chapter ii...

Upload: saidaturrahma

Post on 04-Feb-2018

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/21/2019 Chapter II httprepository.usu.ac.idbitstreamhandle12345678935212Chapter%20II.pdf;jsessionid=5BB8F6C1A38025

    http:///reader/full/chapter-ii-httprepositoryusuacidbitstreamhandle12345678935212chapter20iipdfjsessionid5bb8f6 1/14

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Otot Rangka

    2.1.1. Anatomi otot rangka

    Otot rangka manusia terbentuk dari kumpulan sel-sel otot dengan rata-rata

    panjang 10 cm dan berdiameter 10-100 m yang berasal secara embrional dari

    ratusan sel-sel mesodermal yang melakukan fusi sehingga sebuah sel otot

    memiliki banyak inti.

    Secara mikroskopis sel otot dilapisi oleh struktur membran plasma

    (sarcolemma) dan dari sarcolemma ini akan terbentuk lipatan kedalam yang

    disebut sebagai tubulus T. Pada bagian dalam sel otot terdapat cairan intraseluler

    (sarcoplasma) yang berisi molekul-molekul glikogen, protein myoglobin dan

    mitokondria yang banyak.

    Di dalam sarcoplasma juga terdapat myofibril yang merupakan elemen

    kontraktil dari serabut otot. Myofibril tampak seperti diselubungi oleh struktur

    seperti jaring yang disebut Sarcoplasmic reticulumyang berfungsi sebagai tempat

    penyimpanan ion kalsium yang diperlukan untuk proses kontraksi. Dua buah

    ujung sarcoplasmic reticulum yang melebar (terminal cisternae) membelakangi

    sebuah tubulus T membentuk struktur yang berperan dalam inisiasi proses

    kontraksi otot.

    Serabut-serabut otot ini akan bergabung dalam suatu kelompok yang lebih

    besar yang disebut fasikulus otot. Beberapa jenis konfigurasi fasikulus otot ini

    antara lain:

    1) Paralel

    Fasikulus sejajar dengan aksis memanjang dari otot.

    2) Fusiform

    Fasikulus sejajar dengan aksis memanjang dari otot dan diameter akan

    berkurang jika semakin mendekati tendon.

    3) Sirkuler

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/21/2019 Chapter II httprepository.usu.ac.idbitstreamhandle12345678935212Chapter%20II.pdf;jsessionid=5BB8F6C1A38025

    http:///reader/full/chapter-ii-httprepositoryusuacidbitstreamhandle12345678935212chapter20iipdfjsessionid5bb8f6 2/14

    Fasikulus tersusun melingkar membentuk struktur sphincter untuk

    menutupi suatu lubang.

    4) Triangular

    Fasikulus yang tersebar pada daerah yang luas berkumpul pada sebuah

    tendon yang tebal.

    5) Pennate

    Ukuran fasikulus lebih pendek daripada tendon sehingga tampak relatif

    pendek bila dibandingkan dengan panjang keseluruhan otot.

    a.

    Unipennate

    Fasikulus tersusun hanya pada 1 sisi dari tendon

    b. Bipennate

    Fasikulus tersusun pada kedua sisi tendon yang berada di tengah

    c. Multipennate

    Fasikulus terhubung secara menyilang dari segala arah ke beberapa

    tendon

    Otot dilindungi oleh jaringan subkutis pada bagian luar dan fascia padabagian dalam yang secara umum langsung membungkus otot. Jaringan subkutis

    yang terdiri atas sel-sel adiposit berfungi sebagai penghambat panas dan

    pelindung otot dari trauma fisik.

    Fascia adalah jaringan ikat padat ireguler yang melapisi dan juga

    mengelompokkan otot-otot dengan fungsi yang sama. Fascia juga dilewati oleh

    serabut saraf, pembuluh darah dan limfe.

