bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10984/2/t1... ·...
TRANSCRIPT
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Kajian teori ini merupakan uraian dari pendapat para ahli. Beberapa
pendapat ahli ini mengkaji objek yang sama. Pembahasan teori ini berisi tentang
hakikat matematika, pendekatan Realistic Mathematic Education (RME), minat
belajar peserta didik, dan hasil belajar matematika, serta media pembelajaran
geoboard dan benda manipulatif.
2.1.1. Hakikat Matematika
Matematika adalah suatu ilmu pengetahuan yang menjadi bagian dari
kehidupan manusia. Sebagaimana pendapat Paling yang dikutip Mulyono (2008:
203) bahwa matematika adalah suatu cara yang digunakan untuk menemukan
jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia, suatu cara mencari informasi,
menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan
pengetahuan tentang menghitung.
Susanto (2013:183) juga menyatakan pendapatkan tentang matematika.
Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir dan berpendapat seseorang. Matematika juga digunakan
untuk memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari dalam
dunia kerja, selain itu matematika mampu untuk memberikan dukungan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Adapun menurut Russel dalam Uno (2008: 129) mendefinisikan bahwa
matematika sebagai suatu studi yang dimulai dari pengkajian bagian-bagian yang
sangat dikenal menuju arah yang tidak dikenal. Sedangkan Kline (1981) dalam
Mulyono, matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri utamanya adalah
penggunaan cara bernalar deduktif tetapi juga tidak melupakan cara bernalar
induktif. Menurut Johnson dan Myklebust, matematika adalah bahasa simbolis
yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif
dan keruangan serta fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir.
8
Cornelius dalam Mulyono (2012: 204) berpendapat matematika perlu
diajarkan kepada peserta didik, yaitu karena matematika merupakan (a) sarana
peserta didik untuk berpikir yang jelas dan logis, (b) sarana untuk memecahkan
masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari/ di dunia nyata, (c) sarana untuk
mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (d) sarana untuk
mengembangkan kreativitas peserta didik, dan (e) sarana untuk meningkatkan
kesadaran terhadap perkembangan budaya yang ada di lingkungan sekitar.
Sebagaimana Cornelius, Cockroft dalam Mulyono (2012: 204) juga
berpendapat bahwa matematika perlu diajarkan kepada peserta didik, ini karena
matematika (a) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan, (b) semua bidang
studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai, (c) sarana komunikasi
yang kuat, singkat, dan jelas, (d) dapat digunakan untuk menyajikan informasi
dalam berbagai cara, (e) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan
kesadaran keruangan, (f) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan
masalah yang menantang.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah
salah satu bidang ilmu yang digunakan sebagai suatu bahasa untuk
berkomunikasi, berpikir dan bernalar yang logis serta sebagai alat untuk
memecahkan masalah yang ada di dalam kehidupan sehari-hari.
Kegiatan pembelajaran matematika yang dilaksanakan tentu memiliki
beberapa tujuan untuk peserta didik. Beberapa tujuan khusus pembelajaran
matematika di sekolah dasar (Depdiknas dalam Susanto, 2013: 189) adalah:
a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep,
dan mengaplikasikan konsep.
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika.
c. Memecahkan masalah
d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah.
e. Memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan
sehari-hari.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika di atas, seorang guru
sebaiknya mengkondisikan kelas agar pembelajaran menjadi lebih menarik dan
9
peserta didik aktif dalam membentuk, menemukan, mengembangkan
pengetahuannya melalui suatu proses belajar dan dapat dikembangkan lebih
lanjut.
2.1.2. Pendekatan Realistic Mathematic Education
2.1.2.1. Pengertian RME
Realistic Mathematic Education(RME) merupakan pendekatan
pembelajaran matematika yang dikembangkan atas dasar gagasan Fruedenthal.
Menurut Fruedenthal (Wijaya, 2012: 20), mathematics is a human activity.
Gagasan tersebut menunjukkan bahwa matematika merupakan aktivitas atau
proses sebagai suatu bentuk kegiatan. Van den Heuvel-Panhuizen menganggap
bahwa penggunaan realistik sebenarnya berasal dari bahasa Belanda “zich
realiseren” yang berarti untuk dibayangkan. RME lebih menempatkan penekanan
penggunaan situasi yang bisa dibayangkan (imagineable) oleh peserta didik. Suatu
masalah disebut realistik jika masalah tersebut dapat dibayangkan atau nyata
dalam pikiran peserta didik. Permasalahan realistik dalam RME digunakan
sebagai pondasi dalam membangun konsep matematika atau disebut juga sebagai
sumber untuk pembelajaran.
Adapun tujuan pendekatanRME yang dalam proses pembelajarannya diawali
dari masalah realistik adalah agar dapat memudahkan peserta didik dalam belajar
matematika sehingga peserta didik lebih tertarik dengan pembelajaran. Kemudian
dengan pendekatan ini, peserta didik diberi kesempatan guru untuk menemukan
sendiri konsep-konsep matematika.
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan pendekatan RME adalah
pendekatan yang dalam pelaksanaannya menempatkan masalah yang dapat
dibayangkan oleh peserta didik dan pengalaman peserta didik sebagai titik awal
pembelajaran. Masalah-masalah yang dapat dibayangkan atau nyata dalam pikiran
peserta didik digunakan sebagai sumber munculnya pengetahuan matematika.
