bab iii cinta menurut jalaludin rumi dan rabi’ah...

37
35 BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH AL-ADAWIYAH A. CINTA MENURUT JALALUDDIN RUMI 1. Biografi dan Karya-karyanya Nama Rumi yang sebenarnya adalah Jalal Al-Din Muhammad, namun belakangan ia lebih dikenal sebagai Jalal Al-Din Rumi atau Rumi saja. Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah atau bertepatan 30 Setember 1207. 1 Orang-orang Arghan dan Persia lebih suka memanggilnya dengan sebutan Jalaluddin “Balkhi”, karena keluarganya tinggal di Balkhi sebelum berhijrah ke arah barat. Bahauddin Walad, ayah Jalaluddin, tinggal dan bekerja sebagai hakim dan khitab dengan kecenderungan- kecenderungan yang mengarah kepada Tasawuf. Dia dapat memutuskan perkara, dan memiliki kekuatan melihat hal-hal yang belum terjadi dan yang ada dibalik sesuatu, walaupun tidak pernah menjadi seorang sufi dalam arti yang lazim. Dia mempunyai beberapa orang anak, tetapi hanya Jalaluddin yang tumbuh dewasa dan disebut-sebut oleh sumber-sember terkemudian. 2 Sekitar tahun 601 H / 1219 M, Baha Al-Din diam-diam meninggalkan kotanya, Balkh, dalam rangka melakukan perjalanan haji ke Mekkah. Karena menyadari kemungkinan tidak kembali lagi, ia mengajak keluarga dan sejumlah kecil sahabatnya. Kota pertama yang ia kunjungi selama perjalanan itu adalah Nishapur. Menurut riwayat, ia bertemu dengan Farid Al-Din ‘Attar, seorang penyair terkenal yang menghadiahinya salinan karyanya Asarnameh ( Kitab misteri-misteri ) ia 1 Mulyadhi Kartanegara, Jalal Al- Din Rumi : Guru Sufi dan Penyair Agung, Teraju, Jakarta, 2004, hlm. 1. 2 Annemarie Schimmel, Akulah Angin Engkaulah Api : Hidup dan Karya Jalaluddin Rumi, Mizan, Bandung, tt, hlm. 21.

Upload: hoangnguyet

Post on 31-Jan-2018

234 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

35

BAB III

CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH AL-ADAWIYAH

A. CINTA MENURUT JALALUDDIN RUMI

1. Biografi dan Karya-karyanya

Nama Rumi yang sebenarnya adalah Jalal Al-Din Muhammad,

namun belakangan ia lebih dikenal sebagai Jalal Al-Din Rumi atau Rumi

saja. Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah atau

bertepatan 30 Setember 1207.1

Orang-orang Arghan dan Persia lebih suka memanggilnya

dengan sebutan Jalaluddin “Balkhi”, karena keluarganya tinggal di Balkhi

sebelum berhijrah ke arah barat. Bahauddin Walad, ayah Jalaluddin,

tinggal dan bekerja sebagai hakim dan khitab dengan kecenderungan-

kecenderungan yang mengarah kepada Tasawuf. Dia dapat memutuskan

perkara, dan memiliki kekuatan melihat hal-hal yang belum terjadi dan

yang ada dibalik sesuatu, walaupun tidak pernah menjadi seorang sufi

dalam arti yang lazim. Dia mempunyai beberapa orang anak, tetapi hanya

Jalaluddin yang tumbuh dewasa dan disebut-sebut oleh sumber-sember

terkemudian.2

Sekitar tahun 601 H / 1219 M, Baha Al-Din diam-diam

meninggalkan kotanya, Balkh, dalam rangka melakukan perjalanan haji ke

Mekkah. Karena menyadari kemungkinan tidak kembali lagi, ia mengajak

keluarga dan sejumlah kecil sahabatnya. Kota pertama yang ia kunjungi

selama perjalanan itu adalah Nishapur. Menurut riwayat, ia bertemu

dengan Farid Al-Din ‘Attar, seorang penyair terkenal yang

menghadiahinya salinan karyanya Asarnameh ( Kitab misteri-misteri ) ia

1 Mulyadhi Kartanegara, Jalal Al- Din Rumi : Guru Sufi dan Penyair Agung, Teraju,

Jakarta, 2004, hlm. 1. 2 Annemarie Schimmel, Akulah Angin Engkaulah Api : Hidup dan Karya Jalaluddin

Rumi, Mizan, Bandung, tt, hlm. 21.

Page 2: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

36

memberi tahu Baha Al-Din bahwa putranya, Rumi akan menyalakan api

dunia pecinta Ilahi. Ia juga bertemu guru agung, Syaikh Shihab Al-Din

‘Umar Surahwardi, seorang sufi terkenal lainnya di sana.3 Dari Nishapur,

kemudian ia menuju ke Bagdad. Di sinilah ia menerima kabar

menyedihkan tentang pengepungan Balkh, dan penghancuran yang

dilakukan oleh bala tentara Jengis Khan, dari Mongol.

Pada tahun 617 H / 1220 M, Baha Al-Din meninggalkan Bagdad

menuju Makkah untuk melaksanakan ibadah haji, dilanjutkan dengan

perjalanan menuju Damaskus dan Malatiya (Melitene). Dari Malatiya ia

menuju ke Arzijan (Armenia) dan kemudian ke Zaranda, sekitar empat

puluh mil dari barat daya Konya, yang menjadi tempat tinggalnya bersama

keluarganya selama empat tahun.4 Zaranda / Laranda (Karaman) adalah

bagian dari kerajaan Seljuk, dimana Alauddin Kaykobad memerintah. Di

sinilah ibu Jalaluddin, Mu’min Khatun meninggal dunia, makamnya yang

sederhana sampai sekarang masih dikunjungi orang-orang yang

mengaguminya.5 Sang Raja yang sangat menghargai ilmu dan filsafat serta

mendukung berbagai macam kegiatan ilmiah menulis surat kepad

Bahaudin menawarkan tempat tinggal baru serta jabatan resmi di

Madrasah (Universitas) di Konya. Begitu Bahauddin menerimanya Sang

Raja menyambut dirinya dan kelurganya dengan hangat. Bahauddin

menetap di Konya dan tinggal di sana beberapa tahun. Karena Konya atau

Konium kuno juga disebut Rum, maka Jalaluddin memakai nama Rumi

sebagai nom de plume-nya.6

Di Laranda, Jalaluddin menikahi seorang gadis muda bernama

Jawhar Khatun, putri Lala Syaraf Al-Din dari Samarqand.7 Ketika

menikah Jalaluddin berusia delapan belas tahun namun ada juga yang

3 Mulyadhi Kartanegara, op.cit., hlm. 2. 4 Ibid., hlm. 3. 5 Annemarie Schimmel, op.cit., hlm. 23. 6 Nom de plume adalah samaran dalam menulis sebuah karya. Lihat: Mojdeh Bayat dan

Muhammad Ali Jamnia, Negeri Sufi : Kisah-kisah Terbaik, Terj. MS, Nasrullah, Lentera, Yogyakarta, 2000, hlm. 140.

7 Mulyadhi Kartanegara, op.cit., hlm. 3.

Page 3: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

37

menyebutkan bahwa Jalaluddin menikah pada usia dua puluh satu tahun.

Pada tahun 1226 M, putra pertamanya lahir diberi nama Sultan Walad,

yang merupakan nama kakeknya, Bahauddin Walad. Kemudian putra

kedua lahir pada tahun 1228 M, diberi nama Alauddin yang merupakan

saudara laki-laki Jalaluddin yang meninggal di Laranda.8

Menurut tradisi nenek moyangnya, Rumi tergolong masih muda

ketika mulai mempelajari ilmu-ilmu Eksoterik (lahir). Dia mempelajari

berbagi bidang keilmuan, meliputi tata Bahasa Arab, ilmu Perpajakan, Al-

Qur’an, fiqih, ushul fiqih, tafsif, sejarah, ilmu tentang doktrin-doktrin atau

asas-asas keagamaan, teologi ,logika, filsafat, matematika dan astronomi.

Pada saat ayahnya meninggal dunia (628 H / 1231 M) dia telah menguasai

semua bidang keilmuan tersebut. Namanya ketika itu sudah dapat dijumpai

dlam deretan nama-nama ahli hukum Islam. Karena keilmuannya tersebut,

tidak mengherankan jika pada usia 24 tahun, dia telah diminta untuk

menggantikan tugas-tugas ayahnya sebagai da’i sekaligus ahli hukum

Islam.9 Ibnu ‘Arabi mengatakan bahwa sang ayah laksana danau besar,

tetapi sang anak adalah samudra luas.10

Sekitar satu tahun setelah wafatnya ayah Rumi, Burhanuddin

Tirmizi, salah seorang murid Bahauddin datang ke Konya untuk

memberikan beberapa petunjuk baru kepada Rumi. Atas saran

Burhanuddin inilah Rumi meneruskan pendidikannya di Aleppo. Di sini

Rumi berdiam di Madrasah Halawiyah dan menerima bimbingan lebih

lanjut dari Kamal Al-Din bin Al-Azhim. Dari Aleppo, Rumi pindah ke

Damaskus dan tinggal di Madrasah Maqdisiyah. Di sini ia memperoleh

kesempatan berharga untuk berdiskusi dengan tokoh-tokoh agung seperti

Muhyi Al-Din Ibnu ‘Arabi, Sa’ad Al-Din Al-Hanawi, Ustman Al-Rumi,

8 Annemarie Schimmel, op.cit., hlm. 23. 9 Willam C. Chittict, Jalan Cinta Sang Sufi : Ajaran-ajaran Spiritual Jalaluddin Rumi,

Terj. M Sadat Ismail dan Achmad Nidjam, Qalam, Yogyakarta, 2001. hlm. 3. 10 Will Johnson, Rumi : Menatap Sang Kekasih, Terj. Dini Dwi Utari, PT. Serambi

Ilmu Semesta, Jakarta, 2005, hlm. 28.

Page 4: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

38

Awhad Al-Din Al-Kirmani dan Sadr Al-Din Al-Qunyawi.11 Kemudian

Rumi kembali ke Konya menggeluti pelajaran dan memberikan bimbingan

spiritual hingga gurunya, Burhanuddin wafat. Rumi terus mengajar di

Madrasah Khudavandgar yang menarik perhatian murid-murid dari

berbagai penjuru.

