bunga rampai hukum karya tulis ilmiah bidang hukum

89

Upload: m-zulkarnain-al-mufti

Post on 01-Feb-2016

47 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM
Page 2: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

BUNGA RAMPAI HUKUMKARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONALDEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI

JAKARTA, 2009

ISSN 1979-2905

Page 3: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM
Page 4: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

BUNGA RAMPAI HUKUMKARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

Susunan Dewan Redaksi:

Penanggungjawab:Ajarotni Nasution, S.H., M.H.

Redaktur:Omon, S.H., M.H.

Penyunting:Mugiyati, S.H., M.H.

Theodrik Simorangkir, S.H., M.H.Sutriya

Sekretariat:Sahadi

Supardjo, S.H.Haryanto

Retno Widodo

Diterbitkan Oleh:Badan Pembinaan Hukum Nasional

Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RIJalan Mayjen Sutoyo - Cililitan

Telepon (021) 8002192, 8091908Faksimile (021) 80871742

Jakarta 13640

Page 5: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

iv

Page 6: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

v

KATA PENGANTAR

Dalam rangka mengemban tugas pokok dan fungsinya, BPHNmembutuhkan sumber daya manusia yang cakap dan kreatifmengembangkan diri menyusun argumentasi agar semakin profesionaldalam pelaksanaan tugas. Bagi pegawai yang cakap dan kreatifmengembangkan diri ini disediakan jabatan fungsional, peneliti hukum,pustakawan hukum, dan perancang peraturan perundang-undangan.

Untuk menunjang kecakapan dan kreatifitas pejabat fungsionaldalam mengembangkan diri sebagai profesi, BPHN menyediakan mediakhusus “Bunga Rampai Hukum” yang memuat Karya Tulis IlmiahBidang Hukum yang terkait erat dengan pembinaan hukum nasional.

Untuk mengisi ruang media yang sangat terbatas jumlah halamannya,dari sekian banyak tulisan yang diseleksi, Dewan Redaksi sepakathanya memilih 4 (empat) judul tulisan untuk diterbitkan.

Penerbitan ini dimaksudkan untuk mendorong agar para pejabatfungsional, kreatif melakukan pengembangan diri, semakin cakap danprofesional. Di samping itu juga untuk menambah khazanah informasihukum yang akan disebarluaskan kepada instansi pemerintah yangada di pusat dan daerah. Dengan demikian dapat dengan mudah diketahuidan digunakan oleh semua kalangan untuk berbagai kepentingan.

Akhirnya, kami ucapkan terima kasih kepada para penulis makalahyang menyumbangkan pemikirannya dan semua pihak yang berperanserta, sehingga Bunga Rampai Hukum ini dapat diterbitkan.

Jakarta, September 2009

Dewan Redaksi

Page 7: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

vi

Page 8: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

vii

ISSN 1979-2905

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ...........................................................................

Daftar Isi . ..................................................................................

1. Ekonomi Kerakyatan, Dan Cita Negara Serta TantanganKe DepanOleh: Prof. Dr. Jeane Neltje Saly, S.H., M.H. ................

2. Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Mengadili PerjanjianYang Memuat Klausula ArbitraseOleh: Syprianus Aristeus, S.H., M.H. ...............................

3. Jaringan Dokumentasi Dan Informasi Hukum NasionalMenyongsong Keterbukaan Informasi Publik Tahun 2010Oleh: Theodrik Simorangkir, S.H., M.H. ...........................

4. Pelayanan Kantor Imigrasi Bandara Internasional Soekarno-Hatta Contoh Sukses Penerapan Good Governance DalamUnit Kerja KeimigrasianOleh: Suherman Toha .........................................................

v

vii

1

25

47

69

Page 9: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

viii

Page 10: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

1

EKONOMI KERAKYATAN, DAN CITA NEGARASERTA TANTANGAN KE DEPAN1

I. UMUM

A. Pengantar

Hukum yang menjadi patokan berusaha dapat efektif apabilamenampung kebutuhan usaha rakyat (dilakukan secara tradisional),pada umumnya kehidupan kesehariannya masih jauh dari standarkesejahteraan. Hukum semacam itu mengandung prinsip de-mokratisasi usaha dalam Pasal 33 UUD 45, dilaksanakan dengansistem kerakyatan, mengandung prinsip keadilan berusaha.Pandangan ini merupakan perpaduan antara pandangan ahli hukumcommon law (judge made law... seperti Roscoe Pound), hakimmenciptakan hukum dalam situasi living law. Dan pandanganahli hukum kontinental (hukum dibentuk oleh lembaga eksekutifdan legislatif), untuk menciptakan keinginan pemerintah (padaumumnya di negara-negara berkembang yang masyarakatnyaheterogen... seperti Sunaryati Hartono, dan MochtarKusumaatmadja). Pandangan ini timbul akibat perkembangankehidupan masyarakat yang beragam dipengaruhi arusperkembangan masyarakat dunia.

Pelaksanaan pandangan tersebut, rakyat diartikan sebagaisegenap penduduk suatu negara. Dalam arti lain adalah orangkebanyakan, orang biasa. Merakyatkan adalah menyerahkan kepadarakyat dan untuk rakyat, yang dalam bidang pertanian, misalnyamerakyatkan seluruh areal tebu, pabrik, dan produksinya. Dengan

1Prof. Dr. Jeane Neltje Saly, S.H., M.H., Peneliti Hukum Senior pada BadanPembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum Dan HAM RI, Kepala Pusat PenelitianDan Pengembangan Sistem Hukum Nasional, Jakarta, 2007.

Page 11: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

2

demikian kerakyatan diartikan sebagai segala sesuatu yang mengenairakyat. Dapat pula diartikan sebagai demokrasi (Kamus BesarBahasa Indonesia: Balai Pustaka: Jakarta: 812). Dengan demikianekonomi kerakyatan adalah penyelenggaraan ekonomi yangdifokuskan pada seluruh penduduk negara, menyerahkan kepadaseluruh rakyat, tanpa memihak pada segolongan tertentu.

Ekonomi kerakyatan menurut Padmo Wahyono, biladiimplementasikan sebagai gambaran cita negara tergambar demokrasiPancasila, mendasarkan diri atas kemerdekaan dan persamaan sertakemajuan di bidang sosial ekonomi sekaligus (Padmo Wahyono: PraktekNegara Dalam Negara Kekeluargaan: 1990:17). Hukum sebelumkemerdekaan mengesampingkan kepentingan rakyat, dan yang adapemaksaan kehendak penguasa saat itu, seperti pelaksanaan tanampaksa. Saat kemerdekaan, kebutuhan rakyat secara keseluruhandituangkan dalam Pasal 33, yang sudah mengalami beberapa kaliamandemen, yang semakin ditingkatkan perhatiannya, antara lainkomitmen hukum yang mengandung prinsip demokrasi, gambaranPancasila yang dilakukan dalam prinsip kekeluargaan.

Demokrasi mengalami perkembangan, yang dapat diketahui daripengertian demokrasi yang dikemukakan oleh Aristoteles, ahli filsafatYunani. Dalam usahanya mencari ide negara (cita-cita negara) ataunegara yang ideal, Aristoteles mengemukakan teori siklusnya. Monarkisebagai tipe pemerintah (type of government) yang baik, karena sesuatuhal mengalami bentuk kemerosotan, yaitu tirani. Tipe pemerintah inikemudian memperoleh reaksi dari pandangan untuk merubahnya. Olehnyapemerintah tirani berganti menjadi aristokrasi. Tipe ini berubah sebagaiakibat perkembangan pemikiran manusia menjadi demokrasi, yang jugadisebut monocracy, atau the rule of democracy.

Sesuai dengan hal tersebut, Aristoteles (Aristoteles dalamCunan:2000:19) memandang demokrasi sebagai sesuatu yang negatif.Hal ini berbeda dengan pengertian saat ini. Demokrasi yang berasaldari bahasa Yunani tersebut terdiri dari dua kata, yaitu demos yangberarti rakyat, dan cratein yang berarti memerintah (Cunan:Ibid:21).Dengan demikian maka demokrasi mengandung arti pemerintah oleh

Page 12: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

3

rakyat. Meskipun ditinjau dari arti kata-katanya terlihat sederhana,tetapi sampai saat ini belum ada kesamaan pandangan tentang batasandemokrasi. Hal itu disebabkan demokrasi telah dan akan terus mengalamiperkembangan. Hal ini dikemukakan oleh Mac Iver, dalam bukunyathe Web of Government, bahwa democracy is a form of govern-ment that is never completely achieved. Democracy grows into itsbeing (Mac Iver: Ed. Emilo: 2000:11) Oleh sebab itu, maka demokrasiyang dianut suatu negara agar berkembang sesuai dengan ideologibangsa tersebut, maka perlu dicantumkan dalam hukum dasar (konstitusi)negara untuk diimplementasikan dalam pemerintahan.

Mengenai hal ini Bonger mengemukakan dalam bukunya tentangProblemen der Demokratie, dan Robert K, Carr, Marver H Benstein,Donald H Morrison dalam bukunya tentang American Democracy, inTheory and Practies, menggunakan istilah Democracy as anideology; dan Democracy as an actual governmental mechanism.Perbedaan mendasar tentang demokrasi yang dianut oleh masing-masing bangsa atau negara bergantung pada democracy as an”ideology, sedangkan dalam kaitan dengan Democracy as an actualgovernmental mechanism terdapat cukup banyak persamaan.Perbedaan dalam pelaksanaan democracy as an ideology antaralain dikemukakan oleh Padmo Wahyono (Padmo Wahyono: 1990:11-13) karena ada beberapa landasan falsafah dalam mengimplemen-tasikannya, yaitu:

a. Demokrasi yang mendasarkan diri atas kemerdekaan danpersamaan sebagai reaksi terhadap faham absolutisme yangmengagungkan kekuasaan dalam negara secara mutlak beradadalam tangan satu orang (Raja, Kaisar, Diktator) atau satu badan;

b. Demokrasi yang mendasarkan diri atas kemajuan di bidang sosialdan ekonomi; Sebagai konsekuensi adanya keharusan persainganbebas di bidang ekonomi akibat tidak adanya kemampuan yangsama di atara mereka yang menjalankan, dan menimbulkan golonganthe haves dan the haves not.

c. Demokrasi yang mendasarkan diri atas kemerdekaan sertapersamaan dan atas kemajuan sosial dan ekonomi sekaligus.

Page 13: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

4

Bangsa Indonesia menghayati kemerdekaan, dan persamaanserta demokrasi setelah mengalami penjajahan Belanda selamakurang lebih 350 tahun dan Jepang 3½ tahun. Saat kemerdekaandikemukakan dasar negara yang dianut, sebagai gambaran filosofinegara, yaitu Pancasila. Kedaulatan rakyat yang dianut bangsaIndonesia berdasarkan Pancasila.

Apabila kedaulatan rakyat ini identik dengan demokrasi, makademokrasi yang dianut bangsa Indonesia sebagaimana tercantumdalam UUD 45 adalah demokrasi Pancasila.

Demokrasi pancasila yang mendasarkan diri atas kemerdekaandan persamaan serta kemajuan di bidang sosial ekonomi sekaligusitu, ternyata sulit diharapkan dapat dirumuskan dalam program-program konkret, bagaimana mengembangkannya, dan yang sangatsering diucapkan bagaimana memberdayakannya, padahal yangdimaksudkan ekonomi kerakyatan sebagaimana tercantum jelasdalam Propenas (UU No. 25/2000) adalah sistem ekonomi. Sistemekonomi tersebut dapat dikembangkan dan yang jelas dilaksanakan,antara lain melalui pemberdayaan rakyat sebagai pelaku ekonomi,yang sejak kemerdekaan, bahkan sebelum kemerdekaan dipandangsebagai salah satu cara mencapai kesejahteraan seluruh pendudukIndonesia.2

Pembangunan saat ini dilaksanakan atas keikutsertaan rakyat,dan bukan monopoli segolongan orang tertentu, atas dasar demokrasiekonomi dengan prinsip keadilan yang merupakan dasar implementasipemerintah dalam mencapai tujuan pembangunan, yaitu kesejahteraanrakyat yang hukum dasarnya ditentukan dalam Pasal 33 UUD 45.

Pencapaian kesejahteraan rakyat dengan prinsip demokratissesuai ketentuan Pasal 33 UUD 45 Ayat (4) mengandung arti

2 Bung Hatta dalam Daulat Rakyat (1931) menulis artikel berjudul Ekonomi Rakyatdalam Bahaya, sedangkan Bung Karno 3 tahun sebelumnya (Agustus 1930) dalampembelaan di Landraad Bandung menulis nasib ekonomi rakyat oleh sistem monopolidisempitkan, bahkan sama sekali didesak dan dipadamkan, sehingga rakyat tidak berdayadan semakin miskin.

Page 14: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

5

kemakmuran masyarakat dilakukan melalui penguasaan produksidan kegiatannya dikerjakan oleh semua untuk semua di bawahpimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kecualiusaha yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak dapat dilakukanoleh perseorangan. Negara mengkoordinasi pengelolaan bumi danair dan kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi untukkemakmuran rakyat.

Penjelasan mengenai demokrasi ekonomi yang dibentuk padasaat kemerdekaan setelah Amandemen UUD 45, sudah tidak adalagi karena seluruh penjelasan UUD 1945 diputuskan MPR untukdihilangkan dengan alasan yang sulit kita terima bahwa di negara-negara lain tidak ada UUD atau konstitusi yang memakai penjelasan.

Tidak dilaksanakannya sistem ini dengan niat sungguh-sungguholeh pemerintah merupakan masalah domestik yang berdampakkemiskinan rakyat semakin meningkat, sementara itu masalahinternasional yang tidak dapat dihindari telah muncul. Saat iniIndonesia menghadapi dilema di samping membenahi keadaandalam negeri sudah terimbas arus globalisasi.

Berlakunya World Trade Organization (WTO) semakinmenjadi dilema bagi pemerintah. Upaya untuk mensejahterakanrakyat melalui sistem ekonomi kerakyatan terhambat dengandiwajibkannya Indonesia melakukan prinsip nondiskriminasi dalammelakukan perdagangan antar bangsa. Hal itu mempengaruhi bidanghukum. Di samping melaksanakan hukum yang memberdayakanrakyat, juga harus mengikuti rambu-rambu perdagangan antarabangsa melalui prinsip nondiskriminasi. Pemerintah melakukan upayamendorong pelaksanaan sistem ekonomi kerakyatan, yang dalamimplementasinya memanfaatkan masuknya unsur asing dalamperekonomian a.l. untuk kemajuan usaha nasional, baik usaha-usaha bermodal besar, menengah maupun usaha kecil dalammencapai kesejahteraan rakyat.

Page 15: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

6

B. Permasalahan

Yang dikemukakan dalam merangkum pemikiran para ahlihukum, dan ekonomi yang terkait dengan politik dan sosial yangdiimplementasikan dalam pembangunan ekonomi dalam uraian iniadalah bagaimana persoalan dalam perkembangan pandanganekonomi kerakyatan, dikaitkan dengan UKM serta usaha bermodalbesar sebagai unsur-unsur yang tercakup dalam satu kesatuanekonomi memperoleh perlakuan hukum sesuai prinsip keadilandan musyawarah berdasarkan prinsip demokratisasi ekonomi dalamPasal 33 UUD 45 dalam pengembangannya.

Pandangan bagaimanakah yang mendorong pemerintah dalammelakukan upaya dalam menghadapi permasalahan pemberdayaanUKM melalui jaringan usaha untuk meningkatkan iklim usahayang kondusif dalam rangka mendorong efisiensi ekonomi, persaingansehat untuk kesejahteraannya.

Bagaimana pemikiran dalam kaitan dengan fungsi hukum dalammenampung kebutuhan usaha rakyat dalam menghadapi perubahankehidupan sosial ekonomi dunia.

II. PEMBAHASAN

A. Perkembangan

Sistem ekonomi kerakyatan dipengaruhi perkembangan duniayang sudah menipis terhadap unsur tradisional di bidang ekonomisejak awal revolusi industri pada abad ke 16, dan semakin meningkatsaat ini dengan timbulnya revolusi informasi yang semakinmenunjukkan ketertinggalan negara-negara dunia ketiga.

Dewasa ini timbul pandangan dan pertanyaan global tentangotoritas pada tingkat global mengapa negara dunia ketiga disebutsebagai tertinggal dari negara-negara industri.3 Apa ukuranketertinggalan itu, bagimana mengukurnya, dan siapa yang

3 Fritjof Capra, The Turning Point, Harvard University Press, Boston,Massattchusetts, USA, p. 5.

Page 16: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

7

menentukannya. Pandangan global tentang keberadaan dunia ketigadapat diterima bila dikaitkan dengan teknologi yang memiliki perandalam mengubah peradaban manusia. Hal tersebut terjadi pulaketika dulu mesin-mesin produksi ditemukan di zaman awal revolusiindustri, peradaban manusia mengalami perubahan besar-besaran.4

Pencerahan baru kembali ditawarkan. Revolusi teknologi informasimenjanjikan struktur interaksi kemanusiaan yang lebih baik, lebihadil, dan lebih efisien. Informasi global semakin menajamkanpandangan ketertinggalan bagi dunia ketiga, karena keberhasilanteknologi informasi yang menyatukan kemampuan komputerisasi,televisi, radio dan telepon menjadi terintegrasi.5

Teknologi informasi mengaburkan batas-batas tradisional yangmembedakan bisnis, media dan pendidikan. Teknologi informasijuga mendorong pemaknaan ulang perdagangan dan investasi.Revolusi ini secara pasti merasuki semua aspek kehidupan, dandewasa ini sedang diributkan seputar politik dan kontrol terhadapteknologi yang terus tumbuh ini. Suatu hal yang merupakan tantanganbagi semua bangsa, masyarakat dan individu.

4Di zaman revolusi industri abad 16, kaum lelaki digiring untuk bekerja di pabrik-pabrik dan dipaksa untuk mengikuti teknik tata-cara yang ditentukan dalam arus banberjalan ala Taylorism. Terminologi efisiensi menjadi ukuran produktivitas setiap pekerja.Efiesiensi yang diukur berdasarkan kesuksesan arus ban berjalan yang mengorbankanharkat kreativitas kemanusiaan, karena gerak-gerik manusia dipaksa untuk mengikutigerakan mesin demi asas efisiensi. Efisiensi diukur dari menekan serendah mungkinongkos bahan baku, ongkos teknologi produksi, dan ongkos tenaga pekerja. Terminologikelas pemilik yang menghendaki efisiensi setinggi mungkin atas dasar menekan serendahmungkin ongkos tenaga kerja menjadi pola interaksi antar manusia yang timpang danmenindas. Sementara kaum lelaki harus mengabdi kepada pemilik pabrik, kaum perempuandidomestikkan untuk bertanggung-jawab di sektor rumah tangga, tanpa digaji. Sumbangankaum perempuan kepada keseluruhan efisiensi sistem tidak pernah diperhitungkan.Menyusul subordinasi kaum pekerja kepada pemilik pabrik, subordinasi kaum perempuanterhadap kaum lelaki secara ekonomis juga terjadi. Penindasan multilevel terjadi sebagaiakibat revolusi industri yang didorong oleh berbagai penemuan sains dan teknologiproduksi pada saat itu.

