bab ii tinjauan pustaka a. tinjuan umum aliran sosiologisrepository.ump.ac.id/7851/3/tabah...

28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjuan umum Aliran Sosiologis 1. Pengertian Aliran Sosiologis Manusia, sejak lahir telah dilengkapi dengan naluri untuk hidup bersama dengan orang lain, karena itu akan timbul suatu hasrat untuk hidup teratur, yang mana teratur menurut seseorang belum tentu teratur buat orang lain sehingga akan menimbulkan suatu konflik. Keadaan tersebut harus dicegah untuk mempertahankan integrasi dan integritas masyarakat. Dari kebutuhan akan pedoman tersebut lahirlah norma atau kaidah yang hakekatnya muncul dari suatu pandangan nilai dari perilaku manusia yang merupakan patokan mengenai tingkah laku yang dianggap pantas dan berasal dari pemikiran normatif atau filosofis, proses tersebut dinamakan sosiologi. Berdasarkan aliran Sosiologis, hukum bukanlah norma-norma atau peraturan-peraturan yang memaksa orang berkelakuan menurut tata tertib yang ada dalam masyarakat, tetapi kebiasaan-kebiasaan orang dalam pergaulannya dengan orang lain, yang menjelma dalam perbuatan atau perilakunya dimasyarakat. Hammaker, yang meletakkan dasar sosiologi hukum di Negara Belanda menyatakan, hukum itu bukan suatu himpunan norma-norma, bukan himpunan peraturan-peraturan yang memaksa orang berkelakuan menurut tata tertib masyarakat, tetapi suatu himpunan Penerapan Aliran Sosiologis…, Tabah Waluyo, Fakultas Hukum UMP, 2018

Upload: others

Post on 20-Dec-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjuan umum Aliran Sosiologisrepository.ump.ac.id/7851/3/Tabah Waluyo_BAB II.pdfdinamakan sosiologi. Berdasarkan aliran Sosiologis, hukum bukanlah norma-norma

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjuan umum Aliran Sosiologis

1. Pengertian Aliran Sosiologis

Manusia, sejak lahir telah dilengkapi dengan naluri untuk hidup

bersama dengan orang lain, karena itu akan timbul suatu hasrat untuk

hidup teratur, yang mana teratur menurut seseorang belum tentu teratur

buat orang lain sehingga akan menimbulkan suatu konflik. Keadaan

tersebut harus dicegah untuk mempertahankan integrasi dan integritas

masyarakat. Dari kebutuhan akan pedoman tersebut lahirlah norma atau

kaidah yang hakekatnya muncul dari suatu pandangan nilai dari perilaku

manusia yang merupakan patokan mengenai tingkah laku yang dianggap

pantas dan berasal dari pemikiran normatif atau filosofis, proses tersebut

dinamakan sosiologi.

Berdasarkan aliran Sosiologis, hukum bukanlah norma-norma atau

peraturan-peraturan yang memaksa orang berkelakuan menurut tata tertib

yang ada dalam masyarakat, tetapi kebiasaan-kebiasaan orang dalam

pergaulannya dengan orang lain, yang menjelma dalam perbuatan atau

perilakunya dimasyarakat. Hammaker, yang meletakkan dasar sosiologi

hukum di Negara Belanda menyatakan, hukum itu bukan suatu himpunan

norma-norma, bukan himpunan peraturan-peraturan yang memaksa orang

berkelakuan menurut tata tertib masyarakat, tetapi suatu himpunan

Penerapan Aliran Sosiologis…, Tabah Waluyo, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjuan umum Aliran Sosiologisrepository.ump.ac.id/7851/3/Tabah Waluyo_BAB II.pdfdinamakan sosiologi. Berdasarkan aliran Sosiologis, hukum bukanlah norma-norma

12

peraturan-peraturan yang menunjuk „kebiasaan‟ orang dalam pergaulannya

dengan orang lain di masyarakat (Soerjono Soekanto, 2005:171). Sebagai

alat untuk merekayasa (mengubah) masyarakat, hukum harus

dipergunakan untuk mewujudkan perubahan-perubahan sosial.

Perubahan-perubahan sosial yang dimaksud dalam hal ini adalah

perubahan-perubahan sosial (perubahan masyarakat) yang direncanakan

lebih dulu atau perubahan yang dikehendaki. Maka, dalam pandangan

Roscou Pound hukum dipergunakan sebagai alat untuk melakukan

perubahan-perubahan masyarakat yang harus berlangsung secara tertib dan

berencana.

Sociological Jurisprudence yang juga sering disebut sebagai aliran

hukum fungsional (Functional Anthropological). Aliran Sosciological

Jurisprudence (hukum fungsional) memiliki pengaruh yang cukup

signifikan dalam praksis hukum di Indonesia khususnya dalam rangka

pembangunan hukum sebagai salah satu aspek dari praksis hukum yang

bersifat praktis. Namun, selain pengaruh aliran Sociologial Jurisprudence,

jauh sebelum itu, pengaruh aliran positivisme hukum dan mazhab sejarah

sudah lebih dahulu di Indonesia sejak jaman kolonial (Sukrisna A. Samadi,

4: 2012).

Aliran Sociological Jurisprudence lahir sebagai sintesa dari

pertentangan dua aliran pemikiran hukum dalam lingkungan Filsafat

Hukum yaitu aliran positivisme hukum dan mazhab sejarah. Oleh karena

itu, pengaruh dari aliran positivisme hukum dan mazhab sejarah sangat

Penerapan Aliran Sosiologis…, Tabah Waluyo, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjuan umum Aliran Sosiologisrepository.ump.ac.id/7851/3/Tabah Waluyo_BAB II.pdfdinamakan sosiologi. Berdasarkan aliran Sosiologis, hukum bukanlah norma-norma

13

terasa pada aliran Sociological Jurisprudence. Maka, sebagai sintesis dari

dua aliran pemikiran hukum yang saling bertentangan, pemikiran

positivisme hukum dan mazhab sejarah diterima dalam aliran Sociological

Jurisprudence (Hotma P. Sibuea, 2016:4).

Kedua aliran pemikiran hukum diterima tetapi dengan modifikasi

tertentu. Aliran Sociological Jurisprudence mengemukakan bahwa hukum

positif yang ditetapkan oleh penguasa adalah baik jikalau sesuai dengan

hukum yang lahir (tumbuh) dalam masyarakat (living law). Oleh sebab itu,

aliran ini mencanangkan inti pokok gagasannya yaitu bahwa “Hukum

yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam

masyarakat” (Hotma P. Sibuea, 2016:5).

