berita kominfo

32
Berita , Fokus 26 January 2010 Siaran Pers No. 10/PIH/KOMINFO/1/2010 tentang Perolehan PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) Kementerian Kominfo Sebesar Rp 10.059.914.111.035,10 Untuk Tahun 2009 (Jakarta, 26 Januari 2010) . Pada saat menyampaikan informasinya dalam jumpa pers akhir tahun 2009 Kementerian Kominfo , Menteri Kominfo Tifatul Sembiring di antaranya telah menyampaikan tingkat pencapaian target penerimaan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak). Berdasarkan PP No. 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBNP Yang Berlaku Pada Departemen Kominfo (sebagai pengganti PP No. 28 Tahun 2005), maka data PNBP Kementerian Kominfo untuk tahun 2009 (terhitung sampai dengan saat berlangsungnya jumpa pers tanggal 29 Desember 2009) menunjukkan angka yang sangat signifikan, yaitu dari target yang harus diraih sebesar Rp 7.269.410.647.000,-, pada kenyataan target tersebut telah dapat dicapai melebihi, karena sampai dengan pertengahan November 2009 saja telah tercapai sebesar Rp 9.228.872.889.096,05 atau tingkat pencapaiannya adalah sebesar 126,95%. Sebagai gambaran, untuk tahun 2008, targetnya sebesar Rp 6.505.216.359.000,- dan yang tercapai adalah sebesar Rp 7.706.575.888.521,- atau sebesar 118,47%. Jika data pada jumpa pers tersebut perolehan PNBP Kementerian Kominfo adalah sejumlah Rp 9.228.872.889.096,05 atau tingkat pencapaiannya adalah sebesar 126,95%. Saat ini setelah terhitung secara komprehensif, maka ternyata hingga tutup tahun 2009 perolehan PNBP adalah sebesar Rp 10.059.914.111.035,10 atau 138% dari

Upload: dwi-poetri-apsari

Post on 04-Jul-2015

224 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Berita kominfo

Berita, Fokus 26January2010

Siaran Pers No. 10/PIH/KOMINFO/1/2010 tentang Perolehan PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) Kementerian Kominfo Sebesar Rp 10.059.914.111.035,10 Untuk Tahun 2009

(Jakarta, 26 Januari 2010) . Pada saat menyampaikan informasinya dalam jumpa pers akhir tahun 2009 Kementerian Kominfo, Menteri Kominfo Tifatul Sembiring di antaranya telah menyampaikan tingkat pencapaian target penerimaan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak). Berdasarkan PP No. 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBNP Yang Berlaku Pada Departemen Kominfo (sebagai pengganti PP No. 28 Tahun 2005), maka data PNBP Kementerian Kominfo untuk tahun 2009 (terhitung sampai dengan saat berlangsungnya jumpa pers tanggal 29 Desember 2009) menunjukkan angka yang sangat signifikan, yaitu dari target yang harus diraih sebesar Rp 7.269.410.647.000,-, pada kenyataan target tersebut telah dapat dicapai melebihi, karena sampai dengan pertengahan November 2009 saja telah tercapai sebesar Rp 9.228.872.889.096,05 atau tingkat pencapaiannya adalah sebesar 126,95%. Sebagai gambaran, untuk tahun 2008, targetnya sebesar Rp 6.505.216.359.000,- dan yang tercapai adalah sebesar Rp 7.706.575.888.521,- atau sebesar 118,47%.

 

Jika data pada jumpa pers tersebut perolehan PNBP Kementerian Kominfo adalah sejumlah Rp 9.228.872.889.096,05 atau tingkat pencapaiannya adalah sebesar 126,95%. Saat ini setelah terhitung secara komprehensif, maka ternyata hingga tutup tahun 2009 perolehan PNBP adalah sebesar Rp 10.059.914.111.035,10 atau 138% dari target semula sebesar Rp 7.269.410.647.000,- Dari data tersebut yang paling besar diperoleh dari PNBP penyelenggaraan pos dan telekomunikasi (khususnya dari BHP Frekuensi Radio) yaitu sebesar Rp 10.048.360.609.543,10 dari target semula sebesar Rp 7.260.000.000.000,-. Kemudian diikuti dengan PNBP dari penyelenggaraan penyiaran yaitu sebesar Rp 6.960.279.839 dan selanjutnya adalah dari penyelenggaraan diklat MMTC (Multi Media Media Center) sebesar Rp 4.573.771.000,- serta terakhir dari penyelenggaraan pusat pendidikan dan latihan Departemen Kominfo sebesar Rp 19.450.653,- (Untuk Pusdiklat ini bukan berarti sama sekali jauh dari target yang ditetapkan, tetapi karena ada berbagai kendala regulasi yang belum tuntas sepenuhnya). Kementerian Kominfo ini sendiri untuk tahun 2010 akan menggunakan pagu anggaran secara keseluruhan sebesar Rp 2.811.974.066.000,- Sehingga sangat jauh jumlahnya dengan PNBP yang berhasil diperoleh dan hal tersebut adalah wajar. Sedangkan target PNBP Kementerian Kominfo untuk tahun 2010 adalah sebesar Rp 8.903.110.194.840,- Ini merupakan suatu peningkatan dari target tahun 2009 sebesar Rp 7.269.410.647.000, yang dalam kenyataan realisasinya adalah sebesar Rp 10.059.914.111.035,10.

Page 2: Berita kominfo

 

Tahun Satker Target Realisasi Tingkat

Pencapaian 2004 MMTC 2.029.695.000 1.855.239.677 91,40%2005 POSTEL 1.750.000.000.000 1.776.670.443.527 101,52%

  MMTC 1.927.786.000 1.927.272.700 99,97%  JUMLAH 1.751.927.786.000 1.778.597.716.227 101,52%

2006 POSTEL 2.503.150.000.000 3.964.867.729.799,15 158,40%  MMTC 3.061.230.000 2.355.534.700 76,95%  JUMLAH 2.506.211.230.000 3.967.223.264.499 158,30%

2007 POSTEL 3.525.000.000.000 4.362.988.906.100,76 123,77%  MMTC 3.264.570.000 3.330.749.500 102,03%  JUMLAH 3.528.264.570.000 4.366.319.655.601 123,75%

2008 POSTEL 6.501.535.950.000 7.701.975.962.521,00 118,46%  MMTC 3.680.409.000 4.599.926.000 124,98%  JUMLAH 6.505.216.359.000 7.706.575.888.521 118,47%

2009 POSTEL 7.260.000.000.000 10.048.360.609.543,10 138,41%  MMTC 4.028.320.000 4.573.771.000 113,54%

 PUSDIKLAT 595.150.000 19.450.653  

  PEGAWAI        SKDI 4.787.177.000 6.960.279.839 145,39%  JUMLAH 7.269.410.647.000 10.059.914.111.035,10 138,39%

 

Bagi Kementerian Kominfo, jumlah perolehan PNBP tersebut memang cukup fenomenal. Meskipun demikian, bukan maksud Kementerian Kominfo untuk mengejar target sebesar mungkin tanpa perhitungan yang rasional, karena ketika regulasi PNBP tersebut masih berupa rancangan, seperti biasanya Kementerian Kominfo selalu mengadakan konsultasi publik. Bagaimanapun juga Kementerian Kominfo tidak menginginkan di satu sisi perolehan PNBP besar, tetapi di sisi lain mereka yang dikenai kewajiban merasakannya sebagai beban yang terlalu berlebihan. Sebagai contoh, untuk biaya pengujian alat/perangkat telekomunikasi (yang kesemuanya dihitung per type) adalah sebagai berikut, misalnya:

 

