bab i pendahuluan - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/46263/7/bab i.pdfbab i pendahuluan 1.1...

23
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inovasi bahasa termasuk dalam kajian dialektologi diakronis yang merupakan bagian internal dari pengkajian linguistik historis komparatif. Inovasi merupakan kebalikan dari retensi. Inovasi terjadi apabila bahasa atau dialek yang diteliti mengalami perubahan, sedangkan retensi terjadi apabila dalam bahasa atau dialek modern yang dipakai penutur masa sekarang masih mencerminkan unsur-unsur atau bentuk-bentuk bahasa purba (Nadra dan Reniwati, 2009: 31). Jika dalam suatu dialek terdapat lebih banyak unsur purba dibandingkan inovasi disebut dialek purba, sedangkan dialek yang lebih banyak mengalami inovasi daripada mencerminkan unsur lama disebut dialek inovatif (Nadra, 2006: 103). Cara mengetahui berubah atau tidaknya suatu bahasa, salah satunya bisa dilakukan dengan membandingkan bahasa atau dialek yang diteliti dengan hasil rekonstruksi bahasa purba yang telah ada, yang merupakan bahasa purba dari bahasa itu. Artinya, perbedaan itu bisa dilihat dari cerminan unsur protobahasa terhadap bahasa yang diturunkan. Bentuk rekonstruksi bahasa purba ditandai dengan tanda asterisk (*) sebelum bentuk yang direkonstruksikan. Rekonstruksi protobahasa Minangkabau (PBM) telah dilakukan oleh Nadra (2006). Cerminan untuk menganalisis inovasi bunyi dan silabe dalam penelitian ini juga didasarkan pada PBM yang telah dilakukan oleh Nadra tersebut. Kata Minangkabau mengacu pada dua pengertian, yaitu satuan wilayah dan satuan budaya (Lindawati, 2015: 1). Pengertian Minangkabau sebagai satuan wilayah mengacu pada arti yakni

Upload: buiquynh

Post on 11-Aug-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/46263/7/Bab I.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inovasi bahasa termasuk dalam kajian dialektologi diakronis yang merupakan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Inovasi bahasa termasuk dalam kajian dialektologi diakronis yang merupakan bagian

internal dari pengkajian linguistik historis komparatif. Inovasi merupakan kebalikan dari retensi.

Inovasi terjadi apabila bahasa atau dialek yang diteliti mengalami perubahan, sedangkan retensi

terjadi apabila dalam bahasa atau dialek modern yang dipakai penutur masa sekarang masih

mencerminkan unsur-unsur atau bentuk-bentuk bahasa purba (Nadra dan Reniwati, 2009: 31). Jika

dalam suatu dialek terdapat lebih banyak unsur purba dibandingkan inovasi disebut dialek purba,

sedangkan dialek yang lebih banyak mengalami inovasi daripada mencerminkan unsur lama

disebut dialek inovatif (Nadra, 2006: 103).

Cara mengetahui berubah atau tidaknya suatu bahasa, salah satunya bisa dilakukan dengan

membandingkan bahasa atau dialek yang diteliti dengan hasil rekonstruksi bahasa purba yang telah

ada, yang merupakan bahasa purba dari bahasa itu. Artinya, perbedaan itu bisa dilihat dari

cerminan unsur protobahasa terhadap bahasa yang diturunkan. Bentuk rekonstruksi bahasa purba

ditandai dengan tanda asterisk (*) sebelum bentuk yang direkonstruksikan. Rekonstruksi

protobahasa Minangkabau (PBM) telah dilakukan oleh Nadra (2006). Cerminan untuk

menganalisis inovasi bunyi dan silabe dalam penelitian ini juga didasarkan pada PBM yang telah

dilakukan oleh Nadra tersebut.

Kata Minangkabau mengacu pada dua pengertian, yaitu satuan wilayah dan satuan budaya

(Lindawati, 2015: 1). Pengertian Minangkabau sebagai satuan wilayah mengacu pada arti yakni

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/46263/7/Bab I.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inovasi bahasa termasuk dalam kajian dialektologi diakronis yang merupakan

wilayah administratif Sumatera Barat, kecuali Mentawai. Pengertian Minangkabau sebagai satuan

budaya mengacu pada seluruh aspek kehidupan masyarakat. Berdasarkan pengertian itu,

pengertian Minangkabau sebagai satuan budaya akan lebih kompleksi apabila dibandingkan

sebagai satuan wilayah. Hal itu mengingat bahwa wilayah Minangkabau atau yang dikenal dengan

alam Minangkabau, menurut Navis (1986: 53), dalam Tambo Minangkabau dilukiskan dengan

cara yang tidak mudah sehingga susah memperkirakan letak pasti perbatasannya. Oleh sebab itu,

Adelaar (dalam Nadra, 2006: 8) menyatakan bahwa di beberapa daerah di perbatasan Provinsi

Jambi (sepanjang Sungai Batanghari), di Kabupaten Kampar Provinsi Riau, di Aceh Barat

(kelompok-kelompok Jemèe), juga di Negeri Sembilan Malaysia, menggunakan bahasa yang sama

dengan bahasa yang digunakan oleh masyarakat Minangkabau.

Salah satu unsur pembangun kebudayaan adalah bahasa. Hal itu sejalan dengan yang

dikatakan oleh Koentjaraningrat (2009: 165) bahwa unsur penting pembangun kebudayaan adalah

bahasa. Dalam kebudayaan Minangkabau, bahasa yang digunakan dinamakan bahasa

Minangkabau (Lindawati, 2015: 2). Hal itu juga sejalan dengan yang dikatakan Navis yang

menyebut bahasa Minangkabau dengan istilah bahasa Minangkabau (Navis, 1986: 229).

Penelitian terhadap bahasa Minangkabau telah banyak dilakukan. Salah satunya adalah

yang dilakukan oleh Nadra pada tahun 1997 (dalam Nadra 2006: 42—100). Penelitian itu terfokus

pada pemakaian variasi dialektal bahasa Minangkabau di daerah Sumatera Barat. Dari penelitian

itu, didapatkan hasil bahwa terdapat tujuh dialek di dalam bahasa Minangkabau. Tujuh kelompok

dialek itu adalah dialek Rao Mapat Tunggul (Rmt), dialek Muara Sungailolo (Msl), dialek

Payakumbuh (Pk), dialek Pangkalan-Lubuk Alai (Pla), dialek Agam-Tanah Datar (Atd), dialek

Koto Baru (Kb), dan dialek Pancung Soal (Ps). Penelitian itu melibatkan 49 titik pengamatan (TP).