Aquinas memberikan jawaban bahwa hukum seharunya mengikuti

prinsip manusia dalam bertindak, karena hal itu merupakan aturan dan

juga ukurannya. Ukuran tersebut adalah “kebahagiaan atau kebahagiaan

(moral)”. Karena memang tujuan dari adanya hukum adalah untuk

mencapai kebahagiaan, the last end of humanlife is happiness or be

attitude. Oleh Karena itu hukum harusnya mencapai sebuah kebahagiaan

bukan sebaliknya. Dalam hubungannya manusia dalam menciptakan

hukum, Aquinas berpendapat bahwa tujuan dari terbentuknya hukum

adalah mengantarkan manusia menuju kebajikan, as thephilosopher says,

the intention of the lawgiveris to lead men to virtue (Surya Desismansyah

Eka Putra, 2014:54).

Penerapan Aliran Sosiologis…, Tabah Waluyo, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjuan umum Aliran Sosiologisrepository.ump.ac.id/7851/3/Tabah Waluyo_BAB II.pdfdinamakan sosiologi. Berdasarkan aliran Sosiologis, hukum bukanlah norma-norma

14

Mochtar Kusumaatmadja mengadaptasi aliran Sociological

Jurisprudence dan hasilnya muncul suatu pemikiran filosofis hukum yaitu

“Konsepsi Hukum Sebagai Sarana Pembaharuan Masyarakat.” Konsepsi

Hukum Sebagai Sarana Pembaharuan Masyarakat mengajarkan bahwa

hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup

dalam masyarakat (living law). Maka, hukum yang ideal dalam pandangan

konsepsi hukum ini adalah hukum yang ditetapkan oleh negara tetapi

sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat (nilai-nilai yang

berkembang dalam masyarakat). Maka, hukum itu memiliki kepastian

hukum karena ditetapkan oleh negara tetapi sekaligus menceminkan nilai-

nilai yang hidup dalam masyarakat (Hotma P. Sibuea, 2016:1).

Menurut Soekanto, aliran sociological jurisprudence yang

dipelopori oleh oleh Eugen Erlich, bahwa ajarannya adalah berpokok pada

perbedaan antara hukum positif (kaidah-kaidah hukum) dengan hukum

yang hidup ditengah masyarakat (living law). Sehingga hukum yang

positif hanya akan efektif apabila senyatanya selaras dengan hukum yang

hidup di masyarakat. Erlich juga mengatakan bahwa pusat perkembangan

dari hukum bukanlah terletak pada badan-badan legislatif, keputusan-

keputusan badan yudikatif atau ilmu hukum, tetapi senyatanya adalah

justru terletak didalam masyarakat itu sendiri (Soerjono Soekanto,

2005:174).

Menurut aliran Sosiologis yang dipelopori Hammaker, Eugen

Ehrlich dan Max Weber, Hukum merupakan hasil interaksi sosial dalam

Penerapan Aliran Sosiologis…, Tabah Waluyo, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjuan umum Aliran Sosiologisrepository.ump.ac.id/7851/3/Tabah Waluyo_BAB II.pdfdinamakan sosiologi. Berdasarkan aliran Sosiologis, hukum bukanlah norma-norma

15

masyarakat. Hukum adalah gejala masyarakat, karenanya perkembangan

hukum (timbulnya, berubahnya dan lenyapnya) sesuai dengan

perkembangan masyarakat. Perkembangan hukum merupakan kaca dari

perkembangan masyarakat. Secara idealnya perkembangan masyarakat

harus diikuti oleh perkembangan hukum (Johni Najwan, 2016:2).

Pendekatan ini lebih melihat hukum sebagai bangunan sosial (social

institution) yang tidak terlepas dari bangunan sosial lainnya. Hukum

tidakdipahami sebagai teks dalam undang-undang atau peraturan tertulis

tetapisebagai kenyataan sosial yang ada dalam kehidupan.

Sistem hukum mereka menempatkan hukum dan proses hukum

dalam konteks konseptual yang lebih besar, melihat hukum hanya sebagai

bagian dari sistem sosial yang jauh lebih luas dan sebagian besar dari

mereka mengambil bentuk kritik eksplisit. Pendekatan antropologis dan

sosiologis untuk hukum menggunakan kerangka referensi yang tidak

mudah dimasukkan ke dalam kategori hukum (Haney Craig, 2011:5).

Seperti psikologi, hukum nampaknya lebih segera berkepentingan dengan

orang, dan kurang langsung dengan variabel seperti budaya atau kelas

sosial (Haney Craig, 2011:7).

Dasar filosofis dari dibentuknya suatu aturan hukum, selain untuk

mengatur dan menertibkan masyarakat, juga yang paling penting adalah

memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. Hukum merupakan instrumen

agar keadilan bisa dicapai sesuai dengan harapan publik (Umar Solahudin,

2013:3). Pendekatan ini lebih melihat hukum sebagai bangunan sosial

Penerapan Aliran Sosiologis…, Tabah Waluyo, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjuan umum Aliran Sosiologisrepository.ump.ac.id/7851/3/Tabah Waluyo_BAB II.pdfdinamakan sosiologi. Berdasarkan aliran Sosiologis, hukum bukanlah norma-norma

16

(social institution) yang tidak terlepas dari bangunan sosial lainnya.

Hukum tidakdipahami sebagai teks dalam undang-undang atau peraturan

tertulis tetapisebagai kenyataan sosial yang ada dalam kehidupan. Hukum

tidak dipahamisecara tekstual normatif tetapi secara konteksual. Secara

konstitusional, sebagaimana yang disebutkan dalam UUD 1945 Pasal 28D,

menyatakan:

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan

kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan

hukum”.

Hukum progresif tidak menerima hukum sebagai institusi yang

mutlak serta final, melainkan sangat ditentukan oleh kemampuannya untuk

mengabdi pada kepentingan manusia, bukan kepentingan hukum itu

sendiri. Dalam hal Undang-undang sudah mengatur secara pasti dan dirasa

adil, maka hakim tetap wajib berpegang pada Undang-undang.

Selain kontruksi sosial dasar filosofis dari dibentuknya suatu

aturan hukum, selain untuk mengatur dan menertibkan masyarakat dan

memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. Hukum merupakan instrumen

agar keadilan bisa dicapai sesuai dengan harapan publik Setiap orang

harus mengusahakan peningkatan terhadap kualitas spiritualitas bangsa.

Harapannya adalah tidak lagi membangun hukum, tetapi membangun

spiritualisme bangsa. Dalam hal ini, yang diunggulkan adalah moral

mengenai kejujuran, pengendalian diri, menjaga harkat sebagai manusia,

rasa malu, mengurangi keakuan (selfishness), dan lebih memberikan

perhatian kepada orang lain (Satjipto Raharjo, 2008:104).

Penerapan Aliran Sosiologis…, Tabah Waluyo, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjuan umum Aliran Sosiologisrepository.ump.ac.id/7851/3/Tabah Waluyo_BAB II.pdfdinamakan sosiologi. Berdasarkan aliran Sosiologis, hukum bukanlah norma-norma

17

Untuk memberi basis yang lebih kuat terhadap agenda alternatif,

maka di sini ingin diusulkan agar negara hukum ini menggunakan

paradigma ganda, yaitu negara hukum yang tidak hanya menggunakan

paradigma peraturan saja, tetapi juga paradigma moral (Satjipto Raharjo,

2008:103).

