ANALISIS HUBUNGAN PENGGUNAAN LAHAN DAN RASIO DEBIT DI
DAS SEKAMPUNG HULU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SWAT
DAN REGRESI LINIER BERGANDA
Skripsi
Oleh
REYSA FATTAH PRATIWI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
ABSTRAK
ANALISIS HUBUNGAN PENGGUNAAN LAHAN DAN RASIO DEBIT
DI DAS SEKAMPUNG HULU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL
SWAT DAN REGRESI LINIER BERGANDA
Oleh:
Reysa Fattah Pratiwi
DAS Way Sekampung Hulu merupakan Daerah Aliran Sungai yang terletak di
Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung dengan luas 43.453,30 Ha. DAS
Sekampung Hulu telah mengalami perubahan penggunaan lahan hutan menjadi
pertanian yang sangat luas. Akibat konversi hutan menjadi lahan pertanian dan usaha
tani tanpa mempertimbangkan kemampuan dan kesesuaian lahan, serta agroteknologi
konservasi tanah dan air, telah menyebabkan kerusakan DAS Sekampung Hulu yang
berdampak pada bagian hilir. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari parameter
yang berpengaruh terhadap debit di DAS Sekampung Hulu, mengetahui model
hubungan penggunaan lahan dalam fungsi linier berganda berdasarkan perhitungan
debit SWAT, dan mengetahui bentuk penggunaan lahan yang paling berpengaruh
(sensitif) terhadap rasio debit.
Metode penelitian terdiri atas persiapan dan pengumpulan data. Analisis penelitian
yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu analisis SWAT, analisis regresi linier
berganda, analisis tingkat kesalahan (RMSE), dan uji kepekaan model.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa nilai kalibrasi sebesar (R2 0,70), nilai validasi
sebesar (R2 0,82), dan nilai RMSE sebesar (0,250004). Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa 1) parameter koefisien waktu jeda aliran permukaan, konstanta
manning’s permukaan tanah, konstanta manning’s permukaan sungai, faktor
kompensasi evaporasi permukaan tanah, faktor kompensasi transpirasi tanaman,
koefisien kehilangan air tanah, faktor aliran air tanah (hari), konduktivitas hidrolik
saluran sungai (mm/hari), dan kapasitas menahan air (mm/mm) berpengaruh terhadap
debit di DAS Sekampung Hulu dengan tingkat ketelitian (validitas) sebesar 82%. 2)
Kondisi hidrologi (debit) DAS Sekampung Hulu juga dapat diduga menggunakan
model regresi linier berganda dalam bentuk fungsi eksponensial yang
menggambarkan hubungan antara rasio debit (Q satuan m3/det)) dengan luas setiap
bentuk penggunaan lahan (satuan hektar), dengan nilai koefisien determinasi R2
terbaik sebesar 0,324. 3) Bentuk penggunaan lahan yang paling besar pengaruhnya
(sensitif) dalam meningkat nilai rasio debit adalah Pertanian Lahan Kering (PLKR),
sedangkan penggunaan lahan yang paling berpengaruh (sensitif) mengurangi nilai
rasio debit adalah semak belukar (SMBL).
Kata Kunci : Rasio Debit, Penggunaan Lahan, Daerah Aliran Sungai (DAS)
ABSTRACT
ANALYSIS CORRELATION OF LAND USE AND DEBIT RATIO
IN WATERSHED OF SEKAMPUNG HULU USING SWAT MODEL AND
MULTIPLE LINIER REGRESSION
By
Reysa Fattah Pratiwi
Watershed of Way Sekampung Hulu is one of watershed area located in Tanggamus
Regency, Lampung Province with the large of 43.453,30 Ha. Watershed of Way
Sekampung Hulu had been changing from forest land to largest land of agriculture.
As a result of converting forest into agricultural land and agricultural sector without
deciding the capabilities of land and the suitable of land, and agrotechnology of land
and water conservation, it effected damage to seamounts of Way Sekampung Hulu on
the downstream. The purpose of this research was to find out the parameter effected
to debit in watershed of Sekampung Hulu, to find out the correlation model of various
land use in multiple linear with debit ratio of SWAT, and to find out the land use is
most effective (sensitive) to debit ratio.
The method of this research is preparation and data collecting. The analysis in this
research is using the SWAT analysis, multiple linear regression analysis, error level
analysis (RMSE), dan sensitivity tests model analysis. So it can be concule that 1)
The coefficient parameter of surface flow, konstanta manning’s of land use, constanta
manning’s of river surface, compensation factor of evaporation of land surfaces,
compensation factor for plant transpiration, coefficient of water plant loss, flow of
water soil factor (day), hydrolic conductivity flow of river, and water storage capacity
(mm/mm) was affected to discharge at watershed of Sekampung Hulu with precision
levels (validity) of 82%. 2) hidrology condition (debit) at watershed of Sekampung
Hulu also it can be using by exponential regression model that correlation between
the exponential ratio (Q unit m3/s) with the width of each land use (hectare unit ),
with coefficient determidation value of 0,324. 3) The land’s use most influential
(sensitive) increasing debit rasio value is ratification is secondary farm (PLKR),
while The land’s use most influential (sensitive) decreasing debit rasio value is shrub
(SMBL).
Keyword: Debit Ratio, Land Use, Watershed.
ANALISIS HUBUNGAN PENGGUNAAN LAHAN DAN RASIO DEBIT DI
DAS SEKAMPUNG HULU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SWAT
DAN REGRESI LINIER BERGANDA
Oleh
REYSA FATTAH PRATIWI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 22 Maret
1998, anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Ir. H.
Revi Akmal Yudaputra, MEP dan Ibu Unsri. Penulis
menyelesaikan pendidikan mulai dari Pendidikan Taman
Kanak-kanak di TK PERTIWI yang diselesaikan pada Tahun
2004, Sekolah Dasar (SD) di SDN 1 PAHOMAN Bandar
Lampung diselesaikan pada Tahun 2010, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di
SMPN 25 Bandar Lampung diselesaikan pada Tahun 2013, Sekolah Menengah Atas
(SMA) di SMAN 2 Bandar Lampung diselesaikan pada Tahun 2016.
Pada tahun 2016 penulis terdaftar sebagai mahasiswa S1 Teknik Pertanian di
Universitas Lampung melalui jalur SBMPTN. Selama menjadi mahasiswa, penulis
pernah menjadi asisten dosen elektronika, hidrologi, aplikasi GIS, dan pengelolaan
daerah aliran sungai. Penulis juga aktif pada organisasi tingkat fakultas yaitu
Lembaga Studi Mahasiswa Pertanian (LS-MATA) menjadi Anggota Pengembangan
Sumber Daya Anggota pada periode 2018-2019. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja
Nyata (KKN) Tematik yang dilakukan pada bulan Januari - Februari 2019 di Desa
Pakuan Ratu, Kecamatan Pakuan Ratu, Kabupaten Way Kanan. Bulan Juli - Agustus
2019 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di Balai Pelatihan Pertanian (BPP)
Lampung, dengan judul “Mempelajari Sistem Hidroponik DFT Pada Tanaman
Bayam”. Penulis berhasil mencapai gelar Sarjana Teknik (S.T.) S1 Teknik Pertanian
pada tahun 2020 dengan menghasilkan skripsi yang berjudul “ANALISIS
HUBUNGAN PENGGUNAAN LAHAN DAN RASIO DEBIT DI DAS
SEKAMPUNG HULU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SWAT DAN
REGRESI LINIER BERGANDA.”
PERSEMBAHAN
Bismillahirrahmaniraahim
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
kupersembahkan Karya Kecilku ini untuk :
Papa dan Mamaku Tercinta
Bapak Ir. H. Revi Akmal Yudaputra, MEP dan Ibu Unsri
Adik-adikku Tersayang
Safhira Hayyi Dwiria dan Alya Salma Tri’Aisyah
Serta
Almamaterku Tercinta
Universitas Lampung
Teknik Pertanian 2016
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat meyelesaikan tugas akhir perkuliahan dalam penyusunan
skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Besar Muhammad
SAW dan keluarga serta para sahabatnya. Aamiin.