10
2.1.2.2. Prinsip Pendekatan Pembelajaran RME
Gravemeijer dalam Hanny (2010) merumuskan tiga prinsip dalam pendekatan
pembelajaran RME.
a. Penemuan kembali terbimbing dan matematisasi progresif (Guided Re-
invention dan Progressive Mathematization)
Prinsip ini menekankan pada penemuan kembali secara terbimbing. Peserta
didik diberi kesempatan sama untuk membangun dan menemukan kembali
strategi atau cara untuk menyelesaikan masalah karena menemukan sendiri akan
membuat peserta didik lebih memahami dan lebih lama mengingat. Peran guru
dalam pembelajaran yaitu sebagai fasilitator dan pendamping yang akan
meluruskan kesalahan peserta didik apabila melenceng jauh dari materi yang
sedang dipelajari.
b. Fenomenologi didaktis (Didactical Phenomenology)
Prinsip ini menekankan pada fenomena pembelajaran yang bersifat mendidik.
Prinsip ini mementingkan masalah kontekstual untuk memperkenalkan topik-
topik matematika kepada peserta didik. Masalah kontekstual ini tidak hanya ada di
kehidupan sehari-hari tetapi juga dapat dibayangkan oleh peserta didik. Masalah
kontektual ini sebaiknya disesuaikan dengan tingkat berpikir peserta didik.
c. Mengembangkan model-model sendiri (Self developed model)
Prinsip ketiga ini menunjukkan adanya penghubung yang berupa model.
Karena berawal dari masalah kontekstual, maka akan memberikan kebebasan
pada peserta didik untuk mengembangkan model-model sendiri atau cara dalam
menyelesaikan masalah kontekstual dengan berbekal pengetahuan yang telah
dimiliki peserta didik sebelumnya.
2.1.2.3. Karakteristik Pendekatan Pembelajaran RME
Ada beberapa karakteristik Realistic Mathematic Education.Gagasan
Treffers (Wijaya, 2012: 21) tentang karakteristik RME, yaitu adanya penggunaan
konteks, penggunaan model untuk matematisasi progresif, pemanfaatan hasil
konstruksi peserta didik, interaktivitas, keterkaitan.
11
a. Penggunaan Konteks
Penggunaan konteks pada awal pembelajaran dapat memungkinkan
peserta didik membangun serta menemukan konsep dan juga cara
pemecahan masalah, sehingga peserta didik akan dilibatkan secara aktif
untuk melakukan kegiatan pembelajaran. Manfaat lain penggunaan konteks
diawal pembelajaran adalah untuk meningkatkan motivasi dan keterkaitan
peserta didik dalam belajar matematika (Kaiser dalam wijaya, 2012).
Dengan penggunaan konteks ini, minat belajar peserta didik juga diharapkan
dapat meningkat. Hal ini karena menurut Treffers (Wijaya, 2012: 21)
Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal
pembelajaran matematika. Konteks tidak harus berupa masalah dunia nyata
namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi
yang lain selama hal tersebut bermakna dan bisa dibayangkan dalam pikiran
peserta didik.
b. Penggunaan model untuk matematisasi progresif.
Treffers (Wijaya, 2012: 21) berpendapat bahwa dalam Pendidikan
Matematika Realistik, model digunakan dalam melakukan matematisasi
progresif. Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan (bridge) dari
pengetahuan dan matematika tingkat konkret menuju matematika tingkat
formal. Model yang dimaksud diatas merupakan suatu alat dalam
matematika. Model yang digunakan dapat bermacam-macam, dapat konkret
berupa benda, gambar, skema yang dimaksudkan untuk menjembatani dari
yang konkret ke abstrak.
c. Pemanfaatanhasilkonstruksi peserta didik
Peserta didik memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi
pemecahan masalah sehingga akan diperoleh strategi yang bervariasi. Hasil
kerja peserta didik selanjutnya digunakan untuk landasan pengembangan
konsep matematika yang mana tidak hanya bermanfaat untuk memahami
konsep tetapi juga sekaligus mengembangkan aktivitas dan kreativitas
peserta didik (Treffers dalam Wijaya, 2012).
12
Pembelajaran menggunakan RME, sangat diperlukan kontribusi peserta
didik yang berupa ide, gagasan, atau berbagai cara atau jawaban. :
d. Interaktivitas
Treffers (Wijaya, 2012: 21) mengungkapkan bahwa proses belajar seseorang
bukan hanya suatu proses individu melainkan juga bersamaan merupakan suatu
proses sosial. Proses belajar peserta didik akan menjadi lebih singkat dan
bermakna ketika peserta didik saling mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan
mereka.
Dalam pembelajaran, proses interaksi sangat diperlukan, baik antara peserta
didik dengan peserta didik ataupun antara peserta didik dengan guru sebagai
fasilitator. Interaksi juga dapat terjadi antara peserta didik dengan media atau
peserta didik dengan lingkungan sekitar.
e. Keterkaitan
Pendidikan matematika realistik menempatkan keterkaitan (intertwinement)
antar konsep matematika sebagai hal yang harus dipertimbangkan dalam proses
pembelajaran. Melalui keterkaitan ini, satu pembelajaran matematika diharapkan
bisa mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika secara
bersamaan (Treffers dalam Wijaya, 2012).
Berdasarkan karakteristik-karakteristik pendekatan RME diatas, pendekatan
ini dipandang sebagai pendekatan yang banyak memberikan harapan bagi
peningkatan minat dan hasil belajar matematika peserta didik karena RME
memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada peserta didik tentang
keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari, matematika dapat
dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh peserta didik yang mana peserta
didik tidak harus menyelesaikan soal dengan cara yang sama.