B. Mazhab dalam Aliran Sosiologis

Sosiologi hukum untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh seseorang

berkebangsaan Italia yang bernama Anzilotti pada tahun 1882. Sosiologi

hukum pada hakikatnya lahir dari hasil-hasil pemikiran para ahli pemikir baik

di bidang filsafat (hukum), ilmu maupun sosiologi (Soerjono Soekanto,

2005:176). Berikut beberapa Mazhab dalam Aliran Sosiologis :

1. Mazhab Formalistis

a. Mazhab Positivis

Berpendapat bahwa hukum dan moral merupakan dua bidang

yang terpisah serta harus dipisahkan. Salah satu pendapat ahli John

Austin (1790-1859). Bahwa hukum merupakan perintah dari mereka

yang memegang kekuasaan tertinggi atau dari yang memegang

kedaulatan. Bahwa hukum adalah merupakan perintah yang

dibebankan untuk mengatur makhluk berpikir, dimana perintah

dilakukan oleh makhluk berpikir yang memegang dan mempunyai

kekuasaan. Bahwa hukum sebagai suatu sistem yang logis, tetap dan

bersifat tertutup, dan oleh karena itu ajarannya dinamakan analytical

jurisprudence. Analytical Jurisprudence dibagi dua yaitu hukum yang

Penerapan Aliran Sosiologis…, Tabah Waluyo, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjuan umum Aliran Sosiologisrepository.ump.ac.id/7851/3/Tabah Waluyo_BAB II.pdfdinamakan sosiologi. Berdasarkan aliran Sosiologis, hukum bukanlah norma-norma

18

dibuat oleh Tuhan dan hukum yang disusun oleh Manusia. Hukum

yang disusun oleh manusia dibedakan menjadi dua, yaitu hukum yang

sebenarnya dan hukum yang tidak sebenarnya.

Hukum yang sebenarnya : hukum yang dibuat oleh penguasa

bagi pengikut-pengikutnya dan hukum yang disusun oleh individu-

individu guna melaksanakan hak-hak yang diberikan kepadanya.

Mengandung 4 unsur, yaitu perintah, sanksi, kewajiban dan

kedaulatan.

Hukum yang tidak sebenarnya bukanlah merupakan hukum

yang secara langsung berasal dari penguasa, akan tetapi merupakan

peraturan-peraturan yang disusun oleh perkumpulan-perkumpulan atau

badan-badan tertentu.

b. Mazhab tentang Hukum

Hans Kelsen berpendapat suatu sistem hukum sebagai suatu

sistem pertanggapan dari kaidah-kaidah, dimana suatu kaidah hukum

tertentu akan dapat dicari sumbernya pada kaidah hukum yang lebih

tinggi derajatnya. Kaidah yang merupakan puncak dari sistem

pertanggapan dinamakan kaidah dasar atau Grundnorm. Setiap sistem

hukum merupakan Stunfenbau daripada kaidah-kaidah.

Penamaan teori murni tentang hukum murni mempunyai makna

tersendiri untuk menyatakan bahwa hukum berdiri sendiri terlepas dari

aspek-aspek kemasyarakatan yang lain. Yang bermaksud menunjukkan

bagaimana hukum itu sebenarnya tanpa memberikan penilaian apakah

hukum itu cukup adil atau kurang adil.

Penerapan Aliran Sosiologis…, Tabah Waluyo, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjuan umum Aliran Sosiologisrepository.ump.ac.id/7851/3/Tabah Waluyo_BAB II.pdfdinamakan sosiologi. Berdasarkan aliran Sosiologis, hukum bukanlah norma-norma

19

2. Mazhab Sejarah dan Kebudayaan

Hukum hanya dapat dimengerti dengan menelaah kerangka sejarah

dan kebudayaan dimana hukum itu timbul. Beberapa pendapat para ahli :

a. Friedrich Karl Von Savigny

Hukum merupakan perwujudan dari Kesadaran hukum

masyarakat (volksgeit). Semua hukum berasal dari adat istiadat dan

kepercayaan bukan dari pembentuk UU.

b. Sir Henry Main

Perkembangan hukum dari status ke Kontrak yang sejalan

dengan perkembangan masyarakat sederhana ke masyarakat yang

modern dan kompleks. Hubungan-hubungan hukum yang didasarkan

pada status warga masyarakat yang masih sederhana, berangsur-angsur

akan hilang apabila masyarakat tadi berkembang menjadi masyarakat

yang modern dan kompleks (Soerjono Soekanto, 2005:178).

3. Mazhab Utilitarianism

Tokohnya adalah Jeremy Bentham dengan teorinya Bahwa

manusia bertindak untuk memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi

penderitaan. setiap kejahatan harus disertai dengan hukuman yang sesuai

dengan kejahatan tersebut, dan derita yang dijatuhkan tidak lebih dari

pada apa yang diperlukan untuk mencegah terjadinya kejahatan.

Pembentuk hukum harus membentuk hukum yang adil bagi segenap

warga masyarakat secara individiual (Soerjono Soekanto, 2005:181).

Penerapan Aliran Sosiologis…, Tabah Waluyo, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjuan umum Aliran Sosiologisrepository.ump.ac.id/7851/3/Tabah Waluyo_BAB II.pdfdinamakan sosiologi. Berdasarkan aliran Sosiologis, hukum bukanlah norma-norma

20

4. Mazhab Sociological Jurisprudence

a. Eugen Ehrlich

Bahwa hukum positif hanya akan efektif apabila selaras dengan

hukum yang ada dalam masyarakat. Pusat perkembangan dari hukum

bukanlah terletak pada Badan-badan legislatif, keputusan-keputusan

Badan yudikatif ataupun Ilmu hukum, akan tetapi terletak justru

terletak dalam masyarakat itu sendiri.

b. Roscoe Pound

Hukum harus dilihat/dipandang sebagai suatu lembaga

Kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-

kebutuhan Sosial, sedangkan tugas dari ilmu hukum yaitu untuk

memperkembangkan suatu kerangka dimana kebutuhan-kebutuhan

Sosial terpenuhi secara maksimal.

Konsepnya yang terkenal adalah law as a tool of Social

engineering artinya hukum sebagai alat untuk mewujudkan perubahan-

perubahan di bidang sosial.

