chapter ii 1

36
BAB II PENGATURAN DAN PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA ANTARA YAYASAN PENDIDIKAN PANCA MITRA KARYA DENGAN PEMILIK GEDUNG SEKOLAH A. Pengertian Perjanjian Sewa Menyewa Perjanjian sewa menyewa adalah sebagai salah satu bentuk perjanjian yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan merupakan perjanjian timbal balik yang selalu mengacu kepada asas konsensualitas atau berdasarkan kesepakatan para pihak dan merupakan salah satu jenis perjanjian yang sering terjadi dalam kehidupan di masyarakat. 45 Perjanjian sewa menyewa pada dasarnya tergolong dalam jenis perjanjian untuk memberikan/menyerahkan sesuatu yang diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Pasal 1548 sampai dengan Pasal 1600). Berdasarkan ketentuan Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang dimaksud dengan sewa menyewa adalah : “Suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lain kenikmatan dari suatu barang selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya”. Dari defenisi Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat dilihat bahwa ada 3 (tiga) unsur yang melekat, yaitu: 45 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perjanjian dan Perikatan, (Jakarta : Pradya Paramita, 1987), hlm. 53. 28 Universitas Sumatera Utara

Upload: anisadenis2

Post on 01-Oct-2015

11 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • 28

    BAB II

    PENGATURAN DAN PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA MENYEWAANTARA YAYASAN PENDIDIKAN PANCA MITRA KARYA DENGAN

    PEMILIK GEDUNG SEKOLAH

    A. Pengertian Perjanjian Sewa Menyewa

    Perjanjian sewa menyewa adalah sebagai salah satu bentuk perjanjian yang

    diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan merupakan perjanjian

    timbal balik yang selalu mengacu kepada asas konsensualitas atau berdasarkan

    kesepakatan para pihak dan merupakan salah satu jenis perjanjian yang sering terjadi

    dalam kehidupan di masyarakat.45

    Perjanjian sewa menyewa pada dasarnya tergolong dalam jenis perjanjian

    untuk memberikan/menyerahkan sesuatu yang diatur dalam Buku III Kitab

    Undang-Undang Hukum Perdata (Pasal 1548 sampai dengan Pasal 1600).

    Berdasarkan ketentuan Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

    yang dimaksud dengan sewa menyewa adalah :

    Suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk

    memberikan kepada pihak yang lain kenikmatan dari suatu barang selama suatu

    waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak tersebut terakhir

    itu disanggupi pembayarannya.

    Dari defenisi Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat dilihat

    bahwa ada 3 (tiga) unsur yang melekat, yaitu:

    45 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perjanjian dan Perikatan, (Jakarta : Pradya Paramita, 1987),hlm. 53.

    28

    Universitas Sumatera Utara

  • 29

    a. Suatu persetujuan antara pihak yang menyewakan (pada umumnya pemilik

    barang) dengan pihak penyewa.

    b. Pihak yang menyewakan menyerahkan sesuatu barang kepada sipenyewa untuk

    sepenuhnya dinikmati.

    c. Penikmatan berlangsung untuk suatu jangka waktu tertentu dengan pembayaran

    sejumlah harga sewa yang tertentu pula.

    Untuk menunjukkan bahwa itu merupakan perjanjian sewa menyewa,

    maka penyewa yang diserahi barang yang dipakai, diwajibkan membayar harga sewa

    atau uang sewa kepada pemilik barang.

    Pada hakekatnya sewa menyewa tidak dimaksud berlangsung terus menerus,

    melainkan pada saat tertentu pemakaian dari barang tersebut akan berakhir dan

    barang akan dikembalikan lagi kepada pemilik semula, mengingat hak milik atas

    barang tersebut tetap berada dalam tangan pemilik semula.

    Adapun unsur waktu tertentu di dalam definisi yang diberikan dalam

    undang-undang dalam Pasal 1548 KUH Perdata tersebut tidak memberikan

    penjelasan mengenai sifat mutlaknya atau tidak adanya batas waktu, tetapi ada

    beberapa pasal lain dalam KUH Perdata yang menyinggung tentang waktu sewa :

    Pasal 1570 KUHPerdata.

    Jika sewa dibuat dengan tulisan maka sewa itu berakhir demi hukum, apabilawaktu yang ditentukan telah lampau, tanpa diperlukannya sesuatupemberhentian untuk itu.

    Pasal 1571 KUHPerdata.

    Universitas Sumatera Utara

  • 30

    Jika sewa tidak dibuat dengan tulisan maka sewa itu tidak berakhir padawaktu yang ditentukan, melainkan jika pihak lain hendak menghentikansewanya, dengan mengindahkan tenggang-tenggang waktu yang diharuskanmenurut kebiasaan setempat.

    Dari dua pasal tersebut, tampak bahwa di dalam perjanjian sewa menyewa

    batas waktu merupakan hal yang penting, dan meskipun dalam Pasal 1548 KUH

    Perdata tidak secara tegas dicantumkan adanya batas waktu tetapi undang-undang

    memerintahkan untuk memperhatikan kebiasaan setempat atau mengindahkan

    tenggang waktu yang diharuskan berdasarkan kebiasaan setempat.

    Perjanjian sewa menyewa termasuk dalam perjanjian bernama. Perjanjian ini

    adalah suatu perjanjian konsensuil, artinya perjanjian ini sudah sah dan mengikat

    pada detik tercapainya kesepakatan mengenai unsur-unsur pokoknya, yaitu barang

    dan harga. Peraturan tentang sewa menyewa ini berlaku untuk segala macam sewa

    menyewa, mengenai semua jenis barang, baik barang bergerak maupun tidak

    bergerak, yang memakai waktu tertentu maupun yang tidak memakai waktu tertentu,

    karena waktu tertentu bukan syarat mutlak untuk perjanjian sewa menyewa.46

    Menurut Subekti perjanjian sewa menyewa adalah :

    Suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk

    memberikan kepada pihak yang lain kenikmatan dari sesuatu barang, selama waktu

    tertentu dengan pembayaran sesuatu harga yang oleh pihak terakhir disanggupi

    pembayarannya.47

    46 R Subekti, Op. Cit, hlm. 1.47 R. Subekti, Op. Cit, hlm. 164.

    Universitas Sumatera Utara

  • 31

    Adapun pengertian perjanjian sewa menyewa menurut M. Yahya Harahap

    adalah sebagai berikut :

    Perjanjian sewa menyewa adalah persetujuan antara pihak yang menyewakan

    dengan pihak penyewa. Pihak yang menyewakan atau pemilik menyerahkan barang

    yang hendak disewa kepada penyewa untuk dinikmati sepenuhnya .48

    Sedangkan menurut kamus hukum, sewa menyewa adalah suatu persetujuan

    dimana pihak yang satu menyanggupi dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan

    kepada pihak yang lain agar pihak ini dapat menikmatinya untuk suatu jangka waktu

    tertentu dan atas penerimaan sejumlah uang tertentu pula, yang mana pihak yang

    belakangan ini sanggup membayarnya. Sedangkan menurut kamus besar

    Bahasa Indonesia sewa adalah pemakaian sesuatu dengan membayar uang.

    Jadi dari pengertian diatas, jelas bahwa pihak yang terlibat dalam perjanjian

    sewa-menyewa adalah pihak yang menyewakan dan pihak penyewa. Pihak yang

    menyewakan adalah orang atau badan hukum yang menyewakan barang atau benda

    kepada pihak penyewa, sedangkan pihak penyewa adalah orang atau badan hukum

    yang menyewakan barang atau benda dari pihak yang menyewakan.49 Sewa meyewa

    sama halnya dengan jual beli dan perjanjian-perjanjian lain pada umumnya adalah

    suatu perjanjian konsensual.

    Perjanjian sewa menyewa harus disesuaikan dengan syarat sahnya perjanjian

    dalam Pasal 1320 KUHPerdata, serta tiga unsur pokok yang harus ada dalam

    perjanjian sewa menyewa tersebut, yaitu :50

    48 M. Yahya Harahap, Op Cit, hlm.220.49 Salim. H.S, Hukum Kontrak, ( Jakarta : Sinar Grafika, 2010 ), hlm.59.50Idil Victor, Permasalahan Pokok Dalam Perjanjian Sewa Menyewa, dalam

    http://idilvictor.blogspot.com.html, diakses tanggal, 04 Maret 2012.

