corak dan pola kehidupan sosial budaya 01 daerah

102
CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH . .- PERBATASAN Suatu Studi Tentang : PELESTARIAN BATAS-BATAS ETNIK 01 GILIMANUK DEPAATEMAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN AI 1995

Upload: others

Post on 05-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH .

• .­ PERBATASAN

Suatu Studi Tentang :

PELESTARIAN BATAS-BATAS ETNIK 01 GILIMANUK

DEPAATEMAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN AI 1995

Page 2: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

Milik Depdikbud

Tidak diperdagangkan

CORAK DAN POLA KEHIDUPAN

SOSIAL BUDAYA Dl DAERAH

PERBATASAN

Suatu Studi Tentang :

PELESTARIAN BATAS-BATAS ETNIK

Dl GILIMANUK

DEPARTEMAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Rl

1995

Page 3: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH
Page 4: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA DI

DAERAH PERATASAN SUATU STUDI TENTANG

PELESTARIAN BATAS-BATAS ETNIK DI GILIMANUK

Tim Penyusun : SuhardiSigit WidiyantoDwi Ratna Nurhajarini

Penyunting : MC Suprapti

Hak Cipta Dilindungi oleh Undang-Undang

Diterbitkan oleh

Jakarta

Edisi I

1995

1995

Di Cetak oleh

Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-NilaiBudaya Direktorat Sejarah dan Nilai TradisionalDirektorat Jenderal Kebudayaan

CV. EKA PUTRA

nil

Page 5: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

"i : -J ■

il'.: i ".**!•>;

Page 6: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

PRAKATA

Keanekaragaman suku bangsa dengan budayanyadi selumhIndonesia merupakan kekayaan bangsa yang perlu mendapat perhatiankhusus. Kekayaan ini mencakup wujud-wujud kebudayaan yangdidukung oieh masyarakatnya. Setiap suku bangsa memiliki nilai-nilaibudaya yang khas, yang membedakan jati diri mereka daripada sukubangsa lain. Perbedaan ini akan nyata dalam gagasan-gagasan danhasil-hasii karya yang akhimya dituangkan lewat interaksi antarindividu,antarkelompok, dengan aiam raya di sekitamya.

Berangkat dari kondisi di atas Proyek Penelitian, Pengkajian, danPembinaan Nilai-Nilai Budaya menggali nilai-nilai budaya dari setiapsuku bangsa/daerah. Penggalian ini mencakup aspek-aspek kebudayaandaerah dengan tujuan memperkuat penghayatan dan pengamaianPancasila guna tercapainya ketahanan nasional di bidang sosial budaya.

Untuk meiestarikan nilai-nilai budaya dilakukan penerbitan hasil-hasil penelitian yang kemudian disebarluaskan kepada masyarakatumum. Pencetakan naskah yang berjudul G)rak dan Pola Kehidup-an Sosial Budaya di Daerah Perbatasan Suatu Studi Tentang :Pelestarian Batas-batas Etnik di Gilimanuk, adalah usaha untukmencapai tujuan yang dimaksud.

Tersedianya buku ini adalah berkat ketjasama yang baik antaraberbagai pihak, baik lembaga maupun perseorangan, seperti DirektoratSejarah dan Nilai Tradisional, Pemerintah Daerah, Kantor WilayahDepartemen Pendidikan dan Kebudayaan, Perguruan Tinggi, Pimpinandan staf Proyek penelitian, Pengkajian, dan Pembinaan Nilai-Nilai

Page 7: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

Budaya, baik Pusat maupun Daerah. dan para peneliti atau penulis.

Perlu diketahui bahwa penyusunan buku ini beium merupakansuatu hasil penelitian y^g mendalam, tetapi bam pada tahap pencatatan.Sangat diharapkan masukan-masukan yang mendukung penyempumaanbuku ini di waktu-waktu mendatang.

Kepada semua pihak yang memungkinkan terbitnya buku ini.kami sampaikan terima kasih.

Mudah-mudahan buku ini bermanfaat, bukan hanya bagimasyarakat umum, juga para pengambil kebijaksanaan dalam rangkamembina dan mengembangkan kebudayaan nasional.

Jakarta, September 1995

Pemimpin Proyek Penelitian, Pengkajian

dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya

Drs. S o i m u n

NIP. 130525911

VI

Page 8: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL KEBUDAYAAN

DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Penerbitan buku sebagai salah satu usaha uniuk memperluascakrawaia budaya masyarakat merupakan usaha yang patut dihargai.Pengenalan berbagai aspek kebudayaan dari berbagai daerah diIndonesia diharapkan dapat mengikis etnosentrisme yang sempit didalam masyarakat kita yang majemuk. Oleh karena itu kami dengangembira menyambut terbitnya buku yang merupakan basil dari "ProyekPeneiitian, Pengkajian dan Pembihaan Nilai-Nilai Budaya" padaDirektorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Direktorat JenderalKebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Penerbitan buku ini kami harap akan meningkatkan pengetahuanmasyarakat mengenai aneka ragam kebudayaan di Indonesia. Upayaini menimbulkan kesaling-kenalan dan dengan demikian diharapkantercapai pula tujuan pembinaan dan pengembangan kebudayaan nasionalkita.

Berkat adanya keijasama yang baik antarpenulis dengan parapenguras proyek, akhimya buku ini dapat diselesaikan. Buku ini belummerupakan suatu basil peneiitian yang mendalam, sebingga di dalamnyamasib mungkin terdapat kekurangan dan kelemaban, yang diharapkanakan dapat disempumakan pada masa yang akan datang.

Vll

Page 9: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

Sebagai penutup saya sampaikan terima kasih kepada pihakyang telah menyumbangkan pikiran dan tenaga bagi penerbitan bukuini.

Jakarta, September 1995

Direktur Jenderal Kebudayaan

Prof. Dr. Edi Sedyawati

viu

Page 10: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA iii

SAMBUTAN DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN

DEPARTEMEN PENDDIKAN DAN KEBUDAYAAN ^

DAFTAR ISI vii

DAFTAR PETA ix

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

BAB I. PENDAHULUAN I

A. Latar Belakang I

B. Masalah ^

C. Tujuan 3D. Ruang Lingkung 3

E. Metode Lingkikup ^F. Susunan Laporan 4

BAB n. DESA GILIMANUK 8

A. Lokasi dan Luas Desa 8

B. Lingkungan Alam 9

C. Kondisi Fisik 10

D. Kependudukan 14

ix

Page 11: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

BAB in. KEHIDUPAN SOSIAL DI DESA GILIMANUKA. Sejarah Desa 27B. Arena-Arena Sosial 32

C. Kegiatan Sosial Masyarakat 41

D. Kepercayaan-Kepercayaan 44

BAB rv. CORAK KEHIDUPAN MASYARAKAT GILIMANUK 50

A. Pola pertetanggaan 50

B. Hubungan di Arena Pekerjaan 57

C. Hubungan Antareinik di terminal 59

D. Terminal Ojeg dan Dokter 73

E. Pola Hubungan Antaretnik di Pelabuhan .... 75

BABV. PENUTUP gO

KEPUSTAKAAN 84

DAFTAR INFORMAN 86

Lampiran 86

Page 12: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

i?' -■ i f.

DAFTAR PETA

Halaman

NomorPeta 6

1. Provinsi Bali (Lokasi Gilimanuk) 6

2. Kabupaten Jembrana 7

3. Desa Gilimanuk 18

XI

Page 13: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

DAFTAR TABEL

Halaman

Nomor Tabel

11.1.Penggunaan Tanah di Desa Gilimanuk, November 1994 19

11.2.Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Setiap Banjar DesaGilimanuk, November 1994 19

11.3. Komposisi Penduduk Menurut Umur di Desa Gilimanuk,Nobember 1994 20

IL4. Komposisi Penduduk Menurut Pendidikannya di DesaGilimanuk, November 1994 20

11.5. Komposisi Penduduk Menurut Etnik atau Daerah Asalnyadi Setiap Banjar Desa Gilimanuk, November 1994 21

11.6. Komposisi Penduduk Menurut Agama di Desa Gilimanuk,November 1994 21

Xll

Page 14: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

DAFTAR GA^ffiAR

Halaman

1. Salah satu ruas jalan provinsi di Desa Gilimanuk 22

2. Kondisi ruas jalan kerakal yang sudah diaspal 22

3. Letak kantor pos berdampingan dengan kantor telepon(terhalang pohon kelapa) 23

4. Pasar Gilimanuk, hanya ramai di pagi hari antara pukul06.00 - 09.00 23

5. Waning di lingkungan Banjar 24

6. Mesjid Desa Gilimanuk 24

7. Pura Agung di Banjar jeneng Agung 25

8. Vihara yang letaknya berdampingan dengan Pura Agung 25

9. Lapangan olah raga, ramai pada hari-hari besar nasional 26

10. Penginapan-penginapan di Desa Gilimanuk berada di tepijalan raya 26

11. Toko/kios pakaian di Pasar Gilimanuk 45

12. Waning makan/minum di Pasar Gilimanuk 46

13. Waning makan milik Etnik Jawa 46

14. Waning makan milik Etnik Bali 47

15. Terminal bus dengan tempat tunggu di bagian tengah.... 47

16. "Isuzu" salah satu jenis angkutan umum di Gilimanuk... 43

17. Pelabuhan penyeberangan Gilimanuk 48

18. Sebuah kapal feri sedang mendarat di Gilimanuk 49

xiii

Page 15: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

•;..'-i.;-; b:,'^. '• _ ;i . <r - ■ - ji'" • x! •

I'P'.-::;..:' 'iOi- '. ■

■ ■xi;- "; 'h, v-t;:/ <

-Ti: '_ ■ • ';:P • , ■

. • . :2 ^ ~ J ' , v; :

■ ^ ■ ^ I,.- . ^ x x ; - '

■;=- ■; ■ : 'x - ;rx. -

■ •' .■ . ■; 'x- x

■ ' i' ^- ^^rxO r./M.; ir •; ;V ■ ■•n'Vx;:-;

..

. ' 'X. - ■ ;.x.;H ?:• .V'jiX;:;-/

. . . .

.. -xi i'if: 'Xi ■;-'7

. . -x'.'-;/:: :; • ■7.■ •■':•:,v:x>f.. .X ..- ;xx- '-ir'; ix:

b.. .jr-:; m;:.: r- ^xx"; ' .x-.i; 7'

-V- lxZ/.r -X' x/';' .;: 'x • 7'^' j!

7i'xr.x x;;::... x7 -L r- ' xx bn:fx' ,7', ^

■.5^* :

bi

Page 16: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keanekaragaman atau kemajemukan suku bangsa dengan latarbelakang kebudayaannya menipakan salah satu cih yang dimiliki olehnegara Indonesia sebagai kesatuan bangsa, seperti yang terungkapdalam motto BINEKA TUNGGAL IKA, Berbagai persoaian yangmungkin muncul dengan adanya keanekaragaman suku bangsa dankebudayaan itu adalah bagaimana hubungan-hubungan sosial antarsuku bangsa itu dapat terwujud secara serasi. Keserasian hubungansosial menipakan salah satu prasyarat terciptanya negara kesatuan danpersatuan bangsa Indonesia.

Keserasian hubungan sosial di antara suku-suku bangsa yangberbeda kebudayaan tersebut, dalam kenyataannya, tidak salingmenghilangkan indentitas kesukubangsaannya. Keanekaragaman ataukemajemukan tersebut menipakan potensi yang besar dan memperkayakebudayaan nasional Indonesia seperti yang telah diamanahkan dalamUndang-Undang Dasar 1945 pasal 32. Hubungan sosial yang dinamisatau interaksi antarwarga suku bangsa yang berbeda menjadi amatpenting dalam proses integrasi nasional bangsa Indonesia.

Daerah perbatasan menipakan salah satu arena interaksi sosialberbagai suku bangsa. Pasa umumnya, mereka mempunyai kepentinganyang relatif sama terutama dalam kaitannya dengan perekonomian.Proses interaksi sosial antarsuku bangsa tersebut belum tentu berjalanlancar. Hal ini disebabkan masing-masing suku bangsa mempunyai

Page 17: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

budaya kesulcubangsaan yang biasa dipakai sebagai pedoman. Adanyaperbedaan yang demikian memungkinkan timbulnya berbagai corakhubungan sosial.

Gilimanuk merupakan nama desa yang berada di ujung barat PulauBali. Secara administratif Desa Gilimanuk termasuk dalam wilayahKecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali (Peta 1 dan2). Dalam hubungannya dengan Pulau Jawa, Desa Gilimanukmerupakan "daerah perbatasan" yang merupakan arena interaksi sosialsetidak-tidaknya dua etnik dengan latar belakang kebudayaan berbeda.Interaksi itu berlangsung cukup intensif karena didukung oleh adanyajialur penyeberangan kapal feri yang menghubungkan Pulau Balidengan Pulau Jawa.

Pada bulan November tahun 1994, penduduk Desa Gilimanukberjumlah 5.791 jiwa, yang terdiri atas dua kelompok besai; yaituetnik Bali dan etnik Jawa. Beberapa etnik lain yang juga tinggal didesa ini jumlahnya relatif kecil, seperti Batak, Minang, Madura, Flores,Bugis dan Ambon. Berbagai etnik yang berbeda kebudayaannya initinggal dan hidup berdampingan dalam jangka wakm yang sudah cukuplama. Dalam waktu-waktu tertentu, masing-masing tetap memunculkanjatidiri dan atau kebudayaannya. Seiama ini kehormonisan hubungansosial antar etnik di sana juga masih tetap teijaga. Dengan demikiandi "daerah perbatasan" yang dalam hal ini di Desa Gilimanuk, masihterasa adanya pelestarian batas-batas emik.

B. MASALAH

Pelestarian batas-batas etnik bagi kelompok-kelompok pendudukdi suatu arena sosial merupakan salah satu cermin dari sentimenkesukubangsaan. Perasaan demikian sangat diperlukan bagi waiga sukubangsa tersebut untuk dapat mencintai dan memahami daerahnya. Akantetapi, sentimen kesukubangsaan yang berlebihan akan berakibat tidakbaik dalam proses peratuan dan kesatuan bangsa. Sentimenkesukubangsaan yang berlebihan akan dapat menyebabkan kesenjangandalam persatuan dan kesatuan bangsa secara keseluruhan.

Atas dasar uraian seperti di atas, pokok masalah dalam penelitianini adalah :

1) Dalam hal apa saja dan sejauh mana batas-batas etnik tersebutmasih dimunsulkan?

Page 18: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

2) Kapan jatidiri kesukubangsaannya harus ditinggalkan olehpendukungnya untuk mencapai tujuan dan kepentingan bersamadalam satu wilayah pemukiman.

C. TUJUAN

Pengamatan dan Perekaman ini bertujuan untuk memahami corakdan pola hubungan sosial dan pelestarian batas-batas etnik antara duasuku bangsa (Jawa dan Bali) di suatu daerah perbatasan. Denganenunahami corak dan pola interaksi sosial tersebut, maka akan dapatditemukenali berbagai prinsip dasar hubungan sosial antarkelompoketnik atau suku bangsa. Paga gilirannya, berbagai kegiatanpembangunan, khususnya yang berkaitan dengan masalahkesukubangsaan dan intergrasi nasional dapat dilaksanakan denganbalk.

D. RUANG LINGKUP

Pengamatan dan perekeman mengenai pelestarian batasan etnikini dilakukan di Desa Gilimanuk, Kecamatan Malaya, KabupatenJembatan di Provinsi Bali. Gilimanuk dapat dikatakan sebagai daerahperbatasan kebudayaan antara kebudayaan Jawa dan kebudayaan Bali.Walaupun Gilimanuk secara administratif berada di Provinsi Bali, tetapidi daerah ini sudah sejak lama hidup berdampingan antara waiga sukuBali sudah sejak lama hidup berdampingan antara waiga suku Bali,tetapi di daerah ini sudah sejak lama hidup berdampingan antara waigasuku Bali dengan suku Jawa, di sampng waiga suku pendatang yanglain.

Berdasarkan sejarah, sejak jaman penjajahan Belanda beberapasuku Jawa sudah tinggal berdampingan dengan etnik Bali di Gilimanuk.HAl itu berlanjut dan berkembang terus hingga saat ini (1994). Yangmenarik adalah bahwa selama ini tidak pemah terjadi konflik di antarawarga Desa Gilimanuk yang terdiri dari berbagai etnik itu.

Data dan informasi mengenai corak dan pola hubungan sosialserta pelestarian batas-batas etnik antara dua waiga suku bangsa iniakan direkam melalui para individu kedua suku bangsa yang salingberinteraksi. Hubungan sosial antarkedua suku bangsa itu dapat diamatidi berbaga arena sosial yang ada di Desa Gilimanuk.

Page 19: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

E. METODE DAN PENDEKATAN

Metode yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah pengamatanterlibat. Jadi, peneliti hams tinggal dan hidup bersama dengan waigamasyarakat yang diteliti untuk beberapa lama. Dengan metode ini,peneliti diharapkan akan dapat, mengamati, memahami dan mengertitentang gejaia-gejala sosial yang terjadi. Pengamatan terlibat ini akandilengkapi dengan wawancara mendalam berdasarkan pada pedomanwawancara yang sudah disiapkan. Dengan demikian, berbagai informasitentang masalah yang diteliti dapat diperoleh secara rinci.

Perolehan data dan informasi terkait juga ditelusuri melalui studikepustakaan. Penelitian menggunakan analisis isi (content analysis)terhadap laporan-laporan dan haisil-hasil kajian mengenai berbagaikejadian yang ada di daerah penelitian, khsusnya tentang konflik-konflik sosial yang terjadi antardua waiga masyarakat yang berbedasuku bangsanya.

Pendekatan yang akan digunakan adalah pendekatan kebudayaansecara holistik dan sistemik. Artinya, dalam hubungan-hubungan sosialyang terjadi antara dua warga yang berbeda suku bangsa dankebudayaannya, masing-masing akan menggunakan pedomankebudayaannya atau kebudayaan umum lokalnya sesuai dengan kondisi.situasi, dan arena sosial tempat kegiatan tersebut dilakukan.

Pendekatan hilistik dan sistemik digunakan sebagai upaya untukmemahami berbagai konteks sosial dari gejala yang diteliti. Kegiatansosial-ekonomi akan dipakai sebagai pedoman untuk menentukan gejalasosial yang akan diteliti. Kemudian ditelusuri keterkaitannya antarakegiatan-kegiatan sosial lainnya yang relevan dengan gejala pertamayang diteliti.

F. SUSUNAN LAPORAN

Semua data dan informasi yang terkumpul, baik yang bempa bahantertulis maupun wawancara dan pengamatan, dituangkan dalam 5 (lima)bab dengan judul "Corak dan Pola Kehidupan Sosial di DaerahPerbatasan; Suatu Studi tentang Pelestarian Batas-Batas Etnik diGilimanuk",

Bab I " Pendahulauan", mengemukakan latar belakang, masalah.tujuan, mang lingkup metode dan pendekatan, serta susunan laporan.

Bab n "Desa Gilimanuk", berisi uraian tentang lokasi dan luas,lingkungan alam, kondisi fisik, dan kependudukan.

Page 20: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

Bab in "Kehidupan Sosial di Desa Gilimanuk" mengetengahkanuraian tentang sejarah desa baik administratif ataupun motologis, arena-arena sosial di desa ini, kegiatan-kegiatan sosial yang ada, sertakepercayaan-kepercayaan yang ada dalam kehidupan masyarakatsetempat.

Bab IV "Corak Kehidupan Masyarakat menguraikan mengenaikehidupan sosial warga masyrakat setempat, terutama, tentanghubungan pertetanggaan, hubungan di arena pekeijaan, dan hubungandalam kegiatan sosial.

Bab V "Penutup" merupakan rangkuman dan kesimpulan dariuraian bab-bab sebelumnya, serta saran yang mungkin perludiperhatikan berkaitan dengan pemahaman tentang pola hubungansosial dan pelestarian batas-batas etnik antara dua atau berbagai sukubangsa.

Page 21: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

o\

Keiapong

0BANYUWANGl

PETA

I

PROPINSI BALI

(LOKASI GILIMAIMUK)

SINGAR

Gilimanuk

Meloyo

NEGARA

BANGU

KARAN6ASEM

TABANAN'

/KETERAN6AN

> GIANYAR*

APROPINSI

JAWA TIMU

Ibukoto PropJnsi

Ibukoto Kobuparen

Ibukora Kecomatan

Balas Pro

pins

i

Batas Kabupnten

Jala

n Raya

Lokasi Oesa Gilimanuk

DENPA8AR

^^4___8^^Ktn ̂ A M O D E ° A

NUSA PENIDA

Page 22: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

PETA 2

KABUPATEN

JEMBRANA

KAB- BULELBNG

Mtloya

NBOARA

Tegclcangkring

Pokutoion

10 Km

\.5kMD-

tabanan

KETERANGAN

■ Uninn' R<iy<i

. Botos KecomoTon

— Betas Kabupaten

]0 Ibukoto Kobupoten

0 tbukota Kseamoton

Lokosi (Jiliinanuk

Page 23: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

BAB n

DESA GILIMANUK

A. LOKASI DAN LUAS DESA

1. Lokasi

Secara administratif, desa ini termasuk dalam wilayah KecamatanMelaya, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali (Peta 1 dan 2). WilayahDesa Giiimanuk berbatasan dengan Teiuk Gilimanuk di sebelah utara,idengan Selat Bali di sebelah barat, dengan Desa Kelatakan (Melaya)di sebelah selatan, dan dengan Desa Sumber Klampok (di KabupatenBuleleng) di sebelah timur.

Letak Gilimanuk cukup strategis. Desa ini dapat dijangkau tanpabanyak kesulitan dari berbagai arah karena tersedia Prasarana dansarana perhubungan yang cukup memadai. Jalan provinsi yang melintasdi tengah wilayah desa ini menipkan jalur penghubung bagi arus lalulintas antara Gilimanuk dengan berbagai kota penting lain di PulauBali. Selain Jalur jalan tersebut, pelabuhan feri yang menghubungkanGilimanuk-Ketapang membuat desa ini seolah-olah tidak terpisah lagidengan I^lau jawa. Dari Gilimanuk, orang dengan mudah menjangkaubeberapa kota-kota penting atau tempat-tempat penting di Pulau Jawa.

Daii Denpasar (Ibu Kota Provinsi Bali), Desa Gilimanuk yangbeijarak sekitar 132 km dapat ditempuh selam kurang lebih 3,5 jampeijalanan. Sementara itu, antara Gilimanuk dengan kota KecamatanMelaya yang jareknya sekitar 17 kilometer dapat ditempuh dalamwakm kurang lebih IS menit dengan ongkos 300 rupiah. Dari DesaGilimanuk ke kota kabupaten (Negara) yang kurang lebih 33 km

8

Page 24: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

memerlukan waktu tempuh sekitar 30 menit dengan ongkos sebesar500-600 rupiah sekaii Jalan.

Penyeberangan antara Gilimanuk-Ketapang yang jaraknya sekitar7-8 km (5 mil laut) dengan kapal feri biasanya dapat ditempuh daiamwaktu sekitar 15-30 menit. Ongkos sekaii jalan adalah sebesar 600rupiah sekaii menyeberang. Waktu menyeberang yang relatif singkatdan ongkosnya yang masih terjangkau ini membuat jarak antaraGilimanuk dengan Ketapang atau dengan Kota Banyuwangi tampakbegitu dekat. Setiap saat, waiga di kedua tempat itu dapat denganmudah menyeberang ke atau dari Gilimanuk.

2. Luas Wilayah.

Desa Gilimanuk memiliki wilayah yang luasnya sekitar 5.601.Wilayah desa ini, antara lain, dimanfaatkan untuk tanah pekarangan,tanah untuk perladangan, hutang suaka dan untuk sarana-sarana lainnya.

