bab ii hasil penelitian dan pembahasan · tentang kehidupan pribadi hasan al-banna dan kegiatan...

49
20 BAB II HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Biografi dan Latar Belakang Dakwah Hasan Al-Banna 1. Biografi Hasan Al-Banna Imam Syahid Hasan bin Ahmad Abdurrahman Al-Banna sering disebut dengan Hasan Al-Banna. Beliau lahir pada tahun 1906 di kota Mahmudiyah, pada bulan Oktober. Ia tinggal di lingkungan yang sederhana di sebuah kota kecil yang berdiri di tepi cabang sungai Rasyid, yang berhubungan ke sungai Nil. Nama kota tersebut adalah „Al-Mahmudiyah Buhayrah‟. Ia tepat berada di tengah-tengah antara jalan utara menuju Iskandaria, dan jalan selatan menuju Kairo (Al-Jundi, 2003; 24). Ayah Hasan Al-Banna bernama Syaikh Abdurrahman Al-Banna yang dikenal dengan As-Sa‟atii (si tukang jam). Syaikh Abdurrahman bekerja sebagai pembuat dan tukang memperbaiki jam. Ahmad Abdurrahman adalah khatib Masjid di Mahmudiyah. Baliau seorang hafizh Al-Qur‟an, ulama hadits, dan mempunyai banyak karya tulis dalam bidang hadits. Setiap hari ia belajar hadits dan menelusuri musnad-musnadnya. Sejak saat itu, ia mulai cenderung mencurahkan pehatiannya kepada Musnad Ahmad Ibn Hanbal, yang dianggapnya sebagai ensiklopedi Sunnah Rasul tersebut ( Al-Jundi; 24). Sejak Hasan Al-Banna masih kecil ia dididik ayahnya untuk disiplin ilmu pengatahuan dan pedidikan Islam. Karena ayahnya mempunyai keinginan yang kuat kepada putranya untuk menjadi seorang pendakwah. Maka, Ayahnya menyuruh putranya untuk menghafal Al-Qur‟an seluruhnya, sehingga ia tidak

Upload: dinhbao

Post on 11-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

20

BAB II

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Biografi dan Latar Belakang Dakwah Hasan Al-Banna

1. Biografi Hasan Al-Banna

Imam Syahid Hasan bin Ahmad Abdurrahman Al-Banna sering disebut

dengan Hasan Al-Banna. Beliau lahir pada tahun 1906 di kota Mahmudiyah,

pada bulan Oktober. Ia tinggal di lingkungan yang sederhana di sebuah kota

kecil yang berdiri di tepi cabang sungai Rasyid, yang berhubungan ke sungai

Nil. Nama kota tersebut adalah „Al-Mahmudiyah Buhayrah‟. Ia tepat berada di

tengah-tengah antara jalan utara menuju Iskandaria, dan jalan selatan menuju

Kairo (Al-Jundi, 2003; 24).

Ayah Hasan Al-Banna bernama Syaikh Abdurrahman Al-Banna yang

dikenal dengan As-Sa‟atii (si tukang jam). Syaikh Abdurrahman bekerja

sebagai pembuat dan tukang memperbaiki jam. Ahmad Abdurrahman adalah

khatib Masjid di Mahmudiyah. Baliau seorang hafizh Al-Qur‟an, ulama hadits,

dan mempunyai banyak karya tulis dalam bidang hadits. Setiap hari ia belajar

hadits dan menelusuri musnad-musnadnya. Sejak saat itu, ia mulai cenderung

mencurahkan pehatiannya kepada Musnad Ahmad Ibn Hanbal, yang

dianggapnya sebagai ensiklopedi Sunnah Rasul tersebut ( Al-Jundi; 24).

Sejak Hasan Al-Banna masih kecil ia dididik ayahnya untuk disiplin

ilmu pengatahuan dan pedidikan Islam. Karena ayahnya mempunyai keinginan

yang kuat kepada putranya untuk menjadi seorang pendakwah. Maka, Ayahnya

menyuruh putranya untuk menghafal Al-Qur‟an seluruhnya, sehingga ia tidak

21

mengizinkan putranya untuk melanjutkan sekolah dasar kecuali setelah berjanji

akan menyelesaikan hafalan Al-Qur‟an dari rumah (Ustman, 2000; 177).

Perpustakaan dirumah dapat memberikan motivasi yang sangat kuat

kepada Hasan Al-Banna untuk belajar membaca dan menghafal.Sehingga ilmu

yang didapat Hasan Al-Banna melebihi batas-batas kurikulum sekolah.Selain

itu Ahmad Abdurrahman juga menyuruh putranya untuk menghafalkan matan

(teks ringkas) kitab. Maka dari matan ini Al-Banna dapat belajar tentang

berbagai ilmu pengetahuan. Dan selain menghafal matan Al-Banna juga di

ajari keterampilan mereparasi jam. Dari sinilah Al-Banna belajar tentang

ketelitian dan kesabaran (Utsman; 178).

Hasan Al-Banna mulai masuk sekolah di Madrasah Ar-Risyad, di

sekolah ini mendapatkan ilmu dari gurunya yang bernama Muhammad Zuhran.

Beliau seorang guru sekaligus pemilik Madrasah Ar-Risyad. Di sekolah ini Al-

Banna memperoleh ilmu yang sangat bagus dan sesuai dengan apa yang

ayahnya inginkan. Ilmu yang diperoleh Al-Banna yaitu dia disuruh menghafal

dan memahami hadist-hadist Nabi yang telah ia pelajari. Hal itu dilakukan

setiap pekan sekali pada akhir jam pelajaran, yakni pada hari kamis. Namun

sebagian besar hadist-hadist yang dihafalkan itu benar-benar melekat dalam

otak sejak saat itu (Al-Banna, 2013; 4).

Belum selesai Hasan Al-Banna belajar untuk menghafalkan Al-Qur‟an.

Sang Ustadz tidak dapat mengelola madrasah sehingga beliau menyerahkan

kepada ustadz-ustadz yang lain. Dengan adanya pergantian ustadz sehingga.

membuat Hasan Al-Banna tidak sabar.Sehingga membuat ayahnya untuk

memindahkan Hasan Al-Banna ke Madrasah I‟da>diyah.Meskipun hafalan Al-

22

Qur‟annya belum selesai dan belum dapat mewujudkan keinginan ayahnya

itu.Karena keinginan Ayahnya yang begitu kaut.Akhirnya Al-Banna

mengambil jalan keluar, yaitu hafalan Al-Qur‟an diselesaikan

dirumah.Meskipun tetap belum selesai dan Al-Banna sudah harus masuk

sekolah di Madrasah I‟da>diyah. Maka, Al-Banna harus membagi waktu untuk

pelajaran sekolah di siang hari, dan aktivitasnya sepulang sekolah hingga

waktu isya‟.Mengulang pelajaran sekolah hingga menjelang tidur, dan

menghafal Al-Qur‟an setelah sholat subuh hingga berangkat kesekolah.

Kegiatan ini ia lakukan setiap hari demi mewujudkan keinginan Ayahnya.

Ketika baru berusia 13 tahun Hasan Al-Banna masuk ke Madrasah Al-

Mu‟allimin. Sebenarnya usia Al-Banna belum bisa masuk ke Madrasah ini

karena kepandaiannya dalam menghafal maka Ustadz Basyir Ad-Dasuqi Musa,

beliau sebagai kepala di Madrasah Al-Mu‟allimin memberikan dispensasi

kepada Al-Banna dengan tidak mempersoalkan usia. Namun beliau tetap

menyuruh Al-Banna untuk melaksanakan beberapa tes yaitu tes tulis dan lisan.

Akhirnya ia pun berhasil menyelesaikan dan lulus. Sejak itu ia menjadi salah

satu siswa di Madrasah Al-Mu‟allimin Al-Awwaliyah di Damanhur (Al-Banna:

12).

Pada tahun 1923 ia melanjutkan pendidikannya di Darul Ulum Kairo.

Disinilah ia banyak mendapatkan wawasan yang luas dan mendalam.

Pendidikannya di Darul Ulum diselesaikan pada tahun 1927 M, dengan hasil

yang memuaskan, menduduki rangking pertama di Darul Ulum dan rangking

kelima di seluruh Mesir dalam usianya yang baru menginjak 21 tahun.

(harakatuna. 2014: http://harakatuna.wordpress.com).

23

Hasan Al-Banna meninggal pada tanggal 12 Februari 1949, Beliau

tertembak polisi rahasia Mesir karena dituduh terlibat dalam pembunuhan Al-

Nuqrasa Phasa tahun 1948. Namun di lain sisi alasan terbunuhnya Hasan Al-

Banna adalah terkait dengan pernyataannya bahwa teror merupakan cara yang

tidak bisa diterima oleh Islam.

Adapun beberapa karya-karya Hasan Al-Banna, antara lain:

a. Mudzakkirat Ad-Da’wah Wa-Da>i’yah’ buku ini menjelaskan

tentang kehidupan pribadi Hasan Al-Banna dan kegiatan Ikhwanul

Muslimin.

b. Risalah-Risalah Hasan Al-Banna Menuju Sinar Terang

Buku ini merupakan kelanjutan dari buku yang berjudul ba‟iat,

jihad, dan dakwah, termasuk rangkaian dari risalah-risalah Hasan

Al-Banna yang terkumpul dalam kitab Majmuatu Rasa>il Al-Imam

Al-Syahid Hasan Al-Banna. Buku ini mengambil satu judul dalam

kitab tersebut yaitu ar-Rasail ats-Tsalas, yang memuat tiga sub

judul: Da‟watuna (dakwah kita), Ila> Ayyi Syaiin Nad’u An-Na>s

(kemana kita mengajak manusia?), dan Nahwa An-Nu>r (menuju

sinar terang).

Pada bagian pertama, Hasan Al-Banna berbicara tentang dakwah,

Negara, dan sikap terhadap perbedaan pendapat (khilafiyah). Bagian

kedua berisi tujuan hidup yang berpegang pada Al-Qur‟an, yang

mana tujuan ini mendasari seluruh aspek kehidupan, terutama

agama, Negara, dan masyarakat. Bagian ketiga berisi tentang

hubungan islam dengan berbagai aspek kehidupan.

24

c. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin Jilid 1

Buku ini berjudul Majmu‟ah Rasail (kumpulan risalah), karya Imam

Syahid Hasan Al-Banna. Sesuai dengan namanya, buku ini berisi

kumpulan surat, makalah dan transkip pidato yang pernah

disampaikan oleh Hasan Al-Banna sepanjang hayatnya di medan

dakwah dan jihad. Keistimewaan buku ini terletak pada

keistimewaan penulisnya dengan gerakan dakwah yang dirintisnya,

yakni Ikhwanul Muslimin.

Tentang siapa dan bagaimana sosok Hasan Al-Banna sendiri telah

dijelaskan dalam salah satu bagian buku ini.Ia dipandang sebagai

tokoh pembaharu islam yang layak disejajarkan dengan tokoh-tokoh

pembaharu yang muncul pada masa-masa sebelumnya. Dengan

seluruh karakter yang melekat pada dirinya, kiranya dia layak

menjadi representasi dari tokoh kebangkitan islam abad 20.

