bab ii. landasan teori a. tinjauan pustaka...

20

Click here to load reader

Upload: ngokhuong

Post on 07-Feb-2018

221 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1.abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A131108014_bab2.pdf · sampah sayuran dan buah buahan atau makanan, kertas, bangkai binatang. b) Sampah

BAB II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian sampah.

Solid waste atau refuse yang lazim disebut sampah adalah benda tidak dipakai, tidak

diinginkan dan dibuang yang berasal dari suatu aktifitas dan bersifat padat ( Departemen

Kesehatan RI, 1987 ). Bahan yang tersisa atau terbuang dalam suatu proses kegiatan

manusia, yang secara ekonomi tidak memberikan keuntungan lagi bagi pemiliknya

sehingga parlu disingkirkan dari tempat dihasilkannya disebut sampah atau residu. Bentuk

dari bahan buangan ini bisa padat, cair, gas maupun berbentuk energi atau panas (Sarudji,

2010.).

Sampah (wastes) adalah zat-zat/benda-benda tidak berfungsi atau tidak dipakai lagi

baik yang berasal dari rumah-rumah maupun dari sisa-sisa proses industri (Entjang, 2000).

Menurut Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kabupaten Karanganyar (2010),

sampah adalah sesuatu yang tidak lagi berguna dan dibuang oleh pemiliknya atau pemakai

semula, sumber daya yang tidak siap pakai, limbah yang bersifat padat, yang terdiri dari

zat organik dan zat anorganik, yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar

tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan.

a. Sumber sampah

1) Sampah domestik

Pada pemukiman penduduk, sampah biasanya dihasilkan oleh suatu keluarga

tunggal atau beberapa keluarga yang tinggal dalam suatu bangunan atau asrama.

Jenis sampah yang dihasilkan biasanya sisa makanan bahan-bahan sisa dari

pengolahan makanan atau sampah basah, sampah kering, abu dan sampah khusus.

2) Sampah komersial atau tempat-tempat umum

Tempat umum adalah tempat yang dimungkinkan banyaknya orang berkumpul

dan melakukan kegiatan, termasuk tempat tempat perdagangan. Tempat-tempat

tersebut mempunyai potensi yang cukup besar dalam menghasilkan sampah. Jenis

sampah yang dihasilkan dapat berupa sisa-sisa makanan atau sampah basah,

sampah kering, abu, sisa-sisa bahan bangunan,

sampah khusus kadang kadang terdapat sampah berbahaya.

3) Sampah industri

Industri berat atau ringan diantaranya adalah pabrik-pabrik produksi bahan-

bahan, sumber-sumber alam yaitu sumber energi, perusahaan kimia, perusahaan

Page 2: BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1.abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A131108014_bab2.pdf · sampah sayuran dan buah buahan atau makanan, kertas, bangkai binatang. b) Sampah

pengolahan kayu, pengolahan logam, tempat pengolahan air kotor/bersih dll. Baik

yang hanya kegiatan industri, hanya bersifat distribusi, atau hanya memroses bahan

mentah, semuanya menghasilkan sampah.

4) Sampah pertanian

Daerah pertanian sampah yang dihasilkan dari tanaman atau binatang, misalnya

sampah dari kandang ternak, sampah dari kebun, sawah atau ladang.

5) Sampah alam

Sampah berasal dari sumber-sumber selain yang telah disebutkan di atas.

b. Klasifikasi sampah

1) Klasifikasi sampah menurut jenis sampah berdasarkan karakteristiknya menurut

Departemen Kesehatan RI (1987), sebagai berikut :

a) Sisa makanan atau sampah basah (garbage)

Sisa yang termasuk jenis ini adalah sampah basah yang dihasilkan dalam

proses pengolahan makanan. Karakteristik dari sampah ini dapat membusuk dan

dapat terurai dengan cepat khususnya bila cuaca panas. Proses pembusukan

sering kali menimbulkan bau yang busuk. Bahan bahan yang dapat membusuk

sangat penting diketahui dalam usaha pengumpulan dan pengolahan sampah

secara berdaya guna dan berhasil guna. Sampah ini bisa dihasilkan pada tempat

pemukiman rumah makan atau warung, rumah sakit, pasar dan sebagainya.

b) Sampah kering (rubbish)

Sampah kering terdiri dari sampah yang dapat terbakar atau yang

tidak dapat terbakar yang dihasilkan rumah tangga, perkantoran dan lain

sebagainya. Tidak termasuk sisa makanan dan benda benda yang mudah

membusuk. Jenis sampah yang dapat tebakar misalnya : kertas, plastik, tekstil,

karet, kulit, kayu, dan daun-daun kering. Jenis sampah kering yang tidak dapat

terbakar misalnya : kaca, kaleng, logam dan lain lain.

c) Sampah jalan (street cleaning)

Sampah yang berasal dari jalan, biasanya berasal dari daun-daunan dan

pembungkus.

d) Bangkai binatang (dead animals)

Sampah biologis berupa bangkai binatang kecil maupun piaraan.

e) Rongsokan kendaraan (abandoned vehicles)

Sampah bekas bekas kendaraan seperti bak mobil, becak dan sebagainaya.

Page 3: BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1.abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A131108014_bab2.pdf · sampah sayuran dan buah buahan atau makanan, kertas, bangkai binatang. b) Sampah

f) Sampah dari bangunan (demolition wastes)

Merupakan sampah hasil sisa-sisa bangunan yang sudah tidak dimanfaatkan lagi.

g) Sampah industri (industrial wastes)

Sampah padat maupun cair yang sudah tidak dipakai lagi sebagai hasil buangan

industri

h) Abu (ashes)

Benda sisa hasil pembakaran kayu, arang dan lain-lain.

i) Sampah khusus / berbahaya (hazardous waste)

Kimia beracun, pestisida, pupuk, radio aktif, biologi dan rumah sakit yang

dapat membahayakan manusia.

j) Sampah pengolahan air minum/air kotor (water treatment residual)

Sampah yang merupakan lumpur dari perusahaan air minum atau pengolahan

air kotor biasanya sebelum dibuang kebadan air atau kelokasi tempat

pembuangan diendapakan lebih dahulu setelah dalam keadaan padat baru dibuang

ketempat pembuangan atau dimanfaatkan.