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/46263/7/Bab I.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inovasi bahasa termasuk dalam kajian dialektologi diakronis yang merupakan

Isolek-isolek yang dilibatkan dalam penelitian itu adalah isolek-isolek yang dapat mewakili bahasa

Minangkabau secara keseluruhan dan salah satu isolek yang dilibatkan ialah isolek Sumpur Kudus.

Isolek Sumpur Kudus (ISK) adalah isolek yang dituturkan oleh masyarakat Kecamatan

Sumpur Kudus. Kecamatan Sumpur Kudus terdiri atas 11 nagari. Nagari-nagari itu meliputi

Kumanis, Tanjung Bonai Aur, Tanjung Bonai Aur Selatan, Tamparungo, Sisawah, Tanjuang

Labuah, Sumpur Kudus, Sumpur Kudus Selatan, Unggan, Mangganti, dan Silantai. Masyarakat

Kecamatan Sumpur Kudus menggunakan bahasa Minangkabau dalam berkomunikasi sehari-hari

maupun dalam acara-acara besar, seperti acara adat ataupun keagamaan. Bahasa Minangkabau

yang digunakan masyarakat di Kecamatan Sumpur Kudus masih tergolong kental. Apalagi, dari

hasil tinjauan, tidak ditemukan etnis lain yang tinggal di Kecamatan Sumpur Kudus. Namun, jika

mempertimbangkan teori gelombang yang dikemukakan oleh Schmidt (dalam Hidayat, 2015:

201), yang menyatakan bahwa pada suatu wilayah bahasa, daerah-daerah yang berdekatan dengan

pusat penyebaran akan lebih banyak menunjukkan persamaan dengan pusat penyebarannya

dibandingkan dengan daerah-daerah yang jauh dari pusat penyebarannya, maka perubahan bahasa

sangat mungkin dialami ISK dari protobahasanya. Sebab, Sumpur Kudus merupakan daerah rantau

(Asnan, 2003: 283).

Dari sebelas nagari yang ada di Kecamatan Sumpur Kudus, lima di antaranya termasuk ke

dalam daerah terisolasi. Akses jalan menuju lima nagari itu sangat memprihatinkan. Hanya ada

satu jalan beraspal yang menjadi penghubung lima nagari itu dengan nagari-nagari lain. Penelitian

ini merupakan penelitian yang melihat perkembangan bahasa dari protobahasa ke bahasa

turunannya, maka penelitian ini difokuskan pada satu nagari saja sebagai titik pengamatan.

Pemilihan titik pengamatan didasarkan pada kriteria daerah yang memenuhi syarat untuk

penelitian bahasa. Oleh sebab itu, peneliti menjadikan nagari Sumpur Kudus Selatan sebagai titik

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/46263/7/Bab I.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inovasi bahasa termasuk dalam kajian dialektologi diakronis yang merupakan

pengamatan, menimbang Sumpur Kudus Selatan merupakan daerah tertua kedua setelah Nagari

Sumpur Kudus (hasil wawancara yang dilakukan dengan Ketua Adat Nagari yang menjabat

pertama kali di Sumpur Kudus, Bapak Arlis Ombak Gilo, pada tanggal 20 Maret 2019 pukul 14:56

WIB di Jorong Calau). Pertimbangan tidak memilih nagari tertua pertama, yaitu Nagari Sumpur

Kudus karena Nagari Sumpur Kudus merupakan nagari yang paling maju dari empat nagari

lainnya, khususnya dari segi pendidikan. Hal itu ditakutkan akan menyebabkan ketidakakuratan

data. Apalagi, masyarakat Nagari Sumpur Kudus pada umumnya berprofesi sebagai pegawai

negeri dan wiraswasta yang memungkinkan mereka sering bepergian ke kota.

Perubahan yang dialami oleh ISK menyebabkan terlihatnya perbedaan dan persamaan ISK

dengan protobahasa yang menurunkannya. Perbedaan dan persamaan tersebut bisa dideskripsikan

dengan cara membandingkan bahasa Minangkabau ISK dengan protobahasanya, yaitu protobahasa

Minangkabau (PBM). Perubahan yang terjadi bisa berupa pengurangan, penambahan, atau

pergantian, baik dalam tataran fonologi, leksikal, maupun sintaksis. Namun, pada penelitian ini

difokuskan terhadap perubahan dan pewarisan dalam tataran fonologi, khususnya bunyi dan silabe.

Inovasi bunyi adalah terjadinya perubahan bunyi bahasa yang diteliti dari protobahasanya.

Beberapa jenis perubahan bunyi, menurut Crowley (2010: 23—46), adalah lenisi, penghilangan

bunyi, penambahan bunyi, metatesis, fusi, vocalbreaking, asimilasi, disimilasi, dan perubahan

lainnya. Berikut merupakan beberapa contoh data perubahan bunyi yang terjadi pada bahasa

Minangkabau ISK.

Tabel 1. Contoh data perubahan bunyi dalam ISK

PBM ISK Glos

*baRu bawu baru

*gaRut gawiɁ garuk

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/46263/7/Bab I.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inovasi bahasa termasuk dalam kajian dialektologi diakronis yang merupakan

*sәRuŋ sawuɔŋ sarung

*aRum owun harum

Berdasarkan bentuk perubahan bunyi pada contoh data dalam tabel 1 di atas, dapat dilihat

bahwa jika biasanya dalam bahasa Minangkabau umum ditemukan bentuk perubahan bunyi lenisi

(<PBM *R) > r atau (<PBM *R) > h, dalam bahasa Minangkabau ISK ditemukan lenisi (<PBM

*R) > w.

Inovasi silabe ialah terjadinya perubahan terhadap jumlah silabe bahasa turunan dari

protobahasanya. Dalam pengamatan awal, perubahan silabe juga terdapat dalam bahasa

Minangkabau ISK. Berikut merupakan beberapa contoh data inovasi silabe yang terdapat dalam

bahasa Minangkabau ISK

Tabel 2. Contoh data inovasi silabe dalam ISK

PBM ISK Glos

*mano no mana

*j(i,a,e)Rami jami jerami

*sɚRatus satuy seratus

*ba-Rɚnaŋ bonaŋ berenang

Dari contoh pada tabel 2 di atas, dapat dilihat bahwa dalam bahasa Minangkabau ISK

terdapat penghilangan jumlah silabe pada posisi awal dan posisi tengah. Pada posisi awal kata,

terdapat pada contoh data (< PBM *mano) > ISK no. Pada posisi tengah kata terdapat pada contoh

data (<PBM *j(i,a,e)Rami) > ISK jami, (PBM *sɚRatus) > ISK satuy , dan (< *ba-Rɚnaŋ) > ISK

bonaŋ.