Pada akhir Oktober 1244, sesuatu yang tidak terduga terjadi,

pada perjalanan pulang dari Madrasah, Jalaluddin bertemu dengan seorang

yang tidak dikenalnya dan mengajukan pertanyaan kepadanya, sebuah

pertanyaan yang membuat guru besar ini pingsan. Menurut sumber yang

dapat dipercaya, orang yang tidak dikenal itu menanyakan kepadanya

bahwa antara Muhammad Rasulullah dan Bayazid Bisthami seorang sufi

dari Persia, siapa yang lebih agung.12

Peristiwa inilah yang mendorong Rumi meninggalkan ketenaran

dan mengubahnya dari seorang teolog terkemuka menjadi seorang penyair

mistik. Karena kuatnya pesona kepribadian Syamsuddin Tabriz, Rumi

lebih memilih untuk menghentikan aktifitasnya sebagai guru profesional

dan pendakwah. Hal ini dilakukan semata-mata demi memperkuat

persahabatannya dengan darwis. Bagi Rumi, Syam adalah matahari yang

luar biasa, matahari yang mengubah seluruh hidupnya, membuatnya

menyala dan membawanya ke dalam cinta yang sempurna.

Jalaluddin dan Syam tidak terpisahkan lagi mereka

menghabiskan hari-hari bersama. Menurut riwayat selama berbulan-bulan

mereka dapat hidup tanpa kebutuhan-kebutuhan dasar manusia, ketika

bersama-sama menuju cinta Tuhan.

Hubungan ini menyebabkan rasa ingin tahu dan kecemburuan

para murid Rumi yang telah terputus sepenuhnya dari bimbingan dan

diskusi dengan gurunya. Akibatnya, mereka menyerang Syams dengan

celaan dan ancaman kekerasan. Hal ini segera dirasakan oleh Syams

11 Mulyadhi Kartanegara, op.cit., hlm. 5. 12 Annemarie Schimmel, op.cit., hlm. 26.

Page 5: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

39

sehingga ia meninggalkan Rumi setelah tinggal di Konya selama enam

belas bulan menuju Damaskus.13

Betapa menderitanya Rumi atas kepergian sahabatnya, Syams.

Perpisahan ini menyakitkan Rumi dan melukai perasaanya. Namun pada

saat inilah dia mulai berubah, dia menjadi seorang penyair, mulai

mendengarkan musik, bernyanyi, berputar-putar selama berjam-jam. Dia

sendiri tidak tahu apa yang telah terjadi. Dia menulis beberapa surat dan

pesan kepada Syams yang termuat dalam syair-syairnya. Akhirnya setelah

ia mengetahui bahwa Syams ada di Damaskus, dia mengutus anaknya,

Sultan Walad untuk meminta Syams datang kembali ke Konya.

Dalam perjumpaanya di Konya, mereka saling berpelukan dan

saling berlutut di hadapan temannya, sehingga tidak ada yang tahu siapa

sang kekasih dan siapa yang terkasih. Keakraban hubungan mereka

tumbuh sekali lagi dan begitu meluap-luap sehingga beberapa murid

Rumi, dengan bantuan putra Rumi, Alauddin memutuskan untuk

mengirimkan Syams ke tempat yang tidak ada jalan kembali. Suatu malam

mereka memangilnya keluar dari rumah Jalaluddin. Setelah menusuknya

mereka membuangnya di sumur dekat tempat itu. Ketika ayahnya tidur,

mereka cepat-cepat menguburkan badan Syams yang diambilnya dari

dalam sumur, menutupi kuburan itu dengan semen yang dipersiapkan

dengan tergesa-gesa. Sultan Walad mencoba menenangkan kecemasan

ayahnya, dengan mengatakan bahwa setiap orang mencari Syams.14

Karena dibakar rasa rindu yang tak tertahankan lagi, Rumi

akhirnya memutuskan untuk pergi sendiri ke Damaskus, dengan harapan

untuk menemukannya, ia kembali lagi ke Konya dan mengangkat Syaikh

Shalah Al-Din Faridun Zarkub, seorang darwis dan tukang emas untuk

menjadi Khalifah yang menggantikan Syams. Ketika Shalah Al-Din wafat,

Rumi kemudian menunjuk Chelebi (Sayyid) Husam Al-Din untuk

13 Mulyadhi Kartanegara, op.cit., hlm. 6. 14 Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, Terj. Sapardi Djoko Damono

dkk,Pustaka Firdaus, Jakarta, 2000, hlm. 398.

Page 6: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

40

menggantikanya. Dengan khalifah baru inilah Rumi menemukan sumber

inspirasi dalam penulisan Matsnawi.

Segera setelah ia kembali ke Damaskus, Rumi mendirikan

tarikatnya sendiri yang disebut Maulawi, nama yang diambil dari gelar

kehormatannya ”Maulana” (Guru Kami), yang diberikan oleh para murid

kepada sang guru tercinta, Rumi. Sementara itu ia masih meneruskan

penulisan Matsnawi atas permintaan Husam Al-Din selama lebih dari 15

tahun. Tidak lama setelah pekerjaan itu selesai kesehatan Rumi memburuk

dan jatuh sakit. Selama hari-hari terakhir hidupnya, Syaikh Sadr Al-Din

Al-Qunyawi dan sejumlah darwis lainnya mengunjungi Rumi. Dalam

salah satu percakapan dengan Rumi, Syaikh Sadr Al-Din mengatakan

bahwa semoga Allah segera menyembuhkanmu, kemudian Rumi

menjawab, ketika antara yang mencinta dan yang dincinta tinggal sehelai

pakaian tipis, tidakkah engkau menginginkan cahaya bersatu dengan

Cahaya.15

Minggu, 16 Desembar 1273 H, Rumi akhirnya berpulang ke

rahmatullah bersamaan dengan terbenamnya mentari di Konya. Diiringi

oleh rasa hormat, akhirnya mahaguru yang cemerlang ini terbaring

diperistrihatannya yang terakhir.16

Setelah wafat, Rumi meninggalkan karya-karya yang indah yang

dipersembahkan bukan hanya bagi kaum Muslim saja melainkan seluruh

umat manusia. Karya-karya yang utama adalah sebagai berikut :

a. Maqalat-i Syams-i Tabriz (Percakapan Syams Tabriz)

Karya ini dianggap sebagai buah persahabatan intim Rumi

dan sahabatnya, Syams Al-Din Tabriz. Karya ini berisikan beberapa

dialog mistik antara Syams sebagai guru dan Rumi sebagai murid.

Sekalipun karya tersebut menjelaskan perihal kehidupan, namun

15 Mulyadhi Kartanegara, op.cit, hlm. 9. 16 Ibid.

Page 7: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

41

menurut Nicholson lebih jauh lagi ia menerangkan beberapa ide dan

doktrin sang penyair.17

b. Divan – Syamsi-i – Tabriz

Diwan adalah semacam sajak-sajak pujian seperti kasidah

dalam sastra Arab. Dalam sastra sufi dan keagamaan yang dipuji ialah

sifat, kepribadian, akhlak, dan ilmu pengetahuan yang dimiliki seorang

tokoh. Dalam bunga rampainya ini, Rumi mulai mengungkapkan

pengalaman dan gagasannya tentang cinta transendental yang

diraihnya pada jalan tasawuf. Kitab ini terdiri atas 36.000 bait puisi

yang indah, sebagian besar ditulis dalam bentuk ghazal.18

c. Matsnawi-i Ma’nawi

Artinya adalah karangan bersajak tentang makna-makna atau

rahasia terdalam ajaran agama. Ini merupakan karya Rumi yang

terbesar, tebalnya sekitar 2000 halaman yang dibagi menjadi 6 jilid.

Kitab ini juga disebut Husami-nama (Kitab Husam). Kitab ini selesai

dikerjakan selama 12 tahun sejak dituturkan Rumi kepada

Husamaddin.19

Menurut Anand Krishna, Matsnawi bukanlah sekedar text

book, tetapi work book (buku kerja, kerja nyata) bila kita

memperlakukan sebagai buku text saja, maka kita tidak akan

memperoleh apa-apa dari Matsnawi, kecuali hanya mendapatkan

beberapa kisah baru saja tapi jika diperlakukan sebagai work book,

Matsnawi bisa menjadi teman hidup kita dan harus dipraktekkan dalam

hidup sehari-hari.20

17 Ibid., hlm. 10-11. 18 Jalaluddin Rumi, Matsnawi ( Senandung Cinta Abadi), Yogyakarta, Bentang, 2006,

hlm. xvii. 19 Ibid., hlm. xvii – xviii. 20 Anand Krishna, Masnawi : Bersama Jalaluddin Rumi Mabuk Kasih Allah, PT.

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hlm. 21-22.

Page 8: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

42

d. Fihi Ma Fihi (Di Dalamnya adalah Apa yang Ada di dalamnya)

Karya prosa ini mencakup ucapan-ucapan Rumi yang ditulis

oleh putranya yang paling tua, Sultan Walad Eva de Vitray-

Meyerovitch yang menterjemahkannya ke dalam bahasa Prancis,

menggambarkannya sebagai “ karya yang benar-benar menarik, bukan

saja untuk memahami pikiran Sang Guru dan Sufisme pada umumnya,

tapi juga karena kedalaman dan keunggulan analisis isinya, yang

menjadikan inisiasi tentang dirinya sendiri. Seperti Matsnawi, Fihi Ma

Fihi sangat bersifat didaktif (pengajaran), dan sebagai mana

ditunjukkan Prof. De Vitray,” di dalamnya, maksud didaktika ini

dipaparkan lebih jelas lagi.”21

Rumi, dalam karyanya Fihi Ma Fihi yang digunakan sebagai

buku-buku rujukan para sufi ini menjelaskan lebih jauh tentang tiga

jenjang yang dilewati manusia. Pada jenjang pertama manusia

menyembah apa saja; manusia, perempuan, uang, anak-anak,

bumi/tanah dan batu. Kemudian ketika sedikit lebih maju, manusia

menyembah Tuhan. Pada akhirnya, ia tidak berkata : “Aku

menyembah Tuhan”, maupun “Aku tidak menyembah Tuhan.” Karena

pada tahap ini ia telah melewati tahap yang ketiga.22

e. Ruba’iyyat

Bunga rampai ni terdiri atas 3.318 bait puisi. Melalui kitab

ini, Rumi memperlihatkan dirinya sebagai salah seorang penyair lirik

yang agung, bukan saja dalam sejarah sastra persia, melainkan juga

dalam sejarah sastra dunia.23

f. Maktubat (Surat Menyurat)

Berisikan 145 surat yang rata-rata sepanjang 2 halaman.

Menurut William C. Chittick kebanyakan surat-surat ini ditujukan

21 Mulyadhi Kartanegara, op.cit., hlm. 12-13. 22 Idries Shah, Mahkota Sufi : Menembus Dunia Ekstra Dimensi, Risalah Gusti,

Surabaya, 2000, hlm. 158. 23 Jalaluddin Rumi, op.cit., hlm. xix.