5. MazhabRealisme Hukum

Para tokohnya yaitu Karl Llewellyn, Jerome Franks, Justice Oliver

Mendell Konsep yang radikal tentang proses peradilan dengan menyatakan

bahwa hakim-hakim tidak hanya menemukan hukum akan tetapi

membentuk hukum. Seorang hakim harus selalu memilih, dia yang

menentukan prinsip-prinsip mana yang dipakai dan pihak-pihak mana

yang akan menang. Keputusan-keputusan hakim seringkali mendahului

Penerapan Aliran Sosiologis…, Tabah Waluyo, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjuan umum Aliran Sosiologisrepository.ump.ac.id/7851/3/Tabah Waluyo_BAB II.pdfdinamakan sosiologi. Berdasarkan aliran Sosiologis, hukum bukanlah norma-norma

21

penggunaan prinsip-prinsip hukum yang formal. Keputusan-keputusan

pengadilan dan doktrin hukum Selalu dapat diperkembangkan untuk

menunjang perkembangan atau hasil-hasil proses hukum. Karl Llewellyn

mengembangkan teori tentang hubungan antara peraturan-peraturan

hukum dengan perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam

masyarakat.

Pendapatnya bahwa tugas pokok dari pengadilan adalah

menetapkan fakta dan rekonstruksi dari kejadian-kejadian yang telah

lampau yang menyebabkan terjadinya perselisihan (Soerjono Soekanto,

2005:186).

C. Tinjauan Umum Positivisme Hukum

1. Pengertian Positivisme Hukum

Positivisme Hukum adalah suatu paham atau paradigma yang

menuntut harus dilepaskannya pemikiran metayuridis mengenai hukum,

hukum harus eksis, dalam alamnya yang objektif sebagaimana norma-

norma yang positif (Habib Shulton Asnawi 2012:4). Artinya positivisme

hukum menolak ajaran yang bersifat ideologis dan hanya menerima

hukum sebagaimana adanya, yaitu dalam bentuk peraturan-peraturan yang

ada. Aliran positivisme hukum ini berpendapat hendaknya “Keadilan harus

dikeluarkan dari ilmu hukum”.

Paradigma positivisme hukum inilah yang menjadi dasar acuan

dalam pemikiran para penegak hukum di Indonesia khususnya para hakim-

Penerapan Aliran Sosiologis…, Tabah Waluyo, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjuan umum Aliran Sosiologisrepository.ump.ac.id/7851/3/Tabah Waluyo_BAB II.pdfdinamakan sosiologi. Berdasarkan aliran Sosiologis, hukum bukanlah norma-norma

22

hakim di Indonesia. Sehingga mereka hanya menerapkan apapun bunyi

redaksi pasal dalam UU tersebut tanpa melihat aspek lain semisal akibat

jika pasal tersebut tetap diterapkan, paradigma ini mengabaikan

kemashlahatan yang ada di sosial masyarakat, paradigma ini lebih

mengedepankan teks daripada konteks kemashlahatan manusia sehingga

akibatnya keadilan menjadi terabaikan.

Negara hukum harus mempunyai kelenturan agar tidak hanya

dibatasi dengan asas legalitas yang kaku, penegak hukum hanya dapat

bertindak berdasarkan aturan-aturan hukum yang formal dan kaku, padahal

sering mengorbankan keadilan. seharusnya selalu berpikir dan bertindak

berdasarkan kepentingan umum, dengan memperhatikan asas-asas hukum

yang berlaku serta rasa keadilan. Padahal, konsep negara hukum tidak

hanya terbatas pada bagaimana suatu negara mengakui bahkan telah

mengklaim berbagai syarat normati tersebut. Jika yang terjadi seperti ini,

maka secara tidak sadar para penega hukum telah terjebak kepada konsep

pemahaman yang serba “normatif positivisme”. Bagi lembaga pengadilan,

moralitas hakim mutlak diperluka untuk menjaga putusan benar-benar

menjadi alat untuk mencapai keadilan. Atas dasar itu pula, bagi hakim,

proses penegakkan hukum tidak patut direduksi hanya sekedar supremasi

hukum tertulis, terlebih lagi hanya supremasi kalimat dalam undang-

undang, melainkan supremasi keadilan(Habib Shulton Asnawi, 2012:4).

Moh. Mahfud MD, mengatakan bahwa hal tersebut karena factor

penegak hukum khususnya hakim-hakim di Indonesia, yang mana selama

Penerapan Aliran Sosiologis…, Tabah Waluyo, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjuan umum Aliran Sosiologisrepository.ump.ac.id/7851/3/Tabah Waluyo_BAB II.pdfdinamakan sosiologi. Berdasarkan aliran Sosiologis, hukum bukanlah norma-norma

23

ini hakim-hakim di Indonesia masih didominasi oleh paradigma dan cara

berfikir positivistik-legalistik. Proses penegakan hukum dijalankan

sedemikian rupa dengan perspektif peraturan hukum semata. Akibatnya,

ketentuan hukum tertulis (peraturan perundang-undangan) menjadi

patokan paling utama dalam berhukum. Yang terjadi jika tetap

menggunakan cara berpikir semacam ini terbukti membuat proses penegak

hukum menjadi gersang, kering dari moralitas (Habib Shulton Asnawi,

2012:4).

Hukum tidak ada untuk dirinya melainkan untuk sesuatu yang luas,

yaitu untuk harga diri manusia, kebahagiaan, kesejahteraan dan kemuliaan

manusia. Inilah filosofi hukum progresif sebagai upaya membongkar

positivistik-legalistik terhadap pemaknaan hukum. Hukum progresif

ditunjukan untuk melindungi manusia menuju kepada ideal hukum dan

menolak status quo, serta tidak ingin menjadikan hukum sebagai tegnologi

yang tidak bernurani, melainkan institusi yang bermoral. Hukum progresif

bisa disebut sebagai “hukum yang pro-rakyat” dan “hukum pro-keadilan”

(Habib Shulton Asnawi, 2012:5).

Ketika kaum positivisme tersebut mengamati hukum sebagai obyek

kajian, mereka menganggap hukum hanya sebagai gejala sosial. Kaum

positivisme pada umumnya hanya mengenal ilmu pengetahuan yang

positif, demikian pula positivisme hukum hanya mengenal satu jenis

hukum, yakni hukum positif. Positivisme hukum selanjutnya

memunculkan analytical legal positivism, analytical jurisprudence,

Penerapan Aliran Sosiologis…, Tabah Waluyo, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjuan umum Aliran Sosiologisrepository.ump.ac.id/7851/3/Tabah Waluyo_BAB II.pdfdinamakan sosiologi. Berdasarkan aliran Sosiologis, hukum bukanlah norma-norma

24

pragmatic positivism, dan Kelsen’s pure theory of law.Law Positivism,

Implication, Analytical Jurisprudence (Johni Najwan, 2016:6).

Legal Positivism memandang perlu untuk memisahkan secara tegas

antara hukum dan moral. Hukum bercirikan rasionalistik, teknosentrik, dan

universal. Dalam kaca mata positivisme, tidak ada hukum kecuali perintah

penguasa, bahkan aliran positivis legalisme menganggap bahwa hukum

identik dengan Undang-undang. Hukum dipahami dalam perspektif yang

rasional dan logika. Keadilan hukum bersifat formal dan prosedural.

