chapter ii 1
TRANSCRIPT
-
28
BAB II
PENGATURAN DAN PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA MENYEWAANTARA YAYASAN PENDIDIKAN PANCA MITRA KARYA DENGAN
PEMILIK GEDUNG SEKOLAH
A. Pengertian Perjanjian Sewa Menyewa
Perjanjian sewa menyewa adalah sebagai salah satu bentuk perjanjian yang
diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan merupakan perjanjian
timbal balik yang selalu mengacu kepada asas konsensualitas atau berdasarkan
kesepakatan para pihak dan merupakan salah satu jenis perjanjian yang sering terjadi
dalam kehidupan di masyarakat.45
Perjanjian sewa menyewa pada dasarnya tergolong dalam jenis perjanjian
untuk memberikan/menyerahkan sesuatu yang diatur dalam Buku III Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (Pasal 1548 sampai dengan Pasal 1600).
Berdasarkan ketentuan Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
yang dimaksud dengan sewa menyewa adalah :
Suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk
memberikan kepada pihak yang lain kenikmatan dari suatu barang selama suatu
waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak tersebut terakhir
itu disanggupi pembayarannya.
Dari defenisi Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat dilihat
bahwa ada 3 (tiga) unsur yang melekat, yaitu:
45 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perjanjian dan Perikatan, (Jakarta : Pradya Paramita, 1987),hlm. 53.
28
Universitas Sumatera Utara
-
29
a. Suatu persetujuan antara pihak yang menyewakan (pada umumnya pemilik
barang) dengan pihak penyewa.
b. Pihak yang menyewakan menyerahkan sesuatu barang kepada sipenyewa untuk
sepenuhnya dinikmati.
c. Penikmatan berlangsung untuk suatu jangka waktu tertentu dengan pembayaran
sejumlah harga sewa yang tertentu pula.
Untuk menunjukkan bahwa itu merupakan perjanjian sewa menyewa,
maka penyewa yang diserahi barang yang dipakai, diwajibkan membayar harga sewa
atau uang sewa kepada pemilik barang.
Pada hakekatnya sewa menyewa tidak dimaksud berlangsung terus menerus,
melainkan pada saat tertentu pemakaian dari barang tersebut akan berakhir dan
barang akan dikembalikan lagi kepada pemilik semula, mengingat hak milik atas
barang tersebut tetap berada dalam tangan pemilik semula.
Adapun unsur waktu tertentu di dalam definisi yang diberikan dalam
undang-undang dalam Pasal 1548 KUH Perdata tersebut tidak memberikan
penjelasan mengenai sifat mutlaknya atau tidak adanya batas waktu, tetapi ada
beberapa pasal lain dalam KUH Perdata yang menyinggung tentang waktu sewa :
Pasal 1570 KUHPerdata.
Jika sewa dibuat dengan tulisan maka sewa itu berakhir demi hukum, apabilawaktu yang ditentukan telah lampau, tanpa diperlukannya sesuatupemberhentian untuk itu.
Pasal 1571 KUHPerdata.
Universitas Sumatera Utara
-
30
Jika sewa tidak dibuat dengan tulisan maka sewa itu tidak berakhir padawaktu yang ditentukan, melainkan jika pihak lain hendak menghentikansewanya, dengan mengindahkan tenggang-tenggang waktu yang diharuskanmenurut kebiasaan setempat.
Dari dua pasal tersebut, tampak bahwa di dalam perjanjian sewa menyewa
batas waktu merupakan hal yang penting, dan meskipun dalam Pasal 1548 KUH
Perdata tidak secara tegas dicantumkan adanya batas waktu tetapi undang-undang
memerintahkan untuk memperhatikan kebiasaan setempat atau mengindahkan
tenggang waktu yang diharuskan berdasarkan kebiasaan setempat.
Perjanjian sewa menyewa termasuk dalam perjanjian bernama. Perjanjian ini
adalah suatu perjanjian konsensuil, artinya perjanjian ini sudah sah dan mengikat
pada detik tercapainya kesepakatan mengenai unsur-unsur pokoknya, yaitu barang
dan harga. Peraturan tentang sewa menyewa ini berlaku untuk segala macam sewa
menyewa, mengenai semua jenis barang, baik barang bergerak maupun tidak
bergerak, yang memakai waktu tertentu maupun yang tidak memakai waktu tertentu,
karena waktu tertentu bukan syarat mutlak untuk perjanjian sewa menyewa.46
Menurut Subekti perjanjian sewa menyewa adalah :
Suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
memberikan kepada pihak yang lain kenikmatan dari sesuatu barang, selama waktu
tertentu dengan pembayaran sesuatu harga yang oleh pihak terakhir disanggupi
pembayarannya.47
46 R Subekti, Op. Cit, hlm. 1.47 R. Subekti, Op. Cit, hlm. 164.
Universitas Sumatera Utara
-
31
Adapun pengertian perjanjian sewa menyewa menurut M. Yahya Harahap
adalah sebagai berikut :
Perjanjian sewa menyewa adalah persetujuan antara pihak yang menyewakan
dengan pihak penyewa. Pihak yang menyewakan atau pemilik menyerahkan barang
yang hendak disewa kepada penyewa untuk dinikmati sepenuhnya .48
Sedangkan menurut kamus hukum, sewa menyewa adalah suatu persetujuan
dimana pihak yang satu menyanggupi dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan
kepada pihak yang lain agar pihak ini dapat menikmatinya untuk suatu jangka waktu
tertentu dan atas penerimaan sejumlah uang tertentu pula, yang mana pihak yang
belakangan ini sanggup membayarnya. Sedangkan menurut kamus besar
Bahasa Indonesia sewa adalah pemakaian sesuatu dengan membayar uang.
Jadi dari pengertian diatas, jelas bahwa pihak yang terlibat dalam perjanjian
sewa-menyewa adalah pihak yang menyewakan dan pihak penyewa. Pihak yang
menyewakan adalah orang atau badan hukum yang menyewakan barang atau benda
kepada pihak penyewa, sedangkan pihak penyewa adalah orang atau badan hukum
yang menyewakan barang atau benda dari pihak yang menyewakan.49 Sewa meyewa
sama halnya dengan jual beli dan perjanjian-perjanjian lain pada umumnya adalah
suatu perjanjian konsensual.
Perjanjian sewa menyewa harus disesuaikan dengan syarat sahnya perjanjian
dalam Pasal 1320 KUHPerdata, serta tiga unsur pokok yang harus ada dalam
perjanjian sewa menyewa tersebut, yaitu :50
48 M. Yahya Harahap, Op Cit, hlm.220.49 Salim. H.S, Hukum Kontrak, ( Jakarta : Sinar Grafika, 2010 ), hlm.59.50Idil Victor, Permasalahan Pokok Dalam Perjanjian Sewa Menyewa, dalam
http://idilvictor.blogspot.com.html, diakses tanggal, 04 Maret 2012.
Universitas Sumatera Utara
-
32
a. Unsur Essensialia, adalah bagian perjanjian yang harus selalu ada didalam
suatu perjanjian, bagian yang mutlak, dimana tanpa adanya bagian
tersebutperjanjian tidak mungkin ada. Unsur-unsur pokok perjanjian
sewa menyewa adalah barang dan harga.
b. Unsur Naturalia, adalah bagian perjanjian yang oleh Undang-Undang diatur,
tetapi oleh para pihak dapat diganti, sehingga bagian tersebut oleh Undang-
Undang diatur dengan hukum yang sifatnya mengatur atau menambah.
c. Unsur Aksidentalia, adalah bagian perjanjian yang ditambahkan oleh para
pihak. Undang-Undang sendiri tidak mengatur tentang hal tersebut, jadi
hal yang diinginkan tersebut juga tidak mengikat para pihak karena memang
tidak ada dalam Undang-Undang, bila tidak dimuat, berarti tidak mengikat.
