chapter ii 22
TRANSCRIPT
-
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
2.1.1 Habitat dan daerah tumbuh
Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) adalah sejenis tumbuhan rempah
dan merupakan tumbuhan tahunan berbentuk terna yang bunga, buah, serta
batangnya dimanfaatkan sebagai bahan sayuran.
2.1.2 Sistematika tumbuhan
Sistematika tumbuhan kecombrang menurut (Depkes, 2000) adalah
sebagai berikut :
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Bangsa : Zingiberales
Suku : Zingiberaceae
Marga : Nicolaia
Jenis : Nicolaia speciosa Horan
2.1.3 Nama asing
Penyebaran kecombrang di Indonesia sangat luas, sehingga tumbuhan ini
mempnyai banyak nama daerah misalnya : Kala (Gayo), Honje (Sunda), Kincung
(Sumatera), petikala (Ternate), sikala (Bangka), bongkot (Bali) (Depkes, 2000).
Universitas Sumatera Utara
-
21
2.1.4 Morfologi tumbuhan
Bunga kecombrang berwarna kemerahan seperti jenis tanaman hias
pisang-pisangan. Bunga dalam karangan berbentuk gasing, bertangkai panjang
0,5-2,5 m 1,5-2,5 cm, dengan daun pelindung bentuk jorong, 7-18 cm 1-7 cm,
merah jambu hingga merah terang, berdaging, melengkung membalik jika mekar.
Kelopak bentuk tabung, panjang 3-3,5 cm, bertaju 3, terbelah. Mahkota bentuk
tabung, warna merah jambu, panjang 4 cm. Bentuk tanamannya mirip jahe,
dengan tinggi mencapai 5 m. Batang-batang semu bentuk bulat, membesar di
pangkalnya; tumbuh tegak dan banyak, berdekat-dekatan, membentuk rumpun
jarang, keluar dari rimpang yang menjalar di bawah tanah. Rimpangnya tebal,
berwarna krem, kemerah-jambuan ketika masih muda. Daun 15-30 helai tersusun
dalam dua baris, berseling di batang semu, helaian daun jorong lonjong, 20-90 cm
10-20 cm (Anonim, 2010).
2.1.5 Kandunga kimia
Bunga kecombrang mengandung senyawa minyak atsiri, flavonoid, tanin,
dan steroid/triterpenoid (Depkes, 1995).
2.1.6 Penggunaan tumbuhan
Bunga kecombrang berkhasiat sebagai deodorant alami, antimikroba,
antioksidan dan sebagai bahan tambahan pada masakan. Kelopak bunga
kecombrang dijadikan lalap atau direbus lalu dimakan bersama sambal di Jawa
Barat. Di Tanah Karo, buah kecombrang muda disebut asam cekala. Kuncup
bunga serta buahnya menjadi bagian pokok dari sayur asam Karo juga menjadi
peredam bau amis sewaktu memasak ikan. Masakan Batak populer, arsik ikan
mas, juga menggunakan asam cekala ini (Anonim, 2010).
Universitas Sumatera Utara
-
22
2.2 Kandungan Kimia
2.2.1 Minyak atsiri
Pada minyak atsiri yang bagian utamanya terpenoid. Zat inilah penyebab
wangi, harum, atau bau yang khas pada minyak tumbuhan. Secara ekonomi
senyawa tersebut penting sebagai dasar wewangian alam dan juga untuk rempah-
rempah serta sebagai senyawa cita-rasa di dalam industri makanan (Harbone,
1897).
2.2.2 Flavonoida
Flavonoida merupakan salah satu golongan fenol alam yang tersebar luas
pada tumbuhan hijau dan mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang
tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu dua cincin aromatik yang
dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk
cincin ketiga (Markham, 1988).
Flavonoida terdapat pada seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungus
sampai angiospermae yang mencakup banyak jenis pigmen yang umum dan
mempunyai peranan penting dalam tumbuhan, misalnya pada bunga sebagai
pigmen yang berperan dalam menarik burung dan serangga penyerbuk. Selain itu
ada beberapa senyawa flavonoida yang menyerap sinar ultraviolet yang juga
berperan dalam mengarahkan serangga (Robinson, 1995).