5 Hal ini merupakan hasil dari suatu kombinasi revolusi di bidang komputer per-sonal, transmisi data dan kompresi, lebar pita (bandwitdh), teknologi penyimpan data(data storage) dan penyampai data (data access), integrasi multimedia dan jaringankomputer. Konvergensi dari revolusi teknologi tersebut telah menyatukan berbagaimedia, yaitu suara (voice, audio), video, citra (image), grafik, dan teks.

Page 17: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

8

Pada dasarnya, teknologi yang memungkinkan danmemudahkan manusia saling berhubungan dengan cepat, mudah,dan terjangkau memiliki potensi untuk mendorong pembangunanmasyarakat yang demokratis. Teknologi semacam ini harus dimilikioleh rakyat untuk membantu rakyat mengorganisir diri secaramodern, efisien, sehingga pada gilirannya rakyat yang mendapatmanfaat tersebar dari proses berekonomi dan bermasyarakat.

B. Dorongan Pasar Bebas Dan Globalisasi (Global Market DrivenForces):

Paradigma manusia semakin berubah, terutama dunia usahadan perekonomian global pengaruh gelombang perubahan sosialmasyarakat dunia menuju reformasi dan demokrasi sebagaikonsekuensi tajamnya kemajuan teknologi informasi.

Perubahan itu terjadi akibat berlangsungnya 3 faktor yangmembentuk kembali dunia perdagangan internasional. Ketiga faktortersebut adalah internasionalisasi komoditi, transnasionalisasi modaldan globalisasi informasi. Perluasan produksi komoditi itu berartiperluasan produksi dunia. Manakala suatu komoditi dihasilkan dengancara menggabungkan berbagai produk dari seluruh dunia, akanberakibat kepada salah satu faktor produksinya, antara lain modaldari berbagai bangsa. Transnasionalisasi modal ini menyebabkanmodal amat likuid, dengan cepat bergerak dari satu tempat ketempat lain hanya untuk alasan keuntungan, dan modal jenis inilahyang telah merontokkan mata uang negara-negara Asia Selatan.

Faktor penentu ketiga adalah globalisasi informasi, yaitupenyebaran akses dan produksi informasi ke seluruh dunia, yangcenderung membentuk dunia tempat hidup manusia. Modaltransnasional, telah membuktikan kekuatannya tatkala memicuruntuhnya perekonomian Indonesia.

Proses reformasi, dan demokratisasi menjadi peganganutamanya, hanyalah langkah awal dari perubahan yang perlu danharus dilakukan demi menanggapi perubahan, bukan saja dilingkungan domestik, bahkan juga lingkungan global.

Page 18: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

9

C. Indonesia Dan Tantangan Rekolonisasi

Pengalaman pembangunan ekonomi Indonesia yang dijalankanberdasarkan mekanisme pasar sering tidak berjalan dengan baik,khususnya sejak masa orde baru, yang dipengaruhi juga oleh unsurasing.

Kegagalan pembangunan ekonomi yang diragakan berdasarkanmekanisme pasar ini antara lain karena kegagalan pasar itu sendiri.Intervensi pemerintah yang tidak benar, tidak efektifnya mekanismepasar, dan adanya pengaruh eksternal pada orde baru yangmenimbulkan kegagalan, disebabkan politik perekonomian sejaksidang istimewa (SI) 1998 yang berpihak pada rakyat denganindikasi adanya Tap MPR mengenai Demokrasi Ekonomi, yangantara lain berisikan tentang keberpihakan yang sangat kuatterhadap usaha kecil-menengah serta koperasi, masih kurangdiimplementasikan.

Keputusan politik ini sebenarnya menandai suatu babak barupembangunan ekonomi nasional dengan perspektif yang baru, dimana pembangunan ekonomi yang mendominasi struktur ekonominasional mendapat tempat tersendiri. Komitmen pemerintah untukmengurangi gap penguasaan aset ekonomi antara sebagian besarpelaku ekonomi di tingkat rakyat dan sebagian kecil pengusahabesar (konglomerat), perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak. Rakyat diberikan peluang untuk mengelola alat-alat produksi, dantidak sekedar menikmatinya.

Hasil yang diharapkan adalah terciptanya struktur ekonomiyang berimbang antar pelaku ekonomi dalam negeri, untukmeningkatkan pertumbuhan ekonomi, atas partisipasi usaha kecildan menengah serta usaha besar (konglomerat) yang selama inikurang difokuskan.

Berbagai kajian yang dilakukan berhasil menemukan satu faktorkunci yang menyebabkan sulitnya pencapaian pertumbuhan ekonomiIndonesia yaitu ketergantungan ekonomi Indonesia pada sekelompokkecil usaha konglomerat yang ternyata tidak memiliki struktur

Page 19: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

10

internal yang sehat. Keadaan ini akan dapat menyebabkan pelakuusaha kecil memanfaatkan mekanisme penawaran melalui sarana-sarana teknologi maju, misalnya melalui internet. Ketertinggalanusaha kecil dalam pemahaman teknologi, peluang yang sangatluar-biasa tersebut, dapat menjebaknya, karena tidak seluruhnyapositif. Dari sisi positif, internet dapat menjadi alat demokratisasiyang ampuh. Internet mampu memberikan sekaligus 2 hal yangmenjadi inti demokrasi: kemampuan memilih dan kemampuanmewujudkan pilihan. Di sisi lain, internet juga membuka peluangluar biasa bagi lahirnya bentuk penjajahan baru. Suatu penjajahanyang bertujuan penguasaan ekonomi melalui pengendalian danpenguasaan informasi, yang perlu dipahami oleh pelaku usahakecil.

Bila keadaan tersebut menjadi kenyataan, maka kita hadapitantangan berat. Lewat perjuangan keras pada Agustus 1945 kitaberhasil melepaskan diri dari kolonialisme Belanda. Sekarang, setelahlebih dari 50 tahun merdeka ternyata kita masih bergantung padapemodal asing.

Dari sisi hukum, diperlukan komitmen pemerintah untukmenciptakan hukum yang melindungi hal-hal negatif dari kemajuanteknologi. Syukur saat ini telah dibentuk undang-undang informasiteknologi yang memberikan ganjaran yang lebih tinggi ataspelanggaran berupa informasi yang menyesatkan dengan pidanayang lebih berat dari ketentuan hukum konvensional dalam KUHP.

III. POKOK-POKOK PIKIRAN EKONOMI KERAKYATAN

A. Landasan bagi kebijakan ekonomi dalam pembangunan

Landasan ini hendaknya disusun menurut perspektif menyeluruhatas kekuatan-kekuatan yang membentuk kondisi sosial ekonomisaat ini. Kondisi objektif itu dapat diringkaskan dalam pokok-pokok pikiran berikut ini:

Pengusaha-pengusaha yang tangguh tidak dilahirkan darirekayasa atau sistem preferensi. Hanya pergulatan dalam pasar

Page 20: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

11

yang akan memberikan kita industrialis dan pengusaha yang dapatkita banggakan. Sistem preferensi hanya akan mengukuhkaneksistensi elit dan mengekalkan sistem proteksi, yang dalam jangkapanjang justru merusak sendi-sendi ekonomi dan demokrasimasyarakat kita.

Kenaikan standar hidup rakyat harus dilihat sebagai bagianpembentukan modal nasional (capital accumulation). Ini berartitujuan pokok dan terus-menerus dari kebijaksanaan ekonomi kitaadalah peningkatan purchasing power dari rakyat. Hal ini sangatpenting, bahwa di masa depan kekukuhan ekonomi nasional harusditemukan di dalam potensi besar yang dimiliki masyarakat luas,yaitu usaha kecil dan menengah.

Krisis Ekonomi 1997-1998 menunjuk kepada pentingnyamemperhitungkan kekuatan eksternal yang semata bekerja menuruthukum ekonomi pasar, dan indifferent terhadap dampak kepadakemanusiaan. Kekuatan modal yang menyerbu pasar uang AsiaSelatan amatlah besar dan tidak pernah ada Presiden sebelumnyamenyangkut pengerahan dana sebanyak itu. Para fundmanagers yang berada di balik pengerahan dana besar-besaranitu berhasil mengeruk keuntungan amat besar dengan meninggalkanribuan industri bangkrut dan jutaan pengangguran baru.

Fokus kebijaksanaan ekonomi adalah usaha kecil/menengah.Apabila pemerintah memfokus program dan diimplementasikankepada usaha kecil/menengah bukanlah untuk niat menciptakansistem preferensi baru. Dengan menaruh perhatian kepada UKMtidak berarti pemerintah bertindak unfair, sehingga dikhawatirkannantinya bakal mendistorsi pasar. Substansi pokok ilmu ekonomiadalah memperbesar manfaat (utility).

Manfaat adalah value, yang dalam ilmu ekonomi adalah subjektif.Bagi seorang petani desa, pendapatan Rp 1 juta sudah cukupuntuk mencetak 5 anaknya menjadi sarjana. Tetapi uang sebesarini bagi seorang konglomerat, barangkali hanya cukup untuk sekalimakan siang. Persoalan yang juga ikut menyangkut pengembanganusaha kecil dan menengah adalah terjebaknya usaha kecil dan

Page 21: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

12

menengah di dalam kelumpuhan sumber daya. Keadaan merekayang miskin, ketakpastian dan risiko yang tinggi praktis telahmengasingkan mereka dari sumber-sumber modal, keahlian, informasidan peluang bisnis.

Tidak seluruh kelemahan usaha kecil/menengah berasal darikelemahan internal mereka. Kesalahan kebijakan yang melahirkankonsentrasi kekuasaan dan ekonomi mempunyai andil yang tidakkecil atas keterpurukan UKM. Modal, keahlian, informasi danpasar adalah komoditi ekonomi yang senantiasa bergerak menujulokasi dengan potensi keuntungan tertinggi.

Kebijakan yang tidak memberi advantage kepada UKM dapatberakibat sumber daya hanya akan bergerak ke arah usaha besar.Pemberian advantage kepada UKM merupakan salah satu caradalam mengurangi kesenjangan dalam melakukan sistem ekonomikerakyatan, misalnya melalui pengenalan akan teknologi informasiuntuk mengetahui keadaan pasar. Cunan dalam menanggapipandangan Adam Smith tentang ekonomi pasar, menghubungkannyadengan usaha yang pada umumnya dilakukan rakyat di negaraberkembang, dan kemajuan teknologi, mengatakan bahwa apabilasuatu negara ingin mensejahterakan rakyatnya, maka fokuskebijaksanaan ekonomi ditujukan untuk memberdayakan usaha-usaha rakyat, terutama di negara-negara berkembang melaluipengenalan akan perkembangan manajemen dan teknologi(Cunan:2000:122).

Di Indonesia pengusaha kecil lebih banyak dari usaha bermodalbesar. Data BPS Desember 1998 menunjukkan bahwa terdapat39,8 juta pengusaha di Indonesia, di mana 99,8% adalah pengusahakecil dan hanya 0,2% pengusaha besar dan menengah. Dari jumlah39,8 juta di atas, komposisi sektoral adalah pertanian 62,7%,perdagangan, perhotelan dan restauran 22,67%, Industri 5,7% danJasa sebesar 3,9%. Dari komposisi volume usaha sejumlah 99,85%volume usahanya di bawah 1 miliar, 0,14% di antara 1-50 miliar,dan 0,01% yang di atas 50 miliar. Dari komposisi penyerapantenaga kerja, kelompok pertama tersebut menyerap 88,66%,

Page 22: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

13

kelompok kedua menyerap 10,78% dan yang ketiga menyerap0,56%.

Apabila kebijaksanaan dengan tidak memperhatikan data(kenyataan) bahwa pengusaha kecil menengah lebih banyakmenyerap tenaga kerja tersebut akan menimbulkan masalah baru,antara lain menimbulkan distorsi pasar. Distorsi tidak disebabkanoleh policy, betapa pun buruknya policy itu. Distorsi dalam kaitanini adalah keadaan ketika pelaku ekonomi (usaha kecil yangmenampung banyak tenaga kerja tersebut) keliru menafsirkansinyal pasar karena tidak memperoleh informasi secara transparan.Ketika seharusnya ia membeli, malah menjual. Sebaliknya, saatseharusnya ia menjual malah membeli.

Distorsi pasar bisa pula ditimbulkan oleh ketidakterbukaan.Kebijakan apapun apabila dibuat dan dijalankan secara tertutupakan menyebabkan distorsi. Keadaan ini terjadi akibat ada informasiyang asymmetric, sebagian orang tahu sementara yang lain tidaktahu. Akibatnya sebagian pelaku akan bertindak optimal sementarayang lain tidak. Dalam kaitan ini dibutuhkan adanya transparansidan keterbukaan dalam memberikan informasi perkembanganperekonomian agar dipahami secara keseluruhan oleh pelaku bisnisdan rakyat.

Hukum dalam kaitan ini harus memenuhi kebutuhan masyarakat,yaitu keterbukaan informasi dan transparansi dalam pelaksanaankebijakan perekonomian nasional.

B. Ekonomi Jaringan Sebagai Dasar Usaha Rakyat

Ekonomi Jaringan merupakan salah satu cara memajukankesejahteraan rakyat. Sistem ini merupakan antitesa dari paradigmaekonomi konglomerasi berbasis produksi massal ala Taylorism,dan sekaligus sintesa dari realitas bangsa yang mayoritas pelakuusahanya adalah usaha kecil menengah, faktor pendorong globaldan pasar bebas, serta dorongan revolusi teknologi informasi.

Memperhatikan berbagai faktor internal dan eksternal sepertidijelaskan sebelumnya (Enung Prayoto:Ekonomi Jaringan:2002:19),

Page 23: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

14

maka ekonomi kerakyatan perlu diresapi secara menyeluruh, dantidak hanya sebagian saja, serta berada dalam kerangka close-circuit economy yang sesuai dengan perkembangan paradigmabaru masyarakat yang holistik. Berpatokan pada pandangan danpermasalahan di atas, maka secara singkat, ekonomi kerakyatanadalah (ibid:21):

* Sistem atau cara pelaksanaan ekonomi jaringan yangmenghubung-hubungkan sentra-sentra inovasi, produksi dankemandirian usaha masyarakat ke dalam suatu jaringan berbasisteknologi informasi, untuk terbentuknya jaringan pasar domestikdi antara sentra dan pelaku usaha masyarakat.

* Suatu jaringan yang diusahakan untuk siap bersaing dalamera globalisasi, dengan cara mengadopsi teknologi informasidan sistem manajemen yang paling canggih sebagaimana dimilikioleh lembaga-lembaga bisnis internasional, dengan sistemkepemilikan koperasi dan publik.

* Jaringan tersebut menerapkan sistem open consumer soci-ety cooperatives (koperasi masyarakat-konsumen terbuka).Para konsumen adalah sekaligus pemilik dari berbagai usahadan layanan yang dinikmatinya, sehingga terjadi suatu sikluskinerja usaha yang paling efisien karena pembeli adalah jugapemilik sebagaimana iklan di banyak negara yang menganutsistem kesejahteraan sosial masyarakat (welfare state) denganmotto belanja kebutuhan sehari-hari di toko milik sendiri.

* Ekonomi jaringan ini harus didukung oleh jaringan telekomunikasi,jaringan pembiayaan, jaringan usaha dan perdagangan, jaringanadvokasi usaha, jaringan saling-ajar, serta jaringan sumberdaya lainnya seperti hasil riset dan teknologi, berbagai inovasibaru, informasi pasar, kebijaksanaan dan intelejen usaha, yangadil dan merata bagi setiap warga-negara, agar tidak terjadidiskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu yang disudutkansebagai beban pembangunan seperti yang terjadi selama OrdeBaru.

Page 24: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

15

* Pada akhirnya, ekonomi jaringan adalah suatu perekonomianyang menghimpun para pelaku ekonomi, baik itu produsen,konsumen, services provider, equipment provider, cargo,dsb di dalam jaringan yang terhubung baik secara elektronikmaupun melalui berbagai forum usaha yang aktif dan dinamis.

* Paradigma Networked Economy (Ekonomi Jaringan) dalamera globalisasi tidak bisa dihindari. Sukses Ekonomi Rakyatadalah Indonesia harus memiliki Ekonomi Jaringan.

* Sistem ekonomi yang melibatkan rakyat dalam mengelolaperekonomian nasional dengan cara anggota masyarakatmemiliki alat-alat produksi atau ikut memiliki melalui net-worked economy dilandasi prinsip demokrasi dalam hukumdasar (UUD 45) untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruhrakyat sudah saatnya semakin ditingkatkan.

Dengan demikian, agar ekonomi jaringan berjalan secara tertib,maka hukum dijadikan patokan utama dalam pelaksanaannya. Dandilaksanakan dalam satu sistem yang terkait untuk mencapai visidan misi pembangunan ekonomi, yaitu kesejahteraan secaramenyeluruh.

C. Perlindungan Pasar Domestik Untuk Kebutuhan ProduksiDalam Negeri

Produktivitas Industri Amerika sebagai negara maju, yangsalah satu laporannya dimuat dalam buku berjudul “Made inAmerica”, kembali mengingatkan kita tentang keinginan pemerintahdalam memajukan peran rakyat demi peningkatan ekonomi nasional,yang akan berakibat dapat bersaing pada perdagangan internasional.

Komisi Produktivitas Industri Amerika ini dibentuk karenadesakan berbagai produk Jepang yang membanjiri Amerika dengankualitas dan harga bersaing. Pabrik-pabrik Amerika dianggap tidakefisien, kelompok pekerja yang diperlakukan kurang baik dan kurangterperbaharui pengetahuan dan keterampilannya, manajer dianggapsangat oportunistik karena mengejar hasil jangka pendek ketimbangmemperjuangkan tujuan fundamental jangka panjang.

Page 25: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

16

Amerika sebagai negara maju, namun telah memberi contohbagaimana strategi ekonomi yang diterapkan dalam melindungi pasardomestik untuk kepentingan produksi dalam negeri dengan carameningkatkan produktivitas dan kualitas produk-produk untuk bersaingsecara kompetitif dengan produk negara lain, bukan dengan cara proteksiyang mematikan.

Perwujudannya harus dimulai dengan memperhatikan mayoritaspelaku usaha, yakni usaha kecil menengah dan koperasi. Perhatian inipada kenyataannya harus menyangkut pembenahan dalam banyakhal, mulai dari infrastruktur telekomunikasi, infrastruktur pembiayaan,dan infrastruktur usaha lainnya, ketersediaan sumber daya manusiayang kreatif, ketersediaan riset dan teknologi yang bervariasi sesuaituntutan usaha kecil menengah, ketersediaan dukungan untuk membentukjaringan pasar domestik yang menjadi incaran pelaku-pelaku usahainternasional, dsbnya adalah isu sentral dari usaha demokrasi ekonomisaat ini.

