bab i pendahuluan a. latar belakangeprints.umm.ac.id/42141/2/bab i.pdfketerangan tersangka dan atau...

18
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwasanya Negara Indonesia adalah berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (matctsstaat), mempunyai arti bahwa negara, termasuk di dalamnya perangkat pemerintah serta lembaga-lembaga negara yang ada dalam pelaksanaan segala tindakan harus dilandasi oleh hukum atau harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Hukum memiliki tujuan dalam rangka pencapaian suatu keadaan yang damai dalam masyarakat, yaitu adanya tingkat keserasian tertentu antara ketertiban dan ketentuan (peraturan), dengan demikian tujuan pokok penerapan hukum adalah untuk menciptakan tatanan masyarakat yang tertib sesuai kaidah- kaidah hukum itu sendiri serta untuk memberikan perlindungan atas hak-hak individu dalam kehidupan masyarakat suatu Negara. 1 Polisi Republik Indonesia (POLRI) merupakan satu-satunya instansi yang diberikan wewenang dan tanggungjawab oleh Undang-Undang pada setiap anggota POLRI secara individu dengan tidak membedakan pangkat dan jabatan 1 Susilo Prajogo, 2005. ”Pengantar Hukum Pidana”,Yogyakarta: Graha Ilmu. Hlm 115. 1

Upload: others

Post on 05-Nov-2020

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/42141/2/BAB I.pdfketerangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan atau dalam bentuk

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan

bahwasanya Negara Indonesia adalah berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) dan

tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (matctsstaat), mempunyai arti bahwa

negara, termasuk di dalamnya perangkat pemerintah serta lembaga-lembaga

negara yang ada dalam pelaksanaan segala tindakan harus dilandasi oleh hukum

atau harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

Hukum memiliki tujuan dalam rangka pencapaian suatu keadaan yang

damai dalam masyarakat, yaitu adanya tingkat keserasian tertentu antara

ketertiban dan ketentuan (peraturan), dengan demikian tujuan pokok penerapan

hukum adalah untuk menciptakan tatanan masyarakat yang tertib sesuai kaidah-

kaidah hukum itu sendiri serta untuk memberikan perlindungan atas hak-hak

individu dalam kehidupan masyarakat suatu Negara.1

Polisi Republik Indonesia (POLRI) merupakan satu-satunya instansi yang

diberikan wewenang dan tanggungjawab oleh Undang-Undang pada setiap

anggota POLRI secara individu dengan tidak membedakan pangkat dan jabatan

1 Susilo Prajogo, 2005. ”Pengantar Hukum Pidana”,Yogyakarta: Graha Ilmu. Hlm 115.

1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/42141/2/BAB I.pdfketerangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan atau dalam bentuk

diberi kewenangan penuh untuk menegakkan hukum sebagai upaya pencegahan

sampai dengan penindakan hukum terhadap segala tindak pidana kejahatan.

Sebagai satu kesatuan dalam kebijakan kriminal dan pada hakekatnya merupakan

bagian integral dari kebijakan sosial dengan tujuan utama memberikan

perlindungan kepada masyarakat guna mencapai kesejahteraan bersama.2

Kerap kita lihat bahwa dalam proses penyidikan di kepolisian seringkali

tersangka atau terdakwa mendapatkan tindakan kekerasan dari pihak kepolisian

entah itu pemukulan, tendangan dan lain sebagainya yang menyebabkan

tersangka atau terdakwa tersebut mendapatkan luka fisik yang serius.

