asal mula penatalayanan - memberfiles.freewebs.com mula... · b. manusia diciptakan menurut peta...

168
1 Asal Mula Penatalayanan Terhadap satu Teologi tentang: PENATALANANAN PERSEPULUHAN PERSEMBAHAN oleh Angel Manuel Rodriquez

Upload: dinhxuyen

Post on 03-Mar-2019

266 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

Asal Mula

Penatalayanan

Terhadap satu Teologi tentang:

PENATALANANAN PERSEPULUHAN PERSEMBAHAN

oleh Angel Manuel Rodriquez

2

Asal Mula

Penatalayanan

Terhadap satu Teologi tentang: PENATALANANAN PERSEPULUHAN PERSEMBAHAN

3

Ditulis oleh Angel Manuel Rodriquez, ThD

Diedit oleh Patricia Valentino

Layout dan desain sampul oleh Evangeline G. Tayamora

Jenis huruf: 12/12 Bookman Old Style

Referensi Alkitab diambild ari Boly Bible, New International Version. Hak

cipta © 1984 International Bible Society. Dipakai dengan ijin dari

Zondervan Bible Publishers.

Dicetak oleh Philippines Publishing House

Untuk Departemen Penatalayanan

Divisi Asia Pasifik Bagian Selatan

Dicetak oleh Philippine Publishing House

Untuk Departemen Penatalayanan dari

Divisi Asia Pasifik Bagian Selatan

San Miguel II, Bypass, 4118 Silang, Cavite

Tel. no.: (623) 414.4000 * Fax no.: (632) 414.4001

Email: [email protected]

© 1994

General Conference Masehi Advent Hari Ketujuh

4

Departemen Pelayanan Gereja

12501 Old Columbia Pike

Silver Spring, MD 20904, USA

a b c d e f 98 97 96 95 94

Daftar Isi

Pendahuluan....................................................................................

Terhadap satu Teologi tentang Penatalayanan.................................

Melaksanakan - Diskusi......................................................

Penatalayanan dan Teologi tentang Persepuluhan...........................

Melaksanakan - Diskusi......................................................

Penatalayanan dan Teologi tentang Persembahan............................

Melaksanakan - Diskusi......................................................

Catatan Akhir

5

Prakata

Saat itu adalah persiapan untuk mengadakan Pertemuan

Penatalayanan dan Konsultasi Penatalayanan, pada tanggal 20-23 Maret

1994, di Cohutta Springs, Georgia, Amerika Serikat, dan Dr. Angel

Manuel Rodriguez, Wakil Direktur di Institut Penelitian Alkitab General

Conference, diminta untuk mempersiapkan dua dokumen—satu

mengenai Teologi Persepuluhan dan yang satu lagi mengenai Teologi

tentang Persembahan.

DR. Rodriguez mempunyai ketertarikan yang kuat terhadap

Penatalayanan, termasuk persepuluhan dan persembahan, selama

beberapa tahun. Disamping jadwalnya yang sibuk, Dr. Rodriguez

mengesampingkan tanggungjawab-tanggungjawab pribadinya dan

mendedikasikan beberapa minggu untuk tugas penatalayanan yang

penting ini. Presentasi di Cohutta Spring sangat luarbiasa.

Administrator-administrator dan direktur-direktur Penatalayanan

Gereha mendengar dengan penuh daya tarik kepada “usaha pertama” ini

untuk menyampaikan satu teologi secara tertulis tentang persepuluhan

dan persembahan.

Pada penutupan dari Pertemuan dan Konsultasi Penatalayanan

itu, Dr. Rodriguez telah diminta untuk mempersiapkan versi terakhir

6

dari dokumen-dokumen di atas sesegera mungkin, dan juga untuk

mengembangkan dokumen yang lain mengenai Teologi tentang

Penatalayanan. Pemimpin-pemimpin Gereja dan direktur-direktur

Penatalayanan mendesak untuk mencetak dan mendistribusikan

dokumen-dokumen ini secepatnya.

Ini adalah ringkasan latar belakang dari perkembangan dan

penerbitan dari Asal Mulanya Penatalayanan, yang berisikan ketiga

dokumen yang telah disebutkan di atas yang di tulis oleh Dr. Rodriguez.

Ketika Kebangkitan kembali Penatalayanan terjadi diberbagai

negara, adalah menjadi doa Dr. Rodriguez dan staf dari Pelayanan

Penatalayanan General Conference bahwa kehidupan kerohanian pribadi

anda akan semakin diperkaya, pemikiran anda akan dirangsang, dan

anda akan mengerti satu apresiasi yang baru dari pokok-pokok yang

penting yang menjelaskan hubungan yang unik antara Allah dan

manusia. Pada akhir dari bagian ini, anda akan menemukan pertanyaan

untuk dipertimbangkan yang telah dirancang untuk menuntun kedalam

diskusi yang lebih mendalam tentang masalah-masalah penting.

Don E. Crane, Wakil Direktur

Departemen Pelayanan Gereja GC.

7

Terhadap

satu Teologi tentang

Penatalayanan I. Pendahuluan

II. Aspek-aspek tentang Sifat Allah

A. Allah “Sudah Ada”

B. Allah Adalah Pencipta

C. Allah Kasih

III. Aspek-aspek dari Sifat Manusia

A. Manusia Adalah Ciptaan

B. Manusia Diciptakan Menurut Peta Allah

C. Manusia dan Penguasa Dunia

IV. Kejatuhan dan Dosa

A. Kebebasan Manusia

B. Dosa sebagai Pemberontakan: Menuntut

Kepemilikan.

8

C. Dosa sebagai Cinta Diri dan Perbudakan

V. Keselamatan dan Penatalayanan

A. Kristus: Gambaran dari Allah dan

Penatalayanan

B. Memulihkan Penatalayan-penatalayan

C. Pemulihan Peta Allah

D. Penatalayanan tentang Penciptaan dan

Penyingkapan.

VI. Rangkuman

9

TERHADAP SATU TEOLOGI

TENTANG PENATALAYANAN

I. Pendahuluan

Manusia adalah makhluk ciptaan yang memiliki rasa ingin tahu

yang terlibat di dalam satu pencarian arti yang secara terus menerus.

Obsesi ini dengan arti bukanlah semata-mata satu usaha untuk

mengerti kesatuan fungsional dan struktural dari alam semesta tetapi

lebih daripada satu kepedulian yang mengganggu untuk menemukan

tujuan demi keberadaan mereka. Hanya ada beberapa hal yang

cenderung untuk meningkatkan pengertian yang tajam terhadap

kepentingan di dalam manusia lebih daripada rasa ingin tahu mereka

yang tidak stabil di dalam menemukan alasan dari keberadaan mereka.

Teologi Alkitab memberitahukan kepada kita bahwa asal mula kita

terletak di dalam tindakan keilahian dari penciptaan bahwa kita telah

ditempatkan di planet ini oleh seorang Pencipta yang penuh kasih. Dia

mengisi kehidupan kita dengan arti melalui, diantara hal-hal lain,

memungkinkan kita untuk membantu Dia di dalam mengurus planet

ini. Konsep Alkitabiah tentang penatalayanan adalah pada pokoknya

suatu usaha untuk menerangkan pertanyaan tentang tujuan daripada

hidup kita melalui menyediakan satu pengertian tentang diri sendiri

10

yang khusus berdasarkan pada satu hubungan pribadi dengan Pencipta

dan Penebus dari ras manusia.

Di dalam dokumen ini kita akan memeriksa pentingnya teologi

dari konsep ini dan menempatkan pengertian tentang diri sendiri ini

didalam teologi Alkitabiah. Apa yang menjadi akar dari teologi yang

memelihara konsep dari penatalayanan? Bagaimana penatalayanan

berhubungan kepada pandangan Alkitabiah tentang Allah, dan

penebusan melalui Kristus? Kita akan menelusuri akar teologi yang

menyediakan kandungan dalam mana pandangan dan pengertian

tentang keberadaan manusia ini dikandung dan dipelihara.

Ada paling kurang empat garis utama dari analisa yang dapat

ditelusuri dalam mencari dasar teologi dari penatalayanan, yaitu: (1)

sifat Allah; (2) sifat manusia; (3) Kejatuhan dan dosa; dan (4)

keselamatan. Kita akan secara singkat menelusurinya dari pandangan

penatalayanan.

II. Aspek-aspek dari sifat Allah

Sifat Allah terselubung dalam misteri. Filsuf-filsuf dan ahli-ahli

ilmu agama telah mencoba untuk menembus misteri ini sedikitnya, dan

jika mungkin, berhasil. Wahyu Tuhan sendiri di dalam Kitab Taurat

telah memancarkan beberapa terang pada pemahaman mengenai sifat

Allah tetapi itu berlanjut menjadi, dan akan tinggal, jauh di depan

pengertian kita. Mari kita melihat kepada beberapa aspek dari wahyu

Tuhan sendiri dari pandangan penatalayanan.

A. Dia “Telah Ada.”

Kapanpun Alkitab membawa kita kepada dunia yang awal dan

mula-mula, beberapa pernyataan keagamaan dibuat secara implisit dan

eksplisit. Salah satu yang paling penting adalah Allah “telah ada.” Hal ini

secara implisit terdapat di dalam Kejadian 1:1 “Pada mulanya Allah

11

menciptakan langit dan bumi.” Dia ada, sebelum dia menciptakan. Di

dalam Yohanes 1:1 konsep ini dijelaskan secara eksplisit: “Pada mulanya

adalah Firman.” Sebelum semua dibawa ke dalam eksistensinya, Allah

telah ada.

Keberadaan Ilahi ini berarti pertama, bahwa Allah itu kekal. Tidak

pernah ada waktu dimana Allah datang pada eksistensinya. Jika kita

bertanya apa yang ada sebelum permulaan, jawabannya tersedia dalam

catatan Alkitabiah yang adalah “Allah.” Jika Dia telah ada sebelum

semuanya yang lain dibawa kepada eksistensinya, maka itu adalah tidak

mungkin untuk menerima sebagai dalil suatu sumber melalui mana

Allah datang kepada eksistensi-Nya.

B. Allah Adalah Pencipta.

Allah memperkenalkan diri-Nya kepada kita di dalam Alkitab

sebagai Pencipta (Kejadian 1:1). Jikalalu kita tahu bahwa dari mulanya

Dia “sudah ada” itu oleh karena kita diberitahukan bahwa Dia adalah

Pencipta. Allah sebagai Pencipta adalah “konsep yang paling mendasar

yang dapat kita miliki tentang Allah. Yaitu, penciptaan adalah kegiatan

dari Allah dengan memakai apa yang kita maksudkan sebagai firman

‘Allah.’”¹ Sesungguhnya, adalah tidak mungkin bagi kita untuk berbicara

tentang misteri Allah—bahwa Dia “sudah ada”—terpisah dari kenyataan

bahwa Dia dalah Pencipta kita. Visi kita tentang Allah membentang luas

ketika kita melihat kepada Dia sebagai Pencipta langit dan bumi, dan

seluruh alam semesta.

1. Pencipta Yang Tidak Dapat Dibandingkan.

Allah sebagai Pencipta berarti bahwa tidak seorangpun yang sama

seperti Dia di dalam menciptakan alam semesta. Dia sesungguhnya

berbeda dari ciptaan-Nya. Dia adalah Seorang yang Kekal tanpa asal

mula., tetapi ciptaan mempunyai asal mula; Dia ada dengan sendirinya

tetapi makhluk ciptaan-Nya memiliki asal mulanya yang tergantung

12

kepada keseimbangan ekologi yang tepat, air, sinar matahari, oksigen,

dll. Allah adalah berdiri sendiri tetapi ciptaan bergantung kepada Dia

untuk kehidupan mereka. Ciptaan-ciptaan terbatas; hanya Allah yang

tidak terbatas di dalam diri-Nya sendiri.

Yesaya menghadapkan kepada bangsanya pertanyaan retorika

yang sangat tajam dari bibir Tuhan: “Kepada siapakah kamu hendak

menyamakan Aku, hendak membandingkan dan mengumpamakan Aku,

sehingga kami sama?” (Yesaya 46:5). Pertanyaan tersebut ditujukan

kepada mereka yang tergoda kepada penyembahan berhala. Tuhan

seakan-akan menentang umat-umat-Nya: “Apakah kamu telah

menemukan seorang yang seperti Aku dialam semesta yang telah

diciptakan ini?” Jika itulah masalahnya, Aku siap untuk dibandingkan

dengannya.” Kemudian Dia menambahkan, “Ingatlah hal-hal yang

dahulu sejak dari purbakala, bahwasanya Akulah Allah dan tidak ada

yang lain; Akulah Allah dan tidak ada yang seperti Aku.” (Yesaya

46:9).Tentang spesies yang hebat hanya ada satu tipe yang unik. Tidak

ada satupun dari dalam dunia yang telah diciptakan ini dapat

mengambil tempat-Nya atau mengatakan bahwa dia sama dengan Dia.

Tuhan adalah yang “unggul, Seorang yang tidak dapat dibandingkan.”²

2. Pencipta Teramat Sangat

Allah sebagai Pencipta berarti bahwa Dia terlebih penting daripada

alam semesta yang telah diciptakan; Dia bukanlah bagian dari alam

semesta yang diciptakan. Menurut Kejadian 1 Allah menciptakan

melalui Firman-Nya. Ciptaan melalui kata-kata yang diucapkan

menunjuk kepada Allah sebagai seorang yang amat penting yaitu yang

mengantarai kegiatan yang kreatif melalui firman sementara Dia tetap

berada diluar daripada ciptaan itu. Tentunya, oleh karena itu, sangatlah

tidak masuk akal untuk mencari Allah didalam dunia yang telah

diciptakan. Penciptaan terjadi dari yang tidak ada menyangkal

keabsahan dari panteisme. Alam semesta yang telah diciptakan tidak

13

ditembusi oleh keilahian. Allah Pencipta tidak dapat dibatasi oleh

ciptaan-Nya. Kenyataan ini telah disadari oleh Salomo selama

pentahbisan kaabah. Dalam doanya dia berkata, “Tetapi benarkah Allah

hendak diam di atas bumi? Sesungguhnya langit, bahkan langit yang

mengatasi selaga langitpun tidak dapat memuat Engkau.” (1 Raja-raja

8:27).

3. Pencipta itu Tetap Ada.

Allah sebagai Pencipta berarti bahwa Dia mau untuk masuk

kedalam dunia yang telah diciptakan. Para ahli sarjana menunjukkan

bahwa sementara Kejadian 1 menyaksikan kepada Allah teramat sangat,

Kejadian 2 menyaksikan kepada keberadaanNya. Didalam Kejadian

pasal 2 Allah dijelaskan seperti hadir didalam ciptaan melalui interaksi

penuh dengan Adam dan Hawa.

Keberadaan Allah adalah sangat diperlukan untuk pemeliharaan

dari ciptaan. Pemeliharaan dari ciptaan Allah tersebut secara langsung

bergantung pada kepedulian dan perhatianNya untuk ciptaan itu. Oleh

karena itu, keperluan yang sangat akan Allah untuk tetap tinggal

diantara dunia yang telah diciptakanNya pada saat kegiatan-Nya yang

kreatif itu diselesaikan. Istirahat Ilahi pada hari yang ketujuh

merupakan penunjukkan dengan tepat kepada fakta yang penting ini.

(Kejadian 2:2, 3).

Kejadian memberikan keterangan bahwa penciptaan adalah

menjadi milik lingkungan dari ruang dan waktu. Allah melebihi ruang

itu. Namun, Dia telah memilih untuk masuk kedalam ruang itu,

kedalam dunia yang telah Dia ciptakan untuk ciptaan-Nya. Dia

menciptakan satu hitungan waktu dalam mana Dia dapat membuat diri-

Nya tersedia kepada ciptaan-Nya. Tentu saja, Allah tetap menjadi

Seorang yang selalu ada. Keberadaan-Nya tidak menyangkal

kemahakuasaan-Nya. Allah bersedia merendahkan diri untuk masuk

14

kedalam ciptaan-Nya, dan membuatnya menjadi jelas bahwa Dia tidak

meninggalkannya.

4. Pencipta tersebut adalah Pemilik

Allah sebagai Pencipta berarti bahwa Dia memiliki alam semesta

dan segala sesuatu yang ada didalamnya. Dia adalah Tuhan atasnya

dan menugaskan tugas yang khusus kepada setiap unsur dari ciptaan

(seperti: Kejadian 1:14, 26, 29; 2:15, 16). Kepemilikan Allah atas dunia

ini didasarkan pada kegiatan-Nya yang kreatif. Pemazmur menulis:

“Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang

diam didalamnya. Sebab Dialah yang mendasarkannya diatas lautan

dan menegakkannya diatas sungai-sungai” (Mazmur 24:1, 2) . Allah

berkata, “Sebab punya-Kulah segala binatang hutan, dan beribu-ribu

hewan digunung. Aku kenal segala burung diudara, dan apa yang

bergerak dipadang adalah dalam kuasa-Ku.” (Mazmur 50: 10, 11). Allah

bukan saja pemilik dari benda-benda yang ada didalam dunia dan dari

segala yang hidup yang memenuhinya, tetapi kepemilikan-Nya adalah

sejagad raya. “Punya-Mulah langit, punya-Mulah juga bumi, dunia serta

isinya Engkaulah yang mendasarkannya. (Mazmur 89:12). “Pemazmur

mengetahui bahwa seluruh alam semesta ini ada didalam tangan-Nya.

Dia adalah sebagai penguasa bagi dunia ini.”³

Allah sebagai Pencipta adalah satu konsep yang sangat diperlukan

didalam perumusan teologi dari kepemilikan. Sifat Allah yang tidak

dapat dibandingkan, keunikan-Nya, menyatakan Dia sebagai satu-

satunya Pribadi yang kepadanya kita bertanggungjawab dan melayani.

Alam semesta ini tidak dijalankan oleh kekuatan yang bertentangan

yang kepada mana kita sama-sama terbeban untuk melayani. Hanya

ada satu pencipta dan Dia mengharapkan kesetiaan kita yang eksklusif.

Kelebihan Allah adalah satu penolakan dari setiap usaha untuk

mendasari praktek penatalayanan kita pada pendapat-pendapat

15

panteistik. Dunia alamiah bukanlah sebuah perluasan atau manifestasi

dari keilahian. Panteisme tidak dapat menyediakan sebuah dasar

teologia untuk penatalayanan dari dunia oleh karena itu ditolak oleh

Alkitab.

Keberadaan Allah menyaksikan kepada fakta bahwa penciptaan

Allah adalah selaras dengan kebutuhan dari kepedulian dan perhatian-

Nya supaya dapat berfungsi secara harmonis. Pencipta adalah juga

Pemberi hidup dari dunia. Kehadiran Allah yang rendah hati didalam

dunia memberikan ruang bagi manusia untuk berpartisipasi dengan Dia

didalam pengelolaan dan pemeliharaan dari ciptaan-Nya (Kejadian 2:15)

Kepemilikan Allah sebagai Pencipta harus mengingatkan kita

secara terus menerus dari batas daripada fungsi kita didalam dunia.

Adalah aspek ini yang menjelaskan, mungkin lebih baik daripada yang

lainnya, sifat daripada seorang penatalayan. Manusia tidak akan pernah

menjadi pemilik tetapi seorang pengelola.

C. Allah Adalah Kasih

Kasih kelihatannya digunakan didalam Alkitab untuk menjelaskan

pokok inti dari Allah. Pernyataan Yohanes, “Allah adalah kasih” (1

Yohanes 4:7, 8), adalah satu dari keterangan-keterangan yang sangat

penting dari sifat Allah didalam Alkitab. Rasul membuat pernyataan

tersebut di dalam konteks dari kematian Kristus yang disucikan.

Menurut dia, pekerjaan Kristus menunjukkan pokok yang sangat inti

dari Allah: “Dia adalah kasih.” Kasih ini adalah memberikan diri sendiri

dan sifat tidak cinta diri sendiri yang secara total dan absolut. (Yohanes

3:16). Tidak ada suatupun yang diluar dari Allah yang dapat bergerak

atau memaksa Dia untuk mengasihi. Kenyataannya, tidak

membutuhkan motivasi dari luar oleh karena adalah sifat Allah untuk

mengasihi. Kasih ini tidak didasarkan pada sebuah kebutuhan yang

disarankan didalam mengasihi orang juga tentang satu kerinduan yang

ditawarkan melalui raut wajah yang menarik didalam orang-orang yang

16

dikasihi.”� Adalah pengertian tentang kasih Allah yang menuntun Paulus

untuk berkata, “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita,

oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa”

(Roma 5:8)

Allah adalah kasih berarti bahwa setiap tindakan-Nya berasal dan

dimotivasi oleh kasih. Pemilihan didasarkan pada kasih-Nya (Ulangan

7:7, 8) demikian juga dengan penebusan (Yesaya 43:4; 63:9). Dia

mengasihi bukan hanya umat-Nya (Ulangan 33:3), tetapi orang asing

(10:18). Wahyu dari kasih Allah menjangkau sampai ke-kedalaman

dimensi dari arti didalam penjelmaan, pelayanan, kematian, dan

kebangkitan dari Yesus. Kasih-Nya kepada orang berdosa tidak

dimotivasi oleh kesengsaraan dari keadaan mereka yang penuh dosa,

tetapi melalui fakta bahwa Allah adalah kasih dan adalah fakta yang

besar ini yang menggerakkan Dia untuk mengasihi orang-orang berdosa

dan bukan dosa-dosa mereka.� Agar supaya kasih Allah dapat

mengekspresikan dirinya sendiri, orang yang lain dibutuhkan. Kasih

muncul diantara individu yang menerima, memberi, dan merespon. Ini

menimbukan pertanyaan yang penting tentang sifat kasih Allah sebelum

penciptaan. Cinta yang tidak mementingkan diri sendiri adalah sebuah

kemungkinan hanya bila ada orang lain yang kepadanya kasih itu dapat

diekspresikan. Sebelum penciptaan, bilamana Allah “sudah ada”, dan

Dia sendirian. Apakah kasih-Nya pada saat itu adalah kasih yang

mementingkan diri sendiri? Apakah sifat Allah diubah setelah Dia

menciptakan makluk yang pintar yang sanggup untuk menerima dan

memberikan kasih? Para ahli teologia Kristen telah memberikan satu

jawaban tidak yang tegas sebagai sebuah jawaban kepada pertanyaan-

pertanyaan tersebut. Alkitab mengatakan hanya tentang seorang Allah

yang adalah kasih. Kasih yang tidak cinta diri sendiri, oleh karena,

menjadi milik dari sifat kasih yang kekal dari Allah. Sifat-Nya tidak

pernah mengalami perubahan; Dia adalah apa yang telah ada: “Kasih.”

17

Para ahli teologia Kristen telah memberikan argumentasi dengan

benar bahwa kasih yang tidak cinta diri sendiri telah menemukan

ekspresi yang kekal didalam Allah didalam misteri daripada Trinitas.

Hubungan antara Bapa, Anak, dan Roh Kudus telah disyaratkan oleh

pokok inti daripada kasih yang cinta diri yang sudah umum kepada

masing-masing mereka ( Yohanes 14:31; 5:20). 6 Kasih yang tidak cinta

diri membutuhkan pertemuan dari orang yang berbeda itulah yang

sesungguhnya kita temukan didalam misteri dari satu Allah didalam

tiga. Sepanjang kekekalan Bapa mengasihi Anak dan Roh, Anak

mengasihi Bapa dan Roh, dan Roh mengasihi Bapa dan Anak.�

Allah yang sama yang mengasihi telah menciptakan alam semesta.

Kasih-Nya yang kekal menggerakkan Dia untuk mencipta: “Pekerjaan

penciptaan adalah satu manifestasi dari dari kasih-Nya.”� Penciptaan itu

adalah baik oleh karena telah diciptakana oleh seorang Allah yang

penuh kasih (Kejadian 1:31). Kenyataan yang luarbiasa ini adalah

pribadi dan tidak cinta diri sendiri.

Satu pengertian yang jelas tentang kasih Allah melindungi

penatalayanan dari jatuh kedalam sebuah model yang legalitas. Seorang

penatalayan yang setia bukanlah seseorang yang mencari untuk

memotivasi Allah untuk mengasihi dia. Kasih Allah itu kekal dan

menerangkan cara yang alami yang Dia rasakan dan tindakan-tindakan

terhadap penciptaan-Nya. Penatalayanan menemukan kekuatan

motivasi dan modelnya didalam kasih yang peduli dan tidak cinta diri

sendiri dari Allah.

III. Aspek-aspek dari Sifat Manusia

Mungkin benar untuk mengatakan bahwa manusia adalah

indikasi yang terbesar dan ciptaan yang penuh misteri didalam alam

semesta yang kita kenal ini. Kita, tidak seperti makhluk ciptaan lainnya

diatas planet ini, sanggup untuk merasa diri kita sendiri sebagai yang

18

luarbiasa dan sangat mempesona. Misteri dari keberadaan kita didalam

alam semesta ini menjadi mutlak tidak dapat dimasuki jika kita

mengabaikan informasi tentang asal usul kita yang telah disediakan

kepada kita melalui pewahyuan khusus Allah didalam Alkitab. Kita

harus menyelidiki data-data tersebut.

A. Manusia Adalah Ciptaan

Kejadian 1:27: “Allah menciptakan manusia . . . pria dan wanita

diciptakanNya mereka.” Ini adalah sebuah pernyataan tentang

kepentingan yang tinggi didalam perumusan dari sebuah antropologi

Alkitabiah. Manusia adalah makhluk-makhluk ciptaan; kita adalah

bagian dari dunia yang telah diciptakan ini. Pertama, ini berarti bahwa

kita mempunyai satu awal. Kita tidak kekal; kita bukanlah milik

keilahian. Model keberadaan kita adalah sesungguhnya berbeda dari

yang dimiliki Allah. Allah selalu “ada” tetapi kita datang dan masuk

kedalam keberadaan itu. Peranan kita didalam alam semesta adalah

salah satu dari makhluk ciptaan.

Kedua, manusia adalah makhluk yang terbatas. Keberadaan

mereka adalah satu hasil dan didalamnya kurang dalam hal mencukupi

diri sendiri. Kita bukanlah makhluk yang dapat mengisi diri sendiri yang

dapat menghasilkan sumber-sumber keberadaan sendiri untuk

memelihara diri sendiri. Karena kita diciptakan, kita juga dapat

dikembalikan kepada ketidak-beradaan kita, keberadaan kita dapat

berakhir. Namun demikian, walaupun pemeliharaan dari keberadaan

kita adalah benar-benar diluar dari diri kita sendiri, maka kita

diharapkan untuk bekerja bersama Pencipta didalam pemeliharaan dari

kehidupan kita. Kita, oleh karena itu, adalah penatalayan dari

kehidupan.

19

Ketiga, dengan melihat manusia sebagai ciptaan-ciptaan berarti

bahwa mereka berada didalam waktu dan ruang. Kedua hal ini

dinyatakan didalam kisah penciptaan. Adam dan Hawa diciptakan pada

hari yang keenam, selama satu pembagian waktu yang khusus. Mereka

dari awalnya diatur oleh waktu. Mereka diciptakan didalam sebuah

tempat yang khusus—yaitu, taman. Sesungguhnya, tempat tersebut

adalah benar-benar peristirahatan dari dunia yang telah diciptakan.

Rumah mereka dalah tanaman dan tumbuhan, peristirahatan dari alam

semesta. Jika tempat dimana kita diciptakan dihancurkan, maka

keberadaan kita akan kacau. Penatalayanan dari penciptaan adalah

sangat penting dan vital.

Manusia hidup didalam waktu. Peristiwa dan tindakan bergantian

satu dengan yang lain; apa yang menjadi milik masa lalu, dan adalah

tidak mungkin bagi kita untuk kembali dan menghidupkannya lagi.