Page 9: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

43

kepada pangeran-pangeran dan para bangsawan Konya. Namun

demikian, surat-surat itu tidak semata-mata berkaitan dengan ajaran

spritual Rumi, namun termasuk juga surat-surat rekomendasi atau

surat-surat yang ditulis atas nama murid atau sahabatnya karena

permintaan untuk berbagi tujuan.24

g. Majlis Sab’ah (Tujuh Pembahasan)

Karya ini juga merupakan karya prosa, berisikan sejumlah

pidato dan kuliah Rumi yang diberikan bukan saja untuk kaum sufi,

tetapi juga khalayak umum. Pidatonya kebanyakan dalam bentuk

nasehat dan konseling, dan agaknya disampaikan sebelum

pertemuannya dengan Syams Al-Din Tabriz.25

Semua karya-karya sastra Rumi ini merupakan ciri khas

karunia atau barokah yang keluar dari kehidupan Rumi yang

mendasari pembentukan Tharikat Mawlawi, yang secara luas dianut

oleh para sufi yang masih hidup.

2. Konsep Cinta Menurut Jalaluddin Rumi

a. Manifestasi

Bagaimana menerangkan cinta? Akal yang berusaha

menjelaskannya adalah seperti keledai di dalam paya. Dan pena yang

berusaha menggambarkannya, akan hancur berkeping-keping.

Begitulah kata Maulana dalam bagian pendahuluan Matsnawi.

“Bagaimana keadaan sang pencinta?” Tanya seorang lelaki Kujawab, “Jangan bertanya seperti itu, sobat; Bila engkau seperti aku, tentu engkau akan tahu; Ketika Dia memanggilmu, engkaupun akan memanggil-Nya” ( D 2733 )26

24 Ibid., hlm. 13-14. 25 Mulyadhi Kartanegara, loc.cit. 26 Annemarie Schimmel, Akulah Angin Engkaulah Api: Hidup dan Karya Jalaluddin

Rumi, hlm. 203.

Page 10: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

44

Cinta itu pra-abadi, cinta itu magnit, sejurus lamanya cinta

benar-benar menyirnakan jiwa, kemudian ia pun menjadi perangkap

yang menjerat burung-jiwa, yang kepada burung-jiwa inilah cinta

menawarkan minuman anggur realitas, dan semua ini “hanyalah

permulaan cinta, tidak ada manusia yang dapat mencapai ujungnya.

Maulana suka berbincang-bincang dengan cinta untuk mencari tahu

bagaimana rupa cinta itu :

Suatu malam kutanya cinta : “Katakan, siapa sesungguhnya dirimu? Katanya : “Aku ini kehidupan abadi, aku memperbanyak kehidupan indah itu” Kataku : “ Duhai yang di luar tempat, di manakah rumahmu?” Katanya : “ Aku ini bersama api hati, dan di luar mata yang basah, Aku ini tukang cat; karena akulah setiap pipi berubah jadi berwarna kuning. Akulah utusan yang ringan kaki, sedangkan pencinta adalah kuda kurusku. Akulah merah padamnya bunga tulip. harganya barang itu, Akulah manisnya meratap, penyibak segala yang tertabiri.....” ( D 1402 )27

Rumi menyebutkan bahwa yang pertama diciptakan Tuhan

adalah cinta. Dari sinilah Rumi menganggap cinta sebagai kekuatan

kreatif paling dasar yang menyusup ke dalam setiap mahluk dan

menghidupkan mereka. Cinta pulalah yang bertanggungjawab

menjalankan evolusi alam dari materi anorganik yang berstatus rendah

menuju level yang paling tinggi pada diri manusia.

Menurut Rumi cinta adalah penyebab gerakan dalam dunia

materi, bumi dan langit berputar demi cinta. Ia berkembang dalam

tumbuhan dan gerakan dalam makhluk hidup. Cintalah yang

menyatukan partikel-partikel benda. Cinta membuat tanaman tumbuh,

27 Ibid., hlm. 204.

Page 11: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

45

juga meggerakkan dan mengembang-biakkan binatang, seperti dalam

karyanya :

Cinta adalah samudra (tak bertepi) tetapi langit menjadi sekedar, Serpihan-serpihan busa; (mereka kacau balau) bagaikan perasaan Zulaikha yang menghasrati Yusuf. Ketahuilah bahwa langit yang berputar, bergerak oleh deburan gelombang cinta; seandainya bukan karena cinta, dunia akan (mati) membeku Bagaimana benda mati lenyap (karena perubahan) menjadi tumbuhan? Bagaimana tumbuhan mengorbankan dirinya demi menjadi jiwa (yang hidup)? Bagaimana jiwa magorbankan dirinya demi Nafas yang merasuk ke dalam diri Maryam yang sedang hamil? Masing-masing (dari mereka) akan menjadi diam dan mengeras bagaikan es bagaimana mungkin mereka terbang dan mencari seperti belalang? Setiap manik-manik adalah cinta dengan Kesempurnaannya dan segera menjulang seperti pohon.28

Cinta menurut Rumi, bukan hanya milik manusia dan

makhluk hidup lainnya tapi juga semesta. Cinta yang mendasari semua

eksistensi ini disebut “cinta universal”, Cinta ini muncul pertama kali

ketika Tuhan mengungkapkan keindaha-Nya kepada semesta yang

masih dalam alam potensial.

Keindahan cinta tidak dapat diungkapkan dengan cara

apapun, meskipun kita memujinya dengan seratus lidah. Begitulah kata

Maulana Rumi, seorang pecinta dapat berkelana dalam cinta, dan

semakin jauh pecinta melangkah, semakin besar pula kebahagiaan

yang akan diperolehnya. Karena cinta itu tak terbatas Ilahiah dan lebih

besar dibanding seribu kebangkitan. Kebangkitan itu merupakan

sesuatu yang terbatas, sedangkan cinta tak terbatas.29

Kadang Rumi menggambarkan cinta sebagai “astrolabe

rahasia-rahasia Tuhan” yang menjadi petunjuk bagi manusia untuk

mencari Kekasihnya. Karena itu, cinta membimbing manusia kepada-

28 Mulyadhi Kartanegara, op.cit., hlm. 57. 29 Annemarie Shcimmel, op.cit., hlm. 206.

Page 12: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

46

Nya dan menjaganya dari gangguan orang lain. “Cinta” kata Rumi

adalah astrolabe misteri-misteri Tuhan. Kapanpun cinta, entah dari sisi

(duniawi) atau dari sisi (langit)-Nya, namun pada akhirnya ia

membawa kita ke sana.30

Dalam bayangan Rumi, kadangkala cinta digambarkan

sebagai api yang melalap segala sesuatu selain sang kekasih. Karena

itu, cinta Ilahi dapat menjauhkan manusia dari syirik (penyekutuan

Tuhan) dan mengangkatnya ke tingkatan yang tertinggi dari tawhid.

Menurut Rumi, cinta adalah sayap yang sanggup

menerbangkan manusia yang membawa beban berat ke angkasa raya,

dan dari kedalaman mengangkatnya ke ketinggian, dari bumi ke

bintang Tsuryya. Bila cinta ini berjalan di atas gunung yang tegar,

maka gunung pun bergoyang-goyang dengan riang.31

Cinta adalah penyakit, tapi ia dapat membebaskan

penderitanya dari segala macam penyakit lain. Apabila penyakit cinta

menimpa seseorang, maka dia tidak akan ditimpa penyakit lain,

ruhaninya menjadi sehat, bahkan nyawanya adalah kesehatan, yang

semua orang ingin membelinya. Demikian ia melukiskan dalam

sebuah syairnya:

Perih cinta inilah yang membuka tabir hasrat pecinta; Tiada penyakit yang menyamai duka cinta hati ini; Cinta adalah sebuah penyakit karena berpisah, isyarat Dan astrolabium rahasia-rahasia Ilahi. Apakah dari jamur laut atau jamur bumi, Cintalah yang menimbang kita ke sana pada akhirnya; Akal kan sia-sia bahkan mengelepar tuk menerangkan cinta, Bagai keledai dalam lumpur; Cinta adalah sang penerang cinta itu sendiri. Bukankan matahari yang menyatakan dirinya matahari, Perhatikanlah ia! Seluruh bukit yang kau cari ada di sana.32

30 Mulyadhi Kartanegara, op.cit., hlm. 79. 31 Syamsun Ni’am, Cinta Ilahi Perpestif Rabi’ah Al-Adawiyah dan Jalaluddin Rumi,

Risalah Gusti, Surabaya, 2001, hlm. 91. 32 Ibid, hlm. 91-92.

Page 13: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

47

Jalaluddin Rumi mengatakan bahwa cinta adalah penyembuh

bagi kebanggaan dan kesombongan, dan pengobat bagi seluruh

kekurangan diri. Hanya mereka yang berjubah cinta sajalah yang

sepenuhnya tidak mementingkan diri.33 Sesungguhnya, “cinta”

menjadi satu-satunya kendaraan transformasi. Dalam sajaknya ia

berkata :

Melalui cinta duri menjadi mawar, dan Melalui cinta cuka menjadi anggur manis Melalui cinta tonggak menjadi duri Melalui cinta kemalangan nampak seperti keberuntungan Melalui cinta penjara nampak seperti jalan yang rindang Melalui cinta tempat perapian yang penuh abu nampak seperti taman Melalui cinta api yang menyala adalah cahaya yang menyenagkan Melalui cinta setan menjadi Houri Melalui cinta batu keras menjadi selembut mentega Melalui cinta duka adalah kesenangan Melalui cinta hantu pemakan mayat berubah menjadi malaikat Melalui cinta sengatan adalah seperti madu Melalui cinta singa adalah sejinak tikus Melalui cinta penyakit adalah kesehatan Melalui cinta sumpah serapah adalah seperti balas kasih 34

Cinta seperti samudera yang tak bertepi, meskipun

gelombangnya adalah darah atau api. Pecinta, ketika berenang-renang

di sana, seperti ikan yang bersuka ria, berapapun banyaknya ikan itu

meminum airnya, maka samudera itu pun tak akan pernah berkurang

airnya, karena samudra itu awal dan sekaligus akhir segalanya.

Cinta dapat pula seperti sungai yang airnya sangat deras yang

dapat mencuci bersih segalanya. Jika cinta dapat membersihkan

dengan api, maka cinta pun dapat membersihkan dengan air.

Sesungguhnya cinta merindukan mereka yang kotor, supaya cinta

dapat membersihkan noda-noda mereka.

33 Reynold A. Nicholson, Mistik Dalam Islam, Bumi Angkasa, Jakarta, 2000, hlm. 83. 34 A. Reza Arasteh, Sufisme dan Penyempurnaan Diri, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

2002, hlm. 121-122.