Hak-hak seorang tersangka atau terdakwa sebenarnya sudah cukup

diatur dan mendapat perlindungan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP). Pasal 54 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) menyebutkan bahwa guna kepentingan pembelaan, tersangka atau

terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat

hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut

tatacara yang ditentukan dalam undang-undang.3

Bahkan, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mewajiban

kepada penyidik untuk memberitahukan kepada terdakwa tentang haknya untuk

2 Sadjijono, 2009. Mengenal Hukum Kepolisian. Jakarta. Bakti Pustaka. Hlm 84

3 Pasal 54 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

2

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/42141/2/BAB I.pdfketerangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan atau dalam bentuk

mendapat bantuan hukum. Artinya, seorang penyidik wajib menghadirikan

seorang penasehat hukum bagi terdakwa, dalam hal seseorang disangka

melakukan suatu tindak pidana sebelum dimulainya pemeriksaan oleh penyidik,

seperti yang ditulis di pasal 114 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP).4

Penasehat hukum terdakwa sendiri mempunyai kewenangan dan

tanggungjawab untuk mendapingi kliennya dalam setiap pemeriksaan yang

disangkakan kepada terdakwa. Pasal 115 (1) Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa dalam hal penyidik sedang

melakukan pemeriksaan terhadap tersangka, penasehat hukum dapat mengikuti

jalannya pemeriksaan dengan cara melihat serta mendengar permeriksaan.5

Sebagaimana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

pasal 52 yang menyebutkan bahwa dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan

dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara

bebas kepada penyidik atau hakim. Itu dipertegas kembali lewat pasal 117 (1)

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mengatakan bahwa

4 Pasal 114 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

5 Pasal 115 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

3

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/42141/2/BAB I.pdfketerangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan atau dalam bentuk

keterangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan

dari siapa pun dan atau dalam bentuk apa pun.6

Setiap penyiksaan dan tindakan atau hukuman yang kejam, tak manusiawi,

atau merendahkan martabat manusia merupakan pelanggaran HAM. Mereka

yang dinyatakan sebagai tersangka pelaku tindak kejahatan juga dapat menjadi

korban pelanggaran HAM.

Seperti berita yang di muat di salah satu website yaitu

www.beritagar.id tentang kekerasan yang di lakukan polisi dalam penyidikan

yang mengakibatkan meninggalnya seorang tersangka. Redaksi Beritagar 18:06

WIB Rabu, 13 April 2016. Komisi Nasional Hak Asai Manusia (Komnas

HAM), menyimpulkan penyebab kematian Siyono, terduga teroris yang

ditangkap Densus 88, karena patah tulang di bagian dada yang mengarah ke

jaringan jantung. Kesimpulan tersebut didasari hasil autopsi yang dilakukan oleh

Ikatan Dokter Forensik Indonesia bersama Tim Dokter Forensik Muhammadiyah.

Pengurus Pusat Muhammadiyah, memutuskan melakukan visum terhadap

jenazah Siyono, setelah mendapat permintaan dari istri Siyono, Suratmi. Hasil

autopsi yang diumumkan (11/4/2016), antara lain menyebut jenazah mengalami

patah di lima iga bagian kiri, patah satu iga bagian kanan. Tulang dada patah

akibat benda tumpul di rongga dada mengarah ke jaringan jantung. Ada luka di

kepala, serta memar pada bagian tubuh belakang. Selain itu tidak ditemukan luka

6 Pasal 52 dan 117 (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

4

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/42141/2/BAB I.pdfketerangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan atau dalam bentuk

defensif, seperti menangkis misalnya. Hasil autopsi ini, berbeda dengan hasil

visum yang dilakukan oleh polisi. Sebelumnya Kepala Pusat Kedokteran dan

Kesehatan Polri Brigadir Jenderal Arthur Tampi, menjelaskan dugaan penyebab

kematian Siyono, karena kelelahan dan lemas setelah berkelahi dengan anggota

Densus 88 yang mengawalnya. Meski pun dalam visum tersebut juga ditemukan

pendarahan di rongga kepala bagian belakang. Siyono ditangkap Densus 88 di

rumahnya di Dusun Pogung, Desa Brengkungan, Kecamatan Cawas, Kabupaten

Klaten, Jawa Tengah, 8 Maret 2016. Ini adalah hasil pengembangan setelah polisi

menangkap terduga teroris lainnya. Siyono, menurut Kapolri Jenderal Badrodin

Haiti, anggota Jamaah Islamiyah (JI) yang bertanggung jawab untuk

penyimpanan senjata. Kepala Divisi Hubungan masyarakat Polri, Irjen Pol Anton

Charliyan, menjelaskan, Siyono diminta menunjukkan tempat terduga teroris lain

dan tempat penympanan senjata. Ia didampingi satu anggota Densus 88 dan

seorang sopir, dalam kondisi mata ditutup dan tangan diborgol. Mendekati lokasi

yang dimaksud, tersangka meminta penutup kepala dan borgolnya dibuka.