Berdasarkan contoh-contoh data tersebut, menarik untuk dikaji tentang inovasi bunyi dan

silabe yang terjadi pada bahasa Minangkabau ISK. Ditambah lagi, berdasarkan pengamatan

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/46263/7/Bab I.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inovasi bahasa termasuk dalam kajian dialektologi diakronis yang merupakan

peneliti, pada penelitian-penelitian sebelumnya tentang inovasi fonologi, data tentang perubahan

silabe hanya sedikit ditemukan. Dalam pengamatan awal, dibandingkan penelitian sebelumnya,

pada ISK ini lebih banyak terdapat perubahan silabe. Di samping itu, penelitian bahasa yang fokus

terhadap ISK belum pernah dilakukan, sehingga penelitian ini berguna sebagai salah satu upaya

pemertahanan bahasa ISK.

1.2 Batasan dan Rumusan Masalah

Inovasi bisa terjadi dalam segala aspek bahasa, seperti dalam tataran fonologi, leksikal,

maupun sintaksis. Namun, pada penelitian ini difokuskan pada bunyi dan silabe. Hal itu dilakukan

karena berdasarkan pengamatan awal, data tentang perubahan bunyi dan silabe lebih banyak dan

menarik diteliti dalam isolek Sumpur Kudus. Pembatasan masalah juga dilakukan agar penelitian

ini lebih terfokus.

Berdasarkan latar belakang tersebut, beberapa permasalahan yang berkaitan dengan

inovasi bunyi dan silabe protobahasa Minangkabau dalam isolek Sumpur Kudus dapat dirumuskan

sebagai berikut:

1) Apa sajakah bentuk-bentuk inovasi dan jenis perubahan bunyi protobahasa Minangkabau

yang terdapat dalam bahasa Minangkabau isolek Sumpur Kudus?

2) Apa sajakah bentuk-bentuk inovasi silabe protobahasa Minangkabau yang terdapat dalam

bahasa Minangkabau isolek Sumpur Kudus?

1.3 Tujuan Penelitian

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/46263/7/Bab I.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inovasi bahasa termasuk dalam kajian dialektologi diakronis yang merupakan

Berdasarkan beberapa permasalahan yang telah dirumuskan tersebut, tujuan penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1) Mendeskripsikan bentuk inovasi bunyi dan jenis perubahan bunyi protobahasa

Minangkabau yang terdapat dalam bahasa Minangkabau isolek Sumpur Kudus.

2) Mendeskripsikan bentuk inovasi silabe protobahasa Minangkabau yang terdapat dalam

bahasa Minangkabau isolek Sumpur Kudus.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini ialah sebagai berikut.

1) Manfaat Teoretis

Penelitian ini berguna dalam kajian linguistik, terutama dalam bidang dialektologi

diakronis dan menjadi sumbangan untuk linguistik historis komparatif. Dari penelitian ini, dapat

dilihat bagaimana inovasi bahasa terjadi antara protobahasa dengan bahasa turunannya, khususnya

inovasi bunyi dan silabe PBM yang terjadi dalamISK. Penelitian ini juga sebagai bentuk penerapan

dari teori inovasi bahasa terhadap penurunan bahasa dari bahasa induk ke bahasa turunan yang

bisa menambah pengetahuan dan pemahaman dalam bidang kajian inovasi bunyi dan silabe.

2) Manfaat Praktis

Bagi masyarakat Sumpur Kudus, penelitian ini dapat menjadi suatu referensi yang

memberikan pengetahuan tentang inovasi bahasa yang terjadi terhadap isolek Sumpur Kudus dari

protobahasanya, yaitu protobahasa Minangkabau (PBM). Penelitian ini juga bisa menjadi referensi

bagi peneliti yang tertarik untuk meneliti isolek Sumpur Kudus ataupun bagi peneliti yang

menerapkan kajian inovasi bahasa, khususnya inovasi bunyi dan silabe. Selain itu, penelitian ini

juga bisa sebagai upaya pelestarian bahasa khususnya terhadap isolek Sumpur Kudus.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/46263/7/Bab I.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inovasi bahasa termasuk dalam kajian dialektologi diakronis yang merupakan

1.5 Tinjauan Pustaka

Berdasarkan pengamatan, penelitian terhadap isolek Sumpur Kudus secara khusus belum

pernah dilakukan. Namun, penelitian yang melibatkan isolek Sumpur Kudus dengan kajian yang

sama ataupun penelitian yang memakai kajian yang sama dengan objek yang berbeda, sudah

pernah dilakukan. Beberapa penelitian itu antara lain sebagai berikut.

1) Nadra, melakukan penelitian dengan judul “Unsur-Unsur Inovasi dalam Bahasa

Minangkabau”, tahun 1997 dan dituliskan dalam laporan hasil penelitian. Penelitian ini

memiliki 49 titik pengamatan dan salah satu titik pengamatannya adalah Sumpur Kudus.

Penelitian ini difokuskan terhadap inovasi fonologis dan inovasi leksikal yang terjadi

dalam dialek-dialek bahasa Minangkabau, baik inovasi internal maupun inovasi eksternal.

Pengelompokan dialek yang diacu dalam penelitian ini adalah pengelompokan dialek yang

telah dilakukan Nadra tahun 1997. Isolek Sumpur Kudus termasuk ke dalam kelompok

dialek Agam-Tanah Datar (Atd). Dari penelitian ini, didapatkan hasil bahwa berdasarkan

inovasi fonologi, dialek Pk merupakan dialek yang lebih banyak mengandung retensi dan

dialek Atd merupakan dialek yang lebih banyak mengandung inovasi.

2) Nadra, menulis artikel dalam jurnal dengan judul “Perbedaan Realisasi Fonem Protobahasa

Minangkabau dalam Isolek Taratak Air Hitam dan Isolek Minangkabau Umum”, tahun

2007. Penelitian ini menggunakan pendekatan dari atas ke bawah (top-down), dengan

melihat realisasi fonem protobahasa Minangkabau (PBM) hasil rekonstruksi Nadra (1997

dan 2006) dalam isolek Taratak Air Hitam (ITAH) dan isolek Minangkabau Umum (IMU).