2.2.3 Tanin
Tanin adalah senyawa fenol yang tersebar luas pada tumbuhan
berpembuluh, biasanya terdapat pada daun, buah, kulit kayu atau batang. Tanin
tumbuhan dibagi menjadi dua golongan, yaitu tanin terkondensasi dan tanin
terhidrolisis. Kadar tanin yang tinggi mempunyai arti penting bagi tumbuhan
Universitas Sumatera Utara
-
23
yakni pertahanan bagi tumbuhan dan membantu mengusir hewan pemakan
tumbuhan. Tanin terkondensasi terdapat pada paku-pakuan, gimnospermae, dan
angiospermae, sedangkan tanin terhidrolisis penyebarannya terbatas pada
tumbuhan berkeping dua. Beberapa tanin terbukti mempunyai antioksidan dan
menghambat pertumbuhan tumor (Harborne, 1987).
2.2.4 Steroida dan Triterpenoida
Steroida merupakan suatu senyawa golongan triterpenoida yang
mengandung inti siklopentanoperhidrofenantren yaitu terdiri dari tiga cincin
sikloheksana dan sebuah cincin siklopentana (Harborne, 1987).
Triterpenoida adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik
yaitu skualena. Triterpenoida kebanyakan berupa alkohol, aldehid, asam
karboksilat dan umumnya berupa senyawa tanwarna, berbentuk kristal,
mempunyai titik leleh tinggi, dan bersifat optik aktif. Triterpenoida dapat dibagi
menjadi sekurang-kurangnya empat golongan senyawa yaitu triterpenoida
sebenarnya, steroida, saponin, dan glikosida jantung. Uji yang banyak digunakan
untuk mendeteksi senyawa ini adalah reaksi Lieberman-Burchard (Harborne,
1987).
Senyawa triterpenoida mempunyai berbagai macam aktifitas fisiologi
yaitu untuk penyakit diabetes, gangguan menstruasi, gangguan kulit, kerusakan
hati dan malaria (Robinson, 1995).
Universitas Sumatera Utara
-
24
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan menngunakan pelarut cair.
Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam
golongan minyak atsiri, alkaloida, flavonoida dan lain-lain. Dengan diketahuinya
senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut
dengan cara yang tepat (DitJen POM, 2000).
Pembagian metode ekstraksi menurut DiJen POM (2000) adalah :
A. Cara Dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan
(kamar).
Maserasi kinetik dilakukan dengan pengadukan yang kontinu (terus-
menerus). Remaserasi dilakukan dengan pengulangan penambahan pelarut setelah
dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru
sampai penyarian sempurna, umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.
Proses ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, dan
tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) yang terus menerus
sampai ekstrak yang diinginkan habis tersari. Tahap pengembangan bahan dan
maserasi antara dilakukan dengan maserasi serbuk menggunakan cairan penyari
Universitas Sumatera Utara
-
25
sekurang-kurangnya 3 jam, hal ini penting terutama untuk serbuk yang keras dan
bahan yang mudah mengembang.
B. Cara Panas
1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperature titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relativ konstan dengan adanya
pendingin balik.
2. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru,
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dan
jumlah pelarut relativ konstan dengan adanya pendingin balik.
3. Digesti
Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang
lebih tinggi dari temperatur ruangan yaitu pada temperature 40-50oC.
4. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
mendidih, temperatur terukur 96-98oC selama waktu tertentu (15-20 menit).
5. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (+ 30 menit) dan
temperatur sampai titik didih air.
Universitas Sumatera Utara
-
26
2.4 Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata bakterion (bahasa Yunani) yang berarti
tongkat atau batang. Sekarang namanya dipakai untuk menyebutkan sekelompok
mikroorganisme yang bersel satu, berbiak dengan pembelahan diri, serta demikian
kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop (Dwidjoseputro, 1987).
2.4.1 Klasifikasi bakteri
Berdasarkan bentuk morfologinya, maka bakteri dapat dibagi atas tiga
golongan (Dwidjoseputro, 1987), ysitu :
a. Golongan Basil
Golongan basil berbentuk serupa tongkat pendek, silindris. Basil dapat
bergandengan dua-dua, atau terlepas satu sama lain, yang bergandeng-gandengan
panjang disebut streptobasil, yang dua-dua disebut diplobasil.
b. Bentuk kokus
Golongan kokus merupakan bakteri yang bentuknya serupa bola-bola
kecil. Golongan ini tidak sebanyak golongan basil. Kokus ada yang bergandeng-
gandengan panjang berupa rantai, disebut streptokokus, ada yang bergandengan
dua-dua, disebut diplokokus, ada yang mengelompok berempat, disebut
tetrakokus, kokus yang mengelompok serupa kubus disebut sarsina.
c. Golongan Spiril
Golongan spiril merupakan bakteri yang bengkok atau berbengkok-
bengkok berupa spiral. Bakteri ini tidak banyak terdapat, karena itu merupakan
golongan yang paling kecil, jika dibandingkan dengan golongan kokus maupun
golongan basil.