Skripsi yang berjudul “Analisis Hubungan Penggunaan Lahan dan Rasio Debit Di
DAS Sekampung Hulu Dengan Menggunakan Model SWAT dan Regresi Linier
Berganda” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik (S.T) di
Universitas Lampung.
Penulis memahami dalam penyusunan skripsi ini begitu banyak cobaan, suka, dan
duka yang dihadapi, namun berkat kesabaran, ketulusan doa, semangat, bimbingan,
dan dukungan dari kedua orang tua serta berbagai pihak sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M. Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung atas izin yang diberikan untuk melaksanakan Praktik
Umum.
2. Dr. Ir. Agus Haryanto, M. P., selaku Ketua Jurusan Teknik Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
3. Dr. Muhammad Amin, M. Si., selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah
memberikan bimbingan dan berbagai masukan serta motivasi dalam
penyelesaian skripsi ini.
4. Dr. Ir. Ridwan, M. S., selaku Pembimbing Kedua sekaligus Pembimbing
Akademik yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan masukkan,
bimbingan, motivasi dan saran selama proses penelitian hingga penyusunan
skripsi ini.
5. Dr. Ir. Sugeng Triyono, M. Sc., selaku pembahas yang telah memberikan
saran dan masukan sebagai perbaikan selama penyusunan skripsi ini.
6. Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji-Sekampung (BBWS M-S) beserta
staf, terimakasih atas data yang telah diberikan untuk menunjang
terselesaikannya skripsi ini.
7. Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Masgar
Lampung, terimakasih atas data yang telah diberikan untuk menunjang
terselesaikannya skripsi ini.
8. Hendri Setiawan, S.T.P, terimakasih atas ilmu dan waktunya dalam
membantu terselesaikannya penelitian.
9. Papaku (Ir. H. Revi Akmal Yudaputa, MEP), mamaku (Unsri), Adik-adikku
(Safhira Hayyi Dwiria dan Alya Salma Tri’Aisyah) yang sangat luar biasa
memberikan kasih sayang, semangat, dan doa nya selama ini.
10. Muhammad Krisna Triandana, terimakasih atas kontribusi dalam memberikan
semangat dan meluangkan waktu untuk membantu proses penyusunan skripsi
ini.
11. Kak Finta, terimakasih atas bantuan dan dukungan dalam proses penyusunan
skripsi ini.
12. Teman-teman Teknik Pertanian 2016, atas kebersamaan dan dukungannya
selama ini.
Bandar Lampung, 18 Februari 2020
Penulis
Reysa Fattah Pratiwi
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................... i
DAFTAR TABEL................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 5
2.1 Siklus Hidrologi ........................................................................................ 5
2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS) .................................................................... 6
2.3 Pengelolaan DAS ...................................................................................... 7
2.4 Debit Sungai.............................................................................................. 8
2.5 Penggunaan Lahan (Land Use) ............................................................... 10
2.6 Geographic information system (GIS). ................................................... 11
2.7 SWAT (Soil and Water Assessment Tools)............................................ 13
2.8 SUFI-2 SWAT-CUP ............................................................................... 14
2.9 Analisis Regresi ...................................................................................... 18
2.10 Uji Kepekaan Model ............................................................................... 18
III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................. 20
3.1 Waktu dan Tempat .................................................................................. 20
3.2 Alat dan Bahan ........................................................................................ 21
3.3 Tahapan Penelitian .................................................................................. 21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 32
4.1 Kondisi Lokasi Penelitian ....................................................................... 32
4.2 Analisis Soil Water Assessment Tool (SWAT) ....................................... 32
4.2.1 Delineasi DAS ............................................................................... 32
4.2.2 Pembentukan dan Pendefinisian HRU .......................................... 33
4.2.3 Pembentukan Data Iklim ............................................................... 38
4.2.4 Membangun Input Data ................................................................. 40
ii
4.2.5 Simulasi Debit Model SWAT ....................................................... 40
4.3 Kalibrasi Parameter Model SWAT ......................................................... 40
4.4 Validasi ................................................................................................... 43
4.5 Hubungan Antara Debit dan Penggunaan Lahan Dengan Model Regresi
Linier Berganda ...................................................................................... 44
4.5.1 Hasil Uji Regresi Linier Berganda ................................................ 44
4.5.2 Uji Regresi Linier Eksponensial .................................................... 47
4.6 Pengujian Kepekaan Model .................................................................... 51
V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 54
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 54
5.2 Saran ....................................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Data yang digunakan dalam penelitian .......................................................... 23
2. Sebaran Jenis Penggunaan Lahan DAS Sekampung Hulu Tahun 2013,
2015, dan 2017 ............................................................................................... 34
3. Curah Hujan Rata-rata Bulanan Tahun 2010-2017........................................ 39
4. Nilai Parameter SWAT Hasil Kalibrasi ......................................................... 41
5. Hasil Uji Koefisien Regresi Linier................................................................. 45
6. Hasil Uji Koefisien Regresi Eksponensial ..................................................... 48
7. Nilai Terbesar, Terkecil, dan Beda nilai untuk masing-masing parameter
Penggunaan lahan .......................................................................................... 52
8. Nilai parameter penggunaan lahan dari yang terkecil sampai terbesar
dengan selang 10% ........................................................................................ 52
9. Hubungan prosentase perubahan masing-masing parameter penggunaan
lahan terhadap prosentase perubahan debit .................................................... 53
10. Database Wgen User ...................................................................................... 63
11. Hasil Uji Determinasi (R2) dan Anova Fungsi Additif ................................. 64
12. Hasil Uji Determinasi (R2) dan Anova Fungsi Eksponensial........................ 65
13. Sebaran Landuse, Soil, dan Slope Sub DAS Way Sekampung Hulu
Tahun 2013 .................................................................................................... 66
14. Sebaran Landuse, Soil, dan Slope Sub DAS Way Sekampung Hulu
Tahun 2015 .................................................................................................... 67
15. Sebaran Landuse, Soil, dan Slope Sub DAS Way Sekampung Hulu
Tahun 2017 .................................................................................................... 68
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Siklus Hidrologi ............................................................................................... 5
2. Ilustrasi hubungan antara ketidakpastian parameter masukan dengan
ketidakpastian hasil prediksi. ......................................................................... 17
3. Peta Lokasi Penelitian .................................................................................... 20
4. Tahapan Penelitian ......................................................................................... 22
5. Tahapan Running SWAT ............................................................................... 30
6. Tahapan Kalibrasi dan Validasi SWATCUP ................................................. 31
7. Peta Sebaran SubDAS dan Outlet .................................................................. 33
8. Peta Jenis Tanah DAS Sekampung Hulu ....................................................... 37
9. Peta Kontur DAS Sekampung Hulu .............................................................. 38
10. Grafik Debit Observasi dan Debit Model Hasil Kalibrasi Tahun 2013 ......... 42
11. Grafik XY Scatter antara Debit Observasi dan Debit Model ........................ 42
12. Grafik Debit Observasi dan Debit Model Hasil Kalibrasi Tahun 2015 ......... 43
13. Grafik XY Scatter antara Debit Observasi dan Debit Model ........................ 43
14. Grafik Pengukuran Error ................................................................................ 51
15. Peta Sebaran Penggunaan Lahan Di DAS Sekampung Hulu Tahun 2013 .... 60
16. GPeta Sebaran Penggunaan Lahan Di DAS Sekampung Hulu Tahun 2015 . 61
17. Gambar 18. Peta Sebaran Penggunaan Lahan Di DAS Sekampung Hulu
Tahun 2017 .................................................................................................... 62
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah dataran yang menampung
dan menyimpan air hujan untuk kemudian mengalirkannya ke laut melalui sungai
utama, dan dipisahkan dengan DAS-DAS lainnya oleh topografi, punggung-
punggung bukit, maka seluruh wilayah dataran terbagi habis dalam DAS. Pada
Daerah Aliran Sungai dikenal dua wilayah yaitu wilayah pemberi air (daerah
hulu) dan wilayah penerima air (daerah hilir). Kedua daerah ini saling
berhubungan dan mempengaruhi dalam unit ekosistem Daerah Aliran Sungai
(DAS). Fungsi Daerah Aliran Sungai adalah sebagai areal penangkapan air
(catchment area), penyimpan air (water storage) dan penyalur air (distribution
water) (Halim, 2014).