Klausula Aksidentalia yang berbentuk berdasarkan unsur Aksidentalia sebagai
salah satu unsur pokok dari suatu perjanjian, mempunyai peranan yang penting dalam
perjanjian sewa menyewa, karena dengan adanya klausula Aksidentalia yang dibuat
dan disepakati sendiri oleh para pihak dapat melengkapi ketentuan-ketentuan yang
belum diatur dalam peraturan perundang-undangan, peraturan Pemerintah maupun
Hukum kebiasaan. Sehingga dapat terangkum dalam suatu perjanjian yang mengikat
dan berlaku layaknya Undang-Undang bagi para pihak yang membuat dan
menyepakati (facta surt servanda). Dengan demikian, perlindungan hukum bagi para
pihak terutama pemilik atau pihak yang menyewakan akan lebih terjamin.51
51 Rerry Aprillia, Hal-hal Yang Harus Ada di Dalam Perjanjian Sewa Menyewa, dalamhttp://www.docstoc.com, Diakses tanggal 04 Maret 2012.
Universitas Sumatera Utara
-
33
Jika diperhatikan sewa menyewa ini merupakan suatu bentuk perjanjian yang
bersifat perseorangan dari bukan perjanjian yang bersifat hak kebendaan yaitu dengan
perjanjian sewa menyewa ini, kepemilikan terhadap rumah sewa tersebut tidaklah
beralih kepada penyewa tapi tetap menjadi hak milik dari orang yang menyewakan.52
R. Subekti menyatakan bahwa jika ada suatu perjanjian sewa menyewa rumahyang belum habis masa sewanya. Oleh pemilik rumah atau yang menyewakanmelakukan tindakan hukum menjual rumah yang disewakan tersebut, makapihak penyewa tidak berhak melakukan penuntutan ganti rugi. Namunsebaliknya, bila diperjanjikan secara tegas, maka pihak penyewa dapatmelakukan tuntutan hukum ganti rugi kepada pihak penyewa.53
Sewa menyewa berbeda dengan jual beli dan pemakaian. Adapun perbedaan
pokok antara jual beli dengan sewa menyewa :
1). Pada sewa menyewa, hak menikmati barang yang diserahkan kepada penyewa,hanya terbatas pada suatu jangka waktu tertentu saja, sesuai dengan lamanyajangka waktu yang ditentukan didalam perjanjian. Pada jual beli, disamping hakpembeli untuk menikmati sepenuhnya tanpa jangka batas waktu tertentu,sekaligus terhadap barang yang dibeli tadi terjadi penyerahan hak milik kepadapembeli.
2). Tujuan pembayaran sejumlah uang dalam sewa menyewa, hanya sebagai imbalanatas hak penikmatan benda yang disewa. Sedangkan pada jual beli, tujuanpembayaran harga barang oleh pembeli tiada lain untuk pemilikan barangyang dibeli.54
Sedangkan perbedaan persewaan dengan pemakaian terletak pada masalah
prestasi, yaitu :
1). Pada sewa menyewa, untuk penggunaan penikmatan yang diberikan kepada
si penyewa, si peenyewa tersebut harus menyerahkan kontraprestasi berupa
sejumlah uang sewa.
52 Qirom S. Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya,(Yogyakarta : Liberty, 1985), hlm.78.
53 R Subekti, Op. Ci., hlm. 1.54 M. Yahya Harahap, Op. Cit, hlm. 220-221.
Universitas Sumatera Utara
-
34
2). Sedangkan pada pemakaian, si pemakai tidak dibebani dengan suatu
kontraprestasi. Pemakai diberi hak oleh pemilik untuk memakai dan menikmati
barang secara cuma-cuma.
1. Pengaturan Perjanjian Sewa Menyewa
Istilah perjanjian di dalam Bab II Buku III Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata Pasal 1313 KUH Perdata menyebutkan bahwa suatu persetujuan adalah
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih. Dinamakan Perjanjian Obligator karena suatu perjanjian juga
dinamakan persetujuan, karena dua pihak tersebut setuju untuk melakukan sesuatu.
Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah
sama artinya. Perkataan kontrak merupakan pengertian yang cenderung lebih sempit
dari perjanjian, karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan dalam bentuk
tertulis.55
Berdasarkan berbagai pendapat mengenai perjanjian diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa perjanjian adalah:
a. Adanya para pihak
Para pihak dalam perjanjian sedikit ada dua orang yang disebut sebagai
subyek perjanjian. Yang menjadi subyek perjanjian dapat dilakukan oleh
orang maupun badan hukum yang mempunyai wewenang untuk melakukan
perbuatan hukum seperti yang ditetapkan oleh undang-undang.
b. Adanya persetujuan antara para pihak
55 Sudikno Mertokusumo, Diktat Kursus Hukum Perikatan, (Ujung Pandang, 1988) hlm 1.
Universitas Sumatera Utara
-
35
Persetujuan tersebut bersifat tetap yang dihasilkan dari suatu perundingan
yang pada umumnya membicarakan syarat-syarat yang akan dicapai.
c. Adanya tujuan yang akan dicapai
Tujuan yang akan dicapai dalam perjanjian tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan dan undang-undang.
d. Adanya prestasi yang akan dilaksanakan
Prestasi adalah suatu hal yang harus dipenuhi oleh para pihak sesuai dengan
syarat-syarat perjanjian.
e. Adanya bentuk-bentuk tertentu
Bentuk-bentuk tertentu yang dimaksud adalah secara lisan maupun tulisan,
sehingga mempunyai kekuatan mengikat dan bukti yang kuat.
f. Adanya syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian
Munir Fuady berpendapat agar suatu perjanjian oleh hukum dianggap sah
sehingga mengikat kedua belah pihak, maka kontrak tersebut haruslah memenuhi
syarat-syarat tertentu yang digolongkan sebagai berikut:
1. Syarat sah yang umum, yaitu :a. Syarat sah umum berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata terdiri dari
1). Kesepakatan kehendak2). Wenang buat3). Perihal tertentu4). Kuasa yang legal
b. Syarat sah umum di luar Pasal 1338 dan 1339 KUHPerdata yang terdiridari1). Syarat itikad baik2). Syarat sesuai dengan kebiasaan3). Syarat sesuai dengan kepatutan4). Syarat sesuai dengan kepentingan umum
2. Syarat sah yang khusus terdiri dari
Universitas Sumatera Utara
-
36
a. Syarat tertulis untuk perjanjian-perjanjian tertentub. Syarat akta notaris untuk perjanjian-perjanjian tertentuc. Syarat Akta pejabat tertentu yang bukan notaris untuk perjanjian-
perjanjian tertentud. Syarat izin dari yang berwenang.56
Perjanjian yang tidak memenuhi syarat subyektif yaitu tidak adanya
kesepakatan mereka yang membuat perjanjian dan kecakapan membawa konsekuensi
perjanjian yang dibuatnya itu dapat dibatalkan oleh pihak yang merasa dirugikan
namun selama yang dirugikan tidak mengajukan gugatan pembatalan maka perjanjian
yang dibuat itu tetap berlaku terus. Apabila syarat subyektif tidak dipenuhi yaitu tidak
adanya hal tertentu dan sebab yang halal, perjanjian yang dibuat para pihak sejak
dibuatnya perjanjian telah batal atau batal demi hukum.
2. Perjanjian Sewa Menyewa Antara Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karyadan Pemilik Gedung Sekolah.
Untuk melaksanakan suatu perjanjian, terlebih dahulu harus ditetapkan secara
tegas dan cermat apa saja isi perjanjian / apa saja hak dan kewajiban para pihak. Pada
dasarnya kontrak berawal dari perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan para pihak
perumusan hubungan kontraktual tersebut diawali dengan proses negosiasi diantara
pihak. Melalui negosiasi para pihak berupaya menciptakan bentuk-bentuk
kesepakatan untuk saling mempertemukan sesuatu yang diinginkan ( kepentingan
melalui proses tawar menawar ).57 Dalam tawar menawar tersebut menghasilkan
kesepakatan antara kedua belah pihak sebagaimana identitas dua pihak dimuat pada
56 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), (Bandung : Citra adityaBakti, 2001), hlm. 33.