Universitas Sumatera Utara
-
27
Jenis bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah Staphylococcus
epidermidis, Staphylococcuc aureus dan Pseudomonas aeruginosa.
a. Staphylococcus epidermidis
Sistematika bakteri Sthapylococcus epidermidis menurut (Breed, et al,
1957) adalah sebagai berikut :
Devisio : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacteriales
Suku : Micrococcaceae
Marga : Staphylococcus
Jenis : Staphylococcus epidermidis
Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri gram positif, aerob atau
anaerob fakultatif berbentuk bola atau kokus berkelompok tidak teratur, diameter
0,8 - 1,0 m tidak membentuk spora dan tidak bergerak, koloni berwarna putih
bakteri ini tumbuh cepat pada suhu 37oC. Koloni pada pembenihan padat
berbentuk bulat halus, menonjol, berkilau, tidak menghasilkan pigmen, berwarna
putih porselen sehingga Staphylococcus epidermidis disebut Staphylococcus
albus, koagulasi-negatif dan tidak meragi manitol (Jawetz et al, 2001).
b. Staphylococcus aureus
Sistematika bakteri Staphylococcus aureus menurut Bergey edisi ke-7
(Dwidjoseputro, 1987) adalah sebagai berikut :
Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
Universitas Sumatera Utara
-
28
Familia : Micrococcaceae
Genus : Staphylococcus
Species : Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, aerob atau
anaerob fakultatif berbentuk bola atau kokus berkelompok tidak teratur, diameter
0,8 1,0 m, tidak membentuk spora dan tifak bergerak, koloni berwarna kuning.
Bakteri ini tumbuh cepat pada suhu 370C tetapi paling baik membentuk pigmen
pada suhu 20-250C. koloni pada pembenihan padat berbentuk bulat halus,
menonjol dan berkilau membentuk berbagai pigmen. Bakteri ini terdapat pada
kulit, selaput lendir, bisul dan luka. Dapat menimbulkan penyakit melalui
kemampuannya berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan (Jawetz,
2001).
c. Pseudomonas aeruginosa
Sistematika bakteri Pseudomonas aeruginosa menurut (Breed, et al, 1957)
adalah sebagai berikut :
Divisio : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Pseudomonadales
Suku : Pseudomonodaceae
Marga : Pseudomonas
Jenis : Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri gram negatif aerob obligat
berbentuk batang, bergerak, berukuran sekitar diameter 0,5-1,0 x 3,0-4,0 m,
terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan kadang kadang membentuk rantai
Universitas Sumatera Utara
-
29
yang pendek. Pseudomonas aeruginosa membentuk koloni halus bulat dengan
fluoresensi kehijauan. Bakteri ini menghasilkan piosianin suatu pigmen kebiru
biruan yang tak berfluoresensi, yang berdifusi kedalam agar. Fluorensi dapat
dihasilkan bila biakan diinkubasi pada suhu 20 - 30o C dari pada yang diinkubasi
pada suhu 35 - 37o C (Jawetz et al, 2001).
Pseudomonas aeruginosa tersebar luas di alam biasanya terdapat di
lingkungan yang lembab. Bakteri ini menyebabkan penyakit bila pertahanan tubuh
inang abnormal. Dalam jumlah kecil, bakteri ini sering terdapat pada flora usus
normal dan kulit manusia. Bakteri ini ini menimbulkan infeksi pada luka bakar,
infeksi saluran kemih dan infeksi mata (Jawetz et al, 2001).
Bila suatu mikroorganisme ditanam pada media yang sesuai dalam waktu tertentu
akan tumbuh memperbanyak diri, maka dapat dilihat suatu grafik pertumbuhan
yang dapat dibagi dalam 4 fase menurut (Pratiwi, 2008; Dwidjoseputro, 1994)
yaitu:
1. Fase penyesuaian diri (lag phase)
Fase pertama ini mikroorganisme mengalami penyesuaian pada
lingkungan baru setelah pemindahan. Pada fase ini tidak terjadi
perkembangbiakan sel, yang ada hanya peningkatan ukuran sel dan aktivitas
metabolisme.