    Universitas Sumatera Utara

  • 32

    a. Unsur Essensialia, adalah bagian perjanjian yang harus selalu ada didalam

    suatu perjanjian, bagian yang mutlak, dimana tanpa adanya bagian

    tersebutperjanjian tidak mungkin ada. Unsur-unsur pokok perjanjian

    sewa menyewa adalah barang dan harga.

    b. Unsur Naturalia, adalah bagian perjanjian yang oleh Undang-Undang diatur,

    tetapi oleh para pihak dapat diganti, sehingga bagian tersebut oleh Undang-

    Undang diatur dengan hukum yang sifatnya mengatur atau menambah.

    c. Unsur Aksidentalia, adalah bagian perjanjian yang ditambahkan oleh para

    pihak. Undang-Undang sendiri tidak mengatur tentang hal tersebut, jadi

    hal yang diinginkan tersebut juga tidak mengikat para pihak karena memang

    tidak ada dalam Undang-Undang, bila tidak dimuat, berarti tidak mengikat.

    Klausula Aksidentalia yang berbentuk berdasarkan unsur Aksidentalia sebagai

    salah satu unsur pokok dari suatu perjanjian, mempunyai peranan yang penting dalam

    perjanjian sewa menyewa, karena dengan adanya klausula Aksidentalia yang dibuat

    dan disepakati sendiri oleh para pihak dapat melengkapi ketentuan-ketentuan yang

    belum diatur dalam peraturan perundang-undangan, peraturan Pemerintah maupun

    Hukum kebiasaan. Sehingga dapat terangkum dalam suatu perjanjian yang mengikat

    dan berlaku layaknya Undang-Undang bagi para pihak yang membuat dan

    menyepakati (facta surt servanda). Dengan demikian, perlindungan hukum bagi para

    pihak terutama pemilik atau pihak yang menyewakan akan lebih terjamin.51

    51 Rerry Aprillia, Hal-hal Yang Harus Ada di Dalam Perjanjian Sewa Menyewa, dalamhttp://www.docstoc.com, Diakses tanggal 04 Maret 2012.

    Universitas Sumatera Utara

  • 33

    Jika diperhatikan sewa menyewa ini merupakan suatu bentuk perjanjian yang

    bersifat perseorangan dari bukan perjanjian yang bersifat hak kebendaan yaitu dengan

    perjanjian sewa menyewa ini, kepemilikan terhadap rumah sewa tersebut tidaklah

    beralih kepada penyewa tapi tetap menjadi hak milik dari orang yang menyewakan.52

    R. Subekti menyatakan bahwa jika ada suatu perjanjian sewa menyewa rumahyang belum habis masa sewanya. Oleh pemilik rumah atau yang menyewakanmelakukan tindakan hukum menjual rumah yang disewakan tersebut, makapihak penyewa tidak berhak melakukan penuntutan ganti rugi. Namunsebaliknya, bila diperjanjikan secara tegas, maka pihak penyewa dapatmelakukan tuntutan hukum ganti rugi kepada pihak penyewa.53

    Sewa menyewa berbeda dengan jual beli dan pemakaian. Adapun perbedaan

    pokok antara jual beli dengan sewa menyewa :

    1). Pada sewa menyewa, hak menikmati barang yang diserahkan kepada penyewa,hanya terbatas pada suatu jangka waktu tertentu saja, sesuai dengan lamanyajangka waktu yang ditentukan didalam perjanjian. Pada jual beli, disamping hakpembeli untuk menikmati sepenuhnya tanpa jangka batas waktu tertentu,sekaligus terhadap barang yang dibeli tadi terjadi penyerahan hak milik kepadapembeli.

    2). Tujuan pembayaran sejumlah uang dalam sewa menyewa, hanya sebagai imbalanatas hak penikmatan benda yang disewa. Sedangkan pada jual beli, tujuanpembayaran harga barang oleh pembeli tiada lain untuk pemilikan barangyang dibeli.54

    Sedangkan perbedaan persewaan dengan pemakaian terletak pada masalah

    prestasi, yaitu :

    1). Pada sewa menyewa, untuk penggunaan penikmatan yang diberikan kepada

    si penyewa, si peenyewa tersebut harus menyerahkan kontraprestasi berupa

    sejumlah uang sewa.

    52 Qirom S. Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya,(Yogyakarta : Liberty, 1985), hlm.78.

    53 R Subekti, Op. Ci., hlm. 1.54 M. Yahya Harahap, Op. Cit, hlm. 220-221.

    Universitas Sumatera Utara

  • 34

    2). Sedangkan pada pemakaian, si pemakai tidak dibebani dengan suatu

    kontraprestasi. Pemakai diberi hak oleh pemilik untuk memakai dan menikmati

    barang secara cuma-cuma.

    1. Pengaturan Perjanjian Sewa Menyewa

    Istilah perjanjian di dalam Bab II Buku III Kitab Undang-Undang Hukum

    Perdata Pasal 1313 KUH Perdata menyebutkan bahwa suatu persetujuan adalah

    suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

    orang atau lebih. Dinamakan Perjanjian Obligator karena suatu perjanjian juga

    dinamakan persetujuan, karena dua pihak tersebut setuju untuk melakukan sesuatu.

    Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah

    sama artinya. Perkataan kontrak merupakan pengertian yang cenderung lebih sempit

    dari perjanjian, karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan dalam bentuk

    tertulis.55

    Berdasarkan berbagai pendapat mengenai perjanjian diatas, maka dapat

    disimpulkan bahwa perjanjian adalah:

    a. Adanya para pihak

    Para pihak dalam perjanjian sedikit ada dua orang yang disebut sebagai

    subyek perjanjian. Yang menjadi subyek perjanjian dapat dilakukan oleh

    orang maupun badan hukum yang mempunyai wewenang untuk melakukan

    perbuatan hukum seperti yang ditetapkan oleh undang-undang.

    b. Adanya persetujuan antara para pihak

    55 Sudikno Mertokusumo, Diktat Kursus Hukum Perikatan, (Ujung Pandang, 1988) hlm 1.

    Universitas Sumatera Utara

  • 35

    Persetujuan tersebut bersifat tetap yang dihasilkan dari suatu perundingan

    yang pada umumnya membicarakan syarat-syarat yang akan dicapai.

    c. Adanya tujuan yang akan dicapai

    Tujuan yang akan dicapai dalam perjanjian tidak bertentangan dengan

    ketertiban umum, kesusilaan dan undang-undang.

    d. Adanya prestasi yang akan dilaksanakan

    Prestasi adalah suatu hal yang harus dipenuhi oleh para pihak sesuai dengan

    syarat-syarat perjanjian.

    e. Adanya bentuk-bentuk tertentu

    Bentuk-bentuk tertentu yang dimaksud adalah secara lisan maupun tulisan,

    sehingga mempunyai kekuatan mengikat dan bukti yang kuat.

    f. Adanya syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian

    Munir Fuady berpendapat agar suatu perjanjian oleh hukum dianggap sah

    sehingga mengikat kedua belah pihak, maka kontrak tersebut haruslah memenuhi

    syarat-syarat tertentu yang digolongkan sebagai berikut:

    1. Syarat sah yang umum, yaitu :a. Syarat sah umum berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata terdiri dari

    1). Kesepakatan kehendak2). Wenang buat3). Perihal tertentu4). Kuasa yang legal

    b. Syarat sah umum di luar Pasal 1338 dan 1339 KUHPerdata yang terdiridari1). Syarat itikad baik2). Syarat sesuai dengan kebiasaan3). Syarat sesuai dengan kepatutan4). Syarat sesuai dengan kepentingan umum

    2. Syarat sah yang khusus terdiri dari

    Universitas Sumatera Utara

  • 36

    a. Syarat tertulis untuk perjanjian-perjanjian tertentub. Syarat akta notaris untuk perjanjian-perjanjian tertentuc. Syarat Akta pejabat tertentu yang bukan notaris untuk perjanjian-

    perjanjian tertentud. Syarat izin dari yang berwenang.56

    Perjanjian yang tidak memenuhi syarat subyektif yaitu tidak adanya

    kesepakatan mereka yang membuat perjanjian dan kecakapan membawa konsekuensi

    perjanjian yang dibuatnya itu dapat dibatalkan oleh pihak yang merasa dirugikan

    namun selama yang dirugikan tidak mengajukan gugatan pembatalan maka perjanjian

    yang dibuat itu tetap berlaku terus. Apabila syarat subyektif tidak dipenuhi yaitu tidak

    adanya hal tertentu dan sebab yang halal, perjanjian yang dibuat para pihak sejak

    dibuatnya perjanjian telah batal atau batal demi hukum.

