bab ii tinjauan pustaka -...

20
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pasteurisasi Pasteurisasi merupakan suatu proses pemanasan pada suhu di bawah 100 o C dalam jangka waktu tertentu sehingga dapat mematikan sebagian mikroba susu dengan meminimalisasi kerusakan protein. Proses pasteurisasi yang dilanjutkan dengan pendinginan langsung akan menghambat pertumbuhan mikroba yang tahan terhadap suhu pasteurisasi dan akan merusak sistem enzimatis yang dihasilkannya (misalnya enzim phosphatase, lipase, dll) sehingga dapat mengurangi kerusakan zat gizi serta memperbaiki daya simpan susu segar. (Fakhrul Ulum, 2009). Proses pendinginan pada proses pasteurisasi juga dapat meminimalisasi terjadinya kerusakan protein (denaturasi protein) pada susu hasil pasteurisasi. Mikroba pembawa penyakit (pathogen) yang terdapat dalam susu adalah bakteri Staphylococcus Aureus, Salmonella sp. dan E. Coli (Widodo, 2010). Pasteurisasi bisa dilakukan dengan dua metode yaitu metode batch dan metode continue. Metode batch digunakan untuk pasteurisasi skala kecil. Tipe pasteurisasi yang digunakan pada metode batch adalah tipe pasteurisasi LTLT (Low Temperature Long Time). Metode continue digunakan untuk pasteurisasi skala menengah sampai besar. Tipe pasteurisasi yang digunakan adalah tipe HTST (High Temperature Short Time), HHST (Higher Heat Short Time), dan UHT (Ultra High Temperature). Untuk waktu dan temperature proses yang digunakan pada tiap tipe pasteurisasi dapat dilihat pada tabel 2.1. Pada pengaplikasiannya di industri, metode pasteurisasi yang umum dipakai adalah metode kontinyu. Metode ini dipilih karena dapat menghasilkan volume susu pasteurisasi yang lebih banyak dengan waktu proses yang lebih singkat, pemakaian listrik yang lebih rendah, dan kerusakan protein yang lebih sedikit karena waktu pemanasan yang lebih singkat.

Upload: vudang

Post on 11-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/81/jbptppolban-gdl-juananrosu...terhadap suhu pasteurisasi dan akan merusak sistem enzimatis yang dihasilkannya

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pasteurisasi

Pasteurisasi merupakan suatu proses pemanasan pada suhu di bawah

100oC dalam jangka waktu tertentu sehingga dapat mematikan sebagian mikroba

susu dengan meminimalisasi kerusakan protein. Proses pasteurisasi yang dilanjutkan

dengan pendinginan langsung akan menghambat pertumbuhan mikroba yang tahan

terhadap suhu pasteurisasi dan akan merusak sistem enzimatis yang dihasilkannya

(misalnya enzim phosphatase, lipase, dll) sehingga dapat mengurangi kerusakan zat

gizi serta memperbaiki daya simpan susu segar. (Fakhrul Ulum, 2009). Proses

pendinginan pada proses pasteurisasi juga dapat meminimalisasi terjadinya kerusakan

protein (denaturasi protein) pada susu hasil pasteurisasi. Mikroba pembawa penyakit

(pathogen) yang terdapat dalam susu adalah bakteri Staphylococcus Aureus, Salmonella

sp. dan E. Coli (Widodo, 2010).

Pasteurisasi bisa dilakukan dengan dua metode yaitu metode batch dan

metode continue. Metode batch digunakan untuk pasteurisasi skala kecil. Tipe

pasteurisasi yang digunakan pada metode batch adalah tipe pasteurisasi LTLT (Low

Temperature Long Time). Metode continue digunakan untuk pasteurisasi skala

menengah sampai besar. Tipe pasteurisasi yang digunakan adalah tipe HTST (High

Temperature Short Time), HHST (Higher Heat Short Time), dan UHT (Ultra High

Temperature). Untuk waktu dan temperature proses yang digunakan pada tiap tipe

pasteurisasi dapat dilihat pada tabel 2.1. Pada pengaplikasiannya di industri, metode

pasteurisasi yang umum dipakai adalah metode kontinyu. Metode ini dipilih karena

dapat menghasilkan volume susu pasteurisasi yang lebih banyak dengan waktu proses

yang lebih singkat, pemakaian listrik yang lebih rendah, dan kerusakan protein yang

lebih sedikit karena waktu pemanasan yang lebih singkat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/81/jbptppolban-gdl-juananrosu...terhadap suhu pasteurisasi dan akan merusak sistem enzimatis yang dihasilkannya

7

Rancang Bangun dan Pembuatan Segmen Pendingin Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu serta Karakterisasi Mikrobiologi pada Susu Sapi Segar pada HTST (High Temperature Short Time)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 2.1 Jenis-Jenis Pasteurisasi

Temperatur

(oC)

Waktu

(s) Tipe Pasteurisasi

63 1800 Vat Pasteurization

72 15 High Temperature Short Time Pasteurization (HTST)

89 1 Higher-Heat Shorter Time (HHST)

90 0,5 Higher-Heat Shorter Time (HHST)

94 0,1 Higher-Heat Shorter Time (HHST)

96 0,05 Higher-Heat Shorter Time (HHST)

100 0,01 Higher-Heat Shorter Time (HHST)

