bab ii tinjauan pustaka a. masa nifas 1. pengertianrepository.ump.ac.id/9328/3/yeni indri lestari...
TRANSCRIPT
13 Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Masa Nifas
1. Pengertian
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran
bayi, plasenta, serta selapur yang diperlukan untuk memulihkan
kembali organ kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang
lebih 6 minggu (Saleha, Siti: 2009:5). Menurut Febi, dkk (2017) masa
nifas (puerperium) adalah masa pemulihan kembali, mulai dari
persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra
hamil. Lama masa nifas yaitu 6-8 minggu. Masa nifas (puerperium) di
mulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu.
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali dimulai
setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan
kembali seperti keadaan sebelum hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6-8
minggu (Suherni, 2009). Masa nifas merupakan masa sejak bayi dan
plasenta lahir sampai organ-organ reproduksi kembali normal sebelum
hamil yang berlangsung dalam kurun waktu 6 minggu.
14
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
2. Tahapan masa nifas
Nifas dibagi dalam 3 periode :
a. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu diperolehkan berdiri
dan berjalan-jalan. Dalam agama islam dianggap telah bersih dan
boleh bekerja setelah 40 hari.
b. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat
genetalia yang lama 68 minggu.
c. Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih
dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu
persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna
bisa berminggu-minggu, bulan atau tahunan (Angreni, 2010).
3. Adaptasi Psikologis Ibu Masa Postpartum
Menurut Bahiyyatun (2009), adaptasi psikologi pada periode
postpartum merupakan penyebab stressemosional terhadap ibu baru,
bahkan menyulitkan bila terjadi perubahan fisik yang hebat. Faktor-
faktor yang mempengaruhi suksesnya masa transisi ke masa menjadi
orang tua pada masa postpartum, yaitu:
a. Respon dan dukungan dari keluarga dan teman
b. Hubungan antara pengalaman melahirkan dan harapan serta
aspirasi
c. Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lain
d. Pengaruh budaya
15
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
Satu atau dua hari postpartum, ibu cenderung pasif dan
tergantung. Ia hanya menuruti nasehat,ragu-ragu dalam membuat
keputusan, masih berfokus untuk memenuhi kebutuhan sendiri, masih
menggebu membicarakan pengalaman persalinan.
Periode tersebut diuraikan oleh Yanti & Sundawati (2011)
menjadi 3 tahap, yaitu:
a. Fase taking in, yaitu periode ketergantungan yang berlangsung
pada hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Ibu
fokus pada dirinya sendiri, sehingga cenderung pasif terhadap
lingkungannya. Ketidaknyamanan yang dialami antara lain; rasa
mules, nyeri pada luka jahitan, kurang tidur, kelelahan. Hal yang
perlu diperhatikan pada fase ini adalah istirahat cukup,
komunikasi yang baik dan asupan nutrisi.
Gangguan psikologis yang dapat dialami oleh ibu pada
fase ini adalah:
(1) Kekecewaan pada bayinya
(2) Ketidaknyamanan sebagai akibat perubahan fisik yang
dialami
(3) Rasa bersalah karna belum bisa menyusui bayinya
(4) Kritikan suami atau keluarga tentang perawatan bayinya.
b. Fase taking hold, yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari
setelah melahirkan. Pada fase ini ibu merasa khawatir akan
ketidakmampuannya dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat
16
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
bayi. Pada fase ini, ibu memerlukan dukungan dan merupakan
kesempatan yang baik menerima berbagai penyuluhan dalam
merawat diri dan bayinya sehingga timbul percaya diri.
c. Fase letting go merupakan fase menerima tanggung jawab akan
peran barunya yang berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan.
Ibu sudah dapat menyesuaikan diri, merawat diri dan bayinya
sudah meningkat. Ada kalanya ibu mengalami perasaan sedih
yang berkaitan dengan bayinya keadaan ini disebut baby blues.
Perubahan emosi ibu postpartum menurut Whibley (2006)
dalam Yusdiana (2009) secara umum antara lain adalah:
a. Thrilled dan excaited, ibu merasakan bahwa persalinan
merupakan peristiwa besar dalam hidup. Ibu heran dengan
keberhasilan melahirkan seorang bayi dan selalu bercerita seputar
peristiwa persalinan dan bayinya.
b. Overwhelmed, merupakan masa kritis bagi ibu dalam 24 jam
pertama untuk merawat bayinya. Ibu mulai melakukan tugas-
tugas baru.
c. Let down, status emosi ibu berubah-ubah, merasa sedikit kecewa
khususnya dengan perubahan fisik dan perubahan peran.
d. Weepy, ibu mengalami baby blues postpartum karena perubahan
yang tiba-tiba dalam kehidupannya, merasa cemas dan takut
dengan ketidakmampuan merawat bayinya dan merasa bersalah.
Perubahanemosi ini dapat membaik dalam beberapa hari setelah
17
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
ibu dapat merawat diri dan bayinya serta mendapat dukungan
keluarga.
e. Feeling beat up, merupakan masa kerja keras fisik dalam hidup
dan akhirnya merasa kelelahan.
4. Jenis Gangguan Psikologis Ibu Postpartum
Menurut Diagnoastic and Statistic Manual of Mental
disorder (American Psyhiatric Association, 2000) tentang petunjuk
resmi untuk pengkajian dan diagnosis penyakit psikiater, bahwa
gangguan yang dikenali selama postpartum adalah :
a. Postpartum Blues
Fenomena pasca postpartum awal atau baby blues
merupakan sekuel umum kelahiran bayi, terjadi hingga 70%
wanita. Postpartum blues atau baby blues merupakan gangguan
mood efek ringan sementara yang terjadi pada hari pertama
sampai hari ke-10 setelah persalinan ditandai dengan tangisan
singkat, perasaan kesepian atau ditolak, cemas, bingung, gelisah,
letih, pelupa dan tidak dapat tidur (Pillitteri, 2003).
Menurut Bobak (2005), yang menjelaskan bahwa yang
dimaksud postpartum blues adalah perubahan mood pada ibu
postpartum yang terjadi setiap waktu setelah ibu melahirkan
tetapi seringkali terjadi pada hari ketiga atau keempat postpartum
dan memuncak antara hari kelima dan ke-14 postpartum yang
18
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
ditandai dengan tangisan singkat, perasaan kesepian atau ditolak,
cemas, bingung, gelisah, letih, pelupa dan tidak dapat tidur.
Ibu postpartum yang mengalami postpartum blues
mempunyai gejala antara lain rasa marah, murung, cemas, kurang
konsentrasi, mudah menangis, sedih, nafsu makan menurun, sulit
tidur (Pillitari, 2003; Lynn dan Pierre, 2007 dlam Macmudah,
2010).
Keadaan ini akan terjadi beberapah hari saja setelah
melahirkan dan biasanya akan berangsur-angsur menghilang
dalam beberapa hari dan masih dianggap sebagai kondisi yang
normal terkait dengan adaptasi psikologis postpartum. Apabila
memiliki faktor predisposisi dan pemicu lainnya maka dapat
berlanjut menjadi depresi postpartum.
b. Depresi Postpartum
Depresi adalah gangguan perasaan (afek) yang ditandai
dengan afek disforik (kehilangan kebahagian/gairah) disertai
dengan gejala-gejala lain, seperti gangguan tidur dan
menurunnya selera makan (Wahyuni, 2010).