    2. Perjanjian Sewa Menyewa Antara Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karyadan Pemilik Gedung Sekolah.

    Untuk melaksanakan suatu perjanjian, terlebih dahulu harus ditetapkan secara

    tegas dan cermat apa saja isi perjanjian / apa saja hak dan kewajiban para pihak. Pada

    dasarnya kontrak berawal dari perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan para pihak

    perumusan hubungan kontraktual tersebut diawali dengan proses negosiasi diantara

    pihak. Melalui negosiasi para pihak berupaya menciptakan bentuk-bentuk

    kesepakatan untuk saling mempertemukan sesuatu yang diinginkan ( kepentingan

    melalui proses tawar menawar ).57 Dalam tawar menawar tersebut menghasilkan

    kesepakatan antara kedua belah pihak sebagaimana identitas dua pihak dimuat pada

    56 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), (Bandung : Citra adityaBakti, 2001), hlm. 33.

    57 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersil,(Jakarta : Prenada Media Group, 2010 ), hal.1

    Universitas Sumatera Utara

  • 37

    kepala perjanjian sewa menyewa antara Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya

    dengan pemilik gedung sekolah yaitu :

    a. Pihak-Pihak.

    Dari hasil wawancara dengan pihak menyewakan pemilik gedung sekolah

    dengan pihak penyewa Ketua Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya, bahwa pihak

    pertama bernama Tuan SARTONO WIJAYA, dan pihak kedua TUAN SUKIWI

    TJONG, dalam hal ini pihak pertama menerangkan menyewakan satu unit

    bangunan sekolah, lengkap dengan barang-barang inventaris, yang terdiri dari

    bangku-bangku sekolah, meja guru dan papan tulis yang terdapat dimasing-masing

    kelas dari sekolah tersebut, demikian berikut saluran-saluran air dan listrik,

    serta hak-hak atas langganannya, terletak didalam Provinsi Sumatera Utara Kota

    Binjai, Kecamatan Binjai Kota, Kelurahan Kartini, kepada Pihak Kedua.58

    b. Objek Sewa Menyewa.

    Dalam perjanjian sewa menyewa ditemui adanya sesuatu yang menjadi objek.

    Pada dasarnya apa yang menjadi objek sewa menyewa adalah apa yang merupakan

    objek hukum. Jadi objek sewa menyewa adalah merupakan objek hukum.

    Yang dimaksud dengan objek hukum (recht subject) adalah : segala sesuatu yang

    bermanfaat dan dapat dikuasai oleh subjek hukum serta dapat dijadikan objek dalam

    suatu hubungan hukum.59

    58 Hasil Wawancar dengan Sartono Wijaya, Pemilik Gedung Sekolah Panca Mitra Karya BinjaiTertanggal 30 Maret 2012.

    59Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta : Liberty, 1999),hlm. 68.

    Universitas Sumatera Utara

  • 38

    Objek perjanjian sewa menyewa tersebut adalah 1(satu) unit bangunan

    sekolah berikut inventaris yang terdapat didalamnya. Jika pada waktu sewa menyewa

    ini berakhir, maka pihak kedua diwajibkan menyerahkan kembali apa yang

    disewanya tersebut dalam kedaan terpelihara baik, tanpa dihuni oleh siapapun serta

    dalam keadaan kosong, berikut dengan barang-barang inventaris yang berada dan

    terdapat disekolah tersebut kepada pihak pertama.

    Demikian pula halnya dengan yang terjadi dalam perjanjian sewa menyewa

    ini meliputi segala jenis benda baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak asal

    tidak dilarang oleh undang-undang dan ketertiban umum.60

    Peraturan tentang sewa menyewa, berlaku untuk segala macam sewa

    menyewa, mengenai semua jenis barang, baik barang bergerak maupun tidak

    bergerak yang memakai waktu tertentu maupun yang tidak memakai waktu tertentu,

    karena perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain

    atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.61

    Menurut Pasal 1549 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa semua jenis

    barang, baik yang tak bergerak, baik yang bergerak dapat disewakan.

    c. Uang Sewa.

    Selain hak yang dimiliki oleh penyewa untuk menempati gedung yang

    merupakan objek perjanjian, tentulah ada kewajiban yang harus dan wajib untuk

    dilakukan yaitu membayar uang sewa sesuai dengan kesepakatan.

    60Qirom S. Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Loc. Cit.61R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perjanjian dan Perikatan, (Jakarta : Pradya Paramita,

    1987), hlm. 4.

    Universitas Sumatera Utara

  • 39

    Selanjutnya Pihak Pertama dengan Pihak Kedua atas kesepakatan bersama,

    dimana uang sewanya boleh dibayar dua tahap yaitu jangka waktu sewa setahun

    Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dari jumlah uang yang mana sebagian yaitu

    sebesar Rp 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah) telah dibayar dengan tunai pada

    tanggal 5 agustus 2011 dan sisanya akan dilunasi oleh pihak kedua kepada

    pihak pertama pada saat berakhirnya sewa menyewa ini yaitu pada tanggal

    5 agustus 2012, maka dari itu dijelaskan jangka waktu berakhirnya sewa menyewa

    selama 1 tahun dari waktu yang telah ditentukan oleh kedua belah pihak.62

    Maka dari itu perjanjian sewa menyewa ini berarti kedua belah pihak telah

    menyetujui isi dan maksud perjanjian, dengan demikian perjanjian tersebut mengikat

    kedua belah pihak sebagaimana Undang-Undang.

    d. Masa Sewa.

    Pada prinsipnya, tidak terjadi suatu perjanjian sewa menyewa tanpa adanya

    batas waktu. Namun demikian tidak diwajibkan untuk semua perjanjian sewa

    menyewa menyebutkan batas waktunya secara jelas, misalnya Sewa menyewa

    dilangsungkan dari tanggal 1 Januari 2009 sampai tanggal 31 Desember 2010 dan

    sebagainya. Ketentuan dalam KUHPerdata dalam hal ini memperhatikan kebiasaan

    masyarakat tradisional dimana banyak terjadi perjanjian sewa menyewa hanya

    menentukan jumlah sewa pertahun atau perbulan bahkan sewa menyewa harian

    seperti misalnya persewaan hotel atau kendaraan.

    62 Hasil Wawancara dengan Sartono Wijaya, pemilik Gedung Sekolah Panca Mitra KaryaBinjai Tertanggal 30 Maret 2012.

    Universitas Sumatera Utara

  • 40

    Untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diharapkan timbul dikemudian

    hari dan mencegah penafsiran dan makna ganda, pencantuman Batas waktu

    yang jelas sangat diperlukan.

    Jangka waktu yang telah ditentukan didalam perjanjian sewa menyewa ini

    adalah selama 1 (satu) tahun lamanya, terhitung sejak tanggal 5 (lima) Agustus 2011

    (dua ribu sebelas) sampai 5 (lima) Agustus 2012. Jika salah satu pihak bermaksud

    untuk memperpanjang masa jangka waktu sewa menyewa ini, maka kehendaknya itu

    haruslah diberitahukan dan mendapat persetujuan dari pihak-pihak dalam jangka

    waktu 3 (tiga) bulan sebelum jangka waktu persewaan berakhir, hal ini sesuai dengan

    ketentuan perjanjian sewa menyewa tersebut.

    Jadi meskipun jangka waktu persewaan ini jelas disebutkan, para pihak tidak

    dapat dengan semena-mena untuk membatalkan perjanjian ini tanpa ada kesepakatan

    terlebih dahulu dari para pihak begitu juga halnya didalam melakukan perpanjangan

    jangka waktu sewa, haruslah terlebih dahulu memberitahukan kepada pihak-pihak

    sebelum jangka waktu perjanjian berakhir.

    e. Hak dan Kewajiban.

    Dalam perjanjian sewa menyewa tentu ada hak dan kewajiban yang harus

    dilaksanakan baik oleh pihak penyewa maupun pihak yang menyewakan.

    Kewajiban-kewajiban pihak penyewa maupun yang menyewakan telah diatur

    didalam KUHPerdata, Buku ke III Bab IV bagian kedua dan ketiga.

