bab i pendahuluan 1.1 latar belakangeprints.umm.ac.id/55634/2/bab i.pdf1 bab i pendahuluan 1.1 latar...

31
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh Allah swt kepada seluruh umat manusia, dan sudah semestinya pemanfaatan segala yang terkandung didalamnya adalah ditujukan untuk mencapai kemakmuran umat manusia itu sendiri berdasarkan ketentuan diatas Pemerintah menciptakan Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi: “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.” Dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang menjadikan landasan kontitusional terbentuknya Reforma Agraria. Reforma Agraria adalah penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui penataan aset dan disertai dengan penataan akses kemakmuran rakyat Indonesia. 1 Hubungan antara manusia dengan bumi sangat erat kaitannya dengan hak dan kewajiban manusia dalam memanfaatkan penguasaanya. Hubungan itu terlihat dalam penguasaan, kepemilikan hak atas tanah. Sejak dulu hubungan manusia dengan tanah mempunyai keterkaitan yang erat, persoalan tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang penting oleh karena sebagian besar dari kehidupan manusia adalah sangat tergantung pada tanah. Tanah adalah hal yang permanen dan dapat dicadangkan untuk kehidupan yang akan datang. Tanah juga 1 Biro Hukum dan Humas Kementerian ATR/BPN, “Reforma Agraria Menjamin Pemerataan Sosial Ekonomi Masyarakat Secara Menyeluruh”( https://kominfo.go.id/content/detail/13688/reforma-agraria-menjamin- pemerataan-sosial-ekonomi-masyarakat-secara-menyeluruh/0/artikel_gpr, Diakses pada 2019,2019)

Upload: others

Post on 15-Nov-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/55634/2/BAB I.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh

Allah swt kepada seluruh umat manusia, dan sudah semestinya pemanfaatan

segala yang terkandung didalamnya adalah ditujukan untuk mencapai

kemakmuran umat manusia itu sendiri berdasarkan ketentuan diatas Pemerintah

menciptakan Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi: “Bumi, air dan kekayaan

alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan

sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.” Dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945

yang menjadikan landasan kontitusional terbentuknya Reforma Agraria. Reforma

Agraria adalah penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan,

dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui penataan aset dan disertai

dengan penataan akses kemakmuran rakyat Indonesia.1

Hubungan antara manusia dengan bumi sangat erat kaitannya dengan hak dan

kewajiban manusia dalam memanfaatkan penguasaanya. Hubungan itu terlihat

dalam penguasaan, kepemilikan hak atas tanah. Sejak dulu hubungan manusia

dengan tanah mempunyai keterkaitan yang erat, persoalan tanah dalam kehidupan

manusia mempunyai arti yang penting oleh karena sebagian besar dari kehidupan

manusia adalah sangat tergantung pada tanah. Tanah adalah hal yang permanen

dan dapat dicadangkan untuk kehidupan yang akan datang. Tanah juga

1 Biro Hukum dan Humas Kementerian ATR/BPN, “Reforma Agraria Menjamin Pemerataan Sosial Ekonomi

Masyarakat Secara Menyeluruh”( https://kominfo.go.id/content/detail/13688/reforma-agraria-menjamin-

pemerataan-sosial-ekonomi-masyarakat-secara-menyeluruh/0/artikel_gpr, Diakses pada 2019,2019)

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/55634/2/BAB I.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh

2

mempunyai banyak sumber daya bagi kelangsungan hidup manusia untuk

dipergunakan sedemikian rupa sehingga mampu mencukupi kebutuhan hidup

manusia.

Seluruh kebutuhan manusia seiring dengan perkembangan zaman akan terus

berkembang, menjadikan hubungan antar manusia semakin rumit mengenai tanah.

Dengan adanya pertumbuhan dan perpindahan penduduk juga pesatnya

pembangunan sekarang ini menjadikan tanah yang luasnya tetap akan memicu

sebuah konflik. Di Indonesia tanah bisa menjadi objek sengketa, dan semua yang

berhubungan dengan konflik agraria. Oleh karena itu pemerintah dan juga

masyarakat memerlukan kepastian hukum untuk semua pemegang hak atas tanah.

Dari sekian banyak sektor pembangunan di Indonesia, kebijakan atas legalitas

tanah adalah hal yang akan mendorong pergerakan dan kemajuan ekonomi

masyarakat khususnya masyarakat ekonomi menegah kebawah. Sebab, sertifikat

atau legalitas yang dimiliki oleh masyarakat bisa menjadi barang berharga dan

memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Sehubungan dengan semua hal di atas

semakin perlu adanya jaminan kepastian hukum atas kepimilikan tanah. Olehnya,

diperlukan aturan-aturan hukum yang akan menjamin kepastian hukum bagi para

pemegang hak atas tanah. Pendaftaran tanah yang bertujuan memberikan jaminan

kepastian hukum dikenal dengan sebutan Rechts Cadaster/Legal Cadaster, dan

menghasilkan sertfikat sebagai tanda bukti haknya.2

Sebagai tindak lanjut dari Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 tersebut maka

dibentuklah UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang ‘Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria’ (UUPA) dibentuknya UU Nomor 5 Tahun 1960 ini dengan maksud

2 Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, h.2

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/55634/2/BAB I.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh

3

memberikan dasar hukum yang jelas bagi pemegang hak kepemilikan atas tanah

sekaligus sebagai rujukan pokok bagi kebijakan dan pelaksanaan Reforma

Agraria. Seperti yang disebutkan dalam pasal 19 ayat (1) UUPA yang berbunyi: “

Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah

diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur

dalam Peraturan Pemerintah”.3 Dengan adanya pasal 19 ayat 1 ini pemerintah

memulai untuk meminimalisir adanya persoalan yang berhubungan dengan tanah

antara lain seperti; penguasaan sepihak, kepemilikan dan penggunaan tanah oleh

oknum yang telah melanggar segala ketentuan peraturan perundang-undangan

tentang pertanahan yang berlaku, mengatur jual beli tanah yang ilegal yang tidak

sesuai dengan prosedur yang berlaku, penggunaan tanah yang dipergunakan untuk

sesuatu yang ilegal, sertifikat palsu untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu,

tumpang tindih sertifikat, manipulasi tanah dan masih banyaknya persoalan

tentang tanah. Adanya berbagai macam konflik pertanahan ini didasari oleh

melemahnya sertifikasi kepemilikan tanah dan kurangnya kesadaran masyarakat

dalam memenuhi kewajiban administratifnya seperti melakukan pendaftaran hak

atas tanah masyarakat guna adanya suatu kepastian hukum.

Menjadi terang bahwa ‘kegiatan pendaftaran tanah’ adalah kewajiban yang

harus dilaksanakan oleh pemerintah secara terus menerus dalam rangka

menginventarisasikan data-data yang berkenaan dengan hak-hak atas tanah

menurut UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961. Sedangkan

‘pendaftaran hak atas tanah’ adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh

3 Bachtiar Effendie, SH., Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaanya (Bandung: Penerbit

Alumni,1993),hal. 13.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/55634/2/BAB I.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh

4

pemilik hak dan dilaksanakan secara terus menerus setiap ada peralihan hak atas

tanah guna mendapatkan sertifikat tanda bukti hak atas tanah yang kuat.