57 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersil,(Jakarta : Prenada Media Group, 2010 ), hal.1
Universitas Sumatera Utara
-
37
kepala perjanjian sewa menyewa antara Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya
dengan pemilik gedung sekolah yaitu :
a. Pihak-Pihak.
Dari hasil wawancara dengan pihak menyewakan pemilik gedung sekolah
dengan pihak penyewa Ketua Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya, bahwa pihak
pertama bernama Tuan SARTONO WIJAYA, dan pihak kedua TUAN SUKIWI
TJONG, dalam hal ini pihak pertama menerangkan menyewakan satu unit
bangunan sekolah, lengkap dengan barang-barang inventaris, yang terdiri dari
bangku-bangku sekolah, meja guru dan papan tulis yang terdapat dimasing-masing
kelas dari sekolah tersebut, demikian berikut saluran-saluran air dan listrik,
serta hak-hak atas langganannya, terletak didalam Provinsi Sumatera Utara Kota
Binjai, Kecamatan Binjai Kota, Kelurahan Kartini, kepada Pihak Kedua.58
b. Objek Sewa Menyewa.
Dalam perjanjian sewa menyewa ditemui adanya sesuatu yang menjadi objek.
Pada dasarnya apa yang menjadi objek sewa menyewa adalah apa yang merupakan
objek hukum. Jadi objek sewa menyewa adalah merupakan objek hukum.
Yang dimaksud dengan objek hukum (recht subject) adalah : segala sesuatu yang
bermanfaat dan dapat dikuasai oleh subjek hukum serta dapat dijadikan objek dalam
suatu hubungan hukum.59
58 Hasil Wawancar dengan Sartono Wijaya, Pemilik Gedung Sekolah Panca Mitra Karya BinjaiTertanggal 30 Maret 2012.
59Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta : Liberty, 1999),hlm. 68.
Universitas Sumatera Utara
-
38
Objek perjanjian sewa menyewa tersebut adalah 1(satu) unit bangunan
sekolah berikut inventaris yang terdapat didalamnya. Jika pada waktu sewa menyewa
ini berakhir, maka pihak kedua diwajibkan menyerahkan kembali apa yang
disewanya tersebut dalam kedaan terpelihara baik, tanpa dihuni oleh siapapun serta
dalam keadaan kosong, berikut dengan barang-barang inventaris yang berada dan
terdapat disekolah tersebut kepada pihak pertama.
Demikian pula halnya dengan yang terjadi dalam perjanjian sewa menyewa
ini meliputi segala jenis benda baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak asal
tidak dilarang oleh undang-undang dan ketertiban umum.60
Peraturan tentang sewa menyewa, berlaku untuk segala macam sewa
menyewa, mengenai semua jenis barang, baik barang bergerak maupun tidak
bergerak yang memakai waktu tertentu maupun yang tidak memakai waktu tertentu,
karena perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain
atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.61
Menurut Pasal 1549 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa semua jenis
barang, baik yang tak bergerak, baik yang bergerak dapat disewakan.
c. Uang Sewa.
Selain hak yang dimiliki oleh penyewa untuk menempati gedung yang
merupakan objek perjanjian, tentulah ada kewajiban yang harus dan wajib untuk
dilakukan yaitu membayar uang sewa sesuai dengan kesepakatan.
60Qirom S. Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Loc. Cit.61R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perjanjian dan Perikatan, (Jakarta : Pradya Paramita,
1987), hlm. 4.
Universitas Sumatera Utara
-
39
Selanjutnya Pihak Pertama dengan Pihak Kedua atas kesepakatan bersama,
dimana uang sewanya boleh dibayar dua tahap yaitu jangka waktu sewa setahun
Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dari jumlah uang yang mana sebagian yaitu
sebesar Rp 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah) telah dibayar dengan tunai pada
tanggal 5 agustus 2011 dan sisanya akan dilunasi oleh pihak kedua kepada
pihak pertama pada saat berakhirnya sewa menyewa ini yaitu pada tanggal
5 agustus 2012, maka dari itu dijelaskan jangka waktu berakhirnya sewa menyewa
selama 1 tahun dari waktu yang telah ditentukan oleh kedua belah pihak.62
Maka dari itu perjanjian sewa menyewa ini berarti kedua belah pihak telah
menyetujui isi dan maksud perjanjian, dengan demikian perjanjian tersebut mengikat
kedua belah pihak sebagaimana Undang-Undang.
d. Masa Sewa.
Pada prinsipnya, tidak terjadi suatu perjanjian sewa menyewa tanpa adanya
batas waktu. Namun demikian tidak diwajibkan untuk semua perjanjian sewa
menyewa menyebutkan batas waktunya secara jelas, misalnya Sewa menyewa
dilangsungkan dari tanggal 1 Januari 2009 sampai tanggal 31 Desember 2010 dan
sebagainya. Ketentuan dalam KUHPerdata dalam hal ini memperhatikan kebiasaan
masyarakat tradisional dimana banyak terjadi perjanjian sewa menyewa hanya
menentukan jumlah sewa pertahun atau perbulan bahkan sewa menyewa harian
seperti misalnya persewaan hotel atau kendaraan.
62 Hasil Wawancara dengan Sartono Wijaya, pemilik Gedung Sekolah Panca Mitra KaryaBinjai Tertanggal 30 Maret 2012.
Universitas Sumatera Utara
-
40
Untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diharapkan timbul dikemudian
hari dan mencegah penafsiran dan makna ganda, pencantuman Batas waktu
yang jelas sangat diperlukan.
Jangka waktu yang telah ditentukan didalam perjanjian sewa menyewa ini
adalah selama 1 (satu) tahun lamanya, terhitung sejak tanggal 5 (lima) Agustus 2011
(dua ribu sebelas) sampai 5 (lima) Agustus 2012. Jika salah satu pihak bermaksud
untuk memperpanjang masa jangka waktu sewa menyewa ini, maka kehendaknya itu
haruslah diberitahukan dan mendapat persetujuan dari pihak-pihak dalam jangka
waktu 3 (tiga) bulan sebelum jangka waktu persewaan berakhir, hal ini sesuai dengan
ketentuan perjanjian sewa menyewa tersebut.
Jadi meskipun jangka waktu persewaan ini jelas disebutkan, para pihak tidak
dapat dengan semena-mena untuk membatalkan perjanjian ini tanpa ada kesepakatan
terlebih dahulu dari para pihak begitu juga halnya didalam melakukan perpanjangan
jangka waktu sewa, haruslah terlebih dahulu memberitahukan kepada pihak-pihak
sebelum jangka waktu perjanjian berakhir.
e. Hak dan Kewajiban.
Dalam perjanjian sewa menyewa tentu ada hak dan kewajiban yang harus
dilaksanakan baik oleh pihak penyewa maupun pihak yang menyewakan.
Kewajiban-kewajiban pihak penyewa maupun yang menyewakan telah diatur
didalam KUHPerdata, Buku ke III Bab IV bagian kedua dan ketiga.
Dalam Pasal 1550 BW, menentukan tiga macam kewajiban pihak yang
menyewakan. Ketiga macam kewajiban tersebut merupakan kewajiban yang harus
Universitas Sumatera Utara
-
41
dibebankan kepada pihak yang menyewakan, sekalipun hal tersebut tidak ditentukan
dalam perjanjian. Ketiga macam kewajiban tersebut adalah :
a. Kewajiban untuk menyerahkan barang yang disewa kepada pihak penyewa;
b. Kewajiban pihak yang menyewa untuk memelihara barang yang disewa,
selama waktu yang diperjanjikan sehingga barang yang disewa tersebut tetap
dapat dipergunakan, dan dapat dinikmati sesuai dengan hajat yang dimaksud
pihak penyewa;
c. Pihak yang menyewakan wajib memberikan ketentraman kepada si penyewa,
menikmati barang yang disewa selama perjanjian berlangsung.