2.1.2.4. Langkah-langkah Pendekatan Pembelajaran RME
Ismail (2008: 9.15) mengemukakan secara umum langkah-langkah
pembelajaran matematika dengan pendekatan RME.
13
a. Persiapan kelas
1) Mempersiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam kegiatan
belajar. Misalnya buku, LKS, LKK dan media pembelajaran.
2) Mengelompokkan peserta didik menjadi beberapa kelompok.
3) Menyampaikan tujuan yang harus dicapai oleh peserta didik dan cara
belajar yang akan dilakukan.
b. Kegiatan belajar
1) Memberikan masalah kontekstual yang dapat dipahami oleh peserta didik
dan dapat berupa soal cerita, baik secara lisan maupun tertulis.
2) Menjelaskan secara singkat dan memberikan petunjuk seperlunya jika ada
peserta didik yang belum memahami soal atau masalah kontekstual yang
diberikan. Penyelesaian dapat dilakukan secara individual maupun
kelompok.
3) Meminta peserta didik untuk menyelesaikan masalah kontekstual dengan
cara mereka sendiri. Berikan kesempatan pada peserta didik untuk
mengerjakan.
4) Jika dalam waktu yang telah disepakati, peserta didik belum ada yang
menemukan cara penyelesaian masalah, maka guru dapat memberikan
petunjuk dan pertanyaan yang menantang. Petunjuk dapat berupa
LKS,LKK atau bentuk yang lainnya.
5) Perwakilan kelompok ataupun peserta didik menyampaikan hasil kerjanya
atau hasil pemikirannya.
6) Tawarkan peserta didik untuk mengemukakan pendapatnya tentang
berbagai hasil kerja kelompok temannya. Apabila ada penyelesaian lebih
dari satu, maka guru membahasnya.
7) Membuat kesepakatan kelas penyelesaian yang dianggap paling tepat.
c. Penutup
1) Mengajak peserta didik menyimpulkan materi yang telah dipelajari atau
yang telah ditemukan peserta didik dalam menyelesaikan masalah. Jika
perlu diakhiri dengan peserta didik membuat rangkuman.
2) Memberikan petunjuk untuk pertemuan yang akan datang.
14
Turmuzi dalam Hanny (2010) menjelaskan secara rinci langkah-langkah
dalam kegiatan inti pembelajaran matematika realistik.
a. Memahami masalah kontekstual
Guru memberikan masalah kontekstual sesuai dengan materi pelajaran
yang sedang dipelajari peserta didik. Kemudian meminta peserta didik untuk
memahami masalah yang diberikan tersebut. Pada langkah ini, karakteristik
RME yang diterapkan adalah karakteristik pertama.
b. Menjelaskan masalah kontekstual
Guru menjelaskan kondisi dan situasi soal dan memberikan petunjuk atau
saran seperlunya terhadap apa yang belum dipahami peserta didik. Penjelasan
guru hanya sampai pada peserta didik mengerti maksud soal. Pada langkah
ini, karakteristik RME yang diterapkan adalah karakteristik ke empat.
c. Menyelesaikan masalah kontekstual
Peserta didik secara individual maupun kelompok diminta menyelesaikan
masalah kontekstual dengan cara peserta didik sendiri. Guru memotivasi
peserta didik dengan memberikan arahan namun diharapkan tidak
memberitahu penyelesaian soal. Dalam menyelesaikan masalah kontektual
dapat juga menggunkaan model yang dapat memudahkan peserta didik dalam
menyelesaikan masalah. Pada langkah ini, karakteristik yang muncul adalah
karakteristik ke dua.
d. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Pada langkah ini, peserta didik diminta untuk membandingkan dan
mendiskusikan jawaban dengan kelompok lain melalui diskusi kelas atau
presentasi di depan kelas. Pada langkah ini dapat digunakan untuk melatih
keberanian peserta didik dalam mengemukakakn pendapat. Karakteristik
RME yang muncul dalam langkah ini adalah penggunaan ide atau kontribusi
peserta didik yang digunakan sebagai upaya untuk mengaktifkan peserta
didik.
e. Menyimpulkan
15
Melalui arahan dan bimbingan guru, peserta didik menarik kesimpulan
suatu konsep dan prosedurberdasarkan hasil diskusi kelompok dan diskusi
kelas yang dilakukan,.
Berdasarkan penjelasan diatas,langkah-langkah penelitian yang akan
dilakukan yaitumemberikan masalah kontekstual,memahami masalah kontekstual,
menjelaskan masalah kontekstual, menyelesaikan masalah kontekstual,
membandingkan dan mendiskusikan jawaban, dan menyimpulkan.
2.1.2.5. Kelebihan Pendekatan Pembelajaran RME
Aris Shoimin (2014: 151) mengemukakan beberapa kekuatan atau kelebihan
dari pembelajaran matematika realistik, yaitu:
a. Pembelajaran matematika relistik memberikan pengertian yang jelas kepada
peserta didik antara keterkaitan matematika dengan kehidupan sehari-hari dan
kegunaannya bagi manusia.
b. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas bahwa
matematika adalah salah satu bidang yang dalam proses pembelajarannya
pengetahuan akan dikembangkan sendiri oleh peserta didik melalui penemuan
konsep-konsep matematika dengan cara mereka sendiri dan petunjuk atau
bantuan guru.
c. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas bahwa
cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan tidak harus
sama. Setiap peserta didik dapat menggunakan cara mereka sendiri.