DAS Sekampung merupakan salah satu DAS yang ada di Provinsi Lampung.
Berdasarkan regim sungai DAS Sekampung dapat dibagi menjadi tiga bagian,
Sekampung bagian hulu, tengah, dah hilir. DAS Sekampung Hulu terbentuk dari
tiga sungai utama yaitu Way Sekampung yang mengalir dari pegunungan di
sebelah barat, Way Sangharus yang mengalir dari Bukit Rindingan, dan Way
Rilau yang mengalir dari pegunungan di sebelah utara. DAS Sekampung Hulu
merupakan area tangkapan hujan bagi Bendungan Batutegi. Air dari Bendungan
Batutegi dimanfaatkan untuk menggerakkan Pembangkit Listrik Tenaga Air
2
(PLTA), bahan baku air minum dan menjadi sumber utama irigasi bagi lahan
sawah di daerah irigasi Sekampung Sistem seluas 108.553 Ha sawah (Ridwan,
2014).
Salah satu faktor utama yang menentukan kondisi hidrologi suatu DAS adalah
penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan akan selalu diikuti oleh
perubahan kondisi hidrologi DAS (Rau, 2012). Pengelolaan DAS merupakan
pengaturan komposisi penggunaan lahan pada suatu DAS agar sumberdaya DAS
dapat dimanfaatkan tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan pada DAS.
Pengelolaan DAS dapat dilakukan melalui perencanaan yang optimal yang
didasarkan pada kemampuan atau kondisi DAS dengan mempertimbangkan
keseimbangan lingkungan (Broto, 2009).
Perubahan pola penggunaan lahan dari lahan non terbangun menjadi terbangun di
kawasan hulu, akan menstimulasi besarnya aliran air permukaan yang memberi
dampak pada pengurangan kapasitas resapan, sehingga akan meningkatkan laju
aliran permukaan yang dapat berpotensi menghasilkan banjir di kawasan hilir
(Staddal, 2016).
Menurut (Supriyadi, 2018), DAS Sekampung Hulu telah mengalami perubahan
penggunaan lahan hutan menjadi pertanian yang sangat luas. Akibat konversi
hutan menjadi lahan pertanian dan usaha tani tanpa mempertimbangkan
kemempuan dan kesesuaian lahan serta agroteknologi konservasi tanah dan air,
telah menyebabkan kerusakan DAS Sekampung Hulu yang berdampak pada
bagian hilir.
3
Fenomena hidrologi dalam suatu DAS dapat dipelajari melalui teknik pendekatan
model. Salah satu model yang banyak digunakan oleh para ahli hidrologi adalah
model SWAT (Soil Water Assesment Tools) yang dikembangkan oleh Dr. Jeff
Arnold untuk USDA Agricultural Research Service pada tahun 1980 (Ridwan,
2014). Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka dilakukan
penulisan skripsi dengan judul Analisis Hubungan Penggunaan Lahan dan Debit
Di DAS Sekampung Hulu Dengan Menggunakan Model SWAT dan Regresi
Linier Berganda
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Apakah perubahan penggunaan lahan di DAS Sekampung Hulu
berpengaruh terhadap debit yang terjadi?
2. Apakah perubahan penggunaan lahan dan debit dapat dinilai menggunakan
model hidrologi SWAT?
3. Apakah hubungan penggunaan lahan dan debit dapat dirumuskan dalam
model matematis linier berganda?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mencari parameter yang berpengaruh terhadap debit di DAS Sekampung
Hulu
2. Mengetahui model hubungan dalam fungsi linier berganda berdasarkan
perhitungan debit SWAT.
3. Mengetahui bentuk penggunaan lahan yang paling berpengaruh terhadap
debit rasio.
4
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Memahami fenomena hidrologi secara utuh terkait penggunaan lahan dan
debit.
2. Menguasai teknik simulasi model hidrologi menggunakan SWAT berbasis
Geografic Information System (GIS).
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi atau daur hidrologi adalah gerakan air laut ke udara, kemudian
jatuh ke permukaan tanah dan akhirnya kembali mengalir ke laut. Air laut
menguap karena adanya radiasi matahari menjadi awan, kemudian awan yang
terjadi bergerak ke atas daratan karena tertiup angin. Adanya tabrakan antara
butir-butir uap air akibat desakan angin menyebabkan presipitasi. Presipitasi yang
terjadi berupa hujan, salju, hujan es dan embun.
Gambar 1. Siklus Hidrologi
Sumber : Kurniawan, 2009.
Setelah jatuh ke permukaan tanah, presipitasi akan menimbulkan limpasan
permukaan (surface runoff) yang mengalir kembali ke laut. Dalam perjalanan
menuju ke laut beberapa bagian masuk ke dalam tanah (infiltrasi) dan bergerak
6
terus ke bawah (perkolasi) ke dalam daerah jenuh (saturated zone) yang terdapat
di bawah permukaan air tanah. Air di dalam daerah ini bergerak perlahan lahan
melewati aquifer masuk ke sungai kemudian ke laut. Air yang masuk ke dalam
tanah memberi hidup kepada tumbuhan dan ada diantaranya naik lewat aquifer
diserap akar, batang dan daun sehingga terjadi transpirasi. Transpirasi adalah
penguapan pada tumbuhan melalui bagian bawah daun yaitu stomata. Pemukaan
tanah, sungai dan danau juga mengalami penguapan yang disebut evaporasi. Jika
kedua proses penguapan di atas terjadi bersamaan maka disebut evapotranspirasi.
Akhirnya air yang tidak menguap ataupun mengalami infiltrasi tiba kembali ke
laut lewat sungai. Air tanah (groundwater) yang bergerak jauh lebih lambat
keluar lewat alur-alur masuk ke sungai atau langsung merembes ke pantai. Maka
seluruh siklus telah dijalani, kemudian akan berulang kembali (Kurniawan 2009).
2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah Aliran Sungai (DAS) berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 adalah suatu wilayah daratan yang merupakan
satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke
danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis
dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas
daratan (Setiawan, 2017).
Ekosistem alam yang dibatasi oleh punggung bukit merupakan definisi lain dari
daerah aliran sungai (DAS). Air hujan yang jatuh di daerah tersebut akan
mengalir pada sungai-sungai yang akhirnya bermuara ke laut atau ke danau. Pada
7
Daerah Aliran Sungai dikenal dua wilayah yaitu wilayah pemberi air (daerah
hulu) dan wilayah penerima air (daerah hilir). Kedua daerah ini saling
berhubungan dan mempengaruhi dalam unit ekosistem Daerah Aliran Sungai
(DAS). Fungsi Daerah Aliran Sungai adalah sebagai areal penangkapan air
(catchment area), penyimpan air (water storage) dan penyalur air (distribution
water) (Halim, 2014).
2.3 Pengelolaan DAS
Pengelolaan DAS adalah upaya yang dilakukan manusia dalam pemanfaatan
sumberdaya alam dalam suatu wilayah ekosistem DAS sehingga DAS dapat
berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Upaya pengelolaan DAS
secara ideal harus mampu menyeimbangkan antara laju degradasi DAS dengan
tingkat perbaikannya sehingga DAS dapat berfingsi secara baik. Kerusakan DAS
mengakibatkan infiltrasi menurun sehingga aliran permukaan dan erosi
meningkat. Dalam hal ini, DAS atau SubDAS gagal melakukan fungsinya
sebagai pengatur tata air. Perubahan atau terganggunya salah satu komponen
penyusun DAS akan mempengaruhi fungsi ekosistem DAS secara keseluruhan.
