ayat ketuhanan dalam al-ikhlas
TRANSCRIPT
8/6/2019 Ayat Ketuhanan Dalam Al-ikhlas
http://slidepdf.com/reader/full/ayat-ketuhanan-dalam-al-ikhlas 1/12
AYAT-AYAT KETUHANAN
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah Tafsir
Dosen pengampu H. Sukendar, M.Ag., M.A.
Disusun oleh :
Nur Ahmad ( 104211042 )
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
8/6/2019 Ayat Ketuhanan Dalam Al-ikhlas
http://slidepdf.com/reader/full/ayat-ketuhanan-dalam-al-ikhlas 2/12
AYAT-AYAT KETUHANAN
1. Pendahuluan.
Segala puji hanya bagi Allah dengan pujian yang pantas bagi-Nya. Dan
sebaik-baik shalawat atas Nabi Muhammad saw. para sahabat serta pengikut
beliau.
Allah swt. telah mengutus para rasul untuk memberi peringatan kepada
kaum mereka agar kaum mereka meng-Esa-kan Allah swt. dalam beribadah.
Allah swt. berfirman kepada Nuh as. :
jUUW<[rTPS4sPO
$SU#UU3SUdTj$0UBK$OUPonZ
sQ6U]T0lP\Zl$3
Sd1k
Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia
berkata: "Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu
selain-Nya." Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut
kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat).
Begitu pula kepada para nabi, Allah swt. menjadikan Ketauhidan sebagai
pokok ajaran agama yang disampaikan para nabi ( Al-Nahl [16] : 2 ).
#K>dURUP[,[Tn
B$Pn$TsP!B$Q
eB$PkDTTrl4T
O4T+YOU*Y14TDS!
UDia menurunkan Para Malaikat dengan (membawa) wahyu dengan
perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya,
Yaitu: "Peringatkanlah olehmu sekalian, bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak)
melainkan Aku, Maka hendaklah kamu bertakwa kepada-Ku.
8/6/2019 Ayat Ketuhanan Dalam Al-ikhlas
http://slidepdf.com/reader/full/ayat-ketuhanan-dalam-al-ikhlas 3/12
Untuk mempelajari ketauhidan yang Allah swt. maksudkan, maka
hendaknya kita merujuk kepada al-Quran yang Allah turunkan sebagai hudan
bagi manusia ( 2:185 ).
Disebabkan banyaknya ayat-ayat yang membahas tentang ketuhanan
dalamal-Quran, maka dalam makalah ini akan dikhususkan pada surah al-Ikhlas
yang mana Nabi bersabda mengenai ayat ini:
Ketujuh langit didasari/dibangun atas dasar Qul huwa Allahu Ahad.
2. Pembahasan.
I. Q.S. Al-Ikhlas (112 : 1 - 4).
"WSFj[OTj[,
0Ud0UWTjUSd0UW
TBdSj[OT
Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula
diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."
Makna al-Ikhlas:
AKHLASHA (memurnikan)
Kata akhlasha adalah bentuk kata kerja lampau transitif yang diambil dari kata
kerja intransitif khalasha ( ) dengan menambahkan satu huruf alif (). Bentuk
mudhâri (sekarang) dari akhlasha () adalah yukhlishu ( ) dan bentuk
mashdarnya yaitu ikhlash ( ). Kata tersebut tersusun dari huruf kha, lam
dan shad yang berarti, murni, bersih, jernih, tanpa campuran. Maknanya
kemudian berkembang menjadi antara lain tulus karena perbuatannya murni
dari pengaruh yang lain, memilih karena mengambil sesuatu yang tidak
bercampur dengan hal yang tidak dikehendaki, bebas karena terlepas dari
campur tangan atau pengaruh pihak lain, menyendiri karena melepaskan diri
dari orang banyak, ikhlas karena memurnikan perbuatan hanya untuk Allah
8/6/2019 Ayat Ketuhanan Dalam Al-ikhlas
http://slidepdf.com/reader/full/ayat-ketuhanan-dalam-al-ikhlas 4/12
dan terlepas dari tujuan-tujuan lain, khusus karena murni kepada yang
ditujukan.