No. Jenis PNBP Satuan Tarif (Rp) 1. Pesawat Telepon Seluler 1 Band Per Type 4.500.000,-2. Pesawat Telepon Seluler 2 Band Per Type 6.000.000,-3. Pesawat Telepon Seluler 3 Band Per Type 7.500.000,-4. Pesawat Telepon Seluler 4 Band Per Type 9.000.000,-

Page 3: Berita kominfo

5. Bluetooth Per Type 2.000.000,-

 

Itu nanti belum ditambah biaya sertifikasinya, misalnya saja untuk Customer Premises Equipment (CPE) Nirkabel untuk per sertifikat / per type adalah sebesar Rp 4.500.000,- . Sehingga seandainya ada 1 pemohon (perusahaan) yang ingin mengajukan sertifikasi dan pengujian perangkat telepon seluler 2 band, maka kepada yang bersangkutan diwajibkan menyerahkan 2 sample (contoh konkret perangkatnya, untuk selanjutnya jika sudah selesai diuji dikembalikan kepada pemohon), maka yang bersangkutan dikenakan biaya total hanya sebesar Rp 6.000.000,- ditambah Rp Rp 4.500.000, sehingga total yang harus dibayarkan langsung ke Kas Negara adalah sebesar Rp 10.500.000,- meskipun mungkin suatu type tertentu dari perangkat telepon seluler dengan 2 band tersebut dipasarkan ke publik hingga 50.000 perangkat dan jumlah yang dipasarkan tersebut tidak mempengaruhi besaran PNBP yang wajib disetorkan langsung ke Kas Negara.

 

Hanya saja, karena pemohon misalnya saja melaporkan kepada Ditjen Postel sebanyak 50.000 perangkat yang akan dipasarkan, maka sebanyak 50.000 perangkat itu pula yang diberi label oleh Ditjen Postel. Namun berapapun jumlah perangkat yang didaftarkan dan diberi label tetap tidak berpengaruh pada besaran PNBP yang harus dibayarkan ke Kas Negara. Oleh karena itu, kepada masyarakat umum jika akan memberi suatu perangkat telekomunikasi yang baru (perangkat telepon seluler misalnya) disarankan untuk memeriksa kelengkapan label yang ada, karena jika tidak ada labelnya baik di perangkat ataupun di kotak pembungkusnya berarti di luar yang dilaporkan ke Ditjen Postel. Hal ini penting, karena diatur di dalam Pasal 32 Peraturan Menteri Kominfo No. 29/PER/M.KOMINFO/9/2008 tentang Sertifikasi Alat dan Perangkat Telekomunikasi, yang menyebutkan, bahwa: (1) Pemegang sertifikat wajib memberikan label (pelabelan) yang memuat nomor sertifikat dan Identitas Pelanggan (PLG ID) pada setiap alat dan perangkat telekomunikasi yang telah bersertifikat serta kemasan/pembungkusnya sesuai format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VII Peraturan Menteri ini; (2) Dalam hal label tidak dapat dilekatkan pada alat dan perangkat telekomunikasi yang telah bersertifikat, label dapat dilekatkan pada kemasan/pembungkusnya; (3) Bentuk label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai contoh desain yang tercantum pada sertifikat asli; (4) Pelabelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sebelum alat dan perangkat telekomunikasi diperdagangkan dan atau dipergunakan; (5) Pemegang sertifikat wajib melaporkan pelaksanaan pelabelan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkan sertifikat dengan melampirkan contoh label.

Page 4: Berita kominfo

Berita, Fokus 17June2009

Siaran Pers No. 133/PIH/KOMINFO/6/2009 tentang Sanksi Denda Berat Akibat Keterlambatan Pembayaran BHP Frekuensi Radio Berdasarkan PP No. 29 Tahun 2009 Tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran Dan Penyetoran PNBP Yang Terutang

Page 5: Berita kominfo

(Jakarta, 17 Juni 2009 ). Pengelolaan spektrum frekuensi radio sebagai sumber daya alam yang terbatas memiliki arti penting bagi kepentingan industri sekaligus bagi negara. Spektrum frekuensi radio selain memiliki peran penting dalam mendorong pertumbuhan industri telekomunikasi terutama seluler, juga mempunyai peranan yang semakin penting dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Meskipun demikian dalam pengelolaan spektrum frekuensi radio yang diutamakan adalah ketertiban penggunaan spektrum frekuensi radio secara efisien, sedangkan PNBP merupakan akibat dari pengelolaan secara tertib dalam penggunaan spektrum frekuensi radio. Dengan kata lain semakin tertib penggunaan spektrum frekuensi radio akan berakibat pada meningkatnya perolehan PNBP tersebut.

Dalam tahun anggaran 2008, penerimaan PNBP Ditjen Postel Departemen Kominfo dari BHP frekuensi radio saja telah ditargetkan untuk dapat mencapai Rp. 4,61 triliyun dan untuk tahun 2009 ditargetkan untuk diperoleh sebesar Rp. 5,61 triliyun. Sejauh ini tingkat kepatuhan pengguna frekuensi radio dalam membayar BHP frekuensi radio secara umum sebagai wajib bayar) dalam membayar BHP frekuensi radio sudah cukup baik. Hanya saja bagi wajib bayar yang pindah alamat tanpa memberi tahukan keberadaan alamat barunya dapat menyulitkan dalam penagihan BHP frekuensi radio, karena tagihan yang disampaikan nyasar ke alamat lama. Tingginya penerimaan PNBP tersebut bukan berarti Departemen Kominfo hanya mengejar target PNBP saja, tetapi dalam realitanya juga mempertimbangkan berbagai kondisi, pandangan DPR, pandangan Departemen Keuangan dan juga tidak kalah pentingnya adalah berbagai masukan dari para pengguna frekuensi radio itu sendiri, khususnya para penyelenggara telekomunikasi sebagai yang dapat dikategorikan cukup dominan kontribusi PNBP-nya.  

Akan tetapi, upaya untuk meningkatkan PNBP tersebut bukan suatu pekerjaan yang mudah. Selain karena minimal setiap tahun target harus terpenuhi, Departemen Kominfo khususnya Ditjen Postel juga selalu sistematis dan profesional managementnya serta berkomitmen untuk transparan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, karena kesemuanya itu langsung disetorkan ke Kas Negara, sehingga tidak ada yang ditahan oleh Ditjen Postel. Ini belum lagi terhitung dengan sangat intensif dan telitinya psara pemeriksa keuangan (auditor) baik dari BPK, BPKP maupun Inspektorat Jenderal Departemen Kominfo yang selalu jeli dalam mengawasi proses dan laporan perolehan PNBP. Namun demikian, pada sisi lain, sering pula ditemu kenali adanya keterlambatan pembayaran BHP frekuensi radio, yang ujung-ujungnya sesungguhnya merugikan mereka yang terutang tersebut karena sanksi denda yang harus dibayarkan menjadi bertambah. Itulah sebabnya, Departemen Kominfo melalui Siaran Pers ini bermaksud menjelaskan regulasi yang terkait dengan tata cara penentuan jumlah, pembayaran, dan penyetoran PNBP yang terutang, sehingga dengan harapan agar para pengguna frekuensi radio dari yang setingkat penyelenggara telekomunikasi seluler hingga pengguna yang paling sederhana dan murah penggunaan frekuensinya sesuai dengan segmentasi frekuensinya dapat mengurangi tingkat keterlambatan pembayarannya.