Ekonomi kerakyatan berbasis ekonomi jaringan harus mengadopsiteknologi tinggi sebagai faktor pemberi nilai tambah terbesar dari prosesekonomi itu sendiri.

Faktor skala ekonomi dan efisiensi yang akan menjadi dasarkompetisi bebas menuntut keterlibatan jaringan ekonomi rakyat, yakniberbagai sentra-sentra kemandirian ekonomi rakyat, skala besar denganpola pengelolaan yang menganut model siklus terpendek.

Masyarakat Indonesia baru akan memasuki era globalisasi dengancara-cara yang elegan dan kompetitif sebagaimana suatu korporasi“New Indonesia Incorporated.6

6 Ketua Perhimpunan Indonesia Bangkit, Konfrensi Internasional, Ekonomi Jaringan,Dan Demokratisasi Ekonomi Indonesia, Shangri-La, Jakarta, 1999

Page 26: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

17

III. PENUTUP

A. Kesimpulan

Upaya pemerintah untuk memajukan kesejahteraan umummerupakan amanah yang harus dilaksanakan secaraberkesinambungan, sesuai dengan konsepsi negara kemakmuran(The Welfare State) dengan paradigma pendekatan menggabungkanekonomi dan sosial dengan peran motor penggerak utama pemerintahbersama dengan swasta guna mencapai rakyat yang makmur.Masalah utama yang diperangi dalam negara kesejahteraan adalahkesenjangan pendapatan masyarakat yang merupakan sumber danpenyebab dari kemiskinan yang pada gilirannya akan memicuberbagai gangguan keamanan masyarakat (Kamtibmas) serta padatingkat kesenjangan yang lebih parah akan mendorong disharmonidan disintegrasi berbangsa dan bernegara.

Implementasi upaya pemerintah tersebut adalah untukmewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia yang tercantum dalamPembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945 alinea ke-4 (empat), antara lain memajukankesejahteraan umum dan pelaksanaan keadilan sosial (AmandemenUUD 45: Op;Cit, 2007)

Hukum berperan dalam mewujudkan kesejahteraan umummelalui pembangunan sebagai sarana yang menjamin terjadinyaperubahan dengan cara-cara yang adil dan teratur. Peranan hukummerupakan motor penggerak pembangunan mencapai tujuan yangtelah ditetapkan secara nasional. Hukum as a tool of socialengineering (Mochtar Kusumaatmadja:2002).

Kesejahteraan umum yang dicita-citakan tersebut dalamImplementasinya belum dapat diwujudkan. Hal itu dapat dilihatdalam dinamika menuju perwujudan kesejahteraan umum itu. Padahalpemikiran dalam mencapai kesejahteraan umum sudah sejak dahuluada dalam pemikiran founding fathers. Mulai dari sebelumkemerdekaan sampai pada saat kemerdekaan, masa orde baru,bahkan masa reformasi sampai saat ini. Permasalahan hukum

Page 27: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

18

yang dihadapi dalam pengembangan UKM di Indonesia padaumumnya hampir serupa dengan yang dihadapi oleh negara lain,yaitu hukum yang terus menerus berkembang sesuai kebutuhanusaha dan perkembangan global sehingga apabila tidak ditanggapipemerintah akan menghambat peningkatan ekonomi nasional,keterbatasan SDM, kemampuan memperoleh informasi danmemanfaatkan sumber daya ekonomi, pemanfaatan pasar,kemampuan menjalankan dan memanfaatkan teknologi tepat guna,kemampuan manajemen usahanya, struktur permodalan, dsbnya.

Usaha pemerintah untuk mensejahterakan rakyat dilakukanmelalui antara lain koperasi, terutama sejak tahun 1947, sampaisaat ini, dan perbankan yang terus dilaksanakan.

Berkaitan dengan koperasi, sehubungan dengan alasan mengapakata “koperasi” dipakai dalam tafsiran resmi pasal 33 UUD 1945dan rumusan pasalnya justru tidak menyebut kata “koperasi” tetapikata “asas kekeluargaan”, Bung Hatta memberikan jawaban bahwa‘asas kekeluargaan’ itu lebih cocok dengan keadaan masyarakatkita, yang diterima saat itu. semua dapat menerima istilah itu,disebabkan istilah koperasi terdapat pengertian Barat tentang prinsipzakelijk. Sedangkan bagi koperasi Indonesia di samping unsurzakelijk itu, terdapat pula kenyataan sosial yang tidak dapat sematamata diukur dengan sikap zakelijk, individualistis, sedangkan Timuradalah kolektivis. Oleh karena itu UUD kita tidak berdasarkanpaham individualisme, tetapi berdasar prinsip kolektivisme.

Berkaitan dengan pemberdayaan usaha rakyat melaluipenyediaan dana, dengan diberlakukannya UU Bank IndonesiaNo. 23/1999, kebijakan Bank Indonesia dalam membantupengembangan usaha kecil dan koperasi mengalami perubahanyang mendasar. Bank Indonesia tidak lagi dapat memberikan bantuankeuangan kepada UMKM, yang dikenal dengan Kredit LikuiditasBank Indonesia (KLBI). Dengan demikian, peranan Bank Indo-nesia dalam membantu usaha kecil menjadi bersifat tidak langsungdan lebih terfokus kepada bantuan teknis serta pengembangankelembagaan.

Page 28: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

19

Sejalan dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tersebut,maka sejak 16 November 1999 tugas pengelolaan kredit programtelah dialihkan kepada tiga BUMN yang ditunjuk Pemerintah,yaitu PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), PT Bank Tabungan Negara(BTN), dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM). PT BRIberfungsi sebagai koordinator penyaluran skim KUT, KKop danKKPA-TR, PT BTN sebagai koordinator penyaluran skim KPRSdan KPRSS, serta PT PNM sebagai koordinator penyaluran skimkredit lainnya. Pengalihan tersebut mencakup pengelolaan KreditLikuiditas Bank Indonesia (KLBI) dalam rangka kredit programyang masih berjalan dan belum jatuh tempo serta yang telahdisetujui tetapi belum ditarik.

Sebagaimana negara-negara berkembang, bahkan negara majumelakukan upaya mengimplementasikan sistem ekonomi kerakyatanmelalui strategi ekonomi yang diterapkan dalam melindungi pasardomestik untuk kepentingan produksi dalam negeri dengan carameningkatkan produktivitas dan kualitas produk-produk untukbersaing secara kompetitif dengan produk negara lain, bukan dengancara proteksi yang mematikan.

Perwujudannya harus dimulai dengan memperhatikan mayoritaspelaku usaha, yakni usaha kecil menengah dan koperasi. Perhatianini pada kenyataannya harus menyangkut pembenahan dalam banyakhal, mulai dari infrastruktur telekomunikasi, infrastruktur pembiayaan,dan infrastruktur usaha lainnya, ketersediaan sumber daya manusiayang kreatif, ketersediaan riset dan teknologi yang bervariasi sesuaituntutan usaha kecil menengah, ketersediaan dukungan untukmembentuk jaringan pasar domestik yang menjadi incaran pelaku-pelaku usaha internasional, dsbnya adalah isu sentral dari usahademokrasi ekonomi saat ini.

Ekonomi kerakyatan berbasis ekonomi jaringan harusmengadopsi teknologi tinggi sebagai faktor pemberi nilai tambahterbesar dari proses ekonomi itu sendiri.

Page 29: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

20

B. Rekomendasi

Dari kesimpulan di atas maka direkomendasikan beberapasaran berupa:

* Penyeragaman persepsi mengenai batasan dan kriteria UsahaKecil, Usaha Menengah dan Usaha Besar, untuk kemudiandiformulasikan dan disepakati oleh lembaga-lembaga yangterkait sehingga tidak menimbulkan kerancuan dalammengeluarkan kebijakan bagi pengembangan Usaha Kecil.

·* Dari sisi hukum, pembenahan regulasi UKM pada dasarnyamerupakan salah satu bagian dari objek hukum ekonomi nasionalkita agar menjadi sebagaimana diharapkan oleh masyarakatkita sesuai hukum dasar/UUD 1945. Fokus hukum ekonomikarena itu untuk menjaga dan memungkinkan, agar seluruhlapisan masyarakat termasuk aparat negara yang melakukankegiatan ekonomi merasakan keadilan berusaha, dan mentaatiketentuan hukum agar tercapai kesejahteraan secara merata.Payung hukum yang mengandung kepastian bagi pelaksanaanUKM tercakup dalam sistem hukum Indonesia pada tingkatundang-undang atau peraturan pelaksanaannya agarpemberdayaan UKM efektif, a.l. dalam hal penjaminan bagiUKM dapat berjalan lebih efisien dan mempunyai daya dorongyang kuat bagi lembaga-lembaga keuangan pemberi kreditbagi UKM yang lebih banyak di daerah-daerah mengingatsaat ini keberadaan Lembaga Penjaminan Kredit hanya terdapatdi beberapa kota besar dalam jumlah yang masih sangat sedikit.

* Perlu dibentuk Pusat Inovasi UMKM yang secara konseptualdinilai ideal yang memerlukan pengakuan pihak terkait danpartisipasi yang memungkinkan disain tersebut dapatdiimplementasikan guna menunjang sistem jaringan usahakerakyatan.

Page 30: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

21

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Badan Penelitian dan Pengembangan Koperasi dan Pengusaha KecilDepartemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil, StatistikKoperasi dan Pengusaha Kecil, Jakarta, 1995.

Departemen Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah RI, StatistikKoperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah, Jakarta, 1999.

Haerumen H, Peningkatan Daya Saing Industri Kecil Untuk MendukungProgram PEL, Makalah Seminar Peningkatan Daya Saing,(Jakarta: Graha Sukofindo, 2000).

John Naisbitt, Global Paradox, Harvard University Press,Massattchussetts Boston, 2000, USA.

Mac Iver, Ed. Emilo, The Web of Government, Harvard UniversityPress., 2000.

Marzuki Usman, Komitmen Pengembangan Usaha Kecil, dalam KiatSukses Pengusaha Kecil, IBI, 1997.

Pandji Anoraga dan H Djoko Sudantoko, Koperasi, Kewirausahaandan Usaha Kecil, (Jakarta: Rineka Cipta , 2002).

Pardede, FR, Analisis Kebijakan Pengembangan Industri Kecil diIndonesia, Tesis Megister Program Studi Teknik dan Manage-ment Industri, Institut Teknologi Bandung, 2000.

Priyadi Atmadja, Pengembangan KSP dan USP Koperasi SebagaiLembaga Keuangan, (Jakarta: Yayasan Studi Perkotaan, 2002).

Pusat Data dan Informasi Departemen Koperasi, Pengusaha Kecildan Menengah, Statistik Pengusaha Kecil, Jakarta 1999.

Page 31: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

22

Tiktik Sartika Partomo dan Abd Rachman Soejoedono, Ekonomi SkalaKecil/Menengah dan Koperasi, (Jakarta: Ghalia Indonesia,2002).

Timothy Ferris, Coming of Age in the Milky Way, was published byWilliam Morrow and Company, New York, 1998.

B. MAKALAH

Sri Adiningsih, Regulasi dan Revitalisasi Usaha Kecil dan Menengah,disampaikan pada Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIIIdi Bali, 14-18 Juli 2003.

Adi Sasono, Konferensi Internasional Ekonomi Jaringan: MenujuDemokratisasi Ekonomi, PerNETworks dan Indonesia Bangkit,Jakarta, 7 Desember 1999.

C. KORAN

Pikiran Rakyat, 12 November 2002, Pemerintah Bersedia MembantuRp 5 Miliar Untuk Dirikan Lembaga Penjamin UKM.

Pikiran Rakyat, 5 Juni 2003, Disiapkan 150 Miliar Untuk LembagaPenjaminan Kredit UKM.

Kompas, 5 Juni 2003, Restrukturisasi Utang UKM Tunggu PresidenPulang.

Kompas, 30 April 2003, Lembaga Penjaminan Kredit Untuk MemandirikanUKM.

Tempo Interaktif, 27 Juni 2003, Segera Dibentuk Lembaga PenjaminanUKM.

D. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Indonesia, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.

——————, Keputusan Presiden Nomor 99 Tahun 1998 tentangBidang/Jenis Usaha Yang Dicadangkan Untuk Usaha Kecil Dan

Page 32: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

23

Bidang/Jenis Usaha Yang Terbuka Untuk Usaha Menengah AtauUsaha Besar Dengan Syarat Kemitraan.

——————, Keputusan Presiden Nomor 51 Tahun 2000 tentangBadan Pengembangan Sumber Daya Koperasi Dan PengusahaKecil Menengah.

——————, Keputusan Presiden Nomor 127 Tahun 2001 tentangBidang/Jenis Usaha Yang Dicadangkan Untuk Usaha Kecil DanBidang/Jenis Usaha Yang Terbuka Untuk Usaha Menengah AtauBesar Dengan Syarat Kemitraan.

Page 33: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM
Page 34: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

KEWENANGAN PENGADILAN NIAGADALAM MENGADILI PERJANJIAN YANG

MEMUAT KLAUSULA ARBITRASEOleh: Syprianus Aristeus, S.H., M.H.1

A. LATAR BELAKANG

Isu tentang kepailitan tampaknya masih tetap hangat, pertama,karena dikeluarkannya undang-undang baru tentang kepailitan, yakniUndang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PenundaanKewajiban Pembayaran Utang, yang baru diundangkan Oktober 2004(selanjutnya disebut UUK baru), menggantikan Perpu Nomor 1 Tahun1998 jo Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan(selanjutnya disebut UUK lama). Kedua, karena berbagai isu lamayang telah ada sejak Perpu Nomor 1 Tahun 1998, atau ketidakjelasandalam tataran praktik menurut beberapa pihak, masih tetap mengudaradalam berbagai diskusi maupun seminar. Di mana tampaknya hadirnyaundang-undang kepailitan yang telah disempurnakan tersebut belumdapat mengikis keraguan dan kebimbangan tentang penerapan konsep-konsep bermasalah, seperti antara lain, pengertian utang, batasan tentangpembuktian sederhana, serta tentang apakah klausula arbitrase dalamsuatu kontrak akan dikesampingkan dalam proses kepailitan. Ketiga,mengingat kita baru saja memberlakukan Undang-undang Nomor 30Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa/APS, di undang-undang mana secara emplisit disebutkan di Pasal 3nya bahwa: Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa

1Peneliti Hukum pada Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum danHAM RI

25

Page 35: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

26

para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase, jo Pasal 10Butir d yang berbunyi: Suatau perjanjian arbitrase tidak menjadi bataldisebabkan oleh keadaan “insolvensi salah satu pihak”, jo Pasal 11ayat 1, yang berbunyi bahwa: “Adanya suatu perjanjian arbitrasemeniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketaatau beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke PengadilanNegeri. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, ditambah denganadanya prinsip: kebebasan berkontrak, maupun adagium yang mengatakanbahwa: kontrak akan berlaku dan mengikat sebagaimana halnya undang-undang bagi para pihaknya, banyak pihak berkeyakinan bahwa dalamsuatu perjanjian utang piutang yang telah disepakati oleh para pihak,akan diselesaikan melalui arbitrase, maka pengadilan niaga tidak lagimemiliki kewenangannya.

Pasal-pasal di atas menunjukkan bahwa badan arbitrase, baik adhoc maupun permanen memiliki kompentensi absolut. Namun sejakUndang-Undang Kepailitan Nomor 4 Tahun 1998 yang mengukuhkanPerpu Nomor 1 Tahun 1998, dalam berbagai forum pelatihan diskusimaupun seminar acapkali disampaikan bahwa pengajuan permohonankepailitan secara serta merta akan membuat semua perkara baik perdatayang diajukan ke pengadilan negeri, maupun sengketa yang disepakatiakan diselesaikan secara arbitrase akan berstatus ditangguhkan,khususnya bila berkenaan dengan budel pailit. Demikian pula yangmenyangkut kewajiban dari si debitur, mengingat yang bersangkutanakan tidak lagi memiliki kewenangan untuk berbuat sesuatu atas hartakekayaannya, sejak putusan pailit jatuh. Di sini muncul polemik yangtumbuh dari berbagai penafsiran dan pemikiran seputar di mana statusabsolut kompetensi arbitrase harus berhenti atau dikesampingkan olehpengadilan niaga yang menangani kepailitan. Karen Mills dalammakalahnya yang cukup ekstensif mengulas dari mulai aspek sejaraharbitrase dikenal di Indonesia, tentang ratifikasi Indonesia yang barudilakukan pada tahun 1981 terhadap Konvensi New York 1958, jugatentang BANI, yang dalam hal ini sangat membantu Vesna dalammemahami bagaimana proses arbitrase berkembang di Indonesia. Namunpada prinsipnya ia dapat menerima bahwa masalah kepailitan bukanlahlagi berada dalam wilayah “the praties autonomy”, melainkan lebih

Page 36: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

27

banyak pada wilayah kewenangan publik, sehingga kewenangan ataukompentensi arbitrase sewajarnya dapat mengungkapkan bagaimanatidak ramahnya pengadilan negeri kita terhadap permohonan exequa-tur dari putusan arbitrase selama ini.

Sejak awal, yakni sejak kita di bawah rezim Perpu, para perancangPerpu tersebut telah menyatakan di berbagai forum mengenai batasanyang jelas dalam hal apa perjanjian yang menggunakan klausula arbitrasedapat tetap dilaksanakan, dan dalam keadaan bagaimana pengadilanniaga dapat mengesampingkan klausula arbitrase tersebut. Pertama,dinyatakan bila terjadi sengketa tentang apa yang diperjanjikan, dalamhal penentuan berapa jumlah utang karena suatu kewajiban tertentuyang belum dipenuhi, atau gugatan atas pemenuhan prestasi yangdisyaratkan misalnya, maka arbitrase tetap menguasainya. Namunbila unsur adanya utang telah diakui kedua pihak, eksplisit maupunimplisit, kemudian nilai atau jumlah utang tersebut dengan mudah dapatdikapitalisasi, sehingga bukan masuk dalam bilangan “sengketa” ataucontentious matters, yang harus melalui proses pembuktian lagi, makapengadilan niaga memiliki jurisdiksinya.2 Kapan sesuatu itu menjadihal yang masih disengketakan dan kapan itu telah tidak lagi, menimbulkanberbagai penafsiran dan kontroversi, sebab yang namanya perkara,selalu akan ada yang mendalilkan, dan selalu ada yang membantah.Sebab bila kedua pihak sepakat maka tidak lagi diperlukan putusanpihak ketiga, baik itu putusan arbitrase, maupun putusan pengadilan.

Singkat kata, hal-hal yang dipersengketakan tetap dapat menggunakanarbitrase sebagai forumnya, namun manakala salah satu pihakmengajukan permohonan pailit dan kasus tersebut telah memenuhiunsur-unsur di Pasal 2 ayat 1 UUK baru, atau Pasal 1 ayat 1 UUKlama, maka pengadilan memiliki jurisdiksi terhadap hal tersebut, demikian

2Proceedings, Rangkaian Lokakarya Terbatas Hukum Kepailitan dan Wawasan HukumBisnis Lainnya: tentang Penyempurnaan Undang-Undang Kepailitan, Jakarta: PPH, 2003,hlm. xvii dan hlm. 9. Hotman Paris Hutapea, Identifikasi Permasalahan Hukum Dalam teoridan Praktik di Pengadilan Niaga; Proceedings Revitalisasi Tugas dan Wewenang Kurator/Pengurus, Hakim Pengawas dan Hakim Niaga, Dalam Rangka Kepailitan, Jakarta: PPH,2004, hlm. 44-50.