Persentasi penggunaan tanah uang berbesar adalah lahan untukhutan, yaitu sekitar 75,5% dari seluruh luas wilayah desa. Sementaraitu, sisanya (24,5%) merupakan ruang pemukiman yang antara lainuntuk pekarangan, sarana pemukiman dan peladangan (label II. 1). Iniberarti, kegiatan desa ini hanya berpusat pada sam bagian ruang yangterbatas dri wilayah berpusat pada sam bagian mang yang terbatasdari wilayah berpusat pada sam bagian mang yang terbatas dari wilayahdesa, yaitu di sekitar perkampungan (pemmahan).

B. LINGKUNGAN ALAM

Secara geografis, Gilimanuk dapat digolongkan sebagai sam diantara sejumlah desa yang berada di daerah dataran rendah pantai diProvinsi Bali. Gilimanuk merupakan sebuah desa pantai denganketinggian wilayahnya berkisar antara 0 - 500 meter dari permukaanlaut.

Desa Gilimanuk memiliki suhu udara yang terasa cukup panas.Menumt keterangan di kantor pelabuhan feri, suhu udara di desa iniberkisar antara 22°- 33°C. Sementara itu, curah hujan rata-rata relatifkecil, yaim sekitar 1.105 mm/tahun.

Musim hujan di Gilimanuk biasanya teijadi antara bulan September sampai dengan bulan April, dan sebaliknya musim kemarau padabulan April sampai bulan September. Curah hujan yang relatif tinggiterjadi pada bulan-bulan Desember, Januari, dan Febmari, dengan

Page 25: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

jumlah hari hujan antara 15-20 hari hujan/bulan. Pada bulan-bulanlain curah hujan relatif rendah dengan hari hujan 3-9 hari hujan/ bulan.Kondisi ini menjadikan Gilimanuk tersasa panas dan gersang.

Keadaan tanah di Desa Gilimanuk berpasir, kering, danmengandung kapur. Oleh sebab itu tidak begitu baik untuk budidayapersawahan. Keadaan tanah yang demikian biasanya hanya cocokuntuk perladangan. Lahan pertanian yang berupa ladang sangat terbatasdan berada pada kawasan hutan saka.

Umumnya, tanaman yang banyak tumbuh di tanah kering ini diDesa Gilimanuk adalah pohon jati. Di pinggir pantai banyak tumbuhpohon bakau yang berfungsi untuk menahan abrasi air laut. Hutanbakau di daerah ini teigolong cukup banyak sebab di kedua sisi DesaGilimanuk berbatasan langsung dengan laut.

Sama halnya flora, fauna yang ada di Gilimanuk juga beranekaragam jenisnya. Di antara fauna di kawasan hutan Gilimanuk bagianselatan ada yang mendapat perlindungan pemerintah untuk selatanada yang mendapat perlindungan pemerintah untuk menjaga agarspesies tersebut tidak punah, seperti burung jalak putih, banteng hutan.menjangan, dan kijang.

C. KONDISI FISIK

1. Lingkungan Tempat Tinggai

Tata letak bangunan nimah tinggai waiga Desa Gilimanuk dapatdikatakan rapi dan cukup teratur. Rumah-rumah penduduk ataupunbangunan-bangunan lainnya, seperti kaiitor, sekolah, dan mesjidberderetan di pinggir jalan atau gang-gang kampung (lingkungan).Hampir seluruh bangunan itu, baik mmah tempat tinggai tampak teraturdan rapi. Beberapa bangunan rumah yang berada di tepi pantai, berderetmengikuti geris pantai, sedangkan di daerah yang padat penduduknyarumah-rumah dibangun dengan cara berlapis ke belakang.

Kualitas bangunan rumah penduduk Gilimanuk umumnya cukupbaik. Menurut catatan BPS (Biro Pusat Statistik) Kabupaten Jembrana(1993) bangunan rumah tempat tinggai di desa ini jumlahnya sebanyak1.512 rumah. Sebagian besar (68,1%) teigolong rumah permanen.Rumah yang tergolong semipermanen ada 21,9% dan yang masihtergolong tidak permanen hanya sekitar 10% dari keseluruhan jumlahbangunan rumah di Gilimanuk. Melihat kualitas bangunan rumah yangsebagian besar berupa rumah permanen dan hanya sekitar 10% yang

10

Page 26: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

tidak permanen ini, tempaknya tingkat ksejehteraan waiga masyarakatdi desa ini cukup menggembirakan. Jarang sekali ditemukan ramah"reyot" dengan b^an seadanya di wilayah desa ini. Umunmya, dindingnimah berapa tembok atau setengah tembok, sedangkan atapnyamemakai genteng. Beberapa bangunan rumah ada yang memakai atapseng, tetapi proporsinya relatif kecil.

2. Prasarana dan Sarana

Berbagai prasarana dan sarana yang tersedia di lingkungan tempattinggal antara lain, berupa jalan/gang untuk berhubungan, air bersihdan MCK, sumber penerangan dan tampat ibadat. Berbagai fasilitasyang ada itu masih ditunjang dengan pasar sebagai tempat jual belibarang, terming, pelabuhan, Puskesmas, lapangan olah raga, dantempat rekreasi.

Daiam hal perhubungan, prasarana dan sarana yang ada diGilimanuk dapat dikatakan cukup lengkap. Desa ini memiliki terminal angkutan darat (bus dan mobil) yang melayani jurusan ke beberapakota penting di Bali. Gilimanuk juga, menjadi tempat beradannyapelabuhan penyeberangan kapal feri yang beroperasi sel^a 24 jam.Sementara itu jalan aspal yang berstatus sebagai jalan propinsimempunyai lebar sekitsff 6 (Ganibar 1).

Jalan/gang lingkungan yang menghubungkan banjar satu dehganlainnya, semuanya relatif lurus (Peta 3). Lebamya berkisar antara 5 -6 meter. Dilihat kondisinya, jalan/gang di Desa Gilimanuk ini adatinga jenis, yaitu jalan aspal, jalan "kerakd" (dari batu-batu yangdiperkeras), dan jalan tanah. Jalan aspal umumnya merupakan jaluryang menghubungkan antara banjar satu dengan yang lainnya. Bahk^,sebagian kecil jalan dalam suatu banjar ada yang sudah diaspal (Gambar2). Sementara itu, jalan kerakal dan jalan tanah biasanya merupakanpenghubung dalam suatu lingkungan atau banjan Semua itu didukungoleh sarana trasportasi yang terdiri atas berbagai jenis kendaraan.

Jenis angkutan umum yang ada di Gilimanuk berupa bus, dokai;gerobak, dan sepeda. Bus dan minibus melayani ruter Gilimanukdengan kota, seperti Kalaya, Negara, Denpasar, dan Singaraja. Bemo,dokter, dan ojek melayani hubungan antara pelabuhan dengan terminal atau rumah tempat tinggal penduduk. Bila malam, ojek seringkali melayani hubungan Gilimanuk dengan beberapa kota, sepertiNegara, dan Malaya.

11

Page 27: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

Seiain prasarana dan sarana perhubungan darat, Desa Gilimanukjuga mempunyai prasarana dan sarana perhubungan laut. Gilimanukmerupakan satu di antara tempat-tempat penyeberangan yang ada diProvinsi Bali. Sarana angkutan laut yang ada di daerah ini adalahjenis perahu motor dan perahu layar, serta feri penyeberangan. Kapalpenyeberangan ini beroperasi selama 24 jam penuh dalam sehari,sehingga hubungan antara Jawa dan Bali cukup lancan Perahu motordan perahu layar terutama dipakai sebagai alat transportasi waigasetempat yang mata pencahariannya sebagai nelayah. Pada saat ini(November 1994) di Gilimanuk ini ada sebanyak 10 perahu layar dan5 perahu motor milik warga setempat.

Fasilitas lain dalam bidang perhubungan yang ada di DesaGilimanuk adalah kantor pos dan kantor telkom (Gambar 3). Kantorpos dan kantor telpon ini terletak di Banjar Jeneng Agung. Menurutketerangan, kurang lebih sekitar 100 warga yang telah memanfaatkansambungan telpon di rumahnya atau kantomya.

Kebutuhan penduduk Desa Gilimanuk akan air bersih untukkebutuhan sehari-hari berupa air sumur gali dan PAM (PerusahaanAir Minum). Jumlah mmah tangga yang menggunakan air dari sumurgali untuk memenuhi kebutuhan sahari-hari (1994) sebanyak 992 (40%)rumah tangga. Sementara itu, yang berlangganan air PAM sebanyak1.486 (60%) rumah tangga. Sumber air PAM untuk kebutuhanpenduduk Gilimanuk ini terletak di kawasan hutan suaka yanglokasinya tidak jauh dari Banjar Penginuman.

Penerangan untuk rumah tempat tinggal penduduk desa iniumumnya sudah menggunakan listrik. Warga yang belummenggunakan listrik dari PLN biasanya menggunakan diesel untukmenggantinya. Penerangan rumah tangga yang berupa lampu minyaktanah relatif kecil jumlahnya. Menurut keterangan, rumah tempattanggal yang masih menggunakan lampu bukan listrik adalah tempat-tempat tinggal bam atau keluaiga yang memang belum mampu.

Mandi, cuci, kakus atau MCK adalah kelengkapan penting mmahtempat tinggal yang sehat. Hampir selumh mmah tempat tinggal didesa ini memiliki fasilitas MCK (mandi, cuci, dan kakus). Secarategas, jumlah MCK yang tersedia tidak dapat dinyatakan, Yang pasti,dilihat dari pemilik dan penggunaannya, ada MCK yang milik sendiriatau pribadi, ada yang milik bersama dan ada yang untuk umum.Menurat keterangan, jumlah yang paling banyak adalah MCK milikbersama.

12

Page 28: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

Dalam hal perdagangan, Gilimanuk mempunyai sebuah pasardesa, yaitu Pasal Gilimanuk (Peta 4). Letak pasar ini di antara BanjarJeneng Agung, Banjar Asri, dan Banjar Asih. Luas pasar ini adalahsekitar 3.750 ml. Ruang pasar di bagian tengah memiliki tiga buahloss yang dapat menampung sekitar 130 pedagang. Di bagian pinggirpasar berderet l30-an kios. Selain kios-kios di pasar masih banyaklagi toko dan waning yang tersebar di berbagai banjar. Konsentrasitoko dan waning terbesar adalah di sekitar Pasar Gilimanuk. Biasanya.penduduk setempat belanja berbagai kebutuhan sehari-hari di pasartersebut. Harga barang-bamag di warung-warung ataupun toko-tokoyang tersebar di perumahan penduduk, pada umunmya sedikit mahaldibandingkan dengan haiga-harga di pasar.

Dalam hal peribadatan, desa ini memiliki prasarana yang cukuplengkap. Setiap banjar yang ada di Gilimanuk memiliki sekurang-kurangnya sebuah musholla (langgar) yang biasanya mempunyai fungsibermacam-macam, Musholla ini kadang-kadang dimanfaatkan sebagaitempat belajar mengaji bagi anak-anak. Suatu saat, digunakan seagaikegiatan-kegiatan terawih dan tadarus dalam bulan puasa, atau kadang-kadang untuk rapat-rapat banjar yang ada hubungannya dengankegiatan-kegiatan agama Islam. Sarana peribadatan untuk waigamasyarakat yang beragama Islam di desa ini tersedia seguah mesjidyang berada di pinggir jalan utama desa (Gambar 6). Selain sebagiantempat bersembahyang Jumat, kadang-kadang mesjid ini juga untukceramah-ceramah keagamaan.

Sebagai bagian dari Provinsi Bali yang sebagian besarpenduduknya beragama Hindu, Desa Gilimanuk memiliki sejumlah"pura" sebagai sarana peribadatan (Gambar 7). Di Banjar Samianaberdiri sebuah Pura Dalam dan di Banjar Jeneng Agung ada PuraAgung. Di Gilimanuk juga terdapat sebuah Vihara tempat peribadatanpemeluk agama Budha (Gambar 8). Sementara itu, para pemeluk agamaNasrani, dapat melakukan kegiatan keagamaan di gereja yang ada diBanjar Penginuman dan di Banjar Jineng Agung.

Sarana lain yang tersedia di desa ini adalah sarana kesehatan.Dalam hal ini, Gilimanuk memiliki sebuah Puskesmas dan sebuahPuskesmas Pembantu, serta 7 Pos KB. Puskesmas Gilimanuk berada

di Banjar Asih, yang letaknya dekat dengan kantor kelurahan.Puskesmas Pembantu berada di dekat pelabuhan. Penduduk yang inginberobat tidak perlu ke kota karena di Gilimanuk sudah ada fasilitaskesehatan ini. Misalnya untuk pelayanan aseptor KB (KeluaigaBerencana), penduduk bisa peigi ke pos KB yang juga ada. Tenaga

13

Page 29: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

kesehatan yang menangani kesehatan ini, terdiri atas dua orang dokterumum, seorang dokter gigi, dua orang bidan, dan delapan orangperawat. Fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat cukup memadaiuntuk daerah tingkat desa seperti Gilimanuk.

Untuk menunjang kegiatan perekonomian masyarakat, diGilimanuk berdiri lembaga keuangan yang berbentuk non-KUDsebanyak enam buah terdiri atas satu buah kegiatan serba usaha danlima buah lembaga keuangan simpan pinjam. Jumlah anggotanyamencapai sekitar 1.000 orang. Di samping itu juga ada sebuah bankpemerintah (BEI) yang mempunyai 5 orang pegawai, bank daerahsatu buah dengan 15 orang karyawan dan juga bank desa yang memiliki9 orang pekeija. Secara keseluruhan di Gilimanuk terdapat 3 buahlembaga keuangan yang berbentuk bank dan 6 buah bentuk lembagakeuangan non-KUD.

Saran-saran umum lainnya yang dimiliki desa ini adalah lapanganolah raga, dan taman rekreasi, serta tempat rekreasi Iain berupamuseum sejarah dan purbakala. Lapangan olah raga atau stadion DesaGilimanuk terletak di wilayah Banjar Asri. Lapangan tersebut biasanyaramai digunakan untuk kegiatan-kegiatan desa pada peringatan hari-hari esar nasional dan hari-hari besar keagamaan (Gambar 9).

Taman rekreasi di desa ini berasa di daerah pantai TelukGilimanuk, yang terkenal dengan pemandangan alamnya yang indahdan aneka satwa unggas. Selain pantai rekreasi, Gilimanuk jugamempunyai tempat wisata sejarah, yaitu museum yang menyimpanberbagai koleksi temuan benda-benda purbakala, khususnya dari situsGilimanuk. Untuk mendukung bidang pariwisata yang ada, baik dariwisata alam (pantai rekreasi), maupun wisata sejarah, di Gilimanukdapat ditemui rumah-rumah penginapan yang berupa motel danlosmen. Di Giliomanuk terdapat sekitar 7 (tujuh) penginapan yangtersebar di berbagai banjar. Pada umumnya penginapan-penginapanitu terletak di tepi jalan ray a (Gambar 10).

D. KEPENDUDUKAN

Sampai dengan bulan Okteber 1994, jumlah penduduk DesaGilimanuk adalah sebanyak 5.791 jiwa (Kantor Desa Gilimanuk.Nopember 1995). Penduduk laki-laki agak lebih banyak (51,8%) daripada 1.225 Kepala Keluaiga (KK). Rata-rata setiap keluaiga terdiriatas 4-5 orang termasuk kepala keluaganya.

14

Page 30: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

Dibanding dengan luas wilayah desa ini kepdatan penduduknyarata-rata adalah sekitar 421 jiwa/km. Penduduk ini tersebar tidak meratadi 6 (enam) wilayah banjar. Penduduk yang terdapat adalah BanjarAram 1.005 jiwa/Ian2. Sementara itu, Banjar Penginuman berpendudukterjarang di Gilimanuk, yaitu 79 jiwa/k^ (tabel II.2).

Dinamika penduduk Desa Gilimanuk dapat dikatakan cukupfluktuatif. Pada tahun 1980 penduduk desa ini berjumlah 4.901 jiwa.Kurang lebih 10 tahun kemudian yaitu pada tahun 1990 Jumlahpenduduk Gilimanuk sudah menjadi 6.485 jiwa (Jembrana DalamAngka, 1990). Pada tahun 1993 jumlah penduduk ini tidak bertambahsebaliknya malah menurun, yaitu menjadi 5.738 jiwa. Setahunkemudian, yaitu akhir tahun 1994 jumlah penduduk Gilimanuk menjadi5..791 jiwa. Pada kuran waktu setahun terakhir ini anak yang lahirsebanyak 37 orang, dan yang petgi sebanyak 77 orang. Menuratketerangan, tingginya waiga yang pergi ini karena berbagai latarbelakang. Ada yang pindah karena pekerjaan, karena kawin, dan karenamelanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Pertumbuhan penduduk Desa Gilimanuk sejak tahun-tahun terakhirini relatif kecil. Bahkan, sejak tahun 1991 - 1994 pertumbuhanpenduduk di desa ini menunjukkan angka negatif. Pada tahun 1991jumlah penduduknya sebanyak 6.495 jiwa, tahun 1992 sebanyak 5.738jiwa, dan tahun 1994 jumlah sebanyak 5.791 jiwa (Monografi DesaGilimanuk, Nopember 1994). Ini berarti jumlah penduduknya tidakbertambah tetapi justra berkurang. Bila dikaitkan dengan dinamikapenduduknya, kecenderangan ini lebih disebabkan oleh berpindahnyasebanyak warga ke daerah lain. Menurat keterangan, tahun 1991 itusebagian warga Gilimanuk bertransmigrasi ke Pulau Sulawesi.

Agak berbeda dari kebiasaan pada umumnya, penduduk laki-lakidi desa ini agak lebih tinggi presentasinya dari pada pendudukperempuan. Pada akhir tahun 1994, jumlah penduduk laki-laki di desagilimanuk adalah sebanyak 2.996 jiwa (51,8%), sedang pendudukperempuan adalah sebanyak 2,795 jiwa (48,2%). Dalam hal umur.penduduk desa ini tampak cukup berimbang antara golongan tua dangolongan remaja.

Menurat catatan di kantor desa, persentasi yang cukup menonjoladalah penduduk usia antara 25-54 tahun (37,2%) dan antara 5-14tahun, yaitu sekitar 27,1%. Selanjutnya, kurang lebih 10,5% adalahanak umur balita. penduduk umur 5-24 tahun adalah sekitar 17,2%.Sebagian besar di antaranya masih duduk di bangku sekolah. Bila

15

Page 31: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

penduduk usia antara 15-54 tahun adalah usia produktif kerja, makapresentasinya adalah 54,5% (Tabei n.3). Namun dalam kelompokpenduduk produktif keija ini tidak semua bermatapencaharian. Kedalam kelompok ini, selain penduduk yang bermatapencaharian jugatermasuk penduduk yang masih sekolah, pencari kerja, dan pendudulkperempuan yang berstatus sebagai ibu rumah tangga saja. Meskipundemikian ada pula penduduk yang berumur kurang dari 15 tahun dan55 tahun lebih serta ibu rumah tangga yang bekerja mencari nafkah.

Dalam hal pendidikan, sekitar 7,6% dari jumlah penduduk DesaGilimanuk tercaat tidak pemah sekolah. Sekitar 81,9% penduduk desaini sudah pemah sekolah. Dari jumlah penduduk yang pemah sekolahitu, sebagian besar (37,3%) telah menamatkan pendidikan SD dan29,5% tidak tamat SD. Yang tamat sekolah lanjutan kurang lebih14,5%, terdiri atas 9,3% tamat SMTP dan 5,2% tamat SMTA.Sementara itu tamatan tingkat akademi dan peiguman tinggi masihkurang dari 1% (Tabel).

Mata pencaharian penduduk Gilimanuk cukup bervariasi. Akantetapi, kondisi lingkungan alam dan posisi atau lokasi Gilimanuk,tampaknya mewamai jenis kegiatan dan mata pencaharian penduduksetempat.

Desa Gilimanuk yang merupakan salah satu pintu gerbang keluarmasuk dari dan atau ke Pulau Bali menjadikan tempat ini cukupstrategis untuk kegiatan jenis jasa. Lebih dari sepamh penduduk desaini tercatat sebagai penduduk yang memiliki mata pencaharian. Jenismata pencaharian penduduk yang paling menonjol adalah bidang jasa(43,6%) dan disusul bidang kerajinan (32,9). Sebagian kecil (23)Pendudukan Gilimanuk bekeija sebagai nelayan, petemak, pegawainegeri, dan bumh tani.

Umumnya, pekerjaan dibidang jasa berkaitan dengan angkutan,baik di darat maupun di penyeberangan. Jenis jasa angkutan di daratbiasanya menjadi sopir, kondektur, tukang ojeg, bengkel kendaraanbermoto, termasuk juga penjaja makanan dan atau minuman. Sementaraitu, di penyeberangan adalah sebagai pengatur masuk-keluarnyakendaraan dari/ke kapal feri, menyiapkan "jerambah" (tempatpendaratan) kapal feri dan juga membuka dan menutup kapal pintaferi.

Kerajinan yang banyak dilakukan oleh waiga di desa ini adalahkerajinan dari manik-manik dan kerang, serta kerajinan ukir-ukiran.Hasil kerajinan ini temtama berapa barang-barang cenderamata untuk

16

Page 32: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

para wisatawan, baik lokal maupun asing.

Gilimanuk memiliki penduduk yang terdiri atas beberapa macamsuku sehingga dapat disebut sebagai desa yang multi etnik. Tidakkurang dari 6 (enam) suku bangsa hidup berdampingan di daerah inidan bahkan sebagian telah berbaur dalam satu tali perkawinan.Penduduk yang paling banyak adalah berasal dari etnik Jawa (62%).Kemudian menyusul etnik Bali (32), sedangkan etnik lain relatif kecil(6%) seperti Madura, Bugis, Flores, Ambon, Irian, Minang, dan Batak.

Warga etnik Jawa dan Bali tersebar di semua banjar DesaGilimanuk. Walaupun demikian, waiga etnik bali banyak tinggal diBanjar Jeneng Agung, Astri, dan Samiana. Selanjutnya, etnik Jawayang paling banyak tinggal di Banjar Arum dan Semiana. Warga etnikBali dan Jawa yang tampak seimbang adalah di Banjar Asri (Tabel11.5).

Sebagaimana etnik yang ada, agama yang dianu6>oleh penduduksetempat juga beragam, yaitu Hindu, Islam, Protestan, Katolik, danBudha . Jenis sarana peribadatan di di gilimanuk pun sesuai denganagama yang dipeluk penduduknya, yaitu masjid, pura, gereja, danvihara.

Proporsi warga yang memeluk agama Islam dan Hindu cukupmenonjol dibandingkan pemeluk agama lainnya. Sekitar separuh(50,2%) penduduk Gilimanuk memeluk agama Islam, kemudian disusulpenganut agama Hindu (47,8). Hanya sekitar 2% penduduk Gilimanukyang menganut agama Protestan, katolik, dan Budha (label II.6).Komposisi penduduk menurut agama ini seolah-oleh identik denganetnik yang ada. Etnik Jawa (dalam hal ini bisa diidentikan denganIslam) jiuga menempati urutan terataas, yang diikuti dengan Bali(Hindu). Menurut data yang diperoleh di lapangan, pemeluk agamaBudha yang ada, pada saat dilakukan penelitian temyata mereka sudahberalih agama lain.