    Dalam Pasal 1550 BW, menentukan tiga macam kewajiban pihak yang

    menyewakan. Ketiga macam kewajiban tersebut merupakan kewajiban yang harus

    Universitas Sumatera Utara

  • 41

    dibebankan kepada pihak yang menyewakan, sekalipun hal tersebut tidak ditentukan

    dalam perjanjian. Ketiga macam kewajiban tersebut adalah :

    a. Kewajiban untuk menyerahkan barang yang disewa kepada pihak penyewa;

    b. Kewajiban pihak yang menyewa untuk memelihara barang yang disewa,

    selama waktu yang diperjanjikan sehingga barang yang disewa tersebut tetap

    dapat dipergunakan, dan dapat dinikmati sesuai dengan hajat yang dimaksud

    pihak penyewa;

    c. Pihak yang menyewakan wajib memberikan ketentraman kepada si penyewa,

    menikmati barang yang disewa selama perjanjian berlangsung.

    Sementara yang merupakan hak bagi pihak yang menyewakan adalah bahwa

    ia berhak atas harga yang telah disepakati dan menerima hasil pembayaran sewa

    tersebut.

    Sedangkan kewajiban pihak penyewa diatur dalam Pasal 1560, 1561, 1564

    dan 1566 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Secara garis besarnya dapat

    diuraikan sebagai berikut :

    a. Penyewa wajib melunasi uang sewa sesuai dengan jumlah dan waktu yang

    ditetapkan;

    b. Memelihara benda yang disewakan itu sebaik-baiknya dan mempergunakan

    benda tersebut menurut kegunaannya;

    c. Menanggung segala kerusakan yang terjadi selama masa sewa menyewa,

    kecuali ia dapat membuktikan bahwa kerusakan itu bukan karena

    kesalahannya, tetapi terjadi diluar kekuasaannya;

    Universitas Sumatera Utara

  • 42

    d. Harus mengembalikan barang yang disewa dalam keadaan seperti menerima

    barang tersebut.

    Dan merupakan hak penyewa adalah bahwa ia berhak untuk menggunakan

    atau menikmati objek sewa selama masa sewa menyewa berlaku.

    Selama itu hak penyewa dimaksud tidak hilang sekalipun objek dialihkan

    (dijual) kepada pihak ketiga, kecuali terjadinya pelepasan atau pembatalan perjanjian

    karena suatu sebab. Dalam Hukum Perdata dikenal suatu kaedah yang diatur dalam

    Pasal 1576 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi Jual beli tidak

    memutuskan sewa menyewa . Pasal ini memberikan kedudukan yang kuat bagi

    penyewa dalam memanfaatkan objek sewa.

    3. Kekuatan Hukum Atas Perjanjian Sewa Menyewa Gedung Yang DibuatDibawah Tangan.

    Dalam asas kebebsan berkontrak dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang

    Hukum Perdata (KUHPerdata), para pihak dalam membuat kontrak bebas untuk

    membuat suatu perjanjian, apapun isi dan bagaimana bentuknya. Pasal 1338

    KUHPerdata berbunyi :

    Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan Undang-Undang berlakusebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidakdapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, ataukarena alasan-alasan yang ditentukan oleh Undang-Undang. Persetujuan harusdilaksanakan dengan itikad baik.

    Bahwa Surat Perjanjian sewa atau kontrak gedung adalah yang terpenting

    dalam menjalankan suatu transaksi sewa menyewa. Surat Perjanjian sewa menyewa

    gedung bisa dibuat dibawah tangan ataupun notariil yakni dihadapan Notaris.

    Universitas Sumatera Utara

  • 43

    Dibawah tangan artinya dibuat para pihak (pemilik dan penyewa sendiri) dan

    umumnya diikut sertakan 2 (dua) orang saksi, sedangkan dihadapan Notaris artinya

    dibuat dan dilaksanakan dihadapan Notaris.

    Sedangkan pada dasarnya Perjanjian yang dibuat secara tertulis dibedakan

    menjadi 2 bagian yakni :

    1. Perjanjian di bawah tangan.

    2. Perjanjian Notariil disebut Akta Notaris.

    Menurut bentuknya Akta dapat dibedakan menjadi dua63, yaitu :

    a. Akta Autentik adalah Akta yang dibuat oleh atau dihadapkan Pejabat yang

    berwenang yang memuat tentang adanya peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar

    adanya hak atau perikatan dan mengikat bagi pembuatannya ataupun bagi pihak

    ketiga. Berdasarkan inisiatif pembuatannya, Akta Autentik dibagi menjadi 2,

    yaitu:

    1. Akta Pejabat ( Akte Amtelijke ).

    Akta yang inisiatif pembuatannya dari pejabat yang bersangkutan

    (dibuat oleh pejabat). Contoh Akta Kelahiran.

    2. Akta Para Pihak ( Acte Partij )

    Akta yang inisitif pembuatannya dari para pihak dihadapan Pejabat yang

    berwenang. Contoh Akta sewa menyewa.

    Akta Autentik mempunyai kekuatan yang sempurna dan mengikat, artinya :

    63 Sudikno Mertokusumo. Hukum Acara Perdata Indonesia. (Edisi ke-3, Yogyakarta :Liberty.1998) Hal.116.

    Universitas Sumatera Utara

  • 44

    1. Sempurna : bahwa untuk membuktikan akta itu sempurna/tidak,

    atau benar/tidak, cukup dibuktikan dengan akta itu sendiri

    dengan kata lain tidak memerlukan pembuktian dengan alat

    bukti lainnya.

    2. Mengikat : bahwa hakim harus menguji kebenaran isi akta autentik itu

    sendiri kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.

    b. Akta dibawah tangan adalah Akta yang pembuatannya dilaksanakan sendiri oleh

    para pihak atau tidak ada campur tangan dari Pejabat. Akta dibawah tangan ini

    mempunyai kekuatan pembuktian berdasarkan pengakuan dari pihak-pihak yang

    membuatnya, artinya kekuatan akta dibawah tangan ini dapat dipersamakan

    kekuatannya dengan akta autentik bila dalam hal pembuktiannya oleh para

    pembuat akta dibawah tangan mengakui atau membenarkan apa yang

    ditandatangani. Dengan demikian maka bila didalam akta autentik tidak perlu

    persetujuan dari pihak tertentu, namun didalam akta dibawah tangan memerlukan

    persetujuan dari pihak tertentu. Oleh karena itu , perbedaan antara akta dibawah

    tangan dengan akta autentik adalah terletak pada ada atau tidaknya campur

    tangan dari Pejabat yang berwenang.

    Perjanjian bawah tangan adalah perjanjian perjanjian yang hanya dibuat

    oleh para pihak sendiri, sedangkan Akta Notaris adalah perjanjian yang dibuat

    dihadapan Notaris.

    Perbedaan antara keduanya adalah pada kekuatan hukumnya. Perjanjian yang

    dibuat dalam Akta Notaris mempunyai kekuatan hukum sempurna, karena dibuat

    Universitas Sumatera Utara

  • 45

    dalam bentuk Akta Otentik. Yang artinya apa yang tercantum dalam akta tersebut

    harus dianggap benar adanya sampai ada pihak (biasanya pihak lawan) yang dapat

    membuktikan bahwa apa yang tercantum dalam akta tersebut tidak benar. Jadi

    pembuktian sebaliknya terhadap isi akta tersebut dibebankan kepada pihak yang

    mengklaim bahwa apa yang termuat didalam isi akta tersebut tidak benar.

    Sedangkan dalam perjanjian dibawah tangan, maka para pihak akan saling

    beradu argument dan beradu bukti untuk membuktikan manakah yang benar dan

    semua akan tergantung pada penilaian Hakim. Sehingga dari sini dapat disimpulkan

    bahwa Akta Notaris memang lebih memiliki kekuatan pembuktian yang lebih kuat

    dari pada hanya sekedar perjanjian dibawah tangan.

    Perbedaan terbesar antara Akta Otentik dan Akta yang dibuat dibawah tangan

    ialah :64

    a. Akta Otentik mempunyai tanggal yang pasti (perhatikan bunyi psl.1 P.J.N

    yang menyatakan menjamin kepastian tanggalnya dan seterusnya ),

    sedangkan mengenai dari tanggal dari akta yang dibuat dibawah tangan tidak

    selalu demikian;

    b. Grosse dari akta otentik dalam beberapa hal mempunyai kekuatan eksekutorial

    seperti putusan hakim, sedangkan akta yang dibuat dibawah tangan tidak

    pernah mempunyai kekuatan eksekutorial;

    64 G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta : PT.Gelora Aksara Pratama,1983, hlm.54

    Universitas Sumatera Utara

  • 46

    c. Kemungkinan akan hilangnya akta yang dibuat dibawah tangan lebih besar

    dibandingkan dengan akta otentik.

