bab i pendahuluanrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/skripsi.pdf · 1 bab i pendahuluan a. latar...

78
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar ( basic institution) dalam hukum kelurga Islam. Perkawinan adalah perjanjian yang lahir dari keinginan seorang laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam ikatan akad. Perkawinan tidak hanya bermakna perjanjian perdata, tetapi juga perjanjian yang memiliki makna spiritual. Muhammad Mustafa Ttsalaby memberi makna perkawinan dengan akad yang kuat (mitsaqon galidzan) antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk hidup bersama berdasarkan ketentuan syara‟ sebagai bentuk ibadah kepada Allah. Esensi mitsaqan ghalidzon mengindikasikan bahwa perkawinan dalam Islam bukan hanya dilakukan untuk satu waktu tertentu, akan tetapi diharapkan dapat dipertahankan untuk selamanya. Perkawinan merupakan konsep hukum (legal conceptual) dimana perbuatan tersebut menimbulkan hak dan kewajiban antara para pihak yang membuat perjanjian yaitu suami isteri. Akad

Upload: others

Post on 21-Aug-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic

institution) dalam hukum kelurga Islam. Perkawinan adalah

perjanjian yang lahir dari keinginan seorang laki-laki dan

perempuan untuk hidup bersama dalam ikatan akad. Perkawinan

tidak hanya bermakna perjanjian perdata, tetapi juga perjanjian

yang memiliki makna spiritual. Muhammad Mustafa Ttsalaby

memberi makna perkawinan dengan akad yang kuat (mitsaqon

galidzan) antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk

hidup bersama berdasarkan ketentuan syara‟ sebagai bentuk ibadah

kepada Allah. Esensi mitsaqan ghalidzon mengindikasikan bahwa

perkawinan dalam Islam bukan hanya dilakukan untuk satu waktu

tertentu, akan tetapi diharapkan dapat dipertahankan untuk

selamanya.

Perkawinan merupakan konsep hukum (legal conceptual)

dimana perbuatan tersebut menimbulkan hak dan kewajiban antara

para pihak yang membuat perjanjian yaitu suami isteri. Akad

Page 2: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

2

perkawinan merupakan sumber yang menyebabkan lahirnya hak

dan kewajiban suami isteri.

Hak dan kewajiban suami isteri berlangsung selama mereka

terikat dengan akad, dan putusnya perkawinan menyebabkan

berakhirnya hak dan kewajiban suami isteri dalam suatu rumah

tangga. Oleh karenanya keberadaan akad menjadi penting, karena ia

menjadi dasar membangun suatu rumah tangga.1

Pada dasarnya perkawinan itu dilakukan untuk waktu

selamanya sampai matinya salah seorang suami isteri. Inilah

sebenarnya yang dikehendaki agama Islam. Namun dalam keadaan

tertentu terdapat hal-hal yang menghendaki putusnya perkawinan

itu dalam arti bila hubungan perkawinan tetap dilanjutkan, maka

kemudharathan akan terjadi. Dalam hal ini Islam membenarkan

putusnya perkawinan sebagai langkah terakhir dari usaha

melanjutkan rumah tangga . putusnya perkawinan dengan begitu

adalah suatu jalan keluar yang baik.2

Dalam berumah tangga, kadang-kadang muncul berbagai

masalah yang tidak bisa dihindari apabila anggota keluarga tersebut

1 Syahrijal Abbas, Mediasi peradilan agama,dalam hukum syariah,hukum

adat dan hukum nasional, ( Jakarta: Kencana, 2011), h. 175-176. 2

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta:

Kencana, 2011), h.190-199.

Page 3: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

3

tidak mau saling memahami dan bertenggng rasa. Apalagi jika

mereka tidak mau menjalankan apa yang disyariatkan Islam dalam

kehidupan berumah tangga., dan tidak menjalin hubungan suami

isteri atas dasar kaidah yang benar. Kerapkali persoalan muncul

secara tiba-tiba, bahkan mengancam rumah tangga sehingga harus

di carikan penyelesaiannya., dan mengembalikannya kepada

kondisi yang tenang dan penuh kecintaan. Tanpa ketenangan dan

kecintaan, suami isteri memang tidak akan dapat menikmati

lezatnya kehidupan berumah tangga dan tidak akan mendapatkan

yang dicita-citakannya.3

Pernikahan kadang kala dilakukan atas dasar paksaan dari

kedua orang tua, misalnya perjodohan antara seorang wanita dan

laki-laki yang belum saling mengenal satu sama lain sehingga

dalam pernikahan tersebut belum terjalin rasa kasih sayang antara

keduanya,dan keduanya belum bisa saling memahami satu sama

lain dan keduanya tersebut belum menjalin hubungan suami isteri.

Sehingga jalan keluar dari permasalahan tersebut dengan cara

bercerai.

3 Kamil Musa, Suami Isteri Islami, (Bandung: PT Remaja Rrosdakarya,

2005), h. 89.

Page 4: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

4

Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk

mendalami lebih jauh mengenai penyelesaian perceraian sebelum

hubungan intim di Pengadilan Agama Pandeglang sehingga peneliti

akan mengangkat judul “PERCERAIAN SEBELUM

HUBUNGAN INTIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

(Analisis Putusan Pengadilan Agama Pandeglang

No.273/Pdt.G/2012/PA.Pdlg.) ”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana putusan Pengadilan Agama Pandeglang terhadap

perkara perceraian sebelum hubungan intim?

2. Bagaiamana dasar hukum dan pertimbangan Hakim Pengadilan

Agama Pandeglang dalam memutus perkara perceraian sebelum

hubungan intim ?

3. Bagaimana perspektif hukum Islam terhadap putusan

Pengadilan Agama Pandeglang tentang perceraian sebelum

hubungan intim?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui putusan Pengadilan Agama Pandeglang

terhadap perceraian sebelum hubungan intim.

Page 5: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

5

2. Untuk mengetahui dasar hukum dan pertimbangan Hakim

Pengadilan Agama Pandeglang dalam memutus perkara

perceraian sebelum hubungan intim.

3. Untuk mengetahui perspektif hukum Islam terhadap putusan

Pengadilan Agama Pandeglang tentang perceraian sebelum

hubungan intim.

D. Fokus Penelitian

1. Putusan Pengadilan Agama Pandeglang terhadap perkara

perceraian sebelum hubungan intim.

2. Dasar hukum dan pertimbangan hakim Pengadilan Agama

Pandeglang dalam memutus perkara perceraaian sebelum

hubungan intim.

3. Perspektif hukum Islam terhadap putusan Pengadilan Agama

Pandeglang tentang perceraian sebelum hubungan intim.

Page 6: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

6

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah

1. Manfaat teoritis

a. Menambah pengetahuan bagi masyarakat umumnya bagi

peneliti khususnya mengenai pelaksanaan perceraian

sebelum hubungan intim di Pengadilan Agama Pandeglang

b. Dapat dijadikan referensi untuk peneliti berikutnya.

2. Manfaat praktis

a. Bagi peneliti

Peneliti dapat mengetahui berbagai persoalan dan

penyelesaian Perceraian sebelum hubungan intim di

Pengadilan Agama Pandeglang dan menambah pengethuan

hukum tentang penyelesaian perceraiantersebut.

b. Bagi Masyarakat

Memberikan pandangan kepada masyarakat terhadap

Pengadilan Agama Pandeglang dalam menyelesaiakan

perceraian sebelum hubungan intim tersebut.

c. Bagi pemerintah

Dapat dijadikan bahan masukan bagi pemerintah dalam

pengembangan di Pengadilan Agama dalam menyelesaikan

perceraian sebelum hubungan intim.

Page 7: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

7

F. Penelitian Terdahulu Yang Relevan

1. Skripsi dengan judul PANDANGAN PARA IMAM MADZHAB

TENTANG IDDAH YANG DITALAK BA’IN KIASAN BI AL-

KINAYAH di susun oleh Pipit Devianti adapun kesimpulan dari

skripsi ini adalah peroalan iddah yang belum dicampuri dan

melakukan khalawat, maka tidak mempunyai iddah. Menurut

Imam Syafii mengenai kata-kata sindiran adalah bahwa hal itu

di dasarkan atas apa yang diniatkan. Menurut hukum Islam

talak tidak boleh dirujuk dinamai talak bain, seperti talak satu

atau dua dengan disertai uang (iwadh) dari pihak isteri.

Persamaannya yaitu : Sama-sama meneliti tentang perceraian

sebelum hubungan intim. Perbedaannya yaitu : peneliti lebih

fokus kepada perceraian sebelum hubungan intim perspektif

hukum Islam, analisis putusan Pengadilan Agama Pandeglang.

Sedangkan Pipit Devianti meneliti tentang pandangan imam

mazhab tentang iddah yang ditalak bai‟in kiasan bi al-kinayah.

2. Skripsi dengan judul PROSES PERCERAIAN ANTARA SUAMI

ISTERI QABLA AL-DUKHUL : STUDI PUTUSAN

PENGADILAN AGAMA IA PADANG NOMOR :0641/Pdt.G/

2015/PA.Padangdisusun oleh Ismun Andi wahyuni adapun

Page 8: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

8

kesimpulan dari skripsi ini adalah : Perkara perceraian suami

isteri sebelum digauli dalam menentukan iddah isteri, majlis

hakim tersebut memutuskan bahwa antara suami isteri tersebut

telah berhubungan intim dikarenakan adanya pandangan

masyarakat yang memandang bahwa antara suami isteri tersebut

telah hidup bersama dalam satu rumah, maka jelas telah

berhubungan intim, akibat hukum dari putusan tersebut, maka

isteri mendapatkan uang iddah, nafkah mahdiyah, dan uang

mut‟ah serta berkewajiban menjalankan iddah.

Persamaannya yaitu : Sama-sama meneliti tentang

perceraian sebelum hubungan intim.Perbedaannya yaitu :

peneliti lebih fokus kepada perceraian sebelum hubungan intim

perspektif hukum Islam, analisis putusan Pengadilan Agama

Pandeglang.Sedangkan Ismun Andi Wahyuni meneliti tentang

proses perceraian antara suami isteri qabla al-dukhul.

3. Skripsi dengan judul TINJAUAN HUKUM TENTANG

PERCERAIAN ANTARA SUAMI ISTERI QABLA AL DUKHUL

(SEBELUM DIGAULI) MENURUT HUKUM ISLAM DAN

INTRUKSI PRESIDEN NOMOR 1 TAHUN 1991 TENTANG

KOMPILASI HUKUM ISLAMdisusun oleh Fifih Indrianti

Page 9: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

9

(141000156 )adapun kesimpulan dari skripsi ini adalah :

Berdasarkan pasal 35 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam

dinyatakan bahwa suami mentalak isterinya qabla al-dukhul

wajib membayar setengah mahar yang telah ditentukan dalam

akad nikah. Dalam pasal 153 bahwa jika terjadi perceraian

qabla al-dukhul maka tidak mengenal masa iddah. Apabila talak

dijatuhkan di muka pengadilan oleh suami, maka pasangan

suami tersebut telah sah bercerai baik secara hukum Agama

maupun hukum Negara. Ketika perceraian terjadi maka suami

berkewajiban memberikan mut‟ah (pemberian) kepada mantan

isterinya disamping nafkah iddah yang harus dibayarkan kepada

isteri sampai masa iddahnya berakhir. Apabila dalam

perkawinan telah mendapatkan seorang anak maka suami atau

mantan suami wajib memberikan nafkah pemeliharaan anak.