2) Klasifikasi sampah menurut kelestarian pemenfaatan sampah adalah sebagai berikut

:

a) Sampah yang mudah terurai (degradable refuse)

Sampah mudah terurai secara alami melalui proses fisik kimiawi, maupun

biologis. Biasanya sampah golongan ini berasal dari bahan bahan organik, seperti

sampah sayuran dan buah buahan atau makanan, kertas, bangkai binatang.

b) Sampah yang tidak dapat diurai atau sulit diuraikan (non degradable refuse)

Sampah ini tidak dapat diuraikan atau sulit diuraikan secara alami melalui

proses fisik, kimia dan biologis menjadi molekul molekul yang lebih kecil,

biasanya berasal dari bahan anorganik, bahan sistetis dan bahan keras lainnya

seperti logam, kaca dan keramik.

2. Pengelolaan sampah.

Solid waste management maybe defined as that dcipline associated with the control of

generation , transfer and transport processing and disposal of solid waste in manner that

is in the accord with the best principles of public health, economik, engineering,

conservation, aesthetics, other environmental constderations and that also as repronsive

to public attitud (Tchobanoglous, 1977).

Pengelolaan sampah adalah suatu bidang kegiatan yang berkaitan dengan pengaturan

terhadap timbulnya, penyimpanan, pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan,

Page 4: BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1.abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A131108014_bab2.pdf · sampah sayuran dan buah buahan atau makanan, kertas, bangkai binatang. b) Sampah

pengolahan dan pembuangan sampah dengan suatu cara yang sesuai dengan prinsip

terbaik dari kesehatan masyarakat, ekonomi, tehnik, konservasi, estetika, dan berbagai

pertimbangan lingkungan lainnya dengan memperhatikan sikap masyarakat. Tahapan-

tahapan dalam pengelolaan sampah umumnya adalah sebagai berikut :

a. Pengumpulan sampah (Sarudji, 2010)

Pengumpulan sampah adalah kegiatan mengangkut sampah dari tempat

penyimpanan setempat menuju ketempat pengumpulan sementara (TPS), sampai

kendaraan tersebut dikosongkan. Kendaraan pengumpul ini bisa berupa gerobak dorong

ataupun kendaraan bermotor. Sebagai kegiatan yang berkaitan dengan sub sistem

pengumpulan sampah.

1) Pelayanan pengumpulan sampah

a) Pelayanan pengumpulan sampah rumah tangga

b) Pelayanan pengumpulan sampah industri/komersial.

2) Sistem pengumpulan sampah.

a) Sistem kontener diangkut

b) Sistem kontener tetap.

b. Pemindahan dan pengangkutan sampah.

Pemindahan dan pengangkutan sampah memerlukan beberapa pertimbangan yang

melatar belakangi, dengan pertimbangan pada aspek efisiensi :

1) Perlu pemindahan sampah

Pelaksanaan pemindahan sampah dapat deterapkan sistem pengumpulan kontener

diangkut atau sistem kontener tetap

2) Tipe stasiun pemindah

a) Tipe pengisian langsung

b) Tipe simpan isi

c) Tipe kombinasi antara a dan b

c. Penimbunan sampah

1) Composting.

Proses pengomposan pada dasarnya ada tiga langkah yaitu persiapan bahan,

dekomposisi sampah dan penanganan hasil. Composting merupakan proses

pemecahan bahan-bahan organik dari sampah secara bio kimia, yang hasil akhirnya

bahan-bahan menyerupai humus dan digunakan untuk mengatur kondisi tanah

petanian. Composting belum menjadi metode pembuangan sampah secara tuntas

Page 5: BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1.abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A131108014_bab2.pdf · sampah sayuran dan buah buahan atau makanan, kertas, bangkai binatang. b) Sampah

karena dari proses ini diperlukan proses-proses pemilahan bahan sebelumnya, bahan

yang tidak digunakan sebagai bahan kompos dibuang.

2) Refuse compacting (pemadatan sampah)

Refuse compacting merupakan proses pemadatan, biasanya dilaksanakan sebelum

sampah dibawa ketempat pembuangan sampah akhir agar tidak memerlukan tempat

yang luas juga mudah di transportasikan. Hal ini memberi keuntungan membantu

memudahkan penanganan, mengefisienkan transportasi, memudahkan penyimpanan

dan mengefisienkan penggunaan tanah penimbunan. Sedangkan kerugian tidak

mengurangi berat sampah dan memerlukan tenaga dan biaya.

3) Open trench burning (pembakaran sampah)

Open trench burning merupakan model pengelolaan sampah dengan pembakaran

sampah. Sampah dibuang ke parit-parit yang tidak digunakan masyarakat dan jauh

dari pemukiman penduduk. Proses selanjutnya adalah pembakaran dan pengawasan

rutin agar pembakaran sempurna. Keuntungan metode ini adalah penggunaan lahan

lebih efisien, sedikit modal dan peralatan. Memberdayakan parit yang tidak lagi

digunakan penduduk, menghindari pencemaran air dan dapat digunakan dalam

waktu lama. Kerugian metode ini adalah timbulan asap pencemaran udara

menurunnya kualitas udara dan menggangu pernafasan.

4) Open dumping (penumpukan sampah)

Open dumping adalah merupakan pembuangan sampah terbuka dengan

meletakkan sampah begitu saja di tanah kosong atau penimbunan rawa, bekas

empang, bekas sungai, tanah yang lebih rendah dari sekitarnya, dan tebing sungai.

Merupakan model yang sangat sederhana. Cara ini adalah yang paling murah dan

mudah dilaksanakan, tetapi banyak segi negatifnya, terutama jika sampah tersebut

mudah membusuk. Lalat, tikus, nyamuk dan bakteri dapat tumbuh dan berkembang

biak pada timbunan sampah tersebut. Selain itu, bau yang tidak sedap dapat

mengganggu penduduk sekitarnya.

