biolubricant oil

17
Minggu, 27 September 2009 Tinjauan Pustaka: Biopelumas Castor Oil BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Tanaman Jarak Kepyar Tanaman Jarak Kepyar, yang bernama ilmiah Ricinus communis, L., berasal dari Ethiophia. Ricinus dalam bahasa latin berarti serangga, hal ini karena buah jarak kepyar berbintik-bintik dan bentuknya sekilas mirip dengan serangga. Tanaman ini pertama kali dibudidayakan oleh bangsa Portugis dan Spanyol. Mereka menyebutnya sebagai Agno Casto, sedangkan bangsa Inggris menyebutnya Castor (Weiss, 1971 dlm Widodo W. dan Sri Sumarsih, 2007: 11). Jarak Kepyar termasuk kedalam kategori sebagai tanaman perdu atau terna, dengan tinggi tanaman 1-3 m. Tanaman ini berbuah sekali hingga beberapa kalli dalam satu siklus hidupnya, tergantung dari varietasnya. Sifat pertumbuhan tanaman ini pada umumnya indeterminate, artinya pertumbuhan tanaman tidak berhenti walaupun sudah berbuah. Namun ada pula kultivar yang bersifat determinate, artinya tanaman hanya sekali berbuah dan setelah buahnya tua, tanaman tersebut akan mati (Widodo W. dan Sri Sumarsih, 2007: 12)

Upload: hendra-leosu

Post on 14-Dec-2015

243 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Bio lubricant oil

TRANSCRIPT

Page 1: Biolubricant Oil

Minggu, 27 September 2009

Tinjauan Pustaka: Biopelumas Castor Oil

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Tanaman Jarak Kepyar

Tanaman Jarak Kepyar, yang bernama ilmiah Ricinus communis, L., berasal dari Ethiophia.

Ricinus dalam bahasa latin berarti serangga, hal ini karena buah jarak kepyar berbintik-bintik dan

bentuknya sekilas mirip dengan serangga. Tanaman ini pertama kali dibudidayakan oleh bangsa

Portugis dan Spanyol. Mereka menyebutnya sebagai Agno Casto, sedangkan bangsa Inggris

menyebutnya Castor (Weiss, 1971 dlm Widodo W. dan Sri Sumarsih, 2007: 11).

Jarak Kepyar termasuk kedalam kategori sebagai tanaman perdu atau terna, dengan tinggi

tanaman 1-3 m. Tanaman ini berbuah sekali hingga beberapa kalli dalam satu siklus hidupnya,

tergantung dari varietasnya. Sifat pertumbuhan tanaman ini pada umumnya indeterminate,

artinya pertumbuhan tanaman tidak berhenti walaupun sudah berbuah. Namun ada pula kultivar

yang bersifat determinate, artinya tanaman hanya sekali berbuah dan setelah buahnya tua,

tanaman tersebut akan mati (Widodo W. dan Sri Sumarsih, 2007: 12)

Tanaman Jarak Kepyar dalam dunia tatanama tumbuhan memiliki sistematika sebagai berikut,

Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan Berbiji)

Subdivisi : Angiospermae (Tumbuhan Berbiji Tertutup)

Kelas : Dicotyledoneae (Tumbuhan Berbiji Belah Dua)

Bangsa : Euphorbiales

Suku : Euphorbiaceae

Marga : Ricinus

Jenis : Ricinus communis L.

(Tjitrosoepomo, 1993 dlm Widodo W. dan Sri Sumarsih, 2007: 13).

Page 2: Biolubricant Oil

Biji Jarak Kepyar terutama mengandung minyak dan protein. Kandungan Bahan biji Jarak

Kepyar dapat dilihat pada tabel di bawah ini,

Bahan

Kadar (%)

Air 5,1 – 5,5

Protein 12,0 – 16,0

Minyak 45,0 – 50,6

Abu 2,0 – 2,2

Selain itu, biji jarak juga mengandung alkaloid piridin dan tocopherol (Vitamin E). Biji

jarak ini juga mengandung enzim lipase, endotripsin, amilase, invertase, maltase, asam glikolat,

oksidase, dan ribonuklease, serta mengandung 7 ppm HCN (Widodo W. dan Sri Sumarsih, 2007:

96).

3.2 Karakteristik Minyak Jarak Kepyar

Minyak yang diperoleh dari biji tanaman Jarak Kepyar ini sering disebut juga sebagai Castor Oil.