2. Latar Belakang Sosial Mayarakat Mesir

Awal mula Hasan Al-Banna berdakwah yaitu dengan melihat kondisi

Mesir saat itu jauh dari ajaran-ajaran Islam. Pada waktu itu masyarakat Mesir

masih menikmati duniawi seperti memasuki kedai-kedai kopi. Sehingga Al-

Banna mengadakan dakwah di wilayah Mesir dengan tujuan agar memiliki

perubahan dalam kebaikan menuju cita-cita yang diinginkan Al-Banna.

Tempat-tempat yang dikunjungi Al-banna selain di kedai-kedai kopi, antara

lain:

25

a. Dakwah di Port Said

Di Ismailia terhadap kota kecil yang bernama Port Said. Di kota ini

ada seorang pemuda ang bernama Ahmad Afandi Al-Mashri. Pemuda ini

tnggal di Ismailia kare aia sedang bekerja, selain bekerja ia juga

mengikuti sebuah kajian dan bimbingan, sehingga ia berba‟iat untuk

menjadi anggota ikhwan (Al-Banna, 2013: 150).

Setelah selesai menjalankan tugas dan kewajibannya di Ismailia

pemuda ini kembali ke asalnya yaitu Port Said. Setiba disana Ahmad

Afandi mengemban misi dakwah yang telah ia peroleh di Ismailia.

Karena keinginannya yang kuat dalam berjuang dan berkorban di jalan

dakwah akhirnya teman-teman Ahmad Afandi ikut bergabung karena

mereka percaya dengan dakwah ini sehingga terbentuklah sebuah

kelompok ikhwan (Al-Banna, 150).

Di salah satu tempat zawiyah (semacam ruang majelis taklim) yang

terbesar di Port Said, Ahmad Afandi dan teman-temannya berdiskusi

tentang berbagai masalah dakwah. Dalam diskusi itu Ahmad Afandi

meminta agar Hasan Al-Banna dapat mengunjungi pemuda di Port Said

untuk menyampaikan dakwah. Al-Banna merasa senang ketika mendapat

undangan dari pemuda Port Said, karena tujuan Al-Banna ingin

mengajak masyarakat Port Said berjihad di jalan dakwah (Al-Banna,

151).

Perjalanan Hasan Al-Banna untuk menjalankan dakwah di Port Said,

tiba-tiba Al-banna tenggorokannya sakit. Meskipun sedang sakit Al-

banna tidak pantang menyerah ia tetap melanjutkan perjalanannya dri

26

Ismailia ke Port Said. Karena semangatnya al-banna dalam menjalankan

ibadah allah swt telah memberikan keajaiban yaitu al-banna merasa sakit

yang dideritanya sudah sembuh. Akhirnya Al-Banna mulai

menyampaikan dakwah kepada masyarakat Port Said hingga selesai. (Al-

Banna, 2013: 152).

b. Dakwah di Suez

Awal mula dakwah di Suez. Saat itu Hasan Al-Banna berkunjung di

Suez untuk mengunjungi Ustadz As Sayyid Muhammad Al-Hafizh At-

Tijani dan juga melihat sebagian dari teman-teman da para mudarris

(guru) disana. di tempat itu ada seorang tokoh yang bernama Fadhilatul-

Ustadz Syaikh Muhammad Abu As-Su‟ud. Ia seorang hakim pengadilan

agama. Disana beliau memunculkan gerakan ilmiah dan amal yang cukup

bagus (2013: 155).

Hasan Al-Banna di Suez bertemu dengan para ulama yang biasanya

mengadaakan mudarasah dan mudzakirah (kajian dan diskusi) serta

memberikan nasihat dan bimbingan depada umay. Al-Banna

mengunjungi ulama di sebuah masjid yang bernama Al-Gharib, selain itu

Al-Banna juga bertemu dengan Ustadz Muhammad Al-Hadi Athiyh, ia

seorang advokad peradilan agama. Serta teman dekat Al-Banna yang

bernama Muhammad Hasan As-Sayyid rahimahullah (2013: 156).

Kunjungan kedua Hasan al-Banna ke Suez yaitu ingin bertemu

dengan saudara Ustadz Muhammad AT-Thahir Munir Afandi, saudara

Syaikh Abdul Hafizh, serta saudara Syaikh Afifi As-Syafi‟i. Al-Banna

dan para ulama yang lain membicarakan tentang kemusyakilan atau

27

paradox yang dikemukakan oleh Syaikh Abdu; Hafidz tentang Al-

Qur‟an. Dengan adanya ini perbincangan yang membahas kemusykilan

sehingga membuat para ulama yang mendengarkan perdebatan ilmiah

ada yang menangis, atau bertaubat, beristighfar, dan akhirnya mereka

memperbarui tobat, menguatkan bai‟at.

Dengan adanya dakwah ini Suez mempunyai beberapa cabang

dakwah yang berkembang misalnya Bahr Ahmar di Gngga hardalah,

cabang Ra‟rs Gharib, cabang Qhashir, cabang Safajah, dan seterusnya.

Terbentuknya sebuah dakwah yang mulia akhirnya membuat masyarakat

Suez mempunyai jiwa yang bersih dan hati yang mulia (2013: 156).

c. Dakwah di Kairo

Selanjutny hasan al-Banna berkunjung ke Kairo. Di kairo ada sebuah

madrasah yang bernama “At-Tijarah Mutawassithah” (sekolah menengah

perdaganagan) yang terletaj di jl. Al-Falaki, disekolah ini telah terbentuk

sebuah organisasi keagamaan. Organisasi ini dipelopori oleh siswa yang

bernama Abdur Rahman As-Sa‟ati dan Muhammad Sa‟di Al-Hakim,

serta teman-teman yang senantiasa memelihara shalat serta m yang

memahami rintangan yang mereka hadapi. Namun mereka tidak putus

asa dalam menjalankan tugas ini dengan penuh kesabaran (2013: 158).

Begitu bertanggung jwab dan penuh dengan rasa cinta yang

mendalam kedua pemuda yang telah lulus sekolah. Akhirnya kedua

pemuda ini membentuk sebuah organisasi keIslaman yang dinamakan

organisasi Jamiyah Hadharah Al-Islamiyah (organisasi peradaban

Islam).

28

Dari ke enam tempat yang telah dikunjungi Hasan Al-Banna. Tempat-

tempat ini mengalami perubahan. Masyarakat Mesir yang awalnya hanya

menikmati kehidupan duniawinya. Setelah adanya dakwah Al-Banna masyarakat

Mesir mulai tergugah hati dan fikirannya sehingga mereka mulai mejalankan

perintah Allah dan menjauhi larangannya. Yang dulunya mereka hanya memasuki

kedai-kedai kopi mereka mulai bekerja dan menjalankan ibadah seperti yang telah

diperintahkan Allah swt.

B. Prinsip-Prinsip Dakwah Hasan Al-Banna

Dakwah dalam pengertian keagamaan Islam adalah memasukkan aktifitas

tabligh (penyiaran), tatbiq (penerapan pengalaman) dan tandhim (pengelolaan)

(Sulthon, 2003; 15). Kata dakwah berasal dari bahasa Arab dalam bentuk mazdar

(infitinif) dari kata kerja da‟a (دعا) yad‟u>)يدعو( dimana kata dakwah ini sekarang

sudah umum dipakai oleh pemakai bahasa Indonesia, sehingga menambah

perbendaharaan bahasa Indonesia. (Munsyi, 1981; 11).

Menurut Pimay (2005; 13) dakwah secara harfiyah bisa diterjemahkan

menjadi: “seruan, ajakan, panggilan, undangan, pembelaan, permohonan (do‟a).

sedangkan secara terminologi, dakwah adalah mengajak umat manusia dengan

hikmah kebijakkan untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya (Ya‟qub,

1973; 9).

1. Mengajak Masyarakat Mesir Untuk Mempelajari Ajaran Islam

Munculnya dakwah yang dilakukan Hasan Al-Banna yaitu ketika Al-

Banna melihat fenomena yang terjadi di Kairo. Bahwa kehidupan masyarakat

Mesir yang jauh dari ajaran islam dan akhlak islam. Tidak jauh beda dengan

29

berita-berita yang beredar di Mesir. Di Mesir banyak berita yang bertentangan

dengan norma-norma agama, dan adanya kebodohan masyarakat Mesir tentang

hukum-hukum agama. Sehingga dengan adanya berita yang seperti ini Al-

Banna mengadakan dakwah di Mesir agar mereka mengetahui betapa

pentingnya mempelajari Islam, norma-norma agama dan hukum-hukum

agama. Dakwah disampaikan Hasan Al-Banna berupa bagaimana cara

mendekatkan diri kepada Allah, Al-Banna mengajak masyarakat Mesir untuk

beribadah kepada Allah dengan cara beramar ma‟ruf nahi munkar. Kedua

bagaimana cara mempelajari norma-norma agama dan hukum-hukum agama.

Menurut Sa‟id Hawwa (1999: 35) dalam buku “Membina Angkatan

Mujadid: studi analisis atas konsep dakwah Hasan Al-Banna. Buku ini

menjelaskan tentang proses menghidupkan Islam, antara lain:

a. Menghidupkan kembali sesuatu yang kini disebut fiqih dusturi(semacam

fiqih Negara, pent) dan memformat kehidupan islam dengannya.

b. Menghidupkan kembali sesuatu yang kini disebut sebagai fiqih an-niqabah

(sistem perserikatan dagang) sehingga berbagai masalah kongsi dagang

harus berangkat dari fiqih islam dalam pelaksanaannya.

c. Menghidupkan kembali sesuatu yang kini disebut sebagai qaqanin (undang-

undang), baik menyangkut undang-undang sipil, kriminal, personal, Negara,

niaga atau lainnya, dan menformat kehidupan kaum muslimin dengannya.

d. Menghidupkan kembali sistem rumah tangga.

e. Mengembalikan dinamika kehidupan umat islam, agar dengan itu mereka

dapat melanjutkan perjuangan internasionalnya untuk menegakkan risalah

islam, agar kalimah Allah menjadi yang tertinggi di bumi ini.

30

2. Menyeru pada Al-Qur‟an dan As-Sunnah

Imam Hasan Al-Banna rahimahullah mengatakan dalam prinsip ini,

bahwa Al-Qur‟anul Karim dan Sunnah yang suci adalah rujukan setiap muslim

dalam mengenali hukum-hukum Islam. Al-Qur‟an difahami sesuai dengan

kaidah bahasa Arab tanpa berlebihan dan over. Sedangkan pemahaman Sunnah

yang suci dikembalikan kepada para tokoh hadits yang mulia. (Nuh,

Muhammad,2009: http://www.eramuslim.com)

Keberhasilan dakwah Hasan Al-Banna mempunyai karakeristik seperti

yang telah dijelaskan dalam buku Memoar Hasan Al-Banna :Mudzakkiratud

Da’wah Wad Da>’iyah (2013: 345), antara lain :

a. Al-banna‟ (bersifat membangun, kontruktif). Dakwah kita adalah dakwah

yang membangun, tidak menghancurkan, dan senantiasa mengambil sisi-sisi

positif. Kareta itu, terlebih dahulu kita mesti membangun diri kita sebelum

melakukan hal-hal yang lain. Karakteristik dakwah kita yang lain adalah

keserasian antara perbuatan dengan perkataan. Karena itu kita berkewajiban

mempelajari kanun (peraturan) kita –disana terdapat penjelasan yang

memadai- kemudian mengikuti apa yang dikatakan oleh kanun tersebut.

b. Rabbaniyah (bersifat ketuhanan). Karena itu kita berkewajiban senantiasa

menjalin hubungan kita dengan Allah semaksimal kemampuan kita dengan

cara senantiasa berdzikir dan berdoa dengan doa-doa yang ma‟tsur-kalian

dapat menemukan keterangan yang cukup mengenai hal ini dalam risalah

Al-Ma‟tsurat- (sudah banyak beredar dan di antaranya adalah terbitan , Era

Intermedia, edt.).

