chapter ii 22

18
20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Habitat dan daerah tumbuh Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) adalah sejenis tumbuhan rempah dan merupakan tumbuhan tahunan berbentuk terna yang bunga, buah, serta batangnya dimanfaatkan sebagai bahan sayuran. 2.1.2 Sistematika tumbuhan Sistematika tumbuhan kecombrang menurut (Depkes, 2000) adalah sebagai berikut : Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Bangsa : Zingiberales Suku : Zingiberaceae Marga : Nicolaia Jenis : Nicolaia speciosa Horan 2.1.3 Nama asing Penyebaran kecombrang di Indonesia sangat luas, sehingga tumbuhan ini mempnyai banyak nama daerah misalnya : Kala (Gayo), Honje (Sunda), Kincung (Sumatera), petikala (Ternate), sikala (Bangka), bongkot (Bali) (Depkes, 2000). Universitas Sumatera Utara

Upload: suparno-putera-makkadafi

Post on 24-Nov-2015

23 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 20

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Uraian Tumbuhan

    2.1.1 Habitat dan daerah tumbuh

    Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) adalah sejenis tumbuhan rempah

    dan merupakan tumbuhan tahunan berbentuk terna yang bunga, buah, serta

    batangnya dimanfaatkan sebagai bahan sayuran.

    2.1.2 Sistematika tumbuhan

    Sistematika tumbuhan kecombrang menurut (Depkes, 2000) adalah

    sebagai berikut :

    Divisio : Spermatophyta

    Subdivisio : Angiospermae

    Kelas : Monocotyledoneae

    Bangsa : Zingiberales

    Suku : Zingiberaceae

    Marga : Nicolaia

    Jenis : Nicolaia speciosa Horan

    2.1.3 Nama asing

    Penyebaran kecombrang di Indonesia sangat luas, sehingga tumbuhan ini

    mempnyai banyak nama daerah misalnya : Kala (Gayo), Honje (Sunda), Kincung

    (Sumatera), petikala (Ternate), sikala (Bangka), bongkot (Bali) (Depkes, 2000).

    Universitas Sumatera Utara

  • 21

    2.1.4 Morfologi tumbuhan

    Bunga kecombrang berwarna kemerahan seperti jenis tanaman hias

    pisang-pisangan. Bunga dalam karangan berbentuk gasing, bertangkai panjang

    0,5-2,5 m 1,5-2,5 cm, dengan daun pelindung bentuk jorong, 7-18 cm 1-7 cm,

    merah jambu hingga merah terang, berdaging, melengkung membalik jika mekar.

    Kelopak bentuk tabung, panjang 3-3,5 cm, bertaju 3, terbelah. Mahkota bentuk

    tabung, warna merah jambu, panjang 4 cm. Bentuk tanamannya mirip jahe,

    dengan tinggi mencapai 5 m. Batang-batang semu bentuk bulat, membesar di

    pangkalnya; tumbuh tegak dan banyak, berdekat-dekatan, membentuk rumpun

    jarang, keluar dari rimpang yang menjalar di bawah tanah. Rimpangnya tebal,

    berwarna krem, kemerah-jambuan ketika masih muda. Daun 15-30 helai tersusun

    dalam dua baris, berseling di batang semu, helaian daun jorong lonjong, 20-90 cm

    10-20 cm (Anonim, 2010).

    2.1.5 Kandunga kimia

    Bunga kecombrang mengandung senyawa minyak atsiri, flavonoid, tanin,

    dan steroid/triterpenoid (Depkes, 1995).

    2.1.6 Penggunaan tumbuhan

    Bunga kecombrang berkhasiat sebagai deodorant alami, antimikroba,

    antioksidan dan sebagai bahan tambahan pada masakan. Kelopak bunga

    kecombrang dijadikan lalap atau direbus lalu dimakan bersama sambal di Jawa

    Barat. Di Tanah Karo, buah kecombrang muda disebut asam cekala. Kuncup

    bunga serta buahnya menjadi bagian pokok dari sayur asam Karo juga menjadi

    peredam bau amis sewaktu memasak ikan. Masakan Batak populer, arsik ikan

    mas, juga menggunakan asam cekala ini (Anonim, 2010).