Dalam positivisme, dimensi spiritual dengan segala perspektifnya seperti

agama, etika dan moralitas diletakkan sebagai bagian yang terpisah dari

satu kesatuan pembangunan peradaban modern.

Pesatnya perkembangan positivisme terjadi setelah menangnya

gerakan sekularisasi, yang berupaya memisahkan secara tegas antara

urusan politik (negara) dengan urusan Gereja (agama), dan bersamaan

dengan runtuhnya kewibawaan gereja, yang menawarkan basis pemikiran

transendenta. Pandangan hukum positif atau positivisme dari aliran hukum

merupakan pengaruh dari postivisme sosiologis yang dimotori Auguste

Comte dan Herbert Spencer yang berakar dari filsafat Yunani yakni

Epicurus. Bagi Comte untuk menciptakan masyarakat yang adil,

diperlukan metode positif yang kepastiannya tidak dapat digugat. Metode

positif ini mempunyai 4 ciri, yaitu :

1) Metode ini diarahkan pada fakta-fakta.

2) Metode ini diarahkan pada perbaikan terus menerus dari syarat-syarat

Penerapan Aliran Sosiologis…, Tabah Waluyo, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjuan umum Aliran Sosiologisrepository.ump.ac.id/7851/3/Tabah Waluyo_BAB II.pdfdinamakan sosiologi. Berdasarkan aliran Sosiologis, hukum bukanlah norma-norma

25

hidup.

3) Metode ini berusaha ke arah kepastian.

4) Metode ini berusaha ke arah kecermatan.

Hukum nasional yang menganut ajaran positivisme yang marak di

barat dan mengalami puncak keberhasilannya pada akhir abad 19 ini

kemudian dikenali sebagai hukum positif dan tampil dalam rupa hukum

perundang-undangan. Lahirnya hukum nasional yang dituliskan atas dasar

konsep-konsep kaum positivis yang akan dirawat oleh sebarisan hukum

yang profesional.

Oleh aliran positivis hukum hanya dikaji dari aspek lahiriahnya, apa

yang muncul bagi realitas kehidupan sosial, tanpa memandang nilai-nilai

dan norma-norma seperti keadilan, kebenaran, kebijaksanaan, dan lain-lain

yang melandasi aturan aturan hukum tersebut, maka nilai-nilai ini tidak

dapat ditangkap oleh panca indera. Menurut Johni Najwan, karena

mengabaikan apa yang terdapat di balik hukum, yakni berupa nilai-nilai

kebenaran, kesejahteraan dan keadilan yang seharusnya ada dalam hukum,

maka positvisme hanya berpegang pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Hukum adalah perintah-perintah dari manusia (command of human

being).

b. Tidak perlu ada hubungan antara hukum dengan moral, antara hukum

yang ada (das sein) dengan hukum yang seharusnya (das sollen).

c. Analisis terhadap konsep-konsep hukum yang layak dilanjutkan dan

harus dibedakan dari penelitian-penelitian historis mengenai sebab-

Penerapan Aliran Sosiologis…, Tabah Waluyo, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjuan umum Aliran Sosiologisrepository.ump.ac.id/7851/3/Tabah Waluyo_BAB II.pdfdinamakan sosiologi. Berdasarkan aliran Sosiologis, hukum bukanlah norma-norma

26

sebab atau asal-usul dari undang-undang, serta berlainan pula dari

suatu penilaian kritis.

d. Keputusan-keputusan (hukum) dapat di deduksikan secara logis dari

peraturan-peraturan yang sudah ada lebih dahulu, tanpa perlu

menunjuk kepada tujuan-tujuan sosial, kebijaksanaan, dan moralitas.

e. Penghukuman (judgement) secara moral tidak dapat ditegakkan dan

dipertahankan oleh penalaran rasional, pembuktian, atau pengujian

Dari sinilah berawal pemikiran yang mengetengahkan dan

memperjuangkan ide bahwa apa yang dimaklumatkan sebagai hukum

harus mempunyai statusnya yang positif dalam arti telah disahkan tegas-

tegas (positif) sebagai hukum dengan membentuknya dalam wujud produk

perundang-undangan.

2. Jenis Hukum Positif

Hukum positif dapat dikelompokkan kedalam hukum positif tertulis

dan hukum positif tidak tertulis.

a. Hukum Positif Tertulis

Dapat dibedakan antara hukum positif tertulis yang berlaku

umum dan hukum positif tertulis yang berlaku khusus.

1. Hukum positif tertulis yang berlaku umum, terdiri dari:

a) Peraturan perundang-undangan yaitu hukum positif tertulis

yang dibuat, ditetapkan, atau dibentuk pejabat atau lingkungan

jabatan yang berwenang menurut atau berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan tertentu dalam bentuk tertulis

Penerapan Aliran Sosiologis…, Tabah Waluyo, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjuan umum Aliran Sosiologisrepository.ump.ac.id/7851/3/Tabah Waluyo_BAB II.pdfdinamakan sosiologi. Berdasarkan aliran Sosiologis, hukum bukanlah norma-norma

27

yang berisi aturan tingkah laku yang berlaku atau mengikat

(secara) umum. Termasuk dalam kategori peraturan perundang-

undangan adalah aturan hukum sebagaimana disebutkan dalam

Tap. No. III/MPR/2000." Ditinjau dari wewenang

pembentukannya, perauran perundang-undangan dapat

dibedakan antara yang bersifat kenegaraan dan yang bersifat

administrasi negara. Selanjutnya ditinjau dari daya ikat ada

yang bersifat ketatanegaraan (staatsrechtelijk) dan ada yang

bersifat administrasi negara (admfnistratiefrechttelijk). Ditinjau

dari lingkungan tempat berlaku, dapat dibedakan antara

peraturan perundang-undangan tingkat nasional dan daerah.

b) Peraturan kebijakan (beleidsregels, pseudowetgeuing, policy

rides), yaitu peraturan yang dibuat baik kewenangan atau

materi muatannya tidak berdasar pada peraturan perundang-

undangan, delegasi, atau mandat, melainkan berdasarkan

wewenang yang timbul dari Freis Ermessen yang dilekatkan

pada administrasi negara untuk mewujudkan suatu tujuan

tertentu yang dibenarkan oleh hukum. Aturan kebijakan hanya

didapati dalam lapangan administrasi negara, karena itu

ketentuan aturan kebijakan hanya dalam lapangan hukum

administrasi negara. Termasuk kedalam kategori ini adalah

"surat edaran, juklak, juknis." Pada saat ini didapati juga

semacam aturan kebijakan yang dikeluarkan oleh badan yang

bukan administrasi negara seperti Surat Edaran Mahkamah

Penerapan Aliran Sosiologis…, Tabah Waluyo, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjuan umum Aliran Sosiologisrepository.ump.ac.id/7851/3/Tabah Waluyo_BAB II.pdfdinamakan sosiologi. Berdasarkan aliran Sosiologis, hukum bukanlah norma-norma

28

Agung. Meskipun dari segi bentuk, menyerupai salah satu

aturan kebijakan, Surat Edaran Mahkamah Agung tidak perlu

dikategorikan sebagai aturan kebijakan. Pertama : Mahkamah

Agung bukan administrasi negara. Kedua : wewenang

Mahkamah Agung membuat surat edaran tidak didasarkan pada

kebebasan bertindak, tetapi atas petunjuk undang-undang.