Sementara yang merupakan hak bagi pihak yang menyewakan adalah bahwa
ia berhak atas harga yang telah disepakati dan menerima hasil pembayaran sewa
tersebut.
Sedangkan kewajiban pihak penyewa diatur dalam Pasal 1560, 1561, 1564
dan 1566 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Secara garis besarnya dapat
diuraikan sebagai berikut :
a. Penyewa wajib melunasi uang sewa sesuai dengan jumlah dan waktu yang
ditetapkan;
b. Memelihara benda yang disewakan itu sebaik-baiknya dan mempergunakan
benda tersebut menurut kegunaannya;
c. Menanggung segala kerusakan yang terjadi selama masa sewa menyewa,
kecuali ia dapat membuktikan bahwa kerusakan itu bukan karena
kesalahannya, tetapi terjadi diluar kekuasaannya;
Universitas Sumatera Utara
-
42
d. Harus mengembalikan barang yang disewa dalam keadaan seperti menerima
barang tersebut.
Dan merupakan hak penyewa adalah bahwa ia berhak untuk menggunakan
atau menikmati objek sewa selama masa sewa menyewa berlaku.
Selama itu hak penyewa dimaksud tidak hilang sekalipun objek dialihkan
(dijual) kepada pihak ketiga, kecuali terjadinya pelepasan atau pembatalan perjanjian
karena suatu sebab. Dalam Hukum Perdata dikenal suatu kaedah yang diatur dalam
Pasal 1576 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi Jual beli tidak
memutuskan sewa menyewa . Pasal ini memberikan kedudukan yang kuat bagi
penyewa dalam memanfaatkan objek sewa.
3. Kekuatan Hukum Atas Perjanjian Sewa Menyewa Gedung Yang DibuatDibawah Tangan.
Dalam asas kebebsan berkontrak dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHPerdata), para pihak dalam membuat kontrak bebas untuk
membuat suatu perjanjian, apapun isi dan bagaimana bentuknya. Pasal 1338
KUHPerdata berbunyi :
Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan Undang-Undang berlakusebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidakdapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, ataukarena alasan-alasan yang ditentukan oleh Undang-Undang. Persetujuan harusdilaksanakan dengan itikad baik.
Bahwa Surat Perjanjian sewa atau kontrak gedung adalah yang terpenting
dalam menjalankan suatu transaksi sewa menyewa. Surat Perjanjian sewa menyewa
gedung bisa dibuat dibawah tangan ataupun notariil yakni dihadapan Notaris.
Universitas Sumatera Utara
-
43
Dibawah tangan artinya dibuat para pihak (pemilik dan penyewa sendiri) dan
umumnya diikut sertakan 2 (dua) orang saksi, sedangkan dihadapan Notaris artinya
dibuat dan dilaksanakan dihadapan Notaris.
Sedangkan pada dasarnya Perjanjian yang dibuat secara tertulis dibedakan
menjadi 2 bagian yakni :
1. Perjanjian di bawah tangan.
2. Perjanjian Notariil disebut Akta Notaris.
Menurut bentuknya Akta dapat dibedakan menjadi dua63, yaitu :
a. Akta Autentik adalah Akta yang dibuat oleh atau dihadapkan Pejabat yang
berwenang yang memuat tentang adanya peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar
adanya hak atau perikatan dan mengikat bagi pembuatannya ataupun bagi pihak
ketiga. Berdasarkan inisiatif pembuatannya, Akta Autentik dibagi menjadi 2,
yaitu:
1. Akta Pejabat ( Akte Amtelijke ).
Akta yang inisiatif pembuatannya dari pejabat yang bersangkutan
(dibuat oleh pejabat). Contoh Akta Kelahiran.
2. Akta Para Pihak ( Acte Partij )
Akta yang inisitif pembuatannya dari para pihak dihadapan Pejabat yang
berwenang. Contoh Akta sewa menyewa.
Akta Autentik mempunyai kekuatan yang sempurna dan mengikat, artinya :
63 Sudikno Mertokusumo. Hukum Acara Perdata Indonesia. (Edisi ke-3, Yogyakarta :Liberty.1998) Hal.116.
Universitas Sumatera Utara
-
44
1. Sempurna : bahwa untuk membuktikan akta itu sempurna/tidak,
atau benar/tidak, cukup dibuktikan dengan akta itu sendiri
dengan kata lain tidak memerlukan pembuktian dengan alat
bukti lainnya.
2. Mengikat : bahwa hakim harus menguji kebenaran isi akta autentik itu
sendiri kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.
b. Akta dibawah tangan adalah Akta yang pembuatannya dilaksanakan sendiri oleh
para pihak atau tidak ada campur tangan dari Pejabat. Akta dibawah tangan ini
mempunyai kekuatan pembuktian berdasarkan pengakuan dari pihak-pihak yang
membuatnya, artinya kekuatan akta dibawah tangan ini dapat dipersamakan
kekuatannya dengan akta autentik bila dalam hal pembuktiannya oleh para
pembuat akta dibawah tangan mengakui atau membenarkan apa yang
ditandatangani. Dengan demikian maka bila didalam akta autentik tidak perlu
persetujuan dari pihak tertentu, namun didalam akta dibawah tangan memerlukan
persetujuan dari pihak tertentu. Oleh karena itu , perbedaan antara akta dibawah
tangan dengan akta autentik adalah terletak pada ada atau tidaknya campur
tangan dari Pejabat yang berwenang.
Perjanjian bawah tangan adalah perjanjian perjanjian yang hanya dibuat
oleh para pihak sendiri, sedangkan Akta Notaris adalah perjanjian yang dibuat
dihadapan Notaris.
Perbedaan antara keduanya adalah pada kekuatan hukumnya. Perjanjian yang
dibuat dalam Akta Notaris mempunyai kekuatan hukum sempurna, karena dibuat
Universitas Sumatera Utara
-
45
dalam bentuk Akta Otentik. Yang artinya apa yang tercantum dalam akta tersebut
harus dianggap benar adanya sampai ada pihak (biasanya pihak lawan) yang dapat
membuktikan bahwa apa yang tercantum dalam akta tersebut tidak benar. Jadi
pembuktian sebaliknya terhadap isi akta tersebut dibebankan kepada pihak yang
mengklaim bahwa apa yang termuat didalam isi akta tersebut tidak benar.
Sedangkan dalam perjanjian dibawah tangan, maka para pihak akan saling
beradu argument dan beradu bukti untuk membuktikan manakah yang benar dan
semua akan tergantung pada penilaian Hakim. Sehingga dari sini dapat disimpulkan
bahwa Akta Notaris memang lebih memiliki kekuatan pembuktian yang lebih kuat
dari pada hanya sekedar perjanjian dibawah tangan.
Perbedaan terbesar antara Akta Otentik dan Akta yang dibuat dibawah tangan
ialah :64
a. Akta Otentik mempunyai tanggal yang pasti (perhatikan bunyi psl.1 P.J.N
yang menyatakan menjamin kepastian tanggalnya dan seterusnya ),
sedangkan mengenai dari tanggal dari akta yang dibuat dibawah tangan tidak
selalu demikian;
b. Grosse dari akta otentik dalam beberapa hal mempunyai kekuatan eksekutorial
seperti putusan hakim, sedangkan akta yang dibuat dibawah tangan tidak
pernah mempunyai kekuatan eksekutorial;
64 G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta : PT.Gelora Aksara Pratama,1983, hlm.54
Universitas Sumatera Utara
-
46
c. Kemungkinan akan hilangnya akta yang dibuat dibawah tangan lebih besar
dibandingkan dengan akta otentik.