Persamaannya yaitu : Sama-sama meneliti tentang

perceraian sebelum hubungan intim. Perbedaannya yaitu :

peneliti lebih fokus kepada perceraian sebelum hubungan intim

perspektif hukum Islam, analisis putusan Pengadilan Agama

Pandeglang.Sedangkan Fifih Indrianti meneliti tentang tinjauan

hukum tentang perceraian antara suami isteri qabla al dukhul

Page 10: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

10

(sebelum digauli) menurut hukum Islam dan intruksi presiden

nomor 1 tahun 1991 tentang kompilasi hukum Islam.

G. Kerangka Pemikiran

Pernikahan merupakan sunatullah yang umum dan berlaku

pada semua makhluk-Nya baik pada manusia,hewan maupun

tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah

SWT, sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk berkembang biak, dan

melestarikan hidupnya.Nikah menurut bahasa al-jam’u dan ad-

Dommu yang artinya kumpul.Makna nikah (Zawwaj) bisa diartikan

dengan aqdu al –tajwiij yang artinya akad nikah.Juga bisa diartikan

(wat’u al-zaujah) bermakna menyetubuhi isteri.4

Cerai dalam bahasa Arab disebut Thalaq.Thalaq secara

bahasa terbentuk dari kata(thalaqa) yang berarti mengosongkan,

melepaskan dan meninggalkan.Kalimat (thalaqa al-asyra) berarti

melepaskan tawanan.Salah satu jenis unta disebut (thalaqatan)

karena ia dilepaskan di lembah untuk memakan rumput

sendiri.Ulama Mazhab As-Syafii mendefinisikan cerai sebagai

pelepasan ikatan nikah dengan kata thalaq (cerai) dan

4 Sohari Sahroni, Fiqih Keluarga, (Banten:Dinas Pendidikan Provinsi Banten,

2011), h.12-13.

Page 11: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

11

semisalnya.Ulama Mazhab Hanafi mendefinisikan sebagai tindakan

menghilangkan ikatan nikah dimasa sekarang atau masa mendatang

dengan kalimat khusus.Ulama Mazhab Maliki mendefinisikan

sebagai penghilangan ikatan dan pelepasan perlindungan, karena

istri tersingkirkan dari suami.Sedangkan ulama Mazhab Hanbali

mendefinisikan sebagai pemutusan ikatan nikah atau sebagainya5

Hidup dalam hubungan perkawinan itu merupakan sunnah

Allah dan sunah Rasul. Itulah yang dikehendaki oleh

Islam.Sebaliknya melepaskan diri dari kehidupan perkawinan itu

menyalahi sunah Allah dan sunah Rasul tersebut dan menyalahi

kehendak Allah menciptakan rumah tangga yang sakinah, mawadah

dan warahmah.Meskipun demikian, bila hubungan pernikahan itu

tidak dapat lagi dipertahankan dan kalau dilanjutkan juga akan

menghadapi kehancuran dan kemudharatan, maka Islam membuka

pintu untuk terjadinya perceraian. Dengan demikian, pada dasarnya

perceraian atau thalaq itu adalah suatu yang tidak disenangi yang

dalam istilah ilmu fiqih disebut makruh.

Dengan melihat kepada kemunginan bolehnya si suami

kembali kepada mantan isterinya, thalaq itu ada dua macam:Talak

5

Muhammad Jawad Mugniyah,Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta: Penerbit

Lentera, 2015), h.597-598.

Page 12: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

12

raj’iy dan Thalaq bain.Thalaq raj’iy, yaitu thalaq yang si suami

diberi hak untuk kembali kepada isterinya tanpa melalui nikah baru,

selama isterinya itu masih dalam masa iddah. Thalaq bain, yaitu

thalaq yang putus secara penuh dalam arti tidak memungkinkan

suami kembali kepada isterinya kecuali dengan nikah baru,thalaq

bain inilah yang tepat untuk disebut putusnya perkawinan.

Thalaq bain ini terbagi menjadi dua macam:

a. Bain sughra ialah thalaq yang suami tidak boleh ruju‟ kepada

mantan isterinya, tetapi ia dapat kawin lagi dengan nikah baru tanpa

melalui muhalil, Yang temasuk bain shugra itu adalah sebagai

berikut:

Pertama, thalaq yang dilakukan sebelum isteri digauli oleh

suami.Thalaq yang bentuk ini tidak memerlukan iddah.Oleh karena

tidak ada masa iddah, maka tidak ada kesempatan untuk ruju‟ sebab

ruju hanya dilakukan dalam masa iddah.Kedua: thalaq yang

dilakukan dengan cara tebusan dari pihak isteri atau yang disebut

khulu‟.

b. Bain kubra,yaitu thalaq yang tidak memungkinkan suami ruju‟

kepada isterinya setelah isterinya itu kawin dengan laki-laki lain

Page 13: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

13

dan bercerai pula dengan laki-laki dan habis iddahnya. Yang

termasuk thalaq bentuk bain kubra itu adalah sebagai berikut:

Pertama,isteri yang telah dithalaq tiga kali, atau thalaq

tiga.Thalaq tiga dalam pengertian thalq bain itu yang disepakati

oleh ulama adalah thalaq tiga yang diucapkan secara terpisah dalam

kesempatan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya diselingi

oleh masa iddah.6

Talak diakui dalam ajaran Islam sabagai satu jalan keluar

terakhir dari kemelut keluarga. Dimana bila hal itu tidak dilakukan,

maka sebuah rumah tangga menjadi seolah-olah neraka bagi kedua

belah pihak atau bagi salah satunya. Dan hal seperti ini jelas

bertentangan dengan tujuan disyariatkannya pernikahan. Talak baru

diperbolehkan bila tidak ada jalan lain, dan oleh karena sangat besar

dampak negatifnya, maka cara yang paling ideal dalam

memecahkan kemelut rumah tangga adalah dengan jalan

musyawarah dan saling mengalah.7

Ketentuan Pasal 51 Kompilasi Hukum Islam yaitu

“Pelanggaran atas perjanjian perkawinan memberi hak kepada isteri

6 Amir Syarifudin,h.221-222.

7 Satria Efendi M Zzein, Problematika Hukum Keluarga Kontemporer,

(Jakarta : Prenada Media Group, 2010), h.107.

Page 14: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

14

untuk meminta pembatalan nikah atau mengajukannya sebagai

alasan gugatan perceaian kepada Pengadilan Agama”.

Ketentuan Pasal 114 Kompilasi Hukum

Islamyaitu :”Putusnya perkawinan yang disebabkan karena

perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan

perceraian”8

Seluruh kaum Muslimin sepakat atas wajibnya iddah,pada

sebagian landasan pokoknya diambil dari Kitabullah dan Sunah

Rasul. Yang diambil dari kitabullah adanya ayat berikut ini :

“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu)

tiga kali quru’(QS.Al-Baqarah:228)9

Iddah bermakna perhitungan atau sesuatu yang dihitung.

Secara bahasa mengandung pengertian hari-hari haid atau hari-hari

suci pada wanita. Sedangkan secara istilah, iddah mengandung arti

masa menunggu bagi wanita untuk melakukan perkawinan setelah

terjadinya perceraian dengan suaminya, baik cerai hidup maupun

8 Suparman Usman, Hukum Islam,Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum

Islam dalam Tata Hukum Indonesia, (Jakarta : Gaya Media Pratama,2001), h. 235-

246. 9Muhammad Jawad Mugniyah,Fiqih Lima Mazhab…h.499.

Page 15: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

15

cerai mati, dengan tujuan untuk mengetahui keadaan rahimnya atau

untuk berfikir bagi suami.

Para ulama mendefinisikan iddah sebagai mana waktu untuk

menanti kesucian seorang isteri yang ditinggal mati atau diceraikan

oleh suami, yang sebelum habis masa itu dilarang untuk dinikahkan.

Seorang wanita yang telah dicerai suaminya, dilarang

melakukan perkawinan dengan laki-laki lain selama masa yang

ditentukan oleh syari‟at ini dimaksudkan untuk memberi

kesempatan kepada suami dan isteri untuk berfikir, apakah

perkawinan tersebut masih dapat dilanjutkan dengan cararuju‟

(kembali), jika perceraian talak raji’(talak satu dan dua), atau

perceraian itu lebih baik dari keduanya.Disamping itu berguna

untuk mengetahui rahim si isteri tersebut berisi janin atau tidak

sehingga apabila wanita tersebut hamil segera diketahui

nasabnya.Penting dicatat, masa iddah ini hanya berlaku bagi isteri

yang telah di dukhul. Sedangkan bagi isteri yang belum di dukhul

(qabla al- duqhul) dan putusnya bukan karena kematian suami

maka tidak berlaku baginya masa iddah.10

10

Amir Nurddin dan Azhari Akma Tarigon,Hukum Perdata Islam di

Indonesia,(Jakarta:Prenada Media,2004),h.240242.

Page 16: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

16

Badan peradilan, seperti halnya badan-badan lainnya, tidak

lepas dari peranan dan tanggung jawab. Soerjono Soekanto

menyebutkan bahwa “peranan atau role” merupakan hak dan

kewajiban. Dengan peranan hak dan kewajiban inilah badan

peradilan dapat eksis menghasilkan berbagai macam putusan.

Selain itu, menurut bahasa Inggris, kata peranan berasal dari

lkata”peran” yang diterjemahkan juga dengan “role” dan berkaitan

erat dengan posisi dan eksistensi. Dengan demikian yang dimaksud

dengan peranan Peradilan Agama adalah yang berkaitan erat

dengan kedudukan, tugas poko, fungsi, serta kifrahnya dalam tata

hukum di Indonesia. Peradilan Agama merupakan perwujudan dari

pelaksanaan hukum Islam di Indonesia, juga merupakan bagian dari

pelaksanaan syariat Islam khususnya dalam bidang hukum keluarga.

Sumber-sumber kebenaran hukum Islam, baik yang

termaktub dalam Al-Qur‟an maupun Al-Hadis, sifatnya qath’iy al-

dalalah ia sangat transedental dan universal. Konsekuensi logisnya

ia dapat menghasilkan hukum-hukum, baik dalam arti luas maupun

sempit. Dalam arti luas sumber-sumber kebenaran Hukum Islam

acapkali disebut sebagai syariat, sedangkan dalam arti sempit

menjadi fiqh. Dalam konteks yang sempit (fiqh)ia bersifat dzani al-

Page 17: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

17

dalalah, dan implementasinya terbatas pada tenpat ruang dan waktu

tertentu. Karena keterbatasan ituah memunculkan banyak variasi

pendapat dikalangan para ahli fiqh. Variasi pendapat tersebut

menjadikan fiqh sebagai hukum diyani, artiya hanya mengatur

manusia dengan khaliknya.11

1) Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa,

memutuskan dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat

pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:

a. Perkawinan;

b. Kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan

berdasarkan hukum Islam;

c. Wakaf dan sedekah.

2) Bidang perkawinan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)

huruf a ialah hal-hal yang ditur dalam atau berdasarkan

Undang-Undang mengenai perkawinan yang berlaku.

3) Bidang kewarisan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1

huruf ialah penetuan siap-siapa yang menjadi ahli waris,

penentuan mengenai harta peninggalan, penentun bagian

11

Aden Rosadi, Peradilan Agama Di Indonesia,Dinamika Pembentukan

Hukum, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2015), h. 85-86.

Page 18: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

18

masing-masing ahli waris dan melaksanakan pembagian harta

peninggalan tersebut.

Ssetelah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006

tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989

tentang Peradilan Agama ketentuan pasal 49 diubah ehingga

ketentua pasal 49 mengatur bahwa:

Pengadilan Agama bertugas serta berwenang memeriksa,

memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara

orang-orang yang beragama Islam di bidang:

a. Perkawinan;

b. Warisan.;

c. Wasiat;

d. Hibah;

e. Wakaf;

f. Zakat;

g. Infak;

h. Sedekah; dan

i. Ekonomi Syariah.

