catamenial pneumothorax

Upload: joe-thesecondmonth

Post on 02-Mar-2016

109 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

REFERAT

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar bekang

Paru paru merupakan organ elastik yang akan mengempis bila tidak ada yang mempertahankan pengembangannya. Paru-paru mengapung dalam rongga toraks dan dikelilingi oleh membran yang membentuk dua lapisan yaitu lapisan parietal dan visceral diantara kedua lapisan ini membentuk rongga pleura, didalamnya terdapat cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas bagi paru-paru supaya dapat mengembang dan mengempis.

Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk dapat mempertahankanparu dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga pleura pada akhirinspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O.Kerusakan pada pleura parietal dan/atau pleura viseral dapat menyebabkan udaraluar masuk ke dalam rongga pleura, Sehingga paru akan kolaps. Paling sering terjadispontan tanpa ada riwayat trauma; dapat pula sebagai akibat trauma toraks dan karenaberbagai prosedur diagnostik maupun terapeutik.

Pneumothorax adalah keadaan terdapatnya gas atau udara di dalam rongga pleura sehingga menyebabkan tekanan negatif rongga pleura berkurang. tanpa adanya tekanan negatif yang menjaga paru tetap mengembang maka paru akan kolaps oleh karena sifat elastisitasnya. Hal ini menyebabkan volume paru berkurang dan dapat menyebabkan gagal pernafasan. Pneumothoraks terbagi menjadi dua yaitu pneumothoraks spontan dan traumatik. Pneumothoraks spontan dapat dibagi menjadi primer atau sekunder. Pneumothoraks tramatik dapat dibagi menjadi iatrogenic atau non iatrogenic.

Dahulu pneumotoraks dipakai sebagai modalitas terapi pada TB paru sebelum ditemukannya obat anti tuberkulosis dan tindakan bedah dan dikenal sebagaipneumotoraks artifisial. Kemajuan teknik maupun peralatan kedokteran ternyata juga mempunyai peranan dalam meningkatkan kasus-kasus pneumotoraks antara lain prosedurdiagnostik seperti biopsi pleura, TTB, TBLB; dan juga beberapa tindakan terapeutikseperti misalnya fungsi pleura, ventilasi mekanik, IPPB, CVP dapat pula menjadi sebab terjadinya pneumotoraks (pneumotoraks iatrogenik). Ada tiga jalan masuknya udara kedalam rongga pleura, yaitu :

1. Perforasi pleura viseralis dan masuknya udara dan dalam paru.2. Penetrasi dinding dada (dalam kasus yang lebih jarang perforasi esofagus atauabdomen) dan pleura parietal, sehingga udara dan luar tubuh masuk dalam ronggapleura3. Pembentukan gas dalam rongga pleura oleh mikroorganisme pembentuk gas misalnyapada empiemaInsidensi pneumothoraks sering sulit diketahui secara pasti oleh karena banyak episode yang muncul dan hilang tanpa diketahui. Secara epidemiologi ditemukan lebih sering muncul pada penderita berumur lebih dari 40 tahun dengan perbandingan laki-laki : perempuan adalah 5:1. Pneumotoraks spontan yang timbul pada umur lebih dan 40 tahun seringdisebabkan oleh adanya bronkitis kronik dan empisema. Lebih sering padaorang-orang dengan bentuk tubuh kurus dan tinggi (astenikus) terutama pada merekayang mempunyai kebiasaan merokok. Pneumonotoraks kanan lebih sering terjadi danpada kiri.Dalam perkembangan ilmu kedokteran terdapat kemajuan di bidang penatalaksanan kasus pneumothoraks. Pendekatan seperti VATS(video assisted thoracoscopy surgery) memberi banyak keuntungan pada pasien yang mengalami pneumothoraks relaps dan dapat mengurangi lama rawat inap.12. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui definisi dari pneumothorax, catamenial pneumothorax, cara menegakkan diagnosa, serta penanganannya secara tepat. BAB II