    Perjanjian sewa-menyewa antara Yayasan Panca Mitra Karya dengan pemilik

    gedung sekolah merupakan perjanjian kontraktual yang dilakukan dibawah tangan

    yang dilegalisasi oleh Notaris dan sah secara hukum menurut KUHPerdata, sepanjang

    memenuhi syarat sah Pasal 1320 KUHPerdata. Perjanjian sewa-menyewa ini dibuat

    dibawah tangan dan dilegalisasi oleh Notaris didasari oleh efesiensi waktu, biaya,

    itikad baik dari para pihak dan saling adanya kepercayaan. Sebagaimana hasil

    wawancara Penulis dengan kedua belah pihak baik Ketua Yayasan maupun Pemilik

    gedung sekolah bahwa perjanjian sewa-menyewa ini dilengkapi dengan surat

    pendukung seperti : KTP, Surat Tanah, Akta Pendirian Yayasan dan sejauh ini

    belumpernah terjadi wanprestasi pada pihak penyewa.65

    Pengertian dari Akta dibwah tangan adalah akta yang dibuat sendiri oleh

    pihak-pihak yang berkepentingan tanpa bantuan Pejabat Umum.66

    Menurut Pasal 1 Stb 1867 No.29, Pasal 286 RBg daan Pasal 1878

    KUHPerdata, Surat-Surat, Daftar, Catatan mengenai rumah tangga dan Surat-Surat

    lainnya yang dibuat tanpa bantuan seorang Pejabat Umum yang berwenang,

    termasuk kedalam bentuk akta dibawah tangan. Akta dibawah tangan hanya

    mempunyai kekuatan pembuktian materiil saja, sehingga untuk mempunyai kekuatan

    65 Hasil Wawancara dengan Sukiwi Tjong, Ketua Yayasan Panca Mitra Karya Binjai danTuan Sartono Wijaya Pemilik Gedung Sekolah, pada Tanggal 15 April 2012.

    66 Riduan Syahrani, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan, (Jakarta : PustakaKartini, 1977), hlm.62

    Universitas Sumatera Utara

  • 47

    pembuktian yang sempurna harus diakui oleh kedua pihak yang membuatnya atau

    dikuatkan lagi dengan alat bukti lainnya.

    Akta dibawan tangan tidak mempunyai daya bukti lahir karena selain tidak

    dibuat dihadapan ataupun oleh Pejabat-Pejabat yang berwenang maka tanggal

    dibuatnya akta dibawah tangan itupun dapat dibuat sesuka hati yang membuatnya.

    Undang-Undang beranggapan bahwa tiap-tiap orang yang menandatangani

    suatu akta dibawah tangan, telah menyadari dan mengetahui bukan saja isi akta,

    tetapi akibat dari penandatanganannya. Tetapi sebaliknya, bagi para ahli warisnya

    ataupun orang yang memperoleh hak dari padanya, tidaklah demikian halnya.

    Suatu Akta dibawah tangan berdaya bukti formil, jika yang bertanda tangan

    pada Akta itu menerangkan bahwa benar apa yang tertulis didalam Akta sesuai

    dengan apa yang diterangkannya. Adapun daya bukti materil yang juga ada pada akta

    dibawah tangan, lingkungannya juga terbatas dan tidak ada perbedaannya dengan

    Akta Otentik. Dengan demikian dapat diketahui bahwa perbedaan yang pokok antara

    Akta Notari dengan Akta yang dibawah tangan adalah cara pembuatannya atau

    cara terjadinya akta tersebut. Apabila Akta Notaris, cara pembuatannya / terjadinya

    Akta tersebut dilakukan oleh atau dihadapan Pegawai Umum dalam hal ini Notaris,

    maka untuk Akta dibawah tangan cara pembuatannya / terjadinya tidak dilakukan

    oleh atau dihadapan Pegawai Umum, tetapi cukup pihak yang berkepentingan saja.

    Dalam isi perjanjian sewa-meyewa antara pihak Yayasan selaku penyewa

    dengan Pemilik Gedung Sekolah selaku pihak yang menyewakan mengatur tentang

    hak dan kewajiban para pihak, objek perjanjian, harga sewa dan cara pembayarannya,

    Universitas Sumatera Utara

  • 48

    jangka waktu sewa-menyewa, dan hal-hal lain yang sesuai dengan perjanjian

    sewa-menyewa pada umumnya.

    Menurut sudut pandang hukum, perjanjian standar tersebut adalah sah asalkan

    sudah memenuhi ketentuan Pasal 1320 KHUPerdata sebagaimana disebutkan diatas.

    Apabila para pihak telah menandatangani perjanjian secara hukum dianggap sudah

    menyetujui atau menyepakati isinya. Dengan demikian dalam perjanjian standar,

    tanda tangan merupakan tanda kesepakatan.

    Perjanjian sewa-menyewa yang dibuat pada akta tertulis dibawah tangan

    berfungsi sebagi alat bukti sah dan dapat dipergunakan untuk melakukan tuntutan

    apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi. Namun apabila disangkal oleh para

    pihak, maka pihak yang tidak menyangkal harus membuktikan kebenaran mengenai

    apa yang tertulis pada akta dibawah tangan tersebut. Hal ini tentu merupakan salah

    satu resiko dari suatu Akta dibawah tangan. Dalam perjanjian sewa-menyewa antara

    Yayasan dengan Pemilik Gedung Sekolah ini, Surat Perjanjian sewa-menyewa dibuat

    dibawah tangan dan dilegalisasi oleh Notaris, menurut kedua belah pihak karena

    adanya itikad baik, efesiensi waktu (jangka waktu sewa) dan para pihak berpendapat

    perjanjian yang mereka buat secara bawah tangan dilegalisasi oleh Notaris sudah sah

    dan mengikat antara para pihak dan juga sebagai bukti yang kuat.

    Legalisasi dalam pengertian sebenarnya adalah membuktikan bahwa dokumen

    yang dibuat oleh para pihak itu memang benar-benar ditanda tangani oleh para pihak

    yang membuatnya. Oleh karena itu diperlukan kesaksian seorang Pejabat Umum yang

    diberikan wewenang untuk itu yang dalam hal ini adalah Notaris untuk menyaksikan

    Universitas Sumatera Utara

  • 49

    penandatanganan tersebut pada tanggal yang sama dengan waktu penandatanganan

    itu. Dengan demikian legalisasi itu adalah melegalize dikumen yang dimaksud

    dihadapan Notaris dengan membuktikan kebenaran tandatangan penandatanganan

    dan tanggalnya.

    Ada kalanya yang dibuat dibwah tangan itu, para pihak kurang puas kalau

    tidak dicapkan di Notaris. Notaris dalam hal ini dapat saja membubuhkan cap pada

    Akta-Akta dibawah tangan itu. Sebelum membubuhkan cap Notaris, diberi nomor

    dan tanggal, nomor mana yang harus dicatat dalam buku(Daftar Akta), kemudian

    diberikan kata-kata dan ditandatangani oleh Notaris.

    Untuk keperluan legalisasi itu, maka para penandatanganan Akta itu harus

    datang menghadap Notaris, tidak boleh ditandatangani sebelumnya di rumah.

    Kemudian Notaris memeriksa tanda kenal, yaitu KTP atau tanda pengenal lainnya.

    Pengertian kenal itu lain dengan pengertian sehari-hari, yakni Notaris harus mengerti

    benar sesuai dengan kartu kenalnya, dia memang orangnya, yang bertempat tinggal di

    alamat kartu itu, gambarnya cocok. Sesudah diperiksa cocok, kemudian Notaris

    membacakan akta dibawah tangan itu dan menjelaskan isi dan maksud surat dibawah

    tangan itu.

    Mengenai tata cara legalisasi yang memenuhi syarat menurut bunyi

    pasal 1874 a KUHPerdata :

    a. Penandatangan akta (para pihak) dikenal atau diperkenalkan kepada Notaris.b. Sebelum Akta ditandatangani oleh para penghadap, Notaris terlebih dahulu

    harus membacakan isinya.c. Kemudian akta tersebut ditanda tangani para penghadap dihadapan Notaris.