Dari ketentuan yang ada dalam UUPA bahwa pemerintah adalah penguasa

tertinggi atas seluruh tanah di Indonesia, dan pemerintah mempunyai kewajiban

untuk mendaftarkan seluruh tanah yang ada di Indonesia. Maka dibentuklah

Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan

Pemerintah tersebut merupakan produk hukum yang dilahirkan untuk

melaksanakan ketentuan dari pasal 19 UUPA. Latar belakang dikeluarkannya

peraturan pemerintah No.10 Tahun 1961 yaitu adanya ketidakpastian hukum

megenai kepemilikan hak atas tanah dan juga batas-batasnya, alasan yang kedua

yaitu adanya kepentingan pemerintah dalam pembuatan perundang-undangan

sebagai landasan untuk melaksanakan kebijaksanaan administrasi pertanahan, dan

yang terakhir perlu adanya informasi hak atas tanah yang dituangkan dalam

bentuk peta dan daftar. Namun dengan banyaknya perubahan maka muatan-

muatan hukum yang terkandung di dalamnya sudah tidak sesuai dengan

kebutuhan pendaftaran tanah maka diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 24

Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah juga sekaligus menyatakan bahwa

Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tidak berlaku lagi.4

Didalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 mempunyai kedudukan

yang menentukan bukan hanya sebagai pelaksana dari Pasal 19 UUPA, namun

juga menjadi tulang punggung yang mendasari atas berjalannya Tertib

Administrasi Pertanahan sebagai salah satu program Catur Tertib Pertanahan dan

4 Istiqamah, “Tinjauan Hukum Legalisasi Aset Melalui Pendaftaran Tanah Sistmatik Lengkap (PTSL)

Terhadap Kepemilikan Tanah”. Jurisprudentie. Vol. 5. 1, Juni 2018, hal. 227-228.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/55634/2/BAB I.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh

5

Hukum Pertanahan di Indonesia. Tertib Administrasi pertanahan merupakan

upaya memperlancar setiap usaha dari masyarakat yang menyangkut tanah

terutama dengan pembangunan yang memerlukan sumber informasi bagi yang

memerlukan tanah sebagai sumber daya, uang dan modal. Menciptakan suasana

pelayanan di bidang pertanahan agar lancar, tertib, murah, cepat dan tidak

berbelit-belit dengan berdasarkan pelayanan umum yang adil dan merata5.

Di sisi lain kurangnya pemahaman masyarakat atas pentingnya Pendaftaran

Tanah yang terkandung dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 itu

menyebabkan sebagian besar tanah milik masyarakat di Indonesia belum terdaftar.

Salah satu komitmen Pemerintah adalah menata persoalan agraria. Penataan

agraria atau Reforma Agraria harus dimulai dengan sertifikasi tanah. Namun

dengan berbagai alasan lain oleh masyarakat yaitu tidak mendaftarkan tanahnya

dengan alasan biaya pendaftaran tanah yang terlalu mahal, tidak mengetahui

tujuan dari pendaftaran tanah, juga proses administrasi yang berbelit-belit

sehingga banyak tanah di Indonesia yang belum terdaftar dengan baik. Dengan

banyaknya anggapan bahwa pendaftaran tanah hanya untuk memperoleh

sertifikat, anggapan seperti ini sangat keliru, dari pelaksanaan Pendaftaran tanah

dengan tujuan untuk menjamin adanya kepastian hukum terhadap hak-hak atas

tanah di seluruh wilayah NKRI. Oleh karena itu, sangat perlu melaksanakan

penyuluhan hukum kepada masyarakat luas agar sadar betapa pentingnya arti

peranan sertifikat tanah/ pendaftaran hak atas tanah sehingga masyarakat segera

mungkin mendaftarakan hak atas tanah yang dipunyainya. Dengan masyarakat

berinisiatif untuk mendaftarkan hak atas tanahnya akan banyak membawa dampak

5 Nandang Alamsyah, Administrasi Pertanahan, Universitas Terbuka, Jakarta, 2002, hlm 114.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/55634/2/BAB I.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh

6

positif ganda terhadap pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia karena akan

menghasilkan keterangan data-data pertanahan yang lazim disebut dengan peta

pendaftaran tanah yang dapat berfungsi dalam rangka penyediaan data-data bagi

pemerintah secara sistematis untuk dapat melaksanakan pembangunan sesuai

dengan program yang akan direncanakan terlebih dahulu.

Adapun tujuan dari pendaftaran tanah/pendaftaran hak atas tanah ini sangat

beragam antara lain; melakukan inventarisasi pertanahan lengkap di seluruh

wilayah Indonesia dengan melaksanakan pengukuran, pemetaan tanah desa per

desa, menyelenggarakan pemberian tanda bukti hak sebagai jaminan kepastian

hukum atas tanah dengan melaksanakan pendaftaran tanah meliputi setiap

peralihan, penghapusan dan pembebanannya jika ada dengan memberikan tanda

bukti berupa sertifikat tanah, dan yang terakhir yaitu pemasukan penghasilan

keuangan Negara dengan memungut biaya pendaftaran hak atas tanah.

Di Indonesia jumlah tanah yang sudah terdaftar belum sepenuhnya

mencapai 100% dibuktikan dengan masih banyaknya usaha pemerintah untuk

mempermudah masyarakat dalam percepatan pendaftaran tanahnya karena

anggapan masyarakat yang minim tentang perlunya pendaftaran tanah. Berbeda

dengan Jepang dan Korea kedua negara tersebut sudah lebih dari 100 tahun lalu

seluruh tanahnya yang sudah terdaftar.6 Kebanyakan tanah di Negara maju sudah

tersertifikasi dengan baik, tanah yang sudah terdaftar sudah pasti akan

meminimalisir adanya masalah pertanahan karena sudah ada kepastian hukum.

Dalam melakukan pendaftaran tanah tidaklah mudah, perlu melalui proses

6 Trio Hamdani-Detik Finance, “Dibanding Jepang & Korea, Sertifikasi Tanah RI Tertinggal 100

Tahun”(https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4379131/dibanding-jepang--korea-sertifikasi-

tanah-ri-tertinggal-100-tahun, Diakses pada 2019, 2019)

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/55634/2/BAB I.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh

7

administrasi yang telah ditentukan oleh pemerintah sebagai penyelenggara

Negara.

Amanat pencapaian kemakmuran dan mewujudkan kesjahteraan menjadi

tanggung jawab negara sehingga perlu perumusan kebijakan pertanahan yang

komperhensif serta diarahkan untuk mencapai kepastian hukum legalisasi hak atas

tanah. orientasi kepentingan umum dalam politik pertanahan selama ini masih

dipatok oleh standar pendaftaran tanah yang sporadik. Hal ini membawa akibat

terjadinya beraneka konflik agraria yang secara masif tidak mudah untuk

diselesaikan dengan tuntas. Orientasi politik dalam pelaksanaan percepatan

pendaftaran tanah juga bertujuan untuk menunjukan pemerintah memilika

political will untuk melakukan percepatan pensertifikatan tanah. mengingatkan

sertifikasi tanah adalah political will dalam pelaksanaan reforma agraria.

Pasalnya, sertifikasi dapat berdampak pada liberalisasi, memperjelas posisi tanah

dan mengurangi konflik.