138 2,0 Ultra Pasteurization (UP)

Sumber : International Dairy Food Association, 2009

2.2 Susu Sapi

Susu merupakan hasil sekresi kelenjar susu hewan mamalia betina sebagai

sumber gizi bagi anaknya. Kebutuhan gizi pada setiap hewan mamalia betina

bervariasi sehingga kandungan susu yang dihasilkan juga tidak sama pada hewan

mamalia yang berbeda (Potter, 1976). Menurut Winarno (1993), susu adalah cairan

berwarna putih yang disekresi oleh kelenjar mammae (ambing) pada mamalia betina

untuk bahan makanan dan sumber gizi bagi anaknya. Sebagian besar susu yang

dikonsumsi manusia berasal dari sapi. Susu tersebut diproduksi dari unsur darah pada

kelenjar susu sapi.

Susu merupakan makanan alami yang hampir sempurna. Sebagian zat gizi

essensial ada dalam susu, di antaranya yaitu protein, kalsium, fosfor, vitamin A, dan

tiamin (vitamin B1). Susu merupakan sumber kalsium yang paling baik, karena di

samping kadar kalsium yang tinggi, laktosa di dalam susu membantu absorpsi susu di

dalam saluran cerna. (Almatsier, 2002). Untuk keperluan komersial, sumber susu

yang paling umum digunakan adalah sapi. Kandungan air di dalam susu sapi tinggi

sekali yaitu ± 88,3%. Meskipun kandungan gulanya juga cukup tinggi yaitu 5%,

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/81/jbptppolban-gdl-juananrosu...terhadap suhu pasteurisasi dan akan merusak sistem enzimatis yang dihasilkannya

8

Rancang Bangun dan Pembuatan Segmen Pendingin Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu serta Karakterisasi Mikrobiologi pada Susu Sapi Segar pada HTST (High Temperature Short Time)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

tetapi rasanya tidak manis. Daya kemanisannya hanya seperlima kemanisan gula pasir

(sukrosa). Kandungan laktosa bersama dengan garam bertanggung jawab terhadap

terhadap rasa susu yang spesifik (Winarno, 1993).

Tabel 2.2 Kandungan Gizi Susu Sapi per 100 gram

Kandungan Gizi Komposisi

Energi (kkal) 61

Protein (g) 3,2

Lemak (g) 3,5

Karbohidrat (g) 4,3

Kalsium (mg) 143

Fosfor (mg) 60

Besi (mg) 1,7

Vitamin A (mg) 39

Vitamin B1 (mg) 0,03

Vitamin C (mg) 1

Air (g) 88,3

Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan (Depkes RI, 2005)

Pada susu sapi segar terkandung dua jenis bakteri merugikan yaitu bakteri

saprofit dan juga bakteri patogen. Bakteri saprofit dapat merusak fisik susu dan

mempercepat pembusukkan susu sedangkan bakteri patogen adalah bakteri pembawa

penyakit yang dapat menyebarkan penyakit bagi pengkonsumsi susu yang tercemar

bakteri patogen. Agar kualitas dan manfaat susu sapi tetap terjaga, maka kedua jenis

bakteri ini harus dihilangkan dari kandungan susu. Salah satu cara yang dapat

digunakan adalah dengan menggunakan proses pasteurisasi.

Susu pasteurisasi adalah susu segar, susu rekonstitusi, susu rekombinasi

yang telah mengalami proses pemanasan pada temperatur 63°C -66°C selama

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/81/jbptppolban-gdl-juananrosu...terhadap suhu pasteurisasi dan akan merusak sistem enzimatis yang dihasilkannya

9

Rancang Bangun dan Pembuatan Segmen Pendingin Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu serta Karakterisasi Mikrobiologi pada Susu Sapi Segar pada HTST (High Temperature Short Time)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

minimum 30 menit atau pada pemanasan 72°C selama minimum 15 detik, kemudian

segera didinginkan sampai 10oC, selanjutnya diperlakukan secara aseptis dan

disimpan pada suhu maksimum 4,4oC. (SNI 01-3951-1995).

Tabel 2.3 : Bakteri Saprofit dan Patogen pada Susu Sapi

Jenis Nama Bakteri Efek

Saprofit

S. Lactis mampu menguraikan laktosa sehingga menghasilkan

asam susu.

L. Lactis dapat menyebabkan air susu terkoagulasi

E. Coli dan Aerobacter

Aerogenes

dapat melakukan fermentasi terhadap laktosa sehingga

menghasilkan asam-asam organik, CO2 dan H2. hal ini

dapat menurunkan kualitas air susu.

dari genus Proteus,

Bacillus, Clostridium,

dan Sarcina

keempat bakteri ini memegang peranan penting dalam

pembusukan air susu karena mampu menguraikan

protein

Alkaligenes Viscolactis spesies ini menyebabkan air susu berlendir

Pseudomonas

Syncyanea spesies ini menyebabkan air susu berwarna biru

Serratia Marcescens spesies ini menyebabkan air susu berwarna merah

Patogen

Streptococcus

Pyrogenes dan S.

Pgalactiae

kedua spesies ini dapat menyebabkan sakit

tenggorokan pada manusia.

