bab ii kajian pustaka 2.1 psoriasis 2.1.1 definisi ii.pdf · 6 bab ii kajian pustaka 2.1 psoriasis...

32
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik berupa plak eritematosa berbatas tegas, skuama kasar, berlapis, dan berwarna putih keperakan (Gudjonsson dan Elder, 2012). Penyakit ini bersifat kronis dan rekuren, dimana pasien akan terus mengalami periode remisi dan eksaserbasi secara bergantian (Coimbra dan Santos-Silva, 2014). Psoriasis dikenal sebagai penyakit autoimun paling prevalen yang disebabkan oleh aktivasi berlebihan dari sistem imunitas seluler (Monteleone dkk., 2011; Krueger dan Bowcock, 2014). 2.1.2 Epidemiologi Psoriasis menyerang sekitar 2% - 3% populasi dunia, dimana laki-laki dan perempuan memiliki kemungkinan terkena yang sama besar (Kuchekar dkk.,2011; Coimbra dan Santos-Silva, 2014). Ras Asia memiliki angka prevalensi psoriasis yang cukup rendah yakni sekitar 0,4%. Penelitian yang menginvestigasi prevalensi psoriasis antara ras African-American dibanding ras white-American menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan (1,3% vs. 2,5%). Psoriasis jarang muncul pada usia dibawah 10 tahun dan usia puncaknya adalah sekitar 15 30 tahun (Gudjonsson dan Elder, 2012). Berdasarkan data kunjungan pasien di Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar periode Januari Desember 2009, tercatat 156 kasus baru psoriasis dari 10.856 kunjungan (1,4%).

Upload: vutuyen

Post on 06-Feb-2018

228 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Psoriasis

2.1.1 Definisi

Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik berupa

plak eritematosa berbatas tegas, skuama kasar, berlapis, dan berwarna putih

keperakan (Gudjonsson dan Elder, 2012). Penyakit ini bersifat kronis dan rekuren,

dimana pasien akan terus mengalami periode remisi dan eksaserbasi secara

bergantian (Coimbra dan Santos-Silva, 2014). Psoriasis dikenal sebagai penyakit

autoimun paling prevalen yang disebabkan oleh aktivasi berlebihan dari sistem

imunitas seluler (Monteleone dkk., 2011; Krueger dan Bowcock, 2014).

2.1.2 Epidemiologi

Psoriasis menyerang sekitar 2% - 3% populasi dunia, dimana laki-laki dan

perempuan memiliki kemungkinan terkena yang sama besar (Kuchekar dkk.,2011;

Coimbra dan Santos-Silva, 2014). Ras Asia memiliki angka prevalensi psoriasis

yang cukup rendah yakni sekitar 0,4%. Penelitian yang menginvestigasi

prevalensi psoriasis antara ras African-American dibanding ras white-American

menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan (1,3% vs. 2,5%). Psoriasis jarang

muncul pada usia dibawah 10 tahun dan usia puncaknya adalah sekitar 15 – 30

tahun (Gudjonsson dan Elder, 2012). Berdasarkan data kunjungan pasien di

Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar periode Januari –

Desember 2009, tercatat 156 kasus baru psoriasis dari 10.856 kunjungan (1,4%).

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik

7

Psoriasis dapat menyebabkan morbiditas yang signifikan karena adanya

kemungkinan terkena psoriatis artritis dan berbagai penyakit sistemik lainnya

(Mak dkk., 2009). Sekitar 10% - 30% pasien psoriasis berisiko terkena psoriasis

artritis (Krueger dan Bowcock, 2014). Selain risiko morbiditas yang meningkat,

pasien dengan derajat keparahan tinggi juga berisiko untuk mengalami

peningkatan mortalitas, dimana pasien psoriasis diteliti meninggal lebih cepat

yaitu laki-laki 3,5 tahun dan wanita 4,4 tahun dibanding subjek yang sehat (Mak

dkk., 2009). Studi longitudinal menunjukkan remisi spontan dapat terjadi pada

sekitar sepertiga pasien psoriasis dengan frekuensi yang bervariasi (Gudjonsson

dan Elder, 2012).

2.1.3 Faktor Pencetus

Psoriasis dianggap sebagai penyakit autoimun, namun antigen pemicunya hingga

kini belum dapat diidentifikasi. Faktor predisposisi genetik yang kompleks

ditambah dengan faktor pemicu dari lingkungan dapat menyebabkan timbulnya

penyakit ini. Belakangan telah dilaporkan bahwa fenomena genetik yang

bertanggung jawab atas timbulnya psoriasis adalah mutasi pada gen caspase

recruitment domain 14 (CARD14) yang berfungsi mengkode protein untuk

fosforilasi BCL10, promotor apoptosis, dan mengaktivasi NF-kB (Abdelnoor,

2013).

Faktor lingkungan yang dapat memicu psoriasis antara lain adalah infeksi

viral dan bakterial seperti HIV dan faringitis streptokokal. Trauma fisik (respons

Koebner), tingkat stres yang berlebihan, obesitas, serta konsumsi obat-obatan

seperti beta bloker, ACE inhibitor, lithium dan hidroksiklorokuin juga telah

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik

8

diasosiasikan dengan timbulnya psoriasis (Nograles dkk., 2010; Abdelnoor,

2013).

2.1.4 Patogenesis

Imunopatogenesis psoriasis sangatlah kompleks dan melibatkan berbagai

perubahan pada sistem imun innate (keratinosit, sel dendritik, histiosit, neutrosit,

mastosit, sel endotel) dan sistem imun didapat (limfosit T). Aktivasi sel sistem

imun innate menghasilkan growth factor, sitokin dan kemokin yang berpengaruh

pada sistem imun didapat dan sebaliknya (Sanchez, 2010).

Pada fase awal, terjadi aktivasi sel-sel sistem imun innate (sel dendritik

dan keratinosit) oleh berbagai faktor lingkungan seperti trauma mekanis, infeksi,

obat-obatan maupun stres emosional. Keratinosit kemudian melepaskan sitokin

(IL-1 dan TNF-α) serta protein syok termis. Senyawa ini mengaktivasi sel

dendritik (sel langerhans dan sel dendritik residen) pada epidermis dan dermis.

Antigen agen infeksius yang berikatan dengan toll-like receptor pada DC

(dendritic cell) dan keratinosit juga dapat mengaktivasi sel-sel tersebut, yang

kemudian melepaskan berbagai mediator inflamasi (Sanchez, 2010).

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik

9

Gambar 2.1 Protein utama yang dihasilkan oleh sel dentritik (CD) dan sel

dendritik myeloid tipe inflamatori (CDi), limfosit Th tipe 1 (Th1), limfosit Th tipe

17 (Th17) dan keratinosit (K) pada psoriasis. FG: growth factor; iNOS: inducible

nitric oxide synthase (Sanchez, 2010).