Dalam penelitian ini,didapatkan hasil bahwa perbedaan realisasi fonologis PBM dalam

ITAH dan IMU ada yang mengalami retensi, inovasi, dan pelesapan. Hal ini menunjukkan

bahwa antara ITAH dan IMU terdapat perbedaan dalam hal realisasi fonem PBM.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/46263/7/Bab I.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inovasi bahasa termasuk dalam kajian dialektologi diakronis yang merupakan

Penyebab utama terjadinya perbedaan ini adalah faktor geografis. Apalagi, secara

adminitratif ITAH termasuk ke dalam Provinsi Riau.

3) Riswara, menulis artikel dalam jurnal Bahasa dan Sastra dengan judul “Inovasi Fonologis

Denasalisasi Isolek Bonai Ulakpatian”, tahun 2015. Penelitian ini difokuskan terhadap

proses inovasi fonologis denasalisasi yang terjadi pada fonem-fonem nasal yang berada

pada posisi akhir atau silabe ultima tertutup dalam sebuah isolek yang digunakan oleh suku

Bonai di Desa Ulakpaitan, Kabupaten Rokan Hulu yang didasarkan pada protomalayik

(PM) yang direkonstruksikan oleh Adelaar (1992). Dalam penelitian ini, didapatkan hasil

bahwa isolek Bonai Ulakpatian memiliki tiga bentuk inovasi fonologis denasalisasi pada

posisi akhir beberapa fonem nasal *PM menjadi taknasal pada isolek BU (*PM > BU),

yaitu PM *n/-# > [ţ]/-#, PM *m/-# > [p]/-#, dan PM */-# > [g]/-#.

4) Utami, Mahasiswa Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas,

menulis tesis dengan judul “Perubahan Bunyi Bahasa Minangkabau Isolek Bateh Tarok

Kabupaten Pasaman Barat”, tahun 2016. Dalam penelitian ini, didapatkan hasil bahwa ada

beberapa bunyi mengalami pelemahan ataupun pelesapan dan ada juga yang mengalami

penambahan dalam bahasa Minangkabau isolek Bateh Tarok Kabupaten Pasaman Barat.

Pelesapan unsur bahasa yang ditemukan dalam penelitian ini adalah pelesapan

bunyi atau fonem dan sedikit pelesapan silabe. Jenis pelesapan yang didapatkan ialah

aferesis, apokop, sinkop, dan haplologi. Aferesis terjadi pada */h/, */r/, */ŋ/, dan */m/.

Apokop terjadi pada */ʔ/ dan */r/. Sinkop terjadi pada protofonem */h/, */r/, */d/, dan */n/.

Haplologi terjadi hanya pada leksikon Protobahasa Melayik *halilipan > Protobahasa

Minangkabau *lipan > Isolek Bateh Tarok >lipen dan Protobahasa Minangkabau *ka

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/46263/7/Bab I.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inovasi bahasa termasuk dalam kajian dialektologi diakronis yang merupakan

(l(I,u,a)(h)luah > Isolek Bateh Tarok koluaŋ. Penambahan bunyi pada Isolek Bateh Tarok

yang terjadi hanya protesis, yakni penambahan bunyi pada posisi awal.

Berdasarkan tinjauan pustaka terlihat bahwa penelitian tetang inovasi bahasa sebelumnya

sudah pernah dilakukan, baik yang melibatkan protobahasa Minangkabau maupun protobahasa

Melayik. Penelitian tentang inovasi Protobahasa Minangkabau telah dilakukan sebelumnya oleh

Nadra (1997), Nadra (2007), dan Utami (2016). Pada penelitian-penelitian tersebut, terdapat

bentuk-bentuk inovasi yang beragam dengan fokus yang berbeda-beda. Penelitian Nadra (1997)

melihat unsur inovasi bahasa secara keseluruhan (fonologis dan leksikal), penelitian Nadra (2007)

memfokuskan terhadap perbedaan realisasi fonem, dan Utami (2016) memfokuskan terhadap

inovasi bunyi. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dilihat belum ada penelitian sebelumnya yang

mengambil fokus tentang inovasi bunyi dan inovasi silabe.

1.6 Landasan Teori

Beberapa teori lingustik yang menjadi landasan dalam penelitian ini yaitu linguistik historis

komparatif (LHK), Perubahan bunyi, silabe, inovasi dan retensi, dan protobahasa.

1) Lingusitik Historis Komparatif (LHK)

Keraf (1996: 22) menyebut istilah linguistik historis komparatif dengan linguistik

bandingan historis. Lebih lanjut, Keraf menjelaskan linguistik bandingan historis adalah suatu

cabang ilmu linguistik yang mempersoalkan bahasa dalam kurun waktu tertentu dengan

memperhatikan perubahan-perubahan yang terjadi terhadap bahasa tersebut. Perubahan itu diamati

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/46263/7/Bab I.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inovasi bahasa termasuk dalam kajian dialektologi diakronis yang merupakan

dengan mempelajari data dari satu bahasa atau lebih (minimal dua periode waktu), kemudian

diperbandingkan secara cermat untuk memperoleh kaidah-kaidah perubahan yang terjadi dalam

bahasa tersebut.

Menurut Schendl (2001: 9), tujuan dan ruang lingkup linguistik historis terbagi menjadi

tiga, yaitu sebagai berikut.

a. Penelitian tentang sejarah bahasa tertentu berdasarkan data tertulis yang sudah ada.

b. Penelitian tentang prasejarah bahasa dengan teori rekonstruksi bahasa, dengan

didasarkan pada bukti data yang sesuai dengan periode setelahnya. Maksudnya adalah

memperbandingkan bahasa yang sekerabat (bahasa yang memiliki banyak kesamaan)

untuk mencari tahu protobahasanya.

c. Penelitian tentang perubahan yang terjadi terhadap bahasa pada masa sekarang.

Adapun tujuan dan kepentingan LHK, menurut Keraf (1996: 23), sebagai berikut.

a. Mempersoalkan bahasa-bahasa yang serumpun dan melakukan perbandingan

mengenai unsur-unsur yang menunjukkan kekerabatannya.

b. Mengadakan rekonstruksi bahasa untuk menemukan bahasa proto yang menurunkan

bahasa-bahasa modern.

c. Menemukan pusat penyebaran bahasa proto dengan memperbandingkan bahasa yang

sekerabat dan menentukan gerak migrasi yang pernah terjadi.