5) Dumping at sea (penimbunan sampah di pantai)

Yaitu pembuangan dan penimbunan dipantai. Pantai-pantai yang dangkal dapat

digunakan untuk tempat penimbunan sampah, caranya dengan membuat tanggul-

tanggul pemisah yang digunakan untuk menghalangi sampah-sampah agar tidak

terbawa arus. Sampah-sampah yang telah melebihi kapasitas tanggul akan diratakan

kemudian dipadatkan dan selanjutnya ditimbun dengan tanah atau pasir.

6) Recycling (daur ulang)

Page 6: BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1.abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A131108014_bab2.pdf · sampah sayuran dan buah buahan atau makanan, kertas, bangkai binatang. b) Sampah

Model pengelolaan sampah daur ulang merupakan proses pengambilan barang

yang masih memiliki nilai dari sampah untuk digunakan kembali disebut sebagai

daur ulang. Ada beberapa cara daur ulang yaitu pengampilan bahan sampah untuk

diproses lagi atau mengambil kalori dari bahan yang bisa dibakar untuk

membangkitkan listrik. Metode baru dari daur ulang yaitu :

a) Pengolahan kembali secara fisik

Metode ini adalah aktivasi paling populer dari daur ulang, yaitu

mengumpulkan dan menggunakan kembali sampah yang telah dibuang,

contohnya kaleng minum alumunium, kaleng baja makanan / minuman, botol

kaca, kertas-karton, koran, majalah dan kardus. Pengumpulan biasanya dilakukan

dari sampah yang sudah dipisahkan dari awal (kotak sampah / kendaraan sampah

khusus), atau dari sampah yang sudah tercampur.

b) Pengolahan kembali biologis

Material sampah (organik), seperti zat makanan, sisa makanan / kertas, bisa

diolah dengan menggunakan proses biologis untuk kompos atau dikenal dengan

istilah pengkomposan. Hasilnya adalah kompos yang bisa digunakan sebagai

pupuk dan gas yang bisa digunakan untuk membangkitkan listrik.

c) Pemulihan energi

Daur ulang dengan cara pengolahan menjadi bahan bakar melalui cara

perlakuan panas bervariasi mulai dari menggunakannya sebagai bahan bakar

memasak atau memanaskan sampai menggunakannya untuk memanaskan boiler

untuk menghasilkan uap dan listrik dari turbin-generator.

7) Sanitary land fill (sampah ditutup dengan lapisan tanah)

Sanitary land fill atau penimbunan sampah adalah pembuangan akhir sampah

dengan cara menimbun, memadatkan dan menutup dengan tanah penutup yang lebih

tebal pada akhir penimbunan, dengan pertimbangan agar dampak yang timbul

terhadap lingkungan dapat dikendalikan. Ada beberapa metode sanitary landfill :

a) Metode tanah datar.

b) Metode parit.

c) Metode jeram.

Lokasi pembungan sampah menjadi masalah yang sangat rumit disetiap kota besar.

Disamping harga lahan yang sangat tinggi, masyarakat disekitar lahan yang telah

dibebaskan untuk menjadi tempat pengelolaan sampah menolak. Suatu alternatif yang

Page 7: BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1.abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A131108014_bab2.pdf · sampah sayuran dan buah buahan atau makanan, kertas, bangkai binatang. b) Sampah

sesungguhnya dapat dilaksanakan dengan aman adalah memanfaatkan lahan tempat

open dumping yang telah ada menjadi tempat pemrosesan sampah.

3. Iklim.

Iklim adalah pola cuaca yang terjadi dalam jangka waktu panjang (Witoelar, 2009).

Iklim merupakan salah satu komponam alam dan merupakan peranan yang penting bagi

kehidupan, iklim disebut juga sebagai salah satu ekosistem alam artinya iklim beserta

elemem-elemennya : radiasi surya, suhu, tekanan udara, angin, kelengasan, awan,

presipitasi, evaporasi merupakan satu kelengkapan kesetabilan alam, agar alam selalu

dalam keadaan harmonis, mantap dan serasi (Indrowuryatno, 2009 )

a. Intensitas cahaya.

Sumber energi yang menjamin keberlanjutan makluk hidup di bumi adalah radiasi

surya (energi matahari). Energi matahari yang sering disebut energi solar merupakan

energi radiasi dalam bentuk gelombang elektromagnetik dengan kecepatan 300.000

km/detik. (Budiastuti, 2010). Sebagian kecil energi cahaya matahari yang mengenai

bumi akan deserap tumbuh-tumbuhan, untuk selanjutnya di konversi menjadi energi

kimia melalui reaksi fotosintesis. Ada 3 aspek cahaya yang berpengaruh bagi

kehidupan yaitu : kualitas warna cahaya, intensitas cahaya, lamanya penyinaran cahaya

(Soendjojo, 1995).

Lalat merupakan serangga yang bersifat fototropik yaitu menyukai cahaya. Pada

malam hari tidak aktif, namum dapat aktif dengan adanya sinar buatan. Efek sinar pada

lalat tergantung pada temperatur dan kelembaban. Jumlah lalat akan meningkat

jumlahnya pada temperatur 200 C-250 C dan akan berkurang jumlahnya pada temperatur

<100 C atau >490 C serta kelembaban yang optimum 90 %.

b. Suhu udara

Udara mempunyai sifat yang dinamis, suhu dan kelembaban cahaya akan berubah

dari waktu kewaktu. Intensitas yang diteruskan ke permukaan bumi setelah melalui

lapisan atmosfir akan pula selalu berubah, tergantung keadaan penyebaran dan

ketebalan awan. Demikian pula halnya dengan kecepatan dan arah angin. Kondisi yang

dinamis, berubah-ubah dalam waktu singkat (dalam waktu jam atau hari) disebut cuaca

(Benyamin, 1997)

Suhu udara rata-rata juga berbeda dari tempat yang satu dengan tempat yang lain.

Sebagai contoh umumnya suhu udara akan semakin rendah pada tempat yang lebih

tinggi. Suhu rata-rata akan lebih rendah pada lokasi yang jauh dari garis ekuator

dibanding dengan lokasi sekitar garis ekuator. Jadi terdapat gradasi suhu secara vertikal

Page 8: BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1.abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A131108014_bab2.pdf · sampah sayuran dan buah buahan atau makanan, kertas, bangkai binatang. b) Sampah

dan horisontal. Panjang hari relatif tetap sepanjang tahun pada daerah tropis, wilayah

sekitar garis ekuator, tetapi akan berfluktuasi secara nyata untuk tempat-tempat yang

jauh dari garis ekuator, semakin jauh dari garis ekuator fluktuasinya semakin besar

(Benyamin, 1997).