Castor Oil tesebut mengandung trigliserida asam-asam lemak, terutama asam ricinoleat, dengan

konsentrasi 89,5% berat kering, sehingga sering hanya disebut sebagai trigliserida ricinoleat

(Prihandana, Rama dan Roy Hendroko, 2007: 175).

Castor Oil digunakan secara luas untuk berbagai penggunaan, seperti castor ester untuk

kosmetik, hydrogenated castor oil (farmasi), heptaldehyde (parfum), alkyd resin (cat dan tinta).

Polyurethane (elektronik), poly ester (tekstil), dan partial dehydrate castor fatty acid (pelumas).

Meskipun mengandung minyak lemak, Castor Oil kurang sesuai apabila digunakan sebagai BBN

(Bahan Bakar Nabati), hal ini karena Castor Oil memiliki viskositas yang tinggi (Prihandana,

Rama dan Roy Hendroko, 2007: 175).

Asam ricinoleat merupakan asam lemak yang tersusun atas 18 atom karbon dengan satu ikatan

rangkap (tidak jenuh), dan memiliki gugus fungsional hidroksil pada atom C ke-12. Gugus

fungsional ini menyebabkan Castor Oil bersifat polar. Castor Oil ini tetap bertahan dalam bentuk

cair pada suhu yang tinggi maupun rendah (Widodo W. dan Sri Sumarsih, 2007: 101).

Page 3: Biolubricant Oil

Pada masa sekarang, seperti minyak nabati lainnya, Castor Oil dapat diproses menjadi

biofuel, dan yang terkenal adalah untuk membuat pelumas high grade, minyak rem, dan minyak

hidrolisis, serta sebagai bahan aditif untuk high-performance motor oil. Castor Oil dengan

kemurnian yang tinggi, dimana telah dihilangkan kandungan airnya dan sifat polar dengan

konstanta dielektrik relatif tinggi (4,7) dapat digunakan sebagai cairan dielektrik pada kapasitor

performa tinggi voltase tinggi (Widodo W. dan Sri Sumarsih, 2007: 101).

Karakteristik umum dari Castor Oil antara lain sebagai berikut,

1. Castor Oil tidak menetes, tidak meninggalkan sisa bakar dan tidak larut dalam bensin.

2. Jika Castor Oil ini dihidrogenasi secara keseluruhan, produk hasil hidrogenasinya memiliki

titik leleh yang tinggi (86-88)oC.

3. Nilai titer Castor Oil lebih rendah dari pada minyak-minyak yang telah dikenal lainnya.

4. Castor Oil berbeda dari senyawa-senyawa trigliserida lainnya karena memiliki nilai specific

gravity yang tinggi, begitu pula dengan viskositas dan nilai keasamannya.

5. Castor Oil larut di dalam etil alkohol berkonsentrasi 95% pada suhu 25oC. Satu volume

minyak jarak terlarut dalam dua volume larutan alkohol ini. Minyak ini juga larut dalam pelarut

organik polar dan kurang larut dalam senyawa hidrokarbon alifatik dan pelarut-pelarut non polar

organik lainnya.

(Prihandana, Rama dan Roy Hendroko, 2007: 178)

3.3 Biofuel dan Pelumas dari Castor Oil

Castor Oil yang akan digunakan sebagai biofuel maupun sebagai pelumas harus diproses terlebih

dahulu, terutama proses pemurnian. Setelah mendapatkan minyak dengan kemurnian yang

tinggi, dilakukan proses esterifikasi sampai diperoleh metil atau etil ester asam lemak. Metil atau

etil ester asam lemak yang telah dimurnikan dapat digunakan sebagai biofuel. Biofuel yang

berasal dari minyak nabati ini merupakan bahan bakar mesin diesel yang juga mempunyai sifat

pelumasan. Dalam hal ini biofuel sudah mulai diperkenalkan sebagai campuran pada bahan

bakar fosil yang memberikan sifat pelumasan (Widodo W. dan Sri Sumarsih, 2007: 104).

Untuk membuat pelumasan, maka metil atau etil ester asam lemak tersebut dicampur dengan

berbagai bahan aditif. Bahan aditif digunakan untuk membentuk performa dengan sifat khusus

Page 4: Biolubricant Oil

untuk pelumas. Umumnya pelumas mengandung 90% bahan utama metil atau etil ester asam

lemak dan 10% bahan aditif (Widodo W. dan Sri Sumarsih, 2007: 105).