Hanya saat sekarang inilah, dan umurnya hanya bisa dalam urutan

detik oleh karena itu secara tetap diubah kedalam masa lampau. Kita

selalu memiliki masa depan, apa yang belum ada. Oleh karena ada

waktu masa depan, maka manusia hidup didalam pengharapan, terus

menghadapi tantangan dari pengembangan diri sendiri. Karena itu

waktu adalah, salah satu dari aspek penting yang sangat dibutuhkan

dari alam semesta yang telah diciptakan ini. Waktu membentuk,

merubah, dan memodifikasi kita. Cara kita menggunakannya

menentukan kepada satu tingkat yang lebih besar siapa kita jadinya.

Pengelolaan waktu yang tepat tidak dapat diragukan lagi adalah satu

daripada tanggungjawab-tanggungjawab kita yang sangat serius. Hidup

didalam waktu dan ruang adalah bukan satu batas tetapi lebih daripada

model agar supaya menjadi apa yang kita pilih.

Akhirnya, untuk mencari satu makluk ciptaan berarti bahwa kita

tidak berasal dari kekuatan impersonal didalam dunia yang telah

diciptakannya ini, tetapi hasil dari suatu tindakan kreatif dari kasih.

Keberadaan kita adalah satu manifestasi dari kasih Allah yang tidak

20

mementingkan diri sendiri, satu tindakan kemurahan. Kita telah

diciptakan oleh Dia oleh karena didalam kasih-Nya Allah melihat bahwa

semuanya adalah baik. Kasih, kemurahan Ilahi, dan kebebasan

membawa kedalam beradanya satu makluk ciptaan yang pintar yang

adalah bagian dari dunia yang telah diciptakan namun berbeda.

Makhluk yang mampu untuk menerima dan memberikan kasih.

A. Manusia Diciptakan dalam Gambar Allah

Keunikan dari ras manusia ini terdapat didalam fakta bahwa kita

telah diciptakan dalam gambar Allah (Kejadian 1:27). Penciptaan Adam

dan Hawa tidak mengikuti pola yang sama yang digunakan oleh Allah

didalam menciptakan dunia ini. Dia berfirman dan alam dunia ini jadi.

Didalam kasus yang khusus ini, kata-kata mendahului keberadaan. Di

dalam kasus Adam dan Hawa, kata-kata yang diucapkan tidak hadir.

Suara Allah diarahkan kepada mereka setelah penciptaan mereka

(Kejadian 1:29, 30; 2:16). Mereka diciptakan sendirian oleh Allah sebagai

sasaran dari Firman-Nya. Dengan kata lain, manusia adalah makhluk

ciptaan yang kepadanya Allah dapat berhubungan, yaitu yang dapat Dia

tujukan sebagai orang-orang. Hanya mereka, didalam dunia yang telah

diciptakan, dapat berhubungan dengan Allah didalam konteks pribadi.

Aspek dari sifat manusia ini membuatnya mungkin bagi kita untuk

menjadi mitra dengan Allah didalam penatalayanan.

Selama berabad-abad para ahli telogia telah mendiskusikan

tentang arti dari gambar Allah didalam manusia. Saran-saran yang

berbeda-beda telah diberikan, tetapi saat ini kelihatanny ada satu

kesepakatan yang umum tentang kepercayaan bahwa gambar Allah itu

bukanlah sesuatu yang kita miliki tetapi sesuatu tentang siapa kita.9

Gambar Allah didalam kita tidak terdapat didalam satu aspek dari

kepribadian kita tetapi didalam totalitas dari seluruh kemanusiaan kita.

21

Pada penciptaan gambar Allah dicerminkan didalam setiap aspek dari

Adam dan Hawa. Kita akan menelusurinya dari satu pandangan secara

keseluruhan.

1. Suatu Keadaan Fisik

Hal pertama yang kita catat tentang keadaan manusia adalah

bahwa dia (pria atau wanita) adalah sebuah struktur fisik yang dapat

dirasakan oleh mata dan dijamah oleh orang lain. Jika keseluruhan

orang itu diciptakan didalam gambar Allah, maka tubuh secara fisik

harus menunjukkannya: “Pada mula pertama manusia diciptakan dalam

rupa Allah, bukan saja didalam tabiat, tetapi didalam bentuk dan

roman.”��

Fakta yang nyata bahwa Allah menciptakan kita sebagai suatu

bentuk fisik menunjukkan bahwa tubuh manusia itu baik, jadi menolak

pandangan dualisme dari antropologikal Gerika yang menyangkal nilai

daripada tubuh manusia. Pemeliharaan terhadap tubuh adalah satu

tanggungjawab rangkap dua tentang Allah dan manusia. Dia

menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan Adam dan Hawa untuk

mempertahankan tubuh mereka didalam kondisi yang sempurna dan

menugaskan mereka satu diet yang spesifik yang mana mereka

diharapkan untuk memakannya. (Kejadian 1:29).

Penatalayanan dari tubuh kita didasarkan pada kenyataan bahwa

Allah telah menciptakan kita sebagai makluk secara fisik. Tubuh kita

bukanlah sesuatu yang kita miliki tetapi sesuatu tentang apa kita

adanya.�� Tubuh dan apa adanya kita adalah sesuatu yang tidak dapat

dipisahkan. Allah mau supaya kita mengurusnya untuk kemuliaan bagi-

Nya. (1 Korintus 6:20).

2. Suatu Keadaan Rohani

Manusia adalah sesuatu yang lebih dari sekedar sesuatu. Kita

memiliki kapasitas untuk mendengar kepada Allah dan untuk

22

menjawab. Rupanya, tidak ada makluk ciptaan yang lain diplanet ini

yang kelihatannya memiliki kemampuan tersebut. Ada bahasa milik

berasama yang dapat dimengerti diantara Allag dan manusia yang

memungkinkan mereka untuk masuk kedalam persekutuan dan untuk

membentuk satu hubungan yang penuh arti.

Manusia secara esensial adalah orang-orang yang rohani. Kita

mulai mengerti diri kita sendiri khususnya di dalam konteks dari

hubungan kita dengan Allah. Hubungan yang pertama yang telah

dibangun oleh Adam dan Hawa adalah dengan Pencipta mereka. Ketika

Adam diciptakan, Hawa belum ada, dan ketika Hawa diciptakan, Adam

belum tidak hadir. Gambar yang pertama yang masing-masing mereka

dapatkan adalah hanya satu, Pencipta mereka. Setiap hubungan yang

lain ditentukan oleh satu yang utama dan terpisah dari itu mereka tidak

akan dapat mengerti diri mereka sendiri atau ciptaan yang lainnya.

Tetapi pertemuan antara Allah dan manusia tidak saja dibatasi

pada saat penciptaan. Mereka membutuhkan Allah untuk penghidupan

mereka dan untuk kepuasan kebutuhan dari satu hubungan pribadi

dengan Dia. Semenjak saat itu, Allah yang sukar dipahami itu

memutuskan untuk tinggal dengan mereka didalam waktu dan ruang.

Adalah didalam kehendak Allah yang penuh belas kasihan untuk datang

dan tinggal dengan kita sehingga penatalayanan dari kehidupan

kerohanian kita sesungguhnya akan lahir.

3. Suatu Keadaan Intelektual

Allah memberikan kepada Adam dan Hawa kemampuan rasional

melalui mana mereka dapat menghasilkan dari pengertian yang lebih

dalam tentang Dia, diri mereka sendiri, dan dunia yang telah

dicipatakan. Melalui satu alasan yang benar-benar telah dikuduskan,

manusia akan mampu untuk mengontrol emosi dan belas kasihan

mereka, untuk belajar, dan untuk mengembangkan semua jenis

ketrampilan.

23

Didalam taman Eden Allah menugaskan Adam pekerjaan yang

menuntut penggunaan dari kapasitas intelektualnya (Kejadian 2:15).

Khususnya, Allah meminta Adam untuk memberikan nama kepada

beinatang-binatang (2:19-20). Didalam Alkitan sebuah nama adalah

suatu hal yang sangat amat penting oleh karena itu adalah cerminan

dari tabiat daripada orang yang memilikul nama tersebut. Memberikan

nama kepada binatang menunjukkan secara langsung bahwa Adam

harus mengamati dan menganalisa tingkah laku mereka agar supaya

dapat memberikan nama kepada mereka dengan tepat. Ini adalah

sebuah penelitian ilmu pengetahuan tentang alam. Dia sedang

menjelajahi ciptaan Allah, mengaturnya, mengerti keteraturan dan

keharmonisannya. Dia sedang meletakan ketrampilan dan bakat yang

Allah telah berikan kepadanya pada pelayanan Allah dan alam.

Disanalah dasar teologia untuk penatalayanan dari talenta-talenta kita

ditempatkan. Allah memberkati kita dengan kapasitas untuk

mengembangkan ketrampilan-keterampilan dan untuk mendapatkan

pengetahuan yang baru dan ini harus diletakkan kedalam pelayanan-

Nya.

4. Suatu Keadaan Sosial

Manusian tidak dapat muncul dengan penuh arti didalam

keterbelakangan yang total. Kapasitas kita untuk berinteraksi dengan

orang lain adalah sebuah manifestasi dari kenyataan bahwa kita telah

diciptakan oleh Allah didalam gambar-Nya. Itu telah disarankan bahwa

Kejadian 1:27 menunjuk kepada aspek dari gambar Allah didalam kita:

“Maka Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya, menurut

gambar Allah diciptakannya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-

Nya mereka.” “Manusia” adalah suatu bentuk jamak dari orang-orang,

satu kesatuan yang dibentuk oleh seorang pria dan seorang wanita.

Beberapa ahli ilmu pengetahuan telah menemukan didalam bentuk

jamak tersebut satu manifestasi dari gambar Allah. Pria dan wanita

24

adalah gambar oleh karena mereka bersama adalah satu.�� Satu bentuk

jamak menerangkan tentang “manusia” dan Allah. Ide pokoknya adalah

bahwa gambar Allah didalam “manusia” mencakup bentuk jamak yang

memungkinkan untuk hubungan antar-manusia didalam satu cara yang

“sama” sehingga bentuk jamak didalam Allah membuat kemungkinan

akan hubungan-hubungan antar-manusia. Manusia, seperti Allah,

adalah makluk yang rasional oleh karena kasih yang benar selalu

membutuhkan orang lain untuk mengekspresikan dirinya.

Terpisah dari hubungan kita dengan Allah, salah satu interaksi

sosial yang terpenting terjadi diantara struktur keluarga. Allah telah

menginstruksikan Adam dan Hawa tentang hubungan yang fundamental

ini, menjelaskan kepada mereka sifat daripada perkawinan itu.

Perkawinan memiliki satu tujuan kesatuan (Kejadian 2:24) dan proaktif

(1:28). Kesatuan didalam cinta dapat menjangkau dimensinya yang

penuh didalam perkawinan. Pada saat yang bersamaan Allah telah

memberikan kepada manusia kesempatan untuk berkontribusi bersama

Dia didalam mengabadikan ras manusia. Ini adalah hasil daripada sifat

sosial kita dan, khususnya, tentang insteraksi dan komitmen didalam

cinta antara pria dan wanita. Adalah dari insteraksi sosial yang positif

didalam keluarga sehingga kemungkinan akan hubungan-hubungan

yang lebih jauh yang penuh arti dengan orang dapat berkembang.

Sebagai makluk sosial, kita secara khusus bertanggungjawab

terhadap penatalayanan dari pengaruh sosial kita didalam rumah

tangga, di gereja secara lebih besar. Memperlakukan orang lain dengan

rasa hormat, perhatian, dan cinta adalah sebuah ujian terhadap

penatalayanan dari kehidupan sosial kita. Nilai-nilai dan prinsip-prinsip

dari komitmen kita kepada Tuhan harus mempunyai pengaruh yang

langsung dan positif pada insteraksi sosial kita.

C. Manusia dan Penguasa Dunia

25

Menurut Kejadian 1:28, Adam dan Hawa harus menaklukkan

dunia dan berkuasa atas fauna. Jadi hal ini menjelaskan hubungan

mereka kepada sisa daripada penciptaan itu. Tidak diragukan lagi,

didalam tugas itu gambar Allah dinyatakan didalam cara yang khusus.

Allah telah memberikan kepada manusia kekuasaan dan otoritas:

“Setiap manusia yang diciptakan menurut citra atau peta Allah

dikaruniakan dengan kuasa yang serupa dengan Khalik-Nya—

kepribadian daya pikir dan perbuatan.”��

Kata kerja ‘untuk berkuasa” digunakan didalam Perjanjian Lama

untuk menandakan kekuasaan dari raja erhadap rakyatnya.�� Didalam

Kejadian kuasa ini diberikan kepada manusia dan dibatasi hanya

kepada dunia binatang.�� Kita bertanggunjawab disini “untuk

memerintah alam sebagai seorang raja yang baik hati, bertindak sebagai

wakil Allah terhadap meeka dan oleh karena itu memperlakukan mereka

dengan cara yang sama sebagaimana Allah yang telah menciptakan

mereka.”16 Bukti bahwa manusia adalah vegetarian meunjukkkan

bahwa kehancuran dari kehidupan binatang bukanlah maksud didalam

pemberian kekuasaan atas mereka.�� Kekuasaan itu adalah satu yang

positif, berhubungan dengan “menyelamatkan kesejahteraan dari setiap

makluk hidup yang lain dan membawa janji dari masing-masing kepada

hasil yang baik.��

Kata kerja “menaklukkan” tanah itu harus dimengerti didalam

konteks Kejadian 2:5. 15 sebagai pemeliharan tanah. Pendapat tentang

menggunakan kekuasaan untuk mengeksploitasi alam diatur melalui

konteks dalam mana kebaikan dari penciptaan itu harus dimengerti

didalam termilologi dan keserasiannya yang sempurna dan persatuan.

Manusia tidak boleh melawan aturan yang telah dibuat oleh Allah tetapi

menghormati dan menghidupkannya.

Penaklukkan manusia atas alam menyatakan satu fungsi yang

penting dari manusia sebagai gambar Allah: Mereka adalah wakil Allah

didalam dunia yang telah diciptakan. Kita telah dikatakan bahwa

26

manusia telah “ditempatkan, sebagai wakil Allah, terhadap keteraturan

dari makluk yang lebih rendah. Mereka tidak dapat mengerti atau

mengenak kemahakuasaan dari Allah, namun mereka diciptakan

dengan kemampuan untuk mencintai dan melayani manusia.”19 Allah

mendelegasikan kepada Adam dan Hawa, sebagai wakil-wakil-Nya,

tanggungjawab untuk mengatur penciptaan yang sisa. Allah telah

menunjuk manusia untuk menjadi penatalayan dari dunia.�°

Perintah untuk menaklukkan dunia menunjukkan sesuatu

tentang alam dari ciptaan itu. Itu mengsyaratkan sebuah pengertian

yang non-mitologi tentang sifat mitologi-mitologi Kuno yang sering

mengatakan tentang pohon-pohon ilahi, sungai-sungai, binatang-

binatang, bumi, dll. Bilamana ditentang oleh mereka, manusia tidak

akan menjelajahi mereka tetapi tunduk kepada mereka. Pendapat

semacam ini tidak berdasarkan pengertian alkitbiah: “tidak ada bumi

yang hebat, juga binatang-binatang hebat, juga konstelasi yang hebat,

atau bidang yang lain yang secara mendasar yang tidak dapat diakses

oleh manusia.”²¹ Tidak ada yang lebih unggul kepada manusia didalam

keteraturan yang telah tercipta.

Penguasaan manusia terhadap penciptaan secara langsung bahwa

alam ini terbatas yang bergantung kepada pemeliharaan dari manusia.

Unsur-unsur dari ketergantungan ini kelihatannya menjadi milik dari

alam ciptaan. Ketergantungannya ialah, tentunya, bersama. Alam

tergantung pada peraturan yang seperti raja dari orang-orang yang

penuh kasih sayang agar supaya dapat menunjukkan hasilnya,

kebesarannya, dan keindahannya. Tetapi keberadaan manusia adalah

secara intrinsik berhubungan kepadanya. Allah telah menetapkan

bahwa keberadaan merea harus menjadi saling bergantung, walaupun

secara pasti bahwa mereka berdua bergantung kepada Dia.

Kami dpat menyimpulkan bahwa dari perspektif Allah manusia

adalah penatalayan-penatalayan dari dunia alami. Ini sangat mungkin

oleh karena tidak ada kehebatan atau kekudusan didalam alam. Konsep

27

ini adalah tentang arti yang sangat besar untuk orang-orang yang

merasa tertarik diadlam masalah-masalah ekologi. Perhatian kita

terhadap kesejahteraan dari planet bukanlah untuk didasarkan

perkiraan kekudusannya, tetapi pada kenyataan bahwa Allah telah

menunjuk orang sebagai penatalayan-penatalayan dari dunia tersebut.

IV. Kejatuhan dan Dosa

Sering sangat sulit bagi kita untuk dapat memahami, atau bahkan

membayangkan, satu waktu didalam sejarah daripada planet ini ketika

pernah ada satu kemarmonisan diatas bumi. Maksud ilahi adalah

bahwa manusia, disatukan kepada allah didalam komitmen yang tidak

terbagi kepada Dia, akan terus berkuasa terhadap dunia ini,

menjelajahinya dan memeliharanya didalam semua keindahan dan

keagungannya. Adalah jelas bahwa penatalayanan adalah sejak semula

milik dari Allah yang dimaksudkan dan dirancang untuk misi dari ras

manusia terhadap planet kita. Maksudnya adalah untuk menjelaskan

tanggungjawab yang mendasar dari keluarga manusia terhadap Allah

dan terhadap aturan keteraturan yang telah dicipatakan. Tetapi dosa

mengganggu rencana ilahi.

A. Kebebasan Manusia

Dosa dan kebebasan didalam teologi Kristen adalah sangat saling

berhubungan. Cerita Alkitab tentang kejatuhan menyediakan dukungan

untuk konklusi ini. Tanggungjawab penciptaan adalah bahwa manusia

diciptakan sebagai agen-agen yang bebas. Didalam konteks ini

kebebasan mungkin berarti bahwa mereka memiliki kemampuan untuk

menjadi apa yang Allah maksudkan kepada mereka. Mereka bebasa

untuk menyadari diri mereka sendiri, untuk membuat potensi mereka

menjadi berhasil sebagai ciptaan-ciptaan Allah. Oleh karena itu,

28

kebebasan manusia adalah satu realitas hanya bila manusia akan

berada didalam hubungan yang harmonis dengan Allah. Adalah kepada

tipe kebebasan ini bahwa Kejadian 2:26, 17 menyatakan: “Lalu Tuhan

Allah memberi perintah ini kepada manusia: ‘Semua pohon dalam

taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon

pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu janganlah kaumakan

buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.’”

Kedua ayat ini menjelaskan sifat kebebasan yang sebenarnya dan

membangun batas-batasnya. Kita memiliki satu perintah yang positif,

dan permisif untuk dapat diikuti dengan satu batasan. Adam dan Hawa

bebas untuk makan dari pohon mana saja didalam taman yang

memusakan kebutuhan mereka akan makanan. Tuhan telah

menyediakan semuah kebutuhan dasar mereka, dan melalui mendengar

kepada printah-Nya, kehidupan dapat terjamin. Larangan, “Jangan

kamu makan buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang

jahat”, didalam satu pengertian membuat mereka waspada terhadap

kebebasan meeka. Mereka memiliki kebebasan untuk menolak

bersekutu dengan Allah. Adam dan Hawa bebas untuk mengatakan,

“tidak” kepada Allah dan kepada kehidupan yang berasal daripada-Nya.²²

Tanpa kemungkinan tersebut, Adam dan Hawa tidak bebas tetapi

seperti orang yang dipenjara di atas planet ini. Mereka telah diciptakan

untuk hidup diatas dunia ini tanpa alternatif atau tanpa jalan keluar.

Allah meciptakan mereka tanpa berkonsultasi dengan mereka, tanpa

memberikan kepada mereka kebebasan untuk memutuskan apakah

mereka mau untuk diciptakan. Sebenarnya, hal seperti ini tidak akan

akan mungkin, oleh karena kebebasan memilik menuntukkan dengan

nyata keberadaan dan kesadaran. Allah dengan sangat sederhana

menciptakan mereka yang telah memberikan kepada mereka kebebasan

untuk mengatakan “Ya” atau “tidak” kepada-Nya dan kepada kehidupan.

Maksud Allah yang sesungguhnya kepada manusia untuk memilih

kehidupan dan persekutuan dengan Dia. Semenjak saat itu, perintah

29

yang negatif. Tujuannya adalah untuk mempertahankan Adam dan

Hawa tetap hidup melalui pilihan mereka tentang karunia kehidupan.

Kebebasan mereka telah diuji: “Mereka dapat saja menurut dan hidup,

atau tidak menurut dan binasa.”�� Adalah menjadi tanggungjawab

mereka untuk memutuskan apakah untuk kembali kepada kehampaan

atau menikmati hidup dan kebebasn yang tidak pernah berakhir

didalam keselarasan, penurutan, dan kepercayaan total didalam

Pencipta.

Nama dari pohon dimana Adam dan Hawa tidak diperbolehkan

untuk memakannya adalah sebuah pohon yang sangat menarik, “pohon

pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.” Banyak saran telah

diberikan sehubungan dengan arti dari paragrap itu �� tetapi itu

mungkin harus diinterpretasikan didalam terminologi dari Kejadian

3:22, “Berfirmanlah Tuhan Allah: ‘Sesunggughnya manusia itu telah

menjadi salah satu dari Kita, tahu tentang yang baik dan yang jahat.’”

Mengetahui tentang yang baik dan yang jahat adalah satu bentuk

pengetahuan yang menjadi milik yang eksklusif dari Allah. Paragrap itu

tidak menandakan kemampuan untuk mengetahui segala sesuatu oleh

karena manusia tidak pernah diciptakan untuk menjadi Maha Tahu.

Apa yang ditekankan oleh paragrap tersebut adalah kemungkinan bagi

manusia untuk memutuskan oleh diri mereka sendiri apa yang menjadi

kepentingan mereka dan apa yang tidak.�� Kelihatannya paragrap itu

digunakan untuk menerangkan ide tentang otonomi moral dan

penambilan keputusan yang absolut tanpa merasa bertanggungjawab.

Allah berkata kepada Adam dan Hawa bahwa untuk memiliki

pengalaman tersebut adalah untuk menolak Dia dan untuk memilih

kematian. Pohon itu adalah, oleh karena itu, sebuah simbol dari

penetapan diri sendiri dan kebebasan total yang akan menuntun dengan

tidak ditawar-tawar kepada kematian oleh karena itu akan menjadi satu

penolakan dari karunia kehiduan. Dalam pokoknya, ini akan menjadi

pemberontakan yang besar terhadap Allah.

30

]

B. Dosa sebagai Pemberontakan: Menuntut Kepemilikan

Ular, yang adalah binatang yang sangat pandai didalam taman,

telah menjadi sebuah alat kejahatan (Kejadian 3:1). Ini sangat

mengejutkan oleh karena dia adalah satu dari ciptaan Allah yang baik

(1:31). Adalah sangat menarik untuk dicatat bahwa selama

pemandangan penghakiman dijelaskan didalam Kejadian 3:9-14 Allah

meminta kepada Adam dan Hawa untuk menjelaskan tingkah laku

mereka dan memberikan alasan untuk hal itu. Namun, tidak ada

pertanyaan yang diberikan kepada ular. Tidak ada pembicaraan antara

Allah dan ular itu oleh karena tidak ada yang perlu dijelaskan; dosa

adalah tidak dapat dijelaskan, yang tidak masuk akal. Dosa hanya dapat

dituduh dan itulah sesungguhnya apa yang Allah telah lakukan.

Ular, didalam percakapannya dengan Hawa, menantangnya

dengan satu kemungkinan akan satu pengertian yang baru dan satu

pandangan yang baru tentang dunia. Pekabarannya dalah permohonan

dan bersifat bujukan. Dia memperkenalkan dirinya dengan sebuah

pertanyaan yang memaksa Hawa untuk bereaksi. Kata-kata Allah telah

diputarbalikkan dan Hawa memutuskan untuk membela Dia, namun

didalam proses Hawa menjadi tidak aman. Ular menjadi semakin lebih

agresif dan bertentangan dengan pernyataan Allah secara terbuka

tentang hasil dari memakan buah dari pohon pengetahuan tentang yang

baik dan yang jahat. (3:4, ).

Menurut ular, kematian adalah bukan sebuah ancaman kepada

ciptaan oleh karena ciptaan itu tidak akan mati. Tetapi ciptaan itu akan

berpindah dari satu tingkat yang lebih rendah kepada satu tingkat

keberadaan yang lebih tinggi. Dengan memakan buah dari pohon

pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat, dia berdebat, akan

membuka satu pemandangan yang baru tenatng pengertian diri sendiri

31

kepada Hawa dan suaminya. Dia akan selangkah lebih dekat kepada

ilahi; kenyataannya dia akan menjadi seperti Allah, mengetahui yang

baik dan yang jahat. “Betul, kata ulat itu, “engkau akan memiliki satu

pengertian diri sendiri, engkau dapat menjadi tuan bagi dirimu sendiri,

dan engkau dapat menjadi sumber dari kehidupanmu sendiri.”

Ular itu kemudian melanjutkan dan menanyakan kebaikan Allah

melalui mengusulkan bahwa Allah membatasi kenikmatan hidup yang

sepenuhnya dari Adam dan Hawa melalui meminta mereka untuk

bergantung kepada-Nya. Mereka dapat memperoleh satu dimensi

keberadaan yang baru melalui otonomi dan bebas dari Allah. Yang perlu

mereka lakukan adalah menolak peran mereka sebagai penatalayan-

penatalayan Allah dan menjadi pemilik-pemilik kehidupan.

Hawa ingin untuk bertumbuh, untuk mengembangkan dirinya

sendiri, dan dengan sepenuhnya menyadari potensinya. Adalah Tuhan

yang menempatkan kerinduan didalam hatinya untuk memiliki hikmat.

Tetapi Hawa dan suaminya salah menggunakan kebebasan mereka dan

melangkahi batan-batas mereka. Mereka berdua menolak status mereka

sebagai penatalayan-penatalayan Allah agar supaya dapat menjadi

pemilik-pemilik. Mereka memakan buah dari pohon itu, bukan karena

mereka menolak karunia kehidupan yang diberikan oleh Allah, tetapi

oleh karena mereka ingin untuk memberikan dan menikmatinya

didalam kebebasan yang total dari Allah. Mereka menjadi tertarik untuk

melanggar keadaan mereka sebagai ciptaan dan mau menjadi seperti

Allah. Mereka telah tertipu oleh ular oleh karena apa yang telah

ditawarkan oleh mereka adalah tidak benar. Dan dalam kenyataannya

mereka telah memilih kematian dan bukan kehidupan. Didalam

memakan buah tersebut, kemanusian hilang penatalayanannya dari

dunia.

C. Dosa sebagai Cinta Diri Sendiri dan Perbudakan

32

Keputusan dari Adam dan Hawa adalah sebuah tindakan

pemberontakan yang membawa kekacauan kedalam dunia yang

mempengaruhi keharmonisan dari penciptaan. Setelah dosa mereka, hal

pertama yang mereka alami adalah rasa malu dihadapan satu dengan

yang lain. Mereka melihat kepada satu dengan yang lain sebagai orang-

orang asing dan secara konsekwensi kehidupan sosial mereka tidak lagi

sama. Gangguan kerohanian internal dicerminakn didalam penolakan

terhadap satu dengan yang lain.