Perjanjian sewa-menyewa antara Yayasan Panca Mitra Karya dengan pemilik
gedung sekolah merupakan perjanjian kontraktual yang dilakukan dibawah tangan
yang dilegalisasi oleh Notaris dan sah secara hukum menurut KUHPerdata, sepanjang
memenuhi syarat sah Pasal 1320 KUHPerdata. Perjanjian sewa-menyewa ini dibuat
dibawah tangan dan dilegalisasi oleh Notaris didasari oleh efesiensi waktu, biaya,
itikad baik dari para pihak dan saling adanya kepercayaan. Sebagaimana hasil
wawancara Penulis dengan kedua belah pihak baik Ketua Yayasan maupun Pemilik
gedung sekolah bahwa perjanjian sewa-menyewa ini dilengkapi dengan surat
pendukung seperti : KTP, Surat Tanah, Akta Pendirian Yayasan dan sejauh ini
belumpernah terjadi wanprestasi pada pihak penyewa.65
Pengertian dari Akta dibwah tangan adalah akta yang dibuat sendiri oleh
pihak-pihak yang berkepentingan tanpa bantuan Pejabat Umum.66
Menurut Pasal 1 Stb 1867 No.29, Pasal 286 RBg daan Pasal 1878
KUHPerdata, Surat-Surat, Daftar, Catatan mengenai rumah tangga dan Surat-Surat
lainnya yang dibuat tanpa bantuan seorang Pejabat Umum yang berwenang,
termasuk kedalam bentuk akta dibawah tangan. Akta dibawah tangan hanya
mempunyai kekuatan pembuktian materiil saja, sehingga untuk mempunyai kekuatan
65 Hasil Wawancara dengan Sukiwi Tjong, Ketua Yayasan Panca Mitra Karya Binjai danTuan Sartono Wijaya Pemilik Gedung Sekolah, pada Tanggal 15 April 2012.
66 Riduan Syahrani, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan, (Jakarta : PustakaKartini, 1977), hlm.62
Universitas Sumatera Utara
-
47
pembuktian yang sempurna harus diakui oleh kedua pihak yang membuatnya atau
dikuatkan lagi dengan alat bukti lainnya.
Akta dibawan tangan tidak mempunyai daya bukti lahir karena selain tidak
dibuat dihadapan ataupun oleh Pejabat-Pejabat yang berwenang maka tanggal
dibuatnya akta dibawah tangan itupun dapat dibuat sesuka hati yang membuatnya.
Undang-Undang beranggapan bahwa tiap-tiap orang yang menandatangani
suatu akta dibawah tangan, telah menyadari dan mengetahui bukan saja isi akta,
tetapi akibat dari penandatanganannya. Tetapi sebaliknya, bagi para ahli warisnya
ataupun orang yang memperoleh hak dari padanya, tidaklah demikian halnya.
Suatu Akta dibawah tangan berdaya bukti formil, jika yang bertanda tangan
pada Akta itu menerangkan bahwa benar apa yang tertulis didalam Akta sesuai
dengan apa yang diterangkannya. Adapun daya bukti materil yang juga ada pada akta
dibawah tangan, lingkungannya juga terbatas dan tidak ada perbedaannya dengan
Akta Otentik. Dengan demikian dapat diketahui bahwa perbedaan yang pokok antara
Akta Notari dengan Akta yang dibawah tangan adalah cara pembuatannya atau
cara terjadinya akta tersebut. Apabila Akta Notaris, cara pembuatannya / terjadinya
Akta tersebut dilakukan oleh atau dihadapan Pegawai Umum dalam hal ini Notaris,
maka untuk Akta dibawah tangan cara pembuatannya / terjadinya tidak dilakukan
oleh atau dihadapan Pegawai Umum, tetapi cukup pihak yang berkepentingan saja.
Dalam isi perjanjian sewa-meyewa antara pihak Yayasan selaku penyewa
dengan Pemilik Gedung Sekolah selaku pihak yang menyewakan mengatur tentang
hak dan kewajiban para pihak, objek perjanjian, harga sewa dan cara pembayarannya,
Universitas Sumatera Utara
-
48
jangka waktu sewa-menyewa, dan hal-hal lain yang sesuai dengan perjanjian
sewa-menyewa pada umumnya.
Menurut sudut pandang hukum, perjanjian standar tersebut adalah sah asalkan
sudah memenuhi ketentuan Pasal 1320 KHUPerdata sebagaimana disebutkan diatas.
Apabila para pihak telah menandatangani perjanjian secara hukum dianggap sudah
menyetujui atau menyepakati isinya. Dengan demikian dalam perjanjian standar,
tanda tangan merupakan tanda kesepakatan.
Perjanjian sewa-menyewa yang dibuat pada akta tertulis dibawah tangan
berfungsi sebagi alat bukti sah dan dapat dipergunakan untuk melakukan tuntutan
apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi. Namun apabila disangkal oleh para
pihak, maka pihak yang tidak menyangkal harus membuktikan kebenaran mengenai
apa yang tertulis pada akta dibawah tangan tersebut. Hal ini tentu merupakan salah
satu resiko dari suatu Akta dibawah tangan. Dalam perjanjian sewa-menyewa antara
Yayasan dengan Pemilik Gedung Sekolah ini, Surat Perjanjian sewa-menyewa dibuat
dibawah tangan dan dilegalisasi oleh Notaris, menurut kedua belah pihak karena
adanya itikad baik, efesiensi waktu (jangka waktu sewa) dan para pihak berpendapat
perjanjian yang mereka buat secara bawah tangan dilegalisasi oleh Notaris sudah sah
dan mengikat antara para pihak dan juga sebagai bukti yang kuat.
Legalisasi dalam pengertian sebenarnya adalah membuktikan bahwa dokumen
yang dibuat oleh para pihak itu memang benar-benar ditanda tangani oleh para pihak
yang membuatnya. Oleh karena itu diperlukan kesaksian seorang Pejabat Umum yang
diberikan wewenang untuk itu yang dalam hal ini adalah Notaris untuk menyaksikan
Universitas Sumatera Utara
-
49
penandatanganan tersebut pada tanggal yang sama dengan waktu penandatanganan
itu. Dengan demikian legalisasi itu adalah melegalize dikumen yang dimaksud
dihadapan Notaris dengan membuktikan kebenaran tandatangan penandatanganan
dan tanggalnya.
Ada kalanya yang dibuat dibwah tangan itu, para pihak kurang puas kalau
tidak dicapkan di Notaris. Notaris dalam hal ini dapat saja membubuhkan cap pada
Akta-Akta dibawah tangan itu. Sebelum membubuhkan cap Notaris, diberi nomor
dan tanggal, nomor mana yang harus dicatat dalam buku(Daftar Akta), kemudian
diberikan kata-kata dan ditandatangani oleh Notaris.
Untuk keperluan legalisasi itu, maka para penandatanganan Akta itu harus
datang menghadap Notaris, tidak boleh ditandatangani sebelumnya di rumah.
Kemudian Notaris memeriksa tanda kenal, yaitu KTP atau tanda pengenal lainnya.
Pengertian kenal itu lain dengan pengertian sehari-hari, yakni Notaris harus mengerti
benar sesuai dengan kartu kenalnya, dia memang orangnya, yang bertempat tinggal di
alamat kartu itu, gambarnya cocok. Sesudah diperiksa cocok, kemudian Notaris
membacakan akta dibawah tangan itu dan menjelaskan isi dan maksud surat dibawah
tangan itu.
Mengenai tata cara legalisasi yang memenuhi syarat menurut bunyi
pasal 1874 a KUHPerdata :
a. Penandatangan akta (para pihak) dikenal atau diperkenalkan kepada Notaris.b. Sebelum Akta ditandatangani oleh para penghadap, Notaris terlebih dahulu
harus membacakan isinya.c. Kemudian akta tersebut ditanda tangani para penghadap dihadapan Notaris.