Page 19: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

19

Pembahasan kewenangan Pengadilan Agama tidak terlepas

dengan ketentuan pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1989 tentang peradilan Agama yang berbunyi:

“Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan

kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam

mengenai perdata tertentu yang diatur dalam Undang-Undang

ini”.12

Hakim, termasuk Hakim Pengadilan Agama dalam

system tata hukum di Indonesia berkedudukan sebagai pejabat

pelaku kekuasaan kehakiman. Maksud dari kedudukan tersebut

adalah ia merupakan Pejabat Peradilan yang diberi wewenang

undang-undang untuk mengadili. Oleh karena itu istilah pejabat

yang disandangkan membawa konsekuensi yang berat karena

kewenangan dan tanggung jawabnya merupakan rangkaian

tugas dan tanggung jawab dalam penegakan hukum dan

keadilan. Dalam kedudukannya sebagai pejabat pelaku

kekuasaan kehakiman oleh system tata hukumnya pula

didudukannya sebagai pejabat pelaku kekuasaan kehakiman

oleh system tata hukumnya pula didudukan sebagai Pejabat

Negara.

12

Aden Rosadi, Peradilan Agama Di Indonesia,…, h. 160.

Page 20: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

20

Hakim adalah Pegawai Negeri Sipil, sehingga baginya

berlaku undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-

Pokok kepegawaian yang telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 43 Tahun 1999 Ttentang Pokok-Pokok Kepegawaian

dan peraturan perundangan lainnya yang berhubungan dengan

Pegawai Negeri Sipil. Namun meskipun demikian oleh karena

sistem tata hukum di Indonesia mendudukannya sebagai Pejabat

Negara, maka sistem penggajian, kepangkatan dn lain-lainnya

berbeda dengan Pegawai Negara Sipil lainnya. Selain

menyandang kepangkatan Pegawai Negeri Sipil, Hakim juga

menyandang kepangkatan Hakim.

Sehubungan dengan hal di atas, maka tugas hakim untuk

menegakan hukum dan keadilan dalam masyarakat adalah berat

dan mulia. Dikatakan berat, karena Hakim sebagai manusia

biasa, tentunya tidak lepas dari segala kekurangan dan

kelebihan. Hakim oleh Negara diberi hak istimewa (privilege),

yakni hak mengatasnamakan Tuhan Yang Maha Esa dalam

menjatuhkan putusannya memancarkan nur atau cahaya

kebenaran dan keadilan yang diharapkan masyarakat.

Untuk mencapai daya guna dan hasil guna dari

pelaksanaan tugas penegakan hukum dan keadilan oleh hakim,

Page 21: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

21

maka diperlukan adanya pembinaan dan pengawasan yang

memadai kepada hakim. Pembinanan dan pengawasan

dimaksud menurut tata Hukum Indonesia dilakukan oleh

Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi di

Indonesia. Namun hal tersebut tidak boleh mengurangi

kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara,

karena baik Undang-Undng Nomor 48 Tahun 2004 Tentang

Kekuasaan Kehakiman memberikan jaminan kemerdekaan dan

kemandirian bagi hakim dalam melaksanakan tugas penegakan

hukum dan keadilan.13

H. Metode Penelitian

Metode penelitian secara umum membahas secara rinci

langkah-langkah yang akan ditempuh dalam melakukan penelitian.

Secara garis besar hal-hal yang ada pada metode penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan dan jenis penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan

analisis isi atau yuridis normatif yaitu dengan melakukan

analisa dengan cara mendeskripsikan dan menguraikan realita

13

Taufik Hamami ,Peradilan Agama Dalam Reformasi Kekuasaan

Kehakiman Di Indonesia,(Jakarta: PT. Tatanusa, 2013), h. 125-127.

Page 22: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

22

yang terjadi di pengadilan Agama tersebut. Metode penelitian

kualitatif juga merupakan metode penelitian yang lebih

menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap

suatu masalah daripada melihat permasalahan untuk penelitian

generalisasi.Metode penelitian ini lebih suka menggunakan

teknis analisi mendalam (in-depth analysis), yaitu mengkaji

masalah secara kasus perkasus karena metodologi kualitatif

karena bahwa sifat suatu masalah satu akan berbeda dengan

sifat dari masalah lain.14

Sumber yang digunakan pada penelitian ini adalah data

primer dan data skunder, Data primer adalah sumber yang

langsung memberikan data kepada pengumpul data. Dari

penelitian ini data primer yang diperoleh adalah wawancara

secara mendalam (indepth interview) terhadap hakim, selain itu

penulis juga mengambil data-data dokumentasi yang ada di

Pengadilan Agama Pandeglang. Kemudian menguraikan data

tersebut serta menganalisa dengan cara menghubungkan dengan

masalah yang dikaji.Sedangkan data sekunder merupakan

sumber yang tidak langsung memberikan data kepada

pengumpul data. Contoh dari data sekunder adalah data yang

14

Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif danR&D,

(Bamdung: Alfabeta CV, 2014) h.226.

Page 23: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

23

diperoleh dengan menggunakan studi pustaka dari dokumen-

dokumen yang berhubungan dengan masalah yang diajukan,

baik dari buku, artikel serta surat kabar dan media elektronik. 15

2. Teknik pengumpulan data, dalam peenelitian kualitatif biasanya

menekankan observasi partisipasif, wawancara mendalam dan

dokumentasi.

a. Observasi

Observasi merupakan salah satu metode utama dalam

penelitian sosial keagamaan terutama penelitian naturalistic

(kualitatif). Observasi merupakan metode pengumpulan data

yang paling ilmiah dan paling banyak digunakan tidak

hanya dalam dunia keilmuan, tetapi juga dalam berbagai

aktifitas kehidupan.sedangkan secara khusus, dalam dunia

penelitian , observasi adalah mengamatidan mendengar

dalam rangka memahami, mencari jawab, mencari bukti

terhadap phenomena sosial keagamaan ( perilaku, kejadian-

kejadian, keadaan, benda, dan symbol-simbol tertentu)

selama beberapa waktu tanpa mempengaruhi phenomena

yang diobservasi, dengan mencatat, mempotret fenomena

tersebut guna penemuan dan analisis.

15

Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D,…22.

Page 24: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

24

b. Wawancara

Wawancara merupakan metode penggalian data yang paling

banyak dilakukan, baik untuk tujuan praktis maupun ilmiah,

terutama untuk penelitian sosial yang bersifat kualitatif.

Wawancara adalah percakapan langsung dan tatap muka

(face to face) dengan maksud tertentu. Percakapan itu

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer)

yang menganjurkanpertanyaan dan yang diwawancarai

(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.

3. Teknik analisis data, tujuannya adalah menyederhanakan

seluruh data yang terkumpul, menyajikan dalam suatu susunan

yang sistematis, kemudian mengolah dan menafsirkan/

memaknai. Analisis data dikategorikn pada data statistic untuk

penelitian kuantitatif, dan data nonstatistik pada penelitian

kualitatif misalnya: analisis komparasi, analisis isi (content

analys) atau kritis.16

Peneliti bertujuan untuk mendeskrifsikan bagaimana

penyelesaian perceraian sebelum hubungan intim di Pengadilan

Agama Pandeglang serta dasar hukum dan pertimbangan hakim

dalam penyelesaian perceraian sebelum hubungan intim. Dalam

16

Imam Suprayogo dan Tobroni,Metodologi Penelitian Sosial-Agama,

(Bandung:PT Rosdakarya,2003), h.167-172.

Page 25: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

25

melakukan identifikasi dari penyelesaian ini proses yang penulis

lakukan antara lain, menyederhanakan seluruh data yang

terkumpul dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti di

Pengadilan Agama Pandeglang ini kemudian menyajikannya

dalam susunan yang sistematis agar dapat dipahami dan

dimengerti oleh pembaca, serta diolah secara baik dan benar

sehingga memudahkan seseorang mempelajari dan memahami

persoalan ini.

4. Pedoman penulisan

Teknik penulisan yang digunakan oleh peneliti dalam

menyusun proposal skripsi ini adalah PEDOMAN

PENULISAN SKRIPSI FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS AGAMA ISLAM NEGERI SULTAN

MAULANA HASANUDDIN BANTEN 2018.

I. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam karya ilmiah ini terdiri dari lima

bab yaitu meliputi :

BAB I : Pendahuluan meliputi Latar Belakang Masalah, Perumusan

Masalah, Fokus Penelitian, Tujuan Penelitian, Manfaat

Penelitian, Penelitian Terdahulu Yang Relevan, Kerangka

Page 26: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

26

Pemikiran, Metode Penelitian, dan Sistematika

Pembahasan.

BAB II : Kondisi Objektif Pengadilan Agama Pandeglang, Sejarah

Pengadilan Agama Pandeglang,Visi, Misi Pengadilan

Agama Pandeglang, Struktur organisasi Pengadilan

Agama Pandeglang, Kewenangan Absolut Pengadilan

Agama Pandeglang.

BAB III :Tinjauan Teoritis tentang perceraian meliputi, Pengertian

Perceraian menurut UU dan Hukum Islam, Hhukum

Perceraian,Macam-macamPerceraian dan Syarat

perceraian.Definisi Iddah, Hukum Iddah dan Macam-

macam Iddah .

BAB IV : Membahas tentang perceraian sebelum hubungan intim

perspektif hukum Islam.

BAB V : Penutup, yang meliputi kesimpulan dari keseluruhan

pembahasan serta saran-saran.

Page 27: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

27

BAB II

KONDISI OBYEKTIF PENGADILAN AGAMA PANDEGLANG

A. Sejarah Pengadilan Agama Pandeglang

Tidak diketahui awal pembentukan Pengadilan Agama

Pandeglang dengan segala keberadaannya. Hanya tercatat bahwa

pengadilan Agama Pandeglang secara kelembagaan melaksanakan

tugas pemberian pelayanan hukum kepada masyarakat kabupaten

Pandeglang pada tahun 1982, dimana gedung kantor pada saat itu

berdiri diatas tanah milik Departemen Agama Kabupaten

Pandeglang.

B. Visi, Misi,Pengadilan Agama Pandeglang

Visi

“Menjadikan Pengadilan Agama Pandeglang Yang

Berwibawa Dan Bermartabat”

Misi

1. Mmewujudkan Pelayanan Prima kepada masyarakat

pencari keadilan;

2. Meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang

Profesional, Bersih,dan bertanggungjawab;

Page 28: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

28

3. Penangan Perkara Secara Cepat, Sederhana dan Biaya

Murah;

4. Mewujudkan Administrasi dan Manajemen Perkara

yang Tertib, Tertata, dan Akuntabel.

C. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Pandeglang

D. Kewenangnan Absolut Pengadilan Agama Pandeglang

Kekuasaan absolut Peradilan Agama disebutkan dalam pasal

49 dan 50 UU Nomor 7 tahun 1989, yang berbunyi:

Pasal 49

Page 29: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

29

(1) Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa,

memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat

pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:

a. Perkawinan;

b. Kewarisan, wasiat dan hibah, yang dilakukan berdasarkan

hukum Islam;

c. Wakaf dan shadaqah.

(2) Bidang perkawinan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)

huruf a. ialah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan

Undang-Undang mengenai perkawinan yang berlaku.

(3) Bidang kewarisan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)

huruf b. ialah penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris,

penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian

masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pebagia harta

tersebut.