Untuk mempertahankan atau meningkatkan fungsi dan interaksi antar komponen
penyusun DAS, diperlukan pengelolaan yang baik dan benar serta dapat
diterapkan. Pengelolaan DAS mencakup unsur perencanaan, pelaksanaan, serta
pemantauan dan evaluasi (Manik, 2012).
Pengelolaan DAS dalam pelaksanaannya melibatkan banyak stakeholders (para
pihak) dan pengambil keputusan, khususnya dalam pemanfaatan sumberdaya alam
dengan berbagai tujuannya, sehingga pendekatan multidisiplin merupakan
8
keharusan esensial. Kegiatan dalam pengelolaan DAS harus melibatkan institusi
pemerintah dari berbagai bidang atau sektor serta berbagai kelompok masyarakat.
Akan tetapi terlalu banyak pelibatan unsur atau elemen dalam perencanaan dan
pengambilan keputusan menjadikan hasil akhir yang kurang efisien/optimal dan
kurang memuaskan. Partisipasi kelembagaan dalam pengelolaan DAS perlu
dibatasi pada komunitas yang secara langsung berpengaruh dan berkaitan. Sistem
pembangunan nasional yang telah diatur dalam sistem peraturan perundangan
dapat diacu sebagai dasar penyusunan perencanaan pengelolaan DAS, yaitu
dengan melibatkan berbagai unsur kelembagaan secara efisien (Paimin, 2012).
2.4 Debit Sungai
Debit adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu
penampang melintang sungai per satuan waktu. Dalam sistem satuan SI besarnya
debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3/dt). Dalam laporan-
laporan teknis, debit aliran biasanya ditunjukkan dalam bentuk hidrograf aliran.
Hidrograf aliran adalah suatu perilaku debit sebagai respon adanya perubahan
karakteristik biogeofisik yang berlangsung dalam suatu DAS (oleh adanya
kegiatan pengelolaan DAS) dan atau adanya perubahan (fluktuasi musiman atau
tahunan) iklim lokal (Asdak, 1995).
Dilihat dari segi fisik DAS, Asdak (1995, dalam Pradityo, 2011) menyebutkan
bahwa indikator normal tidaknya suatu DAS ditentukan diantaranya oleh nisbah
debit maksimum (Qmax) dan debit minimum (Qmin). Kondisi fisik DAS
dianggap baik apabila nisbah Qmax/Qmin relatif stabil dari tahun ke tahun,
9
sedangkan kondisi DAS dianggap mulai terganggu apabila nisbah Qmax/Qmin
terus naik dari tahun ke tahun.
Tutupan hutan berpengaruh terhadap tinggi-rendahnya debit air, Asdak (1995,
dalam Pradityo, 2011) menyatakan bahwa tutupan hutan dapat menghasilkan
debit yang rendah disebabkan oleh meningkatnya stabilitas tanah karena tingginya
kapasitas infiltrasi, adanya perlindungan dari tutupan tajuk pohon, tingginya
konsumsi air tanah oleh akar pohon. Hal-hal tersebut memberikan keuntungan
bagi daerah yang memiliki tutupan hutan, yakni perlindungan terhadap bahaya
banjir pada saat musim hujan.
Menurut Arsyad (2010, dalam Budiawan, 2012) metode rasional dalam
menentukan laju puncak aliran permukaan (debit puncak) mempertimbangkan
waktu konsentrasi, yaitu waktu yang dibutuhkan air yang mengalir di permukaan
tanah dari tempat yang terjauh sampai tempat keluarnya (outlet) di suatu daerah
aliran. Persamaan dalam menghitung debit puncak dengan model rasional (United
State Soil Conservation Service, 1987) adalah sebagai berikut:
Qp = 0,0028 CiA .................................................... (Pers.1)
yang menyatakan Qp adalah debit puncak untuk suatu hujan dengan interval
tertentu, dalam m 3 /det, C adalah koefisien aliran permukaan, © adalah intensitas
hujan yaitu banyaknya curah hujan per satuan waktu dari hujan maksimum yang
diharapkan, lamanya hujan yang terjadi sama dengan waktu konsentrasi suatu
DAS dalam mm/jam, dan A adalah luas suatu DAS dalam hektar.
10
2.5 Penggunaan Lahan (Land Use)
Penggunaan lahan diartikan setiap bentuk interaksi (campur tangan) manusia
terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Candra
(2003, dalam Longdangsalu, 2008), penggunaan lahan merupakan bentuk
kegiatan manusia terhadap sumberdaya alam lahan baik bersifat permanen atau
sementara, yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan baik material maupun
spiritual. Penggunaan lahan merupakan proses yang dinamis, mengalami
perubahan secara terus-menerus, sebagai hasil dari perubahan pola dan besarnya
aktifitas manusia. Perubahan penggunaan lahan tidak akan membawa masalah
yang serius sepanjang mengikuti kaidah konservasi tanah dan air serta kelas
kemampuan lahan. Dari aspek hidrologi, perubahan lahan akan berpengaruh
langsung terhadap karateristik penutupan lahan, sehingga akan mempengaruhi
sistem tata air DAS. Fenomena ini ditujukan oleh respon hidrologi DAS yaitu
yang dapat dikenali melalui produksi air, erosi dan edimentasi (Longdangsalu,
2008).
Faktor utama penyebab terjadinya perubahan penggunaan lahan adalah
peningkatan jumlah penduduk. Peningkatan ini memiliki konsekuensi terhadap
perkembangan ekonomi yang menuntut kebutuhan lahan untuk pemukiman,
industri, infrastruktur dan jasa. Beberapa kajian dan penelitian telah dilakukan
untuk menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan penggunaan
lahan. Mansur (2001) menyebutkan tiga faktor yang berpengaruh yaitu
peningkatan jumlah penduduk, urbanisasi dan peningkatan jumlah anggota
kelompok pendapatan menengah ke atas di daerah perkotaan. Sementara Rustiadi
11
dkk (2007) menyatakan beberapa hal yang diduga sebagai penyebab proses
perubahan penggunaan lahan, antara lain:
1. Tingginya permintaan atas lahan sebagai akibat dari peningkatan jumlah
penduduk
2. Market failure: alih profesi bagi petani yang kemudian petani tersebut menjual
sawahnya, sebagai akibat dari pergeseran struktur dalam perekonomian dan
dinamika pembangunan
3. Government failure: kebijakan pemerintah, misalnya memberikan peluang
investasi di sektor industri namun tidak diikuti dengan kebijakan konversi
lahan.
2.6 Geographic information system (GIS).
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem informasi berbasiskan
komputer untuk menyimpan, mengelola dan menganalisis, serta memanggil data
bereferensi geografis yang berkembang pesat pada lima tahun terakhir ini.
Manfaat dari SIG adalah memberikan kemudahan kepada para pengguna atau para
pengambil keputusan untuk menentukan kebijaksanaan yang akan diambil,
khususnya yang berkaitan dengan aspek keruangan (spasial). Dengan adanya
teknologi ini maka akan memudahkan dalam hal pemetaan lahan, salah satunya
lahan pertambangan. Dalam pengaplikasian Geographic Information System
(GIS) menggunakan perangkat lunak Arcview yang merupakan salah satu
perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG) yang terkemuka hingga saat ini
dengan kehandalan ESRI (Wibowo, 2015).
12
Johnson (2009, dalam Ridwan 2014), memberikan 11 fungsi umum yang dapat
dilakukan oleh SIG/GIS, yaitu :
1. Menangkap dan menyimpan data spasial,
2. Melaksanakan pengukuran secara geometris,
3. Mengklasifikasi data dan menempatkannya sesuai dengan jenis data, spasial
atau bukan spasial,
4. Operasional-operasional lengkungan, seperti proximity, buffer, dan aspect,
5. Fungsi hubungan dan penataan data spasial,
6. Operasional-operasional permukaan, seperti membuat dan menganalisa data
berupa Digital Elevation Model (DEM) atau TIN,
7. Tumpang susun (overlay) dan analisis pemetaan seperti vector analysis dan
raster analysis,
8. Analisis statistik keruangan (spasial),
9. Pengolahan gambar atau citra (image),
10. Menampilkan peta dalam tampilan warna dan atribut yang sesuai dengan
kaidah pemetaan, serta hasil SIG/GIS dapat digabungkan dengan berbagai
program lain, dan
11. Kemampuan SIG/GIS untuk melaksanakan permodelan (management
models).