31

c. Tajammu‟ (bersifat menghimpun). Karena itu kita wajib senantiasa

berhimpun dan memiliki kerinduan untuk saling berjumpa, serta menyadari

hak-hak persaudaraan.

d. Ihtimal wa kifah (bersifat menanggung beban dan berjuang). karena itu kita

harus merelakan diri kita mengemban beban dan berjuang. hendaklah kita

berlapang dada terhadap segala yang menimpa kita. Itulah beberapa

keterangan global, sedangkan perinciannya akan kalian ketahui nanti.

Semua itu tersimpul dalam kata, “membangun dan bekerja”, karena itu

hendaklah kalian bekerja.

Dakwah yang dilakukan Hasan Al-Banna tidak lepas dari Al-Qur‟an dan

sunnah. Karena dakwah yang disampiaka Al-Bannasesuai dengan ajaran Allah

SWT.Sehingga Al-Banna menyuruh masyarakat Mesir untuk selalu

mendekatkan diri kepada Allah dan mempelajari hadist dan sunnah.

C. Struktur Teologi Dakwah Hasan Al-Banna Terhadap Masyarakat

Mesir

Teologi dakwah hasan al-banna adalah ilmu tentang tuhan dan

hubungannya dengan alam dan manusia. Sehingga Al-Banna menyampaikan

dakwah kepada masyarakat Mesir menggunakan berberapa struktur untuk

mencapai tujuan yang Al-Banna inginkan kepada masyarakat Mesir, antara lain

lain :

1. Tauhid

32

Tauhid dalam bahasa arabadalah mashdar dari kata ي وحد –وحد–

yang berarti mengesakan. Adapun menurut istilah, tauhid adalah ت وحيدا

“meyakini akan ke-esa-an Allah -subhanahu wa ta‟ala- dalam rububiyah

(penciptaan, pemeliharaan, pemilikan), uluhiyyah (ikhlas beribadah

kepadaNya) dan dalam Al-Asmaa wash-shifaat (nama-nama dan sifat)-Nya“.

Dan tauhid apabila dimutlakkan, maka maknanya adalah memurnikan seluruh

peribadatan hanya untuk Allah ta‟ala.

(http://whoami61.blogspot.com/p/pengertian-tauhid-di-dalam-bahasa-

arab.html).

Menurut Al-Faruqi, tauhid adalah peniadaan tuhan selain Allah (La ilaha

illa Allah). Kalimat ini sering diucapkan oleh umat islam karena kalimat ini

sangat penting dan mengandung makna yang mendalam bagi umat islam. Al-

Faruqi telah memerankan tauhid dalam pemikiran dan kehidupan manusia

menurut pandangannya. Bukan hanya dalam pemikiran saja, namun Al-Faruqi

mengintegrasikan tauhid dengan ilmu-ilmu duniawi seperti politik, ekonomi,

sosial, kemasyarakatan, sejarah, metafisik, etika, dan estetika. Dan hubungan

dengan agama-agama lain (Osman, 47).

Hasan Al-Banna menjelaskan bahwa tauhid bukan sesuatu yang

berkembang. Sebaliknya, Allah telah mengutus para rasul sejak adanya umat

manusia, dan bahwa ia merupakan fondasi agama Allah dalam seluruh risalah,

serta fondasi kehidupan manusia dalam bidang ideologi, perasaan, ibadah, dan

dalam aspek aktivitas politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, dan skill (Ruslan,

2000: 225).

33

Menurut At-Tamimi (2013; vi) Tauhid ialah pemurnian ibadah kepada

Allah, yaitu menghambakan diri hanya kepada Allah secara murni dan

konsekuen, dengan mentaati segala perintahNya dan menjauhi larangan-Nya

dengan penuh rasa rendah diri, cinta, harap, dan takut kepadaNya.

Aqidah islam berawal dari keyakinan kepada zat mutlak yang Maha Esa

yang disebut Allah. Allah Maha Esa dalam zat, sifat, perbuatan dan wujudnya

itu disebut tauhid. Tauhid juga menjadi inti dalam rukun iman (risdie,

Muhammad,2012: http://muhammadrusdie.blogspot.com).

Prinsip aqidah menurut Hasan Al-Banna, yaitu :

a. Ilahiyat yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan Allah SWT,

seperti sifat Allah, wujud Allah, dll.

b. Nubuwat yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan

Rasul, dalam nubuwat ini membicarakan tentang kitab-kitab Allah.

c. Ruhiyat yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik

roh, jin, iblis, setan, dll.

d. Sam‟iyat yaitu sesuatu yang dilihat oleh dalil naqli yang berupa al-

qur‟an dan as-sunnah seperti alam barzah, akhirat dan azab kubur,

kiamat, surga dan neraka, dll.

Hasan Al-Banna membagi tauhid menjadi dua yaitu tauhid rububiyah dan

tauhid ilahiyah/uluhiyah.

1.a. Tauhid Rububiyah

34

Tauhid rububiyah yaitu mempercayai bahwa penciptaan yang

menciptakan langit, bumi, dan manusia adalah dzat Maha Tunggal yang tidak

mempunyai sekutu. Dia adalah pencipta, pemberi rezeki, nikmat, dan

pengatur seluruh urusan. (Al-Qardhawi, 2005: 12). Allah SWT berfirman :

يل ك و يء ش ل ى ك ل ع و ه و يء ش ل ك ق ال خ لل ا

Alla>hu kha>liqu kulli sya’i wa huwa ‘ala> kulli sya’i wa ki>l.

Artinya : Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala

sesuatu. (Az-Zumar, 62).

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah yang telah menciptakan alam

semesta yang harus dijaga dengan baik.

ف ل ك اه ع د و ت س م ا و ه ر ق ت س م م ل ع ي ا و ه ق ز ر الل ىل ع لرض ال اف ة ب آاد ن ام م و

ي ب م ب ت ك

Wa ma> min da>bbatin fi>l ‘ardhi illa’ala>lla>hi rizquha> wa

ya’lamu mustaqarraha> wa mustauda’aha> kullu fi> kitabi

mubi>n.

Artinya : Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan

Allah-lah yang memberi rizkinya. (Hud 6).

Allah-lah penguasa alam dan pengatur alam dan pengatur semesta,

Allah juga yang akan mengangkat dan menurunkan, dia yang memuliakandan

menghinakan, Mahakuasa atas segala sesuatu. Pengatur rotasi siang dan

malam, yang menghidupkan dan yang mematikan. Beberapa dimensi tauhid

rububiyah dalam keimanan antara lain:

35

Pertama : beriman kepada Allah sesuai dengan perbuatan-perbuatan yang

telah diberikan Allah secara umum, seperti Allah telah menciptakan, memberi

rizki, menghidupkan, dan mematikan,dll.

Kedua : beriman kepada takdir Allah, seperti mensyukuri apa yang telah

Allah berikan kepada umat islam.

Ketiga : beriman kepada zat Allah

Dari ketiga dimensi diatas dapat disimpulkan bahwa sebagai seorang

muslim harus mempunyai keimanan yang kuat. Selain itu juga mensyukuri

apa yang telah allah berikan kepada umat muslim. Serta menegaskan bahwa

perintah Allah itu jelas dan sebagai umat islam harus menjalankan semua

perintahNya dan menjauhi segala laranganNya.

1.b. Tauhid Ilahiyah atau Uluhiyah

Tauhid Ilahiyah atau Uluhiyyah yaitu menjadikan Allah sebagaiTuhan

yang harus disembah dan diminta pertolongan. Tidak ada yang berhak

disembah kecuali Dia, Allah berfirman dalam surat al-Fatihah :

(5: ه ح ت )الف ي ع ست ن اك ي ا و د عب ن اك ي ا

Iya>ka na’budu wa i’ya>ka nasta’i>n

Yang artinya : hanya kepada Engkau-lah kami

menyembahdanhanya kepada Engkau-lah kami memohon

pertolongan.

Yang dimaksud dari ayat diatas adalah bahwa Allah-lah yang pantas

disembah dan hanya kepadaNya-lah kita minta pertolongan. Ayat ini juga

menjelaskan hubungan Allah dengan manusia dan hubungan manusia dengan

Allah yang dikemukakan dalam Al-Qur‟anul Karim.

36

Tujuan dari tauhid uluhiyah adalah bahwa menggariskan batas-batas

hubungan antara manusia dangan Tuhan mereka, sehingga mereka berjalan di

dalam batas-batas ini dan tidak melanggarnya, tidak berlebih-lebihan atau

melalaikannya. Al-Qur‟an tidak menerangkan tentang tema ini dengan jelas

namun di dalam Al-Qur‟an hanya menunjukkan adanya hubungan antara

Allah swt dengan manusia dan hubungan manusia dengan Allah swt.

Sesungguhnya uluhiyah ini terdapat di dalam fitrah manusia. Karena ruh ada

atas perintah Allah, sehingga manusia harus selalu mengingat adanya Allah

dan tidak mengingkarinya meskipun manusia tidak mengetahui bagaimana

sumbernya (Asyur, 2006: 78).

Uluhiyah terdapat dalam rukun iman yang pertama yaitu iman kepada

Allah. Karena itu, iman kepada Allah dan perasaan mengenai adanya Sang

Pencipta merupakan fitrah yang tertanam dan terpatri dalam diri manusia.

Kerena begitulah karakter ruhani.Ruh itu ada dengan perintah Allah. Ketika

tertutup oleh hawa nafsu, ia lupa. Tetapi ketika sudah berputus asa dari

berbagai faktor penyebab yang bersifat lahiriah, ia kembali bersandar kepada

Allah swt (2006:70).

Sejarah berbagai bangsa jaman dahulu mejelaskan bahwa manusia

menjalani kehidupan untuk mewujudkan hakikat. Dalam hakikat ini terbagi

menjadi berbagai macam aliran, seperti halnya mereka ada yang bertuhan satu

(monoteis), ada yang bertuhan banyak (politeisme), dan ada pula kelompok

yang menisbatkan berbagai sifat yang tidak patut bagi Allah swt. Ada juga

diantara mereka yang menyembah berhala (paganis), menyembah dua Tuhan,

dan ada pula yang menyembah tiga Tuhan.Dan ada juga di antara mereka

37

mengatakan bahwa tuhan itu bersedih, letih, dan menyesal.Dan ada juga yang

meyakini bahwa Tuhan itu banyak, yang masing-masing menguasai benda-

benda alam tertentu. Semua ini terjadi karena mereka mempunyai

pemahaman yang berbeda dalam hakikat Allah demi mengikuti tuntutan fitrah

ini, yaitu fitrah bahwa manusia memiliki hubungan dengan Allah swt

(„Asyur, 2006: 79-80).