Setelah penutup mata dan borgolnya dibuka, Siyono langsung menyerang dengan

memukul anggota Densus yang mengawalnya. Terjadi perkelahian, saling pukul.

Akhirnya, Siyono lemas dan pingsan ketika anggota Densus membenturkan

kepala Siyono ke badan mobil. Masyarakat memang tidak dalam kapasitas

menguji kebenaran kronologi kejadian yang disampaikan polisi, juga

membandingkan hasil autopsi dengan hasil visum. Namun masyarakat bisa

menyimpulkan adanya kekerasan dalam kasus ini. Polisi menyebutnya sebagai

5

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/42141/2/BAB I.pdfketerangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan atau dalam bentuk

perkelahian. Sedang Komnas HAM bilang, kekerasan dilakukan saat Siyono

bersandar, maksudnya tertidur di lantai atau berdiri menempel tembok. Yang

pasti, kekerasan itulah yang menjadi penyebab kematian seorang terduga tindak

pidana. Pertanyaan berikutnya, apakah ada kesalahan prosedur, sehingga terjadi

kekerasan ?

Polisi memang mengakui ada kesalahan prosedur dalam pengawalan

tersangka. Seharusnya minimal ada dua pengawal. Karenanya polisi menjanjikan

ada sidang etik terhadap pengawal Siyono.

Dalam kasus ini, sesungguhnya yang menjadi masalah besar bukan

hanya persoalan kesalahan prosedur. Kekerasan yang dilakukan, apa lagi sampai

menimbulkan kematian, lebih serius.

Ini termasuk melanggar KUHAP dan HAM. Hukum acara pidana jelas

mengharamkan tindak kekerasan dalam proses penyidikan terhadap seorang

tersangka, tak terkecuali tersangka teroris.

Keputusan Kapolri No. Pol. Skep/1205/IX/2000 tentang Revisi

Himpunan Petunjuk Pelaksana dan Petunjuk Teknis Proses Penyidikan Tindak

Pidana, juga melarang hal yang sama. "Pada waktu dilakukan pemeriksaan,

dilarang menggunakan kekerasan atau penekanan dalam bentuk apa pun."

6

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/42141/2/BAB I.pdfketerangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan atau dalam bentuk

Kekerasan dalam proses penyidikan oleh polisi, tak hanya sekali ini

saja disoal masyarakat maupun lembaga seperti Komnas HAM. Dalam

catatan KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan), selama

2014-2015 terdapat 554 rangkaian kekerasan dan pelanggaran HAM yang

dilakukan oleh aparat Polri.

Adapun tindakan paling dominan adalah penembakan sewenang-

wenang (272 peristiwa). Korbannya pun cukup banyak, 299 meninggal.

Penyiksaan juga cukup menonjol, 84 kasus.

Masih tingginya angka tindak kekerasan yang dilakukan polisi dalam

menjalankan fungsinya, tentu menjadi hal yang sangat menyedihkan. Karena ini

berhubungan langsung dengan profesionalitas anggota Polri sebagai aparat

penegak hukum.

Kasus kematian Siyono misalnya. Bisa dipastikan akan menutup pintu

informasi yang dimiliki Siyono tentang jaringan terorisme di Indonesia. Padahal,

informasi dari Siyono sangat penting. Mengingat info awal yang dihimpun polisi

menyebutkan posisi strategis Siyono. Dia adalah salah satu panglima JI, yang

bertanggung jawab dalam penyimpanan senjata. Dia juga komandan rekrutmen

anggota baru.