PNEUMOTHORAKS1. DEFINISI

Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara di dalam rongga pleura.2

2. ETIOLOGI

Etiologi dapat dibagi menjadi 2 yaitu spontan dan traumatik. Spontan berarti terjadi secara non traumatik. Traumatik disebabkan olehkarena perlukaan. Pneumothorax spontan dibagi menjadi primer dan sekunder. Pneumothorax spontan primer terjadi secara idiopatik. Pneumothorax spontan sekunder adalah disebabkan oleh kelanjutan dari penyakit lain seperti TBC paru, PPOK, Ca paru, asma, dan pneumonia. Traumatik dibagi dua menjadi iatrogenik dan non iatrogenik. Iatrogenik disebkan oleh karena tindakan medis.pneumothoraks traumatik iatrogenic accidental dan artificial. Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura. Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate) adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura.on iatrogenic disebabkan oleh karena trauma seperti trauma tajam akibat kecelakaan lalu lintas.33. KLASIFIKASI

Pneumothorax diklasifikasikan menjadi berdasarkan etiologi, fistulanya, dan luas paru yang kolaps. Secara etiologi telah dibahas diatas. Klasifikasi berdasar jenis fistulanya dibagi menjadi tiga yaitu tertutup (simple pneumothorax), terbuka (open pneumothorax) dan ventil (tension pneumothorax).

a. Pada pneumothorax tertutup, tidak terdapat hubungan antara dunia luar dengan rongga pleura termasuk udara bronkus dan tekanan di rongga pleura tetap negatif. Udara di dalam rongga pleura lama kelamaan akan diserap oleh jaringan sekitar.

b. Pada pneumothorax terbuka terdapat hubungan antara rongga pleura dengan dunia luar sehingga tekanan di dalam rongga pleura sama dengan udara luar. Pada saat inspirasi tekanan rongga pleura menjadi negatif dan saat ekspirasi menjadi positif seperti keadaan normal. Namun karena ada hubungan dengan udara luar maka udara akan keluar masuk dari rongga pleura dan bukan dari rongga alveoli oleh karena elastisitas paru yang menyebabkan paru mengkerut. Pada saat ekspirasi mediastinum akan terdorong ke sisi yang sakit karena tekanan pada sisi yang sakit lebih rendah (sucking wound).

c. Pada ventil pneumothorax, fistel pada pleura bersifat ventil. Pada waktu inspirasi dapat masuk ke rongga pleura sedangkan saat ekspirasi udara di dalam rongga pleura terperangkap. Keadaan tersebut menyebabkan tekanan di rongga pleura semakin bertambah setiap kali inspirasi sehingga paru dan mediastinum dapat terdesak ke sisi yang sehat. Pneumothoraks seperti ini sangat mungkin terjadinya gagal nafas dan gangguan hemodinamik.

Pembagian jenis pneumothoraks menurut luas paru yang mengalami kolaps ada dua:

a. Pneumothoraks parsialis, yaitu yang mnekan sebagian kecil paru (50% volume paru )

c. Cara perhitungan luas pneumothoraks

Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks, dimana masing-masing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai volume kubus (2).Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan diameter kubus rata-rata paru-paru yang kolaps adalah 8cm, maka rasio diameter kubus adalah :

83 512

______ = ________ = 50 %

103 1000

Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal, ditambah dengan jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal, ditambah dengan jarak terdekat antara celah pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi tiga, dan dikalikan sepuluh (2).

d. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan luas hemitoraks (4).