    Universitas Sumatera Utara

  • 22

    2.2 Kandungan Kimia

    2.2.1 Minyak atsiri

    Pada minyak atsiri yang bagian utamanya terpenoid. Zat inilah penyebab

    wangi, harum, atau bau yang khas pada minyak tumbuhan. Secara ekonomi

    senyawa tersebut penting sebagai dasar wewangian alam dan juga untuk rempah-

    rempah serta sebagai senyawa cita-rasa di dalam industri makanan (Harbone,

    1897).

    2.2.2 Flavonoida

    Flavonoida merupakan salah satu golongan fenol alam yang tersebar luas

    pada tumbuhan hijau dan mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang

    tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu dua cincin aromatik yang

    dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk

    cincin ketiga (Markham, 1988).

    Flavonoida terdapat pada seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungus

    sampai angiospermae yang mencakup banyak jenis pigmen yang umum dan

    mempunyai peranan penting dalam tumbuhan, misalnya pada bunga sebagai

    pigmen yang berperan dalam menarik burung dan serangga penyerbuk. Selain itu

    ada beberapa senyawa flavonoida yang menyerap sinar ultraviolet yang juga

    berperan dalam mengarahkan serangga (Robinson, 1995).

    2.2.3 Tanin

    Tanin adalah senyawa fenol yang tersebar luas pada tumbuhan

    berpembuluh, biasanya terdapat pada daun, buah, kulit kayu atau batang. Tanin

    tumbuhan dibagi menjadi dua golongan, yaitu tanin terkondensasi dan tanin

    terhidrolisis. Kadar tanin yang tinggi mempunyai arti penting bagi tumbuhan

    Universitas Sumatera Utara

  • 23

    yakni pertahanan bagi tumbuhan dan membantu mengusir hewan pemakan

    tumbuhan. Tanin terkondensasi terdapat pada paku-pakuan, gimnospermae, dan

    angiospermae, sedangkan tanin terhidrolisis penyebarannya terbatas pada

    tumbuhan berkeping dua. Beberapa tanin terbukti mempunyai antioksidan dan

    menghambat pertumbuhan tumor (Harborne, 1987).

    2.2.4 Steroida dan Triterpenoida

    Steroida merupakan suatu senyawa golongan triterpenoida yang

    mengandung inti siklopentanoperhidrofenantren yaitu terdiri dari tiga cincin

    sikloheksana dan sebuah cincin siklopentana (Harborne, 1987).

    Triterpenoida adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam

    satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik

    yaitu skualena. Triterpenoida kebanyakan berupa alkohol, aldehid, asam

    karboksilat dan umumnya berupa senyawa tanwarna, berbentuk kristal,

    mempunyai titik leleh tinggi, dan bersifat optik aktif. Triterpenoida dapat dibagi

    menjadi sekurang-kurangnya empat golongan senyawa yaitu triterpenoida

    sebenarnya, steroida, saponin, dan glikosida jantung. Uji yang banyak digunakan

    untuk mendeteksi senyawa ini adalah reaksi Lieberman-Burchard (Harborne,

    1987).

    Senyawa triterpenoida mempunyai berbagai macam aktifitas fisiologi

    yaitu untuk penyakit diabetes, gangguan menstruasi, gangguan kulit, kerusakan

    hati dan malaria (Robinson, 1995).

    Universitas Sumatera Utara

  • 24

    2.3 Ekstraksi

    Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

    sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan menngunakan pelarut cair.

    Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam

    golongan minyak atsiri, alkaloida, flavonoida dan lain-lain. Dengan diketahuinya

    senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut

    dengan cara yang tepat (DitJen POM, 2000).

    Pembagian metode ekstraksi menurut DiJen POM (2000) adalah :

    A. Cara Dingin

    1. Maserasi

    Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia menggunakan pelarut

    dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan

    (kamar).

    Maserasi kinetik dilakukan dengan pengadukan yang kontinu (terus-

    menerus). Remaserasi dilakukan dengan pengulangan penambahan pelarut setelah

    dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

    2. Perkolasi

    Perkolasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru

    sampai penyarian sempurna, umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.