Kata ikhlash (bentuk mashdar akhlasha) mempunyai beberapa pengertian.
Menurut al-Qurtubi, ikhlash pada dasarnya berarti memurnikan perbuatan dari
pengaruh-pengaruh makhluk. Ar-Ruwaim mendefinisikannya dengan tidak ada
keinginan dari pelakunya terhadap imbalan dan pahala di dunia dan akhirat. Al-
Junaid mengartikannya sebagai rahasia di antara hamba dan Allah, tidak
diketahui oleh para malaikat lalu mencatatnya, setan juga tidak mengetahuinya
sehingga tidak dapat merusaknya, dan hawa nafsu pun tidak mengenalinya lalu
condong kepadanya. Sejalan dengan Al-Juwaini, Abu Al-Qasim Al-Qusyairi
mengemukakan arti ikhlas dengan menampilkan sebuah riwayat dari Nabi Saw,
Aku pernah bertanya kepada Jibril tentang ikhlas. Lalu Jibril berkata, Aku telah
menanyakan hal itu kepada Allah, lalu Allah berfirman, (Ikhlas) adalah salah
satu dari rahasiaku yang Aku berikan ke dalam hati orang-orang yang kucintai
dari kalangan hamba-hamba-Ku. Pengertian yang demikian dapat dijumpai di
dalam S. Al-Insan [76]: 9, Sesungguhnya kami memberi makan kepadamu hanya
untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak mengharapkan balasan dari kamu dan tidak pula ucapan terima kasih.
Akhlasha dan pecahannya di dalam al-Quran terulang 31 kali dan akhlasha
sendiri terulang dua kali dengan pelaku yang berbeda. Bentuk lain yang terdapat
di dalam al-Quran adalah bentuk ism fa il dari akhlasha, yaitu
mukhlish/mukhlishûn/mukhlishîn ( / / = orang-orang yang
ikhlas), terulang 20 kali. Sebagian dari kata tersebut, ada ulama yangmembacanya sebagai bentuk ism maf ul sehingga menjadi
mukhlash/mukhlashîn/mukhlashûn ( / / = orang-orang yang
terpilih); bentuk kata kerja intransitif, khalasha ( = menyendiri) sekali;
bentuk ism fa il , khâlish/khâlishah ( / = yang murni, yang khusus) tujuh
8/6/2019 Ayat Ketuhanan Dalam Al-ikhlas
http://slidepdf.com/reader/full/ayat-ketuhanan-dalam-al-ikhlas 5/12
kali; dan bentuk kata kerja sekarang (mudhâri ), astakhlishu ( = aku
memilih) sekali.
Kata akhlasha yang terdapat di dalam S. An-Nisâ[4]: 146 diartikan dengan
memurnikan, yaitu memurnikan ibadah dan ketaatan kepada Allah dari ria dan
syirik. Ayat ini berkaitan dengan orang-orang yang tidak termasuk munafik yang
akan disiksa kelak di dalam neraka yang paling rendah, yaitu orang-orang yang
bertobat, dan berpegang teguh pada agama Allah dan memurnikan ibadahnya
hanya kepada Allah. Akhlasha di dalam S. Shad (38): 46, diartikan dengan
mensucikan atau menjadikan tulus. Ata dan Malik bin Dinar mengartikannya
dengan mensucikan, yaitu Allah mensucikan hati mereka (Ibrahim, Ishaq, dan
Yaqub a.s.) dari mencintai dunia. Adapun Mujahid mengartikannya dengan
menjadikan mereka tulus melakukan perbuatan untuk dan mengingatkan
manusia tentang kehidupan akhirat.
