bab ii kajian pustaka a.tinjauan umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/bab ii.pdfvers adalah...

50
16 BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1. Sejarah GATT Pada akhir Perang Dunia II (PD II), perdagangan internasional berada dalam keadaan yang tidak menentu, banyak peringkat dari subsistem yang menunjang kelancaran perdagangan yang telah mengalami kerusakan baik institusional maupun fisik. 17 Sebagian besar dari kegiatan perdagangan terpaksa dilakukan secara ad-hoc sementara secara bertahap sendi-sendi yang menunjang mulai diperbaiki. 18 Adapun upaya masarakat internasional setelah perang dunia kedua adalah memperbaiki ataupun merekontruksi kembali perekonomian dunia. Dalam pelaksanaannya, upaya masyarakat internasional untuk menangani masalah keuangan dan moneter internasional dapat dilaksanakan dengan cara yang relatif lebih cepat. 19 Dalam Konferensi Bretton Woods tahun 1944, masyarakat internasional menyetujui didirikannya Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) dalam waktu yang relatif singkat. 20 Begitu pula dalam hal menentukan rencana untuk mengadakan rekontruksi bagi negara- negara menghadapi kerusakan akibat PD II. Untuk itu masyarakat internasional 17 H. S. Kartadjoemena, 2002. GATT dan WTO : Sistem, Forum, dan Lembaga Internasional di Bidang Perdagangan(selanjutnya disebut Buku II) Jakarta: UI Press, hlm. 33. 18 ibid 19 ibid., hlm. 34 20 ibid

Upload: others

Post on 16-Sep-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

16

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.Tinjauan Umum Tentang General Agreement on Tariffs and Trade (GATT)

1. Sejarah GATT

Pada akhir Perang Dunia II (PD II), perdagangan internasional berada

dalam keadaan yang tidak menentu, banyak peringkat dari subsistem yang

menunjang kelancaran perdagangan yang telah mengalami kerusakan baik

institusional maupun fisik.17 Sebagian besar dari kegiatan perdagangan

terpaksa dilakukan secara ad-hoc sementara secara bertahap sendi-sendi yang

menunjang mulai diperbaiki.18 Adapun upaya masarakat internasional setelah

perang dunia kedua adalah memperbaiki ataupun merekontruksi kembali

perekonomian dunia. Dalam pelaksanaannya, upaya masyarakat internasional

untuk menangani masalah keuangan dan moneter internasional dapat

dilaksanakan dengan cara yang relatif lebih cepat.19

Dalam Konferensi Bretton Woods tahun 1944, masyarakat internasional

menyetujui didirikannya Dana Moneter Internasional atau International

Monetary Fund (IMF) dalam waktu yang relatif singkat.20 Begitu pula

dalam hal menentukan rencana untuk mengadakan rekontruksi bagi negara-

negara menghadapi kerusakan akibat PD II. Untuk itu masyarakat internasional

17 H. S. Kartadjoemena, 2002. GATT dan WTO : Sistem, Forum, dan Lembaga

Internasional di Bidang Perdagangan(selanjutnya disebut Buku II) Jakarta: UI Press, hlm. 33. 18 ibid 19 ibid., hlm. 34 20 ibid

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

17

telah mendirikan Bank Dunia atau International Bank for Recontruction and

Development (IBRD). Bank dunia juga didirikan secara bersamaan pada tahun

1944 dalam rangka perjanjian yang ditandatangani di Bretton Woods.21 Untuk

masalah yang menyangkut bidang perdagangan internasional, dikemukakan

bahwa perkembangan institusional dibidang perdagangan internasional tidak

terlampau lancar.22

Berbeda dengan bidang finansial dan keuangan, dibidang perdagangan,

negara-negara peserta konferensi tidak berhasil medirikan suatu organisasi

internasional. Semula diharapkan bahwa rencana untuk mendirikan

International Trade Organization (ITO) dapat disetujui untuk diciptakan agar

menangani masalah perdagangan internasional. Namun, Karena berbagai

pertimbangan politis, ITO tidak jadi terbentuk yang terutama disebabkan

karena kongres Amerika Serikat tidak menyetujui untuk didirikannya ITO,

dimana AS memiliki peranan yang sangat menentukan untuk terwujudnya

perdagangan bebas dunia. Maka terdapat suatu kekosongan institusional pada

tingkat internasional dalam bidang perdagangan.23

Dengan adanya kekosongan institusional tersebut, maka GATT yang

semula merupakan suatu perjanjian interim, menjadi satu-satunya instrumen

dibidang perdagangan yang telah memperoleh konsensus yang luas untuk

menjadi landasan dalam pengaturan tata cara perdagangan internasionalyang

21 ibid 22 ibid 23 Hendra Halwani.2002. Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi, Jakarta: Ghalia

Indonesia, hlm. 340.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

18

mana benih sejarah pembentukan GATT sebenarnya berawal dari waktu

ditandatanganinya Piagam Atlantik (Atlantic Charter) pada bulan Agustus

1941.24

Salah satu sumber hukum yang penting dalam hukum perdagangan

internasional adalah persetujuan umum mengenai Tarif dan Perdagangan

(General Agreemant On Tariff And Trade atau GATT). 25 Dengan demikian

maka pada tahun 1947 GATT menjadi satu-satunya lembaga yang beroperasi

sebagai organisasi internasional yang mengatur perdagangan internasional,

sekurang-kurangnya bagi negara-negara anggota. Karena perdagangan

internasional antara negara-negara anggota merupakan sekitar 80% dari

seluruh perdagangan dunia secara riil, maka GATT menetapkan dan

menerapkan aturan permainan dari hampir seluruh perdagangan internasional.26

GATT dibentuk pada Oktober tahun 1947. lahirnya WTO pada tahun

1994 membawa perubahan yang sangat penting bagi GATT. Pertama, WTO

mengambil alih GATT dan menjadikannya salah satu lampiran aturan WTO.

kedua, bidang baru dalam perjanjian WTO, khususnya perjanjian mengenai

jasa (GATS), penanaman modal (TRIMs), dan juga perjanjian mengenai

perdagangan yang terkait dengan hak atas kekayaan intelektual (TRIPS).27

GATT didirikan setelah perang Dunia II pada Oktober tahun 1947

bersamaan dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Internasional

24 H. S. Kartadjoemena, Loc. Cit., hlm 34. 25 Huala Adolf. Hukum Perdagangan Internasional.2005. Jakarta: PT Raja Grapindo

Persada. hal 97 26 Huala Adolf, Op.cit., hlm. 103-106. 27 ibid., hal 97

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

19

Monetary Fund (IMF), International Bank for Reconstruction and

Develophment (IBRD/BANK DUNIA) . Ada dua puluh tiga anggota yang

tergabung dalam GATT. Hingga tahun 1994, ketika Putaran Uruguay telah

selesai dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) didirikan pada tanggal 1

Januari 1995. GATT adalah satu-satunya organisasi multilateral yang membuat

peraturan tentang kebijakan perdagangan internasional.28

GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) yang awalnya hanya

merupakan suatu perjanjian interim, menjadi satu satunya instrumen di

bidang perdagangan yang telah memperoleh konsensus untuk menjadi landasan

dalam pengaturan tata cara perdagangan internasional. GATT sebenarnya

hanya merupakan salah satu dari Chapters yang direncanakan menjadi isi

Havana Charter mengenai pembentukan ITO, yaitu chapter yang menyangkut

kebijaksanaan perdagangan (trade policy).29

GATT yang berlaku sejak 1948 bukanlah suatu organisasi dan hanya

merupakan persetujuan multilateral yang berisi ketentuan dan disiplin dalam

mengatur perilaku negara-negara dalam kegiatan perdagangan internasional.

Dokumen utama GATT yang berjudul The General Agreement on Tariffs and

Trade terdiri atas 4 bagian dan 38 pasal. Tujuan dari persetujuan GATT ini

adalah untuk menciptakan suatu iklim dalam perdagangan internasional yang

aman dan jelas bagi masyarakat bisnis, serta untuk menciptakan liberalisasi

28 Ratya Anindita & Michael R.Reed, 2008, Bisnis dan Perdagangan Internasional, CV.

Andi Offset. Yogyakarta, hlm.67. 29 Christhophorus Barutu. Ketentuan Antidumping Subsidi dan Tindakan Pengamanan

(Safeguard) Dalam GATT dan WTO. hlm 7

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

20

perdagangan yang berkelanjutan di dalam penanaman modal, lapangan kerja

dan penciptaan iklim perdagangan yang sehat.30

Selain itu, ada tiga fungsi utama GATT dalam mencapai tujuannya,

yaitu:31 Pertama, sebagai suatu perangkat ketentuan multilateral yang

mengatur tindak-tanduk perdagangan yang dilakukan oleh pemerintah dengan

memberikan suatu perangkat ketentuan perdagangan. Kedua, sebagai suatu

forum perundingan perdagangan. Ketiga, adalah sebagai suatu “pengadilan”

internasional di mana para anggotanya menyelesaikan sengketa dagangnya

dengan anggota-anggota GATT lainnya.

Masalah-masalah perdagangan dalam GATT diselesaikan melalui

serangkaian perundingan multilateral yang juga dikenal dengan nama Putaran

Perdagangan (Trade Round) untuk mempercepat terwujudnya liberalisasi

perdagangan internasional. Dalam GATT, ada beberapa kali diadakan Putaran

Perdagangan sebelum WTO terbentuk, yaitu sebagai berikut.32

a. Putaran Jenewa tahun 1947 (23 negara peserta), Putaran Annecy

tahun 1949 (13 negara peserta), Putaran Torquay tahun 1950-1951

(33 negara peserta), Putaran Jenewa tahun 1956 (26 negara

peserta), dan Putaran Dillon tahun 1960-1961 (26 negara peserta)

hanya membahas masalah tarif (upaya penurunan atau

penghapusan hambatan tarif perdagangan).