Kami memahami hal utama yang lain melalui tubuh. Kehidupan

sosial dan interaksi adalah tidak mungkin diluar daripada tubuh.

Merasa malu ketika menghadapi orang lain berarti bahwa hubungan

antar pribadi tidak lagi harmonis. Adam dan Hawa menginginkan

otonomi penuh, bebasa dari Allah, tetapi mereka tidak menyadari bahwa

kerinduan seperti itu akan juga berarti kebebasan dari satu dengan

yang lain. Rasa cinta diri sendiri telah lahir didalam hati mereka dan

mulai dari saat itu dan seterusnya itu akan menjadi tabiat dari ras

manusia.

Sangatlah menarik, walaupun menuntut kekebasan dari Allah,

namun Adam dan Hawa masih bertanggungjawab kepada-Nya atas

tindakan-tindakan mereka. Mereka bersembunyi dari Tuhan oleh karena

mereka telah menjadi penatalayan-penatalayan yang tidak setia. Tuhan

menghakimi mereka dan mendapati mereka bersalah (Kejadian 3:8-19).

Tuhan selalu melihat kepada manusia sebagai penatalyanan-

penatalayan oleh karena Dia telah menunjuk mereka untuk menjadi

penatalayan-penatalayan. Sebuah alam yang telah rusak dan cinta diri

tidak akan dapat membenarkan penolakan dari peranan tersebut.

Oleh karena dosa mereka Adam dan Hawa telah menjadi budak

dosa. Paulus telah menunjukkan bahwa manusia menjadi budak dari

orang yang mereka pilih untuk taati (Roma 6:16). Bangsa manusia

memilih untuk melayani dosa dan diperbudak oleh-nya (6:17), berada

didalam kekuasaannya dan ditawan oleh hukum dosa (7:14, 23).

33

Manusia tidak dapat menuruti hukum Allah; adalah tidak mungkin bagi

mereka untuk menyenangkan Allah (Roma 8:7, 8). Ada satu

ketindaksanggupan yang mendasar didalam mereka untuk melayani

Allah. Sifat manusia menjadi rusak sampai kepada intinya, membawa

satu sifat permusuhan terhadap Allah (8:7), menjadi lemah, dan dengan

satu kecendrungan alami kepada dosa. Sifat ini, dimiliki oleh dosa, yang

mengendalikan bangsa manusia (8:9). Oleh sebab perbudakan ini

kepada dosa, adalah tidak mungkin kepada manusia untuk menjadi

penatalayan Allah yang setia.

Dosa, sebagai satu pemberontakan terhadap Allah, bukan saja

membawa cinta diri sendiri dan perbudakan tetapi itu juga

mempengaruhi gambar Allah didalam manusia. “Karena semua orang

telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.” (Roma 3:23).

Sebagai satu hasil dari dosa, maka sifat spiritual dan moral kita telah

rusak. Dalam kenyataannya, tidak ada aspek dari kemanusiaan yang

tidak terjamah oleh dosa. Namun, gambar itu belun seutuhnya

terhapuskan (Kejadian 9:6).26 Adalah benar bahwa manusia telah

“mencacati gambar Allah” didalam jiwa mereka melalui cara hidup yang

rusak,�� tetapi jejak dari semuanya itu masih tinggal pada jiwa.��

Pengrusakand ari gambar tersebut berarti bahwa alam itu sendiri “telah

menjadi sasaran frustrasi . . . .keterikatan . . . kehilangan” (Roma 8:20,

21).

Peranan manusia sebagai penatalayan-penatalayan dari Allah

telah rusaks ecara drastis melalui dosa. Dosa, sebagai pemberontakan

terhadap Allah, menjadi ciri dari manusia yang memproklamirkan diri

sebagai pemilik dari segala sesuatu dan secara khusus tentang

kehidupan mereka sendiri yang mereka coba untuk pertahankan melalui

usaha-usaha mereka sendiri. Sejak saat itu, mereka menjadi budak dari

dosa dan tidak mampu untuk menjadi apa yang Tuhan inginkan kepada

mereka. Pemulihan manusia kepada status semula mereka sebagai

penatalayan-penatalayan Allah akan menuntut satu rencana yang akan

34

menyampaikan masalah-masalah pemberontakan, cinta diri sendiri,

perbudakan, dan pemulihan dari gambar Allah.

V. Keselamatan dan Penatalayanan

Kita telah mencatat bahwa penatalayanan didalam Perjanjian

Lama brawal dengan karunia penciptaan dan kehidupan. Allah

menciptakan manusia dengan pepandaian kehidupan manusia dan

menugaskan kepadanya peran dalam mewakili Dia didalam dunia ini.

Penatalayanan didalam Perjanjian Baru menemukan dasarkan didalam

karunia Allah akan keselamatan melalui Kristus. Didalam kedua kasus

ini, dia yang memberi adalah Tuhan dan dia yang menerima dan

mengatur adalah penatalayan tuhan yaitu yang telah diciptakan dan

diciptakan kembali melalui dan didalam Kristus.

A. Kristus: Gambar Allah dan Penatalayan

Untuk membebaskan planet ini dai kuasa dosa, Allah

membutuhkan seorang penatalayan yang setia, seorang yang dapat

mewakili Dia dengan tepat sebagai gambar-Nya didala suatu dunia telah

terasing dari-Nya. Ini terjadi didalam Kristus Yesus.

Beberapa pasal didalam Perjanjian Baru menunjuk kepada Yesus

sebagai gambar Allah. Salah satu yang sangat terkenal adalah Kolose

1:15: “Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih

utama dari segala yang diciptakan.” Ayat ini menyinggung kepada

Kejadian 2:16 dimana Adam dan Hawa dijelaskan sebagai gambar allah

yang mewaliki Dia kepada urutan yang lebih rendah dari penciptaan.29

Sekarang, adalah Kristus yang dijelaskan sebagai gambar Allah. Judul

“Yang utama dari yang diciptakan” digunakan untuk menunjukkan

supremasinya sebagai wakil Allah. Itu menekankan keunikan sebagai

seorang wakil dari penciptaan dan sebagai Tuhan atasnya.�° Didalam

35

konteks dari Kolose wakil Allah didalam Kristus adalah sesungguhnya

satu pewahyuan dari Allah kepada ciaptaan-ciptaan-Nya. Pemikiran ini

dengan jelas ditunjukksn didalam 2 Korintus 2:2 dimana ekspresi

“gambar Allah” menekankan fungsi dari Kristus sebagai yang

memberikan pernyataan tentang kemuliaan Allah. Dia memakai gambar

Allah bukan sebagai sesuatu yang telah diberikan kepada-Nya tetapi

sebagai apa yang Dia adalah sebagai pokoknya. Kristus adalah

sepenuhnya Allah, “cahaya kemuliaan allah dan gambar wujud Allah

dan menopang yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan”

(Ibrani 1:3).

Manusia Yesus ini, gambar Allah, adalah penatalayan Allah.

Yohanes menyatakan, “Bapa mengasihi Anak dan telah menyerahkan

segala sesuatu kepada-Nya” (3:35). Memnyerahkan segala sesuatu

kepada seseorang berarti memberikan kepadanya kekuasaan dan

otoritas terhadap mereka.�� Ditempat yang lain Yesus menyaksikan,

“Segala sesuatu telah diberikan kepada-Ku oleh Bapa-Ku” (Matisu

11:27; Lukas 10:22). Bapa mempercayakan kepada Yesus

tanggungjawab-tanggungjawab bahwa Dia akan memenuhinya sebagai

seorang penatalayan yang setia dan Putra. Hubungan tersebut telah

berpusat didalam kasih bersama. Referensi didalam ayat-ayat tersebut

adalah terutama kepada pekerjaan Yesus sebagai Juruselamat. Ini

adalah pekerjaan yang sangat penting yang pernah ditugaskan oleh

Allah kepada setiap penatalayan-Nya; Dia menugaskannya kepada

Putra-Nya sendiri.

Kristus, sebagai seorang penatalayan Allah, sedang mengatur

kepada-Nya rencana Allah untuk menyatukan segala sesuatu di dalam

dan melalui Kristus. Rencana itu “dinyatakan didalam Kristus (Epesus

1:11). “Kerelaan” diterjemahkan dari bahasa Gerika eis oikonomian = lit.,

“untuk administrasi.” Kata oikonomia adalah kata benda bahaga Gerika

yang biasanya diterjemahkan “Penatalayanan, administrasi.” Paulus,

didalam buku Epesus, kelihatannya menyarankan bahwa Kristus

36

“adalah penatalayan melalui siapa Allah sedang melakukan rencananya

untuk dunia—sebuah rencana yang sedang dalam pelaksanaan dan itu

akan dicapai ketika waktu telah mencapai kegenapannya (lit., ‘dalam

kepenuhan waktu’).�� Kritus, sebagai penatalayan, berkuasa atas

“rumah Allah,” gereja (Ibrani 3:6); tetapi juga memberikan rekonsiliasi

kepada alam semesta (Kolose 1:20).

Yesus menyerahkan diri-Nya sendiri kepada Bapa dan dengan

penurutan mengikuti perintah-perintah-Nya sehubungan dengan

bagaimana menjalankan rencana keselamatan (Yohanes 17:2, 4). Dia

dalah seorang penatalayan yang setiap yang tetap loyal kepada Allah

dimana Adam dan Hawa telah gagal. Sementara Adam dan Hawa

mencari kekebebasan dari Allah melalui mencoba untuk menjadi

seperti-Nya, Kristus adalah “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak

mengnggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus

dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan

mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.

Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriny-Nya

dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” (Pilipi 2:6-8).

Kristus adalah seorang penatalayan yang unik oleh karena,

supaya dapat mempertahankan kehidupan dari mereka yang percaya

kepada-Nya, Dia memberikan hidup-Nya kepada mereka (Roma5:6). Dia

telah memberikan segala sesuatu yang Dia miliki agar supaya dapat

mempertahankan kehidupan dari bangsa manusia yang untuknya dia

diberikan tanggungjawab sebagai penatalayan Allah. Ini tidak

diharapkan dari penatalayan Allah yang lain. Ketika Musa menawarkan

dirinya sendiri untuk mati bagi bangsa Israel, Allah menolak tawarannya

(Keluaran 32:31, 32). Tugas ini dipertahankan untuk manusia-Allah,

Yesus Kristus, Putra Allah. Dia, yang adalah kaya, menjadi miskin

“supaya melalui kemiskinan-Nya kita dapat menjadi kaya” (2 Korintus

8:9).Di dalam kitab Pilipi Paulus menunjuk kepada pengalaman yang

sama dengan menyatakan Kristus “mengosongkan diri-Nya” (2:7).

37

Kristus mengosongkan dirinya dari hak untuk menggunakan keilahian-

Nya dan gantinya menyerahkan diri-Nya sendiri kepada kehendak Bapa-

Nya.�� Ini adalah peranan-Nya didalam kehidupan sama seperti Dia

memenuhi tanggungjawab-Nya sebagai penatalayan Allah.

B. Memulihkan Penatalayan-penatalayan

Seorang Kristen adalah seorang yang telah mengakui dan

menerima bahwa Kristus adalah gambar Allah yang sesungguhnya dan

yang sekarang mau untuk menyesuaikan diri dengan gambar tersebut.

Tetapi sebelum hal itu dapat terjadi, pengasingan yang disebabkan oleh

dosa harus disingkirkan. Pribadi harus dipulihkan untuk berdamai

dengan Allah, menerima fungsinya yang tepat didalam dunia, berhenti

berjuang dengan penuh cinta diri untuk mempertahankan dirinya

sendiri, dan diselamatkan dari kuasa dosa yang membuatkan tidak

mungkin untuk menjadi seorang penatalayan Allah yang setia.

Semuanya ini akan dapat terjadi hanya melalui Kristus yang

mendamaikan kita dengan Allah, membuat pembenaran kita oleh iman,

dan menyelamatkan kita dari kuasa dosa.

Roh pemberontakan itu terletak di inti dari sifat kita yang telah

jatuh hanya dapat dikalahkan melalui pekerjaan Kristus yang membuat

rekonsiliasi kita mungkin dengan Allah. Rekonsiliasi adalah sebuah

manifestasi dari kasih Allah yang tidak cinta akan diri-Nya sendiri

(Roma 5:8-10). Didalam Kristus, Allah telah mendamaikan dunia kepada

diri-Nya sendiri (2 Korintus 5;19). Ini kelihatannya berarti bahwa oleh

karena pekerjaan dari Kristus, Allah telah mengesampingkan murka-Nya

terhadap kita sebagai orang-orang berdosa dan membuatnya mungkin

untuk pendamaian kita dengan Dia.�� Melalui mengambil inisiatif Allah

menyatakan kasih-Nya, dan melucuti roh pemberontakan kita dan

memanggil kita untuk berdamai dengan Dia (5:20). Ini dapat terjadi oleh

karena Allah membuat Kristus, “Dia yang tidak mengenal dosa dibuat-

38

Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh

Allah” (5:21).

Disalib Allah telah menunjukkan kepada kita bahwa tidak ada

alasan untuk berperang dengan Dia oleh karena Dia selalu mengasihi

kita. Rekonsiliasi adalah sebuah pengakuan dan penerimaan tentang

tempat kita dialam semesta ini. Adalah penolakan kita akan bagian kita

tentang ide apa saja atau usaha untuk merebut otoritas Allah atau

tuntutan-Nya tentang kepemilikan. Paulus memperkenalkan diskusinya

tentang arti dari rekonsiliasi didalam Kolose dengan mengatakan,

“Karena didalam Dialah [Kristus] telah diciptakan segala sesuatu, yang

ada disorga dan yang ada dibumi, yang kelihatan dan yang tidak

kelihatan, baik singgasana maupun kerajaan, baik pemerintah maupun

penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.”(1:16).

Penciptaan dilakukan oleh Allah melalui Kristus dan oleh karena itu

segala sesuatu menjadi milik Juruselamat. Bahkan lebih lagi, dialah

satu-satunya yang menyatukan alam semesta ini (1:17). Namun, adalah

Dia yang telah mengambil tempat kita, mati diatas kayu salib oleh

karena pemberontakan kita, memungkinkan pendamaian kita dengan

Allah (2 Korintus 5:14, 15, 21; Epesus 2:3-5). Rekonsiliasi menyatakan

dengan sangat jelas satu pengakuan tentang kepemilikan Allah atas

alam semesta dan peranan kita sebagai penatalayan-penatalayan dari

Tuhan. Mereka yang telah didamaikan “supaya mereka yang hidup,

tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati

dan telah dibangkitkan untuk mereka.” (2 Korintus 5:15).

Hidup untuk diri kita sendiri adalah manifestasi dari sifat cinta

diri kita yang membuatnya secara praktis tidak mungkin untuk menjadi

penatalayan Allah. Karena Adam dan Hawa telah jatuh kedalam dosa,

manusia secara terus menerus berusaha untuk mempertahankan hidup

mereka melalui usaha-usaha mereka sendiri. Dimensi dosa seperti ini

telah dihadapi oleh Kristus. Sifat cinta diri sendiri membuat kita tidak

efektif dalam menjadi pengurus-pengurus dari berkat-berkat Allah oleh

39

karena apapun yang kita terima dari Allah kita sumbangkan kepada diri

kita sendiri agar supaya merasa aman dan untuk meyakinkan bahwa

kita akan sanggup untuk menikmati hidup di planet kita sendiri. Cinta

diri seperti ini tidak memperhatikan orang lain oleh karena kita

seutuhnya terobsesi dengan pemikiran akan mempertahankan diri

sendiri.

Solusi kepada kondisi manusia yang penuh dosa ini ditemukan

didalam kematian Kristus yang penuh pengorbanan di atas kayu salib

yang memungkinkan kita untuk dibenarkan oleh iman didalam Dia

(Roma 3:21-26). Pmebenaran berarti bahwa kita telah dibebaskan

didalam pengadilan Allah oleh karena Kristus telah mengambil tempat

kita, mati untuk kita. Pemeliharaan terhadap hidup kita tidak algi

menjadi tanggungjawab kita melainkan tanggungjawab Allah. Allah

melalui Kristus telah memberikan kepada kita kebebasan hidup sebagai

satu karunia dari kemurahan (5:18). Sebelum datang kepada Kristus

kita secara rohani telah mati didalam dosa-dosa kita dan bersalah

(Epesus 2:1). Tetapi melalui Kristus Allah membuat kita hidup melalui

pewahyuan daripada kamurahan-Nya: “Sebab karena kasih karunia

kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi

pemberian Allah.” (2:8).

Kematian Kritus yang penuh pengorbanan telah menunjukkan

bahwa kasih yang penuh pengorbanan diri sendiri mengalahkan

kejahatan. Kristus telah memberikan hidup-Nya agar supaya dapat

memelihara hidup kita menunjukkan dengan jelas bahwa hidup

dipelihara bilamana itu diserahkan kepada Allah didalam satu

hubungan yang penuh kepercayaan dan kasih (Matius 16:25). Terpisah

dari Kristus tidak ada kehidupan didalam kita ( Yohanes 6:53; 10:10).

Hanya melalui pembenaran oleh iman sehingga kita memiliki kehidupan

(Roma 5:18). Secara konsekwensi, pusat daripada kehidupan kita tidak

lagi diri kita sendiri tetapi Kristus. Sekarang, kita hidup untuk Dia dan

untuk kemuliaan-Nya (Roma 6:10-11). Paulus menjelaskan, didalam

40

bahasa yang sangat gamblang, meninggalkan takhta cinta diri sendiri

didalam kehidupannya melalui pekerjaan Kristus di kayu salib, berkata:

“Aku telah disalibkan dengan kristus tetapi bukan aku sendiri yang

hidup, melainkan Kristus yang hidup didalam aku. Dan hidupku yang

kuhidupi sekarang didalam daging, adalah hidup didalam iman oleh

Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk

aku.” (Galatia 2:20).

Akhirnya, kebebasan kita dari kuasa perbudakan dosa adalah

nyata oleh karena allah, didalam Kristus, telah menyelamatkan kita

darinya. Yesus berkata, “Karena Anak manusia juga datang bukan

untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan

nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”(Markus 10:45). Dosa

membuat kita menjadi budak-budak, tidak mampu untuk melayani

Allah dan orang lain (Roma 6:6), dan ditakdirkan untuk kematian yang

kekal (6:23). Di salib kita telah dibebaskan dari dosa dan kematian:

“Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka

Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam

keadaan mereka, supaya oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu

iblis yang berkuasa atas maut; dan supaya dengan jalan demikian Ia

membebaskan mereka yang hidupnya perhambaan oleh karena

takutnya kepada maut.” (Ibrani 2:14, 15). Allah didalam Kristus telah

membayar harga penebusan kita dengan “melainkan dengan darah yang

mahal, yaitu darah Krstus yang sama dengan darah anak domba yang

tak bernoda dan tak bercacat.” (1 Petrus 1:19).

Mereka yang percaya kepada Kristus menjadi milik-Nya. Paulus

menulis kepada orang-orang Korintus, “dan bahwa kamu bukan milik

kamu sendiri; sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas

dibayar. Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu” (1 Korintus

6:19, 20). Penebusan berarti kita tidak lagi berada dibawah kuasa dosa

sebab kehidupan kita telah “dibeli kembali” oleh Allah melalui Kristus.

Kehidupan kita bukanlah milik kita tetapi Allah telah memberikan

41

kepada kita kebebasan untuk mengatur mereka dengan tepat agar

supaya dapat menjadi apa yang dari mulanya Dia rencanakan bagi

kita—yaitu, penatalayan-penatalayan-Nya. Ini akan mungkin terjadi

melalui karunia dari Roh Kudus yang telah diberikan oleh Allah kepada

mereka yang percaya didalam Kristus. Mereka “tidak hidup menurut

sifat berdosa mereka tetapi menurut Roh” (Roma 8:4). Individu-individu

seperti ini telah menetapkan pikiran mereka pada apa yang diinginkan

oleh alam” (8:5) oleh karena Roh hidup didalam mereka (8:9).

Satu teologia dari penatalayanan adalah didasarkan bukan hanya

pada konsep dari penciptaan dan apa yang Allah rencanakan bagi kita,

tetapi juga pada keselamatan melalui Kristus yang membuatnya

mungkin bagi kita, dengan tidak mengingat dosa kita, untuk menjadi

apa yang Allah maksudkan bagi kita. Melalui kekuatan injil Allah tidak

melakukan kerusakan yang disebabkan oleh disa (Roma 1:16-17).

Melalui rekonsiliasi didalam Kristus pemberontakan kita terhadap

Kristus berakhir dan kita mengakui Allah sebagai Pencipta, Pemberi

Hidup, Pemelihara, dan Pemilik dari alam semesta. Sekali lagi kita

menemukan tempat kita yang tepat didalam rencana Allah untuk

menjadi seorang hamba dari Allah yang penuh kasih dan bukan pemiliki

yang tidak sah dari dunia dan dari kehidupan kita. Melalui pembenaran

oleh iman kepedulian kita yang buta untuk mempertahankan hidup

sendiri berakhir melalui mengakui bahwa didalam Kristus kehidupan

kita telah dijamin secara gratis oleh seorang Allah yang penuh kasih.

Sifat cinta diri sendiri itu berakhir di salib melalui pewahyuan tentang

kasih pengorbanan Allah. Penebusan memulihkan kebebasan dari kuasa

dosa kepada kita, membuatnya mungkin bagi kita, melalui kuasa yang

memerintah dari Roh, untuk menjadi penatalayan-penatalayan Tuhan

yang setia. Kita mencapai tingkat yang tertinggi dari kesadaran akan diri

sendiri melalui pelayanan kepada Allah dan kepada orang lain.

C. Memulihkan Peta Allah

42

Adalah melalui pekerjaan Kristus dan dengan kuasa dari Roh

sehingga peta Allah harus di pulihkan didalam kita. Adalah merupakan

maksud Allah selalu bahwa orang-orang berdosa “harus memenuhi peta

dari Putranya” menjadi saudara-saudara-Nya (Roma 8:29). Kata kerja

menyesuaikan menunjuk kepada penyucian sebagai “persesuaian yang

berkembang maju kepada Kristus, yang adalah eikon [gambar] dari

Allah, sehingga menjadi satu pembaharuan yang berkembang maju dari

umat percaya kedalam keserupaan dengan Allah.”�� Ini dengan sangat

jelas dinyatakan didalam 2 Korintus 3:18 dimana kita dijelaskan sebagai

“maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam

kemuliaan yang semakin besar.” Diri yang baru daripada umat percaya

“yang telah dibaharui didalam pengetahuan didalam rupa dari

Penciptanya.” (Kolose 3:10). Pemulihan yang penuh darpada rupa

Kristus didalam kita adalah penting bagi kita adalah bahwa rupa itu

telah di bentuk kembali didalam kita sekarang didalam Kristus, dan

konsekwensi tersebut telah dibaharu kepada fungsi yang semula sebagai

penatalayan-penatalayan Allah.

Tanggungjawab yang terpenting dari penatalayan-penatalayan

Kristen didalam Perjanjian Baru adalah pengaturan yang tepat dari

kasih karunia Allah, yaitu untuk mengatakan, proklamasi daripada injil

(1 Korintus 9;17; Epesus 3:2, 9), atau tentang “perkara rahasia dari

Allah” dinyatakan kepada kita didalam Kristus (1 Korintus 4:1). Kita,

sama seperti Kristus, berpartisipasi dalam pengaturan akan rencana

Allah tentang keselamatan (Kolose 1:25). Ini bukan saja

memproklamasikan kabar baik, tetapi juga mengidupkan

permintaannya yang menyucikan demi kehidupan kita.

Sebagai tambahan, kita juga adalah kasih karunia Allah. Didalam

satu pengertian ini adalah bagian daripada pengaturan akan kasih

karunia Allah oleh karena didalam gereja Kasih karunia-Nya

menunjukkan dirinya sendiri khususnya didalam memberikan kasih

karunia kepada setiap umat percaya (1 Petrus 4:10). Didalam

43

menempatkan penatalayanan ini menunjukkan dirinya sendiri melalui

satu disposisi untuk melayani orang lain. Ketika Petrus memanggil

masyarakat Kristen untuk mengatur dengan setia kasih karunia yang

diberikan oleh Allah, dia menyarankan bahwa kita adalah penatalayan-

penatalayan dari segala sesuatu yang kita meiliki oleh karena semuanya

telah diberikan kepada kita oleh Allah. Semua kepemilikan Kristen

harus diatur untuk kemuliaan Allah. Ini akan mencakup segala sesuatu

yang Allah telah berikan kepada kita pada saat penciptaan termasuk

tubuh kita (1 Korintus 6:19-20) dan sumber-sumber keuangan kita

(lihat dua pasal berikutnya). Orang-orang Kristen yang yakin bahwa

segala sesuatu diciptakan dan ditebus oleh Allah melalui Kristus dan,

oleh karena itu, segala sesuatu menjadi milik Tuhan, tidak akan pernah

merasa dirinya sendiri sebagai pemilik, tetapi selalu sebagai penatalayan

Allah dan Kristus.

D. Penatalayanan tentang Penciptaan dan Apokaliptis

Penekanan Perjanjian Baru tentang eskatologi apokaliptis yang

mengumumkan kehancuran dari orang-orang jahat dan terbakarnya

dunia (2 Petrus 3:8-10), dapat cendrung untuk menyarakan bahwa

tanggungjawab kita sebagai penatalayan Allah tidak mencakup sati

perhatian yang pasti bagi dunia secara alami. Mengapa harus kita peduli

tentang yang akan dibinasakan oleh Allah pada akhir?

Kesimpulan seperti itu akan menjadi sebuah kesalahan yang

serius dan mengerikan. Kita harus mencatat bahwa Perjanjian Baru

menjeskan Allah sangat serius didalam dunia alami. Dia memberi

makan burung-burung di udara, yang tidak menabur dan menuai

(Matius 6:26), memperhatikan kehidupan dari burung (10:29), dan

memakaikan rumput yang diladang dengan keindahan (6:28-30). Tidak

satupun didalam Alkitab adalah dunia alami dijelaskan sebagai pada

dasarnya dalah jahat. Sebaliknya, semua itu baik oleh karena Allah

menciptakannya. Kepedulian Allah untuknya adalah patut dicontohi

44

bagi penatalayan-penatalayan-Nya. Mereka harus memperlakukan

dengan rasa hormat dan penuh perhatian apa yang menjadi milik

Tuhan. Hanya orang-orang jahat yang merusak dunia ini, dan Tuhan

akan menghancurkan mereka pada waktunya (Wahyu 11:18).

Kebakaran secara apokaliptis terhadap dunia alami harus

dimengerti sebagai sebuah tindakan dari penebusan yang menuntun

kepada pembaruan dari penciptaan dan bukan sampai kepada

kepunahanya. Itu adalah satu titik transisi dari satu dunia yang telah

terinfeksi oleh dosa kepada satu dunia yang bebas dari dosa itu. Itu

bukanlah sebuah penyangkalan akan alam tetapi satu penegasan

kembali tentang kebaikannya. Pengalaman tentang alam dapat

dibandingkan dengan kekuatan-kekuatan kejahatan. Mereka akan

seluruhnya dibinasakan, akan dimusnahkan dari alam semesta Allah,

tanpa setiap kemungkinan akan satu penciptaan kembali. Mereka akan

dituduh oleh karena pada pokoknya adalah jahat. Tidak demikian

dengan dunia alami. Pemusnahan yang terakhir adalah kebebasannya.

Paulus didalam Roma 8:19-22, menggambarkan dunia alami dan

menunjukkan bahwa oleh karena solidaritasnya dengan manusia, maka

itu telah dipengaruhi oleh pengalaman mereka didalam dua cara.