Depresi postpartum adalah perasaan sedih akibat
berkurangnya kebebasan bagi ibu, penurunan estetika dan
perubahan tubuh, berkurangnya interaksi sosial dan kemandirian
yang disertai gejala sulit tidur, kurang nafsu makan, cemas, tidak
berdaya, kehilangan kontrol, pikiran yang menakutkan mengenai
19
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
kondisi bayi, kurang memerhatikan bentuk tubuhnya, tidak
menyukai bayi dan takut menyentuh bayinya dimana hal ini
terjadi selama 2 minggu berturut-turut dan menunjukkan
perubahan dari keadaan sebelumnya (Lubis, 2010).
Gejala yang sering timbul antara lain kehilangan
harapan, kesedihan, mudah menangis, tersinggung, mudah
marah, menyalahkan diri sendiri, kehilangan energi, selalu dalam
keadaan cemas, sulit berkonsentrasi, sakit kepala yang hebat,
kehilangan minat untuk malakukan hubungan seksual dan ada ide
untuk bunuh diri (Beck, 2001; Lynn dan Pierre, 2007 dalam
Macmudah, 2010).
c. Postpartum Psikosis
Mengalami depresi berat seperti gangguan yang dialami
penderita depresi postpartum ditambah adanya gejala proses pikir
(delusion, hallucinations and inchorence of association) yang
dapat mengancam dan membahayakan keselamatan jiwa ibu dan
bayinya sehingga sangat memerlukan pertolongan dari tenaga
profesional yaitu psikiater dan pemberian obat (Olds, 2000,
Pilliteri, 2003, Lynn dan Pierre, 2007).
20
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
B. Postpartum Blues
1. Pengertian Postpartum Blues
Sindrom baby blues adalah perasaan sedih yang dibawa ibu
sejak hamil yang berhubungan dengan kesulitan ibu menerima
kehadiran bayinya. Perubahan ini sebenarnya merupakan respon alami
dari kelelahan pasca persalinan (Pieter dan Lubis, 2010). Sedangkan
Mansyur (2009), mengatakan bahwa sindrom baby blues merupakan
perasaan sedih yang dialami oleh ibu setelah melahirkan, hal ini
berkaitan dengan bayinya. Postpartum blues adalah gangguan suasana
hati yang berlangsung selama 3-6 hari pasca melahirkan. Sindrom ini
sering terjadi dalam 14 hari pertama setelah melahirkan, dan cenderung
lebih buruk pada hari ketiga dan keempat.
Menurut Saleha (2009) baby blues atau postpartum blues
merupakan suatu gangguan psikologis sementara yang ditandai dengan
memuncaknya emosi pada minggu pertama setelah melahirkan.
Suasana hati yang paling utama adalah kebahagiaan, namun emosi
penderita menjadi stabil. Baby blues atau sterss pasca melahirkan
merupakan kondisi umum yang sering dialami oleh seorang wanita
yang baru melahirkan dan biasanya terjadi pada 50% ibu baru. Baby
blues sendiri merupakan suatu perasaan gembira oleh kehadiran sang
buah hati, namun disertai oleh perasaan cemas, kaget dan sedih
sehingga dapat menimbulkan kelelahan psikis sang ibu tersebut
(Melinda, 2010).
21
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
Baby blues sindrom atau stress pasca persalinan, merupakan
salah satu bentuk depresi yang sangat ringan yang biasanya terjadi
dalam 14 hari pertama setelah melahirkan dan cenderung lebih buruk
sekitar hari ketiga atau keempat pasca persalinan (Muhammad, 2011).
Postpartum blues atau yang juga disebut dengan baby blues merupakan
reksi psikologis yang berupa gejala depresi postpartum dengan tingkat
ringan. Sindrom ini muncul pasca melahirkan dan sering kali terjadi
pada hari ketiga atau keempat pasca postpartum dan memuncak pada
hari kelima dan keempat belas pasca melahirkan (Medicastore, 2012).
Hampir sebagian besar ibu yang melahirkan mengalami baby
blues. Sebuah kondisi depresi pasca persalinan, yang jika ditangani,
akan berdampak pada perkembangan anak. Baby blues atau
postpartum blues adalah kondisi yang dialami oleh hampir 50%
perempuan yang baru melahirkan. Kondisi ini dapat terjadi sejak hari
pertama setelah persalinan dan cenderung akan memburuk pada hari
ketiga samapi kelima setelah persalinan. Baby blues cenderung
menyerap dalam rentang waktu 14 hari terhitung setelah persalinan
(Conectique, 2011).
2. Waktu dan Durasi Terjadinya Postpartum Blues
Baby blues sindrom dapat terjadi segera setelah kelahiran,
tapi akan segera menghilang dalam beberapa hari sampai satu minggu.
Apabila gejala tersebut berlangsung lebih dari satu minggu itu sudah
termasuk dalam depresi postpartum (Aprilia, 2010). Kondisi ini
22
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
merupakan periode emosional stres yang terjadi antara hari ke-3 dan
ke-10 setelah persalinan yang terjadi sekitar 80% pada ibu postpartum
(Bahiyatul, 2009).
3. Gejala Postpartum Blues
Gejala postpartum blues ringan hanya terjadi dalam hitungan
jam atau 1 minggu pertama setelah melahirkan, gejala ini dapat
sembuh dengan sendirinya, sedangkan pada beberapa kasus postpartum
depresion dan postpartum psikosis, bisa sampai mencelakai diri sendiri
bahkan anaknya, sehingga pada penderita kedua jenis gangguan mental
terakhir perlu perawatan yang ketat di rumah sakit (Afrianto, 2012).
Gejala-gejala postpartum blues ini bisa terlihat dari
perubahan sikap seorang ibu. Gejala tersebut biasanya muncul pada
hari ke-3 atau hari ke-6 setelah melahirkan. Beberapa perubahan sikap
tersebut diantaranya: sering tiba-tiba menangis karena merasa tidak
bahagia, penakut, tidak mau makan, tidak mau bicara, sakit kepala,
sering berganti mood, mudah tersinggung, merasa selalu sensitif dan
cemas berlebihan, tidak bergairah, khususnya terhadap hal yang
semula sangat diminati, tidak mampu berkonsentrasi dan sangat sulit
membuat keputusan, merasa tidak mempunyai ikatan batin dengan si
kecil yang baru saja dilahirkan, insomnia yang berlebihan. Gejala-
gejala ini mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya akan
menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari.
Namun, jika masih tetap berlangsung selama beberapa minggu atau
23
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
beberapa bulan itu dapat disebut postpartum depression (Murtiningsih,
2012).
4. Penyebab Terjadinya Postpartum Blues
Beberapa hal yang disebutkan sebagai penyebab terjadinya
baby blues menurut Ummu (2012), di antaranya:
a. Perubahan hormonal
Pasca melahirkan terjadi penurunan kadar estrogen dan
prosgeterone yang drastis, dan juga disertai penurunan kadar
hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang menyebabkan
mudah lelah, penurunan mood, dan perasaan tertekan.
b. Fisik
Kehadiran bayi dalam keluarga menyebabkan perubahan
ritme kehidupan sosial dalam keluarga, terutama ibu. Mengasuh si
kecil sepanjang siang dan malam sangat menguras energi ibu,
menyebabkan berjurangnya waktu istirahat, sehingga terjadi
penurunan ketahanan dalam menghadapi masalah.
c. Psikis
Kecemasan terhadap dalam berbagai hal, seperti
ketidakmampuan dalam mengurus si kecil, ketidakmampuan dalam
berbagai permasalahan, rasa tidak percaya diri karena perubahan
bentuk tubuh dan sebelum hamil serta kurangnya perhatian
terutama suami ikut mempengaruhi terjadinya depresi.