Suhu udara akan berfluktuasi dengan nyata selama 24 periode dalam 24 jam.

Fluktuasi suhu udara berkaitan erat dengan pertukaran energi yang berlangsung di

atmosfir. Pada siang hari sebagian dari radiasi matahari akan diserap oleh gas-gas

atmosfir dan partikel-partikel yang melayang-layang di atmosfir. Serapan energi radiasi

matahari akan menyebabkan suhu udara meningkat. Suhu udara maksimum tercapai

pada saat berkas cahaya jatuh tegak lurus, yakni pada waktu tengah hari (Benyamin,

1997)

Suhu lingkungan dapat diukur dengan termometer, baik pada atmosfir maupun

dalam tanah atau air. Perubahan suhu pada atmosfir atau pada tanah banyak

dipengaruhi oleh pancaran sinar matahari, namun tidak semua pancaran sinar matahari

masuk ke bumi. Ada sinar matahari yang diserap oleh udara atmosfir, ada yang diserap

oleh awan, dipatulkan kembali ke bumi atau awan dan dipancarkan kembali oleh bumi

dan atmosfir (Soendjojo, 1995)

Perubahan suhu menimbulkan perubahan tekanan udara pada suatu tempat tertentu

atau wilayah. Perubahan tekanan udara menyebabkan terjadinya angin yang membawa

uap air sampai pada bentuk hujan. Besarnya curah hujan akan mempengaruhi kondisi

tanah dan penyebaran flora dan fauna. Banyak proses biologis yang baru terjadi pada

suhu tertentu, misalnya tumbuhan berbunga, aktifitas fauna, seperti serangga, burung,

karnivora dan lain sebagainya (Soendjojo, 1995).

Satuan yang digunakan dalam pengukuran suhu adalah derajat celcius (C), derajat

Kelvin (K), derajat Fahrenheit (F) dan derajat Reamur (R). Pengukuran suhu suatu

benda pada dasarnya merupakan pengukuran yang tidak langsung. Pada proses

pengukuran umumnya terjadi perpindahan panas dari benda yang akan diukur suhunya

ke alat pengukur suhu atau sebaliknya. Suhu yang terbaca pada alat pengukur suhu

adalah suhu setelah terjadi kesetaraan suhu udara antara benda yang diukur dengan alat

pengukur suhu. Jadi bukan suhu benda pada saat sebelum terjadi kontak antara benda

yang akan diukur tersebut dengan alat pengukur (Benyamin, 1997).

Lalat mulai aktif beraktifitas pada temperatur 150 C dan aktifitas optimumnya pada

temperatur 210C, lalat memerlukan suhu sekitar 350C – 400C untuk beristirahat, dan

Page 9: BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1.abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A131108014_bab2.pdf · sampah sayuran dan buah buahan atau makanan, kertas, bangkai binatang. b) Sampah

pada temperatur dibawah 100C lalat tidak aktif dan diatas 450C terjadi kematian pada

lalat.

c. Kelembaban udara.

Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air diudara yang dapat

dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif) maupun defisit

tekanan uap air. Kelembaban nisbi membandingkan antara kandungan / tekanan uap air

aktual dengan keadaan jenuhnya atau pada kapasitas udara untuk menampung uap air.

Kapasitas udara untuk menampung uap air (pada keadaan jenuh) tergantung pada suhu

udara (Ramelan, 2011).

Tekanan uap air adalah tekanan parsial uap air dalam udara. Tekanan uap air

ditentukan oleh kerapatan uap air dan suhu. Tekanan uap air jenuh adalah tekanan uap

air maksimum yang dapat dicapai pada suhu tertentu. Kerapatan uap air adalah jumlah

uap air yang terkandung persatuan volume udara, jadi sama dengan kelembaban absolut

yang juga disebut konsentrasi uap air. Pada kondisi tekanan atau kerapatan uap air,

udara tidak dapat lagi menampung tambahan uap air. Penambahan uap air akan

diimbangi dengan proses kondensasi sehingga jumlah uap air yang terkandung tidak

akan melebihi kapasitas tampung udara tersebut. Kemampuan udara untuk menampung

akan bertambah dengan meningkatnya suhu. Laju penguapan baik evaporasi maupun

transpirasi ditentukan oleh perbedaan potensi air atau sumber dan sasaran (Benyamin,

1997).

Kelembaban erat hubungannya dengan temperatur setempat. Kelembaban

berbanding dengan temperatur. Jumlah lalat pada musim hujan lebih banyak daripada

musim panas. Lalat sangat sensitif terhadap angin yang kencang, sehingga kurang aktif

untuk keluar mancari makanan pada waktu kecapatan angin tinggi.

4. Lalat.

a. Kehidupan lalat

Lalat merupakan salah satu insekta Ordo Diptera disebut demikian karena serangga

yang tergolong dalam ordo ini mempunyai 2 sayap, juga merupakan anggota Kelas

Heksapoda atau insekta mempunyai jumlah genus dan species besar mencakup 60-70 %

dari seluruh species Antropoda. Lalat tidak menggigit karena mempunyai tipe mulut

menjilat.

Musca domestica paling dominan ditemukan di timbunan sampah dan kandang

ternak. Kebanyakan lalat hijau adalah pemakan zat-zat organik yang membusuk dan

Page 10: BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1.abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A131108014_bab2.pdf · sampah sayuran dan buah buahan atau makanan, kertas, bangkai binatang. b) Sampah

berkembangbiak di dalam bangkai, meletakan telur pada tubuh hewan yang mati dan

larva makan dari jaringan-jaringan yang membusuk. Tempat perindukan pada kotoran

binatang, kotoran manusia, saluran air kotor, sampah, buah-buahan, sayuran busuk dan

biji-bijian busuk menjadi tempat yang disenangi lalat. Jarak terbang lalat sangat

tergantung pada adanya makanan yang tersedia rata-rata 6-9 km, kadang-kadang 19-20

km dari tempat berkembang biak (Prihastini, 2006)

b. Klasifikasi lalat (Borror, 1992)

Klasifikasi jenis lalat yang hidup berdekatan dengan manusia adalah :

Phylum : Arthropoda

Class : Hexapoda

Ordo : Diptera

Family : Muscidae, Sarcophagidae, Calliphoridae, dll.