7

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/42141/2/BAB I.pdfketerangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan atau dalam bentuk

Tidak ada kata lain yang lebih tepat selain menghentikan kekerasan

dalam penyidikan. Kekerasan tidak hanya menunjukkan tingkat profesionalitas

yang rendah, tapi juga berlawanan dengan semangat polisi yang selalu diucapkan

Kapolri. Yaitu menciptakan citra polisi yang ramah dan bersahabat dengan

masyarakat.

Hal ini ada kaitannya dengan apa yang terjadi di Polres Kabupaten

Tanah Bumbu, seperti keterangan pada saat penulis melakukan wawancara

terhadap salah satu tersangka yang ada disana, mereka mengatakan bahwasanya

mereka mengalami penyiksaan selama dalam proses penyidikan ataupun dalam

pembuatan Berita Acara Penyidikan. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana

mengawasi jaminan untuk tidak disiksa oleh petugas dalam masa penyidikan

dalam prakteknya.

Berita yang muncul sering hanya mempunyai nilai berita tinggi dan

menjadi isu besar. Lalu bagaimana dengan kasus-kasus "kecil" lain di berbagai

pelosok nusantara? Siapa yang bisa menjamin bahwa mereka para tersangka di

Polsek-Polsek nun jauh di sana, tidak mengalami siksaan selama dalam

pemeriksaan.

Kepolisian kini dituntut untuk lebih profesional dalam menjalankan

tugasnya. Mereka harus meninggalkan perasaan bahwa mereka pernah menjadi

bagian dari militer. Mereka harus memahami prinsip dan nilai-nilai hak asasi

8

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/42141/2/BAB I.pdfketerangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan atau dalam bentuk

manusia (HAM) dengan terus mengkaji dan membekali setiap personel polisi

dengan pengetahuan dan pemahaman HAM yang memadai sesuai dengan standar

internasional.

Polisi harus menyadari bahwa yang menentukan bersalah atau tidak

seorang tersangka/terdakwa adalah hakim. Selain itu, yang juga perlu mendapat

perhatian adalah sikap dari kalangan hakim. Masih banyak hakim yang "tidak

berminat" untuk berani membatalkan BAP yang dibuat dengan cara-cara

kekerasan.

Kenyataan ini semakin membuat kesan bahwa cara-cara kekerasan

dalam penyidikan dianggap sebagai sesuatu yang biasa dan diamini banyak

pihak. Bahkan, dianggap sebagai suatu kewajaran kalau tidak mau dibilang sudah

menjadi suatu keharusan.

Dengan niat semula untuk mengusut suatu kasus dengan baik dan

cepat sehingga mendapat pujian dari masyarakat, justru menimbulkan

ketidakyakinan dari masyarakat. Suatu kasus itu tuntas diusut sesuai dengan

prosedur atau melalui cara-cara penyiksaan atas tersangka, sehingga orang yang

tak bersalah justru yang dihukum. Pemeriksaan tidak harus melalui jalan

kekerasan.

9

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/42141/2/BAB I.pdfketerangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan atau dalam bentuk

Berdasarkan hal tersebut, menurut penulis proses penyidikan dengan

prosedur dan menjalankan semua aturan yang ada di undang-undang itu sangat

penting, tidak dengan cara-cara kekerasan seperti pemukulan, penendangan atau

hal-hal lain yang tidak diperbolehkan oleh undang-undang karena itu sifatnya

mencederai hukum dan sangat tidak diperkenankan. Seperti halnya isu-isu yang

beredar di kalangan masyarakat bahwa ada tindakan yang menyalahi aturan

dalam proses penyidikan di Polres Kabupaten Tanah Bumbu. Bahwa dalam

proses penyidikan yang terjadi di Polres Kabupaten Tanah Bumbu masih adanya

tindakan kekerasan yang di lakukan oleh penyidik, tindakan kekerasan tersebut

berupa pemukulan, tendangan dan lain sebagainya yang menimbulkan luka yang

serius bagi tersangka, tindakan-tindakan seperti itu sangat tidak dibenarkan oleh