    Universitas Sumatera Utara

  • 50

    Sebagai yang ditugaskan untuk memberikan pengesahan (legalisasi) dan

    melakukan pendaftaran (waarmerking) surat-surat dibawah tangan dalam

    buku register, selain Notaris yang mempunyai kewenangan yang sama-sama

    untuk itu adalah Ketua Pengadilan Negeri, Wali Kota, Bupati dan

    Kepala Kewedaan.67

    Dalam kenyataan yang terjadi dimasyarakat, sebagian dari masyarakat kurang

    menyadari pentingnya suatu dokumen sebagai alat bukti sehingga kesepakatan

    diantara para pihak cukup dilakukan dengan rasa saling kepercayaan dan dibuat

    secara lisan terutama pada masyarakat yang masih diliputi oleh adat kebiasaan yang

    kuat, untuk peristiwa-peristiwa yang penting dibuktikan dengan kesaksian dari

    beberapa orang saksi, biasanya yang menjadi saksi-saksi untuk peristiwa-peristiwa itu

    ialah tetangga-tetangga, teman-teman sekampung atau pegawai desa.

    Sesungguhnya didalam kesaksian dengan mempergunakan beberapa saksi

    tersebut terdapat kelemahan-kelemahan, apabila terdapat suatu peristiwa yang harus

    dibuktikan kebenarannya, dalam hal ini terjadi sengketa antara pihak-pihak yang

    berkepentingan, maka saksi-saksi itulah yang akan membuktikan kebenarannya

    dengan memberikan kesaksiannya.

    Pasal 15 ayat 2 huruf a UUJN yang mengatur tentang legalisasi berbunyi :

    Notaris berwenang mengesahkan tandatangan dan menetapkan kepastiantanggal surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus .

    67 A.Kohar, Notaris Berkomunikasi, (Bandung : Alumni, 1984), hlm.36.

    Universitas Sumatera Utara

  • 51

    Notaris dalam memberi legalisasi, membubuhkan tanggal dan keterangan

    bagian bawah dari surat itu, dengan mencantumkan keterangan yang berbunyi :

    Nomor...../LEG/IV/2012Saya yang bertanda tangan dibawah ini....., Notaris di.....Menerangkanbahwa isi surat ini telah saya bacakan dan terangkan kepada ....yang sayaNotaris kenal/diperkenalkan kepada saya Notaris dan sesudah itu maka........membubuhkan tandatangan/cap jarinya diatas surat ini dihadapan saya,Notaris.

    Berdasarkan ketentuan Pasal 56 ayat (3) UUJN, Surat dibawah tangan yang

    disahkan atau dilegalisasi oleh Notaris wajib diberi teraan cap / stempel serta paraf

    atau tanda tangan Notaris. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa dengan

    dilegalisasinya Surat dibawah tangan itu, Surat itu memperoleh kedudukan sebagai

    Akta Otentik.

    Dengan kata lain Surat itu dianggap seolah-olah dibuat oleh atau dihadapan

    Notaris. Surat dibawah tangan sekalipun telah mendapat legalisasi dari Notaris

    tetaplah merupakan Surat yang dibuat dibawah tangan. Legalisasi adalah

    pengesahan Surat yang dibuat dibawah tangan .68

    Terhadap Surat dibawah tangan yang dilegalisasi oleh Notaris, maka Notaris

    bertanggung jawab atas 4 (empat) hal :69

    a. Identitas1. Notaris berkewajiban meneliti identitas pihak-pihak yang akan

    menandatangani Surat/Akta dibawah tangan (KTP, Paspor, SIM, ataudiperkenalkan oleh orang lain.

    2. Meneliti apakah cakap untuk melakukan perbuatan hukum.3. Meneliti apakah pihak-pihak yang berwenang yang menandatangani

    Surat/Akta.

    68 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Bandung:Sinar Grafika,2005), hlm.597.69 H.M. Imron, Legalisasi Harus Dilengkapi Saksi, Renvoi Nomor 10/34 April 2006, hlm.1

    Universitas Sumatera Utara

  • 52

    b. Isi Akta Notaris wajib membacakan isi Akta kepada pihak-pihak danmenanyakan apakah benar isi akta yang demikian yang dikehendaki pihak-pihak.

    c. Tandatangan.Mereka harus menandatangani dihadapan Notaris.

    d. TanggalMembubuhi tanggal pada Akta dibawah tangan tersebut kemudian dilakukanke buku daftar yang telah disediakan untuk itu.

    Adapun tujuan dari legalisasi atas penandatanganan Akta dibawah tangan

    adalah :70

    a. Agar terdapat kepastian atas kebenaran tanda tangan yang terdapat dalamAkta, dan juga kepastian atas kebenaran bahwa tanda tangan itu adalah benarsebagai tanda tangan para pihak :

    b. Dengan demikian, para pihak pada dasarnya tidak leluasa lagi untuk menandatangan yang terdapat pada Akta.

    Dengan telah dilegalisasi Akta dibawah tangan, maka bagi Hakim telah

    diperoleh kepastian mengenai tanggal dan identitas dari pihak yang mengadakan

    perjanjian tersebut serta tanda tangan yang dibubuhkan dibawah Surat itu benar

    berasal dan dibubuhkan oleh orang yang namanya tercantum dalam Surat itu dan

    orang yang membubuhkan tandatangannya dibawah Surat itu tidak lagi dapat

    mengatakan bahwa para pihak atau salah satu pihak tidak mengetahui apa isi surat itu,

    karena isinya telah dibacakan dan dijelaskan terlebih dahulu sebelum para pihak

    membubuhkan tandatangan dihadapan Pejabat Umum tersebut.

    Untuk mencover perjanjian agar benar-benar aman, maka memang diperlukan

    perjanjian yang dibuat dalam bentuk Akta Notaris. Agar kelak dikemudian hari,

    manakala terjadi sengketa terhadap persoalan tersebut, maka pihak pembuat akan

    70 Yahya Harapan, Op Cit, hlm.597

    Universitas Sumatera Utara

  • 53

    lebih mendapatkan kepastian Hukum. Namun hal ini bukan berarti perjanjian yang

    dibuat secara bawah tangan kehilangan daya mengikatnya. Perjanjian bawah tangan

    tetap menjadi salah satu alat bukti yang sah untuk berpekara di Pengadilan.

    Hanya yang perlu menjadi pertimbangan adalah bahwa kekuatan Hukum yang

    mengikutinya akan berbeda dengan apabila perjanjian itu dibuat dalam bentuk Akta

    Notariil. Yang diperlukan hanya mempertimbangkan apakah kira-kira resiko akibat

    apabila perjanjian itu dibuat dibawah tangan membawa implikasi yang significan atau

    tidak, apabila perjanjian itu hanya perjanjian-perjanjian ringan yang memiliki

    resiko lebih sedikit, maka silahkan saja dibuat dalam bentuk perjanjian bawah tangan.

    Namun apabila beresiko lebih besar, maka hendaklah dibuat dalam bentuk

    Notariil Akta, Sehingga kepastian Hukumnya lebih terjaga. Para pihak yang terlibat

    mengutarakan maksudnya masing-masing kepada Notaris dan Notaris yang akan

    membuat Aktanya, kemudian Akta akan dibacakan dan setelah itu akan

    ditandatangani oleh para pihak jika semua kehendak para pihak tersebut sudah benar.

    Jadi dari berbagai segi memang ada perbedaan antara Akta bawah tangan dan

    Akta Notaris. Masalah perlu atau tidaknya semua perjanjian dibuat dalam Akta

    Notaris, tentunya itu sangat bergantung pada kepentingan para pihak dan kehendak

    para pihak masing-masing.

    Dalam hal ini sekalipun sama-sama secara tertulis akan tetapi sangat

    dianjurkan untuk dibuat secara Notariil. Karena terdapat perbedaan kekuatan

    (Hukum) pembuktiannya, secara gampangnya yang dibuat dibawah tangan sangat

    mudah disangkal, sedangkan Notaris adalah Pejabat yang telah disumpah demikian

    Universitas Sumatera Utara

  • 54

    Akta yang dibuat dihadapannya mempunyai kekuatan Hukum yang kuat. Siapa yang

    menyangkal isi Akta Notariil haruslah mengajukan kontra bukti yang sangat kuat

    barulah dapat melumpuhkan kekuatan Akta Notariil.