30 Huala Adolf, A. Chandrawulan.1994. Masalah-Masalah Hukum dalam Perdagangan

Internasional. Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm 1. 31 Ibid. hlm. 4 32 Christhophorus Barutu, op. cit., hlm. 10.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

21

b. Putaran Kennedy tahun 1964-1967 diikuti oleh 62 negara peserta

yang khusus membahas masalah tarif dan Anti-dumping;

c. Putaran Tokyo tahun 1973-1979 (102 negara peserta) yang

membahas masalah tarif dan nontarif juga serangkaian persetujuan

di bidang pertanian dan manufaktur;

d. Putaran Uruguay tahun 1986-1994 (123 negara peserta) yang

membahas masalah tarif, hambatan nontarif, produk sumber daya

alam, tekstil dan pakaian jadi, pertanian, produk tropis, pasal-pasal

GATT, Tokyo Round Codes, Anti-dumping, subsidi, kekayaan

intelektual, aturan investasi, penyelesaian sengketa, sistem GATT,

dan jasa.

Konsep pembentukan GATT pada prinsipnya sama dengan WTO yaitu

untuk menciptakan suatu iklim perdagangan internasional yang aman dan jelas

bagi masyarakat bisnis, serta untuk menciptakan liberalisasi perdagangan yang

berkelanjutan, lapangan kerja dan iklim perdagangan yang sehat. Untuk

mencapai tujuan itu, sistem perdagangan internasional yang diupayakan WTO

GATT ialah sistem yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan

pembangunan di seluruh dunia.

2. Prinsip-prinsip GATT33

Untuk mencapai tujuannya GATT berpedoman pada lima prinsip utama

yaitu sebagai berikut:

33 Huala adolf. 2014, hukum perdagangan internasional. Jakarta. Rajawali Press. hal 108

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

22

1. Prinsip Most-favoured-Nation

Prinsip most favoured nation ini termuat dalam pasal 1 GATT. Prinsip

ini menyatakan suatu kebijakan perdagangan harus dilaksanakan atas dasar

nondiskriminatif. menurut prinsip ini semua negara anggota terikat untuk

memberikan negara negara lainya perlakuan yang sama dalam pelaksanaan

kebijakan ekspor dan impor serta yang menyangkut biaya biaya yang

lainnya.34

Perlakuan yang sama tersebut harus dijalankan dengan segera dan

tanpa syarat (immediately and unconditionally) terhadap produk yang

berasal atau yang diajuakan kepada semua anggota GATT. oleh karena itu,

suatau negara tidak boleh memberikan perlakuan istimewa kepada negara

lainnya atau memberlakuakan tindakan diskriminasi terhadapnya. Prisip ini

tamapak dalam pasal 4 perjajian yang terkait dengan hak kekayaan

intelektual (TRIPS) dan tercantum pula dalam pasal 2 perjajian mengenai

jasa (GATS).

Pendek kata, semua negara harus diperlakukan atas dasar yang sama

dan semua negara menikmati keuntungan dari suatu kebijaksanaan

perdagangan. Namun demikian, dalam pelaksanaanya prisip ini mendapat

pengecualian-pengecualianya, khususunya dalam menyangkut kepentingan

negara yang sedang berkembang.

Jadi, berdasarkan prinsip itu, suatu negara anggita pada pokoknya

dapat menununut untuk diperlakukan sama terhadap produk impor dan

34 Olivier Long dalam Huala Adolf. 2014. hukum perdagangan

internasional.Jakarta.Rajawali Press.hal 108

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

23

ekspornya maupun di negara-negara anggota lain. Namun demikian, ada

beberapa pengecualian terhadap prinsip ini.

Pengecualian tersebut ada yang ditetapkan dalam pasal-pasal GATT

itu sendiri dan sebgian lagi ada yang ditetapkan dalam putusan-putusan

dalam konferensi-konferensi GATT melalui suatu penanggalan (waiver)

dan prinsip-prinsip GATT berdasarkan pasal XXV. Pengecualian yang

dimaksud adalah sebagai berikut.

a. Keuntungan yang diperoleh karena jarak lalu lintas (frontier

traffic advantage), tidak boleh dikenankan terhadap anggota

GATT lainya (pasal VI).

b. Perlakuan preferensi dalam wilayah-wilayah tertentu yang sudah

ada (misalnya kerjasama ekonomi dalam ‘British Commonwelth’;

the French Union (prancis dengan negara-negara bekas

koloninya); dan benelux (Benelux Economic Union), tetat boleh

terus dilaksanakan namun tingkat batas preferensinya tidak boleh

dinaikan (pasal 1 ayat 2-4)

c. Anggota-anggota GATT yang membentuk suatu Customs Union

atau Free trade Area yang memenuhi persyaratan pasal XXIV

tidak harus memberikan perlakuan yang sama kepada negara

anggota lainya. Untuk negara-negara yang membentuk

pengaturan-pengaturan preferensial regional dan bilateral yang

tidak memenuhi persyaratan pasal XXIV, dapat membentuk

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

24

pengecualian dengan menggunakan alasan ‘penanggalan’

(waiver) terhadap ketentuan GATT.

Penanggalan ini dapat pula dilakukan atau diminta oleh suatu

negara anggota. Menurut prisip ini, suatu negara dapat, memohon

pengecualian dari kewajiban tertentu yang ditetapkan GATT

ketika ekonominya atau keadaan perdaganganya dalam keadaan

yang sulit.

d. Pemberian prefensi tarif oleh negara-negara maju kepada produk

impor dari negara yang sedang berkembang atau negara-negara

yang kurang beruntung (last developed) melalui Fasilitas

Generalized system of Preference (sistem preferensi umum).35

Pengecualian lainnya adalah apa yang disebut dengan ketentuan

‘pengamanan’ ( safeguard rule) pengakuan ini mengakui bahwa suatu

pemerintah, apabila tidak mempunyai upaya lain, dapat untuk melindungi

atau memproteksi untuk sementara waktu industri dalam negerinya.

Pengaturan ‘saveguard’ ini, yang diatur dalam pasal XIX,

memperbolehkan kebijakan demikian, namun hanya dipakai dalam keadaan-

keadaan tertentu saja. Suatu negara naggota dapat membatasi atau

menangguhkan suatu konsesi tarif pada produk-produk yang di impor dalam

suatu jumlah (kuantitas) yang meningkat dan yang menyebabkan kerusakan

serius (serious injury) terhadap produsen dalam negeri.

35 Gunter Jaenicke, dalam. dalam Huala Adolf.2014. hukum perdagangan

internasional.Jakarta.Rajawali Press. hal 110

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

25

Dalam tahun-tahun belakangan ini, cukup banyak anggota GATT

yang menerapkan pengaturan bilateral yang diskriminatif yang juga sering

kali disebut dengan ‘voluntary export restraints’ (VERs) kebijakan

perdagangan ini dilakukan untuk menghindari salah satu isu yang cukup

hangat dibahas dalam Putaran Uruguay yakni perdagangan tekstil.

VERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang

berkembang yang umumnya adalah penghasil tekstil. untuk membatasi

produk tekstil kedalam pasar dalam negerinya, negara maju secara halus

menyatakan kepada negara berkembang untuk mengekspor tekstilnya dalam

jumlah tertentu saja. Dalam hal ini, negara maju menenkankan bahwa

pembatasan jumlah tersebut semata-mata haruslah sukarela sifatnya yang

datang atau berasal dari kehendak negara berkembang.

2. Prinsip National treament

Prinsip National Treatment terdapat dalam pasal III GATT. menurut

prinsif ini, produk dari suatu negara yang diimpor kedalam suatu negara

harus diperlakukan sama seperti halnya produk dalam negeri.36 prinsip ini

sifatnya berlaku luas. prinsip ini juga berlaku terhadap semua macam pajak

dan pungutan pungutan lainnya. ia berlaku pula terhadap perundang

undangan, pengaturan dan persyaratan-persyaratan (hukum) yang

memengaruhi penjualan, pembelian,pengangkutan, distribusi atau

penggunaan produk-produk di pasar dalam negeri. prinsip ini juga

36 Olivier Long dalam Huala Adolf.2014. hukum perdagangan

internasional.Jakarta.Rajawali Press.hal 111

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

26

memberikan perlindungan terhadap proteksionisme sebagai akibat atau

upuya-upaya kebijakan administratif atau legislatif.37

prinsip National Treatment dan prinsip MPN merupakan prinsip

sentral dibandingkan dengan prinsip prinsip lainnya dalma GATT. kedua

prinsip ini menjadi prinsip pada pengaturan bidang bidang perdagangan

yang kelak lahir dalam putaran Uruguay. Misalanya, prinsip ini tercantum

dalam pasal 3 perjajian TRIPS. Kedua prisip INI diberlakukan pula dalam

The General Agreemant On Trade On Service (GATS). dalam GATS,

negara-negara anggota WTO diwajibkan untuk memberlakuakan perlakuan

yang sama (MFN treatment) terhadap jasa-jasa atau terhadap pemberi jasa

dari suatu negara terhadap negara lainnya.

Meskipun demikaian, perjajian WTO memperbolehkan suatu negara

untuk meminta pembebasan dari penerapan kewajiban MFN ini yang

mencakup upaya-upaya tertentu (spesific measure) yang pada mulanya tidak

dapat menwarkan perlakuan demikian.

Untuk maksud tersebut, ketika suatu negara meminta suatu

pembebasan dari penerapan kewajiban MFN, permintaan tersebut akan di

tinjau setiap lima tahun. pembebasan dari kewajiban MFN hanya boleh

dilakuakan untuk jangka waktu 10 tahun.

Prinsip national treatment merupakan suatu kewajiban dalam GATS

yang mana negara-negara secara ekplisit harus menerapkan prinsip ini

terhadap jasa-jasa atau kegiatan jasa-jasa tertentu. oleh karena itulah prisip

37 Ibid

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

27

natioanal treatment atau perlakuan nasional ini pada umumnya hasil dari

negosiasi atau perundingan diantara negara-negara anggota.