Sebagaimana telah diatur dalam UU. No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, bahwa setiap penggunaan spektrum frekuensi radio wajib memiliki izin dari pemerintah dan pengguna frekuensi radio wajib membayar penggunaan frekuensi radio atau yang disebut dengan Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi radio. BHP frekuensi radio adalah merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dibayar di muka untuk masa penggunaan 1 tahun, yang dalam pengenaannya diatur berdasarkan UU No. 20 Tahun 1997 tentang PNBP. Untuk melaksanakan

Page 6: Berita kominfo

ketentuan Pasal 12 UU PNBP, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran, Dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Terutang. Dalam hal ini ada hal penting yang perlu diketahui masyarakat (PP tersebut relatif baru dan baru disahkan serta diundangkan dan berlaku mulai pada tanggal 24 Maret 2009 ) khususnya pengguna frekuensi radio, yaitu bahwasanya PP No. 29 Tahun 2009 tersebut mengatur lebih lanjut tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda. Masyarakat perlu mengantisipasi dengan pengelolaan penggunaan frekuensi radio dan izin penggunaan frekuensi radionya dengan tertib agar tidak berakibat terkena sanksi administrasi berupa denda tersebut.

UU PNBP menyebutkan, bahwa setiap keterlambatan pembayaran PNBP dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% per bulan dan pengenaan maksimal 24 bulan. Sedangkan dalam PP No. 29 Tahun 2009 diatur lebih lanjut, bahwa setiap terjadi keterlambatan pembayaran kekurangan PNBP yang terutang melampaui jatuh tempo pembayaran (akhir masa laku ISR), maka wajib bayar dikenakan sanksi administrasi berupa denda 2% per bulan dari jumlah kekurangan PNBP yang terutang dan bagian dari bulan dihitung 1 bulan penuh dan dikenakan untuk paling lama 24 bulan terhitung sejak PNBP yang terutang. Selama wajib bayar tidak melunasi jumlah PNBP yang terutang, maka sanksi administrasi berupa denda diperhitungkan sebagai PNBP yang terutang. Pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% hanya untuk selama 24 bulan sejak jatuh tempo, setelah itu tidak dikenakan denda lagi.

Sebagai contoh perhitungan sanksi denda 24 bulan adalah tersebut di bawah ini. Misalnya saja pokok PNBP yang terutang = Rp.100.000.000,00 dan jatuh tempo pembayaran tanggal 2 Januari 2008. Tetapi pembayaran baru dilakukan pada tanggal 3 Januari 2008 atau terlambat 1 hari dan itu sudah dihitung 1 bulan. Maka, jumlah PNBP yang terutang bulan ke 1 = (2% x Rp.100.000.000,00) + Rp.100.000.000,00 = Rp.102.000.000,- Sedangkan jumlah PNBP yang terutang bulan ke 2 = (2% x Rp.102.000.000,00) + Rp.102.000.000,00 = Rp.104.040.000,00, dan seterusnya sehingga apabila pembayaran PNP yang terutang tanggal 3 Nopember 2008, maka Jumlah PNBP yang terutang bulan ke 23 = Rp.100.000.000,00 + ((Rp. 157.597.967, x %) + Rp.54.597.967,08)) = Rp. 157.689.926,42. Apabila pembayaran PNBP yang terutang dilakukan tanggal 3 Desember 2008, maka Jumlah PNBP yang Terutang bulan ke 24 = Rp.100.000.000,00 + ((Rp. 157.689.926,42, x 2%) + Rp.57.689.926,42)) = Rp. 160.843.724,95. Dengan demikian, seandainya terjadi keterlambatan 2 hari pun juga tetap dihitung tetap dihitung 1 bulan keterlambatan dan tetap dikenakan denda 2%. Keterlambatan ini pernah dialami oleh suatu penyelenggara telekomunikasi yang besar akibat keterlambatan selama 11 hari dan terpaksanya dihitung juga 1 bulan keterlambatan dan dikenakan denda 2%, yang totalnya mencapai jumlah yang sangat signifikan.

Rincian contoh pengenaan sanksi administrasi berupa denda selama 24 bulan seperti dibawah ini:

Bulan Ke Pokok (Rp) Perhitungan Denda (Rp)

Akumulasi Denda (Rp)

Jumlah PNBP Yang Terutang (Rp)

1 100.000.000,00 2.000.000,00 2.000.000,00 102.000.000,002 100.000.000,00 4.040.000,00 4.040.000,00 104.040.000,003 100.000.000,00 6.120.800,00 6.120.800,00 106.120.800,004 100.000.000,00 8.243.216,00 8.243.216,00 108.243.216,00

Page 7: Berita kominfo

5 100.000.000,00 10.408.080,32 10.408.080,32 110.408.080,326 100.000.000,00 12.616.241,93 12.616.241,93 112.616.241,937 100.000.000,00 14.868.566,76 14.868.566,76 114.868.566,768 100.000.000,00 17.165.938,10 17.165.938,10 117.165.938,109 100.000.000,00 19.509.256,86 19.509.256,86 119.509.256,8610 100.000.000,00 21.899.442,00 21.899.442,00 121.899.442,0011 100.000.000,00 24.337.430,84 24.337.430,84 124.337.430,8412 100.000.000,00 26.824.179,46 26.824.179,46 126.824.179,4613 100.000.000,00 29.360.663,05 29.360.663,05 129.360.663,0514 100.000.000,00 31.947.876,31 31.947.876,31 131.947.876,3115 100.000.000,00 34.586.833,83 34.586.833,83 134.586.833,8316 100.000.000,00 37.278.570,51 37.278.570,51 137.278.570,5117 100.000.000,00 40.024.141,92 40.024.141,92 140.024.141,9218 100.000.000,00 42.824.624,76 42.824.624,76 142.824.624,7619 100.000.000,00 45.681.117,25 45.681.117,25 145.681.117,2520 100.000.000,00 48.594.738,60 48.594.738,60 148.594.738,6021 100.000.000,00 51.566.634,39 51.566.634,39 151.566.634,3922 100.000.000,00 54.597.967,08 54.597.967,08 154.597.967,0823 100.000.000,00 57.689.926,42 57.689.926,42 157.689.926,4224 100.000.000,00 60.843.724,95 60.843.724,95 160.843.724,95

Perubahan BHP frekuensi tak turunkan PNBP

03 Jan 2011

Bisnis Indonesia Opini

OLEH SEPUDIN ZUHRI

Bisnis Indonesia

JAKARTA Kementerian Komunikasi dan Informatika memastikan perolehan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi tidak menurun kendati formulasi pemungutan diubah dari berbasis izin stasiun radio menjadi berdasarkan lebar pita.

Pit. Dirjen Pos dan Telekomunikasi Ke-menkominfo Muhammad Budi Setiawan mengatakan metode BHP berdasarkan pita justru memudahkan operator dalam menghitung biaya frkuensi tersebut, demikian juga dengan regulator.

"Tidak akan turun [BHP frekuensi], bahkan semakin mudah dalam menghitung biaya karena tidak lagi per BTS [base transceiver station], tetapi berdasarkan lebar pita," ujarnya pekan lalu.

Page 8: Berita kominfo

Budi menjelaskan pemerintah mengeluarkan kebijakan perubahan mekanisme pemungutan BHP frekuensi berbasis lebar pita yang berlaku mulai 15 Desember tahun ini.

Sebelumnya, pemungutan BHP frekuensi ditetapkan berdasarkan izin stasiun radio (ISR) pada setiap kanal di BTS.

Dengan model BHP frekuensi berdasarkan ISR, beban BHP bertambah jika operator mengembangkan jaringan seperti menambah BTS, karena biaya yang harus dibayar dihitung berdasarkan utilisasi kanal di setiap BTS.

Berdasarkan laporan akhir tahun Kementerian Komunikasi dan Informatika yang rilis kemarin, PNBP dari sektor telekomunikasi berupa BHP frekuensi hingga November tahun ini mencapai Rpll ,13 triliun. Perolehan itu telah melebih target tahun ini yang dipatok sebesar RplO,27 triliun..