17

Page 33: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

PETA 3

DESA GILIMANUK

TELUK dUMANUK

PKALONG

P- BURUN6

KETERANGAN

: Pelabuhon

® ; Mesjid

Wlhara

Gereia

ScHolah

Kantor Pos71 Km

Konfor PLN

KE .. Konfor Polisi

Jolan Raya

Stadion

' Kiiii'ir Df;n

; f"erii)ino|_gus

: nci' ur

18

Page 34: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

TABEL n.l

PENGGUNAAN TANAH DI DESA GILIMANUK,

NOVEMBER 1994

Jenis Penggunaan Tanah. Luas (Ha) Persentase (%)

Tanah pekarangan 1.285,15 22,9

Tanah ladang 20 0,4

Tanah hutan 4.227 75,5

Lain-lain 68,85 1,2

Wilayah desa 5.601 100,0

Sumber : Kantor Desa Gilimanuk, November 1995

TABEL II.2

JUMLAH DAN KEPADATAN PENDUDUK DI SETIAP BANJARDESA GILIMANUK, NOVEMBEir 1994

Penduduk Kepadatan Luas

Baniar Rata-rata

(Jiwa) % (Jiwa/km^) (Km2)

Jeneng Agung 1.304 22,5 669 1,95

Asri 858 14,8 675 1,27

Asih 773 13,3 585 1,32

Arum 1.527 26,9 1.005 1,52

Samiana 860 14,9 500 1,72

Panginuman 469 8,1 79 5,96

Jumlah 5.791 100,0 421 1 3,74

Sumber : Kepala Banjar di Seluruh Gilimanuk, November 1994

19

Page 35: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

TABEL U.3

KOMPOSISI PENDUDUK MENURUT UMUR

DI DESA GILIMANUK, NOVEMBER 1994

Umur (Tahun) Jumlah Persentasi (%)

0 - 4 608 10,5

5 - 14 1.567 27,1

15 - 24 995 17,2

25 - 54 2.157 37,2

25 > 464 8,0

Jumlah 5.791 100,0

Sumber : Kantor Desa Gilimanuk, November 1995

TABEL II.4

KOMPOSISI PENDUDUK MENURUT PENDIDIKANNYA DI

DESA GILIMANUK NOVEMBER 1994

Tingkat Pendidikan danketerangan Lainnya

Jumlah (Jiwa) Persentasi (%)

Tamat peiguruan Unggi 16 0,3Tamat Akademi 17 0,3Tamat SMTA 300 5,2Tamat SLTP 541 9,3Tamat SD 2.163 37,3

Tidak Tamat SD 1.707 29,5Tidak Pemeih Sekolah 439 7,6Belum Sekolah * 608 10,5

Jumlah 5.791 100,0

Sumber : Kantor Desa Gilimanuk, November 1994

* Penduduk Usia 0-4 tahun.

20

Page 36: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

TABEL II. 5

KOMPOSISI PENDUDUK MENURUTETNIK ATAU DAERAH

ASALNYA DI SEHAP BANJAR DESA GILIMANUK,

NOVEMBER 1994

Etnik Jumlah Bali Jawa Madura Lainnya

Banjar (Jiwa) (Jiwa) (Jiwa) (Jiwa) (Jiwa)

Jeneng Agung 1.304 1.010 232 56 6 (Minang)

Asri 858 369 428 43 18 (Bugis)

Asih 773 95 609 56 13 (Bugis)

Arum 1.527 22 1.445 46 14 (5 Minang)(2 Ambon)(1 Irian)

(3 Flores)

(3 Batak)

Semiana 860 235 360 52 13 (5 Bugis)(7 Ambon)

Penginuman 469 120 332 17

Jumlah 5.791 1.851 3.606 270 64

Sumber : Data Penduduk di Setiap Kepala Banjar Gilimanuk, November1994

TABEL n.6

KOMPOSISI PENDUDUK MENURUTAGAMA DI DESAGILIMANUK, NOVEMBER 1994

Agama Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

Hindu 2.769 47,8

Islam 2.908 50,2

Protestan 83 1.5

Katolik 19 0,3

Budha 12 0,2

Jumlah 5.791 100,0

Sumber : Kantor Desa Gilimanuk, November 1994

21

Page 37: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

V,. -

h-

Si'-* r

:H

>' ;

• • ■si•■■ ' ^ 'I*i V,

iv

^//IllVt

Gambar 2

Kondisi ruas jalan kerakal yang sudah diaspal

Page 38: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

Gambar 3

Letak Kantor Pos Berdamingan dengan Kantor Telepon(terhalang pohon kelapa)

Gambar 4

Pasar Gilimanuk, hanya ramai di pagi hari antara Pukul 06.00 - 09.00

Page 39: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

**'i/.-t'r<-

-"'''' '.•^i;>*^. ■ v.- . -.v/''

■■ ^" >'■

' ■ ^'■■

"^*^l"r^"''^!'^|t- ''*i-

Ff^-hr^..

^■"f-:7.v:,>i*^.I'Vi.

Page 40: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH
Page 41: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

----

^ .. . ,■., -■ ■■ff.->.f%.'.

vnnt^^u^ufHiIiMS]SiMlSf^W^3nmnMtI?il{fm'nfaamfSWi}ikfft^k'rfiirt7iTn

mi

:.)<^V.'r,

Gambar 10Penginapan-Penginapan di Desa Gilimanuk berada di l&pi Jalan Raya

Page 42: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

BAB III

KEHIDUPAN SOSIAL DI DESA GILIMANUK

A. SEJARAHDESA

Menurut ceritera-ceritera para orang tua, pada sekitar desawarsa1920-an wilayah Desa Gilimanuk sekarang ini masih berupa hutanbelantara. Himbuhan hutan di daerah ini masih cukup rapat, sedangpenghuninya berupa berbagai jenis binatang lair. Yang masih cukupterkenal hingga sekarang adalah jenis burangnya, yaitu burung Jalakputih dan perkutut.

Orang-orang dari Kabupaten yang mula-mula datang adalah paranelayan dari Kabupaten Banyuwangi. Para pendatang itu menyebutdaerah Gilimanuk ini dengan "Tunjung Selat". Sementara itu, orang-orang Bali yang waktu itu bermukim di Pengambengan (daerah pantaikurang lebih 2 km sebelah selatan Kota Negara sekarang) menyebutdaerah ini dengan "Ujung".

Daerah Ujung atau juga disebut Tanjung Selat ini pada tahun1920-an itu merupakan daerah yang relatif terpencil dan erisolasi.Pada waktu itu baik orang-orang Bali maupun para pendatang, tidakseorangpun yang bemiat untuk hidup dan tinggal menetap di daerahini. Akan tetapi, dalam perkembangannya keadaan itu tidak terus dapatbertahan.

Menurut ceritera, suatu ketika ada perahu nelayan Madura yangterdampar di daerah Ujung ini karena ada gelombang besar Perahunyarusak sehingga tidak dapat meneruskan perjalanan atau berlayar

27

Page 43: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

kembali. Para nelayan yang terdampar ini, kemudian beriisaha hidupdi lingkungan daerah ujung. Di lingkungan tempat mereka terdaInpa^mereka melihat beberapa pulau kecil yang banyak dihuni oleh burungperkutut. Orang Madura menyebut pulau dengan istilah "Gili" danmenyebut burung dengan sebutan "manuk". Selain burung, di perairandaerah Ujung ini temyata juga terdapat banyak ikan sehingga merekatidak khawatir untuk hidup di daerah ini.

Setelah sekian lama bertahan dan tinggal di daerah ini kelompoknelayan yang terdampar itu dapat memperbaiki perahunya. Merekakemudian bemiat pulang kembali ke tempat asal. Sebagai kenang-kenangan, para nelayan Madura itu membawa pulang burung-burungperkutut yang banyak terdapat di daerah itu.

Sampai di rumah, tentu saja para nelayan itu disambut dengangembira oleh segenap keluaiga dan juga para tetangga. Selanjutnya,pertemuan ini menjadi arena saling cerita tentang pengalaman masing-masing. Di pihak keluaiga mencaritakan tentang kesedihan dan usahamereka mencari, sedang para nelayan yang terdampar berceriteratentang usaha mereka menyelamatkan diri dan kemudian hidup disuatu pulau terpencil yang temyata sangat banyak ikan dan bumng.Karena belum mengenal daerah tempat terdampar; selanjutnya paranelayan Madura itu menyebutnya "gili manuk". Maksudnya adalahpulau yang banyak burungnya. Ceritera ini selanjutnya tersebar dikalangan para nelayan lainnya, bukan hanya para nelayan di Madurasaja. Kemudian para nelayan menyebut tempat di ujung barat PualauBali itu dengan nama "Gilimanuk". Nama itu selanjutnya tetapbertahan hingga saat

Pada sekitar tahun 1930-an pemerintah kolonial Belandamemindahkan sebanyak 100 orang tahanan berat dari Candikusumanke daerah ujung barat pulau yang masih terpencil ini. Sebagai kepalapenjara ditugaskan Raden Mas Jasiman dari Negara. Pembangunanpenjara ini dipimpin langsung oleh Raden Mas Jasiman sendiri.Selanjutnya untuk membantu melaksanakan tugas sebagai pengawasdan kepala penjara, R.M. Jasiman mengajak ipamya, yaitu Pak Kasimbeserta keluarganya.

Hampir bersamaan dengan pemindahan para tahanan ini, seorangpegawai sebuah usaha dagang Belanda dari Banyuwangi, seorangpegawai sebuah usaha dagang Belanda dari Banyuwangi, yaitu TuanCola, mendirikan bangungan tempat tinggal di daerah Ujung. Pendirianbangunan ini atas izin Tuanku Raja Negara. Maksudnya adalah untuk

28

Page 44: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

memudahkan hubungan dengan ujung barat Pulau Bali. Dengandemikian, rumah tuan Cola itu seolah-olah juga berfungsi sebagaikantor cabang. Pada tahun-tahun berikutnya, beragai suku berdatanganuntuk mencari burang. Lokasi yang bernama "Gilimanuk" cepattersebar di berbagai tempat di Nusantara.

Menjelang berakhimya kekuasaan Belanda, yaitu sebelum Jepangdatang, segenap tahanan di daerah ini dipindahkan. Akan tetapi, R.M.Jasiman dan keluaiga Musnadi tetap tinggal di tempat ini. Sementaraitu, Tuan Cola mendapatkan tugas di tempat lain dari perusahaannya.Daerah ini kemudian tinggal dihuni oleh keluaiga R.M. Jasiman danMusnadi serta sebanyak 6 (enam) keluaiga lain yang datangbelakangan. Kelompok inilah yang kemudian membentukperkampungan kecil sebagai pemukiman mereka. Lokasiperkampungan ini kurang lebih berada di daerah pelabuhanpenyeberangan sekarang. Perkembangan itu dipimpin oleh R.M.Jasiman.

Jalan antara Negara-Singaraja diperkeras dengan batu pada zamanpenjajahan Jepang dibangun di perkampungan Gilimanuk. Di pantaiGilimanuk berkembang menjadi pangkalan penghiibung denganBanyuwangi di Pulau Jawa. Keadaan ini berlanjut hingga Jepangmenyerah.

Pada waktu perang kemerdekaan, di perkampungan Gilimanukini pernah menjadi kancah pertempuran antara para pejuangankemerdekaan melawan pasukan penjajah Belanda. Pada tahun 1946ketika kiriman senjata dari Pulau Jawa mendarat di Gilimanuk, temyatatentera Belanda telah menghadangnya. Karena itu, pertempuran antarapara penjuang yang dipimpin oleh 1 Gusti Ngurah Rai dengan pasukanBelanda tidak dapat dielakkan. Banyak pejuang yang gugur dalampertempuran itu dan dikuburkan di Pangkalan (kuburan Desa Gilimanuksekarang). Pada tahun 1956, jenazah para pejuang ini dipindahkan keTaman Pahlawan di Negara.

Pada tahun 1948, Pemerintah Daerah Jembrana di Negaramengambil alih pelabuhan Gilimanuk dari tangan Belanda. Sebagaipengusaha sementara "daerah pelabuhan" ini adalah I NyomanDunglung dari Denpasar. I Nyoman Dunglung ini yang menerimaserah terima kekuasaan pabean dari penguasa Belanda Waktu itu.Selain urusan pabean, I Nyoman Duglong juga bertugas sebagai"Syahbandar". Sejak itu pelabuhan Gilimanuk dipegang oleh putraIndonesia.

29

Page 45: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

Berbagai fasilitas yang tersedia di pelabuhan ini masih sangatterbatas dan sederhana. Waktu itu di pelabuhan hanya tersedia beberapa"julcung" dan perahu, serta sebuah kapal "Perpelin" (semacam kapalpendarat ukuran kecil). Sementara itu, fasilitas yang mendukunghubungan darat dari dan ke pelabuhan adalah 2 (dua) bus dariPerusahaan Angkutan Sampuma dan Spahira. Kedua perusahaan busitu berkedudukan di Negara.

Sampai tahun 1950, kegiatan penyeberangan di Gilimanuk inimasih belum begitu ramai. Mulai tahun 1950, pelabuhan Gilimanukdimasukkan dalam lingkup wilayah kegiatan pelabuhan Buleleng(Singaraja). Akan tetapi, pngelolaannya diserahkan pada DKA(Djawatan Kereta Api). Jadi, termasuk sektor perhubungan darat. Sejakitu, setahap demi setahap, Gilimanuk mulai berkembang dandikembangkan. Urusan administrasi pelabuhan mulai dibenahi dandilengkapi. Tugas pengamanan dilakukan oleh Kepolisian Negara, dankini lengkap dengan pos pengaman dari "Angkatan Laut.

Sering dengan perkembangan pelabuhan, penduduk yang bemiatuntuk tinggal dan menetap di Gilimanuk juga cenderung meningkat.Para pendatang in tidak terbatas orang-orang dari Pualau Bali saja,tetapi juga dari Pulau Jawa dan Madura. Bahkan beberapa orangdatang dari Sulawesi, Lombok, Rores (NTT), Kupang (Timor), Ambop,dan ada juga dari Sumatera.

Pada awal tahun 1950-an, "kepala kampung" tidak lagi dipegangoleh R.M. Jasiman, tetapi sudah diserahkan pada Bapak haji AbdullahHamid dari Banyuwangi. Secara administrasi, Gilimanuk masihtermasuk dalam wilayah "perbekal" Melaya, hingga tahun 1962/1963.

Secara bertahap, pemukiman di Gilimanuk mulai ditata dandibenahi. Bangunan rumah penduduk yang semula berada diarealpelabuhan dipindahkan agak ke arah pedalaman agar tidakmengganggu kegiatan pelabuhan. Perkampungan ini berada di seberangjalan pelabuhan. Tata letak bangunannya diatur lebih rapi sehinggawujud dan bentuk perkampungannya sudah lebih jelas.

Pada tahun 1964, Kampung Gilimanuk ditingkatkan statusnyamenjadi Banjar Dinas" (setingkat di bawah desa atau kelurahan).Waktu itu, kepala kampungnya ada dua, yaitu Bapak Abdul Jalil danBapak Gede Puspa. Ketika teijadi peristiwa G.30.S. PKI, BapakAbdulJalil meninggal sehingga Gede Puspa sendirian yang selanjutnyamenjadi Kepala Banjar Dinas yang disebut "Klian Dinas".

30

Page 46: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

Pada tahun 1969, lokasi pemukiman penduduk Gilimanuk inidipindahkan sekitar 1 km dari lokasi pemukiman yang lama. Prasaranadan fasilitas pemukiman di lokasi yang bam terns dilengkapi, sepertikantor Klian Dinas (kini menjadi kantor kelurahan), pengaturan tataietak pemmahan waiga, dan Jaringan jalan kampung. Selain itu, jugadibangun pasar dengan bantuan pemerintah daerah KabupatenJembrana, terminal kendaraan angkutan, tempat-tempat ibadah. BanjarDinas Gilimanuk dibagi menjadi berapa Rk yang terdiri dari sejumlahRt.

Bersama dengan pembenahan pemukiman penduduk di lokasibam, berbagai fasilitas pelabuhan ini pun mulai dibenahi danditingkatkan. Gedung perkantoran bam dengan beberapa fasilitassandar kapal feri mulai dipersiapkan. Demikian pula jumlah kapalpenyeberangan, pos pengamanan pantai, pos polisi, mang tunggu, loketpembelian karcis, termasuk halaman pelabuhan dan jaringan jalan,semuanya juga dibenahi. Kondisi ini, tampaknya, mempakan salahsatu daya tarik yang cukup kuat untuk waiga sekitar untuk tinggalmenetap dan mengadu nasib di Gilimanuk.

Penduduk yang menghuni pemukiman bam di Gilimanuk padatahun 1969 meliputi 110 KK, yang terdiri atas 70 atas 70 KK orangJawa dan 40 KK orang Bali. JIumlah penduduk pada waktu itu adalah546 jiwa. Jumlah itu dengan cepat berkembang. Dari sebanyak 110KK (1969), kurang lebih lima tahun kemudian sudah menjadi 6 kalilipat, yaitu sekitar 600 KK (kepala keluaiga) yang tinggal di Gilimanuk.

Melihat kenyataan perkembangan yang teijadi ini, PemerintahDaerah Kabupaten Jembrana tampaknya cukup tanggap untukmengantisipasinya. Di sisi lain, aspirasi masyarakat Gilimanukmengunginkan peningkatan status wilayahnya disampaikan kepadapemerintah setempat. AJchimya, pada tanggal 5 November 1974,keluarlah Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat U Jembrana nomor: Pem 19/ 7 / 1974 yang menyatakan bahwa Gilimanuk secara resmiditingkatkan statusnya menjadi Desa (Administratif). Pada tanggal 1Desember 1975,1 Gusti Made Beratha diangkat sebagai kepala desayang pertama.

Wilayah Desa Gilimanuk ditetapkan seluas 5.601 haktac Batas-batas Desa Gilimanuk adalah Selat Bali di sebelah barat, Teluk

Gelimanuk di sebelah utara, Kabupaten Buleleng di sebelah timur,dan Desa Melaya di sebelah selatan. Desa Gilimanuk dibagi menjadi6 banjar, yaitu Banjar Jeneng Agung, Banjar Asri, Banjar Asih, Banjar

31

Page 47: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

Arum, Banjar Samiana, dan Banjar Penginuman. Masing-masing banjardipimpin oleh seorang Kepala Banjan Dengan peningkatan status dantertatanya pemerintah ini, Gilimanuk hams membangun wilayahnya,baik fisik maupun sosial masyarakatnya. Di antaranya adalahpembangunan tempat-tempat ibadah, seperti pura, mesjid, gereja, danwihara. Selain itu, dibangun pula sekolah, puskesmas, dan lapanganolah raga. Kini Gilimanuk yang semula terpencii telah berkembangseperti yang terlihat sekarang ini.

B. ARENA-ARENA SOSIAL

1. Pasar.

Pasar Desa Gilimanuk berada di pinggir jalan raya utama yangmenghubungkan Gilimanuk dengan Denpasar dan Singaraja sertatempat-tempat penting lain di Pulau Bali. Jarak pasar dengan pelabuhanpenyeberangan feri hanya sekitar 1 km. Terminal.bus dan angkutanumum berada berseberangan dengan lokasi Pasar Gilimanuk.

Luas pasar Gilimanuk ini kurang lebih 5.200 m2 terdiri atas 3 losbemkuran 6 x 20 m, 33 kios/toko, dan halaman pasar di bagian depan.Los pasar berada di bagian tengah area! pasar, sedangkan toko dankios berderet di bagian pinggiran. Sementara itu, halaman pasar yangbeada di bagian depan berfungsi sebagai tempat parkir dengan beberapapedagang kaki lima yang menjajakan dagangannya.

Kegiatan perdagangan di pasar ini tidak ada hari-hari istimewa.Artinya, jual beli di pasar itu berlangsung setiap hari. Akan tetapi,karena pembeli hanya terbatas pada waiga desa setempat, makakegiatan pasar ini hanya terbatas pada pagi hari, yaitu berkisar antarapukul 06.00-09.00. Pada saat-saat itu, waiga desa berdatangan dipasar untuk berbelanja berbagai kebutuhan, khususnya barang-barangkebutuhan sehari-hari. Pakaian atau barang bukan kebutuhan sehari-hari lainnya hanya dibeli sesekali. Dengan demikian, kesibukan pasarGilimanuk ini seolah-olah hanya terpusat di tempat-tempat penjualanbahan kebutuhan sehari-hari yang umumnya berada di los pasac

Sebagai pasar desa, jenis barang-barang dagangan yang tersediadi pasar ini relatif terbatas. Barang dagangan utama adalah barangkebutuhan sehari-hari, seperti berbagai Jenis bumbu masak (garam),gula, bawang merah, bawang putih,dan cabai), "jipan:, daging, ikanlaut, ikan asin, tempe, dan tahu), serta berbagai jenis itu jugadiperjualbelikan mangga, jemk, dan jambu). Selain itu juga

32

Page 48: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

dipeijualbelikan barang yang lain, seperti telui; daging ayam, sayur,minyak goreng, bumbu masak sajenis "Ajino Moto", kecap, dan daunpisang untuk pembungkus. Berbagai jenis barang dagangan kebutuhansehari-hari itu hampir seiunihnya berada di los atau di bagian tengahpasar.

Toko/kios-kios yang berada di bagian pinggir pasar umumnyamenjual barang yang teigolong bukan kebutuhan "dapur", sepertipakaian, roti/kue kaleng, barang kelontong, alat tulis, alat listrik, dantokoh (Gambar 11). Di kios pasar ini ada yang berjualan makanan danminuman (Gambar 12). Kegiatan di Kios/toko yang menjual bukankebutuhan dapur ini lebih panjang. Biasanya, toko/kios dipasar inibuka sekitar 07.00 dan tutup sekitar pukul 19.00. Bahkan, beberapawaning makan/minum bukan sampai sekitar pukul 21.00 atau lebih(Gambar 11.12).

Pedagang di pasar Gilimanuk bukan didominasi oleh kelompoketnik tertentu. Walaupun demikian, sebagian besar pedagang itu adalahorang-orang etnik Jawa dan Bali. Pedagang dari etnik lain, sepertiMadura, jumlah sangat kecil, yaitu hanya I - 2 orang saja. Sementara,orang Minang dan orang Cina yang biasanya selalu muncul di tempat-tempat kegiatan perdagangan sama sekali tidak kelihatan.

Para pedagang etnik Jawa, umumnya menjual berbagai jenis barangatau bahan kebutuhan dapur, yang antara lain berupa beras, bumbu,dan lauk. Sementara itu, sebagian besar pedagang etnik Bali berjualanbarang-barang kelontong, kain dan pakaian, emas perhiasan, dan kueatau roti-roti kalengan. Sebagian besar kios atau toko di seputarbangunan pasar merupakan milik para pedagang etnik Bali dan Jawa.Biasanya, sebagian kecil pedagang etnik Jawa memanfaatkan kiosnya,sebagai waning mkan dan minum.

Memasuki satu waning makan dan minum di Gilimanuk ini orangakan cepat mengetahui siapa pemiliknya. Waning makan dan minummilik orang Jawa selalu mencantumkan atau memasang merk "Jawa"atau "Muslim" pada warungnya, seperti "Waning Makan Jawa" atauWaning Makan Masakan Muslim" Gambar 13). Sementara itu, waningmakan milik orang Bali, tidak mencantumkan nama seperti waningmilik etnik Jawa. Waning milik orang Bali selalu ada sesajian tertentuyang peletakkannya mudah dilihat pengunjung (Gambar 14). Adanyaindentitas yang cukup tengas ini pembeli dapat menentukan dengancepat waning mana atau masakan yang mana yang dianggap sesuai.

33

Page 49: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

Berbagai barang dagangan yang diperjualbelikan di pasarGilimanuk tidak seluruhnya didatangkan dari Pulau Bali. Sebagian diantaranya terutama berbagai basil bumi, didatangkan dari Pulau Jawa,khususnya dari daerah Kabupaten Banyuwangi.

Sebagaimana diuraikan pada bagian terdahulu, bahwa waktupenyeberangan feri antara Gilimanuk dengan Ketapang relatif singkatyaitu sekitar 30 menit dan cukup lancar. Kondisi ini menyebabkanhubungan antara dua daerah cukup intensif. Perairan Selat Bali yangsecara fisik menghubungkan antara kedua tempat itu temyata hampir-hampir tidak terasa. Tidak sedikit warga, terutama para pedagang dariBanyuwangi yang bequalan di Gilimanuk atau Melaya dan Negara.Biasanya, para pedagang Banyuwangi ini menjual berbagai barangbasil bumi, seperti beras, sayur-mayur, dan buab-buaban terutamapisang, Di samping dari Banyuwangi, barang basil bumi di pasarGilimanuk juga datang dari Malaya.