Ketiga : Surat Edaran Mahkamah Agung berada dalam cakupan

yang terbatas yaitu sebagai pedoman yang berisi petunjuk bagi

badan peradilan tingkat rendah yang mandiri dalam

menjalankan fungsi peradilan.

2. Hukum positif tertulis yang berlaku khusus. Hukum positif tertulis

yang berlaku khusus dapat dibedakan antara yang ditetapkan

administrasi negara dan yang ditetapkan badan kenegaraan bukan

administrasi negara. Disebut berlaku khusus karena hanya berlaku

untuk subyek atau subyek-subyek tertentu dan atau obyek atau

obyek-obyek tertentu yang bersifat konkrit. Contoh hukum positif

tertulis: Ketetapan atau keputusan administrasi negara yang bersifat

konkrit. Dalam dunia ilmu hukum di Negeri Belanda dan Indonesia

ketetapan atau keputusan semacam ini lazim disebut atau

dinamakan beschikking. Pada negara-negara berbahasa Inggris

disebut decree.

b. Hukum Positif Tidak Tertulis

Yang dapat dibedakan atau terdiri dari Hukum Adat, Hukum

Keagamaan, Hukum Yurisprudensi, Hukum Tidak Tertulis lainnya.

Penerapan Aliran Sosiologis…, Tabah Waluyo, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjuan umum Aliran Sosiologisrepository.ump.ac.id/7851/3/Tabah Waluyo_BAB II.pdfdinamakan sosiologi. Berdasarkan aliran Sosiologis, hukum bukanlah norma-norma

29

1. Hukum Adat

Hukum adat yaitu hukum asli bangsa Indonesia yang hidup

dan berlaku secara turun temurun atau diakui atau dinyatakan

sebagai hukum yang berlaku berdasarkan peraturan perundang-

undangan dan atau putusan hakim. Hukum adat mungkin didapati

atau diketahui dalam atau melalui tulisan (dituliskan). Walaupun

demikian, hukum adat adalah hukum tidak tertulis, karena tidak

pernah dengan sengaja dibentuk secara tertulis oleh pejabat yang

berwenang melalui tata cara tertentu. Hukum adat menjadi hukum

positif atas dasar kenyataan sebagai hukum yang hidup dan ditaati,

pengakuan, dibiarkan berlaku, atau ditetapkan oleh pengadilan.

Lingkup hukum adat sebagai hukum positif makin terbatas akibat

kehadiran hukum positif tertulis atau karena yurisprudensi. Sampai

tahun 1999 hampir semua hukum adat ketatanegaraan tidak berlaku

lagi. Sisa hukum adat ketatanegaraan yang masih berlaku adalah

untuk pemerintahan desa atau yang dipersamakan dengan desa

berdasarkan ketentuan IGO dan IGOB. Ketentuan tersebut tidak

berlaku lagi sejak ada UU No. 5 Tahun 1979 tentang desa.

2. Hukum Keagamaan

Hukum keagamaan sebagai hukum positif, adalah hukum

dari agama yang diakui menurut peraturan perundang-undangan

yang berlaku atau berdasarkan suatu kebijakan Pemerintah yang

mengakui semua sistem keyakinan atau sistem kepercayaan yang

Penerapan Aliran Sosiologis…, Tabah Waluyo, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjuan umum Aliran Sosiologisrepository.ump.ac.id/7851/3/Tabah Waluyo_BAB II.pdfdinamakan sosiologi. Berdasarkan aliran Sosiologis, hukum bukanlah norma-norma

30

oleh pengikutnya dipandang sebagai agama. Pada saat ini, didapati

berbagai hukum keagamaan yang dinyatakan melalui undang-

undang sebagai hukum positif.

3. Hukum Yurisprudensi

Hukum Yurisprudensi adalah hukum positif yang berlaku

secara umum yang lahir atau berasal dari putusan hakim. Disinilah

letak perbedaaan sifat hukum antara putusan hakim dengan

yurisprudensi. Putusan hakim adalah hukum yang bersifat konkrit

dan khusus berlaku pada subyek yang terkena atau terkait langsung

dengan bunyi putusan. Pada saat suatu putusan hakim diterima

sebagai yurisprudensi, maka asas atau kaidahnya menjadi bersifat

umum dan dapat dipergunakan sebagai dasar pertimbangan hukum

bagi siapa saja.

4. Hukum Kebiasaan

Hukum Kebiasaan yaitu hukum yang tumbuh dan

dijalankan dalam praktek penyelenggaraan negara atau

pemerintahan, dan hukum yang tumbuh dan dijalankan dalam

praktek komunitas perniagaan, dan lain-lain. Hukum-hukum ini

sebenarnya merupakan (hukum) adat istiadat. Secara singkat dapat

disebut hukum adat. Tapi disini sengaja tidak dimasukkan kedalam

kelompok Hukum Adat, karena selama ini telah diterima

pengertian bahwa Hukum Adat adalah hukum asli yang tumbuh,

berkembang, dan hidup dalam lingkungan masyarakat asli

Penerapan Aliran Sosiologis…, Tabah Waluyo, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjuan umum Aliran Sosiologisrepository.ump.ac.id/7851/3/Tabah Waluyo_BAB II.pdfdinamakan sosiologi. Berdasarkan aliran Sosiologis, hukum bukanlah norma-norma

31

Indonesia. Yang cukup intensif diajarkan di Fakultas Hukum

adalah hukum kebiasaan di bidang ketatanegaraan, atau lazim

disebut konvensi. Tetapi karena hukum kebiasaan ketatanegaraan

ini sangat menonjol pada sistem ketatanegaraan Inggris, maka

referensi utama biasanya adalah kebiasaan ketatanegaraan Inggris.

Termasuk kedudukan hukum dari kebiasaan ketatanegaraan

(Chazawi Adami, 2002: 200).

D. Pencurian Ringan

Pencurian berasal dari kata “curi” yang mendapatkan awalan “pe” dan

akhiran “an” yang berarti mengambil secara diam-diam, sembunyisembunyi

tanpa diketahui oleh orang lain. Mencuri berarti mengambil milik orang lain

secara melawan hukum, orang yang mencuri milik orang lain disebut pencuri.