    Ujung-ujung dari fascia ini akan memanjang membentuk tendon yang

    berfungsi untuk melekatkan otot ke tulang dan apabila ujung tersebut membentuk

    lapisan yang lebar dan mendatar disebut sebagai aponeurosis.Ada kalanya suatu

    tendon diselubungi oleh jaringan ikat fibrosa yang disebut selubung tendonyang

    berisis cairan synovial untuk mengurangi gesekan antara 2 lapis selubung

    tersebut.(Tortora, 2009)

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/21/2019 Chapter II httprepository.usu.ac.idbitstreamhandle12345678935212Chapter%20II.pdf;jsessionid=5BB8F6C1A38025

    http:///reader/full/chapter-ii-httprepositoryusuacidbitstreamhandle12345678935212chapter20iipdfjsessionid5bb8f6 3/14

    Gambar 2.1. Otot dan Tendon (Tortora, 2009)

    2.1.2. Biceps Brachii

    Biceps brachiiadalah otot yang fasikulusnya berbentuk fusiformdengan 2

    kepala.Kedua kepala tersebut berasal dari prosesus scapulae dan akan bersatu

    pada bagian distaldan dihubungkan oleh tendonke tulang radius.

    Dari Supraglenoid tuberculum, tendondari kepala yang lebih besar akan

    melewati kepala humerus dari cavum glomerohumeral. Ketika menuruni

    intertubular sulcus dari humerus, tendon ini akan diselubungi oleh membransinovial.Struktur ligamentum tranversus humeral berfungsi untuk menahan agar

    tendon tersebut tetap berada pada posisinya.

    Otot biceps brachii tergabung pada kelompok fleksor lengan atas yang

    dibatasi oleh medialdan lateralintermuscular septumyang dibentuk oleh bagian

    dalam brachial fascia yang menyelubungi lengan atas dan berbatasan langsung

    denganfascia deltoid, pectoralis, axilary dan infraspinosus.(Moore, 2010)

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/21/2019 Chapter II httprepository.usu.ac.idbitstreamhandle12345678935212Chapter%20II.pdf;jsessionid=5BB8F6C1A38025

    http:///reader/full/chapter-ii-httprepositoryusuacidbitstreamhandle12345678935212chapter20iipdfjsessionid5bb8f6 4/14

    Gambar 2.2. biceps brachii(Netter, 2006)

    2.1.3. Fisiologi otot rangka

    Kontraksi otot melibatkan dua proses pada serabut otot yang terdiri atas:

    1) Depolarisasi sarcoplasma karena adanya interaksi asetilkolin dengan

    reseptornya

    2) Adanyapower strokedari protein kontraktil otot

    Melekatnya asetilkolin dengan reseptornya menyebabkan terbukanya

    kanal natrium pada membran plasmasel otot sehingga terjadi aktivitas listrik yang

    menjalar hingga ke struktur tubulus T. Adanya aktivitas listrik menyebabkan

    struktur protein dihidropiridin yang sensitif terhadap stimulasi elektrik menjadi

    berubah, sehingga kanal-kanal kalsium pada ujung lateral reticulum sarcoplasmic

    yang ditutupinya menjadi terbuka.

    Terbukanya kanal kalsium menyebabkan ion kalsium yang tersimpan pada

    reticulum sarcoplasmic keluar menuju ke sarkoplasma dan berikatan pada

    troponin di serabut halus. Setelah berikatan, struktur troponin akan berubah

    sehingga mengekspos myosin binding space.

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/21/2019 Chapter II httprepository.usu.ac.idbitstreamhandle12345678935212Chapter%20II.pdf;jsessionid=5BB8F6C1A38025

    http:///reader/full/chapter-ii-httprepositoryusuacidbitstreamhandle12345678935212chapter20iipdfjsessionid5bb8f6 5/14

    Gambar 2.3. Mekanisme TerbukanyaMyosin Binding Site(Tortora, 2009)

    Pada saat yang bersamaan, kepala myosin yang sudah teraktivasi melalui

    energi yang dihasilkan oleh hidrolisis ATP, akan berikatan pada aktin dan

    menyebabkan terjadinya power stroke, yaitu terjadinya penarikan molekul aktin

    mendekati kepada garis M pada sarkomerotot.

    Hidrolisis ATP yang akan menghasilkan ADP+Pi (fosfat anorganik),

    dimana ADP akan melekat pada kepala myosin hingga akhir dari power stroke

    kemudian terlepas dan posisinya akan digantikan oleh molekul ATP yang baru.