Mycobacterium

Tuberculosis spesies ini menyebabkan penyakit TBC

S. Thyphosa menyebabkan penyakit thyphus

S. Aureus menyebabkan keracunan pada susu.

Sumber : http://qforq.multiply.com/journal/item/8?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%

Susu pasteurisasi yang dihasilkan harus memenuhi standar maksimum jumlah

total (total plate count) cemaran mikroba sesuai yang tercantum pada SNI 01-6366-

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/81/jbptppolban-gdl-juananrosu...terhadap suhu pasteurisasi dan akan merusak sistem enzimatis yang dihasilkannya

10

Rancang Bangun dan Pembuatan Segmen Pendingin Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu serta Karakterisasi Mikrobiologi pada Susu Sapi Segar pada HTST (High Temperature Short Time)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2000 yaitu 3 x 104 CFU/gram atau ml dan kadar protein minimal 2,5 % sesuai yang

tercantum pada SNI 19-1502-1989.

Tabel 2.4 Spesifikasi Persyaratan Mutu Batas Maksimum Cemaran Mikroba Pada Susu

Jenis Cemaran Mikroba

Batas Maksimum Cemaran Mikroba

(Dalam satuan CFU/gram atau ml)

Susu

Segar

Susu

Pasteurisasi

Susu

Bubuk

Susu

Steril/UHT

Jumlah Total (Total Plate Count) 1 x 106 < 3 x 104 5 x 104 10< 0,1

Eschericia Coli (Patogen) (*) 0 0 0 0

Enterococci 1 x 102 1 x 102 1 x 101 0

Staphylococcus Aureus 1 x 102 1 x 101 1 x 101 0

Clostridium sp. 0 0 0 0

Salmonella sp. (**) Negatif Negatif Negatif Negatif

Camphylobacter sp. 0 0 0 0

Listeria sp. 0 0 0 0

(*) : dalam satuan MPN/ gram atau ml (**) : dalam satuan kualitatif Sumber : Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu Dalam Bahan Makanan Asal Hewan (SNI 01-6366-2000) \ 2.3 Alat Penukar Panas Pasteurisasi Susu

Alat Penukar Panas (Heat Exchanger) menjadi alat yang paling esensial

dalam proses pasteurisasi karena kebutuhan panas yang digunakan untuk pasteurisasi

dihasilkan oleh alat penukar panas. Jenis alat penukar panas yang biasa digunakan

dalam proses pasteurisasi adalah jenis PHE dan jenis THE.

Pemakaian alat penukar panas pada proses pasteurisasi, baik Plate Heat

Exchanger (PHE), maupun Tubular Heat Exchanger (THE) memiliki kelebihan dan

kekurangan masing-masing. Kelebihan dan kekurangan dari penggunaan Plate Heat

Exchanger dan Tubular Heat Exchanger dapat dilihat pada tabel 2.5.

Dari Tabel 2.5 dapat dilihat bahwa alat penukar panas jenis Plate Heat

Exchanger (PHE) merupakan alat penukar panas yang paling efektif dan efisien untuk

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/81/jbptppolban-gdl-juananrosu...terhadap suhu pasteurisasi dan akan merusak sistem enzimatis yang dihasilkannya

11

Rancang Bangun dan Pembuatan Segmen Pendingin Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu serta Karakterisasi Mikrobiologi pada Susu Sapi Segar pada HTST (High Temperature Short Time)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

proses pasteurisasi karena memiliki luas permukaan panas yang lebih tinggi

dibandingkan Tubular Heat Exchanger (THE). Hal itu juga mengakibatkan

efisiensi panas yang dihasilkan oleh alat penukar panas PHE lebih dari 85%. Namun

apabila dilihat dari segi investasi yang diperlukan dan skala penggunaan alat tersebut,

yaitu laboratorium maka alat jenis THE lebih memiliki keunggulan dibandingkan

PHE.

(a) (b)

Gambar 2.1 (a) Plate Heat Exchanger (b) Tubular Heat Exchanger Sumber : http//www.google.com

Tabel 2.5 Perbandingan Kelebihan dan Kekurangan PHE dan THE

Pembanding Plate Heat Exchanger Tubular Heat Exchanger

Kelebihan Mudah dibersihkan Investasinya lebih murah

Pemindahan panas lebih efisien

diatas 85 %

Dapat difabrikasi di dalam negeri

Mudah diperbesar kapasitasnya Secara mikrobiologis lebih aman, karena

tidak memakai gasket

Biaya perawatan murah

Kekurangan

Investasinya mahal Koefisien pemidahan panas dibawah 85 %

Belum dapat dibuat di dalam

negeri

Penambahan kapasitas lebih sulit

Jangka waktu pemesanan lama

Biaya perawatan tinggi

Sumber : http//www.jiwocore.com

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/81/jbptppolban-gdl-juananrosu...terhadap suhu pasteurisasi dan akan merusak sistem enzimatis yang dihasilkannya

12

Rancang Bangun dan Pembuatan Segmen Pendingin Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu serta Karakterisasi Mikrobiologi pada Susu Sapi Segar pada HTST (High Temperature Short Time)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Perpindahan Panas

Perpindahan panas terjadi karena adanya perbedaan temperatur yang menjadi

gaya penggeraknya dan aliran panas dari daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah

yang bertemperatur rendah. Pada proses industri perpindahan panas diantara dua

fluida umumnya dilakukan oleh alat penukar panas (heat exchanger). Pada alat

penukar panas fluida panas dan fluida dingin tidak bersentuhan secara langsung satu

dengan yang lain, tetapi dipisahkan oleh dinding pipa atau permukaan datar atau

permukaan melengkung. Pemindahan panas terjadi dari fluida panas ke dinding atau

permukaan pipa dengan konveksi, melalui dinding pipa atau pelat dengan konduksi,

ldan selanjutnya dengan konveksi ke fluida dingin.