2) Perubahan Bunyi

Crowley (2010: 24) menggolongkan jenis perubahan bunyi sebagai berikut.

a. Lenition ‘Lenisi’

Lenisi adalah terjadinya perubahan bunyi dari bunyi yang kuat menjadi bunyi yang lemah

(Crowley, 2010: 24). Penggolongan bunyi yang kuat dan yang lemah ini ketentuannya sudah

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/46263/7/Bab I.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inovasi bahasa termasuk dalam kajian dialektologi diakronis yang merupakan

dijelaskan dalam ilmu fonologi. Misalnya, bunyi bersuara dianggap lebih kuat dibandingkan

dengan bunyi tak bersuara, bunyi konsonan lebih kuat dibandingkan dengan bunyi semivokal, dan

bunyi oral lebih kuat dibandingkan dengan bunyi glotal.

b. Sound Loss ‘Penghilangan Bunyi’

Penghilangan bunyi adalah terjadinya penghilangan satu atau lebih bunyi dalam perkembangan

bahasa (Crowley, 2010: 26). Menurut Crowley (27—29) penghilangan bunyi dapat

dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu sebagai berikut.

(a) Apheresis ‘aferesis’, yaitu penghilangan bunyi pada segmen awal kata (Crowley, 2010:

27). Contoh: “makanan” dalam bahasa Angkamuthi *maji > aji.

(b) Apocope ‘apokop’, yaitu penghilangan bunyi pada segmen akhir kata (Crowley, 2010: 27).

Contoh: “kutu” dalam bahasa Ambrym Tenggara *utu > ut.

(c) Syncope ‘sinkop’, yaitu penghilangan bunyi pada segmen tengah kata (Crowley, 2010: 28).

Contoh: “baru” dalam bahasa Proto-North Sarawak *baqeRu > baqRu.

(d) Cluster reduction, yaitu terjadinya pengurangan konsonan ketika konsonan berdekatan

dalam sebuah kata tanpa dipisahkan huruf vokal (Crowley, 2010: 28—29). Pengurangan

ini lazim terjadi dalam perubahan bahasa tulis ke bahasa lisan. Contoh: *gavanment >

gavament dalam bahasa Ingris.

(e) Haplology ‘haplologi’, yaitu terjadinya penghilangan suku kata tertentu ketika suku kata

itu berdekatan dengan suku kata yang sama atau serupa (Crowley, 2010: 29).

c. Sound Addition ‘Penambahan Bunyi’

Tidak hanya berupa pelemahan atau pengurangan, dalam perubahan bunyi, juga ditemukan

penambahan bunyi. Crowley (2010: 30) mengelompokkan penambahan bunyi sebagai berikut.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/46263/7/Bab I.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inovasi bahasa termasuk dalam kajian dialektologi diakronis yang merupakan

(a) Exrescence, yaitujenis penambahan bunyi yang terjadi ketika sebuah konsonan

ditambahkan di antara dua konsonan lain dalam sebuah kata (Crowley, 2010: 30). Contoh:

*ӕ:mtig > ԑmpti (dalam bahasa Ingris), dan *pjara > pkjara (dalam bahasa Cypriot Arab).

(b) Epenthesis ‘epentesis’, digunakan untuk menggambarkan perubahan bunyi vokal yang

ditambahkan pada tengah kata untuk memecahkan dua konsonan di sebuah gugusan

(Crowley, 2010: 31). Contoh: [film] berubah menjadi [filәm].

(c) Prothesis, yaitu perubahan bunyi berupa penambahan di awal kata (Crowley, 2010: 32).

Contoh: [ondu] menjadi [wondu] dalam bahasa Dravidian.

d. Metathesis ‘Metatesis’

Metatesis adalah perubahan bunyi berupa perubahan dalam urutan bunyi (Crowley, 2010:

32). Perubahan bunyi jenis ini termasuk jenis perubahan yang jarang ditemukan. Perubahan jenis

ini bisa dilihat dalam bahasa Ilokano Filipina. Contoh: [tubus] > [subut] “tebusan”.

e. Fusion ‘Fusi’

Fusi adalah perubahan dua bunyi yang terpisah menjadi bunyi tunggal dan membawa unsur

fonetis dari kedua bunyi asal (Crowley, 2010: 33). Contoh: *gwous > bous “sapi” (dalam bahasa

Attic Greek). Proses fusi terjadi dari *gw> b.

f. Fission ‘Fisi’

Fisi adalah perubahan satu bunyi menjadi dua bunyi atau fisi adalah proses fonetis yang

merupakan kebalikan dari fusi (Crowley, 2010: 35). Contoh: [kamjŏ] (dalam bahasa Prancis

‘camion’) > [kamioŋ].

g. Vowel Breaking ‘Pemecahan Vokal’

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/46263/7/Bab I.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inovasi bahasa termasuk dalam kajian dialektologi diakronis yang merupakan

Pemecahan vokal adalah perubahan bunyi vokal tunggal menjadi sebuah diftong dengan

vokal asli tetap sama dengan beberapa jenis bunyi luncuran (glide) yang ditambahkan sebelum dan

sesudahnya (Crowley, 2010: 36). Contoh: *pale > pial “rumah” (dalam bahasa Kairiru).

Pemecahan vokal yang terjadi dalam contoh ini adalah pemecahan vokal *a > ia.

h. Assimilation ‘Asimilasi’

Asimilasi adalah perubahan bunyi yang terjadi ketika satu bunyi menyebabkan bunyi lain

berubah sehingga dua bunyi menjadi mirip satu sama lain dalam beberapa cara (Crowley, 2010:

37). Maksudnya adalah terjadinya perubahan dari dua bunyi yang tidak sama menjadi bunyi yang

hampir sama. Contoh: kata stop dalam bahasa Inggris, [t] pada [stOp’] diasimilasikan dengan [s]

yang mendahuluinya.

i. Dissimilation ‘Disimilasi’

Disimilasi merupakan kebalikan dari asimilasi, yaitu perubahan bunyi dari dua bunyi yang

sama menjadi bunyi yang tidak sama (Crowley, 2010: 44). Contohnya dalam bahasa Indonesia

bisa dilihat dari perubahan kata sarjana, yaitu [sajjana] dalam bahasa Sanskerta berubah menjadi