    Melekatnya molekul ATP yang baru akan menyebabkan terjadinya

    pelepasan kepala myosin dari aktin dan siklus ini terus berulang pada serabut yang

    tebal pada otot.

    Proses kontraksi otot tidak terjadi secara sinkron, yaitu ketika salah

    beberapa kepala myosin berikatan pada aktin, yang lainnya akan terlepas. Hal inimemungkinkan terjadinya pemendekan sarkomer yang optimal, dimana terdapat

    beberapa kepala myosin yang melanjutkan proses power strokeyang telah terjadi

    sebelumnya, tanpa menyebabkan pemanjangan kembali dari sarkomer.

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/21/2019 Chapter II httprepository.usu.ac.idbitstreamhandle12345678935212Chapter%20II.pdf;jsessionid=5BB8F6C1A38025

    http:///reader/full/chapter-ii-httprepositoryusuacidbitstreamhandle12345678935212chapter20iipdfjsessionid5bb8f6 6/14

  • 7/21/2019 Chapter II httprepository.usu.ac.idbitstreamhandle12345678935212Chapter%20II.pdf;jsessionid=5BB8F6C1A38025

    http:///reader/full/chapter-ii-httprepositoryusuacidbitstreamhandle12345678935212chapter20iipdfjsessionid5bb8f6 7/14

    Otot dapat diaktivasi oleh beberapa potensial aksi karena otot memerlukan

    waktu yang lebih lama dalam menyelesaikan satu siklus kontraksinya dimana

    potensial aksi dan masa refrakterdari neuron yang memepersarafinya telah lama

    berakhir.

    Ada dua cara frekuensi saraf yang tinggi dapat meningkatkan ketegangan

    otot, pertama tembakan potensial aksi kedua yang terjadi sebelum siklus kontraksi

    otot selesai akan menambah kembali jumlah kalsium didalam sel. Kadar kalsium

    yang tinggi kembali memungkinkan untuk terbukanya myosin binding space yang

    terdapat pada aktin. Kedua , otot memiliki sifat elastis yang akan kembali lagi ke

    bentuk awalnya setelah kontraksi.Akan tetapi jika mendapat potensial aksi

    selanjutnya sebelum terjadi hal itu, maka ketegangan otot akan bertambah dengan

    adanya tegangan residual dari kontraksi sebelumnya.

    Panjang serabut otot yang optimal memungkinkan terjadi keluaran tenaga

    yang maksimal. Hal ini didukung oleh adanya Length-tension Relationshipyang

    menyatakan bahwa apabila panjang serabut otot menjadi lebih pendek atau

    panjang dari optimal maka akan terjadi penurunan dari keluaran tenaga otot

    tersebut, karena akan terjadi ikatan antara molekul aktin dan myosin yang tidak

    maksimal.

    Pada serabut otot yang lebih pendek terjadi tumpang tindih antara molekul

    aktin yang berdekatan sehingga jumlah ikatan antara aktin-myosin akan menurun

    dan jarak antara 2 garis Z yang memendek akan menyebabkan halangan bagi

    sarkomer untuk memendek lebih lanjut, sebaliknya serabut otot yang lebih

    panjang menyebabkan kurangnya jumlah aktin yang dapat berikatan pada myosin

    karena terjadi pemanjangan pita-A dari sarkomer. (Sherwood, 2008)

    2.2. Peregangan

    2.2.1. Fisiologi peregangan

    Secara akut peregangan dapat menyebabkan peningkatan dari compliance

    otot yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena adanya sifat viscoelasticdari

    serabut otot sehingga apabila diberikan suatu gaya maka serabut tersebut akan

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/21/2019 Chapter II httprepository.usu.ac.idbitstreamhandle12345678935212Chapter%20II.pdf;jsessionid=5BB8F6C1A38025

    http:///reader/full/chapter-ii-httprepositoryusuacidbitstreamhandle12345678935212chapter20iipdfjsessionid5bb8f6 8/14

    memanjang dan apabila gaya tersebut dihilangkan panjang dari otot tersebut akan

    berkurang seiring waktu.(Page, 2012)