3.4 Pelumas

Pelumas adalah suatu zat kimia yang diberikan diantara dua benda bergerak yang saling

bersinggungan dengan tujuan untuk mengurangi gaya gesek yang terjadi antara keduanya. Pada

umumnya pelumas memiliki komposisi yang terdiri atas 90% minyak dasar dan 10% zat

tambahan (Anonim, 2009: http://id.wikipedia.org/wiki/kategori:pelumas).

Minyak pelumas dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu pelumas mineral, pelumas organik,

dan pelumas sintetis. Pelumas mineral merupakan pelumas yang berasal dari hasil pengilangan

minyak bumi berupa jenis parafinik (parafinic base) dan nafthenik (naphtenic base). Pelumas

organik, yaitu pelumas yang minyak dasar penyusunnya berasal dari jenis tumbuh-tumbuhan,

seperti minyak dari tumbuhan jarak yang disebut dengan minyak jarak (Castrol Oil). Pelumas

sintetis adalah pelumas yang bahan dasarnya dari proses sintesa hidrokarbon (misalnya Poly

Alpha Olefin), golongan esther atau golongan alkhylated naphtalen (Misriyanto, 2009:

http://buletinlitbang.dephan.go.id/index).

Pelumas ideal pada umumnya mempunyai kriteria sebagai berikut, yaitu memiliki kekentalan

yang sesuai baik dalam kondisi pada suhu tinggi maupun suhu rendah, membentuk suatu lapisan

pelumasan yang kuat, memiliki titik tuang yang rendah, mempunyai daya untuk melicinkan,

tingkat korosinya rendah, memiliki kemampuan membersihkan dan mendispersikan dengan baik,

tidak beracun, tidak mudah terbakar, serta besifat ramah lingkungan.

3.5 Fungsi Pelumas

Fungsi utama pelumas adalah mengurangi gesekan dan keausan (wear) antara dua bidang atau

permukaan yang saling bersinggungan, sebagai media pembawa panas/pendingin, mencegah

karat serta sebagai penerus gaya (media hidrolis).

Di bawah ini terdapat perincian lebih lanjut mengenai fungsi pelumas pada mesin kendaraan,

yaitu sebagai berikut,

Page 5: Biolubricant Oil

a. Mengurangi gesekan - Dengan mengurangi gesekan berarti akan mengurangi energi dan

pemanasan lokal pada mesin.

b. Mengurangi wear - Adalah suatu fungsi untuk menjaga peralatan agar tetap bisa beroperasi

dalam periode pemakaian yang lama dan tetap dapat bekerja secara efisien.

c. Pendingin - Di dalam engine, pelumas juga berfungsi sebagai zat penukar panas antara bagian-

bagian yang terpanasi akibat pembakaran (misal: piston) dan sistem pelepas panas (misal: jaket

pendingin dll.). Pada sistem yang lain, pelumas sebagai pelepas panas dari hasil gesekan atau

kerja mekanik lainnya.

d. Anti korosi - Baik dari hasil degradasi pelumas atau akibat kontaminasi hasil pembakaran,

pelumas bisa bersifat asam dan menjadikan korosi pada logam. Adanya uap air dapat juga

menyebabkan karat pada besi. Oleh sebab itu, maka pelumas harus bisa menanggulangi efek-

efek tersebut.

e. Pembersih - Pelumas juga sebaiknya bisa mencegah terjadinya fouling serpihan-serpihan yang

dibetuk dari proses mekanis, degradasi pelumas itu sendiri maupun dari hasil proses pembakaran.

Apa yang disebut deposit adalah seperti karbon padat, varnish atau endapan. Deposit ini dapat

mengganggu pengoperasian alat. Salah satu contoh kasus yang ekstrem adalah ring piston tidak

bisa bergerak, dan aliran minyak tersumbat, hal ini bisa terjadi jika minyak pelumas tidak

mampu mencegah hal ini. Pencegahan deposit dan juga dispersi kontaminan termasuk dalam

kategori ini.

f. Seal - Minyak pelumas seharusnya dapat juga menjadi seal antara piston dan silinder (piston ke

ring dan ring ke dinding silinder).