Setelah inisiasi kaskade inflamasi, disregulasi jalur sinyal IL-23 dapat

memicu ekspansi dan aktivasi sel T tipe Th17 dan Th22 (Gambar 2.2). Efek

produk sitokin mereka, seperti halnya TNF dan IFN-γ pada keratinosit, dapat

menginduksi sirkuit inflamatori kompleks yang menstimulasi proliferasi

keratinosit, proliferasi vaskuler, dan akumulasi serta aktivasi leukosit lanjutan

pada lesi psoriasis. Variasi genetik pada lokus IL-4/IL-13 dapat menyebabkan

berkurangnya respons Th2 dan meningkatkan aktivitas Th17/Th1. Berkurangnya

efisiensi regulator negatif NF-κB, TNFAIP3 dan TNIP1 dapat mempertahankan

inflamasi yang diinisiasi oleh TNF, IL-1, ligasi TLR, dan IL-17 pada individu

yang rentan (Nograles dkk., 2010).

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik

10

Gambar 2.2 Model interaksi imun pada lesi psoriasis. Antigen-presenting cell

(APC) memproduksi IL-23 dan menstimulasi sel T tipe Th17 dan Th22 (dan

mungkin juga sel Tc17) untuk melepaskan IL-17 dan IL-22. IL-17 memicu

keratinosit untuk meningkatkan kemokin proinflamasi yang menarik sel T,

neutrofil dan sel mononuklear pada lesi. IL-22 menyebabkan akantosis epidermal.

Kedua sitokin tersebut meningkatkan produksi anti-microbial protein (AMP).

IFN-γ dari sel Th1 memodulasi gen responsif KC, dan menstimulasi APC untuk

melepaskan IL-23 (Nograles dkk., 2010).

Adanya faktor pencetus dari lingkungan seperti mikroorganisme, obat,

sinar ultraviolet, stress, trauma pada individu yang memiliki kerentanan terhadap

psoriasis [PSORS1, late cornified envelope-3C1 (LCE3C1) dan, late cornified

envelope-3B (LCE3B), interleukin (IL)-23R, IL-23A, IL4/IL13] akan memicu

pembentukan komplek self-RNA/DNA-LL37. Komplek ini akan memicu sintesa

interferon-α (IFN-α) oleh sel dendritik plasmasitoid dan maturasi sel dendritik

myeloid menjadi sel dendritik matur. Sel dendritik matur akan migrasi ke

limfonodi dan memproduksi berbagai sitokin yang akan memicu diferensiasi dan

ekspansi sel T naif menjadi sel T helper 1 atau Th1 (seperti IL-12), sel Th17

(seperti IL-6, tumor growth faktor- β1 atau TGF-β1 dan IL-23), sel Th22 (seperti

TNF-α, IL-6). Baik sitokin yang dihasilkan oleh sel Th1(tumor necrosis faktor- α

atau TNF-α, IFN-γ, IL-21) dan Th17 ( IL-17A, IL-17F, IL-22, IL-21) akan

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik

11

menstimulasi proliferasi keratinosit untuk memproduksi CCL20, suatu kemokin

atraktan yang mengekspresikan reseptor CCR6 dari sel dendritik dan sel T, yang

akan memicu proliferasi keratinosit. Keratinosit memproduksi sitokin inflamasi

seperti IL-1β, IL-6 dan TNF-α yang berperan pada meningkatnya aktivasi sel

dendritik dan ekspansi inflamasi lokal. Tumor necrosis faktor-α akan menginduksi

ekspresi molekul adhesi seperti intracelluler adhesion molecules-1 (ICAM-1) dan

vascular endothelial growth faktor (VEGF) pada kulit, yang akan mengatur lalu

lintas sel. Selain itu TNF-α dapat meningkatkan ekspresi IL-8 yang merupakan

salah satu anggota dari kemokin, dimana pada keratinosit berperan meningkatkan

infiltrasi sel T ke dalam epidermis. Secara singkat pembentukan lesi psoriasis tipe

plak melalui 3 langkah berbeda yaitu aktivasi sel T, migrasi sel T ke dalam lesi

kulit, pelepasan sitokin yang diaktivasi oleh sel T pada kulit (Monteleone

dkk.,2011).

Gambar 2.3 Patogenesis Psoriasis. Adanya faktor pencetus dari lingkungan

akan memicu pembentukan komplek self-RNA/DNA-LL37 (Monteleone

dkk.,2011).

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik

12

Dalam studi imunohistokimia, ditemukan bahwa keratinosit pada psoriasis

lesional dan nonlesional mengekspresikan kadar NGF (nerve growth factor) yang

tinggi dibandingkan kontrol. Fantini dkk mengamati tingginya kadar NGF pada

lesi psoriasis. Nerve growth factor sering dihubungkan dengan peningkatan nNOS

(neuronal nitic oxide synthase) yang diisolasi dari sel neuron namun bekerja tidak

spesifik pada sel-sel neuron saja. Beberapa fungsi NGF sesuai dengan proses

inflamasi dan proliferasi pada psoriasis. Nerve growth factor memicu proliferasi

keratinosit dan mencegah apoptosis keratinosit. Nerve growth factor juga

mendegranulasi sel-sel mast dan memicu migrasi sel-sel ini, dimana kedua proses

ini terjadi pada awal perkembangan lesi psoriasis. Selanjutnya NGF mengaktivasi

limfosit T dan menarik infiltrat sel-sel inflamasi. Nerve growth factor diketahui

menginduksi ekspresi sitokin potensial berupa RANTES pada keratinosit.

RANTES merupakan kemotaksis bagi sel T memori CD4+ dan mengaktivasi sel-

sel T memori. Peningkatan kadar RANTES, suatu keratinosit psoriatik dan β-

kemokin. Penigkatan kadar RANTES dipicu oleh NGF juga berkontribusi untuk

aktivasi sel-sel T (Raychaudhuri dan Farber, 2000).

Peningkatan ekspresi NGF pada kulit non lesi kemungkinan berperan

dalam terjadinya fenomena reaksi Köbner. Peningkatan NGF pada kulit yang luka

telah terbukti. Proliferasi keratinosit yang dipicu adanya perlukaan menghasilkan

kadar NGF yang lebih tinggi pada kulit non lesi dibandingkan kulit kontrol.

Peningkatan NGF memicu respon inflamasi berupa proliferasi saraf dan

peningkatan neuropeptida seperti substansi P (SP) dan calcitonin gene-related

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik

13

peptide (CGRP). Neuropeptida dan NGF memicu proliferasi keratinosit

(Raychaudhuri dan Farber, 2000).

Gambar 2.4 Peranan ekspresi NGF dalam patogenesis psoriasis

(Raychaudhuri dan Farber, 2000).

Peristiwa stres dapat mengubah kadar SP dalam sistem saraf pusat dan

tepi. Pada model hewan, telah dilaporkan bahwa stres dapat meningkatkan kadar

SP pada kelenjar adrenal dengan mangaktivasi saraf autonom desending dan

merangsang pelepasan neuropeptida. Oleh karena itu inflamasi neurogenik

berperan penting dalam berkembangnya lesi psoriatik serta bertanggungjawab

pada eksaserbasi psoriasis selama kejadian stres selama hidup (Raychaudhuri dan

Farber, 2000).