Pertama, itu telah “terinfeksi” oleh dosa yang dibawa oleh manusia

kedalam dunia. Itu menjadi sasaran kepada frustrasi tetapi “bukan oleh

pilihannya sendiri” (ayat 20). Oleh karena itu, alam adalah amoral tetapi

terperangkap didakan konsekwensi dari doa manusia. Sekarang berada

pada satu situasi terikat dan membusuk ( ayat 19). Kedua, alam hidup

didalam pengaharapan akan pemenuhan janji dari penebusan dimasa

yang akan datang yang akan dialami oleh manusia pada eskaton.

Kristus datang untuk membawa kebebasan kepada mereka yang percaya

didalam dia dan bersama dengan mereka alam menatap kedepan kepada

menikmati akan kebebasan. Alam tidak mengharapkan satu partisipasi

masa depan didalam kehancuran yang kekal dari orang-orang jahat

tetapi lebih kepada “kebebasan kemuliaan dari anak-anak Allah” (ayat

45

21). Bagi Paulus, keadaan alam sekarang ini adalah sebuah transitori

yang akan memiliki akhir “didalam kebebesan dari penciptaan kepada

kebebasan yang dinantikan oleh anak-anak Allah.”36

Pengharapan apokaliptis juga mencakup dunia alami.

Pembebasan umat-umat Allah mencakup didalamnya pembebasan dari

dunia secara alami. Perspektif yang positif dari alam ini adalah sebuah

kekuatan motivasi untuk penatalayan-penatalayan Kristen untuk peduli

kepada dunia alami dan untuk bertindak dengan penuh tanggungjawab

dihadapan Allah melalui memelihara dan melindunginya. Takdir mereka

secara misterius terjalin.

VI. Rangkuman

Eksplorasi kita tentang marti teologi dari penatalayanan telah

dimulai dengan satu diskusi tentang sifat Allah. Sebelum segala sesuatu

ada, Dia sudah ada. Ini berarti bahwa Dia adalah kekal dan mencukupi

diri sendiri. Fungsi kita sebagai penatalayanan bukanlah untuk

memperkaya atau menyediakan kebutuhan-kebutuhan-Nya oleh karena

Dia dapat mencukupi diri sendiri. Penatalayanan adalah kesempatan

untuk bermitra dengan Allah dan misterius dan maha mulia ini. Sebagai

Pencipta Dia Unik, Tidak dapat Dibandingkan, Teramat Sangat, Tetap

Ada, dan Pemilik. Adalah kepada Allah inilah kita bertanggungjawab

sebagai penatalayanan-penatalayanan. Kuasa-Nya yang amat sangat

melindungi penatalayanan dari memandang alam sebagai ilahi

sementara keberadaan-Nya menunjukkan kepedulian untuk penciptaan

dan membuatnya mungkin bagi kita untuk menjadi penatalayan-

penatalayan. Allah sang Pencipta adalah Pemilik yang mengingatkan kita

bahwa kita pernah harus menuntut kepemilikan. Allah dijelaskan juga

sebagai “kasih.” Penatalayanan akan merusak dirinya sendiri jika

dimengerti sebagai usaha dari penatalayan untuk mendapatkan kasih

Allah. Allah mengasihi kita oleh karena Allah adalah kasih. Kasih-Nya

46

menjadi sebuah model untuk diikuti oleh penatalayan ketika dia

mengatur pemberian-pemberian Allah.

Diskusi kita tentang sifat manusia menunjuk bahwa kita adalah

ciptaan dari Allah. Didalam pemeliharaan hidup kita, kita bekerja

bersama dengan Allah. Kita adalah penatalayan dai kehidupan kita.

Karena kita hidup didalam waktu dan ruang kita juga adalah

penatalayan-penatalayan dari waktu dan lingkungan kita. Kita telah

diciptakan didalam gambar Allah. Gambar ini adalah apa adanya kita

dan menemukan ekspresi didalam setiap aspek dari kebeadaan kita.

Kita adalah, oleh karena itu, penatalayan dari tubuh kita, dari

keehidupan kerohanian kita, dari kesanggupan mental dan intelektual

kita, dan dari kehidupan sosial kita. Diciptakan didalam gambar Allah,

kita diberikan kekuasaan atas alam. Kita dijadikan untuk

bertanggungjawab untuk mengaturnya untuk Tuhan sebagai wakil-

wakil-Nya.

Doktrin alkitbiah tentang dosa menunjuk kepada fakta bahwa

fungsi kita sebagai penatalayan-penatalayan dari Allah sangat

dikecewakan dengan serius oleh dosa. Dosa sebagai pemberontakan

berarti bahwa manusia menuntut kepemilikan dari kehidupan mereka

dan atas dunia. Ini muncul didalam satu kepedulian yang cinta diri dan

untuk memelihara diri sendiri. Kita menjadi budak dosa dan tidak

sanggup untuk berfungsi sebagai hamba-hamba yang setia dari Tuhan.

Doktrin keselamatan melalui Kristus menjelaskan bagaimana kita

dipulihkan kepada fungsi kita yang semula tentang penatalayan Allah.

Didalam sebuah dunia yang terasing dari Allah, Dia telah mengirimkan

Anak-Nya sebagai penatalayan yang sesungguhnya yaitu dia yang pada

intinya adalah “gambar Allah” didalam dunia yang penuh dengan dosa

ini. Kristus menjadi penatalayan didalam rencana keselamatan. Agar

supaya dapat memelihara kehidupan dari mereka yang percaya kepada-

Nya, Dia telah memberikan hidup-Nya sendiri untuk mereka. Kematian-

Nya yang penuh pengorbanan mendamaikan kita dengan Allah,

47

membuatnya menjadi mungkin untuk membawa kepada akhir dari

pemberontakan kita terhadap Pencipta, Dia yang sekali lagi dikenal

sebagai Pemilik dan sesungguhnya dan satu-satunya dari alam semesta

dan kehidupan kita. Kepedulian kita yang cinta diri sendiri untuk

memelihara hidup kita sendiri tiba pada akhirnya ketika kita menerima

kematian Kristus sebagai alat dari pembenaran kita. Allah didalam

Kristus adalah satu-satunya yang memelihara kehidupan kita dan kita

dapat percaya kepada-Nya dan mengesampingkan sifat cinta diri kita

sendiri. Bebas dari kuasa perbudakan dosa adalah satu kenyataan oleh

karena Kristus telah menebus kita darinya diatas kayu salib. Kita

menjadi milik-Nya melalui penebusan. Sekarang melalui kuasa

penyucian dari Roh kita dapat diubah kedalam rupa dari Putra Allah;

kita dapat ditetapkan kembali sebagai penatalayan-penatalayan Allah.

Salah satu dari tanggungjawab-tanggungjawab kita yang utama

sebagai penatalayan-penatalayan Allah adalah penatalayanan dari Injil,

yang termasuk mengkhotbahkannya dan menyerahkan hidup kita

kepadanya. Tetapi kita juga adalah penatalayan-penatalayan dari semua

pemberian Allah kepada kita. Kita adalah penatalayan-penatalayan yang

spesial terhadap alam. Eskatologi apokaliptis tidak dapat mengurangi

kepedulian kita untuk dunia alami. Kita memandang kedepan kepada

perwujudan tentang kebebasan kita dari kehadiran dosa dan kepada

pemulihan dari dunia alami.

48

Terhadap satu Teologi

tentang Penatalayanan

MELAKSANAKAN DISKUSI TENTANG PENATALAYANAN

1. Apa reaksi anda secara keseluruhan kepada gerakan

terhadap membentuk satu “teologi tentang

penatalayanan”?

Apakah anda setuju dengan empat analisa untuk dasar

teologi dari penatalayanan? Saran-saran apa yang anda

miliki? (Ini barulah permulaan! Kami sangat menghargai

tanggapan/reaksi/ide-ide anda secara tertulis.

2. Apa hubunganya Allah “yang telah ada” dengan dasar-

dasar alkitabiah tentang penatalayanan?

3. Mendiskusikan perbedaan-perbedaan yang esensial

antara Allah sebagai Pencipta dan makulk ciptaan-

Nya?

4. Bagaimana pemilihan kemanusiaan dimotivasi oleh

kasih Allah?

5. Ciri-ciri unik apa yang dimiliki oleh orang-orang oleh

karena kita diciptakan didalam “gambar Allah”?

49

6. Jelaskan bagaimana kalimat “dan biarlah mereka

berkuasa” menjelaskan kekuasaan dan otoritas yang

diberikan kepada manusia oleh Allah?

7. Diskusikan bagaimana konsep tentang dosa dan

kebebasan terhubungkan dengan sangat dekat

didalam teologi Kristen dan sejarah kekudusan.

8. Oleh karena pemberontakan Adam dan Hawa

terhadap Allah, tabiat dosa apa yang diwariskan oleh

bangsa manusia?

9. Apa hubungannya antara penatalayanan dan doktrin

dari keselamatan didalam Kristus?

10. Diskusikan apakah itu adalah satu kepedulian yang

legitimasi tentang penatalayan-penatalayan Allah

untuk diperhatikan didakan kepedulian dari dunia

alami?

11. Apakah dunia alami tersebut tercakup didalam

pengharapan apkaliptis?

12. Jelaskan penatalayanan alkitabiah didalam kata-

katamu sendiri.

Materi tambahan berikut tentang persepuluhan dan topik-topik yang

berhubungan telah diterbitkan oleh Pelayanan Gereja General

Conference selama tahun 1991 – 1994; Prinsip-prinsip Kehidupan, Sistem

Keuangan MAHK, Saat-saat Memberikan Persepuluhan, Penatalayanan

dan Perencanaan Strategis.

50

Terhadap satu Teologi

tentang Persepuluhan

I. Pendahuluan

II. Persepuluhan didalam Perjanjian Lama

A. Kejadian 14: Persepuluhan Abraham

B. Kejadian 28:10-22: Persepuluhan Yakub

C. Perundang-undangan Persepuluhan

1. Imamat 27:30-33

2. Bilangan 18:21-32

3. Ulangan 12:6, 11, 17; 14:22-29; 26:12-15

D. Ayat-ayat Perjanjian Lama yang lainnya

1. 2 Tawarikh 3:4-6, 12

2. Amos 4:4

3. Nehemia 10:38-39; 12:44; 35:5, 12

51

4. Maleaki 3:8-10

III. Persepuluhan Didalam Perjanjian Baru

IV. Rangkuman dan Konklusi

52

PENATALAYANAN DAN

TEOLOGI TENTANG PERSEPULUHAN

I. Pendahuluan

Penelitian ini akan memeriksa bukti alkitabiah yang menjelaskan

tentang sistim memberi persepuluhan, dalam usaha untuk menjelajahi

karakteristiknya yang esensial dan isi teologianya. Para ahli alkitab telah

menunjukkan sedikit ketertarikan didalam meneliti tentang sistim

memberikan persepuluhan dari orang Israel. Kebanyakan penelitian

tentang pokok ini telah dikendalikan oleh kepedulian kritikal dan

sejarah (yang membentuk kembali pembembangan historis dari sitem

dan mencatat sumber-sumber yang berbeda) lebih daripada dengan

kepentingan teologia.�� Kita harus melakukan pendekatan kepada teks

didalam bentuk kanonnya, memberikan perhatian yang khusus kepada

motivasi teologinya.

Adalah merupakan fakta yang telah dikenal bahwa memberikan

persepuluhan bukanlah praktek eksklusif dari orang israel. Catatan-

catatan, sebagai contoh, dari kota Ugarit (abad ke-14 BC) menunjukkan

bahwa penduduknya membayar persepuluhan ke-kaabah, sejenis pajak,

dan bahwa raja juga menerima satu pajak kerajaan (satu persepuluhan)

dari rakyat.��

Dokumen-dokumen Neo-Babilon dari abad ke-16 BC juga

menunjukkan bahwa memberikan persepuluhan adalah sati praktek di

Babilon. Persepuluhan tersebut diberikan ke-kaabah dan raja sendiri

yang mengharapkan persepuluhan tersebut.39 Persepuluhan itu

dikumpulkan dari semuah barang-barang termasuk, gandumn, janji,

rami, wijan, minyak, bawang putih, wol, pakaian, lembu, domba,

53

burung, kayu, dan barang-barang hasil perak dn emas. Memberikan

persepuluhan juga dikenal dan dipraktekkan diantara orang-orang

Persia, Gerika, dan Roma.��

Asal mula dari praktek yang telah menyebar luas ini tidak

diketahui oleh para ahli sejarah. Alkitab tidak mendiskusikannya dan

ketika memberikan persepuluhan disebutkan untuk pertama kali, hal

itu kelihatan telah menjadi sebuah praktek yang sudah biasa.

Meskipun demikian, kita mengetahui bahwa “sistim memberikan

persepuluhan menjangkau kembali sampai kepada jaman Musa. . . .

Bahkan sejauh pada jaman Adam.”�� Sistim, seperti yang dinyatakan

didalam Perjanjian Lama, adalah “bersifat ketuhanan sejak mulanya;��

itu diberikan oleh Allah kepada manusia. Memberi persepuluhan

kelihaannya dihubungkan dengan manusia didalam keadaanya yang

telah jatuh.

Berikutnya kita akan memeriksa ayat-ayat alkitab dalam mana

memberikan persepuluhan di diskusikan atau disebutkan. Kita akan

menekankan ide-ide teologia yang berhubungan denganya dan

tujuannya. Kemudian kita akan menyatukan ide-ide dan konsep-konsep

tersebut untuk menyediakan sebuah gambaran yang lebih luas tentang

pengertian alkitabiah tentang memberikan persepuluhan.

II. Memberikan Persepuluhan didalam Perjanjian Lama

A. Kejadian 14: Persepuluhan Abraham

Kejadian 14 adalah sebuah pasal unik didalam sejarah kenabian

yang dapat mengijinkan kita menjadi berkenalan dengan sebuah sapek

yang penting tentang kehidupan Abraham sebagai seorang pemimpin

militer. Diantara hamba-hambanya terdapat kelompok prajurit yang

terlatih dengan baik.

Namun, tujuan daripada Kejadian 14 adalah bukan sekedar untuk

menjelaskan kemampuan kepemimpinan Abraham pada waktu perang,

54

tetapi untuk menyatakan satu dimensi yang labih penting dari

karakternya dan karakter-karakter dari mereka yang disebutkan

didalam tulisan tersebut. Melalui tindakan dan tingkah laku mereka,

tujuan dan motivasi dari hati mereka dinyatakan, dan kita akan mampu

untuk merasakan satu pertentangan yang ditandai antara Abraham dan

Melkizedek pada satu sisi, dan raja-raja pada sisi yang lain.

Perbedaan-perbedaan antara kedua kelompok tersebut telah

ditetapkan oleh komitmen atau kurangnya komitmen kepada Allah Yang

Maha Tinggi. Mereka yang tidak melayani Dia dianggap sebagai tamak

dan memikirkan diri sendiri, seutuhnya dimiliki dan dikendalikan oleh

hati mereka yang cinta diri sendiri, mengakui tidak ada otoritas yang

lain selain daripada diri mereka sendiri. Tidak ada tempat didalam hati

mereka untuk rasa terima kasih dan kurang didalam pengakuan akan

keterbatasan mereka sebagai ciptaan dari Tuhan.

Abraham dan Melkizedek memperlihatkan satu roh yang sangat

tidak cinta diri sendiri didalam kisahnya. Keduanya mempunyai

kesamaan didalam satu perkara yang penting: mereka menyembah Allah

Maha Tinggi dan mengakui-Nya sebagai Pencipta langit dan bumi. Itu

adalah didalam penempatan teologia ini bahwa memberikan

persepuluhan diperkenalkan didalam cerita.

Kejadian 14 membicarakan mengenai harta kekayaan, dan

kehilangan dan mendapatkan kembali harta benda. Kota-kota dibagian

lembah berada dibawah pengendalian politik dari Kedarlaomer selama

dua belas tahun. Kebijaksanaan perluasan kekuasaannya dan

kerinduannya membawa dia untuk menaklukkan orang lain perihal

harta benda mereka,,sang raja memperkaya dirinya sendiri dan memberi

makan hatinya yang cinta diri sendiri didalam proses tersebut.

Setelah dua belas tahun dari penderitaan, penduduk dari kota-

kota tersebut memutuskan untuk memberontak namun dapat dengan

mudah dikalahkan. Raja Kedarlaomer dan sekutu-sekutunya menyerang

dan menundukkan mereka, dan mengambil makanan dan harta benda

55

dari raja Sodom dan dari Lot. Sebagian orang, termasuk Lot, dibawah

sebagai tawanan.

Abraham diberitahu tentang peristiwa ini dan memutuskan untuk

ikut campur untuk membebaskan Lot. Dia menyerang dan mengalahkan

raja-raja tersebut, membebaskan para tawanan, dan mengembalikan

semua harta benda yang telah mereka ambil dari Lot dan raja Sodom.

Ketika dalam perjalanan kembali, raja-raja dari Sodom dan Salem keluar

untuk menemui dia. Abraham memberikan persepuluhan dari barang-

barang rampasan kepada Melkizedek, dan memberikan kepada raja

Sodom segala sesuatu yang telah diambil daripadanya.

Kebiasaan memberikan persepuluhan disebutkan disini didalam

satu cara yang sederhana, menyarankan bahwa memberikan

persepuluhan adalah telah menjadi bagian daripada kehidupan dan

pengalaman agama Abraham. Ini bukanlah sesungguhnya hal yang

pertama kali dia mengembalikan persepuluhannya kepada hamba Allah.

Ketika kita membaca cerita tersebut, kita menyadari akan

beberapa unsur penting sehubungan dengan kebiasaan dari

memberikan persepuluhan dibawa kedalam fokus:

1. Persepuluhan diberikan Berdasarkan pada Pendapatan.

Setelah mengalahkan musuh, harta rampasan dari perang itu

menjadi milik Abraham, termasuk apa yang telah diambil dari Lot, dan

raja Sodom, dan para tawanan. Abraham dapat saja keluar dari

pengalaman ini dengan sangat kaya. Namun, keputusannya untuk maju

untuk berperang bukan dimotivasi oleh kepedulian yang cinta diri

sendiri tetai lebih kepada satu kerinduan untuk menyelamatkan Lot.

Sifat Abraham yang tidak cinta diri ditunjukkan didalam bunyi

cerita dalam dua cara. Pertama, dia mengembalikan kepada raja Sodom

apa yang telah diambil darinya oleh Kedarlaomer. Sebelum Abraham

pergi berperang, dia telah berjanji kepada Allah bahwa apabila dia

berhasil, dia akan mengembalikan segala sesuatu kepada raja Sodom

56

oleh karena dia tidak tertarik didalam keuntungan pribadi secara

langsung maupun tidak langsung dari pengalaman ini.

Kedua, Abraham mendemonstrasikan sifatnya yang tidak cinta diri

sendiri melalui memberikan satu persepuluhan dari segala sesuatu

kepada raja Salem. Ayat tersebut menyatakan dengan jelas bahwa dia

“memberikan persepuluhan dari segala sesuatu” (14:20). Agak sukar

untuk mengetahui apa yang termaktup didalam ayat tersebut. Mungkin

saja, adalah benar untuk memberikan konklusi bahwa dia tidak

memberikan persepuluhan berupa harta benda dari raja Sodom.

Rupanya, Abraham tidak pernah mempertimbangkan semuanya itu

adalah sebagai miliknya. Jika itulah masalahnya, dia mengembalikan

persepuluhan pada rampasan perang yang dia perhitungkan menjadi

miliknya. Ini adalah pendapatan yang baru baginya. Catat bahwa kata

kerja yang digunakan disini adalah “memberi” (nathan). Persepuluhan

tersebut bukanlah miliknya, dan dia mengembalikannya kepada Tuhan.

2. Penerima dari Persepuluhan.

Cerita tersebut menyatakan siapa yang harus menerima

persepuluhan. Melkizedek bukanlah hanya seorang raj, tetapi juga

adalah iman Tuhan. Dia dan Abraham menyembah Allah Maha Tinggi

(yang dikenal sebagai Yahweh oleh Abaraham). Masih ada beberapa

orang Kanaan yang masih menyembah Allah yang benar, dan

Melkizedek adalah satu dari mereka.

Ketika Abraham pulang membawa kemenangan dari pertentangan

tersebut, Melkizedek pergi untuk menyambut dia dan menyediakan

baginya. Dia menyediakan sebuah pesta besar untuk Abraham. Sebagai

tambahan, dia memberkati Abraham. Melkizedek telah dipilih oleh Allah

untuk berfungsi sebagai seorang imam dan menjadi perantara dari

berkat Allah. Segere setelah berkat-berkat itu Abraham memberikan

persepuluhan. Adalah didalam perannya sebagai imam Melkizedek

57

menerima persepuluhan, dan atas dasar yang sama Abraham

memberikannya kepadanya.

Persepuluhan dikembalikan kepada sebuah instrumen yang

ditunjuk oleh Allah untuk melayani Dia dan umat-umat-Nya sebagai

imam. Dengan memberikan persepuluhan kepada imam ini, Abraham

secara mutlak mengakui kesucian daripada persepuluhan. Itu

dikembalikan kepada seorang yang dipilih oleh Allah untuk menjadi

alat-Nya yang kudus. Hanya dia yang dapat menangani hal-hal yang

kudus.

3. Dasar Teologia untuk Persepuluhan.

Ceritanya menyediakan konsep-konsep teologia tertentu yang

memancarkan terang tentang arti dari memberi persepuluhan. Konsep-

konsep ini, yang menggaris bawahi kebiasaan memberikan

persepuluhan, menyarankan bahwa membeikan persepuluhan bukanlah

satu pemandangan yang terisoler didalam pengalaman keagaam

seseorang, tetapi bahwa itu menjadi milik dari pengertian teologia dari

dunia disekitar kita dan peranan kita didalamnya.

a. Allah adalah Pencipta.

Ide ini adalah sangat penting sehingga disebutkan dua kali

didalam cerita tersebut. Melkizedek dan Abraham menunjuk kepada

Allah sebagai ‘Pencipta langit dan bumi.” Allah yang memohon didalam

berkat adalah sang Pencipta.

Kata Ibrani yang diterjemahkan “Pencipta” (qanah) berasal dari

akar kata yang berarti “untuk mendapatkan, memiliki (menekankan

pada kepemilikan).” Seseorang dapat memiliki sesuatu melalui

membuat, menciptakan atau mendapatkannya. Didalam cerita ini, kata

qanah kelihatanya mengekspresikan ide-ide penciptaan dan

kepemilikan. Segala sesuatu yang ada dilangit dan bumi adalah milik

58

Tuhan oleh karena Dia yang telah menciptakannya. Kepemilikan Allah

didasarkan pada kegiatan-Nya sebagai Pencipta.

Ini menyarankan bahwa realitas yang paling pokok adalah

persatuan; kita tidak diharapkan untuk menjawab kuasa-kuasa

spiritual yang berbeda, hanya kepada sang Pencipta. Kesetiaan kita

tidak boleh dibagi dinatara tuhan-tuhan yang berbeda-beda, oleh karena

hanya ada satu Tuhan yang telah menciptakan segala sesuatu.

Tanpa konsep alkitabiah tentang penciptaan, memberikan

persepuluhan kurang memiliki arti yang kuat. Abrahan memberikan

persepuluhan oleh karena Allah-nya adalah pencipta langit dan bumi.

Dia mengakui kepemilikan Allah melalui pengakuan dari mulutnya,

“Allah Yang Mahatinggi, Pencipta langit dan bumi” (Kejadian 14:22), dan

melalui tindakannya dengan mengembalikan persepuluhan kepada

Melkizedek.

b. Allah adalah Dia yang Memberkati.

Sebagaimana kita telah tunjukkan, bahwa Melkizedek memenuhi

tanggungjawab seorang imam melalui memberkati Abraham. Secara

teologi, berkat mendahului memberikan persepuluhan. Tanpa berkat

yang menahului ini, memberikan persepuluhan yang sesungguhnya

tidaklah mungkin.

Berkat Allah adalah selalu satu ekspresi dari kasih dan perhatian-

Nya bagi kita. Memberikan persepuluhan adalah satu pengakuan akan

kebaikan Tuhan dan, oleh karena itu, adalah selalui sebuah response

dan bukan sebuah pendahuluan.

Abraham benar-benar sadar akan fakta bahwa seorang yang

membuat dia menjadi kaya adalah Tuhan. Dia telah dibujuk didalam

pikirannya sendiri bahwa jaminan keuangannya tidak bergantung pada

kekuasaan seseorang, tetapi pada berkat-berkat Allah. Ketika raja

Sodom berkata kepadanya (dalam nada yang meminta, “Ambillah barang

rampasan itu, tetapi sudilah mengembalikan kepadaku semua orang-

59

orangku,” Abraham segera bertindak, “Saya tidak mau mengambil apa-

apa untuk saya sendiri.” (Lihat Kejadian 14:21-14) Melkizedek keluar

untuk bertemu dengan Abraham untuk membagikan makanan dan

suatu berkat; raja Sodom pergi untuk meminta bahwa paling kurang

sebagian daripada harta kekayaannya dikembalikan kepadanya. Secara

teknis, barang-barang raja Sodom telah menjadi milik Abraham. Teapi

Abraham memberikan segala sesuat kembali kepadanya untuk dua

alasan. Kita telah mencatat alasan yang pertama: Abraham

mengumumkan sebuah sumpah dihadapan Tuhan berjanji untuk

mengembalikan segala sesuatu yang menjadi milik raja. Kedua,

Abraham tidak ingin raja itu akan berkata, “Saya telah membuat dia

menjadi kaya.” Dalam cara ini, Abraham sedang melindungi kehormatan

Allah.

Nabi itu telah tahu bahwa kekayaannya adalah hasil dari berkat-

berkat Allah, dan dia tidak mau mengijinkan siapa saja untuk

melemahkan atau mengganggu pendirian tersebut. Abraham menolak

kekayaan lebih daripada mengaburkan kebaikan Allah melalui

menerimanya. Implikasinya adalah bahwa perhatian Abraham yang

terutama adalah bukan materi miliknya atau kesejahteraan ekonomi,

tetapi hubunganya dengan Tuhan. Itulah dimana kehendaknya untuk

memberikan persepuluhan berawal.

c. Allah Memelihara Kehidupan Manusia.

Cerita itu menyarankan bahwa memberikan persepuluhan adalah

termotivasi secara teologi. Didalam kasus yang spesifik ini,

persepuluhan Abraham adalah “satu pengakuan bahwa adalah Allah

Yang Maha Tinggi yang telah memerikan kepada dia kemenangan.” (ayat

20).�� Imam tersebut, dalam berkat, memuji Allah oleh karena Dia telah

mengalahkan musuh-musuh dengan memberikan mereka kedalam

tangan Abraham. Peranan dari Abraham tidak disangkal, tetapi

kemenangan adalah kepada Allah.

60

Memberikan persepuluhan didasarkan bukan hanya pada fakta bahwa

Allah memberkati Abraham, tetapi juga pada fakta bahwa Dia

memelihara dia melalui mengalahkan musuh-musuh. Implikasinya

adalah bahwa kehidupan itu mudah rusak sehingga itu tidak dapat

dipelihara oleh usaha-usaha manusia. Ada kekuatan-kekuatan yang

mengancam kehidupan manusia dan hanya Allah yang dapat dengan

tepat dan secara efektif mengalahkan mereka. Pendirian ini adalah

sangat dinamis sehingga itu terwujud didalam tindakan Abraham dalam

hal memberikan persepuluhan. Sejak saat itu, memberikan

persepuluhan mengekspresikan fakta bahwa kehidupan adalah bukan

milik kita tetapi itu selalu kepunyaan Tuhan (bukan oleh karena Dia

menciptakan kita, tetapi oleh karena Dia memelihara kita didalam satu

dunia yang penuh dengan dosa dan kematian).