Barang dagangan lain yang berupa baban pakaian dan barang-barang kelontong juga tidak seluruhnya dari Pulau Bali. Baban pakaiansebagian didatangkan dari Denpasar atau Gianyar dan sebagian lainnyadari Surabaya, Solo dan Jepara. Demikian pula, barang kelontongmakanan kaleng. Setiap pedagang di Gilimanuk ini biasanya sudabmemiliki Jalur-jalur tertentu dalam belanja barang dagangannya.Kadang-kadang di antara pedagang itu mengambil barang yang samapada pedagang besar yang sama, tetapi kadang-kadang pada tempatatau orang yang berbeda. Para pedagang itu tidak barus datang sendirike pedagang besar atau perusabaan pengbasil barang dagang itu.biasanya pada waktu-waktu tertentu yaitu seminggu sekali atau sebulansekali, ada petugas ("verkoper:) yang menghubungkan danmenawarkan berbagai jenis barang. Babkan, di antaranya ada yangmenggunakan cara menarub barang dan beberapa bari atau minggukemudian datang untuk mengbitung barang yang laku terjual.

Komunikasi antara pedagang dengan pedagang dan atau antarapedagang dengan pembeli umumnya menggunakan babasa Bali. Antarapedagang dan pembeli yang sudab saling tabu satu etnik menggunakanbabasa pembeli yang sudab saling tabu satu etnik menggunakan babasaetnik mereka, walaupun tetap dengan aksen babasa Bali atau diselingisatu dua kata babasa Bali. Sementara im, bila berbicara dengan orangyang belum dikenal cenderung menggunakan babasa Indonesia yangdiselingi dengan babasa daerah yang beraksen babasa Bali.

34

Page 50: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

2. Terminal

Terminal angkutan umum (bus dan colt) berada tidak jauh dariPasar Gilimanuk. Tepatnya, terminal ini berseberangan letaknya denganPasar Gilimanuk. Kesibukan di terminal Gilimanuk ini, berlangsungdari sekitar pukul 06.00 hingga pukul 18.00.

Luas terminal bus Gilimanuk kurang lebih 2 ha atau sekitar 20.00meter persegi. Di terminal ini terdapat bangunan ruang tunggu yangpanjangnya sekitar 50 meter dengan lebar sekitar 2 meter (Gambar15). Bangunannya permanen, di tengahnya dibuat "bangku" dari bahansemen, tidak memiliki dinding tetapi beratap. Para calon penumpangyang sedang menunggu kendaraan dan penumpang yang baru turunbus dapat duduk istirahat atau menunggu di tempat ini. Para awakkendaraan angkutan, umumnya memanfaatkan tempat ini untukberistirahat.

Pengaturan waktu perjalanan kendaraan angkutan dan ketertibandi lingkungan terminal ini dilakukan oleh DLLAJR KabupatenJembrana. Kantor DLLAJR di Gilimanuk berbeda tidak jauh (kuranglebih 100 meter) dari pelabuhan penyeberangan fed, berdekatan dengankantor Polsek Polri. Kantor DLLAJR ini beijarak sekitar 600 meterdari terminal bus. Dalam kegiatan sehari-hari terminal bus Gilimanukdijaga oleh 4 orang petugas. Kantor atau semacam "gardu" DLLAJRini berada di pintu keluar terminal.

Areal terminal yang solah-olah terbagi dua ini di satu sisi untukkendaraan bus dan di sisi lain untuk jenis kendaraan "Isuzu". KendaraanIsuzu berupa minibus yang digunakan sebagai angkutan penumpang.Jenis kendaraan minibus biasanya menggunakan merk :Isuzu" sehinggamasyarakat menyebut kendaraan angkutan ini dengan nama merknya,yaim "Isuzu (Gambar 16). Keberangkatan bus dari terminal Gilimanukini teratur pada waktu-waktu tertentuk, sedang "Isuzu" lebih beigantungkepada jumlah penumpang yang sudah ada. Walaupun demikian, secaraformal, kedua Jenis kendaraan angkutan ini ada peraturan waktuberangkatnya dan diawasi oleh petugas-petugas LLAJR (Lalu LintasAngkutan Jalan Raya).

Kendaraan angkutan umum yang masuk terminal ini antara lainmelayani rute-rute : Gilimanuk-Negara ; Gilimanuk-Singaraja; danGilimanuk-Denpasar. Rute Gilimanuk-Negara dan Gilimanuk-Singarajaumumnya dilayani oleh jenis angkutan minibus yang oleh masyarakatsetempat lebih dikenal dengan nama "Isuzu". Sementara itu, ruteGilimanuk-Denpasar umumnya dilayani oleh kendaraan bus yang setiap

35

Page 51: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

setengah jam sekali ada yang berangkat dari Gilimanuk. Seiain bus,lidak sedikit pula kendaraan jenis "Isuzu" yang Juga melayani ruteGilimanuk-Denpasar sehingga antara kedua tempat ini seklorhubungannya dapat dikatakan sangat lancar.

Kelancaran hubungan antara Gilimanuk dengan kota dan atautempat-tempat penting di Pulau Bali ini Juga ditunjang oleh adanyaberbagai kendaraan angkulan umum Iain dari Pulau Jawa yang Jugamelewati Gilimanuk. Bus-bus Jarak Jauh atau bus malam dari PulauJawa yang menuju Denpasar atau sebaliknya tentu melalui Gilimanuk,seperti bus rute Jember-Denpasar; Surabaya-Denpasar; Semarang-Denpasar; Solo-Denpasar; Yogyakarta-Denpasar; Jakarta -Denpasar;bahkan Medan-Denpasar. Bus-bus Jarak Jauh ini memang tidak masukterminal Gilimanuk, tetapi secara tidak langsung menambah kelancarandan keramaian tempat ini.

Secara tegas, petugas LLAJR di terminal Gilimanuk tidak dapatmemastikan Jumlah bus yang melayani antara Gilimanuk dengantempat-tempat penting lainnya di Pulau Bali. Akan tetapi, secara garisbesar, dalam sehari (antara pukul 06.00-17.00) berkisar antara 30-40bus yang keluar masuk terminal. Setiap setengah Jam sekali ada busyang diberangkatkan dari terminal Gilimanuk. Sementara itu. Jumlahkendaraan Jenis minibus atau yang biasa disebut "Isuzu" Jumlahnyalebih banyak lagi, yaitu sekitar 60-70-an kendaraan yang keluar masukterminal.

Seperi di terminal angkutan umum lain, di terminal bus Gilimajukini Juga banyak kios-kios atau warung-warung tempat berdagang.Barang dagangan yang dijajankan, umumnya, berupa makanan dannimuman atau barang-barang kebutuhan yang mendesak. Di antaranyaadalah waning makan, waning es dan minuman, rokok, serta kue-kuedalam kaleng sebagai barang bawaan atau oleh-oleh. Warung danatau kios-kios ini berderet di salah satu sisi terminal, khususnya disisi bagian uiara.

Pemilik warung atau kios di terminal ini umumnya adalah orang-orang Jawa, Bali, dan madura. Seiain warung dan atau kios di terminal ini ada Juga pedagang "acungan" yang oleh masyarakat setempatdisebut pedang "acungan", Kelompok pedagang acungan ini umumnyaadalah orang-orang Jawa dari Banyuwangi. Barang dagangannya antaralain berupa makanan dan minuman atau buah-buahan, seperti airminum "Aqua", teh botol, kacang rebus, kacang gorong, buah mangga.Jeruk, dan semangka.

36

Page 52: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

Kelompok lain yang meramaikan kawasan terminal ini adalahpara calo penumpang dan tukang ojek. Sebutan calo penumpang bagiwarga setempat adalah "jangkrikan". Kegiatanjnya adalah mencaripenumpang (khusus di dalam terminal) untuk kendaraan bus, walaupunmereka ini bukan pengawal atau awak bus bersangkutan. Dengan"mencarikan" penumpang tersebut, para "jangkrikan" ini mendapatkansekedar imbalan dari kondektur atau sopir bus yang mendapatkanpenumpang. Orang yang masuk terminal akan selalu ditemui ataudijemput, bahkan setengah dipaksa untuk naik bus tertentu. Orang-orang yang melakukan kegiatan "jangkrikan" di terminal Gilimanukini umumnya adalah orang-orang Bali dan orang Jawa.

Kegiatan yang hampir sama dengan "jangkrikan" ini adalah tukangojek. Kalau "jangkrikan" dilakukan di dalam terminal, maka tukangojek beroperasi di luar terminal. Biasanya, tukang ojek berkumpul disekitar terminal, khususnya di dekat pintu ke luar terminal. Seperti"jangkrikan", tukang-tukan gojek selalu berlomba menemui ataumenawarkan jasa kepada para penumpang yang baru turun darikendaraan atau yang keluar dari terminal untuk diantarkan ke tempattujuan, tentunya dengan bayaran sebagi imbalan jasanya. Tukang-tukan ojek ini, umumnya, adalah orang-orang Bali dan orang jawa.

Sebagai salah satu arena umum, terminal menjadi salah satu tempatuntuk kendaraan bus, walaupun mereka ini bukan pengawal atau awakbus bersangkutan. Dengan "mencarikan" penumpang tersebut, para"jangkrikan" ini mendapatkan sekedar imbalan dari kondektur atausopir bus yang mendapatkan penumpang. Orang yang masuk terminal akan selalu ditemui atau dijemput, bahkan setengah dipaksa untuknaik bus tertentu. Orang-orang yang melakukan kegiatan "jangkrikan"di terminal Gilimanuk yang umumnya adalah orang-orang Bali danorang Jawa.

Kegiatan yang hampir sama dengan "jangkrikan" ini adaltih tukangojek. Kalau "jangkrikan" dilakukan di dalam terminal, maka tukangojek beroperasi di luar terminal. Biasanya, tukang ojek berkumpul disekitar terminal, khususnya di dekat pintu ke luar terminal. Seperti"jangkrikan", tukang-tukang ojek selalu berlomba menemui ataumenawarkan jasa kepada para penumpang yang baru turun darikendaraan atau yang keluar dari terminal untuk diantarkan ke tempattujuan, tentunya dengan bayaran sebagai imbalan jasanya. Tukang-tukang ojek ini, umunuiya, adalah orang-orang Bali dan orang Jawa.

Sebagai salah satu arena umum, terminal menjadi salah satutempat yang mempertemukan berbagai etnik. Di terminal ini bertemu

37

Page 53: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

para penumpang yang datang dari berbagai daerah dengan awakkendaraan angkutan, dengan para pedagang, dengan orang-orang"jangkrikan", dan dengan para tukang ojek yang umumnya terdiri atasorang-orang Bali, jawa, dan Madura.

Pada umumnya, orang-orang yang meiakukan kegiatan di terminal, menggunakan bahasa Bali dalam berkomunikasi. Akan tetapi.mereka akan menggunaan bahasa Indonesia bila berhubungan atauberbicara dengan orang yang belum dikenal. Seseorang akanmenggunakan bahasa daerah asal bila yang diajak berbicara itu sudahdikenal sebagai orang dari daerah yang sama.

3. Pelabuhan.

Pelabuhan Gilimanuk merupakan pelabuhan penyeberangan kapalferi (Gambar 17 dan 18). Jadi bukan pelabuhan laut. Kegiatan bongkarmuat barang dapat dikatakan tidak ada. Kendaraan pengangkutanbarang (truk) dan kendaraan pengangkutan penumpang (bus) ataumobil jenis sedan langsung masuk ke kapal sehingga tidak perlu adakegiatan bongkar muat barang itu. Karena fiingsinya, jenis pelabuhanini tidak memerlukan areal penumpukan barang dan gudang. Pelabuhanpenyeberangan ini sering pula disebut "Terminal Feri".

Gedung utama di pelabuhan ini adalah kantor pengaturanpeijalanan kapal penyeberangan. Gedung ini juga sekaligus menjaditempat loket-loket pembelian karcis atau tiket penumpang dankendaraan yang akan menyeberang. Gedung-gedung lainnya adalahPos Penjagaan Angkatan Laut dan Pos Polisi Perairan, serta PosPolisi Pengamanan Pelabuhan. Kantor SAR {Search and rscue)sekaligus berada di Pos Penjagaan Laut.

Kesibukan di pelabuhan ini umumnya terbatas kepada kegiatanpenyeberangan penumpang dan kendaraan. Kegiatan ini hanyamembutuhkan tahapan yang cukup sederhana. Akan tetapi, di dekat(sebelum) pintu masuk pelabuhan ada pos penjagaan dan pemeriksaanyang dilakukan oleh satuan polisi dan LLAJR. Pemeriksaan ini bertugasmengawasi lalu lintas barang, terutama pengawasan pada barang-barang terlarang atau bila terjadi penyeludupan.

Pada hakekatnya, kesibukan dan atau kegiatan pelabuhanpenyeberangan Gilimanuk ini berlangsung secara terns meneruspenyeberangan Gilimanuk ini berlangsung secara terns menerus selama24 jam. Pada Waktu siang hari, setiap 30 menit sekali ada kapal yangdiberangkatkan. Menurut jadwal, setiap 15 menit sekali, tetapi karena

38

Page 54: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

memerlukan waktu turun naik penumpang dan atau kendaraan waktuitu menjadi 30 menit. Sementara itu pada waktu malam hari, tepatnyaantara pukul 21.00 -06.00, sekali dalam satu jam tentu ada kapal feriyang diberangkatkan.

Kesibukan yang sangat meningkat teijadi antara pukul 16.00-20.00.Pada waktu itu, kendaraan-kedaraan rate jarak jauh, khususnya bus,sudah berdatangan untuk menyeberang. Dalam waktu yang bersamaan,kendaraan lain (sedan dan trak) juga ingin menyeberang. Akibatnya,pada saat-saat itu muncul antrian panjang kendaraan yang inginmenyeberang yang kadang-kadang membutuhkan waktu tunggu antara1-2 jam. Kendaraan angkutan penumpang (bus malam) yang melayanirate Denpasar dengan beberapa kota besar lain di Pulau Jawajumlahnya mencpai puluhan bus. Dalam pengaturan waktu peijalanan,bus-bus itu haras sudah berada di seberang sekitar pukul 18.00-19.30.Dengan demikian, bus-bus itu diperkirakan akan sampai di tempattujuan seperti yang diperhitungkan.

Waktu tunggu yang relatif lama di pelabuhan ini memberikankesempatan para pedagang untuk menjajakan dagangannya. Selaindengan cara "asongan", kios dan warang-warang tumbuh subur tidakjauh di luar areal pelabuhan. Di pinggir-pinggir dinding pagar pembataspelabuhan dan juga di pinggir jalan sekitar pelabuhan ini berderetkios atau toko dan warang-warang yang berjualan aneka barang.

Para penumpang bus umumnya memerlukan kegiatan sendirisebagai pengisi waktu saat menunggu giliran menyeberang yang relatiflama ini. Biasanya, para penumpang ini membeli makanan kecil danatau minuman. Itulah salah satu sebabnya di sekitar pelabuhan inibanyak pedagang yang menjajakan makanan dan minuman, baik diwarang maupun dijajakan secra asongan atau dengan gerobak dorong.Akan tetapi, yang cukup menarik adalah adanya kios atau pedagangkaki lima yang menjual barang-barang cinderamata khas Bali.

Baju dan atau kaos beigambar "Barong", "Pura ", tarian Bali ataugambar pemandangan indah di Pulau Bali temyata dapat diperolehdengan mudah di sekitar pelabuhhan ini, Selain itu, di tempat ini jugadapat dijumpai beberapa jeniskerajinan, seperti petungan, topeng danukiran Bali. Berbagai jenis barang ini banyak dijual di dekat pintu keluar pelabuhan. Barang-barang itu ada yang dijual di kios khusus, danada pula yang digelar atau digantung seperti pedagang kaki lima dipinggir-pinggir jalan. Tempat itu seolah-olah menjadi semacam pasarcenderamata khas Bali. Para wisatawan atau penumpang bus yang

39

Page 55: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

lupa atau tidak sempat membeli cenderamata dapat memperolehnyadi dekat pelabuhan ini sebelum meninggalkan Pulau Bali.

Pelabuhan penyeberangan feri merupakan kawasan khusus bag!warga masyarakat Desa Gilimanuk ini. Seiain memang ada peraturan-peraturan tertentu di daiam kawasan ini, pelabuhan itu merupakantempat yang "tidak pemah tidur" dalam waktu 24 jam penuh. Dikawasan ini selalu ada kegiatan baik siang maupun malam. Wamakhusus Iain dari kawasan pelabuhan ini adalah dalam hal penggunaanhitungan waktu.

Masyarakat Desa Gilimanuk membedakan waktu pelabuhanberbeda dengan waktu Bali pada umumnya. Provinsi Bali yang semulamemang masuk dalam wilayah "Waktu Indonesia Barat" (WIB), Setelahpengaturan waktu itu berubah dan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, kawasan pelabuhan ini tetap menggunakanWIB, Salah satu pertimbangan itu adalah bahwa para pengguna jasapelabuhan ini merupakan orang-orang yang umumnya datang dariwilayah "Waktu Indonesia Barat". Sementara itu, oarang-orang yangmau menyeberang ke Pulau Jawa begitu masuk kawasan pelabuhanseolah-oleh diingatkan bahwa mereka akan memasuki wilayah ">\^ktuIndonesia Bagian Barat". Karena itu, warga masyarakat di DesaGilimanuk ini mengenal istilah, "waktu pelabuhan dan waktu Bali".

Secara garis besar, petugas yang bekerja di pelebuhanpenyeberangan feri ini dibagi dua kelompok, yaitu petugas di daeratdan petugas di laut atau kapal. Petugas di darat terdiri atas petugasdi kantor dan di lapagan. Petugas di kantor yang antara lain adalahkepala pelabuhan beserta staf, penjual tiket, penarik tiket ketika maumasuk kapal, dan petugas atau buruh jeramah. Seperti diuraikan dibagian terdahulu, di darat ini masih ada satuan pengamaii yang antaralain terdiri atas pemgas dari Angkatan Laut dan petugas dari Polisi.Sementara itu, petugas di kapal terdiri atas nakhoda dengan awakkapal yaitu juru mudi, juru mesin, dan kelasi.

Dilihat dari asalnya, para petugas di kawasan pelabuhan ini berasaldari berbagai daerah. Di antaranya berasal dari Jawa, Bali, Madura,Sulawesi Selatan, dan ada pula yang dari Sumatera Utara. Petugas dikawasan pelabuhan yang paling banyak adalah orang-orang dari Jawa(etnik Jawa).

Propinsi penggun^ bahasa Jawa di Kawasan pelabuhan ini relatiftinggi. Hal ini, tampaknya tidak terlepas oleh beberapa faktor yangcukup mendukungnya. Propinsi petugas yang berasal dari Pulau Jawa

40

Page 56: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

di pelabuhan ini memang lebih banyak dari pada yang berasal daridaerah lain. Selanjutnya, lokasinya yang relatif dekat dan frekuensihubungan yang relatif tinggi dengan Pulau Jawa juga merupakan faktorlain yang sangat mempenganihi penggunaan bahasa Komunikasi. Selaindari pada itu, adanya pedagang-pedagang dari Pulau Jawa(Banyuwangi) yang setiap hari datang dan peigi melalui pelabuhanpenyeberangan ini menjadi pendukung dalam hal penggunaan bahasaJawa.

Menurut keterangan dan berdasarkan pengamatan, para petugasdi kantor penyeberangan ini lebih sering menggunakan bahasa Jawadari pada bahasa Indonesia bila berkomunikasi dengan sesama petugas.Bahasa Inndonesia bila berkomonikasi dengan sesama petugas. BahasaIndonesia hanya kadang-kadang saja digunakan dan seringkali disisipidengan satu dua patah kata bahasa Jawa. Akan tetapi bila berbicaradengan orang bahasa Indonesia. Bahasa Bali sering pula muncul bilasalah satu yang berbicara atau keduanya adalah orang-orang Bali.

Suasana dan penggunaan bahasa Bali mulai terasa setelah keluardari kawasan pelabuhan. Di dekat pintu gerbang pelabuhan sudahberderet tukang-tukang ojek, sopir kereta kuda, dan bemo (minibusyang muat sekitar 8-10 orang) yang siap untuk mengantar penumpangyang keluar dari pelabuhan ke terminal atau ke tempat lain. Parapenjual jasa angkutan ini umumnya menggunakan bahasa Indonesiadengan aksen Bali bahkan kadang-kadang disisipi dengan bahasaBali. Sebenamya, tidak semua tukang ojek, sopir kereta kuda dansopir bemo ini berasal dari Bali. Sebagian di antara mereka adalahorang-orang yang berasal dari Kabupaten Banyuwangi di Pulau Jawa.Akan tetapi karena sudah cukup lam tinggal dan beigaul denganorang-orang Bali, mereka cukup fasih menggunakan atau berbicaradengan bahasa Bali.

C. KEGIATAN SOSIAL MASYARAKAT

Sebagian warga masyarakat di tempat lain, masyarakat DesaGilimanuk memerlukan beberapa oiganisasi sosial sebagai wadahpenyaluran aspirasi mereka. Secara geris besar, organisasi sosial inidapat dibagi menjadi dua, yaitu oiganisasi formal dan bukan formalatau nonformal.

Organisasi sosial formal diartikan sebagai oiganisasi yangkeberadaannya didasarkan atas instruksi pemerintah. Sementara itu,organisasi nonformal adalah yang lahir atas prakarsa dan kehendak

41

Page 57: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

warga masyarakat setempat.

Organisasi sosial formal di Desa Giiimanuk antara lain adaiahPKK (Pendidikan Kesejahteraan Keluaiga), Karang Tanina, danPosyandu. Oiganisasi ini biasanya diusahakan untuk melibatkan seluruhatau sebagian besar waiga masyarakat, tidak memandang jenis etnikatau jenis pekeijaan, diharapkan bahkan wajib menjadi etnik atau jenispeketjaan, diharapkan bahkan wajib menjadi anggota oiganisasitersebut. Hal ini tidak terlepas dari tujuan pemerintah untukmeningkatkan kehidupan waiga masyarakat pada umumnya. Karenaitu, organisasi formal ini biasanya dapat ditemukan hampir di seluruhpelosok tanah air.

Organisasi nonformal yang lahir atas kehendak para anggotanyalebih berorientasi kepada tujuan khusus dari sekelompok waiga (yangmenjadi anggota). Termasuk dalam kelompok ini adaiah kegiatanarisan, pengajian, perkumpulan kesenian, perkumpulan olahraga(seperti sepakbola dan bola voly). Keanggotaan oiganisasi ini tidakada unsur "paksaan". Setiap waiga boleh masuk selama memenuhipersyaratan yang ditetapkan.

Dalam hal keanggotataan, suatu oiganisasi sosial nonformal didesa ini tidak ada yang mengkhususkan untuk memenuhi ketentuanyang berlaku. Walaupun demikian, ada beberapa kegiatan yanganggotanya kebetulan terdiri atas etnik tertentu saja. Seperti, "PerasaanHindu di Banjar Jeneng Agung" yang seluruh anggotanya etnik Bali.Sebagian besar (92) waiga Banjar Jineng Agung memang terdiri atasetnik Bali.

Setiap organisasi di Giiimanuk, baik formal maupun nonformal,selalu memiliki manfaat bagi anggotanya. Khususnya oiganisasiformal yang sifatnya "instruksional" diresahkan sangat bermanfaat bagipeningkatan kesejahteraan dan pengetahuan bagi setiap anggota.Sementara itu, anggota oiganisasi nonformal, umumnya bermanfaatdalam hal menjaga hubungan baik dengan waiga lainnya.

