bab ii tinjauan pustaka fix

27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AnatomiTelinga 1. Telinga Luar Gambar 1. Aurikula Telinga luar atau pinna (aurikula = daun telinga) merupakan gabungan dari tulang rawan yang diliputi kulit. Liang telinga (Meatus Akustikus Eksternus) berbentuk huruf S dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 - 3 cm dan berdiameter 0,5 cm.Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat dan kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen. 1 2

Upload: lalameitry

Post on 14-Sep-2015

233 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tht

TRANSCRIPT

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 AnatomiTelinga

1. Telinga Luar

Gambar 1. AurikulaTelinga luar atau pinna (aurikula = daun telinga) merupakan gabungan dari tulang rawan yang diliputi kulit. Liang telinga (Meatus Akustikus Eksternus) berbentuk huruf S dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 - 3 cm dan berdiameter 0,5 cm.Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat dan kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.1Liang telinga memiliki tulang rawan pada bagian lateral namun bertulang di sebelah medial. Seringkali terdapat penyempitan liang telinga pada perbatasan tulang dan tulang rawan tersebut. Sendi temporomandibularis dan kelenjar parotis terletak di depan liang telinga, sementara prosesus mastoideus terletak dibelakangnya.2Saraf fasialis meninggalkan foramen stilomastoideus dan berjalan ke lateral menuju prosesus stiloideus di posterior liang telinga, dan kemudian berjalan di bawah liang telinga untuk memasuki kelenjar parotis. Rawan liang telinga merupakan salah satu patokan pembedahan yang digunakan untuk mencari saraf fasialis, patokan lainnya adalah sutura timpanomastoideus.2

Gambar 2. Pembagian anatomi telinga

Batas - batas MAE antara lain:

Anterior:fossa mandibular, parotis

Posterior:mastoid

Superior:resessus epitimpanikumcranial cavity

Inferior:parotis32. Telinga Tengah (Auris Media)

Telinga tengah yang terisi udara dapat dibayangkan sebagai suatu kotak dengan enam isi. Dinding posteriornya lebih luas daripada dinding anterior sehingga kotak tersebut berbentuk baji. Promontorium pada dinding medial meluas ke lateral ke arah umbo dari membran timpani sehingga kotak tersebut lebih sempit pada bagian tengah.2Telinga tengah berbentuk kubus dengan:

Batas luar:membran timpani

Batas depan:tuba eustachius

Batas bawah:vena jugularis (bulbus jugularis)

Batas belakang:auditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

Batas atas:tegmen timpani (meningen/otak)

Batas dalam:berturut - turut dari atas ke bawah, kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window), dan promontorium.1

Gambar 3. Batas batas telinga tengahDinding superior telinga tengah berbatasan dengan lantai fossa kranii media. Pada dinding bagian atas dinding posterior terdapat auditus ad antrum tulang mastoid dan dibawahnya adalah saraf fasialis. Otot stapedius timbul pada daerah saraf fasialis dan tendonnya menembus melalui suatu piramid tulang menuju ke leher stapes. Saraf korda timpani timbul dari saraf fasialis di bawah stapedius dan berjalan ke lateral depan menuju inkus tetapi di medial maleus, untuk keluar dari telinga tengah lewat sutura petrotimpanika. Korda timpani kemudian bergabung dengan saraf lingualis dan menghantarkan serabut-serabut sekretomotorik ke ganglion submandibularis dan serabut-serabut pengecap dari duapertiga anterior lidah.2Dasar telinga tengah adalah atap bulbus jugularis yang berada di sebelah superolateral menjadi sinus sigmoideus dan lebih ke tengah menjadi sinus transversus. Keduanya adalah aliran vena utama rongga tengkorak. Cabang aurikularis saraf vagus masuk ke telinga tengah dari dasarnya. Bagian bawah dinding anterior adalah kanalis karotikus. Di atas kanalis tersebut, muara tuba eustakius dan otot tensor timpani yang menmpati daerah superior tuba kemudian membalik, melingkari prosesus kokleariformis dan berinsersi pada leher maleus.2Dinding lateral dari telinga tengah adalah tulang epitimpanum di bagian atas, membrana timpani, dan dinding tulang hipotimpanum di bagian bawah. Bangunan yang paling menonjol pada dinding medial adalah promontorium yang menutup lingkaran koklea yang pertama. Saraf timpanikus berjalan melintas promontorium. Kanalis falopii bertulang yang dilalui saraf fasialis terletak di atas fenestra ovalis mulai dari prosesus kokleariformis di anterior hingga piramid stapedius di posterior.2Rongga mastoid berbentuk seperti piramid dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fossa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fossa kranii posterior. Sinus sigmoideus terletak di bawah dura mater pada daerah tersebut. pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum. Tonjolan kanalis semi sirkularis lateralis menonjol ke dalam antrum. Di bawah ke dua patokan ini berjalan saraf fasialis dalam kanalis tulangnya untuk keluar da ri tulang temporal melalui foramen stilomastoideus di ujung anterior krista yang dibentuk oleh insersio otot digastrikus. Dinding lateral mastoid adalah tulang subkutan yang dengan mudah dapat dipalpasi di posterior aurikula. 2a. Tuba Eustakius