24
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
d. Sosial
Perubahan gaya hidup dengan peran sebagai ibu baru butuh
adaptasi. Rasa ketertarikan yang sangat pada si kecil dan rasa
dijauhi oleh lingkungan juga berperan dalam depresi.
Penyebab baby blues diduga karena perubahan hormonal di
dalam tubuh wanita setelah melalui persalinan. Selama menjalani
kehamilan, berbagai hormon dalam tubuh ibu meningkatseiring
pertumbuhan janin. Setelah melalui tahap persalinan, jumlah produksi
berbagai hormon seperti estrogen, progesteron, dan endorphin
mengalami perubahan yang dapat mempengaruhi kondisi emosional
ibu. Kelelahan fisik dan rasa sakit setelah persalinan, air susu yang
belum keluar sehingga bayi menjadi alasan lain timbulnya baby blues
(Suwignyo, 2010).
Sedangkan munculnya baby blues menurut Atus (2008), juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
a. Dukungan Sosial
Perhatian dari lingkungan terdekat seperti suami dan
keluarga dapat berpengaruh. Dukungan berupa perhatian,
komunikasi dan hubungan emosional yang hangat sangat penting.
Dorongan moral dari teman-teman yang sudah pernah bersalin juga
dapat membantu. Dukungan sosial adalah derajat dukungan yang
diberikan kepada individu khususnya sewaktu dibutuhkan oleh
25
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
orang-orang yang memiliki hubungan emosional yang dekat
dengan orang tersebut (As’ari, 2005).
Dukungan sosial adalah kenyamanan, bantuan, atau
informasi yang diterima oleh seseorang melalui kontak formal
dengan individu atau kelompok (Landy&Conte, 2007).
b. Keadaan dan kualitas bayi
Kondisi bayi dapat menyebabkan munculnya baby blues
sindrom misalnya jenis kelamin yang tidak sesuai harapan, bayi
dengan cacat bawaan ataupun kesehatan yang kurang baik.
c. Komplikasi kelahiran
Proses persalinan juga dapat mempengaruhi munculnya
baby blues sindrom, misalnya proses persalinan yang sulit,
perdarahan, pecah ketuban dan bayi dengan posisi tidak normal.
d. Persiapan untuk persalinan dan menjadi ibu
Kehamilan yang tidak diharapkan seperti hamil diluar
nikah, kehamilan akibat pemerkosaan, kehamilan yang tidak
terencana sehingga wanita tersebut belum siap untuk menjadi ibu.
Kesiapan menyambut kehamilan dicerminkan dalam kesiapan dan
respon emosionalnya dalam menerima kehamilan. Seorang wanita
memandang sebagai suatu hasil alami hubungan perkawinan baik
yang diinginkan maupun tidak diinginkan, tergantung dengan
keadaan. Sebagian wanita lain menerima kehamilan sebagai
kehendak alam dan bahkan pada beberapa wanita termasuk banyak
26
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
remaja, kehamilan merupakan akibat percobaan seksual tanpa
menggunakan kontrasepsi. Awalnya mereka terkejut ketika tahu
bahwa dirinya hamil, namun seiring waktu mereka akan menerima
kehadiran seorang anak (Bobak, 2005).
e. Stresor psikososial
Faktor psikososial seperti umur, latar belakang sosial,
ekonomi, tingkat pendidikan dan respon ketahanan terhadap stresor
juga dapat mempengaruhi baby blues sindrom.
f. Riwayat depresi
Riwayat depresi atau problem emosional lain sebelum
persalinan, seorang dengan riwayat problem emosional sangat
rentan untuk mengalami baby blues sindrom.
g. Hormonal
Perubahan kadar hormon progesteron yang menurun
disertai peningkatan hormon estrogen, prolaktin dan kortisol yang
drastis dapat mempengaruhi kondisi psikolog ibu.
h. Budaya
Pengaruh budaya sangat kuat menentukan muncul atau
tidaknya baby blues sindrom. Di Eropa kecenderungan baby blues
sindrom lebih tinggi bila dibandingkan dengan Asia, karena budaya
timur yang lebih dapat menerima atau berkompromi dengan situasi
yang sulit daripada budaya barat.
27
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
5. Faktor-Faktor Postpartum Blues
Faktor-faktor yang mempengaruhi postpartum blues,
biasanya tidak berdiri sendiri sehingga gejala dan tanda postpartum
blues sebenarnya adalah suatu mekanisme multifaktorial. Sejauh ini
ada mekanisme biokimia atau neuro dokrin yang jelas (Irawati, 2014).
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya postpartum blues,
yaitu :
a. Faktor Demografi
Faktor demografi meliputi umur dan paritas. Ibu primipara
yang tidak mempunyai pengalaman dalam mengasuh anak, ibu
yang berusia remaja, ibu yang berusia lebih dari 35 tahun adalah
yang beresiko terkena postpartum blues (Bobak, Laudermilk,
Jenesn, et all, 2005).
Menurut BKKBN (2012) yang menganjurkan batasan umur
dalam pernikahan yakni 20 tahun ke atas, sehingga banyak
masyarakat yang memilih untuk menikah dalam rentang umur
tersebut. Pernikahan, kehamilan, persalinan dan perawatan anak
akan membawa banyak perubahan. Seseorang akan mengalami
perubahan peran dari seorang remaja menjadi seorang istri dan ibu
untuk anak-anaknya, hal ini tentu saja memerlukan kesiapan fisik
dan psikologis dari ibu tersebut. Seorang wanita yang berumur 20-
35 tahun sudah dianggap siap secara fisik dan psikologis untuk
melahirkan dan merawat anak. Pada umur seperti itu tingkat
28
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
kedewasaan, cara berpikir dan perilaku juga akan mengalami
peningkatan seiring dengan peningkatan umur. Umur 20-35 tahun
dianggap ideal untuk menjalani kehamilan dan persalinan,
direntang usia ini kondisi fisik wanita dalam keadaan prima. Rahim
sudah mampu memberi perlindungan atau kondisi yang maksimal
untuk kehamilan dan umumnya secara mental pun siap, yang dapat
berdampak pada perilaku merawat dan menjaga kehamilan secara
hati-hati.
b. Faktor Psikologis
Kurangnya perhatian keluarga, terutama suami karena
semua perhatian tertuju pada anak yang baru lahir. Setelah
persalinan si ibu merasa lelah dan sakit pasca persalinan membuat
ibu membutuhkan perhatian. Kecewa terhadap penampilan fisik
bayi karena tidak sesuai dengan yang diinginkan juga bisa memicu
postpartum blues. Ibu yang melahirkan secara operasi akan merasa
bingung dan sedih terutama jika operasi tersebut dilakukan karena
keadaan yang darurat (tidak direncanakan sebelumnya) (Kasdus,
2007).
c. Faktor Fisik
Kelelahan fisik karena aktivitas mengasuh bayi, menyusui,
memandikan, mengganti popok, dan menimang sepanjang hari
bahkan tak jarang di malam buta sangatlah menguras tenaga.