Menurut Kejadian 14, memberikan persepuluhan adalah satu

penolakan terhadap sifat cinta diri sendiri. Kuasa yang memperbudak

ini memerintah terhadap mereka yang tidak bergaul dengan Tuhan, dan

memimpin mereka untuk mengeksploitasi dan merusak orang lain

didalam mengejar kekayaan. Abraham memberikan persepuluhan oleh

karena dia telah menolak sifat cinta diri sendiri sebagai kekuatan yang

menguasai hidupnya.

Pada tingkat yang lebih dalam, kebiasaan memberikan

persepuluhan dari Abraham didasarkan pada pendirian yang teguh

bahwa Allah adalah Penicpta dan Pemilik dari segala sesuatu didalam

alam semesta—Dia yang memberkati dan memelihara hidup.

Pengalaman Abraham membuat jelas bahwa Tuhan telah memilih

pribadi-pribadi yang spesifik untuk mengantarai pemindahan dari

persepuluhan dari para penyembah kepada Dia. Seorang Imam

menerimanya dalam kasus yang khusus ini, dan didalam kasus-kasus

yang lain yang telah dicatat didalam Perjanjian Lama. Abraham telah

mengembalikan persepuluhannya kepada seorang dari instrumen yang

telah ditunjuk Allah.

61

B. Kejadian 28:10-22: Persepuluhan Yakub

Referensi kedua untuk memberikan persepuluhan didalam Alkitab

ditemukan di dalam Kejadian 28:22, dimana kita membaca bahwa

Yakub meninggalkan rumah dan menuju Haran untuk menyelamatkan

hidupnya. Diantara Bersyeba dan Haran dia mendapat pengalaman

dengan Tuhan yang menopang dia sepanjang sisa hidupnya.

Tuhan muncuk kepada Yakub didalam sebuah mimpi, menyatkan

diri-Nya sendiri sebagai seorang Allah yang penuh perhatian dan kasih

dan mau untuk memberkati, menuntun dan melindungi kepala keluarga

itu. Sebagai jawaban kepada pewahyuan ilahi tersebut, Yakub membuat

satu janji dan berjanji untuk mengembalikan satu persepuluhan dari

segala sesuatu yang Allah telah berikan kepadanya.

Konteks dari komitmen ini untuk memberikan persepuluhan

menyediakan konsep yang mendasar dan penuh arti yang akan

menolong kita didalam membuka sejumlah ide-ide teologi yang

berhubungan.

1. Komitmen Yakub kepada Allah

Sebelum Yakub membuat janji untuk memberikan persepuluhan,

dia berkata, “TUHAN akan menjadi Allah saya.” (28:21). Selama dalam

mimpi itu, Tuhan berjanji untuk memberikan kepada Yakub sejumlah

barang oleh karena kasih-Nya yang berkemurahan. Tuhan

menampakkan diri-Nya sebagai Allah dari Abraham dan Isakh, tetapi

tujuan-Nya yang sebenarnya adalah untuk menjadi Allah Yakub juga

(ayat 13). Tetapi itu adakah keputusan Yakub dan dia memutuskan

untuk menurut kepada Allah.

Komitmen kepada Tuhan didalam sebuah hubungan kasih

mendahului memberikan persepuluhan oleh karena persepuluhan

adalah hubungan kepada Tuhan yang tidak dapat dipisahkan; itu

adalah milik-Nya. Persepuluhan didasarkan atas satu pengakuan

62

tentang ikut campur tangan pemeliharaan Allah didalam kehidupan dari

seseorang. Tanpa pengalaman dan komitmen yang mendahului itu, akan

berkurang tujuan dari persepuluhan itu dan menjadi tidak relevan atau

tidak berarti.

2. Perhatian Allah kepada Yakub

Didalam mimpi itu, Allah menjelaskan diri-Nya sebagai Dia yang

menyediakan segala kebutuhan Yakub. Janji yang khusus dinyatakan

didalam satu cara yang khusus apa yang akan diberikan Tuhan kepada

Yakub.

a. Keturunan (Lihat Kejadian 28:14)

Yakub mengadakan perjalanan sendirian tetapi itu akan berubah

dimasa yang akan datang. Keturunannya, kata Tuhan, “akan seperti

debu tanah dibumi.” Melalui dia, janji yang telah diberikan kepada

Abraham akan dipenuhi. Implikasinya adalah bahwa manusia

penghasilan manusia berada didalam tangan Tuhan, bukan dibawah

pengendalian dari hukum dari perkembang-biakan manusia.

b. Perlindungan (Lihat Kejadian 28:15).

Janji akan perlindungan menyatakan bahwa Yakub hidup didalam

sebuah lingkungan yang bermusuhan dan bahwa dia sendiri tidak

mampu untuk memelihara dirinya. Dia dijanjikan apa yang dia

perlukan: tuntunan ilahi. Jadi itu menekankan batas-batas dari

kekuasaan manusia dan kebutuhan untuk bergantung pada satu kuasa

yang lebih lebih dari kuasa manusia. Pemeliharaan hidup adalah

sesungguhnya didalam tangan Tuhan.

c. Tanah (Lihat Kejadian 28:13)

Tanah adalah salah satu dari begitu banyak pemberian yang telah

diberikan Tuhan kepada umat-Nya. Tanah menyediakan mereka sebuah

63

identitas dan memang demikian, sampai sejumlah besar, satu sumber

dari kekayaan dan keamanan keuangan. Janji ini menyatakan bahwa

tanah adalah milik Tuhan, bukan milik manusia, dan bahwa Allahlah

yang menyediakan jaminan keuangan.

d. Harta Benda (Kejadian 28:20).

Allah berjanji kepada Yakub bahwa Dia akan menyediakan roti

dan pakaian untuknya. Ini pasti akan memberikan ketenangan pikiran

kepada pengembara yang kesepian ini.

Melalui janji-janji ini, Tuhan menyatakan diri-Nya sendiri kepada

Yakub sebagai Seorang yang adalah pusat dari keamanan manusia,

sumber yang utama dan satu-satunya dari berkat-berkat yang benar.

Dia memiliki segala sesuatu dan membagi-bagikannya kepada setiap

orang sesuai dengan kehendak-Nya yang penuh kasih. Allah adalah

Pemilik, tetapi Dia memiliki satu disposisi yang alami untuk

membagikan dengan orang lain. Perhatikan betapa ide ini ditekankan

dalam cara janji-janji itu dibuat: Tuhan adalah selalu yang menjadi

pokok.

“Aku akan memberikan kepadamu tanah.”

“Aku akan bersama-sama dengan engkau.”

“Aku akan memelihara engkau.”

“Aku akan membawa engkau kembali ketanah ini.”

“Aku tidak akan meninggalkan engkau.”

“Aku akan melakukan apa yang telah Aku janjikan.”

Disini Allah menjelaskan diri-Nya sebagai Seorang yang memiliki

kuasa yang dibutuhkan oleh Yakub untuk menyadari dirinya sendiri,

untuk menjadi apa yang seharusnya. Ini adalah kuasa dari kehadiran

Allah yang pengasih didalam hidupnya.

64

Kemudian Yakub berkata, “Dan saya akan memberikan kepada

TUHAN sepersepuluh dari segala sesuatu yang TUHAN berikan kepada

saya” (28:22). Dia menyadari bahwa apapun yang dia peroleh dimasa

yang akan datang akan selalu menjadi satu pemberian Allah. Dia tidak

pernah akan memiliki apapun juga kecuali apa yang Tuhan telah

berikan kepadany. Baginya, persepuluhan akan menjadi suatu ekspresi

rasa terima kasih, satu pengakuan bahwa dia tidak memiliki apapun.

3. Yakub Membuat sebuah Sumpah.

Sumpah adalah sebuah tindakan yang hikmat yang olehnya

seseorang ditetapkan untuk mengambil Allah secara serius,

mengarahkan hidup seseorang kepada firman-Nya. Itu adalah satu cara

dalam mengekspresikan iman didalam Tuhan. Didalam sumpahnya,

Yakub tidak bernegosiasi dengan Allah atau mencoab untuk menyuap

Dia. “Tuhan telah menjanjikan kepadanya kemakmuran, dan sumpah

ini adalah ungkapan hati yang dipenuhi dengan rasa terima kasih untuk

jaminan dari kasih dan kemurahan Allah.”��

Melalui sumpah itu, Yakub layak kepada janji-janji Allah. Dalam

kenyataannya, “sumpahnya cocok dengan janji-janji tersebut.”�� Segala

sesuatu yang dia sebutkan didalam sumpah itu, Yakub sangat serius

terhadap Allah, dan menerima tawaran kemurahannya.

Memberikan persepuluhan adalah bagian dari sumpah. Namun,

jika persepuluhan itu adalah milik Tuhan, kalau demikian mengapa

harus membuat sumpah dan berjanji untuk mengembalikannya kepada

Dia? Beberapa alasan dapat diberikan:

a. Melalui membuat sumpah Yakub mengakui bahwa

persepuluan adalah milik Tuhan. Jika tidak, dia mungkin saja tergoda

untuk mempertimbangkannya sebagai bagian dari pendapatnya dan

mengembalikan kepada Allah kapanpun dia merasakannya. Dalam satu

65

pengertian, sumpah ini adalah sebuah kesaksian kepada kudusnya

persepuluhan tersebut.

b. Melalui membuat sebuah sumpah Yakub mengekspresikan

keputusannya yang bebas untuk mengembalikan persepuluhan kepada

Tuhan. Allah tidak memaksa dia untuk memberikan persepuluhan.

Sumpah-sumpah didalam Alkitab selalu adalah tindakan yang sukarela

didasarkan pada bekerjanya Roh pada hati dari pribadi. Sumpah Yakub

berarti bahwa dia telah memilih secara sukarela untuk mengembalikan

kepada Tuhan apa yang adalah milik-Nya.

c. Melalui membuat sebuah sumpah Yakub menerima

tantangan Allah untuk percaya kepada-Nya atau untuk menguji Dia

(maleaski 3:10) Allah membuat janji-janji yang spesifik kepada Yakub

dengan mengharap bahwa dia akan menerima dan percaya mereka. Ini

dituntut dari Yakub satu pertalian kedalam hubungan kepercayaan dan

percaya diri didalam Tuhan.

Satu sumpah adalah satu tindakan yang hikmat yang seseorang

tunjukkan tentang percaya dalam Tuhan. Dalam satu pengertian adalah

iman bertumbuh kedalam kematangan. Didalam kasus Yakub,

memberikan persepuluhan adalah bagian dari komitmennya didalam

iman kepada Tuhan. Sumpahnya menjelaskan bahwa berkat-berkat

Allah mendahului memberikan persepuluhan dan bahwa, memberikan

persepuluhan bukanlah satu cara untuk mendapatkan hati Allah.

4. Penyembahan Yakub

Persepuluhan disebutkan didalam cerita ini adalah didalam satu

konteks perbaktian. Itulah yang dimaksud dengan perbaktian—suatu

respons dengan rasa hormat kepada kehadiran Allah. Tempat dimana

dia mendapatkan mimpi menjadi suatu tempat pengembahan, sebuah

66

rumah dari Tuhan. Memberikan persepuluhan adalah satu unsur

didalam tindakan penyembahan.

Suatu bacaan tentang ayat 21 dan 22 dari pasal 28 menunjukkan

bahwa sumpah Yakub mencakup tiga komponen dasar: (a) Komitmen

kepada Tuhan (“Tuhan akan menjadi Allahku”); (b) Menyembah Dia

(tempat itu menjadi “sebuah pusat pemujaan”); (c) Memberikan

persepuluhan (didasarkan atas apa yang telah Allah berikan kepadanya).

Persepuluhan akan sangat penuh arti hanya didalam penempatan

teologia tersebut.

Satu unsur yang terpenting didalam cerita ini adalah fakta bahwa

memberikan persepuluhan didahului oleh satu pewahyuan dari Allah

sebagai se-Orang yang penuh kepedulian dan kasih sayang, selalu mau

untuk memberkati dan memelihara kehidupan dari hamba-Nya. Yakub

menemukan bahwa setiap berkat spiritual dan materi ditemukan

didalam Tuhan dan bahwa Dia memiliki sebuah disposisi alami untuk

memberkati dengan limphanya.

Menurut cerita ini, adalah mungkin benar untuk menyimpulkan

bahwa memberikan persepuluhan adalah didasarkan pada sebuah etika

dari mengikuti teladan. Allah adalah Pemberi yang agung dan Yakub

meniru-Nya bilamana Yakub memberikan persepuluhan. Dalam satu

pengertian bahwa ini sama dengan perintah Sabat. Berhenti bekerja

pada hari Sabat adalah didasarkan pada fakta bahwa allah berhenti

pada hari itu. Didalam memenuhi akan perintah tersebut, kita meniru

Dia.

Etika untuk meniru semacam itu menjadi satu kemungkinan

hanya setelah seseorang menerima Allah sebagai Tuhan pribadinya. Itu

akan meliputi satu penyerahan penuh dari kehidupan pribadi dan

kepemilikan dari Tuhan. Memberikan persepuluhan menghidupkan

secara terus menerus pengalaman didalam kehidupan orang tersebut.

Jika sebuah sumaph dilibatkan, itu oleh karena hubungan dengan

Tuhan adalah suatu hubungan yang formal dan komitmennya adalah

67

permanen. Sebagai satu tindakan penyembahan, memberikan

persepuluhan akan memperbaharui kemauan kita yang tetap untuk

menyerahkan hidup kita kepada sumber dari semua berkat,

menegaskan kembali komitmen kita yang tidak bersyarat kepada Allah.

Didalam pengertian tersebut, memberikan persepuluhan adalah sebuah

representasi yang kongkret dari perjanjian.

C. Perundang-undangan dalam Memberikan Persepuluhan

Tuhan memasukkan memberikan persepuluhan kedalam undang-

undang perjanjian bangsa Israel, menjadikan sebagai bagian dari

pengalaman keagamaan rakyat itu sebagai satu bangsa. Beberapa

hukum didalam Pentateuch menunjuk kepada kebiasaan-kebiasaan

memberikan persepuluhan. Maksud daripada peraturan-peraturan

tersebut adalah untuk menjelaskan apa yang harus diberikan sebagai

persepuluhan, untuk menerangkan proses yang harus diikuti ketika

memberikan persepuluhan, untuk menjelaskan kegunaan dari

persepuluhan, dan untuk menyatakan fungsi teologia dan sosial dari

persepuluhan. Kita akan melanjutkan dengan memeriksa perundang-

undangan tersebut.

Imamat 27:30-33. Imamat pasal 27 berbicara tentang pemberian-

pemberian yang diserahkan—yaitu, pemberian-pemberian yang telah

dijanjikan oleh Tuhan melalui sebuah sumpah atau melalui

menghknsekrasikannya kepada Dia. Pemberian-pemberian ini

mencakup persembahan-persembahan untuk membayar nazar dari

orang-orang dlam bentuk jumlah-jumlah yang sudah ditetapkan dari

perak (vayar 1-8); janji akan binatang (ayat 9-13) penyerahaan akan

harta kekayaan atau tanah (ayat 14-24); undang-undang yang melarang

(ayat 28, 29). Pasal ini juga mencakup undang-undang yang mengatur

penebusan dari anak sulung dan persepuluhan (ayat 26, 27, 30, 33)46

68

Tujuan dasar daripada pasal tersebut adalah untuk menjelaskan

sumber-sumber yang utama dari pendapatan untuk pelayanan kaabah

dan imam-imam.�� Mendanai kaabah adalah merupajan satu bagian

yang terpenting dari sitim perbaktian Israel oleh karena melaluinya

rakyat menunjukkan kebahagiaan dan rasa terima kasih mereka karena

Allah diam diantara mereka.

Walaupun memberikan persepuluhan bukanlah sebuah

persembahan sukarela, tetapi itu termasuk diantara persembahan-

persembahan yang telah didedikasikan oleh karena itu juga adalah satu

sumber dari pendapatan untuk pada pendeta. Disamping itu,

persembahan-persembahan sebagai peringatan dapat ditebus dan, pada

tingkat tertentu, demikian juga dengan Persepuluhan. Oleh karena itu,

adalah sangat masuk akal untuk memasukkan persepuluhan kedalam

diskusi tentang persembahan-persembahan sebagai peringatan.

Perundang-undangan yang spesifik dari memberikan persepuluhan ini

menyatakan beberapa fakta yang penting.

a. Memberikan Persepuluhan Didasarkan pada Pendirian

Teologia.

Persepuluhan adalah milik Tuhan dan oleh karena itu

persepuluhan itu kudus. Itu tidak akan menjadi kudus oleh karena

sebuah sumpah atau sebuah tindakan pentahbisan. Itu adalah secara

sederhana kudus oleh karena memang sifatnya adalah kudus; itu

adalah milik Tuhan. Tidak seorangpun kecuali Allah yang memiliki hak

atasnya. Tidak seorangpun dapat mentahbiskannya kepada Allah oleh

karena perspuluhan tidak akan pernah menjadi bagian dari harta

kekayaan seseorang.

Didalam satu pengertian, persepuluhan adalah sama seperti

Sabat. Keduanya adalah kudus bagi Tuhan (qodesh la YHWH, Keluaran

16:23; Imamat 27:30). Allah menginvestasikan mereka dengan

kekudusan, dan sekarang itu adalah bagian daripada sifat mereka.

69

Keduanya dapat menjadi ujian bagi kesetiaan kepada Tuhan dan kepada

janji oleh karena Tuhan meletakan mereka pata pembagian kita bahkan

walupun tidak satupun dari keduanya dalah milik kita. Kita dapat

menajiskan mereka melalui menggunakan mereka dalam cara yang

tidak senonoh.

b. Persepuluhan Didasarkan pada Pertambahan dari

Kekayaan.

Perundang-undangan menuntut persepuluhan semua hasil bumi:

gandum dan buah-buahan. Itu juga diterapkan kepada pertambahan

dari “kambing domba.” Terjemalan harafiah daripada frase tersebut

adalah “lembu jantan dan domba”, tetapi didalam Imamat itu

dierangkan sebagai “kawanan ternak dan kawanan domba.” (Imamat

1:10).�� Ini bertambah dalam hasil dan kehidupan adalah merupakan

hasil daripada berkat-berkat Allah kepada umat-Nya (Imamat 26:3-5).

Persepuluhan adalah sebuah pengakuan pada pihak dari bangsa Israel

bahwa segala sesuatu yang mereka miliki datangnya dari dan milik

Tuhan. Pengakuan ini terletak pada inti daripada perjanjian tersebut.

Persepuluhan menjadi sebuah kesaksian yang tetap kepada perjanjian

dan kepada kesetiaan bangsa kepada terhdapnya.49

c. Penebusan dari Persepuluhan

Persepuluhan dari hasil ladang dapat dutebus dengan

menggantikannya dengan sesuatu yang sama (mungkin perak) ditambah

satu biaya dari 20 persen. Persepuluhan dari kawanan ternak dan

kawanan domba tidak dapat ditebus.

Penebusan yang disebutkan disini tidak boleh disalah tafsirkan

dengan kebiasaan-kebiasaan yang salah tenatng menahan persepuluhan

dengan maksud untuk membawakannya kemudian dan menambah dua

puluh persen lagi kepadanya. Apa yang menetapkan perundang-

70

undangan ini adalah bahwa karena persepuluhan dibayar dalam bentuk

“mungkin ada kasus dalam mana seorang membutuhkan gandum untuk

ditanam, dan akan lebih baik membayar dalam bentuk uang daripada

dalam bentuk gandum. Dibawah kondisi-kondisi inilah, dia adapat

menebus persepuluhan tersebut dengan memiliki gandum itu dan

membayar jumlah ini ditambah seperlima.”�� Tidak dinyatakan didalam

Imamat 27 bahwa persepuluhan dapat ditahan.

d. Persepuluhan Bukan untuk Dimanipulasi.

Kita diperintahkan untuk membawa persepuluhan kepada Tuhan.

Setiap usaha untuk memanipulasi sistim terebut didalam usaha untuk

mendapatkan keuntungan pribadi adalah ditolak oleh perundang-

undangan ini. Bangsa Israel tidak akan mengontrol atau mempengaruhi

didalam cara apapun dalam hal memilih persepuluhan dari kawanan

domba dan kawanan ternak. Setiap binatang yang kesepuluh yang akan

lewat dibawah tongkat sang gembala adalah milik Tuhan. Orang

tersebut tidak akan “mengambil barang dari yang buruk atau membuat

pengganti” (Imamat 27:33). Kualitas binatang tidak boleh dikontrol sama

sekali.

Imamat 27 menjelaskan persepuluhan sebagai yang kudus bagi

Tuhan. Itu juga akanmenghubungkan memberikan persepuluhan

dengan pemberian-pemberian yang telah diberika kepada kaabah agar

supaya dapat membiayainya dan pengurus-pengurusnya. Itu adalah

mungkin satu-satunya alasan untuk menebusnya; melalui penebusan,

uang tunai (perak) disediakan kepada kaabah. Perundang-undangan ini

tidak menyatakan dengan jelas bagaimana persepuluhan harus

digunakan didalam kaabah. Penekananya adalah pada sifat daripada

persepuluhan tersebut dan tanggungjawab dari pribadi untuk

membawakannya kepada Tuhan.

71

2. Bilangan 18:21-32.

Bilangan pasal 18 menjelaskan tanggungjawab dari imam-imam

dan orang-orang Lwei sebagai penjaga-penjaga kaabah. Menjaga kaabah

dan mengurus kebutuhan-kebutuhan dari bangsa adalahs ebauh

pekerjaan penuh waktu. Suku Lewi tidak memiliki warisan diantara

bangsa Israel; Tuhan adalah warisan mereka. Allah adalah yang

menyediakan kebutuhan-kebutuhan mereka. Tujuan utama dari

Bilangan pasal 18 adalah untuk menunjuk kepada “arti yang olehnya

aturan-aturan kepengurusan . . . . harus dipeliharan.”��

Tuhan menugaskan pemberian-pemberian yang bangsa itu

berikan kepada-Nya kepada Harun. Ini termasuk bagian dari yang maha

kudus (ayat 9,10) dan persembahan-persembahan yang kudus (ayat 11-

19). Dia juga mendapat untung dari persepuluhan tersebut (ayat 25-

32).��

Pendapatan daripada orang-orang Lewi adalah persepuluhan yang

dikembalikan oleh orang Israel kepada Tuhan (ayat 21:24).

Persepuluhan didiskusikan disini didalam konteks dari kaabah dan

secara langsung duhubungkan dengan pekerjaan dari imam-imam dan

orang-orang Lewi.

a. Sifat dari Persepuluhan.

Bilangan pasal 18 tidak menunjuk kepada persepuluhan secara

eksplisit sebagai satu pemberian yang kudus kepada Tuhan.

Persepuluhan mungkin tercakup didalam frase “persembahan yang

kudus dari bangsa Israel” (ayat 32 atau mungkin itu menunjuk secara

eksklusif kepapa persepuluhan, tetapi itu tidak mutlak pasti.

Meskipun demikian, perspuluhan dijelaskan sebagai yang

“dipersembahkan oleh orang Israel sebagai suatu persembahan kepada

Tuhan” (ayat 24). Kata yang diterjemahkan “dipersembahkan” (rûm) yang

berarti “dipisahkan, (diambil dan dipersembahkan.” “Suatu

persembahan” (terûmâh) kelihatannya menunjuk kepada sesuatu yang

72

menandakan (diasingkan) sebagai sebuah persembahan diluar kaabah

dan kemudian dibawah ke-kaabah dan dipersembahkan kepada

Tuhan.�� Jika interpretasi tersebut benar, maka persepuluhan adalah

persembahan yang diasingkan dirumah dan kemudian dikembalikan di

kaabah kepada Tuhan.

Dengan menjelaskan persepuluhan sebagai sebuah persembahan,

maka kekudusannya sedang dinyatakan. Kenyataanya bahwa itu adalah

sebauh persembahan bukan berarti bahwa itu adalah sesuatu

disukarelakan; Tuhan memang menuntutnya dari manusia.��

Perundang-undangan ini tidak menjelaskan apa yang harus

dipersepuluhkan. Ada sebuah ucapan yang kebetulan tentang “gandum”

dan anggur” (ayat 27) tetapi teks tersebut tidak membatasi memberikan

persepuluhan hanya kepada hal-hal tersebut (lihat ayat 28, 29).

b. Penggunaan Persepuluhan

Persepuluhan adalah milik Tuhan tetapi Dia menugaskannya

kepada orang-orang Lewi (ayat 21). Keputusan ini didasarkan pada

kenyataan bahwa orang-orang Lewi tidak menerima warisan apapun

diantara orang-orang Israel dan secara konsekwensi tidak memiliki satu

carapun dalam pemeliharaan. Fungsi mereka adalah untuk melayani

didalam kaabah dan untuk melindungi kekudusannya. Tuhan

memberikan kepada mereka persepuluhan sebagai pengganti (ayat 21;

heleph) atau suatu upah ( ayat 31; sakar) untuk pekerjaan mereka

didalam kaabah.

Ingat bahwa didalam memberikan persepuluhan, orang-orang

Israel tidak membayar orang-orang Lewi untuk pelayanan mereka.

Mereka hanya mengembalikan persepuluhan tersebut kepada Tuhan

dalam bentuk persembahan. Adalah Tuhan yang memutuskan

bagaimana untuk menggunakannya. Dan Tuhan memutuskan untuk

memberikannya kepada orang-orang Lewi.

73

Pentingnya prosedur ini ditemukan didalam kenyataan bahwa

kualitas dari pelayanan yang dilakukan oleh orang-orang Lewi kepada

bangsa Israel tidak mempengaruhi kebiasaan memberikan persepuluhan

dari bangsa itu sama sekali. Mereka mengemabalikan persepuluhan

mereka kepada Tuhan dan Dia memberikannya kepada orang-orang

Lewi. Ide ini diulangi sampai tiga kali didalam pasal tersebut (ayat 21,

24, 25).

Pendekan yang sama ini juga digunakan sehubungan dengan

persepuluhan yang ditugaskan kepada para imam (ayat 28, 29). Orang-

orang Lewi diperintahkan untuk memberikan satu persepuluhan dari

persepuluhan yang dikembalikan kepada Tuhan, tetapi itu adalah

Tuhan yang menentukan bagaimana itu harus digunakan. Persepuluhan

dari orang-orang Lewi adalah untuk Tuhan, dan bukan satu

pembayaran yang dibuat kepada para imam untuk pelayanan mereka:

“engkau harus membeirkan sepersepuluh dari presepuluhan itu sebagai

persembahan milik Tuhan” (ayat 25). Pemeliharaan imam-iman bukan

berada didalam tangan orang-orang Lewi, tetapi dari Tuhan.

Persepuluhan ini telah dipilih dari bagian yang terbaik dari

persepuluhan dari orang-orang Israel (ayat 29), dengan cara demikian

menghindari setiap usaha pada pihak dari orang-orang Lewi untuk

memanipulasi proses tersebut.

Menurut Bilangan pasal 18, persepuluhan ditetapkan oleh Tuhan

kepada orang Lewi dan imam-imam sebagai pengganti untuk kerja

mereka yang panuh waktu didalam kaabah atas nama bangsa Israel.

Persepuluhan dibawa kepada Tuhan, dan bukan pembayaran untuk

pelayanan dari orang Lewi dan ima-imam. Kenyataannya, persepuluhan

tidak pernah muncul sebagai pembayaran untuk pelayanan yang

diterima.