4. PATOFISIOLOGI

Paru-paru dibungkus oleh dua lapisan yang terdiri dari satu membran yang membentuk pleura viceralis dan pleura parietalis. Diantara pleura viceralis dan parietalis terdapat cavum pleura. Dalam cavum pleura terdapat sekitar 1cc cairan pleura yang berguna sebagai pelumas paru saat mengembang. Tekanan intra pleura selalu negatif dalam keadaan normal. Tekanan negatifpadaintrapleuramembantudalamprosesrespirasi. Secara garis besar, semua jenis pneumotorak mempunyai dasar patofisiologi yang hampir sama. Mekanisme pada saat inspirasi oleh karena tekanan negatif pleura maka bila ada hubungan antara dunia luar dengan cavum pleura maka udara akan masuk ke dalam pleura dan paru tidak akan mengembang. Pada pneumothoraks, tekanan dalam cavum pleura menjadi semakin positif oleh karena terdapatnya udara di dalam rongga pleura. Pada keadaan tersebut paru akan mengganggu ekspansi paru oleh karena tekanan di rongga pleura yang negatif diperlukan untuk menjaga supaya paru mengikuti gerak dinding dada. Bila jumlah udara cukup banyak maka pada saat inspirasiterjadi hiperekspansi cavum pleura yang dapat mengakibatkan penekanan pada mediastinum yang kemudian menekan sisi dada yang sehat.Padasaatekspirasi, mediastinalkembalilagikeposisisemula. Proses yang terjadiini dikenal dengan mediastinal flutter. Pneumotorak ini terjadi biasanya pada satu sisi, sehingga respirasi paru sisi sebaliknya masih bisamenerimaudarasecara maksimal dan bekerja dengan sempurna. Bila karena luka yang bersifat ventil, udara akan masuk ke rongga pleura setiap kali inspirasi dan terperangkap saat ekspirasi, hiperekspansi cavum pleura pada saat inspirasimenekan mediastinal ke sisi yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada parudancavumpleura terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal dengan tension pneumotorak.

5. EPIDEMIOLOGI

Data epidemiologi berbeda-beda berdasarkan jenis pneumothorax.

1. Pneumothoraks spontan primer, sekunder dan rekuring:

Sangat mungkin bahwa insidensi pneumothorax spontan primer dibawah Perkiraan. Lebih dari 10% pasien asimtomatik, dan yang memiliki gejala ringan sering tidak berobat. Sering muncul pada grup usia 20-30 tahun, dengan insidensi tertinggi pada umur 20-an awal. Jarang ditemukan pada individu diatas umur 40 tahun. Pria memiliki insidensi 7,4-18 kasus per 100.000 orang per tahun dan pada wanita1,2-6 kasus per 100.000 orang per tahun. Perbandingan antara pria dan wanita adalah 6,2:1.

Pada pneumothoraks spontan sekunder muncul lebih sering pada usai 60-65 tahun. Insidensi antara 6,3 kasus per 100.000 orang per tahun untuk wanita dan 2per100.000 pada wanita. Perbandingan antara pria dan wanita adalah 3,2:1. Penyakit paru obstruktif kronis adalah penyebab yang sering pada pneumothoraks spontan sekunder dengan insidensi 26:100.000 kasus per tahun.

Hal-hal yang dapat meningkatkan insidensi pneumothorax: merokok meningkatkan resiko 20 kali lipat pada pria dan 10 kali lipat pada wanita, meningkat setara dengan jumlah rokok yang dikonsumsi per hari. Habitus tubuh pria kurus tinggi antara umur 20-40 memiliki tingkat insidensi tertinggi.

2. Pneumothorax traumatik

Tension dan traumatik pneumothorax muncul lebih sering dari pada pneumothorax spontan, dan meningkat oleh karena meningkatnya jumlah fasilitas perawatan intensif yang semakin menambah jumlah penggunaan modalitas ventilator tekanan positif dan penempatan kateter vena sentral yang meningkatkan potensial terjadinya pneumothorax iatrogenic.

Insidensi pneumothorax iatrogenic adalah antara 5-7:10.000 pasien rawat inap, dengan pasien bedah thorax dieksklusikan karena merupakan outcome yang sering terjadi.

Pneumothorax muncul pada 1-2% dari semua neonatus, dengan insidensi lebih tinggi pada bayi dengan neonatal respiratory distres syndrome. Terdapat penelitian yang melaporkan insidensi setinggi 19%.