3. Prinsip larangan Restriksi (pembatasan kuantitatif)

Ketentuan dasar GATT adalah larangan restriksi kuatitatif yang

merupakan rintangan terbesar terhadap GATT. restriksi kuantitatif terhadap

ekspor dan impor dalam bentuk apa pun ( misalnya dalam pembatasan kuota

impor atau ekspor, lisensi ekspor atau impor, pengawasan pembayaran

ekspor atau impor), pada umumnya dilarang (pasal IX). hal ini disebabkan

karena praktek demikian menggagu praktek perdagangan yang normal.

Restriksi kuatitatif dewasa ini tidak begitu meluas dinegara maju.

namun demikian, tektil, logam, dan beberapa produk produk tertentu, yang

kebanyakan berasal dari negara negara yang sedang berkebang masih

acapkali terkena rintangan ini.

Namun demikian dalam pelaksanaanya, hal tersebut dapat dilakukan

dalam hal: pertama, untuk mencegah terkurasnya produk produk esensial di

negara pengekspor. kedua untuk melindungi pasar dalam negeri khususnya

yang menyangkut produk pertanian dan perikanan. ketiga, untuk

mengamankan, berdasarkan escape clause (pasal XIX), meningkatkan

impor yang berlebihan (increase of import) di dalam negeri sebagai upaya

untuk melindungi, misalanya, terancamnya produksi dalam negeri; keempat,

untuk melindungi neraca pembayaran (luar negerinya) (pasal XII).

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

28

Meskipun demikian, restriksi tersebut tidak boleh diterapkan di luar

yang diperlukan untuk melindungi neraca pembayarannya. Restriksi itu pun

secara progresif harus dikurangi bahkan di hilangkan apabila tidak

dibutuhakan kembali.

Dengan adanya pengakuan sebagaimana diatur dalam pasal XVII,

pengecualian itu telah diperluas pada negara-negara yang sedang

bekembang. dalam hal ini negara tersebut dapat memberlakuakan restriksi

kuantitatif untuk mencegah terkurasnya Valuta asing (devisa) mereka yang

disebabkan oleh adanya permintaan untuk impor yang diperlukan bagi

pembayaran atau karena mereka sedang mendirikan atau memperluas

produksi dalam negerinya.

Bagi kepentingan negara tersebut, GATT menyelenggarakan

konsultasi secara reguler yang diadakan dengan negara yang mengajukan

restriksi impor untuk melindungi neraca pembayarannya. Menurut pasal

VIII, restriksi kuantitatif ini, meskipun diperbolehkan, tidak boleh

diterapkan secara diskriminatif.

4. Prinsip perlindungan melalui tarif

Pada prinsipnya GATT hanya memperkenankan tindakan proteksi

terhadapp indutri domestik melalui tarif (menaikan tingkat tarif bea masuk)

dan tidak melalui upaya upaya perdagangan lainya (non-tarif commercial

measures).

Perlindungan melaluai tarif ini menunjukan dengan jelas tingkat

perlindungan yang diberikan dan masih memungkinkan adanya kompetisi

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

29

yang sehat. Sebagai kebijakan untuk mengatur masuknya barang ekspor dari

luar negeri, pengenaan tarif ini masih diperbolehkan dalam GATT. Negara-

negara GATT umumnya banyak menggunakan cara ini untuk melindungi

industri dalam negerinya dan juga untuk menarik pemasukan untuk

negara yang bersangkutan.

Meskipun diperbolehkan, pengunaan tarif ini tetap tunduk pada

ketentuan ketentuan GATT. misalanya saja pengenaan atau penetapan tarif

tersebut tidak boleh diskriminatif dan tunduk pada komitmen tarifnya

kepada GATT/WTO.

Komitmen tarif ini maksudnya adalah tingkat tarif suatu negara

terhadap suatu produk tertentu. tingkat tarif ini menjadi komitmen negara

tersebut yang siftanya mengikat. oleh karena itu suatu negara yang telah

menyatakan komitmennya atas suatu tarif tidak dapat semena-mena

meningkatkan tarif yang telah ia sepakati, kuacuali diikuti dengan negoisasi

mengenai pemberian kompensasi dengan mitra-mitra dagangnya (pasal

XXVII).

Perlu dikemukakan disini bahwa negoisasi tarif diantara negara-negara

merupakan salah satu pekerjaan GATT (yang sekarang juga dilanjutkan oleh

WTO). Tujuan GATT dalam hal ini adalah berupaya menurunkan tingkat

tarif ke titik yang serendah-rendahnya.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

30

5. Prinsip Resiprositas

Prinsip ini merupakan prinsip pundamental dalam GATT. prinsip ini

tampak pada preambule GATT dan berlaku dalam perundingan perundingan

tarif yang didasarkan atas timbal balik dan menguntungkan kedua belah

pihak.

6. Perlakuan khusus bagi negara yang sedang berkembang

Sekitar dua pertiga negara negara anggota GATT adalah negara

negara yang sedang berkembang yang masih berada pada tahap awal

pembangunan ekonominya. untuk membantu pembangunan mereka, pada

tahun 1965, suatu bagian baru yaitu part IV yang memuat tiga pasal (pasal

XXXVI-XXXVIII) ditambahkan dalam GATT tiga pasal baru tersebut

dimaksudkan untuk mendorong negara negara indusrti dalam membantu

pertumbuhan ekonomi ekonomi negara yang sedang berkembang.

Bagian IV ini mengakui kebutuhan negara yang sedang berkembang

untuk menikmati akses pasar yang lebih menguntungkan. bagian ini juga

melarang negara-negara maju untuk membuat rintangan-rintangan baru

terhadap ekspor negara negara yang sedang berkembang. negara negara

industri juga mau menerima bahwa mereka tidak akan menerima balasan

dalam perundingan mengengenai penurunan atau penghilangan tarif atau

rintangan-rintangan terhadap perdagangan negara negara yang sedang

berkembang.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

31

Pada waktu putaran tokyo 1979 berakhir, negara-negara sepakat dan

mengeluarkan putusan mengenai pemberian perlakuan yang lebih

menguntungkan dan partisipasi yang lebih besar bagi negara sedang

berkembang dalam perdagangan dunia (enebling clause). keputusan tersebut

mengakui bahwa negara sedang berkembang juga sebagai pelaku yang

permanen dalam sistem perdagangan dunia. pengakuan ini juga merupakan

dasar hukum bagi negara industri untuk memberikan GSP (generalizaed

system of preferences atau sistem prefensi umum) kepada negara-negara

yang sedang berkembang.

3. Tujuan dan fungsi dibentuknya GATT

Tujuan utama GATT-WTO yang utama dapat dilihat dengan jelas seperti

yang tercantum dalam prambule nya yaitu:38

a. meningkatkan taraf hidup umat manusia.

b. meningkatkan kesempatan kerja.

c. meningkatkan pemanfaatan kekayaan alam dunia.

d. meningkatkan produksi dan tukar menukar barang.

Dalam mencapai tujuan tersebut, GATT-WTO mempunyai tiga fungsi yang

utama yaitu sebagai berikut:39

38 ibid. hal 98 39 ibid

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

32

a. Sebagai perangkat ketentuan atau aturan multilateral yang mengatur

transaksi perdagangan yang dilakukan oleh negara anggota GATT-WTO

dengan memberikan suatu perangkat ketentuan perdagangan (the rules of

the road for trade).

b. Sebagai forum atau wadah perundingan perdagangan. Dalam GATT-

WTO diupayakan praktik perdagangan dibebaskan dari rintangan

rintangan yang menganggu (liberalisasi perdagangan). Selain itu GATT-

WTO mengupayakan agar peraturan atau praktik perdagangan demikian

itu menjadi jelas (predictable) baik melalui pembukaan pasar nasional

atau melalui penegakan dan penyebarluasan pemberlakuan peraturannya.

c. Sebagai suatu pengadilan internasional dimana para anggotanya

menyelesaikan sengketa dagang dengan anggota yang lain. Hal ini

sebenarnya menarik karena pada pembentukan GATT tidak dilengkapi

badan khusus atau aturan khusus mengenai penyelesaian sengketa.

B. Tinjauan Umum Tentang World Trade Organization (WTO)

1. WTO Sebagai Organisasi Perdagangan Dunia

World Trade Organization, selanjutnya disingkat dengan (WTO) atau

Organisasi Perdagangan Dunia merupakan satu-satunya badan internasional

yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem

perdagangan multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan yang berisi

aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang

telah ditandatangani oleh negara-negara anggota.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

33

WTO didirikan negara anggotanya dengan maksud dan tujuan

bersama sebagaimana dicantumkan dalam mukadimahnya sebagai berikut:40

Bahwa hubungan-hubungan perdagangan dan kegiatan ekonomi negara negara

anggota harus dilaksanakan dengan maksud untuk meningkatkan standar

hidup, menjamin lapangan kerja sepenuhnya, peningkatan penghasilan nyata,

memperluas produksi dan perdagangan barang dan jasa, dengan penggunaan

optimal sumber-sumber daya dunia sesuai dengan tujuan pembangunan

berkelanjutan. Juga mengusahakan perlindungan lingkungan hidup dan

meningkatkan cara-cara pelaksanaannya dengan cara-cara yang sesuai dengan

kebutuhan masing-masing negara yang berada pada tingkat pembangunan

ekonomi yang berbeda. Dalam mengejar tujuan-tujuan ini diakui adanya suatu

kebutuhan akan langkah-langkah positif untuk menjamin agar supaya Negara

berkembang, teristimewa yang paling terbelakang, mendapat bagian dari

pertumbuhan perdagangan internasional sesuai dengan kebutuhan

pembangunan ekonominya. Untuk mencapai tujuan-tujuan ini diadakanlah

suatu pengaturan yang saling menguntungkan yang diarahkan pada

pengurangan tarif secara substansial dan juga hambatan-hambatan non-tarif

terhadap perdagangan, dan untuk menghilangkan perlakuan diskriminatif

dalam hubungan perdagangan internasional.