(Saputra, 2009: http://id.shvoong.com/tags/sekilas-tentang-minyak-pelumas/)

3.6 Sifat Fisika Kimia Pelumas

Page 6: Biolubricant Oil

Untuk memenuhi kriteria di atas, maka dalam pembuatan suatu pelumas tidak akan terlepas dari

karakteristik sifat pelumas, seperti faktor ekstern dan intern yang dapat mempengaruhi fungsi

pelumas. Faktor-faktor tersebut, yaitu:

a. Specific Grafity. Specific Grafity (SG) adalah suatu nilai perbandingan berat jenis antara

minyak dengan air yang mempunyai volume sama pada suhu tertentu. Pada umumnya nilai SG

suatu pelumas, yaitu <1>

b. Viscosity Kinematic. Viscosity Kinematic adalah ukuran besarnya tahanan laju alir antara

minyak dan permukaan. Makin kental minyak, maka laju aliran pada permukaan akan semakin

lambat atau gaya geser/gesek antara pelumas dan permukaan akan makin besar. Viscosity

kinematic yang baik adalah penyesuaian untuk mencapai sirkulasi pelumas yang lancar dalam

arti tenaga luar yang diperlukan kecil dengan kedua permukaan yang dilumasi tetap dapat bebas

bergerak.

c. Viscosity Index. Viscosity Index adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan pelumas

untuk dapat bertahan atau mempertahankan kekentalan terhadap perubahan temperatur selama

proses kerja pelumas dalam mesin. Semakin tinggi nilai dari Viscisity Index suatu pelumas,

maka pelumas tersebut akan semakin baik/stabil tingkat kekentalannya terhadap perubahan suhu

lingkungan.

d. Flash Point. Flash Point merupakan suatu titik temperatur terendah dimana pelumas sudah

dapat terbakar oleh adanya letupan bunga api/flash. Tujuan dari pengukuran flash point suatu

pelumas adalah untuk savety precaution atau untuk mengetahui kondisi yang sesuai untuk

pemakaian minyak pelumas tersebut.

e. Pour Point. Pour Point adalah temperatur terendah dimana pelumas masih dapat mengalir pada

kondisi tersebut. Tujuan dari pengukuran ini adalah untuk mengetahui kemampuan mengalir

pelumas pada temperatur rendah yang berhubungan dengan daerah temperatur minimum

pemakaian atau kondisi kerja dari pelumas tersebut.

Page 7: Biolubricant Oil

f. Total Base Number. Total Base Number (TBN) merupakan kemampuan pelumas untuk dapat

menetralisir asam kuat (sulfat) yang terjadi dari proses pembakaran dalam silinder, begitu pula

dalam pendinginan gas hasil pembakaran tidak menyebabkan korosi di dinding/permukaaan

silinder, piston, ring dan lainnya. Angka TBN pada minyak bekas akan lebih rendah dari pada

pelumas baru karena sebagaian besar telah digunakan untuk menetralisir asam-asam yang

terbentuk atau untuk menghancurkan kotoran. Dengan mengukur minyak TBN dapat ditentukan

masih dapat/tidaknya pemakaian pelumas.

g. Foaming Tendency. Foaming Tendency adalah angka yang menunjukkan kecenderungan

pelumas untuk berbusa pada saat pelumas mengalami sirkulasi/kocokan per jamnya. Timbulnya

busa ini akan sangat mempengaruhi penurunan kualitas pelumas dan dapat membahayakan

bearing. Pelumas yang baik adalah pelumas yang tidak berbusa dan juga dapat memisahkan diri

dari udara/oksigen atau mengurangi oksigen pelumas.

(Misriyanto, 2009: http://buletinlitbang.dephan.go.id/index)

3.7 Bahan Aditif Pelumas

Pengertian aditif adalah senyawa kimia yang apabila ditambahkan ke dalam pelumas, maka akan

menaikkan kapasitas kerja pelumas tersebut, agar diperoleh suatu pelumas yang diharapkan.

Aditif yang diberikan ini dapat menentukan mutu suatu pelumas yang akan digunakan, hal ini

karena bahan aditif tersebut dapat merubah sifat kimia maupun sifat fisik dari bahan dasar suatu

pelumas.

Tujuan menggunakan aditif adalah untuk mem-blending pelumas, yaitu untuk melindungi atau

memperbaiki mutu pelumas terhadap perubahan sifat kimia yang dapat menyebabkan penurunan

mutu pelumas; melindungi kerusakan mesin terhadap produk-produk hasil pembakaran; dan

untuk memperbaiki sifat suatu pelumas; ataupun memberikan sifat baru terhadap pelumas agar

dapat sesuai dengan tujuan penggunaannya.

Untuk memilih aditif yang tepat diperlukan analisis yang kompleks serta cukup memakan waktu.