3. Ulangan 12:6, 11, 17; 14:22-29; 26:12-15.

74

Ulangan pasal 12 berurusan dengan pentingnya penyembahan

kepada Allah pada satu kaabah pusat—sebuah tempat yang dipilih oleh

Tuhan. Ke-tempat ini bangsa Israel diharapkan untuk membawa

korban-korban, persembahan, dan persepuluhan mereka (ayat 6, 11).

Didalam ayat 12-17 kita menemukan perintah-perintah yang

berhubungan kepada penggunaan persepuluhan yang kita tidak dapat

temukan didalam perundang-undangan lainnya. Bangsa Israel

diperintahkan untuk tidak makan persepuluhan mereka di tempat

mereka sendiri tetapi untuk membawanya kepada kaabah pusat. Mereka

memakannya di hadapan Tuhan (ayat 18). Seluruh anggota keluarga

diperbolehkan untuk makan.

Perundang-undangan yang dicatat didalam pasal 14:22-27 lebih

jauh mengembangkan ide-ide tersebut. Ulangan pasal 14 berurusan

dengan “yang mana boleh dimakan dan yang mana tidak boleh

dimakan.”�� Persepuluhan dari gandum, anggur baru, dan minyak

disebutkan diantara makanan-makanan yang dapat dimakan (ayat 22-

23). Orang-orang Israel dituntut untuk membaya persepuluhan ini ke-

kaabah dan memakannya dihadapan Tuhan.

Jika kaabah pusat terlalu jauh, maka orang-orang diijinkan untuk

menukar persepuluhan tersebut dengan perak. Sekali mereka mencapai

kaabah, mereka membawakan apapun yang mereka suka bersama

dengan perak tersebut. “Engkau dan seisi rumahmu harus memakannya

disana dihadapan Tuhan dan bersukacita” (ayat 26). Di dalam

melakukan hal ini, mereka tidak boleh mengabaikan orang-orang Lewi—

mereka harus membagi makan dengan mereka.

Adalah nyata bahwa ada perbedaan-perbedaan yang nyata antara

perundang-undangan ini dan yang ditemukan didalam Imamat dan

Bilangan. Perbendaan-perbedaan yang terpenting adalah:

a. Didalam kitab Ulangan persepuluhan dibebankan hanya

75

pada gandum, anggur, dan minyak sementara didalam

perundang-undangan yang lain semua hasil bumi dan

pertambahan dari kambing dan domba harus

dipersepuluhkan.

b. Walaupun persepuluhan yang didiskusikan didalam

Ulangan dituntut oleh Tuhan, itu adalah milik dari keluarga

yang membawakannya ke-kaabah. Kitab Imamat dan

Bilangan berbicara tentang satu persepuluhan yang secara

eksklusif menjadi milik Allah, dan yang diberikan oleh Dia

kepada orang Lewi dan Imam-imam.

c. Persepuluhan didalam kitab Ulangan adalah untuk

digunakan oleh orang israel untuk satu jamuan

persekutuan keluarga untuk dimakan di kaabah pusat.

Perundang-undangan yang lain tidak mengijinkan hal

terebut. Mereka membatasi dalam hal memakan

persepuluhan kepada orang Lewi, imam-imam dan keluarga-

keluarga mereka yang bersangkutan.

Konklusi tersebut kelihatannya tidak dapat dielakkan bahwa kita

sedang berurusan disini dengan dua tipe persepuluhan. Itu tidak

kelihatan memungkinkan untuk mensejajarkan apa yang kita miliki

didalam Ulangan dengan perundang-undangan didalam Imamat dan

Bilangan.56 Tradisi dari Rabi-rabi menyebutkan persepuluhan yang

dicatat didalam Imamat “persepuluhan pertamaa” dan yang terdapat

didalam Ulangan “persepuluhan kedua.”

Untuk menyulitkan masalah bahkan lebih jauh, Ulangan 14:28,

29 dan 26:12-15 menyebutkan satu persepuluhan yang harus diberikan

didalam tahun yang ketiga. Persepuluhan ini adalah dari hasil bumi dan

harus disimpan dikota-kota. Tujuannya adalah bahwa “orang-orang Lewi

76

. . . . dan orang asing, mereka tidak lagi memiliki ayah dan para janda

yang tinggal dikota-kotamu dapat datang dan makan dan dipuaskan.”

(14:29).

Apakah ini adalah persepuluhan yang ketiga? Sebagian orang

telah menginterpretasikannya sebagai persepuluhan yang ketika, tetapi

yang lain bahwa perundang-undangan ini menjelaskan satu penggunaan

yang berbeda dari persepuluhan yang kedua setiap tiga tahun.

Interpretasi yang terakhir ini mungkin saja benar. Selama dua tahun

persepuluhan yang kedua dibawakan ke-kaabah dan dimakan disana

oleh orang-orang Israel tetapi “setiap tahun ketiga . . . . persepuluhan

yang kedua ini harus digunakan di rumah, dalam menjamu orang-orang

Lewi dan orang-orang miskin.”��

Persepuluhan yang kedua ini adalah juga didasarkan pada

pendirian bahwa adalah Allah yang telah memberkati bangsa Israel

(12:6, 7). Namun, tujuannya adalah untuk mengajarkan penghormatan

kepada Tuhan (14:22) dan untuk menyediakan bagi orang-orang yang

membutuhkan (26:12). Persepuluhan ini kelihatannya adalah seuatu

persepuluhan “amal” didalam teokrasi bangsa Israel.

D. Ayat-ayat Perjanjian Lama Yang Lain

Ada beberapa tempat yang lain didalam Perjanjian Lama dimana

persepuluhan disebutkan. Kita akan memeriksa mereka untuk

menjelajahi kontribusi mereka kepada sifat dan teologi dari memberikan

persepuluhan.

1. 2 Tawaraikh 31:4-6, 12.

Persepuluhan disebutkan disini didalam konteks dari

pembaharuaan keagamaan yang diumumkan oleh Hezekiah. Dibawah

kepemimpinannya kaabah dibersihkan dan ditahbiskan kembali (2

Tawarikh 29), paskah dirayakan (2 Tawaraikh 30), dan dia memohon

kepada bangsa itu untuk menyediakan kepada imam-imam dan orang-

77

orang Lewi melalui membawa hasil pertama mereka dan persepuluhan

ke-kaabah (2 Tawarikh 31). Dibawah pemerintahan Ahaz, raja Yehuda

sebelumnya, pintu-pintu kaabah ditutup, yang membawa suatu akhir

daripada pelayanan penyembahan. Didalam kemurtadan bangsa itu,

rakyat berhenti membawa perepuluhan mereka ke-kaabah.

Apa yang dinyatakan didalam Tawarikh 31 tentang memberikan

persepuluhan adalah ringkas dan setuju dengan apa yang kita temukan

didalam Imamat dan Bilangan.

a. Persepuluhan diminta dari semua hasil bumi dan dari

pertambahan kawanan domba dan ternak (ayat 5, 6)

b. Persepuluhan dijelaskan sebagai atau disebutkan sebagai

sebuah “persembahan” (terûmâh). Ini adalah kata yang sama

yang digunakan didalam Bilangan untuk menunjuk kepada

persepuluhan dan menyarankan bahwa persepuluhan

dikembalikan kepada Tuhan.

c. Persepuluhan digunakan untuk menyediakan bagi yang

membutuhkan dari orang-orang Lewi dan imam-imam agar

supaya dapat “mendedikasikan diri mereka sendiri kepada

Hukum dari Tuhan” (ayat 4).

d. Memberikan persepuluhan mendahului berkat Allah dan,

oleh karena itu, diakui bahwa semua orang telah diberikan

kepada mereka oleh Tuhan ( ayat 10).

Kemungkinan, unsur yang baru sehubungan dengan

persepuluhan didalam cerita ini disediakan oleh konteksnya.

78

Kemurtadan menuntun kepada hampir kepada satu penolakan

tentang memberikan persepuluhan yang tidak dapat ditawar-tawarkan.

Ahaz menyimpulkan bahwa yang memberkatinya bukanlah Tuhan tetapi

dewa-dewa orang Aram ( 2 Tawarikh 28:23) dan, secara konsekwen, dia

dan bangsa Yehuda berhenti membawa persepuluhan mereka kepada

Tuhan.

2. Amos 4:4

Ada dua pusat pemujaan didalam kerajaan bagian utara—yang

satu berada di Bethel, dan yang lainnya berada di Gilgal. Tidak

diragukan lagi, ini adalah pusat-pusat penyembaan berhala, tetapi

didalam kotbahnya Amos secara terang-terangan menyerang dosa dari

beragama secara formal—penampilan tindakan kegamaan di pusat-

pusat tersebut yang tidak memiliki pengaruh praktis pada kehidupan

dari setiap pribadi. Bangsa dan pemimpin-pemimpin mereka telah

memisahkan kepedulian keagamaan dari moralitas dan keadilan.

Amos menjelaskan semangat keagamaan dari rakyat itu sebagai

penuh dosa, dan secara tajam mengundang mereka untuk terus

menjalankan ritual-ritual mereka agar supaya dapat meningkatkan

keberdosaan mereka. “Datanglah ke Betel dan lakukanlah perbuatan

jahat, ke-Gilgal dan perhebatlah perbuatan jahat! Bawalah korban

sembelihanmu pada waktu pagi, dan persembahan persepuluhanmu

pada hari yang ketiga.!”��

Amos menyatakan bahwa semakin rakyat itu datang ketempat-

tempat ritual dan semakin bersemangat didalam menjalankannya maka

maka semakin “berlipat ganda kehadiran ditempat-tempat itu, semakin

mereka terus berbuat pelanggaran.”59 Agama tanpa etika, moralitas, dan

keadilan adalah sebuah tindakan pemberontakan terhadap Allah.

Pengganti dari persembahan-persembahan pemujaan untuk keadilan

terhadap yang tertindas” adalah suatu tindakan penuh dosa.60 Semangat

79

keagamaan tidaklah perlu menjadi satu manifestasi dari rasa kasihan

yang sebenarnya.

Amos berkata persepuluhan menjadi sangat tidak berarti jika itu

tidak disertai dengan satu pengalaman keagamaan yang memiliki satu

pengaruh yang utama pada tingkah laku sosial dan kepedulian dari

orang tersebut kepada orang lain. Sebuah kehidupan beragama yang

formal atau legalistik merampok memberikan persepuluhan dari artinya

yang hakiki.

3. Nehemia 10:38; 12:44; 13:5, 12

Nehemia 10”38, 39 membentuk bagian dari sebuah upacara

pembaharuan perjanjian. Sebuah komunitas kecil orang Yahudi yang

telah kembali ke Yerusalem bertemu bersama-sama dengan pemimpin-

pemimpin untuk membacakan Mukum Musa (Nehemia 8), untuk

mengakui dosa-dosa mereka (nehemia 9), dan untuk memperbaharui

perjanjian dengan Tuhan (Nehemia 10). Persepuluhan disebutkan

diantara pengaturan-pengaturan perjanjian tersebut. Semala upacara

tersebut, orang-orang Yeahudi menyerhkan diri mereka untuk membawa

persepuluhan mereka kepada Tuhan. Orang-orang Lewi, didampingi oleh

para imam, pergi kekota-kota untuk mengumpulkan persepuluhan dari

rakyat dan mengambil kurang lebih sebagian daripadanya untuk

penyimpanan di kaabah.61

Perundang-undangan ini dengan cermat mengikuti perintah-

perintah yang ditemukan didalam Bilangan. Persepuluhan tersebut

adalah untuk orang-orang Lewi, tetapi mereka memberikan

sepersepuluh daripadanya kepada imam-imam (10:38). Itu dinyatakan

secar spesifik bahwa satu persepuluhan dikumpulkan dari hasilng

ladang (ayat 39), tetapi itu tidak perlu mengeluarkan satu persepuluhan

dari pertambahan ternak dan kawanan domba, karena rakyat ingin

untuk melakuan apa yang “dituntut oleh hukum” (12:44).

80

Referensi untuk persepuluhan didalam 10:38, 39 diikuti oleh

komitmen rakyat untuk memelihara pelayanan-pelayanan didalam

kaabah: “Kami tidak akan membiarkan rumah Allah kami (ayat 39).

Dengan memberikan persepuluhan mereka, mereka menunjukkan

kepedulian mereka terhadap kaabah, yang menjadi tempat kediaman

Allah. Mereka ingin untuk terus mendapat untung dari pengampunan

Allah yang penuh kemurahan melalui pelayanan pengantaraan dari para

imam.

Dikemudian hari, Nehemia mengangkat satu kelompok orang-

orang Lewi untuk bertanggungjawab atas bilik-bilik di kaabah. Mereka

mengumpulkan persepuluhan dari kota-kota (Nehemia 12:44). Sistem

yang dibuat oleh Nehemia berjalan dan mendapat dukungan dari orang-

orang Yahudi.

Adalah pada titik ini didalam cerita tersebut bahwa sebuah rincian

ditambahkan: “Sebab Yehuda bersukcita sebab para imam dan orang-

orang Lewi yang bertugas” (ayat 44). Lihat bahwa alasan rakyat untuk

memberikan persepuluhan bukan karena mereka merasa senang

dengan hasil pekerjaan dari imam-imam. Mereka memberikan

persepuluhan oleh karena, menurut hukum, bahwa apa yang Tuhan

harapkan dari mereka. Mereka, begitu juga dengan imam-imam dan

orang-orang Lewi, sedang memenuhi kehendak Allah dan hasilnya

adalah sukacita didalam Tuhan. Tentunya, ini bukan berarti bahwa

orang-orang Yahudi tidak tertaril didalam apa yang sedang terjadi

didalam kaabah.

Setelah dua belas tahun di Yerusalem, Nehemia kembali ke Persia

(ca. 432.BC). Segera setelah kepergiannya, kondidi kerohanian dari

bangsa itu mulai memburuk. Imam-imam mulai kehilangan pandangan

akan penggilan mereka yang tinggi. Eliashib, yang menjadi kepada dari

bilik-bilik persepuluhan itu, menginjinkan Tobiah, seorang Amon, untuk

tinggal di salah satud ari bilik itu didalam kaabah, dan menajiskannya

13:4-5). Pada waktu itu, Sabat tidak dipelihara dengan baik (13:15);

81

rakyat berhenti memberikan persepuluhan (13:10); orang-orang Lewi

meninggalkan tempat mereka di kaabah dan pergi bekerja diladang

(13:10).

Nehemia kembali secara tidak diharapkan ke Yerusalem dan sadar

akan kejatuhan kerohanian dari rakyat dan pemimpin-pemimpin

mereka. Berikutnya dia memanggil orang-orang Lewi kembali ke-kaabah

dan meminta rakyat untuk mengembalikan persepuluhan mereka

kepada Tuhan.

Kegagalan rakyat untuk membawa persepuluhan mereka kepada

Tuhan dipengaruhi oleh apa yang sedang terjadi didalam kaabah

dibawah kepemimpinan dari imam-imam.62 Kenyataannya bahwa

kaabah dinajiskan dan bahwa persembahan telah disalah gunakan

“cendrung untuk mematahkan kebebasan daripada rakyat. Mereka telah

kehilangan semangat dan gairah, dan menjadi malas untuk membayar

persepuluhan mereka. Perbendaharaan dari rumah Tuhan kurang

dalam persediaannya.”63 Pembaharuan nehemia “memberikan inspirasi

kepada rakyat dengan percaya diri dan semua bangsa Yehuda membawa

persepuluhan mereka” kepada Tuhan.64

Apakah sikap dari bangsa tersebut benar? Apakah dapat

dibenarkan bagi mereka untuk mendapatkan kembali persepuluhan

atau berhenti memberikan persepuluhan oleh karena korupsi yang

terjadi diantara imam-imam? Tentunya tidak. Nehemia tidak akan

memaafkan sikap daripada bangsa itu tetapi mengingatkan mereka

tentang komitmen mereka kepada kaabah (10:39). Dia memanggil

patugas-petugas atau pemimpin-pemimpin dari rakyat itu. Ini bukanlah

dari imam-imam. Kata “petugas” (seganim) menunjukkan pegawai kecil,

seperti pemimpin-pemimpin kampung.”65 Didalam memanggil dan

memarahi pemimpin-pemimpin ini yang mewakili rakyat, Nehemia

memarahi rakyat karena tidak mengembalikan persepuluhan mereka ke-

rumah Tuhan. Kata kerja Ibrani yang diterjemahkan “untuk memarahi”

adalah merupakan sebuah kata sah yang keran (rib). Itu berarti “untuk

82

memperdebatkan, bertengkar (secara umum, dengan kata-kata,

persungutan, pernyataan yang tegas, menyalahkan).”65 Tuhan

mengharapkan keduanya yaitu imam-imam dan rakyat untuk

memenuhi tanggungjawab mereka yang sama.67

Kegagalan dari pihak imam-imam dan orang-orang Lewi ini harus

diperbaiki. Nehemia memilih empat orang yang dapat dipercaya untuk

bertanggungjawab terhadap bilik-bilik yang juga bertanggungjawab

“untuk mendistribusikan persediaan kepada saudara-saudara mereka”

(13:13). Pembaharuan ini memulihkan rasa percaya rakyat kepada

pemimpin-pemimpin mereka.

Didalam buku Nehemia, ditunjukkan bahwa memberikan

persepuluhan memaksakan satu tanggungjawab bukan hanya pada

pemberi, tetapi juga kepada penerima. Allah mengharapkan mereka

yang mengelolah persepuluhan untuk mengaturnya dengan tepat.

Walaupun ada sikap yang tidak tepat pada pihak mereka yang dipilih

oleh Allah untuk memimpin umat-Nya bisa saja melemahkan kaum

awam, didalam cara apapun tidak dapat membenarkan sikap untuk

tidak mengembalikan persepuluhan kepada Tuhan.

4. Maleaki 3:8-10

Didalam ayat yang terkenal ini, penolakan untuk memberikan

persepuluhan diinterpretasikan sebagai penyelewengan terhadap harta

kekayaan Allah—satu perampokan. Mereka di Israel yang tidak

memberikan persepuluhan atau memberikan sebagian persepuluhan

(frase “bawakan seluruh persembahan persepuluhan” [ayat 10] dapat

diinterpretasikan didalam dua cara, merampas Allah dari apa yang

menjadi milik-Nya.

Tuduhan ini adalah sesuatu yang sangat serius. Salah

menggunakan apa yang menjadi milik Tuhan adalah merupakan

kejahatan yang serius di Israel dan diseluruh Timur Dekat kuno. Ayat

ini dibentuk melampaui setiap keragu-raguan yang masuk akal bahwa

83

persepuluhan bukanlah bagian dari pendapatan seseorang. Benar, itu

telah menjangkau kita dalam bentuk pendapatan, tetapi itu tidak

pernah akan menjadi milik kita. Untuk mempertimbangkannya secara

sederhana menjadi pendapatan pribadi, agar supaya dapat

menggunakannya seperti yang kita inginkan, itu berarti merampok

Allah.

Kita teleh melihat bahwa persepuluhan digunakan oleh Allah

untuk menyediakan makanan untuk imam-imam dan orang-orang Lewi.

Itu juga ditekankan disini didalam ayat 10. Jika rakyat salah

menggunakan persepuluhan, maka imam-imam dan orang-orang Lewi

akan menderita, tetapi tindakan rakyat yang penuih dosa yang dibuat

terhadap Tuhan. Adalah Allah, bukan orang-orang Lewi, merampas apa

yang secara eksklusif menjadi milik-Nya.

Pada tingkat yang lebih dalam, masalahnya bahkan menjadi lebih

serius. Dengan tidak membawa persepuluhan mereka kepada Tuhan,

rakyak itu membuat sebuah pernyataan agama yang penting. Mereka

menyangkal pemeliharaan dan kepedulian Allah yang penuh kasih

terhadap mereka. Mereka merampas penurutan dan kemuliaan yang Dia

patut terima sebagai Seorang yang memelihara mereka. Kurangnya iman

didalam Tuhan dikutip oleh Maleaki:

“Kamu berkata, 'Percuma saja berbakti kepada Allah. Apa gunanya

melakukan kewajiban kita terhadap TUHAN Yang Mahakuasa, atau

menunjukkan kepada-Nya bahwa kita menyesali kesalahan kita?”

(Maleaki 3:14)

Mereka menuduh Allah karena tidak memenuhi bagian daripada

janji-Nya, tetapi Tuhan menjawab, “Kamu merampok aku.”

Bagai satu bangsa yang tidak komit kepada Tuhan, memberikan

persepuluhan adalah benar-benar sebuah tantangan. Mereka hanya

percaya kepada diri mereka sendiri untuk memelihara diri mereka

84

sendiri. Didalam situasi yang khusus ini, kondisi keuangan dari bangsa

tersebut adalah genting dan mereka memperhitungkan memberikan

persepuluhan tidak perlu. Adalah untuk pribadi seperti demikian Tuhan

telah berkata, “Ujilah aku” (ayat 10). Ini adalah sebuah panggilan untuk

melangkah maju didalam imam untuk melakukan apa yang harus

dilakukan, percaya didalam janji-janji berkat Allah (ayat 10-12). Didalam

proses tersebut, Tuhan mengharapkan ima mereka untuk bertumbuh

kepada titik dari percaya sepenuhnya kepada Dia, mengakui bahwa

keamanan keuangan mereka ditemukan hanya didalam Dia.

Panggilan ilahi kepada iman ini menjadi tidak berarti tanpa satu

pengalaman pertobatan. Undangan untuk berhenti merampok Allah

diperkenalkan oleh sebuah panggilan pertobatan: “Kembalilah

kepadaku” (ayat 7). Persepuluhan yang jujur adalah hanya sebuah

kemungkinan bagi mereka yang mengembalikan kepada Tuhan didalam

iman—percaya kepada-Nya.

Bahkan untuk mengerti dengan lebih baik tentang dakwaan

Maleaki terhadap orang Israel tentang masalah persepuluhan, kita

harus meletakkan ayat ini pada konteks sejarah dan keagamaan.

Biasanya secara umum dipercaya bahwa Maleaki bernubuat

selama masa Ezra dan Nehemia. Karena kondisi kerohanian dari rakyat

dan pemimpin-pemimpin mereka dijelaskan didalam cara yang sama

didalam Maleaki dan Nehemia 13, sejumlah sarjana telah menyimpulkan

bahwa Maleaki bernubuat selama masa Nehemia pergi ke Persia (ca. 432

BC atau segera setelah itu).68 Seperti yang telah kita lihat, ini adalah

satu periode dari kerusakan kerohanian di Yerusalem. Maleaki

menjelaskan situasinya dengan lebih terperinci daripada Nehemia

didalam dua kotbahnya terhadap keimamatan. Salah satunya tercatat

didalam 1:6-14 dan yang lainnya tercatat didalam 2:1-9.

Serangan yang pertama terhadap keimamatan didasarkan pada

kurangnya rasa hormat mereka pada Tuhan (1:6). Mereka telah

membawa korban yang tercemar kepada Dia, korban yang bercacat (1:8)

85

dan bahkan yang sakit (1:13). Bahkan seorang gubernurpun tidak akan

menerima pemberian-pemberian seperti itu (ayat 8). Imam-imam juga

dituduh oleh karena mereka mempertimbangkan pekerjaan mereka

sebagai satu beban yang berat dan, oleh karena itu, tidak mengikuti

aturan-aturan yang tepat (ayat 12).

Ayat yang kedua mengingatkan imam-imam supaya dengar

kepada Tuhan (2:1). Mereka tidak mengatur rakyat dengan tepat dan

juga melanggar panggilan mereka kepada keimamatan (2:7, 8). Mereka

menjalankan cara yang curang, sebuah bentuk perbaktian yang hanya

dari luar saja.

Kita akan tergoda untuk memberikan pertanyaan, “Apakah orang-

orang seperti ini layak untuk menerima persepuluhan?” Tetapi

pertanyaan tersebut tidak diberikan oleh nabi tersebut. Allah

menugaskan para imam itu dengan tanggungjawab yang spesifik dan

mereka dihakimi berdasarkan tanggungjawab-tanggungjawab tersebut

dan pada perlaksanaan mereka yang tepat. Rakyat diharapkan untuk

memenuhi apa yang Tuhan perintahkan supaya mereka lakukan, dan

Dia tidak memaafkan pelanggaran terhadap hukum tentang

persepuluhan berdasarkan pada kegagalam dari keimamatan tersebut.

Itu menjelaskan mengapa Maleaki sanggup pada sisi yang satu untuk

menuduh dosa daripada imam-imam, dan pada sisi yang lain masih

menuntut rakyat itu untuk membawa persepuluhan mereka ke-kaabah.

Maleaki meneguhkan kembali apa yang tersisa yang diajarkan

oleh Perjanjian Lama tentang sifat dan tujuan dari memberikan

persepuluhan. Persepuluhan adalah milik Tuhan. Dia menggunakannya

untuk memelihara imam-imam dan orang Lewi, dan tidak seorangpun

memiliki hak untuk menahannya untuk dirinya sendiri. Merampas Allah

adalah satu dosa yang dibuat terhadap Tuhan, bukan terhadap kaabah

dan keimamatan. Karena itu, persepuluhan dituntut oleh Tuhan

meskipun ada kerusakan kerohanian dari orang-orang yang mendapat

86

untung daripadanya. Dalam waktu-Nya sendiri Dia akan memanggil

mereka untuk mempertanggungjawabkannya.

III. Memberikan Persepuluhan Didalam Perjanjian Baru

Perjanjian Baru sangat sedikit berbicara tentang persepuluhan,

namun apa yang Perjanjian Baru katakan adalah sangat berarti bagi

orang-orang Kristen. Tidak ada perintah yang eksplisit untuk

memberikan persepuluhan didalam Perjanjian Baru, namun tidak ada

juga penolakan terhadap sistim ini.

Diskusi yang terpanjang tentang persepuluhan didalam Perjanjian

Baru dicatat didalam Ibrani 7:1-10. Penulis sedang menganalisa

pertemuan antara Abraham dan Melkizedek, dan membuat ide-ide

teologi tertentu didalam argumentasinya. Kenyataannya bahwa Abraham

mengembalikan persepuluhannya kepada Melkizedek diambil sebagai

bukti yang jelas dari superioritas dari keimamatan dari Melkizedek atas

orang-orang keturuan Harun. Ayat ini mengisyaratkan bahwa

memberikan persepuluhan adalah sebuah praktek yang diurapi oleh

ilahi. Tidak ada penolakan terhadap memberikan persepuluhan, hanya

sebuah pengakuan yang implisit tentang nilai dan artinya.

Referensi yang lain kepada persepuluhan ditemukan didalam Injil.

Yesus menyebutkannya didalam Lukas 18:12 dalam konteks dari

perumpamaan tentang orang Parisi dan penagih pajak. Mereka berdua

pergi ke-kaabah untuk berdoa: Orang Parisi dengan semangat

pembenaran diri sendiri, penagih pajak dengan kerendahan hati mencari

kemurahan Allah. Orang Parisi menyebutkan tentang sepersepuluh dari

segala sesuatu yang dia telah terima sebagai bukti dari rasa kealiman

yang besar.

Yesus menyalahkan pembenaran diri sendiri dari orang Parisi.

Ketika tindakan-tindakan keagamaan digunakan untuk meninggikan

diri sendiri, mereka akan kehilangan nilai-nilai mereka dan menjadi

87

fromalitas yang kosong. Memberikan persepuluhan digunakan oleh

orang Parisi sebagai satu alat untuk memperoleh kemurahan Allah.

Menurut Yesus, itu bukanlah maksud daripada memberikan

persepuluhan. Kemurahan Allah adalah sebuah pemberian yang cuma-

cuma yang diterima didalam iman dan kerendahan hati. Orang yang

berpikir bahwa dia telah membayarnya akan pergi dengan tangan

kosong. Penagih pajak, yang mengaggap dirinya sebagai seorang berdosa

yang besar dan dalam kebutuhan akan kemurahan Allah, menerima

kemurahan tersebut. Orang Parisi salah menggunakan persepuluhan

didalam pengalaman keagamaannya.