Pasal 50

Dalam hal terjadisengketa hak milik atau keperdataan lain

dalam perkara-perkara sebagaimana yang dimaksud dalam pasal

49, mak khusus mengenai objek yang menjadi sengketa tersebut

harus diputus lebih dahulu oleh Pengadilan dalam

lingkunganPeradilan Umum.

Page 30: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

30

Penyelesaian terhadap objek yang menjadi sengketa

dimaksud tidak berarti menghentikan proses Pengadilan Agama

atas objek yang tidak menjadi sengketa itu.

Tugas Pokok dan Fungsi dan Yuridiksi Pengadilan

Agama Pandeglang yang merupakan Pengadilan Tingkat

Pertama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-

orang yang beragama Islam dibidang: Perkawinan, waris,

wasiat,hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi

syariah sebagaimana diatur dalam pasal 49 Undang-undang

Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang

Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Pengadilan Agama

memiliki fungsi:

1. Menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara

yang diajukan kepadanya sebagaimana diatur dalam Pasal 52

Undang-Undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama

dan pasal 49, 50 dan Pasal 52 A Undang-Undang Nomor 3

tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7

tahun 1989, tentang Peradilan Agama.

Page 31: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

31

2. Menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara

antara orang-orang yang beragama Islam.

3. Menyelenggarakan administrasi Peradilan dan administrasi

umum Perkantoran.

4. Mengadakan pelayanan kepada masyarakat dan tugas

pelayanan umum lainnya sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.17

E. Prosedur Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama

Pandeglang

1. Perkara Cerai Gugat

Cerai Gugat diajukan oleh Pihak Istri. Seorang istri baik

langsung atau melalui kuasanya, yang bermaksud mengajukan

gugatan cerai dapat melakukan hal-hal sebagai berikut :

a. Mendatangi petugas Meja I dengan terlebih dahulu membawa

sejumlah persyaratan berupa:

1. Surat permohonan cerai gugat dalam rangkap 7 (Tujuh);

2. Asli Akta Nikah atau Duplikat Kutipan Akta Nikah;

3. 1 (satu) lembar fotokopy Akta Nikah/Duplikat Kutipan Akta

Nikah yang dibubuhi meterai Rp 6.000,- oleh Kantor Pos.

17

Aden Rosadi,Peradilan Agama Di Indonesia…,h.160.

Page 32: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

32

Surat Izin atasan bagi PNS/TNI/POLRI. Fotokopy Kartu

Tanda Penduduk (KTP) 1 (satu) lembar 1 (satu) muka tidak

boleh dipotong yang dibubuhi materai Rp 6.000,- (enam

ribu rupiah) oleh Kantor Pos.

4. Mengajukan gugatan secara tertulis bagiyang bisa menulis

dan membaca, atau secara lisan bagi yang tidak bisa

membaca dan menulis ke Pengadilan Agama, kecuali yang

bersangkutan (istri) dengan sengaja meninggalkan tempat

kediaman bersama tanpa ijin suami, maka gugatan harus

diajukan di Pengadilan Agama tempat berkediaman suami

(Ps. 73 (1) UU Nomor 7 Tahun 1989jo Ps 32 (2) UU No. 1

Tahun 1974);

5. Identitas lengkap penggugat dan tergugat, meliputi nama,

umur, agama, pekerjaan dan tempat tinggal;

6. Posita (fakta kejadian dan fakta hukum) petitum (hal-hal

yang dituntut berdasarkan posita).

Proses Penyelesaian Perkara :

1) Tahap Pendaftaran :

Penggugat mendaftarkan gugatannya ke Pengadilan Agama

dengan membawa bukti pembayaran dari BRI Cabang.

Page 33: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

33

Pengadilan Agama melalui Jurusita Pengganti akan

memanggil penggugat dan tergugat menghadiri persidangan.

2) Tahap Persidangan :

a. Pada persidangan pertama, majelis menganjurkan

penggugat dan tergugat untuk mengikuti proses mediasi.

b. Persidangan dischorsing untuk memberikan kesempatan

kepada penggugat dan tergugat memilih mediator pada

daftar mediator yang disediakan Pengadilan Agama.

c. Ketua Majelis Hakim menunjuk Mediatorpilihan

penggugat dengan tergugat dengan surat penetapan.

d. Jika penggugat dengan tergugat tidak sepakat memilih

mediator, ketua majelis dengan surat penetapan menujuk

seoranghakim bukan pemeriksa perkara untuk menjadi

mediator dalam perkara tersebut.

e. Apabila mediasi berhasil, penggugat dapat mencabut

gugatannya dan jika mediasi tidak berhasil, maka

pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan pembacaan

surat gugatan, jawab menjawab, pembuktian dan

kesimpulan.

f. Dalam tahap jawab menjawab, tergugat dapat

mengajukan gugatan rekonvensi (gugat balik Psl 158

R.Bg.)

Page 34: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

34

3) Putusan Pengadilan Agama :

Putusan Pengadilan Agama dapat berupa mengabulkan

gugatan penggugat dapat pula menolak atau tidak menerima.

a) Apabila tergugat keberatan dengan dikabulkannya

gugatan penggugat tersebut, tergugat dapat mengajukan

banding melalui Pengadilan Agama.

b) Apabila gugatan ditolak, penggugat dapat mengajukan

banding melalui Pengadilan Agama.

c) Sedang jika gugatan tidak diterima, penggugat dapat

mengajukan permohonan baru.

d) Begitu putusan dijatuhkan, penggugat dapat lansung

mengambil sisa panjar biaya perkara jika masih ada.

e) Jika gugatan cerai dikabulkan dan tidakada banding dari

pihak tergugat, Pengadilan Agama memberikan Akta

Ceraisebagai bukti perceraian kepada kedua belah pihak,

selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah putusan

tersebut memperoleh kekuatah hukum tetap. Penggugat

dan Tergugat dapat mengambil Akte Cerai secara

langsung, atau melalui kuasa dengan sayarat ada surat

kuasa khusus untuk pengambilan Akta Cerai tersebut.18

18

http://pa-pandeglang.go.id/index.php?pdlg=detail&berita=704, diakses

pada 12 Feb. 2019,pukul 10.00 WIB

Page 35: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

35

BAB III

TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERCERAIAN

A. Perceraian

1. Pengertian Perceraian Menurut Undang-Undang Dan Hukum

Islam

Putusnya perkawinan dalam hal ini berarti berakhirnya

hubungan suami isteri. Putusnya perkawinan itu ada dalam

beberapa bentuk tergantung dari segi siapa sebenarnya yang

berkehendak untuk putusnya perkawinan itu. Dalam hal ini ada

4 kemungkinan

a. Putusnya perkawinan atas kehendak Allah sendiri melalui

matinya salah seorang suami isteri. Dengan kematian itu

dengan sendirinya berakhir pula hubungan perkawinan.

b. Putusnya perkawinan atas kehendak si suami oleh asalan

tertentu dan dinyatakan kehedaknya itu dengan ucapan

tertentu. Perceraiain dalam bentuk ini disebut thalaq.

c. Putusnya perkawinan atas kehendak si isteri karena si isteri

melihat sesuatu yang menghendaki putusnya perkawinan,

sedangkan si suami tidak berkehendak untuk itu. Kehendak

untuk putusnya perkawinan yang disampaikan si isteri

Page 36: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

36

dengan cara tertentu ini diterima oleh suami dan dilanjutkan

dengan ucapannya untuk memutus perkawinan dengan cara

ini disebut khulu’.

d. Putusnya perkawinan atas kehendak hakim sebagai pihak

ketiga setelah melihat adanya sesuatu pada suami dan/atau

pada isteri yang menandakan tidak dapatnya hubungan

perkawinan itu dilanjutkan. Putusnya perkawinan dalam

bentuk ini disebut fasakh.19

Menurut pasal 113 Kompilasi Hukum Islam, perkawinan

dapat putus karena kematian, perceraian, dan putusan pengadilan.20

Thalaq menurut bahasa „Arab, melepaskan ikatan. Yang

dimaksud disini melepaskan ikatan perkawinan.

Telah terang dan jelas dari uraian yang lalu, bahwa tujuan

perkawinan itu :

1. Untuk hidup dalam pergaulan yang sempurna.

2. Satu jalan yang amat mulia untuk mengatur rumah tangga dan

turunan.

3. Sebagai satu tali yang amat teguh guna memperkokoh tali

persaudaraan antara kaum kerabat laki-laki (suami) dengan

19

Amir Syarifuddin,Hukum Perkawinan Islam…cetakan kelima, h.197. 20

Suparman Usman, Hukum Islam,Asas-Asas…h.245-246.

Page 37: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

37

kaum kerabat perempuan (isteri), yang mana pertalian itu akan

menjdi satu jalan yang membawa kepada bertolong-tolongan

antara satu kaum (golongan) dengan yang lain.

Sekiranya dalam pergaulan antara dua suami isteri tidak

dapat menyampaikan tujuan-tujuan tersebut, bahkan pergaulan

keduanya menjadikan sebab perpisahan antara satu keluarga dengan

yang lain, yang diisebabkan oleh ketiadaan kesepa pakatan antara

suami isteri, maka dengan keadilan Allah s.w.t. dibutuhkanNya

suatu jalan keluar dan segala jalan kesukaran itu, pintu perceraian.

Mudah-mudahan dengan adanya jalan itu terjadilah ketertiban

dengan tentram antara kedua bela pihak dan supaya masing-masing

dapat mencari susunan atau pasangan yang cocok, yang dapat

menyampaikan kepada yang dicita-citakan.

Teristimewa pula sekiranya perselisihan antara suami isteri

itu menimbulkan permusuhan, menanam bibit kebencian, antara

keduanya atau terhadap kaum kerabat mereka, sehingga tidak ada

jalan lain, sedang ikhtiar untuk perdamaian tidak dapat disambung

lagi, maka thalaq (perceraian) itulah jalan satu-satunya yang jadi

pemisah antara mereka itumakruh adanya. 21

21

Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam,… h. 379-380.

Page 38: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

38

Beberapa Keadaan Yang Menyebabkan Putusan Thalak

1. Thalak Karena Suami Tidak Memberikan Nafkah

Imam Malik Imam Syafi‟i dan Imam Ahmad membolehkan

thalak antara suami isteri karena suami tidak memberikan

nafkah, yaitu melalui keputusan hakim. Itu pun jika si isteri

mengkehdakinya.

2. Thalak Karena Bahaya Yang Mengancam

Imam Malik dan Imam Ahmad berpendapat, bahwa seorang

isteri mempunyai hak untuk meminta thalak melalui seorang

hakim jika melihat adanya bahaya yang dilakukan oleh suami

terhadap dirinya. Yaitu, bahaya di mana ia tidak dapat hidup

bersama dengannya secara baik dan normal.

Misalnya, kebiasaan memukul atau perlakuan kasar atau

tindakan-tindakan menyakitkan lainnya yang ia tidak mampu

menahannya. Atau ketidaksukaan (isteri) terhadap berbagai

kemunkaran suaminya, baik berupa ucapan maupun tindakan.

Akan tetapi, hal ini ditentang oleh Abu Hanifah dan Imam Asy-

Syafi‟i, dimana keduanya tidak membolehkan seorang isteri

meminta thalak kepada suaminya karena adanya bahaya dari

pihak suaminya. Yang demikian, itu karena tidak

Page 39: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

39

diperbolehkannya pemaksaan seorang suami terhadap isteri

untuk mentaatinya.