Menteri Kominfo Tifatul Sembiring mengatakan perolehan BHP hingga 20 November 2010 sebesar Rpll,13 triliun belum termasuk pembayaran dari PT Smart Telecom dan PT Mobile-8 Telecom. "BHP Frekuensi Smart dan Mobile-8 ini belum masuk."

Dia menargetkan perolehan BHP hingga akhir tahun ini dapat mencapai Rpl2,09 triliun, lebih tinggi dibandingkan dengan target ataupun perolehan pada tahun lalu.

"Diharapkan ada peningkatan PNBP dari anggaran [Kementerian Kominfo 2010] sebesar Rp2,8 triliun," tutur Tifatul.

Tulus Rahardjo, Direktur Pengelolaan Spektrum Frekuensi Radio Kemenkominfo, mengatakan ekspansi layanan dan bisnis operator pada 2011 akan terpacu seiring dengan mulai berlakunya pembayaran BHP frekuensi berbasis lebar pita frekuensi.

"Dengan aturan baru itu, jika operator telekomunikasi mau menambah base transceiver station [BTS], mereka sudah tidak perlu bayar lagi [sesuai penambahan BTS], tetapi dengan basis lebar pita frekuensi dikali sejumlah parameternya dan tim Balai Monitoring," ujarnya.

Page 9: Berita kominfo

Siaran Pers No. 218/PIH/KOMINFO/11/2009 tentang Rapat Dengar Pendapat Yang Pertama Antara Menteri Kominfo Tifatul Sembiring Dengan Pimpinan Dan Seluruh

Anggota Komisi I DPR-RI

(Jakarta, 23 November 2009). Menteri Kominfo Tifatul Sembiring beserta jajarannya pada tanggal 23 November 2009 telah menghadiri Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi 1 DPR-RI. Rapat ini merupakan yang pertama oleh Menteri Kominfo dalam Kabinet Indonesia Jilid II. Rapat mulai berlangsung jam 10.05 s/d. 16.15 WIB dengan diselingi istirahat untyuk makan siang dan sholat Dluhur antara jam 12.10 s/d. 13 WIB ini dan dari pihak Komisi 1 dipimpin langsung oleh Ketua Komisi 1 DPR-RI Kemal Stambul dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera. Menteri Kominfo mengawali acara ini dengan penyampaian paparan terkait dengan tindak lanjut atas 6 kesimpulan pada Rapat Kerja tanggal 7 September 2009 antara lain tentang pengawasan atas pelaksanaan TV berjaringan; pelaksanaan USO; koordinasi dengan KPI; penyatuan LPP RRI/ TVRI; jaringan tetap lokal berbasis paket swicth; dan kesiapan pelaksanaan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Khusus terkait dengan program desa internet sebagai pengembangan dari desa berdering (program USO). Program ini m elalui program Desa Berdering (USO) dimana Departemen Kominfo menargetkan pada akhir 2009 sebanyak 25.000 desa, dan 100 desa yang akan terlayani

Page 10: Berita kominfo

oleh jaringan internet. Desa internet akan dikembangkan menjadi Desa Informatif dimana fasilitas internet akan dilengkapi dengan pengembangan radio komunitas yang didukung oleh konten yang bersifat edukatif, mencerahkan dan memberdayakan. Masih dalam kaitan USO ini, dalam pengembangan desa informatif daerah perbatasan, terpencil dan pulau-pulau terluar ini akan mendapatkan prioritas. Adapun kemajuan pelaksanaan program dari Raker DPR tanggal 7 September 2009 adalah berupa realisasi program USO, pembangunan infrastruktur TIK dan bantuan fasilitas TIK bagi masyarakat pedesaan , pemberian Ijin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) bagi TV dan Radio serta pencitraan terhadap negara melalui diseminasi.

Menteri Kominfo kemudian melanjutkan paparannya mengenai visi Departemen Kominfo, yaitu erwujudnya Indonesia Informatif menuju masyarakat sejahtera melalui pembangunan kominfo berkelanjutan, yang merakyat dan ramah lingkungan, dalam kerangka NKRI. Sedangkan misinya adalah: meningkatkan kecukupan informasi masyarakat dengan karakteristik komunikasi lancar dan informasi benar menuju terbentuknya Indonesia informatif dalam kerangka NKRI; mewujudkan birokrasi layanan informasi dan komunikasi yang profesional dan memiliki integritas moral yang tinggi; mendorong peningkatan tayangan dan informasi edukatif untuk mendukung pembangunan karakter bangsa; mengembangkan sistem kominfo yang berbasis kemampuan lokal yang berdaya saing tinggi dan ramah lingkungan; dan memperjuangkan kepentingan nasional kominfo dalam sistem pasar global.

Mengingat salah satu topik utama Departemen Kominfo (seperti halnya Departemen dan Kementerian Negara lainnya) adalah tentang program 100 hari Kabinet, maka Menteri Kominfo juga menjelaskan tentang program 100 hari Departemen Kominfo berdasarkan kontrak kerja dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Program 100 hari tersebut terdiri dari:

1. Penyusunan Rencana Strategis Departemen Kominfo 2009 – 2014 (menyusun Renstra Departemen 2009-2014 dan menyempurnakan Renstra Departemen 2009-2014);

2. Memastikan tercapainya target capaian Program 100 hari (memastikan pelaksanaan program desa Pinter yang mencakup 100 desa; menyelesaikan penyediaan akses telepon di 32 propinsi, hingga mencakup 25.000 desa /desa berdering sebelum Januari 2010; mencanangkan dukungan nyata terhadap teknologi informasi dan komunikasi lokal sekaligus pemanfaatan program IGOS /Indonesia Go Open Source; memastikan adanya review UU No. 36/1999 tentang telekomunikasi dan UU No. 32/2002 tentang penyiaran; memastikan penyelesaian RPP BHP Frekuensi berbasis Pita; memastikan dimulainya pembangunan jaringan Backbone Fibre Optic / Palapa Ring di wilayah timur; dan memastikan adanya ketrampilan TIK bagi guru dan tenaga kerja profesional lainnya).

Dalam kesempatan tersebut, Menteri Kominfo menyampaikan jawaban tertulis secara lengkap atas kesimpulan Komisi I DPR-RI dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Menteri Kominfo pada tanggal 7 September 2009 dan sejumlah pertanyaan tertulis. Berikut ini jawaban Menteri Kominfo secara lengkap:

1. Pertanyaan : Bagaimana operasionalisasi konsep Pancasila sebagai Ideologi Negara oleh Menkominfo dalam memperkuat identitas dan kepribadian serta budaya bangsa melalui pemanfaatan arus informasi melalui media komunikasi dalam rangka memperkuat

Page 11: Berita kominfo

keutuhan dan kedaulatan bangsa. Jawaban Menteri Kominfo: a. BIP akan lebih banyak menangani isu lintas /sektor (Cross Cutting Issue) yaitu isu yang muncul karena kebijakan lintas sektor, antara lain pengentasan Kemiskinan, NCB (Nation Character Building), Nation Branding, Demokratisasi, Pemerataan Pembangunan pada wilayah prioritas yaitu daerah perbatasan, daerah kantong kemiskinan, slum area di perkotaan, daerah terluar dan daerah yang berpotensi konflik tinggi, yang sulit dijangkau oleh media swasta. b. Di samping itu, kemasan konten yang dibuat diarahkan untuk lebih mendidik (educative), mencerahkan (enlightment), dan memberdayakan (empowering) masyarakat “dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