Page 14: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

48

Cinta juga dapat dipandang sebagai pohon, sedangkan para

pecinta sebagai bayang-bayangnya yang bergerak ketika dahan dan

ranting pohon tersebut bergerak-gerak. Dahan dan rantingnya ada

dalam pra keabadiaan, sedang akarnya dalam keabadian. Pohon

tersebut tidak memiliki awal atau akhir di dunia waktu dan ruang. Di

sini Rumi membuat persamaan yang sekilas bahwa cinta itu seperti

tumbuhan menjalar yang sepenuhnya mengitari pohon (manusia

natural) yang menutupi pohon itu sampai kerantingnya yang terakhir,

sehingga pada akhirnya yang ada hanyalah cinta.35

Cinta bisa tampil sebagai kekuatan feminim, sebab ia adalah

ibu yang melahirkan umat manusia. Cinta adalah Maryam praabadi,

yang mengandung berkat ruh suci, seorang ibu yang merawat anaknya

dengan lembut.

Cinta adalah anggur dan sekaligus pelayan minuman, dan

minumannya racun sekaligus obat penawar. Ia adalah anggur keras dan

membawa manusia ke keabadian. Akibat anggur seperti itu,” setiap

orang merasa kepanasan sehingga pakaiannya tampak terlalu ketat dan

kemudian dia melepaskan penutup kepalanya dan membuka ikat

pinggangnya”. Pecinta terisi anggur cinta, bahkan pecinta menjadi

botol atau piala cinta itu sendiri.36 Demikianlah Maulana dalam

memperingkatkan pembacanya agar ingat bahwa orang yang tidak

mabuk itu tercela dihadapan jemaah cinta.

Pada saat sampai pada puncak kemabukan cinta, maka

terjadilah perkawinan jiwa yang menggambarkan persatuan mistik.

Dalam persatuan inilah perbedaan antara pecinta dan kekasihnya sirna

oleh perubahan ke dalam hakikat cinta universal. Dengan indahnya,

Rumi menggambarkan perkawinan jiwa itu dalam sebuah syairnya :

Bahagia pada saat itu, ketika kita duduk

35 Annemarie Shcmmel, op.cit., hlm. 212. 36 Ibid, hlm. 221.

Page 15: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

49

Bersanding dipelataran istana, Kau dan aku Dalam dua bentuk, dalam dua tubuh, tapi satu jiwa, Kau dan aku........ Kau dan aku, yang tak lagi saling menyendiri, Kau hanyut dalam ekstase tiada bandingnya lagi ...... Di satu tempat di mana kita bergerak mesra, Kau dan aku Sungguh menakjukkan, bahwa Kau dan aku duduk di sini, Pada sudut taman yang sama, Berada pada saat yang sama berada di Irag dan Khurasan jua, Kau dan aku.37

b. Tingkatan cinta

Abu Nashr Al-Siraj, membagi cinta (mahabbah) kepada tiga

tingkatan atau tahapan. Pertama adalah al-Mahabbah al-Amah, yaitu

cinta kaum awam, yang berasal dari perbuatan baik dan kasih sayang

Tuhan kepada mereka. Kedua adalah mahabbah ash-Shadiqin, yaitu

cinta yang bermula dari renungan hati tenang kemandirian, cinta yang

dapat menghilangkan tabir antara manusia dan Tuhan dengan cara

menghilangkan kehendak dan sifat-sifatnya sendiri lalu hatinya

dipenuhi perasaan cinta kepada Tuhan dan selalu rindu kepadaNya.

Ketiga adalah Mahabbah Ash-Ahiggin wa Al-Arifin yaitu cinta yang

ditimbulkan oleh pengetahuan tentang keazalian dan kemutlakan cinta

Allah kepada mereka.38

Jalaluddin Rumi, sejak kecil sudah mendapatkan pendidikan

agama yang baik dari ayahnya, Bahaudin Walad, dan kemudian dari

murid-murid ayahnya. Bahaudin Walad adalah seorang guru sufi dan

ahli hukum yang termasyur pada waktu itu. Dengan usianya yang

masih muda, ia sudah menunjukkan ketertarikan yang besar pada

kehidupan religius dan kesalehan. Dari sinilah ia mengalami tingkatan

cinta yang pertama.

37 Syamsun Ni’am, op.cit., hlm. 94. 38 Muhsin Labib, Jatuh Cinta : Puncak Pengalaman Mistik, PT. Lentera Basritama,

Jakarta, 2004, hlm. 162.

Page 16: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

50

Setelah ayahnya meninggal, Rumi mengambil alih peran

ayahnya sebagai seorang guru sufi dan penasehat hukum dan

mengikuti praktik-praktik sufi di jalan spritual. Di bawah bimbingan

Burhanuddin, murid dari ayahnya, Rumi dalam usia 25 tahun sangat

antusias terhadap berbagai disiplin dan doktrin sufi. Kemudian Rumi

mengajar di Madrasahnya dan mendakwahkan Islam kepada

masyarakat seperti ayahnya. Rumi juga dikenal sebagai seorang ahli

fiqih yang brilian dan sekaligus filosof. Pada puncak karier

intelektualnya Rumi berhasil menarik sejumlah sepuluh ribu pengikut

dari segenap penjuru dan memperoleh kesohoran yang tak tertandingi

dalam ilmu-ilmu Islam.

Namun kosohoran dan keluasan pengetahuan yang

dimilikinya, tidak memuaskan kebutuhan jiwanya yang rindu

kebebasan dan ketentraman. Ia mulai menyadari bahwa pengetahuan

saja tidak mengubah manusia dan mengembangkan kepribadian

menusia dengan baik karena perilaku menusia berubah seiring dengan

perubahan wataknya. Ia juga mulai yakin bahwa hukum dan akal

hanyalah alat yang bisa mendatangkan maslahat atau mudarat saja. Ia

tidak lagi tertarik pada teologi karena menurutnya teologi hanya akan

menyibukkan diri pada formalisme sehingga mereka mengabaikan

makna dan mengupayakan teologi semata-mata demi memuaskan

kaum awam dan menguasai mereka.39 Bisa dikatakan bahwa pada

masa ini Rumi telah mengalami tingkat cinta yang kedua.

Pada tahun 1244, Rumi bertemu dengan seorang darwis

pengelana misterius, Syamsi Tabriz, dan dunia spritualnya pun

mengalami revolusi besar.40 Menurut pendapatnya, Syams adalah

orang yang memberinya bimbingan intelektual yang melegakan dan

membimbingnya ke jalan yang benar. Meskipun Rumi telah

mempelajari sufisme, namun hanya setelah pertemuannya dengan

39 Mulyadhi Kartanegara, op.cit, hlm. 29. 40 Juliet Mabey, Wasiat Spiritual Rumi, Penerbit Jendela, Yogyakarta, 2002, hlm. xiii.

Page 17: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

51

Syams inilah ia benar-benar melangkahkan kakinya dengan pasti pad

bidang ini. Syams menjadi ilham bagi Rumi, yang membimbingnya

menuju puncak pengalaman mistik. Pertemuan dengan Syams inilah

yang menuntunya menuju tingkat cinta yang ketiga, dalam Matsnawi

Rumi menyatakan :

“ Syams dari Tabriz menunjukkanku jalan kebenaran, dan imanku tidak lain adalah anugrahNya”.41

Di bawah pengaruh Syams, Rumi mulai menyadari “objek

sejati” dari pencarian diri sejatinya. Dalam syair berikut, Rumi

mengisyaratkan intensitas pencariannya, yang terakhir dengan hasil

yang mengejutkan. Bahwa apa yang ia cari selama ini justru terdapat

dalam hatinya sendiri:

Salib dan kristen dari sudut ke sudut telah kuli atasi. Aku tidak menganut salib. Rumah berhala kukunjungi, kuil kuno; tak ada rasa yang bisa kutangkap; Aku mengunjungi pegunungan Herat dan Kandahar; Aku lihat, Dia tidak di kedalaman (jurang) atau ketinggian (gunung) di sana. Dengan niat, aku daki puncak Gunung Qaf; di tempat itu tiada apa-apa kecuali ‘Anga’ Aku arahkan pencarianku menuju Ka’bah; dia bukan berada di tempat orang tua dan muda yang mendapat ilham itu. Aku tanya Ibnu Sina tentangnya, dia di luar pengetahuan Ibnu Sina. Aku mengunjungi ruang “persidangan”; dia tidak ada di pengadilan Agung itu. Aku tilik ke dalam hatiku, di sanalah aku menemukannya; Dia tidak berada di mana-mana (di tempat lain).42

Syair ini pada dasarnya menjelaskan proses pencarian mistik

Rumi, dari ruang lingkup eksternal agama ke dalam inti batinnya, dan

transformasi jiwanya kepada tingkat kesadaran yang lebih tinggi.

Melalui transformasi inilah, Rumi menyadari kekurangan hal-hal yang

selama ini ia anggap hakiki.

41 Mulyadhi Kartanegara, op.cit, hlm. 33. 42 Ibid.

Page 18: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

52

c. Dampak Cinta

Cinta sangat berpengaruh bagi siapa saja yang mencintai.

Cinta sangat luar biasa dan mengubah segalanya. Dalam hal ini Rumi

menyatakan melalui syairnya :

Sungguh, cinta dapat mengubah yang pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara berubah menjadi telaga, derita menjadi nikmat, dan kemarahan menjadi nikmat. Cintalah yang mampu melunakkan besi, menghancur leburkan batu karang, membangkitkan yang mati dan meniupkan kehidupan padanya, serta membuat budak menjadi pemimpin.43

Dengan pengaruhnya yang luar biasa pada jiwa manusia, cinta juga dapat mempercepat perjalanan manusia menuju Tuhan. Cinta punya lima ratus sayap, dan setiap sayap (mengembang) Dari atas langit ke bawah bumi. Orang yang zuhud (zahid) berlari; kekasih (Tuhan) terbang Lebih cepat dari kilat dan angin. “Bebaskanlah dirimu dari dunia dan cara jalan kaki, karena (hanya) elang sang raja yang menemukan jalannya kepada sang Maharaja.”44

“Cinta”, ujar Jalaluddin, adalah penyembah bagi kebanggaan

dan kesombongan, dan pengobat bagi seluruh kekurangan diri. Hanya

mereka yang berjubah cinta sajalah yang sepenuhnya tidak

mementingkan diri.45 Maka apabila sang pecinta ingin mendapatkan

cinta dari kekasihnya, ia harus bisa menghilangkan kebanggaan dan

kesombongan dirinya. Dan ketika kebanggaan dan kesombongan itu

telah hilang, kemudian timbullah kesadaran diri. Pada saat seperti ini

sang pecinta akan memiliki jiwa yang luhur dan menggantikan jiwa

yang kerdil, karena jiwa yang kerdil hanyalah dimiliki oleh orang yang

egois dan cinta diri. Maka cinta terhadap kekasih akan melenyapkan

egoisme dan cinta diri sehingga luhurlah jiwanya.