Pencurian sendiri berarti perbuatan atau perkara yang berkaitan dengan

pencurian. Seseorang dikatakan pencuri jika semua unsur yang diatur didalam

pasal pencurian terpenuhi. Pemenuhan unsur dalam ketentuan peraturan

perundang-undangan itu hanyalah upaya minimal, dalam taraf akan masuk ke

peristiwa hukum yang sesungguhnya (R. Soesilo 247:1993)

Berikut ini pengertian pencurian menurut beberapa ahli (R. Soesilo

220-222:1993) :

1. Menurut Mr.Blok : Wegnemen is ene gedraging waardoor men het goed brengt in zijn feitelijke heerschappij, onder zijn macht, in zijne detentie, onafhankelijk van de bedoeling, die men ten opzichte van dat goed verder koestert. Artinya: Mengambil itu ialah suatu perilaku yang membuat suatu

Penerapan Aliran Sosiologis…, Tabah Waluyo, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjuan umum Aliran Sosiologisrepository.ump.ac.id/7851/3/Tabah Waluyo_BAB II.pdfdinamakan sosiologi. Berdasarkan aliran Sosiologis, hukum bukanlah norma-norma

32

benda berada dalam penguasaanya yang nyata, atau berada di bawah kekuasaanya atau di dalam detensinya, terlepas dari maksudnya tentang apa yang ia inginkan dengan benda tersebut.

2. Prof. Noyon dan Prof. Langemaijer : Wegnemen (in de zin van art. 310) is altij een eigenmachtige inbenzitneming. Artinya: Mengambil (menurut pengertian Pasal 362 KUHP) selalu merupakan suatu tindakan sepihak untuk membuat suatu benda berada dalam penguasaanya.

3. Menurut Prof. Simons: Wegnemen is het voorwerp tot zick nemen, het bregen onder zijne uitsluitende feitelijke heerschappi m.a.w de dader moet het voorwerp op het ogenblik der handeling niet reeds onder zick hebben. Artinya: Mengambil ialah membawa suatu benda menjadi berada dalam penguasaanya atau membawa benda tersebut secara mutlak berada di bawah penguasaanya yang nyata, dengan kata lain, pada waktu pelaku melakukan perbuatannya, benda tersebut harus belum berada dalam penguasaanya.

4. Menurut Prof. Van Bemmelen dan Prof. Van Hattum : Wegnemen is iedere handeling, waardoor iemand of een vermogenbestanddel van een ander in zijn eigen herschappij brengt zonder mederwerking of toestemming van dia ander of de band, die op een of andere wijze nog tussen die ander en dat vermogenbestanddeel bestond, verbreekt. Artinya : Mengambil ialah setiap tindakan yang membuat sebagian harta kekayaan orang lain menjadi berada dalam penguasaannya tanpa bantuan atau tapa seizin orang lain tersebut, ataupun untuk memutuskan hubungan yang masih ada antara orang lain itu dengan bagian harta kekayaan yang dimaksud.

Pencurian ringan (gepriviligeerde diefstal) dimuat dalam Pasal 364

KUHP yang rumusannya sebagai berikut :

“Perbuatan-perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan 363

butir 4, begitupun perbuatan-perbuatan yang diterangkan dalam pasal

363 butir 5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah tempat kediaman

atau pekarangan yang tertutup yang ada kediamannya, jika harga

barang yang dicuri tidak lebih dari Rp 250,00 diancam karena

pencurian ringan dengan pidana penjara paling lama 3 bulan atau

pidana denda paling banyak Rp 900,00”

Sedangkan dalam bukunya Jonkers terdapat sedikit perbedaan, Pasal

364 menamakan pencurian ringan bagi pencurian biasa yang dilakukan oleh

dua orang atau lebih bersama-sama. Atau disertai hal-hal tersebut dalam pasal

Penerapan Aliran Sosiologis…, Tabah Waluyo, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjuan umum Aliran Sosiologisrepository.ump.ac.id/7851/3/Tabah Waluyo_BAB II.pdfdinamakan sosiologi. Berdasarkan aliran Sosiologis, hukum bukanlah norma-norma

33

363 nomor 5. Apabila tidak dilakukan dalam suatu rumah kediaman atau di

pekarangan tetap. Dimana rumah kediaman bila barang yang dicuri berharga

tidak lebih dari Rp.250,00 dan hukumannya maksimal 3 bulan penjara atau

denda 60 rupiah.

Unsur yang harus selalu ada dalam pencurian ringan ialah benda tidak

lebih dari Rp 250,00. Dalam WvT pencurian ringan tidak diatur hanya KUHP

yang mengatur hal ini. Untuk masa kini benda seharga Rp 250,00 pada saat ini

relatif sangat kecil. Maka daripada itu kejahatan-kejahatan ringan perlu

dihapus dari KUHP.

Pencurian di dalam bentuknya yang pokok diatur dalam Pasal 362 Kitab

Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi: “Barang siapa

mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan

orang lain, dengan maksud untuk menguasai benda tersebut secara melawan

hak, diancam karena kesalahannya melakukan pencurian dengan hukuman

penjara selama-lamanya lima tahun atau denda setinggi-tingginya enam puluh

rupiah”.Berdasarkan pada ketentuan di atas menurut (R. Soesilo 253:1993),

dapat diuraikan mengenai unsur-unsur dari tindak pidana pencurian, yaitu:

1) Unsur Barang Siapa

Yaitu setiap orang yang melakukan perbuatan melawan hukum,sebagai

pendukung hak dan kewajiban yang identitasnya jelas, diajukan

kepersidangan karena telah didakwakan melakukan tindak pidana dan

perbuatanya dapat dipertanggung jawabkan kepadanya.

2) Unsur Mengambil Sesuatu Barang

Penerapan Aliran Sosiologis…, Tabah Waluyo, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjuan umum Aliran Sosiologisrepository.ump.ac.id/7851/3/Tabah Waluyo_BAB II.pdfdinamakan sosiologi. Berdasarkan aliran Sosiologis, hukum bukanlah norma-norma

34

Mengambil sesuatu barang adalah memindahkan barang dari suatu tempat

ke tempat lain.

3) Unsur Sama Sekali atau Sebagian Termasuk Kepunyaan Orang Lain

Yaitu barang yang dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lain adalah

sebagian atau seluruhnya merupakan kepunyaan orang lain.

4) Unsur dengan Maksud Memiliki Barang dengan Melawan Hukum

Dengan maksud memiliki barang dengan melawan hukum adalah barang

yang telah diambil akan dikuasai atau dimiliki tanpa izin atau persetujuan

pemilik barang.

