bab i pendahuluan a. latar belakang · pt. perusahaan listrik negara/pln (tergugat) mengirimkan...

12
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu perjanjian dinyatakan sah di depan hukum apabila isi dalam suatu perjanjian tersebut sesuai dengan sifat perjanjian, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan berdasarkan klausula baku yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan. Dewasa ini, perjanjian atau yang dikenal dengan istilah kontrak mengalami perkembangan pesat dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagai contoh, dalam dunia bisnis pelaku usaha mengikatkan diri dengan pelaku usaha yang lain melalui suatu perjanjian yang melahirkan hubungan hukum antara kedua belah pihak dan hubungan hukum tersebut dinamakan perikatan. Dari perjelasan tersebut maka lahir suatu konsep dasar bahwa perjanjian menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah suatu peristiwa yang terjadi ketika pihak saling berjanji untuk melaksanakan perbuatan tertentu 1 . Menurut Subekti, suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal 2 . Di dalam buku ke III Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) berkenaan dengan Pasal 1313, pengertian suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Mengenai sahnya suatu perjanjian pada dasarnya diperlukan 4 (empat) syarat, yaitu 3 : 1 Wawan Muhwan Hariri, Hukum Perikatan, Pustaka Setia, Bandung, 2011, Hal. 119. 2 Subekti, Hukum Perjanjian, Cet. Ke-VI, Intermasa, Jakarta, 1979, Hal. 1. 3 Lihat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Upload: others

Post on 08-Nov-2020

12 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PT. Perusahaan Listrik Negara/PLN (Tergugat) mengirimkan surat No. 01166/554/DITKEU/2011 tanggal 7 Pebruari 2011 perihal Pemutusan Perjanjian

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suatu perjanjian dinyatakan sah di depan hukum apabila isi dalam suatu

perjanjian tersebut sesuai dengan sifat perjanjian, tidak bertentangan dengan

kesusilaan dan berdasarkan klausula baku yang terdapat di dalam peraturan

perundang-undangan. Dewasa ini, perjanjian atau yang dikenal dengan istilah

kontrak mengalami perkembangan pesat dalam berbagai aspek kehidupan

masyarakat. Sebagai contoh, dalam dunia bisnis pelaku usaha mengikatkan diri

dengan pelaku usaha yang lain melalui suatu perjanjian yang melahirkan hubungan

hukum antara kedua belah pihak dan hubungan hukum tersebut dinamakan

perikatan. Dari perjelasan tersebut maka lahir suatu konsep dasar bahwa perjanjian

menerbitkan perikatan.

Perjanjian adalah suatu peristiwa yang terjadi ketika pihak saling berjanji

untuk melaksanakan perbuatan tertentu1. Menurut Subekti, suatu perjanjian adalah

suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau saling berjanji

untuk melaksanakan suatu hal2. Di dalam buku ke III Kitab Undang-undang Hukum

Perdata (KUH Perdata) berkenaan dengan Pasal 1313, pengertian suatu perjanjian

adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

terhadap satu orang lain atau lebih. Mengenai sahnya suatu perjanjian pada

dasarnya diperlukan 4 (empat) syarat, yaitu3:

1 Wawan Muhwan Hariri, Hukum Perikatan, Pustaka Setia, Bandung, 2011, Hal. 119. 2 Subekti, Hukum Perjanjian, Cet. Ke-VI, Intermasa, Jakarta, 1979, Hal. 1. 3 Lihat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PT. Perusahaan Listrik Negara/PLN (Tergugat) mengirimkan surat No. 01166/554/DITKEU/2011 tanggal 7 Pebruari 2011 perihal Pemutusan Perjanjian

2

1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. kecakapan untuk membuat perikatan;

3. suatu hal tertentu; dan

4. suatu sebab yang halal.

Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subyektif, karena

mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan

dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat obyektif karena mengenai

perjanjiannya sendiri oleh obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu4.