Manfaat praktis yang dirasakan oleh anggota oiganisasi ini adaiahrasa kebersamaan. Kebersamaan ini diwujudkan dalam saling tolongmenolong dalam berbagai kegiatan di antara para anggotanya. Bilaseorang anggota menyelenggarakan hajatan, semua anggota oiganisasiitu akan dengan sukarela dan cepat berusaha membantu, tanpadikminta. Hal yang sama juga bila ada anggota yang mengalamimusibah.

Dalam kegiatan arisan, saling membantu antara anggota ini

42

Page 58: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

diwujudkan dengan memberi kesempatan lebih dahulu pada anggotayang membutuhkan. Arisan berdasarkan profesi, seperti para pedagangdi pasar, tolong menolong itu dapat pula terwujud dalam bentuk salingmemberi informasi tentang jenis barang tertentu, mengenai haiga beiidan tempat mendapatkan. Dengan demikian, oiganisasi ini dapatbertahan karena memang dibutuhkan oleh para anggotanya.

Sebagaimana diuraikan di bagian terdahulu, setiap oiganisasi sosiaidi desa ini tidak ada yang membedakan etnik untuk menjadianggotanya. Hal ini beriaku pula dalam hal peranan dari setiapanggotanya. Siapa pun dan dari etnik apa pun dapat berperan dalamkegiatan organisasi. "Organisasi merupakan wadah dari kebersamaanwarga setempat", begitu antara lain dikatakan oleh seorang waigadesa. Adanya organisasi sosiai ini mendorong terciptanya kerukunandalam kehidupan warga daerah setempat, tercermin dalam kegiatanhajatan (pemikahan) dan upacara keagamaan, khususnya upacara"Nyepi".

Di Desa Gilimanuk ini bila ada warga yang beragama Hindumenyelenggarakan upacara pemikahan anaknya, waiga lain di sekitartentu ikut diundang. Untuk menghormati dan menghaigai para tetanggayang sebagian di antaranya beragama Islam, pemilik mmah akanmenghidangkan makan khusus yang tidak melanggar aturan agamaIslam tersebut. Jenis makanan khusus itu ditempatkan berbeda denganmakanan lain, bahkan peralatan untuk memasak, orang yang memasakdan tempat untuk memasakpun sangat khusus. Caranya adalah sebagaiberikut.

Warga orang Bali yang memiliki hajatan, sebelum had pelaksanaanitu akan menghubungi waiga lainnya, yaitu tokoh masyarakat terdekatdan orang-orang tertentu yang biasa membantu memasak. Maksudnyaadalah minta pertimbangan tentang keinginannya untuk mengundangtetangga dalam upacara hajatan yang akan dilaksanakan. Biasanya,tempat memasak dilakukan bukan dirumah yang akan hajatan.Demikian pula peralatan yang digunakan dan orang-orang yangmemasak berbeda dengan yang memasak masakah Bali. Selanjutnya,dalam mengatur makanan sewaktu penyelenggaraan, jenis masakahitu diletakkan pada tempat berbeda dan dengan alat-alat yang berbedapula. Dengan demikian, tamu-tamu yang bukan agama Hindu dapatdengan tenang menikmati hidangan yang disuguhkan.

Dalam hal yang sama, bila waiga yang punya hajat itu beragamaIslam, tamu-tamu yang beragama Hindu dan Kristen tidak membedakanjenis makanan. Penyelenggaraan hajatan berlangsung seperti biasa tanpa

43

Page 59: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

membedakan masakan dan ataupun tempat serta peralatan yangdigunakan. Para tamu akan dengan senang hati datang dan menikmatihidangan yang ada.

Sudah menjadi kebiasaan watga setempat, bila ada waiga yanghajatan para tetangga selalu memberikan sumbangan. Bagi waigaetnik Bali sumbangan itu biasanya diwujudkan dalam bantuk barang,beras, bahan kebutuhan dapur, dan ada juga yang memberikan babi.Hal yang sama sebenamya dilakukan pula oleh waiga etnik lain, orangJawa khususnya. Akan tetapi, akhir-akhir ini sumbangan barang itumulai berubah dalam bentuk uang.

D. KEPERCAYAAN-KEPERCAYAAN

Dalam hal kepercayaan ini, baik etnik Bali maupun etnik Jawatidak terlepas dari latar belakang agama dan kebudayaannya. Disamping adanya perbedaan, di antara kereka tetap saja ada kesamaan.Oleh karena adanya unsur kesamaan inilah yang membuat waiga yangberbeda etnik dapat tetap hidup harmonis dan rukun.

Sebagai penganut agama Hindu yang teigolong kuat, warga etnikBali tetap mengacu kepada agama yang dianutnya. Seperti misalnya,bahwa ada kehidupan lain setelah mati, bahwa ada kekuatansupranatural pada berbagai unsur kehidupan (seperti air, angin, api,dan tanah), bahwa hukum karma selaju menyertai atau tidak dapatdipisahkan dengan kehidupan manusia pada umumnya.

Dalam hal yang sama, etnik lain, khususnya etnik Jawa, jugatidak jauh berbeda dengan etnik Bali. Walaupun menjadi penganutagama Islam yang cukup taat, sebagian etnik Jawa di Gilimanuk tetapsaja melakukan berbagai upacara yang berkaitan dengan tradisi yangturun temurun. Warga etnik Jawa masih juga membuat sesaji padaupacara-upacara itu, intinya sebagai syarat untuk mendapatkankeselamatan dan ketenteraman atau kesejahteraan di hari-harimendatang. Yang juga masih kental adalah kepercayaan bahwasiapapun yang berbuat baik akan memperoleh hasil yang baik.Sebaliknya, perbuatan buruk tentu akan mendapat imbalan yang jugatidak dikehendaki. Dalam hal ini, kepercayaan itu identik dengan"hukum karma" pada masyarakat etnik Bali.

Dalam kehidupan bermasyarakat, kepercayaan etnik tertentu tidakdapat dipisahkan dengan hubungan mereka dengan waiga lain atautetangga. Artinya, bila seseorang dari suatu etnik melaksanakan suatu

44

Page 60: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

upacara budaya, warga lain di sekitar (tetangga) man tidak mau teriibatatau melibatkan diri. Sebagai contoh adalah dalam upacara "petiklaut" bagi para nelayan Jawa dan Madura sering kali dilakukan bersamadengan upacara yang dilakukan waiga etnik Bali. Dalam kegiatan inisecara bersama-sama (etnik Bali dan etnik Jawa) melakukan upacara.Walaupun demikian, ada bagian-bagian tertentu yang keduanyamemisahkan diri. Misalnya dalam hal pembacaan doa dari masing-masing upacara tersebut.

Pada dasamya setiap warga desa ini menyadari bahwa etnik tidakdapat dipisahkan dengan agama. Pada umumnya agama Hindu identikorang Bali. Etnik Jawa di Gilimanuk biasanya menganut agama Islam. Persepsi ini menjadi acuan setiap waiga dalam menentukan sikapdan perilaku mereka dalam beigaul dengan warga lain di sekitamya.Dengan pemahaman ini, di antara warga tercipta hubungan yangharmonis, tanpa menghilangkan identas masing-masing.

Gambar 11

Toko/Kios Pakaian di Pasar Gilimanuk

Page 61: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

—rx.

VU

Page 62: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

Gambar 15

Terminal Bus dengan Tempat Tunggu di Bagian Tengah

Page 63: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

@

v'^'if

yS.^t ••n^

Gambar 17

Pelabuhan Penyeberangan Gilimanuk

Page 64: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

.f;}W

Gambar 18

Sehuah Kapal Feri sedang mendarat di Gilimanuk

Page 65: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

BAB IV

CORAK KEHIDUPAN MASYARAKAT GBLIMANUK

A. POLA PERTETANGGAN

Masyarakat Gilimanuk terdiri dari dua suku yang dominan yaitusuku Bali dan suku Jawa. Selain kedua suku bangsa itu di Gilimanukjuga bermukim suku Madura, Batatk, Minang, dan Batak yangjumlahnya relatif sedikit. Adanya dua suku yang dominan itumenyebabkan dua kebudayaan tersebut saling mengisi. Keduakebudayaan yang dominan itu dipakai sebagai acuan bagi waigakeduanya untuk dapat hidup berdampingan. Sementara itu bahasayang dipakai sebagai bahasa komunikasi adalah bahasa Bali. Meskipundemikian, secara umum, kedua etnik yang berbeda ini sudah salingdapat memahami bahasa dua etnik yang dominan di Gilimanuk.

Dalam kehidupan bertetangga, dapat dikatakan beijalan denganharmonis, kenyataan yang demikian tidak lepas dari sistem pengaturantempat tinggal oleh pemerintah daerah setempat pada masa lalu.

Pada awalnya pemukiman daerah Gilimanuk yang sebagian besarditinggali suku Jawa dan Bali ditentukan berdasarkan etnik masing-masing. Suku Jawa tinggal di Banjar Arum, sedangkan suku Balitinggal di Banjar Jineng Agung. Lokasi tempat tinggal yang demikianmenyebabkan di antara mereka pada awal interaksinya tidak langsungberbenturan. mereka dapat saling mengenal kebudayaan masing-masing secara bertahap, hingga terjadi percampuran tempat tinggalseperti sekarang ini.

Hubungan antar etnik yang dilakukan secara bertahap tesebut,

50

Page 66: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

menyebabakan masing-masing etnik sedikit demi sedikit memahamibudaya di antara maereka. Pada saat ini jiwa toleransi tersebut sudahsemakin meningkat. Hai ini ditandai dengan adanya kedua suku itudapat hidup berdampingan secara wajar, walaupun secara budaya danagama berbeda.

Daiam hidup sehari-hari, kedua suku tersebut tampaknya bersikapuntuk tidak mencampuri urusan kelompok etnik lain. Merekacenderung untuk lebih memperhatikan kelompok etniknya. Kondisiseperti ini tidak berarti kedua kelopok tersebut saling tidakmengacuhkan, akan tetapi masing-masing tetap saling menghormati.Dalam berinteraksi antarkedua suku saling menjaga perilaku masing-masing agar tidak menimbulkan konflik. Oleh karena itu segala yangberkaitan dengan strategi hidup akan menampakkan pada penitikberatanupaya-upaya menjaga keharmonisan.

1. Kepedulian Antaretnik

Kepedulian antaretnik tercermin dalam menjalankan upacarakeagamaan. Masing-masing kelompok etnik melaksanakan upacarasesuai dengan kenyataannya. Pada saat-saat tertentu, setelahmelaksanakan upacara keagamaan, khususnya penganut Hindumempuhyai kebiasaan "ngejut", yaitu mengantar makanan pada paratetangganya. Pengantaran makanan (ngejut) tidak terbatas hanya padakelompok etninyan saja, melainkan juga pada tetangga yang tidakseetnik. Maksud pemberian makanan sesuai upacara keagamaanadalah sebagai ungkapan perhatian antara satu tetangga dengantengga lain. Dan yang lebih penting adalah simbol berbagai ber-kah dan rejeki dari dewa mereka.

Kebiasaan mengantar makanan ini bukannya tidak menimbulkanmasalah. Adanya perbedaan keyakinan manyebabkan - masing-masingmerasa hams berhati-hati dalam memberi dan menerima makanan.

Hal ini temtama menyangkut jenis makanan tertentu yang terlarangbagi umat Islam. Etnik Jawa di Gilimanuk pada umumnya memelukagama Islam. Di Gilimanuk ada kebiasaan waiga etnik Balimengundang tetangga yang beretnik Jawa untuk memasak bila adahajatan. Para tetangga etnik Jawa mendapat tugas untuk memasakmakanan pesta tanpa menggunakan daging yang terlarang bagi umatIslam.

Segala tindakan yang dilakukan etnis Bali tersebut mempakancermin dari kepedulian mereka dalam hidup bertetangga dengan etnik

51

Page 67: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

lain. Kebersamaan dalam menjaga tetangga etnik Jawa agar terlibatdaiam pesta merupakan langkah nyata dalam membina hubunganpertetanggaan. Kenyataan tersebut tercennin pula dari pemyataanseorang waiga etnik Bali di Gilimanuk yang mengatakan, bahwa "orangBali akan sangat senang bila tamunya man makan apa yangdihidangkan", Pemyataan ini diperkuat oleh waiga etnik Jawa yangmengatakan, bahwa kalau man makan hidangan orang Bali, merekaakan dianggap saudara".

Dengan adanya kenyataan seperti itu, terjalinlah keselarasanhubungan pertetangga antaretnik di Gilimanuk. Walaupun demikian,masih terasa adanya rasa curiga yang dikarenakan jenis bahan makananyang diharamkan bagi etnik Jawa pemeluk agama Islam. Menurutpandangan waiga Gilimanuk etnik Jawa, kebanyakan orang Bali masihmemiliki kejujuran yang tinggi. Pendapat yang demikian itu dipertegasoleh salah seorang waiga Desa Gilimanuk yang beretnik Jawa, bahwahidup di antara etnik Bali mempakan lingkungan baik "gusti semua".Jadi kalau bertingkah laku jelek tidak enak. Konflik antar suku diGilimanuk jarang terjadi. Keijasama antarwaiga desa yang berbedasuku bangsa teijalin baik. Antarsesama warga desa tanpa melihatperbedaan etnik, mereka melakukan tolong menolong. Segala tingkahlaku akan dinilai dari suatu norma-norma yang dipunyai masyarakattersebut.

Yang menarik di kalangan budaya etnik Bali dalam perjudian,baik permaianan kartu maupiin sabung ayam. Kebiasaan bermain kartudi kalangan warga etnik Bali merupakan pengisi waktu yangmenyangkut kewajiban untuk tidak tidun Sementara itu, kebiasaanmenyabung ayam terkait dengan adat. Baik permainan karm maupunsabung ayam disertai dengan taruhan uang. Laki-laki Bali selalumendapat dukungan dari istrinya. Bahkan para istri kadang-kadangmenyediakan uahg bagi suaminya untuk dipakai beijudi. Peserta judikartu dan sagung ayam di Gilimanuk meluas hingga ke waiga etnikJawa. Keadaan demikian sangat berlainan dengan kebiasaan keluaigaetnik Jawa. Mereka sama sekali tidak mendapatkan dorongan dariistrinya. Bahkan di antara para istri mereka banyak yang tidakmengetahui kalau suaminya senang beijudi.

Perbedaan pandangan yang demikian tidak lepas dari latar belakangbudaya masing-masing. Bagi orang Bali beijudi dianggap sebagaimembuang sial. Kenyataan ini berbeda dengan orang Jawa yangmenganggap judi sebagai permainan kotor. Akan tetapi perbedaanpersepsi ini tidak menghalangi judi sebagai sarana berkumpul.

52

Page 68: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

2. Bentuk-Bentuk Kerjasama Antaretnik

Kehidupan pertetanggaan, tidak lepas dari adanya hubungan tolongmenolong tenitama terhadap tetangga yang bersebelahan. Oleh karenaitu, hubungan baik di antara mereka terus dibina dan dijagakelestariannya.

Bentuk-bentuk kerjasama antaretnik di kalangan waiga DesaGilimanuk dapat dilihat pada saat-saat :

a. upacara-upacara keagamaan dan yang berkaitan dengan daur hidup,seperti kematian, kelahiran, dan perkawinan;

b. peringatan hari-hari nasional; dan

c. kehidupan sehari-hari.

Bila ada warga desa yang meninggal dunia, tanpa membedakanetnik kebanyakan waiga yang lain cenderung berkeinginan untukmenyampaikan bela sungkawa. Pada saat menyampaikan belasungkawa, biasanya mereka membawa beras, gula, dan limun. Makudpemberian bahan makanan dan minuman untuk meringankan bebanbagi keluarga yang kesusahan. Begitu pula bila teijadi acara-acarayang berkaitan dengan daur hidup. Di kalangan etnik Bali mempunyaikebiasaan melaksanakan upacara kelahiran, 3 bulanan, potong gigi,perkawinan, dan melampasm yaitu upacara selamatan pada benda-benda baru. Di kalangan warga desa etnik jawa, upacara-upacara yangbiasa dilakukan seperti "selapanan" (selamatan bagi bayi yang berusiasekitar 35 hari), sunatan, perkawinan dan kematian.

Prinsip hidup bertenggang rasa sangat terlihat dalam kehidupanseperti dalam upacara nyepi atau idul fitri. Dalam menjalankan upacaramasing-masing, mereka tidak saling mengganggu. Pada upacara Nyepi,masyarakat Bali merayakan dengan tidak ada gangguan dari anggotaetnis lain, seperti misalnya etnis Jawa yang sebagian besar menganutagama Islam. Dalam upacra nyepi ini umat Islam akan bersembahyangdengan tanpa menggunakan pengeras suara. Begitu pula sebaliknyapada upacara Idul Fitri, tidak segan-segan etnis Bali menbucapkanselamat "Idul Fitri" kepada saudara muslim.

Begitu pula pada saat peringatan Kemerdekaan R.I. pada tanggal17 Agustus. Pada saat ini semua banjar dengan tidak terkecuali akanmemperingatinya dengan cara mengadakan pertandingan-pertandinganantarbanjar.

Pertandingan yang sangat disukai adalah sepak bila. Padapertandingan ini banyak warga akan mendukung banjamya maisng-

53

Page 69: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

masing dengan tidak memandang etnik. Mereka berusaha agarbanjamya dapat menjadi juara.

Untuk mencapai maksud tersebut, mereka bau membahubekerjasama untuk mewujudkan impiannya. Warga yangperekonomiannya agak mapan tidak segan-segan menyumbang agarkesebelasan banjarnya menang. Sedangkan untuk pemain ataupengurusnya agak mapan tidak segan-segan menyumbang agarkesebelasan banjarnya memang. Sedangkan untuk pemain ataupengurusnya tidak ada pilih-pilih, semuanya dari etnis campuran.

Begitu pula dalam cabang olah raga yang lain atau kesenian.Semua diseienggarakan secara bersama. Semangat kebangsaan terasalebih dominan daripada kepentingan etnis itu sendiri.

Demikian juga dalam hal pinjam meminjam uang bila mengalamikeperluan mendadak, tampanya tidak dihubungkan dengan etnik.Tolong menolong berkaitan dengan uang lebih dipengatuhi faktorkepercayaan pada individunya. Seorang waiga etnik Jawa di DesaGilimanuk mengatakan bahwa bila sudah kenal baik dengan orangBali, kita kesusahan sedikit saja akan dibantu. Begitu pula denganorang Jawa yang mempunyai ekonomi mapan akan tidak segan-seganmeminjamkan sebagian uang atau barangnya pada etnik yang lain,seperti etnik Bali. Warga masyarakat Desa Gilimanuk mengatakanbahwa bagi mereka, baik etnik Jawa maupun etnik Bali itu sama saja.Mereka sudah tinggal di sana sejak lama, jadi tidak ada masalah dalampergaulan sehari-hari.

Sebagai contoh suatu sikap yang menunjukkan kepercayaanantaretnis dalam hidup bertetangga, adalah dalam hal peminjamanmotor. Tidak perlu ditanya macam-macam, bila motor tersebut tidakdipakai oleh si pemilik, maka akan segera dipinjamkan lengkap dengansegala peralatannya seperti helm, STNK. Di sini terlihat bahwakepercayaan di antara mereka sangat menonjol. Begitu pula dalamdalam memarkir motor, mereka hanya meletakkan di depan rumahatau di pinggir jalan dengan aman. Bahkan kadang-kadang memarkirmotor dengan kunci teigantung di tempatnya.

Di samping bentuk kerjasama tersebut di atas, ada lagi suatukeijasama yang sifatnya instruksional, seperti kerja bakti, dan gotongroyong. Hubungan antarwaiga tersebut tampak akrab tidak canggun.Selama kerja bakti atau beigotong royong humor-humor dilontarkanuntuk memacu dan menambah semangat. Dengan diselingi canda dantawa pekeijaan yang diintruksikan tersebut dikeijakan sampai selesai.

54

Page 70: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

3. Pengedalian Sosial Antaretnik.

Salah satu hal yang sangat diperhatikan dalam hubungan antaretniksebenamya adalah tingginya rasa saling menghaigai di antara keduabelah pihak. Dalam peigaulan antara etnik Jawa dan etnik Bali diDesa Gilimanuk peigaulan antara etnik Jawa dan etnik Bali di DesaGilimanuk sangat jarang terlihat adanya ungkapan ketidakpuasan diantara mereka secara terbuka. Walaupun sebenamya ada kalanyamereka saling tidak puas. Misalnya bila waiga etnik Jawa bertamu kekeluarga etnik Bali, hidangan yang disajikan jarang dimakan. Alasantamu yang beretnik Jawa pada umumnya takut bila makanan tersebutmengandung babi. Padahal tingkah laku seperti ini sama sekali tidakdisukai bagi orang Bali. Tuan rumah dalam hal ini etnik Balimenghendaki makanan yang dihidangkan sebaiknya dimakan sebagaipen^ormatan. Orang Bali justra mempunyai prinsip semakin banyaktamunya melahap hidangan berarti tamunya tersebut semakin tinggiderajat rasa persaudaraan di antara mereka.

Antar kedua etnik menyadari betul akan adanya perbedaan prinsipdalam hal jenis makanan. Perbedaan yang demikian, memacu keduaetnik untuk saling merenggang. Oleh sebab itu dalam peigaulan sehari-hari antar mereka bemsaha menghindari hal-hal yang memicu kearah teijadinya konflik. Tampaknya kebersamaan yang sudah lamateijalin dan antara keduanya tumt pula membentuk pengalamanberinteraksi. Segala penyebab atau segi-segi yang dianggap sensififmengganggu keselarasan kelangsungan hubungan mereka tampaknyasudah sangat dipahami. Pada umumnya orang Bali di Gilimanuk sudahpaham benar bahwa saudara dari Jawa tidak mau bersama merekadalam hal makan. Warga desa yang beretnik Jawa dalam berperilakusehari-hari Juga menjaga diri untuk tidak mengejak orang Bali yangberkaitan dengan kasta.

Adanya saling pengertian tersebut, kemudian dipakai sebagaipedoman dalam peigaulannya. Begitu pula nilai yang dipakai sebagaiacuan didapat melalui pengalaman mereka agar masing-masing tidaksaling tersinggung.

Selain hal tersebut, pengamh tatanan adat Bali yang masih ketatsangat berperan dalam menjaga keharmonisan waig Desa Gilimanukdalam hidup bermasyarakat. Peranan pimpinan-pimpinan adat masihsangat dihormati. Segala yang berkaitan dengan tingkah laku yangdinilai menyimpang secara adat akan menyulut reaksi keras yang dapatmenyudutkan atau terasingnya orang tersebut dari kalanganmasyarakat.

55

Page 71: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

Oleh karena itu sedikit saja berperilaku yang tidak sesuai dengannorma-norma yang ada maka perbuatan itu akan menjadi buah bibirdi Giiimanuk, bahkan akan tersebar ke daerah lain. Sebagai contoh,teijadi pencurian motor di daerah Negara yang terletak sekitar 30 kmdari Gilimanuk. Berita tersebut seolah-olah tidak henti-hentinyadibicarakan, temtama di kalangan orang-orang tidak henti-hentinyadibicarakan, terutama di kalangan orang-orang Bali. Seorang pemukaadat menanggapi berita itu dengan menyatakan bahwa pelaku pencurianitu adalah orang yang tidak memperhatikan kehidiupannya kelak danketurunan-keturunannya. Mereka percaya akan adanya hukum karma.Dari pemyataan ini sangat terlihat masih begitu tingginya kehidupanyang dituntut sesuai dengan norma-norma.