Cinta menumbuhkan kebebasan dan jiwa untuk menjadi

cinta. Cinta Rumi kepada kawannya, Syamsuddin Tabriz, membuatnya

43 Syamsun Ni’am, op. cit., hlm. 91. 44 Mulyadhi Kartanegara, op.cit., hlm. 80. 45 Reynold A. Nicholson, op.cit., hlm. 83.

Page 19: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

53

bebas untuk menemukan ungkapan jiwanya sendiri yang menemukan

saluran melalui puisinya. Cinta, jiwa, dan kebebasan menyatu.

Namun, pada saat itu terjadi, kehidupan Rumi berputar balik.

Setelah menyatakan kebebasannya untuk mencintai dari jiwanya, Rumi

tidak lagi berperilaku layaknya syaikh yang baik dan tidak lagi peduli

dengan harapan-harapan yang lazim. Ia menjadi benar-benar bebas,

hanya mempedulikan jiwanya sendiri dan cintanya yang bebas kepad

Tuhan. Rumi berkata :

Lagi-lagi, aku berada dalam diriku sendiri Aku berjalan pergi, tetapi ke sinilah aku berlayar kembali, Kaki di udara, jungkir balik, Seperti seorang wali ketika dia membuka matanya Ditengah doa : sekarang, ruangan, Taplak meja, wajah-wajah yang akrab.46

Cinta Rumi kepad Ilahi menghendaki “keadaan mabuk” di

mana keadaan ini mengisyaratkan tentang keintiman cinta Rumi

kepada Tuhan. Dalam konteks ini, Rumi menerangkan simbol-simbol

tertentu yang berkenaan dengan kemabukan, seperti anggur dan

cawang. “Tuhan adalah cawang dan anggur: Dia tahu cinta seperti apa

pun situasiku”.47

Dalam syair berikut, Rumi mengekspresikan ekstase yang

hebat ketika anggur cinta Ilahi menyentuh jiwanya :

Rembulan yang tak pernah disaksikan langit bahkan dalam mimpi, telah kembali. Dan datanglah api yang tak bisa dipindahkan air apa pun. Lihatlah rumah tubuh, dan pandanglah jiwaku, Ini membuat mabuk dan kerinduan itu dengan cawang cintanya. Ketika pemilik kedai itu menjadi kekasih hatinya, Darahku berubah menjadi anggur dan hatiku menjadi “kabab”. Ketika pandangan dipenuhi ingatan kepadanya, datang suara: Baguslah wahai cawang, hebatlah, wahai anggur!48

46 Denise Breton dan Christopher Largent, Cinta, Jiwa & Kekerasan di Jalan Sufi:

Menari Bersama Rumi, Pustaka Hidayah, Bandung, 2003, hlm. 33. 47 Mulyadhi Kartanegara, op.cit, hlm. 81. 48 Ibid.

Page 20: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

54

Cinta ilahi membutuhkan keikhlasan yang dapat memelihara hati

manusia dari syirik (kemusyrikan) dan mengantarkannya pada tingkat

tauhid yang paling tinggi, yaitu ma’rifat kepada Allah (ma’rifatullah).

Rumi, ketika mabuk cinta mencapai puncaknya, perkawinan jiwa

dalam penyatuan mistik terjadi. Dalam penyatuan inilah perbedaan antara

pencinta dan yang Dicinta sirna oleh perubahan ke dalam Hakikat Cinta

Universal.

Keadaan Rumi seperti ini, karena dipengaruhi oleh cinta yang

begitu membara di hatinya. Cinta bisa mengkonsentrasikan semua daya.

Dengan adanya cinta semua potensi yang dimiliki oleh sang pencinta,

pikiran, perilaku dan sepak terjang pencinta akan disatukan dan

dikerahkan untuk mencari sesuatu yang tidak terjangkau oleh indra

lahiriah. Karana itulah hatinya hanya terisi oleh pikiran tentang ma’syuq

(yang Dicintai). Di manapun, kemana pun, dan pada saat yang

bagaimanapun,sang pencinta terus dibuaikan oleh hasrat cintanya untuk

selalu menghadirkan sang kekasih ke dalam jiwanya.

B. CINTA MENURUT RABI’AH AL-ADAWIYAH

1. Biografi dan Karya-karyanya

Rabi’ah al-Adawiyah memiliki nama lengkap Ummu Al-Khair

bin Ismail al-Adawiyah al-Qisysyiyah. Lahir di Basrah pada tahun 95 H (

717 M ) menurut Ibn Khalikan, keluarga Rabi.ah dari suku Atiq, dan

ayahnya bernama Ismail.49

Konon keluarga Ismail hidup dengan penuh taqwa dan iman

kepada Allah. Tak henti-hentinya melakukan zikir dan beribadah

melaksanakan ajaran-ajaran Islam. Kondisi hidup dalam kemiskinan,

menyebabkan Ismail dan istrinya selalu berdoa agar dikaruniai anak laki-

49 Sururin, Rabi’ah Al-Adawiyah Hubb Al-Ilahi, Evolusi Jiwa Manusia Menuju

Mahabbah dan Makrifat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 20.

Page 21: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

55

laki, yang diharapkan dapat membantu mengurangi penderitaan yang

dialami, karena selama kelahiran anaknya yang ketiga, semuanya adalah

perempuan.

Namun Allah berkehendak lain Anaknya yang keempat pun lahir

perempuan. Putri yang keempat ini diberi nama Rabi’ah, yang berarti

sesuai nomor urut kelahirannya yang keempat.50 Pada malam kelahiran

Rabi’ah tidak terdapat suatu barang berharga yang didapat dalam rumah

Ismail. Bahkan tidak terdapat setetes minyak untuk lampu penerang.

Rumah tersebut juga tidak terdapat sehelai kainpun yang dapat digunakan

untuk menyelimiti bayi yang baru lahir. Istrinya minta agar Ismail pergi ke

tetangga untuk minta sedikit minyak guna menyalakan lampu. Akan tetapi

ayah Rabi’ah telah bersumpah tidak akan meminta sesuatu pun dari

manusia lain sehingga ia pura-pura menyentuh rumah tetanggannya lalu

kembali ke rumah dan melaporkan bahwa tetangganya sedang tidur

sehingga tidak membukakkan pintu.51

Dalam kondisi yang memprihatinkan tersebut ayah Rabi’ah

termenung dan sedih kemudian sampai tertidur dan bermimpi bertemu

dengan Rasulullah SAW :

Rasulullah berkata :

“Janganlah engkau bersedih, karena putrimu itu akan menjadi seorang wanita yang mulia, sehingga akan banyak orang yang mengharapkan syafaatnya.” Kemudian Rasulullah menyuruh ayah Rabi’ah untuk pergi menemui Isa Zadan, Amir Basrah yang menyiapkan sepucuk surat berisi pesan Rasulullah seperti yang disampaikan dalam mimpinya.”Hai Amir, engkau biasanya Salat 100 rekaat setiap malam, dan setiap malam Jum’at 400 rekaat. Tapi pada hari Jum’at yang terakhir engkau lupa melaksanakannya. Oleh karena itu hendaklah engkau membayar 400 dinar kepada yang membawa surat ini, sebagai kifarat atas kelalian itu”.52

50 An-Nabawi Jaber Siraj dan Abdussalam A. Halim Mahmud, Rabi’ah Sang Obor

Cinta Sketsa Sufisme Wali Perempuan, Sabda Persada, Yogyakarta, 2003, hlm. 3. 51 Sururin, op.cit, hlm. 20-21. 52 Asfari Ms dan Otto Sukatmo CR, Mahabbah Cinta Rabi’ah Al-Adawiyah, Logung

pustaka, Yogyakarta, hlm. 15.

Page 22: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

56

Pada pagi harinya, ayah Rabi’ah menulis sepucuk surat seperti

yang dipesankan Rasulullah dan pergi menemui Amir. Ketika Amir

membacanya ia segera memerintahkannya untuk menyerahkan empat ratus

dinar. Namun ia segera membatalkan perintah tersebut karena ia sendiri

yang akan menyerahkan uang itu sebagai penghormatan terhadap orang

yang mengirim pesan Rasulullah.

Peristiwa inilah yang merubah persepsi Ismail dan istrinya

terhadap anak perempuannya yang keempat, kemudian mereka

menyambut kehadiran Rabi’ah dengan bahagia.

Rabi’ah tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga

yang terbiasa dengan kehidupan orang saleh dan zuhud. Sejak kecil,

kecerdasan Rabi’ah sudah tampak, sesuatu yang biasanya tidak terlihat

pada gadis kecil seusianya. Ia juga menyadari penderitaan yang dihadapi

orang tuanya. Meski demikian, hal itu tidak mengurangi ketaqwaan dan

pengabdian keluarga Rabi’ah terhadap Allah.

Dalam kehidupan sehari-hari ia selalu melakukan ibadah kepada

Allah sesuai dengan yang telah dilihat dan didengarnya dari ayahnya.

Dengan akhlak yang mulia, tidak jarang Rabi’ah membangkitkan rasa

kagum ayahnya. Ia tidak pernah mencaci orang atau menyakiti perasaan

manusia. Suatu hari, ketika seluruh anggota keluarga duduk di meja makan

untuk makan malam, Rabi’ah memandang ayahnya seraya berkata “Wahai

Ayah! aku tidak mau menjadikan ayah sebagai orang yang akan

menghalalkan sesuatu yang haram untuk memberiku makan”.53

Kontan sang ayah menahan tangannya dari menyentuh makanan,

kemudian ia berkata, “Apa pendapatmu wahai Rabi’ah, jika kita belum

memperoleh sesuatu yang halal, apakah kita akan mengutamakan hal-hal

yang haram?”.54 Rabi’ah menjawab, “Wahai Ayah, kami akan bersabar di

dunia dalam keadaan kelaparan, sebab hal itu lebih baik daripada bersabar

53 An, Nabawi Jaber dan Abdussalam A. Halim Mahmud, op.cit, hlm. 8. 54 Ibid., hlm. 9.

Page 23: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

57

di akhirat dalam menghadapi neraka!”.55 Sang ayah merasa sangat heran

mendengar jawaban putrinya. Ia benar-benar bangga, karena jawaban

seperti itu hanya bisa didengar dari orang yang zuhud dan ahli ibadah.

Saat menginjak usia remaja, ayah Rabi’ah meninggal dunia.

