az zamakhsyari
TRANSCRIPT
Az Zamakhsari dan Tafsirnya Al Kasyaf
Oleh : Dilan Imam Adilan
A.ImamAz-Zamakhsyari
Nama lengkapnya adalah al-Qasim Mahmud ibn Umar az-Zamakhsyari, yang memiliki
gelar jaarullah, yang merupakan salah satu ulama tafsir bermadzhab Hanafi dalam fiqih,
dan Mu’tazilah dalam akidah. Beliau lahir di satu desa di Khawarizmi, yang bernama
Zamakhsyar, pada bulan Rajab 467 H. Oleh sebab itu, beliau dikenal dengan penisbatan
kampung halamannya, yakni Az-Zamakhsyari. Beliau merupakan salah satus sosok yang
gigih dalam melakukan perjalanan. Perpindahan tempat tinggalnya, perlawatannya dari
satu tempat ke tempat lain, sampai ia pernah pergi ke Baghdad, Khurasan dan Palestina.
Oleh sebab itu, beliau menyusun kitabnya di Palestina,
Kitab yang terkenal dengan nama “Al-Kasysyaf li Zamakhsyari” ini, yang ditulis
pada akhir hayatnya. Al-Kasysyaf, merupakan kitab yang sangat berpengaruh. Sehingga
penulisnya menyebutkan dua sifat khusus kitab tersebut dengan tegas, bahwasannya kitab
ini beraliran Mu’tazilah, dan kitab ini juga merupakan kitab yang kaya akan penjelasan
bahasa, i’jaz, balaghah dan fashahah. Setelah selesai dalam penulisannya, dan
melakukan percobaan di Palestina, beliau langsung pergi ke Mekkah, dan mengajarkan
tafsir yang ia miliki itu disana, tanpa melakukan percobaan seperti yang dilakukan di
Palestina. Kemudian pada akhirnya beliau wafat di Jarjaniyah, yang merupakan satu
daerah juga di Khwarizmi, pada Tahun 538 H
Zamakhsyari adalah salah seorang imam dalam bidang ilmu bahasa, ma’ani dan
bayan. Dia juga merupakan ulama yang genius dan sangat ahli dalam bidang ilmu nahwu,
bahasa, sastra dan tafsir. Pendapat-pendapatnya tentang ilmu bahasa arab diakui dan
dipedomani oleh para ahli bahasa karena keorisinilan dan kecermatannya.
Bagi orang yang membaca kitab-kitab ilmu nahwu dan balaghah tentu sering menemukan
keterangan-keterangan yang di kutip dari Zamakhsyari sebagai hujjah. Misalnya mereka
mengatakan “Zamakhsyari telah berkata dalam kitab al-kasysyaf atau dalam asasul
balaghah...” Ia adalah orang yang mempunyai pendapat dan hujjah sendiri dalam banyak
masalah bahasa arab, bukan tipe orang yang suka mengikuti langkah orang lain yang
hanya menghimpun atau mengutip saja, tetapi dia mempunyai pendapat orisinil yang
jejaknya di tiru dan diikuti oleh banyak orang.
Dia menpunyai banyak karya dalam bidang hadits, tafsir, nahwu, bahasa, ma’ani dan lain
sebagainya.
1. Al-Khasysyaf, tentang Tafsir Al Qur’an.
2. Al-Faiq, tentang Tafsir Hadits
3. Al-Minhaj, tentang Ushul
4. Al-Mufassal, tentang Nahwu
5. Asasul Balaghah, tentang Bahasa
6. Ru’usul Masailil Fiqhiyyah, tentang Fiqh
B. Kitab al Kasyaf lil Zamakhsyari
Judul lengkap kitab tafsir karya az Zamakhsyari adalah al Kasyaf an Haqaiq
Gawamid at Tanzil wa Uyun al Aqawil fi Wujuh at Ta’wil .Tetapi ia lebih lazim disebut
Tafsir Al Kasyaf saja. Ditulis selama tiga tahun, 526 H-528 H, di Mekkah ketika ia
menunaikan ibadah haji kedua.