Kemudian peserta didik dapat membandingkannya dengan cara penyelesaian
peserta didik lain, sehingga akan diperoleh cara penyelesaian masalah yang
paling tepat sesuai dengan tujuan dari proses penyelesaian masalah tersebut.
Adapun kelebihan pendekatan RME yang diungkapkan oleh Utari (2003: 11)
dalam Edy (2008) adalah sebagai berikut.
a. Melalui penyajian masalah kontekstual yang riil atau dapat dibayangkan oleh
peserta didik, pemahaman konsep peserta didik dan pemahaman keterkaitan
matematika dengan dunia sekitar akan meningkat.
16
b. Peserta didik akan secara langsung ikut dalam proses kegiatan matematika
sehingga mereka tidak takut belajar matematika.
c. Peserta didik dapat memanfaatkan pengetahuan dan pengalamannya dalam
kehidupan sehari-hari.
d. Memberikan peluang pengembangan potensi dan kemampuan berfikir
alternatif.
e. Memberikan kesempatan peserta didik untuk menggunakan cara penyelesaian
mereka sendiri.
f. Melalui kerja kelompok, peserta didik dilatih untuk menghargai pendapat
orang lain/temannya.
2.1.2.6. Kekurangan Pendekatan Pembelajaran RME
Ada kelebihan tentu saja ada kelemahan atau kekurangan. Berikut ini
kelemahan pendekatan RME menurut Asmani (2006) dalam Edy (2008) adalah
a. Pembelajaran dengan pendekatan ini membutuhkan waktu yang cukup
banyak terutama bagi peserta didik yang lemah dalam pembelajaran
matematika.
b. Peserta didik yang pandai atau sudah selesai mengerjakan kadang tidak sabar
menanti temannya yang belum selesai.
c. Membutuhkan alat peraga atau media pembelajaran yang sesuai dengan
situasi pembelajaran saat itu dan dapat digunakan untuk membangun
pengetahuan peserta didik.
Dalam pembelajaran yang menggunakan RME akan ditemukan kendala
yang mana sebagai kelemahan pendekatan RME yaitu tidak mudah bagi guru
untuk mendorong peserta didik agar bisa menemukan sendiri berbagai cara dalam
menyelesaikan soal atau memecahkan masalah.
2.1.3. Media Pembelajaran Geoboard dan Benda Manipulatif
2.1.3.1. Pengertian Media Pembelajaran
Menurut Winkel dalm Susanto (2013:45), istilah media pembelajaran dapat
diartikan sebagai setiap orang, materi atau peristiwa yang memberikan
17
kesempatan kepada peserta didik untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan,
dan sikap. Media mencakup segala sesuatu yang dapat membantu peserta didik
serta guru untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Ada tiga keistimewaan yang harus dimiliki oleh media pembelajaran
(Susanto,2013:46), yaitu:
a. Media harus memiliki kemampuan untuk menangkap, menyimpan, dan
menampilkan kembali suatu objek atau kejadian.
b. Media harus memiliki kemampuan untuk menampilkan kembali objek
atau kejadian denagn berbagai macam cara disesuaikan dengan keperluan.
c. Media harus memiliki kemampuan untuk menampilkan sesuatu objek atau
kejadian yang mengandung makna
Jika ketiga kelebihan telah dapat dimiliki oleh media, media pembelajaran
tersebut dapat mengkomunikasikan pesan kepada peserta didik. Pada peserta
didik di Sekolah Dasar dengan karakteristik yang masih berpikir konkret, maka
melalui media tersebut dapat mempermudah dalam memahami materi-materi
pelajaran. Adapun menurut Encyclopedia of Educational Research dalam
Susanto (2013:46) disebutkan bahwa :
Media memiliki praktis yang sangat berguna dalam (a) meletakkan dasar-
dasar konkret untuk berfikir dan mengurangi verbalisme; (b) memperbesar
perhatian peserta didik; (c) membuat pelajaran menjadi mantap atau tidak
mudah dilupakan; (d) memberikan pengalaman yang nyata, yang dapat
menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri di kalangan para peserta didik; (e)
menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinu; dan (f) membantu
tumbuhnya pengertian dan membantu perkembangan kemampuan bahasa.
Melalui media pembelajaran diharapkan dapat membantu peserta didik
dalam proses pembelajaran sehingga minat peserta didik menjadi besar yang
mengakibatkan dapat meningkatnya hasil belajar.
2.1.3.2. Media Geoboard
Geoboard atau dikenal juga dengan papan berpaku terbuat dari kayu
berbentuk persegi panjang atau bujur sangkar, kemudian dipaku pada bidangnya.
Paku-paku ini disusun sedemikian sehingga tersusun secara rapi dan berbentuk
seperti persegi satuan. Menurut Lia (2014: 3), geoboard berfungsi sebagai salah
satu alat bantu pengajaran matematika di Sekolah Dasar untuk membimbing
peserta didik dalam menemukan konsep atau pengertian geometri seperti
18
pengenalan bangun datar dan menentukan atau menghitung keliling dan luas
persegi dan persegi panjang. Sedangkan Winasis, Depi (2012) mengungkapkan
bahwa manfaat geobord yaitu: (1) Guru dapat dengan cepat menunjukkan
berbagai bentuk bangun datar, (2) Peserta didik dapat lebih mudah membuat
bangun datar tanpa diperlukan waktu untuk menggambar di buku, dan (3) Peserta
didik dapat dengan mudah menghitung keliling dan luas bangun datar.