Beberapa waktu kemudian ibunya menyusul, sehingga ia menjadi anak

yatim piatu yang tidak mewarisi harta benda dari orang tuannya. Satu-

satunya peninggalan yang berarti dari orang tuannya adalah sebuah perahu

kecil yang dipakai ayahnya untuk mencari nafkah. Suatu sore, ketika

Rabi’ah pulang dari sungai ia menangis tersedu-sedu. Tidak ada sebab

apapun ia merasakan sesuatu kesedihan yang aneh sekali.

Peristiwa tersebut membuat Rabi’ah selalu bermimpi di malam

hari dan berulang-ulang dengan mimpi yang sama. Dalam mimpinya

Rabi’ah melihat cahaya yang terang yang akhirnya menyatu dengan tubuh

dan jiwanya. Suatu siang saat dia berada di atas perahunya, tiba-tiba ia

mendengar suara yang sangat merdu :

Lebih indah dari senandung serunai yang merdu di kegelapan malam terdengan bacaan Qur’an. Alangkah bahagianya karena Tuhan mendengarnya. Suara yang merdu membangkitkan keharuan, dan air mata pun bercucuran. Pipinya sujud menyentuh tanah bergelimang debu, sedang hatinya penuh cinta Ilahi. Ia berkata, Tuhanku, Tuhanku. Ibadah kepada-Mu meringankan deritaku.56

Rabi’ah beranjak pulang dan ingin segera tidur karena sudah

mengantuk tapi ada kejadian aneh yang mengejutkan lagi. Tempat

tidurnya diselimuti cahaya yang menyenandungkan kalimat yang pernah

didengarnya dan memanggil Rabi’ah :”Hai Rabi’ah belum datangkah

saatnya engkau kembali kepada Tuhan-Mu? Ia telah memilihmu,

menghadaplah kepada-Nya.”57 Peristiwa –peristiwa inilah yang kemudian

mengantarkan Rabi’ah pada kehidupan yang penuh dengan ibadah kepada

Allah swt.

55 Ibid. 56 Asfari Ms dan Otto Sukatno CR, op.cit., hlm. 19-20. 57 Ibid., hlm. 20.

Page 24: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

58

Ketika kota Basrah mengalami kekeringan dan kelaparan, derita

Rabi’ah dan saudara-saudaranya semakin bertambah. Mereka kemudian

meniggalkan gubuk, menyusuri jalan mencari sesuap nasi. Nasib

memisahkan mereka, kini tinggallah Rabi’ah yang miskin dan sebatang

kara. Musim kekeringan dan kelaparan mengakibatkan merejalelanya

berbagai bentuk macam kejahatan dan perbudakan. Suatu ketika Rabi’ah

ditemukan oleh seorang yang kejam yang kemudian menjualnya seharga

enam dirham. Sejak itu Rabi’ah tidak sempat merasakan kegembiraan satu

hari pun, dan tidak lagi kebahagiaan barang sesaat.

Pada suatu malam Rabi’ah bersujud memanjatkan do’a. Tuannya

yang kebetulan dalam tidur, melihat dan mendengarkan do’a tersebut.”Oh

Tuhanku, Engkau mengetahui bahwa hatiku selalu mendambakan Engkau

dan benar-benar tunduk kepada perintah-Mu. Cahaya mataku mengabdi

kepada kerajaan-Mu, jika itu terserah kepadaMu, aku tak akan berhenti

menyembah-Mu, walau barang sesaat pun. Namun Engkau telah

membuatku tunduk kepada seorang makhluk, karena itu aku terlambat

datang dalam beribadah kepada-Mu.”58

Karena tuannya melihat sendiri peristiwa itu, maka saat hari

mulai terang ia memanggil Rabi’ah. Dengan sikap yang lembut ia

membebaskan Rabi’ah dan diizinkan untuk pergi meninggalkannya.

Akhirnya Rabi’ah merdeka dan pergi mengembara dengan bebas. Ada

yang menyebutkan bahwa Rabi’ah kemudia mencari nafkah dengan

bermain seruling, karena konon Rabi’ah pandai bermain seruling.

Rabi’ah menyanyi dan bermain seruling di majelis-majelis zikir

dengan mengumandangkan lagu-lagu yang bernuansa zikir kepada Allah.

Ia berusaha supaya lagu-lagu yang dikumandangkannya bisa menambah

kecintaannya kepada Allah. Ia mulai merenungkan bahwa seluruh

makhluk yang berada disekelilingnya, selalu berdoa dan bertasbih kepada

58 Sururin, op.cit., hlm. 35.

Page 25: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

59

Sang Pencipta. Kemudian ia menengadahkan wajahnya ke langit seraya

berkata :

Tuhan, semua yang aku dengar di alam raya ini, dari ciptaan-Mu Ocehan burung, desiran dedaunan, gemericiknya air di pancuran, Nyanyian burung tekukur, embusan angin, suara gemuruh, dan kilat yang berkejaran, Kini aku pahami sebagai tanda bukti atas keagungan-Mu Sebagai saksi abadi, atas keesaan-Mu Dan sebagai kabar berita bagi manusia Bahwa, tak satupun ada yang menandingi dan menyekutui-Mu.59

Disamping menyanyi, Rabi’ah banyak belajar dari para guru dan

ulama yang ada dalam majelis tersebut. Kehidupan sebagai penyanyi dan

pemain seruling tidak berlangsung lama. Rabi’ah memilih hidup zuhud

dan hanya beribadah kepada Allah.

Dalam hidupnya, Rabi’ah tidak pernah menikah walaupun ia

seorang yang cantik dan menarik. Rabi’ah selalu menolak lamaran laki-

laki yang ingin meminangnya. Karena baginya, pernikahan adalah sebuah

rintangan yang dapat menghabat perjalanannya menuju Tuhan. Hingga ia

pernah memanjatkan do’a: ”Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari

segala perkara yang meyibukkan untuk menyembah-Mu. Dan dari segala

penghalang yang merenggangkan hubunganku dengan-Mu.60

Menurut beberapa sumber, Rabi’ah pernah dilamar oleh Abdul

Wahid bin Zaid, seorang yang dihormati dan berpengaruh dalam

masyarakat pada waktu itu. Abdul Wahid meminta temannya untuk

menjadi perantara kepada Rabi’ah namun ketika perantara itu menemuinya

Rabi’ah kemudian berkata: ”Wahai orang yang bernafsu kepadaku, carilah

wanita yang bernafsu sepertimu.”61

Muhammad bin Sulaiman Al-Hasyimi, Amir Abbasiyah untuk

Basrah saat itu juga pernah melamar Rabi’ah. Dia menawarkan emas

59 Asfari Ms dan Otto Sukatno CR, op.cit., hlm. 24. 60 Ibid., hlm. 27. 61 Louis Massignon dan Mustafa Abdur Raziq, Islam dan Tasawuf, Fajar Pustaka Baru,

Yogyakarta, 2001, hlm. 120.

Page 26: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

60

kawin seratus ribu dinar dan menulis surat kepada Rabi’ah bahwa ia

memiliki gaji sepuluh ribu dinar tiap bulan dan semua itu akan

dilimpahkan kepada Rabi’ah. Tatapi Rabi’ah membalas surat itu dengan:

”Hal itu tidaklah menyenangkanku, kamu akan menjadi budakku dan

semua yang kamu miliki akan menjadi milikku, atau kamu akan

memalingkan aku dari Tuhan dalam sebuah pertemuan pribadi”.62

Menurut abdul Mun’in Qandil, Rabi’ah termasuk dalam

kelompok manusia yang mempunyai naluri yang tinggi, melebihi manusia

biasa. Keinginannya yang bersifat manusiawi telah tunduk dan menyerah

di bawah keinginan yang suci karena kebutuhan hidupnya yang sangat

mendasar sudah tidak sama dengan manusia-manusia lainnya. Dorongan

sexsual tidak lagi sebagai gangguan dalam dirinya, sekalipun tidak

terpenuhi dengan perkawinan. Kondisi demikian dalam psikologi dapat

disebut dengan substitusi yaitu suatu cara untuk menghilangkan sebab-

sebabnya. Keinginan Rabi’ah yang bersifat manusiawi telah dialihkan atau

dipuaskan (disubstitusikan) dengan rasa cinta kepada Allah SWT.63

Sahabatnya yang paling baik dan setia, Abdah binti Abu

Shawwal selalu menemaninya dengan baik. Hari-hari mendekati

kematiannya, Rabi’ah berpesan kepada Abdah supaya ketika ia

meninggalkan dunia fana ini, tidak menyusahkan orang lain. Rabi’ah juga

berpesan agar mayatnya nanti dibungkus dengan jubahnya.

Ketika saatnya tiba, Rabi’ah menolak didampingi siapapun,

selakipun orang-orang berkeinginan mendampingi adalah orang-orang

yang saleh. Setelah orang-orang sekitar Rabi’ah keluar dan menutup pintu

terdengarlah suara Rabi’ah mengucapkan syahadat, lalu dijawab suara:

”Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan senang

62 Asfari Ms dan Otto Sukatno CR, op.cit., hlm. 28-29. 63 Sururin, op.cit., hlm. 40.

Page 27: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

61

dan mendapat keridhaan. Maka masuklah ke dalam hamba-Ku. Dan

masuklah ke dalam surga-Ku”.64

Mengenai wafatnya Rabi’ah, terdapat silang pendapat di

kalangan ahli sejarah baik tahun maupun tempat pemakamannya. Dari

pendapat yang ada, mayoritas meyakini tahun 185 H (801 M) sebagai

tahun wafatnya Rabi’ah, sedang tempat pemakamannya adalah kota

kelahirannya sendiri yaitu Basrah.65

Adapun mengenai karya-karya Rabi’ah Al-Adawiyah sampai

sekarang belum ditemukan dalam bentuk tertulis seperti sufi-sufi lainnya.

Dari beberapa buku yang membahas tentang Rabi’ah Al-Adawiyah hanya

dipaparkan tentang biografi, dan pemikiran-pemikirannya tentang tasawuf,

hal ini lah yang sangat disayangkan sekali karena Rabi’ah Al-Adawiyah

merupakan salah satu tokoh sufi wanita yang sangat langka pada waktu

itu.

2. Konsep Cinta Menurut Rabi’ah Al-Adawiyah

a. Manifestasi

Rabi’ah Al-Adawiyah adalah manusia yang sangat cinta

kepada Allah. Ia beribadah kepada Allah tidak karena mengharapkan

surga atau karena takut akan siksa neraka. Rabi’ah al-Adawiyah telah

menyaksikan manusia yang menyembah atau beribadah kepada Allah

dengan harapan akan memasuki surga atau lantaran takut akan siksa

neraka. Ia berbisik kepada jiwanya; apakah hal ini berarti jika ternyata

di sana tidak ada surga dan tidak ada neraka, mereka tidak akan

beribadah?