Adapun diketahui bahwa apabila salah satu syarat subyektif atau obyektif tidak

terpenuhi maka akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum dari tidak

terpenuhinya syarat-syarat subyektif adalah dapat dibatalkan. Artinya, salah satu

pihak dapat mengajukan pada pengadilan untuk membatalkan perjanjian yang

disepakatinya, tetapi apabila para pihak tidak ada yang keberatan, perjanjian

tersebut tetap dianggap sah5. Sedangkan akibat hukum dari tidak terpenuhinya

syarat-syarat obyektif, adalah batal demi hukum. Artinya, dari semula perjanjian

tersebut dianggap tidak ada6. Terkait dengan tidak terpenuhinya syarat subyektif

yang berakibat hukum dapat dibatalkan sehingga salah satu pihak dapat

mengajukan pembatalan perjanjian kepada pengadilan atau melalui hakim, menjadi

sangat krusial apabila syarat tersebut tidak diindahkan. Hal ini disebabkan pada

akibat hukum dari syarat subyektif “ada” setelah putusan hakim yang membatalkan

suatu perjanjian. Dengan demikian, selama hakim belum membatalkan perjanjian

4 Wawan Muhwan Hariri, Op.Cit, Hal. 17. 5 Ibid, Hal. 126. 6 Salim H. S, Pengantar Hukum Perdata Tertulis, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, Hal.166.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PT. Perusahaan Listrik Negara/PLN (Tergugat) mengirimkan surat No. 01166/554/DITKEU/2011 tanggal 7 Pebruari 2011 perihal Pemutusan Perjanjian

3

tersebut, maka perbuatan hukum (dalam hal ini perjanjian) tetap berlaku. Pasal 1266

KUH Perdata mengatur mengenai syarat batal dalam suatu perjanjian, yaitu:

“Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan yang timbal

balik, andaikata salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal

demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus

dimintakan kepada Pengadilan. Permintaan ini juga harus dilakukan,

meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di

dalam persetujuan. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan,

maka Hakim dengan melihat keadaan, atas permintaan tergugat, leluasa

memberikan suatu jangka waktu untuk memenuhi kewajiban, tetapi jangka

waktu itu tidak boleh lebih dan satu bulan.”.

Dari penjelasan Pasal a quo terdapat 3 (tiga) hal yang harus diperhatikan sebagai

syarat pembatalan suatu perjanjian, yaitu7:

1. Perjanjian harus bersifat timbal-balik.

2. Pembatalan harus dilakukan di muka hakim.

3. Harus ada wanprestasi.

Hal lain yang tidak kalah penting yang diatur dalam Pasal a quo adalah

bersifat mutlak karena terdapat kata “dianggap selalu” (dalam hal pembuatan

perjanjian) dan “harus” (dalam hal melakukan pembatalan perjanjian kepada hakim

atau melalui Pengadilan). Sedangkan berkenaan dengan hak-hak hukum pihak yang

tidak terpenuhi prestasinya karena wanprestasi diatur dalam Pasal 1267 KUH

Perdata yang menjelaskan bahwa, “Pihak yang terhadapnya perikatan tidak

terpenuhi, dapat memilih; memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan,

jika hal itu masih dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan persetujuan dengan

penggantian biaya, kerugian dan bunga.”. Dengan demikian sangat jelas bahwa

klausula baku dalam Pasal 1266 dan Pasal 1267 KUH Perdata merupakan ketentuan

7 P.N.H. Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Cet. Ke-III, Edisi Revisi,

Djambatan, Jakarta, 2007, Hal. 347.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PT. Perusahaan Listrik Negara/PLN (Tergugat) mengirimkan surat No. 01166/554/DITKEU/2011 tanggal 7 Pebruari 2011 perihal Pemutusan Perjanjian

4

hukum sebagai syarat batal jika terjadi wanprestasi dalam perjanjian timbal balik

yang tidak dapat dikesampingkan di dalam suatu perjanjian.

Dalam praktiknya, pada saat pembuatan suatu perjanjian para pihak sering

kali sepakat untuk mengesampingkan Pasal 1266 KUH Perdata yang secara

langsung juga melakukan pengesampingan terhadap Pasal 1267 KUH Perdata.