undang-undang. Dari latar belakang tersebut sehingga dengan demikian penulis

tertarik untuk meneliti dan menganalisa tentang PERLINDUNGAN HUKUM

TERHADAP HAK TERSANGKA DALAM MEMBERIKAN KETERANGAN

SECARA BEBAS TANPA ADANYA TEKANAN DARI SIAPA PUN DAN

ATAU DALAM BENTUK APA PUN DALAM PROSES PENYIDIKAN di

Polres Kabupaten Tanah Bumbu.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap hak tersangka dalam memberikan

keterangan secara bebas tanpa adanya tekanan dari siapa pun dan atau dalam

10

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/42141/2/BAB I.pdfketerangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan atau dalam bentuk

bentuk apa pun dalam proses penyidikan yang terjadi di Polres Kabupaten

Tanah Bumbu ?

2. Faktor apa yang menyebabkan perlindungan hukum terhadap hak tersangka

dalam memberikan keterangan secara bebas tanpa adanya tekanan dari siapa

pun dan atau dalam bentuk apa pun dalam proses penyidikan yang terjadi di

Polres Kabupaten Tanah Bumbu belum berjalan dengan baik ?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap tersangka ketika hak

tersangka memberikan keterangan secara bebas tanpa adanya tekanan dari

siapa pun dan atau dalam bentuk apa pun dalam proses penyidikan yang

terjadi di Polres Kabupaten Tanah Bumbu.

2. Untuk mengetahui faktor apa yang menyebabkan perlindungan hukum

terhadap tersangka ketika hak tersangka memberikan keterangan secara

bebas tanpa adanya tekanan dari siapa pun dan atau dalam bentuk apa pun

dalam proses penyidikan di Polres Kabupaten Tanah Bumbu belum berjalan

dengan baik.

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang ingin dicapai oleh penulis didalam penulisan penelitian

hukum ini baik secara teoritis maupun secara praktis yakni :

1. Manfaat Teoritis

11

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/42141/2/BAB I.pdfketerangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan atau dalam bentuk

Dari penulisan penelitian hukum ini diharapan akan membantu dalam

pengembangan dan menambah wawasan terutama dalam hal penyidikan bagi

pihak kepolisisan.

2. Manfaat Praktis

Hasil dari penulisan penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih

pemikiran bagi mahasiswa serta masyarakat dan menjadi refrensi terhadap

penyidikan bagi pihak kepolisian.

E. KEGUNAAN PENELITIAN

1. Bagi Penulis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis sebagai upaya

pengembangan ilmu pengetahuan hukum dan sebagai syarat untuk memenuhi

predikat lulus dan mendapatkan gelar Sarjana Strata 1 Hukum.

2. Bagi Instansi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada badan instansi

yang terkait khususnya Polres Kabupaten Tanah Bumbu.

3. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat terkait

dengan penyidikan bagi pihak kepolisian.

F. METODE PENELITIAN

12

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/42141/2/BAB I.pdfketerangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan atau dalam bentuk

1. Metode Pendekatan

Pendekatan adalah persoalan yang berhubungan dengan cara seseorang

meninjau dan dengan cara bagaimana dia menghampiri persoalan tersebut

sesuai dengan disiplin ilmu yang dimilikinya.7 Dalam penulisan ini penulis

menggunakan pendekatan yuridis sosiologis. Pendekatan yuridis sosiologis

adalah jenis penelitian hukum yang menganalisis dan mengkaji bekerjanya

hukum di dalam masyarakat. Bekerjanya hukum dalam masyarakat dapat

dikaji dari tingkat efektivitasnya hukum, kepatuhan terhadap hukum, peranan

lembaga atau institusi hukum di dalam penegakan hukum, implementasi

aturan hukum, pengaruh aturan hukum terhadap masalah sosial tertentu atau

sebaliknya, pengaruh masalah sosial terhadap aturan hukum.8 Dalam hal ini

penulis ingin mengetahui sejauh mana perlindungan hukum terhadap

tersangka dalam proses penyidikan di Polres Kabupaten Tanah Bumbu.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi

Kalimantan Selatan dan instansi terkait yang berhubungan dengan

7 Bahder Johan Nasution, 2008. Metode Penelitian Hukum. Bandung. Mandar Maju. Hlm. 127

8 Salim,Erlies Septiana Nurbani. Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada. Hlm. 20

13

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/42141/2/BAB I.pdfketerangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan atau dalam bentuk

penyidikan. Lokasi tersebut dipilih dikarenakan lokasi penelitian merupakan

asli daerah peneliti.