    Proses ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, dan

    tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) yang terus menerus

    sampai ekstrak yang diinginkan habis tersari. Tahap pengembangan bahan dan

    maserasi antara dilakukan dengan maserasi serbuk menggunakan cairan penyari

    Universitas Sumatera Utara

  • 25

    sekurang-kurangnya 3 jam, hal ini penting terutama untuk serbuk yang keras dan

    bahan yang mudah mengembang.

    B. Cara Panas

    1. Refluks

    Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperature titik didihnya,

    selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relativ konstan dengan adanya

    pendingin balik.

    2. Sokletasi

    Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru,

    umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dan

    jumlah pelarut relativ konstan dengan adanya pendingin balik.

    3. Digesti

    Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang

    lebih tinggi dari temperatur ruangan yaitu pada temperature 40-50oC.

    4. Infus

    Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

    mendidih, temperatur terukur 96-98oC selama waktu tertentu (15-20 menit).

    5. Dekok

    Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (+ 30 menit) dan

    temperatur sampai titik didih air.

    Universitas Sumatera Utara

  • 26

    2.4 Bakteri

    Nama bakteri berasal dari kata bakterion (bahasa Yunani) yang berarti

    tongkat atau batang. Sekarang namanya dipakai untuk menyebutkan sekelompok

    mikroorganisme yang bersel satu, berbiak dengan pembelahan diri, serta demikian

    kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop (Dwidjoseputro, 1987).

    2.4.1 Klasifikasi bakteri

    Berdasarkan bentuk morfologinya, maka bakteri dapat dibagi atas tiga

    golongan (Dwidjoseputro, 1987), ysitu :

    a. Golongan Basil

    Golongan basil berbentuk serupa tongkat pendek, silindris. Basil dapat

    bergandengan dua-dua, atau terlepas satu sama lain, yang bergandeng-gandengan

    panjang disebut streptobasil, yang dua-dua disebut diplobasil.

    b. Bentuk kokus

    Golongan kokus merupakan bakteri yang bentuknya serupa bola-bola

    kecil. Golongan ini tidak sebanyak golongan basil. Kokus ada yang bergandeng-

    gandengan panjang berupa rantai, disebut streptokokus, ada yang bergandengan

    dua-dua, disebut diplokokus, ada yang mengelompok berempat, disebut

    tetrakokus, kokus yang mengelompok serupa kubus disebut sarsina.

    c. Golongan Spiril

    Golongan spiril merupakan bakteri yang bengkok atau berbengkok-

    bengkok berupa spiral. Bakteri ini tidak banyak terdapat, karena itu merupakan

    golongan yang paling kecil, jika dibandingkan dengan golongan kokus maupun

    golongan basil.

    Universitas Sumatera Utara

  • 27

    Jenis bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah Staphylococcus

    epidermidis, Staphylococcuc aureus dan Pseudomonas aeruginosa.

    a. Staphylococcus epidermidis

    Sistematika bakteri Sthapylococcus epidermidis menurut (Breed, et al,

    1957) adalah sebagai berikut :

    Devisio : Protophyta

    Kelas : Schizomycetes

    Bangsa : Eubacteriales

    Suku : Micrococcaceae

    Marga : Staphylococcus

    Jenis : Staphylococcus epidermidis

    Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri gram positif, aerob atau

    anaerob fakultatif berbentuk bola atau kokus berkelompok tidak teratur, diameter

    0,8 - 1,0 m tidak membentuk spora dan tidak bergerak, koloni berwarna putih

    bakteri ini tumbuh cepat pada suhu 37oC. Koloni pada pembenihan padat

    berbentuk bulat halus, menonjol, berkilau, tidak menghasilkan pigmen, berwarna

    putih porselen sehingga Staphylococcus epidermidis disebut Staphylococcus

    albus, koagulasi-negatif dan tidak meragi manitol (Jawetz et al, 2001).

    b. Staphylococcus aureus

    Sistematika bakteri Staphylococcus aureus menurut Bergey edisi ke-7

    (Dwidjoseputro, 1987) adalah sebagai berikut :

    Divisi : Protophyta

    Kelas : Schizomycetes

    Ordo : Eubacteriales

    Universitas Sumatera Utara

  • 28

    Familia : Micrococcaceae

    Genus : Staphylococcus

    Species : Staphylococcus aureus

    Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, aerob atau

    anaerob fakultatif berbentuk bola atau kokus berkelompok tidak teratur, diameter

    0,8 1,0 m, tidak membentuk spora dan tifak bergerak, koloni berwarna kuning.