    B. Kedudukan Yayasan Sebagai Badan Hukum Menurut Undang-UndangNomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan

    Pertumbuhan Badan Hukum Yayasan cukup pesat dalam masyarakat

    Indonesia. Keberadaan yayasan pada dasarnya merupakan pemenuhan kebutuhan

    bagi masyarakat yang menginginkan adanya wadah atau lembaga yang bersifat dan

    bertujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Dengan adanya yayasan, maka segala

    keinginan sosial, keagamaan dan kemanusiaan itu dapat diwujudkan di dalam suatu

    lembaga yang telah diakui dan diterima keberadaannya. Bahkan ada pendapat

    mengatakan bahwa yayasan merupakan nirlaba, artinya tujuannya bukan mencari

    keuntungan, melainkan melaksanakan sesuatu yang bersifat amal.

    Namun tidak semua yayasan yang ada dalam masyarakat itu didaftarkan untuk

    menjadikannya suatu badan hukum menurut peraturan yang berlaku. Di Indonesia

    kegiatan sosial kemanusiaan yang dilakukan Yayasan diperkirakan muncul dari

    kesadaran masyarakat kalangan mampu yang memisahkan kekayaannya untuk

    membantu masyarakat yang mengalami kesusahan. Adapun alasan mereka memilih

    mendirikan yayasan karena jika dibandingkan dengan bentuk badan hukum lain yang

    hanya terkonsentrasi pada bidang ekonomi dan usaha, yayasan dinilai lebih memilih

    ruang gerak untuk menyelenggarakan kegiatan sosial seperti pendidikan, kesehatan

    Universitas Sumatera Utara

  • 55

    serta keagamaan yang pada umumnya belum ditangani oleh badan badan hukum

    lain.71

    Sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan, sebagai badan hukum

    (recht persoon) yayasan sudah sejak lama diakui dan tidak diragukan. Meskipun

    belum ada undang-undang yang mengaturnya. Dalam lalu lintas hukum sehari-hari

    yayasan diperlakukan sebagai legal entity.72

    Umumnya yayasan selalu didirikan dengan akta notaris sebagai syarat bagi

    terbentuknya suatu yayasan. Namun ada juga yayasan yang didirikan oleh

    badan-badan pemerintah dilakukan atau dengan suatu Surat Keputusan dari pihak

    yang berwenang untuk itu atau dengan akta notaris. Didalam akta notaris yang dibuat

    tersebut dimuat ketentuan tentang pemisahan harta kekayaan oleh pendiri Yayasan,

    yang kemudian tidak boleh lagi dikuasai oleh pendiri.

    Selama ini beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku hanya

    menyebutkan mengenai Yayasan tanpa menjelaskan atau mengatur tentang

    pengertian Yayasan, seperti yang terdapat dalam Pasal 365, Pasal 899, Pasal 900 dan

    Pasal 1680 KUHPerdata. Didalam pasal-pasal ini sama sekali tidak memberikan

    pengertian tentang Yayasan.

    Agar pengertian yayasan tidak menyimpang maka Pemerintah mengeluarkan

    Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004

    71 Arie Kusumastuti dan Maria Suhardiadi, Hukum Yayasan Di Indonesia, (Jakarta :PT. Abadi, 2003), hlm. 1.

    72 Setiawan,, Tiga Aspek Yayasan, (Varia Peradilan Tahun V, No. 55, April, 1995), hlm.112.

    Universitas Sumatera Utara

  • 56

    tentang Yayasan. Pengertian yayasan pada Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor

    16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 menyatakan bahwa :

    Yayasan adalah suatu badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang

    dipisahkan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan

    kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.

    Setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang

    Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, maka penentuan status badan hukum

    yayasan harus mengikuti ketentuan yang ada didalam undang-undang tersebut.

    Dalam undang-undang tersebut menyatakan bahwa yayasan memperoleh status badan

    hukum setelah akta pendirian memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak

    Azasi Manusia.

    Dengan ketentuan tersebut dapat diketahui Yayasan menjadi badan hukum

    karena undang-undang atau berdasarkan undang-undang bukan berdasarkan sistem

    terbuka yaitu berdasarkan pada kebiasaan, dokrin dan yurisprudensi. Modal awalnya

    berupa kekayaan pendiri yang dipisahkan dari kekayaan pribadinya yang lain.

    Memiliki tujuan tertentu yang merupakan konkretisasi nilai-nilai keagamaan,

    sosial dan kemanusiaan, tidak memiliki anggota.73

    Yayasan sebagai suatu badan hukum, memiliki hak dan kewajiban yang

    independen, yang terpisah dari hak dan kewajiban orang atau badan yang mendirikan

    73 Chatamarrasjid Ais, Badan Hukum Yayasan Edisi Revisi, (Bandung : PT.Citra AdityaBakti, 2006), hlm. 2.

    Universitas Sumatera Utara

  • 57

    Yayasan, maupun para Pengurus serta organ yayasan lainnya.74 Yayasan merupakan

    suatu badan yang melakukan berbagai kegiatan yang bersifat sosial dan mempunyai

    tujuan idiil.75

    Yayasan dipandang sebagai subyek hukum karena memenuhi hal - hal sebagai

    berikut : 76

    1. Yayasan adalah perkumpulan orang.2. Yayasan dapat melakukan perbuatan hukum dalam hubungan hukum.3. Yayasan mempunyai harta kekayaan sendiri.4. Yayasan mempunyai pengurus.5. Yayasan mempunyai maksud dan tujuan.6. Yayasan mempunyai kedudukan hukum (domisili) tempat.7. Yayasan dapat digugat atau menggugat di muka pengadilan.

    Sehingga dari unsur-unsur yang tersebut di atas dapat diberikan suatu

    kesimpulan bahwa Yayasan memenuhi syarat sebagai badan hukum dimana Yayasan

    memiliki harta kekayaan sendiri, dapat melakukan perbuatan hukum dalam hubungan

    Hukum, memiliki maksud dan tujuan serta unsur-unsur lainya sehingga Yayasan

    persamakan statusnya dengan orang-perorangan.

    Sekalipun sudah ditentukan status badan Hukumnya suatu Yayasan yang

    pendiriannya sesuai Pasal 9 ayat 122 yang berbunyi :

    a. Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan

    sebagian harta kekayaan pendirinya sebagai kekayaan awal.

    b. Pendirian yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan

    dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia.

    74 Gunawan Wijaya, Yayasan di Indonesia Suatu Panduan Komprehensif, (Jakarta : ElexMedia Komputindo, Kelompok Gramedia, 2002), hlm. .4

    75 I.G.Rai Widjaya, Hukum Perusahaan, (Jakarta : Kesaint Blanc, 2002), hlm. 60 .76 Hisbullah Syawie, Aspek-aspek Hukum Mengenai Yayasan di Indonesia,

    (Varia Pendidikan, Tahun IX, No. 98 November 1993), hlm. 89.

    Universitas Sumatera Utara

  • 58

    Tidak serta merta menjadi sebuah badan hukum bilamana sudah dibuat akta

    pendiriannya di hadapan notaris. Guna mendapatkan status badan hukum sebuah

    Yayasan harus melalui proses pengesahan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi

    Manusia Republik Indonesia seperti yang tercantum dalam Pasal 11 ayat 1 yang

    berbunyi : Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian yayasan

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat 2 memperoleh pengesahan dari Menteri.

    Dengan dijelaskan prosedur memperoleh status badan hukum menjadikan hasil yang

    jelas bahwa yayasan adalah badan hukum dan atas hal ini diharapkan tidak ada lagi

    keragu-raguan tentang status badan Hukum Yayasan.

    Pada prinsipnya, terkait status badan hukum, yayasan yang telah ada sebelum

    berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28

    Tahun 2004 tentang Yayasan, berdasarkan pada yurisprudensi dan doktrin,

    tetap diakui menjadi badan hukum apabila memenuhi persyaratan yang ditentukan

    dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28

    Tahun 2004 tentang Yayasan.

    Berdasarkan ketentuan peralihan Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28

    Tahun 2004, sejak berlakunya undang-undang tersebut akan muncul dua pengakuan

    yang berbeda terhadap yayasan. Ada yayasan yang diakui sebagai badan hukum,

    sementara disisi lain ada juga yayasan yang tidak diakui sebagai badan hukum.