Diantara fungsi WTO yang terpenting adalah melancarkan

pelaksanaan, pengadministrasian serta lebih meningkatkan tujuan dari

perjanjian pembentukan WTO sendiri serta perjanjian-perjanjian lain yang

40 Hira Jhamtani, 2005 WTO dan Penjajahan Kembali Dunia Ketiga, Yogyakarta: INSIST

press, hal. 3.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

34

terkait dengannya.41 Persetujuan tersebut merupakan kontrak antar negara-

anggota yang mengikat pemerintah untuk mematuhinya dalam pelaksanaan

kebijakan perdagangannya. Walaupun ditandatangani oleh pemerintah, tujuan

utamanya adalah untuk membantu para produsen barang dan jasa, eksportir

dan importir dalam kegiatan perdagangan. Indonesia merupakan salah satu

negara pendiri WTO dan telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO

melalui UU NO. 7/1994.

Perjanjian-perjanjian WTO sangat luas dan kompleks sebab

menyangkut berbagai bidang seperti tekstil dan pakaian, pertanian, perbankan,

telekomunikasi, belanja negara (government procurement), standar industri,

undang-undang sanitasi dan keamanan makanan, perlindungan hak

kekayaan intelektual dan sebagainya. Namun demikian terdapat beberapa

prinsip mendasar yang menaungi semua bentuk perjanjian dalam WTO

yakni:42 Trade without discrimination (prinsip non-diskriminasi dalam

perdagangan): (a) Most favoured nation (MFN): treating other people equally,

(b) National treatment; Freer Trade: gradually, through negotiation (mencapai

perdagangan bebas secara bertahap melalui negosiasi)10; Predictable (dapat

diprediksi); Promoting fair competition (mendorong persaingan dagang yang

adil); Encouraging development and economic reform (mendorong

pembangunan dan pembaharuan ekonomi bagi negara miskin dan

berkembang).

41 Hata. 2006. Perdagangan Internasional dalam Sistem GATT dan WTO Aspek-Aspek

Hukum dan Non Hukum. Bandung: Refika Aditama, hal. 88. 42 www.wto.org Understanding the WTO: Principles of the Trading System, World Trade

Organization. diakses tanggal 1 Mei 2017.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

35

1) Trade Without Discrimination (Prinsip Non-Diskriminasi dalam

Perdagangan)

a) Most favoured nation (MFN): treating other people equally

Dalam perjanjian WTO, semua negara diperlakukan sama.

Artinya negara-negara anggota WTO tidak boleh melakukan

diskriminasi terhadap mitra dagangnya dan tidak boleh ada

perbedaan perlakuan antara produk domestiknya dengan produk

impor. Kebaikan standar ini dalam bentuknya yang tak bersyarat

adalah bahwa ia secara umum memberlakukan bagi seluruh peserta

perjanjian keuntungan-keuntungan yang diberikan oleh salah satu

dari mereka kepada negara ketiga. Prinsip ini merupakan landasan

bagi tiga perjanjian WTO, yaitu GATT (artikel 1), GATS (artikel

2) dan TRIPS (artikel 4).43

b) National treatment

Dalam prinsip ini produk lokal maupun produk impor harus

diperlakukan sama. Prinsip perlakuan sama dengan produk nasional

ini meliputi bidang jasa, merek, undang-undang hak cipta dan hak

paten. Misalnya, pajak penjualan yang sama akan dikenakan bagi

produk serupa yang dijual orang asing dan yang diperdagangkan

warga negara sendiri. Prinsip ini merupakan landasan bagi tiga

43 Hata. Op. Cit., hal. 55.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

36

perjanjian WTO yaitu GATT (artikel 3), GATS (artikel 17) dan

TRIPS (artikel 3).44

2) Freer Trade: Gradually, Through Negotiation (Mencapai

Perdagangan Bebas Secara Bertahap Melalui Negosiasi)

Dalam prinsip ini mencapai perdagangan bebas dilakukan secara

bertahap melalui negosiasi. Menurunkan hambatan perdagangan

merupakan langkah nyata dalam mendorong perdagangan. Berbagai

masalah hambatan perdagangan seperti bea masuk (tarif) dan larangan

impor atau kuota yang membatasi kuantitas suatu produk secara

selektif serta isu-isu lain seputar hambatan perdagangan seperti

penggunaan label merah dan perubahan kebijakan nilai tukar juga

didiskusikan dalam rangkaian negosiasi perdagangan.

3) Predictable (Dapat Diprediksi)

Dengan adanya stabilitas dan prediktibilitas bagi dunia usaha

maka iklim investasi dapat mendorong terciptanya lapangan

pekerjaan, peluang-peluang bisnis dan keuntungan yang dapat

dinikmati oleh konsumen dari ketersediaan berbagai jenis barang

dengan harga murah sebagai akibat dari munculnya persaingan dagang

yang sehat. Dengan adanya stabilitas dan prediktibilitas akan

menurunkan hambatan perdagangan seperti kuota dan langkah-

langkah lainnya yang bertujuan untuk membatasi masuknya produk

impor.

44 ibid

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

37

4) Promoting Fair Competition (Mendorong Persaingan Dagang Yang

Adil)

Dalam prinsip ini, persaingan dalam perdagangan dapat

diterapkan secara adil. Sistem WTO masih memperkenankan

penerapan tarif dan bentuk-bentuk proteksi dalam skala kecil. Melalui

berbagai tahapan liberalisasi perdagangan yang progresif, penerapan

tarif dan kebijakan proteksi tersebut diharapkan dapat dihilangkan

sepenuhnya sehingga kondisi perdagangan yang adil akan tercipta.

Mekanisme MFN dan nationaltreatment diharapkan dapat

mengurangi praktek dumping, subsidi serta hambatan-hambatan

perdagangan lainnya.

5) Encouraging Development And Economic Reform (mendorong

pembangunan dan pembaharuan ekonomi bagi negara miskin

dan berkembang)

Sistem WTO dapat membawa kontribusi bagi pembangunan dan

pembaharuan ekonomi bagi negara-negara berkembang. WTO

memberikan kesempatan, kelonggaran waktu dan fleksibilitas yang

besar serta berbagai perlakuan khusus untuk melakukan berbagai

penyesuaian sebagai persiapan menuju pasar bebas. Berbagai

kemudahan diberikan karena lebih dari 75 persen anggota WTO adalah

negara-negara berkembang dan negara-negara yang sedang mengalami

transisi ke arah ekonomi pasar.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

38

Selain prinsip-prinsip perdagangan dalam WTO yang telah disebutkan di

atas, adapun terdapat prinsip-prinsip negosiasi dalam WTO sebagai berikut:45

a) prinsip fundamental yang digunakan negara-negara dalam melakukan

negosiasi di WTO adalah memperoleh keuntungan bersama;

b) asas resiprositas adalah ketika suatu negara mencari perbaikan akses di

pasar negara lain (seperti penurunan tarif), negara tersebut harus siap pula

untuk memberikan konsesi (seperti pengurangan tarif) yang dianggap

menguntungkan atau memiliki nilai yang sama dengan konsesi yang

diminta oleh mitra dagangnya tersebut.46

c) prinsip Single Undertaking merupakan prinsip dalam negosiasi di WTO

yang didefinisikan sebagai “seluruh unsur dalam negosiasi merupakan

bagian dari satu kesatuan utuh yang tidak bisa dibagi-bagi atau disetujui

hanya sebagiannya saja.” Prinsip ini dikenal juga sebagai konsep “nothing

is agreeduntil everything is agreed.”47

Sistem perdagangan multilateral WTO tersebut diatas diatur melalui

suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional

sebagai hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh negara-negara

anggotanya. Persetujuan tersebut merupakan kontrak antar negara-anggota

yang mengikat pemerintah untuk mematuhinya dalam pelaksanaan kebijakan

perdagangannya.

45 Mochamad Slamet Hidayat. Sekilas WTO (World Trade Organization). Edisi Keempat,

(Jakarta: Direktorat Perdagangan, Perindustrian, Investasi dan HKI Direktorat Jenderal

Multilateral Departemen Luar Negeri, tanpa tahun), hal. 6. 46 ibid 47 ibid

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

39

2. Struktur Organisasi Dalam WTO

Sebagai suatu organisasi permanen peranan WTO akan lebih kuat dari

pada GATT selama ini. hal ini tercermin dalam struktur organisasi yang

melibatkan negara anggotanya sampai pada tingkat mentri.48 Struktur

organisasi WTO secara garis besar adalah sebagai berikut:

a. Ministral Conference (konferensi tingkat mentri/KTM)

merupakan forum pengambil keputusan tingkat tertinggi dan

secra teratur megadakan pertemuan setiap dua tahun.

b. General council (dewan umum) bertugas sevagai pelaksana

harian, terdiri dari para wakil dari negara anggota dan

mengadakan pertemuan sesuai dengan kebutuhan baik untuk

kegiatan dibawah Multilateral Trade Agreement maupun

Plurilateral Trade Agreement.

c. Council for trade in goods (dewan perdagangan barang)

merupakan badan dibawah general council yang bertugas

memantau pelaksanaan persetujuan yang dicapai dalam barang

perdagangan barang.

d. Conucil for trade and services (dewan perdagangan jasa)

merupakan badan dibawah General Council yang bertugas

memantau pelaksanaan persetujuan yang dicapai di bidang

perdagangan jasa.

48 Syahmin AK., 2006. Hukum Dagang Internasional Dalam Kerangka Studi

Analitis.Jakarta; Raja Grafindo Persada.

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

40

e. Coucil for trade related aspecs of intellectual property rights

(Dewan untuk aspek dagang yang terkait dengan hak kekayaan

intelektual) merupakan badan dibawah General Council yang

bertugas memantau pelaksanaan dibidang aspek perdagangan dari

hak atas kekayayan intelektual.

f. Dispute settlement body (badan penyelesaian sengketa), badan ini

merupakan di bawah ministerial conference yang

menyelenggarakan forum penyelesaian sengketa perdagangan

yang timbul di antara negara-negara anggota.

g. Trade policy review body (badan kebijakan peninjauan

perdagangan), lembaga ini merupakan badan di bawah Ministrial

conference yang bertugas menyelenggarakan mekanisme

pemantauan kebijakan di bidang perdagangan.