29
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
Apalagi jika tidak ada suami atau anggota keluarga lain (Nirwana,
2011).
d. Faktor Sosial
Tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang
tidak direncanakan sebelumnya dan keadaan sosial ekonomi juga
berpengaruh terhadap kejadian postpartum blues (Afrian, 2012).
Khekawatiran pada keadaan sosial ekonomi, seperti tinggal
bersama mertua, lingkungan rumah tidak nyaman, dan keadaan ibu
yang harus kembali bekerja setelah melahirkan.
Penyebab postpartum blues bisa juga dilihat pada bayi dan
hubungan orang tua, yaitu sebagai berikut :
a. Pada Bayi
Ibu yang depresi juga tidak mampu merawat bayinya
dengan optimal, karena merasa tidak berdaya atau tidak mampu
sehingga akan menghindari tanggung jawabnya, akibatnya kondisi
kebersihan dan kesehatan bayinya yang menjadi tidak optimali juga
tidak bersemangat menyusui bayinya sehingga pertumbuhan dan
perkembangan bayinya tidak seperti bayi yang ibunya sehat.
Akibat lainnya adalah hubungan antara ibu dan bayi juga tidak
optimal. Bayinya sangat senang berkomunikasi dengan ibunya.
Komunikasi ini dilakukannya dengan cara dan dalam bentuk yang
bermacam-macam, misalnya senyuman, tatapan mata, celoteh,
tangisan, gerakan yubuh yang berubah-ubah yang semua itu perlu
30
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
ditanggapi dengan respon yang sesuai dan optimal, namun bila hal
ini tidak terpenuhi, anak akan menjadi kecewa, sedih bahkan
frustasi. Kejadian seperti ini membuat perkembangan tidak
optimal, sehinnga membuat kepribadiannya kurang menantang
(Elvira, 2006).
b. Pada Hubungan Orang Tua
Perkawinan dan kelahiran seorang bayi biasanya dapat
mengubah suatu hubungan dan psikolog menemukan kaitan antara
depresi pasca melahirkan dan hubungan yang tidak memuaskan
pasangan. Pada kenyataannya, tekanan karena harus merawat
semua keretakan lama muncul dan banyak keretakan baru juga.
Dampak paling negative dari seorang yang mengalami postpartu
blues adalah symptom-symptom itu berlangsung lebih dari 10 hari,
kondisi seseorang tersebut tidak dikatakan sekedar mengalami
postpartum blues lagi tetapi mengalami postpartum depression atau
depresi pasca salin (Nirwana, 2011).
6. Dampak Postpartum Blues
Jika kondisi baby blues syndrome tidak disikapi dengan
benar, bisa berdampak pada hubungan ibu dengan bayinya, bahkan
anggota keluarga yang lain juga merasakan dampak dari baby blues
syndrome tersebut. Jika baby blues dibiarkan, dapat berlanjut menjadi
depresi pasca melahirkan, yaitu berlangsung lebih dari hari ke-7 pasca
persalinan. Depresi setelah melahirkan rata-rata berlangsung tiga
31
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
sampai enam bulan, bahkan terkadang sampai delapan bulan. Pada
keadaan lanjut dapat mengancam keselamatan diri dan anaknya
(Kasdus, 2007).
a. Pada ibu
(1) Menyalahkan kehamilannya
(2) Sering menangis
(3) Mudah tersinggung
(4) Sering terganggu dalam waktu istirahat atau
insomnia berat
(5) Hilang percaya diri mengurus bayi, merasa takut
dirinya tidak bisa memberikan ASI bahkan takut
apabila bayinya meninggal
(6) Muncul kecemasan terus menerus ketika bayi
menangis
(7) Muncul perasaan malas untuk mengurus bayinya
(8) Mengisolasi diri dari lingkungan masyarakat
(9) Frustasi hingga berupaya untuk bunuh diri
b. Pada anak
(1) Masalah perilaku
Anak-anak yangdari ibu yang mengalami
baby blues lebih memungkinkan memiliki masalah
perilaku, termasuk masalah tidur, tantrum, agresif,
dan hiperaktif.
32
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
(2) Perkembangan kognitif terganggu
Anak nantinya mengalami keterlambatan
dalam berbicara dan berjalan jika dibandingkan
dengan anak-anak dari ibu yang tidak depresi.
mereka akan mengalami kesulitan dalam belajar di
sekolah.
(3) Sulit bersosialisasi
Anak-anak dari ibu yang mengalami baby
blues biasanya mengalami kesulitan membangun
hubungan dengan orang lain. Mereka sulit berteman
atau cenderung bertindak kasar.
(4) Masalah emosional
Anak-anak dari ibu yang mengalami baby
blues cenderung merasa rendah diri, lebih sering
merasa cemas dan takut, lebih pasif, dan kurang
independen.
c. Pada suami
Keharmonisan pada ibu yang mengalami baby blues
biasanya akan terganggu ketika suami belum mengetahui apa
yang sedang di alami oleh istrinya yaitu baby blues sindrom,
suami cenderung akan menganggap si ibu tidak becus
mengurus anaknya bahkan dalam melakukan hubungan suami
33
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
istri biasanya mereka merasa takut seperti takut mengganggu
bayinya.
Dampak postpartum blues tidak hanya terjadi pada ibu,
namun juga terjadi pada bayinya. Dampak pada ibu adalah dapat
mengganggu kemampuan ibu dalam menjalankan peran, salah satunya
merawat bayi sehingga mempengaruhi kualitas hubungan antara ibu
dan bayi. Ibu yang mengalami postpartum blues cenderung enggan
untuk memberikan ASI (Air Susu Ibu) dan enggan berinteraksi dengan
bayinya. Dalam jangka waktu pendek bayi akan mengalami
kekurangan nutrisi karena tidak mendapat asupan ASI dan hubungan
emosional kurang terjalin. Dalam jangka waktu panjang akan
menyebabkan keterlambatan perkembangan, mengalami gangguan
emosional dan masalah sosial (Fiona, 2004).
7. Penatalaksanaan Postpartum Blues
Postpartum blues atau gangguan mental pasca persalinan
seringkali terabaikan dan tidak ditangani dengan baik. Banyak ibu
yang berjuang sendiri dalam beberapa saat setelah melahirkan. Mereka
merasakan ada suatu hal yang salah, namun mereka sendiri tidak
benar-benar mengetahui apa yang sedang terjadi. Apabila mereka pergi
mengunjungi dokter atau sumber-sember lainnya untuk meminta
pertolongan, sering kali hanya mendapat saran untuk beristirahat atau
tidur lebih banyak, tidak gelisah, minum obat atau berhenti
34
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
mengasihani diri sendiri atau mulai merasa gembira menyambut
kedatangan bayi yang mereka cintai (Murtininsih, 2012).
Para ibu yang mengalami postpartum blues membutuhkan
pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan
psikologis seperti kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi.
Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekpresikan pikiran dan
perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka
membutuhkan pengobatan atau istirahat, dan seringkali akan merasa
gembira mendapat pertolongan yang praktis. Dengan bantuan dari
teman dan keluarga, mereka mungkin perlu untuk mengatur atau
menata kembali kegiatan rutin sehari-hari, atau mungkin
menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep mereka
tentang keibuan dan perawatan bayi. Bila memang diperlukan, dapat
diberikan pertolongan dari para ahli (Murtiningsih, 2012).
Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk
mempersiapkan para wanita untuk kemungkinan terjadinya gangguan
pental paska persalina dan segera membarikan penanganan yang tepat
bila terjadi gangguan tersebut, bahkan merujuk ahli
psikologi/konseling bila diperlikan. Dukungan yang memadai dari para
petugas obstetri, yaitu dokter dan bidan/perawat sangat diperlukan,
misalnya dengan cara memberikan informasi yang memadai/adekuat
tentang proses kehamilan dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit
35
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
yang mungkin timbul dalam masa-masa tersebut serta penanganannya
(Murtiningsih, 2012).
Postpartum blues juga dapat dikurangi dengan cara belajar
tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi, tidur ketika bayi
tidur, berolahraga ringan, iklas dan tulus dengan peran baru sebagai
ibu, membicarakan rasa cemas dan mengkomunikasikannya, bersikap
fleksibel, bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru (Murtiningsih,
2012).
Dalam penanganan dibutuhkan pendekatan menyeluruh/
holistik. Pengobatan medis, konseling emosional, bantuan-bantuan
praktis dan pemahaman secara intelekual tentang pengalaman dan
harapan-harapan mereka mungkin pada saat-saat tertentu. Secara garis
besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat
perilaku emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-
sama, dengan melibatkan lingkungan suami, keluarga dan juga teman
dekat (Murtiningsih, 2012).
8. Pemeriksaan Penunjang Postpartum Blues
Untuk mengukur kejadian Postpartum blues menggunakan
alat yaitu The Ediburgh Postnatal Depression Scale (EPDS), yaitu alat
ukur yang telah teruji validitasnya dan dikembangkan secara khusus
untuk mengidentifikasi wanita yang mengalami depresi postpartum
baik status klinik atau dalam penelitian (Cox dkk, dalam Elvira, 2006).
36
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
EPDS berguna sebagai pencegahan sekunder terjadinya
depresi postpartum dengan mengidentifikasi awal terjadinya gejala
depresi. Skala ini sangat berguna untuk skrining tahap awal, maupun
penggunaan secara lebih luas, seperti mengidentifikasi depresi selama
kehamilan, mengidentifikasi depresi pada waktu-waktu yang lain
(Kusumadewi, 2010).
Intruksi penggunaan EPDS adalah sebagai berikut :
1. Ibu diminta untuk menyilang atau melingkari jawaban yang paling
sesuai dengan apa yang ia rasakan selama 7 hari terakhir.
2. Seluruh item (10 item) harus dilengkapi.
3. Perhatian perlu diberikan untuk mencegah ibu mendiskusikan
jawabannya dengan yang lain.
4. Ibu harus melengkapi sendiri skalanya, kesuali jika ia memiliki
pemahaman yang kurang terhadap bahasa atau memiliki kesulitan
membaca.
5. EPDS dapat diberikan pada ibu tiap waktu dari setelah persalinan
hingga 52 minggu yang diidentifikasikan mengalami gejala
depresif baik secara subjektif atau objektif.
Jawaban diskor 0, 1, 2, dan 3 berdasarkan peningkatan
keparahan gejala. Keseluruhan skor pada masing-masing item dijumlah
kemudian dikelompokan berdasarkan kategori sebagai berikut :
1. 0-8 point : kemungkinan rendah terjadinya depresi
37
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
2. 9-14 point : permasalahn dengan perubahan gaya hidup karena
adanya bayi baru lahir atau kasus postpartum blues. Terjadinya
gejala-gejala yang mengarah pada kemungkinan terjadinya depresi
postpartum.
3. 15+ point : tingginya probalitas atau mengalami depresi
postpartum komplikasi.
Postpartu blues dapat meningkat pada tahap selanjutnya yang
dinamakan postpartum deptession dengan karakteristik bisa terjadi
mimpi buruk lebih sering, insomnia lebih sering, phobia terus-
menerus, dan irasional yang dapat berlanjut pada postpartum psikosis,
dimana sudah terjadi pada tahap yang mengancam jiwa baik si ibu
maupun bayi. Postpartum psikosis bisa menetap sampai setahun dan
bisa juga selalu kambuh gangguan kejiwaan setiap persalinan.
C. Faktor Psikososial
1. Pengertian Psikososial
Psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada
individu yang mencakup aspek psikis dan sosial atau sebaliknya.
Psikososial menunjuk pada hubungan yang dinamis antara faktor
psikis dan sosial, yang saling berinteraksi dan memengaruhi satu
sama lain. Psikososial sendiri berasal dari kata psiko dan sosial.
Kata psiko mengacu pada aspek psikologis dari individu (pikiran,
perasaan dan perilaku) sedangkan sosial mengacu pada hubungan
38
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
eksternal individu dengan orang-orang di sekitarnya (Pusat Krisis
Fakultas Psikologi UI). Istilah psikososial berarti menyinggung
relasi sosial yang mencakup faktor-faktor psikologis (Chaplin,
2011).
2. Faktor-faktor Psikososial
a. Coping stress
Persalinan atau melahirkan merupakan peristiwa
penting dalam kehidupan wanita. Hal ini menjadi peristiwa
yang menyenangkan karena telah berakhir masa kehamilan dan
ibu akan memberikan yang terbaik bagi anaknya. Akan tetapi
tidak jarang pula ditemui, menjelang persalinan calon ibu
merasakan ketegangan dan ketakutan yang luar biasa. Ini
berpengaruh terhadap kondisi psikologis ibu pasca melahirkan
karena beberapa wanita mengalami perubahan emosional.
Peristiwa ini adalah wajar tetapi akan berdampak buruk bagi
ibu, bayi dan keluarga jika dibiarkan berlarut-larut.
Seorang ibu membutuhkan kesiapan yang matang
untuk mengantisipasi ciri-ciri dari munculnya kondisi tegang
yang bisa berakibat pada tingkat stress. Kemampuan ibu untuk
mengatasi stressor ini disebut dengan coping stress. Istilah
coping menurut Sunberg, Winebager, dan Taplin (2007) biasa
dikaitkan dengan mekanisme pertahanan diri baik yang bersifat
positif maupun negatif.
39
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
Folkman dan Lazarus (dalam Sarafino, 1994)
membedakan bentuk dan fungsi coping ke dalam dua jenis
yaitu;
(1) Problem focused coping (PFC), merupakan bentuk coping
yang lebih diarahkan kepada upaya untuk mengurangi
tuntutan dari situasi yang penuh tekanan, artinya coping
yang muncul terfokus pada masalah individu yang akan
mengatasi stress dengan mempelajari cara-cara
keterampilan yang baru. Individu cenderung menggunakan
strategi ini ketika mereka percaya bahwa tuntutan dari
situasi dapat diubah.