2. Pertanyaan: Miskinnya komunikasi dan informasi di wilayah perbatasan yang menjadi benteng dalam menjaga keutuhan NKRI dapat menimbulkan menurunnya rasa nasionalisme masyarakat. Bagaimana program Depkominfo untuk meningkatkan sarana dan prasarana informasi dan telekomunikasi di daerah perbatasan agar masyarakat di daerah perbatasan well-informed dengan masalah bangsa, sehingga diharapkan dapat meningkatkan wawasan kebangsaan dan kesadaran bela negara. Jawaban Menteri Kominfo: a. Penguatan jangkauan dan peningkatan kualitas penerimaan siaran TVRI di 30 lokasi / proyek Improvement on Television Transmitting Stations (ITTS), soft loan Spanyol. b. Penguatan jangkauan dan peningkatan kualitas penerimaan siaran LPP RRI di Toli-Toli dan Tarakan melalui hibah dari pemerintah Jepang. c. Memberikan bantuan pesawat penerima televisi beserta antena parabola dan decoder TV berlangganan bekerjasama dengan Lembaga Penyiaran Berlangganan TV sebagai bentuk SCR. d. Membantu Lembaga Penyiaran Komunitas di daerah perbatasan berupa perangkat pemancar dan peralatan studio. dan e. Memberikan bantuan perangkat ICT yang dikenal dengan Community Access Point yang ditempatkan di lembaga sosial.

3. Pertanyaan: Sampai saat ini permasalahan yang menyangkut frekuensi dan perijinan untuk penyiaran masih terus berlangsung. Sehubungan dengan hal tersebut, harap Menkominfo memberikan penjelasan mengenai : 1) pemberian ijin frekuensi ; 2) Penyelesaian permohonan ijin penyelenggaraan penyiaran yang masih tertunda dan 3) Bagaimana mekanisme pengembalian frekuensi kepada Pemerintah bagi Lembaga Penyiaran, baik televisi maupun radio yang sudah tidak beroperasi lagi . Jawaban Menteri Kominfo: a. Koordinasi antara KPI dengan Depkominfo sudah berjalan lancar dan sudah dilakukan Rapat Forum Bersama (FRB) antara Depkominfo – KPI untuk provinsi seluruh Indonesia (kecuali Provinsi Sulawesi Barat) karena Pemerintah belum menerima Rekomendasi Kelayakan (RK) dari KPID Sulawesi Barat. b. Depkominfo telah menerima permohonan IPP Televisi 467 dan permohonan IPP Radio 2.712 permohonan, dan yang telah disetujui mendapatkan IPP Televisi 155 pemohon dan IPP Radio sebanyak 1.092 pemohon. dan c. Mekanisme pengembalian frekuensi untuk penyelenggaraan TV dan Radio siaran sudah diatur dalam pasal 34 ayat (5) UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bahwa Ijin Penyelenggaraan Penyiaran Termasuk Ijin Frekuensi akan dicabut.

4. Pertanyaan: Terkait dengan Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat dengan terjadinya kepemilikan penyelenggaraan penyiaran yang bersifat monopoli dan kompetisi yang tidak sehat, bagaimana upaya Depkominfo untuk mengatasi permasalahan tersebut agar penyelenggaraan penyiaran sesuai dengan prinsip demokrasi informasi, diversity of content dan diversity of ownership. Jawaban Menteri Kominfo: Pemerintah selalu berusaha untuk taat asas dan taat norma dengan berpegang pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terkait dengan monopoli dan

Page 12: Berita kominfo

kompetisi yang tidak sehat dalam penyelenggaraan penyiaran, UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Pasal 18 ayat (1) mengatur bahwa, “Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta oleh satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, dibatasi”.

5. Pertanyaan: Bagaimana upaya Menkominfo memfasilitasi Lembaga Penyiaran Publik lokal dan Lembaga Penyiaran Komunitas ditengah maraknya lembaga penyiaran swasta di Indonesia? Jawabab Menteri Kominfo: Depkominfo saat ini telah mendorong pemerintah daerah untuk mendirikan LPP Lokal antara lain dengan menyediakan alokasi frekuensi (reserved) untuk LPP lokal yang di daerah tersebut frekuensinya masih tersedia. Sedangkan untuk LPK, Depkominfo akan memberikan fasilitasi regulasi untuk alokasi frekwensi, proses sertifikasi perangkat dan toleransi yang memungkinkan untuk memperluas jangkauan wilayah siaran lebih dari 2,5 km bagi daerah yang sebaran penduduknya jarang. Untuk itu akan ditinjau kembali peraturan perundangan yang terkait dengan hal tersebut.

6. Pertanyaan: Bagaimana kerja sama Depkominfo dan KPI dalam upaya memberdayakan stasiun televisi lokal daerah, agar kualitasnya meningkat dan dapat meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap keberadaan televisi lokal di daerahnya sesual dengan amanat UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran? Jawaban Menteri Kominfo: Kerjasama antara KPI dan Depkominfo berjalan baik antara lain melalui p ercepatan proses perizinan bagi TV lokal di daerah dan adanya kesepakatan bahwa pelaksanaan SSJ harus tetap dilaksanakan sehingga terciptanya diversity of content dan diversity of ownership.

7. Pertanyaan: Sehubungan dengan banyaknya permasalahan yang terkait dengan konten siaran, baik di media elektronik maupun media cetak, yang cenderung menyesatkan dan meresahkan masyarakat, sejauhmana Depkominfo berkoordinasi dengan KPI dalam melakukan pengawasan terhadap konten siaran tersebut dan bagaimana Menkominfo menyikapi permasalahan tersebut? Jawaban Menteri Kominfo: Sesuai dengan UU 32/2002 bahwa konten penyiaran diawasi oleh KPI, oleh sebab itu Depkominfo terus berkoordinasi dengan KPI dalam rangka pengawasan konten.

8. Pertanyaan: Indonesia memiliki beberapa slot orbit, diantaranya yang ditempati oleh satelit milik BUMN maupun swasta yang masih memerlukan pengkajian dari berbagai aspek terkait dengan pengaturan orbit maupun mengkoordinasikan alokasi penggunaannya. Bagaimana rencana Depkominfo mengenai penggunaan potensi orbit secara maksimal agar dapat memberikan manfaat bagi kepentingan Indonesia? Jawaban Menteri Kominfo: Bahwa sampai saat ini Pemerintah telah memiliki sebanyak 7 slot orbit satelit Geo Stationary Orbit (GSO) dipakai untuk Backbone Layanan Telekomunikasi Tetap, Backbone Layanan Telekomunikasi Bergerak, Layanan Telekomunikasi Bergerak Satelit dan Satelit Penyiaran / Broadcasting dan 1 slot orbit Non GSO yang dipakai oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).

9. Pertanyaan: Sehubungan dengan adanya pempublikasian terhadap rekaman pembicaraan dalam sidang Mahkamah Konstitusi, apabila dikaitkan dengan Pasal 17 tentang Informasi yang dikecualikan yang tertuang dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, bagaimana Menkominfo menyikapi kasus tersebut di atas? Harap dijelaskan. Jawaban Menteri Kominfo: a. Sesuai dengan Pasal 17 Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU No.14 Tahun 2008 tentang KIP) dinyatakan bahwa Setiap Badan Publik pada prinsipnya wajib membuka akses bagi setiap pemohon

Page 13: Berita kominfo

informasi publik; kecuali informasi yang apabila dibuka / diberikan kepada pemohon informasi publik . b. Dari keterangan tersebut di atas, maka kasus pempublikasian terhadap rekaman pembicaraan dalam Sidang Mahkamah Konstitusi, sepanjang tidak melanggar ketentuan Pasal 17 UU No.14 Tahun 2008, khususnya terkait dengan proses penegakan hukum, dapat diakses. c. Namun demikian dalam kasus pempublikasian terhadap rekaman pembicaraan dikaitkan dengan ketentuan Pasal 17 UU No.14 Tahun 2008, dapat diakses apabila ada pemohon informasi publik yang meminta informasi dimaksud.