Perenan WTO sebagai suatu organisasi perdagangan Multilateral, yaitu:

a) mengadministrasikan berbagai persetujuan yang dihasilkan putaran

Uruguay di bidang barang dan jasa, baik multilateral maupun

prulilateral serta mengawasi pelaksanaan komitmen akses pasar

dibidang tarif maupun nontarif.

b) mengawasi praktik-praktik perdagangan internasional dengan cara

reguler meninjau kebijaksanaan perdagangan negara anggotanya

dan melalui prosedur notifikasi;

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

41

c) menyediakan bantuan teknis yang diperlukan bagi anggotanya,

termasuk bagi negara-negara berkembang dalam melaksanakan

hasil putusan Uruguay;

d) sebagai porum bagi negara anggotanya unrtuk terus menerus

melakukan perundingan pertukaran konsesi dibidang perdagangan

guna mengurangi hambatanperdagangan dunia.

3. Segketa Perdagangan Dalam GATT/WTO

Untuk melindungi kepentingan industri dalam negeri serta mewujudkan

tatanan perdagangan dunia pemerintah Indonesia harus mengikuti ketentuan-

ketentuan multilateral maupun regional. Para pelaku bisnis baik pemerintah

swastanasional dan asing serta koperasi dengan bidang-bidang yang dicakup

dalam perdagangan, baik lokal, nasional, regional maupun internasional

senantiasa harus tunduk kepada aturan aturan internasional. Sebagai negara

yang meratifikasi WTO kita wajib untuk segera menindaklanjuti dengan

penyusunan rancangan undang-undang,baikmengenai perdagangan mau-

pun investasi nasional untuk dilaksanakan dan menjadi acuan oleh parapelaku

bisnis nasional dan internasional diIndonesia kesepakatanperdagangan

internasional, kesepakatan maupun di dunia internasional.49

Sebagaimana diketahui bahwa di seluruh dunia berbagai negara

melakukan tindakan-tindakan deregulasi maupun regulasi secara silih berganti.

Peraturan perundang-undangan tersebut dalam proses perkembangannya

49 Ibid. hlm 228

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

42

semakin terasa pengaruhnya atas pelaksanaan tindakan-tindakan pengusaha

dalam perdagangan internasional tersebut. Dalam kaitan tersebut saat kegiatan

para pelaku perdagangan internasional di suatu saat dapat menimbulkan

terjadinya perselisihan yang melahirkan sengketa dalam perdagangan

internasional.50

Suatu sengketa dapat terjadi apabila ada pertentangan, misalnya karena

adanya pelanggaran ketentuan GATT yang menimbulkan kerugian salah satu

pihak. Di dalam GATT tidak mengenal istilah ganti rugi atau penyitaan karena

GATT mengatur tingkah laku perdagangan untuk mencapai harmonisasi antara

peraturan internasional dengan kebijaksanaan nasional. Untuk menentukan

sumber sengketa, GATT mensyaratkan adanya multification atau impairment,

sebagaimana diatur dalam Pasal XXIII. Dari ketentuan tersebut, dapat ditarik

unsur-unsur yang dapat memberikan alasan kepada contracting parties.

Artinya, untuk terjadinya sengketa paling tidak harus dipenuhi unsur-unsur,

yaitu sebab-sebab terjadinya kerugian yang diderita oleh suatu negara dan

unsur akibat yang secara definitif ditentukan oleh GATT. Prosedur pe-

nyelesaian sengketa sebagaimana diatur dalam Pasal XXII dan Pasal XXIII,

tahap-tahap penyelesaiannya melalui konsultasi para pihak, siding contracting

parties dan panel.51

Menurut John H. Jackson' penyelesaian sengketa perdagangan dalam

WTO, memuat sekitar tiga puluh bentuk, terasuk beberapa kewenangan untuk

50 Ibid. 51 Ibid. hlm 229

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

43

melakukan tindakan sepihak dari peserta yang dirugikan. Misalnya,

sebagaimana dicantumkan dalam Pasal VII, peserta GATT dapat diminta untuk

meninjau kembali peraturan perundang-undangan yang menyangkut bea cukai

yang dianggap tidak sesuai dengan GATT. Penyelesaian sengketa perdagangan

sebagaimana diatur dalam Pasal XXII dan Pasal XXIII, merupakan pasal utama

dalam penyelesaian sengketa GATT. 52

Walaupun secara tegas instrumen penyelesaian sengketa dimuat dalam

GATT, tampak beberapa kelemahan yang menimbulkan ketidakpuasan. Hal ini

sebagaimana ditegaskan oleh John H. Jackson, 9 yang menyatakan sebagai

berikut.53

‘’though the original GATT draftments clearly had inmind binding

précis rules, and although the procedures ofGATT tended to reinforced that

views during the first decades of its existence, in recent its institutional

compliance with rules. Rule departures (breach) have in some cases become so

frequent and so tolerant that the rules are now simply traps for the unwary in

expert, or naive."

4. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Perdagangan Dalam WTO

Sistem penyelesaian sengketa WTO merupakan elemen pokok dalam

menjamin keamanan dan kepastian dalam perdagangan multilateral.

Mekanisme penyelesaian sengketa WTO sangat penting dalam dalam rangka

52 Ibid. 53 Ibid. hlm 230

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

44

penerapan disiplin dan fungsi WTO secara efektif. Di bawah WTO hanya ada

satu badan penyelesaian sengketa Disputes Settlement Body yang selanjutnya

disingkat dengan DSB mengatur persengketaan yang timbul dari persetujuan

yang terdapat pada final Act.54

Jadi dalam hal ini DSB mempunyai otoritas untuk menentukan Panels

Adopts dan Apallate Reports, mempertahankan pengawasan dalam penerapan

peraturan dan rekomendasi dan memberi kuasa dalam aturan pembalasan

dalam hal-hal non-implementation of Recommendations.

Sistem penyelesaian sengketa melalui LPS-WTO di atur dalam

Understanding on rules and procedures geverning the settlement of dipute

yang biasa di sebut DSU. Subtansi ketentuan yang ada dalam DSU merupakan

interpretasi dan implementasi dari ketentuan pasal IIII GATT 1947 dan badan

yang melaksanakannya adalah Disputes Settlement Body atau DSB.55

Mengenai kewenangan DSB meliputi membentuk panel, mengadopsi

panel dan laporan badan banding (appellate bodyreport), melaksanakan

pengawasan implementasi terhadap rekomendasi dan keputusan yang telah

dibuat serta mengotorisasi penundaan konsesi (supension of concesion).

Dengan adanya DSB, maka semua anggota WTO wajib menyesuaikan

sengketa dagang melalui jalur ini dan semua negara anggota tidak

54 ibid. hlm 252 55 Ade Maman Suherman., 2014. Hukum perdagangan internasional lembaga

penyelesaian sengketa WTO dan negara Berkembang. Jakarta; sinar grafika. hal 55

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

45

diperbolehkan mengambil tindakan secara sepihak (Unilateral) yang akan

menimbulkan persoalan baru secara bilateral maupun multilareral.56

Berdasarkan pasal 3 DSU dapat diketahui tugas utama dari DSB adalah

sebagai berikut.57

1. Mengklarifikasi ketentuan-ketentuan yang ada dalam perjanjian WTO

dengan melakukan interpretasi menurut hukum kebiasaan internasional

publik.

2. Hasil penyelesaian sengketa tidak boleh menambah atau mengurangi hak-

hak dan kewajiban yang diatur dalam ketentuan WTO.

3. Menjamin solusi yang positif dan diterima oleh para pihak dan konsisten

dengan subtansi perjajian dalam WTO.

4. Memastikan penarikan tindakan negara pelanggar yang tidak sesuai

dengan ketentuan-ketentuan perjanjian yang sudah tercakup dalam

agreement (coveredagreement)58.

Putusan yang diambil oleh DSB harus dilakukan secara konsensus

dimana mekanisme yang digunakan adalah reverse consensus atau negative

consensus artinya DSB harus dianggap mengambil suatu putusan jika tidak ada

konsensus untuk tidak mengambil mengambil putusan yang bersangkutan.

Dengan kata lain pembentukan panel dan pengadopsian laporan panel dapat

56 ibid hal 56 57 ibid 58 Coveredagrement terdiri atas dua macam agreement: pertama adalah multulateral trade

agreement yang meliputi: trade in goods, general agreement on trade on sevices, TRIPS,

understanding on rules and procedures governing the settement dispute, Kedua adalah plurilateral

trade agreement yang meliputi: tradein Civil Aircraft, agreement on Goverment procurement,

international Dairi Agreement dan international Bovine Agreement.

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

46

secra otomatis berjalan, kecuali ada penolakan dari seluruh anggota WTO.59

Konsensus negatif ini dipergunakan sebagai pengganti sistem yang lama

konsensus positif. Konsensus negatif ini ditujukan untuk mencegah

terhambatnya proses penyelesaian sengketa apabila dikarenakan ada suatu

negara anggota yang menolak yang menimbulkan tidak dapat

dilangsungkannya penyelesaian sengketa. Saat ini sepanjang satu anggota

mengkehendaki untuk mengadopsi laporan, dan laporan tersebut akan otomatis

diadopsi. selanjutanya pihak yang kalah dapat mengajukan banding, upaya

hukum banding ini baru ada sejak WTO berdiri dimana sebelumnya dalam era

GATT tidak dikenal upaya hukum banding.60

Dalam penyelesaian sengketa dalam hubungan dagang mempunyai

tahapan-tahapan yang dapat dilaluai dalam penyelesaian sengketa dagang di

dalam WTO sebagai berikut:61

a. Konsultasi (Consultations)

Tujuan dari dari penyelesaian sengketa dagang di WTO adalah untuk

menguatkan solusi yang positif terhadap sengketa. Setiap anggota harus

menjawab secara tepat dalam waktu sepuluh hari untuk meminta

diadakannya konsultasi dan memasuki periode konsultasi selama tiga

puluh hari setelah waktu permohonan.