Pengesampingan kedua Pasal a quo dilakukan untuk menghindari pemutusan

kontrak melalui pengadilan dan terdapatnya kebebasan para pihak menentukan isi

suatu perjanjian. Contoh kasus pengesampingan kedua Pasal a quo terdapat pada

Putusan No. 338/Pdt.G/2014/PN.Jkt. Sel yang duduk perkaranya sebagai berikut:

PT. Perusahaan Listrik Negara/PLN (Tergugat) mengirimkan surat No.

01166/554/DITKEU/2011 tanggal 7 Pebruari 2011 perihal Pemutusan Perjanjian

No. 0081-1.PJ/523/DIR/2003 tanggal 25 Agustus 2003 (“Surat Pemutusan

Perjanjian”) terhadap perjanjian sewa beli tanah dan bangunan yang telah

disepakati dengan Ir. Ermansyah Jamin (Penggugat). Pemutusan perjanjian secara

sepihak yang dilakukan oleh Tergugat didasarkan pada keterlambatan pembayaran

obyek perjanjian yang dilakukan oleh Penggugat yang berupa tanah seluas 1.953

m2 (seribu sembilan ratus lima puluh tiga meter persegi) dan bangunan seluas

1.494,40 m2 (seribu empat ratus sembilan puluh empat koma empat puluh meter

persegi) di Jl. Sriwijaya IV No. 3.

Pemutusan perjanjian secara sepihak tersebut sesuai dengan isi perjanjian

yang merujuk pada Pasal 6 ayat (1) s.d. ayat (4) jo. Pasal 8 ayat (1) dan ayat (4)

Perjanjian8 yang berisi:

8 Putusan Mahkamah Agung No. 338/Pdt.G/2014/PN.Jkt. Sel, Hal. 8.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PT. Perusahaan Listrik Negara/PLN (Tergugat) mengirimkan surat No. 01166/554/DITKEU/2011 tanggal 7 Pebruari 2011 perihal Pemutusan Perjanjian

5

“..... (4) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak Pihak

Kedua in casu Penggugat menerima peringatan tertulis terakhir ... Pihak

Pertama in casu Tergugat berhak memutus Perjanjian ini secara sepihak dan

Para Pihak sepakat untuk tidak memberlakukan ketentuan Pasal 1266 dan

1267 KUH Perdata.”

Dalam Putusan No. 338/Pdt.G/2014/PN.Jkt. Sel terdapat pertimbangan hakim

yang membenarkan pemutusan perjanjian secara sepihak yang mana menjelaskan

bahwa:

Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi

(Ir. Ermansyah Jamin) telah melanggar “Perjanjian” atau telah melakukan

Wanprestasi/Ingkar Janji, .... maka PT. PLN (Persero)/Penggugat

Rekonvensi/Tergugat Konvensi adalah beralasan memutus Perjanjian No.

0081-1.PJ/523/DIR/2003, tanggal 25 Agustus 2003 secara sepihak dan

Para Pihak (Penggugat dan Tergugat) sepakat untuk tidak

memberlakukan Pasal 1266 dan Pasal 1267 KUH Perdata dan dengan

diputusnya “Perjanjian” tersebut, maka Pihak Penggungat (Ir.

Ermansyah Jamin) kehilangan haknya untuk membeli tanah dan rumah ...

dan harus segera mengembalikan tanah dan rumah kepada PT.PLN

(Persero) / Tergugat dalam keadaan kosong, selambat-lambatnya dalam

jangka waktu 3 bulan terhitung sejak tanggal diputusnya “Perjanjian” ....

Dan berdasarkan pertimbangan hakim sebagaimana yang telah dijelaskan

sebelumnya, hakim memutuskan bahwa:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat Rekonvensi untuk seluruhnya;

2. Menyatakan Tergugat Rekonvensi (Ir. Ermansyah Jamin) telah

melakukan Perbuatan Melawan Hukum;

3. Menghukum Tergugat Rekonvensi (Ir. Ermansyah Jamin) membayar

ganti rugi materiil kepada Penggugat Rekonvensi (PT. PLN (Persero))

dengan total sebesar Rp 180.000.000,- (seratus delapan puluh juta

rupiah);

4. Menghukum Penggugat Rekonvensi (PT.PLN (Persero)) untuk

mengembalikan sisa angsuran harga jual tanah dan bangunan rumah di

Jl. Sriwijaya IV No. 3 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan sebesar