Pasal 363 (Pencurian dengan pemberatan) biasanya secara doktrinal di

sebut dengan pencurian yang dikualifikasikan. Pencurian dikualifikasikan ini

menunjuk pada suatu pencurian yang di lakukan dengan cara-cara tertentu,

atau dalam keadaan tertentu, sehingga bersifat lebih berat dan karenanya

diancam dengan pidana yang lebih berat pula dari pencurian ringan dan

pencurian biasa dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun,

dihukum menurut (R. Soesilo 223-226 :1993) :

1. Pencurian hewan

2. Pencurian pada waktu kebakaran, letusan, kebanjiran, gempa bumi, atau

gempa laut, letusan gunung merapi, kapal selam, kapal terdampar,

kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau kesengsaraan

dimasa perang.

3. Pencurian pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan yang

tertutup yang ada rumahnya, dilakukan oleh orang yang ada disitu tiada

Penerapan Aliran Sosiologis…, Tabah Waluyo, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjuan umum Aliran Sosiologisrepository.ump.ac.id/7851/3/Tabah Waluyo_BAB II.pdfdinamakan sosiologi. Berdasarkan aliran Sosiologis, hukum bukanlah norma-norma

35

dengan setahunya atau bertentangan dengan kemauannya orang yang

berhak (yang punya)

4. Pencurian dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih

5. Pencurian yang dilakukan oleh tersalah dengan masuk ketempat kejahatan

itu atau dapat mencapai barang untuk diambilnya, dengan jalan

membongkar, memecah atau memanjat atau dengan jalan memakai kunci

palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.

Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah

satu hal yang tersebut dalam buir 4 dan 5, dijatuhkan hukuman penjara

selama-lamanya sembilan tahun. Pencurian dalam pasal ini dinamakan

pencurian dengan pemberatan atau pencurian dengan kualifikasi dan diancam

dengan hukuman yang lebih berat pencurian dengan pemberatan itu adalah

pencurian biasa (pasal 362) disertai dengan salah satu keadaan seperti berikut ;

1. Apabila barang yang dicuri itu adalah hewan yaitu semua macam binatang

yang memamah biak (kerbau, sapi, kambing dan lain sebagainya),

binatang yang berkuku satu (kuda, keledai) dan babi. Anjing, ayam,

bebek, angsa tidak termasuk disini karena tidak memamah biak dan tidak

berkuku Satu

2. Apabila pencurian itu dilakukan pada waktu ada kejadian macam

malapetaka, karena pada waktu semacam itu orang-orang semua ribut dan

barang-barang dalam keadaan tidak terjaga

3. Apabila pencurian itu dilakukan pada waktu malam, dalam rumah atau

pekarangan tertutup yang ada dalam rumahnya “pekarangan tertutup‟‟

Penerapan Aliran Sosiologis…, Tabah Waluyo, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjuan umum Aliran Sosiologisrepository.ump.ac.id/7851/3/Tabah Waluyo_BAB II.pdfdinamakan sosiologi. Berdasarkan aliran Sosiologis, hukum bukanlah norma-norma

36

suatu pekarangan yang sekelilingnya ada tanda-tanda batas yang kelihatan

nyata seperti selokan, pagar bambu, pagar hidup, pagar kawat dan lain-

lain. Disini pencuri itu harus betul-betul masuk kedalam rumah, dan

melakukan pencurian disitu

4. Apabila pencurian itu, dilakukan dua orang atau lebih. Supaya masuk

disini, maka dua orang atau lebih itu semua harus bertindak sebagai

pembuat atau turut melakukan (Pasal 55), bukan misalnya yang satu

sebagai pembuat (Pasal 55) sedang yang lain hanya membantu saja (Pasal

560)

5. Apabila dalam pencurian itu, pencuri masuk ketempat kejahatan atau

mencapai barang yang dicurinya dengan jalan membongkar, memecah,

merusak barang yang agak besar, misalnya membongkar pintu jendela.

Disini harus ada barang yang rusak, putus atau pecah. Pencuri yang

mengangkat pintu daru engselnya, sedang engsel itu tidak ada kerusakan

sama sekali, tidak masuk pengertian membongkar. Memecah merusak

barang yang agak kecil, misalnya memecah peti kecil, memecah kaca

jendela dan lain-lain.

Dalam Pasal 363 butir 5 disebutkan sebagai berikut :

1. Tersalah masuk ketempat kejahatan dengan jalan membongkar dan lain-

lain, ini berarti bahwa pembongkaran yang dilakukan itu, untuk masuk

ketempat tersebut, jadi bukan untuk keluar atau keperluan lain-lainnya.

Misalnya seorang pencuri yang waktu sore masuk kedalam rumah orang

Penerapan Aliran Sosiologis…, Tabah Waluyo, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjuan umum Aliran Sosiologisrepository.ump.ac.id/7851/3/Tabah Waluyo_BAB II.pdfdinamakan sosiologi. Berdasarkan aliran Sosiologis, hukum bukanlah norma-norma

37

dengan melalui pintu yang sedang terbuka, lalu bersembunyi dalam rumah

itu dan kemudian setelah malam buta sedang orang yang punya tidur

nyenyak, pencuri tersebut keluar dari sembunyinya, mengambil barang

dari dalam rumah itu, dan untuk dapat keluar dari dalam rumah tersebut

“membongkar” pintu rumah, maka peristiwa itu tidak masuk dalam

golongan ini, oleh karena pembongkaran itu untuk “keluar‟‟ dan bukan

untuk masuk kedalam tempat kejahatan

2. Tersalah mencapai barang yang dicurinya dengan jalan membongkar dan

lain-lain, mencapai artinya memasukan kedalam kekuasaannya. Misalnya

seorang mencopet uang didalam saku dengan menggunting saku itu, atau

pencuri uang dalam lemari atau peti besi didalam rumah dengan merusak

lemari atau peti tersebut. Akan tetapi menurut arrest hoge raad 27 Januari

1896, mencopet arloji denga menarik rantai arloji itu sampai putus atau

mencuri hewan denga memotong tali ikatan hewan itu, tidak masuk

membongkar atau memecah.

Berdasarkan rumusan pada Pasal 364 KUHP di atas, maka unsur-

unsur dalam pencurian ringan adalah :

1. Pencurian dalam bentuknya yang pokok (Pasal 362 KUHP).

2. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama

(Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP).

3. Pencurian yang dilakukan dengan membongkar, merusak atau memanjat,

dengan anak kunci, perintah palsu atau seragam palsu.

4. Tidak dilakukan dalam sebuah rumah.

Penerapan Aliran Sosiologis…, Tabah Waluyo, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjuan umum Aliran Sosiologisrepository.ump.ac.id/7851/3/Tabah Waluyo_BAB II.pdfdinamakan sosiologi. Berdasarkan aliran Sosiologis, hukum bukanlah norma-norma

38

5. Tidak dilakukan dalam pekarangan tertutup yang ada rumahnya.

6. Apabila harga barang yang dicurinya itu tidak lebih dari dua ratus lima

puluh rupiah.

Penerapan Aliran Sosiologis…, Tabah Waluyo, Fakultas Hukum UMP, 2018