2.1.5 Gambaran Klinis

Lesi klasik psoriasis berbentuk plak eritematosa berbatas tegas, meninggi, dengan

permukaan yang dilapisi skuama keperakan (Gudjonsson dan Elder, 2012; James

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik

14

dkk.,2000). Ukuran lesi dapat bervariasi mulai dari papul pinpoint hingga plak

multipel yang menutupi sebagian besar tubuh. Dibawah skuama kulit pasien

tampak berwarna kemerahan mengkilat yang homogen dan ketika skuama

diangkat akan tampak titik perdarahan yang muncul karena trauma pada kapiler

yang dilatasi disebut tanda Auspitz (Gambar 2.5). Erupsi psoriasis biasanya

bersifat simetris, namun terkadang erupsi unilateral dapat dijumpai. Fenotipe

psoriatik yang berbeda-beda dapat muncul pada satu pasien yang sama

(Gudjonsson dan Elder, 2012).

Gambar 2.5 Tanda Auspitz (kiri) dan Fenomena Koebner (kanan). Perhatikan

adanya titik perdarahan setelah skuama diangkat. Fenomena Koebner yang

terjadi pada pasien setelah terbakar sinar matahari. Perhatikan bahwa lesi tidak

muncul pada area yang tertutup/tidak terbakar (Gudjonsson dan Elder, 2012).

Fenomena Koebner (dikenal pula dengan sebutan respons isomorfik)

adalah induksi psoriasis secara traumatik pada kulit non-lesional (Gambar 2.5).

Fenomena ini sering muncul pada periode eksaserbasi dan selalu mengenai lokasi

trauma atau tidak sama sekali (all-or-none phenomenon). Reaksi Koebner

biasanya muncul 7-14 hari setelah trauma dan sekitar 25% pasien pasti pernah

mengalami reaksi ini, yang meningkat menjadi 76% jika ada faktor pemicu

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik

15

tambahan seperti stres emosional, infeksi, dan reaksi akibat obat. Fenomena

Koebner tidak spesifik untuk psoriasis, namun dapat menjadi petunjuk yang

berguna dalam mendiagnosis psoriasis (Sanchez, 2010).

Psoriasis memiliki manifestasi klinis yang bervariasi. Bentuk yang umum

dijumpai yang disebut “plak psoriasis vulgaris” yang ditemui pada lebih dari 80%

pasien dan ditandai oleh plak eritematosa berskuama, yang berlokasi di siku, lutut,

kulit kepala, dan pantat (Gambar 2.6). Ukuran plak bervariasi, mulai dari lesi

minimal hingga melibatkan hampir seluruh permukaan kulit. Psoriasis dapat

menyebabkan morbiditas dan pengurangan kualitas hidup yang signifikan, yang

umumnya disebabkan oleh eksaserbasi klinis dan lesi yang parah pada area kulit

yang tidak tertutup, manifestasi sistemik, serta efek samping obat (Monteleone

dkk., 2011).

Gambar 2.6 Lesi Klasik Psoriasis Vulgaris (Gudjonsson dan Elder, 2012).

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik

16

Luasnya daerah yang terlibat bervariasi antara satu pasien dengan lainnya.

Kelainan kuku ditemukan pada 40-50 persen kasus dan jarang dijumpai jika tidak

ada penyakit kulit di tempat lain. Kelainan kuku paling sering berupa pitting nail

yaitu cekungan bervariasi mulai dari 0,5-2,0 mm, dapat tunggal atau multipel dan

lebih sering mengenai jari-jari tangan dibanding kaki. Selain pitting nail, kelainan

pada kuku yang jarang dijumpai adalah onikolisis, perubahan warna, penebalan

kuku dan distrofi (Langley dan Ellis, 2004).

Psoriasis gutata (dari kata latin gutta yang berarti tetes) ditandai dengan

erupsi berupa papul kecil dengan ukuran diameter 0,5-1,5 cm pada badan bagian

atas dan ekstremitas bagian proksimal. Biasanya muncul pada usia muda dan

sering dijumpai pada orang dewasa muda. Bentuk psoriasis ini memiliki

hubungan yang paling kuat dengan HLA-Cw6 dan adanya infeksi streptokokus

pada tenggorokan sering kali mendahului atau bersamaan dengan terjadinya

psoriasis gutata. Meksipun begitu, pengobatan antibiotik tidak memberikan

manfaat maupun memperpendek masa erupsi. Pasien dengan riwayat psoriasis

plak kronis dapat timbul lesi gutata, dengan atau tanpa memperburuk kondisi dari

lesi plak kronis yang yang sudah ada. Psoriasis gutata akut biasanya sembuh

dengan sendirinya, membaik dalam 3 sampai 4 bulan. Suatu studi menyatakan

bahwa hanya sepertiga individu dengan psoriasis gutata berkembang menjadi plak

psoriasis klasik (Raychaudhuri dan Farber, 2000; Camisa, 2004).

Psoriasis inversa (fleksural) yaitu lesi psoriasis dapat muncul pada daerah

lipatan kulit seperti aksila, regio genito-krural, serta leher. Skuama yang ada lebih

minimal atau tidak ada. Lesi berupa eritema batas tegas dan mengkilap yang

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik

17

selalu terletak pada daerah yang memiliki kontak kulit dengan kulit. Proses

berkeringat terganggu pada daerah yang terkena (Griffiths dan Barker, 2010).

Psoriasis eritroderma menunjukkan gambaran klinis berupa erupsi yang

meluas hingga seluruh tubuh termasuk wajah, tangan, kaki, kuku, badan, serta

ekstremitas. Walaupun semua gejala psoriasis dapat muncul namun gambaran

klinis yang ada didominasi oleh eritema. Skuama yang muncul berbeda dengan

skuama pada psoriasis plak kronis. Yang tampak hanya skuama superfisial bukan

skuama yang putih dan tebal. Pasien dengan psoriasis eritroderma ini kehilangan

panas berlebihan akibat vasodilatasi generalisata dan dapat menyebabkan

hipotermi. Pasien menggigil sebagai usaha untuk meningkatkan temperatur tubuh.

Kulit penderita psoriasis seringkali hipohidrotik akibat sumbatan kelenjar keringat

dan sangat berisiko mengalami hipertemi saat udara panas. Edema pada

ekstremitas bawah sering dijumpai sebagai akibat vasodilatasi dan hilangnya

protein dari pembuluh darah ke jaringan (Langley dan Ellis, 2004).

Psoriasis pustulosa juga merupakan erupsi psoriasis akut. Pasien mengeluh

panas badan, pustul kecil steril monomorfik, nyeri dan sering dipicu oleh infeksi

kambuhan atau penghentian mendadak dari steroid topikal superpoten atau

sistemik. Hal ini dapat terlokalisir pada telapak tangan maupun kaki (psoriasis

palmoplantar) atau dapat menyeluruh dan berpotensi mengancam nyawa

(Sanzhes, 2010).