    Peregangan mempengaruhi sistem refleks pada otot, yang mengontrol efek

    neural, meliputi refleks regang, refleks regang terbalik dan persepsi dan control

    rasa nyeri oleh Pacinian corpuscles. Ketiga refleks ini aktif ketika melakukan

    teknik peregangan, menyebabkan kontraksi secara refleks dari musculotendinous

    unit (MTU), menyebabkan persepsi nyeri. Hal ini menyebabkan teraktivasinya

    Golgi Tendon Organ (GTO) yang memiliki efek inhibisi terhadap kontraksi dan

    Pacinian corpuscles. Kedua refleks ini menyebabkan relaksasi pada MTU dan

    berkurangnya persepsi nyeri.

    Pada gerakan peregangan yang dilakukan berulang terjadi perubahan dari

    tingkat eksitabilitas neuron akibat paparan yang memanjang dari masukan aferen.

    Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan toleransi terhadap manuver

    peregangan yang dilakukan. (Schwellnus, 2009)

    2.2.2. Metode peregangan

    Metode peregangan terdiri atas:

    1) Proprioceptive Neuromuscular Facilitation

    Peregangan ini dilakukan dengan cara menggerakkan tungkai sampai batas

    dari pergerakan tercapai dan sampel diminta untuk mengkontraksikan ototnya

    melawan arah gerakan tersebut. Kemudian otot kembali direlaksasikan dan

    penolong menggerakkan lagi tungkai tersebut sampai ada rasa tertarik oleh

    sampel.

    2)

    Ballistic Stretching

    Pada cara ini anggota gerak secara cepat digerakkan sampai ke batas dari

    range of movement, dan setelah tercapai dilakukan sedikit pergerakan yang

    berulang-ulang.

    3) Static Stretching

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/21/2019 Chapter II httprepository.usu.ac.idbitstreamhandle12345678935212Chapter%20II.pdf;jsessionid=5BB8F6C1A38025

    http:///reader/full/chapter-ii-httprepositoryusuacidbitstreamhandle12345678935212chapter20iipdfjsessionid5bb8f6 9/14

    Dengan cara ini, tungkai sampel digerakkan secara perlahan sampai

    tercapai batas dari range of movement miliknya dan mempertahankan posisi itu

    selama beberapa saat.(Schwellnus, M.P, 2009)

    Lama peregangan yang dianjurkan sebagai protokol olahraga fleksibilitas

    adalah peregangan statis selama 15 sampai 30 detik dan ditemukan pula tidak

    adanya manfaat tambahan untuk peregangan berulang sebanyak 4 sampai 5 kali

    untuk kelompok otot tertentu.( Shrier, 2004)

    2.2.3. Dampak peregangan

    Peregangan dapat menyebabkan peningkatan Range of motion (ROM)

    sebesar 17% dan berkurangnya kekakuan musculotendinous unit(MTU) sebanyak

    47% pada penelitian pada 8 orang subjek pria yang melakukan peregangan pasif

    selama 1 menit. Hal ini disebabkan oleh perubahan sifat dari jaringan ikat pada

    otot (Morse et al., 2008).

    Dalam penelitian yang dilakukan pada 39 sampel dengan usia rata-rata

    25.6 tahun, menemukan bahwa terjadi peningkatan Joint Position Sense pada

    sendi lutut yang memungkinkan terjadinya umpan balik propriosepsi yang

    diasosiasikan dengan kemampuan motorik yang lebih baik setelah peregangan

    (Ghaffarinejad et al., 2007).

    Pada penelitian dengan 14 orang subjek yang diminta untuk melakukan

    peregangan selama 60 detik sebelum melakukan gerakan dorsofleksi punggung

    kaki 85 % dari maksimal, ditemukan bahwa peregangan yang dilakukan berulang

    dapat meningkatkan compliance dan aktivitas listrik yang diukur dengan

    Electromyography(EMG) dari otot disekeliling sendi sehingga torque steadiness

    berkurang (Kato et al.,2010).

    Penelitian yang dilakukan pada 19 subjek dengan menggunakan EMG dan

    Mechanomyography(MMG), menghasilkan kesimpulan bahwa peregangan dapat

    menyebabkan penurunan sebanyak 2.8% pada peak torquedan 3.2% pada mean

    power output yang perlu diperhatikan sebelum melakukan olahraga yang

    memerlukan kekuatan (Marek, 2005).