3. Thalak Karena Kepergian Suami

Imam Malik dan Imam Ahmad berpedapat, bahwa seorang isteri

diperbolehkan meminta thalak untuk menghindari penderitaan

yang dialaminya karena kepergian suami dalam waktu yang

cukup lama, tanpa adanya alasan yang membolehkan. Imam

Ahmad menmbahkan, bahwa batas waktu minimal yang

membolehkan seorang isteri meminta thalak akibat kepergian

suaminya itu adalah enam bulan. Karena, masa tersebut

merupakan puncak dimana ia mampu bersabar atas kepergian

suaminya.22

2. Hukum Perceraian

Thalak diperbolehkan (mubah) jika untuk menghindari bahaya

yang mengancam salah satu pihak, baik itu suami maupun isteri.

Aallah berfirman :

22

Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fikih Wanita, (Jakarta Timur:

Pustaka Al-Kautsar, 2016), cetakan keempat, h.476-477.

Page 40: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

40

“Thalak (yang dapat dirujuk) adalah dua kali. Setelah itu

boleh rujuk kembali dengan cara yang ma’ruf(baik) atau

menceraikan dengan cara yang baik.” (Al-Baqarah:229)23

Ditilik dari kemaslahatan atau kemudharatannya maka hukum

thalak ada lima:

1. Wajib

Apabila terjadi perselisihan antara suami isteri lalu tidak ada

jalan yang dapat ditempuh kecuali dengan mendatangkan dua

hakim yang mengurus perkara keduanya. Jika kedua hakim tersebut

memandang bahwa perceraian lebih baik bagi mereka, maka saat

itulah thalak menjadi wajib. Jadi, jika rumah tangga tidak

mendatangkan apa-apa selain keburukan, perselisihan pertengkaran,

dan bahkan menjerumuskan keduanya dalam kemaksiatan, maka

pada saat itu talak adalah wajib baginya.

23

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV

Penerbit Diponegoro,2012), h.36.

Page 41: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

41

2. Makruh

Yaitu talak yang dilakukan tanpa adanya tuntutan dan

kebutuhan.

Sebagian ulama ada yang mengatakan mengenai talak yang makruh

ini terdapat dua pendapat:

Pertama, bahwa talak tersebut haram dilakukan, karena dapat

menimbulkan mudharat bagi isterinya. Serta tidak mendatangkan

manfaat apa pun. Talak ini haram sma seperti tindakan merusak

atau menghamburkan harta kekayaan tanpa guna. Hal itu

didasarkan pada sabda rasulullah SAW sebagai berikut.

)رواه ابن ماجه(اَلَضَرَر َواَلِضرَاَر “Tidak boleh memberikan mudjarat kepada orang lain dan tidak

boleh membalas kemudharatan dengan kemudharatan.”

Kedua, menyatakan bahwa talak seperti itu dibolehkan. Hal itu

didasarkan pada sabda Rasulullah SAW ini.

لطَّاَل قُ ا اهلل تَ َعالىَ الَى اَبْ َغُض ْالَحاَلِل “Sesuatu hal yang halal yang paling dibenci Allahadalah talak”.

Talak itu dibenci karena dilakukan tanpa adanya tuntutan

dan sebab yang membolehkan. Dan karena talak semacam itu dapat

membatalkan pernikahan yang menghasilkan kebaikan yang

memang disunahkan, sehingga talak itu menjadi makruh hukumnya.

Page 42: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

42

3. Mubah

Mubah yaitu talak yang dilakukan karena ada kebutuhan.

Misalnya karena buruknya akhlak isteri dan kurang baiknya

pergaulannya yang hanya mendatangkan mudharat dan menjauhkan

mereka dari tujuan pernikahan.

4. Sunnah

Sunnah yaitu talak yang dilakaukan pada saat isteri

mengabaikan hak-hak Allah SWT yang telah diwajibkan kepadanya,

misalnya shalat, puasa, dan kewajiban lainnya, sedangkan suami

juga sudah tidak lagi menjaga kehormatan dan kesucian dirinya.

Hal itu mungkin saja terjadi, karena memang wanita itu mempunyai

kekurangan dalam hal agama, sehingga mungkin saja ia berbuat

selingkuh dengan laki-laki lain.

Dalam ondisi seperti itu dibolehkan bagi suaminya untuk

mempersempit ruang dan geraknya. Sebagaimana yang difirmankan

Allah

Page 43: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

43

“Hai orang-orang yang beriman,tidak dibolehkan bagi kalian

mewarisi wanita dengan jalan paksa dan janganlah kalian

menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian

dari apa yang telah kalian berikan kepadanya kecuali jika mereka

melakukan pekerjaan keji yang nyata.” (an-Nisa‟:19)24

Dan bisa jadi talak dalam kondisi seperti itu bersifat wajib.

Hal itu sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis berikut ini, dari

Ibnu Abbas, ia bercerita. “ ada seorang laki-laki yang datang

kepada nabi SAW dan mengatakan, Sesungguhnya isteriku tidak

melarang tangan orang lain menyentuhnya. Maka beliau bersabda,

“Ceraikanlah ia”. Lalu orang itu berkata aku takut diriku akan

mengikutinya . Kemudian beliau bersabda ,„Bersenang-senanglah

dengannya.” (HR.Abu Daud Dan Nasa‟i)

5. Mazhur (terlarang)

Mazhur yaitu talak yang dilakukan ketika isteri sedang haid.

Para ulama di mesir telah sepakat untuk mengharamkannya. Talak

ini disebut juga dengan talak bid‟ah. Disebut bid‟ah karena suami

24

Departemen Agama RI, Al-Qur’an…,h.80.

Page 44: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

44

yang menceraikan itu menyalahi sunnah Rasul dan mengabaikan

perinth Allah SWT dan Rasu-Nya.25

3. Macam-Macam Perceraian

a. Thalak sunni

Thalak sunni adalah thalak yang didasarkan pada sunnah Nabi,

yaitu apabila suami menthalak isterinya yang telah disetubuhi

dengan thalak satu, pada saat suci, sebelum disetubuhi.

b. Thalak bid‟ah

Mengenai thalak bid‟ah ini ada beberapa macam keadaan, yang

mana seluruh ulama telah sepakat menyatakan, bahwa thalka

semacam ini hukumnya haram. Jumhur ulama berpendapat

bahwa thalak ini tidak berlaku. Thalak bid‟ah ini jelas

bertentangan dengan syariat. Yang bentuknya ada beberapa

macam, yaitu:

1. Apabila seorang suami menceraikan isterinya ketikasedang

dalam keadaan haidh atau nifas.

2. Ketika dalam keadaan suci, sedang ia telah menyetubuhinya

pada masa suci tersebut.

25

Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga,…h. 249-251.

Page 45: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

45

3. Seorang suami menthalak tiga isterinya dengan satu kalimat

dengan tiga kalimat dengan satu waktu. Seperti dengan

mengatakan ,” Ia telah aku thalak, lalu aku thalak dan

selanjutnya aku thalak.” Dalil yang telah melandasinya

adalah Sabda Rasulullah, sebagaimana diceritaka;

bahwasannya ada seorang seprang laki-laki yang menthalak

tiga isterinya dengan satu kalimat.26

Dengan melihat kepada kemungkinan bolehnya si suami

kembali kepada mantan isterinya, Thalaq itu ada dua macam:

1) Thalaq raj’iy, yaitu thalaq yang si suami diberi hak untuk

kembali kepda isterinya tanpa melalui nikah baru, selama

isterinya itu masih dalam masa iddah. Thalaq raj’iy itu

adalah thalaq satu atau thalaq dua tanpa didahului tebusan

dari Pihak isteri.

2) Thalaq bain, yaitu thalaq yang putus secara penuh dalam

arti tidak memungkinkan suami kembali kepada isterinya

kecuali dengan nikah baru, thalaq bain inilah yang tepat

untuk disebut putusnya perkawinan.

Thalaq bain ini trbagi pula kepada dua macam:

26

Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fikih Wanita… cetakan keempat, h.

466-468.

Page 46: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

46

a) Bain sughra, ialah thalaq yang suami tidak boleh ruju’

kepada mantan isterinya, tetapi ia dapat kawin lagi

dengan nikah baru tanpa melalui muhalil. Yang

termasuk bain sugra itu adalah sebagai berikut:

Pertama: thalaqyang dilakukan sebelum isteri digauli

isteri digauli olleh suami.Thalaq dalam bentuk ini tidak

memerlukan iddah. Oleh karena tidak ada masa iddah,

maka tidak ada kesempatan untuk ruju’, sebab ruju’

hanya dilakukan dalam masa iddah.

Kedua: thalaq yang dilakukan dengan cara tebusan dari

pihak isteri atau yang disebut khulu’.

Ketiga: perceraian melalui putusan hakim di pengadilan

atau yang disebut fasakh.

b) Bain kubra yaitu thalaq yang tidak memungkinkan

suami ruju’ kepada mantan isterinya. Dia hanya boleh

kembali kepada isterinya setelah isterinya itu kawn

dengan laki-laki lain dan bercerai pula dengan laki-laki

itu dan habis iddahnya. Yang termasuk thalaq dalam

bentuk bain kubra itu dalah sebagai berikut:

Page 47: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

47

Pertama: Isteri yang telah di-thalaq tiga kali, atau

thalaq tiga. Thalaq dalam pengertian bain kubra itu

disepakati oleh jumhur ulama adalah thalaq tiga yang

diucapkan secara terpisah dalam kesempatan yang

berbeda antara satu dengan yang lainnya diselingi oleh

masa iddah.

Kedua: isteri yang bercerai dari suaminya melalui proses

li’an. Berbeda dngan bentuk pertama mantan istri yang

dili’an itu tidak boleh sama sekali dinikahi, meskipun

sesudh diselingi oleh adanya muhalil, menurut jumhur

ulama.27

4. Syarat Perceraian

Di Indonesia peraturan perkawinan dan akibat-akibatnya

diatur dalam Pasal 38 sampai dengan 40 Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974.

Pasal 38

Perkawinan dapat putus karena:

a. Kematian,

b. Perceraian,

27

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam… cetakan ke-3, h. 220-225.

Page 48: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

48

c. Atas keputusan Pengadilan.

Pasal 39

1) Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang

Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha

dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, antara

suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami

isteri.

3) Tatacara perceraian di depan siding Pengadilan ditur dalam

peraturan perundangan tersendiri.

Pasal 40

1) Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan

2) Tatacaara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1)

pasal ini diatur dalam peraturan perundangan tersendiri.

Ayat (2) UU Perkwinan Pasal 39 dijelaskan secara terinci

dalam PP pada Pasal 19 dengan rumusan sebagai berikut:

Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk,

pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar

disembuhkan.

Page 49: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

49

b. Salah stu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua)

tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa

alasan yang sah atau karena hal lain diluar

kemampuannya

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima)

tahun atau hukuman berat yang membahayakan pihak

lain.

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau

penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang

lain.

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit

dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya

sebagai suami isteri.

f. Antara Suani dan Isteri terus-menerus terjadi

perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan

akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Pasal 19 PP ini diulangi dalam KHI pada Pasal 116 dengan

rumusan yang sama, dengan menambahkan dua anak

ayatnya yaitu:

a. Suami melanggar taklik thalaq.

Page 50: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

50

b. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan

terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.28

Disyaratkan bagi orang yang menthalak hal-hal berikut ini:

1. Baligh, Talak yang dijatuhkan anak kecil dinyatakan

tidak sah, sekalipun dia telah pandai. Kesepakatan para

ulama mazhab, kecuali Hanbali. Para ulama Mazhab

Hanbali mengatakan bahwa, talak yang dijatuhkan anak

kecil yang mengerti dinytakan sah, sekalipun usianya

belum mencapai sepuluh tahun.