Untuk memastikan kejelasannya, setiap permohonan untuk konsultasi

harus diberitahuakan kepada DSB secara tertulis, dan disebutkan alsan

59 ibid hal 57 60 ibid 61 Syahmin Ak., Op. Cit., hal. 253

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

47

alasan permohonan konsultasi termasuk dasar-dasar hukum untuk

pengaduan. Bila konsultasi gagal dan kedua belah pihak setuju , masalah

ini dapat diajukan kepada direktur jendral WTO yang akan siap

menawarkan good offices, konsiliasi, atau mediasi dalam penyelesaian

sengketa.

b. Pembentukan panel (Establishment of panel)

Jika suatu anggota tidak memberikan jawaban untuk meminta

diadakan konsultasi dalam waktu sepuluh hari atau jika konsultasi gagal

untuk diselesaikan dalam enam puluh hari, penggugat dapat meminta

kepada DSB untuk membentuk suatu panel untuk menyelesaikan masalah

pembentukan panel. Prosedur ini menurut DSB untuk segera membentuk

panel selambat lambatnya pada sidang kedua dari permintaan panel. jika

tidak, diputuskan secara konsensus. hal ini dimaksudkan adalah negara

yang digugat tidak boleh menghalangi pemkbentukan panel. dalam hal ini

penentuan Term Of Reference dan komposisi panel juga diajukan. panel

harus disusun dalam waktu tiga puluh hari pembentukan.

Sekretariat WTO akan menyarankan tiga orang penalis yang potensial

pada pihak-pihak sengketa. jika pihak-pihak tersebut tidak setuju terhadap

penalis dalam watu dua puluh hari dari pembentukan panel, Direktur

Jendral melakukan konsultasi kepada ketua DSB dan ketua dewan akan

menunujuk penalis. para penalis akan melayani sesuaio dengan

kapasitasnya dan tidak berpegang pada intruksi-intruksi dari negara yang

bersangkutan.

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

48

c. Prosedur prosedur Panel (panels Procedures)

Pengertian ini menunjuikan bahwa periode di mana panel

mengajukan melaksanakan pengujuan masalah , selanjutnya Term of

Reference dan komposisi panel disetujui, kemudian panel memberikan

laporan kepada para pihak yang bersengketa tidak boleh lebih dari enam

bulan. dalam hal brang barang yang mudah rusak, waktu dapat dipercepat

menajdi tiga bulan. apabila tidak ada masalah, watu pembentukan panel ke

sirkulasi laporan kepada anggota tidak boleh lebih dari sembilan bulan.

d. Penerimaan laporan panel ke DSB (Adoption Of Panels)

Prosedur WTO menunjukan bahwa laporan panel harus diterima

oleh DSB dalam waktu enam puluh haridari pengeluaran. jika tidak, suatu

pihak memberitahukan keputusannya untuk menarik atau konsensus

terhadap pengesahan laporan. DSB tidak dapat mempertimbangkan

laporan panel lebih cepat dua puluh hari setelah laporan tersebut di

sirkulasikan kepada para anggota.

e. Penijiauan kembali (Appellate Review)

Suatu gambaran baru dari mekanisme penyelesaian sengketa di

WTO memberikan kemungkinan penarikan terhadap salah satu pihak

dalam satu berlangsungnya panel. semua permohonan akan di dengar oleh

suatu badan peninjau (Appellate Body) yang dibentuk oleh DSB. Badan ini

terdiri dari tujuh orang yang merupakan perwakilan dari keanggotaan

WTO yang akan melayani dalam termin empat tahun. mereka merupakan

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

49

orang yang ahli di bidang hukum dan perdagangan internasional, dan tidak

berafuiliasi dengan negara manapun.

Tiga orang anggota dari Appellate Body mendengarkan permohonan-

permohonan mereka dapat membela, mengubah, atau membatalkan hasil

kesimpulan panel sesuai aturan, namun pengajuan permohonan tidak lebih

dari 60-90 hari. Tiga puluh hari setelah pengeluaran, laporan dari

Appellate Body harus diterima oleh DSB dan tanpa syrat diterima oleh

pihak-pihak yang bersengketa. jika tidak, konsensus akan diberlakuakan

terhadap pengesahan ini.

f. Implementasi (Implementation)

Kebijaksanaan menekankan bahwa peraturan dari DSB sangat

penting agar mencapai resolusi yang efektif dari persengketaan-

persengketaan yang bermamfaat untuk semua anggota. Pada pertemuan

DSB berlangsung dalam waktu tiga puluh hari dari adopsi panel, pihak

yang bersangkutan harus menyatakan niat untuk menghargai

implementasi dari rekomendasi-rekomendasi. Bila hal itu tidak berguna

untuk segera menyetujui, anggota akan diberikan suatu periode waktu

yang beralasan yang ditentukan oleh DSB.

Bila hal itu gagal dalam waktu yang telah ditentukan itu, diwajiibkan

untuk mengadakan negoisasi dengan penggugat untuk menentukan

kompensasi yang dapat diterima kedua belah pihak yang bersengketa. jika

dalam dua puluh hari tidak ada konpensasi yang memuaskan yang dapat

disetujui, penggugat dapat memeohon otorisasi dari DSB untuk

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

50

menangguhkan konsesi-konsesi atau obligasi-obligasi terhadap pihak

tergugat. Prosedur menentukan bahwa DSB menjamin otorisasi ini dalam

waktu 30 hari dari batas waktu “reasonable period of time”. jika

konsensus akan diberlakukan. jika anggota bersangkutan menolak /

berkeberatan terhadap tingkat suspensi, hal tersebut diteruskan dalam

arbitrase. Hla ini akan diselesaikan oleh anggota-anggota panel yang asli.

Bila hal ini tidak memungkinkan dilakukan oleh arbitrator yang ditunjuk

oleh Direktor Jendral WTO. Arbirtase harus selesai dalam waktu enam

puluh hari dari batas waktu “reasonable period of time”, dan hasil

keputusan harus diterima oleh pihak-pihak yang besangkutan sebagi final,

dan tidak diteruskan kepada arbitrase lainnya. DSB selanjutnya memberi

kuasa suspensi dari konsesi-konsesi secara konsisten dari hasil

penyelesaian arbitrator. Jika tidak, maka diadakan konsensus.

C. Tinjauan Umum Tentang Dumping dan Anti-dumping

1. Pengertian Dumping

Sebagaimana diketahui bahwa semua negara anggota WTO telah sepakat

untuk menciptakan perdagangan dunia yang bebas, di mana semua hambatan

perdagangan baik yanng berbentuk tarif maupun non tarif dihapuskan. Dengan

adanya penghapusan hambatan-hambatan perdagangan tersebut, maka arus

barang dapat masuk ke semua negara anggota dengan bebas. Indonesia

merupakan salah satu negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia (The

World Trade Organization), karena telah meratifikasi Agreement Establishing

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

51

the World Trade Organization sebagaimana diwujudkan dalam Undang undang

No.7 tahun 1994 tentang Pengesahan Establishing the world Trade

Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia).

Sebagai Negara anggota WTO, Indonesia harus mematuhi peraturan organisasi

perdagangan dunia tersebut.

Dumping merupakan suatu kebijakan negara atau perusahaan dari suatu

negara untuk menjual produk di luar negeri dengan harga yang lebih rendah

dibandingkan terhadap harga jual produk itu didalam negeri itu sendiri, dan

tindakan dumping merupakan suatu tindakan dalam perdagangan yang tidak

jujur. Menurut Sumadji P, Yudha Pratama dan Rosita, Dumping adalah politik

ekonomi yang dilakukan suatu negara untuk menjual hasil produksinya di luar

negeri dengan harga lebih murah daripada penjualan dalam negeri, dengan

tujuan menguasai pasaran luar negeri.62

Dumping, sebagai bentuk diskriminasi harga umumnya dilakukan

berdasarkan beberapa alasan. pertama, untuk mengembangkan pasar, yaitu

dengan memberikan insentif, melalui pemberlakuan harga yang lebih rendah,

kepada pembeli pada pasar yang dituju. kedua, adanya peluang, pada kondisi

pasar,yang memungkinkan menentukan harga secara lebih leluasa, baik dari

pasar ekspor maupun dalam pasar domestik. Ketiga, untuk mempersiapkan

62 Sumadji. P, Yudha Pratama dan Rosita, 2006, Kamus Ekonomi Edisi Lengkap Inggris-

Indonesia, Cet. I, Wacana Intelektual, Jakarta, h. 265.

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

52

kesempatan bersaing dan pertumbuhan jangka panjang yang lebih baik dengan

cara memamfaatkan strategi penetapan harga yang progresif63.

Dalam kondisi normal, Dumping adalah hal wajar dalam perdagangan

internasional. Dumping dianggap sebagai ancaman apabila penurunan harga

dari suatu produk dilakukan melampaui suatu kewajaran secara merugikan atau

bertentangan dengan hukum.64

Adapun Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, bahwa Dumping

diartikan sebagai system penjualan barang di pasaran luar negeri dalam jumlah

banyak dengan harga yang rendah sekali (dengan tujuan agar harga pemb elian

di dalam negeri tidak diturunkan sehingga akhirnya dapat menguasai pasar luar

negeri dan dapat menguasai harga kembali).65

Menurut Kamus Lengkap Perdagangan Internasional, Dumping adalah

penjualan suatu komoditi di suatu pasar luar negeri pada tingkat harga yang

lebih rendah dari nilai yang wajar, biasanya dianggap sebagai tingkat harga

yang lebih rendah dari pada tingkat harga di pasar domestiknya, atau negara

ketiga, sedangkan menurut Kamus Hukum Ekonomi, dumping adalah praktik

dagang yang dilakukan eksportir dengan menjual komuditi di pasaran

internasional dengan harga kurang dari nilai yang wajar, atau lebih rendah dari

pada harga barang tersebut di negerinya. sendiri, atau dari pada harga jual

63 Ida Bagus Wyasa Putra, 2008, Aspek-aspek Hukum Perdata Internasional Dalam

Transaksi Bisnis Internasional, Refika Aditama, Bandung, hlm 13 64 Ibid 65 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Jakarta; Balai Pustaka, hal 246.