Perkembangan penerapan teknologi SIG/GIS telah banyak dilakukan pada
berbagai bidang dan kajian yang terkait dengan kebumian. Kajian hidrologi DAS
juga telah banyak dilakukan dengan teknologi SIG/GIS, karena dengan SIG/GIS
akan diperoleh kemudahan dalam mengelola dan melakukan analisis data dalam
13
jumlah yang besar secara bersamaan termasuk pada ukuran DAS yang besar
(Ridwan, 2014).
2.7 SWAT (Soil and Water Assessment Tools)
Soil and Water Assessment Tool yang disingkat SWAT adalah model hidrologi
skala daerah aliran sungai (DAS) yang pertama kali dikembangkan oleh Dr. Jeff
Arnold untuk USDA Agricultural Research Service. SWAT dikembangkan untuk
memprediksi dampak pengelolaan lahan (land management practices) terhadap
hasil air, sedimen, dan hasil kimia pertanian pada suatu DAS yang kompleks dan
luas dengan beragamjenis tanah, penggunaan lahan dan pola pengelolaan pada
waktu yang lama (Ridwan, 2014).
SWAT memungkinkan untuk diterapkan dalam berbagai analisis serta simulasi
dalam suatu DAS. Informasi data masukan pada tiap sub das kemudian dilakukan
pengelompokan atau disusun dalam kategori: iklim, unit respon hidrologi (HRU),
tubuh air, air tanah, dan sungai utama sampai pada drainase pada sub das. Unit
respon hidrologi pada tiap subdas terdiri dari variasi penutup lahan, tanah dan
manajemen pengelolaan (Neitsch et al.2005).
Siklus hidrologi, proses yang diperhitungkan dalam model SWAT yang terjadi di
dalam DAS didasarkan kepada neraca air (Gambar 1). Persamaan matematis,
komponen hidrologi neraca air yang berlaku pada model SWAT yaitu:
SWt = SW0 + Rday – Qsurf– Ea – Wsep – Qgw ).................(Pers. 2)
Keterangan:
SWt = kandungan lengas tanah pada akhir waktu t (mm)
SW0 = kandungan lengas tanah pada awal waktu i (mm)
14
Rday = presipitasi/hujan harian pada waktu/hari i (mm)
Qsurf = jumlah limpasan permukaan pada waktu/hari i, (mm)
Ea = jumlah evapotranspirasi pada waktu/hari i (mm)
Wsep = Jumlah air yang memasuki zona vadose pada profil tanah (perkolasi)
pada Waktu/hari i (mm)
Qgw = Jumlah air, aliran balik/kembali (mm)
i dan t = i = 1, t = menunjukkan waktu (hari)
Luaran utama model SWAT adalah kondisi hidrologi berupa nilai debit, erosi, dan
sedimen terangkut. Nilai-nilai tersebut mencerminkan kondisi hidrologi terkait
kinerja DAS seperti Koefisien Regim Sungai (KRS), Sediment Delivery Ratio
(SDR), dan nilai coefficient runoff (C). Kinerja model diukur dengan cara
validasi, yaitu kalibrasi dan verifikasi menggunakan kriteria statistik R2
(Coefficient of Determination), Ef atau NSE (Nash-Sutcliffe model Efficiency) dan
PBIAS (percent bias) (Hidayat, 2016).
2.8 SUFI-2 SWAT-CUP
SWAT-CUP adalah progam komputer yang digunakan untuk kalibrasi model
hidrolologi SWAT. SWAT-CUP memiliki empat program link yaitu GLUE,
ParaSol, MCMC, dan SUFI-2. SWAT-CUP dapat digunakan untuk melakukan
analisis sensitivitas, kalibrasi, validasi dan analisis ketidakpastian pada model
hidrologi SWAT (Rau, 2012).
SWAT-CUP dengan metode SUFI2 memiliki 3 bagian penting dalam melakukan
proses kalibrasi, diantaranya adalah calibration inputs, executable file, dan
calibration outputs. Calibration inputs merupakan bagian awal dari proses
15
kalibrasi, yaitu pemasukan data. Bagian ini terdiri dari Par_inf.txt,
SUFI2_swEdit.def, File.Cio, dan Absolute_SWAT_Values.txt, serta sub bagian
pemasukan data, diantaranya adalah Observation, Extraction, Objective Function,
dan No Observation. Executable file merupakan bagian proses yang digunakan
untuk melakukan perintah kalibrasi, bagian ini terdiri dari SUFI2_pre.bat,
SUFI2_run.bat, SUFI2_post.bat, dan SUFI2_Extract.bat. Pada bagian
calibration output dapat dilihat hasil dari proses kalibrasi yang telah dilakukan.
Bagian ini terdiri dari 95ppu plot, 95ppu No Observed plot, Dotty Plots,
Best_par.txt, Best_Sim.txt, Goal.txt, New_pars.txt, Summary_Stat.txt (Arifianto,
2011).
SUFI2 merupakan metode kalibrasi di mana ketidakpastian parameter masukan
digambarkan memiliki distribusi yang seragam. Berdasarkan ketidakpastian nilai
output tersebut, model dikalibrasi menggunakan metode 95% Prediction
Uncertainty (95PPU). 95PPU dihitung pada level 2.5% sampai 97.5% dari
distribusi kumulatif variabel output menggunakan Latin Hypercube Sampling.
95PPU menggambarkan luasan dari range parameter yang digunakan. Jika data
observasi bersinggungan dengan luasan grafik 95PPU, maka parameter yang
dimasukkan sesuai dengan karakteristik DAS yang ditinjau (Rau, 2012). Konsep
analisis ketidakpastian dari SUFI2 dapat dijelaskan lebih lanjut dengan grafik
pada Gambar 2. Gambar tersebut mengilustrasikan bahwa nilai parameter tunggal
(diwakili oleh titik) memberi pengaruh tunggal pada model (Gambar 2a),
kemudian peningkatan ketidakpastian pada nilai dan jumlah parameter masukan
(diwakili oleh garis) mempengaruhi nilai 95PPU yang diilustrasikan oleh luasan
wilayah pada Gambar 2b. Ketika ketidakpastian pada parameter masukkan
16
meningkat (Gambar 2c) maka meningkat pula ketidakpastian pada output yang
dihasilkan. Perpotongan data hasil observasi di sepanjang luasan 95PPU
menunjukan bahwa range nilai parameter masukan kalibrasi sudah tepat atau
valid. Sebagai contoh, jika situasi pada Gambar 2d terjadi, dimana data hasil
observasi tidak berpotongan dengan luasan 95PPU maka range nilai parameter
masukan harus diubah. Dan jika range nilai parameter masukan sudah sesuai
dengan batas nilai fisik yang diinginkan tetapi keadaan tersebut tetap terjadi, maka
masalahnya bukan pada parameter masukan kalibrasi tetapi konsep dari model
yang harus dievaluasi.
SUFI-2 memulai proses kalibrasi dengan mengasusmsikan besarnya
ketidakpastian pada parameter masukan, kemudian nilai ketidakpastian berkurang
seiring dengan proses kalibrasi sampai dua syarat terpenuhi: (1) sebagian besar
data hasil observasi berpotongan dengan luasan grafik 95PPU dan (2) selisih rata–
rata antara batas atas (pada level 97.5%) dan batas bawah (pada level 2.5%)
95PPU kecil. Model dianggap valid jika 80 – 100% data hasil observasi
berpotongan dengan luasan grafik 95PPU serta selisih antara batas atas dan batas
bawah 95PPU lebih kecil dari standar deviasi data hasil observasi (Setiawan,
2017).