3. Pneumothoraks ventil Pneumothorax ventil adalah komplikasi pada 1-2% pasien pneumothorax spontan. Sampai akhir abad ke-19 tuberkulosis merupakan etiologi terbanyak dari pneumothorax spontan, 1,4% penderita tuberkulosis mengalami pneumothorax.

Insidensi pneumothoraks venitl sulit ditentukan, 10-30% pasien trauma di US menerima thorachostomi, namun tidak semua benar-benar memiliki pneumothoraks ventil. Angka tersebut tinggi oleh karena resiko misdiagnosa dapat mengakibatkan kematian. 4. Katamenial pneumothorax

Insidensi catamenial pneumothorax sangat jarang yang muncul pada wanita umur 30-50 tahun. Secara tipikal muncul 1-3 hari setelah onset menstruasi.

6. MANIFESTASI KLINIS

Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah (2), (4), (5) :

1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan mendadak dan dapat bertambah makin berat.

2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.

3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.

4. Denyut jantung dan frekuensi nafas meningkat.

5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.

6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer.

Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe pneumotoraks tersebut, (2):

1. Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat

2. Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih berat

3. Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru yang lain serta ada tidaknya jalan napas.

4. Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi bila penderita mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil disebabkan pengisian yang kurang.

Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan (3), (4):

1. Inspeksi :

a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi dinding dada)b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggalc. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat

2. Palpasi :

a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar

b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat

c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit

3. Perkusi :

a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar

b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi

4. Auskultasi :

a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang

b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negative7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Foto Rntgen

Gambaran radiologis yang tampak pada foto rntgen kasus pneumotoraks antara lain (6):

a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.

b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.

c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.

d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai berikut (3):

1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di mediastinum.

2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang.

3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma

Foto R pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah merupakan bagian paru yang kolaps

2. Analisa Gas Darah

Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.

3. CT-scan thorax

CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.

8. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :

1. Observasi dan Pemberian O2Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari (2). Tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka (4).

2. Tindakan dekompresi

Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara : a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut (2), (4).

b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :

1) Dapat memakai infus set

Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di dalam botol (4).

2) Jarum abbocath

Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang berada di dalam botol (4).

3) Pipa water sealed drainage (WSD)

Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula.

Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut (3), (4).

Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal (2).

3. Torakoskopi

Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks dengan alat bantu torakoskop.

4. Torakotomi

5. Tindakan bedah (4)

a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit

b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi.

c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak

d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel

6. Non medikamentosa

a. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT, terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan bronkodilator (4).

b. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat (4).

c. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti emfisema (3).

7. Rehabilitasi(4) a. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.

b. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin terlalu keras.

c. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah laksan ringan.

d. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk, sesak napas.

BAB III

CATAMENIAL PNEUMOTHORAX

1. DEFINISI

Catamenial pneumothorax didefinisikan sebagai pneumothoraks spontan dan recurent yang muncul dalam 72 jam setelah onset menstruasi.7

2. ETIOLOGI

Penyebab catamenial pneumothorax masih kurang dimengerti namun diduga oleh karena defek pada diafragma dan implant jaringan endometrium. Penemuan paling sering pada video-assisted thoracic surgery, defek diafragma dan nodul-nodul pada pleura viceralis. Pada pemeriksaan patologi menunjukkan jaringan endometriosis. Temuan-temuan pada bedah eksplorasi mendukung teori udara yang masuk melalui transabdomen-transdiafragma sebagai patogenesis catamenial pneumothorax. 7

3. EPIDEMIOLOGI

Catamenial pneumothorax terdapat pada wanita dengan grup usia paling sering antara umur 20-40 tahun. Dan muncul hanya pada hemithorax kanan oleh karena penyebab yang tidak diketahui. Insidensi pastinya tidak diketahui.