Orang yang melakukan perbuatan ikhlas disebut mukhlish ( ). Di dalam
Alquran kata dan jamaknya / , ada yang dapat dibaca dengan
dua cara, yaitu mukhlish atau mukhlishun/mukhlishin (bentuk ism fa il )atau
mukhlash atau mukhlashun/mukhlashin (bentuk ism maf ul ) , seperti yang
terdapat di dalam S. Maryam (19): 51, Yusuf (12): 24, Ash-Shaffat (37): 40, 74,
128, 160, dan 169, serta Shad (38): 83. Bila dibaca mukhlish maka maknanya
adalah orang yang tulus atau ikhlas kepada Allah, tetapi jika dibaca mukhlash
maka maknanya adalah orang pilihan (Allah). Kedua makna tersebut dapat
digunakan untuk menerangkan orang yang disebut di dalam ayat yang
dimaksud. Kata tersebut digunakan berkaitan dengan Nabi Musa a.s. (S. Maryam[19]: 51); Nabi Yusuf a.s. (S. Yusuf[12]: 24); orang-orang yang akan mendapatkan
kenikmatan di surga (S. Ash-Shaffat [37]: 40); orang yang tidak termasuk
golongan yang sesat yang akan di azab di akhirat; padahal, telah datang kepada
mereka pemberi peringatan (S. Ash-Shaffat [37]: 74); Nabi Ilyas a.s. dan umatnya
8/6/2019 Ayat Ketuhanan Dalam Al-ikhlas
http://slidepdf.com/reader/full/ayat-ketuhanan-dalam-al-ikhlas 6/12
yang tidak termasuk penyembah Ba l dan akan masuk neraka (S. Ash-Shaffat
[37]: 128); jin yang tidak termasuk penghuni neraka (S. Ash-Shaffat[37]: 160);
orang musyrikin yang seandainya mendapat kitab dari Allah tentulah mereka
akan termasuk orang yang ikhlas (S. Ash-Shaffat [37]: 169); dan orang yang akan
selamat dari godaan iblis yang telah bersumpah kepada Allah akan menggoda
segenap anak Adam (S. Shad [38]: 83).1
Asbabun Nuzul
Ada beberapa hadits yang menjelaskan Asbabun Nuzul surah ini yang
mana seluruhnya mengacu pada inti yang sama yaitu jawaban atas permintaan
penggambaran sifat-sifat Allah dimana Allah itu Esa (Al-Ikhlas[112]:1), segala
sesuatu tergantung pada-Nya (Al-Ikhlas[112]:2), tidak beranak dan diperanakkan
(Al-Ikhlas[112]:3), dan tidak ada yang setara dengan Dia (Al-Ikhlas[112]:4).
Dilihat dari peristiwa paling pertama, Abdullah bin Mas'ud meriwayatkan
bahwa sekelompok Bani Quraisy pernah meminta Nabi Muhammad untuk
menjelaskan leluhur Allah dan kemudian turun surah ini. Riwayat lain bersumber
dari Ubay bin Ka'ab dan Jarir bin Abdillah yang menyebutkan bahwa kaum
Musyrikin berkata kepada Nabi Muhammad, "Jelaskan kepada kami sifat-sifat
Tuhanmu." Kemudian turun surah ini untuk menjelaskan permintaan itu.
2
Dalamhadits ini, hadits yang bersumber dari Jarir bin Abdullah dijadikan dalil bahwa
surah ini Makkiyah. Selain itu dari Ibnu Abbas dan Sa'id bin Jubair menyebutkan
bahwa kaum Yahudi yang diantaranya Kab bin Ashraf dan Huyayy bin Akhtab
datang menemui Nabi dan bertanya hal yang sama dengan hadits pertama,
kemudian turun surah ini.[4]
Dalam hadits ini Sa'id bin Jubair menegaskan bahwa
surah ini termasuk Madaniyah. Dan juga riwayat Qatadah menyebutkan Nabi
Muhammad didatangi kaum Ahzab (Persekutuan antara kaum Bani Quraisy,Yahudi Madinah, Bani Ghatafan dari Thaif dan Munafiqin Madinah dan beberapa
1http://www.psq.or.id/ensiklopedia_detail.asp?mnid=34&id=40 (diakses Maret 23, 2011).
2Musnad Ahmad, Ibnu Abi Harim, Ibnu Jarir, Tirmidhi, Bukhari dalam At-Tarikh, Ibnu al-Mundhir, Hakim,
Baihaqi.