Universitas Sumatera Utara
-
50
Sebagai yang ditugaskan untuk memberikan pengesahan (legalisasi) dan
melakukan pendaftaran (waarmerking) surat-surat dibawah tangan dalam
buku register, selain Notaris yang mempunyai kewenangan yang sama-sama
untuk itu adalah Ketua Pengadilan Negeri, Wali Kota, Bupati dan
Kepala Kewedaan.67
Dalam kenyataan yang terjadi dimasyarakat, sebagian dari masyarakat kurang
menyadari pentingnya suatu dokumen sebagai alat bukti sehingga kesepakatan
diantara para pihak cukup dilakukan dengan rasa saling kepercayaan dan dibuat
secara lisan terutama pada masyarakat yang masih diliputi oleh adat kebiasaan yang
kuat, untuk peristiwa-peristiwa yang penting dibuktikan dengan kesaksian dari
beberapa orang saksi, biasanya yang menjadi saksi-saksi untuk peristiwa-peristiwa itu
ialah tetangga-tetangga, teman-teman sekampung atau pegawai desa.
Sesungguhnya didalam kesaksian dengan mempergunakan beberapa saksi
tersebut terdapat kelemahan-kelemahan, apabila terdapat suatu peristiwa yang harus
dibuktikan kebenarannya, dalam hal ini terjadi sengketa antara pihak-pihak yang
berkepentingan, maka saksi-saksi itulah yang akan membuktikan kebenarannya
dengan memberikan kesaksiannya.
Pasal 15 ayat 2 huruf a UUJN yang mengatur tentang legalisasi berbunyi :
Notaris berwenang mengesahkan tandatangan dan menetapkan kepastiantanggal surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus .
67 A.Kohar, Notaris Berkomunikasi, (Bandung : Alumni, 1984), hlm.36.
Universitas Sumatera Utara
-
51
Notaris dalam memberi legalisasi, membubuhkan tanggal dan keterangan
bagian bawah dari surat itu, dengan mencantumkan keterangan yang berbunyi :
Nomor...../LEG/IV/2012Saya yang bertanda tangan dibawah ini....., Notaris di.....Menerangkanbahwa isi surat ini telah saya bacakan dan terangkan kepada ....yang sayaNotaris kenal/diperkenalkan kepada saya Notaris dan sesudah itu maka........membubuhkan tandatangan/cap jarinya diatas surat ini dihadapan saya,Notaris.
Berdasarkan ketentuan Pasal 56 ayat (3) UUJN, Surat dibawah tangan yang
disahkan atau dilegalisasi oleh Notaris wajib diberi teraan cap / stempel serta paraf
atau tanda tangan Notaris. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa dengan
dilegalisasinya Surat dibawah tangan itu, Surat itu memperoleh kedudukan sebagai
Akta Otentik.
Dengan kata lain Surat itu dianggap seolah-olah dibuat oleh atau dihadapan
Notaris. Surat dibawah tangan sekalipun telah mendapat legalisasi dari Notaris
tetaplah merupakan Surat yang dibuat dibawah tangan. Legalisasi adalah
pengesahan Surat yang dibuat dibawah tangan .68
Terhadap Surat dibawah tangan yang dilegalisasi oleh Notaris, maka Notaris
bertanggung jawab atas 4 (empat) hal :69
a. Identitas1. Notaris berkewajiban meneliti identitas pihak-pihak yang akan
menandatangani Surat/Akta dibawah tangan (KTP, Paspor, SIM, ataudiperkenalkan oleh orang lain.
2. Meneliti apakah cakap untuk melakukan perbuatan hukum.3. Meneliti apakah pihak-pihak yang berwenang yang menandatangani
Surat/Akta.
68 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Bandung:Sinar Grafika,2005), hlm.597.69 H.M. Imron, Legalisasi Harus Dilengkapi Saksi, Renvoi Nomor 10/34 April 2006, hlm.1
Universitas Sumatera Utara
-
52
b. Isi Akta Notaris wajib membacakan isi Akta kepada pihak-pihak danmenanyakan apakah benar isi akta yang demikian yang dikehendaki pihak-pihak.
c. Tandatangan.Mereka harus menandatangani dihadapan Notaris.
d. TanggalMembubuhi tanggal pada Akta dibawah tangan tersebut kemudian dilakukanke buku daftar yang telah disediakan untuk itu.
Adapun tujuan dari legalisasi atas penandatanganan Akta dibawah tangan
adalah :70
a. Agar terdapat kepastian atas kebenaran tanda tangan yang terdapat dalamAkta, dan juga kepastian atas kebenaran bahwa tanda tangan itu adalah benarsebagai tanda tangan para pihak :
b. Dengan demikian, para pihak pada dasarnya tidak leluasa lagi untuk menandatangan yang terdapat pada Akta.
Dengan telah dilegalisasi Akta dibawah tangan, maka bagi Hakim telah
diperoleh kepastian mengenai tanggal dan identitas dari pihak yang mengadakan
perjanjian tersebut serta tanda tangan yang dibubuhkan dibawah Surat itu benar
berasal dan dibubuhkan oleh orang yang namanya tercantum dalam Surat itu dan
orang yang membubuhkan tandatangannya dibawah Surat itu tidak lagi dapat
mengatakan bahwa para pihak atau salah satu pihak tidak mengetahui apa isi surat itu,
karena isinya telah dibacakan dan dijelaskan terlebih dahulu sebelum para pihak
membubuhkan tandatangan dihadapan Pejabat Umum tersebut.
Untuk mencover perjanjian agar benar-benar aman, maka memang diperlukan
perjanjian yang dibuat dalam bentuk Akta Notaris. Agar kelak dikemudian hari,
manakala terjadi sengketa terhadap persoalan tersebut, maka pihak pembuat akan
70 Yahya Harapan, Op Cit, hlm.597
Universitas Sumatera Utara
-
53
lebih mendapatkan kepastian Hukum. Namun hal ini bukan berarti perjanjian yang
dibuat secara bawah tangan kehilangan daya mengikatnya. Perjanjian bawah tangan
tetap menjadi salah satu alat bukti yang sah untuk berpekara di Pengadilan.
Hanya yang perlu menjadi pertimbangan adalah bahwa kekuatan Hukum yang
mengikutinya akan berbeda dengan apabila perjanjian itu dibuat dalam bentuk Akta
Notariil. Yang diperlukan hanya mempertimbangkan apakah kira-kira resiko akibat
apabila perjanjian itu dibuat dibawah tangan membawa implikasi yang significan atau
tidak, apabila perjanjian itu hanya perjanjian-perjanjian ringan yang memiliki
resiko lebih sedikit, maka silahkan saja dibuat dalam bentuk perjanjian bawah tangan.
Namun apabila beresiko lebih besar, maka hendaklah dibuat dalam bentuk
Notariil Akta, Sehingga kepastian Hukumnya lebih terjaga. Para pihak yang terlibat
mengutarakan maksudnya masing-masing kepada Notaris dan Notaris yang akan
membuat Aktanya, kemudian Akta akan dibacakan dan setelah itu akan
ditandatangani oleh para pihak jika semua kehendak para pihak tersebut sudah benar.
Jadi dari berbagai segi memang ada perbedaan antara Akta bawah tangan dan
Akta Notaris. Masalah perlu atau tidaknya semua perjanjian dibuat dalam Akta
Notaris, tentunya itu sangat bergantung pada kepentingan para pihak dan kehendak
para pihak masing-masing.
Dalam hal ini sekalipun sama-sama secara tertulis akan tetapi sangat
dianjurkan untuk dibuat secara Notariil. Karena terdapat perbedaan kekuatan
(Hukum) pembuktiannya, secara gampangnya yang dibuat dibawah tangan sangat
mudah disangkal, sedangkan Notaris adalah Pejabat yang telah disumpah demikian
Universitas Sumatera Utara
-
54
Akta yang dibuat dihadapannya mempunyai kekuatan Hukum yang kuat. Siapa yang
menyangkal isi Akta Notariil haruslah mengajukan kontra bukti yang sangat kuat
barulah dapat melumpuhkan kekuatan Akta Notariil.