(2) Emotion focused coping (EFC), merupakan bentuk coping
yang diarahkan untuk mengatur respon emosional terhadap
situasi yang menekan. Individu dapat mengatur respon
emosionalnya dengan pendekatan behavioral dan kognitif.
b. Penyesuaian diri
Wanita yang hamil dan melahirkan merupakan ciri
dari tugas perkembangan pada masa dewasa muda seperti yang
dikemukakan oleh Havighurst (dalam Hurlock, 1980)
diantaranya mulai membina keluarga, mengasuh anak, dan
mengelola rumah tangga. Berkaitan dengan tugas
perkembangan itu, wanita melakukan penyesuaian sesuai
dengan peran baru melalui proses kehamilan dan persalinan
40
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
yaitu peran menjadi ibu dan orang tua. Untuk bisa menjadi ibu
dan orang tua yang sesuai harapan, tentu saja diawali dengan
penyesuaian ibu tersebut terhadap beberapa kondisi yang
mengalami perubahan pasca melahirkan.
Kehamilan dan persalinan seperti diuraikan di atas
adalah peristiwa alamiah dan normal, tetapi pada sebagian
wanita kedua peristiwa itu bisa menjadi periode krisis dalam
kehidupan wanita. Hal ini disebabkan pada setiap tahap
kehamilan dan sampai pada persalinan ibu akan mengalami
perubahan fisik maupun psikologis sehingga perlu melakukan
penyesuaian diri dengan kondisi tersebut. Definisi penyesuaian
diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang yaitu penyesuaian
diri sebagai bentuk adaptasi (adaptation), penyesuaian diri
sebagai bentuk konformitas (conformity), dan penyesuaian diri
sebagai usaha penguasaan (mastery) (Schneiders, 1955).
Penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon-
respon mental dan tingkah laku, yang merupakan usaha
individu supaya berhasil menghadapi kebutuhan internal,
ketegangan, frustrasi, konflik serta menghasilkan kualitas
keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan
tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada.
Menurut Schneiders (1955) penyesuaian diri
seseorang dapat dilihat dari aspek-aspeknya, yaitu :
41
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
(1) Penyesuaian pribadi adalah penerimaan individu terhadap
dirinya sendiri. Penyesuaian pribadi berkaitan dengan
konflik, tekanan, dan keadaan dalam diri individu baik fisik
maupun psikisnya. Individu yang mengalami hambatan
dalam penyesuaian pribadi ditandai oleh adanya
kecemasan, perasaan bersalah, perasaan tidak puas akan
dirinya sendiri,
(2) Penyesuaian sosial yang terjadi dalam lingkup hubungan
sosial dimana individu tinggal dan berinteraksi.
c. Dukungan sosial
Wanita yang telah mengalami proses persalinan, pada
periode ini membutuhkan bantuan. Dukungan sosial penting
untuk kesehatan ibu, baik fisik maupun psikologis setelah ibu
melahirkan terutama saat ibu memiliki peran baru sebagai ibu
(Hung, 2004). Pierce (dalam Kail dan Cavanaug, 2000)
mendefinisikan dukungan sosial sebagai sumber emosional,
informasional atau pendampingan dari orang-orang di sekitar
individu yang sedang menghadapi masalah dan dalam kondisi
krisis. Definisi ini hampir sama dengan yang disampaikan oleh
Saroson (dalam Smet, 1994) bahwa dukungan sosial adalah
interaksi interpersonal yang bertujuan untuk memberikan
bantuan kepada seseorang sehingga yang bersangkutan
merasakan adanya bentuk perhatian, bernilai, dan dicintai.
42
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
Berdasarkan pendapat dua ahli di atas dapat
disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah dukungan atau
bantuan yang diberikan oleh orang terdekat terhadap seseorang
yang sedang menghadapi permasalahan sehingga merasakan
adanya bentuk perhatian, dihargai dan menjadi bagian dari
kelompok.
Dukungan sosial ini memiliki klasifikasi di dalamnya,
seperti disampaikan oleh Cohen dan Syme (1985), yaitu;
(1) Dukungan informasi, yaitu memberi-kan penjelasan tentang
situasi dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
masalah yang sedang dihadapi individu. Dukungan ini
meliputi mem-berikan nasehat, petunjuk, masukan atau
penjelasan bagaimana seseorang bersikap.
(2) Dukungan emosional, yang meliputi ekspresi empati
misalnya mendengar-kan, bersikap terbuka, menunjukkan
sikap percaya terhadap apa yang dikeluhkan, mau
memahami, ekspresi kasih sayang dan perhatian. Dukungan
emosional akan membuat penerimanya merasa berharga,
nyaman, aman, terjamin, dan disayangi.
Dukungan instrumental adalah bantuan yang diberikan
secara langsung, bersifat fasilitas atau materi misalnya
menyediakan fasilitas yang diperlukan, meminjamkan uang,
memberikan ma-kanan, permainan atau bantuan yang lain.
43
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
(3) Dukungan appraisal atau penilaian, dukungan ini bisa
berbentuk penilaian yang positif, penguatan (pembenaran)
untuk melakukan sesuatu, umpan balik atau menunjukkan
perbandingan sosial yang membuka wawasan seseorang
yang sedang dalam keadaan stress.
Dukungan sosial yang dibutuhkan oleh ibu pasca
melahirkan tidak hanya dari suami, tetapi juga dari keluarga
dan lingkungan sekitarnya. Karena kenyataanya orang lain
yang berada di sekitar ibu ini yang juga memiliki peran sebagai
stressor. Misalnya saja pemberian nasehat yang cenderung
melarang ibu untuk tidak melakukan ini dan itu menjadi
sumber stressor tersendiri. Padahal ibu belum tentu minim
pengetahuan terkait perawatan setelah melahirkan maupun
perawatan bayi sehingga daripada memberikan nasehat atau
informasi yang banyak lebih baik langsung memberikan
dukungan dalam bentuk bantuan langsung.
D. Dukungan Keluarga
1. Pengertian Dukungan Keluarga
Menurut Suparyanto (2012), dukungan keluarga adalah
sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya.
Keluarga juga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi
anggotanya dan anggota keluarga memandang bahwa orang yang
44
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dengan
bantuan jika diperlukan.
Dukungan keluarga adalah suatu proses hubungan antara
keluarga dengan lingkungan sosial keluarga tersebut bersifat
reprokasitas (sifat dan hubungan timbal balik), advis atau umpan
balik (kualitas dan kuantitas komunikasi) serta keterlibatan
emosional ke dalam intimasi dan kepercayaan dalam
hubungansosial. Dukungan keluarga juga diartikan sebagai
keberadaan, kesedihan, kepedulian dari orang-orang yang dapat
diandalkan, serta dapat menghargai dan saling menyayangi
(Setiadi, 2008).
Dukungan keluarga adalah komunikasi verbal dan
nonverbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang
diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subyek di dalam
lingkungan sosial atau berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat
memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah
laku penerimanya. Dalam hal ini seseorang merasa memperoleh
dukungan secara emosional merasa lega karena mendapat
perhatian, saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya
(Purnawan, 2008).