3. Sumber Data

Dalam penulisan penelitian ini penulis menggunakan beberapa bahan

hukum sebagai berikut :

a. Sumber Data Primer

Data Primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumber

penelitian baik berupa wawancara langsung dengan responden serta

berupa dokumen lainnya yang diperoleh dari instansi terkait.

b. Sumber Data Sekunder

Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen

resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil

penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi, dan peraturan

perundang-undangan.9

c. Sumber Data Tersier

Data Tersier adalah petunjuk atau penjelasan mengenai data primer

atau data sekunder yang berasal dari kamus, ensiklopedia, majalah, surat

kabar, dan sebagainya.10

4. Teknik Pengumpulan Data

9 Zainuddin Ali, 2009. Metode Penelitian Hukum. Jakarta. Sinar Grafika. Hlm. 106

10 Ibid, Hlm. 106

14

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/42141/2/BAB I.pdfketerangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan atau dalam bentuk

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Wawancara

Teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan tanya jawab

langsung kepada responden dengan menggunakan wawancara terstruktur

yang disiapkan oleh penulis. Yang menjadi Responden dalam penelitian

ini adalah :

Responden dari Polres Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan

Selatan yang merupakan populasi sekaligus sampel yang dipilih dengan

metode Purposive Sampling karena responden tersebut mengetahui dan

menjalankan proses penyidikan.

b. Dokumentasi

Suatu metode dimana penulis akan mengumpulkan data dengan

cara membaca, mempelajari dokumen dan arsip maupun catatan penting

lainnya yang berkaitan dengan obyek yang akan diteliti.

c. Studi Kepustakaan

Data kepustakaan yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan

yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku-buku,

dokumen resmi, publikasi, dan hasil penelitian.11

5. Teknik Analisa Data

11 Zainuddin Ali, Op.cit, Hlm. 107

15

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/42141/2/BAB I.pdfketerangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan atau dalam bentuk

Seluruh data yang terkumpul dianalisa menggunakan analisa

Deskriptif Kualitatif, diawali dengan mengelompokkan data dan informasi

yang sama menurut subaspek dan selanjutnya melakukan interpretasi untuk

memberi makna terhadap tiap subaspek dan hubungannya satu sama lain.

Kemudian setelah itu dilakukan analisis atau interprestasi keseluruhan aspek

untuk memahami makna hubungan antara aspek yang satu dengan lainnya

dan dengan keseluruhan aspek yang menjadi pokok permasalahan penelitian

yang dilakukan secara induktif sehingga memberikan gambaran hasil secara

utuh.12

G. SISTEMATIKA PENELITIAN

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika

penulisan.

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini penulis menyajikann teori-teori maupun kaidah yang

bersumber dari peraturan perundang-undangan maupun literature

yang akan digunakan untuk mendukung analisa yang akan dilakukan

pada penelitian yaitu terkait dengan perlindungan hukum terhadap

12 Bahder Johan Nasution, Op.cit, Hlm. 174

16

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/42141/2/BAB I.pdfketerangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan atau dalam bentuk

tersangka dalam proses penyidikan di Polres Kabupaten Tanah

Bumbu.

BAB III: PENELITIAN

Pembahasan berisi uraian dan pemaparan data-data hasil dari

penelitian yang didapat dari teknik pengumpulan data dengan tujuan

untuk mendukung analisa penulis terkait dengan perlindungan hukum

terhadap tersangka dalam proses penyidikan di Polres Kabupaten

Tanah Bumbu.

BAB IV: PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dari pembahasan hasil penelitian serta

saran-saran yang perlu disampaikan terkait dengan permasalahan

yang telah diteliti.

17

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/42141/2/BAB I.pdfketerangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan atau dalam bentuk

18