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

53

kepada negara lain, pada umumnya, praktik ini dinilai tidak adil karena dapat

merusak pasar dan merugikan produsen pesaing di negara pengimpor.66

Muhammad Ashri menyebutkan Dumping adalah suatu persaingan

curang dalam bentuk diskriminasi harga, yaitu suatu produk yang ditawarkan

di pasar negara lain lebih rendah dibandingkan dengan harga normalnya atau

dari harga jual di Negara ketiga.67 Berdasarkan ketentuan dan pengertian

tentang dumping tersebut di atas dapat disebutkan bahwa unsur unsur dumping

adalah :

1. adanya penjualan suatu jenis barang ke luar negeri (ekspor).

2. harga jenis barang yang dijual di luar negeri tersebut lebih rendah

dari pada harga jenis barang di dalam negeri negara pengimpor.

3. adanya kerugian (injury) bagi produsen dalam negeri yang

memproduksi barang sejenis.

4. adanya hubungan (causal link) antara Dumping yang dilakukan

dengan akibat injury yang terjadi.

Praktek Dumping merupakan praktek dagang yang tidak fair karena bagi

Negara pengimpor, praktik Dumping akan menimbulkan kerugian bagi dunia

usaha atau industri barang sejenis dalam negeri, dengan terjadinya banjir

barang-barang dari pengekspor yang harganya jauh lebih murah dari pada

66 Elips, 1997, Kamus Hukum Ekonomi, Jakarta, hal. 105. 67 AF. Elly Erawaty dan J.S. Badudu, 1996. Kamus Hukum Ekonomi Inggris-Indonesia.

(Jakarta, Proyek ELIPS, hal.39.

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

54

barang dalam negeri akan mengakibatkan barang sejenis kalah bersaing

sehingga pada akhirnya akan mematikan pasar barang sejenis dalam negeri,

yang diikuti munculnya dampak ikutannya, seperti pemutusan hubungan kerja

massal, pengangguran, dan bangkrutnya industri sejenis dalam negeri.68

Dari uraian tersebut diatas, praktik dumping sangat merugikan bagi

suatu Negara pengimpor melemahkan dan menjatuhkan ekonomi Negara

tersebut. Tidak dapat dipungkiri bahwa praktek dumping ini sudah banyak

terjadi dalam perdagangan internasional dewasa ini. Barang yang disebut

sebagai barang dumping dijual keluar negeri jauh dibawah harga dari barang di

dalam negeri asal produksinya.

Pasal 6 ayat (1) GATT 1947 memberikan kriteria umum bahwa

Dumping yang di larang oleh GATT adalah dumping yang dapat memberikan

kerugian materil, baik terhadap industri yang sudah berdiri (to an established

industry) maupun telah menimbulkan hambatan pada pendirian industri

domestik (the established of a domestic industry).69 Ada 2 unsur yang menjadi

acuan bagi GATT 1947 untuk melarang tindakan dumping, yaitu dumping

yang di lakukan oleh suatu Negara dengan di bawah harga normal atau “less

than fair value” yang di anggap dapat menimbulkan kerugian materil “material

injury” terhadap industri dalam negeri importer (domestic industry).70

68 Barutu christhophorus, 2007.ketentuan antidumping, subsidi, dan tindakan pengamanan

(safe guard) dalam GATT dan WTO, cet 1, Bandung, Citra Aditya Bakti.hlm. 39 69 ibid. hlm. 40 70 Lusy k.f.r. Gerungan. kajian yuridis kebijakan antidumping dalam perdagangan

internasional. Jurnal Hukum. hlm. 138

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

55

Selanjutnya, diuraikan tentang pengertian “less than fair value” (LTFV)

atau dibawah harga normal, yaitu jika harga ekspor produk yang diekspor dari

suatu Negara ke Negara lain kurang dari harga saing (comparable price), yang

berlaku dalam pasar yang wajar (in the ordinary course of trade), bagi produk

sejenis (like product) itu ketika di peruntukan bagi konsumsi di Negara yang

yang mengimpor. Jika dalam hal tidak terdapat harga domestik, kurang dari

harga saing tertinggi (highest comparable price) dari barang sejenis yang

diekspor ke Negara ketiga dalam pasar yang wajar atau dengan biaya produksi

di Negara asal di tambah jumlah yang sepantasnya untuk biaya penjualan dan

keuntungan.71

Adapun batas Harga dumping (margin of dumping) Teknis perhitungan

margin of dumping (batas harga dumping) di hitung dari selisih harga normal

dengan harga LTFV dengan mengikuti ketentuan dalam pasal VI ayat (1)

adalah sebagai berikut :72

a) Selisi antara harga normal dan harga LTFV di pasar domestik Negara

tujuan ekspor ;

b) Selisi harga normal dengan harga LTFV di pasar Negara ketiga jika

tidak terdapat harga dalam negeri (domestic) ; dan

c) Selisih harga normal dan jumlah biaya produksi, ongkos penjualan

dan keuntungan tidak terdapat harga dalam negeri (domestic) pula.

71 Barutu christhophorus. Op. cit, hlm. 41 72 ibid. hlm 41-42

Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

56

Dalam batas harga Dumping ketentuan berlakunya suatu kebijakan batas

harga Dumping di lihat dari margin dumpingnya. Pada dasarnya Dumping tidak

dilarang dalam perdagangan internasional, tetapi jika menimbulkan kerugian

pada pihak lain, dapat dilawan dengan aturan negara tersebut berupa tindakan

Anti-dumping. Article VI GATT mengatur bahwa suatu negara anggota

diperkenankan mengenakan tindakan Anti-dumping apabila barang impor

tersebut mengandung Dumping dan menimbulkan kerugian bagi industri dalam

negeri. Praktik Dumping merupakan tindakan yang sangat merugikan

perekonomian suatu negara dan bisa mematikan industri dalam negeri.

Globalisasi perdagangan semakin menuntut kesiapan setiap negara untuk

bersaing secara sehat dan terbuka.

2. Jenis-jenis Dumping

Menurut Robert Willig ada 5 tipe dumping yang dilihat dari tujuan

eksportir, kekuaran pasar dan struktur pasar import, antara lain:73

1. Market Expansion Dumping

Perusahaan pengekspor bisa meraih untung dengan menetapkan

“mark-up” yang lebih rendah di pasar impor karena menghadapi

elastisitas permintaan yang lebih besar selama harga yang ditawarkan

rendah.

2. Cyclical Dumping

73 Djoko Hanantijo, MM. Jurnal. Praktek Dumping. Universitas Surakarta.

Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

57

Motivasi Dumping jenis ini muncul dari adanya biaya marginal

yang luar biasa rendah atau tidak jelas, kemungkinan biaya produksi

yang menyertai kondisi dari kelebihan kapasitas produksi yang terpisah

dari pembuatan produk terkait.

3. State Trading Dumping

Latar belakang dan motivasinya mungkin sama dengan kategori

dumping lainnya, tapi yang menonjol adalah akuisisi.

4. Strategic Dumping

Istilah ini diadopsi untuk menggambarkan ekspor yang

merugikan perusahaan saingan di negara pengimpor melalui strategis

keseluruhan negara pengekspor, baik dengan cara pemotongan harga

ekspor maupun dengan pembatasan masuknya produk yang sama ke

pasar negara pengekspor. Jika bagian dari porsi pasar domestik tiap

eksportir independen cukup besar dalam tolok ukur skala ekonomi,

maka memperoleh keuntungan dari besarnya biaya yang harus

dikeluarkan oleh pesaing-pesaing asing.

5. Predatory Dumping

Istilah predatory Dumping dipakai pada ekspor dengan harga

rendah dengan tujuan mendepak pesaing dari pasar, dalam rangka

memperoleh kekuatan monopoli di pasar negara pengimpor. Akibat

Page 43: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

58

terburuk dari Dumping jenis ini adalah matinya perusahan-perusahaan

yang memproduksi barang sejenis.

3. Dumping menurut pasal VI GATT

Tujuan dasar GATT adalah mengantisipasi pertumbuhan perdagangan

lintas batas negara yang semakin pesat dan melindungi semua pihak dari akibat

buruk suatu prilaku menyimpang dalam prektek perdagangan. Pasal VI GATT

meyatakan,74

in order to offset or prevent dumping, a contracting party may levy

on any dumped product an anti-dumping duty..

(pasal VI, ayat 2)

Menurut ketentuan ini, setiap negara anggota GATT yang terkena

Dumping,75 dapat melakukan tidakan pembalsan berupa pembebanan

kewajiban Anti-dumping (Anti-dumping duties ) yang seimbang. Bentuk

kewajiban ini, yaitu pertama, pembebanan bea khusus atas barang-barang

impor, untuk mengimbangi subsidi barang impor yang diberikan oleh negara

pengekspor atau keuntungan yang diterima pengekspor akibat adanya subsidi

74 Ida Bagus Wyasa Putra., Op.,Cit hal 14 75 Dumping menurut pasal VI GATT (ayat 1) diartikan sebagai, produk disuatu negara

(amggota) dipasarkan di pasaran anggota lainya dengan harga lebih rendah dari harga produksi

normal (normal value of the products). Lebih rendah dari nilai produksi normal dari nilai produksi

normal barang produksi (at les than its normal value) diartikan sebagai suatu kondisi jika barang

yang diekpor itu, pertama lebih rendah dari harga umum yang berlaku (less than comparable

price) untuk barang yang sejenis, dan barang itu diperuntukan sebagai barang konsumsi di negara

ekportir; Kedua, dalam hal tidak ditentukanya harga domestik oleh negara importir, haraga barang

itu lebih rendah dari, a. harga umum tertinggi yang berlaku untuk barang sejenis yang ditujukan

sebagai barang ekpor yang juga di ekpor ke negara ekportir lainya; b. biaya produksi barang

bersangkutan di negara asal setelah ditambah dengan biaya penjualan dan keuntungan yang

rasional.