Selama ini Kegiatan sertifikasi tanah yang selama ini dijalankan oleh

Badan Pertanahan Nasonal (BPN) masih bersifat sporadis dan tidak dikaitkan

dengan percepatan pendaftaran tanah dan inventarisasi penguasaan, pemilikan,

penggunaan dan pemanfaatan tanah dalam kerangka Reforma Agraria. Hal ini

menyebabkan bidang-bidang tanah yang berhasil dilegalisasi jumlahnya masih

sangat terbatas dibanding jumlah bidang yang ada di seluruh wilayah Indonesia.7

Karena itu sudah saatnya dirintis pilihan lain untuk melaksanakan percepatan

Reforma Agraria dalam bentuk pemberian legalisasi hak atas tanah/sertifikasi

7 Teten Masduki, Arahan Kantor Staf Presiden: Prioritas Nasional Reforma Agraria dalam Rencana Kerja

Pemerintah Tahun 2017, Jakarta, 2016, hlm 39.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/55634/2/BAB I.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh

8

tanah secara bersama dengan tujuan untuk mewujudkan tertib administrasi

pertanahan. Untuk itu pemerintah melalui Kementrian Agraria Tata Ruang/Badan

Pertanahan Nasional melaksanakan percepatan sertifikasi tanah secara sistematis

dan kolektif yaitu Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap atau yang biasa disebut

dengan PTSL (2016) .

PTSL adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang

dilakukan secara serentak bagi semua objek pendaftaran tanah diseluruh wilayah

desa kelurahan atau nama lainnya yang setingkat dengan itu8. PTSL bertujuan

untuk memberikan jaminan kepastian hukum bagi penguasaan dan kepemilikan

tanah sebagai tanda bukti hak yang kuat. Tahapan yang penting dalam kegiatan

pendaftaran tanah salah satunya adalah pengumpulan data fisik. Pengumpulan

dalam rangka percepatan PTSL ini diharapkan mampu berjalan secara optimal

hasilnya karena tujuan lain adanya PTSL adalah pelaksanaan, pengukuran dan

pemetaan bidang tanah dilakukan secara sistematis mengelompok dalam satu

wilayah Desa/Kelurahan lengkap, hal ini yang menjadi pembeda PTSL dengan

kegiatan proyek-proyek legalisasi hak atas tanah sebelumnya. Dalam percepatan

Pendaftaran Tanah Sistematis lengkap (PTSL) sudah tertuang dalam peraturan

Menteri Agraria Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

Nomor 35 Tahun 2016.

Sebelum adanya PTSL, sudah banyak kegiatan proyek-proyek legalisasi

aset salah satunya yaitu Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA). PTSL

merupakan penyempurnaan dari PRONA. PRONA sudah dibentuk pada tahun

8 Biro hukum dan hubungan masyarakat Kementrian ATR/BPN-Kementrian ATR/BPN, “Program PTSL

Pastikan Penyelesaian Sertifikasi Tanah Akan Sesuai Target” (https://www.atrbpn.go.id/login-

page?returnurl=%Berita%2tprogram-ptsl-pastikan-penyelesaian-sertifikasi-tanah-akan-sesuai-target-75155,

diakses pada 2019, 2019)

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/55634/2/BAB I.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh

9

1981 pada saat bangsa Indonesia sedang berada pada pertengahan pembangunan

lima tahun tahap ke III. Pada saat itu departemen luar negeri cq. Direktorat Jendral

Agraria telah menetapkan program tahunan sebagai upaya mencari pendekatan

dan cara pemecahan yang konsepsional terhadap masalah-masalah pertanahan di

Indonesia.9 Selama 35 tahun PRONA berjalan sampai dengan 2016 PRONA

hanya berjalan sebesar 44% tidak ada setengahnya kalau melihat taget awal

keberhasilan PRONA adalah 100%.10 Dikarenakan kurangnya fokus pemerintah

dalam menangani percepatan pembuatan legalitas tanah melalui Program

PRONA. Setelah PRONA ditiadakan munculah Reforma Agraria yang merupakan

bagian dari Nawacita Jokowi-Jusuf Kalla. Bentuk dari Reforma Agraria ada 3

yaitu legalisasi aset, redistribusi tanah, dan perhutanan nasional. PTSL merupakan

salah satu dalam program prioritas Reforma Agraria yaitu Legalisasi aset.

Pada dasarnya PTSL tidak jauh berbeda dengan PRONA yaitu sama-sama

disosialisasikan sebagai sertifikasi tanah yang dilaksanakan oleh pemerintah.

Namun banyak yang membedakan antara PRONA dan PTSL antara lain yaitu:

PRONA dilakukan secara merata di seluruh desa dan kelurahan dalam satu

kabupaten sedangkan PTSL pendekatan dimulai desa per desa, kabupaten per

kabupaten, kota per kota. Satu tahun anggaran untuk PRONA bisa disebar ke

beberapa desa hingga 10 desa sedangkan PTSL terpusat di satu desa. PRONA

tidak seluruh bidang tanah bersertifikat dalam satu desa diberikan bantuan tetapi

secara bertahap sedangkan PTSL seluruh tanah dalam daerah tersebut yang belum

9 Mudjiono, SH, Politik Dan Hukum Agraria, Liberty, Yogyakarta, 1997, hlm. 86. 10 Ihsannudin-Kompas.com, “Jokowi: Prona Sudah 35 Tahun, Baru 44 Persen Tanah Warga Bersertifikat”

(https://nasional.kompas.com/read/2016/10/16/12474581/jokowi.prona.sudah.35.tahun.baru.44.persen.tanah.

warga.bersertifikat, Diakses pada 2019,2019)

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/55634/2/BAB I.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh

10

memiliki sertifikat akan dibuatkan. Untuk waktu kerja PRONA lebih lama yaitu

sekitar 60 hari kerja, sedangkan PTSL kurang lebih hanya 14 hari kerja.

Di Kota Batu sendiri pelaksanaan PTSL dimulai pada awal tahun 2018. Dari

data Badan Pertanahan Nasional Kota Batu sampai dengan 2017 lalu, tanah yang

belum terdaftar kurang lebih sebanyak 54.708 bidang tanah. BPN Kota Batu

menargetkan semua tanah yang belum terdaftar pada 2025 mendatang sudah

terdaftar melalui PTSL. Untuk kuota dari Pemerintah pusat PTSL 2018 di Kota

Batu sebanyak 10.000 bidang tanah dengan rincian Desa Oro-Oro Ombo yang

memiliki kurang lebih 3.717 bidang tanah, yang sudah terdaftar secara mandiri

yaitu 1.870 dan sisanya 1.847 yang belum tedaftar. Kelurahan Dadaprejo dari total

2.206 bidang yang sudah terdaftar 1.467 bidang, dan 739 bidang belum terdaftar.

Dan yang terakhir dari 4.354 bidang di Desa Gunungsari yang sudah terdaftar

3.108 bidang, dan 1.246 bidang belum terdaftar.11 Dalam PTSL ini, pendataan

bidang tanah mencakup semua status tanah, baik tanah yang sudah bersertifikat

maupun yang belum. Output dari PTSL ini bukan hanya sertifikat melainkan juga

peta bidang tanah dan daftar tanah.