8/6/2019 Ayat Ketuhanan Dalam Al-ikhlas
http://slidepdf.com/reader/full/ayat-ketuhanan-dalam-al-ikhlas 7/12
suku sekitar Makkah) yang juga menyanyakan gambaran Allah dan diikuti dengan
turunnya surah ini.3
Tafsir
Surah al-Ikhlas ini memiliki sekian banyak nama yang secara umum
menggambarkan apa yang dicakup dan menjadi tema pokok surah ini, di
antaranya al-asas sebagaimana bunyi hadits Ketujuh langit didasari/dibangun
atas dasar Qul huwa Allahu Ahad, yakni menjadi bukti keesaan Allah swt., ia juga
dinamakan at-Tafrid (pengesaan), at-Tajrid , yakni penafian, karena
kandungannya menafikan segala sifat yang tidak mengandung pengagungan
kepada Allah swt., serta al-Marifah/pengetahuan,karena siapa yang tidak
mengetahui kandungan sifat ini tidak tidak emngenal Allah swt.4
Betapapun para mufassir berbeda pendapat mengenai asbab an-nuzul
surah ini, namun pokok utamanya adalah mengenai pertanyaan kepada Nabi
Muhammad saw. tentang Tuhan yang beliau sembah, yang pada wahyu-wahyu
sebelum surah ini diperkenalkan sebagai Rabb.5
Ayat 1
"WSFj[OT
Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.
Pakar tafsir Thanthawi menjelaskan dalam tafsirnya, bahwa pembukaan
surah ini dengan kata perintah Qul , bertujuan untuk melahirkan perhatian
kepada apa yang akan disebutkan setelahnya, seperti petunjuk-petunjuk yang
arif, dan juga sebagai tuntunan Allah swt. kepada Nabi saw. dalam menjawab
pertanyaan kaum Quraish.6
Al-Qasimy, sebagaimna dikutip Quraish shihab, menyebutkan dalam
tafsirnya : Huwa adalah berita benar yang hak dan didukung oleh bukti-bukti
3http://id.wikipedia.org/wiki/Surah_Al-Ikhlas (diakses Maret 23, 2011).
4M. Quraish Shihab, Hidangan Ilahi Dalam Ayat-ayat Tahlil.Tangerang: Lentera Hati, 2008. h. 102-103
5Ibid. Bandingkan dengan Tafsir ar-Razi 17:292-293. Al-Mawardi menyebutkan tiga pendapat mengenai
asbab an-nuzul surah ini, pertama surah ini turun menyangkut pertanyaan orang-orang yahudi, kedua
mengenai pertanyaan kaum quraish, ketiga sebagai jawaban atas pertanyaan salah seorang utusan kaum
quraish kepada Nabi saw., yakni Amir ibn Tufail. (tafsir al-mawardi 6:369-370).6
Muhammad Sayyid Thanthawi, al-Tafsir al-wasith. (t. p, t. th). h. 4578
8/6/2019 Ayat Ketuhanan Dalam Al-ikhlas
http://slidepdf.com/reader/full/ayat-ketuhanan-dalam-al-ikhlas 8/12
yang tidak diragukan.7
Allah swt. disebut dengan kata ganti huwa/Dia ,padahal
sebelumnya tidak disebutkan seseorang yang digantikan, menunjukkan bahwa
Dia itu sudah terbayang dibenak setiap manusia ketika mengucapkannya. Setiap
manusia ,jauh dalam lubuk hati mereka disadari maupun tidak, mengakui akan
adanya Zat Yang wajib ada-Nya.
Kata Ahad menunjukkan arti esa, yakni Allah swt. itu esa dalam zat-Nya
tidak tersusun dari unsur-unsur, karena bila Dia tersusun, itu berarti ada
kebutuhan akan zat lain bagi wujud-Nya sehingga dengan seketika yang
demikian itu tidak lagi menjadi Tuhan, inilah ke-Esa-an Allah yang pertama.