Tuba eustakius menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Bagian lateral tuba eustakius adalah bagian yang bertulang. Sementara duapertiga bagian medial bersifat kartilaginosa. Origo otot tensor timpani terletak di sebelah atas bagian bertulang, sementara kanalis karotikus terletak di bagian bawahnya. Bagian bertulang rawan berjalan melintasi dasar tengkorak untuk masuk ke faring di atas otot levator palatinum dan tensor palatinum yang masing-masing disarafi pleksus faringeal dan saraf mandibularis. Tuba eustakius berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membrana timpani.2

b. Membran Timpani

Membrana timpani adalah suatu bangunan berbentuk kerucut dengan puncaknya, umbo, mengarah ke medial. Membrana timpani umumnya bulat. Penting untuk disadari bahwa bagian dari rongga telinga tengah yaitu epitimpanum yang mengandung korpus maleus dan inkus, meluas melampaui batas atas membrana timpani, dan bahwa ada bagian hipotimpanum yang meluas melampaui batas bawah membrana timpani. Membrana timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis di bagian luar, lapisan fibrosa di bagian tengah di mana tangkai maleus dilekatkan dan lapisan mukosa bagian dalamlapisan fibrosa tidak terdapat diatas prosesus lateralis maleus dan ini menyebabkan bagian membrana timpani yang disebut membrana shrapnell menjadi lemas (flaksid).2

Gambar 4. Membran timpani

3. Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timfani dengan skala vestibuli. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli disebelah atas, skala timfani di sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timfani berisi perilimfe, sedangkan skala media berisi endolimfe. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan di endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut membran vestibuli (Reissners Membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ Corti.Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria dan pada membran basalis melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanallis Corti, yang membentuk organ Corti.1

4. Innervasi Telinga

Telinga dipersarafi oleh nervus kranial ke delapan yaitu nervus vestibulokoklearis. Nervus vestibulokoklearis terdiri dari dua bagian: salah satu daripadanya pengumpulan sensibilitas dari bagian vestibuler rongga telinga dalam yang mempunyai hubungan dengan keseimbangan, serabut-serabut saraf ini bergerak menuju nukleus vestibularis yang berada pada titik pertemuan antara pons dan medula oblongata, lantas kemudian bergerak terus menuju serebelum. Bagian koklearis pada nervus vestibulokoklearis adalah saraf pendengar yang sebenarnya. Serabut-serabut sarafnya mula-mula dipancarkan kepada sebuah nukleus khusus yang berada tepat dibelakang talamus, lantas dari sana dipancarkan lagi menuju pusat penerima akhir dalam korteks otak yang terletak pada bagian bawah lobus temporalis.35. Vaskularisasi telinga

Telinga di perdarahi oleh pembuluh-pembuluh darah kecil diantaranya adalah ramus cochleae a. Labyrinthi yang memperdarahi badan koklea, ramus vestibulares a.labyrinthi yang memperdarahi vestibulum. V. Spiralis anterior, v. Spiralis posterior, V. Laminae spiralis, Vv. Vestibulares, dan V. Canaliculi cochleae.4

2.2 Fisiologi Telinga

1. Fisiologi Pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong, sehingga perilimfe pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basalis dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pengelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks serebri atau korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.1, 5

2. Fisiologi Keseimbangan

Keseimbangan dan orientasi tubuh seorang terhadap lingkungan di sekitarnya tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler labirin, organ visual dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di SSP, sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada saat itu.

Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang merupakan pelebaran labirin membran yang terdapat dalam vestibulum labirin tulang. Pada tiap pelebarannnya terdapat sel-sel reseptor keseimbangan. Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis semisirkularis dimana pada tiap kanalis terdapat pelebaran yang berhubungan dengan utrikulus, yang disebut dengan ampula. Di dalamnya terdapat krista ampularis yang terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan seluruhnya tertutup oleh suatu substansi gelatin yang disebut kupula.

Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan silia menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses depolarisasi dan akan merangsang pelepasan neurotransmiter eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensorik melalui saraf aferen ke pusat keseimbangan otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi.

Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi mekanik akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis semisirkularis menjadi energi biolistrik, sehingga dapat memberi informasi mengenai perubahan posisi tubuh akibat percepatan linier atau percepatan sudut. Dengan demikian dapat memberi informasi mengenai semua gerak tubuh yang sedang berlangsung. Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh lain, sehingga kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh bersangkutan. Gejala yang timbul dapat berupa vertigo, rasa mual dan muntah. Pada jantung berupa bradikardi atau takikardi dan pada kulit reaksinya berkeringat dingin.1, 5

Gambar 5. Organ keseimbangan

2.3 Otitis Media Akut

1. Definisi

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.6Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif (otitis media serosa, otitis media sekretoria, otitis media musinosa, otitis media efusi/OME). Masing-masing mempunyai bentuk akut dan kronis. Selain itu terdapat juga otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa atau otitis media sifilitika. Otitis media yang lain disebut otitis media adhesive. Pada beberapa penelitian, diperkirakan terjadinya otitis media yaitu 25% pada anak-anak. Infeksi umumnya terjadi dua tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun pertama masa sekolah.6Harus dibedakan antara otitis media akut dan otitis media efusi. Otitis media efusi lebih umum daripada otitis media akut. Ketika otitis media efusi didiagnosis dengan otitis media akut, antibiotic yang diberikan bisa tidak sesuai. Otitis media efusi yaitu adanya cairan ditelinga tengah tanpa adanya gejala infeksi. Otitis media efusi biasanya disebabkan tertutupnya Tuba Eustachius dan cairan terperangkap di telinga tengah. Gejala dari otitis media akut datang bila cairan di telinga tengah terinfeksi.7Telinga tengah adalah daerah yang dibatasi dengan dunia luar oleh gendang telinga. Daerah ini menghubungkan suara dengan alat pendengaran di telinga dalam. Selain itu di daerah ini terdapat saluran Eustachius yang menghubungkan telinga tengah dengan rongga hidung belakang dan tenggorokan bagian atas. Fungsi tuba Eustachius ini adalah:

Menjaga keseimbangan tekanan udara di dalam telinga dan menyesuaikannya dengan tekanan udara di dunia luar.

Mengalirkan sedikit lendir yang dihasilkan sel-sel yang melapisi telinga tengah ke bagian belakang hidung.72. Etiologi

Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di daerah nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba eustachius, enzim dan antibody.6Otitis media akut (OMA) biasanya terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu. Sumbatan tuba eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi tuba eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan. Selain itu, pencetus lain adalah infeksi saluran napas atas.Kuman penyebab OMA adalah bakteri piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus, Haemophilus Influenzae (27%), Staphylococcus aureus (2%), Streptococcus pneumoniae (38%), Pneumococcus. Pada anak, makin sering anak terkena infeksi saluran napas, makin besar kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi terjadinya OMA dipermudah oleh karena tuba Eustachiusnya pendek, lebar dan letaknya agak horizontal, dan juga adenoid pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa.6, 83. Faktor Resiko

a. Faktor risiko terhadap host diantaranya usia, prematuritas, ras, alergi, abnormalitas craniofasial, refluks gastroesophageal, adanya adenoid, dan predisposisi genetik.

b. Faktor risiko karena lingkungan terdiri dari infeksi saluran napas atas, level sosial ekonomi, perawatan kesehatan harian, dan lain-lain.

c. Riwayat infeksi saluran napas atas.

d. Insiden meningkat pada saat musim gugur dan musim dingin

e. Riwayat keluarga adanya penyakit pada telinga tengah dapat meningkatkan insiden.

f. Adanya saudara kandung yang terkena OMA berulang, dapat menjadi salah satu faktor risiko penyebab OMA.

g. Riwayat OMA pada usia 1 tahun, meningkatkan risiko adanya OMA berulang.94. Patogenesis

Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas atas. Infeksi pada saluran nafas atas akan menyebabkan edema pada mukosa saluran nafas termasuk mukosa tuba eustakius dan nasofaring tempat muara tuba eustakius. Edema ini akan menyebabkan oklusi tuba yang berakibat gangguan fungsi tuba eustakius yaitu fungsi ventilasi, drainase dan proteksi terhadap telinga tengah. Tuba berperan dalam proteksi kuman dan sekret dari nasofaring hingga ke telinga tengah, diantaranya melalui kerja silia. Ketika terjadi oklusi tuba, fungsi silia tidak efektif untuk mencegah kuman dan sekret dari nasofaring ke kavum timpani dengan akumulasi sekret yang baik untuk pertumbuhan kuman. Sehingga terjadi proses supurasi di telinga tengah.6, 10, 11

5. Stadium Otitis Media Akut

Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium:

a. Stadium Oklusi Tuba Eustachius

Stadium oklusi tuba Eustachius terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi membrana timpani akibat tekanan negatif dalam telinga tengah karena terjadinya absorpsi udara. Selain retraksi, membrana timpani kadang-kadang tetap normal atau hanya berwarna keruh pucat atau terjadi efusi.Stadium oklusi tuba Eustachius dari otitis media supuratif akut (OMA) sulit kita bedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan virus dan alergi.6, 9, 10b. Stadium Hiperemis (Pre Supurasi)

Stadium hiperemis (pre supurasi) akibat pelebaran pembuluh darah di membran timpani yang ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang sulit terlihat.6, 10c. Stadium Supurasi

Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen (nanah). Selain itu edema pada mukosa telinga tengah makin hebat dan sel epitel superfisial hancur.Ketiganya menyebabkan terjadinya bulging (penonjolan) membrana timpani ke arah liang telinga luar. Pasien akan tampak sangat sakit, nadi & suhu meningkat dan rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Anak selalu gelisah dan tidak bisa tidur nyenyak.6, 10Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak tertangani dengan baik akan menimbulkan ruptur membran timpani akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan. Nekrosis ini disebabkan oleh terjadinya iskemia akibat tekanan kapiler membran timpani karena penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil.6Keadaan stadium supurasi dapat kita tangani dengan melakukan miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan membuat luka insisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan mudah menutup kembali sedangkan ruptur lebih sulit menutup kembali. Bahkan membran timpani bisa tidak menutup kembali jika membran timpani tidak utuh lagi.6, 10d. Stadium Perforasi

Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman.

Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu menurun dan bisa tidur nyenyak. Jika membran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret (nanah) tetap berlangsung selama lebih 3 minggu maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih 1,5-2 bulan maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik (OMSK).

e. Stadium Resolusi

Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen tidak ada lagi. Stadium ini berlangsung jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah. Stadium ini didahului oleh sekret yang berkurang sampai mengering.6, 10Apabila stadium resolusi gagal terjadi maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik (OMSK). Kegagalan stadium ini berupa membran timpani tetap perforasi dan sekret tetap keluar secara terus-menerus atau hilang timbul. Otitis media supuratif akut (OMA) dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran timpani.66. Manifestasi Klinis

Gejala klinik otitis media supuratif akut (OMA) tergantung dari stadium penyakit dan umur penderita. Gejala stadium supurasi berupa demam tinggi dan suhu tubuh menurun pada stadium perforasi.Gejala klinik otitis media supuratif akut (OMA) berdasarkan umur penderita, yaitu :

a. Bayi dan anak kecil. Gejalanya : demam tinggi bisa sampai 390C (khas pada stadium supurasi), sulit tidur, tiba-tiba menjerit saat tidur, mencret, kejang-kejang, dan kadang-kadang memegang telinga yang sakit. Jika terjadi rupture membrane timpani, maka secret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh menurun dan anak tertidur tenang.

b. Anak yang sudah bisa bicara. Gejalanya : biasanya rasa nyeri dalam telinga, suhu tubuh tinggi, dan riwayat batuk pilek.

c. Anak lebih besar dan orang dewasa. Gejalanya : rasa nyeri dan gangguan pendengaran (rasa penuh dan pendengaran berkurang).6Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut:6, 11a. Penyakitnya muncul mendadak (akut)

b. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:

1) menggembungnya gendang telinga

2) terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga

3) adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga

4) cairan yang keluar dari telinga

c. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:

1) kemerahan pada gendang telinga

2) nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal.

Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik daun telinga pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam, sulit makan, mual dan muntah, serta rewel. Namun gejala-gejala ini (kecuali keluarnya cairan dari telinga) tidak spesifik untuk OMA sehingga diagnosis OMA tidak dapat didasarkan pada riwayat semata.6Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop (alat untuk memeriksa liang dan gendang telinga dengan jelas).4 Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga.9Gambar 6. Membran timpani bulging

Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan pompa udara kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara).Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa. Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan terhadap gendang telinga). Namun timpanosentesis tidak dilakukan pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis antara lain adalah OMA pada bayi di bawah usia enam minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak memberi respon pada beberapa pemberian antibiotik, atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi.97. Penatalaksanaan

Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya.

a. Oklusi tuba Eustachius

Pengobatan bertujuan untuk membuka kembali Tuba Eustachius, sehingga tekanan negative dalam telinga tengah hilang. Untuk ini diberikan obat tetes hidung. Hcl efedrina 0.5% dalam larutan fisiologis (anak < 12 tahun) atau Hcl efedrin 1% dalam larutan fisiologik yang berumur diatas 12 tahun dan pada orang dewasa.Selain itu sumber infeksi harus diobati. Antibiotika diberikan apabila penyebab penyakit adalah kuman.6b. Hiperemis (pre supurasi)

Pemberian antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika. Antibiotika yang dianjurkan ialah dari golongan penisilin atau ampisilin. Terapi awal diberikan penisilin intramuscular agar didapatkan konsentrasi yang adekuat dalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, dan kekambuhan. Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin.Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/kgBB perhari dibagi dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40 mg/kgBB perhari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40 mg/kgBB perhari.6c. Supurasi

Diberikan antibiotika, idealnya harus disertai dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejala klinis lebih cepat hilang dan rupture dapat dihindari.6d. Perforasi

Sering terlihat banyak secret yang keluar dan kadang terlihat secret keluar secara berdenyut. Pengobatan diberikan adalah obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya secret hilang dan perforasi menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.6e. Resolusi

Membrane timpani berangsur normal kembali, secret tidak ada lagi dan perforasi membrane timpani menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak secret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membrane timpani. Keadaan ini disebabkan karena berlanjutnya edema mukosa telinga tengah. Pada keadaan demikian antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah pengobatan masih tetap banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis.

Bila OMA berlanjut dengan keluarnya secret dari telinga tengah lebih dari 3 minggu, maka keadaan ini disebut otitis mediasupuratif subakut. Bila perforasi menetap dan secret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif kronis.

Pada pengobatan OMA terdapat beberapa faktor resiko yang menyebabkan kegagalan terapi. Risiko tersebut digolongkan menjadi resiko tinggi kegagalan terapi dan resiko rendah.68. Miringotomi

Miringotomi adalah tindakan insisi pars tensa membran timpani, agar terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Miringotomi merupakan tindakan pembedahan kecil yang dilakukan dengan syarat tindakan ini harus dilakukan secara a-vue (dilihat langsung), anak harus tenang dan dapat dikuasai. Lokasi miringotomi adalah kuadran postero-inferior. Untuk tindakan ini harus memakai lampu kepala yang mempunyai sinar cukup terang, memakai corong telinga yang sesuai dengan besar liang telinga, dan pisau khusus (miringotom) yang digunakan berukuran kecil dan steril.6

Aturan tindakan miringotomi:91) Stadium hiperemis (pre supurasi). Bisa kita lakukan bila terlihat hiperemis difus.

2) Stadium supurasi. Lakukan jika membran timpani masih utuh. Keuntungannya yaitu gejala klinik lebih cepat hilang dan ruptur membran timpani dapat kita hindari.

Indikasi Miringotomi:91) Persisten pain dan recurrent otalgia

2) Efusi telinga tengah dengan hiperemia dan bulging dan anak tampak sakit berat

3) Severe earache

4) Bila hasil pengobatan antibiotik kurang memuaskan

5) Anak tiba-tiba menderita OMA selagi mendapat terapi AB untuk penyakit lain

6) Bila OMA terjadi pada anak yang immunologically compromised

7) OMA pada neonatus

Gambar 7. Miringotomi

Komplikasi miringotomi yang mungkin terjadi adalah perdarahan akibat trauma pada liang telinga luar, dislokasi tulang pendengaran, trauma pada fenestra rotundum, trauma pada nervus fasialis, trauma bulbus jugularis (bila anomali letak).69. Komplikasi

a. Intratemporal

1) Perforasi membran timpani

2) Erosi tulang pendengaran

3) Paresis nervus fasialis

4) Mastoiditis akut koalesen

5) Labirinitis supuratif

6) Tuli sensorineural

7) Petrositis

b. Ekstratemporal

1) Abses subperiosteal

2) Abses ekstradural

3) Trombosis sinus lateralis

c. Intrakranial

1) Abses otak

2) Meningitis

3) Hidrosefalus otikus12

2