Dalam sidang kabinet terbatas yang membahas Reforma Agraria yang pada

intinya Reforma Agraria harus dipercepat pelaksanaanya. Sejalan dengan

Nawacita Jokowi-Jk yang salah satunya adalah mengoptimalisasi Reforma

Agraria melalui legaliasi aset yaitu salah satunya melalui PTSL. Legalisasi aset

adalah proses sertifikasi tanah/lahan sehingga status kepemilikannya dibuktikan

dengan dokumen pemilikan sah secara hukum. Dalam pelaksanaannya, setiap

11 Aris Dwi-Radar Malang, “Sertifikat Gratis Untuk 10 Ribu Bidang Tanah”

(https://radarmalang.id/sertifikat-gratis-untuk-10-ribu-bidang-tanah, Diakses pada 2019, 2019)

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/55634/2/BAB I.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh

11

BPN Kabupaten/Kota harus menyelesaikan 10.000-25.000 bidang tanah dalam

satu periode, tak terkecuali BPN Kota Batu. 10.000 bidang tanah yang harus

diselesaikan dalam kurun 1 periode (2018) 12. Untuk itu peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian guna merumuskan arahan yang tepat terkait “Percepatan

Reforma Agraria Melalui Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap

(PTSL) Dalam Rangka Mewujudkan Tertib Administrasi Pertanahan di

Kota Batu”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Percepatan Reforma Agraria Melalui Program Pendaftaran Tanah

Sistematis Lengkap (PTSL) Dalam Rangka Mewujudkan Tertib Administrasi

Pertanahan di Kota Batu?

2. Apa saja hambatan pelaksanaan Percepatan Reforma Agraria melalui

Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Dalam Rangka Mewujudkan

Tertib Administrasi Pertanahan di Kota Batu?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui Percepatan Reforma Agraria Melalui Program Pendaftaran

Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Dalam Rangka Mewujudkan Tertib

Administrasi Pertanahan di Kota Batu.

12 ibid

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/55634/2/BAB I.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh

12

2. Untuk mengetahui Apa saja hambatan Percepatan Reforma Agraria Melalui

Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Dalam Rangka

Mewujudkan Tertib Administrasi Pertanahan di Kota Batu.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu bermanfaat secara teoritis maupun praktis,

diantaranya sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoritis

a. Diharapkan skripsi ini dapat menambah ilmu pengetahuan atau wawasan

dalam teori yang telah diimplementasikan dan dapat menjadi pedoman dalam

kegiatan penelitian lainnya.

b. Skripsi ini diharapkan mampu memberikan kontribusi ilmiah pada kajian

seputar tentang Percepatan Reforma Agraria Melalui Program Pendaftaran

Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Dalam Rangka Mewujudkan Tertib

Administrasi Pertanahan di Kota Batu.

c. Memberikan sumbangsih referensi kepada penelitian yang akan datang.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Bagi mahasiswa:

Dapat memberikan pengetahuan yang lebih tentang program Pendaftaran

tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dalam mewujudkan tertib administrasi

pertanahan, atau memberikan referensi tamabahan dalam mengemban tugas

perkuliahan yang tengah berlangsung.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/55634/2/BAB I.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh

13

b. Bagi Jurusan Ilmu Pemerintahan:

Sebagai jembatan hubungan antara jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas

Muhammadiyah Malang dengan tempat penelitian yaitu Badan Pertanahan

Nasional Kota Batu, dapat dan dapat membina kerjasama juga komunikasi yang

baik antar dua instansi, dan memberikan tamabahan masukan dan pengetahuan

kepada kedua belah pihak.

c. Bagi Badan Pertanahan Nasional Kota Batu

Sebagai sumbangsih pemikiran dalam mengoptimalkan pelaksanaan

pendaftaran tanah sistematis lengkap

d. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai manfaat

pelaksanaan pendaftran tanah sistematis lengkap.

1.5 Definisi Konseptual

Definisi konseptual merupakan batasan-batasan terhadap masalah-masalah

yang dapat dijadikan pedoman dalam penelitian sehingga memudahkan dalam

mengoperasionalkannya pada saat di lapangan untuk memahami dan

memudahkan dalam menafsirkan teori yang ada dalam penelitian. Menurut

Soedjadi (2000:14) Pengertian Konsep adalah

“ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau

penggolongan yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau

rangkaian kata (lambang bahasa)”.

Maka dapat ditentukan beberapa definisi konseptual yang berbuhungan dengan

judul adalah:

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/55634/2/BAB I.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh

14

1.5.1 Konsep Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan adalah aktivitas yang terlihat setelah dikeluarkan

pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya mengelola input

untuk menghasilkan output atau outcomes bagi masyarakat. Tahap implementasi

kebijakan dapat dicirikan dan dibedakan dengan tahap pembuatan kebijakan.

Pembuatan kebijakan di satu sisi merupakan proses yang memiliki logika bottom-

up, dalam arti proses kebijakan diawali dengan penyampaian aspirasi, permintaan

atau dukungan dari masyarakat. Sedangkan implementasi kebijakan di sisi lain di

dalamnya memiliki logika top-down, dalam arti penurunan alternatif kebijakan

yang abstrak atau makro menjadi tindakan konkrit atau mikro.13

Grindle menyatakan, implementasi merupakan proses umum tindakan

administratif yang dapat diteliti pada tingkat program tertentu. Menurut Merilee S.

Grindle dalam Subarsono (2006 : 93), keberhasilan implementasi dipengaruhi

oleh dua variable besar, yakni isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan

implementasi (context of implementation). Variabel isi dari kebijakan ini

mencakup: (1) Kepentingan kelompok sasaran. Kepentingan yang terpengaruhi

oleh kebijakan menyangkut sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau

target groups termuat dalam isi kebijakan. Kepentingan tersebut berkaitan dengan

berbagai kepentingan yang memiliki pengaruh terhadap suatu implementasi

kebijakan. Indikator ini memiliki argumen bahwa dalam pelaksanaan sebuah

kebijakan pasti melibatkan banyak kepentingan, dan sejauh mana pengaruh yang

dibawa oleh kepentingan-kepentingan tersebut terhadap implementasinya. (2)

Tipe manfaat, yaitu jenis manfaat yang diterima oleh target group. Dalam konten

13 Wibawa, Samodra.1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/55634/2/BAB I.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh

15

kebijakan, manfaat kebijakan berupaya untuk menunjukkan dan menjelaskan

bahwa di dalam sebuah kebijakan harus terdapat beberapa jenis manfaat yang

memuat dan menghasilkan dampak positif oleh pengimplementasian kebijakan

yang akan dilaksanakan. (3) Derajat perubahan yang diinginkan, yaitu sejauhmana

perubahan yang diinginkan dari adanya sebuah kebijakan. Derajat perubahan yang

ingin dicapai menunjukkan seberapa besar perubahan yang hendak atau ingin

dicapai melalui adanya sebuah implementasi kebijakan harus memiliki skala yang

jelas. (4) Letak pengambilan keputusan. Apakah letak sebuah program sudah tepat

atau belum. Pengambilan sebuah keputusan di dalam sebuah kebijakan memegang

peranan penting dalam pelaksanaan sebuah kebijakan, oleh karena itu pada bagian

ini harus dijelaskan dimana letak pegambilan keputusan dari suatu kebijakan yang

akan diimplementasikan. (5) Pelaksanaan program. Maksudnya apakah sebuah

kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci. Dalam melaksanakan

suatu kebijakan atau program harus didukung dengan adanya pelaksana kebijakan

yang memiliki kompetensi dan capable demi keberhasilan suatu kebijakan. (6)