Kedua adalah Allah swt. esa dalam sifat-Nya, antara lain berarti Allah swt.
memiliki sifat yang substansi dan kapasitasnya tidak sama dengan
makhluk.8Boleh jadi kata yang digunakan sama untuk mensifati Allah dan
makhluk seperti Rahim yang juga digunakan untuk menunjukkan sifat mengasihi
di antara makhluk, namun bila sifat ini disandangkan kepada Allah swt. maka
akan berbeda dalam kapasitas maupun substansinya, hal ini juga menegaskan
bahwa Allah swt. adalah Zat Yang tidak ada satupun yang seperti menyerupai-
Nya.
Ketiga, Allah swt. esa dalam perbuatan-Nya/afal, yakni segala sesuatu
yang berada di alam raya, baik sistem kerjanya maupun sebab dan wujudnya,
semuanya hasil perbuatan Allah semata. Namun begitu jangan duga bahwa Allah
sewenang-wenang atau tidak memiliki sistem dalam perbuatan-Nya. Keesaan
perbuatan-Nya dikaitkan dengan hukum-hukum dan sunnatullah.9
Apa yang dikehendaki Allah terjadi, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya
tidak akan terjadi. Keempat, keesaan beribadah. Bila ketiga keesaan sebelumnya
merupakan bagian dari apa yang harus diyakini, keesaan yang keempat ini
7M. Quraish Shihab, Tafsir al-Qur'an al-Karim. Bandung: Pustaka Hidayah, 1999. h. 666
8Quraish Shihab, Hidangan Ilahi. h. 107
9Ibid. h. 108
8/6/2019 Ayat Ketuhanan Dalam Al-ikhlas
http://slidepdf.com/reader/full/ayat-ketuhanan-dalam-al-ikhlas 9/12
adalah perwujudan dari ketiga keesaan sebelumnya. Tidaklah seorang hamba
dalam beribadah melainkan hanya mengharapkan ridha Allah semata.
Demikian sebagian dari apa yang dikandung ayat pertama surah al-Ikhlas
ini.
Ayat 2.
j[,
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Ash-shamad dalam bahas arab berarti , sesuatu yang tidak berongga.
Selain itu arti yang juga populer adalah sesuatu (tokoh terpuncak) yang menjadi tumpuan
harapan. Para Ulama menjelaskan, sebagaimana tulis M. Quraish Shihab, tentang sesuatu
yang tidak beronggasebagai berikut:
³Sesuatu yang tidak berongga mengandung arti sedemikian µpadat¶ dan atau yang
tidak membutuhkan sesuatu untuk dimasukkan kedalamnya, seperti makan atau
minuman. Allah tidak membutuhkan makanan. Tidak ad sesuatu yang keluar dari-Nya,
dan tentu saja dengan demikian, Dia tidak beranak dan diperanakkan.´10
Buya Hamka dalam tafsirnya menulis,Pengertian ash-Shamad dari segi
bahasa ialah tuan penghulu yang dituju orang, dan tiada sesuatu urusan yang
diputuskan melainkan dengan kebenarannya, Allah itulah Tuan yang sebenarnya
tiada Tuan yang lain daripadaNya. Dia adalah Tunggal dalam ketuhanan-Nya dan
semua yang lain adalah hamba-Nya. Hanya kepada-Nyalah sajasetiap doa
ditujukan untuk memenuhi hajat-hajat dan hanya Dia saja yang mengabulkan
seruan hamba-hamba-Nya yang mempunyai hajat. Hanya Dialah yang
memutuskan segala perkara dengan izin-Nya dan tiada satupun yang turut
membuat keputusan bersama-sama-Nya.11
Paling tidak inilah kandungan ayat
kedua.
Ayat 3
0Ud0UWTjUSd
Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan
10Quraish Shihab, op. cit. h. 110-111
11Sayyid Qutb, Tafsir Fi Zilalil Quran.
8/6/2019 Ayat Ketuhanan Dalam Al-ikhlas
http://slidepdf.com/reader/full/ayat-ketuhanan-dalam-al-ikhlas 10/12
Ayat ini menerangkan kesalahan besar umat manusia pada masa itu,
bahkan masih ada hingga kini, yang mengatakan bahwa Allah swt. memiliki anak.