    Bakteri ini tumbuh cepat pada suhu 370C tetapi paling baik membentuk pigmen

    pada suhu 20-250C. koloni pada pembenihan padat berbentuk bulat halus,

    menonjol dan berkilau membentuk berbagai pigmen. Bakteri ini terdapat pada

    kulit, selaput lendir, bisul dan luka. Dapat menimbulkan penyakit melalui

    kemampuannya berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan (Jawetz,

    2001).

    c. Pseudomonas aeruginosa

    Sistematika bakteri Pseudomonas aeruginosa menurut (Breed, et al, 1957)

    adalah sebagai berikut :

    Divisio : Protophyta

    Kelas : Schizomycetes

    Bangsa : Pseudomonadales

    Suku : Pseudomonodaceae

    Marga : Pseudomonas

    Jenis : Pseudomonas aeruginosa

    Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri gram negatif aerob obligat

    berbentuk batang, bergerak, berukuran sekitar diameter 0,5-1,0 x 3,0-4,0 m,

    terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan kadang kadang membentuk rantai

    Universitas Sumatera Utara

  • 29

    yang pendek. Pseudomonas aeruginosa membentuk koloni halus bulat dengan

    fluoresensi kehijauan. Bakteri ini menghasilkan piosianin suatu pigmen kebiru

    biruan yang tak berfluoresensi, yang berdifusi kedalam agar. Fluorensi dapat

    dihasilkan bila biakan diinkubasi pada suhu 20 - 30o C dari pada yang diinkubasi

    pada suhu 35 - 37o C (Jawetz et al, 2001).

    Pseudomonas aeruginosa tersebar luas di alam biasanya terdapat di

    lingkungan yang lembab. Bakteri ini menyebabkan penyakit bila pertahanan tubuh

    inang abnormal. Dalam jumlah kecil, bakteri ini sering terdapat pada flora usus

    normal dan kulit manusia. Bakteri ini ini menimbulkan infeksi pada luka bakar,

    infeksi saluran kemih dan infeksi mata (Jawetz et al, 2001).

    Bila suatu mikroorganisme ditanam pada media yang sesuai dalam waktu tertentu

    akan tumbuh memperbanyak diri, maka dapat dilihat suatu grafik pertumbuhan

    yang dapat dibagi dalam 4 fase menurut (Pratiwi, 2008; Dwidjoseputro, 1994)

    yaitu:

    1. Fase penyesuaian diri (lag phase)

    Fase pertama ini mikroorganisme mengalami penyesuaian pada

    lingkungan baru setelah pemindahan. Pada fase ini tidak terjadi

    perkembangbiakan sel, yang ada hanya peningkatan ukuran sel dan aktivitas

    metabolisme.

    2. Fase pembelahan (log phase)

    Fase kedua ini mikroorganisme berkembang dengan cepat yang jumlahnya

    meningkat secara eksponensial. Fase ini berlangsung selama 18-24 jam.

    3. Fase stasioner (stasionary phase)

    Universitas Sumatera Utara

  • 30

    Fase ketiga terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang membelah

    dengan jumlah sel yang mati. Hal ini terjadi karena akumulasi hasil metabolisme

    yang toksis.

    4. Fase kematian

    Fase dimana jumlah sel yang mati meningkat dikarenakan keadaan

    lingkungan seperti ketidaksediaan nutrisi dan akumulasi hasil metabolisme yang

    toksik.

    Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dapat meliputi

    temperatur, pH, tekanan osmotik, oksigen dan nutrisi dalam media pertumbuhan

    (Pratiwi, 2008).

    1. Temperatur

    Pertumbuhan bakteri sangat dipengaruhi oleh temperatur. Setiap

    mikroorganisme mempunyai temperatur optimum yaitu temperatur di mana terjadi

    kecepatan pertumbuhan optimal dan dihasilkan jumlah sel yang maksimal.