Gambar 2a. Menunjukkan satu nilai parameter dalam masukkan parameter
kalibrasi sehingga model yang dihasilkan tunggal atau 1 titik atau
berbentuk garis bukan luasan.
Gambar 2b. Menunjukkan bahwa nilai parameter dalam bentuk ketidakpastian
(nilai dalam bentuk range) dan jumlah parameter meningkat
sehingga model yang dihasilkan berupa luasan ketidakpastian yang
17
nantinya akan dipotongkan dengan data observasi untuk dilihat
sampai mana luasan ketidakpastian yang berpotongan dengan data
observasi dan data keluaran(debit) dari hasil simulasi.
Gambar 2c. Menunjukkan bahwa nilai parameter dalam bentuk ketidakpastian
(nilai dalam bentuk range) bertambah atau meningkat sehingga
model luasan prediksi ketidakpastian meningkat dan menyebabkan
output simulasi meningkat sehingga luasan prediksi ketidakpastian
menjadi lebih besar.
Gambar 2d. Menunjukkan pada garis merah merupakan data observasi yang
berada di luar luasan prediksi ketidakpastian dari simulasi nilai
parameter-parameter ketidakpastian. Nilai parameter harus di atur
ulang kembali.
Gambar 2. Ilustrasi hubungan antara ketidakpastian parameter masukan dengan
ketidakpastian hasil prediksi.
Sumber : Rau, 2012.
18
2.9 Analisis Regresi
Analisis regresi merupakan salah satu metode statistika yang digunakan untuk
mempelajari dan mengukur hubungan statistik yang terjadi antara dua atau lebih
variabel. Dalam regresi sederhana dikaji dua variabel, sedangkan dalam regresi
majemuk dikaji lebih dari dua variabel. Dalam analisis regresi, suatu persamaan
regresi hendak ditentukan dan digunakan untuk menggambarkan pola atau bentuk
fungsi hubungan yang terdapat antar variabel. Variabel yang akan diestimasi
nilainya disebut variabel terikat (dependent variable atau response variable) dan
biasanya diplot pada sumbu tegak (sumbu-y). Sedangkan variabel bebas
(independent variable atau explanatory variable) adalah variabel yang
diasumsikan memberikan pengaruh terhadap variasi variabel terikat dan biasanya
diplot pada sumbu datar (sumbu x) (Harinaldi, 2005).
2.10 Uji Kepekaan Model
Pengujian kepekaan model bertujuan untuk melihat perubahan yang terjadi pada
Q (debit), jika salah satu parameter penggunaan lahan diubah-ubah, dan nilai-nilai
parameter penggunaan lahan yang lain dibuat tetap. Hal ini diharapkan dapat
diketahui seberapa jauh pengaruh perubahan suatu penggunaan lahan terhadap
perbedaan perubahan nilai Q. Tahapan uji kepekaan model terdiri atas :
1. Tentukan nilai terbesar dan terkecil dari parameter penggunaan lahan,
kemudian hitung nilai perbedaannya. Data parameter penggunaan lahan
berasal dari data 30 subDAS yang dipakai untuk pembuatan model.
2. Hitung perubahan nilai Q, akibat perlakuan dari perubahan nilai satu
parameter penggunaan lahan dan nilai parameter yang lain dibuat tetap.
19
Selang perubahan dibuat sama dengan 10% dari beda nilai terbesar dan
terkecil dari parameter penggunaan lahan yang bersangkutan.
3. Langkah butir 2 tersebut dilakukan untuk semua parameter penggunaan lahan
yang menyusun model.
(Darmadi, 1990)
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober – Januari bertempat di
Laboratorium Sumber Daya Air dan Lahan, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil satu
DAS Sekampung bagian hulu yang terletak di Kabupaten Tanggamus Provinsi
Lampung. Secara geografis lokasi penelitian berada pada garis meridian
membentang dari 14o30’ BT hingga 106o00’ BT dan dari 05o00’ LS hingga 05o05’
LS. Lokasi penelitian ini disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian
21
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Laptop dengan kapasitas RAM 2 GB dan Processor Core I5.
b. Software seperti Microsoft Office, Microsoft Excel, ArcGIS 10.2, SWAT
2009, SWAT CUP 2019 dan SPSS 17.
Bahan yang digunakan dalam penelitian berupa data primer dan data sekunder.
Data sekunder yang digunakan dalam bentuk spasial antara lain:
a. Peta rupa bumi wilayah Provinsi Lampung dengan skala 1:250.000
b. DEM (Digital Elevation Model) sumber SRTM dengan resolusi 30 meter
c. Peta tanah Provinsi Lampung dengan skala 1:50.000
d. Peta tutupan lahan Provinsi Lampung.
Sedangkan data sekunder dalam bentuk non spasial antara lain:
a. Data debit tahun 2013 dan 2015
b. Data curah hujan tahun 2010-2017
c. Data klimatologi tahun 2010-2017
3.3 Tahapan Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan dengan beberapa tahapan, tahap penelitian yang
dilakukan mengikuti bagan alir sebagaimana disajikan pada Gambar 4.
22
Gambar 4. Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian yang dilakukan diantaranya :
1. Tahap Persiapan.
Tahap awal yang dilakukan yaitu dengan melakukan studi literatur yang
berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan, diantaranya tentang
Hidrologi, DAS, debit, penggunaan lahan dan SWAT. Pada penelitian ini
harus menyiapkan laptop dengan kapasitas RAM 2 GB, Processor Core I5,
dan software seperti Microsoft Office, ArcGIS 10.2, SWAT 2009, SWAT
CUP 2019, dan SPSS 2017.
Validasi
Kalibrasi
Analisis Hidrologi Model SWAT
Pengumpulan Data
Persiapan
Analisis Regresi
Selesai
Analisis Uji Kepekaan
23
2. Pengumpulan Data
Pada tahapan ini, yaitu mengumpulkan data sekunder yang nantinya akan
digunakan untuk penelitian. Data sekunder yang digunakan berupa data
spasial dan non spasial. Data-data yang digunakan didapatkan dari
instansiinstansi terkait. Teknik pengumpulan data yang digunakan dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Data yang digunakan dalam penelitian
No.
Jenis
Data
Klasifikasi
Data
Sumber
Data
1. - Curah Hujan
- Debit Sungai
Sekampung
- Temperatur
- Kelembaban Udara
- Kecepatan Angin
- Radiasi Matahari
Non Spasial
- Balai Besar
Wilayah Sungai
Mesuji-
Sekampung
Prov.Lampung
- Badan
Meteorologi dan
Geofisika Masgar
Lampung
2. - Peta Tutupan Lahan
Prov.Lampung
- Peta Jenis Tanah
Prov.Lampung
- Peta Kemiringan
Lereng
Spasial
- Balai Pengelolaan
Daerah Aliran
Sungai dan Hutan
Lindung Way
Seputih Way
Sekampung
3. Analisis Hidrologi Model SWAT
Kegiatan analisis data hasil penelitian dilakukan melalui beberapa tahapan,
seperti pemilihan model, analisis pendukung data model, melakukan
kalibrasivalidasi model dan evaluasi model. Model hidrologi yang dipilih
dalam penelitian ini berupa software SWAT. Model SWAT dijalankan dengan
bantuan software ArcSWAT karena model SWAT ini adalah model hidrologi
24
berbasis Sistem Information Geografis (SIG) sebagai ekstensi tambahan dari
perangklat lunak ArcGIS 10.2.