Sumberdaya yang dilibatkan, apakah sebuah program didukung dengan

sumberdaya yang memadai. Pelaksanaan suatu kebijakan juga harus didukung

dengan sumberdaya yang memadai dengan tujuan agar pelaksanaannya dapat

berjalan dengan baik. Sedangkan variabel lingkungan kebijakan meliputi : (1)

Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor

yang terlibat dalam implementasi kebijakan. Dalam sebuah kebijakan perlu untuk

diperhitungkan mengenai kekuatan atau kekuasaan, kepentingan, serta strategi

yang digunakan oleh para aktor yang terlibat guna melancarkan pelaksanaan suatu

implementasi kebijakan. (2) Karakteristik lembaga dan penguasa, bagaimanakah

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/55634/2/BAB I.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh

16

keberadaan institusi dan rezim yang sedang berkuasa. Lingkungan dimana suatu

kebijakan tersebut dilaksanakan juga memiliki pengaruh terhadap

keberhasilannya, maka pada bagian ini dijelaskan bagaimana karakteristik dari

suatu lembaga yang akan turut mempengaruhi suatu kebijakan. (3) Tingkat

kepatuhan dan daya tanggap (responsifitas) kelompok sasaran. Kepatuhan dan

respon dari para pelaksana juga dirasa menjadi sebuah aspek penting dalam proses

pelaksanaan suatu kebijakan, maka yang hendak dijelaskan pada poin ini 5 adalah

sejauhmanakah kepatuhan dan respon dari pelaksana dalam menanggapi suatu

kebijakan.

1.5.2 Reforma Agraria

Nawacita (Jokowi-Jk) memuat agenda Reforma Agraria untuk mengatasi

semua permasalahan tentang Pertanahan. Reforma Agraria merupakan penataan

kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah

yang lebih berkeadilan melalui penataan aset dan disertai dengan penataan akses

untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Sementara pengertian Reforma Agraria yang

lebih lengkap (Tuma, 1965) :

“Suatu upaya sistematis, terencana, dan dilakukan secara relatif cepat, dalam

jangka waktu tertentu dan terbatas, untuk menciptakan kesejahteraan dan

keadilan sosial serta menjadi pembuka jalan bagi pembentukan masyarakat

‘baru’ yang demokratis dan berkeadilan; yang dimulai dengan langkah menata

ulang penguasaan, penggunaan,dan pemanfaatan tanah dan kekayaan alam

lainnya, kemudian disusul dengan sejumlah program pendukung lain untuk

meningkatkan perekonomian rakyat pada umumnya.”14

14 Oskar Mungkasa, “Reforma Agraria: Konsep dan Implementasi”,Academia, diakses dari

https://www.academia.edu/9524718/Reforma_Agraria_Sejarah_Konsep_dan_Implementasi, pada tanggal

01maret 2019 pukul 19.41

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/55634/2/BAB I.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh

17

Didalam Reforma Agraria terdapat 5 program prioritas antara lain: (1)

penguatan kerangka regulasi dan penyelesaian konflik agraria, (2) penataan,

penguasaan dan pemilikan tanah objek Reforma Agraria, (3) kepastian hukum dan

legalisasi hak atas tanah, (4) pemberdayaan masyarakat dalam pengguanaan,

pemanfaatan dan produksi atas tanah objek agraria, dan yang terakhir (5)

kelembagaan pelaksana Reforma Agraria pusat dan daerah. Disisi lain Presiden

Jokowi menempatkan Reforma Agraria sebagai agenda prioritas dalam RPJMN

2015-2019 yang diatur dalam Perpres 45 tahun 2016 mengenai rencana kerja

pemerintah (RKP). Tanah seluas 9 juta hektar dijanjikan sebagai tanah obyek

Reforma Agrarian (Tora) dari kawasan hutan maupun non hutan berupa legalisasi

hak atas tanah dan redistribusi aset. Untuk memperluas akses kelola masyarakat.15

Didalam percepatan Reforma Agraria dimaknai sebagai penataan aset (asset

reform) dan penataan akses (acces reform). Penataan asset (Asset Reform) yang

dimaksud dalam Reforma Agraria adalah penataan kembali penguasaan,

kepemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dalam rangka menciptakan

sebuah keadilan dalam bidang kepemilikan dan penguasaan tanah, yang berupa;

sertifikasi tanah, percepatan pendaftaran tanah, inventarisasi penguasaan,

kepemilikan dan penggunaan tanah dalam penataan akses terdapat 2 program

yaitu Transmigrasi dan PTSL. Sedangkan penataan akses (Access Reform) adalah

memberi kesempatan akses modal maupun bantuan lain kepada tujuan subjek

Reforma Agraria dalam rangka meningkatkan kesejahteraan yang berbasis

pemanfaatan tanah yang biasa disebut dengan pemberdayaan masyarakat.

15 Indra Nugraha, “Implementasi Reforma Agraria Masih Jauh dari Harapan”, Mongabay, diakses dari

https://www.mongabay.co.id/2017/10/31/implementasi-reforma-agraria-masih-jauh-dari-harapan/, pada

tanggal 23 Mar. 19 pukul 22.21

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/55634/2/BAB I.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh

18

Reforma Agraria dalam penataan akses berupa: pelepasan kawasan hutan, EKS-

HGU dan tanah terlantar.

Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2018 tentang

Reforma Agraria disebutkan bahwa tujuan Reforma Agraria adalah mengurangi

ketimpangan, penguasaan, dan pemilikan tanah dalam rangka menciptakan

keadilan, menangani sengketa dan konflik agraria, menciptakan sumber

kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang berbasis agraria melalui

peraturan penguasaan, pemilikan, pengguanaan dan pemanfaatan tanah,

menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi kemiskinan, memperbaiki akses

masyarakat kepada sumber ekonomi, meningkatkan kedaulatan dan ketahanan

pangan, dan yang terakhir menjaga kualitas hidup masyarakat.

1.5.3 Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL)

Menurut peraturan pemerintah nomor 12 tahun 2017 Tentang Percepatan

Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap adalah:

“kegiatan Pendaftaran Tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara

serentak bagi semua objek Pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Republik

Indonesia dalam satu wilayah desa/kelurahan atau nama lainnya yang

setingkat dengan itu, yang meliputi pengumpulan data fisik dan data yuridis

mengenai satu atau beberapa objek Pendaftaran Tanah untuk keperluan

pendaftarannya”

Program PTSL ini dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor

35 Tahun 2016 tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap.

Pendaftaran tanah secara sistematis lengkap atau PTSL merupakan Program dari

Pemerintah melalui Badan Pertanahan Nasional. Lambannya proses sertifikasi

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/55634/2/BAB I.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh

19

tanah yang selama ini dikeluhkan masyarakat menarik perhatian pemerintah.