10. Pertanyaan : Sejauhmana kesiapan pemerintah dalam penyelesaian Peraturan Pemerintah terhadap UU No. 11 Tahun 2008 tentang Transaksi dan Informasi Elektronik dan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Jawaban Menteri Kominfo: Penyelesaian Peraturan Pemerintah Terhadap UU No. 11 Tahun 2008 adalah sebagai berikut: a. RPP Penyelenggaraan Informasi Transaksi Elektronik telah dikirimkan ke Departemen Hukum dan HAM pada tanggal 20 Oktober 2009 untuk proses harmonisasi, yang direncanakan akan dilaksanakan awal Desember 2009 ; b. RPP Tata Cara Intersepsi telah dikirimkan ke Dephumkam untuk proses harmonisasi yang direncanakan pada awal Desember 2009 ; dan c. RPP Perlindungan Data Strategis dalam tahap pembahasan di tim antardep.

11. Pertanyaan: Mengapa pelaksanaan Sistem Siaran Jaringan (SSJ) yang diamanatkan oleh UU No. 22 Tahun 2002 tentang Penyiaran sampai saat ini belum berjalan, pada hal Batas akhir pelaksanaannya adalah tahun 2007. Kendala apa yang menyebabkan keterlambatan tersebut? Harap dijeiaskan. Jawaban Menteri Kominfo: Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2005, pelaksanaan Sistem Stasiun Jaringan (SSJ) dilakukan paling lambat tanggal 28 Desember 2007. Namun dalam pelaksanaannya terdapat kendala, antara lain: a. UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran mengalami keterlambatan karena adanya proses constitutional review di Mahkamah Konstitusi; b. PP No. 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta mengalami keterlambatan karena adanya proses judicial review di Mahkamah Agung; c. Sedangkan spek bisnisnya berupa kewajiban untuk mengubah stasiun relay menjadi stasiun penyiaran lokal . Untuk itu diperlukan investasi dan sumber daya untuk membentuk stasiun-stasiun penyiaran lokal di daerah.

12. Pertanyaan: Sehubungan dengan implementasi UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Jawaban Menteri Kominfo: Contoh-contoh penanganan kasus yang berkait UU ITE (Kasus Prita Mulyasari): Departemen Kom info telah merilis siaran pers pada tanggal 6 Juni 2009 dan 26 Juni 2009. Siaran Pers tertanggal 6 Juni 2009 berjudul Aturan Hukum Untuk Mencegah Kecemasan, Trauma dan Ketakutan Dalam Berkomunikasi Secara Elektronik yang isinya antara lain menyampaikan bahwa perbuatan Ibu Prita Mulyasari yang mengungkapkan keluhan terhadap suatu layanan publik melalui email merupakan hak dari seorang konsumen untuk menyampaikan pendapat dan keluhan yang dialaminya atas jasa yang diberikan oleh suatu layanan publik dan hal ini adalah sah sesuai dengan yang termuat dalam UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Selanjutnya pada tanggal 10 Juni 2009, Departemen Kominfo telah melaksanakan pertemuan dengan Komunitas TIK Nasional yang terdiri dari para Blogger, Facebooker dan aktivis intenet dan juga dihadiri oleh Dewan Pers dan mencapai satu rekomendasi bahwa bahwa kehidupan di dunia maya tetap memerlukan Kode Etik Blogger. Selanjutnya,

Page 14: Berita kominfo

menyelenggarakan Workshop UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan peserta aparat penegak hukum, akademisi, praktisi dan masyarakat luas

Setelah menyampaikan jawabannya, Menteri Kominfo juga menyampaikan paparan tentang anggaran tahun 2009, dimana Dearkominfo memperoleh alokasi anggaran sebesar Rp. 2.220.079.150.000,00. Sebagai informasi, sampai dengan tanggal 15 November 2009 realisasi a nggaran telah mencapai sebesar Rp. 1.568.487.529.981, 00 (70,65%). Sedangkan anggaran tahun 2010 Dep artemen K ominfo mendapat alokasi anggaran sebesar Rp. 2.811.975.106.000,- Anggaran tersebut untuk membiayai 5 program prioritas sebesar Rp. 1.972.810.806.000,- dan 6 program pendukung, sebesar Rp. 839.164.300.000,- . Program prioritas tersebut meliputi:

No. Program Pagu Tahun 2010 (Rp) 1 Peningkatan Kualitas Pelayanan Informasi Publik 72.080.500.0002 Penyelesaian Restrukturisasi Pos dan Telematika 34.444.500.0003 Pengembangan, Pemerataan dan Peningkatan Kualitas

Sarana dan Prasarana Pos dan Telematika1.581.094.306.000

4 Penguasaan serta Pengembangan Aplikasi dan Teknologi Informasi dan Komunikasi

178.989.200.000

5 Pengembangan Komunikasi, Informasi dan Media Massa 106.202.300.000  Jumlah 1.972.810.806.000

Menteri Kominfo juga menyampaikan paparan tentang rencana restrukturisasi organisasi Departemen Kominfo melalui penyampaikan informasi perbandingan antara struktur yang eksisting, dan struktur yang akan direncanakan untuk direalisasikan pada awal tahun 2011. Seusai penyampaian presentasi dan jawabannya, Menteri Kominfo juga berkesempatan untuk menyampaikan jawaban atas sejumlah pertanyaan yang diajukan pleh beberapa anggota Komisi I DPR-RI. Pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat beragam, mulai dari yang mempertanyakan sikap Departemen Kominfo terhadap kecenderungan beberapa lembaga penyiaran televisi dan media massa pada umumnya yang akhir-akhir ini sangat terbuka dalam memberitakan dinamika politik serta kualitas lembaga penyiaran televisi yang kurang menonjolkan aspek edukasi kepada masyarakat. Mengingat masalah penyadapan kini mengemuka, maka ada pula seorang anggota Dewan yang mempertanyakan kriteria dan aturan penyadapan dan ini dikaitkan dengan maraknya perdagangan alat penyadapan. Pertanyaan berikutnya ada yang terkait dengan legalitas Departemen Kominfo, yang menurut pihak penanya, cukup setingkat Kementerian Negara saja. Selanjutnya ada yang juga meminta agar Departemen Kominfo mengkaji ulang sejumlah regulasinya, ada yang meminta agar Balai Monitoring lebih mengontrol penggunaan frekuensi radio yang tidak berizin oleh beberapa ISP, ada yang menanyakan tentang nilai asset dan investasi telekomunikasi, ada yang mempertanyakan tunggakan BHP Frekuensi Radio, ada yang menanyakan latar belakang regulasi IPTV dan ada juga yang mempertanyakan penundaan kick off Palapa Ring.