(Geankoplis, 1993)

Persamaan perpindahan panas secara umum adalah :

Q = m x Cp x ∆T (2.1)

Keterangan :

Q = laju perpindahan panas (J/s)

m = laju massa (kg/s)

Cp = kapasitas panas (kJ/kg K)

∆T = beda suhu (K)

Sumber : (Geankoplis, 1993)

2.4.1 Jenis Perpindahan Panas

Perpindahan panas mungkin dapat terjadi oleh salah satu atau lebih dari tiga

mekanisme dasar dari perpindahan panas, yaitu konduksi, konveksi dan radiasi.

Selanjutnya akan dijelaskan secara singkat mengenai mekanisme perpindahan panas

dengan konduksi, konveksi, dan radiasi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/81/jbptppolban-gdl-juananrosu...terhadap suhu pasteurisasi dan akan merusak sistem enzimatis yang dihasilkannya

13

Rancang Bangun dan Pembuatan Segmen Pendingin Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu serta Karakterisasi Mikrobiologi pada Susu Sapi Segar pada HTST (High Temperature Short Time)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.4.2 Perpindahan Panas Konduksi

Perpindahan panas secara konduksi terjadi karena adanya perbedaan suhu

diantara suatu bahan padat (biasanya logam). Kalor mengalir pada suatu bahan tanpa

disertai oleh pergerakan bahan padat tersebut. Kalor mengalir akibat dari pergerakan

elektron bebas. Besarnya kalor yang mengalir pada suatu bahan padat bergantung

pada nilai konduktivitas panasnya, semakin besar nilai konduktivitas panas suatu

bahan padat, maka akan semakin bagus perpindahan kalor pada bahan padat tersebut.

Contoh perpindahan panas terutama oleh konduksi adalah perpindahan panas melalui

dinding penukar atau lemari es, pengolahan panas tempa baja.

Untuk mengetahui besarnya konduksi yang mengalir melalui suatu bahan

digunakan Hukum Fourier.

Hukum Fourier menyatakan :

“Besarnya perpindahan panas secara konduksi adalah berbanding langsung dengan

luas yang dilalui, beda suhu dan sifat bahan (konduktivitas panas) serta berbanding

terbalik dengan tebal bahan yang dilaluinya”.

Gambar 2.2 Perpindahan Panas Secara Konduksi Pada Dinding Sumber : (Geankoplis, 1993)

2.4.3 Perpindahan Panas Melalui Dinding Pipa

Dalam aliran panas melalui dinding datar, luas yang dilaluinya adalah

konstan untuk seluruh jarak yang ditempuhnya. Hal yang demikian tidak terjadi

dalam aliran panas melalui dinding pipa (lihat gambar 2.4), luas untuk aliran panas

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/81/jbptppolban-gdl-juananrosu...terhadap suhu pasteurisasi dan akan merusak sistem enzimatis yang dihasilkannya

14

Rancang Bangun dan Pembuatan Segmen Pendingin Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu serta Karakterisasi Mikrobiologi pada Susu Sapi Segar pada HTST (High Temperature Short Time)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

berubah-ubah dari dinding dalam sampai dinding luar pipa. Dengan memperhatikan

gambar ini, maka luas perpindahan panas pada jari-jari r adalah 2πrL, dan seandainya

panas mengalir dari dalam keluar, maka gradien suhu adalah (-dt/dr). Dengan

demikian persamaan (2) berubah menjadi :

Q = 2πrLk [- ] (2.2)

Keterangan : Q = Laju perpindahan panas (Watt) k = Koefisien perpindahan panas konduksi (W/m2.K) L = Panjang silinder (m) r = Jari - jari (m)

Gambar 2.3 Perpindahan Panas Konduksi Pada Pipa Sumber : (Geankoplis, 1993)

2.4.4 Perpindahan Panas Konveksi

Konveksi ialah perpindahan panas diantara fluida yang lebih panas dan lebih

dingin karena keduanya bercampur. Fluida dingin yang dekat kepada permukaan

panas menerima panas dan kemudian memberikannya kepada bulk fluida dingin

ketika bercampur. Ini terjadi karena ada gerakan fluida. Dalam konveksi dikenal 2

cara yaitu konveksi bebas atau konveksi alami dan konveksi paksa.