Untuk itu diciptakannya program prioritas nasional berupa percepatan Pendaftaran

Tanah Sistematis Lengkap. PTSL merupakan wujud untuk menjamin kepastian

perlindungan hukum atas kepemilikan masyarakat. Masyarakat yang telah

mendapatkan sertifikat tanah dapat menjadikan sertifikat sebagai finansial

inclusion atau modal pendampingan usaha yang berdaya dan berhasil guna

meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat sendiri.16 Selain itu PTSL dapat

mengurangi persoalan sengketa tanah yang telah menjamur di Indonesia.

Pendanaan PTSL sendiri bersumber pada APBN. Objek PTSL meliputi seluruh

bidang tanah tanpa terkecuali, baik bidang tanah hak, tanah aset

Pemerintah/Pemerintah Daerah, tanah Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha

Milik Daerah, tanah desa, Tanah Negara, tanah masyarakat hukum adat, kawasan

hutan, tanah obyek landreform, tanah transmigrasi, dan bidang tanah lainnya.

(Pasal 3 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 1 Tahun 2017).17

PTSL menjadi salah satu program Nawacita Jokowi-jk yang terdapat dalam

Reforma Agraria. Pemerintah menargetkan keberhasilan PTSL sangat tinggi.

Namun faktor-faktor seperti: ketersediaan sumberdaya manusia, peralatan dan

teknologi, serta dari segi anggaran masih menjadi kendala utama dalam

percapaian target. 18

16 Biro Hukum dan Humas Kementrian ATR/BPN, “Program PTSL astikan Pentelesaian Sertifikasi Tanah

Sesuai Target”, diakses dari https://kominfo.go.id/content/detail/12924/program-ptsl-pastikan-penyelesaian-

sertifikasi-lahan-akan-sesuai-target/0/artikel_gpr, pada tanggal 20 November 2018 pukul 10.26 17 Ana Silviana, “Sinden Betapa Metode Menuju Tertib Administrasi Bidang Pertanahan (Studi di Desa

Trisari Kecamatan Gubug Kabupaten Grobongan)”, Masalah-masalah hukum, Jilid 47 No 3, Juli 2018,

Halaman 292 18 Afden Mahyeda, “Analisis Cost And Benefit Proyek Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Studi

Kasus Kantor Pertanahan Kabupaten Lampung Tengah”, 2017, Hal 2

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/55634/2/BAB I.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh

20

Salah satu tahapan dari kegiatan pendaftaran tanah adalah kegiatan

pengumpulan data fisik. Pengumpulan data fisik dalam rangka percepatan

pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) akan optimal hasilnya apabila dalam

pelaksanaan pengukuran dan pemetaan bidang tanah dilaksanakan secara

sistematis mengelompok dalam satu wilayah desa/kelurahan lengkap, disamping

harus didukung dengan adanya ketersediaan peta dasar pendaftaran tanah. Hal ini

yang menjadi pembeda dari kegiatan proyek-proyek legalisasi aset sebelumnya.

Selain dari segi pelaksanaan teknis, faktor pembiayaan kegiatan pun mengalami

penurunan yang cukup signifikan.19

Menurut petunjuk teknis pelaksanaan anggaran PTSL 2018 disebutkan

bahwa, terget legalisasi aset tahun 2018 sebagaimana tertuang dalam DIPA

kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional adalah sebanyak

8 juta peta bidang tanah (PBT) dan 7,5 juta Sertifikat hak atas tanah (HAT).

BPN yang menargetkan 126 juta bidang tanah di Indonesia terdaftar dan

tersertifikasi keseluruhan pada tahun 2025. Kemudian dijabarkan dalam target-

target 5 juta bidang pada tahun 2017, 7 juta bidang pada tahun 2018, 9 juta bidang

pada tahun 2019 dan 10 juta setiap tahunnya sampai dengan tahun 202520. Karena

jika pendaftaran tanah dilakukan secara sporadis setahun kurang lebih 500 ribu

bidang, membutuhkan waktu 160 tahun untuk tanah terdaftar seluruh Indonesia

(Purbaya 2017).

Tujuan utama dari PTSL yaitu legalisasi aset secara sistematis lengkap

sehingga dapat memberikan kepastian hukum kepada para pemegang hak atas

tanah secara cepat lancar, aman, adil, pasti, dan sederhana. Sasaran Pendaftaran

19 Ibid 20 Dian Aries Mujiburohman, “Potensi Permasalahan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL)”,

Bhumi Vol. 4 No.1, Mei 2018, Hal 89.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/55634/2/BAB I.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh

21

Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) adalah tercapainya catur tertib pertanahan di

Indonesia agar dapat melakukan pembangunan dengan baik dan tanpa halangan.

Juga meminimalisir adanya konflik sengketa tanah.

1.5.4 Tertib Administrasi Pertanahan

Terselenggaranya pendaftaran tanah dengan baik, merupakan sebuah wujud

dari terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Untuk mencapai tertib

administrasi pertanahan setiap tanah termasuk peralihan pembebanan harus

didaftarkan. Tertib administrasi pertanahan adalah upaya memperlancar setiap

usaha dari masyarakat yang menyangkut tanah terutama dengan pembangunan

yang memerlukan sumber informasi bagi yang memerlukan tanah sebagai sumber

daya, uang dan modal. Menciptakan suasana pelayanan di bidang pertanahan agar

lancar, tertib, murah, cepat dan tidak berbelit-belit dengan berdasarkan pelayanan

umum yang adil dan merata.21

Disisi lain menurut (Murad, 1997) Administrasi Pertanahan adalah Pengaturan

dan pengelolaan tanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, adalah suatu

kebijakan yang masuk dalam ranah adminsitrasi pertanahan. Administrasi

Pertanahan adalah suatu usaha dan manajemen yang berkaitan dengan

penyelengaraan kebijaksanaan pemerintah di bidang pertanahan dengan

mengerahkan sumber daya untuk mencapai tujuan sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku.

Untuk itu konflik pertanahan yang sering terjadi disebabkan oleh

pengadministrasian pertanahan yang dilakukan selama ini belum tertib dan belum

21 Nandang Alamsyah, Administrasi Pertanahan, Universitas Terbuka, Jakarta, 2002, hlm 114.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/55634/2/BAB I.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh

22

selaras.22 Jadi, pelaksanaan tertib administrasi pertanahan adalah suatu tindakan

guna mempermudah dan memperlancar masyarakat dalam segala proses

pelayanan di bidang pertanahan yang bertujuan supaya tidak terjadi ketimpangan

sosial masyarakat agar prosedur pelayanan tertib, lancar, murah, cepat dan tidak

berbelit belit.

Tujuan dari administrasi pertanahan sendiri adalah menjamin akan

terlaksananya sebuah pembangunan yang ditangani oleh pemerintah maupun

swasta yaitu anta lain: meningkatkan jaminan kepastian hukum hak atas tanah,

menjamin kelancaran pelayanan kepada masyarakat (administratif), meningkatkan

hasil guna tanah agar bermanfaat bagi masyarakat.