Persepuluhan juga disebutkan didalam Matius 22:23 dan yang

sama juga didalam Lukas 11:42. Yesus menyalahkan orang-orang

Parisis karena terlalu ekstrim didalam memberikan persepuluhan,

namun mengabaikan “keadilan dan kasih dari Allah” (11:42). Atau,

seperti yang dijelaskan oleh Matius, “menolak hal yang lebih penting

daripada hukum—keadilan, kemurahan, dan kesetiaan” (22:23). Yesus

sedang mengumandangkan pakabaran Amos: semangat keagamaan dan

satu komitmen keapada keadilan, kemurahan, dan kasih harus

dipelihara secara bersama-sama. Kemudian dia menambahkan: “Engkau

harus mempraktekkan yang terkemudian tanpa harus mengabaikan

yang lainnya [persepuluhan].” Ini adalah sebuah pengesahan yang jelas

tentang persepuluhan pada pihak Yesus.69 Dalam menyetujuai

memberikan persepuluhan, “dia menilainya tidak cukup tentang dirinya

sendiri.”��

Yesus tidak pernah menolak persepuluhan itu sendiri tetapi

menyalahkan penyagunaannya. Dia menjelaskannya dalamkata tentang

apa maksud yang sebenarnya: sebuah jawaban terhadap kamurahan

Allah yang mengubahkan.

Paulus tidak menyebutkan persepuluhan didalam tugasnya

kerasulannya. Namun demikian, dia mengangkat masalah tentang

persediaan bagi mereka yang mengkotbahkan injil, “Tidak tahukah

88

kamu, bahwa mereka yang melayani dalam tempat kudus mendapat

penghidupan dari tempat kudus itu dan bahwa mereka yang melayani

mezbah, mendapat bahagian mereka dari mezbah itu (1 Korintus 9:13).

Paulus menunjuk secara tegas kepada sistim memberikan

persepuluhan pada Perjanjian Lama. Dia manggariskan satu paralel

antara imam-imam dan orang-orang Lewi dan mereka yang sedang

memproklamirkan injil. Pokok pikiran yang dia perdebatkan adalah

bahwa pekerja-pekerja injil harus dipeliharai kehidupan mereka dalam

cara yang sama seperti yang telah dilakukan dalam sistim keimamatan.

Apa yang sesungguhnya penting adalah bahwa yang dijelaskan oleh

Paulus sebagai seuatu perintah langsung kepada gereja dari Tuhan

sendiri. Rasul itu mengatakan kepada gereja bahwa sehubungan dengan

persepuluhan (menurut Tuhan), “kita tidak boleh melakukan lebih

kurang dari apa yang dituntut oleh hukum orang-orang Yahudi”�� Jadi,

secara implisit dia mengesahkan pemberian persepuluhan oleh orang-

orang Kristen.

Bagi orang-orang Kristen, memberikan persepuluhan bukanlah

hanya sebuah praktek dari jaman Perjanjian Lama dengan tidak

memiliki relevansi bagi umat-umat percaya, tetapi bagian dari

pengertian Kristen tentang penatalayanan yang sesungguhnya. Dalam

kenyataannya, “praktek memberikan persepuluhan dari orang Kristen

bertumbuh dari tradisi Ibrani dan darisanalah kita menemukan artinya

yang kaya.”��

Dalam hal memberikan persepuluhan, Perjanjian Baru

menunjukkan satu kesesuaian dengan prinsip Perjanjian Lama dalam

hal mengembalikan kepada Allah seper-sepuluh dari segala sesuatu

yang kita peroleh dan mengingatkan kita tentang tujuan dan artinya.

Perjanjian Baru menyalahkan memberikan persepuluhan sebagai satu

manifestasi dari pembenaran diri sendiri dan menantang umat-umat

percaya untuk mempraktekkan keadilan, kemurahan dan kasih, juga.

Tujuan dasar dari memberikan persepuluhan tetap sama: Tuhan

89

menggunakannya untuk menyediakan kepada mereka yang

mendedikasikan hidup mereka untuk memproklamasikan injil.

Pengertian teologia dari memberikan persepuluhan didalam perjanjian

Lama terletak pada dasar dari memberikan persepuluhan Kristen.

IV. Ringkasan dan Konklusi

Perjanjian Lama menyediakan satu dasar teologi untuk

memberikan persepuluhan yang membuat praktek ini sesuatu yang

memperkaya didalam kehidupan umat-umat percaya. Unsur pertama

didalam dasar ini adalah persepsi dan pengertian tentang Allah sebagai

Pencipta dari langit dan bumi. Didalam konteks memberikan

persepuluhan, tujuan dari pernyataan ini bukan untuk menekankan

kuasa Allah yang besar tetapi kepemilikan-Nya dari alam semesta.

Kosmos yang menjadi milik satu Orang, Dia yang menciptakan segala

sesuatu. Setiap ciptaan yang menuntut kepemilikan dalam cara apapun

adalah merampas hak Allah.

Aspek yang kedua dari orang tersebut dan pekerjaan Allah yang

menyediakan satu dasar teologia untuk memberikan persepuluhan

adalah kepedulian, tuntunan, dan pemeliharaan kasihnya terhadap kita.

Pencipta tidak meninggalkan ciptaan-Nya kepada kuasa kejahatan.

Didalam sebuah dunia yang bermusuhan karena dosa dan kematian,

Dia masih menjadi Pemiliki dari mereka yang menolak kejahatan agar

supaya dapat memelihara kehidupan kita. Kepedulian pemeliharaan ini

mengesahkan pekerjaan penebusan Allah melalui mana kita dipulihkan

kepada satu persekutuan penuh dengan Dia didalam Kristus. Kejahatan

telah dikalahkan melalui Kristus dan sekarang kita dapat ikut serta

didalam kemenangan-Nya. Kehidupan telah disediakan bagi kita melalui

Putra, dan adalah juga melalui Dia kita menerima berkat-berkat Allah

dan semua kebutuhan kita terpenuhi. Segala sesuatu adalah milik

Allah, bukan saja melalui penciptaan, tetapi juga melalui penebusan.

90

Kuasa pemeliharaan-Nya berlangsung terus untuk memberikan

kehidupan kepada alam semesta. Tidak ada aspek kehidupan manusia,

tidak ada kebutuhan yang mungkin perlukan, yang tidak dapat Dia

sediakan kepada kita.

Sifat daripada persepuluhan dapat dengan tetap dinyatakan

didalam satu frase: Itu kudus. Kekudusan menunjuk kepada yang unik,

berbeda, dan oleh karena itu adalah milik dari Dia yang Kudus. Tidak

ada seorangpun seperti Dia di alam semesta ini oleh karena Dia adalah

Pencipta. Karena persepuluhan adalah kudus, kita tidak dapat

menahannya tetapi harus mengembalikannya kepada Allah. Dari suatu

pandangan manusia, persepuluhan adalah bagian dari pendapatan kita,

dan bahkan sesuatu yang kita peroleh melalui pekerjaan dan usaha

kita. Namun disini dasar teologia menjadi relevan bagi kita melalui

mengingatkan kita bahwa segala sesuatu yang kita miliki asalnya dari

Tuhan. Kita bertanggungjawab untuk mengelolah semua pemberian

yang telah Dia berikan kepada kita, kecuali sepersepuluh tersebut, yang

adalah secara eksklusif milik-Nya dan harus dikembalikan kepada-Dia.

Persepuluhan telah diberkati dengan kekudusan oleh Allah.

Persepuluhan mempunyai beberapa tujuan yang penting. Pertama,

melalui persepuluhan Allah mengijinkan umat-umat-Nya (bukan saja

imam-imam) untuk berurusan dengan kekudusan, untuk menangani

yang menjadi milik-Nya. Didalam satu pengertian ini adalah sebuah

demokratisasi dari satu fungsi imam. Ketika berurusan dengan

kekudusan, kita ditantang untuk menjadi kudus. Panggilan Allah

kepada umat-umat percaya didasarkan secara terpisah pada sebuah

etika tentang imitasi. Dia berkata kepada umat-umat-Nya, Engkau

harus dikuduskan bagi-Ku oleh karena Aku, Tuhan, adalah kudus”

(Imamat 20:26). Memberikan persepuluhan membuat sati kontribusi

terhadap tujuan yang mulai itu oleh karena didalam pemberian kita kita

sedang meniru Allah. Didalam proses, diri sendiri harus ditaklukkan

dan kasih Allah memenuhi hati manusia.

91

Kedua, karena persepuluhan adalah kudus, itu menjadi sebuah ujian

kesetiaan untuk setiap orang. Sebagi sebuah ujian oleh karena itu

menetapkan satu batas kepada kebebasan kita melalui memanggil

perhatian kita kepada ketergantungan kita kepada Allah. Bukan segala

sesuatu yang dapat kita akses adalah milik kita. Seperti yang telah kita

nyatakan sebelumnya, bahwa persepuluhan adalah sebuah ujian oleh

karena itu adalah bagian dari pendapatan kita dan, oleh karena itu kita

dapat diuji untuk menahannya untuk diri kita sendiri, dengan demikian

melanggar kekudusannya. Dalam satu pengertian persepuluhan adalah

sama dengan pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat

didalam Taman Eden. Adam dan Hawa bebas untuk makan dari semua

pohon didalam taman kecuali satu. Pohon itu menjadi ujian kepada

kesetiaan mereka kepada Allah.

Ketiga, memberikan persepuluhan mengingatkan kita tentang

perjanjian kita dengan Tuhan, tentang penyerahan total tanpa syarat

kepada kehendak-Nya yang penuh kasih. Didalam hubungan perjanjian

tersebut, Allah menjadi Allah kita dan kita menjadi umat-Nya; Dia

diakui sebagai Juruselamat kita, yaitu Dia yang akan memberkati kita.

Didalam hubungan kita, kita dengan penuh kerendahan hati mengakui

bahwa semua yang kita miliki adala milik-Nya dan bahwa kebutuhan

kerohanian dan ekonomi kita akan dipenuhi oleh Dia. Persepuluhan

adalah sebuah lambang atau sebuah peringatan tentang komitmen total

kepada Tuhan. Ketika mengulurkan tangan kita dan dengan penurutan

memberikan persepuluhan kita pada pundi-pundi persembahan selama

jam pelayanan perbaktian, kita sedang memberikan kepada Tuhan satu

fraksi dari hidup kita sebagai satu pemberian dari konsekrasi total kita

keapda Dia.

Kita dapat dengan mudah menyimpulkan bahwa memberikan

persepuluhan adalah sebuah kesaksian kepada satu hubungan yang

percaya dan penuh yang dibangun dengan Tuhan dan Juruselamat kita.

Itulah sebabnya mengapa pribadi-pribadi didalam Alkitab berhenti

92

memberikan persepuluhan ketika hubungan mereka dengan Tuhan

terputus melalui kemurtadan.

Akhirnya, memberikan persepuluhan memiliki tujuan tambahan

yang ditugaskan oleh Allah (dan bukan oleh manusia). Melaluinya, Allah

memenuhi segala kebutuhan dari mereka yang Dia panggil untuk

menjadi pendeta-pendeta-Nya. Allah adalah satu-satunya yang

menentukan cara bagaimana persepuluhan tersebut harus digunakan.

Ini memiliki implikasi yang serius bagi mereka yang dengan setia

mengembalikan persepuluhan-persepuluhan kepada Tuhan. Kita tidak

boleh menyimpulkan bahwa persepuluhan adalah sebuah pembayaran

yang dibuat untuk pelayanan yang diterima dari seorang pendeta. Itu

akan segara membuka pintu untuk komersialisasi dari persepuluhan.

Dibawah situasi-situasi seperti ini, pribadi-pribadi mungkin merasa

bebas untuk menggunakan persepuluhan “untuk membayar” hanya

mereka yang pelayanannya diinginkan atau diharapkan. Jika demikian,

kita akan menggunakan persepuluhan untuk mengendalikan kualitas

dar- produk yang kita inginkan. Ini akan sangat bertentangan dengan

inti, sifat dan tujuan daripada persepuluhan tersebut. Persepuluhan

harus selalu dikembalikan kepada Tuhan oleh karena itu kudus dan

adalah Dia yang menginvestasikannya atau menetapkannya dalam hal

bagaimana untuk menggunakannya—bukan kita.

Oleh karena itu, adalah tidak dapat diterima untuk berhenti

memberikan persepuluhan berdasarkan pada satu keadaan kegagalan

dari pendeta-pendeta Allah. Jika umat-umat Allah memiliki sifat seperti

itu, Dia mengur mereka dengan sangat keras, menuduh mereka sebagai

merampok Dia. Dan bahkan menahan persepuluh agar supaya untuk

memotivasi satu reformasi didalam gereja menjadi satu pelanggaran

terhadap tujuan Allah dengan persepuluhan tersebut. Itu bukanlah hak

kita untuk menentukan oleh diri kita sendiri bagaimana dan untuk

maksud apa untuk menggunakan persepuluhan itu.

93

Sehingga, kita harus menyatakan bahwa pendeta-pendeta Allah

mempunyai tanggungjawab yang agung sebagai penerima-penerima dari

persepuluhan-persepuluhan. Tuhan mengharapkan mereka untuk

memenuhi tanggungjawab-tanggungjawab mereka dalam sebuah cara

yang efisiensi yang menyediakan bagi kebutuhan-kebutuhan dari gereja

dan untuk memproklamirkan injil. Rencana Allah bagi gereja-Nya adalah

agar pendeta-pendeta tan anggota-anggota memenuhi tugas-tugas

mereka secara tepat. Segala sesuatu harus dilakukan untuk mencoba,

sebanyak mungkin, untuk agar semua orang “Yehuda” disenangkan

dengan pelayanan dari pemimpin-pemimpin kerohanian mereka.

94

Penatalayanan dan

Teologi tentang

Persepuluhan

MENGIKUTI-SEPANJANG DISKUSI UNTUK MEMBERIKAN

PERSEPULUHAN DIDALAM PERJANJIAN LAMA

1. Analogi apa yang seseorang dapat peroleh dari kenyataan

bahwa berkat Melkizedek mendahului persepuluhan

Abraham? (Lihat Kejadian 14).

2. Apa yang ditunjukkan oleh sumpah Yakub kepada Tuhan?

(Lihat Kejadian 28:10-22)

3. Apa tujuan dari perundang-undangan peresepuluhan

seperti yang dinyatakan didalam Imamat 27:30-33?

4. Didalam Bilangan 18:21-32, apa pentingnya kata kerja rum

(yang diterjemahkan “memberikan”) dan kata terumah (yang

diterjemahkan “sebuah persembahan”)?

5. Diskusikan perbedaan-perbedaan yang berarti diantara

perundang-undangan persepuluhan yang ditemukan

didalam Ulangan, dan perundang-undangan persepuluhan

yang ditemukan didalam Imamat dan Bilangan. Kinklusi apa

yang dapat ditarik dari perbedaan-perbedaan ini?

6. Diskusikan artinya persepuluhan sebagai bagian daripada

95

pembaharuan perjanjian dalam jaman Nehemia. (Lihat

Nehemia 10:38, 39; 12:44; 13:5, 12).

7. Didalam Maleaki, apa penyataan keagamaan yang penting

yang sedang dibuat oleh rakyat dalam hal tidak

membawa persepuluhan mereka kepada Tuhan?

MENGIKUTI-SELAMA DISKUSI UNTUK PERSEPULUHAN DIDALAM

PERJANJIAN BARU

1. Dari suatu diskusi yang terlama tentang persepuluhan

didalam Perjanjian Baru (Ibrani 7:1-10), konklusi apa yang

dapat dibuat sehubungan dengan keimamatan dari

Melkizedek?

2. Diskusikan dasar-dasar teologi untuk memberikan

persepuluhan seperti yang dibuktikan didalam Perjanjian

Lama dan Perjanjian Baru.

3. Apa tujuan kerohanian yang penting yang dapat ditemukan

didalam sistim memberikan persepuluhan?

Materi tambahan berikut tentang persepuluhan dan topik-topik yang

berhubungan telah diterbitkan oleh Pelayanan Gereja General

Conference selama tahun 1991 – 1994; Prinsip-prinsip Kehidupan, Sistem

Keuangan MAHK, Saat-saat Memberikan Persepuluhan, Penatalayanan

dan Perencanaan Strategis.

96

Penatalayanan dan

Teologi tentang

Persembahan

I. Pendahuluan

II. Persembahan di dalam Perjanjian Lama

A. Akhir Masa Berlaku dari Persembahan Berkorban

B. Korban-korban sebagai Persembahan-persembahan

1. Persembahan yang Bakaran

2. Persembahan Pendamaian

C. Persembahan-persembahan yang lain

D. Persembahan-persembahan Khusus

III. Persembahan-persembahan dalam Perjanjian Baru

A. Yesus dan Persembahan-persembahan

1. Persembahan-persembahan dan Peribadatan

2. Persembahan-persembahan dan Hubungan-

97

hubungan antar Pribadi.

3. Persembahan-persembahan dan Komitmen

kepada Tuhan.

4. Psersembahan dan Kebajikan Hati Yang

sesungguhnya.

5. Persembahan dan Pelayanan Kristen

B. Paulus dan Persembahan

1. Kengganan Paulus untuk menerima

Persembahan

2. Paulus sebagai Penerima Persembahan

3. Paulus dan Pengumpulan

C. Persembahan dalam Kisah Para Rasul

1. Persembahan untuk orang miskin

2. Persembahan Khusus

IV. Rangkuman dan Konklusi

98

PENATALAYANAN DAN

TEOLOGI TENTANG PERSEMBAHAN

I. Pendahuluan

Penelitian tentang agama-agama kuno menyarankan bahwa dalam

interkasi diantara manusia dan ilahi, membawa suatu persembahan

kepada dewa-dewa merupakan aspek kuasa dari ketaatan pribadi.

Sepanjang Timur Dekat kuno tipe persembahan yang berbeda-beda

dibawakan kepada dewa-dewa oleh manusia yang mencari berkat-

berkatnya, perlindungannya, pengampunannya dan tuntunannya.

Dalam kebanyakan kasus persembahan-persembahan tersebut

dibayangkan sebagai arti tentang memenuhi kebutuhan-kebutuhan dari

dewa-dewa agar supaya dapat memenangkan atau mempertahan

kesukaan mereka.�� Perhatian yang semakin meningkat untuk

menyampaikan persembahan berupa materi kepada dewa-dewa adalah

sesutu yang universal.

Agama Akitabiah bukanlah sebuah pengecualian didalam bidang

ini mengenai praksi peribadatan. Tentunya, persembahan memainkan

peranan yang penting dalam pelayanan dikaabah dari Perjanjian Lama

dan didalam peribadatan Kristen dari Perjanjian Baru. Kita akan

menjelajahi didalam artikel ini kekayaan dari materi alkitabiah tentang

subjek ini. Dalam beberapa kasus kita akan memberikan perhatian

kepada terminologi yang digunakan untuk menunjuk kepada

persembahan-persembahan, namun kepentingan utama kita akan

difokuskan pada tipe yang berbeda dari persembahan yang disebutkan

didalam Alkitab. Kita akan mengutamakan penjelajahan dari teologia

utama atau ide-ide keagamaan yang berhubungan dengan

persembahan-persembahan tersebut agar supaya dapat meringkaskan

99

unsur-unsur dasar dari teologi dan praktek-praktek dari persembahan

didalam Alkitab.

II. Persembahan di dalam Perjanjian Lama

Perjanjian Lama menyebutkan persembahan lebih sering daripada

persepuluhan. Didalam sebuah buku yang menarik didalam perbaktian

tentang Allah yang benar, persembahan memiliki tempat dan fungsi

yang sangat nyata. Peribadatan dan persembahan secara praktek tidak

dapat dipisahkan didalam Perjanjian Lama.

Didalam apa berikut ini kita akan mendiskusikan tipe yang

berbeda dari persembahan yang disebutkan didalam Perjanjian Lama.

A. Akhir Masa Berlaku dari Persembahan Korban

Persembahan berkorban dan penebusan berhubungan satu

dengan yang lain didalam sistim Perjanjian Lama dari peribadatan. Masa

berakhir dari persembahan yang utama adalah persembahan dosa

(Imamat 4) dan persembahan bersalah (Imamat 5), disebut

“persembahan-persembahan” didalam Bilangan 5:9 dan 18:8. Kata

Ibrani yang digunakan disana adalah terûmâh, sebuah kata benda yang

mungkin berasal dari kata akar kata kerja rûm = “penting,” yang satu

dari kata bentuk kata kerjanya berarti “menyumbang,

mengesampingkan.” Ini menandakan satu pemberian atau satu

persembahan yang dikesampingkan untuk Tuhan diluar dari kaabah,

dan kemudian dibawa masuk kedalam kaabah dan diberikan kepada

Tuhan.��

Kuasa penebusan dari persembahan-persembahan ini tidak

terletak didalam keadaan korban itu sendiri tetapi didalam Allah yang,

dari kemurahan-Nya, menugaskan fungsi tersebut kepada mereka

(Imamat 17:11). Dengan kata lain, kemanjuran daripada penyuciannya

100

terletak didalam kemauan Allah untuk mengampuni dosa-dosa dari

umat-umat-Nya (Lihat Imamat 4:26, 31).

Persembahan korban penebusan kelihatannya memiliki fungsi

yang terbatas. Dalam kenyataanya bahwa satu-satunya fungsi mereka

adalah untuk menunjuk kepada Allah sebagai satu-satunya Orang yang

dapat menebus dosa. Perjanjian Lama sendiri menyaksikan kepada

ketidakmanjuran yang besar dari persembahan penebusan untuk

membawa pengampunan dan pada saat yang bersamaan

mengidentifikasikan satu-satunya alat yang efektif tentang penyucian.

Daud mengakui bahwa dosanya tidak dapat dihapuskan melalui

persembahan korban dari binatang (Mazmur 51:16). Satu-satunya

harapannya adalah bergantung sepenuhnya kepada kasih dan belas

kasihan Allah yang tidak pernah gagal (ayat 1, 2). Bilama itu datang

kepada penebusan dari kehidupan manusia, tidaka da korban binatang

yang cukup berharga untuk melaksanakannya: “Tidak ada manusia

yang dapat menebus kehidupan orang lain atau memberikan kepada

Allah penebusan untunya—tebusan untuk kehidupan sangat mahal,

tidak ada pembayaran yang cukup—sehingga dia dapat hidup terus

menerus dan tidak melihat kematian” (Mazmur 49:7-9).��

Adalah tidak mungkin bagi seorang manusia untuk membawa

persembahan kepada Allah yang cukup mahal untuk menebus diri

mereka sendiri. Allah adalah satu-satunya yang dapat menyediakan

persembahan tersebut, dan Dia telah melakukannya. Yesaya telah

meramalkan pekerjaan masa depan dari Mesias yaitu yang, walaupun

ditolak oleh umat-umat-Nya, adalah merupakan persembahan

penebusan Allah yang disediakan oleh Dia untuk penebusan mereka.

Tuhan membuat “kehidupannya satu persembahan bersalah” (Yesaya

53:10); dia menanggung dosa dari banyak orang dan dihitung diantara

pemberontak-pemberontak (ayat 12) agar supaya dapat menyatakan

mereka sebagai orang-orang benar (ayat 11).

101

Apa yang tidak dapat dilakukan oleh persembahan manusia dapat

dilakukan oleh persembahan ilahi. Ini dikembangkan lebih jauh didalam

Perjanjian Baru dimana kita diberitahukan bahwa adalah tidak mungkin

bagi darah korban untuk menghapus dosa dari penyembah-penyembah

(Ibrani 10:4). Ini hanya memungkinkan melalui darah Kristus (10:14).

Paulus menyatakan bahwa Allah memberikan dia sebagai satu korban

penyucian, melalui iman dalam darahnya” (Roma 3:25). Kristus sendiri

yang mengantarai misinya seperti memberikan “hidupnya sendiri

sebagai satu tebusan untuk banyak orang” (Markus 10:45).

Pentingnya pengertian tentang persembahan-persembahan

penebusan ini adalah secara mendasar untuk satu teologi alkitabiah

tentang persembahan. Pertama, Allah dijelaskan disini seakan mau

untuk memberi, sebagai seorang “penawar.”Ini menyediakan batasan

teologi untuk cara memberi manusia. Cara memberi dari manusia harus

mengikuti model dari cara memberi ilahi. Dibandingkan kepada berapa

banyak Allah memberi, umat-umat-Nya memberi sangat sedikit kepada-

Nya.76 Tetapi apa yang penting bagi kita untuk mengerti adalah bahwa

kita diharapkan untuk membawa suatu persembahan kepada-Nya oleh

karena Dia sendiri telah memberikan suatu persembahan atas nama

kita.

Kedua, tidak satupun dari persembahan-persembahan kita

mempunyai fungsi penebusan. Kiota tidak memiliki apapun yang dapat

kita bawa kepada Tuhan untuk membuat kita dapat diterima dihadapan

Dia, dan kita tidak perlu untuk melakukan seperti itu oleh karena Allah

telah menyediakan satu-satunya persembahan yang melaluinya

penebusan dapat dicapai. Persembahan kita tidak harus dipandang

sebagai usaha pada pihak kita untuk mendapatkan simpati, kasih atau

pengampunan Allah. Inilah fungsi yang eksklusif dan tidak dapat

disangkal dari Allah mempersembahkan Kristus untuk kita. Motivasi

dari pemberian kita tidak harus untuk membuat diri kita kelihatan

misterius dihadapan Tuhan. Dalam kenyataannya, apa yang membuat

102

persembahan kita dapat diterima oleh Allah adalah persembahan korban

dari Anak-Nya yang menyucikan pemberian kita.

B. Korban sebagai Persembahan

Selain daripada persembahan dosa dan salah ada persembahan

korban lainnya sebagai tambahan kepada fungsi penebusan yang

memiliki tujuan teologia dan beragama. Dua diantaranya adalah tentang

nilai khusus dari penelitian kita, yaitu persembahan yang dibakar

(Imamat 1) dan persembahan pendamaian (Imamat 3). Kita akan

menerangkan tentang aspek non-penebusan dari persembahan-

persembahan ini.

1. Persembahan Yang Dibakar (Imamat 1:3-17)

Tidak satupun bagian daripada persembahan ini diberikan kepada

imam atau kepada orang yang membawa persembahan; keseluruhan

korban itu dibakar diatas mezbah, secara total berserah kepada Tuhan

(Imamat 1:9). Para Sarjana telah mendeteksi didalam korban ini satu

ekspresi ritual tentang kerelaan daripada para penyembah untuk

menyerahkan atau untuk mengabdi seluruh hidup mereka kepada Allah.

Dia, sebagai Tuhan mereka, memiliki hak penuh atas mereka, dan

persembahan ini adalah sebuah tindakan melambangkan penyerahan

seutuhany kepada Dia.��

Korban bakaran ditunjukkan didalam bahasa Ibrani sebagai

sebuah qorbân = “mempersembahkan,” dari kata kerja qârab = “datang

dekat, mendekati.” Ini adalah kata jenerik yang digunakan untuk

menandakan berkorban dan persembahan yan lain yang dibawa oleh

orang Israel kepada Tuhan (Lihat Imamat 22:18; Bilangan 7:3, 12-17;

15:4; 31:50). Itu dapat diterjemahkan sebagai “yang dibawa dekat,

diberikan, dipersembahkan.”�� Sebuah persembahan adalah, oleh karen

itu, sesuatu yang dipindahkan dari lingkungan manusia kepada

103

lingkungan Tuhan; melalui membawanya dekat kepada Dia itu telah

menjadi milik-Nya.