2.4.5 Perpindahan Panas Radiasi

Radiasi adalah peristiwa perpindahan energi melalui ruang oleh gelombang-

gelombang elektromagnetik. Jika radiasi berlangsung melalui ruang kosong, ia tidak

ditransformasikan menjadi kalor atau bentuk-bentuk lain dari energi, dan ia tidak pula

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/81/jbptppolban-gdl-juananrosu...terhadap suhu pasteurisasi dan akan merusak sistem enzimatis yang dihasilkannya

15

Rancang Bangun dan Pembuatan Segmen Pendingin Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu serta Karakterisasi Mikrobiologi pada Susu Sapi Segar pada HTST (High Temperature Short Time)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

akan terbelok dari lintasannya. Tetapi, sebaliknya, bila terdapat zat pada lintasannya,

radiasi itu akan mengalami transmisi, refleksi,dan absorpsi. Hanya energi yang

diserap saja yang muncul sebagai kalor, dan bersifat kuantitatif. Dan secara umum,

radiasi menjadi sangat penting pada suhu tinggi. Daerah panjang gelombang yang

dapat disebut radiasi panas terutama terletak antara 0,1-10 mikron. Daerah ini hanya

sebagian kecil dari keseluruhan radiasi elektromagnetik.

Gambar 2.4 Perpindahan Panas Secara Radiasi Sumber : (Geankoplis, 1993)

2.4.6 Koefisien Perpindahan Panas Overall

Koefisien perpindahan panas keseluruhan adalah kemampuan

keseluruhandari serangkaian hambatan konduksi dan konveksi untuk perpindahan

panas. Hal ini umumnya diterapkan pada perhitungan perpindahan panas dalam alat

penukar panas. Untuk kasus penukar panas, dapat digunakan untuk menentukan

perpindahan panas total antara dua aliran dalam penukar panas oleh hubungan

sebagai berikut :

Q = U A ∆Tlm (2.3) Keterangan :

Q = Laju perpindahan panas W/m2K4

U = Koefisiensiperpindahanmenyeluruh A = Luas area (m2) ∆Tlm = Beda suhu rata – rata logaritmik

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/81/jbptppolban-gdl-juananrosu...terhadap suhu pasteurisasi dan akan merusak sistem enzimatis yang dihasilkannya

16

Rancang Bangun dan Pembuatan Segmen Pendingin Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu serta Karakterisasi Mikrobiologi pada Susu Sapi Segar pada HTST (High Temperature Short Time)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

(a) (b)

Gambar 2.5 Perpindahan Panas Secara Kombinasi Konveksi dan Konduksi (a) pada dinding (b) silinder Sumber : (Geankoplis, 1993)

2.4.7 Log Mean Temperature Difference (LMTD)

Pada double pipe heat exchanger fluida dapat mengalir dengan laju alir

searah atau berlawanan arah. Selain itu, pada masukan dan keluaran fluida panas dan

dingin terdapat perbedaan suhu yang berbeda - beda (lihat Gambar 2.6) maka

diperlukan perumusan suhu rata –rata logaritmik (LMTD). Persamaan yang

digunakan untuk mencari suhu rata – rata logaritmik sebagai berikut :

Untuk aliran counter current :

∆t1>∆t2

∆t = LMTD = = (2.4)

Untuk aliran cocurrent :

∆t = LMTD = = (2.5)

Sumber : (Geankoplis, 1993)

Log Mean Temperature Difference (LMTD) digunakan untuk menentukan

seberapa besar gaya dorong untuk perpindahan panas dalam suatu sistem aliran,

terutama dalam alat penukar panas. Semakin besar LMTD, semakin banyak panas

yang ditransfer (en.wikpedia.org).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/81/jbptppolban-gdl-juananrosu...terhadap suhu pasteurisasi dan akan merusak sistem enzimatis yang dihasilkannya

17

Rancang Bangun dan Pembuatan Segmen Pendingin Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu serta Karakterisasi Mikrobiologi pada Susu Sapi Segar pada HTST (High Temperature Short Time)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

(a) (b) Gambar 2.6 Profil Temperatur Double Pipe Heat Exchanger

(a) countercurrent flow (b) cocurrent flow Sumber : (Geankoplis, 1993)

2.4.8 Bilangan Reynold

Bilangan Reynold (NRe) adalah suatu bilangan tidak berdimensi yang

menjadi parameter untuk menentukan apakah aliran yang terjadi pada suatu fluida

adalah aliran laminer, aliran transisi atau aliran turbulen. Nilai bilangan Reynold yang

dihasilkan dipengaruhi oleh empat besaran yaitu massa jenis, kecepatan aliran,

diameter pipa, dan viskositas. Hubungan keempat besaran ini dapat dilihat dalam

suatu persamaan :

NRe = (2.6)

Keterangan :

NRe = Bilangan Reynold � = Massa Jenis (kg/m3) D = Diameter Pipa (m) v = Kecepatan Aliran (m/s) µ = Viskositas (kg/m.s)

Sumber : (Geankoplis, 1993)

Sebuah aliran dikatakan laminer jika fluida bergerak secara lapisan-lapisan

secara teratur atau nilai bilangan Reynold-nya kurang dari 2000, (Kreith, 1997).

Sebuah aliran dengan bilangan Reynold antara 2100 – 4000 disebut aliran transisi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/81/jbptppolban-gdl-juananrosu...terhadap suhu pasteurisasi dan akan merusak sistem enzimatis yang dihasilkannya

18

Rancang Bangun dan Pembuatan Segmen Pendingin Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu serta Karakterisasi Mikrobiologi pada Susu Sapi Segar pada HTST (High Temperature Short Time)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sedangkan aliran dikatakan turbulen jika fluida bergerak dengan tidak menentu

ditandai dengan timbulnya ulakan-ulakan pada aliran atau nilai bilangan Reynold-nya

lebih dari 4000, (Kreith, 1997). Semakin turbulen suatu aliran maka koefisien

perpindahan panasnya akan semakin besar (Geankoplis ,1993).