Rp.990.000.000,- (sembilan ratus sembilan puluh juta rupiah) ....;

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PT. Perusahaan Listrik Negara/PLN (Tergugat) mengirimkan surat No. 01166/554/DITKEU/2011 tanggal 7 Pebruari 2011 perihal Pemutusan Perjanjian

6

Kasus tersebut kemudian berlanjut sampai pada tingkat Kasasi yang mana dalam

Putusan Mahkamah Agung Nomor 3539 K/Pdt/2015 terdapat pertimbangan

hakim yang menjelaskan bahwa:

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata

bahwa putusan Judex factie dalam perkara ini tidak bertentangan

dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi

yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: Ir. IRMANSYAH JAMIN

tersebut harus ditolak;

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan Hakim pada kedua putusan

tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemutusan perjanjian secara sepihak akibat

adanya wanprestasi dibenarkan oleh Hakim berdasarkan ketetuan dalam Pasal 1338

KUH Perdata yang mana dapat menimbulkan permasalah hukum. Klausul

pengesampingan Pasal 1266 KUH Perdata dalam suatu perjanjian pada dasarnya

bertolak belakang dengan Pasal 1266 KUH Perdata itu sendiri. Pasal 1266 KUH

Perdata secara jelas mengatur bahwa dalam hal terjadinya wanprestasi maka

pembatalan perjanjian oleh pihak yang prestasinya tidak terpenuhi harus

dimintakan kepada hakim atau melalui pengadilan. Sedangkan pengesampingan

terhadap Pasal 1267 KUH Perdata dapat menghilangkan hak-hak pihak yang

prestasinya tidak terpenuhi untuk melakukan gugatan hukum ganti rugi dan bunga.

Tidak dilakukannya pembuktian hukum terlebih dahulu terkait kelalaian

seseorang yang menimbulkan wanprestasi dengan cara pembatalan sepihak dalam

suatu perjanjian menyebabkan posisi para pihak tidak seimbang. Pihak yang

mempunyai piutang (kreditur) pada dasarnya lebih tinggi daripada pihak yang

mempunyai utang (debitur), dimana kreditur memiliki posisi yang jauh lebih efisien

dan menguntungkan dimana tidak perlu melalui proses pengadilan yang berlarut-

larut untuk melakukan tindakan dalam hal memenuhi haknya karena telah diatur

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PT. Perusahaan Listrik Negara/PLN (Tergugat) mengirimkan surat No. 01166/554/DITKEU/2011 tanggal 7 Pebruari 2011 perihal Pemutusan Perjanjian

7

lain mengenai pembatalan perjanjian pada saat pembuatan perjanjian. Sedangkan

dalam hal ini dapat merugikan debitur dimana debitur hanya dapat menerima segala

sesuatu yang diminta oleh kreditur akibat dari pengesampingan Pasal 1266 dan

Pasal 1267 KUH Perdata yang secara langsung kuasa diberikan pada kreditur.

Pertimbangan Hakim yang membenarkan klausul pengesampingan Pasal

1266 dan Pasal 1267 KUH Perdata dalam suatu perjanjian pada kedua putusan

sebagaimana mana dijelaskan sebelumnya merupakan pelanggaran hukum karena

bertolak belakang dengan Pasal 1266 itu sendiri. Selain itu, tidak dilakukannya

pembuktian hukum terhadap wanprestasi yang dilakukan oleh debitur dan hanya

berdasarkan berdasarkan klausul dalam perjanjian yang mengesampingkan Pasal

1266 dan Pasal 1267 KUH Perdata sehingga dilakukannya pemutusan secara

sepihak bertolak belakang juga dengan kepatutan/iktikad baik dan keadilan.

Dengan demikian, berdasarkan pemaparan latar belakang ini penulis tertarik untuk

menelliti lebih lanjut mengenai legalitas pengesampingan klausula Pasal 1266

dan Pasal 1267 KUH Perdata terkait pada pertimbangan Hakim dalam Putusan No.

338/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Sel dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3539

K/Pdt/2015.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang

dapat ditarik oleh penulis adalah: Bagaimana legalitas klausula pengesampingan

Pasal 1266 dan/atau Pasal 1267 KUHPerdata?