Penggunaan media geoboard ini tergantung dengan situasi dan kondisi kelas.
Media ini dapat digunakan secara klasikal maupun kelompok. Secara klasikal
maksudnya dalam penggunaannya guru melakukan ceramah kepada siswa dan
memberikan contoh peragaan mengenai bangun datar melalui geoboard.
Sedangkan jika secara berkelompok maka media ini dibagikan kepada setiap
kelompok kemudian guru membagikan panduan agar siswa dalam kelompoknya
dapat mengetahui bagaimana cara penggunaannya (Yosep: 2012).
2.1.3.3. Benda Manipulatif
Media benda manipulatif merupakan benda atau objek konkret sebagai
pengganti benda asli yang dapat dipindahkan (Sugiharti, 2013: 42). Sedangkan
Kelly (2006) berpendapat bahwa media benda manipulatif adalah benda-benda,
alat-alat, model atau mesin yang dapat digunkan untuk membantu dalam
memahami selama proses pemecahan masalah yang bermakna dengan suatu
konsep atau topik tertentu. Sedangkan Yunita dalam Sugiharti (2013)
mengungkapkan bahwa benda manipulatif adalah benda konkret yang dirancang
khusus dan dapat di otak-atik oleh peserta didik dalam memahami konsep
matematika. Penggunaan media pembelajaran ini dapat menarik perhatian peserta
didik dan dapat merangsang peserta didik dalam berfikir (Rusdiati,2012; 2)
Media ini berfungsi agar dapat membantu peserta didik dalam menemukan
konsep yang abstrak kepada peserta didik sehingga peserta didik mudah
memahami suatu konsep pembelajaran matematika dan untuk menyederhanakan
konsep yang sulit, menyajikan bahan yang relatif abstrak menjadi lebih nyata.
19
2.1.4. Minat Belajar
2.1.4.1. Pengertian Minat
Minat adalah kecenderungan yang menetap untuk memperhatikan dan
mengenang beberapa aktivitas. Seseorang yang berminat terhadap suatu aktivitas
akan memperhatikan aktivitas itu secara konsisten dengan rasa senang. Menurut
Sukardi dalam Susanto (2013:57), minat dapat diartikan sebagai suatu kesukaan,
kegemaran dan kesenangan akan sesuatu. Dengan kata lain, minat adalah suatu
rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang
menyuruh (Djamarah, 2002: 132).
Minat merupakan dorongan dalam diri seseorang atau faktor yang
menimbulkan ketertarikan yang menyebabkan dipilihnya suatu kegiatan yang
menyenangkan dan akan memberikan kepuasan dalam diri seseorang
(Susanto,2013: 58). Minat itu sendiri timbul akibat dari partisipasi, pengalaman,
kebiasaan pada waktu belajar atau bekerja (Bernard dalam Susanto).
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam
kegiatan pembelajaran, minat belajar adalah suatu kondisi seseorang yang
cenderung melakukan suatu kegiatan pembelajaran yang disukai atau digemari
atas kemauannya sendiri atau tanpa ada yang meminta melakukan kegiatan
pembelajaran tersebut.
2.1.4.2. Indikator-Indikator Minat Belajar
Kecenderungan peserta didik dalam menekuni mata pelajaran tertentu
lebih dari mata pelajaran yang lain pada dasarnya dipengaruhi oleh minat belajar
peserta didik masing-masing (Susanto, 2013: 64). Menurut Djamarah (2002:132),
minat dapat diekspresikan peserta didikmelalui:
a. pernyataan lebih menyukai sesuatu daripada yang lain,
b. partisipasi aktif dalam suatu kegiatan, dan
c. memberikan perhatian yang lebih besar terhadap sesuatu yang
diminatinya tanpa menghiraukan sesuatu yang lain.
Minat belajar berpengaruh besar terhadap aktivitas belajar. Peserta didik
yang berminat terhadap salah satu mata pelajaran akan mempelajarinya dengan
sungguh-sungguh sehingga peserta didik akan berhasil dengan baik dalam
20
mempelajari hal tersebut. Minat belajar peserta didik terhadap suatu hal dapat
dilihat dari keinginannya untuk mengetahui atau belajar lebih banyak. Oleh sebab
itu, guru harus mengetahui minat belajar peserta didik terhadap suatu mata
pelajaran dan mengetahui cara untuk membangkitkan minat belajar peserta didik.
Menurut pendapatan Djamarah (2002: 133), ada beberapa macam cara yang
dapat guru lakukan untuk membangkitkan minat peserta didik, yaitu:
a. Membandingkan adanya suatu kebutuhan pada diri peserta didik. Hal ini
akan membuat peserta didik tidak terpaksa dalam mengikuti
pembelajaran.
b. Menghubungkan bahan pelajaran yang diberikan dengan persoalan
pengalaman yang dimiliki peserta didik, sehingga peserta didik
mudah menerima bahan pelajaran.
c. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mendapatkan
hasil belajar yang baik dengan cara menyediakan lingkungan
belajar yang kreatif dan kondusif.
Berdasarkan uraian singkat diatas, maka dapat disimpulkan minat belajar
merupakan faktor yang penting dalam menunjang tercapainya proses belajar
menagajar yang efektif yang pada akhirnya akan berpengaruh pada hasil belajar
peserta didik yang bersangkutan. Minat belajar dalam penelitian ini diukur dengan
menggunakan skala likert dan memberikan lembar angket kepada peserta didik.