Menteri Kominfo secara sistematis dan komprehensif merespon seluruh pertanyaan yang diajukan tersebut, dan beberapa di antaranya ditambahkan oleh Sekjen Departemen Kominfo dan Kepala Badan Informasi Publik. Menurut Menteri Kominfo, Departemen Kominfo dituntut untuk cukup bijaksana dalam mensikapi dinamika media massa, karena kini bukan zamannya lagi bagi

Page 15: Berita kominfo

Departemen Kominfo untuk memasang rambu-rambu larangan bagi media massa dalam pemberitaannya, namun yang jelas Departemen Kominfo tentu tetap ingin mengawal agar apapun informasinya haruslah cepat, tepat dan yang jelas Khusus untuk konten aturannya diatur oleh KPI. Sedangkan mengenai masalah penyadapan, Menteri Kominfo mengatakan, bahwa masalah tersebut sudah diatur dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Lawfull Interception yang tidak hanya melibatkan pemikiran para pakar lintas instansi, tetapi juga melakukan studi banding dengan mengundang pakar yang berkompeten dari luar negeri. Akan halnya Palapa Ring, sama sekali bukan pengunduran dan keterlambatan, karena diharapkan pada waktu dekat ini segera dilakukan kick off pembangunan fisiknya. Kemudian terkait dengan keberpihakannya pada industri manufaktur domestik, direspon secara lengkap, bahwa Departemen Kominfo sudah mengawalinya baik dari layanan 3G, kemudian kini melalui layanan BWA dan sebentar lagi dengan harapan digunakannya Open Source.

Pada sesi berikutnya ketika dibuka kesempatan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan lagi, beberapa anggota Komisi I DPR-RI memanfaatkan kesempatan itu untuk menyakan berbagai hal, dan Menteri Kominfo dengan cukup taktis menyampaikan responnya secara langsung seperti tersebut di bawah ini:

1. Departemen Kominfo menjamin, bahwa RPP yang terkait dengan UU KIP sudah harus diselesaikan paling lambat bulan April 2010.

2. Anggota Dewan Pengawas TVRI memang ada yang sudah mengundurkan diri, dan akan dicari segera penggantimnya.

3. Telefon pedesaan pembangunannya sudah, sedang dan masih berlangsung, khususnya untuk desa berdering oleh PT Telkomsel dan PT Icon Plus.

4. Pemerintah akan duduk bersama dengan para penyelenggara penyiaran untuk mempertimbangkan berbagai aspek sebelum diberlakukannya televisi berjaringan.

5. Integritas dan komitmen Departemen Kominfo dalam memfasilitasi sosialisasi prinsip-prinsip kenegaraan tidak perlu diragukan, karena pada dasarnya secara parsial ada semangat kebangsaan yang beberapa hal positifnya terwariskan dari era Departemen Penerangan masa lalu.

6. Di dalam 100 hari ini Departemen Kominfo akan merivisi sejumlah regulasi yang kontra konstruktif, sehingga bottle neck dapat diminimalisasi.

7. Departemen Kominfo komited untuk mendukung Single Identity Number.8. Departemen Kominfo komited untuk membantu KP4 yang dipimpin oleh Kuntoro

Mangkusubroto dalam pemanfaatan Command Centre di bekas gedung Bina Graha, yang setiap saat dapat digunakan oleh Presiden RI untuk up date informasi tentang adanya krisis.

9. Program 100 desa untuk desa pinter sengaja dipilih sebagai salah satu program 100 hari Departemen Kominfo dengan persyaratan ketersediaan di antaranya daya dukung sarana listrik.

10. Terhadap keluhan Komisi Informasi tentang masalah keterbatasan anggaran dan perkantoran, Departemen Kominfo akan mencatatnya untuk dipikirkan bersama, dengan prinsip win-win solution, agar kejadian di Badung tidak melebar.

11. Departemen Kominfo komited untuk terlaksananya pengaturan bersama menara telekomunikasi secara optimal karena ini menyangkut kepentingan bersama.

Page 16: Berita kominfo

12. Kasus BlackBerry RIM beberapa waktu lalu memberi keyakinan, bahwa kepada pihak asing manapun yang dianggap melanggar ketentuan, Departemen Kominfo tidak ragu-ragu untuk bertindak sangat tegas.

13. Departemen Kominfo berkeinginan anggaran yang digunakan untuk program pembangunannya dapat meningkat karena PNBP yang dihasilkan juga sudah sangat signifikan. Untuk ini Departemen Kominfo menghendaki Komisi I DPR-RI agar turut membantu meningkatkan anggaran melalui Departemen Keuangan, dimana tidak perlu semua PNBP nya digunakan Departemen Kominfo, tetapi cukup 50% nya saja, yang di antaranya untuk mendukung program sektor riil bidang ICT.

14. Departemen Komifo sedang mengkaji kemungkinan melakukan revisi Terhadap PP. No. 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Swasta terkait dengan kontroversi masalah diversity of ownership yang selama ini selalu dipertanyakan oleh Komisi I DPR-RI.

Rapat Dengar Pendapat ini diakhiri dengan pembacaan kesimpulan oleh Ketua Komisi I DPR-RI selaku pimpinan rapat, yang isi lenkapnya adalah sebagai berikut:

1. Dalam rangka meningkatkan kinerja dan peran Depkominfo ke depan agar lebih efektif dan efisien, Komisi I DPR-RI mendesak Menkominfo untuk melakukan reformasi birokrasi yang di dalamnya meliputi regulasi, revitalisasi dan rebudgeting serta mempersiapkan pemetaan berbagai permasalahan yang yang ada berikut road map dan grand design penyelesaiannya. Terkait dengan hal tersebut, Depkominfo perlu melakukan kajian dalam rangka perubahan berbagai regulasi yang terkait, serta menstimulasi iklim industri komunikasi dan informatika yang kondusif.

2. Pesatnya perkembangan tehnologi memungkinkan masyarakat untuk dapat mengakses informasi secara bebas dan terbuka, sementara di sisi lain pemanfaatan informasi tersebut memunculkan potensi yang dapat melemahkan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehubungan dengan hal tersebut, Komisi I DPR-RI mendesak Menkominfo untuk meningkatkan kinerja dan peranannya sebagai regulator dalam mengantisipasi potensi negatif tersebut, serta memberdayakan koordinasi dengan berbagai instansi yang ada seperti BIN selaku Lembaga Koordinasi Intelijen Negara (LKIN) dan Lemsaneg dalam rangka mencegah timbulnya berbagai dampak negatif dari pesatnya perkembangan tehnologi dan kondisi keterbukaan tersebut.

3. Terkait dengan perkembangan penerapan prinsip keterbukaan saat ini, Komisi I DPR-RI mendorong Menkominfo untuk melakukan telaahan dan kajian terhadap kondisi yang berkembang saat ini untuk terciptanya keterbukaan informasi di tengah semangat reformasi dan terjaganya kewibawaan simbol-simbil institusi kenegaraan sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

4. Dengan berkembangnya gejala globalisasi yang memunmgkinkan adanya peningkatan interaksi antara pelaku bisnis asing dengan pelaku bisnis dalam negeri, Komisi I DPR-RI mendesak Pemerintah khususnya Depkominfo untuk menganalisa bentuk-bentuk kerjasama antara perusahaan domestik dan asing dalam pembangunan telekomunikasi dan informasi yang bernilai strategis agar tetap berada dalam koridor kepentingan nasional, khususnya yang terkait dengan pertahanan dan keamanan negara. .

5. Dalam rangka melaksanakan amanat UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang berkaitan dengan pelaksanaan TV berjaringan pada akhir tahun 2009, Komisi I mendesak

Page 17: Berita kominfo

Pemerintah untuk mengkordinasikan bersama pihak pihak terkait dengan sebaik baiknya mengenai kesiapan dan persiapan terhadap pelaksanaan TV berjaringan tersebut, baik dari pembentukan aturan pelaksanaan, maupun sarana dan prasarananya serta mempersiapkan strategi terbaik terhadap penundaan pelaksanaan TV berjaringan tersebut, dengan mengacu pada prinsip demokrasi informasi, diversity of content dan diversity of ownership.

6. Sehubungan dengan akan berlakunya UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik pada bulan April 2010, Komisi I DPR-RI mendesak Menkominfo untuk memberikan dukungan bagi Komisi Informasi Pusat dalam menjalankan fungsi dan tugasnya sesuai dengan amanat UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Di samping itu, Komisi I DPR_RI juga mendorong Depkominfo untuk terus mensosialisasikan pemberlakuan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik..