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PT. Perusahaan Listrik Negara/PLN (Tergugat) mengirimkan surat No. 01166/554/DITKEU/2011 tanggal 7 Pebruari 2011 perihal Pemutusan Perjanjian

8

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui legalitas suatu

perjanjian yang memuat klausula Pengesampingan Pasal 1266 dan 1267 KUH

Perdata dengan mengalisis pertimbangan hakim pada dua putusan yang terdapat

dalam penelitian ini, yaitu Putusan No. 338/Pdt.G/2014/PN.Jkt. Sel dan Putusan

Mahkamah Agung Nomor 3539 K/Pdt/2015.

D. Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian ini penulis berharap dapat memberikan

manfaat bagi pihak yang terkait dalam penelitian ini, berikut pemaparan beberapa

manfaat dari penelitian ini, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi kontribusi dalam

perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum, khususnya dalam bidang

hukum kontrak dan hukum perlindungan konsumen.

2. Manfaat Praktis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk

mendapatkan informasi mengenai ilmu pengetahuan di bidang hukum dan

pengambilanan kebijakan terkhusus di bidang hukum kontrak terkait dengan

pengesampingan syarat batal perjanjian dalam pembuatan perjanjian.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PT. Perusahaan Listrik Negara/PLN (Tergugat) mengirimkan surat No. 01166/554/DITKEU/2011 tanggal 7 Pebruari 2011 perihal Pemutusan Perjanjian

9

E. Originalitas Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa persamaan dan perbedaan dengan

penelitian terdahulu. Berikut pemaparan mengenai persamaan dan perbedaan

dengan penelitian terdahulu:

Tabel 1.1

Perbandingan Penelitian Terdahulu dengan Penelitan Sekarang

No Judul Persamaan Perbedaan

1. Analisis Putusan

Pengadilan Yang

MencantumKan

Pasal 1266 Dan

1267 Burgerlijk

Wetboek Dalam

Kaitannya Dengan

Asas Kebebasan

Berkontrak oleh I

Gusti Ngurah Agung

Andika D., SH

a. Jenis penelitian:

yuridis normatif.

b. Pendekatan

penelitian: Statue

Approach, Case

Approach dan

Conceptual

Approach.

Obyek Penelitian

terdahulu menganalisis

pembatalan perjanjian

berdasarkan Pasal 1266

dan Pasal 1267 KUH

Perdata terkait dengan

asas kebebasan

berkontrak, sedangkan

penelitian ini berfokus

pada analisis

pertimbangan hakim

terkait pengesampingan

Pasal a quo.

2. Akibat Hukum Dari

Wanprestasi Dalam

Perjanjian

Konstruksi Yang

Dilaksanakan

Kontraktor Oleh

Laila Hayati Aulia,

Sh.

a. Penelitian terdahulu

meneliti mengenai

pengesampingan

Pasal 1266 KUH

Perdata.

b. Jenis penelitian:

yuridis normatif.

Materi penelitian

terdahulu berfokus pada

perlindungan hukum

dari pengesampingan

Pasal 1266 KUH

Perdata dalam kontrak

pemborongan bidang

kontruksi sedangkan

penelitian ini berfokus

pada studi kasus terkait

legalitas klausula baku

Pasal 1266 dan 1267

KUH Perdata.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PT. Perusahaan Listrik Negara/PLN (Tergugat) mengirimkan surat No. 01166/554/DITKEU/2011 tanggal 7 Pebruari 2011 perihal Pemutusan Perjanjian

10

F. Metode Penelitian

Penelitian hukum bertujuan untuk memberikan kemampuan dan

ketrampilan untuk mengungkapkan kebenaran, melalui kegiatan-kegiatan

sistematis, metodologis dan konsisten9. Sehingga, kemampuan untuk penalaran dan

penafsiran di bidang hukum serta kemampuan menganalisis masalah sangatlah

penting dalam hal pemecahan isu hukum yang sedang dihadapi.