2. Fase pembelahan (log phase)
Fase kedua ini mikroorganisme berkembang dengan cepat yang jumlahnya
meningkat secara eksponensial. Fase ini berlangsung selama 18-24 jam.
3. Fase stasioner (stasionary phase)
Universitas Sumatera Utara
-
30
Fase ketiga terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang membelah
dengan jumlah sel yang mati. Hal ini terjadi karena akumulasi hasil metabolisme
yang toksis.
4. Fase kematian
Fase dimana jumlah sel yang mati meningkat dikarenakan keadaan
lingkungan seperti ketidaksediaan nutrisi dan akumulasi hasil metabolisme yang
toksik.
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dapat meliputi
temperatur, pH, tekanan osmotik, oksigen dan nutrisi dalam media pertumbuhan
(Pratiwi, 2008).
1. Temperatur
Pertumbuhan bakteri sangat dipengaruhi oleh temperatur. Setiap
mikroorganisme mempunyai temperatur optimum yaitu temperatur di mana terjadi
kecepatan pertumbuhan optimal dan dihasilkan jumlah sel yang maksimal.
Temperatur yang terlalu tinggi dapat menyebabkan denaturasi protein sedangkan
temperatur yang sangat rendah aktivitas enzim akan terhenti. Berdasarkan batas
temperatur dibagi atas tiga golongan:
a. psikrofil, tumbuh pada temperatur -5 sampai 30oC dengan optimum 10 sampai
20oC.
b. mesofil, tumbuh pada temperatur 10 sampai 45oC dengan optimum 20 sampai
40oC.
c. termofil, tumbuh pada termperatur 25 sampai 80oC dengan optimum 50 sampai
60oC (Pratiwi, 2008).
2. pH
Universitas Sumatera Utara
-
31
pH optimum bagi kebanyakan bakteri terletak antara 6,5 dan 7,5. Namun
ada beberapa mikroorganisme yang dapat tumbuh pada keadaan yang sangat asam
atau alkali (Pelczar dan Chan, 2006).
3. Tekanan osmosis
Osmosis merupakan perpindahan air melewati membran semipermeabel
karena ketidakseimbangan material terlarut dalam media. Medium yang baik
untuk pertumbuhan sel adalah medium isotonis terhadap sel tersebut. Dalam
larutan hipotonik air akan masuk ke dalam sel sehingga menyebabkan sel
membengkak, sedangkan dalam larutan hipertonik air akan keluar dari sel
sehingga membran plasma mengerut dan lepas dari dinding sel (plasmolisis)
(Pratiwi, 2008, Lay, 1996).
4. Oksigen
Berdasarkan kebutuhan oksigen dikenal mikroorganisme dibagi menjadi 5
golongan yaitu:
a. Anaerob obligat, hidup tanpa oksigen, oksigen toksik terhadap golongan ini.
b. Anaerob aerotoleran, tidak mati dengan adanya oksigen.
c. Anaerob fakultatif, mampu tumbuh baik dalam suasana dengan atau tanpa
oksigen.
d. Aerob obligat, tumbuh subur bila ada oksigen dalam jumlah besar.
e. Mikroaerofilik, hanya tumbuh baik dalam tekanan oksigen yang rendah
(Pratiwi, 2008).
5. Nutrisi
Nutrisi merupakan substansi yang diperlukan untuk biosintesis dan
pembentukan energi. Berdasarkan kebutuhannya, nutrisi dibedakan menjadi dua
Universitas Sumatera Utara
-
32
yaitu makroelemen (elemen yang diperlukan dalam jumlah banyak) dan
mikroelemen (trace element yaitu elemen nutrisi yang diperlukan dalam jumlah
sedikit) (Pratiwi, 2008).
Bahan nutrisi untuk pertumbuhan mikroorganisme terdapat pada media.
Media juga dapat digunakan untuk membedakan mikroorganisme dengan
mengetahui habitatnya (Pratiwi, 2008).
Bermacam-macam media pertumbuhan yaitu:
1. Media sintetik yaitu media yang komponen penyusunnya sudah diketahui,
2. Media kompleks yaitu media yang tersusun dari komponen yang secara kimia
tidak diketahui dan merupakan kebutuhan nutrisi mikroorganisme.
3. Media selektif adalah media yang mendukung pertumbuhan mikroorganisme
tertentu dengan menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya.