1.6 Definisi Operasional

Definisi operasional menurut Saifuddin Azwar (2007: 72) adalah suatu

definisi yang memiliki arti tunggal dan diterima secara objektif bilamana

indikatornya tidak tampak. Suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan

berdasarkan karakteristik variabel yang diamati. Definisi operasional dari judul

sebagai berikut:

1. Percepatan Reforma Agraria Melalui Program Pendaftaran Tanah Sistematis

Lengkap (PTSL) di Kota Batu

a. Implementasi kebijakan percepatan pendaftaran tanah sistematis lengkap

(PTSL) di Kota Batu ditinjau dari isi kebijakan

b. Implementasi kebijakan percepatan pendaftaran tanah sistematis lengkap

(PTSL) di Kota Batu ditinjau dari lingkungan kebijakan

22 Ana Silviana, Mira Novana Ardani, “Sinden Bertapa Meode Menuju Tertib Administrasi Bidang

Pertanahan (Studi Di Desa Trisari Kecamatan Gubug Kabupaten Grobongan)” Masalah-Masalah Hukum,

Jilid 47 No.3, Juli 2018, Halaman 284.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/55634/2/BAB I.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh

23

c. Perbandingan program pendaftaran tanah melalui Sporadik dan PRONA

dengan PTSL sebagai bentuk dari Percepatan Reforma Agraria

2. Terwujudnya Tertib Administrasi Pertanahan melalui PTSL

a. Efesiensi dan Efektifitas pelayanan

b. Meningkatkan kulaitas dan kredibilitas pencatatan pertanahan

c. Perencanaan yang transparan dan partisipatif

3. Hambatan Pelaksanaan Percepatan Reforma Agraria Melalui Progam

Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Dalam Rangka Mewujudkan

Tertib Administrasi Pertanahan di Kota Batu

a. Sulit menerapkan Asas Kontradiktur Delimitasi

b. Sumber daya manusia

c. Sarana dan prasarana

d. Kesadaran masyarakat dalam melengkapi persyaratan administrasi

1.7 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang membicarakan

atau mempersoalkan cara-cara melaksanakan penelitian (yaitu meliputi kegiatan-

kegiatan mencari, mencatat, merumuskan, menganalisis sampai menyusun

laporannya) berdasarkan fakta-fakta atau gejala-gejala secara ilmiah.23 Adapun

langkah-langkah metode yang digunakan dalam mendukung penelitian ini yaitu

sebagai berikut:

1.7.1 Jenis Penitian

Dalam penelitian ini, pendekatan yang dilakukan adalah melalui pendekatan

Deskriptif Kualitatif, yaitu data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka,

23 I Made Wirartha (2006:68)

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/55634/2/BAB I.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh

24

melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan,

dokumen prribadi, catatan memo, dan dokumen resmi lainnya. Sehingga yang

menjadi tujuan dari menggambarkan realita empiris dibalik fenomena secara

mendalam, rinci, dan tuntas. Oleh karena itu penggunaan pendekatan kualitatif

dalam penelitian ini adalah dengan mencocokan antara relita empirik dengan teori

yang berlaku dengan menggunakan metode deskriptif. 24

Deskriptif dalam arti bahwa penulis dapat menggambarkan dan melaporkan

secara rinci dan menyeluruh mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan

pelaksanaan PTSL sebagai bentuk dari percepatan dari program pemerintah yaitu

Reforma Agraria, dengan tujuan mewujudkan tertib administrasi pertanahan.

Dimana data yang disajikan merupakan data nyata hasil penelitian langsung.

1.7.2 Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah seseorang atau hal yang akan diperolah keterangan

tentang mereka. Subjek penelitian ini berkaitan dengan sumber-sumber informasi

yang didapatkan oleh peneliti saat dilakukannya penelitian yang berupa orang-

orang dan bisa memberikan data informasi secara lengkap mengenai

permasalahan yang terjadi pada pusat penelitian.

Dalam hal ini subjek penelitian ditujukan pada narasumber yang menguasai

dan mengerti dengan sasaran penelitian. Adapun yang menjadi subyek pada

penelitian yang dilakukan melalui sumber yang dapat dipercaya dan ahli pada

bidangnya, yakni sebagai berikut:

d. Kuncoro Bhakti Hanung Prihanto selaku Kepala Seksi Hubungan Hukum di

Kantor Pertanahan Kota Batu (Ketua Pelaksana PTSL)

24 Afifuddin, Beni Ahmad Saebani. 2009, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung:Pustaka Setia

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/55634/2/BAB I.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh

25

e. Suliono, A.Ptnh selaku Kepala seksi Infrastruktur Pertanahan (Wakil Ketua

Pelaksana PTSL)

1.7.3 Sumber data

Sumber data merupakan sumber infomasi yang digunakan sebagai pokok

kajian dalam melakukan penelitian. Data tersebut harus harus digali dari sumber-

sumber yang berkaitan dengan masalah yang di teliti untuk memperoleh hasil

yang baik. Tujuan peneliti menggunakan sumber data yakni ingin memperoleh

data-data yang akurat sesuai dengan fakta- fakta yang ada di lapangan dan

mencari tahu permasalaham-permaslahan. Dalam penelitian ini sumber data yang

digunakan adalah:

a. Data Primer

Data Primer merupakan informasi yang dikumpulkan peneliti langsung dari

sumbernya.25 Dengan demikian peneliti berhadapan langsung dengan wawancara

pada sumber yang tepat untuk mendapatkan data dari lokasi penelitian dan

narasumber yang dapat dipercaya tanpa adanya perantara secara lengkap dari

narasumber yang mempunyai andil besar dan dianggap mampu dalam

memberikan informasi secara lengkap dan terpercaya karena penelitian terhadap

langsung dengan sumber yang tepat. Menggunakan sumber data primer dapat

mempermudah penelitian dalam mencari informasi dan bahan yang diperlukan

dalam penelitian. Karena peneliti berhadapan langsung kepada objek penelitian

yang telah ditentukan . Sumber data ini dapat dijadikan sebagai bukti bahwa data

25 Hermawan Warsito, Pengantar Metode Penelitian . PT Gramedia Pustaka Utama , Jakarta Tahun 1995

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/55634/2/BAB I.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh

26

dari penelitian ini langsung diperoleh dari instansi atau lembaga yang menjadi

objek penelitian.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh pihak lain, jadi dalam hal

ini peneliti tidak langsung memperoleh data dari sumbernya, peneliti hanya

sebagai pemakai data. Diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi atau sudah diolah

instansi, kantor atau lembaga lain yang sesuai dengan bidangnya. Dimana data

tersebut bisa berbentuk buku ilmiah, dokumen-dokumen resmi, Koran-koran

lokal, maupun dari internet atau televise dan perundang-undangan yang

berhubungan dengan dan berkaitan dengan peneliti ini. Peneliti dalam mencari

sumber data yang diperlukan menggunakan sumber data yang sudah ada dan

sudah di olah baik berupa buku, jurnal, Koran ataupun dokumen- dokumen yang

diperoleh dari tempat penelitian. Sumber data ini juga dapat membantu penelitian

untuk mendapatkan apa yang dicari selama penelitian berjalan.

c. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi langsung antara peneliti dengan

responden. Dalam pengambilan data disini biasanya juga diikuti dengan

menggunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman wawancara. Wawancara

bertujuan untuk mendapatkan informasi dari narasumber. Dalam penelitian ini

peneliti menggunakan wawancara terstrukur, yaitu wawancara yang disusun

secara terprinci atau jelasnya menggunakan draft pertanyaan dengan pihak yang

dapat memberikan penjelasan yang berkaitan dengan peneliti yang akan diteliti.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/55634/2/BAB I.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh

27

Maksud dari wawancara dilakukan peneliti akan tetapi dalam lingkup peneliti, dan

tidak meluas pada masalah-masalah lain.26

Wawancara yang dilakukan bersama orang yang berkepentingan dalam

pembuatan skripsi ini adalah :

- Kuncoro Bhakti Hanung Prihanto selaku Kepala Seksi Hubungan Hukum

di Kantor Pertanahan Kota Batu (Ketua Pelaksana PTSL)

- Suliono, A.Ptnh selaku Kepala seksi Infrastruktur Pertanahan (Wakil Ketua

PTSL)

- Teguh Sri Setyo Wiguno selaku anggota.