2. berakal sehat. Dengan demikian talak yang dijatuhkan

oleh orang gil, baik penyakitnya itu akut maupun jadi-

jadian (incidental), pada saat dia gila, tidak sah. Begitu

pula halnya dengan talak yang dijatuhkan oleh orang

yang tidak sadar, dan orang yang hilang kesadarannya

lantaran sakit panas yang amat tinggi sehingga ia

meracau.

3. Atas kehendak sendiri. Dengan demikian talak yang

dijatuhkan oleh orang yang dipaksa (menceraikan

isterinya), menurut kesepakatan para ulama mazhab,

28

Amir Syarifuddin,Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,…h. 228.

Page 51: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

51

tidak dinyatakan sah. Ini berdasarkan hadis yang

berbunyi:

Ketentuan hukum dicabut dari umatku yang melakukan

perbuatannya karena keliru, lupa dan dipaksa.

Hal ini merupakan kesepakata para ulama mazhab

kecuali Hanafi. Mazhab yang disebut terakhir ini

mengatakan bahwa, talak yang dijatuhkan orang yang

dipaksa dinyatakan sah.

Mahkamah Syariah Mesir memberlakukan keputusan

tidak berlakunya talak orang mabuk dan orang yang

dipaksa.

4. Betul-betul bermaksud menjatuhkan talak. Dengan

demikian, kalau seorang laki-laki mengucapkan karena

lupa, keliu, atau main-main menurut Imamiah talaknya

dinyatakan tidak jatuh.29

B. Iddah

1. Definisi iddah

Iddah berarti menanti yang diwajibkan atas wanita yang

diceraikan suaminya, baik karena cerai hidup maupun cerai mati.

29

Muhammad Jawad Mmugniah,Fiqih Lima…h. 73-74.

Page 52: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

52

Iddah adalah masa dimana seorang wanita yang diceraikan

suaminya menunggu. Pada masa itu ia tidak diperbolehkan menikah

atau menawarkan diri kepada laki-laki lain untuk menikahinya.

2. Hukum iddah

Iddah wajib bagi seorang isteri yang dicerai oleh suaminya,

baik cerai karena kematian maupun cerai karena faktor lain.Dalil

yang menjadi landasannya adalah firman Allah SWT:

“Orang-orang yang mrninggal dunia diantara kalian dengan

meninggalkan isteri-isteri, maka hendaklah para isteri itu

menangguhkan dirinya (beriddah) empat bulan sepuluh hari.” (Al-

Baqarah:234)30

3. Macam macam iddah

a. Iddah bagi isteri yang ditalak dan sedang menjalani masa haid.

Jumhur ulama berpendapat, bahwa masa iddah yang harus

dijalani adalah tiga masa haid.

30

Departemen Agama RI, Al-Qur’an…,h.38

Page 53: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

53

b. Iddah bagi isteri yang dithalak dan sudah tidak menjalani masa

haid lagi (monopouse) juga tiga bulan.

c. Iddah bagi isteri yang sedang hamil yairu samapi ia melahirkan.

d. Iddah isteri yang ditinggal mati oleh suaminya, yaitu empat

bulan sepuluh hari, jika ia sedang tidak hamil.

e. Iddah isteri yang sedang menjalani istihadhah; apabila

mempunyai hari-hari dimana ia biasa menjalani masa haid,

maka ia harus memperhatikan kebiasaan masa haid dan masa

sucinya tersebut. Jika ia telah menjalani tiga kali masa haid,

maka selesailah sudah masa idahnya.31

f. Iddah isteri yang sedang menjalani masa haid, lalu terhenti

karena sebab yang diketahui maupun tidak. Jika berhentinya

darah haid itu diketahui oleh adanya penyebab tertentu, seperti

karena proses penyusuan atau sakit, maka ia harus menunggu

kembalinya haid tersebut dan menjalani masa iddahnya sesuai

dengan haidnya meskipun memerlukan waktu yang lebih lama.

Sebaliknya, jika disebabkan oleh suatu yang tidak diketahui,

maka ia harus menjalani masa iddahnya selama satu tahun.

Yaitu Sembilan bulan untuk menjalani masa hmilnya dan tiga

bulan untuk menjalani masa idahnya

31

Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fikih Wanita,… h. 478-479

Page 54: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

54

g. Iddah wanita yang belum dicampuri oleh suaminya. Berkenaan

dengan hal tersebut, Allah SWT berfirma:

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian menikahi

wanita-wanita yang beriman, kemudian kalian hendak

menceraiakan mereka sebelum kalian mencampurinya, maka

sekali-kali tidak wajib ata mereka menjadani masa iddah bagi

kalian yang kalian minta untuk menyempurnaknnya. Maka berilah

mereka mut’ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang

sebaik-baiknya.”(Al-Ahzab:49)32

Dari ayat tersebut terdapat dalil yang menunjukan bahwa

seorang isteri yang belum dicampuri suaminya tidak mempunyai

kewajiban menjalani masa iddahnya. Tetapi, jika suaminya

meninggal dunia sebelum ia mewncampuri isterinya, maka isteri

yang diceraikannya itu harus menjalani iddah sebagaimana

suaminya telah mencampurinya.33

Isteri yang dithalak sebelum berhubungan badan

mendapatkan setengah dari maharnya.seorang suami yang

32

Departemen Agama RI, Al-Qur’an…, h. 424. 33

Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga…h. 411.

Page 55: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

55

menceraikan isterinya sebelum berhubungan badan dengannya

maka isterinya tersebut berhak mendapatkan setengah dari mahar

yang diberikan kepadanya. Demikian pula jika ia telah hidup

bersamanya tetapi belum melakukan hubungan badan, baik sudah

tinggal lama maupun sebentar. Hal ini berlaku pada setiap mahar

yang sifatnya belum ditentukan seperti jumlah, berat atau yang

lainya, baik ia menikahinya dengan mahar yang telah disebutkan

pada waktu akad atau mahar yang telah disepakati atau yang belum

disepakati oleh merekaberdua setelah akad nikah, maka ia (suami)

harus memberi mahar mitsil. Dalil yang melandasinya adalah

firman Allah SWT pada surat Al-Baqarah ayat 237.

Jika kamu menceraiakan mereka sebelum kamu sentuh (campuri), padahal kamu sudah mementukan maharnya, maka (bayarlah) seperdua dari yang telah kamu tentukan itu,kecuali jika isteri-isterimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha melihat segala apa yang kamu kerjakan.” (Al-Baqarah:237)

34

34

Departemen Agama RI, Al-Qur’an…, h.38.

Page 56: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

56

Perbedaan pendapat yang terjadi adalah antara mahar yang

sudah ditentukan dengan mahar yang tidak ditentukandalam akad

nikah dan mahar yang telah disepakati antara keduanya setelah akad.

Abu Hanifah dan para sahabatnya mengatakan: “Si suami harus

memberikan setengah mahar dari mahar kepada isteri yang

diceraikannya jika maharnya telah ditentukan pada waktu akad

nikah. Jika masing-masing dari keduanya menyepakati bersama

mengenai mahar atau bahkan sebaliknya masing-masing berbeda

pendapat mengenai mahar terebut setelah akad, maka diwajibkan

bagi suami memberikan mahar mitsil kepadanya. Dan jika

diceraikan sebelum berhubungan badan, maka tidak ada hak bagi

isteri untuk mendapatkan mahar, kecuali hanya mut‟ah saja”.

Sedangkan menurut Imam Asy-Syafi‟i dan Imam Malik: “Si

isteri mendapatkan setengah an mahar, dalam segala keadaan yang

telah disebutkan diatas. “Sementara Ibnu Hazm mrngatakan:

“Pendapat merekalah (Iimam Malik dan imam Asy-Syafi‟i) yang

kami pegang, karena Allah SWT berfirman:”Bayarlah seperdua

(setengah) dan mahar yang telah kalian tentukan itu”.35

35

Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fikih Wanita,… h. 488.

Page 57: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

57

BAB IV

PERCERAIAN SEBELUM HUBUNGAN INTIM PERSPEKTIF

HUKUM ISLAM

A. Putusan Pengadilan Agama Pandeglang terhadap perkara

perceraian sebelum hubungan intim

Pengadilan Agama Pandeglang yang memeriksa dan

mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama dalam sidang

majelis telah menjatuhkan putusan Perkara Cerai Gugat antara:

Penggugat dan Tergugat.

1. Dalam Duduk Perkaranya :

Bahwa Penggugat dengan Tergugat telah melangsungkan

pernikahan, pada tanggal 05 Februari 2012 yang dicatat oleh

Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan

Mandalawangi, Kabupaten Pandeglang sebagaimana ternyata dari

Kutipan Akta Nikah Nomor : 025/08/H/2012 tanggal 06 Februari

2012;

Bahwa setelah menikah Penggugat dan Tergugat membina

rumah tangga dirumah orang tua Penggugat selama satu hari setelah

itu Tergugat pergi kerumahorang tuanya di Lebak;

Page 58: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

58

Bahwa selama pernikahan antara Penggugat dengan

Tergugat belum melakukan hubumgan biologis sebagaimana

layaknya suami istri (qobla addukhul);

Bahwa sejak awal pernikahan Penggugat dan Tergugat

belum pernah membina rumah tangga, karena dari sejak pernikahan

Tergugat belum pernah membina rumah tangga, karena dari sejak

pernikahan penggugat belum pernah tinggal menginap di rumah

Tergugat, Tergugat hanya pernah datang kerumahPenggugat

sebentar saja, kemudian pulang lagi ke rumah orang tuanya, dan

Tergugat pernah datang kepada Penggugat dan meminta uang

kepada Penggugat sebesar Rp.3.000.000.- (tiga juta rupiah) dan

oleh Penggugat diberi, namun setelah itu Tergugat pulang lagi ke

rumah orang tuanya;

Bahwa, puncak keretakan rumah tangga antara Penggugat

dengan Tergugat terjadi pada tanggal 18 Maret 2012, Tergugat

datang ke rumah Penggugat dan meminta kalung emas 24 karat

seberat 5 gram kepada Penggugat dan oleh Penggugat diberi juga,

kemudian Tergugat pulang lagi kerumah orang tuanya dan sejak

saat itu Tergugat tidak pemah datang lagi kerumaha Penggugat

sampai dengan sekarang telah berjalan selama kurang lebih 5 bulan;

Page 59: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

59

Bahwa, dengan kejadian tersebut Penggugat merasa bahwa

rumah tangga antara Penggugat dengan Tergugat sudah tidak dapat

dibina dan dipertahankan lagi.