[sarjana] dalam bahasa Indonesia (Muslich, 2012: 121).

j. Tone Change ‘Perubahan Nada’

Tone Change adalah terjadinya perubahan bunyi berupa perubahan pada nada (Crowley,

2010: 45). Perubahan nada terjadi misalnya karena kelompok bahasa yang satu dengan kelompok

bahasa yang lainnya tidak sama dalam membunyikan vokal ataupun konsonan yang bentuknya

pada dasarnya sama.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/46263/7/Bab I.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inovasi bahasa termasuk dalam kajian dialektologi diakronis yang merupakan

k. Unusual Sound Change ‘Perubahan Bunyi yang Tidak Biasa’

Perubahan bunyi yang tidak biasa yang dimaksud Crowley (2010: 46) adalah jenis

perubahan bunyi yang jarang ditemukan atau langka ditemukan atau jenis perubahan bunyi selain

dari yang telah dipaparkan di atas. Keraf (1996: 92) menambahkan jenis perubahan lain

berdasarkan temuannya yaitu diftongisasi dan monoftongisasi. Keraf menjelaskan, diftongisasi

terjadi apabila satu fonem vokal proto berubah menjadi dua fonem vokal. Monoftongisasi terjadi

apabila dua vokal proto berubah menjadi dua vokal tunggal.

3) Silabe

Silabe secara etimologi berarti suku kata. Pemahaman tentang silabe ini oleh para fonetisi

didasari pada dua teori, yaitu teori sonoritas dan teori prominans (Muslich, 2012: 73). Teori

sonoritas menjelaskan bahwa suatu rangkaian bunyi bahasa yang diucapkan oleh penutur akan

selalu terdapat puncak-puncak kenyaringan (sonoritas) di antara bunyi-bunyi yang diucapkan yang

ditandai dengan denyutan dada yang menyebabkan paru-paru mendorong udara keluar. Satuan

kenyaringan bunyi yang diikuti dengan satuan denyutan dada yang menyebabkan udara keluar dari

paru-paru inilah yang disebut dengan satuan silabe atau suku kata. Contoh: [mәndaki] (dalam

bahasa Indonesia) terdiri atas tiga puncak kenyaringan. Masing-masing puncak kenyaringan itu

ialah [ә] pada [mәn], [a] pada [da], dan [i] pada [ki].

4) Inovasi dan Retensi

Perbedaan yang terjadi terhadap bahasa atau dialek induk dengan bahasa atau dialek pada

masa sekarang bisa berupa inovasi ataupun retensi. Inovasi adalah bahasa atau dialek yang diteliti

mengalami perubahan, sedangkan retensi adalah dalam bahasa atau dialek modern yang dipakai

penutur masa sekarang masih mencerminkan unsur-unsur atau bentuk-bentuk bahasa purba (Nadra

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/46263/7/Bab I.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inovasi bahasa termasuk dalam kajian dialektologi diakronis yang merupakan

dan Reniwati, 2009: 31). Apabila suatu dialek terdapat lebih banyak unsur purba dibandingkan

inovasi disebut dialek purba, sedangkan dialek yang mengandung lebih banyak mengalami inovasi

daripada unsur lama disebut dialek inovatif (Nadra, 2006: 103).

Mahsun membedakan inovasi yang terjadi dalam dialektologi dengan inovasi yang terjadi

dalam LHK. Unsur-unsur berupa inovasi dalam LHK menurut Mahsun (1995: 84—85) tidak harus

merupakan unsur yang sama sekali baru dari yang diturunkan dari protobahasanya, tetapi dapat

juga berupa unsur pewarisan dari bahasa proto yang telah mengalami perubahan sesuai dengan

kaidah perubahan bunyi dalam bahasa turunannya. Unsur-unsur inovasi dalam LHK memiliki ciri-

ciri sebagai berikut (Mahsun, 1995: 85).

a. Unsur inovasi itu merupakan unsur yang sama sekali baru yang tidak memiliki kognat

dalam bahasa lain.

b. Unsur inovasi itu memiliki kesamaan dalam bahasa lain, bukan karena pewarisan etimon

protobahasa (melainkan hasil inovasi internal yang dipinjam oleh bahasa penerima), tetapi

keberadaan unsur itu tidak sesuai dengan sistem (kaidah perubahan bunyi) bahasa

(penerima) dan atau distribusi unsur itu terbatas dibandingkan dengan distribusi dalam

bahasa lain yang diduga sebagai protobahasanya.

c. Unsur inovasi itu memiliki kognat dengan bahasa lain karena pewarisan dari protobahasa

yang sama, namun pola pewarisannya (kaidahnya) memperlihatkan kekhasan, tidak sama

dengan bahasa lain yang juga sama-sama mewarisi etimon itu.

5) Protobahasa

Protobahasa atau bahasa purba merupakan sebuah kajian untuk melihat bahasa-bahasa atau

dialek-dialek yang memiliki hubungan kesejarahan dengan cara merangkaikan sistem bahasa-

bahasa atau dialek-dialek tersebut melalui rumusan kaidah-kaidah secara sederhana (Bynon dalam

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/46263/7/Bab I.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inovasi bahasa termasuk dalam kajian dialektologi diakronis yang merupakan

Nadra, 2006: 102). Sederhana di sini maksudnya adalah cara menentukan protobahasa bisa

dilakukan dengan cara membandingkan beberapa bahasa atau dialek yang memiliki ciri-ciri

kekerabatan yang dekat. Dari perbandingan itu, akan diketahui bahasa purba atau protobahasa dari

bahasa-bahasa atau dialek-dialek tersebut. Teori yang diterapkan untuk mengkaji ini ialah teori

rekonstruksi bahasa. Dasar dalam menentukan bunyi-bunyi protobahasa yang menurunkan bahasa

yang berkerabat itu ialah melalui korespondensi bunyi.

1.7 Metode dan Teknik Penelitian

Metode dan teknik merupakan dua istilah yang berbeda namun saling berhubungan.

Metode adalah cara yang harus dilakukan atau dilaksanakan, sedangkan teknik adalah cara

melakukan atau melaksanakan metode (Sudaryanto, 2015: 9). Sebelum dilakukan pengumpulan

data, diperlukan penetapan populasi dan sampel, agar data penelitian menjadi terfokus.

1) Populasi dan Sampel

Menurut Hanafi (2007: 46), populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin daripada

karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari

sifat-sifatnya. Artinya, populasi adalah keseluruhan dari cakupan objek sasaran penelitian.