Berbeda dengan waiga yang beretnik Jawa, menanggapi kasuspencurian itu dengan relatif lebih santai. Salah seorang waiga etnikJawa mengatakan bahwa kehidupan sekarang semakin susah. Jadiorang-orang yang kepepet berani melakukan tindakan-tindakan yangtidak terpuji. Akan tetapi perbuatan seperti ini kalau tertangkap, harusmenanggung akibatnya, yaitu masuk sel. Kenyataan seperti inisebenamya logis. Penduduk etnik Jawa di Gilimanuk, sebenamya relatifsudah lepas dari tanah Jawa. Walaupun budaya Jawa masih merekapegang tetapi akar budaya yang mereka miliki sebenamya sudah tidaksemantap dari tempat asalnya. Budaya yang mereka jalankanmerupakan suatu bentuk kebudayaan baru percampuran darikebudayaan Jawa dan Bali.

Adanya toleransi antarpendukung kebudayaan di Gilimanuk.berarti anggota masyarakatnya pun akan saling menjaga kepentinganbersama. Masing-masing kelompok etnik akan merasa sungkan untukbertingkah laku yang tidak sepantasnya. Begitu pula dengan adanyapersinggungan kebudayaan yang berbeda, kadang-kadang ada sesuatuyang dianggap jelek di daerah asal, seperti judi bagi etnik Jawa. Wargaetnik Jawa di Gilimanuk justm sering melakukan perjudian. Peijudiandi kalangan penduduk asli dibenarkan karena mempakan salah satubagian dalam melaksanakan upacara adat. Adanya interaksi dalammasyarakat menyebabkan judi merupan permaianan sehari-hari, baikuntuk etnis Jawa maupun etnis Bali. Hal yang menarik dari adanyapermainan judi di daerah ini justm keamanan lebih menjamin. Pemahjudi di sini diberantas, tetapi setelah itu banyak pencurian. Keadaanseperti ini tentunya kelihatan mengada-ada, akan tetapi memangdemikianlah kenyataannya. Di tempat lain, judi akan beijalan seiringdengan kejahatan, semakin banyak juda kerawanan akan semakin

56

Page 72: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

besar. Lain halnya di Gilimanuk justru kebalikannya semakin banyakjudi maka akan semakin aman situasi di kampung. Judi di daerah inidapat dikatakan sebagai pengendali perbuatan yang merugikanhubungan antartetangga.

Bahkan ada pemyataan, bahwa di Gilimanuk seseorang giat bekerjabukannya semata-mata untuk menghidupi anak dan istrinya saja, akantetapi yang lebih utama adalah untuk judi. Oleh sebab itu basil yangdiperolehnya hanya sebagian hampir sebagian besar sudah berpendapatdemikian.

Seorang supir yang beretnik Jawa mengatakan bahwa dia akansemangat bekerja karena setiap malamnya dia diajak main judi.Walaupun demikian antara kedua etnik ini dalam menanggapipermaianan ini berbeda tujuan. Bagi etnis Bali, judi dipahami sebagaisarana membuang sial, sedangkan etnis Jawa menanggapi judi sebagaisarana mendapatkan uang. Terlepas dari urutan nadi yang dapatmempemgaruhi semangat kehidupan masyarakat termasuk dalam halini kestabilan keamanan di kampung. Kegemaran berjudi yangdikaitkan dengan nilai-nilai adat tabuh rob menyebabkan suasanabubungan sosial yang baik antara dua etnik yang berbeda denganlatar belakang budaya yang berbeda pula.

B. HUBUNGAN DI ARENA PEKERJAAN.

1. Pasar

Pasar merupakan salab satu pusat keramaian yang ada diGilimanuk, sebagai pusat perbelanjaan, pasar adalab arena yangdianggap oleb beberapa etnik yang berdagang dengan jenis daganganyang bervariasi. Etnis Bali berdagang kain, telur, beras, sayur mayur.dan kelontong; sedangkan etnik Jawa berdagang sayur mayun makanan.dan rempab-rempab. Sementara itu, etnik Madura berdagang makananseperti soto dan sate.

Berdasarkan lokasi, ada para pedagang yang berdagang di kiospinggir pasar dengan pintu dua muka, yaitu mengbadap ke pasar danke jalan raya, Letak kios yang demikian berada di bagian utara, Kios-kios yang berada di bagian timur, selatan, dan barat banya mengbadapke jalan kampung. Pada sisi bagian utara yang terletak di pinggir jalanbesr ditempati oleb pedagang etnik Bali. Jenis dagangan yang besarditempati oleb pedagang etnik Bali. Jenis dagangan yang dijual adalabbarang-barang kelontong, pakaian, peralatan dapui; serta waning satu

57

Page 73: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

dan soto. Pasar bagian timur ditempati oleh etnik Jawa dan Bali.Terutama mereka membuka waning makan, seperti waning nasi,makanan, sate, dan bakmi. Waning-waning ini akan terlihat ramaipada saat makan, tenitama pada waktu sore hari.

Pasar bagian seiatan ditempati oleh etnik Jawa. Etnik ini banyakmembuka usaha jaitan. Kios-kios tersebut buka pada waktu siang hari.Keadaan pasar di bagian barat tampak sepi. Hal ini disebabkan banyakwarung-warung yang tidak dibuka atau masih dikosongkan pemiliknya.Hanya beberapa waning saja yang bukan dengan barang dagangankelontong dan relatif seadanya.

Di dalam pasar, para pedagang Jawa, Bali dan Madura bercampur.Di sini tidak ada pengelompokan tempat antara pedagang yang berbedaetnik. Mereka saling berinteraksi dengan menggunakan bahasa Bali.Kondisi demikian bukan berarti bahasa Bali merupakan satu-satUnyabahasa komunikasi, sebab bahasa Jawa pun sering terdengar di antaramereka. Interaksi antara pedagang dan pembeli, biasanya menggunakanbahasa Indonesia. Jadi dalam hal penggunaan bahasa ini tidak adabahasa komunikasi yang baku. Walaupun demikian hubungan, baikantara penjual dan penjual maupun penjual dan pembeli tampaknyatidak ada masalah.

Keadaan di dalam pasar terlihat suatu bentuk yang serupa denganpasar-pasar di Jawa pada umumnya. Cara pemasaran dagangan melaluikapling-kapling yang masing-masing berukuran sekitar 1,50 x 1,25yang di atasnya ditutup atap. Bagi penjual-penjual yang belummempunyai tempat yang pasti, mereka akan memilih tempat baikpada gang-gang pasar, di dekat pintu masuk maupun di pmggir-pinggirkios yang ada di pinggir jalan.

Pola hubungan antara pedagang-pedagang yang menempatiwarung-warung yang terletak di pinggir jalan dan yang ada di dalampasar terdapat perbedaan yang jelas. Pada umumnya, pedagang yangmempunyai warung-warung di pinggir jalan atau di seputar pinggiranpasar cenderung kurang akrab satu dengan yang lain. Bahkan adakesan persaingan yang menonjol. Hal ini sangat berbeda denganhubungan para pedagang yang ada di dalam pasar. Hubungan diantara mereka cendemng lebih akrab. Homor-homor antarpedagangsering terlihat. Begitu pula dalam hal pinjam meminjam uangpengembalian antara mereka terlihat rasa persaudaraan.

Adanya perbedaan tersebut dapat dipahami sebab pedagang dipinggiran pasar menempati kios-kios sehingga tidak sering teijadi tatapmuka. Ditambah lagi, persaingan dagang tidak dapat dihindarkan karena

58

Page 74: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

mereka menjual barang yang sama. Adanya persaingan yang demikkan,kdang-kadang membawa sikap dan emosinya dalam berhadapan dengantetangga sesama pedagang tersebut.

Situasi yang berbeda teijadi pada pedagang yang ada di daiampasar. Walaupun mereka beijualan beijejer atau berhadapan tetapi yangmereka jual bervariasi. Seandainya pun ada dagangan yang sama,mereka selaiu optimis bahwa dagangannya pasti habis.

Dalam hal pengadaan barang dagangan, sebenarnya terjadikesamaan antara etnik Jawa dan etnik Bali yakni barang dagangandidapat dari daerah lain. Keadaan demikian disebabkan daerahGilimanuk sendiri merupakan daerah tandus dan tidak menghasilkanapa-apa. Untuk etnik Jawa barang dagangan terutama sayur mayurdiambil dari daerah Ketapang di seberang Gilimanuk. Pedagang etnikBali biasanya mengambil dagangan dari Pulau Bali, yakni Guris danMalaya. Pedagang-pedagang dari Pulau Bali, yakni Guris dan Malaya. Pedagang-pedagang dari daerah ini biasanya berangkat dari rumahsakitar pukul 3.30 - 4.00. Pada pedagang ini ada yang langsung menjualsendiri ke pembeli dan ada pula yang menjual lagi pada pedagang laindengan tidak membedakan etnik, atau dengan istilah lain siapa cepatdia dapat.

Begitu pula dengan bahan-bahan pakaian dan peralatan dapurhampir semuanya diambil dari daerah lain. Pengambilan barangdagangan yang tidak dalam satu lokasi, membedakan adanya pedagangyang kuat dan lemah. Para pedagang di pasar Gilimanuk, padaumunmya, berasal lebih dari satu etnik. Hal ini menyebabkan strategidan pola hubungan di antara mereka menjadi bervariasi.

a. Pola Hubungan dan Strategi Pedagang di Kios

Dalam hal mendapatkan barang dagangan para pedagang menungudistributor yang selalu mendatangi. Selain itu, mereka juga berusahasecara aktif mendapatkan bahan-bahan ke Surabaya atau bahkanJakarta. Caranya adalah dengan menghubungi saudara-saudara atauteman-teman yang ada di kota-kota tersebut, sedangkan untuk bahan-bahan yang khas Bali pada umumnya didapat dari Desa Tabanan.

Persaingan dalam memasarkan sudah tampak pada caramemanjang barang dagangan. Berbagai pakaian digantungkan di depantoko, bahkan sampai di luar, terutama yang modenya tidak dipunyaitoko-toko di sebelahnya. Cara menarik tamu pun mereka tidak hanya

59

Page 75: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

menunggu di dalam toko tetapi tak henti-hentinya menawarkan padaorang yang lewat di depan toko.

Begitu ada orang yang masuk tokonya, penjual segera melayaniapa yang diperlukan, sambil menunjukkan pakaian-pakaian lain yangdianggap menarik. Sistem pemberian haiga dengan tarif yang relatiftinggi. Sistem pemberian harga dengan tarif yang relatif tinggi, terutamapada orang-orang yang dianggap wisatawan. Harga yang ditawarkandapat mencapai 3 kali lipatdari harga aslinya. Penawaran harga inisambil disertai kata-kata yang menarik, seperti "bahannya lebih baikdari yang lain, tiak liintiir, jahitannya bagiis, dan Iain-lain".

Bagi pembeli yang tetap tidak mau dengan harga yang ditawarkan.penjual mempunyai strategi tersendiri, yaitu dengan menurunkan hargasambil memperlihatkan barang yang sama dengan mengatakan" "kalaubarang yang ini boleh, sebab kualitasnya di bawahnya". Hal inidilakukan sedemikian rupa sekaligus untuk menahan pembeli agarjangan pindah ke toko lain. Menurut mereka bila pembeli sudahpergi ke toko lain maka mereka sudah membandingkan dan ini akanmenyebabkan penawaran menjadi rendah. Oleh karena itu setiappembeli yang maasuk toko diusahakan dapat segerera membeli.

Kadang-kadang dalam hal diri dengan etniknya bahwa dirinyamemang berasal dari Bali. Dengan cara ini, penjual meyakinkanpembeli bahwa barang dagangannya adalah asli dan lebih murah,seperti "barang ini saya ambil langsimg dari saudara saya di Tabanansehingga harganya lebih murah". Segala strategi yang demikian dipakaisebab di antara pedagang ada pula yang pedagang Jawa tetapi berjualanpakaian Bali.

Dalam persaingan dagang pakaian ini, para pedagang etnik Jawamenilai pedagang Bali memasang tarif terhadap pembeli terutama dariJawa sangat mahal. Hal ini terungkap dari ucapan seorang pedagangetnik Jawa, bahwa pedagang etnik Bali kalau yang beli orang Jawaakan memasang harga mahal-mahal, mungkin dikira semua orang Jawabanyak uang. demikian pula. Mereka menyatakan bahwa pedagangetnik Jawa kalau berjualan asal untung gede.

Semua penilaian ini sebenamya merupakan strategi-strategi untukmempemgamhi pembeli agar dapat membeli di tempat mereka masing-masing. Hal ini terjadi pada hampir semua pedagang di Gilimanukterutama dari etnik Jawa dan Bali.

60

Page 76: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

Untuk jenis barang dagangan yang lain, strategi yang digunakanreiatif sama, hanya tidak seketat seperti pada berdagang pakaian. Halini disebabkan haiga-harga kebutuhan sehari-hari sudah mempunyaiharga yang pasti, sehingga menaikkan haiga yang terlalu tinggi akandijauhi pembeli.

Walaupun terdapat persaingan, sebenamya hubungan di antarapedagang di kios masih dalam batas-batas normal. Dalam halperdagangan di anara pedagang seetnik terjadi hubungan timbal balikagar dapat menguasai sumber bahan dagangan terutama dalammendapatkan barang dagangan, seperti pakaian khas Bali. Padaumumnya, antara pedagang Bali tersebut mempunyai mitra dagangyang dianggap mempunyai hubungan dekat. Di antara mereka seringterjadi pinjam meminjam barang dagangan atau dibelikan barangdagangan. Titip menitip ini dilakukan secara beigantian untukmenghemat biaya transportasi.

Dengan strategi demikian pedagang Bali biasanya dapat membelidagangan dengan lebih murah. Hal ini ditambah lagi dengan adanyaperasaan satu etnik dari produsen yang dapat memberikan haiga yanglebih murah.

Menanggapi strategi yang demikian. pedagang Jawamengantisipasi dengan memperbanyak rok-rok dan baju-baju yangdapat diperoleh dari Surabaya atau bahkan Jakarta dengan motif-motifmasa kini. Seorang pedagang dari Jawa mengatakan, bahwa banyakorang Jawa, terutama cewek-cewek (wanita tuna susila) yang membelidagangannya. Biasanya mereka selalu ingin beiganti-ganti pakaiandan memilih yang tidak banyak dipunyai orang.

Dalam kasus-kasus seperti di atas. bukan berarti pedagang Balitidak berusaha mendapatkan barang yang sama. Akan tetapi biasanyaharga yang ditawarkan pedagang Bali dengan baju-baju yang samajustru lebih mahal daripada yang dijual pedagang Jawa. Oleh karenaitu walaupun kedua pedagang yang berbeda etnik ini sama-samaberdagang pakaian, tetapi masing-masing mempnyai sepesifikasimodel-modal andalan.

Perbedaan model ini juga berdampak pada pembeli. Biasanyaunmk pedagang Bali pembelinya adalah para pesiar ataupun orang-orang yang ingin melihat-lihat Bali, sedangkan pedagang Jawapembelinya dapat dari Bali dan Jawa. Walupun demikian tidak menutupkemungkinan para wisatawan yang membeli.

61

Page 77: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

Penduduk Gilimanuk yang matapencahariannya sebagai pedagangetik Jawa dan Bali maupun Madura, pada umumnyamemiliki kios.Kebanyakan etnik Madura adalah sebagai pedagang sate dan soto.Ada perbedaan hubungan sosial antara masing-masing etnik tesebut.Persaingan sosial antara masing-masing etnik tersebut. Persainganantara etnik Jawa dan Bali tampak terlihat dalam kegiatan ekonomi,yaitu berdagang. Dalam hubungan bertetangga antara kedua etniktampak tidak ada masalah, mereka selalu mengucapkan "saudaraIni mencerminkan keakraban hubungan mereka.

Dalam kehidupan sehari-hari hubungan sosial, baik pedagang Jawamaupun Bali dengan pedagang madura dapat dikatakan renggang.Kedua etnik, yaitu Jawa dan Bali menganggap pedagang Madura padaumumnya keras dan licik. Hal ini terungkap dari pendapat beberapapedagang dari etnik Jawa yang mengatakan bahwa pedagang Maduraitu sangat keras dan menakutkan. Mereka tidak mau mengerti kesulitanorang lain. Lagi pula orangnya pengennya untung terns dan apa-apalangsung cabut clurit. Anggapan yang demikian diperkuat pedagangetnik Bali yang menyatakan, bahwa Orang Madura itu menakutkan,mereka tidak mau diajak kompromi. Pada suatu saat ada orang pinjamuang ke seorang pedagang etnik Madura untuk kembalian, karenalupa mengembalikan orang Madura itu marah-marah sambil membawaclurit. Dalam kehidupan sehari-hari memang pedagang Jawa dan Baliselalu nienjaga jarak dalam hal hubungan dengan pedagang Madura.

Menurut lokasinya, para pemilik deretan kios yang berada di depanpasar tampak adanya persaingan dagang dibanding dengan para pemilikkios yang berada di belakang pasar. Sebagian besar pemilik kios etnikJawa membuka usaha sebagai penjahit, jual makanan burung dankelontong. Perasaan sebagai sama-sama orang perantauan sangatmelekat pada masing-masing pedagang ini. Solidaritas antara sesamaetnik tampak jelas di antara mereka. Mereka merasa satu etnik yangsama-sama cari rejeki dirantau, jadi hams bersatu. Suasana bersatu inijuga diperkuat dengan kurangnya persaingan karena jenis usaha yangtidak sama, sehinga keharmonisan hubungan relatif terjaga.

Kesamaan lokasi kios yang hampir semua pemiliknya adalah etnikJawa ini menyebabkan suasana di kios-kios tersebut seperti di Jawa.Suara gamelan-gamelan atau gendang-dengang Jawa dari tipe recordermenambah suasana Jawa kian melekat.

Pola hubungan yang erat di antara pedagang-pedagang Jawa inijuga nampak dalam pengasuhan anak. Anak-anak mereka pada

62

Page 78: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

umumnya bermain di depan waning. Dalam hal ini masing-masingorang tua yang berada di dekat mereka tampaknya saling pedulimenjaga keselamatan anak-anak tersebut. Anak-anak ini menyapa paraorang tua yang menjadi tetangga dengan istilah kekerabatan etnikJawa, seperti "paklik" dan "pakde".

Pada umumnya pedagang kelontong dan waning makan yangberetnik Jawa dan Bali mempunyai hubungan akrab. Sementara ituhubungan kedua pedagang tersebut dengan pedagang etnik Maduracenderung agak kaku. Sangat Jarang di antara mereka salingberkunjung. Etnik Madura yang merupakan pedagang soto dan sateMadura, biasanya membeli ayam dari pedagang lain. Kemudian dal^proses pengolahan selanjutnya mereka sama sekali tidak melibatkanorang luar. Dalam mempersiapkan dagangnya biasanya, pedagangMadura hanya dibantu oleh anak istrinya.

Pembangian kerja dalam keluarga pedagang Madura dapatdikatakan tegas. Pemotongan ayam untlik keperluan jualan soto dansate dilakukan oleh kepala keluarga, yaitu suami. Membersihakanbulu kadang-kadang menjadi mgas seorang suami atau dibaniu olehisterinya. Selanjutnya, seorang istri bertugas memotong-motong dagingayam sesuai dengan kebutuhan. Unmk merangkai potongan dagingayam pada tusukan sate menjadi tugas istri dan anak-anak. Kalaubanyak yang disusun kadang-kadang siiami aktif pula membantu.

Seorang pedagang sate membutuhkan 1 - 2 ekor ayam setiap hari.Pada musim liburan sekolah, biasanya banyak pengunjung ataupunorang-orang yang singgah di Gilimanuk. Pada saat itu, pedagang satumenyembelih lebih dari satu. Pembeli dari kalangan Gilimanuk padaumumnya sedikit, terutama unmk sate yang diaiiggap sebagai m^ananmewah oleh penduduk setempat.

Unmk menarik para pembeli, pada umumnya pedagang sate atausoto berupaya memberi pelayanan dengan cepat dan enak. Oleh karenaim, pada saat-saat ramai, mereka tidak jarang mengajak anak ataubahkan istrinya membanm peryualan sate dan atau soto. Prinsip merekapelayanan terhadap pembeli harus cepat dan diutamakan sebab merekapercaya akan mampu menarik lahgganan. Untuk menambahkenyamanan para pembeli, mereka akan menyediakan kelengkapanhidangan, seperti garam, merica, dan kecap.

Dalam hal hubungan antarpedagang, pedagang yang etnik Maduraini, agak mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan antar

tetangga pedagang yang berbeda etnik. Dalam pengadaan modal,

63

Page 79: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

umumnya mereka akan saiing meminjam dalam lingkup sesamaetnisnya. Kondisi seperti ini terutama teijadi pada waktu merekamengalami kekurangan modal karena barang dagangannya tidak laku.Untuk memperkecil kenigian, biasanya pada pagi harinya istri pedagangyang beretnik Madura itu, ke luar masuk kampung untuk menjajakansisa sate. Upaya ini sebenarnya juga untuk menangguiangi ataumemperkecil modal yang hilang.

Adanya hal-hal yang demikian menyebabkan mereka akan hati-hati dalam mengantisipasi pasar. Keadaan demikian sangat pentingsebab perkiraan yang kurang tepat akan berdampak padakekuranglancaran pengembalian modal usaha mereka.

Apabila terjadi kerugian, akan menyebabkan modal mereka tidakcukup untuk berdagang lagi. Biasanya mereka akan meminjamtemannya yang satu etnik unmk berjualan sate pula. Wujud pinjamanbiasanya berupa barang dagangan seperti beras atau sate mentah.Bagi mereka meminjam dalam bentuk seperti ini dianggap lebihpraktis. Pengembalian pinjaman biasanya berupa beras dan satu mentahpula. akan tetapi tidak menutup kemungkinan dikembalikan berupauang dengan harga yang berlaku pada saat itu.

Sangat jarang atau dapat dikatakan tidak pemah teijadi seorangpedagang etnik Madura meminjam pada orang Jawa atau Bali. Mungkinhal ini disebabkan sudah adanya pandangan yang kurang baik di antaramereka. Kondisi yang seperti ini telah menyebabkan masing-masingsegan untuk mulai meminjam.

Di kalangan pedagang etnik Jawa dan Bali pola hubungan sosialmereka relatif lebih longgar. Strategi mereka dalam berdagang tidakseperti emik Madura. Ini terlihat dari cara mereka berdagang, terutamadalam menyediakan barang dagangnya. Pada umumnya pedagang etnikJawa dan Bali cenderung pasif dan kurang ingin menambah barang.Mereka kurang begim memperhatikan pasar dalam arti kapan harisepi dan kapan hari ramai. Tempaknya bagi pedagang-pedagang initelah yakin akan langganannya yang pasti datang.

Sebetulnya pengertian terhadap pembeli yang dipunyai pedagangJawa dan Bali ini tidak salah. dikarenakan mereka mempunyaipelanggan masing-masing. Para pembeli Jawa pada umumnya akanmenuju waning Jawa terutama dalam soal makanan. Begitu puladengan orang Bali mereka biasanya akan kewarung Bali. Bagi orangJawa pemilihan waning untuk membeli makanan ini akan betul-betuldiperhatikan di sebabkan mereka takut mengandung babi, sedangkan

64

Page 80: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

bagi orang Bali memilih waning Bali, iebih ke cita rasa masakan khasBaU.

Umuninya, antara pedagang sesama etnik Jawa mempunyaihubungan yang iebih erat dibandingkan dengan pedagang yang beredaetnis. Ha! ini terutama dalam kaitan dengan pinjam meminjam barangdagangan. Sebagai contoh waning Atersedia nasi bungkus, sedangkandi waning B kehabisan maka biasanya pemilik waning B akanmeminjamkan nasi bungkus tersebut. Menurut mereka hal itu adalahsesuatu yang wajar bagi orang sesama perantauan seperti mereka.

Bagi pula pada para pedagang sesama etnik Bali, terutama yangdi warung-warung pinggir jalan. Hubungan antara sesama etnik Baliinipun tampak kental dibanding dengan yang berbeda etnik.Antarpedagang etnik Bali akan saling kunjung mengunjungi bilawarungnya lagi sepi.