1. Jenis Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah sebagaimana telah

dijelaskan, maka jenis metode penelitian ini adalah yuridis normatif. Jenis

penelitian yuridis normatif merupakan penelitian dengan cara menelaah teori

hukum, konsep hukum, dan peraturan perundang-undangan terkait dengan

penelitian ini. Dengan demikian, dalam penelitian ini akan menganalisis

Putusan No. 338/Pdt.G/2014/PN.Jkt. Sel, Putusan Mahkamah Agung

Nomor 3539 K/Pdt/2015 dan peraturan perundang-undangan mengenai hukum

perjanjian.

2. Pendekatan yang Digunakan

Terkait dengan pendekatan dalam penelitian hukum ini, penulis akan

menggunakan metode penelitian melalui Pendekatan Perundang-undangan

(Statue Approach), Pendekatan Kasus (Case Approach) dan Pendekatan

Konseptual (Conceptual Approach). Dalam Pendekatan perundang-undangan

(Statue Approach), peneliti bukan saja melihat kepada bentuk peraturan

perundang-undangan, melainkan juga menelaah materi muatannya, sehingga

peneliti mempelajari dasar ontologis lahirnya undang-undang, landasan

9 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. Ke-3, Universitas Indonesia (UI-

Press), Jakarta, 1986, Hal. 46.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PT. Perusahaan Listrik Negara/PLN (Tergugat) mengirimkan surat No. 01166/554/DITKEU/2011 tanggal 7 Pebruari 2011 perihal Pemutusan Perjanjian

11

filosofis undang-undang, dan ratio legis dari ketentuan undang-undang10.

Mengenai Pendekatan Kasus (Case Approach) yang harus dipahami oleh

peneliti adalah ratio decidendi, yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan

oleh hakim untuk sampai kepada putusannya11. Sedangkan melalui Pendeketan

Konseptual (Conceptual Approach) penulis perlu menelaah pandangan-

pandangan sarjana hukum dari berbagai negara mengenai hal tersebut12.

3. Bahan Hukum

a. Bahan Hukum Primer

1) Pasal 1131, Pasal 1266, Pasal 1267, Pasal 1320, Pasal 1337, dan Pasal

1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2) Putusan No. 338/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Sel

3) Putusan Mahkamah Agung Nomor 3539 K/Pdt/2015

b. Bahan Hukum Sekunder

Data yang diperoleh adalah untuk mendukung data dalam bahan hukum

primer seperti artikel-artikel baik dari internet tentang hukum kontrak atau

perjanjian.

c. Bahan Hukum Tersier

Data dalam bahan hukum ini merupakan pelengkap atau daya dukung data

dalam bahan hukum primer dan sekunder. Data dalam bahan hukum ini

berupa kamus hukum, ensiklopedia atau thesaurus.

10 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Cet. Ke-10, Prenadamedia

Group, Jakarta, 2015, Hal. 142. 11 Ibid, Hal. 158. 12 Ibid, Hal. 178.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PT. Perusahaan Listrik Negara/PLN (Tergugat) mengirimkan surat No. 01166/554/DITKEU/2011 tanggal 7 Pebruari 2011 perihal Pemutusan Perjanjian

12

G. Sistematika Penelitian

Bab I : Pendahuluan

Bab ini berisikan pendahuluan yang menguraikan latar belakang permasalahan

terkait urgensi mengapa pengesampingan Pasal 1266 dan 1267 KUH Perdata

layak untuk diteliti, kemudian dilanjutkan dengan merumuskan rumusan

masalah dalam penelitian ini, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta

metode penelitian yang berisikan cara penulisan untuk meneliti permasalahan

yang dikemukakan oleh penulis.

BAB II : Tinjauan Pustaka dan Pembahasan

Bab ini berisikan kajian pustaka yang memuat tinjauan umum mengenai

perjanjian, asas kebebasan berkontrak, tinjauan umum mengenai wanprestasi

dan pembatalan perjanjian, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan hasil

penelitian Putusan No. 338/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Sel dan Putusan Mahkamah

Agung Nomor 3539 K/Pdt/2015.

BAB III : Kesimpulan dan Saran

Pada Bab ini penulis akan menyampaikan kesimpulan dari penelitian ini dan

diakhiri dengan beberapa saran yang diberikan oleh penulis.