2. Observasi

Observasi adalah metode pengumpulan data dimana peneliti mencatat

informasi sebagaimana yang mereka saksikan. Observasi yaitu dimana peneliti

mengumpulkan data dengan mencatat informasi sebagaimana yang mereka

saksikan secara langsung dengan melihat, mendengar, yang kemudian dicatat

secara subyektif mungkin, maka penelitian ini menggunakan observasi terstruktur

yaitu observasi yang dirancang secara sistematis, tentang apa yang diamati, kapan

dan dimana tempatnya. Observasi dalam penelitian ini dilakukan di Kantor

Pertanahan Kota Batu

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data kualitatif dengan

melihat dan menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek atau oleh

orang lain tentang subjek yang merupakan catatan peristiwa yang sudah berlaku

dalam berbentuk tulisan, gambar atau data-data yang diperoleh dari dokumen atau

26 Gulo, w , 2002 , Metode Penelitian. Grasindo , Jakarta , Hal 118

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/55634/2/BAB I.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh

28

catatan resmi instansi yang diteliti. Pada umumnya, dokumentasi dalam penelitian

ini adalah berupa gambar-gambar, foto-foto, rekaman wawancara, dokumen-

dokumen resmi, dan lain sebagainya yang berasal dari lembaga atau instansi yang

diteliti sesuai dengan kebutuhan kebutuhan penelitian.

4. Lokasi Penelitian

Daerah yang dijadikan sebagai Lokasi penelitian adalah Kota Batu. Pada tahun

2018 di Kota Batu terdapat Desa/Kelurahan yang melaksanakan PTSL yaitu, Desa

Gunungsari, Kelurahan Dadaprejo, Desa Torongrejo dan Desa Oro-Oro Ombo.

Penulis memilih 2 lokasi yaitu Kelurahan Dadaprejo dan Desa Torongrjo karena

berada pada satu Kecamatan.

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah kualitatif,

yaitu Proses pengolahan data diawali dan pembuatan catatan lapangan. Tahap

selanjutnya menganalisis data yang telah dibuat dalam catatan lapangan. Menurut

Bogdan dan Biklen, analisis data kualitatif dilakukan dengan cara mengorganisasi

data, memilihnya menjadi satuan yang dapat dianalisis, menemukan hal penting,

dan memutuskan bagian yang akan disampaikan kepada orang lain27. Adapun

proses analisis data yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Pengumpulan data

Pengumpulan data merupakan bagian integral dari kegiatan analisis data.

Kegiatan pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan

27 Dosen Sosiologi.com, “Teknik Analisa Data Kulitatif dan Kuantitatif Lengkap” diakses dari

http://dosensosiologi.com/teknik-analisis-data-kuantitatif-kualitatif-lengkap/, pada tanggal 26 Mar. 19 pukul

22.57

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/55634/2/BAB I.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh

29

wawancara dan studi dokumentasi. Proses pengumpulan data dilakukan saat pra

penelitian dan pada saat penelitian. Pada kegiatan ini tidak ada waktu secara

spesifik untuk menentukan batas akhir dari pengumpulan data di lapangan, karena

sepanjang penelitian masih berlangsung selama itulah pengumpulan data-data

yang dibutuhkan oleh peneliti akan dilakukan. Sebagaimana yang telah peniliti

sampaikan di sub bab sebelumnya bahwa pengumpulan data yang dilakukan

melalui observasi langsung, melakukan wawancara dengan informan, membuat

dokumentasi dan membuat catatan dilapangan.

b. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses penelitian, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar yang muncul dari

catatan-catatan lapangan.28 Langkah-langkah yang digunakan adalah menajamkan

analisis, menggolongkan atau mengkatagorisasikan kedalam tiap permasalahan

melalui uraian singkat, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan

mengorganisasikan sehingga dapat ditarik dan di verifikasi. Data yang di reduksi

antara lain seluruh data mengenai permasalahan penelitian.

c. Display Data

Setelah data di reduksi, langkah analisis selanjutnya adalah penyajian data.

Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberikan

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan atau pengambilan tindakan.29

Penyajian data di arahkan agar data hasil reduksi terorganisasikan tersusun dalam

pola hubungan sehingga makin mudah di pahami, penyajian data dapat dilakukan

28 Bungin, Burhan. 2003. Analisis DataPenelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hal70 29 Miles, Matthew B dan Huberman, A Michel. Op.Cit Hal 17

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/55634/2/BAB I.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh

30

dalam bentuk uraian naratif, bagan, hubungan antar kategori serta diagram alur.

Penyajian data dalam bentuk tersebut mempermudah peneliti dalam memahami

apa yang terjadi. Pada langkah ini, peneliti berusaha menyusun data yang releven

sehingga informasi yang di dapat di simpulkan dan memiliki makna tertentu untuk

menjawab masalah penelitian.

d. Penarikan Kesimpulan

Tahap ini merupakan tahap penarikan kesimpulan dari semua data yang telah

di peroleh sebagai hasil dari peneliti. Penarikan kesimpulan atau verifikasi adalah

usaha untuk mencari atau memahami makna atau arti keteraturan, pola-pola,

penjelasan, alur sebab akibat atau proposisi. Sebelum melakukan penarikan

kesimpulan lebih dahuiu dilakukan reduksi data, penyajian data serta penarikan

kesimpulan atau verifikasi dari kegiatan-kegiatan sebelumnya. Sesuai dengan

pendapat Milles dan Huberman, proses analistik tidak sekali jadi, melainkan

interaktif, secara boalk-balik di antara kegiatan reduksi, penyajian dan penarikan

kesimpulan atau verifikasi selama waktu penelitian. Setelah melakukan verifikasi

maka dapat di tarik kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang disajikan dalam

bentuk narasi. Penarikan kesimpulan merupakan tahap akhir dari kegiatan analisis

data, juga merupakan tahap akhir dari pengolahan data.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/55634/2/BAB I.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh

31

1.8 Kerangka Berpikir

Gambar 1.1 Bagan Kerangka Berpikir Penelitian

Sumber: Data Peneliti

Perumusan Masalah:

1. Lambannya sertifikasi hak atas tanah

2. Banyaknya sengketa tanah

3. Proses yang rumit.

4. Dana yang tidak sedikit.

Percepatan Reforma Agraria

2018 Kementrian ATR/BPN

Pe

rcep

atan

Legalisasi Aset Redistribusi Tanah

PTSL Transmigrasi

BPN/Kantor

Pertanahan Daerah

Terwujudnya Pelayanan

Tertib Administrasi

Pertanahan di Kota Batu

Tindakan