Tauhid uluhiyah juga menjelaskan tentang kenabian, bahwa kenabian

memiliki fungsi mengembalikan kepada kebenaran. Seperti yang dijelaskan

dalam Al-Qur‟anul Karim tentang hakikat yang nyata dan jelas. Al-Banna

juga mejelaskan bahwa Tuhan itu satu dan tidak ada yang menyerupai-Nya.

Allah juga menegaskan bahwa apa yang Ia berikan itu sempurna dan bersih

dari segala kekurangan.

Menurut Ahmad Isa „Asyur dalam buku“Ceramah-Ceramah Hasan Al-

Banna (2006: 80), telah menjelaskan bahwa aspek positif tentang Allah dan

hakikat ketuhanan, terdapat di dalam Al-Qur‟anul Karim yang terbagi

menjadi dua, antara lain :

Pertama, berkaitan dengan syubhat-syubhat yang m.engotori hakikat

makna ketuhanan, yang dilontarkan oleh masyarakat bangsa-bangsa

terdahulu. Al-Qura‟anul Karim membantah, menolak, dan menafsirkannya

dengan argumen-argumen yang kuat.

Kedua, berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah swt. Yakni

bagaimana manusia dipelihara oleh Allah swt. Dan bahwa Allah bersama

manusia di mana pun mereka berada, yang mengasihi, memberi petunjuk, dan

38

memberi pertolongan kepada mereka, serta bahwa Dia adalah yang

mengambil mereka setelah itu dan kepada-Nya mereka semua akan kembali.

Menurut Sayid Qutub- dalam buku “Tarbiyah Siya>siyah

Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin” karya Ruslan (2000; 225)

menegaskan empat hakikat yang berkaitan dengan hakikat tauhid:

a. Bahwa Allah swt. Satu-satunya penguasa, penentu hukum, yang harus

ditaati dengan penuh ketundukan, dan yang harus diikuti syari‟at-Nya.

b. Seluruh ibadah dan syi‟ar keagamaan hanya untuk Allah, jika tidak

demikian berarti syirik.

c. Membuat syariat adalah hak Allah saja dan bahwa kekuasaan tertinggi

mereka, tatanan masyarakat mereka, dan hukum mereka, adalah Allah

semata tidak ada sekutu bagi-Nya.

d. Bahwa hal-hal diatas secara keseluruhan merupakan makna kesaksian

bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah,

dan bahwa ini merupakan prinsip umum yang harus dimengerti, sebagai

bagian dari agama.

Tauhid uluhiyah telah memberikan pengertian tentang ibadah yang

terbagi menjadi 2 yaitu ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah.

1.b.1. Ibadah Mahdhah atau Ibadah Khusus

Ibadah mahdhah merupakan hubungan manusia dengan

Tuhannyahubungan yang akrab dan suci antara seorang muslim dan Allah

SWT yang bersifat ritual (peribadatan), ibadah mahdhah merupakan

manifestasi dari rukun islam yang ke lima. Atau juga sering disebut ibadah

yang langsung. Selain itu juga ibadah mahdhah adalah ibadah yang perintah

39

dan laranganNya sudah jelas secara zahir dan tidak memerlukan penambahan

atau pengurangan.

Rukun islam yaitu lima pilar yang terdapat di dalam ajaran islam,

yaitu Syahadat, Shalat, Puasa, Zakat, Haji. Dari kelima pilar diatas apabila

telah dilaksanakan dengan penuh ke ikhlasan maka Allah akan memberikan

pahala bagi umatnya yang benar-benar bersujud dan berserah diri kepadaNya.

1.b.2. Ibadah Ghairu Mahdhah

Yang dimaksud ibadah ghairu mahdhah berarti mencakup semua

perilaku manusia yang hubungannya dengan sesama manusia, yaitu dalam

semua aspek kehidupan yang sesuai dengan ketentuan Allah swt, yang

dilakukan dengan ikhlas untuk mendapat ridho Allah swt. Atau sering disebut

sebagai ibadah umum atau muamalah, yaitu segala sesuatu yang dicintai dan

diridhoi oleh Allah baik berupa perkataan atau perbuatan, lahir maupun batin

yang mencakup seluruh aspek kehidupan seperti aspek ekonomi, sosial,

politik, budaya, seni dan pendidikan. Seperti qurban, pernikahan, jual beli,

aqiqah, sadaqah, wakaf, warisan dan lain sebagainya.Selain itu ibadah ghairu

mahdhah adalah ibadah yang cara pelaksanaannya dapat direkayasa oleh

manusia, artinya bentuknya dapat beragam dan mengikuti situasi dan kondisi,

tetapi substansi ibadahnya tetap terjaga. Seperti perintah melaksanakan

perdagangan dengan cara yang halal dan bersih (glowlroja, 2013:

http://glowroja.blogspot.com)

Ibadah yang termasuk Ibadah Ghairu Mahdhah, adalah:

a. I‟tikaf merupakan dzikir sehabis sholat.

40

b. Wakaf adalah memberikan suatu benda atau harta kepada

masyarakat untuk kepentingan bersama.

c. Qurban adalah disunakan umat muslim untuk menyembelih hewan

qur‟ban untuk dibagikan kepada umat muslim di daerah.

d. Shadaqah adalah memberikan sebagian harta yang dimiliki untuk

orang yang membutuhkan seperti fakir miskin, kaum dhuafa, anak

yatim piatu.

e. Aqiqah adalah mengucapkan syukur kepada Allah atas kelahiran

putra putrinya.

f. Dzikir dan Do‟a adalah bersyukur serta mendekatkan diri kepada

Allah.

Dari pengertian tauhid diatas dapat disimpulkan bahwa tauhid

rububiyah dan uluhiyah ini mempunyai arti yang sama yaitu sama-sama

mengingatkan kepada umat islam. Agar selalu menjalankan perintahNya dan

menjauhi laranganNya.

Tauhid rububiyah dan ilahiyah (uluhiyah) ini harus dilaksanakan secara

bersama untuk mencapai kesempurnaan dalam mencari ridha Allah SWT.

Apabila dalam melaksanakan tauhid ini kurang maka ibadah yang kita

kerjakan belum sempurna, selain itu sebagai umat islam harus selalu

bersyukur atas apa yang telah Allah ciptakan di dunia ini. Karena apapun

yang Allah SWT berikan kepada kita di dunia ini maka akan kembali juga

kepadaNya.

41

2. Amar Ma‟ru>f Nahi Munkar

Ada tiga puluh delapan kata المعروف (al-Ma’ru>f) dan enam belas kata

-didalam Al-Qur‟an. Al-Maru>f –menurut Mufradat ar (al-Munkar) المنكر

Raghib dan lainnya- adalah nama setiap perbuatan yang dipandang baik

menurut akal atau agama (syara‟). Sedangkan al-Munkar berarti: setiap

perbuatan yang oleh akal sehat dipandang jelek, atau akal tidak memandang

jelek atau baik, tetapi agama (syari‟at) memandangnya jelek (Syekhul Islam

Ibnu Taimiyyah, 3).

Apa yang dimaksud dengan Amar Ma’ru>f Nahi Munkar ? Amar

Ma’ru>f Nahi Munkar yaitu mengajak untuk melaksanakan hal yang baik, dan

meninggalkan yang buruk. Mengajak kebaikan yang bagaimana yang harus

dilakukan dan keburukan yang bagaimana yang harus ditinggalkan.Yang

dinamakan kebaikan yaitu semua perbuatan yang telah di perintahkan oleh

Allah SWT, sedangkan yang dinamakan keburukan yaitu perbuatan yang telah

dilarang oleh Allah.

Buku amar ma’ru>f nahi munkar karya Syekul islam uibnu taimiyah

(1321: 12), mejelaskan bahwa ada beberapa dorongan untuk amar ma‟ruf

munkar antara lain :

a. Mengharap pahala dari Allah.

b. Takut pada siksa (hukuman) jika tidak melakukannya.

c. Takut akan murka Allah kalau larangan-larangan-Nya dilanggar.

Hasan Al-Banna berdakwah tentang amar ma’ru>f nahi munkar ingin

mengajak masyarakat Mesir selalu melaksanakan semua perintah Allah SWT

42

dan menjauhi larangan-Nya. Selain itu, Al-Banna juga ingin memperbaiki jiwa

dan ruhani mereka agar menjadi lebih baik lagi.

Menurut Hasan Al-Banna, dalam buku ceremah-ceramah Hasan Al-

Banna menjelaskan bahwa amar ma’ru>f nahi munkar (2006: 186-187) ada

tiga, anatara lain solidaritas, kemanusian, dan kebenaran.

Pertama solidaritas sosial di antara manusia, yang dimaksud dengan

solidaritas yaitu bahwa masyarakat itu dapat diibaratkan seperti bangunan.

Dapat disamakan dengan bangunan, apabila suatu bangunan itu rapuh maka

bangunan lainnya akan rapuh. Seperti halnya manusia apabila satu manusia

dalam kelompok ada gangguan maka dapat mempengaruhi kelompok lainnya.

Maka dalam kelompok inilah setiap manusia harus saling beramar ma’ru>f

nahi munkar. Jangan sampai merusak suatu satu dengan yang lainnya.

Kedua, kemanusiaan. Seperti yang telah dijelaskan didalam surat Al-

Hujurat: 10, yang bearti “sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah

saudara”. Ayat ini menjelaskan tentang persaudaraan. Persaudaran itu tidak

pernah memandang status dari segi apapun. Saudara yaitu menganggap bahwa

setiap muslim itu sama, saling tolong menolong, dapat merasakan penderitaan

dan kesedihan, saling mengkhawatirkan apa yang mengkhawatirkannya, dan

saling merasakan kegembiraan satu dengan yang lainnya. Maka didalam

persaudaraan harus saling terbuka dalam berbuat baik dan melarang dari

kemungkaran.

Ketiga, kebenaran adalah lejitimasi antara apa yang telah dilakukan

manusia di dunia dan di akhirat itu akan dipertanggung jawabkan. Karena itu,

43

prinsip-prinsip kebenaran harus diperhatikan dalam sebuah kehidupan. Dalam

melakukan kebenaran membutuhkan pengorbanan untuk mewujudkannya.

Hasan Al-Banna telah menjelaskan alangkah indahnya dapat mengajak

massyarakat Mesir untuk beramar ma’ru>f nahi munkar dalam hal hal

solidaritas sosial. Seperti yang dijelaskan dalam al-qur‟anul karim telah

memberikan jaminan kepada umat muslim bahwa barangsiapa melakukan

kebaikan, berarti ia telah melakukan kebaikan kepada seluruh masyarakat, dan

barangsiapa melakukan kejahatan, berarti ia telah melakuan kejahatan kepada

seluruh masyarakat.

Hadist lain juga disebutkan : “barangsiapa yang mengajak kepada

kebaikan, maka ia mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang

mengamalkannya sampa hari kiamat; tanpa mengurangi pahala mereka

sedikitpun. Dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan, maka ia

menanggung dosanya dan dosa orang yang melaksanakannya hingga hari

kiamat; tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.