Dalam munajat sucinya, Rabi’ah al-Adawiyah mengatakan,

Aku mencintaimu dengan dua cinta, pertama adalah cinta berahi, dan

kedua, cinta yang disebabkan karena engkau berhak untuk cinta itu.

64 Asfari Ms dan Otto Sukatno CR, op.cit, hlm. 35. 65 Ibid.

Page 28: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

62

Adapun cintaku yang pertama, yakni cinta berahi, adalah dzikirku

kepada-Mu, yang memalingkanku dari selain-Mu. Sedangkan cintaku

yang disebabkan karena engkau berhak untuk cinta itu adalah

terbentangnya rahasia-Mu di hadapanku, hingga aku melihat-Mu.

Tidak ada sanjungan untukku dalam cinta yang pertama, tidak juga

yang kedua. Justru segala puji untuk-Mu dalam cintaku yang pertama

dan yang kedua.66

Cinta berahi yang dimaksud Rabi’ah al-Adawiyah adalah

cinta kepada Allah karena kebaikan-Nya yang diberikan kepada

dirinya, dan karena kenikmatan yang diberikan kepadanya dalam

bentuk kebahagiaan dunia. Sedangkan yang dimaksud dengan cinta

karena Allah memang berhak untuk cinta itu adalah cinta karena

keindahan dan keagungan-Nya, yang dibukakan untuknya. Dan ini

adalah cinta yang lebih tinggi.

Rabi’ah al-Adawiyah telah datang kepada manusia dengan

membawa gambaran bentuk cinta yang tidak karena keinginan hawa

nafsu. Kedua konsep cintanya itu tumbuh dari Musyahadah

(persaksian) dengan mata penglihatan di dunia. Dan ini merupakan

pendahuluan yang kukuh bagi Musyahadah indera penglihatan di

akhirat kelak.

Dengan demikian, cinta Rabi’ah bukanlah seputar

kekaguman, keseganan, kesenangan, ataupun khayalan. Cinta Rabi’ah

al-Adawiyah sesungguhnya adalah cinta yang berasal dari musyahadah

ma’nawiyah (persaksian batin) di dunia ini, dan musyahadah hissiyah

(persaksian indrawi) di akhirat kelak. Itulah yang disebut dengan cinta

ainul yaqin (yang sangat pasti). Sungguh kemuliaan dalam kedua cinta

itu hanyalah untuk Dia, Sang Penguasa semesta.67

66 An-Nabawi Jaber Siraj dan Abdussalam A. Halim Mahmud, op.cit., hlm. 126. 67 Ibid., hlm.127

Page 29: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

63

Rabi’ah Al-Adawiyah pernah ditanya:

“ Bagaimana pendapatmu tentang cinta?” Ia menjawab: “Sukar menjelaskan apa hakikat cinta itu. Ia hanya memperlihatkan kerinduan gambaran perasaan. Hanya orang yang merasakannya dapat mengetahui bagaimana mungkin engkau dapat menggambarkan sesuatu yang engkau sendiri bagai telah hilang dari hadapanNya, walaupun wujudnya masih ada oleh karena hatimu yang gembira membuat lidahmu bungkam”.68

Cinta bagi Rabi’ah suli untuk didefinisikan. Karena cintanya

berisi perasaan kerinduan yang mendalam kepada yang dicintai

(Allah). Kemudian ia menyenandungkan bait-bait syairnya sebagai

berikut :

“ Sungguh kasihan para pecinta, hati mereka tersesat di padang cinta. Kerinduan mereka bangkit berontak, lantas jiwa-jiwa mereka menuai kehinaan abadi. Akankan ia menuju surga untuk pertemuan abadi, ataukan harus menuju api neraka yang bertentangan dengan kerinduan hati mereka.69

Rabi’ah Al-Adawiyah telah menyatakan rindunya kepada

Allah. Ia menghadap dan meluangkan hatinya untuk Allah semata. Ia

tidak menghiraukan apapun selain Allah. Tidak ada derajat yang

melampaui derajat cinta Ilahi. Seprang pencinta akan ber-Khalwat

(mengasingkan diri) menemui kekasihnya di mihrab-mihrabnya. Ia

akan melewatkan waktunya hanya ibadah kepada Allah, menerangi

malam-malamnya dengan sholat dan menghabiskan waktu siangnya

hanya dengan selalu dzikir kepada Allah.

Ajaran cinta Ilahi yang dirintis oleh Rabi’ah al-Adawiyah

sangat erat hubungannya dengan keindahan, sebagaimana ajaran

cintanya yang disampaikan dalam bentuk syair-syair yang indah.

Keindahan hanya dapat ditemukan oleh orang yang dalam dirinya

punya pengalaman yang bisa mengenali wujud bermakna dalam suatu

benda atau karya seni tertentu dengan getaran atau rangsangan

keindahan. Manusia tidak dapat dengan mudah mendapatkan getaran

68 Asfari Ms dan otto Sukatno CR, op.cit., hlm. 64. 69 An-Nabawi Jaber Siraj dan Abdussalam A.Halim Mahmud, op.cit., hlm. 130.

Page 30: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

64

keindahan. Karena keindahan berkaitan dengan kelembutan perasaan

sehingga untuk dapat merasakan gataran keindahan, seorang harus

memiliki perasaan lembut dan halus.

Keindahan Allah telah terbuka di depan mata hati Rabi’ah

al-Adawiyah. Sebagaimana kisahnya ketika pembantu perempuannya

mengajak keluar rumah untuk melihat keindahan alam semesta.

Rabi’ah menolak dan malah mengajak pembantunya masuk ke rumah

untuk menikmati keindahan yang lebih tinggi nilainya, yaitu keindahan

Tuhan yang menciptakan keindahan di luar rumah itu. Ia berkata:

”Lebih baik engkaulah yang masuk kemari, dan saksikanlah Sang

Pencipta itu sendiri, aku sedemikian asyik menatap Sang Pencipta

sehingga apakah peduliku lagi terhadap ciptaan-Nya”.70

Keindahan Tuhan termasuk dalam objek cinta Rabi’ah dan

sejak masa Rabi’ah Al-Adawiyah itulah cinta Ilahi menjadi objek

utama puisi, salah satu puisinya yang indah adalah :

Tuhanku, Tenggelamkan diriku ke dalam samudera Keikhlasan mencintai-Mu Sehingga tidak ada sesuatu yang menyibukkanku Kecuali berzikir kepada-Mu.71

Karena kecintaan Rabi’ah kepada Allah begitu mendalam dan

sudah mendarah daging, seakan-akan tidak ada tempat lagi bagi yang

lain dihatinya. Bahkan sampai tidak terbersit dihatinya sedikitpun

untuk menikah. Di dalam hatinya tiada lagi ruang kosong untuk diisi

rasa cinta, maupun rasa benci kepada selai-Nya. Dalam sebuah

dialognya ia pernah ditanya sebagai berikut:72

“Apakah ada cinta setan, wahai Rabi’ah, ataukah membencinya?”

70 Asfari Ms dan Otto Sukatno CR,op.cit., hlm. 77. 71 Ibid., hlm. 168. 72 Wildad El Sakkakini, Pergulatan Hidup Perempuan Suci Rabi’ah Al-Adawiyah; dari

Lorong Derita Mencapai Cinta Ilahi, Risalah Gusti, Surabaya, 1999, hlm. 96.

Page 31: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

65

Dijawab Rabi’ah: “Cintaku yang begitu besar kepada Allah, sepenuhnya melarangku

untuk membenci setan”.

Para penanya masih memaksanya, dan terus mengajukan pertanyaanya: “Apakah ada cinta Nabi, dan kedamaian atas beliau?”

Dan Rabi’ah menjawab: “Demi Allah aku sangat mencintainya. Tetapi cintaku kepada Sang

Pencipta telah terisi penuh dan mencegahku dari cinta terhadap makhluk.”

Kata-kata ini tidak pernah dimaksudkan sebagai ketidak

imanan terhadap Nabi, tetapi sebuah jawaban yang dimaksudkan

bahwa tidak ada ruang yang tersisa dalam hatinya untuk mencintai

sesuatu yang tulus selain Allah.

Dengan demikian, dapatlah dimengerti bahwa bagi Rabi’ah

sudah tidak ada lagi rasa benci ataupun cinta kepada selain Allah.

Bahkan ia memandang bahwa makhluk itu tidak berarti apa-apa. Yang

ada dihatinya hanyalah Allah semata, kawannya berbicara hanyalah

Allah. Ia mencintai Allah penuh dengan iman dan kerinduan. Keadaan

yang demikian telah ditunjukkan dalam sebuah syairnya:

Kujadikan Engkau teman bercakap dalam hatiku, Tubuh kasarku biar bercakap dengan yang duduk. Jisimku biar bercengkerama dengan Tuhanku, Isi hatiku hanya tetap Engkau sendiri.73

Suatu hari terlihat Rabi’ah sedang berlari kencang, membawa

seember air dengan satu tangan dan obor dengan tangannya yang lain.

Ketika ditanya, “Pergi ke mana engkau, Rabi’ah?” Dijawabnya:

”Menyulut api di surga dan menyiramkan air di neraka; yang menjadi

sebab pemujaan kepada Allah tidak dapat berlangsung lebih lama: atau

makhluk ciptaanNya mencari Allah henya karena dorongan materi atau

untuk imbalan spritual.”74

73 Syams Ni’am,op.cit., hlm. 78. 74 Widad El Sakkakin, op.cit., hlm. 98.

Page 32: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

66

Karena tingkat kecintaan Rabi’ah al-Adawiyah kepada Allah

yang begitu mendalam, membuatnya merasa heran atas makhluk yang

menyembah Allah karena diupah dengan pahala. Hal inilah yang

membuatnya berfikir, seandainya dia mampu manyalakan api neraka

di dalam surga hingga hilang lenyap, dan seandainya dia mampu

menyiramkan bahan bakar neraka jahanam hingga padam, tentu akan

tersingkaplah tabir Ilahi, akan lenyaplah lorong menuju surga atau

neraka, akan jelaslah identitas pada ahli ibadah itu, yakni apakah

mereka adalah hamba-hamba Allah yang tunduk pada kenikmatan

surga, ataukah mereka takut kepada Allah dan pada api neraka yang

bahan bakarnya menyala-nyala itu.

Rabi’ah al-Adawiyah adalah salah seorang yang mengajarkan

doktrin cinta tanpa pamrih kepada Allah, suatu konsep baru di

kalangan sufi di masa itu. Di mana bagian terpenting adalah beribadah

kepada Allah penuh dengan harapan abadi dan di dalam ketakutan

terhadap hukuman abadi.