Page 37: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

28

yang diungkapkan oleh Ricardo Simanjuntak. Penjelasan yang dimulaidengan kata pokoknya memang terkesan mensimplifikasi permasalahan,mungkin karena akhirnya hal itu menjadi self evidently, alias mencaripembenaran sendiri, walaupun ruang lingkup fakta dan situasi empiriknyaakan sangat tidak sederhana.

Ketika mencoba untuk mengerti tentang apa-apa saja perkarayang tidak termasuk dalam bilangan contentious maka akan memasukijalur pengertian tentang proses pembuktian sederhana. Seorang pakarhukum yang cukup kondang mengatakan bahwa pembuktian sederhanadiartikan sebagai tidak diperlukan proses pembuktian berkepanjangan,seperti bantahan, replik-duplik, maupun pemanggilan saksi dan lainsebagainya. Sehingga oleh karenanya permohonan pailit dapat dengancepat diputuskan. Persoalan ternyata tidak berhenti di sana, karenaberanjak dari penjelasan di atas, berkembang suatu wacana khususnyadi kalangan para hakim yang menjalani dan menangani kasus dalampraktik, bahwa seyogianya Pasal 6 ayat 3 UUK lama atau Pasal 6UUK ayat 4 UUK baru, dibaca sebagai membatasi konsep utang“yang luas”, yakni dengan merujuk pada sifat yang memiliki nilai yangdapat dikapitalisasi dengan uang sebagaimana dimaksud oleh perancangUUK yang merujuk pada Pasal 1233 dan 1234 BW, menjadi pengertianutang secara sempit, yang berarti hanya terbatas pada utang yangtimbul karena perjanjian kredit, atau dalam perjanjian utang piutangsaja.

Lepas dari perbedaan pendapat di atas, dalam konteks keterkaitanantara klausula arbitrase dengan kepailitan, maka beberapa pendapatmengatakan bahwa bila telah tercipta jurisprudensi yang mendukungbahwa pengadilan niaga tetap berwenang memutus kepailitan sekalipununtuk perjanjian yang sebelumnya telah memuat klausula arbitrase,3

maka dapat ditafsirkan telah terbentuk suatu sumber hukum, bahwapengadilan niaga tetap memiliki kewenangan atas perkara yang semulamencantumkan arbitrase sebagai pilihan penyelesaian sengketanya.

3Ricardo Simanjuntak, Klausula Arbitrase dan Wewenang Pengadilan Niaga, Proceedings,idem, hlm. 77-78.

Page 38: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

29

Lebih jauh dinyatakan oleh Fred Tumbuan bahwa:

“Legal effect arbitrase sebagai extra judicial tidak dapatmenyingkirkan kedudukan dan kewenangan pengadilan niaga sebagaiforum extra judicial, untuk menyelesaikan permohonan yangberkategori insolvensi atau pailit berdasarkan Undang-UndangKepailitan, meskipun timbulnya insolvensi tersebut bersumber dariperjanjian utang yang mengandung klausula arbitrase.4

Hal mana juga digaris bawahi oleh M. Husseyn Umar dalammakalahnya yang mengutip Putusan Mahkamah Agung Nomor: 013/PK/N 1999, pada tanggal 2 Agustus 1999, yang secara eksplisitmenyatakan rulingnya sebagai berikut:

“that the commercial court has the authority to review anddecide on bankruptcy petitions eventhoungh there was arbi-tration clause underlying such petition. It decided that therethe law provides that an arbitration clause does not takeaway the commercial court’s jurisdiction to hear and decideon bankruptcy petition”.5

Dengan demikian telah dicapai suatu pemahaman bahwa manakalaterjadi sengketa, maka bagi perjanjian utang yang memuat klausulaarbitrase, maka forum penyelesaian contentious matters dimungkinkandengan arbitrase. Sedangkan bagi penentuan status pailit menjadikewenangan mutlak dari pengadilan niaga, karena jurisdiksi pengadilanniaga sendiri dibatasi oleh ketentuan Pasal 8 ayat 4 jo Pasal 2 ayat1 UUK baru, yang mensyaratkan adanya keadaan yang terbukti secarasederhana, sebagai syarat dikabulkannya permohonan pailit.

Baik Fred Tumbuan, Ricardo Simanjuntak, Husseyn Umar, danpara pembahas lainnya seperti Parwoto Wignjosumarto dalam

4Fred Tumbuan dalam diskusi tentang “The Effect of Insolvency Proceeding on theConduct of Arbitration” Seminar Sehari Menampilkan Dr. Vesna Lazic, Jakarta: HotelBorobudur, Tanggal 8 Maret 2004.

5M. Husseyn Umar, “Comment Relating to the Interaction Between Arbitration andBankruptcy Proceeding”, Seminar Dr. Vesna Lazic, Jakarta: Hotel Borobudur, Tanggal 8Maret 2004.

Page 39: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

30

pembahasan mereka tidak berbeda pendapat secara prinsip. Padaumumnya mereka menyatakan bahwa di pengadilan niaga merupakanpengadilan khusus yang memiliki kewenangan extra ordinary, memeriksadan memutus perkara kepailitan. Sengketa yang muncul untuk hal-halyang diperjanjikan sebelum putusan pailit, yang mensepakatimenggunakan arbitrase, tetap dapat dijalankan bila sengketa arbitrasetersebut diproses sebelum putusan pailit jatuh. Putusan arbitrase manadapat dijadikan dasar adanya klaim, atau adanya utang. sebagaimanadisebutkan dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UUK baru, yang berbunyi:

“Yang dimaksud dengan “utang yang telah jatuh waktu dan dapatditagih” adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuhwaktu, baik karena diperjanjikan, karena percepatan waktupenagihan sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksiatau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusanpengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase”.

Tidak berarti bahwa pengadilan niaga kemudian akan memeriksaulang tentang adanya utang tersebut bilamana putusan arbitrase tersebutdinyatakan berkekuatan hukum final. Sekali lagi dengan perkecualianperjanjian arbitrase yang dibuat tidak melanggar publik policy. Untuksuatu perjanjian yang memuat klausula arbitrase, yang kemudian salahsatu pihaknya diputus pailit, maka dengan sendirinya proses arbitraseakan dikesampingkan khusus dalam hal telah terpenuhinya syaratkepailitan menurut undang-undang kepailitan. Dalam hal ini partiesautonomy akan dikesampingkan oleh public policy. Selain itu forumarbitrase jelas bukan forum yang berwenang untuk menjatuhkan putusanpailit. Persoalannya adalah bila proses arbitrase masih berjalan, danpermohonan pailit pada saat bersamaan diajukan ke pengadilan niaga.Dalam hal demikian, karena salah satu pihak debitur, sudah tidakmemiliki kewenangan lagi dalam hal yang berkaitan dengan kekayaannya,maka kurator akan terbatas pada yang dibolehkan oleh undang-undangdan atau diwajibkan memperoleh persetujuan hakim pengawas. Bukanlagi meneruskan suatu kontrak yang dilakukan oleh si debitur.

Secara normatif, Pasal 28 - Pasal 31 UUK baru mengatur tentangbagaimana kurator harus bersikap sehubungan dengan adanya tuntutan

Page 40: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

31

hukum atau gugatan yang sedang berjalan selama kepailitan berlangsung,yang mana hal ini secara analogis juga berlaku bilamana terjadi sengketayang berjalan dengan arbitrase. Namun jangan lupa untuk dibaca Pasal69 ayat (5) UUK baru. Karena dalam pasal tersebut disebutkan bahwauntuk menghadap di muka pengadilan (dianalogkan dengan majelisarbitrase) kurator harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari HakimPengawas.

Sedangkan apabila terjadi tuntutan terhadap debitur pailit, tuntutanatau gugatan mana berdasar pada perjanjian yang memuat klausulaarbitrase, yang dibuat oleh debitur sebelum proses kepailitan, dan dalamhal tuntutan itu menyangkut sejumlah utang, ketika putusan pailitdiucapkan maka sengketa tersebut diperhitungkan dalam proses verifikasiatau pencocokan utang. Seandainya timbul ketidaksesuaian maka harusmelampaui renvooiprocedure, yang akan menjadi kewenangan daripengadilan niaga, melalui hakim pengawasnya untuk menyelesaikan,dan bukanlah kewenangan arbitrator.

B. ASPEK KOMPARASI TENTANG ARBITRASE DANPROSES KEPAILITAN

Haruslah dipahami bahwa arbitrase dan prosedur kepailitan adalahdua hal yang berbeda. Di mana masing-masing memiliki alasan dantujuan, karakter, dan prosedurnya sendiri. Di Indonesia konsep insolvensidapat mengandung makna “tidak mampu membayar” (Kamus BesarBahasa Indonesia) yang dapat membawa perseroan kepada kepailitan.Sementara itu menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor40 Tahun 2007, situasi yang sama dapat juga membawa perseroankepada pembubaran hingga perseroan harus menjalani likuidasi. MenurutVesna mengatakan bahwa konsep insolvency dari pada bankruptcy,karena beberapa alasan:6

1. Berdasarkan penelitiannya di beberapa sistem hukum dari beberapanegara, terdapat beberapa istilah tentang penanganan debitur yangbermasalah. Sebagai contoh misalnya upaya untuk menghimpun

6Vesna, Arbitrase dan Kepailitan, Jakarta: PPH, 2006, hlm. xviii.

Page 41: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

32

aset untuk didistribusikan kepada kreditur, sebagian menyebutnyasebagai reorganization.

2. Sementara itu di Inggris misalnya, kata bankruptcy hanya digunakanbagi perorangan atau natural person. Sedangkan bagi perseroan,dikenal dengan terminology insolvency.

3. Oleh sebab itu bila tidak merujuk secara pasti pada suatu sistemhukum negara tertentu, dan karena dalam kontekstual sebuahperseroan, maka Vesna sengaja mengambil konsep insolvercy,yang akan mencakup pengertian segala upaya dan tindakanmengelola dan mendistribusi aset dari debitur yang mengalamikesulitan keuangan, meliputi reorganization dan rehabilitationdari usaha si debitur.

Sekalipun demikian tidak dapat dihindarkan juga bahwa di sanasini Vesna acapkali menggunakan istilah bankruptcy dan juga insol-vency secara bergantian, karena beliau terpaksa merujuk tentangpenyebutan ketentuan hukum di berbagai negara yang memang variatif.Dalam arti sebagian menyebut bahwa situasi di atas diatur dalamBankruptcy Code seperti di Amerika Serikat, atau diatur dalam In-solvency Act seperti di Inggris.

Hukum nasional modern dan arbitrase di banyak negara majumengenal prinsip limited court control di mana peradilan sangatmembatasi intervensinya pada proses arbitrase. Pengadilan negarabahkan berperan sebagai pendukung dan membantu eksistensi arbitrase.Mungkin hal itulah yang ditekankan oleh para pembahas seperti KarenMills dan M. Husseyn Umar dalam menilai bagaimana peradilan In-donesia masih agak kurang memberikan dukungan pada proses ini.Dapat dikata bahwa satu-satunya alasan untuk mengenyampingkankeputusan arbitrase adalah bila bertentangan dengan hukum acaradan public policy.7 Atau dalam ungkapan lain adalah apabila perjanjianyang memuat klausula arbitrase itu sejak awal memang cacad hukum,

7Art V.2.(b) New York Convention 1958, Recognition and enforcement of an arbitralward may also be refused if ... the recognition or enforcement of the award would be contraryto the public policy.

Page 42: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

33

dan memang batal demi hukum atau tidak dapat dilaksanakan,sebagaimana yang tertuang di Article II (3)8 dan Article V.1.(a)9 dariKonvensi New York 1958 yang telah kita ratifikasi melalui keputusanPresiden Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 1981. Oleh sebab itusecara prinsip pengadilan negeri setiap negara peserta konvensi wajibmenjalankan atau mengeksekusi putusan arbitrase, yang dimintakanexequatur padanya.

Sementara itu di sisi yang lain, Vesna menguraikan bahwa kepailitanpada intinya adalah prosedur untuk menghimpun, menginventarisasi,dan memaksimalkan aset debitur yang mengalami masalah keuangan,untuk kemudian didistribusikan bagi para kreditur, untuk tujuan pemulihankembali usaha si debitur, baik melalui reorganisasi maupun rehabilitasi.Berbeda dengan arbitrase, prosedur kepailitan pada prinsipnya tidakdimaksudkan, untuk menyelesaikan suatu sengketa, dengan demikianprosesnya tidak diwarnai dengan sifat adversarial atau prosedur salingbantah. Jurisdiksi kepailitanpun lebih pasti dan memiliki kekuatan paksakarena ditentukan oleh undang-undang, yang sangat berbeda denganjurisdiksi arbitrase yang ditetapkan oleh para pihak sendiri.

Lebih jauh beliau menyatakan bahwa hukum kepailitan berada diwilayah perbatasan antara hukum privat dan hukum publik. Bahkandapat dikatakan bahwa kepailitan itu dalam beberapa aspeknya sangatbersifat publik, walaupun juga memiliki aspek privat. Perundang-undangantentang kepailitan juga mau tidak mau akan menyangkut atau bersentuhandengan beberapa pengaturan hukum di bidang lain, misalnya perbankan,pasar modal, hukum tentang pengalihan hak atas kebendaan, atas haktanggungan, dan hak-hak lain. Karakter mana diungkapkan oleh P.Didier dalam bukunya tentang “The Problems Surrounding the Lawof International Insolvency”, mengatakan: “Legislation on on

8"... unless it finds that the said agreement is null and void, inoperative or incapable ofbeing performed”.

9"... the said agreement is not valid under the law to which the parties have subjected itor, failing any indication thereon, under the law of the country where the aeard was meet”.

Page 43: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

34

insolvency is a crossroads when all the element of the legal sys-tem in question meet”.10

Dalam konteks putusan pailit telah jatuh, maka perlu dipertegasbahwa debitur tidak lagi memiliki kapasitas untuk mengadakan perjanjiandengan pihak lain yang langsung maupun tidak langsung berpengaruhpada harta pailit. Dengan demikian yang memiliki kewenangan karenahukum, adalah kurator dalam hal kepailitan, atau pengurus dalam halreorganisasi atau KPPU. Pertanyaan berikut yang harus dijawab adalah,adakah ketentuan hukum kepailitan di suatu negara secara jelas merincikewenangan kurator untuk melakukan perjanjian-perjanjian dengan pihakketiga, termasuk perjanjian arbitrase, setelah perusahaan dalam statuspailit. Jika secara normatif terdapat ketentuan tersebut, maka perjanjianarbitrase tersebut tidak terancam akan tersisihkan, atau terancam karenatidak dapat dijalankan atau dieksekusi. Artinya secara asumtif, perjanjianyang dibuat oleh kurator, pasca putusan pailit, yang menyepakati adanyaklausula arbitrase akan mungkin saja terjadi. Persoalannya adalah,apakah untuk tindakan tersebut prosedur tertentu harus dilampaui.Atau apakah kewenangan tersebut adalah suatu manifestasi darifungsinya untuk bertindak mewakili debitur. Ataukah ia meneruskankewajiban debitur, sehingga secara otomatis kurator menjadi terikatpada kesepakatan yang dibuat oleh debitur pailit. Serangkaian pertanyaaninilah yang mungkin masih memerlukan klarifikasi.

Perlu diperhatikan bahwa dalam hal putusan pailit telah jatuh,maka seluruh proses termasuk kehadiran kurator atau pengurus adalahuntuk tujuan melindungi harta pailit, maupun pihak ketiga. Ataspertimbangan itulah, maka peran rapat kreditur dan hakim pengawasmenjadi sangat menentukan. Demi tujuan itu pulalah maka berbagaiforum kajian lintas disiplin, hasil pengamatan lintas jurisdiksi, yangbertujuan membuka wawasan, mempertajam analisis bagi para hakimkepailitan menjadi perlu.

10"...Vesna Lazie, “The Interaction between Arbitration and Insolvency Proceeding: aComparative View” Paper yang disampaikan di Seminar di Jakarta, yang diselenggarakanoleh Pusat Pengkajian Hukum, pada Tanggal 8 Maret 2004, hlm. 1.

Page 44: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

35

Dalam beberapa sistem hukum, sangat tegas dinyatakan bahwamembuat perjanjian arbitrase, merupakan tindakan hukum yang beradadi luar jalur manajemen sehari-hari, dan bukan berada dalam koridorpenanganan usaha pokok perusahaan debitur. Oleh sebab itu dengansendirinya berada di luar dari kewenangan para kurator (hal ini merujukpada Art. 158 UUK Perancis tahun 1985 yang kemudian direkodifikasidi Kitab Hukum Perdata (New Commercial Code) yang barudiundangkan pada 18 September 2000).

Sebaliknya, dalam Bankruptcy Code Amerika Serikat di Pasal9019 (c) misalnya, dinyatakan bahwa bila para pihak sepakat, makamereka dapat menggunakan arbitrase untuk menyelesaikan sengketayang muncul kemudian setelah putusan pailit. Sebagian adanya arahkebijakan sistem peradilan di sana yang juga merupakan realisasi dariupaya demokratisasi sistem peradilan, dan oleh karenanya kebijakanpolitik hukum tersebut tertuang dalam pengaturan Judicial Improve-ments and Access to Justice Act, tahun 1990.

C. KESAMAAN ANTARA PROSES ARBITRASE DAN PRO-SES KEPAILITAN

Agaknya arbitrase sebagai APS (bahasa Indonesia dari ADR)memiliki atribut yang lebih dipilih oleh sebagian masyarakat bisnis,untuk hal tertentu dan pada situasi tertentu, karena prosedur ini relatifsingkat, lebih menekan biaya, dapat mendayagunakan ahli di bidangyang dipersengketakan. Selain itu, para pihak dapat memelihara namabaiknya karena sifatnya yang tidak terbuka untuk publik, menghindarkanpara pihak dari unsur saling bermusuhan dan lebih mengakomodasikebebasan berkontrak, meliputi kehendak para pihak untuk menyepakatimedia maupun prosedur mencari jalan keluar sendiri, bila terjadi masalah.Sebagian dari karakter tersebut juga menjadi tujuan dari proses kepailitan.Dengan kata lain keduanya sama-sama menginginkan proses penyelesaianberjalan cepat, tidak berlarut-larut, teratur atau tertib dan secara ekonomisefisien.