Solidaritas sosial inilah yang mengakibatkan seseorang untuk ikut

campur tangan terhadap urusan orang lain. Hal ini terjadi demi melaksanakan

sebuah kebaikan dan mencegah kejahatan. Karena mengajak seseorang untuk

berbuat baik sudah dijelaskan di dalam al-qur‟anul karim. Begitu juga dengan

kebenaran, karena adanya suatu solidaritas antar sesame muslim timbullah

suatu persodaraan yang saling mempercayai antara yang satu dengan yang lain

dalam kebaikan.

Amar ma’ru>f nahi munkar bermula dari dari perasaan yang bergerak

di dalam diri manusia. Sehingga mendorongnya untuk memerintahkan

44

perbaikan untuk diri sendiri maupun masyarakat. Ia adalah agama individu dan

sosial, maka hendaklah sebagai manusia memperbaiki diri dengan

melaksanakan amal shalih dan mengajak orang lain kepadanya („Asyur, 2006:

189). Amar ma’ru>f dan nahi munkar adalah cabang, Allah telah

mendahulukan yang cabang dari pada yang pokok, karena keimanan kepada

Allah adalah perbuatan pribadi yang dampaknya kembali kepadanya pelakunya

saja, sedangkan amar ma’ru>f nahi munkar adalah perbuatan umum yang

dampaknya mengenai semua manusia dan karena ia merupakan hak seluruh

masyarakat („Asyur, 2006: 193).

Dakwah ini dilakukan Hasan Al-Banna untuk mengelompokkan dan

persaudaraan yang tdak akan terwujud kecuali dengan melaksanakan yang

ma’ru>fdan mencegah yang munkar. Sehingga Al-Banna memberikan

penjelasan tentang amar ma’ru>f nahi munkar demi mewujudkan sebuah

kebaikan dalam persaudaran.

Allah berfirman dalam QS. Al-Hajj : 41, yaitu orang-orang yang jika

kamu beri kedudukan di bumi, mereka melaksanakan shalat, menunaikan

zakat, dan menyuruh berbuat yang ma‟ru>f dan mencegah dari yang munkar.

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah swt mendahulukan kepada orang-

orang yang menegakkan shalat dan menunaikan zakat, karena keteguhan yang

telah dilakukan di muka bumi itu merupakan seorang yang shalih, yang berbuat

baik untuk dirinya sendiri maupun untuk kebaikan orang lain.

Kesimpulan dari dakwah Hasan Al-Banna tentang amar ma’ru>f nahi

munkar yaitu mengajak umat muslim untuk melaksanakan kebaikan dan

meninggalkan yang buruk. Apabila diantara manusia yang berbuat buruk maka

45

yang mengetahuinya juga akan ikut berdosa. Sehingga sebagai sesama muslim

harus saling mengingatkan.

Amar ma’ru>f nahi munkar dapat mewujudkan sebuah solidaritas

dalam sebuah keluarga yang selalu mengajak berbuat yang ma‟ru>f dan dan

meninggalkan yang munkar. Tanpa adanya sebuah solidaritas ini masyarakat

Mesir masih dalam kebodohan. Maka, Hasan Al-Banna memberikan tema

dakwah tentang tentang amar ma’ru>f nahi munkar agar mereka selalu

berbuat dalam kebaikan dalam sebuah kehidupan.

3. Alam Semesta

Dalam buku Khazanah Pendidikan Agama Islam, karya Khozin, S.Ag.,

M.A (2013:19), menjelaskan bahwa alam semesta merupakan medium (sarana)

untuk mengantarkan manusia pada pemahaman komprehensif guna

menemukan hakikat dari kebenaran absolut-baca Tuhan-Allah swt telah

mengemukakan fenomena-fenomena alam semesta dalam Al-Qur‟anul Karim

untuk menunjukkan bahwa kebesaran Allah itu sangatlah besar dan indah.

Fenomena-fenomena alam semesta itu antara lain matahari, bulan, tumbuh-

tumbuhan dan hujan.

Al-Qur‟anul Karim menjelaskan beberapa ayat yang membahas tentang

alam yang nyata ini. Allah berfirman, “Katakanlah, „Sesungguhnya patutkah

kamu ingkar kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu

adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Tuhan

semesta alam.‟ Dia menciptakan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh di

atasnya. Dia memberkahinya dan menemukan padanya kadar makanan-

makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (penjelasan itu sebagai jawaban)

46

bagi orang-orang yang bertanya. kemudian Dia menuju langit dan langit itu

masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi,

„Datanglah kamu keduanya dengan perintah-Ku dengan suka hati atau

terpaksa.‟ Keduanya menjawab. „Kami datang dengan suka hati.‟ Maka Dia

menjadikan tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap

langit urusannya. Dan kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang

yang cemerlang dan kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah

ketentuan Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS. Fushilat: 9-12).

Dari ayat ke ayat yang selalu dibaca pasti ada yang menyebutkan alam

dalam berbagai kejaiban, keanehan, dan hal-hal yang berkaitan dengan alam,

serta hal-hal telah di ciptakan Allah swt. Betapa besarnya alam yang telah

Allah ciptakan di muka bumi ini. Sehingga sebagai umat muslim harus melihat

kondisi fenomena alam yang diterjadi disekitar.

Hasan Al-Banna menjelaskan bahwa Al-Qur‟anul Karim memaparkan

ayat-ayat alam semesta ini bukan untuk menjelaskan bagaimana proses

penciptaan bumi, tetapi untuk menarik perhatian bahwa bumi dan alam semesta

yang diciptakan dengan begitu cermat ini adalah ciptaan, buatan, dan karya

Allah swt. Bahwa Allah yang telah menciptakan bumi dengan segela keajaiban

dan keaneh-annya, yang memiliki ilmu, keagungan dan ketuhanan tunggal ini,

agar tidak ada yang diibadahi selain-Nya („Asyur, 2006 : 61)

Seperti yang telah dijelaskan didalam (Q.S. Al-Baqarah: 21-22), ayat ini

menyuruh manusia untuk menyembah Allah yang telah menciptakan kalian

dan orang-orang sebelum kalian. Agar mereka bertaqwa. Dan Allah yang telah

menciptakan bumi sebagai hamparan, dan langit sebagai atap, dan Allah juga

47

telah menurunkan air dari langit sehingga turun hujan yang menyirami buah-

buahan sebagai rizeki mereka. Maka janganlah kalian menyekutukan Allah,

bahwa kalian mengetahuikebesaran Allah.

Al-Qur‟anul Karim yang telah memaparkan ayat-ayat dan hakikat ini

dilihat dalam konteks kemahatunggalan dan kemahaesaan dalam keagungan

Allah. Hal ini tidak menjelaskan namun menjelaskan agar mereka mengetahui

sifat-sifat Allah yang biasa dijadikan bukti tentang kekuasaannya.Begitu

pentingnya dalam memahami fenomena-fenomena alam semesta yang telah

Allah ciptakan di bumi ini.Sebagai tanda akan kebesaran Allah tentang alam

semesta („Asyur, 2006: 61).

Buku “Ceramah-Ceramah Hasan Al-Banna” karya Ahmad Isa „Asyur

(2006: 61), menjelaskan bahwa Al-qur‟anul karim telah mengemukakan

fenomena-fonemana alam semesta seperti matahari, bulan, tumbuh-tumbuhan,

dan hujan, tidaklah bertujuan memberitahu kita akan teori-teori ilmiah tentang

benda-benda ini, melainkan bertujuan menarik perhatian terhadap bukti yang

terlihat nyata yang menunjukkan kebesaran Allah swt. Tetapi, saudara-saudara

yang tercinta, mengapa Al-Qur‟anul karim tidak membahas aspek-aspek ini

secara ilmiah murni?

Alam semesta didalam al-qur‟an telah menjelaskan bahwa Allah-lah

yang telah menciptakan semua yang ada di bumi ini. Sebagai bukti bahwa

kebesaran Allah sangat indah. Sehingga sebagai umat muslim harus

mensyukuri apa yang telah diciptakan allah di bumi ini. Pada hakikatnya

manusia mengetahui hakikat alam semesta ini dengan adanya bukti yang telah

diturunkan Allah serta adanya penjelasan di dalam ayat-ayat al-qur‟an.

48

Hasan Al-Banna menjelaskan bahwa dalam al-qur‟anul karim

mengemukakan awal penciptaannya, beberapa fenomena alam, dan keadaan

akhirnya. Al-Qur‟anul Karim menyinggung permulaan penciptaan langit dan

bumi, fenomena matahari dan bulan, dan akhir dari alam semesta ini.

Keterangan Al-qur‟anul tentang berbagai masalah ini tidak ada yang

bertentangan dengan hakikat-hakikat ilmiah yang telah banyak diketahui oleh

akal manusia yang telah disingkap oleh para ahli alam melalui berbagai

eksperimen mereka dengan menggunakan sarana-sarana modern yang tidak

berhubungan sama sekali dengan wahyu („Asyur, 2006: 63)

Allah berfirman : “dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan

supaya kalian mengingat akan kebesaran Allah.” (az-dzakirat :49)

Ahmad Isa „Asyur dalam buku “Ceramah-Ceramah Hasan Al-Banna,

(2006: 66) bahwa Hasan Al-Banna telah menjelaskan alam semesta menjadi

beberapa bagian untuk mempermudah para pendengar dalam memahami

fenomena-fonomena alam semesta.

a. Hasan menjelaskan tentang tanda-tanda kebesaran Allah di dalam alam

semesta yang telah djelaskan dalam kitab Allah swt.

b. Kita tidak berusaha memaksa Al-Qur‟an mengikuti penafsiran ilmiah atau

memaksanya agar tidak bertentangan dengan kesimpulan penelitian ini. Kita

harus mengetahui bahwa Al-Qur‟an tidak akan bertentangan dengan fakta

ilmiah yang sudah pasti.

c. Hasan menjelaskan bahwa banyak para ilmuwan yang mengetahui tentang

alam semesta, tetapi hanya sedikit ilmu yang didapatnya. Karena didalam

ilmu pengetahuan yang lain masih memiliki fase-fase.

49

d. Hasan menjelaskan bahwa Al-Qur‟an mempunyai perbedaan dibandingkan

kitab-kitab sebelumnya, maka perhatiannya tentang alam semesta sebagai

salah satu dari sumber-sumber keimanan. Al-Qur‟an memberikan kebebasan

yang luas untuk melakukan penelitian, kajian, perhatian, dan observasi.

Uraian diatas tentang alam semesta ini Hasan Al-Banna menjelaskan agar

masyarakat Mesir mengetahui tanda-tanda kebesaran Allah didalam kitab.

Karena didalam penafsiran al-qur‟anul karim tidak berbeda dengan penafsiran

ilmiah. Bahkan para ilmuwan pun juga memiliki penafsiran yang berbeda

karena para ilmuwan masih menggunakan fase-fase. Sehingga Hasan Al-Banna

menjelaskan agar umat muslim mempunyai perbedaan tentang pemahaman

alam semesta, karena alam semesta juga termasuk salah sumber dari keimanan.

