika obat-obat sedative juga diberikan.
3. Pemantauan Perawatan Anestesi
Banyak prosedur bedah minor aman dilakukan menggunakan anestesi local
(blok lapangan oleh ahli bedah) dikombinasi dengan sedasi intravena. Prosedur bedah
seperti prosedur bedah plastic minor, prosedur mata dan biopsy payudara dapat
dengan mulus dikerjakan menggunakan teknik ini. Pemantauan sama seperti anestesi
umum. Oksigen dapat diberikan dengan nasal kanul atau face mask-kadang-kadang
diganti untuk memudahkan menilai pembedahan wajah atau mata. Teknik yang umum
adalah sedasi awal dan ansiolisis dengan benzodiazepine (midazolam 1-3 mg) diikuti
dengan propofol. Bolus kecil propofol dapat diberikan sebelum ahli bedah
menyuntikkan anestesi local sehingga pasien cepat tidak sadar dan tidak ingat dengan
rasa terbakar yang mengawali injeksi anestesi local. Pemantauan anestesi dibicarakan
lebih lanjut dalam diskusi kasus pada akhir bagian ini.
PERTIMBANGAN PASKA OPERASI
KOMPLIKASI
Komplikasi paska operasi yang relative tidak bermakna pada pasien rawat inap
dapat mencegah pasien rawat jalan untuk siap pulang dan pemulangan pasien yang
membahayakan dari unit bedah rawat jalan. Faktor yang berhubungan dengan komplikasi
paska operasi termasuk jenis kelamin perempuan, tidak terpapar anestesi umum
sebelumnya, intubasi endotrakheal, operasi bagian perut dan lama operasi melebihi 30
menit.
Muntah adalah masalah umum yang jika berkepanjangan membutuhkan admisi
rumah sakit. Insidensinya meningkat dengan teknik anestesi yang membutuhkan opioid
dosis tinggi, jenis operasi tertentu, nyeri paska operasi dan predisposisi motion sickness
(tabel 1).
7
Tabel 1. Faktor risiko untuk mual dan muntah paska operasiFaktor pasien
Usia mudaJenis kelamin wanita, khususnya jika menstruasi pada hari pembedahan atau pada kehamilan trimester
pertamaRiwayat muntah paska operasi sebelumnyaRiwayat motion sicknessKeterlambatan pengosongan lambung (misal pasien gemuk)
Teknik anestesiPemberian opioidAnestesi umumObat-obat anestesi (neostigmine, ketamine, agen volatile)Nyeri paska operasiHipotensi
Prosedur pembedahanOperasi strabismusOperasi mataLaparoskopiOrchidopeksiOvum retrievalTonsilektomi
Pasien dengan risiko tinggi diuntungkan dengan profilaksis rutin dengan obat anti emetik.
Obat-obat penghambat reseptor serotonin 5-HT3 seperti ondansetron (4 mg iv), atau
dolasetron (12,5 mg iv) secara luas digunakan dan toleransinya sangat baik. Droperidol
(0,01-0,05 mg/kg BB iv) juga obat yang efektif, tetapi pada dosis dewasa seharusnya
dibatasi kurang dari 1,25 mg untuk mencegah rasa mengantuk paska operasi. Meskipun
dosis kecil ini berefek pada ansietas paska operasi dan disfori. Metoklopramide (10 mg iv)
memiliki kelebihan tidak menghambat pemulihan dari anestesi umum dan dapat
mengurangi volume gaster residual. Pada pasien dengan risiko tinggi untuk muntah, dua
obat anti muntah dapat diberikan sebagai kombinasi. Studi klinis menyarankan bahwa
ondansetron sama efektifnya seperti kombinasi droperidol dan metoklopramide.
Deksamethason (10-12 mg iv) berguna pada pasien dengan mual muntah berulang.
Pemberian skopolamin transdermal 2 jam sebelum operasi dapat mengurangi kejadian
mual dan muntah paska operasi, tetapi efek samping antikolinergik (seperti mulut kering,
kehilangan pendengaran dekat, retensi urin, disorientasi, somnolence) membatasi
penggunaannya. Suatu metode untuk mengurangi kejadian mual dan muntah paska
operasi adalah melarang intake oral; termasuk cairan hingga pasien merasa lapar.
Keluhan rasa haus dan lapar dapat dipulihkan dengan berkumur air, tetapi menelan air
seharusnya dihindari. Memaksakan cairan oral pada pasien mual dapat mengecewakan
hasil.
8
Nyeri paska operasi dapat dikontrol dengan analgesik intravena atau blok saraf
lokal. Meskipun pemberian agonis opioid jangka pendek selama operasi dapat
meningkatkan kejadian mual dan muntah paska operasi, pemulihan anestesi tidak
diperpanjang dengan dosis rendah ( misal fentanyl 2 g/ kg BB). Meskipun dosis lebih
rendah sering efektif dalam mengontrol nyeri di ruang pemulihan (fentanyl 0,5 g/ kg BB).