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh inovasi bunyi dan silabe yang terdapat dalam

bahasa tutur masyarakat Sumpur Kudus. Dari sebelas nagari yang ada di Kecamatan Sumpur

Kudus, menurut peneliti, lima nagari di antaranya memenuhi syarat untuk penelitian bahasa. Lima

nagari itu ialah Sumpur Kudus, Sumpur Kudus Selatan, Unggan, Mangganti, dan Silantai.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/46263/7/Bab I.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inovasi bahasa termasuk dalam kajian dialektologi diakronis yang merupakan

Lima nagari tersebut relevan untuk penelitian bahasa karena nagari-nagari yang berbatasan

langsung dengan Provinsi Riau ini masih termasuk ke dalam nagari yang terisolasi. Akses jalan

dari pusat kecamatan menuju lima nagari ini hanya ada satu jalan dan harus menempuh hutan

selama lebih kurang satu jam perjalanan. Dapat dikatakan, mobilitas masyarakat kelima nagari ini

masih tergolong sulit dan terbatas. Selain itu, tingkat pendidikan di nagari-nagari ini pada

umumnya tergolong lebih rendah dibandingkan kesebelas nagari lainnya. Kesadaran untuk

bersekolah dari anak maupun dari para orang tua yang mayoritas petani masih sangat kurang.

Masih banyak terdapat kasus anak-anak tamatan sekolah dasar (SD) yang tidak melanjutkan

pendidikan ke sekolah menengah pertama (SMP) ataupun yang putus sekolah ketika SMP. Demi

terfokusnya penelitian ini, dari lima nagari itu, dipilih Sumpur Kudus Selatan sebagai titik

pengamatan (TP). Sumpur Kudus Selatan merupakan nagari dengan daerah tertua kedua setelah

Nagari Sumpur Kudus. Dalam penelitian ini,dipilih Nagari Sumpur Kudus Selatan sebagai titik

pengamatan dibandingkan Nagari Sumpur Kudus karena Nagari Sumpur Kudus dibandingkan

keempat nagari lainnya merupakan nagari yang paling maju dari segi pendidikan dan mobilitas.

Mengingat begitu banyaknya jumlah penutur dan luasnya wilayah bahasa yang akan

diteliti, sumber data dapat ditentukan dengan memilih sebagian dari populasi tersebut. Pemilihan

sebagian dari keseluruhan penutur atau wilayah bahasa yang menjadi objek penelitian sebagai

wakil yang memungkinkan untuk membuat generalisasi terhadap populasi itulah yang disebut

sampel penelitian. Adapun sampel yang dipilih dalam penelitian ini ialah semua inovasi yang

didapatkan dari tuturan yang disampaikan narasumber atau informan berdasarkan daftar

pertanyaan yang diajukan. Daftar pertanyaan yang menjadi acuan dalam penelitian ini ialah daftar

pertanyaan yang disusun oleh Nadra dan Reniwati (2009), dan diambil sebagai sampel sebanyak

327 kata yang telah disesuaikan dengan situasi geografis, asal-usul kata, dan sebagainya. Informan

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/46263/7/Bab I.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inovasi bahasa termasuk dalam kajian dialektologi diakronis yang merupakan

dalam penelitian ini adalah masyarakat asli Sumpur Kudus Selatan. Penentuan informan

didasarkan pada persyaratan informan dalam penelitian bahasa menurut Nadra dan Reniwati

(2009: 37—40), sebagai berikut:

a. berusia 40—60 tahun

b. berpendidikan tidak terlalu tinggi (maksimum setingkat SMP)

c. berasal dari desa atau daerah penelitian

d. lahir dan dibesarkan serta menikah dengan orang yang berasal dari daerah penelitian

e. memiliki alat ucap yang sempurna dan lengkap

Selanjutnya, metode dan teknik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode dan

teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis data, dan metode dan teknik penyajian hasil

analisis data.

2) Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Tujuan dari sebuah penelitian adalah untuk menjawab masalah yang dirumuskan

berdasarkan objek sasaran penelitian. Objek sasaran penelitian itu ditemukan di dalam data (Nadra

dan Reniwati, 2009: 60). Artinya, data merupakan bahan yang penting dalam sebuah penelitian.

Untuk itu, ketika melakukan penelitian perlu diperhatikan cara pengumpulan data. Cara

pengumpulan data dalam penelitian dikenal dengan istilah metode pengumpulan data. Metode

pengumpulan data adalah suatu proses penguraian tentang bagaimana cara untuk mendapatkan dan

mengumpulkan data yang di dalamnya terdapat objek sasaran penelitian yang berhubungan dengan

penelitian yang akan dilakukan (Nadra dan Reniwati, 2009: 60).

Penelitian ini melibatkan penelitian bahasa lisan atau bahasa tuturan sehari-hari. Untuk itu,

metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua metode, yaitu metode cakap dan

metode simak. Metode cakap adalah terjadinya kontak langsung antara peneliti selaku peneliti dan

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/46263/7/Bab I.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inovasi bahasa termasuk dalam kajian dialektologi diakronis yang merupakan

penutur selaku narasumber (Sudaryanto, 2015: 208). Metode cakap diperlukan dalam penelitian

ini untuk melakukan percakapan langsung dengan informan. Teknik dasar menjalankan metode

cakap ialah dengan teknik pancing. Teknik pancing adalah teknik yang digunakan apabila untuk

mendapatkan data, peneliti menggunakan cara memancing seseorang atau beberapa orang agar

berbicara (Sudaryanto, 2015: 209). Teknik pancing dalam penelitian ini digunakan untuk

memancing informan bertutur guna mendapatkan data. Teknik lanjutan yang digunakan dalam

penelitian ini ialah teknik cakap semuka, yaitu kegiatan memancing tuturan itu dilakukan dengan

percakapan langsung (lisan) dan bertatap muka (Sudaryanto, 2015: 209). Kemudian, teknik

pendukung yang digunakan adalah teknik catat dan teknik rekam.