2.4.9 Bilangan Nusselt

Bilangan Nusselt (NNu) adalah suatu bilangan tak berdimensi yang

menunjukkan perbandingan anatara koefisien perpindahan panas konveksi dengan

koefisien perpindahan panas konduksi. Jika nilai NNu sama dengan 1 (satu), hal ini

menyatakan bahwa panas konveksi dan panas konduksi besarnya sama, yang

merupakan karakteristik dari aliran laminer. Semakin besar nilai NNu maka panas

konvektif akan semakin dominan dengan aliran yang semakin turbulen (biasanya nilai

NNu berada pada kisaran 100 -1000). Nilai dari bilangan Nusselt yang dihasilkan

dipengaruhi oleh besaran koefisien perpindahan panas, diameter pipa, dan

konduktivitas panas. Hal ini seperti terlihat pada persamaan berikut.

NNu = (2.7)

Keterangan :

NNu : Bilangan Nusselt h : Koefisien perpindahan panas (W/m2.K) D : Diameter pipa (m) k : konduktivitas panas (W/m.k)

Sumber : (Geankoplis, 1993)

Bilangan Nusselt pun merupakan fungsi dari bilangan Reynold dan bilangan

Prandtl, hal ini dapat dilihat dari persamaan berikut :

NNu = C . NRem. NPr

1/3 (2.8)

Keterangan :

NNu : Bilangan Nusselt NRe : Bilangan Reynold NPr : Bilangan Prandtl C dan m : merupakan sebuah konstanta

Sumber : (Geankoplis, 1993)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/81/jbptppolban-gdl-juananrosu...terhadap suhu pasteurisasi dan akan merusak sistem enzimatis yang dihasilkannya

19

Rancang Bangun dan Pembuatan Segmen Pendingin Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu serta Karakterisasi Mikrobiologi pada Susu Sapi Segar pada HTST (High Temperature Short Time)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.4.10 Bilangan Prandtl

Bilangan Prandtl (NPr) adalah bilangan tak berdimensi yang merupakan rasio

dari difusivitas momentum dan difusivitas panas. Nilai NPr dibawah 1 menunjukkan

difusivitas panas lebih dominan dan panas konduksi lebih efektif dibandingkan

dengan konveksi. Nilai NPr lebih dari satu dan semakin tinggi menunjukkan

difusivitas momentum lebih dominan dan panas konveksi lebih efektif dibandingkan

dengan konduksi. Nilai dari bilangan Prandtl yang dihasilkan dipengaruhi oleh

kapasitas panas, viskositas, dan konduktivitas panas. Hubungan diantara keempat

besaran tersebut dapat dilihat pada persamaan berikut.

NPr = (2.9)

Keterangan :

NPr : bilangan Prandtl Cp : kapasitas panas µ : viskositas k : konduktivitas panas

Sumber : (Geankoplis, 1993)

2.5 Bakteri

Bakteri merupakan makhluk hidup bersel satu yang berukuran sangat kecil

dan mempunyai bentuk yang beraneka ragam. Bakteri dapat berbentuk batang,

spiral, atau bola. Bentuk tubuh ini dapat dijadikan dasar klasifikasi bakteri.

Ukuran bakteri yang paling besar kira-kira 100 mikron. Ada pula yang kurang dari

1 mikron dan yang terkecil kira-kira berukuran 0,1 mikron (1 mikron = 0,001 mm).

Bakteri hanya dapat diamati dengan menggunakan mikroskop. Ukuran bakteri

yang lebih kecil dari 0,1 mikron hanya dapat diamati dengan mikroskop elektron.

Sekumpulan bakteri dapat membentuk koloni, yaitu kumpulan dari bakteri-bakteri

sejenis yang mengelompok menjadi satu membentuk suatu rumpun (koloni).

Contohnya, pada makanan yang telah busuk, koloni bakteri dapat terlihat dalam

bentuk cairan kental, lengket seperti lendir yang berwarna putih kekuningan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/81/jbptppolban-gdl-juananrosu...terhadap suhu pasteurisasi dan akan merusak sistem enzimatis yang dihasilkannya

20

Rancang Bangun dan Pembuatan Segmen Pendingin Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu serta Karakterisasi Mikrobiologi pada Susu Sapi Segar pada HTST (High Temperature Short Time)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 2.7 : Berbagai Bentuk Bakteri

Sumber : http://zaifbio.wordpress.com/category/mikrobiologi/

Berdasarkan sumber zat makanannya, bakteri dibagi menjadi bakteri

autotrof dan heterotrof. Bakteri autotrof adalah bakteri yang dapat menghasilkan

makanannya sendiri, sedangkan bakteri heterotrof adalah bakteri yang hidup dan

memperoleh makanan dari lingkungannnya karena tidak dapat membuat

makanannya sendiri. Berdasarkan kebutuhan oksigen-nya, bakteri dapat dibedakan

menjadi bakteri aerob dan anaerob.