Hubungan teologi dakwah Hasan Al-Banna dengan alam semesta yaitu di

setiap dakwah yang disampaikan Al-Banna tidak lepas dari apa yang

terkandung di dalam al-qur‟an. Maka, disetiap ayat-ayat al-qur‟an telah

menjelaskan hubungan antara fenomena alam semesta dengan Allah.

4. Alam Metafisik Dalam Al-Qur‟an

Hasan Al-Banna telah menjelaskan tentang alam metafisik dalam

pandangan Al-Qur‟anul Karim. Dalam kitab Al-Qur‟anul karim telah

membicarakan berbagai macam alam. Alam-alam yang tidak termasuk dalam

batas-batas dunia materi yang unsur-unsurnya dapat dilihat dengan indra,

seperti menyentuh, melihat, merasakan, mencium, atau mendengar. Al-

Qur‟anul Karim juga menyebutkan bahwa masih ada alam-alam yang lain

selain alam yang bisa di raba, dirasakan, dilihat, dan di dengar dengan indra

fisik. Selain yang disebut diatas Al-Qur‟anul Karim juga menjelaskan bahwa

50

alam yang lain diantara yaitu ruh, malaikat, jin, dan menjelaskan tentang al-

Malaul A‟la (Ahmad Isa Asyur, 2006 :68). Dalam bahasa alam metafisik

adalah alam yang tidak terlihat. Artinya, ia adalah alam yang tidak bisa

dideteksi dengan indra kita (Ahmad Isa Asyur. 2006 : 74).

Hasan Al-Banna menjelaskan alam metafisik dalam Al-Qur‟an terbagi

menjadi 3 antara lain :

a. Al-qur‟an membicarakan tentang ruh.

Al-Qur‟an mengatakan, “Aku lah meniupkan ke dalamnya tentang

ruhku.” (Al-Hijr: 29) “ Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh.

Katakanlah, „ruh itu termasuk urusan Tuhanku dan tidaklah kalian diberi

pengetahuan melainkan sedikit.” (QS. Al-Isra‟: 85). Jadi, ada sesuatu yang

dinamakan ruh. Ia adalah utusan Allah swt.

Dakwah ini Hasan Al-Banna menjelaskan tentang kehidupan alam

metafisik yang bermanfaat bagi kita dan mendiamkan kita kepada hal-hal

yang tidak bermanfaat bagi kita. Maka kita harus memberikan kelapangan

agar kita tidak mempunyai fikiran yang membuat diri kita tersesat.

b. Al-qur‟anul karim membicarakan tentang malaikat

Hasan Al-Banna menjelaskan bahwa didalam Al-Qur‟anul Karim

para malaikat mempunyai tugas-tugas tertentu.Mereka bertasbih dan

beristighfar.Mereka juga melaksanakan sebagian tugas yang berkaitan

dengan balasan amal.Mereka juga menyampaikan ucapan selamat kepada

para penduduk surga. (Ahmad Isa Asyur, 2006: 70).

Malaikat juga melaksanakan beberapa tugas berkenaan dengan ruh,

misalnya mereka menerima ruh-ruh itu. “alangkah dahsyatnya sekiranya

51

kamu melihat di waktu orang-orang zhalim (berada) dalam tekanan-

tekanan sakaratul maut, sedangkan para malaikat memukul dengan

tangannya, (sambil berkata), „katakanlah nyawa kalian! Dia hari ini kalian

dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kalian selalu

mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena)

kalian menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.” (Al-An‟am: 93).

Hasan al-Banna dalam dakwah ini menjelaskan bahwa Al-Qur‟anul

Karim membicarakan tentang malaikat dan beberapa bentuk interaksi

mereka dengan manusia, “ingatlah ketika kamu mengatakan kepada orang-

orang mukmin, „apakah tidak cukup bagi kalian bahwa allah telah

membantu kalian dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?”

(ali-imran: 124).

c. Al-qur‟an membicarakan tentang jin

Hasan al-Banna menjelaskan bahwa jin mempunyai sifat seperti

manusia. Mereka juga pernah mencuri-curi berita, tetapi kemudian mereka

dihalangi dari perbuatan itu; dan diantara mereka ada yang shalih dan ada

pula yang jahat. Mereka juga mempunyai kemampuan yang lebih besar

untuk melakukan suatu perbuatan daripada kemampuan manusia. “ifrit

yang cerdik dari golongan jin berkata, „Aku akan dating kepadamu dengan

membawa singgasana itu, sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu.

Sesungguhnya aku benar-benar kuat lagi dapat dipercaya.” (An-Naml: 39).

Hasan Al-Banna juga menjelaskan bahwa dikalangan jin terdapat satu

golongan setan, yang melakukan godaan terhadap manusia serta menghiasi

perbuatan-perbuatan jahat dan maksiat yang membinasakan supaya

52

tampak indah dalam pandangan manusia, sehingga mereka terjerumus ke

dalamnya. Adapun hubungan mereka dengan iblis adalah: iblis merupakan

pembesar mereka. Al-Qur‟an juga menceritakan bahwa bangsa jin

mengenal tentang kitab-kitab lama yang diturunkan oleh Allah dan mereka

membanding-bandingkan antara kitab-kitab samawi tersebut dengan teliti.

(„Asyur, 2006: 72).

Al-Qur‟anul Karim telah membahas alam metafisika ini, ia

membicarakannya dengan ungkapan yang sangat singkat. Ia tidak

memaparkan hakikat-hakikat dari keadaan alam ini, tetapi hanya

mengemukakan beberapa kekhususannya. Contohnya, ia tidak

menyebutkan bagaimana Allah menciptakan para malaikat dan tidak

menyebutkan diri apakah asal usul ruh, tidak pula tentang struktur al-

mala‟u A‟la ini.

Pesan dakwah Hasan Al-Banna dalam alam metafisika ini dapat

diambil menjadi dua pelajaran. Yang pertama, kita berkewajiban untuk

menggunakan adab-adab yang diajarkan oleh Al-Qur‟an dan berhenti

sebatas keterangan yang diberikannya, jika kita hendak melakukan

pembahasan mengenai masalah-masalah ini. maka kita tidak boleh

membiarkan akal berkelana bebas mengenainya. “Dan janganlah kamu

mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.

Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan

dimintai pertanggungjawabannya.” (Al-Isra‟: 36).

Pelajaran kedua, Hasan menjelaskan bahwa banyak pertanyaan yang

mengatakan, mengapa al-qur‟anul karim tidak membicarakan alam

53

metafisika ini secara luas dan terperinci? Jawaban dari pertanyan ini

adalah al-qur‟an datang untuk memberikan manfaat, sedangkan kita tidak

memperoleh manfaat dari keterangan semacam ini. Kita, manusia ini,

diajak berbicara sesuai dengan bahasa kita dan sesuai dengan kadar

pengetahuan dan pemahaman kita. Sedangkan bahasa kita hanya meliputi

apa yang ada, baik secara empiris maupun secara nonempiris,

dilingkungan orang-orang yang berbicara dengannya. Jadi maksud dari

pelajaran kedua ini yaitu bahwa Al-Qur‟an memberikan penjelasan tentang

alam metafisika ini tidak mendalam namun sesuai dengan apa yang kita

ketahui. Orang-orang yang mendapatkan sedikit pengetahuan tentang alam

metafisika ini, mereka mengetahui sebagian dari aspek-aspeknya dan hal-

hal yang berhubungan dengannya. Para malaikat pernah berkunjung

kepada sayidina imran bin hushain ketika beliau sakit. Beliau pernah

mengatakan, “Para malaikat mengunjungiku dan menjabat tanganku.”

(„Asyur, 2006: 74).

D. Metode Dakwah Hasan Al-Banna

Arti metode dakwah berasal dari dua kata yaitu “meta” (melalui)

dan“hodos” (jalan, cara). Dengan demikian kita dapat artikan bahwa metode

dakwah adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.

Sumber yang lain meyebutkan bahwa metode berasal dari bahasa jerman

methodica artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa yunani metode berasal

dari kata metodos artinya jalan yang dalam bahasa Arab disebut thariq. Metode

berarti cara yang telah diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai

54

suatu maksud (M. Munir, 2009; 7). Hasan Al-Banna dalam menyampaikan

dakwah menggunakan metode, metode yang digunakan antara lain :

1. Ta‟rif (pengenalan)

Metode ta‟rif adalah mengenalkan islam kepada orang dan membekali

mereka dengan tsaqofah islamiyah yang memadai, juga mengenalkan

jamaah dan fikrahnya agar orang memberikan loyalitasnya dengan iman,

serta orang yang kita ajak tadi mengamalkan ajaran islam dengan baik.

Dalam tahapan ini diharapkan tumbuhnya komitmen dari mereka untuk

memperjuangkan kemenangan Islam.

(https://akhirgaberakhir.wordpress.com/2012/08/15/mengenal-tarif-takwin-

dan-tanfidz-2/).

Sistem dakwah ini adalah sistem kelembagaan. Urgensinya adalah

kerja sosial bagi kepentingan umum, sedangkan medianya adalah nasehat

dan bimbingan sekali waktu, serta membangun berbagai tempat yang

berguna di waktu yang lain, juga berbagai media aktifitas lainnya. Metode

ini bersifat umum (Hawwa, 1999 : 111).

2. Takwin (pembentukan)

Menurut Hasan Al-Banna metode takwin adalah menyeleksi

pendukung, mempersiapkan pasukan, dan memobilisasi shaf. Metode ini

dilakukan untuk menegakkan dalam melakukan seleksi terhadap anasir

positif untuk memikul beban jihad dan untuk menghimpun berbagai yang

ada. Sistem dakwah ini bersifat tasawuf murni dalam tataran ruhani dan

bersifat militer dalam tataran operasional.Slogan untuk dua aspek ini adalah

perintah dan taat dengan tanpa keraguan. Semua kitabah (nama satuan

55

kelompok para militer ikhwan) yang ada kini adalah representasi dari

metode ini dalam kehidupan dakwahnya. Dakwah dalam tahapan ini bersifat

khusus.Tidak dapat dikerjakan oleh seseorang kecuali yang memiliki

kesiapan yang benar untuk memikul beban jihad yang panjang masanya dan

berat tantangannya. Slogan utama dalam persiapan ini adalah totalitas

ketaatan tsaqofah islamiyah yang memadai, juga mengenalkan jamaah dan

fikrahnya agar orang memberikan loyalitasnya dengan iman, serta orang

yang kita ajak tadi mengamalkan ajaran islam dengan baik. Dalam tahapan

ini diharapkan tumbuhnya komitmen dari mereka untuk memperjuangkan

kemenangan islam. (Hawwa, 1999: 112)

3. Tanfidz (aplikasi)

Dakwah yang dimaksud dangan metode tanfidz adalah jihad, tanpa

kenal sikap plin plan, kerja terus menerus untuk menggapai tujuan akhir,

dan kesepian menanggung cobaan dan ujian yang tidak mungkin bersabar

atasnya kecuali orang-orang yang tulus.Tidaklah dakwah ini meraih

keberhasilan kecuali dengan „ketaatan yang total‟ juga. Untuk inilah shaf

pertama Ikhwanul Muslimin berba‟iat pada bulan Rabi‟ul Awwal 1359 H

(1999: 112).