Bedanya adalah bahwa pada proses kepailitan bergantungkepentingan pihak ketiga yang cukup besar, selain kepentingan para

Page 45: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

36

kreditur, juga para stakeholder. Selain itu terdapat situasi yang harusdijaga, yakni kesetaraan atau keseimbangan dan kepatutan atas pembagianporsi aset yang tertib, dan peningkatan nilai aset yang akan diterimakankepada yang berhak. Bagi beberapa negara seperti Amerika misalnya,kepentingan di atas meliputi juga upaya bagaimana memulihkan usahasebagai unit ekonomi, atau bagaimana mengupayakan suatu fresh-start. Dengan demikian secara lebih fundamental di sana seluruhtahapan maupun proses kepailitan pada akhirnya dimaksudkan untukmerestrukturisasi sebuah usaha. Sekalipun tidak berarti terbatas padausaha si debitur pailit tersebut, melainkan bagi keseluruhan rantai usahasebagai suatu unit usaha, yang merupakan bagian dari sistem ekonominegara.11

Bahwa perkembangan di Amerika Serikat dewasa ini justru sangatmendorong ke arah pemanfaatan dan pemberdayaan ADR, khususnyamediasi dan arbitrase dengan tujuan mempercepat penyelesaian, sertamemelihara fairness dan efisiensi. Dan kepentingan tersebut menjadisejalan dengan tujuan kepailitan di sana. Apalagi dengan meningkatnyajumlah perkara kepailitan pada tahun-tahun 90-an, yang akibatnyamembuat kewalahan sistem peradilan di sana. Belum lagi mengingatkompleksitas banyaknya pihak yang terkait, membuat prosespenyelesaiannya memakan waktu dan berlarut-larut. Adalah menjadisuatu kepentingan nasional untuk mengakselerasi pemulihan ekonomidebitur serta memaksimalkan bagian dari kreditur yang juga pelakuekonomi. Dengan latar belakang situasi seperti itu, maka wajar bilakebijakan peradilan mengarah dan mendorong diberdayakannya APS,khususnya arbitrase dan mediasi.

Dalam politik hukum yang demikian, maka haruslah dibedakansuatu perjanjian dengan klausula arbitrase yang memang dikehendakioleh para pihak, dengan program courtannexed arbitration yangberakibat munculnya kewajiban bagi pengadilan untuk me-refer semuaperkara perdata ke proses arbitrase atau mediasi terlebih dahulu. Di

11Lisa A. Lomax, Alternative Dispute resolution in Bankruptcy: “Rule 9019 and Bank-ruptcy Mediation Program”.

Page 46: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

37

mana dalam hal yang terakhir ini keputusan arbitrase tersebut dapatdimintakan banding bila salah satu pihak merasa tidak puas.12

Di Amerika, pengadilan kepailitan (bankruptcy court) adalah unitdari federal district court, yang memiliki jurisdiksi untuk memutusdan memeriksa semua perkara yang timbul dalam konteks atau dalamcakupan the Bankruptcy Code. Dengan demikian akan meliputi semuaperkara yang muncul kemudian yang berkaitan dengan kasus kepailitanyang ditanganinya. Dengan kata lain semua perkara yang berhubunganlangsung maupun tidak langsung dengan perkara kepailitan. Sekalipundemikian Bankruptcy Rule of Procedure 9019 (c) mengatakan bahwabila di antara para pihak timbul sengketa atau kontroversi seputarharta pailit, di mana telah diperjanjikan sebelumnya akan dihapus melaluiarbitrase, maka pengadilan dapat melimpahkan perkara tersebut kepadaarbitrase, dan putusan arbitrase tersebut akan bersifat final and binding.13

Kewenangan arbitrase di sini adalah menangani dan menyelesaikanperkara yang bersifat adversarial dan juga yang bersifat conten-tious. Di mana dalam Undang-Undang Kepailitan kita, yang berwenangmenyelesaikan sengketa yang berkenaan dengan bantahan atauperselisihan bagian dari budel pailit setelah putusan pailit, adalah hakimpengawas atau pengadilan niaga. Yakni melalui renvooi procedure,sebagaimana diatur di Pasal 127 UUK baru.

Sekali lagi seperti yang telah diungkapkan oleh Vesna, bahwa thenature and scope of the arbitration proceeding are governed bythe parties stipulation, maka bila telah dirumuskan di depan dalamsuatu perjanjian, maka hakim pengadilan kepailitan pun akanmenghormatinya dengan berdasarkan pada asas, bahwa kontrak berlakubagi para pihaknya seperti halnya undang-undang, asas pacta suntservanda, parties’ autonomy, dan iktikad baik. Namun dalamimplementasinya masih banyak kontroversi dan ketidakpastian mengenaiseberapa jauh putusan arbitrase itu bersifat mengikat dan apakahproses arbitrase tersebut bersifat mandatory. Sejauh ini dalam praktik

12Ibid., hlm. 317.13Ibid., hlm. 332.

Page 47: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

38

penanganannya masih kasus per kasus, dalam ungkapan lain disebutkanbahwa “... any decision to compel or deny arbitration was underthe sound discretion of the bankruptcy judge”.

Setelah melampaui berbagai kasus landmark, yang dimulai dengankasus Zimmerman v. Continental Airlines, 1983 maka pengadilankepailitan di Amerika menyepakati bahwa klausula arbitrase harusdapat dilaksanakan dengan mempertimbangkan 4 kriteria di bawah ini:

1. pengaruh putusan arbitrase tersebut kepada para kreditur, dalamartian keseimbangan pembagian antara kreditur terjaga atau tidakdalam arti prioritas maupun jumlah;

2. akibat administrasi maupun prosedur terhadap jalannya kepailitan;

3. adakah pengaruhnya terhadap fungsi dan tugas kurator;

4. diperlukan tidaknya keahlian khusus dari arbitratornya.

Pada akhirnya, dapat disimpulkan bahwa hakim kepailitan memilikidiskresi untuk melaksanakan putusan arbitrase, maupun membatalkannyabilamana terbukti adanya cacad hukum dari proses arbitrase tersebut,seperti misalnya adanya fraud, undue means, misconduct dari arbi-trator, dan lain-lain. Walaupun secara prinsip di Amerika Serikat, peninjauankembali atas putusan arbitrase sangatlah jarang. Mengingat bahwaMahkamah Agung dan kebijakan negara federal sangat mendorongdigunakannya arbitrase.

Dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999tentang Arbitrase dan APS di Indonesia, maka pihak pengamat asing,termasuk Vesna misalnya, berasumsi bahwa arbitrase dan APS akanmemperoleh tempat dan kesempatan yang lebih baik di ranahpenyelesaian sengketa di Indonesia, setidaknya untuk masa mendatang.Namun sekalipun undang-undang tersebut telah berusia sekitar 4 tahun,hingga tulisan ini dibuat, tampaknya belum ada data kuantitatif (harddata) yang mendukung bahwa APS ini lebih laku dan dominan.

Bahwa Pengadilan Niaga berwenang memeriksa dan mengadilisengketa perdata yang disertai klausula arbitrase telah diputuskan olehMahkamah Agung, yaitu pertama Putusan Nomor 020 PK/N/1999 jo

Page 48: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

39

putusan tanggal 9 Agustus Nomor 019K/N/1999 dalam Perkara PTMegarimba Karyatama dan PT Mitra Surya Tatamandiri sebagaipemohon Peninjauan Kembali/para termohon pailit melawan PT BasukiPratama Engineering. Pertimbangan hukumnya bahwa kewenanganabsolut lembaga arbitrase tidak bisa mengesampingkan kewenanganPengadilan Niaga yang diberikan kewenangan khusus mengadili perkarapermohonan pernyataan pailit. Putusan ini masih dikuatkan lagi olehMahkamah Agung Nomor 13/PK/N/1999 jo Putusan Nomor 12K/N/1999, dikuatkan kembali oleh Putusan Mahkamah Agung Nomor 09PK/N/1999 jo perkara Nomor 01K/N/2002. Dengan 3 (tiga) putusan tersebut,apakah ini tidak bisa dikualifikasi sebagai suatu yurisprudensi? Tigaputusan ini sudah dapat dinilai sebagai suatu yurisprudensi, dengandemikian dapat disimpulkan adanya suatu yurisprudensi yang menyatakanbahwa Pengadilan Niaga berwenang memeriksa dan memutuskansengketa perdata yang disertai perjanjian arbitrase. Termasuk yurisprudensikarena Majelis Hakim Mahkamah Agung ataupun pengadilan umumnya3 (tiga) orang, dengan 3 orang dan 3 putusan maka sudah selayaknyamenjadi yurisprudensi. Tolok ukur yurisprudensi sampai saat ini belumada, yang ada apabila terdapat beberapa kasus yang sama diputuskandengan putusan yang sama, maka itulah yang disebut denganyurisprudensi. Mengenai konsep beberapa di sini juga belum jelasapakah 2, 3, 4, atau 5 putusan. Tiga putusan sudah layak menjadi tolokukur suatu yurisprudensi, maka dalam hal ini Pengadilan Niaga berwenangmemeriksa dan memutuskan sengketa perdata yang disertai perjanjianarbitrase.

Apabila Pengadilan Niaga berwenang memeriksa sengketa perdatadengan perjanjian arbitrase maka akan timbul masalah. PengadilanNiaga selalu terikat pada hukum acara pemeriksaan perkara kepailitan,yaitu Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Kepailitan. Apabila terdapatfakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana, maka kepailitanharus dikabulkan. Pembuktian sederhana ini ternyata bisa menjaditidak sederhana. Pada suatu saat digunakan sederhana, saat lain digunakantidak sederhana. Selagi suatu sengketa perdata yang bukan sebagaiakibat perjanjian pinjam-meminjam uang, maka pembuktiannya jelastidak sederhana. Sengketa perdata dengan perjanjian arbitrase pasti

Page 49: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

40

pembuktiannya juga tidak sederhana. maka apabila ada sengketa perdatadengan perjanjian arbitrase dilimpahkan ke Pengadilan Niagakemungkinan besar permohonan pernyataan pailitnya akan ditolak,dengan pertimbangan hukum bahwa pembuktian arti utang ternyatatidak sederhana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3)Undang-Undang Kepailitan. Ini menjadi masalah. Keputusan berwenangatau tidaknya Pengadilan Niaga untuk mengadili perkara kepailitandengan klausula arbitrase masih rancu.

Dengan adanya masalah kewenangan antara Pengadilan Niagadan arbitrase, maka timbullah suatu masalah yang disebut denganistilah titik taut kewenangan lembaga arbitrase dan Pengadilan Niaga.Sejauh ini telah ditemukan 4 (empat) titik taut, yaitu:

1. Sengketa Kewenangan Pengadilan Niaga dengan Arbitrase

Seperti yang sudah disampaikan tadi bahwa Pengadilan Niagaberwenang mengadili sengketa perdata yang disertai klausulaarbitrase. Hanya timbul masalah bahwa Pengadilan Niaga terikatpada Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Kepailitan yang menentukanbahwa apabila ada fakta atau keadaan yang terbukti sederhana,kepailitan harus dikabulkan. Titik tautnya apabila Pengadilan Niagamendasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Kepailitan,menolak permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh kredituryang telah membuat perjanjian arbitrase dengan debitur. Apakahakibat hukumnya terhadap perjanjian arbitrase.

Solusi yang coba diberikan adalah apabila Pengadilan Niagamenolak permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh kredituryang membuat perjanjian arbitrase, maka lembaga arbitrase kembalihidup untuk menyelesaikan sengketa perdata antara kreditur dandebitur. Sebaliknya, apabila Pengadilan Niaga ternyata mengabulkanpermohonan pernyataan pailit dengan alasan bahwa perjanjianarbitrase terbukti secara sederhana, maka matilah kewenanganarbitrase untuk menyelesaikan sengketa perdata antara krediturdan debitur yang telah membuat perjanjian arbitrase. Inilah titiktaut yang pertama. Jadi apabila Pengadilan Niaga menolakpermohonan pernyataan pailit, maka arbitrase hidup, sebaliknya

Page 50: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

41

apabila Pengadilan Niaga mengabulkan permohonan pernyataanpailit, maka arbitrase mati.

2. Seperti yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undangNomor 30 Tahun 1999 mengenai arti perjanjian arbitrase, makaperjanjian arbitrase bisa dibuat sebelum ada sengketa atau sesudahada sengketa. Di sini yang diambil adalah jalan tengah, yaitu padasaat ada sengketa. Jadi 3 (tiga) titik tautnya adalah, pertamaperjanjian arbitrase sebelum ada pernyataan pailit, kedua perjanjianarbitrase pada saat proses kepailitan berjalan dan yang ketigaadalah perjanjian arbitrase setelah ada putusan pernyataan pailit.

Apabila belum ada suatu perkara yang diajukan ke PengadilanNiaga dengan alasan permohonan pernyataan pailit, debitur dankreditur yang membuat perjanjian pailit terdapat sengketa, makamenurut ketentuan Pasal 61 Undang-undang Nomor 30 Tahun1999 sengketa tersebut harus diajukan para pihak ke lembagaarbitrase. Jadi, apabila ada sengketa perdata yang disertai perjanjianarbitrase tertulis tetapi belum ada proses perkara permohonanpernyataan pailit di Pengadilan Niaga maka sesuai dengan ketentuanPasal 61 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999, para pihak yangbersengketa tadi menyelesaikan persoalannya melalui lembagaarbitrase. Lembaga arbitrase menyelesaikan sengketa di antarakreditur dan debitur yang telah membuat perjanjian arbitrase, yangdilaksanakan atas dasar perjanjian yang dibuat para pihak yangkemudian akan lahir putusan arbitrase.

Namun bagaimana seandainya ada kreditur lain yang tidakterikat perjanjian arbitrase mengajukan permohonan pernyataanpailit kepada debitur yang terikat perjanjian arbitrase. KemudianPengadilan Niaga mengabulkan permohonan pernyataan pailit krediturlain tadi. Bagaimanakah nasib putusan lembaga arbitrase yangtelah diputuskan terhadap kreditur dan debitur yang terikat dalamperjanjian arbitrase tadi. Di sini timbul suatu masalah. Solusinya,apabila sudah diputuskan dinyatakan pailit debitur yang terikatperjanjian arbitrase tadi, maka proses penyelesaian utang-piutangnyaadalah melalui rapat pencocokan piutang atau disebut dengan

Page 51: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

42

rapat verifikasi. Di situlah Kurator atas dasar ketentuan Pasal 12ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan Pasal 67 Undang-UndangKepailitan bertugas melaksanakan putusan permohonan pernyataanpailit dalam arti pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit.Pengurusan dan pemberesan harta pailit ini yang merupakankewenangan Kurator yang dilaksanakan dalam rapat pencocokanpiutang.

Bagaimana nasib kreditur yang mempunyai hak tagih atasdasar putusan arbitrase. Kreditur tersebut juga mempunyai kewajibanmenyampaikan tagihannya kepada Kurator. Jadi hak-hak yangdia terima atas dasar putusan arbitrase disampaikan kepada kurator,kemudian kurator akan mencatat nama-nama kreditur tersebut,jumlahnya dan sifat-sifat dari utangnya, dan sebagainya. Inilahtitik taut yang kedua, yaitu apabila sebelum permohonan pernyataanpailit dijatuhkan.

3. Pada Saat Pernyataan Pailit Bersamaan dengan Proses PerkaraArbitrase

Debitur dan kreditur menyelesaikan sengketanya melaluilembaga arbitrase. Kemudian juga ada perkara permohonanpernyataan pailit di Pengadilan Niaga. Apabila terjadi kasus semacamini, diharapkan lembaga arbitrase untuk sementara menunda dulutugasnya melaksanakan penyelesaiannya melalui lembaga arbitrase.Karena apabila ternyata nanti Pengadilan Niaga memutuskanmengabulkan permohonan pernyataan pailit kreditur, maka putusanarbitrase tadi tidak akan bisa dilaksanakan oleh Ketua PengadilanNegeri. Hal ini karena menurut ketentuan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan, segala pelaksanaan putusan pengadilan yangterjadi sebelum kepailitan tadi harus dihentikan. Jadi secara otomatisapabila ada putusan arbitrase, kemudian menurut ketentuan Pasal61 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 pemenangnya ataupemilik hak memohon eksekusi ke Pengadilan Negeri dan KetuaPengadilan Negeri mengeluarkan ketetapan eksekusi kemudianada pailit, maka putusan ini demi hukum harus dihentikan olehketentuan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan.

Page 52: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

43

4. Pada Saat Sesudah Pernyataan Pailit

Apabila dalam sengketa perdata umum atas ketentuan Pasal130 HIR, hakim wajib mengusahakan agar penggugat dan tergugatmengakhiri dengan perdamaian. Undang-Undang Kepailitan tidakmengatur hal itu, karena itu tidak ada kewajiban bagi hakimPengadilan Niaga mengusahakan agar kreditur dan debiturmengakhiri perkara kepailitannya dengan perdamaian. Otomatistidak ada penyelesaian melalui arbitrase pada saat proses perkarakepailitan sedang berlangsung. Hal ini karena ketentuan dalamPasal 130 HIR tidak diterapkan pada Undang-Undang Kepailitan.Perdamaian hanya bisa dilaksanakan menurut ketentuan Pasal134 Undang-Undang Kepailitan di mana harus ada tawaranperdamaian antara debitur kepada semua kreditur. Jadi tidak bisaantara debitur pribadi dengan kreditur pribadi yang membuatperjanjian arbitrase. Kesimpulannya arbitrase tidak bisa dilaksanakanatau lembaga arbitrase tidak bisa berfungsi pada saat PengadilanNiaga sudah memutus perkara permohonan pernyataan pailit.

D. PENUTUP

Hingga saat ini Pengadilan Niaga telah melaksanakan pemeriksaanperkara kepailitan yang dalam klausulanya para pihak mencantumkanarbitrase, walaupun terdapat beberapa pendapat yang menyatakanbahwa apabila para pihak telah sepakat untuk menyelesaikan sengketayang timbul di antara mereka, sebagaimana tercermin dalam klausulaarbitrase, maka Pengadilan Niaga menjadi tidak berwenang, akan tetapipendapat lain mengatakan bahwa Pengadilan Niaga tetap berwenangmelakukan proses kepailitan walaupun dijumpai adanya klausula arbitrase,dengan alasan bahwa hukum kepailitan merupakan hukum acara, yangberarti merupakan ruang lingkup hukum publik yang tidak dapat dipandangoleh hukum privat. Namun terdapat beberapa ketentuan yang mengatakanbahwa jika yang dipersoalkan adalah ada atau tidaknya utang, makayang berwenang adalah penyelesaiannya melalui arbitrase, jika utangbukan merupakan hal yang dipersengketakan maka Pengadilan Niagayang berkepentingan untuk melakukan pemeriksaan.

Page 53: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

44

Dasar yang menjadi ketentuan dalam hal kepailitan yangmengenyampingkan klausula arbitrase maka dapat dilihat yurisdiksidari Pengadilan Niaga itu sendiri dibatasi oleh ketentuan dalam Pasal8 ayat (4) jo Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004yang mensyaratkan adanya keadaan yang terbukti secara sederhana,sebagai syarat dikabulkannya permohonan pailit.