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/21/2019 Chapter II httprepository.usu.ac.idbitstreamhandle12345678935212Chapter%20II.pdf;jsessionid=5BB8F6C1A38025

    http:///reader/full/chapter-ii-httprepositoryusuacidbitstreamhandle12345678935212chapter20iipdfjsessionid5bb8f 10/14

    2.3. Elektromyografi permukaan (EMG permukaan)

    Elektromyografi merupakan suatu alat bantu diagnostik kedokteran yang

    berfungsi untuk menganalisa ada tidaknya kelainan fungsional pada otot, dimana

    terjadi ketidakcocokan antara aktivasi otot dengan perintah dari susunan saraf

    pusat.

    Hal-hal yang mempengaruhi pemeriksaan EMG, meliputi:

    Kulit

    Jaringan adiposa

    Posisi, postur dan pergerakan

    Volume konduksi

    Usia dan gender

    Elektromyografi permukaan memiliki dua jenis bacaan yaitu pembacaan statis dan

    dinamis.

    2.3.1 Pembacaan statis

    Pembacaan ini ditujukan untuk melihat tonus dan keadaan dari otot axial

    pada waktu istirahat, dimana otot-otot tersebut berfungsi untuk mempertahankan

    postur tubuh normal dari seseorang. Pada pembacaan ini, pengguna dapat

    menentukan lokasi terjadinya abnormalitas otot.

    Hal-hal yang dinilai dari pembacaan statis elektromyografi meliputi:

    1. Lokasi aktivasi/inhibisi

    Hasil pengukuran bermakna, apabila didapatkan nilai 2 standar deviasi

    diatas (aktivasi) atau dibawah (inhibisi) nilai normal dari populasi.2. Derajat kemiripan (simetris) dari otot yang diaktivasi

    Hasil bermakna untuk parameter ini apabila ditemukan derajat asimetris

    pada sisi kanan dan kiri lebih besar dari 40%

    3. Pengaruh postur tubuh

    Hasil bermakna, apabila ditemukan perbedaan lebih dari dua standar

    deviasi antara dua postur yang diperiksa

    4.

    Perbandingan dengan pemeriksaan klinis

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/21/2019 Chapter II httprepository.usu.ac.idbitstreamhandle12345678935212Chapter%20II.pdf;jsessionid=5BB8F6C1A38025

    http:///reader/full/chapter-ii-httprepositoryusuacidbitstreamhandle12345678935212chapter20iipdfjsessionid5bb8f 11/14

    Hasil yang abnormal harus sesuai dengan pemeriksaan palpasi yang

    dilakukan pada lokasi yang sama

    2.3.2 Pembacaan dinamis

    Pada pembacaan dinamis, dilakukan penilaian dari kemampuan fungsional

    otot ketika melakukan kerja yang meliputi pergerakan, penggunaan energi untuk

    menopang tubuh terhadap gaya gravitasi dan periode istitahat otot tersebut.

    Hal-hal yang dinilai pada pembacaan ini meliputi:

    1.

    Amplitudo

    2. Timing

    Pada penilaian amplitudo, dilakukan pengkajian terhadap parameter nilai

    dasar dari tonus otot, kekuatan otot maksimal dan pemulihan otot.

    Amplitudo nilai dasar tonus dan pemulihan dapat menunjukkan terjadinya

    suatu disfungsi dari otot. Nilai dasar tonus menunjukkan tingkat energi dari otot

    sebelum melakukan suatu gerakan sedangkan pemulihan menunjukkan pengaruh

    dari pergerakan yang dilakukan terhadap nilai dasar tonus otot. Dengan kata lain,amplitudo pemulihan menunjukkan kemampuan dari otot untuk kembali kepada

    keadaan dasar setelah melakukan gerakan.

    Dalam suatu penilaian amplitudo dalam pembacaan dinamis dapat

    ditemukan adanya trigger points, yaitu gambaran yang tidak serupa antara

    amplitude sebelum dan sesudah kontraksi dari suatu otot. Trigger point

    diasosiasikan dengan rasa nyeri pada lokasi tertentu.