Metode yang digunakan Hasan Al-Banna dalam berdakwah ada tiga

macam yaitu metode ta‟rif, takwin dan tanfidz, ketiga metode ini digunakan

Al-Banna berdakwah untuk mencapai tujuan yang diinginkan yaitu untuk

menarik masyarakat Mesir agar mengikuti dakwah Al-Banna dengan tujuan

untuk merubah masyarakat Mesir agar selalu menegakkan Islam. Sehingga

56

dengan dakwah inilah yang dilaksanakan al-banna dalam menyusun sebuah

organisasi untuk menjaga kehidupan masyarakat Mesir dalam beragama.

E. Perubahan Masyarakat di Mesir Pasca Dakwah Hasan Al-Banna

Dakwah yang disampaikan Hasan Al-Banna memberikan pengaruh bagi

kehidupan masyarakat Mesir. Kehidupan masyarakat Mesir yang jauh dari

Islam dengan adanya dakwah ini masyarakat Mesir akhrinya mulai

menjalankan perintah Allah sesuai dengan ajaran Allah. Perubahan ini muncul

terbagi menjadi empat macam antara lain.

1. Aspek Moral dan Aqidah dalam Agama

Kehidupan sosial masyarakat mesir sebelum adanya dakwah hasan

Al-Banna masyarakat Mesir masih banyak yang menyembah dewa dan

belum menemukan paham Ketuhanan Yang Maha Esa.Sehingga dengan

adanya kehidupan keagamaan yang masih kurang al-banna memberikan

ceramah untuk mengajak masyarakat Mesir beramar ma‟ruf nahi

munkar. Sehingga al-bana menjelaskan tentang keagamaan dalam tiga

macam, antara lain:

a. Fiqih; menurut Hasan al-Banna, perbedaan pendapat dalam masalah

fiqih hendaknya tidak menjadi sebab terjadinya perpecahan dalam

agama, juga tidak membawa pada permusuhan dan saling membenci.

Setiap mujtahid akan mendapatkan pahalanya. Selanjutnya al-Banna

menjelaskan bahwa para sahabat Nabi berbeda pendapat dalam

masalah furu‟ fiqhiyyah, tetapi mereka tidak terpecah jamaahnya dan

tidak terjadi kemarahan di antara mereka.

57

b. Aqidah; dasar aqidah Islam dan seluruh hukum Islam menurut Hasan

al-Banna ialah al-Qur‟an dan Sunnah Rasulullah. Selain aqidah

Islam didasari oleh dua sumber itu, aqidah juga dikuatkan oleh akal

dan ditetapkan oleh pandangan yang benar. Oleh sebab itu, Islam

melarang bertaqlid dalam bertauhid dan umat Islam harus berpikir

dalam memahami aqidah dan mengharapkan pertolongan Allah

dalam memahami dasar-dasar agama sehingga dapat mencapai

tingkat kesempurnaan. Dalam bidang ini, al-Banna berusaha keras

untuk memurnikannya dari aspek syirik dan ia bermaksud untuk

memberantas kemungkaran.

c. Tasawuf; ada dua macam tasawuf menurut al-Banna, tasawuf yang

dilaksanakan dengan baik dan yang dilaksanakan secara tidak baik.

Hasan Al-Banna menjelaskan tentang agama dalam tiga bagian

yaitu fiqih, aqidah dan tasawuf. Ketiga bagian ini menjelaskan agar

masyarakat Mesir selalu berpegang teguh kepada islam dan tidak

terpecah. Serta menjelaskan tentang dasar-dasar agama sehingga

mereka dapat membedakan tasawuf yang baik dan yang tidak

baik.(syams.2014:http://fatmawatisyams.blogspot.co.id).

Ketiga macam pengertian agama yang telah disampaikan Hasan

Al-Banna dapat menuai hasilnya.Sehingga masyarakat mesir mulai

tergugah jiwa dan fikirannya untuk mejalankan perintahnya dan

menjahui larangannya.

58

2. Aspek Sosial

Menurut Abdul Mu‟iz dalam buku Tarbiyah Siyasiyah Pendidikan

Politik Ikhwanul Muslimin (2000: 246), Perubahan sosial setelah adanya

dakwah Hasan Al-Banna yaitu adanya kemunduran atau kebangkitan

suatu masyarakat memiliki sebab-sebab yang berpulang kepada jiwa

individu-individunya. Setiap bangsa atau masyarakat berada di antara dua

kondisi: kondisi lemah dan kondisi kuat. Suatu bangsa dalam keadaan

kuat dan bangkit, apabila memenuhi syarat-syarat kejiwaan pada

individu-individunya, yaitu keyakinan bersama kepada tujuan dan

idealism, kehendak bersama untuk bangkit, konsep tertentu untuk

mencapai tujuan, serta perencanaan dalam rangka merealisasikan konsep

tersebut, meski memerlukan pengorbanan-pengorbanan. Sebaliknya suatu

bangsa akan berada dalam kondisi lemah sosial apabila melupakan tujuan

dan idealismenya, lemah kemauannya, lebih mengutamakan kesenangan

dari pada perjuangan dan pengorbanan, rusak akhlaknya, tenggelam

dalam kemewahan, dan tersesat dari cara pandangnya yang benar.

Peruabahan sosial ini muncul dari individu yang telah menguji

keimanan yang tidak memegang kendali. Sehingga timbul kemunduran

secara bertahap untuk menuju sebuah kebangkitan dan kekuatan. Akibat

munculnya sebuah kemunduran, antara lain: tenggelam dalam

kemewahan dan memperturutkan hawa nafsu, kejumudan berpikir dan

fanatisme pendapat, serta pengabaian terhadap Al-Qur‟an dan As-Sunah,

sikap mengabaikan pengetahuan praktis dan alam, kesombongan dan

kesewenang-wenangan para penguasa, serta keengganan mereka

59

memperhatikan perkembangan sosial yang terjadi pada berbagai bangsa,

perebutan kepemimpinan dan friksi-friksi politik, dorongan dalam diri

mereka untuk mengikuti tradisi musuh dalam hal-hal yang menimbulkan

madharat dan tidak bermanfaat (Mu‟iz, 248)

Setelah adanya kemunduran ini masyarakat Mesir menyadari

bahwa sesungguhnya kebangkitan itu ada dalam diri setiap umat seperti

yang telah dijelaskan hasan al-banna.Perubahan itu dapat berupa

kepemimpinan, pendidikan, dan politik yang berlandaskan dengan Islam.

3. Aspek Ekonomi

Perubahan aspek ekonomi dalam dakwah Hasan Al-Banna

merupakan pilar penting yang menjadi pijakan bagi perbaikan dalam

berbagai sektor. Keyakinan ini bersifat hakiki dan mereka yang rasional

tidak akan membantahnya. Hakikat ini memandang harta sebagai pilar

kehidupan. Jadi kebangkitan apapun yang tidak memiliki sumber dana,

pasti akan mengalami kematian. Perbaikan apapun yang tidak berpijak

pada sumber daya alam pasti akan terkubur dalam buaiannya. Oleh

karena itu, Al-Qur‟an menyerukan pencurahan harta, mewajibkan zakat,

menghalalkan ghanimah, membolehkan perdagangan, menyerukan

pertanian dan industri, serta mengarahkan kaum muslimin untuk

memiliki pekerjaan yang baik (Al-Wakil, 2001: 89).

Hasan al-Banna menjelaskan bahwa Mesir tengah berada di tengah

pengeluaran antar berbagai sistem ekonomi; kapitalisme, sosialisme, dan

komunisme. Oleh karena itu, sebaiknya Mesir segera melepaskan

ekonominya kepada tatanan Islam dan arahan-arahan yang baik, serta

60

menjadikannya sebagai acuan. Dengan demikian, Mesir akan selamat dari

semua akibat negatif yang ada pada sistem-sistem tersebut dan mampu

menyelesaikan problem ekonominya dalam jangka waktu yang singkat

(Al-Banna, 1997: 391).

“Risalah pergerakan Ikhwanul muslimin” karya Hasan AL-Banna

(1997, 391-392), menjelaskan tentang sistem ekonomi Islam dalam pilar

kehidupan, sebagai barikut:

1. Islam memegang harta yang baik sebagai pilar kehidupan yang

harus dipelihara, diatur, dan dimanfaatkan.

2. Kewajiban bekerja dan berprofesi bagi setiap orangyang mampu.

3. Islam mewajibkan menguak semua sumber daya alam dan

memanfaatkan semua potensi yang tersedia di alam semesta.

4. Islam mengharamkan semua profesi yang tidak terpuji.

5. Mendekatkan jarak antar tingkatan sosial yang pada akhirnya

menutup jurang antara si kaya dan si miskin.

6. Jaminan sosial bagi setiap warga Negara, asuransi bagi kehidupan,

dan upaya untuk menesejahterakan mereka.

7. Islam menganjurkan infaq pada semua lahan kebaikan, terciptanya

keperdulian sesama warga Negara, serta saling menolong dalam

kebaikan dan taqwa.

8. Menjunjung nilai harta dan menghormati hak milik pribadi selama

tidak bertentangan dengan kepentingan umum.

61

9. Mengatur transaksi permodalan dengan undang-undang yang adil

dan santun, serta melakukan pengawasan yang ketat terhadap

modal.

10. Penegasan terhadap tanggung jawab Negara untuk melindungi

sistem ini.

Penjelasan dari sistem ekonomi diatas bahwa prinsip-prinsip diatas

termasuk dalam ajaran-ajaran Islam.Bawah sistem ekonomi tersebut telah

dijelaskan didalam Al-Qur‟anul karim. Untuk menjelaskan kepada

masyarakat muslim agar menggunakan harta yang dimiliki itu dengan

baik.

4. Aspek Politik

Di Mesir, menurut Yusuf al-Qaradhawi, sebelum adanya dakwah

Hasan al-Banna dan lembaga pendidikan yang beliau dirikan, aspek politik

tidak mendapatkan perhatian sama sekali oleh masyarakat Islam. Dari sini

kemudian terjadi dikotomi antara seorang agamis dan seorang

politisi.“Seorang agamis,” tulis ulama yang kini bermukin di Qatar itu,

“dilarang berkecimpung dalam masalah politik,” sebaliknya juga, “seorang

politisi dilarang berkecimpung dalam masalah agama.” (rahmadani, 2012.

http//:eviriskirahmadani.wordpress.com)

Menurut Hasan al-Banna dalam buku “Risalah Pergerakan Ikhwanul

Muslimin Jilid 1” (1997 M: 199), sebagai salah satu tokoh pergerakan

Islam yang memiliki pengaruh di Mesir, bahkan dunia Islam memiliki

pemikiran dan praksis dalam kancah politik. Pemikiran politik Hasan al-

Banna, setidaknya ada empat hal, yaitu: nasionalisme Mesir, „Urubah

62

(Arabisme), Paham Ketimuran (Asy-Syarqiyah), dan Internasionalisme dan

humanisme.

a. Nasionalisme Mesir

Mesir sendiri adalah negeri muslim yang menerima Islam

dengan talaqi, turut memperjuangkannya, menentang setiap upaya

yang memusuhinya sepanjang perjalanan sejarah, ikhlas dalam

memeluknya, dan cenderung kepada Islam dengan perasaan yang

sangat halus dari lubuk hati yang paling dalam. Mesir tidak akan baik

kecuali dengan Islam, dan tidak mungkin bisa sembuh dari penyakit

kecuali dengan pengobatannya. Mesir telah condong kepada Islam

dalam mengendalikan berbagai situasi sebagai wujud pemihakan

penduduknya kepada fikrah islamiyah dan senantiasa berupanya

menegakkannya (Al-Banna, 1997: 200).