    Temperatur yang terlalu tinggi dapat menyebabkan denaturasi protein sedangkan

    temperatur yang sangat rendah aktivitas enzim akan terhenti. Berdasarkan batas

    temperatur dibagi atas tiga golongan:

    a. psikrofil, tumbuh pada temperatur -5 sampai 30oC dengan optimum 10 sampai

    20oC.

    b. mesofil, tumbuh pada temperatur 10 sampai 45oC dengan optimum 20 sampai

    40oC.

    c. termofil, tumbuh pada termperatur 25 sampai 80oC dengan optimum 50 sampai

    60oC (Pratiwi, 2008).

    2. pH

    Universitas Sumatera Utara

  • 31

    pH optimum bagi kebanyakan bakteri terletak antara 6,5 dan 7,5. Namun

    ada beberapa mikroorganisme yang dapat tumbuh pada keadaan yang sangat asam

    atau alkali (Pelczar dan Chan, 2006).

    3. Tekanan osmosis

    Osmosis merupakan perpindahan air melewati membran semipermeabel

    karena ketidakseimbangan material terlarut dalam media. Medium yang baik

    untuk pertumbuhan sel adalah medium isotonis terhadap sel tersebut. Dalam

    larutan hipotonik air akan masuk ke dalam sel sehingga menyebabkan sel

    membengkak, sedangkan dalam larutan hipertonik air akan keluar dari sel

    sehingga membran plasma mengerut dan lepas dari dinding sel (plasmolisis)

    (Pratiwi, 2008, Lay, 1996).

    4. Oksigen

    Berdasarkan kebutuhan oksigen dikenal mikroorganisme dibagi menjadi 5

    golongan yaitu:

    a. Anaerob obligat, hidup tanpa oksigen, oksigen toksik terhadap golongan ini.

    b. Anaerob aerotoleran, tidak mati dengan adanya oksigen.

    c. Anaerob fakultatif, mampu tumbuh baik dalam suasana dengan atau tanpa

    oksigen.

    d. Aerob obligat, tumbuh subur bila ada oksigen dalam jumlah besar.

    e. Mikroaerofilik, hanya tumbuh baik dalam tekanan oksigen yang rendah

    (Pratiwi, 2008).

    5. Nutrisi

    Nutrisi merupakan substansi yang diperlukan untuk biosintesis dan

    pembentukan energi. Berdasarkan kebutuhannya, nutrisi dibedakan menjadi dua

    Universitas Sumatera Utara

  • 32

    yaitu makroelemen (elemen yang diperlukan dalam jumlah banyak) dan

    mikroelemen (trace element yaitu elemen nutrisi yang diperlukan dalam jumlah

    sedikit) (Pratiwi, 2008).

    Bahan nutrisi untuk pertumbuhan mikroorganisme terdapat pada media.

    Media juga dapat digunakan untuk membedakan mikroorganisme dengan

    mengetahui habitatnya (Pratiwi, 2008).

    Bermacam-macam media pertumbuhan yaitu:

    1. Media sintetik yaitu media yang komponen penyusunnya sudah diketahui,

    2. Media kompleks yaitu media yang tersusun dari komponen yang secara kimia

    tidak diketahui dan merupakan kebutuhan nutrisi mikroorganisme.

    3. Media selektif adalah media yang mendukung pertumbuhan mikroorganisme

    tertentu dengan menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya.

    4. Media diferensial digunakan untuk membedakan kelompok mikroorganisme

    dan dapat digunakan untuk identifikasi (Pratiwi, 2008, Lay, 1996).

    2.4.2 Uji aktifitas antimikroba

    Uji kepekaaan terhadap obat antimikroba pada dasarnya dapat dilakukan

    melalui dua cara, yaitu :

    a. Metode dilusi

    Cara ini digunakan untuk menentukan KHM (kadar hambat minimum) dan

    KBM (kadar bunuh minimum) dari obat antimikroba. Prinsip dari metode dilusi

    adalah sebagai berikut :

    Menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi media cair dan sejumlah

    tertentu sel mikroba yang diuji. Kemudian masing-masing tabung diuji dengan

    obat yang telah diencerkan secara serial. Seri tabung diinkubasi pada suhu 37oC

    Universitas Sumatera Utara

  • 33

    selama 18-24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan pada tabung. Konsentrasi

    terendah obat pada tabung yang ditunjukkan dengan hasil biakan yang mulai

    tampak jernih (tidak ada pertumbuhan mikroba) adalah KHM dari obat.