4. PATOFISIOLOGI

Pada catamenial pneumothorax, terdapat jaringan endometrium di pleura dan diafragma. Jaringan tersebut secara hormonal birsifat fungsional dalam arti akan mengalami siklus penebalan dan meluruh yang sama selayaknya jaringan endometrium sesuai dengan stimulus hormon gonad. Pada pasien dengan catamenial pneumothorax yang memiliki endometriosis, pneumothoraks terjadi karena proses meluruhnya jaringan endometriosis dalam pleura. Terdapat 3 teori mengenai bagaimana jaringan endometriosis dapat masuk ke dalam rongga pleura dan diafragma. Yaitu teori coelomic metaplasia, embolisme jaringan endometrium melalui saluran limfa dan pembuluh darah, dan migrasi jaringan endometrium transabdominal-transdiafragma. Teori pertama berhipotesa bahwa jaringan pleura dan uterus serta peritoneum berasal dari jaringan mesoepitelium yang sama dalam embrio sehingga bila terdapat stimuli patologis maka akan terjadi metaplasia menjadi jaringan endometrium. Namun teori tersebut tidak menjelaskan mengapa catamenial pneumothoraks terdapat pada hemithorax kanan dan mengapa dapat terjadi endometriosis di jaringan tubuh lainnya seperti di otak. Teori kedua membahas mengenai sel-sel endometrium yang mengalami embolisasi karena trauma atau peluruhan masuk ke dalam limfe atau pembuluh darah dan bersirkulasi sampai dia berimplan di suatu jaringan dalam tubuh. Teori ini memiliki cukup banyak pendukung namun tidak menjelaskan mengapa catamenial pneumothoraks hanya terjadi di bagian hemithorax kanan. Pada teori ketiga mengenai migrasi transabdominal-transdafragma menjelaskan bagaimana di rongga peritonium terdapat suatu aliran yang ada secara fisiologis dari uterus ke diafragma bagian kanan yang membawa debris, pus, sel, dan udara dari rongga pelvis ke diafragma bagian kanan. Dimana pada diafragma, dalam penelitian lain, sering memiliki defek congenital ke dalam rongga pleura. Teori ini menjelaskan mengapa selalu terjadi pneumothoraks kanan. Namun sampai sekarang bagaimana pastinya terjadinya catamenial pneumothorax seperti mengapa proses peluruhan jaringan endometrium dapat menyebabkan masuknya udara ke dalam rongga pleura masih belum diketahui

5. MANIFESTASI KLINIS

Pada anamnesis, pasien wanita berumur antara 20-40 tahun datang dengan keluhan yang muncul dalam 72 jam setelah mulainya menstruasi, pneumothorax kanan dan rekuren dapat menambahkan kecurigaan ke arah catamenial pneumothorax. Pada sebagian besar kasus pasien memiliki riwayat endometriosis.

Pada pemeriksaan fisik, tidak dapat dibedakan dari pneumothorax spontan primer.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

X-ray thorax : ditemukan pneumothorax kanan Video-asisted thoracoscopy : ditemukan lesi endometrium berbentuk bulat oval tidak menonjol dengan diameter 2-10mm berwarna coklat sampai ungu(violet) pada pleura viceral, parietal, diafragma atau apikal. Dapat juga ditemukan defec pada diafragma yang berukuran hanya beberapa milimeter, paling sering pada pars tendinosus. Video-asisted laparascopy : dapat ditemukan endometriosis pada diafragma Broncoscopy : jarang menemukan adanya lesi. Dapat ditemukan lesi berupa perdarahan lokal dengan produksi lendir yang menonjol atau bisa juga berupa hanya lesi kemerahan. Namun biopsi PA dengan bronkoskopi jarang menunjukan hasil positif sedangkan dengan menggunakan brush swab jelas positif sitologi. Patologi anatomi: ditemukan jaringan endometrium yang tampak secara makroskopis pada pleura atau diafragma atau pada bagian tubuh lain. Temuan histologi berupa kelenjar dan stroma endometrium dan epitel kubus berlapis semu sampai batang serta makrofag dengan hemosiderin.7. TERAPI