Ketorolak intravena atau intramuskuler (30-60 mg) diberikan sebelum akhir operasi
biasanya memberikan beberapa derajat analgesi tanpa predisposisi terjadinya depresi
nafas atau muntah. Alternatif yang lebih murah adalah pemberian anti inflamasi non
steroid oral sebelum operasi. Infiltrasi dengan anestesi local selama pembedahan efektif
menurunkan ketidaknyamanan paska operasi pada hernia inguinal repair, sirkumsisi dan
ligasi tuba. Setelah pemulangan dari ruang pemulihan, sebagian besar pasien dapat
diberikan medikasi untuk nyeri secara oral (seperti asetaminofen) jika nafsu makan mereka
kembali seperti semula.
Prolonged somnolence adalah komplikasi yang jarang terjadi kecuali obat-obat
anestesi jangka panjang diberikan. Nyeri kepala adalah masalah paska operasi yang
umum terjadi dan tampaknya meningkat setelah pemberian agen anestesi volatile.
Retensi urin dapat terjadi setelah anestesi umum sama aeperti blok spinal atau epidural.
Hal ini khususnya menjadi masalah pada pria tua dengan hipertrofi prostate. Kateterisasi
kandung kemih sederhana terbukti traumatic dan membutuhkan konsultasi dengan ahli
urologi. Nyeri telan dan suara serak adalah keluhan yang umum terjadi setelah intubasi
endotrakheal, tetapi dapat juga terjadi setelah ventilasi face mask, LMA atau anestesi
regional dengan sedasi. Batuk disertai dengan sesak nafas paska intubasi jarang terjadi
pada pasien anak-anak.
KRITERIA PEMULANGAN
Pemulihan dari anestesi dapat dibagi menjadi 3 stadium : emergence dan terbangun
(awakening), kesiapan pulang (home rediness) dan pemulihan psikomotor secara penuh.
Pemulangan dari senter bedah pasien rawat jalan adalah keadaan pasien dapat
menerima tingkat minimal kesiapan pulang (tabel 2).
Tabel 2. Definisi kriteria kesiapan pulangOrientasi terhadap personal, tempat dan waktuTanda vital stabil selama 30-60 menitKemampuan untuk berjalan tanpa dibantuKemampuan untuk mentoleransi cairan oral
9
Kemampuan untuk mengosongkan kandung kemihTidak adanya nyeri yang bermakna atau perdarahan
Tes psikomotor dan kognitif (tes Trieger, tes menambahkan simbol angka) akhir-akhir ini
tidak rutin direkomendasikan untuk tujuan ini. Pemulihan propriosepsi, tonus simpatis,
fungsi kandung kemih dan kekuatan motorik adalah criteria tambahan setelah anestesi
regional. Sebagai contoh, propriosepsi ibu jari kaki secara utuh, perubahan ortostatik
minimal dan fleksi plantar kaki normal adalah tanda pemulihan setelah anestesi spinal
yang penting.
Semua pasien rawat jalan yang dipulangkan ke rumah ditemani seorang dewasa
yang bertanggungjawab yang akan menemani mereka sepanjang malam. Pasien harus
diberikan instruksi paska operasi yang tertulis bagaimana mereka meminta pertolongan
darurat dan menjalankan perawatan follow up rutin. Penilaian kesiapan pulang adalah
tanggungjawab dokter, terutama ahli anestesi yang sudah mengenal dengan pasien.
Kewenangan untuk memulangkan pasien ke rumah dapat diwakilkan kepada perawat jika
kriteria pemulangan yang sebelumnya disepakati secara tegas dilaksanakan.
Kesiapan pulang tidak menyatakan bahwa pasien memiliki kemampuan untuk
membuat keputusan penting, untuk mengendarai atau kembali bekerja. Aktivitas ini
membutuhkan pemulihan psikomotor yang penuh dimana sering tidak tercapai hingga 24-
72 jam paska operasi. Pada beberapa senter bedah swasta atau praktik dokter, persiapan
dapat dilaksanakan dengan fasilitas perawatan terdekat untuk memberikan 1-2 hari
manajemen pemulihan paska operasi. Hal ini seharusnya dipertimbangkan untuk
mengontrol nyeri, perawatan luka atau keahlian perawat menjadi asisten sebagai inndikasi.
Semua senter pasien rawat jalan harus menggunakan beberapa sistim follow up
paska operasi yang melibatkan penggunaan kuisoner pasien atau kontak telepon setelah
kepulangan.
10