2.1.5. Hasil Belajar
2.1.5.1. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar pada awalnya merupakan hasil akhir yang diharapkan dapat
dicapai untuk mengukur sejauh mana perubahan tingkah laku dan tujuan
pembelajaran tercapai. Susanto (2013:5) berpendapat bahwa hasil belajar peserta
didik adalah kemampuan yang diperoleh peserta didik setelah melalui kegiatan
pembelajaran. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Susanto, Sudjana (2010: 22)
juga berpendapat, hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
peserta didik setelah menerima pengalaman belajarnya. Sedangkan Nawawi
(2013:5) mempertegas bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat
keberhasilan peserta didik dalam mempelajari mata pelajaran tertentu dan
dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes.
21
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik setelah peserta didik menerima
pembelajaran dan memperoleh pengalaman belajar sehingga mengakibatkan
perubahan tingkah laku.
2.1.5.2. Bentuk-Bentuk Hasil Belajar
Menurut M. Gagne dalam Sudjana (2010), ada 5 macam bentuk hasil belajar,
yaitu (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d)
sikap, dan (e) keterampilan motoris.
Sedangkan Benjamin S. Bloom dalam Sudjana (2010: 22),
mengklasifikasikan hasil belajar menjadi tiga ranah, yaitu:
a. Ranah Kognitif
Hasil belajar intelektual ranah kognitif terdiri dari enam (6) aspek adalah
pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
b. Ranah Afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai sebagai hasil belajar. Ranah
afektif dikategorikan dari tingkat dasar ketingkat yang lebih kompleks
(Sudjana,2010:30).
1) Reciving/attending atau penerimaan, yaitu berupa kepekaan terhadap suatu
rangsangan, perhatian terhadap proses pembelajaran.
2) Responding atau jawaban, yaitu reaksi yang timbul karena adanya stimulus
yang datang dari luar. Responding dapat berupa perasaan, kepuasan dalam
menjawab.
3) Valuing atau penilaian, yaitu berupa kesediaan menerima nilai.
4) Organisasi, berupa konsep tentang nilai, organisasi sistem nilai.
5) Karakteristik, yaitu keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki
seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah laku.
c. Ranah Psikomotor
Ranah psikomotor ini dapat dilihat dalam bentuk keterampilan (skill) dan
kemampuan bertindak individu setalah menerima pengalaman belajar tertentu
(Sudjana,2010:31).
1) Gerakan refleks yaitu keterampilan pada gerakan yang tidak sadar.
22
2) Keterampilan pada gerakan gerakan dasar.
3) Kemampuan di bidang fisik, yaitu kekuatan dan ketepatan.
4) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi seperti gerakan
ekspresif dan interpretatif.
Dalam proses belajar mengajar, hasil belajar kognitif lebih dominan jika
dibandingkan dengan hasil belajar afektif dan psikomotoris, namun tidak
berarti hasil belajar afektif dan psikomotor diabaikan. Adapun kondisi dan
karakteristik peserta didik yang merupakan ciri hasil belajar kognitif, afektif
dan psikomotoris dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1
Karakteristik Peserta Didik Terhadap Hasil Belajar Kognitif,
Afektif Dan Psikomotoris
Hasil Belajar
Kognitif Hasil Belajar Afektif Hasil Belajar Psikomotor
1. Menguasai atau
mengingat
materi
pembelajaran.
2. Memahami
konsep-konsep
materi
pembelajaran
1. Kemauan untuk
menerima pelajaran
dari guru.
2. Perhatian peserta
didik terhadap apa
yang dijelaskan guru.
3. Penghargaan peserta
didik terhadap guru.
4. Berani untuk bertanya
kepada guru.
5. Kemampuan untuk
mempelajari bahan
pelajaran lebih lanjut.
6. Kemampuan untuk
menerapkan hasil
pelajaran.
7. Senang terhadap guru
dan mata pelajaran
yang diberikannya.
1. Segera memasuki kelas
pada waktu guru datang
dan duduk rapi.
2. Membuat rangkuman
dengan baik dan urut.
3. Sopan, ramah, dan hormat
kepada guru.
4. Mengangkat tangan dan
bertanya apabila ada yang
belum dipahami.
5. Keperpustakan untuk
belajar lebih lanjut atau
meminta informasi kepada
guru mengenai buku yang
harus dipelajari.
6. Akrab dan mau bergaul,
mau berkomunikasi
dengan guru, dan bertanya
atau meminta saran
bagaimana mempelajari
mata pelajaran yang
diajarkan.
Adopsi dari Nana Sudjana (2010)
23
Untuk memperoleh hasil belajar, maka dalam penelitian ini akan
menggunakan bentuk hasil belajar Benjamin S. Bloom karena ketiga ranah yang
telah diungkapkan lebih terukur dalam artian bahwa untuk mengetahui hasil
belajar peserta didik akan lebih mudah dan dapat dilaksanakan, khususnya pada
pembelajaran yang bersifat formal. Dalam penelitian ini, peneliti akan lebih
memusatkan penilaian hasil belajar peserta didik hanya pada ranah kognitif.
2.1.5.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Dalam proses belajar mengajar ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil
belajar peserta didik nantinya. Wasliman dalam Susanto (2013:12)
mengungkapkan bahwa hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan
hasil interaksi antara faktor-faktor yang mempengaruhinya, baik faktor dari dalam
diri peserta didik (internal) maupun faktor dari luar peserta didik (eksternal).