Penggunaan lembaga kepailitan oleh para pihak, dalam hal inidikatakan bahwa pada proses kepailitan selama berlangsung kepentingandari pihak ketiga yang cukup besar, selain kepentingan para krediturjuga para staacholder, di samping itu juga terdapat situasi yang harusdijaga, yakni kesetaraan atau keseimbangan dan kepatutan ataupembagian porsi aset yang tertib, dan peningkatan nilai aset yangakan diterimakan kepada yang berhak.

Page 54: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

45

DAFTAR PUSTAKA

Hutapea, Hotman Paris. Identifikasi Permasalahan Hukum Dalamteori dan Praktik di Pengadilan Niaga; ProceedingsRevitalisasi Tugas dan Wewenang Kurator/Pengurus, HakimPengawas dan Hakim Niaga, Dalam Rangka Kepailitan,Jakarta: PPH, 2004.

Lazic, Vesna. “The Interaction between Arbitration and Insol-vency Proceeding: a Comparative View” Paper yangdisampaikan di Seminar di Jakarta, yang diselenggarakan olehPusat Pengkajian Hukum, pada Tanggal 8 Maret 2004.

Lomax, Lisa A. Alternative Dispute Resolution in Bankruptcy:“Rule 9019 and Bankruptcy Mediation Program”.

Proceedings. Rangkaian Lokakarya Terbatas Hukum Kepailitandan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya: tentang PenyempurnaanUndang-Undang Kepailitan, Jakarta: PPH, 2003.

Simanjuntak, Ricardo. Klausula Arbitrase dan Wewenang PengadilanNiaga, Proceedings Revitalisasi Tugas dan WewenangKurator/Pengurus, Hakim Pengawas dan Hakim Niaga,Dalam Rangka Kepailitan, Jakarta: PPH, 2004.

Tumbuan, Fred. Dalam diskusi tentang “The Effect of InsolvencyProceeding on the Conduct of Arbitration” Seminar SehariMenampilkan Dr. Vesna Lazic, Jakarta: Hotel Borobudur, Tanggal8 Maret 2004.

Umar, M. Husseyn. “Comment Relating to the Interaction BetweenArbitration and Bankruptcy Proceeding”, Seminar Dr. VesnaLazic, Jakarta: Hotel Borobudur, Tanggal 8 Maret 2004.

Vesna. Arbitrase dan Kepailitan, Jakarta: PPH, 2006.

Page 55: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM
Page 56: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

47

JARINGAN DOKUMENTASI DAN INFORMASIHUKUM NASIONAL MENYONGSONGKETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

TAHUN 2010Oleh: Theodrik Simorangkir, S.H., M.H.1

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang KeterbukaanInformasi Publik sangat erat hubungannnya dengan Keputusan PresidenNomor 91 Tahun 1999 tentang Jaringan Dokumentasi dan InformasiHukum Nasional. Semua informasi hukum termasuk dalam kategoriInformasi Publik yang wajib disediakan kepada publik. Penyediaaninformasi ini berada dalam bidang tugas Anggota Jaringan yangdiselenggarakan oleh Unit Dokumentasi/Perpustakaan Hukum. Untukmenghindarkan gugatan publik, peran strategis JDIHN sebagai saluraninformasi hukum yang efektip harus segera diwujudkan Semua BadanPublik Anggota JDIHN harus melakukan penguatan terhadap sumberdaya yang dibutuhkan unit kerja perpustakaan/dokumentasi hukum.

I. PENDAHULUAN

Pada tanggal 30 April 2008, pemerintah telah mengundangkanUndang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan InformasiPublik dalam Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 61 (selanjutnyadisebut UUKIP) Dalam Ketentuan Penutup Pasal 64 (1) ditetapkanbahwa Undang-Undang ini berlaku 2 (dua) tahun sejak tanggaldiundangkan (tepatnya tanggal 30 April 2010).

Sebelumnya pada tanggal 31 Juli Tahun 1999, pemerintah jugatelah mengundangkan Keputusan Presiden Nomor 91 Tahun 1999tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional dalamLembaran Negara Tahun 1999 Nomor 135 (selanjutnya disebut KeppresJDIHN)

1 Pustakawan Madya di Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional BPHN

Page 57: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

48

Dilihat dari materi muatan yang diatur, kedua peraturan inimempunyai keterkaitan yang erat. Keduanya berkenaan dengandokumentasi dan informasi. UUKIP mengatur hak dan kewajiban BadanPublik dan Pemohon informasi publik serta sanksi bagi yang lalai atautidak melaksanakan kewajibannya. Keppres JDIHN merupakan kebijakannasional di bidang pengelolaan dokumen dan informasi hukum,menetapkan lembaga pengemban tugas dokumentasi dan informasidan mengatur mekanisme kerjanya.

Dengan membaca pokok pikiran pembentukan, tujuan dan penjelasanumum UUKIP dapat dipahami betapa pentingnya UUKIP ini bagipemenuhan hak asasi publik dan pengawasan publik terhadap kinerjapemerintahan dalam rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik.Karena itu perlu diselenggarakan dengan baik dengan dukungan penuhdari semua elemen yang terkait. Salah satu dari elemen terkait ituadalah dokumentasi dan informasi.

Berkenaan dengan dokumen dan informasi, dalam Pasal 7 UUKIPditetapkan bahwa untuk melaksanakan kewajibannya menyediakaninformasi publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan BadanPublik diharuskan membangun dan mengembangkan sistem informasidan dokumentasi untuk mengelola informasi publik secara baik danefisien sehingga dapat diakses dengan mudah.

Berkaitan dengan kewajiban Badan Publik untuk menyediakaninformasi publik dalam tulisan ini akan dibahas masalah temu kembali(retrieval) dokumentasi dan informasi hukum dalam mewujudkan tujuanUUKIP. Bagaimana peran Jaringan Dokumentasi dan Informasi HukumNasional menyongsong Keterbukaan Informasi Tahun 2010. Apa yangharus dilakukan agar pejabat publik terhindar dari gugatan publik yangtidak dipenuhi hak asasinya untuk memperoleh informasi hukum.

II. PENGATURAN KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

A. Dasar Pembentukan dan Tujuan

Globalisasi informasi, di mana informasi mampu menembus bataswilayah negara telah membawa paradigma baru di berbagai negara

Page 58: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

49

dunia berkenaan dengan informasi, khususnya informasi publik. Hakmemperoleh informasi diakui sebagai hak asasi manusia. Bagi bangsaIndonesia, keterbukaan informasi publik perlu diatur karena beberapaalasan. Dalam konsiderans menimbang UUKIP terdapat 4 (empat)pokok pikiran yang melandasi pembentukannya2, yaitu:

1. informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang serta merupakanbagian penting bagi ketahanan nasional;

2. hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia danketerbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri pentingnegara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untukmewujudkan penyelenggaraan negara yang baik;

3. keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimal-kan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara danbadan publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat padakepentingan publik;

4. pengelolaan informasi publik merupakan salah satu upaya untukmengembangkan masyarakat informasi.

Berdasarkan pokok pikiran di atas, dalam Pasal 3 ditetapkan bahwatujuan dari UUKIP ini adalah untuk:

1. menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatankebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilankeputusan publik, serta alasan pengambilan suatu putusan publik;

2. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilankebijakan publik;

3. meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakanpublik dan pengelolaan Badan Publik yang baik;

4. mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik yaitu yangtransparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertang-gungjawabkan;

2 Indonesia. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan InformasiPublik, Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 61, Kosiderans menimbang

Page 59: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

50

5. mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hiduporang banyak;

6. mengembangakan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupanbangsa; dan/atau

7. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkunganBadan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yangberkualitas.

Keberadaan undang-undang ini sangat penting sebagai landasanhukum yang berkaitan dengan3:

1. hak setiap orang untuk memperoleh informasi;

2. kewajiban Badan Publik menyediakan dan melayani permintaaninformasi secara cepat, tepat waktu, biaya ringan/proporsional,dan cara sederhana;

3. pengecualian secara ketat dan terbatas;

4. kewajiban Badan Publik untuk membenahi sistem dokumentasidan pelayanan informasi.

B Kewajiban Badan Publik

Untuk mencapai tujuan UUKIP yang ditetapkan dalam Pasal 3tersebut di atas Badan Publik diwajibkan untuk4:

1. Menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan informasi publikyang berada di bawah kewenangannya kepada pemohon InformasiPublik selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan.

2. Menyediakan informasi publik yang akurat, benar, dan tidakmenyesatkan;

Untuk melaksanakan kewajibannya ini Badan Publik harusmembangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi

3 Ibid. Pejelasan Umum4 Indonesia. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi

Publik dalam Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 61 Pasal 7

Page 60: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

51

untuk mengelola informasi publik secara baik dan efisien sehinggadapat diakses dengan mudah.

3. Membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan yang diambiluntuk memenuhi hak setiap orang atas informasi publik.

Pertimbangan yang dimaksud adalah pertimbangan politik,ekonomi, sosial, budaya, dan/atau pertahanan dan keamanan negara.

4. Dalam rangka memenuhi kewajiban-kewajibannya Badan Publikdapat memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan nonelektronik.

Informasi yang wajib disediakan Badan Publik diperinci ke dalam3 (tiga) kategori:

1. Informasi yang wajib diumumkan secara berkala 6 bulan meliputi:

a. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik;

b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait;

c. informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau

d. informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

2. Informasi yang wajib diumumkan secara serta merta; meliputiinformasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak danketertiban umum.

3. Informasi yang wajib tersedia setiap saat meliputi:

a. daftar seluruh informasi publik yang berada di bawahpenguasaannya, tidak termasuk informasi yang dikecualikan;

b. hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya;

c. seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya;

d. rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraanpengeluaran tahunan Badan Publik;

e. perjanjian badan publik dengan pihak ketiga;

f. informasi dan kebijakan yang disampaikan pejabat publik dalampertemuan yang terbuka untuk umum;

Page 61: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

52

g. prosedur kerja pegawai Badan Publik yang berkaitan denganpelayanan masyarakat; dan/atau

h. laporan mengenai pelayanan akses informasi publik.

Informasi yang dikecualikan meliputi:

a. informasi yang dapat menghambat proses penegakan hukum;

b. informasi yang dapat mengganggu kepentingan perlindunganhak atas kekayaan intelektual dan perlindungan usaha daripersaingan usaha tidak sehat;

c. informasi yang dapat membahayakan pertahanan dan keamanannegara;

d. informasi yang dapat mengungkapkan kekayaan alam Indo-nesia;

e. informasi yang dapat merugikan kepentingan hubungan luarnegeri;

f. informasi yang dapat mengungkapkan isi akta otentik yangbersifat pribadi;

g. informasi yang dapat mengungkapkan rahasia pribadi.

Informasi yang wajib disediakan, diberikan dan/atau diterbitkanmeliputi:

a. putusan badan pengadilan;

b. ketetapan, keputusan, peraturan, surat edaran, ataupun bentukkebijakan lain baik yang tidak berkaku mengikat maupunmengikat ke dalam ataupun ke luar serta pertimbangan lembagapenegak hukum;

c. surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan;

d. rencana pengeluaran tahunan lembaga penegak hukum;

e. laporan keuangan tahunan lembaga penegak hukum;

f. laporan hasil pengembalian uang hasil korupsi.

Untuk mewujudkan pelayanan cepat, tepat, dan sederhana dalamPasal 13 ditetapkan agar setiap Badan Publik:

Page 62: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

53

1. menunjuk pejabat pegelola informasi dan dokumentasi dan pejabatfungsional untuk membantunya;

2. membuat dan mengembangkan sistem penyediaan layanan informasisecara cepat, mudah dan wajar sesuai dengan petunjuk teknisstandar layanan informasi publik yang berlaku secara nasional

C. Batasan-Batasan Penting dalam UUKIP

1. Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna dan pesan, baik data,fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar dandibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan formatsesuai dengan perkembangan teknologi informasi dankomunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik.

2. Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan,dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu Badan Publikyang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraannegara dan atau penyelenggara dan penyelenggaraan badanpublik lainnya sesuai dengan ketentuan UU ini serta informasilain yang berkaitan dengan kepentingan publik.

3. Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatifdan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitandengan penyelenggaraan negara, yang sebagian dan seluruhdananya bersumber dari Anggaran Pembangunan dan BelanjaNegara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerahatau organisasi non-pemerintah sepanjang sebagian atau seluruhdananya bersumber dari Anggaran Pembangunan dan BelanjaNegara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,sumbangan masyarakat dan/atau luar negeri.

4. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi adalah pejabatyang bertanggungjawab di bidang penyimpanan,pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasidi badan publik.

Page 63: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

54

III. INFORMASI DALAM UUKIP

A. Sumber Informasi

Sebelum era globalisasi informasi, di dalam kehidupan birokrasi(badan publik), kegiatan dokumentasi, perpustakaan dan informasi tidakpopuler, kadang kala bahkan dianggap tidak penting. Setelah eraglobalisasi informasi yang didorong oleh perkembangan teknologi informasidan komunikasi, informasi menjadi sangat populer. Informasidikategorikan sebagai kebutuhan pokok setiap manusia. Memperolehinformasi diakui sebagai salah satu dari hak asasi manusia.

Secara ilmiah sumber informasi ada 2 (dua). Sumber pertamaadalah otak manusia (para ahli di bidangnya) yang menyimpan gagasan,pemikiran dan pengetahuan. Sumber kedua adalah dokumen yangmerekam gagasan, pemikiran dan pengetahuan tersebut di atas. Dokumenadalah objek yang merekam informasi tanpa memandang media maupunbentuknya. Dokumen merupakan wadah yang menyimpan pengetahuandan ingatan manusia karena dalam dokumen tersimpan segalapengetahuan serta ingatan manusia.5

Hubungan antara dokumentasi dan informasi sangat erat sekali,seperti hubungan kedua sisi dari satu keping uang logam. Satu sisimerupakan lambang wadahnya (negara pemilik) dan sisi yang lainnyaadalah nilai nominal dari uang tersebut. Demkian juga dengan dokumendan informasi, dokumen adalah wadah fisiknya dan informasi adalahisi (content) dari dokumen. Artinya, dalam setiap dokumen hukumselalu tersimpan informasi hukum.

Agar informasi itu dapat diberikan (dilayankan), maka informasinyaharus dikeluarkan terlebih dahulu dari dokumennya. Proses mengeluarkaninformasi inilah yang disebut fungsi dokumentasi dan proses memberikaninformasi (jasa informasi) disebut fungsi informasi. Selama ini katadokumentasi dan informasi sering digunakan seolah-olah menjadi katamajemuk dengan mengutamakan jasa informasi. Seharusnya fungsi

5 Sulistyo-Basuki. Pengantar Dokumentasi. Bandung : Rekayasa Sain, 2004 hlm. 6

Page 64: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

55

dokumentasilah yang diutamakan karena jasa informasi tidak akanbisa dilaksanakan tanpa ada kegiatan dokumentasi terlebih dahulu.6

Dalam teks UUKIP penggunaan istilah informasi lebih banyakdibandingkan dengan istilah dokumentasi dan apabila digunakanbersamaan dirumuskan dengan informasi dan dokumentasi. Hal inimemang sudah pada tempatnya karena UUKIP subjeknya adalahinformasi publik. Namun suatu hal yang menjadi pertanyaan mengapainformasi diberi batasan sementara dokumentasi tidak diberi batasan.Lebih penting dari itu adalah memahami hubungan dokumentasi daninformasi seperti yang dijelaskan di atas.

B. Tugas Dokumentasi dan Informasi

Dalam alam keterbukaan informasi publik, salah satu kewajibanutama Badan Publik adalah menyediakan informasi publik yang akurat,benar, dan tidak menyesatkan. Untuk menyediakan informasi tersebutBadan Publik harus membangun dan mengembangkan sistem informasidan dokumentasi untuk mengelola informasi publik secara baik danefisien sehingga dapat diakses dengan mudah.

Kewajiban menyediakan informasi yang akurat, benar dan tidakmenyesatkan dan membangun dan mengembangkan sistem informasi,membangun dan mengembangkan dokumentasi untuk mengelola informasiagar dapat diakses dengan mudah adalah tugas dokumentasi danperpustakaan.

Tugas pusat dokumentasi dan perpustakaan adalah mengidentifikasidan mengumpulkan informasi ilmiah, menganalisis dan meng-olahnya ke dalam bentuk yang sesuai untuk simpan pinjam danpenelusuran.7 Secara teknis memang ada perbedaan fungsinya tetapilebih banyak persamaannya, seperti terlihat di bawah ini8:

6 Blasius Sudarsono. Dokumentasi dan informasi dalam nuansa kebebasan memperolehinformasi publik. Makalah disampaikan dalam Petemuan Berkala JDIHN XIV Tanggal24-27 Juni 2005 di Pontianak. Hlm. 9

7 Ibid. hlm. 898 Ibid. hlm. 13-14

Page 65: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

56

Kegiatan Perpustakaan Dokumentasi

1. Menciptakan/produksi ———— Kegiatan tambahan

2. Menerbitkan/menghimpun ———— Kegiatan tambahan

3. Pengembangan koleksi Kegiatan utama Kegiatan utamaTemu balik dokumen Kegiatan tambahan Kegiatan tambahan

4. Pengolahan informasi Kegiatan utama Kegiatan utamaPengatalogan Kegiatan utama Kegiatan utamaKlasifikasi Kegiatan utama Kegiatan utamaPengindeksan Kegiatan utama Kegiatan utama

5. Pendayagunaan koleksi ————Pembuatan abstrak Kegiatan tambahanPenyusunan bibliografi ———— Kegiatan utamaAnalisis data ———— Kegiatan utamaTinjauan literatur ———— Kegiatan utama

6. Penyimpanan dokumen Kegiatan utama Kegiatan utama

7. Temu balik Kegiatan utama Kegiatan utama

8. Pemberian jasa informasi Kegiatan utama Kegiatan utama

9. Jasa operasional dan Kegiatan utama Kegiatan utamaadministrasi

Kalau dibandingkan dengan ciri-ciri Perpustakaan Khusus yangditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentangPerpustakaan, unit Dokumentasi dan Perpustakaan yang ada di BadanPublik dapat disejajarkan dengan Perpustakaan Khusus9 yangmenyediakan dokumen sesuai dengan kebutuhan lingkungannya (instansiinduknya) dan layanan informasi di instansi induknya dan secara terbatas

9 Indonesia. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, LembaranNegara Tahun 2007 Nomor 129, Pasal 25 dan Pasal 26

Page 66: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

57

kepada pihak lain. Pusat informasi hanya menjalankan jasa informasidengan menggunakan hasil kegiatan dokumentasi pihak lain.

C. Pengemban Tugas Dokumentasi dan Informasi

Dalam UUKIP tidak ditetapkan secara eksplisit, unit kerja apayang ditugasi untuk menyelenggarakannya. UUKIP dalam Pasal 13hanya menetapkan agar setiap Badan Publik:

1. menunjuk pejabat pegelola informasi dan dokumentasi dan pejabatfungsional untuk membantunya;

2. membuat dan mengembangkan sistem penyediaan layanan informasisecara cepat, mudah dan wajar sesuai dengan petunjuk teknisstandar layanan informasi publik yang berlaku secara nasional.