Genus : Musca, Stomoxys, Phenisia, Sarcophaga, Fanni dll.

Spesies : Musca domestika, Stomoxy calcitrans, Phenisia sp,

Sarcophage sp, Fannia sp.

Lalat merupakan serangga yang termasuk Ordo Diptera. Famili dalam Ordo Diptera

antara lain Famili Muscidae, Famili Calliphoridae. Species yang paling merugikan

ditinjau dari kesehatan manusia adalah Musca domestica, hal ini disebabkan karena

jenis lalat yang paling banyak terdapat diantara jenis-jenis lalat rumah, karena

fungsinya sebagai vektor transmisi mekanis dari berbagai bibit penyakit dan

berhubungan erat dengan lingkungan hidup manusia.

c. Morfologi lalat.

Lalat pada umumnya berukuran kecil, sedang sampai berukuran besar. Telur

berbentuk oval, berwarna putih berukuran 10 mm, larva warnannya putih tidak berkaki

kepalanya kecil makin kebelakang makin besar, pupa berbentuk lonjong umumnya

berwarna merah atau coklat. Badan lalat terbagi atas tiga bagian yaitu kepala terdapat

dua mata, antena dan mulut. Dada terdapat enam tungkai, sepasang sayap dan

abdomen. Lalat berukuran kecil sampai sedang antara 3-15 mm, badannya pendek,

kepalanya besar dan lepas, matanya besar, antena tiga ruas, sayapnya kuat dan perutnya

berambut (Handari, 1993).

Lalat mempunyai satu pasang sayap depan, satu pasang sayap lagi berubah menjadi

alat keseimbangan yang disebut haltere. Metamorfosis sempurna, alat pencernaan

sempurna, mulut dilengkapi dengan kelenjar ludah. Tipe alat mulut untuk mengunyah

dan menjilat berbentuk alat seperti belalai yang disebut probosis. Probosis dapat ditarik

Page 11: BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1.abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A131108014_bab2.pdf · sampah sayuran dan buah buahan atau makanan, kertas, bangkai binatang. b) Sampah

kedalam atau dikeluarkan sesuai dengan keperluan hewan tersebut. Kepala, torax dan

abdomen jelas dapat dibedakan (Handari, 1993).

d. Daur hidup lalat.

Siklus hidup mulai dari lalat bertelur, telur menetas setelah 2-3 hari pada suhu 30˚

C, dengan jumlah telur 100-150 butir setiap oviposisi. Meletakkan telur hanya 2 atau 3

kelompok telur. Lalat betina bunting terbang ke arah tempat perindukan karena tertarik

oleh bau CO2, ammonia, dan bau dari bahan yang sedang membusuk. Telurnya

diletakkan jauh dari permukaan untuk menghindari proses kekeringan. Tahap larva

berlangsung selama 1-3 minggu. Kemudian mengkerut di tempat yang lebih kering

menjadi pupa. Stadium pendewasaan akan muncul dari pupa setelah satu minggu atau

lebih, dan siklus hidup berkisar 3-5 minggu pada kondisi optimal.

e. Perilaku lalat.

Penyebaran lalat sangat dipengaruhi oleh cahaya, temperatur, kelembaban. Untuk

istirahat lalat memerlukan suhu sekitar 35o – 40o C, kelembaban 90 %. Perilaku lalat

seperti kegiatan mencari makan, meletakan telur ditempat yang lembab, lalat

melakukan kawin saat terbang sehingga membuat pemangsa kesulitan untuk

menangkapnya.

Lalat mempunyai cara hidup dan sifat-sifat antara lain : suka hidup ditempat kotor,

misalnya pada kotoran hewan ataun sampah dan untuk berkembang biak membutuhkan

udara panas yang lembab dan tersedianya makanan yang cukup. Selain itu, terdapat

pula sifat-sifat khas pada lalat sebagai berikut :

1) Lalat tertarik pada bau bauan yang busuk serta bau dari makanan maupun minuman

yang merangsang.

2) Lalat dapat terbang sejauh 200 sampai dengan 1000 meter.

3) Lalat takut dengan warna biru.

(Azwar, 1986)

f. Fisiologi lalat.

Jantung memanjang dengan ostia lateral dan aorta anterior, tidak memiliki venasi

atau pembuluh kapiler. Respirasi dengan trachea yang bercabang cabang, Ekskresi

dengan dua atau beberapa buah saluaran malphigi halus yang melekat pada ujung

anterior usus belakang. Sistim syaraf dengan ganglion supra dan sub esophageal,

ganglion tersebut berhubungan dengan dua buah tali syaraf ventral dengan satu pasang

ganglia pada setiap segmennya. Alat reproduksi terpisah, gonad terdiri atas banyak

Page 12: BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1.abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A131108014_bab2.pdf · sampah sayuran dan buah buahan atau makanan, kertas, bangkai binatang. b) Sampah

saluran dengan satu saluran median ke arah posterior, fertilisasi terjadi secara internal

(Herbert, 1993)

g. Lalat sebagai vektor bibit penyakit

Lalat hinggap di makanan kemudian mengeluarkan cairan dari moncongnya untuk

melemahkan mangsa, mengotori makanan dan meninggalkan bakteri atau virus. Pada

kakinya terdapat bulu yang dapat membawa bibit penyakit. Sebagian besar penyakit

yang ditularkan lalat adalah penyakit yang berhubungan dengan pencernaan termasuk

kolera, diare, tifus, disentri dan lain lain.

h. Macam macam lalat di Indonesia.