Berikut adalah faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar peserta
didik :
a. Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik
yang mempengaruhi kemampuan belajar. Faktor internal yang dimaksud adalah
kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan
belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri peserta didik
yang mempengaruhi kemampuan belajar. Faktor eksternal yang dimaksud adalah
faktor lingkungan, baik lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Sebagaimana Wasliman, Ruseffendi dalam Susanto (2013:14)
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar ke dalam sepuluh
macam, yaitu kecerdasan, kesiapan peserta didik dalam pembelajaran, bakat
dalam diri peserta didik, kemauan belajar, minat belajar peserta didik, model guru
dalam menyajikan materi, pribadi dan sikap guru, suasana belajar di dalam kelas,
kompetensi guru, dan kondisi masyarakat.
2.1.5.4 Penilaian Hasil Belajar
24
Menurut Sudjana (2010:22), penilaian adalah upaya atau tindakan untuk
mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak.
Sebagaimana Sudjana, Raplh Tyler dalam Arikunto (2012:3) mengungkapkan
bahwa penilaian merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan
sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan telah tercapai.
Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan
proses dan hasil belajar peserta didik. Penilaian hasil belajar yang digunakan pada
penelitian ini adalah dari hasil tes evaluasi peserta didik.
Tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan
kepada peserta didik untuk mendapatkan jawaban dari peserta didik dalam bentuk
tes lisan, tertulis maupun perbuatan (Sudjana,2012:22). Tes pada umumnya
digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar peserta didik terutama hasil
belajar kognitif yang berhubungan dengan penguasaan materi pembelajaran sesuai
dengan tujuan pendidikan dan pengajaran. Dalam penelitian ini, peneliti akan
menggunakan jenis tes uraian yang akan mengukur hasil belajar kognitif peserta
didik.
2.2. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini yaitu penelitian oleh Febrina
(2013) dengan judul “Peningkatan Minat Belajar dan Hasil Belajar matematika
melalui Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) Pada Siswa Kelas 4 SD
Negeri Ledok 04 Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga Semester 2 Tahun
Pelajaran 2012/2013”.Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan minat belajar
dan hasil belajar matematika di kelas 4 SD Negeri Ledok 04 Kecamatan
Argomulyo Kota Salatiga. Penelitian ini termasuk penelitian Tindakan Kelas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui Pembelajaran Matematika Realistik
(PMR) dapat meningkatkan minat dan hasil belajar pada mata pelajaran
matematika di SD Negeri Ledok 04 Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga
Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013. Peningkatan minat belajar matematika
dapat dilihat dari presentase minat belajar pada kategori tinggi dan sangat tinggi.
Pada prasiklus sebesar 33,33%, siklus I sebesar 75% dan siklus II 91,67%.
25
Sedangkan peningkatan hasil belajar matematika dapat dilihat dari presentase
jumlah peserta didik yang mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM =
65) yaitu pada prasiklus sebesar 16,67%, siklus I sebesar 58,33% dan siklusII
sebesar 91,67%.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Ariyanti (2013) dengan judul
“Peningkatan Minat Dan Hasil Belajar Matematika Melalui Pendekatan
Pembelajaran Realistic Mathematic Education (RME) Siswa Kelas 5 SD Negeri
03 Lajer Kecamatan Penawangan, Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran
2013/2014”. Tujuan penelitian PTK ini adalah untuk mengetahui apakah
pendekatan pembelajaran Realistic Mathematic Education (RME) dapat
meningkatkan minat dan hasil belajar matematika siswa Sekolah Dasar. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan pemberian angket minat
dan tes evaluasi kepada siswa kelas 5 SD Negeri Lajer pada pra siklus, siklus 1,
siklus 2 setiap akhir pertemuan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pendekatan pembelajaran Realistic Mathematic Education (RME) dapat
meningkatkan minat dan hasil belajar siswa kelas 5 SD Negeri Lajer 03. Hal ini
ditunjukkan dengan hasil minat pada prasiklus 41,17%, siklus I diperoleh 67,65%,
siklus II diperoleh 85,29%. Untuk hasil ketuntasan belajar siswa pada prasiklus
38,23%, siklus I diperoleh 55,89%, siklus II diperoleh 85,29%.
Penelitian yang berjudul “Upaya Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar
Matematika Melalui Model Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) Siswa
Kelas V SD N Polobogo 02 Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang Tahun
Pelajaran 2011/2012” yang dilakukan oleh Sri Riwayanti juga bertujuan untuk
meningkatkan minat dan hasil belajar matematika melalui model Pembelajaran
Matematika Realistik(PMR) peseryta didik kelas V. Penelitian ini dilaksanakan di
SD N Polobogo 02 Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang. Subjek dalam
penelitian ini adalah peserta didik kelas V yang berjumlah 35. Penelitian ini
menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas kolaboratif dengan guru kelas
yang dilakukan melalui dua siklus. Pada siklus I dilaksanakan 3 kali pertemuan,
dan siklus II 3 kali pertemuan. Data penelitian untuk minat belajar peserta didik
diperoleh melalui angket minat belajar dan hasil belajar matematika diperoleh dari
26
evaluasi. Peningkatan minat dapat dilihat dari peningkatan persentasi angket
minat belajar siswa yaitu pada pra tindakan persentasi minat belajar siswa sebesar
61,96% dengan kategori cukup, pada siklus I sebesar 70,48% dengan kategori
cukup dan pada siklus II sebesar 80,36% dengan kategori baik. Peningkatan hasil
belajar matematika ditunjukkan sebagai berikut: pada pra tindakan terdapat 11
siswa atau 31,43% dan yang belaum tuntas 24 siswa atau 68,57%, pada siklus I
terdapat 19 siswa yang tuntas dalam KKM atau sebesar 54,29%, dan yang belum
tuntas dalam belajar terdapat 16 siswa atau sebesar 45,71%. Pada siklus II
terdapat 30 siswa yang tuntas dalam KKM atau sebesar 85,71%, dan yang belum
tuntas dalam belajar terdapat 5 siswa atau sebesar 14,29 %, jadi pada siklus II
hasil belajar matematika meningkat. Dengan demikian disimpulkan bahwa
melalui model Pembelajaran Matematika Realistik(PMR) dapat meningkatkan
minat dan hasil belajar matematika siswa Kelas V SD N Polobogo 02, Kecamatan
Getasan, Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2011/2012.