Langkah kerja yang harus dikerjakan meliputi tahapan sebagai berikut:
a. Database model hidrologi SWAT, persiapan tahap kerja yang pertama
adalah database, meliputi: data klimatologi (curah hujan, temperatur,
radiasi matahari, kecepatan angin dan kelembapan relatif) dalam bentuk
(.txt) atau text delimited atau (.dbf) ESRI dbase file, data penutup lahan
(peta tata guna lahan) dan data jenis tanah (peta jenis tanah) dalam bentuk
(shp) atau ESRI shape file atau ESRI Grid, data DEM (Digital Elevation
Model) dalam bentuk ESRI Grid.
b. Pembuatan batas DAS (Watershed Delineation), pada tahap ini antara lain
dilakukan, DEM Setup, mendefinisikan sungai (Stream), Outlet, dan Inlet.
c. Overlay terhadap jenis tata guna lahan, jenis tanah, dan batas DAS, pada
tahap ini ada beberapa proses, yaitu :
1) Penentuan jenis tata guna lahan, dilakukan proses overlapping data tata
guna lahan (peta tata guna lahan) terhadap hasil pembuatan batas DAS.
Selanjutnya dilakukan penentuan klasifikasi tata guna lahan
berdasarkan penetapan jenis tata guna lahan crop dan urban.
2) Penentuan jenis tanah, dilakukan proses overlapping data jenis tanah
(peta jenis tanah) terhadap batas DAS. Selanjutnya dilakukan
penentuan klasifikasi jenis tanah berdasarkan penetapan standar
USDA.
3) Klasifikasi kelas lereng, berdasarkan data DEM dibagi menjadi lima
kelas, yaitu 0-3 %, 3-8 %, 8-15 %, 15-25 %, dan >25 %.
25
4) Overlay peta tata guna lahan, jenis tanah, dan lereng. Proses overlay
untuk mengetahui distribusi spasial parameter tersebut guna analisis
HRU (Hydrologic Response Unit).
d. Penentuan HRU Distribution, pada tahap ini dilakukan dengan dua
metode, yaitu dominant landuse and soil atau multiple hydrologic
response unit. Jika memilih model multiple HRU perlu dilakukan
penentuan batas ukuran minimum (threshold) untuk tata guna lahan dan
jenis tanah.
e. Import Data Cuaca (Weather Stations), pada tahap ini dilakukan import
data cuaca, yaitu curah hujan, temperatur, radiasi matahari, dan
kelembapan relatif. Data pengukuran ini dimasukkan ke dalam pengolahan
software ArcSWAT yang bersifat opsional, yaitu dapat disesuaikan dengan
keinginan pemakai (custom database). Jenis data yang digunakan adalah
data harian.
f. Input Data, pada tahap ini diproses data iklim dan cuaca, data HRU, data
air tanah (groundwater), data saluran utama.
g. Edit ArcSWAT input Data, pada tahap ini dilakukan editing data, yaitu
parameter-parameter DAS yang bisa dilakukan perbaikan data sebelum
dilakukannya proses simulasi ArcSWAT. Beberapa data yang dapat
diperbaiki, yaitu: Point source input, Inlet discharges, Reservoirs, Sub
basin, Soil parameter, input data: Weather generator, Sub basin general,
HRU general, Edit main channel, Edit groundwater, Edit water use, Edit
management, Edit soil chemical, Edit pond atau wetland, Edit stream
quality.
26
h. Pembacaan ulang input parameter (rewriting watershed input files),
dilakukan pembacaan ulang parameter yang dibutuhkan. Pemakai software
ArcSWAT dapat memilih data-data yang akan dibutuhkan untuk simulasi
ArcSWAT.
i. Simulasi ArcSWAT (running process), pada tahapan ini dapat mensetting
beberapa tahapan proses running, yaitu:
1) Periode simulasi, ditetapkan tanggal permulaan dan akhir simulasi.
2) Rainfall, runoff, atau routing, ditetapkan pilihan apakah digunakan
precipitation time step, run off calculation method, dan routing time
step.
3) Rainfall distribution, dipilih distribusi yang digunakan untuk
menghasilkan data hujan.
4) Potential ET method, dipilih metode yang digunakan untuk
menentukan evapotranspiration potential (PET).
5) Channel water routing method, dipilih metode yang digunakan untuk
rute air di dalam jaringan saluran DAS.
6) Channel dimension, menggambarkan ada atau tidaknya dimensi
saluran yang diizinkan untuk berubah selama keadaan simulasi dalam
kaitan dengan channel degradation.
j. Print out frequency, mengontrol frekuensi output data yang tersedia, yaitu
daily, monthly, dan yearly.
k. Output ArcSWAT, hasil luaran adalah:
27
1) Sub basin output file (.bsb), berisi tentang informasi yang ada pada
masing-masing Sub DAS atau ringkasan pada HRU pada setiap Sub
DAS.
2) Main channel output file (.rch), berisi ringkasan informasi muatan
komponen-komponen DAS yang masuk dan keluaran saluran.
7) HRU output file (.sbs), berisi ringkasan informasi HRU DAS (Amin,
2015). Tahapan simulasi SWAT dapat dilihat pada Gambar 5.
4. Proses Kalibrasi merupakan proses perbandingan hasil simulasi model
ArcSWAT dengan data hasil observasi. Hasil kalibrasi berupa nilai parameter
yang dipilih. Tahapan kalibrasi terdapat dalam diagram alir A disajikan pada
Gambar 6.
5. Proses Validasi
Validasi merupakan uji ketepatan nilai parameter terpilih hasil kalibrasi
menggunakan data lain atau pada obyek yang sama di lokasi yang lain dengan
tahapan-tahapan yang sama. Tahapan validasi terdapat dalam diagram alir B
disajikan pada Gambar 6.
6. Analisis Regresi Linier Berganda
Regresi linier berganda merupakan model regresi yang terdiri dari satu
variabel tak bebas (Y) dan memiliki lebih dari satu variabel bebas (X).
Bentuk umum dari regresi linier berganda adalah sebagai berikut :
𝑌𝑖 = 𝛽0+ 𝛽𝑖𝑋𝑖1 + 𝛽2𝑋𝑖2 +... + 𝛽𝑘𝑋𝑖𝑘 + 𝜀𝑖 …………………(Pers. 3)
Keterangan :
𝑌𝑖 : variabel dependen untuk pengamatan ke i = 1,2,...,n.
𝛽0, 𝛽1, … , 𝛽𝑘 : parameter
28
𝑋𝑖1 , 𝑋𝑖2 , … , 𝑋𝑖𝑘 : variabel independen
𝜀𝑖 : sisaan (𝜀) untuk pengamatan ke i
7. Pengukuran RMSE
Root Mean Squared Error (RMSE) merupakan metode alternatif untuk
mengevaluasi teknik peramalan yang digunakan untuk mengukur tingkat
akurasi hasil prakiraan suatu model.
Keteranangan :
Predicted = nilai hasil observasi
Aktual = nilai hasil prediksi
i = urutan data pada database
n = jumlah data
Nilai RMSE rendah menunjukkan bahwa variasi nilai yang dihasilkan oleh
suatu model prakiraan mendekati variasi nilai obeservasinya. Semakin kecil
nilai RMSE, semakin dekat nilai yang diprediksi dengan nilai observasi,
sedangkan semakin besar nilai RMSE, semakin jauh nilai yang diprediksi
dengan nilai observasinya.
8. Analisis Uji Kepekaan Model
Analisis pengujian kepekaan masing-masing parameter penggunaan lahan
terhadap nilai Q dilaksanakan dengan cara-cara sebagai berikut :
a. Nilai parameter penggunaan lahan yang sedang diuji kepekaannya
dimasukkan ke dalam model, dimulai dari dari nilai terkecil sampai
terbesar dengan selang perubahan sebesar 10% dari beda nilai terbesar dan
29
terkecil. Sehingga jumlah nilai yang dipakai untuk pengujian akan sama
dengan 10, dengan persentase perubahan nilai 0%, 10%, 20%,…, 100%.
b. Nilai parameter penggunaan lahan yang lain untuk pengujian
menggunakan nilai terkecil dan dibuat tetap selama proses pengujian.
c. Buat hubungan persentase perubahan nilai Q dengan persentase perubahan
nilai untuk masing-masing parameter yang diuji kepekaannya. Prosentase
perubahan nilai Q dihitung berdasarkan nilai Q yang diperoleh dengan
nilai Q awal. Nilai Q awal didefinisikan sebagai nilai yang di peroleh dari
model, jika nilai-nilai parameter penggunaan lahan yang digunakan adalah
nilai terkecil.