Jenis-jenis lalat yang hidup dan berkembang di indonesia diantara :

1) Lalat rumah (Musca domestica)

Lalat terdistribusi di hampir seluruh wilayah dunia. Lalat ini berukuran sedang,

panjangnya 6-8 mm, berwarna hitam keabu-abuan dengan empat garis memanjang

gelap pada bagian dorsal toraks. Antena terdiri dari tiga ruas, ruas terakhir paling

besar, berbentuk silinder dan dilengkapi dengan arista yang memiliki bulu pada

bagian atas dan bawah. Lalat rumah makanannya sangat bervariasi, dan cara

makannya pun tergantung pada keadaan fisik bahan makanan.

Pada daerah tropika, lalat rumah membutuhkan waktu 8-10 hari pada suhu 30˚C

dalam satu siklus hidupnya, dari telur, larva, pupa dan dewasa. Telur berbentuk

seperti pisang, berwarna putih kekuningan,dan panjangnya kira-kira 1 mm. Betina

bertelur dalam bentuk kelompok di dalam bahan organik yang sedang membusuk

dan lembab tetapi tidak cairan. Kelembaban yang tinggi diperlukan untuk

kelangsungan hidupnya, mereka akan menetas dalam waktu 10-12 jam pada suhu

30˚C.

2) Lalat Kandang (Stomoxys calcitrans)

Lalat ini bentuknya menyerupai lalat rumah tetapi berbeda pada struktur

mulutnya yang berfungsi menusuk dan menghisap darah. Lalat ini jarang dijumpai di

permukiman, tetapi sangat umum pada peternakan sapi perah, atau sapi yang selalu

di kandang. Lalat ini merupakan penghisap darah ternak yang dapat menurunkan

produksi susu. Terkadang menyerang manusia dengan menggigit pada daerah lutut

atau kaki bagian bawah. Baik lalat jantan maupun betina menghisap darah. Lalat

kandang dewasa berukuran panjang 5-7 mm, mempunyai bagian mulut meruncing

untuk menusuk dan menghisap darah. Sayapnya mempunyai vena 4 yang

melengkung tidak tajam ke arah kosta mendekati vena 3. Antenanya terdiri dari tiga

Page 13: BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1.abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A131108014_bab2.pdf · sampah sayuran dan buah buahan atau makanan, kertas, bangkai binatang. b) Sampah

ruas, ruas terakhir paling besar, berbentuk silinder dan dilengkapi dengan arista

yang memiliki bulu hanya pada bagian atas.

Lalat betina harus mendapatkan darah untuk produksi telur. Telur diletakkan

pada habitat yang sesuai yaitu manur atau kotoran hewan yang telah bercampur

dengan urin dan sisa makanan atau rumput. Bisa juga telur diletakkan pada sampah

sayuran, kompos, potongan rumput, biji-bijian yang sedang membusuk, kotoran

ayam atau ganggang laut yang menimbun di sepanjang pantai. Lalat dewasa

menghisap darah hewan dan cenderung tetap di luar rumah di tempat yang terpapar

sinar matahari. Lalat kandang termasuk penerbang yang kuat dan bisa melakukan

perjalanan jauh dari tempat perindukannya.

3) Lalat Hijau (Calliphoridae)

Lalat ini terdiri atas banyak jenis, umumya berukuran sedang sampai besar,

dengan warna hijau, abu-abu, perak mengkilat atau abdomen gelap. Biasanya lalat

ini berkembangbiak di bahan yang cair atau semi cair yang berasal dari hewan,

termasuk daging, ikan, daging busuk, bangkai, sampah penyembelihan, sampah

ikan, sampah dan tanah mengandung kotoran hewan.

Lalat ini jarang berkembang biak di tempat kering atau bahan buah-buahan.

Beberapa jenis juga berkembang biak di tinja dan sampah hewan lainnya bertelur

pada luka hewan dan manusia. Di Indonesia, lalat hijau umumnya di derah

pemukiman adalah Chrysomya megacephala. Lalat jantan berukuran panjang 8 mm,

mempunyai mata merah besar. Ketika populasinya tinggi, lalat ini akan memasuki

dapur, meskipun tidak sesering lalat rumah.

Lalat ini banyak terlihat di pasar ikan dan daging yang berdekatan dengan kakus.

Lalat ini dilaporkan juga membawa telur cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris

trichiura, dan cacing kait pada bagian luar tubuhnya dan pada lambung lalat. Jenis

lalat hijau lain yang juga ditemukan di Indonesia adalah Chrysomya bezziana,

meskipun sangat jarang di daerah permukiman. Lalat ini banyak dijumpai di daerah

ternak yang dilepaskan di padang gembalaan.

4) Lalat Daging (Sarcophaga spp)

Lalat ini termasuk ke dalam Famili Sarcophagidae. Lalat ini berwarna abu-abu

tua, berukuran sedang sampai besar, kira-kira 6-14 mm panjangnya. Lalat ini

mempunyai tiga garis gelap pada bagian dorsal toraks, dan perutnya mempunyai

corak seperti papan catur. Lalat ini bersifat viviparus dan mengeluarkan larva hidup

pada tempat perkembangbiakannya seperti daging, bangkai, kotoran dan sayur

Page 14: BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1.abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A131108014_bab2.pdf · sampah sayuran dan buah buahan atau makanan, kertas, bangkai binatang. b) Sampah

sayuran yang sedang membusuk. Tahap larva makan berlangsung beberapa hari,

kemudian keluar dari tempat makanya untuk populasi didaerah yang lebih kering.

Siklus hidup lalat ini berlangsung 2-4 hari. Lalat ini umum ditemukan di pasar dan

warung terbuka, pada daging, sampah dan kotoran, tetapi jarang memasuki rumah.

Lalat ini juga dilaporkan lambungnya mengandung telur cacing Ascaris

lumbricoides (cacing gilig) dan cacing cambuk (Trichuris trichuira).