2. Tentang Pertimbangan Hukum

Dalam memutuskan perkara ini Majelis Hakim telah

mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a. Bahwa secara yuridis alasan-alasan perceraian yang diajukan

oleh Penggugat tersebut mengacu kepada pasal 39 ayat (2) UU

Nomor 1 Tahun 1974 Jo Pasal 19 huruf (f) Peraturan

Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo Pasal 116 huruf (f)

Kompilasi Menimbang, bahwa Majelis lebih dahulu

mempertimbangkan bahwa perkara aquo adalah termasuk tugas

dan wewenang Pengadilan Agama Pandeglang untuk

memeriksa, memutus dan menyelesaikannya berdasarkan

Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua

atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Agama;

b. Bahwa upaya Mediasi tidak dapat dilaksanakan sebagaimana

perintah Perma Nomor 1 tahun 2008 karena Tergugat tidak

pernah hadir dipersidangan, namun Majelis Hakim telah

Page 60: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

60

berusaha mendamaikan dan atau memberikan nasehat kepada

Penggugat agar mau membina rumah tangganya dengan baik,

namun tidak berhasil, karena Penggugat tetap ingin bercerai

dengan Penggugat.

c. Bahwa untuk meneguhkan dalil-dalil gugatannya Penggugat

telah mengajukan bukti tertulis berupa Foto copy Kartu Tanda

Penduduk (KTP) atas nama Penggugat (Bukti P.I), bukti ini

berisi tentang identitas, dari bukt iini diketahui bahwa

Penggugat adalah warga Kabupaten Pandeglang maka sesuai

dengan ketentuan pasal 73 ayat (1) Undang-undang Nomor 7

Tahun 1989 perkara aquo tennasuk kewenangan relative

Pengadilan Agama Pandeglang dan karenanya pula harus

dinyatakan terbukti bahwa Penggugat adalah sebagai pihak

yang berkepentingan dalam perkara ini;

d. Bahwa Penggugat juga telah mengajukan bukti tertulis berupa

Foto copy Kutipan Akta Nikah Nomor : 025/08/H/2012 tanggal

06 Februari 2012; yang diukeluarkan oleh KUA Kecamatan

Mandalawangi Kabupaten Pandeglang (Bukti P.2), bukti ini

merupkan akta otentik yang menerangkan hubungan hukum

diantara kedua belah pihak yang berperkara, maka karenanya

Page 61: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

61

harus dinyatakan terbukti pula bahwa Penggugat dan Tergugat

telah terikat dalam pernikahan yang sah;

e. Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut,

Majelis Hakim berkesimpulan perkawinan Penggugat dan

Tergugat telah pecah (breakdown marriage), karena antara

Penggugat dan Tergugat telah terjadi perselisihan dan

pertengkaran terus menerus dan tidak ada harapan untuk hidup

rukun kembali, dan akibat seringnya bertengkar antara

Penggugat dan Tergugat telah pisah tempat tinggal selama

kurang lebih dua tahun terakhir ini, oleh karena itu gugatan

Penggugat telah memenuhi alasan perceraian Pasal 19 huruf (f)

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan Pasal 116 huruf

(f) Kompilasi Hukum Islam;

f. Bahwa Majelis Hakim menilai sudah tidak ada manfaat

yangdapat diharapkan dari rumah tangga Penggugat dan

Tergugat dan tidak ada harapan akan hidup rukun kembali,

sehingga mengakhiri kehidupan suami istri adalah lebih baik,

sehingga petitum dalam gugatan Penggugat yang mohon agar

dijatuhkan talak satu ba'in sughra Tergugat terfiadap Penggugat

patut untuk dikabulkan.

Page 62: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

62

3. Amar Putusan

Majlis Hakim Pengadilan Agama Pandeglang mengadili

putusan perkara nomor 273/Pdt.G/2012/PA.Pdlg.yang isinya

sebagai berikut:

a. Menyatakan Tergugat yang telah dipanggil secara resmi dan

patut untuk menghadap di persidangan, tidak hadir;

b. Mengabulkan gugatan Penggugat dengan verstek;

c. Menjatuhkan talak satu Ba'in Sughro Tergugat (TERGUGAT

bin XXX terhadap Penggugat (PENGGUGAT binti XXX) ;

d. Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Pandeglang untuk

mengirimkan salinan putusan ini setelah berkekuatan hukum

tetap kepada Kantor Urusan Agama Kecamatan Mandalawangi

Kabupaten Pandeglang dan Kantor Urusan Agama Kecamatan

Muncang, Kabupaten Lebak untuk dicatat dalam daftar yang

disediakan untuk itu;

e. Membebankan biaya perkara kepada Penggugat yang hingga

kini terhitung sebesar Rp. 366.000,00 (Tiga ratus enam puluh

enam ribu rupiah).36

36

Putusan Pengadilan Agama Pandeglang

Page 63: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

63

Pasal 35 KHI

(1) Suami yang mentalak isterinya qabla al-dukhul wajib

membayar setengah mahar yang telah ditentukan dalam

akad nikah.

(2) Apabila suami meninggal dunia qabla al-dukhul seluruh

mahar yang ditetapkan menjadi hak penuh isterinya.

(3) Apabila percerain terjadi qabla al-dukhul tapi besarnya

mahar belum ditetapkan, maka suami wajib membayar

mahar mitsil.37

Bahwa jika tidak ditentukan mahar, maka tidak diwajibkan

memberi setengah mahar.Jika suami tidak menentukan

mahar untuk isteri sampai dia menyetubuhinya, dia berhak

untuk mendapatkan mahaer mitsil.Jika kedua suami-isteri

salah satu dari keduanya meninggal dunia sebelum

ditentukan maharnya, diwajibkan mahar mitsil dalam

pendapat yang paling zahir.38

Pasal 149

Bilamana perkawinan putus karena talak maka bekas

suami wajib:

37

Suparman Usman, Hukum Islam,Asas-Asas…h.323. 38

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam…, h.247.

Page 64: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

64

Melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya, dan

separoh apabila qabla al-dukhul.

Pasal 153

Bagi seorang isteri yang putus perkawinannya berlaku

waktu tunggu atau iddah, kecuali qabla al-dukhul dan

perkawinannya putus bukan karena kematian suami.

Tidak ada waktu tunggu bagi putus perkawinan karena

perceraian sedang antara janda tersebut dengan bekas suaminya

qabla al-dukhul.39

B. Dasar hukum dan pertimbangan hakim Pengadilan Agama

Pandeglang dalam memutus perkara perceraaian sebelum

hubungan intim.

1. Dasar Hukum

Hakim adalah organ pengadilan yang dianggap memahami

hukum, yang dipundaknya telah diletakan kewajiban dan

tanggungjawab agar hukum dan keadilan itu ditegakan dengan

baik yang berdasarkan kepada tertulis atau tidak tertulis

(mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa

hukum tidak ada dan kurang jelas) dan tidak boleh ada satupun

39

Suparman Usman, Hukum Islam,Asas-Asas…h.251-252.

Page 65: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

65

yang bertentangandengan asas dan sendi peradilan berdasarkan

Tuhan Yang Maha Esa.

Pada dasarnya hakim dapat diartikan sebagai orang yang

bertugas untuk menegakan keadilan dan kebenaran,

menghukum orang yang berbuar salah dan membenarkan orang

yang benar. Dan didalam menjalankan tugasnya, ia tidak hanya

bertanggung jawab kepada pihak-phak yang berperkara akan

tetapi juga kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Hakim juga mempunyai syarat-syarat yang harus

dimiliki dan ditentukan oleh hukum Islam yaitu, hakim harus

beragama Islam, Hakim harus laki-laki, baligh dan berakal,

kredibilitas individu, sempurna pancaindra berpengetahuan luas,

merdeka, itu syarat-syarat yang wajib dimiliki oleh hakim

Pengadilan Agama agar terciptanya hukum yang adil dan

bijaksana.40

Adapun dasar hukum hakim Pengadilan Agama Pandeglang

dalam memutus perceraian sebelum hubungan intim yaitu Pasal

19 huruf f Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975 dan Pasal

116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam.

40

Abdul Manan, Etika Hakim Dalam Menyelenggarakan Peradilan, (Jakarta:

Kecana Prenada Media Ggroup, 2010), h.21-31.

Page 66: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

66

2. Pertimbangan Hakim

Pertimbangan yang diambil oleh hakim diantaranya

yaitu faktor penyebabnya alasan-alasan isteri mengajukan

perceraian, ketika penyebabnya sudah diketahui maka kemudian

imbas dari penyebab itu, berkonsekuensi positif atau menjadi

negative untuk rumah tangga mereka, dari situlah kemudian

hakim menyimpulkan bahwa rumah tangga ini patut

dipertahankan atau tidak, kalau penyebabnya qabla al-dukhul

akhirnya berakibat perselisihan fisik dan batin, penghilangan

hak dan kewajiban suami isteri,permasalahan seperti itulah

hakim menyimpulkan sebagai salah satu bentuk alasan untuk

terjadinya perceraian

Majelis Hakim berkesimpulan perkawinan Penggugat

dan Tergugat telah pecah (breakdown marriage), karena antara

Penggugat dan Tergugat telah terjadi perselisihan dan

pertengkaran terus menerus dan tidak ada harapan untuk hidup

rukun kembali, dan akibat seringnya bertengkar antara

Penggugat dan Tergugat telah pisah tempat tinggal selama

kurang lebih dua tahun terakhir ini, oleh karena itu gugatan

Penggugat telah memenuhi alasan perceraian Pasal 19 huruf (f)

Page 67: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

67

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan Pasal 116 huruf

(f) Kompilasi Hukum Islam.41

Karena Pasal 19 huruf (f) PP No. 9 Tahun 1975 dan

Pasal 116 KHI ini menyatakan perselisihan yang terus menerus

dan tidak dapat dirukunkan lagi dalam rumah tangga, dilihat

dari yang diajukan oleh penggugat, penggugat mengajukan 2

orang saksi yaitu XXX dan XXX masing-masing paman

penggugat. Bahwa tergugat pergi meninggalkan penggugat

sampai dengan 7 bulan dan selama menikah tidak melakukan

hubungan suami isteri.Perselisihan dan pertengkaran terus

menerus ini bukan pertengkaran fisik.Akan tetapi pertengkaran

batin, dengan meninggalkannya salah satu pihak tersebut,

dinyatakan bahwa perselisihan batin yang sulit drukunkan

lagi.Upaya dari pihak keluarga sudah dilakukan secara

maksimal agar rukun kembali, tetapi mereka tidak pernah

bersatu lagi.

Disebutkan dalam PERMA No 1 Tahun 2008 harus ada

proses mediasi yang harus dilakukan oleh para pihak. Apabila

kedua belah pihak ini hadir dalam persidangan, maka proses

41

Ahmad Affendi, Hakim Pengadilan Agama Pandeglang, wawancara

dengan penulis dikantornya, tanggal 31 Januari 2019.

Page 68: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

68

mediasi harus dilakukan. Karena putusan ini dijatuhkan dengan

perstek, dengan ketidak hadiran tergugat sekalipun sudah diberi

kesempatan 2 kali untuk hadir di persidangan dengan resmi dan

patut sehingga mediasi tidak dapat dilaksanakan.Perkara no

273/Pdt.G/2012/PA.Pdlg tidak bisa di mediasi. Ttetapi aturan

dalam hukum acara, majelis hakim setiap kali persidangan

selalu berupaya menasehati kepada penggugat untuk bisa rukun

kembali lagi sudah diupayakan. Mediasi tidak dilakukan karena

salah satu pihak tidak hadir dalam persidangan, sehingga

mediasi tidak bisa dilaksanakan.42

C. Perspektif hukum Islam terhadap putusan Pengadilan Agama

Pandeglang tentang perceraian sebelum hubungan intim

Putusan Pengadilan Agama Pandeglang terhadap ketentun

hukum Islam menyangkut perceraian sebelum hubungan intim pada

kasus tersebut dinilai kurang tepat. Hakim dalam kasus ini masih

kurang memperhatikan dasar hukum untuk menjatuhkan putusan

berupa perceraian sebelum hubunga intim. Padahal Dalam hukum

Islamdijelaskan apabila perceraian sebelum hubungan intim maka

42

Ahmad Affendi, Hakim Pengadilan Agama Pandeglang, wawancara

dengan penulis dikantornya, tanggal 02 Mei 2019.