30
Gambar 4. Tahapan Running SWAT
Data Spasial Data Numerik
Peta
DEM Peta
Tanah
Peta Tata
Guna
Data Iklim
ArcSWAT
Watershed
ArcSWAT HRU
Distribution
Batas DAS
SubDAS
Input
Parameter
Running ArcSWAT
A
Output
Selesai
31
Gambar 5. Tahapan Kalibrasi dan Validasi SWATCUP.
A
Input Nilai Parameter Default
Tentukan Jumlah Simulasi
Debit
Observasi
Running Simulasi
Output
Simulasi Debit
Indikator
R2 > 0,5
Cetak Grafik / Tabel
B
Selesai
Editing
Parameter
Tidak
Ya
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Parameter koefisien waktu jeda aliran permukaan, konstanta manning’s
permukaan tanah, konstanta manning’s permukaan sungai, faktor kompensasi
evaporasi permukaan tanah, faktor kompensasi transpirasi tanaman, koefisien
kehilangan air tanah, faktor aliran air tanah (hari), konduktivitas hidrolik
saluran sungai (mm/hari), dan kapasitas menahan air (mm/mm) berpengaruh
terhadap debit di DAS Sekampung Hulu dengan tingkat ketelitian (validitas)
sebesar 82%.
2. Kondisi hidrologi (debit) DAS Sekampung Hulu juga dapat diduga
menggunakan model regresi linier berganda dalam bentuk fungsi eksponensial
yang menggambarkan hubungan antara debit (Q satuan m3/det)) dengan luas
setiap bentuk penggunaan lahan (satuan hektar), dengan nilai koefisien
determinasi R2 terbaik sebesar 0,324.
3. Bentuk penggunaan lahan yang paling besar pengaruhnya (sensitif) dalam
meningkat nilai rasio debit adalah Pertanian Lahan Kering (PLKR), sedangkan
penggunaan lahan yang paling berpengaruh (sensitif) mengurangi nilai rasio
debit adalah semak belukar (SMBL).
55
5.2 Saran
1. Kalibrasi merupakan suatu proses pencarian dan penetapan nilai-nilai
parameter terbaik yang akan digunakan dalam sebuah model hidrologi,
termasuk model SWAT. Parameter-parameter terbaik (best parameters) hasil
proses kalibrasi menggunakan model Sufi2 masih dapat ditingkatkan dengan
menambah jumlah simulasi hingga lebih dari 500 kali namun perlu didukung
dengan kemampuan processor komputer dan ketersediaan RAM (random
acces memory) yang lebih tinggi.
2. Untuk mendapatkan hasil model matematis terbaik maka perlu adanya
identifikasi yang lebih spesifik dari setiap bentuk penggunaan lahan misalnya
jenis vegetasi, luas tutupan tajuk, serta ada atau tidaknya tindakan pengelolaan
lahan pada setiap unit atau satuan lahan (HRU atau sub DAS) yang dikaji.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, M. 2015. Simulasi Tata Guna Lahan Untuk Pengelolaan DAS Garang
Jawa Tengah. (Disertasi). Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Anonim. 1987. Soil Mechanics Level I- module 3 USDA Textural Soil
Classification. Soil Conservation Service, Unites States Departemen of
Agriculture.
Arifianto, H. 2011. Kalibrasi dan Validasi Model MW-SWAT Pada Analisis Debit
Aliran Sungai Sub DAS Ciliwung Hulu. (Skripsi). Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Asdak. 1995. Hidrologi dan pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Broto, A. H. 2009. Kajian Perubahan Penutupan Lahan dan Arahan Pengelolaan
Ruang Daerah Tangkapan Air (DTA) Waduk Batutegi Kabupaten
Tanggamus Provinsi Lampung. (Tesis). Institut Pertanian Bogor.
Budiawan, S.S. 2012. Pendugaan Debit Puncak Menggunakan Model Rasional
dan SCS-CN (Soil Conservation Service-Curve Number). (Skripsi).
Departemen Manajemen Hutan, Institut Pertanian Bogor.
Darmadi. 1990. Analisis Hidrograf Satuan Berdasarkan Parameter Fisik DAS.
(Disertasi). Institut Pertanian Bogor.
Halim, F. 2014. Pengaruh Hubungan Tata Guna Lahan Dengan Debit Banjir
Pada Daerah Aliran Sungai Malalayang. Jurnal Ilmiah Media
Engineering. 4:45-54.
Hasrinaldi, 2005. Prinsip-Prinsip Statistik Untuk Teknik dan Sains. Erlangga.
Jakarta
Hidayat, L., Sudira, P., Susanto, S., Jayadi, R. 2016. Validasi Model Hidrologi
SWAT di daerah Tangkapan Air Waduk Mrica. Jurnal Agritech. 36:467-
474.
57
Kurniawan, E. 2009. Analisis Debit Dan Muka Air Banjir Sungai Simpang Aur-
Lemau Dengan Adanya PLTA Musi Kabupaten Bengkulu Utara.
Universitas Indonesia. Skripsi. DKI Jakarta.
Longdangsalu, D.T. 2008. Analisis Pendugaan Erosi, Sedimentasi, dan Aliran
Permukaan Menggunakan Model Agnps Berbasis Sistem Informasi
Geografis Di Sub Das Jeneberang Propinsi Sulawesi Selatan. (Skripsi).
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Manik. S. K. E. 2012. Konservasi Tanah (Pengelolaan DAS Dan Konservasi
Tanah Sebagai Basis Pembangunan Berkelanjutan. Lembaga Penelitian
Universitas Lampung.
Mansur, E. 2001. Pengendalian Konservasi Sawah Beririgasi.
http://pu.go.id/Sekjen/Puskabijak/warta/e\web_001/kajian_3_edl.htm
[diakses 23 Agustus 2019).
Neitsch, S.L., Arnold, J.G., Kiniry, J.R., dan William, J.R. 2005. Soil and water
Assessmen Tool Teoretical Documentation. Agriculture Research Service
and Texas Agricultur Experiment Station. Texas.
Paimin, P., Purwanto, I. B., Indrawati, D. R. 2012. Sistem Perencanaan
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Konservasi dan Rehabilitasi (P3KR). Bogor.
Pradityo, T. 2011. Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan da Aktivitas Manusia
Terhadap Kualitas Air Sub DAS Saluran Tarum Barat. Skripsi. IPB,
Bogor.
Rau, M. I. 2012. Analisis Debit Sungai Dengan Menggunakan Model SWAT Pada
DAS Cipasauran, Banten. (Skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Ridwan. 2014. Integrasi Pola Operasi Bendungan dan Bendung Berbeda Basis
Waktu untuk Kebutuhan Irigasi. (Disertasi). Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Rustiadi, E., Saefulhakim, S., dan Panuju, D. R. 2007. Perencanaan dan
Pengembangan Wilayah. Depatemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Saputri, D. A. 2017. Analisis Koefisien Aliran Permukaan Pada Berbagai Bentuk
Penggunaan Lahan Dengan Model SWAT. Fakultas Pertanian.
Universitas Lampung.
Setiawan, H. 2017. Analisis Pengaruh Penggunaan Lahan Terhadap Erosi dan
Sedimentasi Das Way Seputih Hulu Menggunakan Model SWAT.
(Skripsi). Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
58
Supriyadi, E. 2018. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap
Karakteristik Aliran Masuk (Inflow) Bendungan Batutegi. Fakultas
Kehutanan. Universitas Lampung.
Staddal, I. 2016. Analisis Alisran Permukaan Menggunakan Model SWAT di
DAS Bila Sulawesi Selatan. Jtech, 4(1) 57-63.
Wibowo, K. M., Kanedi, I., Jumadi. J. 2015. Sistem Informasi Geografis (SIG)
Menentukan Lokasi Pertambangan Batu Bara di Provinsi Bengkulu Berbasis Website. Jurnal Media Infotama. 11:No. 1. 51-60.