Gambar 2.8 : Struktur Dasar Sel Bakteri

Sumber : http://zaifbio.wordpress.com/category/mikrobiologi/

Bakteri aerob adalah bakteri yang hidupnya membutuhkan oksigen bebas,

sedangkan bakteri anaerob adalah bakteri yang dapat hidup tanpa oksigen bebas.

Berdasarkan suhu tumbuh bakteri dibagi menjadi bakteri psikrofil, bakteri mesofil,

dan bakteri termofil. Bakteri psikrofil adalah bakteri yang dapat hidup diantara

suhu 0 oC sampai 30oC, dengan suhu optimum antara 10oC sampai dengan 20oC.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/81/jbptppolban-gdl-juananrosu...terhadap suhu pasteurisasi dan akan merusak sistem enzimatis yang dihasilkannya

21

Rancang Bangun dan Pembuatan Segmen Pendingin Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu serta Karakterisasi Mikrobiologi pada Susu Sapi Segar pada HTST (High Temperature Short Time)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bakteri mesofil adalah bakteri yang hidup baik pada suhu 15oC sampai 55oC,

dengan suhu optimum antara 25oC sampai dengan 40oC. Bakteri termofil adalah

bakteri yang hidup dengan baik sekali pada suhu tinggi antara 55oC sampai 60oC.

Bakteri berkembang biak secara aseksual dengan membelah diri pada

lingkungan yang tepat atau sesuai. Proses pembelahan diri pada bakteri terjadi

biner melintang. Pembelahan biner melintang adalah pembelahan yang diawali

dengan terbentuknya dinding melintang yang memisahkan satu sel bakteri menjadi

dua sel anak. Dua sel anak bakteri ini memiliki bentuk dan ukuran yang sama

(identik). Sel anakan hasil pembelahan ini akan membentuk suatu koloni yang

dapat dijadikan satu tanda pengenal untuk jenis bakteri. Misalnya, bakteri yang

terdiri dari sepasang sel (diplococcus), delapan sel membentuk kubus (sarcina),

dan berbentuk rantai (streptococcus). Reproduksi bakteri dapat berlangsung dengan

sangat cepat. Pada kondisi optimal beberapa jenis bakteri dapat membelah setiap

20 menit. Dalam satu jam bakteri dapat berkembang biak menjadi jutaan sel.

2.5.1 Pengendalian Pertumbuhan Bakteri

Dilihat dari aspek manfaatnya untuk manusia, bakteri terbagi menjadi dua

yaitu bakteri yang menguntungkan manusia dan bakteri yang merugikan manusia.

Keberadaan bakteri yang merugikan manusia haruslah dikendalikan populasinya,

terutama yang berada di bahan makanan, karena akan berdampak langsung pada

orang yang mengkonsumsinya. Pengendalian pertumbuhan bakteri dapat dilakukan

dengan menggunakan agen pengendali bakteri. Agen pengendali diantaranya adalah :

a) Fisik : panas, pembekuan kering, radiasi ultraviolet, dan filtrasi

b) Kimia : desinfektan Lysol, karbol, dan clorox

c) Kemoterapi : antimikroba (antibiotik)

Modus tindakan pengendalian bakteri oleh agen pengendali terdiri dari 4

kategori dasar, diantaranya adalah sebagai berikut :

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/81/jbptppolban-gdl-juananrosu...terhadap suhu pasteurisasi dan akan merusak sistem enzimatis yang dihasilkannya

22

Rancang Bangun dan Pembuatan Segmen Pendingin Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu serta Karakterisasi Mikrobiologi pada Susu Sapi Segar pada HTST (High Temperature Short Time)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1) Perubahan Dinding Sel

Dinding sel bakteri mempertahankan integritas sel, memungkinkan untuk

menjaga bentuknya bahkan ketika ditempatkan di lingkungan hipotonik.

Ketika dinding sel melemah atau terganggu tidak dapat berfungsi lagi

mencegah sel dari luapan/muntahan karena efek osmotik (air mengalir ke

dalam sel).

2) Perubahan Membran Plasma

Membran luar sel mengandung sitoplasma dan seluruh isi sel internal, serta

mengendalikan lorong bahan kimia yang masuk dan keluar dari sel. Ketika

rusak, membran plasma memungkinkan isi selular bocor keluar.

3) Interferensi/Gangguan Struktur Protein

Fungsi protein tergantung pada bentuk molekul 3-D. Panas yang ekstrim atau

bahan kimia tertentu dapat mengubah sifat suatu benda atau mengubah bentuk

protein. Sebuah protein yang terdenaturasi tidak dapat lagi melaksanakan

fungsinya dalam sel.

4) Interferensi/Gangguan Struktur Asam Nukleat

Asam nukleat (DNA dan RNA) dapat rusak atau hancur oleh bahan kimia,

radiasi, dan panas. Hasilnya bisa berupa produksi mutasi fatal pada DNA atau

gangguan sintesis protein melalui tindakan pada RNA.