4. Media diferensial digunakan untuk membedakan kelompok mikroorganisme
dan dapat digunakan untuk identifikasi (Pratiwi, 2008, Lay, 1996).
2.4.2 Uji aktifitas antimikroba
Uji kepekaaan terhadap obat antimikroba pada dasarnya dapat dilakukan
melalui dua cara, yaitu :
a. Metode dilusi
Cara ini digunakan untuk menentukan KHM (kadar hambat minimum) dan
KBM (kadar bunuh minimum) dari obat antimikroba. Prinsip dari metode dilusi
adalah sebagai berikut :
Menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi media cair dan sejumlah
tertentu sel mikroba yang diuji. Kemudian masing-masing tabung diuji dengan
obat yang telah diencerkan secara serial. Seri tabung diinkubasi pada suhu 37oC
Universitas Sumatera Utara
-
33
selama 18-24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan pada tabung. Konsentrasi
terendah obat pada tabung yang ditunjukkan dengan hasil biakan yang mulai
tampak jernih (tidak ada pertumbuhan mikroba) adalah KHM dari obat.
Konsentrasi terendah obat pada biakan padat yang ditunjukkan dengan tidak
adanya pertumbuhan koloni mikroba adalah KBM dari obat terhadap bakteri uji
(Pratiwi, 2008).
b. Metode difusi
Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar dengan
menggunakan cakram kertas, cakram kaca, pencetak lubang. Prinsip metode ini
adalah mengukur zona hambatan pertumbuhan bakteri yang terjadi akibat difusi
zat yang bersifat sebagai antibakteri di dalam media padat melalui pencadang.
Daerah hambatan pertumbuhan bakteri adalah daerah jernih di sekitar cakram.
Luas daerah hambatan berbanding lurus dengan aktivitas antibakteri, semakin
kuat daya aktivitas antibakterinya maka semakin luas daerah hambatnya. Metode
ini dipengaruhi oleh banyak faktor fisik dan kimia, misalnya: pH, suhu, zat
inhibitor, sifat dari media dan kemampuan difusi, ukuran molekul dan stabilitas
dari bahan obat (Jawetz et al, 2001).
c. Metode turbidimetri
Ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan abtibiotik dan 9 ml
inokulum. Diinkubasikan pada suhu 30oC selama 3-4 jam. Setelah diinkubasi,
ditambahkan 0,5 ml formaldehid. Serapan diukur dengan sperktrofotometer pada
530 nm. Kadar antibiotik ditentukan berdasarkan perbandingan serapannya
terhadap serapan standar (Wattimena, 1991).
Universitas Sumatera Utara
-
34
Penetapan aktivitas antibioti secara in vitro selain berguna untuk
penetapan kadar dapat pula digunakan untuk menguji kepekaan suatu antibiotik
terhadap mikroba. Kepekaan mikroba terhadap antibiotik dapat dilihat dari
konsentrasi minimum untuk inhibisi oleh suatu antibiotik terhadap mikroba
tertentu. Penetapan konsentrasi minimum inhibisi dapat dilakukan dengan
menguji sederetan konsentrasi antibiotik yang dibuat dengan cara pengenceran,
metode yang digunakan dapat dengan cara turbidimetri atau difusi agar.
Konsentrasi minimum untuk inhibisi (KMI) (Wattimena, 1991).
2.5 Isolasi Minyak Atsiri
Minyak atsiri adalah zat cair yang mudah menguap bercampur dengan
persenyawaan padat yang berbeda dalam hal komposisi dan titik cairnya,
kelarutan dalam perlarut organik, dan kelarutan dalam air. Berdasarkan sifat
tersebut, minyak atsiri dapat di buat dengan beberapa cara, yaitu penyulingan,
ekstraksi dengan pelarut menguap (solvent extraction), ekstraksi dengan lemak
dingin (enfleurasi), ekstraksi dengan lemak panas (maserasi) dan pengepresan
(pressing) (Gunawan dan Mulyani, 2004).
2.5.1 Metode penyulingan
Penyulingan adalah proses pemisahan komponen yang berupa cairan atau
padatan dari 2 macam campuran atau lebih, berdasarkan perbedaan titik didih
uapnya. Dalam industri pengolahan minyak atsiri telah dikenal tiga macam sistem
penyulingan yaitu penyulingan dengan air, penyulingan dengan air dan uap, dan
penyulingan dengan uap (Ketaren,1985).