Sebopsoriasis mempunyai gambaran klinis berupa plak eritema dengan

skuama yang berminyak lokalisata di daerah seboroik seperti kepala, glabela,

lipatan nasolabial, perioral, dan area presternal serta area intertriginosa. Bila tidak

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik

18

dijumpai lesi psoriasis di tempat lain maka sulit untuk kita membedakannya

dengan dermatitis seboroik. Sebopsoriasis digambarkan sebagai modifikasi

dermatitis seboroik dengan didasari oleh faktor genetika psoriasis dan relatif

resisten terhadap pengobatan. Walaupun peran etiologi Pityrosporum masih

belum terbukti namun pemberian preparat jamur dapat bermanfaat juga

(Gudjonsson dan Elder, 2012).

Psoriasis artropati adalah komplikasi dari psoriasis yang terjadi pada 5-

10% pasien dan dapat juga terjadi pada pasien tanpa manifestasi kulit psoriasis.

Manifestasi yang paling sering adalah artritis dengan gejala yang sama dengan

rheumatoid arthritis. Gejala yang patognomonik adalah artritis pada sendi

interfalangeal dari tangan. Kadang monoartritis dan poliartritis dari sendi besar

dapat terjadi. Pasien dengan psoriasis artropati, peningkatan frekuensi dari HLA-

B27 dan HLA-Bw38 telah ditemukan (Kimura dan Esumi, 2003).

2.1.6 Gambaran Histopatologis

Terdapat beberapa perubahan histopatologis pada psoriasis seiring dengan

perkembangan lesi (Gambar 2.7), termasuk (1) penebalan epidermis (akantosis)

yang muncul karena hiperproliferasi keratinosit (2) berkurangnya lapisan granular

(hipogranulosis) dan retensi nuklei korneosit (parakeratosis) karena diferensiasi

abnormal dari keratinosit (3) dilatasi berlebih dari pembuluh darah dermis papiler

yang menyebabkan eritema (4) infiltrat inflamasi tebal yang terdiri dari kelompok

sel T-helper CD4+ dan antigen-presentic dendritic cell (DC) pada dermis, serta

sel T CD8 dan neutrofil pada epidermis (Nograles dkk., 2010).

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik

19

Gambar 2.7 Gambaran histopatologis menunjukkan akantosis (A) dan inflamasi

dermis (i) pada lesi psoriasis dibandingkan kulit tanpa lesi (pewarnaan

hematoxylin dan eosin). Infiltrat radang pada lesi terdiri dari sel T (CD3) dan sel

dendritik (CD11c), banyak diantaranya telah matur (Nograles dkk., 2010).

2.1.7 Diagnosis dan Penatalaksanaan

Gambar 2.8. Algoritma Diagnosis dan Pengobatan (Gudjonsson dan Elder,

2012).

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik

20

Diagnosis dan terapi psoriasis biasanya didasarkan pada gambaran klinis.

Jika pemeriksaan klinis dan anamnesis kurang memadai untuk penegakan

diagnosis, maka biopsi dapat dilakukan (Gudjonsson dan Elder, 2012).

Penatalaksanaan psoriasis tergantung dari berbagai faktor yang

menyebabkan dan mempengaruhi tingkat keparahan penyakit itu sendiri. Sangat

penting untuk membatasi faktor pemicu kondisi ini, seperti trauma fisik, infeksi,

stres, perubahan musim dan iklim, konsumsi beta blocker, klorokuin, alkohol,

rokok, maupun sindrom metabolik (Diluvio dkk., 2006; Fry dan Baker, 2007).

Pasien psoriasis mengalami periode remisi dan eksaserbasi secara bergantian

sehingga praktisi dermatologis harus memfokuskan terapi psoriasis sesuai dengan

tingkat keparahan penyakit saat muncul dengan tujuan berupa periode remisi yang

lebih lama dan meningkatkan kualitas hidup (Coimbra dkk., 2014).

Mayoritas kasus psoriasis terdapat pada tiga kategori yaitu gutata,

pustular/eritrodermi, dan plak kronis, dimana kategori plak sejauh ini paling

sering ditemui. Psoriasis gutata seringkali dapat sembuh sendiri dalam 6 – 12

minggu. Pada kasus yang ringan, seringkali pasien tidak memerlukan terapi,

namun jika lesi tersebar luas diseluruh tubuh, maka fototerapi dengan UVB

ditambah dengan terapi topikal (steroid dan analog Vitamin D3) seringkali sangat

efisien untuk mengobati lesi jenis ini. Psoriasis pustular/eritrodermi seringkali

diasosiasikan dengan gejala sistemik, sehingga memerlukan terapi sistemik yang

cepat. Obat yang paling sering digunakan untuk tipe ini adalah asitretin. Terapi

lain yang dapat diberikan adalah siklosporin A, PUVA, UVB, metotreksat, agen

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik

21

anti-TNF, dan pada beberapa kasus, dapat digunakan steroid sistemik

(Gudjonsson dan Elder, 2012).

Kedua jenis psoriasis diatas berevolusi menjadi bentuk psoriasis plak

kronis. Pilihan terapi biasanya didasarkan pada keparahan penyakit. Untuk

psoriasis derajat ringan (<10% luas permukaan tubuh), dapat digunakan terapi

topikal seperti emolien, glukokortikoid, dan analog vitamin D3 (lini pertama) atau

asam salisilat, ditranol, tazarotene dan tar (lini kedua), pilihan fototerapi dapat

dipertimbangkan pada fase ini (Gudjonsson dan Elder, 2012).

Psoriasis derajat sedang (>10% luas permukaan tubuh), dapat diberikan

terapi topikal ditambah dengan fototerapi dan day treatment center (Goeckerman

yang dimodifikasi), dengan pertimbangan khusus untuk memilih terapi sistemik.

Fototerapi yang dapat dipilih antara lain narrowband UVB (NB-UVB) dan

broadband UVB (BB-UVB) sebagai lini pertama dan psoralen dan UVA (PUVA),

laser excimer serta klimatoterapi sebagai lini kedua (Gudjonsson dan Elder, 2012).

Psoriasis derajat berat (>30% luas permukaan tubuh) dapat diterapi dengan

semua pilihan yang ada, ditambah terapi sistemik seperti metotreksat, asitretin,

alefacept, etanercept, adalimumab, infliximab, dan ustekinumab sebagai lini

pertama dan fumaric acid ester (FAE), siklosporin A, serta agen lain seperti

hydroxyurea, 6-thioguanine, cellcept, dan sulfasalazine sebagai lini kedua.

Siklosporin A tidak dianggap sebagai terapi sistemik lini pertama karena efek

samping jangka panjangnya, namun dalam tatalaksana jangka pendek terapi ini

sangat berguna untuk induksi remisi. Jika pasien tidak mampu mentolerir terapi

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik

22

sistemik lini pertama individual, pertimbangkan kombinasi regimen, perawatan

rotasional atau agen biologis (Gudjonsson dan Elder, 2012).

2.1.8 Psoriasis Area and Severity Index (PASI)

Skor PASI adalah pengukuran secara klinis dengan perhitungan luas daerah yang

terkena dan derajat keparahan dari eritema, ketebalan infiltrat dan skuama. PASI

dihitung dengan rumus (Langley dan Ellis, 2004):

{0,1(Eh+Ih+Sh)Ah} + {0,2(Eul+Iul+Sul)Aul} + {0,3(Et+It+St)At} +

{0,4(Ell+Ill+Sll)All}.