Page 8: Biolubricant Oil

Hal ini disebabkan penambahan aditif dalam pelumas dapat menimbulkan reaksi katagonis baik

dengan base oil sendiri atau dengan aditif-aditif lainnya. Pada dasarnya suatu penelitian

pengembangan produk pelumas adalah untuk memilih komposisi yang tepat antara base oil dan

aditif. Seleksi aditif yang dimaksudkan di sini adalah seleksi awal dari banyaknya aditif yang

ditawarkan oleh pabrik pembuat aditif. Pada tahap ini faktor harga dan kontinuitas suplai dari

pembuat aditif merupakan hal yang paling utama diperhatikan. Disamping itu ada beberapa sifat

yang menjadi kriteria untuk dipilih tidaknya suatu aditif diantaranya :

1. Kelarutannya dalam base oil

Kelarutan dalam base oil adalah sifat yang utama yang harus dimiliki oleh aditif agar dihasilkan

pelumas yang homogen.

2. Tidak larut dalam air

Aditif harus tidak larut dalam air, karena antara base oil dan air adalah dua larutan yang tidak

saling melarutkan (immiscible). Dengan tidak larutnya aditif dalam air, maka apabila pelumas

tercampur dengan air maka komponen-komponen pelumas masih dapat dipertahankan.

3. Volatilitas

Kondisi operasi mesin yang akan dilumasi menuntut agar setiap komponen dalam pelumas tidak

mudah menguap, baik karena panas maupun karena waktu.

4. Stabilitas

Aditif harus tetap stabil selama penyimpanan, selama blending maupun selama pelayanan di

dalam mesin.

5. Compatibility

Aditif yang digunakan dalam satu jenis pelumas harus saling tidak bereaksi, karena hal ini akan

mempengaruhi bahkan merusak unjuk kerja yang diharapkan.

6. Warna

Page 9: Biolubricant Oil

Warna adalah indikator pertama yang dipakai pada pengujian appearance, sehingga warna aditif

harus jernih dan stabil.

7. Fleksibilitas

Aditif yang multi fungsi lebih diutamakan karena akan memiliki daya aplikasi sangat luas. Saat

ini, aditif jenis inilah yang terus dikembangkan oleh pabrik pembuat aditif.

8. Bau

Aditif diharapkan tidak menimbulkan bau yang merangsang. Apabila terpaksa digunakan juga,

maka bau aditif ini harus dihilangkan dengan menambahkan bahan penghilang bau tersebut.

(PT. Hexindo Consult, 2009: http://www.ccitonline.com/mekanikal/tiki-read_article.php.htm).

Aditif dapat terdiri dari unsur-unsur kimia seperti barium, calsium, phosphorus, sulfur, chlorine,

zinc, lead, polymer dan sebagainya. Komposisi antara satu aditif dengan lainnya harus dapat

digabungkan sebaik mungkin dalam satu formasi tertentu. Hal ini berkaitan dengan pesatnya

perubahan pada rancang bangun mesin serta tuntutan kerja mesin yang meningkat. Banyak

macam additives seperti :

a. Viscosity index improver, yaitu suatu penambahan polimer untuk meningkatkan ketahanan

viskositas pelumas terhadap pengaruh suhu atau sering disebut juga aditif untuk menaikkan

viscosity index. Indeks viskositas adalah suatu angka yang menyatakan besar tahanan viskositas

minyak pelumas terhadap perubahan suhu. Di dalam aplikasi minyak pelumas, sifat ideal yang

diharapkan adalah mempunyai viskositas yang konstan pada setiap perubahan suhu operasi. Tapi

pada kenyataannya minyak pelumas akan turun viskositasnya apabila suhu operasi naik,

sehingga perlu ditambahkan Viscosity Index Improver yaitu aditif yang ditambahkan pada

minyak pelumas agar minyak pelumas mendekati bentuk ideal seperti tersebut di atas. Bahan

kimia yang biasa digunakan adalah poliisobutena, polimetakrilat, vinil asetat ester, poliakrilat.

b. Anti-oxidant (untuk meningkatkan kestabilan oksidasi agar tidak terdegradasi), biasanya

berupa phenol atau zinc-dialkyl dithiophopate. Pada umunya dalam lingkungan kerja terjadi