B. Kedudukan Yayasan Sebagai Badan Hukum Menurut Undang-UndangNomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan
Pertumbuhan Badan Hukum Yayasan cukup pesat dalam masyarakat
Indonesia. Keberadaan yayasan pada dasarnya merupakan pemenuhan kebutuhan
bagi masyarakat yang menginginkan adanya wadah atau lembaga yang bersifat dan
bertujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Dengan adanya yayasan, maka segala
keinginan sosial, keagamaan dan kemanusiaan itu dapat diwujudkan di dalam suatu
lembaga yang telah diakui dan diterima keberadaannya. Bahkan ada pendapat
mengatakan bahwa yayasan merupakan nirlaba, artinya tujuannya bukan mencari
keuntungan, melainkan melaksanakan sesuatu yang bersifat amal.
Namun tidak semua yayasan yang ada dalam masyarakat itu didaftarkan untuk
menjadikannya suatu badan hukum menurut peraturan yang berlaku. Di Indonesia
kegiatan sosial kemanusiaan yang dilakukan Yayasan diperkirakan muncul dari
kesadaran masyarakat kalangan mampu yang memisahkan kekayaannya untuk
membantu masyarakat yang mengalami kesusahan. Adapun alasan mereka memilih
mendirikan yayasan karena jika dibandingkan dengan bentuk badan hukum lain yang
hanya terkonsentrasi pada bidang ekonomi dan usaha, yayasan dinilai lebih memilih
ruang gerak untuk menyelenggarakan kegiatan sosial seperti pendidikan, kesehatan
Universitas Sumatera Utara
-
55
serta keagamaan yang pada umumnya belum ditangani oleh badan badan hukum
lain.71
Sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan, sebagai badan hukum
(recht persoon) yayasan sudah sejak lama diakui dan tidak diragukan. Meskipun
belum ada undang-undang yang mengaturnya. Dalam lalu lintas hukum sehari-hari
yayasan diperlakukan sebagai legal entity.72
Umumnya yayasan selalu didirikan dengan akta notaris sebagai syarat bagi
terbentuknya suatu yayasan. Namun ada juga yayasan yang didirikan oleh
badan-badan pemerintah dilakukan atau dengan suatu Surat Keputusan dari pihak
yang berwenang untuk itu atau dengan akta notaris. Didalam akta notaris yang dibuat
tersebut dimuat ketentuan tentang pemisahan harta kekayaan oleh pendiri Yayasan,
yang kemudian tidak boleh lagi dikuasai oleh pendiri.
Selama ini beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku hanya
menyebutkan mengenai Yayasan tanpa menjelaskan atau mengatur tentang
pengertian Yayasan, seperti yang terdapat dalam Pasal 365, Pasal 899, Pasal 900 dan
Pasal 1680 KUHPerdata. Didalam pasal-pasal ini sama sekali tidak memberikan
pengertian tentang Yayasan.
Agar pengertian yayasan tidak menyimpang maka Pemerintah mengeluarkan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004
71 Arie Kusumastuti dan Maria Suhardiadi, Hukum Yayasan Di Indonesia, (Jakarta :PT. Abadi, 2003), hlm. 1.
72 Setiawan,, Tiga Aspek Yayasan, (Varia Peradilan Tahun V, No. 55, April, 1995), hlm.112.
Universitas Sumatera Utara
-
56
tentang Yayasan. Pengertian yayasan pada Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor
16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 menyatakan bahwa :
Yayasan adalah suatu badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang
dipisahkan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.
Setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, maka penentuan status badan hukum
yayasan harus mengikuti ketentuan yang ada didalam undang-undang tersebut.
Dalam undang-undang tersebut menyatakan bahwa yayasan memperoleh status badan
hukum setelah akta pendirian memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak
Azasi Manusia.
Dengan ketentuan tersebut dapat diketahui Yayasan menjadi badan hukum
karena undang-undang atau berdasarkan undang-undang bukan berdasarkan sistem
terbuka yaitu berdasarkan pada kebiasaan, dokrin dan yurisprudensi. Modal awalnya
berupa kekayaan pendiri yang dipisahkan dari kekayaan pribadinya yang lain.
Memiliki tujuan tertentu yang merupakan konkretisasi nilai-nilai keagamaan,
sosial dan kemanusiaan, tidak memiliki anggota.73
Yayasan sebagai suatu badan hukum, memiliki hak dan kewajiban yang
independen, yang terpisah dari hak dan kewajiban orang atau badan yang mendirikan
73 Chatamarrasjid Ais, Badan Hukum Yayasan Edisi Revisi, (Bandung : PT.Citra AdityaBakti, 2006), hlm. 2.
Universitas Sumatera Utara
-
57
Yayasan, maupun para Pengurus serta organ yayasan lainnya.74 Yayasan merupakan
suatu badan yang melakukan berbagai kegiatan yang bersifat sosial dan mempunyai
tujuan idiil.75
Yayasan dipandang sebagai subyek hukum karena memenuhi hal - hal sebagai
berikut : 76
1. Yayasan adalah perkumpulan orang.2. Yayasan dapat melakukan perbuatan hukum dalam hubungan hukum.3. Yayasan mempunyai harta kekayaan sendiri.4. Yayasan mempunyai pengurus.5. Yayasan mempunyai maksud dan tujuan.6. Yayasan mempunyai kedudukan hukum (domisili) tempat.7. Yayasan dapat digugat atau menggugat di muka pengadilan.
Sehingga dari unsur-unsur yang tersebut di atas dapat diberikan suatu
kesimpulan bahwa Yayasan memenuhi syarat sebagai badan hukum dimana Yayasan
memiliki harta kekayaan sendiri, dapat melakukan perbuatan hukum dalam hubungan
Hukum, memiliki maksud dan tujuan serta unsur-unsur lainya sehingga Yayasan
persamakan statusnya dengan orang-perorangan.
Sekalipun sudah ditentukan status badan Hukumnya suatu Yayasan yang
pendiriannya sesuai Pasal 9 ayat 122 yang berbunyi :
a. Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan
sebagian harta kekayaan pendirinya sebagai kekayaan awal.
b. Pendirian yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia.
74 Gunawan Wijaya, Yayasan di Indonesia Suatu Panduan Komprehensif, (Jakarta : ElexMedia Komputindo, Kelompok Gramedia, 2002), hlm. .4
75 I.G.Rai Widjaya, Hukum Perusahaan, (Jakarta : Kesaint Blanc, 2002), hlm. 60 .76 Hisbullah Syawie, Aspek-aspek Hukum Mengenai Yayasan di Indonesia,
(Varia Pendidikan, Tahun IX, No. 98 November 1993), hlm. 89.
Universitas Sumatera Utara
-
58
Tidak serta merta menjadi sebuah badan hukum bilamana sudah dibuat akta
pendiriannya di hadapan notaris. Guna mendapatkan status badan hukum sebuah
Yayasan harus melalui proses pengesahan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia seperti yang tercantum dalam Pasal 11 ayat 1 yang
berbunyi : Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian yayasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat 2 memperoleh pengesahan dari Menteri.
Dengan dijelaskan prosedur memperoleh status badan hukum menjadikan hasil yang
jelas bahwa yayasan adalah badan hukum dan atas hal ini diharapkan tidak ada lagi
keragu-raguan tentang status badan Hukum Yayasan.
Pada prinsipnya, terkait status badan hukum, yayasan yang telah ada sebelum
berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2004 tentang Yayasan, berdasarkan pada yurisprudensi dan doktrin,
tetap diakui menjadi badan hukum apabila memenuhi persyaratan yang ditentukan
dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2004 tentang Yayasan.
Berdasarkan ketentuan peralihan Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2004, sejak berlakunya undang-undang tersebut akan muncul dua pengakuan
yang berbeda terhadap yayasan. Ada yayasan yang diakui sebagai badan hukum,
sementara disisi lain ada juga yayasan yang tidak diakui sebagai badan hukum.