Keterangan:

A (area) = luas permukaan tubuh dalam 4 bagian yang terkena yaitu: kepala dan

leher (h = head), badan (t = trunk), ekstremitas atas (ul = upper limb), ekstremitas

bawah (ll = lower limb); E = eritema; I = infiltrat; S = skuama

Tabel 2.1 Penilaian presentase luas permukaan tubuh (A) yang terkena

<10% 1

10-29% 2

30-49% 3

50-69% 4

70-89% 5

90-100% 6

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik

23

Tabel 2.2 Penilaian derajat keparahan (E, I, S)

Tidak ada gejala 0

Ringan 1

Sedang 2

Berat

Sangat berat

3

4

Hasil perhitungan PASI merupakan nilai tunggal dari 0-72. Skor PASI

berdasarkan Fredricksson dan Pettersson dikategorikan menjadi tiga, yaitu

penderita dinyatakan menderita psoriasis ringan bila skor PASI <7, psoriasis

sedang bila skor PASI 7-12, dan psoriasis berat bila skor PASI >12. Skor PASI ini

jarang digunakan pada praktek klinis akibat kompleksitas yang ditimbulkan oleh

penggunaan skor PASI. Skor PASI merupakan suatu sistem penilaian yang

digunakan untuk tujuan penelitian. Pada uji klinis persentase perubahan pada

PASI dapat digunakan sebagai titik akhir penilaian terapi psoriasis (Schmitt dan

Wozel, 2005; Feldman dan Krueger, 2005).

2.2 Nitric Oxide

2.2.1 Tinjauan Umum Nitric Oxide (NO)

Nitric Oxide (NO) awalnya ditemukan sebagai vasodilator potensial pada tahun

1979, dan kemudian diidentifikasi sebagai endothelium-relaxing factor (ERDF).

Molekul sederhana ini merupakan radikal bebas yang berusia pendek dengan

sejumlah fungsi fisiologis seperti relaksasi otot polos, penghambatan agregasi

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik

24

platelet, dan neurotransmisi non adrenergik-non kolinergik (Kimura dan Esumi,

2003). Radikal bebas baik berupa Reactive Oxygen Species (ROS) maupun

Reactive Nitrogen Spesies (RNS) mempunyai peran dalam sistem biologi. Nitric

Oxide termasuk dalam RNS. Radikal bebas ini terdapat pada kulit maupun

jaringan lain yang terapar sinar ultraviolet. Kulit mempunyai mekanisme

enzimatik seperti Superoxide Dismutase (SOD), Catalase (CAT), Glutathione

Peroxidase (GP) dan mekanisme non-enzimatik seperti vitamin C, vitamin E,

karotenoid, selenium, flavinoid untuk melawan efek berbahaya dari radikal bebas.

Mekanime enzimatik dan non enzimatik ini dikenal dengan antioksidan. Produksi

berlebihan dari radikal bebas akan menyebabkan stres oksidatif yang mengarah

pada kerusakan struktur seluler seperti lipid, protein dan DNA dan menganggu

produksi sitokin seperti IL-1 dan TNFα. Malondialdehyde merupakan produk

penting dari peroksidasi lipid yang berhubungan erat dengan derajat peroksidasi

lipid pada jaringan. Radikal bebas berperan penting dalam induksi penyakit kulit

seperti psoriasis (Akturk dkk., 2012). Nitric oxide merupakan gas yang larut

dalam air dan mudah menembus membran barier. Konsentrasi fisiologis NO

berentang antara 5 nM hingga 4 µM. Nitric oxide yang baru disintesis bersifat

aktif secara biologi pada lokasi tertentu. Beberapa efek NO dihubungkan dengan

sifatnya sebagai pembawa messenger intraseluler dan dimediasi oleh aktivasi dari

jalur guanylate cyclase/3’,5’-cyclic guanosine monophosphate (GC/cGMP)

(Kimura dan Esumi, 2003). Nitric oxide merupakan suatu radikal bebas yang

mempunyai peran fisiologi dan patofisiologi pada hampir semua sistem organ.

Selain berfungsi sebagai messenger yang dapat berdifusi pada sistem vaskular dan

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik

25

neuron, nitric oxide berperan pada innate immunity, inflamasi dan proses

penyembuhan luka (Mori, 2007; Vasilets dkk., 2009). Penyakit seperti disfungsi

vaskular telah dihubungkan dengan gangguan produksi NO dimana syok septik,

infark serebri, diabetes mellitus dan kelainan neurodegeneratif dihubungkan

dengan produksi NO yang berlebih (Mori, 2007). Perkembangan terbaru

memungkinkan pengidentifikasian jalur NO pada beberapa tipe sel yang berada

pada kulit termasuk keratinosit, melanosit, sel langerhans, fibroblast dan sel-sel

endotel (Gerharz dkk., 1998).

Nitric oxide disintesis oleh enzim intraseluler yaitu NOS (Nitric Oxide

Synthase), melalui dua tahap oksidasi dari L-arginine yang menghasilkan citruline

dan NO yang seimbang. Arginine merupakan perkusor untuk sintesis urea,

poliamin, prolin dan nitric oxide. Tiga isoform utama NOS antara lain NOS1,

yang diisolasi dari jaringan saraf (juga dikenal sebagai nNOS), NOS2 (atau

iNOS), suatu isoform inducible, dan NOS3 (atau eNOS), predominan pada

endotel. Ketiganya hadir sebagai homodimer dengan berat molekul antara 130 dan

160 kDa dan semua membutuhkan kofaktor, yaitu xavin dinucleotide, xavin

mononucleotide, tetrahydrobiopterin, dan reduced nicotinamide adenine

dinucleotide phosphate. Ketiganya juga membutuhkan ikatan calmodulin,

sementara NOS1 dan NOS3 membutuhkan ikatan Ca2+(kalsium)-calmodulin,

NOS2 tidak membutuhkan ikatan dengan kalsium. Selain membutuhkan kofaktor

ini aktivitas isoenzim NOS diatur oleh protein terkait dan terlokalisisr dalam sel

(Habib dan Ali, 2011; Omer dkk., 2012). Inducible NOS diekspresikan selama

kondisi inflamasi sebagai respon terhadap beberapa sitokin seperti TNF α, IL-1,

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik

26

IFN ᵞ. Regulasi bentuk ini dibawah kontrol dari faktor transkripsi nuclear factor

κB (NF κB) (Moshage, 2009).

Ketiga isoform tersebut berbeda menurut regulasinya, amplitudo dan

durasi produksi NO, sebagaimana distribusinya dalam sel dan jaringan. Keduanya

yaitu eNOS dan nNOS bekerja sebagai pengganti protein yang diekspresikan, dan

ekspresinya tidak terbatas pada sel-sel endotel atau neuron. Nitric oxide

diproduksi dari keduanya nNOS and eNOS selama proses infeksi dan autoimun.