Tafsir Al Kasyaf merupakan salah satu bentuk tafsir bi Ra’yi (Tafsir yang
mengedepankan penggunaan rasio). Pasalnya, az Zamakhsyari memberikan ruang lebar
bagi kreativitas akal dalam memahami kandungan Al Qur’an. Jarang sekali ia
mendasarkan penafsirannya pada riwayat, baik hadis maupun pandangan ulama. Tafsir
ini disinyalir ditulis untuk menaikkan pamor aliran Mu’tazilah. Namun, asumsi ini tidak
selamanya benar. Terbukti, kualitas penafsiran az Zamakhsyari telah diakui oleh banyak
kalangan. Ibnu Khaldun, umpamanya mengakui reputasi tafsir ini dari segi pendekatan
sastra (balaghah) ketimbang sejumlah karya tafsir ulama lainnya. Bahkan, mayoritas
ulama Sunni yang bercorak sastra, seperti Abu Su’ud dan an Nasafi, banyak belajar dari
Tafsir al Kasyaf.
.Tentang kitabnya, pada kebiasaan orang-orang menyebutnya dengan kitab al
Kasyaf lil Zamakhsari. Ini adalah kitab yang sangat berpengaruh. Pengarangnya
memberikan dua sifat dan dia sebutkan kedua sifat itu tanpa ragu. Sifat pertama adalah :
tafsir yang beraliran madzhab Mu’tazilah. Dari pertama sampai akhir, Imam Zamakhsyari
selalu berpegang dengan madzhab Mu’tazilah dalam menafsirkannya. Beliau
menafsirkan ayat dengan penafsiran yang berbeda dengan madzhab Ahlusunnah.
Sifat kedua yang dimiliki tafsir ini adalah : keutamaan dalam nilai bahasa Arab, baik dari
segi i’jaz Al Qur’an, balaghah dan fashahah, sebagai bukti jelasnya Al Qur’an diturunkan
dari sisi Allah SWT buatan manusia dan, mereka tidak akan meniru seumpamanya
sekalipun mereka saling tolong menolong dalam melakukannya. Dalam hal ini, Imam
Zamakshyari sangat mempersiapkannya dengan matang sebelum beliau mengarang. Ilmu
lughah dan bahasa, ilmu Balaghah dan Bayan, ilmu uslub dan fasahah, ilmu nahwu dan
sharaf, semua ilmu tersebut sudah dikuasai oleh Imam Zamakhsayari sebelum mengarang
kitab al Kasyaf. Akan tetapi, penafsiran Zamakhsayari dalam kitab al Kasyaf banyak
terfokus pada pembahasan ilmu bayan dan ma’ani, padahal masih banyak ilmu lain yang
bisa dijelaskan dalam menafsirkan Al Qur’an. Dalam hal ini, Imam Zamakhsyari berkata,
“Tidak cukup hanya satu ilmu untuk mencermati tafsir Al Qur’an- seperti
pernyataanya Jahidz,- karena orang itu bisa dikatakan faqih, apabila tahu tentang fiqih
muqarin, fatwa-fatwa serta hukum-hukum. Ungkapan Syaikh Haidar al Hiwari yang
menyatakan kejujurannya dalam menanggapi kitab tersebut, tidak berlebih-lebihan dan
tidak kurang bahwan kitab tersebut memang sarat dengan ilmu balaghah dan ilmu bayan.
Dalam hal ini beliau berkata : “Kitab al Kasyaf mempunyai kedudukan yang sangat
tinggi, tidak ada bandingannya pada kitab-kitab terdahulu dan kitab yang dikarang
kemudian. Karena dalam kitab tersebut terkumpul ungkapan indah dan teratur. Apabila
dibandingkan dengan kitab sesudahnya tidak semanis al Kasyaf, walaupun dalam kitab
itu ada keutamaan lain, tetapi kemanisan dalam kitab al Kasyaf tidak ditemukan padanya.
Karena terkadang dalam karangan lain terdapat ungkapan yang menyatakan tidak
berpengalamannya pengarang karena ada ungkapan yang salah tidak seperti Imam
Zamakhsyari. Maka dari itu kitab Zamakhsyari sangat cermat lagi terang yang
menjadikannya masyhur dan terkenal bagaikan terangnya matahari di siang hari.