    Konsentrasi terendah obat pada biakan padat yang ditunjukkan dengan tidak

    adanya pertumbuhan koloni mikroba adalah KBM dari obat terhadap bakteri uji

    (Pratiwi, 2008).

    b. Metode difusi

    Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar dengan

    menggunakan cakram kertas, cakram kaca, pencetak lubang. Prinsip metode ini

    adalah mengukur zona hambatan pertumbuhan bakteri yang terjadi akibat difusi

    zat yang bersifat sebagai antibakteri di dalam media padat melalui pencadang.

    Daerah hambatan pertumbuhan bakteri adalah daerah jernih di sekitar cakram.

    Luas daerah hambatan berbanding lurus dengan aktivitas antibakteri, semakin

    kuat daya aktivitas antibakterinya maka semakin luas daerah hambatnya. Metode

    ini dipengaruhi oleh banyak faktor fisik dan kimia, misalnya: pH, suhu, zat

    inhibitor, sifat dari media dan kemampuan difusi, ukuran molekul dan stabilitas

    dari bahan obat (Jawetz et al, 2001).

    c. Metode turbidimetri

    Ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan abtibiotik dan 9 ml

    inokulum. Diinkubasikan pada suhu 30oC selama 3-4 jam. Setelah diinkubasi,

    ditambahkan 0,5 ml formaldehid. Serapan diukur dengan sperktrofotometer pada

    530 nm. Kadar antibiotik ditentukan berdasarkan perbandingan serapannya

    terhadap serapan standar (Wattimena, 1991).

    Universitas Sumatera Utara

  • 34

    Penetapan aktivitas antibioti secara in vitro selain berguna untuk

    penetapan kadar dapat pula digunakan untuk menguji kepekaan suatu antibiotik

    terhadap mikroba. Kepekaan mikroba terhadap antibiotik dapat dilihat dari

    konsentrasi minimum untuk inhibisi oleh suatu antibiotik terhadap mikroba

    tertentu. Penetapan konsentrasi minimum inhibisi dapat dilakukan dengan

    menguji sederetan konsentrasi antibiotik yang dibuat dengan cara pengenceran,

    metode yang digunakan dapat dengan cara turbidimetri atau difusi agar.

    Konsentrasi minimum untuk inhibisi (KMI) (Wattimena, 1991).

    2.5 Isolasi Minyak Atsiri

    Minyak atsiri adalah zat cair yang mudah menguap bercampur dengan

    persenyawaan padat yang berbeda dalam hal komposisi dan titik cairnya,

    kelarutan dalam perlarut organik, dan kelarutan dalam air. Berdasarkan sifat

    tersebut, minyak atsiri dapat di buat dengan beberapa cara, yaitu penyulingan,

    ekstraksi dengan pelarut menguap (solvent extraction), ekstraksi dengan lemak

    dingin (enfleurasi), ekstraksi dengan lemak panas (maserasi) dan pengepresan

    (pressing) (Gunawan dan Mulyani, 2004).

    2.5.1 Metode penyulingan

    Penyulingan adalah proses pemisahan komponen yang berupa cairan atau

    padatan dari 2 macam campuran atau lebih, berdasarkan perbedaan titik didih

    uapnya. Dalam industri pengolahan minyak atsiri telah dikenal tiga macam sistem

    penyulingan yaitu penyulingan dengan air, penyulingan dengan air dan uap, dan

    penyulingan dengan uap (Ketaren,1985).

    Universitas Sumatera Utara

  • 35

    2.5.1.1 Penyulingan dengan air

    Pada metode ini bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air

    mendidih. Bahan tersebut mengapung di atas air atau terendam secara sempurna

    tergantung dari bobo jenis dan jumlah bahan yang di suling. Air dipanaskan

    dengan panas langsung. Ciri khas dari metode ini adalah kontak langsung antara

    bahan dengan air mendidih (Guenther,1990).