Di setiap Badan Publik pada umumnya selalu ada unit kerja yangmenangani dokumentasi dan informasi untuk menyediakan informasiyang dibutuhkan dalam penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi BadanPublik yang bersangkutan. Penamaannya tidak sama, ada yang diberinama Pusat/Unit Dokumentasi dan Informasi, ada yang diberi namaPerpustakaan dan ada juga yang diberi nama Pusat Informasi.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pengemban tugas yangdiwajibkan kepada Badan Publik adalah unit kerja dokumentasi,perpustakan dan pusat informasi yang dipimpin oleh pejabat pengelolainformasi dan dokumentasi dan pejabat fungsional yang membantunya.

IV. JARINGAN DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUMNASIONAL

A. Sekilas Sejarah

Sebenarnya suatu Jaringan Dokumentasi dan Informasi adalahwadah kerja sama pendayagunaan dokumen dan informasi. Agar berfungsiefektif, semua anggotanya harus eksis sebagai unit dokumentasi yangandal. Telah menata semua dokumen dan informasinya dalam suatusistem informasi yang mudah ditelusuri, pejabatnya mampumenyelenggarakan tugas pokok dan fungsinya dengan baik.

Page 67: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

58

Di Indonesia Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum digagasdan direkomendasikan pembentukannya oleh para ahli hukum dari kalanganakademisi dan birokrat peserta Seminar Hukum Nasional Ke IV tahun1974. Gagasan ini muncul dengan maksud untuk membenahi kondisidokumentasi hukum yang belum mampu mendukung kegiatan pembangunanhukum nasional. Saat itu akses informasi belum tersedia, sehingga dokumenhukum yang ada masih sulit ditelusuri keberadaannya. Dokumen daninformasi tersebar di berbagai instansi dan belum ditata dalam suatuSistem Layanan Temu Kembali Informasi dan Dokumen Hukum.

Untuk mewujudkan gagasan yang direkomendasikan tersebut, BadanPembinaan Hukum Nasional (BPHN) dengan intensif menyelenggarakan4 (empat) kali pertemuan ilmiah10 untuk mempersiapkan infrastrukturjaringan. Pada pertemuan tahun 1978, peserta sepakat menetapkanBPHN sebagai Pusat Jaringan dan diberi tugas untuk melakukanpembinaan, pengembangan jaringan. Di era Orde Baru JaringanDokumentasi dan Informasi Hukum diakui keberadaannya dalam GBHN1993 sebagai sarana penunjang pembangunan hukum.11 Kemudianpada permulaan era reformasi Indonesia kebijakan nasional yang ditunggukehadirannya sejak tahun 1974 diundangkan oleh pemerintah yangdituangkan dalam Keputusan Presiden Nomor 91 Tahun 1999 tentangJaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional dalam LembaranNegara Tahun 1999 Nomor 135.

Dalam Pasal 3 Keppres JDIHN ditetapkan bahwa JDIHN terdiridari Pusat Jaringan dan Anggota Jaringan. Pusat Jaringan adalahBPHN dan Anggota Jaringan terdiri dari12 : Biro Hukum dan atau

10 Lokakarya tentang: “Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum” di Jakarta(1975); Lokakarya tentang “Sistem Penemuan Kembali Peraturan Perundang-undangan”di Malang (1977); Lokakarya tentang “Sistem Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan” di Pontianak (1977); Lokakarya tentang “Organisasi dan Komunikasi SistemJaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum” di Jakarta (1978).

11 Indonesia Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 199312 Indonesia. Keputusan Presiden Nomor 91 Tahun 1999 tentang Jaringan Dokumentasi

dan Informasi Hukum Nasional Lembaran Negara tahun 1999 Nomor 135 Pasal 3.1. Biro hukum dan atau perundang-undangan atau unit kerja yang melaksanakan

tugas dalam bidang atau bagian hukum dan peraturan perundang-undangan pada:

Page 68: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

59

Perundang-undangan atau unit kerja yang melaksanakan tugas dalambidang atau bagian hukum dan peraturan perundang-undangan di instansipemerintahan dan perguruan tinggi dan lembaga lain yang bergerak dibidang pengembangan dokumentasi dan informasi hukum, yang ditetapkanoleh Menteri Kehakiman.

Kalau diperhatikan secara seksama, Anggota Jaringan Dokumentasidan Informasi Hukum di atas adalah Badan Publik sebagaimanadirumuskan dalam batasan umum UUKIP yang diwajibkan menyediakan,memberikan dan menerbitkan Informasi Publik khususnya di bidanghukum.

B. Tugas Anggota JDIHN

Sebagai Anggota Jaringan Dokumentasi dan Informasi HukumNasional (Anggota JDIHN). Unit kerja dokumentasi dan/atauperpustakaan hukum yang ada di semua Badan Publik diberi tugasdan fungsi yang sama yaitu untuk menyelenggarakan:

1. penyimpanan dan pengolahan dokumentasi peraturan perundang-undangan dan dokumentasi hukum lainnya yang dimiliki AnggotaJaringan;

2. penyampaian salinan peraturan perundang-undangan yang ditetapkandan atau disahkan oleh Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati, Walikotaatau Pimpinan Instansi/Lembaga Pemerintahan lainnya kepadaPusat Jaringan dalam bentuk dan jumlah yang disepakati bersama;

a. Kantor Menteri Koordinator;b. Kantor Menteri Negara;c. Departemen;d. Sekretariat Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara;e. Lembara Pemerintah Non Departemen dan Badan Negara;f. Pemerintah Daerah Provinsi;g. Pemerintah Daerah/Kota.

2. Pengadilan Tingkat Banding;3. Pengadilan Tingkat Pertama;4. Pusat Dokumentasi Hukum pada Perguruan Tinggi di Indonesia;5. Lembaga-lembaga lain yang bergerak di bidang pengembangan dokumentasi dan

informasi hukum, yang ditetapkan oleh Menteri Kehakiman.

Page 69: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

60

3. penyediaan dan penyebarluasan informasi segala peraturanperundang-undangan dan dokumentasi hukum lainnya yang tersediadi lingkungan instansinya, kepada masyarakat yang memerlukannya.

Dari rumusan tugas di atas dapat diketahui bahwa semua informasihukum yang wajib (tidak dikecualikan) disediakan dan diberikan kepadapublik menurut UUKIP berada dalam domain Anggota JDIHN. Artinyasemua Anggota JDIHN potensial mendapat gugatan dari anggotamasyarakat apabila permohonannya tidak dapat dikabulkan.

C. Tugas Pusat JDIHN

Di samping tugas keanggotaan di atas, BPHN dalam kedudukannyasebagai Pusat Jaringan diberi tugas untuk melakukan pembinaan,pengembangan, pemantauan dan pelayanan sistem JDIHN. Untukmelaksanakan tugas tersebut, BPHN menyelenggarakan fungsi:

1. perumusan kebijaksanaan pengembangan dan pelayanan sistemJDIHN;

2. pembinaan tenaga pengelola dokumentasi dan informasi hukum;

3. pembinaan kerja sama di antara Anggota Jaringan;

4. evaluasi secara berkala terhadap pelaksanaan JDIH;

5. pelayanan informasi dan dokumentasi hukum nasional kepadamasyarakat.

Dalam rangka melakukan pembinaan agar semua unit kerja AnggotaJaringan mampu melakukan tugas pokok dan fungsi dokumentasi daninformasi hukum, BPHN menggunakan strategi pembinaan 5 (lima)aspek dokumentasi hukum yaitu:

1. Pembinaan Organisasi dan Metoda;

2. Pembinaan Personalia dan Diklat;

3. Pembinaan Koleksi;

4. Pembinaan Teknis, Sarana dan Prasarana;

5. Pembinaan Otomasi.

Page 70: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

61

Untuk melakukan pembinan ini setiap tahun BPHN melakukanPertemuan Berkala JDIHN bekerja sama dengan Fakultas Hukum,Biro Hukum Departemen dan Provinsi dengan mengundang AnggotaJaringan sebagai peserta. Dalam pertemuan dibahas masalah yangberkaitan dengan kelima aspek tersebut di atas dan menetapkanrekomendasi penyelesaiannya. Untuk membina tenaga pengelola BPHNmenyelenggarakan bimbingan teknis baik sendiri atau bekerja samadengan Biro Hukum Provinsi atau bekerja sama dengan SekretariatPemerintah Kabupaten/Kota. Untuk kesamaan langkah dan bahasadalam pengolahan dokumen hukum BPHN menyediakan standar(pedoman) kerja.

Namun, walaupun sudah banyak yang dilakukan, banyakkesepakatan yang direkomendasikan dan berulang kali pelatihandiselenggarakan, setelah melakukan evaluasi ke lapangan ternyata “temukembali informasi dan dokumen hukum” masih sulit dilakukan. Semuaaspek dokumentasi hukum tesebut di atas masih mengandungpermasalahan. Hal ini juga berarti bahwa Informasi Publik belumdapat diperoleh setiap pemohon Informasi Publik dengan cepat dantepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana13.

D. Penguatan Sumber Daya

Dalam rangka menyediakan informasi publik yang akurat, benar,dan tidak menyesatkan, Badan Publik diwajibkan membangun danmengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelolainformasi publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses denganmudah.14 Di bidang hukum, sistem informasi dan dokumentasi sudahdibangun namun masih memerlukan penguatan sumber daya, agarBadan Publik terhindar dari gugatan pemohon Informasi Publik padasaat UUKIP mulai berlaku.

Sumber daya yang harus ada secara memadai pada unit kerjadokumentasi/perpustakaan hukum agar mampu membangun sistem

13 Asas ketiga dari UUKIP.14 Indonesia. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008, Op.Cit. Pasal 7

Page 71: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

62

informasi dan dokumentasi yang efektif melayani permintaan informasiterdiri dari: Status organisasi, sumber daya manusia, dana, koleksi,teknik, sarana dan prasarana.15

1. Penguatan Sumber Daya Organisasi

Penguatan sumber daya organisasi (unit kerja), mencakuppeningkatan eselon, penyempurnaan tupoksi dan mekanisme kerjaseperti pertelahan tugas (job description). Hal ini perlu dilakukan,karena belum semua Badan Publik mempunyai unit kerjadokumentasi hukum. Belum semua menyusun tugas pokok danfungsi dengan baik, lengkap dengan pertelahan tugas. Sehinggamasih ada pekerjaan yang tidak dilakukan. Peningkatan eselontentunya mempengaruhi peningkatan sumber daya yang lainnya.

2. Penguatan Sumber Daya Manusia

Penguatan sumber daya manusia meliputi penempatan tenagapimpinan dan staf, rekruitmen, pendidikan dan pelatihan. Pimpinandan staf diangkat dari orang yang memahami tupoksi dokumentasidan informasi dengan jumlah yang memadai kuantitas maupunkualitas. Para staf direkrut sesuai kebutuhan, disertakan dalampendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kemampuannya.Idealnya, petugas dokumentasi hukum adalah sarjana hukum denganmendapat pendidikan lanjutan ilmu perpustakaan, atau sebaliknya.Ahli program komputer yang memahami teknik-teknik dokumentasi.Dalam era millennium pustakawan harus memiliki wawasan yangluas, karena berperan sebagai manajer ilmu pengetahun dan analisinformasi, terlibat langsung secara integral dalam kegiatan bisnis,pekerjaannya tidak hanya di perpustakaan (They will perform arange of business roles. They will work as integral membersof the business teams that need these roles, and may will

15 Zulfikar Zen. Peran perpustakaan dalam pembinaan sistem JDI Hukum. Jakarta: Departemen Ilmu Perpustakaan Universitas Indonesia, 2006.hlm. 2 Disampaikandalam Pertemuan Nasional JDI Hukum, Padang, 24-27 Juli 2006

Page 72: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

63

work with these teams rather than in a library).16 Tuntutankemampuan ini seharusnya diselaraskan dengan peningkatanpenghargaan dan apresiasi dalam bentuk status dan tunjangan.17

3. Penguatan Sumber Daya Dana (Uang)

Penguatan Sumber Daya Uang perlu dilakukan, alokasi danauntuk dokumentasi dan informasi selama ini tidak pernah memadai.Penguatan ini perlu dilakukan karena permasalahan yang dihadapiunit dokumentasi masih cukup banyak untuk menyediakan informasipublik. Unit dokumentasi membutuhkan dana yang selalu siapdigunakan setiap saat dalam rangka menyediakan dokumen daninformasi yang dibutuhkan instansi induk dan memberikan informasipublik

4. Penguatan Sumber Daya Koleksi

Penguatan sumber daya koleksi (dokumen) meliputi pengadaandan pemeliharaan. Koleksi (dokumen) merupakan unsur pentingdalam unit dokumentasi hukum, pencari informasi sebenarnya adalahmencari dokumen. Karena itu harus terus dilengkapi dengan yangterbaru agar kemutakhirannya tetap terjamin. Dokumen yangdikeluarkan oleh instansi induknya semuanya harus dihimpun denganbaik. Semua dokumen harus dipelihara dengan baik agar tidakhilang dan cepat rusak.

Pengadaan koleksi tidak sama dengan pembelian. Pengadaanmerupakan suatu proses memilih dan memilah dokumen yangtepat sesuai dengan kebutuhan atau diperkirakan akan dibutuhkan.Dalam era informasi pengadaan dokumen harus ada pada saatdiperlukan “just in time” bukan lagi berdasarkan dugaan akandiperlukan “just in case”. Untuk itu dana siap pakai “fresh money”harus ada setiap saat.

16 Jane E. Klobas dari The Graduate School of Management, The University ofwestern Australia dalam buku Libraries for the new millenium : implications for man-agers, 1977, hlm. 39

17 Saat ini tunjangan fungsional pustakawan tertinggi IV/e Rp 500.000,- dan terendanII/b Rp 125.000,-

Page 73: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

64

5. Penguatan Sumber Daya Teknis Dokumentasi Hukum

Penguatan sumber daya teknis dokumentasi ini meliputipembuatan modul-modul teknis baru baik itu modul manual maupunmodul elektronik. Menyederhanakan modul yang lama agar lebihmudah digunakan dalam praktik. Menerbitkan modul tersebutuntuk disebarkan kepada semua Anggota JDIHN. Pembuatanmodul elektronik harus sejalan dengan prinsip-prinsip modul manual.

6. Penguatan Sumber Daya Sarana dan Prasarana

Penguatan sumber daya sarana dan prasarana meliputipenyediaan ruangan koleksi, ruangan untuk pelayanan, ruanganuntuk melakukan aktifitas dokumentasi. Dilengkapi dengan perabotyang diperlukan untuk menyelenggarakan fungsi dokumentasi daninformasi seperti meja, kursi, lemari, penerangan. Untuk mendukungkegiatan administrasi diperlukan mesin ketik, rak, lemari, mejadan kursi baca. Untuk mempercepat akselerasi pekerjaan danpelayanan diperlukan juga otomasi berbasis komputer denganprogram aplikasi khusus dokumentasi. Internet juga sangat diperlukanuntuk memperluas jangkauan layanan dan penyebaran informasi.Selama ini penerapan teknologi informasi belum menyentuhpenyediaan metadata content website. Pada hal penyediaanmetadata sangat berguna untuk meningkatkan kualitas hasilpenelusuran melalui internet.

V. KESIMPULAN

1. Di Indonesia, masalah temu kembali informasi dan dokumen hukummasih belum tuntas diselesaikan. Informasi dan dokumen hukumbelum ditata sebagaimana mestinya dalam suatu sistem informasi.Akibatnya pemenuhan informasi publik di bidang hukum belumbisa diselenggarakan dengan baik. Pejabat publik masih potensialmendapat gugatan dari pemohon informasi publik.

2. Peran jaringan dokumentasi dan informasi hukum sebenarnya sangatstrategis dalam penyediaan informasi publik di bidang hukum, namunkarena peserta jaringan belum menata dokumen dan informasi

Page 74: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

65

hukumnya dalam suatu sistem informasi yang disepakati, jaringandokumentasi dan informasi hukum belum dapat berfungsi sebagaisaluran informasi yang efektip.

3. Untuk menghindari gugatan pemohon informasi publik dan sekaligusmewujudkan peran Jaringan Dokumentasi dan Informasi HukumNasional sebagai saluran informasi yang efektip, semua BadanPublik harus melakukan penguatan sumber daya yang dibutuhkanoleh unit kerja Dokumentasi dan Perpustakaan Hukum. Sumberdaya yang perlu diberi penguatan meliputi: Status organisasi,sumber daya manusia, dana, koleksi, teknik, sarana danprasarana.

Page 75: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM
Page 76: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

67

DAFTAR PUSTAKA

Blasius Sudarsono. Dokumentasi dan informasi dalam nuansa kebebasanmemperoleh informasi publik. Makalah disampaikan dalamPetemuan Berkala JDIHN XIV Tanggal 24-27 Juni 2005 diPontianak.

Jane E. Klobas dari The Graduate School of Management, The Universityof western Australia dalam buku Libraries for the new millenium: implications for managers, 1977.

Lokakarya tentang : “Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum” diJakarta (1975).

Lokakarya tentang “Sistem Penemuan Kembali Peraturan Perundang-undangan” di Malang (1977).

Lokakarya tentang “Sistem Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan” di Pontianak (1977).

Lokakarya tentang “Organisasi dan Komunikasi Sistem JaringanDokumentasi dan Informasi Hukum” di Jakarta (1978).

Sulistyo-Basuki. Pengantar Dokumentasi Bandung : Rekayasa Sain,2004.

Zulfikar Zen. Peran perpustakaan dalam pembinaan sistem JDI Hukum.Makalah disampaikan dalam Pertemuan Nasional JDI Hukum,24-27 Juli 2006 Padang.

Indonesia. Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1993.

————-. Keputusan Presiden Nomor 91 Tahun 1999 tentang JaringanDokumentasi dan Informasi Hukum Nasional Lembaran NegaraTahun 1999 Nomor 135.

————-. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keter-bukaan Informasi Publik, Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor61.

—————-. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentangPerpustakaan, Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 129.

Page 77: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM
Page 78: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

69

PELAYANAN KANTOR IMIGRASIBANDARA INTERNASIONAL SOEKARNO-HATTA

CONTOH SUKSES PENERAPAN GOOD GOVERNANCEDALAM UNIT KERJA KEIMIGRASIAN

Oleh: Suherman Toha1

ABSTRAK

Keimigrasian adalah salah satu tugas dan fungsi administrasinegara yang sangat strategis dilihat dari segi kacamata nasionalmaupun internasional, karenanya kualitas pelayanannya akanberpengaruh terhadap potret pelayanan publik secara keseluruhan.Dengan telah diterapkannya indikator-indikator manajerialbirokrasi secara baik pada sistem pelayanan publik, KantorImigrasi Bandara Internasional Soekarno-Hata telah menunjukkankeberhasilan penerapan prinsip-prinsip good governance di bidangkeimigrasian.