Page 69: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

69

akan ada akibat yang ditimbulkan yaitu mengenai mahar dan iddah

sebagai berikut :

1. Mahar

Para fuqaha telah bersepakat atas diwajibkannya mahar dibagi

dua untuk Si isteri sebab terjadinya perpisahan sebelum terjadi

persetubuhan.

a. Menurut mazhab Syafi‟I dan Hanbali perpisahan ini apakah

akibat perceraian maupun pembatalan, jika mahar yang

diberikan adalah mahar yang telah ditentukan dalam akad,

dan penentuannya tersebut sahih, dan perpisahan

ditimbulkan oleh suami. Termasuk diantara beberapa contoh

pembatalan adalah illa’ atau li’an, atau sebab murtadnya

suami, atau akibat keengganan suami untuk memeluk agama

Islam setelah isterinya masuk Islam. Dalil mereka adalah

Firman Allah SWT:

“Jika kamu menceraiakan mereka sebelum kamu sentuh (campuri), padahal kamu sudah mementukan maharnya, maka

Page 70: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

70

(bayarlah) seperdua dari yang telah kamu tentukan itu,kecuali jika isteri-isterimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha melihat segala apa yang kamu kerjakan.” (Al-Baqarah:237)

Ini dalam perceraian berbagai jenis perpisahan yang

lainnya diqiaskan dengannya karena memiliki kandungan

makna yang sama. Jika mahar benar-benar tidak ditentukan

di dalam akad seperti akad pernikahan tafwidh. Atau kedua

pasangan suami isteri sepakat untuk kawin tanpa mahar,

penentuannya tidak benar, dan terjadi perpisahan dengan

keridhaan masing-masing suami isteri, atau dengan

keputusan qadhi, dan perpisahan ini terjadi sebelum

terjadinya persetubuhan, dan sebelum khalawat menuerut

mazhab hanafi dan hanbali, maka si isteri sama sekali tidak

berhak mendapatkan mahar.n yang berhak dia terima adalah

nafkah mut‟ah.

b. Karena teks Al-Qur‟an yang tadi disebutkan memaparkan

mengenai pembagian mahar secara dua, atau pembagian

dua mahar musamma, dan kewajiban nafkah mut‟ah

berdasarkan firman Allah SWT,

Page 71: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

71

“Tidak ada dosa bagimu jika kamu menceraikan isteri-isteri

kamu yang belum kamu sentuh (campur) atau belum kamu

tentukan maharnya. Dan hendaklah kamu beri mereka

mut’ah.” (Al-Baqarah:236).

Jadi perpisahan yang lainnya diqiaskan dengan talak

karena mengandung makna yang sama.

Mazhab Maliki berpendapat, sesungguhnya

pembatalan pernikahan atau penolakan suami terhadap

isterinya akibat suatu kekurangan sebelum terjadi

persetubuhan tidak menjadikan si isteri berhak menerima

apa-apa. Mereka berselisih pendapat apakah si isteri

mendapatkan mahar jika penolakan ini terjadi akibat adanya

kekurangan pada diri suami.

Mazhab Hanafi berpendapat, perisahan yang selain

perceraian sebelum terjadinya persetubuhan dan khalawat

membuat semua mahar jatuh sebagaimana yang akan kami

jelaskan.

Page 72: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

72

Para fuqaha berselisih pendapat mengenai dua

permasalahan sekitar pembagian mahar menjadi dua

sebelum terjadi persetubuhan, yaitu masalah pembagian

mahar menjadi dua yang harus dibayarkan setelah terjadinya

akad dan masalah penambahan pada mahar setelah akad.

Sedangkan persoalan pertama yaitu jika mahar tidak

disebutkan ketika akad, dan hanya ditetapkan setelahnya

dengan rasa keridhaan atau dengan keputusan qadhi.

Mazhab Hanafi berpendapat, mahar yang harus diberikan

tidak dibagi dua setelah akad, dengan kekhususan

pembagian dua mahar yang telah ditetapkan dengan teks Al-

Qur‟an yang tadi telah disebutkan. Bahkan yang diwajibkan

kepada si isteri hanyalah nafkah mut‟ah saja. Jika terjadi

perpisahan sebelum terjadi persetubuhan dan khalawat,

maka yang berhak didapatkan oleh si isteri hanyalah nafkah

mut‟ah saja.

Jumhur ulama berpendapat mahar yang sudah

ditetapkan dibagi dua stelah terjadi akad seperti mahar yang

disebutkan di dalam akad. Jika terjadi perpisahan sebelum

terjadinya persetubuhan dan khalawat, maka menurut

Page 73: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

73

Mmazhab Hanbali si perempuan berhak mendapatkan

setengah bagian mahar yang telah ditetapkan setengah

mahar yang telah ditetapkan bukannya nafkah mut;ah.

Sedangkan persoalan kedua yaitu tanbahan baru

mahar musamma dari suami stelah akad, Mazhab Hanafi

berpendapat tambahan ini jatuh dari suami dan tidak ada

pambagian dua sebelum terjadinya persetubuhan dan

khalawat . Jumhur berpendapat tambahan ini tidak jatuh dari

suami dan mahar dibagi dua bagikan mahar musamma di

dalam akad.

Jadi sesungguhnya mahar yang dibagi dua menurut

mazhab Hanafi adalah mahar yang ditentukan di dalam akad,

juga bukan yang ditambahkan kepada yang telah ditetapkan

setelah akad. Jumhur berbeda dengan mereka dalam dua

persoalan ini sumber perbedaan pendapat mereka adalah,

penafsiran apa yang dimaksudkan oleh firman Alah

SWT,“Bayarlah seperdua dari mahar yang telah ditentukan

itu”

Mazhab Hanafi menilai, yang dimaksudkan adalah

mahar yang diwajibkan pada waktu akad, bukan yang

Page 74: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

74

lainnya, sebagai aplikasi apa yang biasanya dikenal diantara

manusia, yaitu pemutlakan mahar yang diwajibkan kepada

mahar musamma pada waktu akad. Sedangkan Jumhur

menilai, sesungguhnya yang yang dimaksudkan oleh firman

Allah SWT ini adalah mahar yang diwajibkan secara mutlak

sebagai aplikasi pengertian secara bahasa karena kalimat la-

faradh adalah nilai dan mencakup semua yang dinilai, baik

pada waktu aakad dan setelahnya dinamakan mahar yang

diwajibkan secara tradisi. Sebagaimana yang juga dimaksud

oleh pengertian secara bahasa.43

2. Iddah

Definisi iddah dapat dipaparkan dengan definisi yang

paling jelas, yaitu masa masa yang telah ditetapkan oleh Allah

setelah terjadi perpisahan yang harus dijalani oleh si isteri

dengan tanpa melakukan perkawinan sampai masa iddahnya.

Tidak ada masa iddah bagi perempuan yang melakukan zina

menurut mazhab Hanafi dan syafi‟I, bertentangan dengan

pendapat Mazhab Maliki dan Hanbali.Juga tidak ada masa

43

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu,(Jakarta:Gema Insani,

2011), h.266-268.

Page 75: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

75

iddah bagi seorang permpuan yang sebelum sempat disetubuhi,

menurut kesepakatan fuqaha. Berdasarkan Firman Allah SWT,

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian menikahi wanita-wanita yang beriman, kemudian kalian hendak menceraiakan mereka sebelum kalian mencampurinya, maka sekali-kali tidak wajib ata mereka menjadani masa iddah bagi kalian yang kalian minta untuk menyempurnaknnya. Maka berilah mereka mut’ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya.” (Al-Ahzab:49).

Sedangkan bagi isteri yang telah disetubuhi ditetapkan

iddah menurut konsensus fuqaha. Perpisahan ini berbentuk talak

maupun fasakh, ataupun kematian.44

Jika isteri yang belum pernah disetubuhi ditinggal mati

suaminya, maka ia harus beriddah seperti iddahnya orang yang

sudah disetubuhi. Karena Allah berfirman:

“Dan orang- orang yang telah meninggal diantara kamu sedangkan mereka meninggalkan isteri, maka hendaklah mereka (isteri-isteri) inimenahan diri selama empat bulan sepuluh har….”(Al-Baqarah:234)

44

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam…, h.535.

Page 76: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

76

Isteri yang kematian suaminya wajib iddah, sekalipun

belum pernah disetubuhi adalah untuk menyempurnakan dan

menghargai hak suami yang meninggal tersebut.45

Menurut analisa penulis putusan yang dijatuhkan oleh

Pengadilan Agama Pandeglang dalam memeriksa dan mengadili

perkara Nomor 273/Pdt.G/2012/PA.Pdlg ada kekurangan hakim

dalam menyelesaikan perkara perceraian sebelum hubungan intim

tidak sejalan dengan hukum Islam.Hakim tidak menyebutkan dasar

hukum yang tepat untuk menyelesaiakan perceraian sebelum

hubungan intim. Didalam putusan ini Hakim hanya mengambil

dasar hukum perceraiaannya secara umum yaitu pasal 19 huruf (f)

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan Pasal 116 huruf (f)

Kompilasi Hukum Ialam.Seharusnya hakim mengambil dasar

hukum berdasarkan hukum Islam mengenai perceraian sebelum

hubungan intim,bukan hanya perceraian secara umum saja. Hakim

tidak menjelaskan konsekuensi dan akibat hukum yang ditimbulkan

mengenai perceraian sebelum hubungan intim.Padahal dalam

hukum Islam dijelaskan bahwasannya apabila perceraian sebelum

hubungan intim, ada akibat yang ditimbulkan yaitu mengenai mahar

dan iddah.

45

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 8,(Bandung: PT Alma‟arif, 1987), h.142.

Page 77: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

77

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Putusan perkara perceraian sebelum hubungan intim Nomor

273/Pdt.G/2012/PA.Pdlg. dikabulkan yakni, Majelis Hakim

menjatuhkan talak satu Bain Sugra Tergugat XXX Bin XXX

terhadap Penggugat XXX Binti XXX, berdasarkan Pasal 19

huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor. 9 Tahun 1975 dan Pasal

116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam.

2. Majelis Hakim Pengadilan Agama Pandeglang dalam

Menyelesaikan Perkara Perceraian sebelum hubungan intim

Berlandaskan pada Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah

Nomor. 9 Tahun 1975 dan Pasal 116 huruf (f) Kompilasi

Hukum Islam.

Karena Pasal 19 huruf (f) PP No. 9 Tahun 1975 dan Pasal 116

KHI ini menyatakan perselisihan yang terus menerus dan tidak

dapat dirukunkan lagi dalam rumah tangga, dilihat dari yang

diajukan oleh penggugat, penggugat mengajukan 2 orang saksi

yaitu XXX dan XXX masing-masing paman

penggugat.Perselisihan dan pertengkaran terus menerus ini

Page 78: BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/4034/3/SKRIPSI.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu institusi dasar (basic institution) dalam

78

bukan pertengkaran fisik. Akan tetapi pertengkaran batin,

dengan meninggalkannya salah satu pihak tersebut, dinyatakan

bahwa perselisihan batin yang sulit drukunkan lagi.

3. Menurut analisa penulis putusan Pengadilan Agama Pandeglang

Nomor 273/Pdt.G/2012/PA.Pdlg. sejalan dengan hukum Islam.

Majelis Hakim memutuskan tidak ada ketentuan mahar pada

perceraian sebelum hubungan intim pada putusan tersebut,

karena dalam putusan tersebut isteri tidak meminta mahar.

B. Saran

1. Kepada pasangan suami isteri yang telah berumah tangga untuk

dapat menerima pasangan masing-masing, baik kelebihannya

maupun kekurangannya sehingga perkawinan tersebut tidak

dapat mudah putus karena perceraian.

2. Kepada pembaca diharapkan dapat mengambil pesan moral dari

penelitian ini, masalah apapun dalam rumah tangga hendaknya

dapat diselesaiakan dengan baik sehingga tidak membawa

akibat terhadap perkawinan.