Tipe sel yang mengandung eNOS dan nNOS menghasilkan aliran NO yang

rendah dalam waktu yang singkat (Priya dkk., 2013). Nitric oxide pada

konsentrasi yang rendah (<1mM) bertindak sebagai sinyal intraseluler,

mengaktivasi atau menghambat protein yang berbeda. Bentuk isoform yang ketiga

yaitu iNOS yang terbentuk langsung saat makrofag teraktivasi, berfungsi sebagai

komponen sistem imun bawaan. Sitokin dan produk mikrobial sering bekerja

secara sinergis, menstimulasi ekspresi iNOS. Inducible Nitric Oxide Synthase

(iNOS) dan eNOS diekspresikan dalam sel-sel dendritik, sel-sel natural killer

(NK), sel mast, monosit, makrofag, mikroglia, sel-sel Kupffer, eosinofil dan

neutrofil, sebagaimana sel-sel lain yang terlibat dalam reaksi imun. Tidak seperti

nNOS dan eNOS, yang diatur secara ketat dan bergantung pada masuknya

kalsium ke dalam sel, iNOS menghasilkan sejumlah besar NO jika diinduksi. Saat

NO banyak diproduksi (>1nM), NO mampu melakukan reaksi nitrosasi, nitrasi,

dan oksidasi. Inducible Nitric Oxide Symthase (iNOS) diatur pada berbagai

tingkat mulai dari transkripsi untuk sintesis, stabilitas, aktivitas dan degradasi.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik

27

Dibandingkan dengan nNOS atau eNOS, iNOS kurang rentan terhadap umpan

balik inhibisi oleh NO (Cals-Grierson dan Ormerod, 2004; Schairer dkk., 2012).

Neuronal NOS (NOS1) diidentifikasi pada keratinosit manusia dan

murine, dan juga pada melanosit. Keratinosit juga mengekspresikan N-methyl-D-

aspartate (NMDA-like) receptor yang mengaktifkan NOS 1 pada neuron,

memberikan suatu mekanisme yang penting untuk mengawasi pelepasan NO dari

keratinosit. Tonus otot polos pada pembuluh darah diatur oleh suatu calcium-

dependent constitutive endothelial isoform (NOS tipe 3). Isoform yang dapat

diinduksi (NOS tipe 2) pertama kali diidentifikasi pada makrofag. Akan tetapi,

saat ini banyak bukti mengenai produksi NOS2 dari keratinosit. Inducible Nitric

Oxide Symthase (NOS2) tidak diproduksi secara terus menerus namun diinduksi

pada banyak tipe sel oleh lipopolisakarida dan sitokin, khususnya Tumor Necrosis

Factor α (TNFα), interferon γ (IFN γ), interleukin 1β (IL-1β), IL-2, IL-6, IL-8,

dan Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor (GM-CSF). Sementara

NOS1 dan NOS3 menghasilkan kadar fisiologis dari NO sebagai messenger

kimia, NOS2 menghasilkan kadar NO yang lebih tinggi ribuan kali. Kadar NO

yang lebih tinggi ini bersifat sitotoksik terhadap patogen dan mengakibatkan

nekrosis sel tumor dan apoptosis. Inhibisi produksi NO memodulasi inflamasi

pada artritis dan hipersensitifitas kontak (Ormerod dkk., 1998).

Produksi dari NO sulit untuk diukur secara langsung karena memiliki

waktu paruh fisiologis yang sangat pendek dan diproduksi dalam jumlah yang

sangat kecil. Untuk mengatasi masalah pengukuran NO secara langsung, maka

dikembangkan tehnik analitik dengan menentukan bentuk akhir dari oksidasi NO

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik

28

yang stabil yaitu NO3-

(nitrat) dan NO2-

(nitrit). Nitrit diukur dengan pemeriksaan

kolorimetri metode Griess dimana spesifik untuk pengukuran nitrit. Pemeriksaan

ini melibatkan konversi enzimatik dari nitrat menjadi nitrit oleh enzim Nitrat

reductase, dilanjutkan dengan penambahan reagensia Griess yang akan mengubah

nitrat menjadi gabungan azo dye berwarna. Pengukuran fotometrik dari

absorbances yang berkaitan dengan kromofor azo ini secara akurat menentukan

konsentrasi nitrit.

Proporsi relatif dari nitrit dan nitrat bervariasi dan tidak dapat

diprediksi dengan pasti. Dengan demikian indeks yang terbaik untuk produksi NO

total adalah jumlah dari nitrit dan nitrat. Sampel dapat diambil dari plasma, serum,

urin dan media kultur. Sampel dari plasma atau serum dibutuhkan untuk

deproteinisasi menghilangkan artefak (Moshage, 2009; Rapaport, 2004).

2.2.2 Fungsi Nitric Oxide pada kulit

Nitric oxide merupakan salah satu mediator penanda inflamasi yang penting,

yaitu merupakan mediator labil yang dapat terdeteksi seiring dengan tingginya

kadar beberapa sitokin seperti IFNγ, TNFα, IL-8, IL-1, dan IL-6. Nitric oxide

dilepas terus-menerus dalam konsentrasi rendah dan untuk pelepasan dalam

konsentrasi tinggi dibutuhkan adanya suatu stimulasi. Nitric oxide tampak

meningkat pada sejumlah gangguan kulit akibat stimulasi tertentu seperti pada

dermatitis kontak, dermatitis atopik, SLE dan psoriasis. Dalam beberapa tahun

terakhir, klonalitas limfosit pada lesi psoriasis dan peningkatan pelepasan sitokin

pada area tersebut telah diteliti. (Kadam dkk., 2010; Mahmoud dkk., 2013;

Samuel dan Murari, 2013).

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik

29

Nitric oxide yang diproduksi secara endogen memiliki jangkauan yang

sangat beragam dalam fungsi biologi termasuk perannya dalam neurotransmisi,

relaksasi otot polos, dan respon terhadap imunogen. Selama lebih dari 10 tahun

menjadi jelas bahwa NO sebagai pembawa messenger molekuler ini berperan

penting pada kulit. Keratinosit yang mengisi sebagian besar area epidermis, secara

konstitutif mengekspresikan isoform neuronal NOS (NOS1), sedangkan fibroblast

pada dermis dan jenis sel lainnya dalam kulit mengekspresikan isoform endotel

(NOS3). Dalam kondisi tertentu, tampak bahwa semua sel kulit mampu

mengekspresikan isoform inducible NOS (NOS2). Ekspresi NOS2 juga secara

kuat terlibat dalam psoriasis dan kondisi inflamasi kulit lainnya. Sebaliknya

produksi NO yang rendah pada kulit tampak berperan dalam mempertahankan

fungsi barier dan menentukan laju aliran darah di mikrovaskuler. Kadar NOS

yang lebih tinggi distimulasi oleh sinar Ultraviolet (UV), luka pada kulit,

mengawali lebih banyak kompleks reaksi yang membutuhkan orkestrasi dari

berbagai jenis sel. Pelepasan NO setelah radiasi penting dalam memulai

melanogenesis, eritema dan imunosupresi. Nitric oxide juga diperkirakan terlibat

dalam proteksi keratinosit terhadap apoptosis sel yang terinduksi oleh UV.