5) Mimik (Drosophila)

Lalat ini berukuran kecil, jumlahnya bisa sangat banyak dan besifat mengganggu

serta mengancam kesehatan manusia. Lalat jenis ini tertarik pada buah dan sayuran,

terutama bahan yang mengalami fermentasi. Lalat ini jadi pengganggu utama

perusahaan pengalengan, pembuat bir, minuman dari anggur, serta pasar buah dan

sayuran. Karena begitu banyak yang dapat menjadi tempat berkembang biaknya lalat

mulai dari sepotong buah yang dibuang di bawah bangku sampai sisa saus tomat

diwadahnya. Lalat ini menjadi permasalahan di restoran dan berbagai tempat

pengolahan makanan, termasuk dapur rumah tangga. Lalat dewasa berukuran

panjang 2,5-4,0 mm, biasanya berwarna kuning kecoklatan.

6) Lalat buah ( Drosophila melanogaster)

Lalat buah tertarik pada buah busuk dan ragi serta bermacam macam mikroba

yengterdapat pada buah tersebut. Varian warna mencolok, mata merah dan dan ada

yang putih sehingga merupakan binatang yang dapat digunakan dalam eksperiman

genetika dan penyebar penyakit (Kardinan, 2003).

7) Musca Sorbens

Lalat ini berwarna lebih abu-abu dari pada lalat rumah. Bagian dorsal toraksnya

mempunyai dua garis memanjang. Lalat ini berkembang biak di dalam kotoran yang

terisolasi seperti kotoran manusia. Seringkali lalat mengganggu dan sangat persisten

di permukiman. Lalat ini akan menempel pada kulit manusia, luka, dan mata

(terutama yang terinfeksi), tempat lalat menghisap serum dan cairan. Lalat ini sangat

umum di Mesir, dan oleh karenanya bertanggung jawab dalam penyebaran trakhoma

dan wabah sakit mata (epidemic conjuntivitis).

i. Kerugian yang disebabkan oleh lalat

Kebiasaan yang kotor dan menjijikan dari lalat akan membawa bermacam macam

kuman membahayakan pada bagian kaki dan rambut halus yang terdapat diseluruh

tubuh. Lalat, setelah mengambil makanan secukupnya dari timbunan kotoran akan

terbang kesuatu tempat untuk istirahat dan mencerna makanan. Kemudian hinggap

Page 15: BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1.abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A131108014_bab2.pdf · sampah sayuran dan buah buahan atau makanan, kertas, bangkai binatang. b) Sampah

dimakanan dan memindahkan bibit penyakit kemakanan lainnya (Kardinan, 2003).

Lalat membawa bermacam-macam kuman seperti thypus abdominalis, kolera, desentri,

telur cacing, parasit pada usus dan penyalit penyakit lain.

j. Populasi lalat

1) Kepadatan.

Kepadatan adalah jumlah individu per unit area (luas) atau unit volume, sedang

kemelimpahan adalah jumlah individu dalam suatu area (tempat) tertentu

(Soegianto, 1994).

Kepadatan lalat adalah banyaknya lalat yang terdapat pada sesuatu tempat.

Kepadatan lalat sangat dipengaruhi oleh tempat perindukan, cahaya matahari,

temperatur dan kelembaban. Kepadatan tinggi jika temperatur antara 20-250C,

Populasi menurun apabila temperatur > 450C dan < 100C. Penghitungan kepadatan

lalat dan faktor abiotik umumnya dilakukan dengan metode berikut :

Fly grill yang ada dipasang, kemudian diletakkan pada tempat yang telah ditentukan

pada daerah yang akan diukur. Kemudian dalam waktu 30 detik, dihitung jumlah

lalat yang hinggap pada fly grill. Setiap lokasi pengambilan sampel dilakukan 10

kali penghitungan. Kemudian dianalisis hasil yang didapat dengan cara menghitung

rata-rata dari 5 data tertinggi. Suhu, kelembaban dan intensitas cahaya pada tiap

lokasi pengambilan sampel diukur dengan menggunakan termohigrometer dan lux

meter. Kepadatan lalat akan terukur. Tingkat kepadatan lalat dapat dipakai untuk

merencanakan upaya upaya pengendalian. Interprestasi hasil pengukuran kepadatan

lalat pada setiap lokasi (blok grill) adalah sebagai berikut (Ditjen PPM dan PLP,

1999)

a. 0 – 2 :tidak menjadi masalah.

b. 3 – 5 : Perlu dilakukan pengamanan terhadap tempat-

tempat berbiaknya lalat.

c. 6 – 20 : Kepadatanya padat dan perlu pengamanan

terhadap tempat – tempat berbiaknya lalat dan

bila mungkin direncanakan upaya

pengendaliannya (tinggi/padat).

d. 21 ke atas : Kepadatanya sangat padat dan perlu dilakukan

pengamanan terhadap tempat – tempat

berbiaknya lalat dan tindakan pengendalian lalat

(sangat tinggi/sangat padat).

Page 16: BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1.abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A131108014_bab2.pdf · sampah sayuran dan buah buahan atau makanan, kertas, bangkai binatang. b) Sampah

Kampung SUKO

sungai

Jln kampung

Jalan utama

Gambar 1. Denah pengambilan sampel jumlah lalat di TPAS Sukosari

2) Pola distribusi

Distribusi atau penyebaran adalah pola tata ruang individu yang satu relative

terhadap yang lain dalam kepadatan. Penyebaran atau distribusi individu dalam satu

kepadatan biasanya bermacam – macam, pada umumnya memperlihatkan tiga pola

penyebaran, yaitu : penyebaran secara acak, penyebaran secara merata, dan

penyebaran berkelompok (Rahardjanto, 2001). Untuk mengetahui apakah

penyebaran individu didalam suatu kepadatan dalam suatu vegetasi dapat dilakukan

pengamatan, dari hasil pengamatan tersebut akan didapatkan bentuk penyebaran,

diantaranya secara acak, merata, atau berkelompok (Anonim, 2011). Berikut adalah

deskripsinya :

a) Penyebaran secara acak, jarang terdapat di alam. Penyebaran ini biasanya terjadi

apabila faktor lingkungan sangat seragam untuk seluruh daerah dimana kepadatan

berada. Selain itu, tidak ada sifat-sifat untuk berkelompok dari organisme

tersebut.

b) Penyebaran secara merata. Penyebaran ini umumnya terdapat pada tumbuhan.