    Pada metode ini, perbandingan jumlah air perebus dan bahan baku dibuat

    berimbang, sesuai dengan kapasitas ketel. Bahan yang telah mengalami proses

    pendahuluan seperti perajangan dan pelayuan dimasukkan dan dipadatkan.

    Selanjutnya, ketel ditutup rapat agar tidak terdapat celah yang mengakibatkan uap

    keluar. Uap yang dihasilkan dari perebusan air dan bahan dialirkan melalui pipa

    menuju ketel kondensator yang mengandung air dingin sehingga terjadi

    pengembunan (kondensasi). Selanjutnya,air dan minyak ditampung dalam tangki

    pemisah. Pemisahan air dan minyak dilakukan berdasarkan perbedaan berat jenis

    (Armando.R,2009).

    Suatu keuntungan dari penggunaan sistem penyulingan ini selain

    prosesnya yang cukup sederhana adalah baik digunakan untuk menyuling bahan

    yang berbentuk tepung dan bunga- bungaan yang mudah membentuk gumpalan

    jika kena panas. Kelemahan cara penyulingan air adalah komponen minyak yang

    bertitik didih tinggi dan bersifat larut dalam air tidak dapat menguap secara

    sempurna, sehingga komponen minyak yang dihasilkan tidak lengkap.Dan jika

    tidak diawasi, bahan yang disuling dapat hangus karena suhu yang sangat tinggi

    (Ketaren,1985).

    Universitas Sumatera Utara

  • 36

    2.5.1.2 Penyulingan dengan air dan uap

    Metode ini disebut juga dengan sistem kukus. Pada metode pengukusan

    ini, bahan diletakkan di atas piringan atau plat besi berlubang seperti ayakan yang

    terletak beberapa sentimeter di atas permukaan air. Pada prinsipnya, metode

    penyulingan ini menggunakan uap bertekanan rendah. Air dimasukkan ke dalam

    dasar ketel 1/3 bagian ketel. Selanjutnya, bahan dimasukkan ke dalam ketel suling

    hingga padat dan ketel ditutup rapat. Saat air direbus dan mendidih, uap yang

    terbentuk akan melalui sarangan lewat lubang- lubang kecil dan melewati celah-

    celah bahan. Minyak atsiri dalam bahan pun akan ikut bersama uap panas tersebut

    melalui pipa menuju ketel kondensator. Selanjutnya, uap air dan minyak akan

    mengembun dan ditampung dalam tangki pemisah. Pemisahan air dan minyak

    atsiri dilakukan berdasarkan berat jenis (Armando.R,2009).

    Keuntungan menggunakan sistem penyulingan air dan uap adalah karena

    penetrasi uap secara merata ke dalam jaringan bahan dan suhu dapat

    dipertahankan sampai 100oC. Lama penyulingan relatif singkat, rendemen minyak

    lebih besar dan mutunya lebih baik jika dibandingkan dengan minyak hasil

    penyulingan air, dan bahan yang disuling tidak menjadi gosong ( Ketaren,1985).

    Cara ini sangat baik digunakan pada bahan tumbuhan yang basah dan

    kering. Bahan tumbuhan yang kering harus dimaserasi dahulu. Minyak atsiri yang

    memiliki titik didih lebih kecil dari titik didih air akan tersuling tanpa mengalami

    hidrolisis ( Guenther,1990).

    2.5.1.3 Penyulingan dengan uap

    Destilasi uap adalah isolasi senyawa kandungan menguap ( minyak atsiri)

    dari bahan ( segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan

    Universitas Sumatera Utara

  • 37

    parsial senyawa menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinu sampai

    sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (minyak atsiri ikut

    terdestilasi) menjadi destilat air bersama minyak atsiri yang memisah sempurna

    atau memisah sebagian. Pada penyulingan ini, air sebagai sumbe uap panas

    terdapat dalam wadah yang letaknya terpisah dari ketel penyuling. Bahan (

    simplisia) benar- benar tidak tercelup ke air yang mendidih, namun dilewati uap

    air sehingga minyak atsiri ikut terdestilasi. Uap yang dihasilkan mempunyai

    tekanan lebih tinggi dari tekanan udara luar.( Armando.R,2009).

    Universitas Sumatera Utara