    Kekuatan maksimal didapatkan dari pembacaan amplitude tertinggi dari

    hasil rekaman EMG yang dihasilkan oleh recruitment pada sekelompok serabut

    otot, selain itu perlu diperhatikan aspek keselarasan pergerakan dari otot-otot

    bagian kanan dan kiri yang homolog pada pergerakan yang simetris dan untuk

    otot yang bekerja pada pergerakan asimetris seperti rotasi, perlu diperhatikan

    apakah terjadi suatu kokontraksi, yaitu suatu kontraksi yang terjadi bersamaan

    otot-otot antagonistik pada pergerakan asimetris tersebut.

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/21/2019 Chapter II httprepository.usu.ac.idbitstreamhandle12345678935212Chapter%20II.pdf;jsessionid=5BB8F6C1A38025

    http:///reader/full/chapter-ii-httprepositoryusuacidbitstreamhandle12345678935212chapter20iipdfjsessionid5bb8f 12/14

    Penilaian timing dapat dilakukan pada parameter:

    1. Onset dari aktivasi otot menjadi lebih panjang atau pendek dari normal

    2. Durasi aktivasi dari otot menjadi lebih panjang atau pendek dari normal

    3.

    Terdapatnya periode istirahat

    4. Frekuensi periode istirahat yang cukup

    5. Periode istirahat tersebut cukup panjang

    2.3.3 Tampilan visual EMG permukaan

    Tampilan klasik elektromyografi, berupa gambaran osiloskopik dari sinyal

    yang telah diamplifikasi dan disaring. Gambaran ini menunjukkan pergerakan

    kearah positif dan negative yang berbeda pada ketebalannya. Ketebalan dari

    gambaran tersebut menunjukkan amplitudo atau kekuatan dari kontraksi otot.

    Satuan pengukuran dari tampilan klasik ini berupa ketebalan dari puncak positif

    menuju ke puncak negatif dalam satuan mikrovolt.

    Gambar 2.5. Tampilan klasik EMG permukaan (Criswell, 2011)

    Tampilan klasik dapat diproses menjadi tampilan yang lebih mudah

    dipahami, dibaca dan diinterpretasikan dengan bantuan komponen elektronik yang

    dipasangkan kedalam EMG maupun secara digital dengan bantuan software

    computer. Beberapa tahap yang terjadi dalam memroses sinyal EMG klasik

    meliputi:

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/21/2019 Chapter II httprepository.usu.ac.idbitstreamhandle12345678935212Chapter%20II.pdf;jsessionid=5BB8F6C1A38025

    http:///reader/full/chapter-ii-httprepositoryusuacidbitstreamhandle12345678935212chapter20iipdfjsessionid5bb8f 13/14

    1. Sinyal negatif yang berada dibawah garis 0 dipindahkan keatas sinyal

    positif

    2. Pada setiap 6 titik sinyal yang diperoleh akan digantikan oleh sebuah titik

    sinyal yang merupakan perhitungan rata-rata dari pengukuran tersebut

    (Criswell, 2011)

    Gambar 2.6. Tampilan EMG permukaan yang telah diproses (Criswell, 2011)

    2.3.4 Pemasangan elektroda EMG permukaan

    Pada otot Biceps brachii dilakukan pemasangan dengan cara:

    1. Subjek diminta untuk memfleksikan lengan bawah pada posisi supinasi

    2. Pemasang melakukan palpasi pada bagian dorsal lengan atas yang

    membesar

    3.

    Memposisikan dua elektroda aktif pada posisi parallel terhadap serabut

    otot dan ditengah-tengah massa otot

    4. Kedua elektroda diposisikan sejauh 2 cm

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/21/2019 Chapter II httprepository.usu.ac.idbitstreamhandle12345678935212Chapter%20II.pdf;jsessionid=5BB8F6C1A38025

    http:///reader/full/chapter-ii-httprepositoryusuacidbitstreamhandle12345678935212chapter20iipdfjsessionid5bb8f 14/14

    Gambar 2.7. Lokasi Elektroda pada biceps brachii(Criswell,2011)

    S