Berdasarkan ketiga penelitian yang sudah dilaksanakan diatas, hasilnya
menyimpulkan bahwa Realistic Mathematic Education (RME) dapat
meningkatkan minat dan hasil belajar matematika peserta didik.
2.3. Kerangka Berpikir
Pendekatan pembelajaran RME (Realistic Mathematic
Education)memberikan kesempatan kepada peserta didik bekerja dalam kelompok
maupun individual dimana peserta didik dapat mengungkapkan ide atau gagasan
tentang keliling dan luas persegi dan persegi panjang melalui media geoboard atau
benda manipulatif sertadapat membangun pengetahuan dan pemahaman sendiri
melalui dunia nyata atau realistik. Penggunaan pendekatan pembelajaran RME,
diharapkan gagasan awal peserta didik dapat dimunculkan, minat belajar peserta
didik menjadi lebih baik, reaksi peserta didik cukup baik terhadap pembelajaran,
partisipasi peserta didik menjadi lebih baik, dan guru lebih mudah merencanakan
pengajaran serta hasil belajar matematika peserta didik kelas III B di SDN Tlogo
Kabupaten Semarangsemester II tahun pelajaran 2015/2016 semakin meningkat.
Adapun skema kerangka berpikir sebagai berikut.
27
Gambar 2.1
Peta Konsep Kerangka Berpikir
Media Geoboard
Terbuat dari papan
yang dihaluskan dan
diberi paku secara rapi
sehingga membentuk
persegi satuan.
Cara penggunaan
dengan mengaitkan
karet pada paku-paku
sehingga membentuk
bangun datar.
Peserta didik dapat
menghitung keliling
dan luas bangun datar.
Benda Manipulatif
Benda manipulatif sama
dengan benda konkret
yang ada di sekitar
peserta diidk yang
mampu membantu
peserta didik dalam
menemukan dan
memahami konsep yang
abstrak.
Contohnya adalah meja,
ubin, papan tulis, buku,
kertas berpetak dan
mika, dll
Minat
Belajar
Meningkat
Hasil
Belajar
Mneingkat
TAHAP
1
Penerapan Pendekatan RME
TAHAP
2
TAHAP
3
TAHAP
4
TAHAP
5
TAHAP
6
Memberikan Masalah Kontekstual
Guru memberikan masalah kontekstual berupa
permasalahan tentang luas dan keliling persegi atau
persegi panjang.
Menyelesaikan Masalah Kontekstual
Peserta didik secara individual maupun kelompok
menggunakan media pembelajaran.
Peserta didik diminta menyelesaikan masalah
kontekstual dengan cara peserta didik sendiri.
Memahami Masalah Kontekstual
Peserta didik memahami masalah yang diberikan.
Menjelaskan Masalah Kontekstual
Guru menjelaskan kondisi dan situasi soal.
Guru memberikan petunjuk atau saran seperlunya
terhadap apa yang belum dipahami peserta didik.
Membandingkan Dan Mendiskusikan Jawaban
Peserta didik diminta untuk membandingkan dan
mendiskusikan jawaban dengan teman satu
kelompok.
Peserta didik mempresentasikan hasil
Tahap Menyimpulkan
Guru bersama peserta didik menyimpulkan materi
Peserta didik
antusias dalam
pembelajaran.
Peserta didik
berpartisipasi
aktif dalam
pembelajaran
matematika
.
Peserta didik
terlibat secara
langsung dengan
dunia
nyata/realistik
Peserta didik
memperhatikan
dan fokus
dengan jalannya
pembelajaran.
Memudahkan
peserta didik
memahami dan
mengingat.
.
28
2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan beberapa masalah yang telah dirumuskan, maka peneliti dapat merumuskan
beberapa dugaan sebagai berikut:
a. Implementasi pendekatan RME berbantu media geoboard dan benda manipulatif dapat
meningkatkan minat belajar peserta didik kelas III B di SD Negeri Tlogo Kabupaten
Semarang Semester II Tahun pelajaran 2015/2016 secara individual minimal 90% minat
peserta didik mencapai kategori tinggi dan sangat tinggi (interval ≥ 70).
b. Implementasi pendekatan RME berbantu media geoboard dan benda manipulatif dapat
meningkatkan hasil belajar matematika peserta didik kelas III B di SD Negeri Tlogo
Kabupaten Semarang Semester II Tahun pelajaran 2015/2016 secara signifikan mengalami
ketuntasan belajar individual 90% dengan nilai hasil belajar matematika ≥ 65 yang telah
ditentukan oleh sekolah dan mengalami ketuntasan belajar secara klasikal dengan nilai
rata-rata hasil belajar matematika meningkat minimal ≥ 80.