Ada beberapa kelemahan yang terdapat dalam kitab al Kasyaf, antara lain sebagai
berikut :
Dalam tafsir ayat Al Qur’an tidak ada pengaruh batin yang didapatkan oleh
pengarang. Dalil-dalil ayat tersebut tidak bisa memalingkannya pada kebenaran, bahkan
Zamakhsyari memalingkan makna tidak sesuai dengan zahirnya. Ini merupakan
mengada-ada kalam Allah SWT. Lebih baik seandainya hanya sedikit saja, tetapi pada
kenyataanya dia membahasnya secara panjang lebar agar tidak dikatakan lemah dan
kurang. Dalam hal ini, dapat kita lihat bahwa penafsiran dalam kitab ini bercampur
dengan pengaruh aliran Mu’tazilah. Ini adalah merupakan cacat yang sangat besar.
Kritikan lain terdapat pada pencelaan Imam Zamakhsyari terhadap para wali-wali
Allah SWT. Hal ini, karena dia lupa terhadap jeleknya perbuatan ini dan karena tidak
mengakui adanya hamba-hamba Allah SWT. seperti itu. Alangkah indahnya ungkapan
imam Imam Al Razi dalam kritikannya pada Imam Zamakhsyari, berkata al Razi dalam
sebuah ayat : Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai Nya (QS.Al Maidaah :
54). Dalam hal ini, pengarang kitab al Kasyaf telah menceburkan dirinya dalam
kesalahan dan bahaya karena telah mencela para kekasih Allah SWT.dan telah menulis
sesuatu yang tidak layak dan sesuatu kejelekan terhadap mereka-mereka yang dicintai
Allah SWT.
Selain itu banyak terdapat pada kitab ini penyebutan syair dan amtsal. Padahal
kedua hal tersebut adalah sebuah nilai canda dan humor yang tidak pantas dengan syariat
dan akal, apalagi pada mereka penegak keadilan dan penegak tauhid. Kritikan lainnya
adalah penyebutan Ahlusunnah dengan kata-kata kotor. Terkadang disebutkan dengan
golongan mujabbarah (pemaksa) bahkan kadang dikatakan dengan kaum kafir dan kaum
yang menyimpang. Padahal ucapan seperti ini hanya pantas keluar dari golongan mereka
yang bodoh, bukan dari ulama yang pintar.
Ada juga bentuk pujian yang diberikan oleh az Zarqani dalam Burhan fii Uluum al
Qur’an mencatat sejumlah keistemewaan Tafsir al Kasyaf diantaranya :
Pertama, steril dari hikayat-hikayat israiliyyat.
Kedua, uraiannya lugas dan tidak bertele-tele.
Ketiga, dalam mengurai pengertian kata, ia berpijak pada penggunaan bahasa dan gaya
bahasa yang lazim di masyarakat Arab.
Keempat, memberikan titik teka pada aspek-aspek kesustraan, baik yang berkaitan
dengan gaya bahasa ma’aniyyah dan bayaniyyah.
Ketika, dalam melakukan penafsiran, az Zamakhsyari menempuh metode dialog.
Tafsir al Kasyaf, terdiri dari empat jilid. Jilid pertama mencakup uraian mengenai
mukaddimah. Az Zamakhsyari menyebutnya dengan khutbah kitab (prawacana). Isinya
adalah uraian penting tentang penyusunan kitab tafsir tersebut. Az Zarqani
mengungkapkan bahwa az Zamakhsyari memanfaatkan metode dialogis, maksudnya,
ketika hendak menjelaskan makna satu kata, kalimat, atau kandungan satua ayat, ia selalu
emnggunkan kata in qulta (jika engkau berkata). Kemudian dia menjelaskan makna
dengan ungkapan qultu (saya menjawab). Gaya bahasa ini selalu digunakan seakan-akan
ia berhadapan dan dia berdialog dengan seseorang.
D. Model Tafsir al Kasyaf
Berikut cuplikan dari tafsir al Kasyaf (QS.Az Zukhruf ayat 67-70) :
66
6666
66676667[
67. Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali
orang-orang yang bertakwa.