Peningkatan aktivitas NOS pada kulit yang terluka penting untuk proses infiltrasi

sel darah putih dan mengawali proses inflamasi. Sebagai respon terhadap kedua

ancaman, radiasi UV dan kulit yang terluka, aktivasi konstitutif NOS berlangsung

dan tumpang tindih dengan ekspresi NOS2. Sementara pada tingkat makro,

setidaknya terdapat tiga laju produksi NO yang berbeda terjadi pada kulit, yang

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik

30

penting dalam mengatur adaptasi dan fungsi kulit (Cals-Grierson dan Ormerod,

2004)

2.2.3 Nitric Oxide Dan Psoriasis

Peningkatan Reactive Oxygen Species (ROS), seperti Nitric Oxide (NO) dan

Malondialdehyde (MDA) berperan dalam patogenesis psoriasis. Pada psoriasis

terjadi gangguan keseimbangan antara agen oksidan dan antioksidan. Pada pasien

psoriasis terjadi peningkatan NO dan MDA yang signifikan dan penurunan kadar

superoxide dismutase (SOD) (Aktur dkk., 2012; Coimbra dan Silva, 2014).

Nitric oxide diperkirakan memicu proses psoriasis melalui peningkatan

pelepasan dan kerja Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP) dan substansi P

yang berperan dalam patomekanisme psoriasis dengan memicu produksi molekul

adhesi, hiperproliferasi keratinosit, degranulasi sel mast, vasodilatasi dan

kemotaksis neutrofil. Selain memicu vasodilatasi dan permeabilitas vaskular,

nitric oxide juga mengaktivasi cyclo-oxygenase dan memicu produksi TNF-α.

(Ghokale dkk., 2005; Tekin dkk., 2006).

Nitric oxide memegang peranan penting sebagai regulator sistem imun

pada TNF-α serta aktivasi cyclo-oxygenase. Dalam penelitian yang dilakukan oleh

Gokhale dkk tahun 2005 ditemukan kadar NO yang signifikan tinggi pada pasien

dengan psoriasis aktif dibandingkan pada individu normal. Berdasarkan hasil studi

tersebut, terdapat korelasi positif yang signifikan antara berat dan durasi penyakit

dan kadar NO pada pasien dengan psoriasis tipe plak kronis (Ghokale dkk., 2005).

Hasil penelitian Zalewska dkk menunjukkan peningkatan kadar NO dalam plasma

yang signifikan dari pasien psoriasis dengan lesi kulit aktif dan menyimpulkan

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik

31

bahwa produksi NO oleh fibroblast pada daerah pinggir lesi lebih tinggi

dibandingkan pada daerah lesi, yang menandakan bahwa fibroblast pada daerah

pinggir lesi sebagai sel-sel yang terlibat secara aktif dalam perkembangan lesi

psoriasis (Zalewska dkk., 2007).

Kolb-bachofen dkk menunjukkan peningkatan ekspresi iNOS pada plak

psoriasis menyimpulkan bahwa ekspresi iNOS terlibat dalam patogenesis

inflamasi kutaneus pada psoriasis. Gals-gierson dan Ormerod menyatakan bahwa

NO diketahui menstimulasi sel epitel untuk memproduksi dan melepas kemokin

dan mediator pertumbuhan lain seperti Vascular Endothelial Growth Factor

(VEGF) yang penting untuk proliferasi keratinosit dan angiogenesis (Cals-

Grierson dan Ormerod, 2004). Vascular endothelial growth factor berperanan

dalam meningkatkan vaskularisasi lesi untuk merangsang hiperplasia epidermis,

pertumbuhan pembuluh darah dan infiltrasi leukosit pada kulit. Vascular

endothelial growth factor berperanan penting dalam mengatur aktivitas keratinosit

pada psoriasis, untuk meningkatkan permeabilitas endotel dan menginduksi

vasodilatasi (Tammela dkk., 2005). Peningkatan ekspresi NOS2 diamati pada

berbagai kondisi peradangaan seperti dermatitis yang mungkin berperan dalam

gangguan fungsi barier. Hal ini berujung pada peningkatan kadar NO dan

pembentukan peroxy-nitrit yang selanjutnya mengakibatkan penghambatan

diferensiasi keratinosit. Hal ini menjadi salah satu mekanisme dalam patogenesis

psoriasis (Ghokale dkk., 2005).

Kulit penderita psoriasis kaya akan TIP-DC (TNF and iNOS-Producing

Dendritic Cells), sebuah kelompok sel dendritik yang memiliki kecenderungan

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik

32

memproduksi TNF dan iNOS (Lowes dkk., 2007; Nograles dkk., 2010). Sesuai

skema patogenesis psoriasis oleh Sanchez dkk, iNOS dihasilkan oleh sel dendritik

myeloid tipe inflamatori yang juga disebut sel CD11c+. Sel tersebut adalah

ekuivalen dari TIP-DC yang memiliki fungsi melawan infeksi bakteri pada tikus

(Lowes dkk., 2007; Monteleone dkk., 2011). Selain itu, sel CD11c+ juga

memproduksi IL-23 (yang dapat mengaktivasi sel T) dan IL-20 (yang dapat

mengaktivasi sel keratinosit). Terapi dengan etanercept dapat memblok kerja

iNOS dan IL-23 yang merupakan produk hasil sintesis sel TIP-DC (Lowes dkk.,

2007).

Tekin dkk melakukan penelitian tentang kadar NO serum darah pasien

psoriasis yang diterapi dengan metotreksat dan ternyata terdapat penurunan kadar

NO serum darah setelah diterapi metotreksat. Metotreksat akan menghambat

produksi NO dengan jalan penghambatan enzim cNOS ataupun iNOS. Tekin juga

menyebutkan bahwa iNOS umumnya dijumpai pada leukosit, makrofag dan sel

mesengial. Nitric oxide jika dilepaskan dalam jumlah banyak dapat

menghancurkan jaringan normal dan merubah respons imun tubuh. Sejumlah

besar NO telah dijumpai dalam berbagai gangguan imunologis, seperti SLE dan

RA. Produksi NO pada kulit psoriasis adalah 10x lebih tinggi dari orang normal

dan 10x lebih tinggi lagi pada plak psoriatik itu sendiri. Oleh karena itu, inhibisi

iNOS dapat dianggap sebagai modalitas terapi yang efektif pada kondisi-kondisi

diatas (Tekin dkk., 2006).

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik

33

Gambar 2.9 Efek dan kinetik nitric oxide yang diproduksi oleh iNOS dan cNOS

(Guzik dan Korbut, 2003).

Kinetik produksi nitric oxide oleh iNOS berbeda jauh dengan produksi

oleh eNOS atau nNOS (Gambar 2.9). Inducible Nitric Oxide Symthase (iNOS)

memproduksi nitric oxide dalam jumlah besar dan bersifat toksik yang

berlangsung lama, sedangkan isoform cNOS memproduksi nitric oxide dalam

hitungan detik, dimana aktivitasnya bersifat langsung dengan kerja cepat. Nitric

oxide yang diproduksi cNOS berinteraksi dengan cGMP yang akhirnya

menghasilkan efek vasorelaksasi, peningkatan permeabilitas vaskuler, serta efek

antioksidan, antiplatelet, dan antiproliferatif dari NO. Nitric oxide yang dihasilkan

oleh eNOS dianggap paling sitoprotektif dan sangat esensial untuk

mempertahankan perfusi jaringan dan melindungi sirkulasi koroner dan pulmoner

selama masa pelepasan produk lipid toksik oleh lipopolisakarida bakteri gram

negatif (Guzik dan Korbut, 2003; Alyavi, 2011).