Page 44: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

59

itu atau, kedua, pembebanan bea khusus terhadap barang impor, untuk

mengimbangi pembebanan harga (harga normal) yang berlaku di negara

pengekspor (Anti-dumping duties).76

Bea khusus sebagaimana diizinkan oleh pasal VI GATT, dqalam hal

bentuk countervailing duties, tidak boleh melampaui jumlah subsidi yang

diberikan, atau dalam hal Anti-dumping duties, harus setara dengan selisih

antara harga ekspor dengan nilai wajar yang berlaku di negara pengekspor.77

4. Pengertian Anti-dumping.

Pesatnya dinamika perkembangan perdagangan internasional menyisakan

sejumlah permasalahan sebagai implikasi dari kegiatan perdagangan

internasional itu sendiri. Permasalahan-permasalahan tersebut dapat

mengkristal dan menjadi hambatan (barrier) yang dapat mendorong terjadinya

degradasi hubungan yang harmonis dalam hubungan perdagangan

internasional.

Dalam hubungan perdagangan internasional dalam Negara, komitmen

dalam mewujudkan perdagangan yang jujur dan fair merupakan tuntutan yang

sangat penting yang tidak boleh di abaikan. Masalah terbesar yang mudah di

identifikasi dan paling sering terjadi adalah justru terkait dengan pelanggaran

prinsip kejujuran dan fair yang mengakibatkan terjadinya praktek dagang yang

76 Ibid 77 Ibid hal 15

Page 45: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

60

tidak sehat (unfair trade practices) dalam melaksanakan aktifitas perdagangan

internasional.78

Dalam kebijakan-kebijakan GATT dan WTO tentang praktek Anti-

dumping yang dapat menjadi bentuk kecurangan dalam dunia perdagangan

internasional, perlu ada dasar ketentuan yang dapat mengatur hal tersebut.

Dalam dunia perdagangan, praktik Dumping ini sangat merugikan bagi

kestabilan ekonomi suatu Negara yang menjadi tenpat praktik Dumping

tersebut. Pembaharuan khusus yang berlaku untuk menutup kecurangan dalam

praktik Anti-dumping masih perlu di perkuat dan pelaksanaannya perlu di

tegaskan.Agar barang-barang yang masuk atau keluar sebagai barang dagang

internasional, tidak menjadi atau tidak di curangi sebagai barang dumping yang

dapat merugikan ekonomi suatu Negara. GATT dan WTO telah mengeluarkan

ketentuan yang dapat di ambil sebagai kebijakan yang dapat menjadi benteng

dalam perdagangan internasional untuk menanggulangi praktik dumping itu

sendiri.79

Adapun sikap yang menentang adanya dumping melalui suatau kebijak

sanaan-kebijaksanaan perdagangan itulah yang disebut dengan Anti-dumping.

Anti-dumping menurut Black adalah tindakan atau kebijaksanaan pemerintah

78 Barutu Christhophorus, Op. cit, hal 37 79 Lusy k.f.r. Gerungan. Op. cit, hlm. 137

Page 46: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

61

negara pengimpor terhadap barang dumping yang merugikan industri dalam

negeri melalaui pemberian bea masuk Anti-dumping.80

Anti-dumping merupakan kebijakan yang dibuat untuk menghindari

tindakan dumping yaitu dengan melakukan tindakan pembalasan berupa

pembebanan kewajiban Anti-dumping yang seimbang.81 Pengaturan mengenai

Anti-dumping juga terdapat dalam Pasal VI GATT, “ In order to offset or

prevent dumping, a contracting party may levy on any dumped product an anti-

dumping duty. . . .”. Akan tetapi pengaturan mengenai Anti-dumping pada

ketentuan ini menimbulkan penafsiran yang berbeda sehingga menyebabkan

disalahgunakannya pasal tersebut. Akibatnya, tindakan Anti-dumping bukan

digunakan sebagai penanggulangan tindakan dumping tetapi digunakan sebagai

tindakan curang dalam bisnis internasional. Karena hal itu maka dibentuklah

Anti-dumping Code untuk membatasi kemungkinan penyimpangan penerapan

Pasal VI GATT. Anti-dumping Code dibentuk melalui Tokyo Round Agreement

yang kemudian dibentuk kembali dan dilengkapi selama Kennedy Round

(1962-1967).

Anti-dumping ini tidak lain adalah suatu kebijakan yang di mana

mengatur tentang ketentuan yang mendasar pada praktik dumping itu sendiri,

praktik dumping sudah sangat jelas merugikan Negara ataupun berdampak

tidak baik bagi perekonomian internasional, di mana praktik itu sendiri adalah

80 Sukarni.2002.regulasi anti dumping dibawah bayang-bayang pasar bebas. jakarta: Sinar

Grafika. hal. 28. 81 Ida Bagus Wyasa Putra, 2008, Aspek-aspek Hukum Perdata Internasional Dalam

Transaksi Bisnis Internasional, Refika Aditama, Bandung, hlm. 14.

Page 47: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

62

bagian dari pelanggaran dalam perdagangan internasional. Dalam hal ini

sebuah Negara memerlukan suatu perlindungan atau proteksi terhadap

perekonomian negaranya, dimana tidak dapat di pungkiri masih banyaknya

praktik dumping yang terjadi dalam perdagangan internasional dan dalam

negeri. Mengenal dumping itu sendiri adalah suatu keadaan di mana barang-

barang yang di ekspor oleh suatu Negara ke Negara lain Lex Administratum,

dengan harga yang lebih rendah dari harga jual dalam negerinya sendiri atau

nilai normal dari barang tersebut.82

Praktek Anti-dumping adalah salah satu isu yang paling penting dalam

menjalankan perdagangan internasional agar terciptanya fair trade. Mengenai

hal ini telah diatur dalam Persetujuan Anti-Dumping (Anti-Dumping Agreement

atau Agreement on the Implementation of Article VI of GATT 1994). Tarif yang

diikat (binding tariff) dan pemberlakuannya secara sama kepada semua mitra

dagang anggota WTO merupakan kunci pokok kelancaran arus perdagangan

barang.83

Suatu negara pengimpor dapat mengenakan tidakan Anti-dumping atas

produk produk yang di ekspor ke negaranya. negara yang dirugikan dapat

mengenakan bea tambahan pada barang yang dikenakan Dumping sebesar

margin dumpingnya.84 semua negara-negara anggota WTO dapat melakuakan

tidakan Anti-dumping termasuk negara kita indonesia. Bea masuk Anti-

Dumping ini bertujuan untuk memperkecil kerugian dari barang dumping.

82 Barutu christhophorus, Op. cit, hal 38 83 Hartati.Jurnal hukum. anti dumping dalam konsep hukum di indonesia. hlm 1 84 ibid, hlm. 28.

Page 48: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

63

Suatu barang yang dijual dengan harga Dumping jika ekspor barang tersebut

ke negara lain lebih rendah dari nilai normalnya (yaitu harga jual barang

tersebut dinegara asalnya). Selisih nilai normal terhadap harga ekspor dari

barang tersebut adalah margin Dumping. Besarnya margin Dumping akan

menentukan besarnya bea masuk Anti-dumping yang akan dikenakan.

Menurut Fisher, sebagaimana dikutip oleh Sukarni, ada tiga faktor yang

biasanya dipergunakan untuk menentukan adanya kerugian yakni:

1. The motivation on the exportirs

2. The impack on the industry in term of price, market share

3. The like lihood of future injury.85

Artinya tiga faktor yang biasa digunakan untuk menentukan adanya

kerugaian antara lain adalah apa motivasi dari eksportir yang memasukan

barangnya kedalam negeri artinya dilihat dari tujuan eksportir melakukan

dumping itu sendiri. faktor yang ketiga adalah dampak dari dumping itu sendiri

terhadap industri dalam negeri baik itu dari segi harga barang maupun pangsa

pasar yang beralih kepada barang ekspor tersebut. faktor yang ketiga adanya

kerugian material dimasa yang akan datang yang akan dialami oleh indusri

dalam negeri, akan terhalang perkembangannya oleh barang impor yang diduga

dumping tersebut.

Kemudian pengaturan Anti-dumping dalam Pasal VI GATT dimaksudkan

sebagai suatu kebijakan untuk mengatasi dumping, menurut kententuan

85 ibid, hlm. 29.

Page 49: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

64

tersebut pada umumnya setiap negara anggota GATT yang terkena dumping

dapat melakukan tindakan pembalasan berupa pembebanan kewajiban Anti-

dumping yang seimbang. Penafsiran mengenai ketentuan tersebut nyatanya

telah disalahgunakan bagi negara produsen terutama negara-negara

berkembang, praktik Anti-dumping yang umumnya dilakukan oleh negara-

negara industri maju sering kali menjadi sumber kerugian dan perdagangan

yang tidak adil. Anti-dumping tidak selalu dipergunakan sebagaimana

tujuannya, tetapi lebih sering digunakan sebagai tindakan untuk melindungi

pasar domestiknya.

Hal-hal yang sering dilakukan adalah menjatuhkan tuduhan dumping

tanpa alasan yang patut dan kemudian menolak produk yang berasal dari

negara-negara berkembang yang kebetulan berkedudukan sebagai negara

eksportir. Hal ini tentu mengakibatkan kesenjangan perekonomian dalam

perdagangan internasional. Sehingga praktik Anti-dumping yang sedemikian

hakikatnya juga merupakan unfair trade practice.86

Menurut catatan GATT, tuduhan Dumping yang dilakuakan oleh negara

importir telah mendekati 2000 kasus dan meliputi berbagai jenis barang ekspor.

dari keseluruhan jumlah itu, 4% adalah tuduhan terhadap produk peretanian,

4% untuk tektil dan pakaian jadi, 26% untuk logam dasar, dan 38% untuk jenis

produk lainya.87

86 Ida Bagus Wyasa Putra. Op.cit. hlm. 10 87 ibid. hal 16

Page 50: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/46921/3/BAB II.pdfVERs adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah

65

Negara yang paling banyak melakukan tuduhan adalah Australia 33%,

EEC 23%, USA 21,5% kanada 18% dan negara lainnya 5%. komposisi

penuduh ini menunjukan bahwa sebagian besar penjatuhan tuduhan dumping

dilakuakan oleh negara-negara industri maju.