Pengakuan tersebut menimbulkan konsekwensi yuridis bagi yayasan yang telah ada
sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
-
59
Yayasan yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan
tersebut, dan telah didaftarkan di Pengadilan Negeri tetap diakui sebagai badan
hukum. Hal ini merupakan hak yang telah diperoleh yayasan sebelumnya,
oleh karena itu sesuai dengan prinsip hukum yang belaku, hak tersebut tidak dapat
hilang begitu saja.
Pendaftaran yang telah dilakukan oleh Yayasan sebelum berlakunya
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 pada Pasal 71 Ayat (1) tentang Yayasan
hanya terbatas pada Yayasan yang :
a. Telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan
Berita Negara Republik Indonesia.
b. Telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan Mempunyai izin melakukan
kegiatan dari instansi terkait.
Dengan pendaftaran tersebut Yayasan tetap diakui sebagai badan hukum.
Pengakuan sebagai badan hukum bukan berlangsung secara otomatis, namun terlebih
dahulu yayasan harus memenuhi semua persyaratan yang diwajibkan untuk dilakukan
menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004. Persyaratanya adalah Yayasan
wajib menyesuaikan anggaran dasarnya dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dengan
ketentuan bahwa paling lambat 3 (tiga) tahun sejak mulai berlakunya
Undang-Undang ini telah melakukan penyesuaian (6 Oktober 2008).
Sementara itu, yayasan yang belum pernah terdaftar di Pengadilan Negeri
dapat memperoleh status badan hukum dengan cara menyesuaikan anggaran dasarnya
Universitas Sumatera Utara
-
60
dan wajib mengajukan permohonan kepada Menteri dalam jangka waktu paling
lambat 1 ( satu ) tahun sejak Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan
tersebut berlaku. Bila dalam batas waktu tersebut Pendiri Yayasan lalai menyesuaikan
anggaran dasarnya dengan Undang-Undang Yayasan tersebut, maka Yayasan tidak
dapat diakui sebagai yayasan dan permohonan pengesahannya ditolak oleh Menteri
Hukum Dan Hak Azazi Manusia.
Yayasan itu juga wajib memberitahukan kepada Menteri Hukum Dan Hak
Azasi Manusia setelah pelaksanaan penyesuaian anggaran dasarnya. Sanksi yang
diberikan kepada yayasan yang tidak menyesuaikan anggaran dasarnya adalah
Yayasan dapat dibubarkan berdasarkan putusan pengadilan atas permohonan
kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.77
Jadi, dalam Sistem Hukum Indonesia suatu badan hukum selain memenuhi 3
(tiga) unsur yakni mempunyai harta kekayaan sendiri yang berasal dari suatu perbuatan
pemisahan, mempunyai tujuan sendiri (tertentu) dan mempunyai alat perlengkapan yang
merupakan syarat materiil, yayasan juga perlu didaftarkan sebagai badan hukum.
Sebelum didaftarkan sebagai badan hukum, yayasan itu secara formal belum dapat
diakui secara sah sebagai suatu badan hukum. Perbuatan-perbuatan hukum yang
dilakukan oleh pengurus suatu badan hukum yang belum didaftarkan dianggap
sebagai perbuatan pribadi pengurus. Pendaftaran badan hukum yayasan dapat dilihat
sebagai unsur formal. Sahnya suatu badan hukum sering kali dikaitkan dengan
tanggung jawab pengurus, dalam hal perbuatan-perbuatan hukum tanggung jawab
77 Pasal 71 ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.
Universitas Sumatera Utara
-
61
pengurus badan hukum yang sah sebatas tanggung jawab pengurus yang menjadi
tanggungjawabnya menurut anggaran Dasar. Sebaliknya jika badan hukumnya belum
didaftarkan, maka tanggungjawabnya bersifat pribadi dari orang-orang yang duduk
sebagai pengurus.
Yayasan sebagai organisme dalam hukum, dalam kegiatan rutin maupun
tertentu yayasan dibina, diurus, dan diawasi oleh organ yayasan. Adapun sesuai
ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 menyebutkan :
Yayasan mempunyai organ yang terdiri dari pembina, pengurus dan pengawas.
Pembina dalam yayasan memiliki kedudukan tertinggi dimana pengawas
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) yang berbunyi:
Pembina adalah organ Yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan
kepada pengurus atau Pengawas oleh Undang-Undang ini atau anggaran dasar.
Kewenangan yang diberikan kepada adalah kewenangan yang benar,
karena pada umumnya pembina adalah pendiri yayasan tersebut, walaupun ada
kemungkinan pembina adalah pendiri yayasan tersebut, walaupun ada kemungkinan
pembina dapat diangkat oleh rapat pembina jika calon pembina tersebut dinilai
mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan.
Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
Kebutuhan mengenai perubahan anggaran dasar.
a. Pengangkatan dan pemberhentian anggota pengurus dan anggota pengawas.
b. Penetapan kebijakan umum yayasan berdasarkan anggaran dasar Yayasan.
c. Penyelesaian program kerja dan rancangan anggaran tahunan Yayasan.
Universitas Sumatera Utara
-
62
d. Penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran Yayasan.
Dengan kewenangan tersebut di atas tampaknya seperti segalanya ditentukan
dan diatur oleh pembina. Namun jika dicermati ketentuan Pasal 28 ayat (1) tersebut
diatas kewenangan tersebut hanya kewenangan yang tidak diserahkan kepada
pengurus atau pengawas. Sehingga disamping kewenangan pembina ternyata ada juga
kewenangan pengurus dan pengawas, jadi sesungguhnyapun pembina. mengangkat
pengurus dan pengawas, namun pembina tidak boleh mencampuri urusan pengurus
dan pengawas, hal ini dipertegas kembali dalam ketentuan Pasal 29 yang berbunyi:
Anggota pembina tidak boleh merangkap sebagai anggota pengurus dan/atau
anggota pengawas. Demikian juga ketentuan Pasal 31 ayat 3 juncto Pasal 40
ayat (4).
Yang dapat dilakukan oleh pernbina adalah menilai tindakan pengurus dalam
menjalankan kegiatannya mengurus Yayasan tanpa anggota tetapi Yayasan
mempunyai pengurus kekayaan dan penyelenggaraan tujuannya.
Kewenangan yang diberikan kepada pembina adalah kewenangan yang besar,
karena pada umumnya pembina adalah pendiri yayasan tersebut, walaupun ada
kemungkinan pembina dapat diangkat oleh rapat pembina jika dalam pembina
tersebut dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan
yayasan, maupun pengangkatan sesuai Pasal 28 ayat (3).
Dengan kewenangan tersebut di atas tampaknya seperti segalanya ditentukan
dan diatur oleh pembina. Namun jika dicermati dalam ketentuan Pasal 28 ayat (1)
tersebut di atas kewenangan tersebut hanya kewenangan yang tidak diserahkan
Universitas Sumatera Utara
-
63
kepada pengurus atau pengawasan dan pembinaan bukanlah badan tertinggi dalam
yayasan tidak seperti yang ditentukan RUPS dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1995 tentang Perseroan Terbatas Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi:
Rapat umum pemegang saham yang selanjutnya disebut RUPS adalah organ
perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan
memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi dan
komisaris.
Pengurus adalah organ dalam yayasan yang melaksanakan
kegiatan/pengurusan yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1).
Adapun guna menjalankan kegiatan pengurus, maka organ pengurus terbagi atas
Ketua, Sekretaris dan Bendahara.
Karena pengurus diberikan wewenang untuk menjalankan kegiatan Yayasan,
maka pengurus bertanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan Yayasan.
Pengawas adalah organ dalam Yayasan yang diberikan tugas untuk
melaksanakan pengawasan serta memberi nasehat kepada pengurus dalam
menjalankan kegiatan Yayasan. Pengawasan di dalam menjalankan tugasnya wajib
dengan itikad baik dengan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk
kepentingan Yayasan sendiri.
Universitas Sumatera Utara