Page 10: Biolubricant Oil

kontak antara minyak pelumas dengan udara yang beroperasi pada suhu tinggi. Juga dengan

logam atau bahan kimia lain yang berlaku sebagai pro-oxidant atau katalisator oksidasi. Dalam

situasi seperti ini minyak pelumas baik yang berbahan dasar mineral atau sintetis ester akan

mengalami sederetan reaksi oksidasi yang kompleks. Hasil oksidasi yang paling merugikan

adalah menurunnya viskositas minyak pelumas yang berarti menunjukkan kenaikan kontaminasi

asam seperti petroleum oxyacid dan pembentukan bahan-bahan yang bersifat karbon. Oksidasi

minyak pelumas melibatkan reaksi berantai yang mula-mula membentuk peroksida organik

kemudian bereaksi dengan minyak pelumas yang belum teroksidasi dan selanjutnya bereaksi

dengan oksigen dari udara untuk membentuk asam yang korosif. Untuk itu ditambahkan aditif

antioksidan yang berfungsi untuk mengurangi peroksida yang kemudian akan dapat

menghentikan reaksi berantai yang terjadi. Bahan kimia yang biasa digunakan sebagai

antioksidan adalah sulfida, disulfida, fosfit amina, dan fenol.

c. Detergent additives/dispersants (untuk membersihkan fouling pada mesin sehingga lapisan

logam tidak cepat aus karena gesekan). Mekanisme kerja detergen, deposit yang terlarut dalam

pelumas, diikat membentuk partikel yang tidak dapat bercampur bersama larutan pelumas dan

disaring oleh penyaring pelumas (filter oil). Bahan pembersih pelumas (detergent) biasanya

menggunakan bahan kimia Sulfonat (Ba atau Ca), fosfat, dan lainnya. Merupakan suatu aditif

dalam bentuk ikatan kimia yang memberikan kemampuan menghindari atau mengurangi

timbulnya deposit / endapan dari ruang bakar maupun dari bagian mesin lainnya dimana mesin

beroperasi pada suhu tinggi. Bahan yang sering digunakan adalah alumunium naftenat, kalsium

diklorostearat, kalsium fenilklorostearat, dan kalsium klorostearat.

d. Anti-wear additive (untuk menetralisir corrosive agent dan mencegah keausan akibat proses

korosi pada metal mesin). Adalah bahan kimia yang ditambahkan pada minyak pelumas dengan

maksud untuk menghindari kerusakan atau keausan akibat kontak logam dengan logam pada

permukaan yang bergerak.

e. Pour point depressant (untuk menaikkan pour point dengan cara menghambat pembentukan

wax). Adalah bahan kimia yang ditambahkan dengan harapan akan membuat pour point menjadi

lebih rendah. Bahan kimia yang biasa digunakan adalah polimer organik seperti polimetakrilat,

Page 11: Biolubricant Oil

poliakrilamida atau juga beberapa monomer seperti tetrasilikat, fenil tristeariloksilen dan

pentaeritritol tetrastearat.

f. Anti-rust additives (untuk melapisi metal sehingga tidak mudah teroksidasi dan menjadi karat).

Adalah bahan yang digunakan untuk melindungi permukaan logam besi terhadap timbulnya

karat.

g. Dispersan. Aditif yang bekerja untuk menghalangi timbulnya lumpur dan menghalangi

terbentuknya deposit pada suhu rendah (biasanya digunakan untuk minyak pelumas pada

kendaraan yang berhenti dan berjalan berulang-ulang. Bahan kimia yang sering digunakan

adalah alkil metakrilat, dialkil aminoetil metakrilat, polistearamida.

h. Selain itu kandungan aditif dalam oli, akan membuat lapisan film pada dinding silinder guna

melindungi mesin pada saat start. Sekaligus mencegah timbulnya karat, sekalipun kendaraan

tidak dipergunakan dalam waktu yang lama. Disamping itu pula kandungan aditif deterjen dalam

pelumas berfungsi sebagai pelarut kotoran hasil sisa pembakaran agar terbuang saat pergantian

oli. Adalah bahan kimia yang digunakan untuk melindungi komponen metal nonferroua (bukan

besi) yang mudah terkena korosi pada mesin. Aditif yang biasa digunakan adalah logam

ditiofosfat, logam ditiokarbamat, sulfurized terpene, sulfurized dipentene, phosphorus

pentasulfide

(Yubaidah, 2009: http://www.ccitonline.com/mekanikal/tiki-read_article.php.htm)

Diposkan oleh uyukakop garden di 02.29 Tidak ada komentar:

Label: biopelumas, castor, oil