Penyebaran semacam ini terjadi apabila terjadi persaingan yang kuat antara

individu-individu dalam populasi tersebut. Pada tumbuhan misalnya persaingan

untuk mendapatkan nutrisi dan ruang.

c) Penyebaran secara berkelompok, penyebaran ini yang paling umum terdapat di

alam, terutama untuk hewan. pengelompokan ini terutama disebabkan oleh

berbagai hal.

SL

OTB

OD

PL

KMS

Kantor

Pengepak plastik DPU

Page 17: BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1.abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A131108014_bab2.pdf · sampah sayuran dan buah buahan atau makanan, kertas, bangkai binatang. b) Sampah

Penyebaran dan kepadatan lalat berhubungan erat dengan keadaan setempat,

lalat tidak terdapat secara merata pada daerah-daerah tertentu, misalnya dengan

kesukaan lalat pada bau busuk dan makanannya.

3) Ketahanan hidup.

Ketahanan hidup lalat tergantung pada musim dan temperatur, lalat dewasa

hidup 2-4 minggu pada musim panas, pada musim dingin bisa mencapai 3 bulan.

Model pengelolaan sampah sanitary land fill, open dumping dan open trench

burning dapat menurunkan kuantitas lalat pada lokasi pengolahan sampah. Model-

model pengelolaan sampah tersebut dapat merusak habitat lalat, populasi lalat akan

berkurang apabila dinamika kepadatan lalat terdapat hambatan. Dua hal

perkembangan kepatan lalat yaitu potensi reproduksi lalat atau kemampuan

berkembang biak dan input kepadatan yaitu kemampuan untuk menghasilkan

keturunan. Tidak semua keturunan akan hidup, sebab mereka menghadapi

perlawanan terhadap keadaan lingkungan atau enviromental resistency yang juga

disebut faktor keluaran atau output. Faktor keluaran tergantung dari komponen

biotik dan abiotik. Komponen biotik yaitu parasit dan predaktor sedangkan abiotik

yaitu kelembaban, temperatur dan makanan.

B. Penelitian relevan

1. Dampak tempat pembuangan akhir sampah Winongo terhadap kualitas lingkungan hidup

oleh Prihastini (2006). Hasil penelitian ada hubungan yang erat antara pembuangan akhir

sampah dengan kualitas lingkungan hidup yang meliputi kepadatan lalat dan kualitas air.

2. Hubungan faktor kinerja dengan keefektifan hasil kerja petugas sampah ditempat

pembuangan sampah kota Surakarta oleh Warniati (2004). Hasil penelitian menunjukan

ada hubungan yang erat antara faktor kinerja yang meliputi jam kerja, beban kerja, sarana

prasarana, motivasi, imbalan terhadap hasil kerja di TPS yang meliputi aspek estetika dan

gangguan terhadap lingkungan.

3. Hubungan antara suhu udara, kelembaban udara, intensitas cahaya dan sikap masyarakat

terhadap PSN-DBD dengan populasi nyamuk Aedes aegypti di Kecamatan Wonogiri oleh

Rumijati (2002). Dengan hasil penelitian kelembaban udara, suhu udara, intensitas cahaya

matahari dan sikap masyarakat berpengaruh terhadap populasi nyamuk Aedes aegypti.

4. Inventarisasi Insekta disekitar TPA, pasar dan peternakan di Surakarta oleh Rahayu

(1998). Hasil penelitiannya membuktikan peran kecoa, tikus dan lalat sebagai vektor

penyakit menular.

Page 18: BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1.abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A131108014_bab2.pdf · sampah sayuran dan buah buahan atau makanan, kertas, bangkai binatang. b) Sampah

C. Kerangka berpikir

Setiap aktivitas yang menggunakan energi akan menghasilkan entropi sebagai

perwujudan Hukum Termodinamika. Salah satu bentuk entropi yang umum ditemui akibat

aktivitas masyarakat adalah sampah. Sampah kerapkali menimbulkan masalah sehingga

disusunlah metode pengelolaan yang tersentral. Sampah pada kawasan pemukiman hingga

komersial dikumpulkan oleh petugas untuk ditampung di tempat pembuangan sampah

sementara (TPS). Sampah tersebut diangkut oleh petugas angkutan sampah Dinas Kebersihan

dan Pertamanan (DKP) Kabupaten Karanganyar ke Tempat Pemrosesan Akhir Sampah

(TPAS) Sukosari. Sampah yang menumpuk dan tidak segera ditangani akan mengalami

dekomposisi secara alamiah sehingga mengakibatkan bau yang tidak sedap. Kalau terjadi

hujan air akan masuk keselokan, badan sungai dan sampah menjadi sarang tikus, cacing,

bakteri, kecoak, lalat.

Page 19: BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1.abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A131108014_bab2.pdf · sampah sayuran dan buah buahan atau makanan, kertas, bangkai binatang. b) Sampah

PENIMBUNAN SAMPAH

Gambar 2. Bagan kerangka berpikir

Barang untuk memenuhi

kebutuhan manusia

Sampah

Pengumpulan setempat/pewadahan

TPS

Aktivitas manusia

TPAS

Pemindahan dan pengangkutan

Pengelolaan sampah - Open Dumping - Open Trench Burning - Sanitary Landfill

Waktu Sampling - Pagi - Siang - Sore

Kepadatan lalat - Jumlah - Jenis

Evaluasi pengelolaan

sampah TPAS

- Iklim - Musim - Arah angin

Tingkat kepadatan lalat

Page 20: BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1.abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/A131108014_bab2.pdf · sampah sayuran dan buah buahan atau makanan, kertas, bangkai binatang. b) Sampah

D. Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep tersebut, maka disusun hipotesis penelitian sebagai berikut

:

1. Ada lebih dari beberapa jenis lalat dan 15 lalat/m2 yang dijumpai TPAS Sukosari pada

model pengelolaan sampah open dumping, open trench burning dan sanitary land fill.

2. Ada pengaruh model pengelolaan sampah open dumping, open trench burning dan

sanitary land fill terhadap distribusi jumlah individu lalat.

3. Ada pengaruh waktu sampling terhadap jumlah individu lalat.

4. Ada korelasi pengelolaan sampah pada model open dumping, open trench burning,

sanitary land fill dan pada waktu sampling terhadap jumlah lalat.