Adapun hubungan antaretnik antara pedagang Bali dan Jawa diluar pedagang pakaian tidak dapat dikatakah jelek. Ada pula pedagangantaretnik ini yang sudah seperti saudara. Mereka melakukahkomunikasi dengan menggunakan bahasa Bali dan kadang-kadangdiselingi oleh bahasa Jawa. Hubungan di antara mereka ini bisa akrabseperti seetnik. Bahkan ada pula yang saiinng menceritakan kesulitanmasing-masing. Hubungan mereka ini dapat pula berkembang bilaterjadi suatu pesta atau musibah. Hubungan pertetanggaanantarpedagang di pasar tampak pula pada kebiasaan salingmengundang untuk membantu memasak bila salah satu keluaigapedagang terkena musibah. Tidak jarang tetangga kios di pasar inimemberikan dorongan moril. Hubungan yang baik antaremik ini dapatpula meluas hingga antarkeluaiga mereka. Hubungan ini biasanyadibina dengan saling memberi makanan, bila di antara mereka adayang pergi ke luar daerah, atau hajatan tertentu, Adanya saling memberiini menyebabkan hubungan yang baik terus terpelihara.

b. Hubungan Antarpedagang di Dalam Pasar

Hubungan pedagang di dalam pasar agak berbeda dengan pedagangyang ada di kios. Peigaulan pedagang antaretnik yang ada di dalampasar tampak Iebih akrab dan bebas dari pada hubungan antarapedagang pemilik kios. Mereka dalam menempati tempat beijualansama sekali tidak mengelompok sesama etnik. Mereka saling berbaurdengan pedagang yang berbeda etnik. Kondisi seperti ini menyebabkanhubungan mereka mejadi bebas.

65

Page 81: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

Dalam pergaulan sehari-hari mereka menggunakan bahasa campuraduk, yaitu bahasa Jawa dan Bali. Akan tetapi secara umum bahasaBail tampak lebih dominan. Kondisi ini tidak mengherankan sebabkebersamaan yang telah lama dibina menyebabkan masing-masingmenguasai bahasa teman pedagang yang berbeda etnik.

Dalam penguasaan sumber daya di pasar, masing-masing etnikmenguasai jenis barang dagangan tertentu. Pada umumnya, etnik Jawa,berjualan sayur mayur, betas, waning makan, buah-buahan, dan bumbudapur. Etnik Bali menjual bunga-bunga sajian, sayur-mayur, bumbudapur, buah-buahan, sedangkan etnik Madura menjual telur dan betas.Dilihat secata sepintas penguasaan sumetdaya di pasat ini dapatdikatakan seimbang. Akan tetapi bila dipethatikan secata sungguh-sungguh sebenatnya justm etnis Jawa yang menguasai pasat. Banyakdi antara pedagang-pedagang Jawa ini lebih dominan dalam penguasaansumbet daya tetsebut. Hal ini dikatenakan modal dati pedagang Jawapada umumnya lebih besat dan lebih betani di dalam mengambilresiko.

Kenyataan demikian dipetkuat lagi dengan banyaknya pedagangJawa yang lebih dinamik. Meteka lebih banyak mengambil batang-barang dagangan, seperti betas dan pakaian ke daetah Banyuwangi.Jembet, dan Jakarta. Sttategi para pedagang Jawa ini, adalah secatabetsama-sama mendatangkan betas tetsebut dalam jumlah besat dengantruk-ttuk. Maksudnya adalah supaya haiganya dapat lebih mutah.Hubungan baik dengan saudata di daetah merupaksui unsut pentingdalam pengambilan keputusan mendatangkan ketas dati daetah yangterkait.

Di samping betas, penjualan barang keiontong tampaknya jugadidominasi oleh etnik Jawa. Menutut infotmasi dati seotang distributor, etnik Jawa lebih betani dalam mengantisipasi pasat Pada umumnya,pedagang-pedagang pasat ini mempunyai pelanggan tersenditi,tenitama watung-watung kecil yang berjualan di pinggit jalan ataupedagang-pedagang asongan.

Tampaknya pedagang etnik Bali di pasat lebih hati-hati dalammenanggapi pasat. Akibatnya meteka tampak lebih sedikit barangdagangannya. Kekutangbetanian dalam bethutang mengambil barangdagangan menutut ifotmasi dati bebetapa pedagang katena metekametasa takut uangnya tidak tetkumpul dan tidak dapat membayathutang. Oleh sebab itu pedagang etnik Bali tampak lebih pastah padakeadaan.

66

Page 82: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

Daiam hubungan pedagang di antara dua etnik tersebut tampaknyakurang teijadi kecocokan. Pada umumnya mereka mempunyai persepsibereda yang menyebabkan hubungan dalam perdagangan kurang baik.Seorang pedagang Jawa dalam menanggapi keijasama ekonomi denganpedagang Bali, mengatakan, bahwa orang Bali itu banyak akalnjya,kalau tidak hati-hati kita bisa tertendang. Sementara itu, para pedagangBali sendiri berpendapat, bahwa orang Jawa itu berani dalamberdagang, tetapi mereka tidak mau bekerjasama dengan orang diluar mereka. Perasaan saling curiga ini tampak dalam arena dagang didalam pasar. Kompetisi dagang yang demikian memang wajar. Sebabbagaimanapun mereka menggantungkan hidupnya pendapatan dariberdagang. Kalah bersaing dalam menjajakan barang dagangan didalam pasar, berarti kegagalan bagi kehidupan keluaiga mereka.Tampaknya untuk menjaga keamanan, mereka memilih bekerja samadengan teman satu etniknya.

Persaingan dalam berdagang memang tampak jelas, lebih-iebihantar pedagang yang berbeda etnik. Namun dalam kehidupan sehari-hari, sikap tenggang rasa selalu diperlihatkan di antara mereka. Rasahormat menghormati antara pedagang tampak sangat dominan. Halini terlihat, baik dari cara berbicara maupun cara menanggapi keluhanatau kesulitan tetangga pedagang. Sebagai contoh, pedagang A akanmeninggalkan barang dagangannya karena dia harus pulang ke rumahuntuk memeriksakan anaknya ke Puskesmas. Biasanya, pedagangtersebut akan menitipkan barang dagangannya pada tetangga pedagangdi situ. Bagi tetangga yang dititipi pada umumnya mereka akanmenerimanya. Bila ada pembeli, biasanya mereka akan menolongmelayani selama tabu haiganya dan jika dia tidak mengetahuinyamaka biasanya akan memberitahukan pada pembeli bahwa penjualnyasedang tidak ada.

Bentuk kepedulian sosial terhadap antar pedagang tersebut tidakhanya terbatas pada sesama etnik tetapi juga terhadap antaretnik. Diantara pedagang yang berada etnik di dalam pasar itu mempunyaianggapan bahwa, di pekerjaan, orang yang paling dekat adalah yangada di dekat kita. Oleh sebab itu sudah selayaknyalah saling tolongmenolong. Pemyataan itu sangat berkaitan dengan pola hidup merekasehari-hari di pasar. Hal-hal yang tampaknya ringan tetapi sangat berartiantara lain tampak dalam membantu penukaran uang, dan salingmenceritakan kesusahan msing-masing.

Walaupun di antara pedagang yang berbeda etnik di dalam pasaritu terdapat persaingan, namun mereka saling memberikan informasi

67

Page 83: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

kepada pembeii yang tidak tahu tempat penjualan barang yangdibutuhkan. Dalam memberikan informasi tampaknya mereka samasekali tidak membedakan etnis, tetapi mereka cenderungmemberitahukan tempat penjualan yang dekat dengan mereka. Bagipedagang di dalam pasar mereka seuna sekali tidak peduli terhadapbatasan etnik. Habungan dengan tetangga pedagang terasa sangatdipelihara.

Hidup berdampingan dengan pedoman saling menguntungkan inimenyebabkan suasana kehidupan di dalam pasar lebih terasa akrab.Mereka cenderung lebih mementingkan tenggang rasa. Seorangpedagang dari etnik Jawa mengatakan mendapat banyak uang tetapikehilangan tetangga atau saudara. Sementara itu pedagang etnik Balimengatakan bahwa dewa akan lebih menyenangi kalau kita bersaudara.Begitu pula dari etnis Madura mereka merasa lebih tenang bekeijakelau hidup tanpa musuh.

Pandangan mereka tentang hidup bertetangga di arena dalampaasar tempaknya relatif sama. Umumnya mereka lebih mementingkanpersaudaraan dan tidak saling mencampuri dalam perdagangan.

c. Hubungan Pedagang di Dalam Pasar dan Pedagang di Kios.

Antara pedagang di dalam pasar dan pegang pemilik kios terdapathubungan yang tidak terlalu akrab. Umunmya, pedagang di dalampasar menganggap pedagang yang memiliki kios sebagai jurangan.Panggilan ini berkaitan dengan peran masing-masing dalam hubungandagang di arena pasar.

Pedagang pemilik kios teigolong sebagai pedagang yang kuat.Oleh sebab itu, biasanya mereka akan bertindak selaku Jurangan. Halini terutama berkaitan dengan pinjam meminjam uang di antaramereka. Kenyataan seperti ini tidak kita pungkiri sebab pada umumnyapara pedagang kecil itu merasa kesulitan bila harus meminjam dibank-bank pemerintah yang memerlukan barang jaminan atau agunan.Dalam hal pinjam meminjam ini, mereka tidak membedakan siapapeminjamnya. Yang penting, mereka bisa mengembalikan denganbunga 20% sebulan.

Berdasarkan pengalamannya, biasanya pedagang etnik Jawa lebihsering meminjam daripada pedagang etnik Bali. Akan tetapi bukanberarti etnik Bali sama sekali tidak ada yang meminjam. Padaumumnya, pedagang etnik Bali meminjam uang untuk keperluajn-

68

Page 84: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

keperluan keluai^a mereka, seperti anak sakit, dan untuk mengirimsaudaranya yang sedang hajatan. Peminjam etnik Bali dengan alasanmeminjam untuk modal usaha sangat jarang. Bagi pedagang etnikJawa justru mereka seringkali meminjam uang guna keperluan modalusaha.

Dalam hubungan dengan ketertiban pengembalian pinjaman.Kebanyakan peminjam etnik Bali cenderung mengembalikan tepatwaktu. Sementara itu meminjam etnik Jawa biasanya mengembalikanpinjaman kurang tepat waktu. Pada umumnya, mereka akanmemberikan bunganya dahulu. Kenyataan seperti ini sebenamya jugaberkaitan dengan jiwa dagang masing-masing pedagang. Pedagangetnik Jawa termasuk cenderung lebih berani memutarkan uang.

Dalam kaitan dengan hubungan sosial atau pertentangan antarapedagang di kios dan pedagang di dalam pasar tampaknya biasanya-biasanya saja. Hubungan sosial yang tercipta tidak akrab tetapi jugatidak terjadi permusuhan. Keadaan ini tercipta disebabkan adanyaperbedaan pandangan terhadap pedagang lain, lebih-lebih yang tidakseetnik. Pedagang etnik Bali yang memiliki kios dianggap sebagai"orang pelit". Sementara itu pedagang etnik Jawa yang memiliki kios-kios, pada umumnya mendapat tanggapan yang positif dari saudaraetnik Bali. Tanggapan negatif justru diberikan pada cara-carapeminjaman uang yang mengenakan bunga yang tinggi.

Melihat kenyataan tersebut hubungan antara pedagang di dalampasar dan di luar pasar tampaknya hanya merupakan hubungan bisnissemata. Sangat jarang pedagang di dalam pasar mempunyai pdhisaansudah ditolong dengan dipinjami uang. Akan terlepas dari itu semuahubungan di antara mereka telah ikut serta dalam mewamai kehidupandi Pasar Gilimanuk.

C. HUBUNGAN ANTARETNIK DI TERMINAL

1. Suasana di Terminal

Terminal merupakan pusat keramaian di Gilimanuk. Hal inidisebabkan tempat tersebut merupakan pintu masuk bagi parapendatang pada umumnya, khususnya wisatawan dari pelabuhan.Kendaraan yang ada di terminal pada umumnya adalah kendaraanantarkota yang menghubungkan kota-kota seperti Melaya, Karangasem,merupakan kendaraan yang menghubungkan pelabuhan dan terminal.

69

Page 85: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

Selain terminal utama, terdapat pula terminal "ojeg" dan"atidong" yang terletak di sebelah selatan. Setiap hari terminal ojegdan andong ini mempunyai kesibukan yang sama dengan terminal-terminal bus. Lalu-lalang penumpang» baik dari maupun ke Gilimanukmewamai kesibukan terminal.

Ramainya suasana terminal tersebut ditambah lagi denganbanyaknya warung-warung yang berdiri melingkar di pinggir terminal sehingga menambah semaraknya suasana terminal. Warung-warungdi tempat ini sangat jelas menunjukkan identitasnya sesuai denganasal etnis penjualnya seperti waning Jawa, Waning Bali, dan WaningMadura.

Berbagai makanan tersedia, warung-warung juga melayani parasupir, tukang ojeg dan para kusir. Pada umumnya, antara pemilikwaning dan pengemudi kendaraan angkutan ini telah mempunyailangganan masing-masing.

Para sopir etnik Jawa akan lebih berhati-hari terutama dalam soalmemilih makanan, sebab waning etnik Bali mempunyai masakan yangmengandung babi. Oleh karena itu kebanyakan etnik Jawa tidak maumakan di waning Bali. Sementara itu sopir etnik Bali biasanya jugamakan pula di waning Bali. Hal ini biasanya terkait dengan adanyahubungan di antara mereka terutama dalam pembuatan bunga sesajindi waning tersebut.

Adanya ikatan penyediaan bunga sesajian tersebut sedikit banyakmerupakan suatu ikatan di dalam hubungan di antara mereka waigaetnik Bali. Pelayanan pemilik waning dalam mengikat pembeliterutama terlihat dari pengantaran bunga ke mobil masing-masing.Bagi pengemudi etnik Bali, bunga sesajian ini dianggap penting sebabakan mendatangkan keselamatan dan rejeki.

2. Hubungan antaretnik di Antara Awak Angkutan.

Di dalam pekerjaan sehari-hari di terminal terdapat 4 orangyang saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Pertama sopii;kedua kondektur, ketua kemet, dan keempat adalah "jangkrik" (orangyang berperan sebagai perantara guna menarik penumpang untuk maunaik ke mobil).

Di dalam menjalankan pekeijaan tersebut terdapat orang-orangberbeda etnik yang hams bersatu agar pekeijaan dapat beijalan denganbaik. Hubungan tersebut dapat teijadi di antara sopir dan kemet, sopir

70

Page 86: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

dan kondektur, kemet dan kondektur ataupun dengan para "jangkrik"yang sebagian besar merupakan etnik Bali. Selain itu juga adahubungan antara pemilik mobil dan sopir.

Sebenamya, hubungan di antara mereka dalam menjalankanpekeijaan tidak ada masalah. Pada umumnya budaya Bali sudahmewamai kehidupan para sopir, baik dari etnik Jawa, maupun etnikBali. Pemakaian bunga-bunga sesaji dalam modil untuk memohonkeselamatan hampir dipakai -di semua kendaraan angkutan.

Dalam mencari teman sebagai kemet atau kondektur sebenamyamereka bemsaha untuk memilih teman-teman seetniknya , walaupunhal ini tidak mutlak. Akan tetapi bagi sopir dari etnik Jawa tempaknyamereka lebih besar berorientasi ke teman seetnik.

Rasa lebih erat dengan teman satu etnik bagai hubungan paraawak angkutan temyata sangat dominan. Mereka merasa bertanggungjawab dan lebih percaya terhadap teman-teman seetnik. Seorang sopiremik Jawa mengatakan bahwa sebenamya sama saja, teman-temandari Bali juga baik-baik. Tetapi kelau dengan orang Jawa saya lebihbebas dan lebih percaya apalagi kita menolong sesama orangperantauan satu daerah. Pemyataan ini menggambarkan, bagaimanapundekamya hubungan ataretnik tetapi lebih dekat hubungan antarsesamaetnik. Tempaknya ikatan satu budaya menyebabkan tumbuhnyaperasaan lebih bebas dan santai dalam beigaul.

Bagi emik Bali hubungan yang demikian juga dirasakan, merekapada umumnya juga mendudukkan teman-teman seetnik dalam umsanpekeijaan sebagai pilihan. Pada umumnya mereka mengatakan bahwahubungan dengan teman seetnis itu cendemng lebih sedikit berbasa-basi dan gampang ditebak kemauannya.

Akan tetapi bila mereka hams bekeija sama dengan lain etnikmaka mereka mempunyai aturan yang tidak tertulis yaitu menumtipimpinannya. Awak angkutan mereka cendemng lebih mengikuti sopir,sedangkan sopir akan mengikuti apa yang dikatakan pemilik modil.Oleh karena itu tidaklah mengherankan, kadang-kadang sopir akanmenyumh kemet tanpa basa-basi, tidak seperti dalam hidup beitetanggayang saling sungkan. Begitu pula seorang pemilik mobil akan bertindaksebagai majikan pada sopimya, mereka akan bicara apa yang dimauinyadengan tanpa basa-basi lagi.

71

Page 87: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

3. Wujud Kerjasama di Terminal

Terminal sebagai pusat transportasi tentunya mempunyai poladalam mengatur naik turunnya penumpang. Segala pola yang berlakutersebut tidak terlepas dari budaya masyarakat setempat. Padaumumnya untuk mewujudkan dan mempermudah suatu pekerjaanmaka dibentuklah suatu jaringan kerja yang dianggap mampu untukmemperlancar pekerjaan.

Di terminal Gilimanuk, cara mendapatkan penumpang. untukkendaraan besar, seperti bus antarkota diatur dengan sistem urutkedatangan. Oleh karena itu diperlukan seseorang yang bertindaksebagai perantara untuk menunjukkan kepada penumpang yang akannaik bus ke jurusan yang dituju. Orang yang bertindak sebagai perantaraini, di Gilimanuk biasa disebut "Jangkrik".

Menurut cara kerjanya, "jangkrik" ini bertugas mempengaruhipenumpang agar mau naik ke dalam bus yang dijangkrikinya. Biasanyapara jangkrik ini akan mendapat imbalan dari sopir berkisar antaraRp. 300 - Rp. 500 tergangung dari sedikit banyaknya penumpangyang naik.

Suatu bus yang akan diberangkatkan, biasanya dibantu 5-7 orangjangkrik. Oleh sebab itu, banyak sopir angkutan yang merasa keberatah.karena uang yang dikeluarkan untuk membayar jangkrik-jangkriktersebut menjadi besar.

Keadaan tersebut nampaknya bagaikan buah simalakama sebabbila sopir-sopir ini memberi jangkrik dalam jumlah kecil, mereka takuttidak diberi penumpang, sedangkan kalau diberi jumlah besai; bebanperongkosan di terminal menjadi membengkak. Kenyataan seperti inimenyebabkan banyak para sopir merasa pusing dibuamya.

Sebagian besar. para jangkrik ini berasal dari etnik Bali sedangkandari etnik Jawa hanya beberapa saja. Akan tetapi tempaknya perananetnik di sini dilihat sepintas sangat kecil. Mereka pada umumnyacenderung berorientasi ke uang.

Sebenamya kalau dilihat secara lebih jauh, hubungan antara sopirdan para jangkrik ini tidak hanya hubungan bisnis saja, tetapi ada pulayang mempunyai hubungan ekonomi yang dekat. Pada umumnya,masing-masing jangkrik mempunyai penghasilan yang tidak tetap.Bahkan kadang-kadang hanya mendapatkan uang yang sangat kecil.Tidak jarang mereka terkenal suatu musibah keluaiga. Dalam kasusseperi ini. biasanya para jangkrik akan meminjam uang pada sopir

72

Page 88: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

yang dianggap mempunyai hubungan dekat. Hal seperti inimenimbuikan suatu ikatan emosional di antara mereka. Umumnya,kasus-kasus seperti ini teijadi dalam suatu etnik, misalnya satu kerabat,teman ataupun tetangga.

Hubungan yang sudah demikian, tampaknya cenderungmengabaikan nilai ekonomi. Bagi jangkrik yang ditolong, merekakadang kadang justru tidak mau diberi uang. Mereka merasa sudahberhutang budi. Oleh sebab itu mereka merasa tidak perlu memintauang sebagai balasan hutang budi.

Keadaan seperti ini kemudian berkembang dalam bentuk suatuperhatian antarteman. Tidak jarang pula kemudian para jangkrik inijuga bertindak sebagai sopir pengganti atau sopir "pocokan". Denganbertindak sebagai sopir pocokan ini pendapatan mereka akan lebihbesar daripada bekeija jangkrikan. Pada umumnya, pendapatan sopirpocokan antara Rp. 10.000 sampai Rp. 15.000 per hari, sedangkanbila menjadi jangkrikan penghasilan mereka hanya berkisar antaraRp. 3.000 - 5.000 per hari.

Kepercayaan yang diberikan sopir asli ke sopir pocokan sebenamyamerupakan suatu bukti bahwa di antara mereka resiko yang disandangsopir asli sebenamya berat. Pada umumnya antara pemilik mobil dansopir sudah ada suatu perjanjian untuk tidak boleh memocokkanpada orang lain. Oleh karena ini segala yang diakibatkan sopir pocokanakan ditanggung oleh sopir aslinya. Akibat yang demikianmenyebabkan seorang sopir tidak akan menyerahkan modilnya jikatidak benar-benar mempercayainya. Hanya karena adanya ikatan yangerat di antara mereka seorang sopir berani mempertarahkan namanyadi depan majikannya.

D. TERMINAL OJEG DAN DOKAR

1. Strategi pencarian penumpang.

Suasana terminal ojek dan andong tidak sesibuk terminal utama.pemandangan di terminal ini biasanya bempa deratan sepeda motordan andong. Bagi pengemudi ojeg, mereka biasanya akan selalu bersiapdalam perburaan untuk mendapatkan penumpang. Setiap penumpangyang tumn angkutan umum akan lansung ditawari jasa angkutanojek. Sementara itu, di pinggir jalan raya terlihat deretan dokar denganpengemudi tetap di atas kereta.

73

Page 89: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

Dalam pencarian penumpang masing-masing menawarkan dayatarik tersendiri. Bagi pengemudi ojeg biasanya, mereka aktif lari keSana ke mari untuk mencari penumpang. Mereka meninggalkanmotomya tetap di terminal dan peigi hanya membawa helm. Helm inimerupakan alat utama bagi pengemudi ojeg di dalam persainganmendapatkan penumpang. Ada hukum yang tidak tertulis di antaramereka, bahwa penumpang yang sudah memegang atau menerimahelm salah satu dari mereka, berarti penumpang tersebut sudah menjadisi pemilik helm. Bam setelah itu penumpang diajak menuju motomya.

Strategi yang berbeda dilakukan oleh kusir andong. Mereka padaumumnya tidak terlalu mengejar-ngejar penumpang. Biasanya merekamenawarkan angkutannya dengan menunggu penumpang. Tampaknyapangsa pasar mereka sudah masing-masing. Bila menumpang tersebutterdiri atas satu keluaiga atau lebih dari dua biasanya mereka akanmemilih dokar agar bisa bersama-sama. Ada pula di antara penumpangyang pusing naik angkutan umum, maka mereka cendemng memilihdokar.

Ongkos untuk masing-masing angkutan ini, sebenamya hampirsama, yakni sekitar Rp. 200 - Rp. 300 per kepala sekali jalan. Untukjarak yang paling jauh yaitu batas Banjar sebelah timur ke pelabuhanRp. 500. ongkos sebesar ini tampaknya masih bisa diterima masyarakatGilimanuk, terbukti dengan terlihatnya hilir mudik masyarakat setempatdengan menggunakan trasportasi ini.