7. Komisi I mendorong Depkominfo untuk meningkatkan pengeluaran anggaran dalam APBN Depkominfo guna mendukung sektor riil di bidang tehnologi informasi yang akan memperkuat kemandirian tehnologi informasi ke depan serta serta sebagai stimulus pembangunan ekonomi secara utuh.

Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) membukukan lonjakan penerimaan dari sektor Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada tahun 2010 ini.

Menurut laporan per 20 November 2010, PNBP Kominfo yang terealisasi mencapai Rp 11.131.183.678.031.

Jumlah ini melebihi target yang telah dipatok sebelumnya, yang 'cuma' ditargetkan di angka Rp 10.266.118.040.050.

"Jumlah itu belum sampai akhir tahun, namun kita memprediksi bisa mencapai Rp 12 triliun sampai akhir 2010 nanti," tukas Menkominfo Tifatul Sembiring.

PNBP Kominfo memang selalu naik tiap tahunnya. Pada tahun 2008, PNBP Kominfo mencapai Rp 7,7 miliar. Padahal targetnya 'hanya' Rp 6,5 miliar.

Page 18: Berita kominfo

Sementara untuk 2009, dari target yang dicanangkan di angka Rp 7,2 miliar, Kominfo berhasil mengantongi PNBP senilai Rp 9,9 miliar.

Menurut Plt Dirjen Postel Muhammad Budi Setiawan, kontribusi terbesar PNBP Kominfo berasal dari direktorat yang dipimpinnya, Postel.

"Yakni mencapai sekitar 80 persen kontribusinya," tukasnya, dalam acara refleksi akhir tahun Kominfo di Jakarta, Rabu (29/12/2010).

Adapun untuk target PNBP Kominfo di tahun 2011 diprediksi naik 15 persen dari pencapaian 2010.

80% Kontribusi PNBP Kemkominfo dari Postel

Page 19: Berita kominfo

Rabu, 29 Desember 2010 - 16:11 wib

Susetyo Dwi Prihadi - Okezone

Refleksi Akhir Tahun Kementerian Komunikasi dan Informatika (foto: okezone/tyo)

JAKARTA - Selama tahun 2010 ini Kementerian Komunikasi dan Informatika berhasil menyumbangkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) kepada negara hingga Rp11 trilliun lebih.

Laporan yang langsung dibacakan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Tifatul Sembiring melebihi target yang di patok, dengan pembukuan per 20 November 2010, PNBP Kominfo yang terealisasi mencapai Rp11.131.183.678.031.

"Sebetulnya kami cuma menargetkan Rp10.266.118.040.050. Kita memprediksi bisa mencapai Rp12 triliun sampai akhir 2010 nanti," tukasnya di Jakarta, Rabu (29/12/2010).

Sementara itu dari hasil PNBP tersebut, sektor Postel diketahui sebagai penyumbang yang cukup besar. Dikatakan Dirjen Postel Budi ridwan, jumlah kontribusi divisi yang dipimpinnya mencapai 80 persen.

Seperti tahun-tahun sebelumnya Postel memang selalu memberikan kontribusi yang cukup besar dalam PNBP Kemkominfo. Setelah itu PNBP yang berasal dari penyelenggaraan penyiaran.

Sumber utama  PNBP datang dari Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi. Selanjutnya dari pembuatan sertifikasi, biaya Jasa Telekomunikasi (Jastel), dan kontribusi Universal Service Obligation (USO). Jastel biasanya ditarik satu persen dari pendapatan operasional penyelenggara telekomunikasi. Sedangkan USO sebesar 1,25 persen dari pendapatan kotor operator.

"Untuk target PNBP Kominfo di tahun 2011 kami prediksi mungkin akan naik 15 persen dari pencapaian total 2010," tandasnya.(srn)

Page 20: Berita kominfo
Page 21: Berita kominfo

Hal tersebut terungkap dalam rapat kerja antara anggota Komisi V DPR-RI dengan Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) di Jakarta (1/9), membahas APBN di sektor telekomunikasi. Anggota Komisi V dari Partai Golkar, Enggartiasto Lukito, mengharapkan agar Depkominfo mampu untuk merealisasikan sumber-sumber pendapatan lain untuk meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). "Hal itu akan sangat berguna untuk mengisi gap yang begitu besar di APBN Perubahan 2005/2006," ujarnya. Pendapat senada dilontarkan juga oleh politisi Golkar lainnya, Jopsef A Nae Soi. Menurutnya, PNBP sektor telekomunikasi merupakan salah satu tumpuan dari APBN. PNBP itu perlu lebih dioptimalkan sehingga mampu memberikan sumbangan pada pos pendapatan negara yang semakin berat pada saat ini. Untuk menaikan PNBP tersebut, Putra Jaya Husin punya catatan. Menurut politisi dari PAN itu, sebaiknya kenaikan PNBP sebaiknya berasal dari pos-pos baru. "Jadi tidak bersumber dari kenaikan biaya-biaya yang sudah ada. Itu justru akan buruk dampaknya bagi investasi," pesan Putra Jaya. Salah satu pos pendapatan PNBP yang perlu dioptimalkan adalah dari realisasi pembayaran di muka (up front fee, red) Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi spektrum 3G. Kepada Menteri, politisi PKB Ahmad Anas Yahya mempertanyakan berapa dana yang bisa diperoleh dari dua tahap pelelangan BHP tersebut. Selain menaikkan PNBP, para anggota Komisi V juga berpesan agar Depkominfo melakukan efisiensi di beberapa sektor untuk menekan pengeluaran yang memberatkan APBN. Karena itu menteri diharapkan menyusun kebijakan yang kondusif dan mendukung efisiensi tersebut. Politisi PPP Ahmad Moqowam mencontohkan kebijakan e-government yang menurutnya perlu dikaji kembali. Di beberapa daerah manfaatnya belum begitu dirasakan. Kata dia, sebaiknya alokasi dana dialihkan pada kegiatan yang mendukung pemberantasan korupsi di daerah tersebut. Sedang dikajiMenanggapi hal tersebut, Menteri Komunikasi dan Informatika Sofyan Djalil mengatakan pihaknya menyambut baik permintaan tersebut. Meski demikian, pihaknya memerlukan waktu untuk mengkaji dahulu potensi-potensi PNBP dalam beberapa waktu mendatang.  "Kami akan mengaudit sumber-sumber PNBP sekarang, sehingga kalau ada potensi yang belum terkoleksi akan menjadi sumber-sumber baru di masa yang akan datang," ujar Sofyan saat ditemui usai rapat kerja. Rencananya dalam waktu satu atau dua bulan ke depan kemungkinan sudah ada laporannya. Sebelumnya dalam rapat tersebut Sofyan sudah memaparkan target dan alokasi anggaran yang bersumber dari PNBP Direktorat Jenderal Postel Tahun Anggaran 2006.  

Page 22: Berita kominfo

Total target PNBP dalam hitung-hitungan Kominfo sebesar Rp1,934 triliun lebih. Pamasukan tersebut didapat dari pos-pos BPH Frekuensi, BPH Telekomunikasi, Biaya Sertifikasi dan Pengujian Alat/Perangkat Telekomunikasi, serta penerimaan dana Universal Service Obligation (USO). Dari Total PNBP tersebut Sofyan meminta persetujuan DPR untuk menggunakan sendiri untuk pagu anggaran Ditjen Postel sebesar Rp1,235 triliun. Kemungkinan besar usulan tersebut akan diakomodir oleh Komisi V untuk selanjutnya dibicarakan dalam rapat panitia anggaran.