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik

34

Saat terjadi respons inflamasi, iNOS menghasilkan NO dalam jumlah

masif, melebihi jumlah fisiologis yang biasanya dihasilkan oleh nNOS dan nNOS.

Sejumlah besar “NO inflamatoris” yang dihasilkan oleh sel dendritik tipe myeloid

(TIP-DC) dihasilkan bersamaan dengan anion superoksida dalam jumlah yang

besar pula (O2-). Kedua molekul ini dapat bergabung membentuk peroksinitrit

(ONOO-) yang memediasi efek sitotoksik NO, seperti kerusakan DNA, oksidasi

LDL, pembentukan isoprostane, nitrasi tirosin, inhibisi akonitase dan respirasi

mitokondrial. Efek ini dapat memberikan hasil positif dalam reaksi pertahanan

tubuh, dengan cara membunuh mikroba. Nitric Oxide (NO) dan peroksinitrit

(ONOO-) dalam jumlah besar juga memiliki efek mengganggu jalur sinyal

berbagai protein dan enzim yang penting untuk kelangsungan hidup sel, seperti

protein JAK atau STAT, jalur sinyal NK-κB, MAPK, protein G serta faktor

transkripsi lain. Nitric oxide juga terlibat dalam regulasi hormon yang mengontrol

proses inflamasi secara sentral. Contohnya nitric oxide dapat menginhibisi sekresi

CRH oleh ACTH dan mengurangi sekresi corticosterone (Guzik dan Korbut,

2003).

Cals-Gierson dkk menyatakan bahwa ekspresi berlebih NOS2

berhubungan dengan peningkatan aktivitas arginase 1 yang berakibat

berkurangnya substrat yang tersedia untuk produksi NO. Hal ini menyebabkan

NO mempunyai efek untuk memicu proliferasi keratinosit sehingga disimpulkan

bahwa tingginya konsentrasi NO bersifat sitototoksik (Ghokale dkk., 2005).

Seperti yang diungkapkan oleh Gals-gierson dan Ormerod, nitric oxide

menstimulasi sel epitel untuk memproduksi dan melepas kemokin dan mediator

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik

35

pertumbuhan lain seperti VEGF yang tampak penting untuk proliferasi keratinosit

dan angiogenesis. Nitric oxide pada konsentrasi yang sesuai menginduksi sintesis

VEGF melalui hipoxia inducible factor 1 (HIF-1). Hipoxia Inducible Factor 1

(HIF-1) berperan sebagai faktor kunci proses transkripsi pada pengaturan gen

hipoxia-mediated VEGF. Hipoxia Inducible Factor 1 (HIF-1) pada konsentrasi

yang sesuai memicu sintesis VEGF melalui jalur termediasi HIF-1 dan VEGF

meningkatkan produksi NO melalui eNOS. Aksi ini berujung pada dimulainya

angiogenesis. Angiogenesis pada jaringan normal secara ketat diatur oleh NO itu

sendiri dan bekerja secara positif atau negatif pada ekspresi gen HIF-1-mediated

VEGF dalam berbagai jaringan. Dalam dinding vaskular sejumlah kecil NO

memicu aktivasi sintesis VEGF dalam VSMC dan umpan balik positif VEGF

berujung pada produksi NO yang lebih banyak oleh eNOS pada sel endotel

vaskular (VEC). Jumlah NO yang berlebih berefek negatif terhdap sintesis VEGF

kemungkinan akibat terbatasnya aktivitas HIF-1. Inducible Nitric Oxide Synthase

(iNOS) banyak diekspresikan dalam makrofag dan sel tumor dan dapat

memberikan lebih banyak NO dibandingkan NOS konstituitf lainnya. Hal ini

berarti sebagian dari efek NO yang didapat oleh sel-sel ini mungkin disebabkan

aktivitas iNOS. Nitric oxide seperti halnya hipoksia dapat mengatur ekspresi

iNOS dengan memodulasi aktivitas HIF-1, karena trasnkripsi iNOS dapat diatur

dengan HIF-1. Dalam tekanan oksigen yang sangat rendah, HIF-1 dan iNOS

sangat diekspresikan (Kimura dan Esumi, 2003; Ghokale dkk., 2005).

Orem dkk, membuktikan dalam penelitiannya bahwa terdapat perbedaan

yang signifikan terhadap kadar NO serum dari pasien psoriasis setelah diberikan

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik

36

terapi topikal cholecalciferol (Orem, 1997). Penelitian Ormerod dkk,

menunjukkan bahwa pengaplikasian suatu krim yang melepaskan NO pada kulit

normal menghasilkan peningkatan limfosit T dan sel – sel endotel, dimana

keduanya merupakan gambaran psoriasis. Ditemukan pula adanya penurunan

produksi NO pada plak psoriasis setelah aplikasi iNOS inhibitor – NG

monomethyl L arginine (L-NMMA). Nitric oxide juga ditemukan meningkatkan

kadar cGMP, yang bertindak sebagai mediator sekunder dan mengatur proliferasi

keratinosit. Sedang penelitian Morhenn melaporkan perburukan plak setelah

aplikasi donor NO yaitu nitrogliserin. Namazi pada penelitiannya menunjukkan

bahwa statin, yang diketahui menghambat ekspresi iNOS dan sitokin proinflamasi

dapat efektif pada kondisi – kondisi seperti psoriasis (Ghokale dkk., 2005;

Ormerod dkk., 1998).

Beberapa jalur diidentifikasi yang umumnya mengatur ekspresi gen dalam

kondisi hipoksia. Jalur-jalur tersebut meliputi jalur phosphatidylinositol 3-kinase

(PI3K)-Akt, jalur ERK1 dan ERK2 (juga dikenal sebagai p42 dan p44 mitogen-

activated protein kinase (MAPK)), jalur Ca2+/CaM, jalur 3’,5’-cyclic adenosine

monophosphate (cAMP)-protein kinase A (PKA), dan jalur stress-activated

protein kinase (SAPK, dikenal juga sebagai p38 kinase) (Kimura dan Esumi,

2003).

Berbagai faktor pertumbuhan dan sitokin (misalnya insulin-like growth

factor, epidermal growth factor, interleukin-1) menginduksi ekspresi HIF-1

melaui aktivasi PI3K dalam kondisi normoksia pada tipe sel tertentu. Sebaliknya

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi II.pdf · 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik

37

inhibisi PI3K tidak berefek pada induksi protein HIF-1 dan aktivitas

transkripsinya pada beberapa jalur sel (Kimura dan Esumi, 2003).

Gambar 2.10 Mekanisme upregulasi VEGF oleh NO dan hipoksia (Kimura dan

Esumi, 2003).