2. Jenis-jenis Dukungan Keluarga
Suhita (2005) berpendapat bahwa ada empat aspek
dukungan keluarga, yaitu :
45
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
a. Emosional
Aspek ini melibatkan kekuatan jasmani dan keinginan
untuk percaya pada orang lain sehingga individu yang
bersangkutan menjadi yakin bahwa orang lain tersebut mampu
memberikan cinta dan kasih sayang kepada dirinya.
b. Instrumen
Aspek ini meliputi penyediaan sarana untuk
mempermudah atau menolong orang lain sebagai contohnya
adalah peralatan, perlengkapan, dan sarana pendukung lain
termasuk didalamnya memberikan peluang waktu.
c. Informative
Aspek ini berupa pemberian informasi untuk
mengatasi masalah pribadi. Terdiri dari pemberian nasehat,
penghargaan, dan keterangan lain yang dibutuhkan oleh
individu yang bersangkutan.
d. Penghargaan
Aspek ini terdiri atas dukungan peran keluarga yang
meliputi umpan balik, perbandingan sosial, dan afirmasi.
Menurut Suhita (2005) terdapat lima macam dukungan sosial
suami, yaitu :
(1) Bantuan materi, dapat berupa uang,
46
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
(2) Bantuan fisik, interaksi yang mendalam, mencakup
pemberian kasih sayang dan kesediian untuk mendengarkan
permasalahan.
(3) Bimbingan, termasuk pengajaran dan pemberian nasehat.
(4) Umpan balik, pertolongan seseorang yang paham dengan
masalahnya sekaligus memberikan pilihan respon yang
tepat untuk menyelesaikan masalah.
(5) Partisipasi keluarga, bersenda gurau dan berkelakar untuk
menghibur seseorang.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
aspek-aspek dukungan keluarga adalah aspek emosional,
instrumen, informatif, dan aspek penghargaan. Dukungan
keluarga dapat diwujudkan dengan bantuan materi, bantuan
fisik, bimbingan, umpan balik, dan partisipasi sosial.
Menurut Suparyanto (2012), dalam suatu keluarga terdapat 4
dukungan yang harus dilakukan pada anggota keluarganya, yaitu :
a. Dukungan informasional
Keluarga berfungsi sebagai kolektor dan disseminator
informasi tentang dunia yang dapat digunakan untuk
mengungkapkan suatu masalah. Mafaat dari dukungan ini
adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena
informasi yang diberikan dapat menyambungkan aksi sugesti
yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini
47
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian
informasi.
b. Dukungan penilaian
Keluarga bertindak sebagai sebuah umpan balik,
membimbing dan menengahi masalah serta sebagai sumber
validator identitas anggota keluarga, diantaranya memberi
support, pengakuan, penghargaan dan perhatian.
c. Dukungan instrumental
Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan
praktis dan konkrit seperti tenaga, sarana dan materi. Manfaat
dukungan ini adalah mendukung pulihnya energi atau stamina
dan semangat yang menurun selain itu individu marasa bahwa
masih ada perhatian atau kepedulian dari lingkungan terhadap
anggota yang sedang mengalami kesulitan atau penderitaan.
d. Dukungan emosional
Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk
istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap
emosi. Manfaat dari dukungan ini adalah secara emosional
menjamin nilai-nilai individu (bai pria maupun wanit) akan
selalu terjaga kerahasiaannya dari keingintahuan orang lain.
Asper dari dukungan emosional meliputi dukungan yang
diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan,
perhatian dan mendengarkan serta didengarkan. Hal tersebut
48
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
sfek-efek penyangganya dan utama dari dukungan sosial
terhadap pertumbuhan dan perkembangan bisa menjadi fungsi
yang bersamaan.
Menurut Suparyanto (2012) cara untuk mengukur dukungan
keluarga dapat dilihat dengan ciri-ciri dukungan, yaitu :
a. Informatif, yaitu dengan cara memberikan dukungan informasi
yang diperlukan oleh keluarganya seperti pemberian nasehat,
pengarahan, ide-ide atau informasi lainnya.
b. Perhatian sosial, dukungan tersebut dapat ditunjukkan berupa
dukungan simpati, empati, cinta, kepercayaan dan penghargaan.
c. Bantuan instrumental, anggota keluarga bersedia menolong
secara langsung jika salah satu dari anggota keluarganya
mengalami kesulitan. Misalnya, menyediakan peralatan yang
lengkap dan obat-obatan yang dibutuhkan anggota keluarganya.
d. Bantuan penilaian, pemberian penilaian positif dan negatif yang
pengaruhnya sangat berarti seperti pujian jika anggota
keluarganya melakukan tindakan yang benar dan teguran saat
anggota keluarganya melakukan kesalahan.
3. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Postpartum Blues
Katc dan Kahn (2000), menjelaskan bahwa perhatian dari
lingkungan terdekat seperti suami dan keluarga dapat berpengaruh
terhadap terjadinya syndrome baby blues. Dukungan berupa
perhatian, komunikasi dan hubungan emosional yang hangat sangat
49
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
penting. Dorongan moral dari teman-teman yang sudah pernah
bersalin juga dapat membantu.
Suami berperan dalam memberikan support atau dukungan
terhadap masalah yang dihadapi oleh istrinya dalam melewati
masa-masa adaptasi psikologis postpartum, dimana dukungan yang
dibutuhkan tidak hanya fisik tapi juga moral (Yofie dalam Hawari,
2001). Suami dalam membuat keputusan ditentukan oleh
kemampuan keluarga, tentunya hal ini akan berpengaruh pada
dukungan yang diberikan (Gillies, et all, 1998). Hubungan
perkawinan merupakan hubungan akrap yang diikuti oleh minat
yang sama, kepentingan yang sama, saling membagi perasaan,
saling mendukung, dan menyelesaikan permasalahan bersama
(Wirawan, 2001).
Dukungan keluarga merupakan salah satu bentuk interaksi
sosial didalamnya terdapat hubungan yang saling memberi dan
menerima bantuan yang bersifat nyata, bantuan tersebut akan
menempatkan individu-individu yang terlibat dalam sistem sosial
yang pada akhirnya akan dapat memberikan cinta, perhatian
maupun sense of attachment baik pada keluarga sosial maupun
pasangan (Ingela, 2009).
Dukungan keluarga sangat penting dan tidak bisa
diremehkan dan yang tidak kalah penting membangun suasana
positif, dimana istri merasakan hari-hari pertama yang melelahkan.
50
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
Oleh sebab itu dukungan atau sikap positif dari pasangan dan
keluarga akan memberi kekuatan tersendiri bagi ibu postpartum.
Keluarga memegang peranan penting dalam terjadinya postpartum
blues dan harapan keluarga menyadari bahwa ibu sangat
membutuhkannya pada saat tertentu dan suami diharapkan ada saat
istri membutuhkannya. Dukungan itu tidak hanya berupa dukungan
psikologis tapi dukungan fisiologis, penilaian, informasi dan
finansial sangat dibutuhkan oleh istri, jika dukungan yang
diberikan itu dikemas secara utuh sehingga istri merasa nyaman
dan dapat persalinan dengan baik. Dukungan suami merupakan
strategi coping penting pada saat mengalami stres dan berfungsi
sebagai strategi preventif untuk mengurangi stres dankonsekuensi
negatifnya. Dukungan keluarga sangat dibutuhkan oleh perempuan
selama mengalami persalinan.