Universitas Sumatera Utara
-
35
2.5.1.1 Penyulingan dengan air
Pada metode ini bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air
mendidih. Bahan tersebut mengapung di atas air atau terendam secara sempurna
tergantung dari bobo jenis dan jumlah bahan yang di suling. Air dipanaskan
dengan panas langsung. Ciri khas dari metode ini adalah kontak langsung antara
bahan dengan air mendidih (Guenther,1990).
Pada metode ini, perbandingan jumlah air perebus dan bahan baku dibuat
berimbang, sesuai dengan kapasitas ketel. Bahan yang telah mengalami proses
pendahuluan seperti perajangan dan pelayuan dimasukkan dan dipadatkan.
Selanjutnya, ketel ditutup rapat agar tidak terdapat celah yang mengakibatkan uap
keluar. Uap yang dihasilkan dari perebusan air dan bahan dialirkan melalui pipa
menuju ketel kondensator yang mengandung air dingin sehingga terjadi
pengembunan (kondensasi). Selanjutnya,air dan minyak ditampung dalam tangki
pemisah. Pemisahan air dan minyak dilakukan berdasarkan perbedaan berat jenis
(Armando.R,2009).
Suatu keuntungan dari penggunaan sistem penyulingan ini selain
prosesnya yang cukup sederhana adalah baik digunakan untuk menyuling bahan
yang berbentuk tepung dan bunga- bungaan yang mudah membentuk gumpalan
jika kena panas. Kelemahan cara penyulingan air adalah komponen minyak yang
bertitik didih tinggi dan bersifat larut dalam air tidak dapat menguap secara
sempurna, sehingga komponen minyak yang dihasilkan tidak lengkap.Dan jika
tidak diawasi, bahan yang disuling dapat hangus karena suhu yang sangat tinggi
(Ketaren,1985).
Universitas Sumatera Utara
-
36
2.5.1.2 Penyulingan dengan air dan uap
Metode ini disebut juga dengan sistem kukus. Pada metode pengukusan
ini, bahan diletakkan di atas piringan atau plat besi berlubang seperti ayakan yang
terletak beberapa sentimeter di atas permukaan air. Pada prinsipnya, metode
penyulingan ini menggunakan uap bertekanan rendah. Air dimasukkan ke dalam
dasar ketel 1/3 bagian ketel. Selanjutnya, bahan dimasukkan ke dalam ketel suling
hingga padat dan ketel ditutup rapat. Saat air direbus dan mendidih, uap yang
terbentuk akan melalui sarangan lewat lubang- lubang kecil dan melewati celah-
celah bahan. Minyak atsiri dalam bahan pun akan ikut bersama uap panas tersebut
melalui pipa menuju ketel kondensator. Selanjutnya, uap air dan minyak akan
mengembun dan ditampung dalam tangki pemisah. Pemisahan air dan minyak
atsiri dilakukan berdasarkan berat jenis (Armando.R,2009).
Keuntungan menggunakan sistem penyulingan air dan uap adalah karena
penetrasi uap secara merata ke dalam jaringan bahan dan suhu dapat
dipertahankan sampai 100oC. Lama penyulingan relatif singkat, rendemen minyak
lebih besar dan mutunya lebih baik jika dibandingkan dengan minyak hasil
penyulingan air, dan bahan yang disuling tidak menjadi gosong ( Ketaren,1985).
Cara ini sangat baik digunakan pada bahan tumbuhan yang basah dan
kering. Bahan tumbuhan yang kering harus dimaserasi dahulu. Minyak atsiri yang
memiliki titik didih lebih kecil dari titik didih air akan tersuling tanpa mengalami
hidrolisis ( Guenther,1990).
2.5.1.3 Penyulingan dengan uap
Destilasi uap adalah isolasi senyawa kandungan menguap ( minyak atsiri)
dari bahan ( segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan
Universitas Sumatera Utara
-
37
parsial senyawa menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinu sampai
sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (minyak atsiri ikut
terdestilasi) menjadi destilat air bersama minyak atsiri yang memisah sempurna
atau memisah sebagian. Pada penyulingan ini, air sebagai sumbe uap panas
terdapat dalam wadah yang letaknya terpisah dari ketel penyuling. Bahan (
simplisia) benar- benar tidak tercelup ke air yang mendidih, namun dilewati uap
air sehingga minyak atsiri ikut terdestilasi. Uap yang dihasilkan mempunyai
tekanan lebih tinggi dari tekanan udara luar.( Armando.R,2009).
Universitas Sumatera Utara