Contoh sukses penerapan good governance di Kantor ImigrasiBandara Internasional Soekarno-Hatta perlu diikuti oleh kantor-kantor imigrasi lainnya, dan bila konsep pemikiran ini dapatdiwujudkan, berarti suatu kemajuan yang signifikan bagi pelayanankeimigrasian, yang secara lebih luas lagi mencerminkan pulakemajuan penerapan prinsip-prinsip good governance di Indo-nesia.

Kata kunci: Hukum Administrasi Negara, Manajemen BirokrasiKantor Imigrasi, dan Prinsip-prinsip Good Governance.

1Ahli Peneliti Utama pada Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) DepartemenHukum dan HAM RI; Ketua LPPM Universitas Islam Syekh-Yusuf Tagerang; DosenHukum Administrasi Negara di FH-UNIS Tangerang.

Page 79: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

70

A. Pendahuluan

Pembangunan yang bermaksud mengerjakan proses perubahandari suatu keadaan tertentu menuju keadaan lebih baik pada hakikatnyaadalah merupakan usaha bersama membangun kelembagaan dan strukturbirokrasi pemerintahan untuk mewujudkan fungsi dan tujuan negara,yang utamanya adalah merupakan pelayanan kepentingan masyarakat(public service) sesuai standar kualitas. Betapapun mulianya tujuanbirokrasi dalam pelayanan masyarakat, tanpa menerapkan prinsip-prinsipgood governance biasanya akan menuju pada kondisi yang tidakberpihak pada kepentingan masyrakat yang dilayani, tetapi justru akanmerepotkan dan merugikan kepentingan masyarakat.

Penerapan prinsip-prinsip good governance dalam sistem birokrasipemerintahan tidak hanya persyaratan teoritis, tetapi juga telah merupakantuntutan dunia internasional untuk kerja sama di bidang ekonomi2.Unsur utama untuk terwujudnya good governance, selain transparansi,kewajaran atau kesetaraan, kesinambungan adalah juga pertanggung-jawaban atau akuntabilitas yang untuk implementasinya menuntut adanyakemampuan dalam pelaksanaan sistem manajerial birokrasi. Kualitasbirokrasi sangat ditentukan oleh kemampuan pimpinan (leader) dalammengorganisir struktur organisasi birokrasinya untuk pencapaian tar-get pelayanan publiknya, yang disertai pula kepengikutan (followership)dari segenap bawahan atau stafnya. Karena pada gilirannya justrubawahanlah yang mengerjakan segala aktivitas pelayanan terhadapmasyarakat.

Bila kekuatan birokrasi melalui pimpinan (leader) mampumerumuskan kebijakan dan melalui para bawahan atau stafnya punyakemampuan melaksanakan kebijkan pimpinannya dengan benar, makaarah tertib sosial menuju masyarakat sejahtera akan dapat diwujudkan.Karenanya, setiap unit kerja sesuai tupoksinya perlu mempersiapkandiri untuk koordinasi internal yang betul-betul solid dan kompak.

2Umumnya orang berpendapat bahwa pilar good governance meliputi: transparansi(transparancy), pertanggungjawaban (accountability), kewajaran atau kesetaraan (fair-ness), dan kesinambungan (sustainability).

Page 80: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

71

Dengan dasar konsep pemikiran tersebut penulis dalam kesempatanini bermaksud untuk membahas tentang pelaksanaan koordinasi inter-nal di Kantor Imigrasi Bandara Internasional Soekarno-Hatta yangmenurut hasil pengamatan telah masuk kategori sukses atau bernilaibaik dengan tujuan untuk dapat memberikan motivasi dan menumbuhkaninovasi dalam rangka peningkatan kualitas kinerja birokrat keimigrasian.Materi bahasan dilandasi hasil penelitian dengan pendekatan yuridisempiris: beranjak dari permasalahan pokok yang mempertanyakan tentang“Bagaimana Pelaksanaan Koordinasi Internal dan PelayananKantor Imigrasi Bandara Internasional Soekarno-Hatta”, didukungdengan data sekunder dan data primer, data sekunder berupa bahanpustaka tentang tatanan birokrasi keimigrasian dan data primer berupahasil wawancara dengan informan/responden yang terdiri dari beberapapegawai Imigrasi Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan beberapaorang masyarakat pengguna paspor, yang kemudian data-data tersebutdianalisis menggunakan analisis kuantitatif untuk memperoleh kesimpulanyang dapat menjawab pokok permasalahan

B. Pembahasan

Meliputi keberadaan Kantor Imigrasi Bandara InternasionalSoekarno-Hatta, dilihat dari: kelembagaan dan struktur, sistem penerapankewenangan birokrasi dalam melayani kepentingan masyarat, sertakeberhasilannya dalam melaksanakan koordinasi internal untukakuntabilitas birokrasi keimigrasian.

1. Tinjauan Umum Kantor Imigrasi Bandara Internasional Soekarno-Hatta

Mengacu kepada Surat Keputusan Menteri Kehakiman RINomor: M.03-PR.07.04 Tahun 1985 bahwa Kantor Imigrsi KelasI Cengkareng yang lebih dikenal dengan nama Kantor ImigrasiBandara Internasional Soekarno-Hatta, adalah pengganti KantorImigrasi Halim Perdana Kusumah, yang dalam operasionalnyaditugaskan untuk melakukan fungsi pelayanan, fungsi penegakanhukum dan fungsi keamanan keimigrasian. Diresmikan pada tanggal30 Mei 1985 dan sejak itu aktif memberikan pelayanan, penegakanhukum dan keamanan keimigrasian baik kepada WNI maupun

Page 81: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

72

kepada WNA. Pelayanan kepada WNI berupa pemberian pasporatau pelaksanaan dan pemberian tanda bertolak atau masuk keIndonesia, sedangkan pada WNA berupa dakem keimigrasian,perpanjangan visa, pemberian izin masuk kembali atau bertolak,lengkap dengan tanda pembuktiannya.

Organisasi tata kerja (OTK) Kantor Imigrasi berdasar kepadaSK Menteri Kehakiman Nomor: M.03-PR.07.04 Tahun 1991, junctoNomor: M.14-PR.07.04 Tahun 2003 maka: Kepala Kantor ImigrasiKelas I adalah Eselon II b, Kepala Bagian Eselon III b, danKepala Subbagian Eselon IV b.

Kepala Kantor Bina Bidang Tugas, terdiri dari:

* Bidang Tata Usaha yang meliputi kepegawaian umum dankeuangan.

* Bidang Forsahim yang ditangani oleh dua seksi, yaitu seksiinformasi keimigrasian dan seksi sarana komunikasi.

* Bidang Lolintaskim meliputi seksi perizinan dan seksi status.

* Bidang Wasdakim meliputi seksi pengawasan dan seksipemindahan.

* Bidang Dorinsak yang ditangani oleh seksi unit A, seksi unitB, dan seksi unit C.

Lingkup kerja meliputi Kecamatan Cengkareng dan KecamatanKalideres, dengan jumlah pegawai ada 397 orang. Mereka terdiridari golongan IV sebanyak 6 orang, golongan III sebanyak 172orang dan golongan II sebanyak 219 orang , terdiri dari berbagaijenjang pendidikan (SD, SLP, SLTA, S-1 dan S-2 atau PascaSarjana), terdiri dari 340 orang pria dan 57 orang wanita.Kesemuanya itu didukung oleh fasilitas sarana-prasarana kinerjayang cukup memadai.

2. Koordinasi Internal Kantor Imigrasi Bandara Internasional Soekarno-Hatta

Indikator-indikator yang berpengaruh dalam koordinasi birokrasidi Kantor Imigrasi Bandara Internasional Soekarno-Hatta meliputi:

Page 82: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

73

kerja sama antar unsur birokrasi; keseimbangan dan keselarasandalam distribusi kegiatan; hierarki manajemen berjenjang; sistempelayanan satu pintu; dan konsistensi standar mutu pelayanan.

a. Kerja sama antar unsur birokrasi

Kerja sama antar unsur birokrasi di lingkungan KantorImigrasi Bandara Internasional Soekarno-Hatta dalam rangkamemberi pelayanan publik terjalin harmonis. Komunikasi antarpegawai khususnya antar pimpinan dan seluruh bawahannyadari segi komunikasi formal maupun segi komunikasi infor-mal lancar terkendali dan terkonsentrasi untuk kepentingantugas bersama dengan mengenyampingkan ego masing-masingbidang pekerjaan ataupun ego individual. Hal ini merupakankunci keberhasilan tujuan organisasi di dalam membangunpelayanan kepada publik pengguna jasa keimigrasian khususnyawarga masyarakat pembuat paspor.

b. Keseimbangan dan keselarasan dalam distribusi kegiatan

Dalam hal distribusi kegitan kebijakan pimpinan KantorImigrasi Bandara Internasional Soekarno-Hatta di setiap unitkegiatan khususnya yang terkait dengan pelayanan pembuatanpaspor RI, bekerja selaras seimbang sehingga terjalin keterkaitanpelaksanaan kerja yang harmonis. Masing-masing unit kegiatanmerealisasikan pekerjaannya secara proporsional, sesuai tupoksi,dan tepat waktu (on time) . Mereka menyadari bahwakelambatan pekerjaan dari suatu unit kegiatan akanmemperlambat waktu pekerjaan unit lainnya secarakeseluruhan. Pekerjaan mereka adalah pekerjaan tim (teamwork), karenanya dalam hal distribusi kegiatan diupayakanagar tidak menumpuk pada pegawai atau unit kerja tertentusaja tetapi dibagi rata secara proporsional.

c. Hierarki manajemen berjenjang

Hierarki manajemen berjenjang ini berkaitan denganmekanisme pelayanan terhadap informasi yang masuk ke KantorImigrasi Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Informasi yang

Page 83: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

74

diterima lewat Kepala Kantor diteruskan kepada pelaksanakegiatan dan didistribusikan sesuai kewenangan masing-masing.Selanjutnya terhadap setiap pelaksanaan kegiatan KepalaKantor melakukan cheking pelaksanaan melalui laporan harian,laporan mingguan, dan laporan bulanan. Mekanisme pelaksanaandengan hierarki manajemen berjenjang ini diwujudkan dalambentuk memorandum atau surat (inter office) mulai dari jenjangpaling tinggi sampai para pelaksana. Dengan sistem inimenunjukkan adanya keterlibatan semua unsur unit kerja yangdiberi kewenangan dan tanggung jawab secara holistik.

d. Sistem pelayanan satu pintu

Prosedur pelayanan dengan sistem satu pintu ini merupakankomitmen Kantor Imigrasi Bandara Internasional Soekarno-Hatta dalam rangka mewujudkan pelayanan prima kepadamasyarakat khususnya para pemohon pembuatan paspor.Dengan filosofis kesederhanaan, alur pelayanan dilakukanmelalui satu pintu loket penerimaan dan pengambilan berkassehingga pemohon tidak perlu berhubungan dengan meja-meja pegawai lainnya.

Untuk transparansi, maka persyaratan kelengkapan berkasyang harus dilampirkan ditempel di tempat yang terbuka agarmudah dilihat atau dijangkau oleh pemohon. Begitu juga halnyadengan kepastian waktu dari mulai mengerjakan sampai denganpenyelesaian pelayanan, serta besarnya biaya yang harus dibayarsemuanya itu tertera di dalam persyaratan yang dapat dilihatsiapapun yang berkepentingan dengan pelayanan. Dengancara ini prinsip transparansi dapat diwujudkan.

e. Konsistensi standar mutu pelayanan

Memberikan pelayanan yang bermutu sesuai standar mutupelayanan adalah komitmen Kantor Imigrasi BandaraInternasional Soekarno-Hatta dan untuk pelaksanaannya merekajaga secara konsisten. Hal ini dipahami oleh semua pegawaidi lingkungan kantor, mulai pimpinan dan segenap jajarannya.

Page 84: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

75

Karena semuanya itu mereka laksanakan dengan kesadaransendiri maka untuk bekerja konsistensi standar mutu pelayanantentunya tidak merasa terbebani.

3. Pelayanan keimigrasian di Kantor Imigrasi Bandara InternasionalSoekarno-Hatta

Indikator-indikator yang berpengaruh dalam pelayanankeimigrasian di Kantor Imigrasi Bandara Internasional Soekarno-Hatta meliputi: interaksi yang harmonis antar pemohon denganpetugas; pemenuhan keinginan pemohon; tidak ada keluhanpemohon, kualitas atribut pendukung pelayanan; ketepatan waktudan akurasi pelayanan.

a. Interaksi yang harmonis antar pemohon dengan petugas

Keramahan petugas dalam hal penyampaian informasidisertai penampilan dengan pakaian yang bersih dan rapihdari petugas Imigrasi Bandara Internasional Soekarno-Hattaadalah hal penting untuk suksesnya pelayanan secarakeseluruhan. Karena hal-hal tersebut adalah membentuk kesanpertama bagi masyarakat yang memerlukan pelayanan.Pelayanan yang baik itu dicerminkan pula oleh terjadinyainteraksi kedua belah pihak, yaitu dari pihak pemohon danpihak petugas, yang masing-masing dapat memahami keadaanyang sebenarnya, sehingga tidak ada pihak yang merasadirugikan.

b. Pemenuhan keinginan pemohon

Petugas Imigrasi Bandara Internasional Soekarno-Hattaberupaya untuk memenuhi keinginan pemohon sepanjang tidakbertentangan dengan aturan hukum dan standar mutu pelayanan.Dengan kata lain bahwa petugas tidak perlu mengikuti keinginanpemohon bila yang diinginkan pemohon tersebut ternyatabertentangan dengan aturan hukum dan atau standar pelayananprima yang telah ditentukan.

Page 85: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

76

c. Tidak ada keluhan pemohon

Terhadap pelayanan petugas Bandara InternasionalSoekarno-Hatta dari segi teknis pelayanan dan segi alat yangdipakai tidak ada keluhan yang berarti dari pemohon. Bilaada keluhan atau komplain, tentunya merupakan hal yangkonstruktif bila dijadikan bahan kajian dan evaluasi untukperbaikan ke depan.

d. Kualitas atribut pendukung pelayanan

Dalam hal ini terkait sarana prasarana yang ada dilingkuman Kantor Imigrasi Bandara Internasional Soekarno-Hatta, yang kenyataannya telah cukup memadai. Ruang tunggucukup nyaman karena dilengkapi dengan AC, toilet, tempatibadah, kantin dan ruang parkir yang cukup luas, serta saranainformasi dengan jangkauan sangat luas.

e. Ketepatan waktu dan akurasi pelayanan

Petugas Kantor Imigrasi Bandara Internasional Soekarno-Hatta umumnya bekerja dengan ketepatan waktu dan akurasipelayanan. Mereka menyadari bahwa dengan ketepatan waktudan akurasi pelayanan tugas-tugas dapat dilaksanakan denganbaik, sehingga pemohon merasa adanya kepuasan dankenyamanan dari pelayanan para petugas.

C. Analisis

Mengacu pada Pembukaan UUD 1945 bahwa penyelenggaranegara dan pemerihtahan adalah semata-mata untuk menciptakanmasyarakat sejahtera (social welfare), adil dan makmur secara sosial,ekonomi, politik dan budaya. Untuk terwujudnya cita-cita atau amanatkonstitusi tersebut perlu diwujudkannya prinsip-prinsip good gover-nance di setiap lembaga pemerintahan.

Dari segi yuridis selain diperluakan perangkat perundang-undanganyang memadai untuk menjadi rambu-rambu operasional lembagapemerintahan, juga diperlukan adanya konsistensi dari setiap unsurpetugas dalam pelaksanaan tugasnya, sesuai kebijakan yang merupakan

Page 86: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

77

implementasi dari rambu-rambu hukum. Mengacu pada keberhasilanKantor Imigrasi Bandara Internasional Soekarno-Hatta dalampelaksanaan tugas pelayanannya, diperoleh kejelasan bahwa untukmencapai akuntabilitas lembaga diperlukan kemampuan koordinasiinternal dengan cara penerapan indikator-indikator birokrasi keimigrasianyang terdiri dari: (a) kerja sama antar urusan birokrasi; (b)keseimbangan dan keselarasan dalam distribusi kegiatan; (c) hierarkimanajemen berjenjang; (d) sistem pelayanan satu pintu; dan (e)konsistensi standar mutu pelayanan. Serta didukung pula denganindikator-indikator pelayanan keimigrasian yang terdiri dari: (a) interaksiyang harmonis; (b) pemenuhan keinginan pemohon; (c) tidak adakeluhan pemohon; (d) Kualitas atribut pendukung pelayanan; dan (e)ketepatan waktu dan akurasi pelayanan.

Dengan keberhasilan pelaksanaan tugas pelayanan keimigrasianKantor Imigrasi Bandara Internasional Soekarno-Hatta maka untukmemperluas makna keberhasilan tersebut sistem pelaksanaan koordinasiinternal yang didukung dengan indikator-indikator birokrasi keimigrasiandan indikator-indikator pelayanan keimigrasian tersebut perlu diterapkanjuga di kantor-kantor imigrasi lainnya di seluruh wilayah Indonesia.

D. Penutup

Dengan pembahasan tentang keberadaan sistem birokrasi di KantorBandara Internasional Soekarno-Hatta seperti terurai di atas, sebagaipenutup:

1. Kesimpulan

Kantor Imigrasi Bandara Internasional Soekarno-Hatta telahberhasil menerapkan prinsip-prinsip good governance khususnyaprinsip akuntabilitas dan transparansi di dalam sistem birokrasiuntuk pelayanan keimigrasian. Keberhasilan tersebut terutamakarena kemampuan para petugasnya dalam mewujudkan indikator-indikator birokrasi dan indikator-indikator pelayanan secara tepatguna. Keberhasilan tersebut telah memberikan kemudahan dankenyamanan terhadap warga masyarakat yang membutuhkanpelayanan keimigrasian.

Page 87: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

78

2. Rekomendasi

Dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik dalamhal keimigrasian, konsep ideal yang telah membawa sukses kinerjaKantor Imigrasi Bandara Internasional Soekarno-Hattadikembangkan juga di Kantor-kantor Imigrasi lainnya. Sehinggamasyarakat yang membutuhkan pelayanan keimigrasian semuanyamemperoleh pelayanan yang baik, dan berarti citra pelayananpublik keimigrasian akan semakin baik dan patut dibanggakan.

Page 88: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM

79

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainuddin, “Sosiologi Hukum”, Penerbit Sinar Grafika, 2006.

Gitosudarmo, Indriyo dan Mulyono, Agus, “Prinsip Dasar Manajemen”,Edisi III, BPFE, Yogyakarta, 2001.

Rasminto dan Winarsih, Ati Septi, “Manajemen Pelayanan”, PustakaBelajar, Jakarta, 1998.

Sepandji, KT, “Public Policy dan Kepentingan Umum”, PenerbitUniversal, Bandung, 2005.

Siagian, SP, “Filsafat Administrasi”, Penerbit PT Gunung Agung,Jakarta.

Page 89: BUNGA RAMPAI HUKUM KARYA TULIS ILMIAH BIDANG HUKUM