Umat Yahudi berkata Uzair itu putra Allah, Umat Nasrani berkata bahwa Allah
memiliki anak (QS.Yunus [10]: 68), juga menolak sebagian kaum yang meyakini
bahwa Tuhan itu telah udzur sehingga membutuhkan anak untuk meneruskan
kekuasannya. Maka ayat ini datang dengan menerangkan bahwa Allah tidaklah
beranak karena jenis antara anak dan ayah itu sama, sedangkan Tiada
sesuatupun yang menyerupai seperti-Nya(QS. Asy-Syura [42]:11).
Ayat di atas menafikan lebih dulu bahwa Dia lam yalid, yakni tidak
beranak, baru kemudian lam yulad, yakni tidak diperanakkan, ini agaknya karena
sangat banyak yang percaya bahwa Tuhan beranak, sehingga wajar kalau
keyakinan salah itu yang lebih duludinafikan.12
Ayat 4.
0UWTBdSj[OT
³Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.
Maksudnya ialah tiada yang serupa dan sebanding dengan-Nya,baik dari
segi hakikat wujud atau dari segi hakikat kekuasaan penciptaan atau dari segi
sifat daripada sifat-sifat Zat-Nya. Pengertian ayat ini juga menegakkan konsep
Ahad , malah menguat dan mentafsirkannya dengan terperinci, iaitu konsep
keesaan Allah menolak kepercayaan wujud Dua Tuhan yang mendakwa bahwa
Allah itu Tuhan kebaikan dan di sana ada lagi satu tuhan yang lain iaitu tuhan
kejahatan yang menentang Allah dan menentang kebaikan-kebaikan-Nya dan
menyebarkan kerusakan di muka bumi. Aqidah Dua Tuhan yang paling masyhur
ialah aqidah orang Persia yang percaya ada tuhan nur dan ada tuhan gelap.
Kepercayaan ini terkenal di selatan Semenanjung Tanah Arab di mana pernah
tegaknya kerajaan dan kekuasaan Farsi.13
3. Kesimpulan.
12Quraish Shihab, op. cit. h. 114
13Sayyid Qutb, Ibid.
8/6/2019 Ayat Ketuhanan Dalam Al-ikhlas
http://slidepdf.com/reader/full/ayat-ketuhanan-dalam-al-ikhlas 11/12
Surah ini merupakan al-asas yaitu yang pokok dari ajaran ketauhidan. Ia
mengajarkan untuk meng-Esa-kan Allah swt. tidak hanya menyangkut Diri-Nya
namun juga bagaimana hamba memurnikan dalam menyembah-Nya. Dengan
surah ini, dianfikan segala jenis kemusyrikan dan ditegakkan fondasi ketauhidan.
4. Penutup.
Demikianlah makalah ini kami susun, tentunya banyak sekali kekurangan
yang terdapat di dalamnya. Untuk itu demi kesempurnaan makalah ini kritik dan
saran yang konstruktif sangat penulis harapkan dari para pembaca. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
8/6/2019 Ayat Ketuhanan Dalam Al-ikhlas
http://slidepdf.com/reader/full/ayat-ketuhanan-dalam-al-ikhlas 12/12
Bibliography
Alquran, Pusat Studi. http://www.psq.or.id/. 2003.
http://www.psq.or.id/ensiklopedia_detail.asp?mnid=34&id=40 (diakses Maret 23,
2011).
Indonesia, Universitas Islam. Al-Qura'n Dan Tafsirnya. Vol. X. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf,
1990.
Indonesia, Wikipedia Bahasa. Surah Al-Ikhlas. Wikipedia Bahasa Indonesia. 2 Februari 2011.
http://id.wikipedia.org/wiki/Surah_Al-Ikhlas (diakses Maret 23, 2011).
Shihab, Muhammad Quraish. Hidangan ilahi dalam ayat-ayat tahlil. Tangerang: Lentera Hati,
2008.
. Tafsir al-Mishbah. Edisi Baru. Vol. XV. Jakarta: Lentera Hati, 2009.
. Tafsir al-Qur'an al-Karim. Bandung: Pustaka Hidayah, 1999.