Peran suami dalam meminimalkan postpartum blues yaitu
memahami kebutuhan istri, suami bisa meluangkan waktunya
untuk menemani istri dalam perawatan bayi, kesediaan suami
mengambil alih sebagian tugas-tugas rumah tangga yang selama ini
dilakukan istri, kewajiban suami membagi perhatian secara adil
kepada bayi dan ibunya. Meskipun kehadiran bayi sangat
menyenangkan dan membahagiakan, perlu diingat bahwa ibu yang
melahirkannya, dan perlunya sentuhan fisik sangat dirasakan pada
masa-masa pasca melahirkan. Dukungan sosial suami yang baik
51
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
maka ibu tidak terjadi postpartum blues. Kualitas dukungan yang
diberikan pada ibu berupa dukungan instrumental, informatif,
kemudian dukungan emosional dan dukungan penghargaan akibat
pada penanggulangan coping yang baik pada ibu dalam melawati
masa adaptasi psikologisnya. Kualitas dukungan tersebut bisa
diakibatkan salah satunya oleh faktor internal yaitu faktor
psikologis emosional (Wirawan, 2001).
Dukungan suami yang diberikan kepada ibu akan
mempengaruhi kondisi psikologis ibu, sehingga ibu akan
mempunyai motivasi yang kuat untuk melewati masa adaptasi
psikologis postpartum dengan baik. Faktor eksternal contohnya
saja dari segi pendidikan, semakin tin ggi pendidikan, semakin
tinggi bangku sekolah maka semakin maju dan luas pula
pengetahuannya, dari segi usia semakin matang usia seseorang cara
serta pola berfikirnyapun akan jauh berbeda dengan nak-anak usia
remaja, dari segi pekerjaan saat ibu memiliki relasi atau teman hal
ini juga dapat mempengaruhi karena bisa berbagi pengalaman
dengan orang yang lebih sulu mengalami adaptasi postpartum blues
sehinnga bisa mengurangi kemungkinan untuk postpartum blues
(Yofie dalam Hawari, 2001).
Dari semua hal diatas, yang paling berpengaruh yaitu
pengalaman, berbeda dengan ibu primipara yang belum pernah
melewati masa-masa adaptasi psikologis postpartum, ibu multipara
52
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
yang sudah memiliki anak kedua atau lebih mungkin lebih bisa
menangani hal tersebut karena dapat berkaca dari pengalaman
sebelumnya (Wirawan, 2001).
Oleh karena itu pada ibu primipara lebih dibutuhkan
dukungan dari orang-orang terdekat khususnya suami sebagai
pendamping hidupnya agar dapat melewati masa-masa adaptasi
postpartum tersebut dengan baik dan bahagia. Namun, pada intinya
faktor eksternal tidak bisa lepas dari faktor internal, sehingga jika
suami memberi dukungan kepada ibu maka motivasi ibu akan lebih
kuat yang pada akhirnya ibu dapat terhindar dari keadaan
postpartum nlues, sebaliknya jika suami tidak memberi
dukungannya, maka ibu juga lebih besar kemungkinan untuk
terjadi postpartum blues. Berdasarkan hal tersebut, bila suami
mendapatkan pengetahuan tentang kondisi yang dijalani oleh ibu
dengan benar dan tepat, tidak hanya dari petugas kesehatan saja
akan tetapi melalui informasi dari media elektronik lainnya
(Wirawan, 2001).
Diperkirakan bahwa wanita dengan riwayat depresi pasca
partum memiliki risiko untuk terulang kembali sebesar 50% hingga
62% pada kehamilan yang berikutnya (Hendrick, cohen dan
Altshuler,2008). Beck (2006), dalam 44 penelitian meta analisisnya
menentukan besarnya jarak hubungan antara depresi pasca partum
dengan variabel-variabel yang mendukung, mengidentifikasi
53
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
pengaruh ringan dari riwayat depresi sebelumnya, kondisi ekonomi
lemah, meningkatnya stres dalam kehidupan, stres dalam merawat
anak, adanya blues pots partum, dan menurunnya kebahagiaan
dalam perkawinan. Suatu pengaruh yang besar di temukan
sebagai faktor pendukung pada depresi prenatal.
Secara umum sebagaian besar wanita mengalami gangguan
emosional setelah melahirkan (Regina dkk, 2001), bentuk
gangguan post partum yang umum adalah depresi, mudah marah
dan terutama mudah frustasi serta emosional.
Penelitian mengenai keefektifan penambahan estrogen
selama periode pasca partum terbatas oleh sejumlah variabel bebas.
Penurunan progesteron setelah persalinan juga merupakan
implikasi perkembangan gejala depresi, namun penelitian gagal
menemukan hubungan antara depresi dengan kadar progesteron
total atau progesteron bebas. Tidak ada penelitian yang
mengeksplorasi pengaruh penambahan progesteron sebagai
penatalaksanaan untuk mencegah gejala depresi. Penelitian telah
gagal menemukan hubungan antara oksitosin, vasopresin, prolaktin
dan kadar kortisol, dengan perkembangan depresi. Wanita yang
memiliki anti body tyroid dapat berisiko mengalami depresi pasca
partum (Yofie dalam Hawari, 2001).
Adanya dukungan dari keluarga maka ibu tidak akan
merasa sendirian dalam menghadapi masalahnya dan tidak merasa
54
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
bahwa dirinya sedang di abaikan. Ibu dengan dukungan keluarga
yang baik tidak akan mengalami depresi post partum setelah
melahirkan karena segala masalah yang mungkin di timbulkan oleh
bayi yang baru ia lahirkan bisa di atasinya (Silvia, 2008).
55
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
E. Kerangka Teori Penelitian
: diteliti
: tidak diteliti
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian
Modifikasi dari teori Ramona T. Mercer ‘Becoming A Mother’
Sumber: Atus (2008), Bobak(2005), Elvira(2006), Irawati (2014), Suhita(2005),
Ummu (2012), Yanti & Sundawati (2011).
Ibu yang pernah
melahirkan
Faktor postpartum blues,
(Ummu, 2012):
a. Hormonal
b. Aktivitas fisik
c. Psikologis
d. Sosial
Fase adaptasi Psikologis (Yanti
&Sundawati, 2011)
a. Fase talkin in (fase ketergantungan)
b. Fase talking hold (fase penerimaan)
c. Fase letting go (fase tanggung
jawab)
Coping ibu (-) Coping ibu (+)
Faktor Psikososial :
a. Tingkat
pendidikan
b. Respon terhadap
kehamilan dan
persalinan
c. Persalinan yang
tidak sesuai
dengan
kenyataan
d. Keadaan sosial
ekonomi
e. Dukungan sosial
Dukungan
Sosial :
a. Dukungan
suami
b. Dukungan
keluarga
Postpartum
Blues
Menerima
peran barunya
dengan baik
Postpartum Depression
Stressor, (Elvira, 2006)
a. Biologis
b. Psikologis
Postpartum Psikosis
56
Hubungan antara Faktor..., Yeni Indri Lestari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
F. Kerangka Konsep Penelitian
Variaber Independen Variabel Dependen
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
G. HIPOTESIS
Ha :
1. Ada hubungan antara faktor psikososial dengan kejadian
postpartum blues.
2. Ada hubungan antara dukungan suami dan keluarga dengan
kejadian postpartum blues.
Ho :
1. Tidak ada hubungan antara faktor psikososial dengan kejadian
postpartum blues.
2. Tidak ada hubungan antara dukungan suami dan keluarga dengan
kejadian postpartum blues.
Faktor Psikososial
Postpartum Blues
Dukungan Suami dan
Keluarga