Metode simak adalah metode pengumpulan data dengan menyimak, yaitu menyimak

penggunaan bahasa (Sudaryanto, 2015: 203). Metode simak diperlukan dalam penelitian ini untuk

menyimak tuturan informan. Teknik dasar metode ini ialah teknik sadap. Penerapan teknik sadap

adalah dengan menyimak informan yang diwujudkan dengan penyadapan (Sudaryanto, 2015:

203). Teknik lanjutan yang digunakan dalam penelitian ini ialah teknik simak libat cakap dan

teknik simak bebas libat cakap. Penerapan teknik simak libat cakap ialah penyadapan dilakukan

dengan berpartisipasi sambil menyimak pembicaraan guna mendapatkan data (Sudaryanto, 2015:

203). Artinya, dalam pencarian data, peneliti terlibat langsung melakukan percakapan dengan

informan dan melakukan penyadapan sambil menyimak pembicaraan informan. Arah pembicaraan

berpedoman kepada daftar pertanyaan yang telah disediakan, yaitu daftar pertanyaan yang disusun

oleh Nadra dan Reniwati (2009). Penerapan untuk teknik simak bebas libat cakap ialah peneliti

mendengarkan penggunaan isolek Sumpur Kudus tanpa terlibat langsung dalam pertuturan.

Peneliti menyimak tuturan isolek Sumpur Kudus pada saat satu orang atau beberapa orang

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/46263/7/Bab I.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inovasi bahasa termasuk dalam kajian dialektologi diakronis yang merupakan

masyarakat asli Sumpur Kudus sedang bertutur, seperti di warung-warung ataupun di tempat

keramaian. Kemudian, teknik pendukung yang digunakan yaitu teknik catat.

Adapun metode wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini ada dua. Pertama, peneliti

melakukan wawancara dengan tiga orang informan berdasarkan kepada daftar pertanyaan. Kedua,

peneliti melakukan wawancara dengan tokoh adat di daerah penelitian untuk menanyakan bahasa

asli isolek Sumpur Kudus.

3) Metode dan Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, selanjutnya diadakan penganalisisan data. Dalam penelitian ini,

data yang sudah terkumpul dipilah. Kemudian, dilakukan perbandingan dengan data hasil

rekonstruksi protobahasa Minangkabau Nadra (2006) guna mencari inovasi dan retensinya. Untuk

itu, metode analisis data yang relevan digunakan untuk penelitian ini ialah metode padan. Alat

penentu dari metode padan berada di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang

bersangkutan (Sudaryanto, 2015: 15).

Sudaryanto (2015: 35) membedakan metode padan menjadi lima jenis berdasarkan alat

penentunya. Jika alat penentunya adalah kenyataan yang ditunjuk atau diacu oleh bahasa atau

referen bahasa, disebut metode padan referensial. Jika alat penentunya adalah organ pembentuk

bahasa atau organ wicara, disebut metode padan fonetis artikulatoris. Jika alat penentunya adalah

bahasa lain atau bahasa asing, disebut metode padan translasional. Jika alat penentunya perekam

dan pengawet bahasa, disebut metode padan ortografis. Jika alat penentunya adalah orang yang

menjadi mitra-wicara, disebut metode padan pragmatis. Dalam penelitian ini, metode padan yang

relevan adalah metode padan fonetis artikulatoris. Metode padan fonetis artikulatoris digunakan

untuk menganalisis unsur-unsur bunyi dan silabe berhubungan dengan bunyi yang keluar dari alat

wicara penutur.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/46263/7/Bab I.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inovasi bahasa termasuk dalam kajian dialektologi diakronis yang merupakan

Teknik dasar analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pilah unsur

penentu (PUP), dengan teknik lanjutan menggunakan teknik hubung banding menyamakan (HBS).

Teknik ini diperlukan untuk memilah unsur-unsur yang sama dan mengelompokkannya.

Pengelompokan itu berguna untuk memaparkan bunyi-bunyi atau silabe-silabe yang mengalami

inovasi dari protobahasa Minangkabau.

Untuk lebih jelasnya, langkah-langkah penerapan metode dan teknik analisis data pada

penelitian ini ialah sebagai berikut.

a. Data ISK yang telah terkumpul, dipilah untuk menentukan unsur-unsur yang kognat

dengan PBM, kemudian dilakukan pengklasifikasian data.

b. Unsur ISK yang berkognat dibandingkan dengan PBM dengan cara membandingkan

bentuk protobahasa hasil rekonstruksi Nadra (2006) dengan protobahasa ISK. Kegiatan

membandingkan itu bertujuan untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi dari PBM

ke ISK sehingga bisa ditentukan bentuk perubahan bunyi dan silabe yang terjadi.

Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan dari atas ke

bawah (top down). Penerapan pendekatan ini ialah untuk mencari cerminan atau refleks dari

protobahasa pada bahasa turunannya, yaitu untuk mencari cerminan atau refleks dari PMB pada

ISK. Bahan yang digunakan untuk melihat unsur-unsur tersebut ialah hasil rekonstruksi PBM yang

dibuat oleh Nadra (2006).

4) Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Metode penyajian hasil analisis data terbagi menjadi dua macam, yaitu bersifat informal

dan formal. Penyajian yang bersifat informal adalah penyajian dengan menggunakan kata-kata

biasa,sedangkan penyajian bersifat formal adalah penyajian dengan menggunakan tanda dan

lambang-lambang (Sudaryanto, 2015: 241). Penyajian informal dalam penelitian ini berguna

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - scholar.unand.ac.idscholar.unand.ac.id/46263/7/Bab I.pdfBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inovasi bahasa termasuk dalam kajian dialektologi diakronis yang merupakan

dalam mendeskripsikan hasil analisis data. Selain itu, penyajian formal juga diperlukan pada

bagian-bagian tertentu, seperti dalam memaparkan bentuk-bentuk inovasi yang terjadi dalam

bahasa Minangkabau isolek Sumpur Kudus. Tanda dan lambang yang digunakan dalam penyajian

hasil analisis penelitian ini yaitu tanda asterisk (*) untuk menandai hasil rekonstruksi PBM, tanda

kurung siku ([…]) untuk menunjukkan di dalamnya adalah satuan fonetis, tanda besar dari (>)

menyatakan perubahan dari kiri ke kanan, tanda kecil dari (<) menyatakan berasal dari, tanda #

menyatakan batas kata, dan lambang IPA (International Phonetic Assosation).

1.8 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini terdiri atas empat bab, yaitu: bab I berisi pendahuluan

yang terdiri atas latar belakang, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode dan teknik penelitian, dan sistematika

kepenulisan; bab II berisi deskripsi wilayah penelitian dan situasi kebahasaan; bab III berisi

analisis data dan hasil penelitian; dan bab IV berisi penutup yang terdiri atas kesimpulan dan saran.