Adapun pelaku-pelaku yang bekerja sebagai sopir ojek dan dokarpada umumnya adalah etnik Jawa dan Bali. Dengan jumlah masing-masing dapat dikatakan berimbang. Namun terdapat perbedaan didalam sistem pengoperasionalnya.

Pada umumnya, pengemudi ojek tidak teigantung pada waktudan tidak ada pengelompokan etnik. Mereka bekeija secara bersamadan bila istirahat mereka juga berkumpul bersama. Kadang-kadang disela-sela waktu istirahatnya, mereka lebih bebas dan akrab, sebabpencaharian uang tidak dalam kerjasama secara langsung, akantergantung keaktifan masing-masing.

Berbeda dengan ojeg, dokar dalam operasinya agak berbeda.Mereka yang terdiri dari etnik Bali dan Jawa temyata secara tidaklangsung mempunyai pembagian waktu keija. Pada umumnya etnikBali bekerja pada siang hah sedangkan etnik Jawa bekeija pada malamhah. Pembagian waktu ini tidak direncanakan, akan tetapi teijadidengan sendirinya. Pada siang hari, di terminal lebih banyak

74

Page 90: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

penumpang, sedangkan bila malam hari hanya dipelabuhan.

Pada kenyataannya pembagian kerja ini tidak mutlak atau sistemmonopoli. Sebab kadang-kadang pada siang hari ada pula satu ataudua orang Jawa yang bekerja. Akan tetapi hal ini lebih dikarenakandia tidak bisa bekerja di malam hari, karena mereka mempunyai acaraseperti kondangan, ronda, dan Iain-lain. Begitu juga pada etnis Baliyang siang harinya tidak bisa bekeija, maka mereka bekerja padamalam hari.

Teijadinya percampuran di arena pekeijaan ini, temyata tidakmenimbulkan masalah, sebab masing-masing menyadari bahwa mereka"orang kecil" yang untuk makan sehari-harinya hams dicari.Pandangan-pandangan positif seperti inilah yang menyebabkanhubungan di antara mereka cendemng tidak menimbulkan perselisihan.

2. Hubungan Antara Pengemudi Ojeg, Kusir, dan PemilikWarung

Di Gilimanuk tampak antara pemilik warang dengan pengemudimempunyai hubungan yang erat. Kondisi seperti ini disebabkan adanyasuatu intensitas pertemuan antarpemilik warang dan pengemudi (ojegdan andong) yang relatif sering. Biasanya, seorang pengemudi ojegakan datang ke warung sehari rata-rata 5 kali. Pertama kali pada waktumakan pagi, kemudian setelah itu mereka akan minum kopi sekiar 3- 5 kali di tempat yang sama, di warang langganan masing-masing.

Dalam hal jajan ini, mereka tidak memiliki pola berhutang. merekaselalu membayar secara langsung. Pada pelanggan sangat jarangberpindah-pindah warung. Kebanyakan mereka merasa segan untukberpindah-pindah. Adanya kebiasaan seperti ini sebenamyajuga terkaitdengan pelayanan dari warung-warung tersebut dan adanya pembinaanhubungan baiik di antara mereka.

Strategi warung-warang ini untuk menarik, baik pengemudi ojeg,kusir maupun para penumpang tidak lepas pula dengan memberikandaya tarik, yaitu dengan menyurah anak-anak gadisnya menungguwarang. Walapun hal ini tidak dapat dikatakan mutlak, akan tetapi adapengarah yang besar bagi pendapatannya.

Warung-warang tersebut tampaknya mempunyai pangsa pasarmasing-masing. Pada umumnya, para pembeli di warung-warangtersebut adalah satu emik dengan pemilik warang. Begitu pula parapenumpang yang akan mencari warang cenderung memilih seetnik

75

Page 91: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

dengan pemilik waning, hal ini dilakukan dengan gampang diGilimanuk sebab semua waning mempunyai identitas. Kondisi yangdemikian tidak lain disebabkan puia karena sikap masyarakat,khususnya etnik Jawa daiam memilih makanannya.

Hubungan antar pedagang waning pada umumnya tidak adamasalah. Mereka hidup dengan tidak terlalumencampuriurusanorangIain. Akan tetapi hubungan mereka tidak berani acuh tak acuh. Sebabkontrol terhadap tetangga waning tetap ada. Kenyataan ini terlihatdari adanya suatu teguran-teguran terhadap tetangga waning yangkebetulan mengetahui ada pembeli orang Jawa tetapi babi, di waningBali. Biasanya tetangga waning akan menegur. Teguran ini disampaikanoleh sesama etnis Bali sendiri. Setiap pedagang diharapkan tidak hanyamencari keuntungan untuk dirinya saja tetapi juga hams mengikutinorma-norma yang berlaku. Segala tindakan yang melanggar normayang berlaku akan menjadi gejolak di masyarakat.

E. POLA HUBUNGAN ANTARETNIK DI PELABUHAN.

1. Suasana Pelabuhan.

Pelabuhan sebagai tempat penyeberangan dan sekaligus sebagaipintu gerbang untuk masuk ke Pulau Bali mempakan suatu tempatyang strategis untuk berkumpulnya penduduk guna mencari nafkah.Oleh karena itu tidaklah mengherankan kalau daerah ini banyakberkumpul berbagai etnik guna mengadu daerah ini banyak berkumpulberbagai etnik guna mengadu nasib. Berbagai usaha diciptakan diarena ini guna memperoleh dan memperlancar baik yang menyangkutpenyeberangan maupun kenyamanan fasilitas dalam bepeigian sepertiwamng makan, dan wamng buah-buahan.

Kenyataan yang demikian menyebabkan masyarakat di sekitarpelabuhan mempunyai strategi tersendiri guna menguasai sumber dayayang ada. Oleh sebab itu berbagai sikap dan tindakan masyarakatsekitar lebih menjums kepada kepentingan ekonomi. Bahkan dalamhal dagang konsep untung besar diprioritaskan. Tempaknya merekasama sekali menjauhkan pandangan pemeliharaan langganan.

Salah satu penguasaan sumber daya tersebut adalah kelompokpelabuhan. Mereka hampir yang beijejer di pinggir jalan menujupelabuhan. Mereka hampir semuanya orang Bali. Untuk menjaringpembeli, mereka buka selama 24 jam dengan penerangan lampupetromaks di waktu malam. Biasanya, jumlah penjualan mereka

76

Page 92: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

meningkat di antara pukul 13.00 - 22.00. Hal ini berkaitan denganpadatnya penyeberangan antarkota pada saat-saat tersebut, khususnyapenyeberangan bus-bus malam.

Berkaitan dengan ramainya penyeberangan di antara waktu-waktutersebut, maka tidaklah mengherankan, banyak pedagang-pedagangasongan. Pada umumnya penyeberangan para pedagang-pedagang inimenawarkan dagangannya kepada para wisatawan yang akanmenyeberang.

Sesuai dengan kondisinya, daerah menyeberangan Gilimanukmerupakan tempat bertemunya berbagai budaya yang sudah bercampurbaur. Akan tetapi budaya Jawa merupakan budaya dominan yangmenjadi dasar dalam interaksi masyarakat setempat. Bahasa peigaulanmereka adalah bahasa Jawa, sedangkan untuk hubungan denganmasyarakat luas pada umumnya mereka menggunakan komunikasidengan bahasa Indonesia.

2. Interaksi di Arena Pelabuhan

Di arena pelabuhan Gilimanuk terdapat berbagai etnik yangmelakukan pekerjaan yang berkaitan dengan transportasi yangmenyeberangi Selat Bali. Berbagai sarana pendukung tumbuh danberkembang di sekitar arena pelabuhan, seperti warung makin,pedagang-pedagang asongan, dan buruh angkut. Masing-masingpenjualan jasa ini telah melibatkan etnik-etnik yang ikut serta mengadunasib di situ.

Akibat dari hal tersebut di atas, penguasaan sumber daya tidakdapat dihindarkan lagi. Hal ini terutama berkaitan dengan orang-orangyang berhasil dan ingin mempertahankannya, maka sentimenkesukubangsaan yang dimunculkan biasanya adalah menarik saudara-saudara, teman-teman mereka seetnik.

Dalam perkembangannya, terlihat suatu tatanan penguasaansumber daya di arena pelabuhan Gilimanuk sebagai berikut.

a. Biiruh pelabuhan dikuasai etnis Jawa dan Bali

b. Pedagang asongan dikuasai etnis Jawa.

c. Warung makan dikuasai etnis Jawa, Madura, Padang dan Bali.

d. pengawai Pelabuhan dikuasai etnis Jawa dan Bali.

Interaksi di antara pemilik sumber daya ini, selama tidak berkaitandengan usaha mereka, biasanya berjalan dengan baik. Akan tetapi bilamenyangkut berkembangnya usaha di antara mereka maka suara-suara

77

Page 93: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

yang sumbang tidak jarang muncul di permukaan. Sebagai contoh,pada umumnya pemilik rumah makan Padang dipandang berhasil.kecemburuan sosial memancing suara sumbang dari pemilik waningyang tidak seetnik. Yang pada gilirannya cendening memicu ke arahperselisihan dan perpecahan. Sebenamya, pemyataan sumbang dariberbagai pedagang berbeda etnik itu, hanya merupakan strategi ataupun.upaya agar dia dianggap lebih baik daripada etnik lain. Fernyataan-pemyataan ini merupakan kompetsi kurang sehat untuk menjatuhkanlawanya yang menguasai sumber daya. Oleh sebab itu adanya jiwapersaingan di antara mereka menyebabkan masing-masing selaluberusaha agar mereka tidak digusur oleh emik lain. Dalam kaitandengan keadaan ini strategi mereka adalah mendatangkan teman atausaudara seetnik untuk ikut usaha mereka sehingga perasaan merekamerasa aman.

Tidak hanya dalam berdagang, kehidupan buruhpun tidak lepasdari strategi-strategi untuk mempertahankan sumber daya. Hal initerlihat dari upaya mereka untuk menawarkan pekeijaan yang adabila teijadi lowongan pekeijaan pada teman seetniknya. Kenyataandemikian sebenamya merupakan bukti bahwa hubungan di antarateman seetnik dirasakan akan menimbulkan rasa aman. Menurut

mereka, pekeijaan yang dilakukan oleh satu etnik akan menciptakansuasana keija menyenangkan bagi para buruh pelabuhan. Oleh sebabitu bila ada informasi pekerjaan yang langsung dibawa oleh teman-teman seetniknya, telah menutup kesempatan pada etnik-etnik lainuntuk memasukinya. Hal ini sekaligus merapakan upaya memonopolisumber daya yang ada.

Keadaan demikian terlihat sekali dari buruh "jerambah", yaituburuh pengaturan papan agar mobil dapat masuk perahu dengan mudah.Mereka yang bekerja di sini hampir semuanya etnik Jawa dan Bali.Tampaknya, mereka dari dua etnik ini secara tidak sadar telahmendominasi jenis pekerjaan sebagai buruh jerambah. Selain keduaetnik itu, etnik lain seolah-oleh atau dapat dikatakan tidak berpeluangsebagai buruh jerambah.

Berbagai penguasaan sumber daya ini sebenamya merupakan halyang wajar di kota Gilimanuk yang memang termasuk daerah yangtandus. Oleh sebab itu hampir semua orang yang menguasai sumberdaya akan berasaha untuk mengangkat orang-orang yang dekatdengannya temtama saudara dan teman-teman seetniknya.

78

Page 94: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

Berbagai persaingan penguasaan sumber daya di arena pelabuhansebenamya bersifat tidak terbuka. Hal ini terbukti bahwa hubunganantaretnik yang tidak terkait dengan pekeijaan di arena pelabuhanGilimanuk terlihat berjalan dengan lancar. Dalam hal memanfaatkanwaktu istirahat, mereka antaretnik yang berbeda selalu tampakbersendau gurau. Keadaan yang demikian menyebabkan suatu keadaanyang tempat dari luar bagaikan sebuah arena yang mencerminkansuatu bentuk persatuan antaretnik.

79

Page 95: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

BAB V

PENUTUP

Desa Gilimanuk yang terletak di ujung barat Pulau Bali merapakanpelabuhan penyeberangan feri yang menghubungkan Pulau Bali bagiantempat bertemunya dua kebudayaan dominan, yaitu kebudayaan Jawadan kebudayaan Bali. Segala bentuk norma-norma dan nilai-nilai yangterdapat pada masyarakat Gilimanuk merupakan bentuk adaptif daridua kebudayaan tersebut. Gilimanuk boleh dikatakan sebagai desaperbatasan antara dua etnik yang dominan.

Gilimanuk sebagai daerah perbatasan, sebenarnya potensilahannya dapat dikatakan sangat miskin. Daerah ini sama sekali tidakmemiliki basil budidaya pertanian yang menonjol. Salah satu dayatarik yang menjadi tujuan kaum migran dari berbagai etnik ke daerahtersebut adalah adanya arena pelabuhan penyeberangan.

Keberadaan pelabuhan penyeberangan yang menghubungkan PulauJawa dan Pulau Bali yang terkenal sebagai daerah wisata, telahmembawa dampak positif di samping dampak yang negatif bagiperkembangan daerah setempat. Banyak kaum migran dari beberapadaerah, seperti Madura, Padang, Jawa, dan Batak yang datang dantinggal menetap di Gilimanuk. Kedatangan berbagai etnik tersebutsekaligus telah memunculkan corak kehidupan tertentu bagimasyarakat Gilimanuk, baik dalam hal hubungan sosial antaretnikmaupun dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumber daya. Kenyataandemikian, telah terlihat dalam pola hubungan di antara waigasetempat, yang masing-masing mempunyai strategi untuk dapat

80

Page 96: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

berhubungan dan sekaligus mempertahankan jati diri di daerah tersebut.

Dalam kaitannya dengan hubungan antarbudaya, walaupun diGilimanuk terdapat beberapa etnik^ tetapi pola hubungan antarbudayayang sangat dominan adalah hubungan antara etnik Jawa dan etnikBali. Hubungan kedua etnik tersebut sangat menonjoi dalammenerapkan batas-batasnya. Hal ini dapat dipahami disebabkanadanya perbedaan agama yang tegas sehingga dapat diindentikkandengan etnik itu sendiri, yaitu etnik Jawa berarti Islam dan etnik Balibearti Hindu. Sementara itu peran etnik yang lain hampir tidak terlihatkarena jumlahnya sangat kecil.

Kenyataan seperti itu didasari atau tidak, telah membatasi keduaemik (Bali dan Jawa) untuk dapat berhubungan terlalu rapat Walaupundemikian, kedua etnik dominan ini telah berupaya agar hubunganpertetaggaan di antara mereka dapat beijalan harmonis dan hal-halyang dirasa menghambat hubungan di antara mereka sedapat mungkindiselesaikan atau dijembatani. Selain satu caranya adalah adanya jurumasak dari etnik Jawa yang diundang dalam pesta orang Bali, sepertiyang diuraikan di bagian terdahulu. Semua ini menandakan kehendakdi antara mereka untuk dapat berhubungan dengan baik.

Dalam kenyataannya, corak dan pola hubungan antara kedua etnikitu tampaknya selalu mengerut dan mengembang, sesuai dengan situasiyang dihadapi. Sentimen kesukubangsaan yang mempakan perwujudandari adanya batas-batas etnik selalu mewamai dalam mewujudkanhubungan yang harmonis di kalangan masyarakat Gilimanuk.

Secara garis besar, pola hubungan untuk melihat batas-batas etnikdapat dikategorikan dalam dua aspek, yaitu aspek sosial dan aspekekonomi. Masing-masing etnik yang diaktifkan dan terns dijaga untukmemunculkan identitas sekaligus superioritasnya.

Dalam aspek sosial, hubungan pertetanggaan antaretnik di DesaGilimanuk ini dapat dikatakan tidak ada persoalan. Sentimenkesukubangsaan tampaknya lebih sedikit muncul. Dalam aspek ini,kelebihan individu pada setiap etnik justru dipakai untuk membantukepentingan bersama, seperti dalam kegiatan-kegiatan 17 Agustus,gotong royong desa, atau kegiatan lain. Kenyataan ini mempakanperwujudan kerja sama antaretnik yang "utuh" tanpa dilatarbelakangikepentingan masing-masing emik bersangkutan.

Hal yang sama berlaku pula dalam upacara yang berkaitan dengandaur hidup seseorang, seperti kematian dan kelahiran. Dua emik yangberbeda ini akan lebih gampang bersatu tanpa melihat latar belakangetniknya. Tampaknya, nilai-nilai budaya yang dipakai sebagai

81

Page 97: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

pandangan hidup mereka relatif sama. Misainya, ajaran Bali ada"karama", sedangkan pada etnik Jawa ada "ngunduh wohing pakarti"yang berarti "siapa menanam ia akan memetik hasilnya". Adanyakesamaan pandangan yang demikian telah memunculkan emosi tolongmenolong pada sesama dengan tidak memandang latar belakang etnik.

Pola hubungan seperti di atas temyata agak berbeda bila dilihatdari aspek ekonomi. Perbuatan sumber daya tampak sangat mewamaisuasana di arena-arena pekerjaan. Pengelompokan sumber dayaberdasarkan etnik sangat terasa dan cukup menonjol. Pada umumnyapersaingan tersebut tampak pada etnik Jawa dan etnik Bali. Hal inidapat dimaklumi sebab mereka merupakan penduduk mayoritas.Lapangan pekeijaan yang terbatas telah memaksa mereka untukmempeijuangkan saudara dan teman yang sama etnik untuk dapathidup. Tindakan demikian merupakan strategi untuk tetapmempertahankan sumber daya pada etnik mereka.

Strategi dalam mempertahankan sumber daya ini pada dasamyatidak terlepas dari pandagan masing-masing etnik bahwa teman satuetnik dianggap lebih baik daripada etnik lain. Adanya pandangan yangdemikian, secara tidak sadar menumbuhkan berbagai prasarana burukpada orang di luar etniknya. Pada gilirannya, hal ini akanmenimbulakan rasa was-was bila hams bekeija sama dengan temanyang berbeda etnik atau bukan satu etnik.

Dalam hal ini, pandangan tersebut telah menimbulkan pulaklasiBkasi jabatan sesuai etniknya dalam setiap pekerjaan. Misalnya,di pasar ada yang disebut juragan Bali dan juragan Jawa. Tumbuhnyaistilah juragan ini sekaligus mempakan istilah untuk "patron" bagiorang Jawa dan orang Bali. Dikatakan demikian sebab para juragandi pasar ini pada umumnya sebagai tempat untuk berlindung bagipedagang-pedagang kecil seetnik yang ada di pasaran tersebut. Dalamkeadaan terdesak para pedagang kecil akan "lari" mencari pinjamanke juragan yang satu etnik. Alasannya adalah bahwa biasanyameminjam pada juragan yang satu etnik akan lebih mudah dandipercaya. Sebagai contoh, misalnya, pemilik mobil dari etnik Balibiasanya akan lebih dahulu mencari sopir dan "kenek" dari orangBali. Sebaliknya, orang Jawa akan mencari sopir dan "kenek" jawa.Walaupun demikian, tidak berarti tidak ada sama sekali orang Jawayang bekeija kepada juragan Bali atau sebaliknya. Akan tetapi, hal inimempakan kasus-kasus istimewa yang memang tidak semua orangsuka.

82

Page 98: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

Begitu pula tentang pekerjaan biasanya akan disampaikan padaorang-orang yang dekat dalam arti yang seetnik. Alasan utamanyaadalah lebih mudah diajak bekerja sama. Dengan kata lain, kenyataanini menunjukkan adanya suatu batas yang masih dipertahankan diantara mereka untuk selalu menyatukan diri dalam etniknya.

Kegiatan di terminal maupun di pelabuhan akan terlihat etnik-etnik apa yang menguasai suatu sumber daya. Misalnya di pelabuhandikuasai etnik Jawa, petugas LLAJR (Lalu Lintas Angkutan JalanRaya) terdiri dari etnik Bali, pedagang buah etnik Bali, dan Iain-lain.Strategi mereka untuk tetap mempertahankan sumber daya tersebutmerupakan bukti bahwa sentimen kesukubangsaan akan selaludiaktifkan pada hal-hal yang menyangkut kebutuhan primer.

Berbagai stragegi yang dijalankan tersebut, pada dasarnyamerupakan rasa cinta pada budaya daerahnya. Hal yang demikianmasih dapat dianggap wajar atau dapat diterima selama mtisih dalambatas toleransi. Bagaimanapun juga adanya sentimen kesukubangsaanitu telah menumbuhkembangkan berbagai kebudayaan daerah yangsecara nasional akan menampakkan keanekaragaman budaya kitadengan jalinan persatuan bangsa.

Terbentuknya persatuan bangsa akan melalui proses yang cukuppanjang. Kasus di Gilimanuk ini setidak-tidaknya dapat dijadikankajian tentang hal itu. Di Gilimanuk ini, walaupun batas-batas etnikdiaktifkan, tetapi tidak menimbulkan masalah kareria masing-masingtelah belajar menyesuaikan diri. Selebihnya, di antara etnik yangberbeda itu berusaha saling menerima keadaan dan tidakmempertentangkan perbedaan-perbedaan yang ada sehingga merekadapat hidup berdampingan. Persatuan dan kesatuan secara utuh akanterwujud selaras dengan semakin tingginya pengetahuan dan pendidikanmereka.

83

Page 99: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

KEPUSTAKAAN

Arya Gunawan

1991 "Pariwisata dan Sentuhan Budaya", Kompas. 12Januari. Jakarta.

Budhisantoso, S.

1980 "Pariwisata dan Penganihnya Terhadap Nilai-NilaiBudaya", dalam Analisis Kebudayaan, Tahun I, No. 1Depdikbud. Jakarta.

Carl, R. dan Emberr, N.

1980 ;"AntropoIogi Terapan", dalam Pokok-pokokAntropologi Budaya, Editor. T.O. Ihromi. FT. GramediaJakarta.

Josupadi

1990 "Wisatawan Perlu Rasa Aman", Kompas, 6 Desember.Jakarta

Koentjaraningrat

1980 Beberapa Pokok Antropologi SosiaL FT. Dian Rakyat.Jakarta

Kristanto, JB. dan Sinta Ratnawati

1990 "Pariwisata : Antara Dering Uang dan Dampaknya" Kompas, 28 September. Jakarta.

84

Page 100: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

Mardiatmaja

1991 "Wawasan Wisata", Kompas. 13 Januari. Jakarta.

Maryadi

1990 "Dampak Lingkungan Pariwisata", KompaSy22 Oktober Jakarta,

85

Page 101: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH

Lampiran

DAFTAR INFORMAN

No. Nama Umur

(Thn.)

UP Pekerjaan

1. I Ketut Subagiana 34 L Kepala Desa Gilimanuk2. I Nengah Weden 52 L Kepala Banjar Jineng Agung3. Suparman 51 L Kepala Banjar Arum4. Abdul Latif Degana 48 L Kepala Banjar ASKI

gana

5. Made Wedana 50 L Kepala Banjar Samiana6. Nengah Suwedan 39 L Kepala Banjar Penginuman7. Amir Jafar 58 L Tokoh agama Islam Di Gilimanuk8. Made Suriantha 56 L Tokoh Agama Kristen di Gilimanuk9. Syamsuddin 42 L Nelayan orang Madura10. Ketut Suradja 47 L Guru SD Negeri11. Nengah Suarsa 38 L Tukang ojek12. sugiyono 36 L Tukang ojek13. Negah Suparta 28 L Tukang ojek14. Wiranto 26 L Tukang ojek15. Suparno 34 L Sopir Isuzu16. Supamo 36 L Buruh pelabuhan17. Sugiyanto 42 L Pegawai di kapal Feri18. Erwin 46 L Pemilik rumah makan Padang19. Siti Juariah 37 P Pemilik warung di terminal20. Ipah 29 P Warung Satu Madura.21. Made pasek 34 L Petugas LLAJ22. Nainggolan 42 L Pegawai pelabuhan.

86

Page 102: CORAK DAN POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA 01 DAERAH