a. Terapi medikamentosa untuk catamenial pneumothorax berorientasi dalam terapi endometriosis dengan menekan endometrium ektopik. Ini dapat dicapai dengan memberikan gonadotropin-releasing hormone antagonists seperti Luprin (189). Terapi hormon tidak selalu dapat mencegah catamenial pneumothorax dan rekurensi lebih dari 50%

b. Terapi pembedahan berupa thoracoscopy dengan penutupan pada defec diafragma, reseksi bleb di pleura dan paru.

c. Video-asisted thoracic surgery

Definisi : merupakan sejenis bedah thorax dengan menggunakan bantuan video kamera kecil untuk melihat ke dalam rongga thorax sehingga dapat melakukan pembedahan dengan hanya menggunaka insisi yang kecil.

Pada catamenial pneumothorax, bila ditemukan lesi endometriosis pada saat eksplorasi pleura maka akan segera dilakukan intervensi dengan reseksi lesi dan untuk kepentingan diagnostik dilakukan pemeriksaan patologi anatominya. d. Diaphragma resection

e. Hanya menutup defek pada diafragma dengan menggunakan penjahitan sederhana menunjukkan angka rekurensi yang tinggi dan tidak memberikan bahan pemeriksaan patologi anatomi. Selain itu lesi endometriosis yang ditinggal dapat menyebabkan terjadinya pembentukan defek baru pada diafragma serta kemungkinan penyebaran lesi endometriosis. Disarankan dilakukan reseksi diafragma dan penutupan dengan endoscopic stapler untuk lesi kurang dari 3cm dan mini video-assisted toracic surgery dan penutupan dengan penjahitan berbentuk x untuk lesi yang lebih besar.

BAB IV

KESIMPULANPneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana rongga pleura terisi oleh udara, sehingga menyebabkan pendesakan terhadap jaringan paru yang menimbulkan gangguan dalam pengembangannya terhadap rongga dada saat proses respirasi. Oleh karena itu, pada pasien sering mengeluhkan adanya sesak napas dan nyeri dada.

Berdasarkan penyebabnya, pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik. Dan menurut fistel yang terbentuk, maka pneumotoraks dapat bersifat terbuka, tertutup dan ventil (tension).

Dalam menentukan diagnosa pneumotoraks seringkali didasarkan pada hasil foto rntgen berupa gambaran translusen tanpa adanya corakan bronkovaskuler pada lapang paru yang terkena, disertai adanya garis putih yang merupakan batas paru (colaps line). Dari hasil rntgen juga dapat diketahui seberapa berat proses yang terjadi melalui luas area paru yang terkena pendesakan serta kondisi jantung dan trakea.

Pada prinsipnya, penanganan pneumotoraks berupa observasi dan pemberian O2 yang dilanjutkan dengan dekompresi. Untuk pneumotoraks yang berat dapat dilakukan tindakan pembedahan. Sedangkan untuk proses medikasi disesuaikan dengan penyakit yang mendasarinya. Tahap rehabilitasi juga perlu diperhatikan agar pneumotoraks tidak terjadi lagi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC; 1997. p. 598.2. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 1063.3. Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated: 2010 May 27; cited 2011 January 10. Available from http://emedicine.medscape.com/article/8275514. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press; 2009. p. 162-179

5. Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed Lung). Cited : 2011 January 10. Available from : http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm6. Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press; 2007. p. 567. A Bobbio, R trisolini, D Damotte, M Alifano. Thoracic Endometriosis and Catamenial Pneumothorax. Chapter 15. European Respiratory Monograph 54: Orphan Lung Diseases. European Respiratory Surgery; 2011. P. 265-273.% luas pneumotoraks

A + B + C (cm)

= __________________ x 10

3

(L) hemitorak (L) kolaps paru

(AxB) - (axb)

_______________ x 100 %

AxB

PAGE 3