2.5.2 Perhitungan Jumlah Mikroba

Untuk menghitung jumlah mikroba pada suatu bahan dapat dilakukan

dengan metode langsung maupun metode tidak langsung. Perhitungan jumlah

mikroba dengan metode langsung dapat dilakukan dengan menggunakan metode

counting chamber, sedangkan perhitungan jumlah mikroba dengan metode tidak

langsung dapat dilakukan dengan menggunakan metode total plate count, most

probable number, dan uji reduksi. Berikut akan dijelaskan mengenai metoda total

plate count.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/81/jbptppolban-gdl-juananrosu...terhadap suhu pasteurisasi dan akan merusak sistem enzimatis yang dihasilkannya

23

Rancang Bangun dan Pembuatan Segmen Pendingin Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu serta Karakterisasi Mikrobiologi pada Susu Sapi Segar pada HTST (High Temperature Short Time)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.5.3 Perhitungan Mikroba Metode Total Plate Count

Total Plate Count adalah cara perhitungan jumlah mikroba yang terdapat

dalam suatu produk yang tumbuh pada media agar pada suhu dan waktu inkubasi

yang ditetapkan. Total Plate Count dimaksudkan untuk menunjukkan jumlah mikroba

yang terdapat dalam suatu produk dengan cara menghitung koloni bakteri yang

ditumbuhkan pada media agar.

2.6 Denaturasi Protein

Denaturasi dapat diartikan perubahan atau modifikasi terhadap struktur

sekunder, tersier dan kuartener terhadap molekul protein, tanpa terjadinya pemecahan

ikatan-ikatan kovalen. Karena itu denaturasi dapat pula dikatakan sebagai suatu

proses terpecahnya ikatan hidrogen interaksi hidrofobik, ikatan garam, dan

terbentuknya lipatan atau wiru molekul (Winarno, 2002). Menurut Suhardi (1991),

denaturasi dapat mengubah sifat protein menjadi sukar larut dan semakin kental.

Denaturasi protein adalah hilangnya sifat-sifat struktur lebih tinggi oleh terkacaunya

ikatan hidrogen dan gaya-gaya sekunder lain yang memutuskan molekul protein.

Akibat dari suatu denaturasi adalah hilangnya banyak sifat-sifat biologis suatu protein

(Fessenden, 1989).

Gambar 2.9 : Telur Terdenaturasi Akibat Pemanasan Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Denaturasi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/81/jbptppolban-gdl-juananrosu...terhadap suhu pasteurisasi dan akan merusak sistem enzimatis yang dihasilkannya

24

Rancang Bangun dan Pembuatan Segmen Pendingin Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu serta Karakterisasi Mikrobiologi pada Susu Sapi Segar pada HTST (High Temperature Short Time)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ada dua macam denaturasi protein, yaitu pengembangan rantai peptida dan

pemecahan protein menjadi unit yang lebih kecil tanpa disertai pengembangan

molekul. Terjadinya kedua jenis denaturasi ini tergantung pada keadaan molekul.

Yang pertama terjadi pada rantai polipeptida, sedangkan yang kedua terjadi pada

bagian-bagian molekul yang tergabung dalam ikatan sekunder. Ikatan- ikatan yang

dipengaruhi oleh proses denaturasi ini adalah :

1) Ikatan hidrogen

2) Ikatan hidrofobik misalnya pada leusin, valin, fenilalanin, triptofan yang

saling berlekatan membentuk suatu miselle dan tidak larut dalam air

3) Ikatan ionik antara gugus bermuatan positif dan gugus bermuatan negatif

4) Ikatan intramolekuler seperti yang terdapat pada gugus disulfida dalam sistin

(Winarno,2002)

Gambar 2.10 : Susu Terdenaturasi Akibat Proses Pengadukan

Sumber : Foto Praktikum Tugas Akhir Juanan Rosul dan Ahmad Luthfi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/81/jbptppolban-gdl-juananrosu...terhadap suhu pasteurisasi dan akan merusak sistem enzimatis yang dihasilkannya

25

Rancang Bangun dan Pembuatan Segmen Pendingin Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu serta Karakterisasi Mikrobiologi pada Susu Sapi Segar pada HTST (High Temperature Short Time)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Terjadinya denaturasi pada protein ini dapat disebabkan oleh faktor - faktor di bawah

ini :

1) Pengaruh pemanasan

Pemberian panas pada pengolahan protein harus memperhatikan pemanasan

yang menyebabkan protein terdenaturasi. Protein yang dipanaskan di atas

80oC umumnya akan mengalami denaturasi.

2) Pengaruh pengadukan

Pada pengadukan yang keras akan menyebabkan denaturasi dan terbentuknya buih.

3) Pengaruh asam

Adanya ion H+ menyebabkan sebagian jembatan atau ikatan peptida putus.

Ion H+ akan bereaksi dengan gugus COO- membentuk COOH sedangkan

sisanya (asam) akan berikatan dengan gugus amino membentuk ikatan,

sehingga apabila larutan peptida dalam keadaan isoelektris diberi asam akan

menyebabkan bertambahnya gugus bermuatan yang membentuk afinitas

terhadap air dan kelarutan air meningkat meskipun tidak selamanya begitu.

4) Pengaruh basa

Penambahan basa misalnya KOH atau NaOH dapat menyebabkan denaturasi.

Hal ini karena terjadi pemecahan ikatan peptida baik sebagian atau

keseluruhan. Ion OH- akan bereaksi dengan gugus amino.

5) Pengaruh garam

Kation dan anion akan memecah ikatan peptida. Pemberian NaCl dalam

jumlah kecil akan meningkatkan kelarutan protein dan sebaliknya akan

mengendapkan protein jika penambahan berlebihan.