    Pengakuan tersebut menimbulkan konsekwensi yuridis bagi yayasan yang telah ada

    sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan tersebut.

    Universitas Sumatera Utara

  • 59

    Yayasan yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan

    tersebut, dan telah didaftarkan di Pengadilan Negeri tetap diakui sebagai badan

    hukum. Hal ini merupakan hak yang telah diperoleh yayasan sebelumnya,

    oleh karena itu sesuai dengan prinsip hukum yang belaku, hak tersebut tidak dapat

    hilang begitu saja.

    Pendaftaran yang telah dilakukan oleh Yayasan sebelum berlakunya

    Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 pada Pasal 71 Ayat (1) tentang Yayasan

    hanya terbatas pada Yayasan yang :

    a. Telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan

    Berita Negara Republik Indonesia.

    b. Telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan Mempunyai izin melakukan

    kegiatan dari instansi terkait.

    Dengan pendaftaran tersebut Yayasan tetap diakui sebagai badan hukum.

    Pengakuan sebagai badan hukum bukan berlangsung secara otomatis, namun terlebih

    dahulu yayasan harus memenuhi semua persyaratan yang diwajibkan untuk dilakukan

    menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004. Persyaratanya adalah Yayasan

    wajib menyesuaikan anggaran dasarnya dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 16

    Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dengan

    ketentuan bahwa paling lambat 3 (tiga) tahun sejak mulai berlakunya

    Undang-Undang ini telah melakukan penyesuaian (6 Oktober 2008).

    Sementara itu, yayasan yang belum pernah terdaftar di Pengadilan Negeri

    dapat memperoleh status badan hukum dengan cara menyesuaikan anggaran dasarnya

    Universitas Sumatera Utara

  • 60

    dan wajib mengajukan permohonan kepada Menteri dalam jangka waktu paling

    lambat 1 ( satu ) tahun sejak Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan

    tersebut berlaku. Bila dalam batas waktu tersebut Pendiri Yayasan lalai menyesuaikan

    anggaran dasarnya dengan Undang-Undang Yayasan tersebut, maka Yayasan tidak

    dapat diakui sebagai yayasan dan permohonan pengesahannya ditolak oleh Menteri

    Hukum Dan Hak Azazi Manusia.

    Yayasan itu juga wajib memberitahukan kepada Menteri Hukum Dan Hak

    Azasi Manusia setelah pelaksanaan penyesuaian anggaran dasarnya. Sanksi yang

    diberikan kepada yayasan yang tidak menyesuaikan anggaran dasarnya adalah

    Yayasan dapat dibubarkan berdasarkan putusan pengadilan atas permohonan

    kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.77

    Jadi, dalam Sistem Hukum Indonesia suatu badan hukum selain memenuhi 3

    (tiga) unsur yakni mempunyai harta kekayaan sendiri yang berasal dari suatu perbuatan

    pemisahan, mempunyai tujuan sendiri (tertentu) dan mempunyai alat perlengkapan yang

    merupakan syarat materiil, yayasan juga perlu didaftarkan sebagai badan hukum.

    Sebelum didaftarkan sebagai badan hukum, yayasan itu secara formal belum dapat

    diakui secara sah sebagai suatu badan hukum. Perbuatan-perbuatan hukum yang

    dilakukan oleh pengurus suatu badan hukum yang belum didaftarkan dianggap

    sebagai perbuatan pribadi pengurus. Pendaftaran badan hukum yayasan dapat dilihat

    sebagai unsur formal. Sahnya suatu badan hukum sering kali dikaitkan dengan

    tanggung jawab pengurus, dalam hal perbuatan-perbuatan hukum tanggung jawab

    77 Pasal 71 ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.

    Universitas Sumatera Utara

  • 61

    pengurus badan hukum yang sah sebatas tanggung jawab pengurus yang menjadi

    tanggungjawabnya menurut anggaran Dasar. Sebaliknya jika badan hukumnya belum

    didaftarkan, maka tanggungjawabnya bersifat pribadi dari orang-orang yang duduk

    sebagai pengurus.

    Yayasan sebagai organisme dalam hukum, dalam kegiatan rutin maupun

    tertentu yayasan dibina, diurus, dan diawasi oleh organ yayasan. Adapun sesuai

    ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 menyebutkan :

    Yayasan mempunyai organ yang terdiri dari pembina, pengurus dan pengawas.

    Pembina dalam yayasan memiliki kedudukan tertinggi dimana pengawas

    sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) yang berbunyi:

    Pembina adalah organ Yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan

    kepada pengurus atau Pengawas oleh Undang-Undang ini atau anggaran dasar.

    Kewenangan yang diberikan kepada adalah kewenangan yang benar,

    karena pada umumnya pembina adalah pendiri yayasan tersebut, walaupun ada

    kemungkinan pembina adalah pendiri yayasan tersebut, walaupun ada kemungkinan

    pembina dapat diangkat oleh rapat pembina jika calon pembina tersebut dinilai

    mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan.

    Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :

    Kebutuhan mengenai perubahan anggaran dasar.

    a. Pengangkatan dan pemberhentian anggota pengurus dan anggota pengawas.

    b. Penetapan kebijakan umum yayasan berdasarkan anggaran dasar Yayasan.

    c. Penyelesaian program kerja dan rancangan anggaran tahunan Yayasan.

    Universitas Sumatera Utara

  • 62

    d. Penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran Yayasan.

    Dengan kewenangan tersebut di atas tampaknya seperti segalanya ditentukan

    dan diatur oleh pembina. Namun jika dicermati ketentuan Pasal 28 ayat (1) tersebut

    diatas kewenangan tersebut hanya kewenangan yang tidak diserahkan kepada

    pengurus atau pengawas. Sehingga disamping kewenangan pembina ternyata ada juga

    kewenangan pengurus dan pengawas, jadi sesungguhnyapun pembina. mengangkat

    pengurus dan pengawas, namun pembina tidak boleh mencampuri urusan pengurus

    dan pengawas, hal ini dipertegas kembali dalam ketentuan Pasal 29 yang berbunyi:

    Anggota pembina tidak boleh merangkap sebagai anggota pengurus dan/atau

    anggota pengawas. Demikian juga ketentuan Pasal 31 ayat 3 juncto Pasal 40

    ayat (4).

    Yang dapat dilakukan oleh pernbina adalah menilai tindakan pengurus dalam

    menjalankan kegiatannya mengurus Yayasan tanpa anggota tetapi Yayasan

    mempunyai pengurus kekayaan dan penyelenggaraan tujuannya.

    Kewenangan yang diberikan kepada pembina adalah kewenangan yang besar,

    karena pada umumnya pembina adalah pendiri yayasan tersebut, walaupun ada

    kemungkinan pembina dapat diangkat oleh rapat pembina jika dalam pembina

    tersebut dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan

    yayasan, maupun pengangkatan sesuai Pasal 28 ayat (3).

    Dengan kewenangan tersebut di atas tampaknya seperti segalanya ditentukan

    dan diatur oleh pembina. Namun jika dicermati dalam ketentuan Pasal 28 ayat (1)

    tersebut di atas kewenangan tersebut hanya kewenangan yang tidak diserahkan

    Universitas Sumatera Utara

  • 63

    kepada pengurus atau pengawasan dan pembinaan bukanlah badan tertinggi dalam

    yayasan tidak seperti yang ditentukan RUPS dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun

    1995 tentang Perseroan Terbatas Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi:

    Rapat umum pemegang saham yang selanjutnya disebut RUPS adalah organ

    perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan

    memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi dan

    komisaris.

    Pengurus adalah organ dalam yayasan yang melaksanakan

    kegiatan/pengurusan yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1).

    Adapun guna menjalankan kegiatan pengurus, maka organ pengurus terbagi atas

    Ketua, Sekretaris dan Bendahara.

    Karena pengurus diberikan wewenang untuk menjalankan kegiatan Yayasan,

    maka pengurus bertanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan Yayasan.

    Pengawas adalah organ dalam Yayasan yang diberikan tugas untuk

    melaksanakan pengawasan serta memberi nasehat kepada pengurus dalam

    menjalankan kegiatan Yayasan. Pengawasan di dalam menjalankan tugasnya wajib

    dengan itikad baik dengan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk

    kepentingan Yayasan sendiri.

    Universitas Sumatera Utara