Sesungguhnya kami bangga bahwa kami mempunyai loyalitas

terhadap negeri tercinta ini, beramal demi kepentingannya, dan

berjuang dari kebaikannya. Kami akan terus-menerus bersikap

demikian dengan keyakinan bahwa ini merupakan tahap awal dari

rangkaian panjang jalan menuju kebangkitan Islam secara global

seperti yang didambakan. Mesir adalah bagian dari negeri arab secara

umum. Ketika kami berjuang untuk Mesir, sama saja kami telah

berjuang untuk Arab, untuk bangsa Timur, dan untuk Islam (1997:

201).

Sejarah Mesir sama sekali tidak mempengaruhi kami dalam

masalah ini, termasuk para pemimpinnya terdahulu dengan segala

63

macam keyakinan, agama, dan kepihakan ideologis mereka. Di satu

sisi kami tidak bisa menutup mata dari sejarah Mesir yang di

dalamnya terdapat kejayaan peradaban dan kemajuan ilmu

pengetahuan. Di sisi lain, kami mempunyai komitmen untuk

meluruskan penyimpangan. Bahkan, kalau perlu kami akan

memerangi segala warisan ideology fir‟aun (Fir‟aunime) dengan

seluruh kekuatan kami jika masih ada pihak-pihak yang meyakininya

sebagai ideologi bangsa Mesir dan mengajak menerapkannya.

Padahal, Allah telah memberikan hidayah kepada bangsa ini dengan

ajaran Islam, melapangkan dadanya, menerangi bashirah-nya,

manambah kamuliaan dan kejayaannya melebihi apa yang pernah

diraihnya sebelum ini, serta membebaskannya dari apa saja yang

mewarnai sejarahnya dari daki-daki paganisme, noda-noda syirik, dan

berbagai tradisi jahiliyah (Al-Banna,1997: 201).

b. Arabisme (Al-„Urubah)

Menurut Hasan Al-Banna dalam buku “Risalah Pergerakan

Ikhwanul Muslimin”(1997: 202), menjelaskan bahwa Al-„Urubah atau

arabisme atau liga arab juga memiliki tempat tersendiri dan peran

yang berarti dakwah kami. Bangsa Arab adalah umat dan penduduk

yang pertama kali menerima kedatangan Islam. Dia juga merupakan

bangsa yang terpilih. Hal ini sesuai dengan apa yang disabdakan

Rasulullah SAW.,

سلم إذا ذل العرب ذل ال

Idza> dzalla al-„arabu dzalla al-isla>mu “jika bangsa Arab hina, maka hina pulalah Islam”

64

Islam tidak mungkin akan bangkit tanpa adanya kebulatan

pandangan tentang kebangkitan dari bangsa-bangsa Arab. Perlu

diketahui, bahwa setiap jengkal tanah di jazirah Arab adalah bagian

dari induk tanah air kami dan inti dari Negara kami (1997: 202 ).

Batas-batas geografis dan politis sama sekali tidak dapat

menghilangkan makna kesatuan Arab yang islami dari dalam jiwa

kami. Makna itulah yang telah mempersatukan hati kami untuk sebuah

cita-cita dan tujuan yang satu serta menjadikan semua wilayah ini

sebagai tanah air yang satu, betapa pun berat tantangan yang harus

dihadapi. Di antara ungkapan yang paling menakjubkan dalam

masalah ini adalah apa yang telah di kemukakan oleh Rasulullah

tentang makna “Arab”, dimana beliau memaknainya sebagai “bahasa”

dan “Islam” (Al-Banna, 1997: 202).

Diriwayatkan oleh Al-Hafizh Ibnu Asakir dengan sanad dari

Malik, bahwa Rasulullah Saw. Bersabda,

ين واح العربيةبأ د, وليست يا أي ها الناس, إن الرب واحد, والب واحد, وإن الد

ا هي اللسان, فمن تكلم بالعربيةف هوعرب حدكم من أب ول .أم, وإن

Ya> ayyuha>nna>su, innarrabba wa>chidun, wa>l-abu wa>chidi, wainnaddi>na wa>chidun, wa laisati al-„arabi>yatu biachadikum min abin wa la> um>i, wa innama> hiya al-lisa>nu, faman takallama bi>l‟arabiyyati fahuwa „arabiyyun.

“wahai sekalian manusia, sesungguhnya Tuhan itu satu, bapak itu

satu, dan agama itu satu. Bukanlah Arab di kalangan kamu itu

sebagai bapak atau ibu.Sesungguhnya, Arab itu adalah lisan

(bahasa), maka barang siapa yang berbicara dengan bahasa Arab,

dia adalah orang Arab.”

65

Dari hadits diatas menjelaskan bahwa bangsa-bangsa Arab yang

membentang dari teluk Persia sampai Maroko dan Mauritania di

Lautan Atlantik, semuanya adalah bangsa Arab.Mereka dihimpun oleh

akidah serta dipersatukan oleh bahasa dan territorial yang satu.Tidak

ada yang memisahkan dan membatasinya.Kami yakin ketika kami

beramal untuk Arab, berarti kami juga beramal untuk Islam dan untuk

kebaikan dunia seisinya,( 1997: 203).

c. Paham Ketimuran (Asy-Syarqiyah)

Dalam Buku Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin karya

Hasan Al-Banna Jilid 1 (1997: 203), menjelaskan bahwa Paham

ketimuran juga mempunyai tempat tersendiri dalam dakwah kami,

kendati makna yang menyatukan antar perasaan manusia yang ada di

dalamnya adalah makna yang bersifat temporer dan incidental. Makna

yang tersirat dari istilah tersebut, kelahirannya dipicu oleh

kepongahan barat dengan peradaban materialisnya, serta sikap

keterlaluan mereka dalam mempromosikan kemajuan dan kemodernan

masyarakatnya. Barat berusaha mengambil jarak dari bangsa-bangsa

kita, dan mereka menuluki kita dengan sebutan bangsa Timur. Pada

saat yang sama, mereka membagi belahan dunia ini menjadi dua :

barat dan timur. Mereka terus menerus mempropagandakan pemilihan

ini, sampai-sampai salah seorang penyair mereka dengan arogan

berucap, “timut adalah timur, barat adalah barat. tidak mungkin

keduanya akan bersatu”.

Latar belakang inilah yang memaksa bangsa-bangsa timur

menyatukan diri mereka menjadi sebuah kubu, dalam upaya

menghadapi bangsa barat. Namun, jika barat (pada saatnya nanti) mau

bersikap pertentangan dan kolonialnya, niscaya akan hilang pula

66

fanatisme yang temporer tersebut dan diganti dengan sebuah fikrah

ta‟awan” (kerjasama) antar bangsa, demi kebaikan dan peningkatan ke

makmuran bersama (1997: 203).

d. Internasionalisme dan Humanisme

Internasionalisme („alamiyah) dan Humanisme (insaniyah)

adalah sasaran tertinggi dan tujuan akhir dakwah kami. Dia

merupakan hasil akhir yang bisa diraih oleh dakwah ini dalam upaya

islahul umah (perbaikan masyarakat). Tidak bisa dipungkiri lagi

bahwa masyarakat dunia -cepat atau lambar- akan cenderung

mengarah kesana. Persatuan antar bangsa, perhimpunan antar ras dan

suku, saling membaurnya pihak yang lemah untuk memperoleh

sebuah kekuatan dan bergabungnya mereka yang terpisah untuk

mendapatkan nimatnya persatuan, semua itu merupakan jalan menuju

terwujudnya sebuah kepemimpinan dunia yang bersifat global dan

universal (Al-Banna, 1997: 204).

Menurut Hasan Al-Banna dalam Buku “Risalah Pergerakan

Ikhwanul Muslimiin Jilid 1 (1997: 204), menjelaskan bahwa untuk

mewujudkan konsep ini Islam telah menyodorkan sebuah

penyelesaian yang jelas bagi masyarakat untuk keluar dari lingkaran

masalah seperti ini. Langkah pertama kali yang dilakukan adalah

dengan mengajak kepada kesatuan akidah, kemudian mewujudkan

kesatuan amal. Hal ini sejalan dengan ayat dalam al-Qur‟an suratAsy-

Asyu>ra> 13:

ين ما ن به ن وحا والذي وصى شرع لكم من الد نابه اوحي ى وموس هيم اب ر ا اليك وما وصي

67

نماتدعوهم وعيس ين ولت ت فرق وا فيه كب ر على المشركي اليه الل يتب اليه ى ان اقيموا الد (31اليه من ي نيب ) وي هدي ء من يشا

Syara’a lakum minaddi>ni ma> washa> bihi> nu>cha>u wa>l ladzi> auchaina> ilaika wama> washshaina> bihi> ibra>hi>ma wamu>sa> wa’i>sa> an aqi>mu> al-dzi>na wa la>tatafarraqu> fi>hi. Kabura ‘ala> al-musyriki>na ma> tad’u>hum ilaihi. Allahu

yajtabi> ilaihi mayyasya>u wayahdi> ilaihi mayyuni>bu.

“Dia telah mensyari‟atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwariskan-Nya kepada Nabi Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Nabi Ibrahim, Musa dan Isa yaitu „Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.”

Al-Qur‟an diturunkan dengan bahasa Arab, dan ia merupakan

asas agama ini. Shalat merupakan bentuk taqarub (pendekatan diri),

kepada Allah yang paling utama, serta menjadikan sarana

praktismenuju kesatuan bahasa setelah adanya kesatuan iman.

Shalat, zakat, puasa, dan haji, merupakan bentuk pelembagaan

aktivitas ibadah yang berdimensi social dan bermuara pada

persatuan, persamaan, serta menghindarkan manusia dari perpecahan

(Al-Banna, 1997: 205).

Dari sinilah, dakwah Hasan Al-Banna mempunyai tahapan-

tahapan yang dapat direalisasikan, dilalui semuanya, dan akhirnya

bisa mengantarkan pada tujuan. Al-banna berharap Mesir bisa

menjadi Negara muslim yang medukung setiap upaya dakwah

islamiyah, menyatukan seluruh potensi bahasa Arab, berjuang untuk

kebaikan mereka, melindungi kaum muslimin di seluruh penjuru

bumi dari segala bentuk permusuhan, dan menebarkan kalimat Allah

68

serta menyampaikan risalah-Nya, sehingga tidak ada lagi fitnah dan

agama semuanya hanya bagi Allah.

Dari keempat aspek ini Hasan Al-Banna menjelaskan bahwa

kehidupan masyarakat muslim harus berpegang teguh dengan Islam.

Sehingga dalam dakwah ini Al-Banna mengajak masyarakat Mesir

untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah.Dalam mewujudkan

kebaikan dalam menegakan Islam Al-Banna membentuk sebuah

organisasi yang bernama Ikhwanul Muslimin.