68. Hai hamba-hamba-Ku, tiada kekhawatiran terhadapmu pada hari ini dan tidak pula
kamu bersedih hati.
69. (Yaitu) orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami dan adalah mereka dahulu orang-
orang yang berserah diri.
70. Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan isteri-isteri kamu digembirakan.
Imam Az Zamakhsyari berkata : “Kata yaumaizhin dalam ayat tersebut kedudukannya
nasab, karena ada kalimat (menjadi musuh). Makna dari ayat diatas adalah (pada hari itu akan
terjadi putusnya hubungan keakraban antara satu teman yang akrab dengan yang lainnya. Teman
yang akrab berubah menjadi musuh. Hal ini tidak terjadi pada mereka yang beriman,
membenarkan Allah SWT. Karena orang-orang beriman adalah saudara akrab yang kekal, karena
mereka mengetahui pahala bagi yang saling mengasihi antara satu dengan yang lainnya.
Ada pendapat bahwa maksud dari illal muttaqin (QS.Al Zukhruf ayat 67) adalah kecuali mereka
yang menjauhi keakraban dalam berbuat kejahatan. Dikatakan bahwa ayat ini turun pada Ubay
bin Khalaf dan Uqbah bin Abi Mu’ith.
“Yaa Ibaadi (hai hamba-hamba Ku) (QS.Al Zukhruf: 68) kalimat ini merupakan seruan Allah
SWT. terhadap mereka yang beriman, yaitu mereka yang saling mengasihi antara sesama dengan
mengharap ridha Allah SWT.
Alladzi Amanu (yaitu orang-orang yang beriman (QS.Al Zukhruf : 69) kalimat ini
kedudukannya nasab karena sifat (yaitu sifat hamba-hamba Allah SWT). Karena kata ibadi
adalah munada (yang diseru) mudhaf, berarti kedudukannya nasab. Orang-orang beriman
maksudnya adalah mereka yang membenarkan ayat-ayat kami dan adalah mereka dahulu orang-
orang yang berserah diri (QS.Al Zukhruf ayat 69), maksudnya adalah orang-orang yang ikhlas
menghadapkan wajah mereka ke hadapan Kami dan mereka menjadikan diri mereka tunduk dan
patuh kepada Kami.
Dikatakan bahwa ketika Allah. Membangkitkan manusia maka seluruh badan
mereka akana merasa bergetar, kemudian datanglah seruan Tuhan: “Wahai hamba-
hambaKu!” maka seorang beriman mengikuti seruan itu sedangkan orang-orang kafir
mereka putus asa. Dalam qiraat lain menyatakan dengan kalimat yaa Ibaadi tanpa ada
huruf ya diakhirnya.
Tuhbarun (kamu digembirakan) (QS.Al Zukhruf ayat 70) maksudnya adalah
Tusarrun sururan- kamu dibahagiakan. Ini adalah kalimat yang menyatakan kegembiraan
hingga wajah berseri. Seperti dalam firman Allah yang lain : Kamu dapat mengetahui
dari wajah mereka kesenangan hidup mereka yang penuh kenikmatan (QS.Al Muthafifin
: 24)
Al Zujaj berkata : Maknanya adalah tukramun ikraman (kamu dimuliakan). Dalam ayat
diungkapkan kata al Hibr karena menunjukkan mubalaghah dalam mengucapkan
keindahan dan kegembiraan”. Semoga Allah SWT memberikan rahmat Nya kepada
Imam Zamakhsyari dan menjadikan ilmunya bermanfaat.
Referensi
Al Quran, terjemah DEPAG, 2008
Saiful Amin Ghafur, Profil Para Mufassir Al Qur’an, Jogjakarta: Pustaka Insan Madani,
2008.
Prof. Dr. Mani’ Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir Kajian kompherensif Metode
para ahli Tafsir, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003.
Az Zamakhsyari, al Kasyaf an Haqaiq Gawamid at Tanzil wa Uyun al Aqawil fi Wujuh at
Ta’wil, Beirut : Dar El Hadits, 2008.