Secara singkat, definisi cinta menurut Rabi’ah yang sering

diajarkan adalah cinta seorang hamba kepada Allah. Ia mengajarkan

bahwa cinta itu harus memalingkan punggungnya dari dunia dan

segala daya tariknya. Ia juga mengajarkan bahwa cinta yang langsung

ditujukan kepada Allah tidak boleh ada pamrih atau pun apalagi

mengharapkan balas ganjaran atau pembebasan dari hukuman api

neraka. Hanya bagi seorang hamba yang mencintai seperti inilah,

Allah dapat menyatakan Diri-Nya sendiri di dalam keindahan yang

sempurna dan hanya dengan melalui jalan cinta inilah, jiwa yang

mencintai pada akhirnya mampu manyatu dengan Yang Dicintai dan di

dalam kehendakNya itulah akan ditemui kedamaian.

Page 33: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

67

b. Tingkatan Cinta

Abu Najr Al-Saraj Al-Siy, membagi cinta (mahabbah)

kepada tiga tingatan: 75

1. Cinta orang awam

Untuk tingkat ini, dapat dikategorikan pada mereka yang selalu

mengingat Allah dengan berzikir. Meraka selalu manyebut Asma

Allah dan merasa memperoleh kesenangan dan seakan-akan

berdialog dengaNya serta selalu memuji Allah.

2. Cinta pada Muttahaqqiqin (cinta orang yang siddiq)

Yaitu cinta yang dapat menghilangkan tabir antara manusia dengan

Tuhan, dengan menghilangkan kehendak dan sifat-sifatnya sendiri,

sedang hatinya penuh dengan perasaan cinta kepada Tuhan dan

selalu rindu kepadaNya.

3. Cinta bagi mereka yang sudah kenal betul kepada Tuhan (cinta

orang yang arif)

Cinta kategori ketiga ini merupakan cinta dimana yang dilihat dan

dirasa bukan lagi cinta, tetapi “diri yang dicintai”. Dia merasakan

bahwa diri yang dicintai masuk ke dalam diri yang mencintai dan

menjadi satu di dalam tubuhnya.

Jika dilihat dari biografinya, kita menemukan bahwa sejak

kecil Rabi’ah al-Adawiyah telah beribadah kepada Allah. Hal ini

menunjukkan bahwa ia tidak menyembah jika tidak melihat Allah.

Artinya, sebelum ia mencapai maqam cinta Ilahi, ia telah melihat

(ma’rifah) kepada Allah. Ma’rifah di sini dapat dikategorikan sebagai

tingkatan ma’rifah yang pertama menurut pembagian Dzu Al-Nur

yaitu Ma’rifah awam, artinya adalah mengetahui Tuhan dengan

perantara ucapan Syahadat.76 Dalam tataran ini, atas bimbingan orang

tua dan kehidupannya Rabi’ah telah mengenal Allah melalui Syahadat.

75 Eko Harianto, Mencari Cinta Sejati: Hakikat dan Pencarian Jati Diri, Saujana,

Yogyakarta, 2005, hlm. 37. 76 Asfari Ms dan Otto Sukatno CR, op.cit., hlm. 132.

Page 34: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

68

Dengan ma’rifah awal inilah Rabi’ah lalu tekun beribadah dan

mengalami cinta kepada Allah dengan selalu magingat atau berzikir

kapada Allah. Menurut Al-Sarraj, ini termasuk dalam tingkatan cinta

yang pertama yaitu cintanya orang awam.

Setelah Rabi’ah mencintai Allah dengan tingkatan cinta yang

pertama, maka terbukalah baginya rahasia kerajaan Allah, yang

meliputi segala ciptaan (makhluk)- Nya, baik yang nyata maupun yang

ghaib, yang di dunia maupun di akherat. Dengan terbukanya rahasia itu

ia dapat melihat cahaya kekuasaan Tuhan dan keagungan Tuhan.

Ketika menyaksikan keagungan Tuhan itulah bertambah kenikmatan

yang dirasakan Rabi’ah. Naka bertambahdalamlah ciptaannya kepada

Allah. Dengan demikian, Rabi’ah al-Adawiyah telah memasuki

tingkatan cinta yang kedua.

Dengan melalui beberapa maqamat lainnya, maka terbukalah

tabir antara manusia dan Tuhan. Dan manusia akan merindukan-Nya,

karena telah melihat keindahan-Nya dengan hati sanubari. Di dalam

hati sanubari inilah Rabi’ah mempertemukan cintanya dengan cinta

Allah. Cinta Tuhan bertemu dengan cinta hamba-Nya. Keadaan seperti

inilah yang mengantarkan Rabi’ah al-Adawiyah kedalam tingkatan

cinta yang ketiga. Di mana cinta yang dilihat dan dirasa bukan lagi

cinta, malainkan “diri yang dicintai”(Allah). Dia merasakan bahwa diri

yang dicintai masuk ke dalam diri yang mencintai dan menjadi satu di

dalam tubunnya.

Rabi’ah pernah mengatakan : Allah menutup hati makhlukNya dengan hijab yang halus. Para ulama terhalang karena keluasan ilmunya, Para zahid terhijab karena amalnya, dan Para hukuman tak mampu menembus karena kehalusan hikmahnya. Orang-orang arif tak ada yang menghalanginya Hai itu karena mereka menempatkan hati dalam Cahaya Cinta Ilahi.77

77 Ibid., hlm. 135.

Page 35: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

69

c. Dampak Cinta

Cinta membawa dampak atau pengaruh terhadap kehidupan

sang pecinta. Karena seluruh hidupnya akan dikerahkan demi

tercapainya tujuan utama, yaitu untuk bertemu dengan yang

dicintainya (Allah). Sang pencinta mengorbankan segala yang dimiliki

(kekayaan, kehormatan, kehendak, kehidupan dan apa pun yang

dianggap bermakna bagi manusia) semata-mata hanya untuk yang

tercinta, tanpa berfikir atau mengharap ganjaran, Rabi’ah al-Adawiyah

pernah bermuhajat kepada TuhanNya.

“Demi kemuliaan-Mu, aku tidak menyembah-Mu karena takut akan siksa neraka, tidak juga karena mengharapkan surga-Mu. Tapi karena cinta kepadaMu, karena memuliakan wajah-Mu yang Maha Mulia”.78

Demikianlah Rabi’ah al-Adawiyah, karena sangat cintanya

kepada Allah, hingga ia tidak takut dengan siksa neraka, ia juga tidak

mengharapkan nikmatnya surga, Rabi’ah menyembah kepada Allah,

semata-mata hanya karena kecintaanya kepada yang Maha Pencinta.

Rabi’ah Al-Adawiyah juga pernah bermunajat: ”Tuhanku

tenggelamkanlah diriku ke dalam saudara keikhlasan mencintaiMu.,

sehingga tidak ada sesuatu yang menyibukkanku kecuali berzikir

kepada-Mu”.79 Dalam kehidupannya, Rabi’ah tidak pernah sedetikpun

melupakan Tuhan. Ia selalu menyibukkan diri dengan beribadah dan

selalu berzikir kepada Tuhan. Karena sesungguhnya seorang pencinta

akan selalu mengingat, menyebut, dan membicarakan Yang Tercinta.

Seorang pencinta tidak akan memberikan tempat dan

melupakan semuanya selain dengan yang dicintai. Karena kecintaan

Rabi’ah kepada Allah yang begitu mendalam, seakan-akan tidak ada

tempat lagi untuk yang lain dihatinya. Bahkan tidak terbersit di hatinya

sedikitpun untuk menikah. Karena ia tidak mau membagi cintanya dan

78 An-Nabawi Jaber Siraj dan Abdussalam A.Halim Mahmud, op.cit., hlm. 255. 79 Asfari Ms dan Otto Sukatno CR, op.cit., hlm. 124.

Page 36: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

70

tidak ingin perjalanannya menuju Tuhan mendapat rintangan.

Perkawinan, baginya adalah rintangan. Dalam do’anya, dia berkata:

”Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari segala perkara yang

menyibukkanku untuk menyembahMu. Dan dari segala penghalang

yang merenggangkan hubunganku dengan-Mu”.80

Bagi Rabi’ah, kekasihnya hanyalah Allah semata dan dia

harus membalas cinta kekasihnya dengan totalitas cinta, bahkan

cintanya kepada Tuhan mempu menghilangkan rasa benci kepada

setan. Seorang pernah bertanya kepadanya: ”Apakah engkau benci

kepada setan?” ia menjawab: ”Tidak. Cintaku kepada Allah tidak

meninggalkan ruang kosong dalam hatiku untuk benci kepada setan”.81

Seseorang yang dilanda cinta, tentu akan selalu

mengharapkan pertemuan dan akan selalu menunggu pertemuan itu.

Itulah yang disebut rindu. Cinta kepada Allah yang melanda Rabi’ah

terbukti dengan keadaan yang selalu dilanda kerinduan yang tinggi.

Hal ini tercermin dalam syairnya :

O kegembiraan, tujuan dan harapanku Engkau semangat hatiku Engkau telah memberikan kebahagiaan kepadaku Kerinduan kepadaMu, merupakan bekalku Kalau bukan karena mencariMu Tak kujelajahi negeri-negeri yang luas ini Betapa banyaknya limpahan nikmat karuniaMu Cinta kepadaMu tujuan hidupku.82 Rabi’an pernah berkata kepada sahabatnya : Saudara-saudaraku Khalwat merupakan ketenangan dan kebahagiaanku Kekasihku selalu dihadapanku Tak mungkin aku mendapat penggantiNya CintaNya kepada makhluk cobaan bagiku Dialah tujuan hidupku O, hati yang ikhlas O, tumpuan harapan Berilah jalan untuk meredam keresahanku

80 Ibid., hlm. 27. 81 Syamsun Ni’am, op.cit, hlm.79. 82 Asfari Ms dan Otto Sukatno CR, op.cit., hlm. 120.

Page 37: BAB III CINTA MENURUT JALALUDIN RUMI DAN RABI’AH …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah

71

O, Tuhan sumber bahagia dan hidupku KepadaMu saka, kuserahkan hidup dan keinginan Kupusatkan seluruh jiwa ragaku Demi mencari ridhaMu Apakan harapanku akan terwujudkan?83

Dalam rangkaian kalimat di atas tersirat bahwa Rabi’ah

sebenarnya kawatir atas perhatian kekasih yang dicintainya terhadap

makhluk lain. Cinta tuhan kepada semua makhluk dianggapnya

sebagai ujian. Hal ini menandakan bahwa di dalam diri Rabi’ah

terdapat perasaan cemburu kepada yang lain.

Meskipun demikian, ia mencintai Allah dengan ikhlas, yaitu

mencintai tanpa pamrih. Sebagaimana dalam syair cintanya, Rabi’ah

menyebutkan bahwa segenap cinta da puji hanyalah untuk kekasih

yang dicintainya, yaitu Allah.

83 Ibid., hlm. 122.