Tentang kepentngan yang khusus bagi kita adalah kenyataan

bahwa binatan yang berbeda dapat diterima sebagai korban untuk

persembahan bakaran. Binatang tersebut didaftar atas dasar nilai

keuangan mereka. Yang sangat mahal disebutkan lebih dahulu, seekor

lembu muda, dan diikuti oleh domba dan kambing (lihat Imamat 1:3,

10). Bahkan burung-burung, seekor merpati, atau burung dara dapat

dipersembahkan (ayat 14).

Dua perintah secara berurut disini. Pertama, sebuah

persembahan adalah sesuatu yang mahal kepada para penyembah.

Mereka sedang merampok diri mereka sendiri dari hal seekor binatang

yang mahal dan berguna melalui memberikannya kepada Tuhan.79 Daud

sangat mengerti prinsip ini dan menolak pendapat tentang memberikan

kepada Tuhan satu korban yang bukan miliknya (2 Samuel 24:24).

Kedua, Allah tidak mengharapkan setiap orang untuk memberikan

jumlah yang sama. Menyebutkan korban dari yang termahal sampai

dengan yang kurang mahal membuatnya mugkin bagi setiap orang

untuk membawakan sesuatu kepada Tuhan. Tuhan akan menerima

beberapa orang yang membawa seekor lembu dan yang lain seekor

membawa domba atau seekor kambing, tergantung pada kondisi

keuangan mereka. Yang termiskin diantara semuanya dapat membawa

seekor burung (lihat Imamat 5:7; 12:8).�� Implikasi teologianya adalah

bahwa Allah mempertimbangkan kecondongan hati yang terdalam dari

sipemberi, dan bahwa kerelaan untuk menyemabah Dia lebih memiliki

nilai daripada nilai uang dari persembahan tersebut.�� Pengalaman hati

seseorang akan dinyatakan didalam membawa kepada Tuhan yang

terbaik yang seorang dapat mempersembahkan.

Disamping fungsi penebusan daripada persembahan korban ini,

dua alasan lainnya diberikan untuk membawanya kepada Tuhan.

Imamat 22:17-20 menjelaskan satu pemenuhan nazar persembahan dan

104

satu persembahan sukarela. Sebuah persembahan sebagai nazar

dibawakan setelah pemenuhan dari sebuah sumpah. Seseorang

menyampaikan permintaan kepada Tuhan dan dengan hikmat berjanji

untuk memberikan persembahan nazar setelah menerima jawaban

kepada doa tersebut.�� Dalam membawa persebahan ini adalah

merupakan satu suasana yang gembira, selama dalam keadaan tersebut

orang itu menunjukkan rasa terima kasih kepada Tuhan yang telah

menjawab doa-doa (lihat Mazmur 61:8; Nahum 1:15).�� Korban bakaran

dapat juga merupakan korban sukarela. Itu dibawakan kepada Tuhan

“dari ketaatan, bukan oleh karena aturan atau janji;�� sebuah

pernyataan tentang kasih kepada Allah.

Berdasarkan komentar kita sebelumnya kita dapat menyimpulkan

bahwa suatu persembahan adalah satu pernyataan yang jelas tentang

komitmen sepenuhnya dari orang tersebut kepada Tuhan yang

dibawakan kepada Dia sebagai ungkapan terima kasih dan cinta. Itu

harus dibawakan ke-pusat perbaktian dan diberikan kepada mereka

yang ditunjuk oleh Allah untuk menerimanya. Seseorang diharapkan

untuk membawakan yang terbaik yang dapat dia berikan berdasarkan

pada sumber-sumber keuangan seseorang.

2. Persembahan Pendamaian (Imamat 3:1-17)

Persembahan pendamaian harus dibedakan dari persembahan

bakaran dalam beberapa cara. Korban persembahan dapat berupa

seekor domba betina atau domba. Binatang betina biasanya lebih mahal.

Semua baging dari kprban persembahan diberikan kembali kepada

penyembah untuk dimakan didalam keluarga dan diantara teman-teman

(Imamat 7:11-21). Ketika membawa korban bakaran, orang tersebut

tidak mendapat bagian secara materi, tetapi dalam hal ini jika itu adalah

persembahan penadamaian, maka dia akan mendapat bagian. Ini akan

memungkinkan bagi satu kelompok untuk datang bersama-sama untuk

menyembah Allah.

105

Ada tiga tipe dari persembahan pendamaian: persembahan berupa

nazar, bebas, dan ucapan syukur (Imamat 7:12, 16). Semuanya adalah

persembahan-persembahan sukarela. Persembahan-persembahan itu

dapat dibawakan untuk memenuhi satu sumpah atau sebagai sebuah

tindakan ketaatan kepada Allah, sama dengan persembahan bakaran.

Unsur yang baru adalah aspek ucapan syukurnya. Kata Ibrani tôdãh =

“ucapan syukur” digunakan didalam Alkitab untuk menyatakan

pendapat tentang pujian, ucapan syukur dan pengakuan.��

Persembahan tersebut disampaikan setelah mengalami kelepasan dari

beberapa bahaya. Itu adalah “satu produk dari krinduan yang

spontanitas untuk melakukan satu hal secara umum menyatakan

ucapan syukur seseorang untuk berkat-berkat yang telah dinikmati.”�6

Suasananya haruslah gembira (Ulangan 27:7; Mazmur 95:2).��

Sejumlah unsur yang baru diperkenalkan disini untuk

menjelaskan arti daripada persembahan didalam Perjanjian Lama.

Pertama, persembahan ini dapat berupa keuntungan materi bagi mereka

yang memberikannya. Seperti yang telah kita perhatikan, sebagian besar

daripadanya diberikan kembali kepada pemberi untuk memfasilitasi

penyembahan secara kelompok dengan anggota-anggota keluarga dan

sahabat-sahabat. Semua ikut mengambil bagian atai berpartisipasi

dengan persembahan yang dibawakan oleh salah seorang dari mereka.

Kedua, persembahan itu bisa berupa sebuah kendaraan untuk

mengucapkan syukur dan pujian kepada Allah atas berkat-berkat dan

kuasa-Nya untuk melepaskan dari kejahatan. Itu adalah merupakan inti

sebuah pernytaan ucapan syukut kepada perjanjian Allah.

C. Persembahan-persembahan Yang Lain.

Beberapa jenis persembahan yang lain disebutkan didalam

Perjanjian Lama. “Persembahan makan” disebut didalam bahasa Ibrani

106

minchãh dan berarti “satu pemberian, tribut.” Didalam Imamat ini

adalah sebuah kata secara teknis digunakan untuk menandakan satu

persembahan sereal dibuat dari tepung yang baik dimasak atau tidak

dimasak dan dicampur dengan minyak (Imamat 2:1-10). Itu diberikan

kepada Tuhan, tetapi Dia memberikan sebagian besar daripadanya

kepada imam-imam yang bertugas.

Didalam Perjanjian Lama, kata minchãh menandakan sebuh

pemberian yang diberikan kepada seorang yang lebih berkuasa yang

diakui sebagai tuan atau penguasa terhadap orang yang membawa

permberian tersebut (lihat Yudas 3:15; 2 Samuel 8:2, 6). Dengan

membawa minchãh = “persembahan makan” kepada Allah orang Israel

sedang menyatakan didalam bahasa ritual bahwa Yahweh adalah Tuhan

perjanjian mereka dan mereka adalah subjek-Nya.�� Kenyataannya

adalah bahwa itu adalah suatu persembahan padi-padian dapat

mengatakan bahwa buah-buah dari hasil tanah diakui sebagai hasil dari

berkat-berkat dari Tuhan.89 Perhatikan, bagaimanapun, itulah yang

telah dibawakan bukan padia-padian tetapi tepung. Allah dan manusia

sedang bekerja bersama-sama, dan ketika manusia membawa suatu

persembahan mereka bukan saja mengakui pekerjaan dari Allah tetapi

juga mentabiskan pekerjaan mereka sendiri kepada Dia.90

Orang-orang Israel dituntut untuk membawa kepada Tuhan hasil

pertama dari tanah (Imamat 23:9-11; Bilangan 18:12-13; Ulangan 18:4;

26:1-11). Persembahan ini secara intinya adalah satu persembahan

ucapan syukur yang diberikan kepada Tuhan untuk mendukung

keimamatan (Ulangan 18:3-5).91 Kenyataanya bahwa itu disebut hasil

pertama yang menyatakan bahwa itu adalah hasil yang terbaik dari

tuaian (Bilangan 18:12; Keluaran 23:19). Itu juga menunjukkan bahwa

Allah adalah yang pertama didalam hidup daripada penyembah-

penyembah. Orang Israel tidak memberikan dari kelebihan.92 Sebelum

mereka mulai menikmati tuaian mereka memisahkan hasil pertama

untuk Tuhan (Imamat 23:14).93

107

Persembahan ini adalah sebuah pengakuan tentang kenyataan

bahwa kesuburan dari tanah berada didalam tangan Tuhan dan bahwa

Dia adalah “sumber dari kelimpahan”94 dan pemilik dari tanah (Ulangan

26:10).95 Penekanan teologi dari pesembahan ini adalah pada kebaikan

Tuhan yang telah menjanjikan tanah dan hasilnya kepada bangsa

tersebut, dan menepati janji-Nya (Ulangan 26:3, 8-10).96 Orang Israel

merayakan dengan penuh sukacita kesetiaan Allah yang dinyatkan

didalam pemberian tanah dan didalam berkat-berkat dari penuaian

(Imamat 23:11).97 Didalam konteks ini sebuah referensi kepada

penebusan dari Mesir tentang kepentingan yang khusus oleh karena itu

mendahului pemberian Allah akan tanah kepada bangsa tersebut dan

adalah dasar atas mana didasarkan persembahan dan pemberian yang

bangsa itu bawakan kepada Allah (Ulangan 26:8-10).

Membawa persembahan ini ke-kaabah adalah sungguh suatu

suasana yang penuh sukacita (Ulangan 26:11). Ini adalah suatu

pengalaman secara kolektif dari bangsa itu, orang-orang Lewi, dan

orang-orang asing yang tinggal diantara mereka terlibat didalam

merayakan kenyataan bahwa Allah telah memberikan kepada mereka

materi-materi itu. Persembahan ini adalah suatu ekpresi dari luar dari

sebuah iman besar didalam Tuhan dan tentang perasaan keagamaan

yang dalam perihal ucapan syukur.98

Sebuah persembahan juga dituntut dari hasil rampasan perang

(Bilangan 31:29, 41, 52). Beberapa kata yang berbeda digunakan untuk

menandakan persembahan ini. Ini disebutkan sebuah mekes =

“Pemujaan atau lewi” (ayat 28, 37, 41), sebuah terûmãh = “sebuah

pemberian” (ayat 29, 52), dan sebuah qorbãn = “apa yang dibawa dekat”

(ayat 50). Dengan membagikan hasil rampasan perang dengan imam-

imam dan orang-orang Lewi, orang-orang Israel mengakui bahwa Allah-

lah yang memberikan kemenangan atas musuh-musuh mereka. Oleh

karena itu, persembahan itu adalah sebuah pernyataan tentang rasa

terima kasih untuk kemenangan.99

108

Tiga jenis persembahan yang didiskusikan didalam bagian ini

mengukuhkan apa yang kita telah temukan dan menambahkan

beberapa unsur yang baru kepada isi dan arti dari persembahan-

persembahan didalam Alkitab. Penyembaan, sukacita, rasa terima kasih,

dan ucapan syukur menjadi ciri dari semua persembahan walaupun

beberapa dari mereka dituntut persembahan. Allah diakui sebagai Dia

yang memberkati dan melindungi umat-Nay, pekerjaan mereka, dan

tanah mereka. Melalui persembahan-persembahan ini Allah dipuji

sebagai Tuhan atas Israel yang kepadanya harus dibawakan yang

pertama dan yang terbaik dari hasil tuaian. Dia diproklamirkan sebagai

pemilik dari tanah dan yang telah memenuhi janji-janji yang telah

dibuat kepada umat-Nya melalui memberkati mereka dengan tanah dan

tuaian.

D. Persembahan Khusus.

Suatu persembahan khusus adalah persembahan yang dibawa

kepada Tuhan untuk satu maksud tertentu. Contoh yang terbaik dari

persembahan ini didalam Perjanjian Lama adalah persembahan yang

dikumpulkan untuk membangun kaabah. Tuhan menuntutnya dari

setiap pribadi (Keluaran 25:2), namun, itu haruslah berupa

persembahan bebas (36:3). Memberi haruslah menjadi pernyataan dari

sikap dari dalam dalam mana pusat dari kepribadian dari setiap pribadi

harus dilibatkan. Hanya mereka yang “hatinya tepat” (nadab =

“terdorong, memberikan dengan sukarela”) untuk memberi harus

membawakan persembahan ini (Keluaran 25:2; 35:5). Keadaan hati juga

dinyatakan melalui frase “yang hatinya terangkat” (Keluaran 35:21) atau

“yang rohnya tepat” (ayat 29). Tuntutan Tuhan adalah untuk

menemukan didalam hati dari orang lain sebuah jawaban yang positif,

dan itu terjadi. Secara konsekwensi mereka membawakannya dalam

bentuk sebuah persembahan dari emas, perak, tembaga, batu-batu

permata, tenunan, kain lenan, kulit binatang, kayu, minyak zaitun, dan

109

rempah-rempah (Keluaran 25:207). Setiap orang, pria dan wanita,

membawakan sesuatu dari harta kekayaan mereka (Keluaran 35:5);

dalam kenyataannya, mereka membawa lebih dari yang diperlukan

(Keluaran 36:6-7).

Persembahan yang khusus ini disebut sebuah terûmãh, suatu

pemberian yang didedikasikan kepada Allah dan kemudian dibawa

kepada Tuhan. Semua persembahan tersebut dibawa ke-tempat pusat

dan diberikan kepada Musa yang bertanggungjawab untuk membagikan

dan mengatur mereka untuk proyek yang dimaksudkan.

Ketika kelompok buangan yang pertama siap untuk kembali ke-

Yerusalem di tahun 539 BC, tetangga-tetangga mereka menyediakan

pemberian-pemberian, persembahan bebas, untuk digunakan didalam

membangun kembali kaabah (Ezrah 1:6). Di tahun 457 BC Ezrah

kembali dengan kelompok buangan lainnya. Kali ini, raja, penasehatnya

dan pegawai-pegawainya, dan orang-orang Yahudi memberikan suatu

sumbangan (terûmãh = “pemberian) untuk mendukung pelayanan

kaabah (8:25). Ezrah menjaga dengan baik catatan-catatan dari

persembahan ini (8:26-30).

Kapanpun kaabah itu perlu untuk diperbaiki, suatu persembahan

dikumpulkan dari rakyat untuk maksud itu. Didalam 2 Tawarik 24:6, 9

persembahan seperti itu disebut suatu masêth. Kata benda ini

didasarkan pada kata kerja nãsã’ yang berarti “untuk mengangkat,

membawa,” yang menyarankan bahwa kata benda itu menandakan

sebuah pemberian atau persembahan sebagai “sesuatu yang dibawa

kepada seseorang yang lain,” dalam kasus ini itu adalah Tuhan.�°° Pada

masa pemerintahan Raja Yoas, ketika kaabah sedang diperbaiki, sebuah

peti diletakan diluar kaabah untuk mengumpulkan persembahan ini.

Alkitab menyatakan bahwa orang-orang membawa persembahan ini

dengan bebas dan penuh sukacita. (2 Tawarikh 24:10).�°�

Suatu persembahan yang khusus dituntut oleh Tuhan selama

peresmian dari mezbah dan kaabah (Bilangan 7). Setiap suku mengirim

110

pemberian mereka (qorbãn, ayat 3 melalui wakil-wakil mereka.

Pemberian-pemberian mereka terdiri dari korban binatang, peralatan

dari emas dan perak, tepung, dan dupa, yang dibutuhkan untuk

memulai pelayanan kaabah.�°� Orang-orang Israel bertanggungjawab

untuk menyediakan sumber-sumber yang cukup untuk menjalankan

pelayanan di kaabah, dan mereka memenuhi tanggungjawab tersebut

melalui persembahan-persembahan mereka.

Tiga kali dalam satu tahun orang-orang Israel mengadakan

perjalan ke Yerusalem untuk merayakan pesta Roti Tak Beragi, pesta

Mingguan, dan pesta Kaabah (Ulangan 16:16). Pada masing-masing

suasana ini mereka diharapkan untuk membawa kepada Tuhan suatu

persembahan yang disebut mattãnãh = “suatu pemberian,” dari kata

kerja nãthãn = “untuk memberikan,” yang menandakan diantara hal-hal

yang lain suatu pemberian yang diberikan oleh seorang ayah kepada

anaknya (lihat Kejadian 25:6) dan pemberian Allah tentang keimamatan

kepada Harun (Bilangan 18:7; bandingkan ayat 6 dan 29). Adalah terlalu

sering suatu pemberian didesak dengan suatu keadaan hati yang baik

dan penuh kasih dari seseorang terhadap orang lain (bandingkan

dengan Ester 9:22).

Didalam konteks dari tiga persembahan ini Ulangan 16:16-17

membuat beberapa pernyataan yang penting. Pertama: “Tidak

seorangpun yang akan datang kehadapan Allah dengan tangan kosong”

(ayat16). Persembahan mempunyai tempat didalam perbaktian secara

kelompok. Bilamana datang kehadapan Allah umat-umat harus

membawakan sesuatu kepada-Nya sebagai sebuah kesaksian kepada

penerimaan akan berkat-berkat-Nya. Ini harus menjadi persembahan

bebas (ayat 10), menyatakan kegembiraannya atas perlindungan dan

kepedulian Allah. Prinsip yang kedua: “Masing-masing kamu harus

membawa suatu pemberian sesuai dengan cara Tuhan Allah-mu telah

memberkatimu” (ayat 17). Sebuah terjemahan secara literal tentang

bagian akhir daripada kalimat itu akan berbunyi, “sama seperti berkat

111

dari Tuhan Allah-mu, yang telah Dia berikan kepadamu.” Jumlah dari

persembahan itu akan berbeda dari seorang kepada yang lainnya sebab

itu akan didasarkan prinsip proporsional—jumlah mencerminkan

(secara proporsional kepada) berapa banyak Tuhan telah memberkati

pribadi tersebut. Unsur yang ketiga: “. . . . yang telah Dia berikan

kepadamu” (lihat ayat 17), menunjukkan bahwa pemberian ilahi

mendahului dan memungkinkan manusia untuk memberi. Ayat ini

menunjukkan bahwa Allah memberikan berkat-berkat-Nya kepada

setiap orang dan bahwa ketika seorang datang kehadapan-Nya, orang

itu akan selalu mempunyai satu alasan dan sesuatu untuk diberikan

kepada Tuhan (bandingkan dengan Yekezkiel 46:5,11).

Adalah menarik untuk dicatat bahwa persembahan khusus yang

baru saja kita diskusikan, demikian juga dengan persembahan-

persembahan yang lain, dituntut oleh Allah, dan namun itu semua

adalah merupakan pernyataan yang bebas dari sukacita dan rasa terima

kasih. Kelihatannya seakan-akan Allah sedang menggunakan sistim

persembahan itu untuk mengajarka orang-orang Israel bagaimana

untuk menunjukkan sukacita, rasa terima kasih, dan banyak perasaan

yang lain kepada Dia sebagai satu tindakan perampokan (Maleaki 3:6-8).

Ini mungkin didasarkan pada prinsip bahwa jika Allah memberkati

bangsa itu, Dia mempunyai hak terhadap suatu pemberian tentang rasa

terima kasih dari mereka melalui mana Dia telah diakui sebagai Tuhan

mereka. Didalam cara inilah Dia melindungi mereka dari jatuh kedalam

dosa penyembahan berhala yang mengerikan. Untuk merampok Dia

mengenai persembahan akan menjadi serupa dengan suatu penolakan

akan akan Ketuhanan-Nya atas mereka, memberikan semua berkat

yang diterima daripada-Nya kepada kuasa-kuasa yang lain. Mereka yang

kepada siapa Yahweh adalah satu-satunya Allah akan secara sederhana

memberikan persembahan kepada Dia. Suatu persembahan

mengisyaratkan sebuah komitmen pribadi yang kuat. Tidaklah

mengejutkan bagi kita untuk mendapati sebuah hubungan diantara

112

satu pembaharuan spiritual dan suatu peningkatan didalam

persembahan (2 Tawarikh 31:10-14).

Perjanjian Lama menunjuk kepada satu waktu bilamana rajapraja

dan kekuasaan-kekekuasaan asing akan membawakan pemberian-

pemberian atau persembahan-persembahan kepada Tuhan (lihat

Mazmur 68:29; 76:11; Yesaya 18:7). Kata Ibrani untuk persembahan ini

adalah shay = “pemberian, hadiah,” dan menandakan sebuah

persembahan yang diberikan oleh yang berkuasa dan yang kaya kepada

Dia yang dikenal sebagai Tuhan kemenangan atas alam semesta.�°�

Persembahan khusus yang telah kita diskusikan kelihatannya

untuk menekankan didalam suatu cara khusus pentingnya keadaan

hati yang dalam dari pribadi yang mendorong dia untuk memberi suatu

persembahan yang bebas. Keadaan hati ini, ditemani oleh parasaan

sukacita, rasa terima kasih, ucapan syukur, dan penyembaan,

mewujudkan dirinya sendiri didalam tindakan yang nyata dalam hal

membawa persembahan kepada Tuhan. Didalam tindakan ini Dia diakui

dan dinyatakan sebagai Tuhan atas kehidupan dari mereka yang

menyembah Dia dan sebagai pemilik dari tanah dan hasilnya. Daud

merangkumkan konsep ini dengan baik ketika dia menulis: “Aku dan

rakyatku ini sesungguhnya tak dapat memberikan apa-apa kepada-Mu,

karena segalanya adalah pemberian-Mu dan apa yang kami berikan ini

adalah kepunyaan-Mu juga” (1 Tawarikh 29:14).���

III. Persembahan Didalam Perjanjian Baru

Hanya ada beberapa referensi terhadap persmbahan didalam

Perjanjian Baru, walaupun kata kerja “untuk memberikan” (didômi)

digunakan secara berlebihan. Apa yang secara khusus memberikan

kesan adalah bahwa sekitar 25 persen dari waktu kata kerja didômi

digunakan, itu tetap memiliki Allah sebagai subjeknya.��� Allah adalah

satu-satunya yang memberikan kepada kita makanan setiap hari (Lukas

113

11:3), hujan, hasil ladang, makanan (Kisah Para Rasul 11:18),

kemenangan (1 Korintus 15:57), kemurahan (1 Petrus 5:5), kasih (1

Yohanes 3:1), hikmat (Yakobus 1:5), Roh Kudus (Yohanes 3:34); Kisah

Para Rasul 5:32), karunia-karunia rohani (1 Korintus 12:7-10), sebuah

keturunan (Kisah Para Rasul 20:32), kerajaan (Lukas 12:32), dan hidup

kekal (1 Yohanes 5:4). Didalam satu cara yang khusus dan unik Allah

telah memberikan Putra-Nya (Yohanes 3:16), Roti Kehidupan (6:32),

yang telah memberikan hidup-Nya untuk menebus kehidupan kita

(Matius 20:28; 1 Timotius 2:6), melalui memberi “diri-Nya sendiri untuk

dosa-dosa kita” (Galatia 1:4).

Allah dan Kristus dijelaskan didalam Perjanjian Baru sebagai

Pemberi Yang Agung yang memperkaya manusia dari kasih karunia

mereka. Semenjak saat itu, Kristus sanggup untuk menantang

pengikut-pengikut-Nya untuk memberi secara bebas oleh karena mereka

telah menerima dengan bebas juga (Matius 10:8). Tujuan dari cara

memberi orang Kristen adalah bukan untuk menyediakan bagi

kebutuhan-kebutuhan Allah sebab Allah tidak membutuhkan apapun

(Kisah Para Rasul 17:25). Cara memberi kita membuat kita lebih suka

Tuhan kita.

A. Yesus dan Persembahan

Yesus memerintahkan pengikut-pengikut-Nya sehubungan dengan

sifat dan roh dari memberi yang benar. Injil menyediakan bagi kita

beberapa kejadian didalam kehidupan-Nya dimana Dia memeberikan

pokok yang penting ini. Kami telah mengelompokkan mereka dibawah

sub-sub judul yang berbeda.

1. Persembahan dan Perbaktian

Ketika Yesus lahir suatu persembahan dibawakan kepadanya oleh

suatu kelompok orang yang tidak diharapkan. Beberapa orang yang

bukan Yahudi datang dari Timur untuk bertemu dengan Dia dan

114

memberikan kepada-Nya pemberian-pemberian dari emas, dupa, mur

(Matius 2:1-11). Orang-orang Majus ini adalah kelompok orang

terpelajar yang datang dari Timur, kaya, berpengaruh disebut mágoi =

“magi.” Secara umum mereka dikenal sebagai ahli perbintangan dan ahli

dalam menafsir mimpi-mimpi.106 Matius mengenal mereka sebagai

orang-orang yang terpelajar yang mampu untuk mengenal tanda-tanda

dari kelahiran Yesus dan memang demikian, mereka pergi mencari

dia.��� Mereka telah mempelajari Kitap-kitap Ibrani dan percaya kepada

nubuatan tentang Mesias yang ditemukan disana (lihat Bilangan 24:17).

Orang-orang magi ini tidak datang untuk bertemu dengan Yesus

dengan tangan kosong tetapi mereka membawa bersama mereka

pemberian-pembeian kepada raja yang baru itu. Kata dôron =

“pemberian, pesembahan” adalah bahasa Yunani yang sama dengan

kata qorbân didalam bahasa Ibrani, yang digunakan didalam Perjanjian

Lama untuk menunjukkan kepada pemberian-pemberian dari

persembahan-persembahan korban (lihat Ibrani 5:1). Didalam kasus

yang khusus ini pemberian-pemberian ini adalah tentang

penghormatan. Mereka telah datang, menurut kata-kata mereka sendiri,

“untuk menyembah dia” (Matius 2:2). Tindakan menyembah dapatlah

dimengerti sebagai “menandakan penghormatan dan kepatuhan” kepada

raja Mesias.��� Tetapi didalam konteks dari Matius “Yesus adalah

manifestasi dari kehadiran Allah (Matius 1:23), Putra Allah (2:15)

didalam satu pengertian yang unik, dan oleh karena itu dialah satu-

satunya yang harus di sembah.”109

Didalam ayat ini, persembahan/pemberian yang mahal

berhubungan dengan konsep-konsep tentang penyembahan,

penghormatan, dan kepatuhan. Pemberian-pemberian tersebut adalah

ekspresi yang nyata dari perasaan-perasaan dan sikap-sikap. Melalui

persembahan-persembahan mereka magi tersebut sedang mengakui

keagungan dan superioritas dari Raja Israel yang agung ini.

115

2. Persembahan dan Hubungan-hubungan antar Pribadi

Yesus, sama seperti nabi-nabi Perjanjian Lama, tidak memisahkan

ketaatan agama, dinyatakan melalui membawa persembahan kepada

Tuhan, dari interaksi etika dan sosial. Suatu persembahan bukan saja

mencerminkan keadaan damai dengan Allah tetapi juga perjanjian

seseorang dengan masyarakat. Hidup dalam keharmonisan dengan

orang lain adalah prasyarat yang sangat untuk suatu persembahan. Ini

kelihatan seperti apa yang Yesus maksudkan ketika dia berkata: “Oleh

sebab itu, kalau salah seorang di antara kalian sedang

mempersembahkan pemberiannya kepada Allah, lalu teringat bahwa ada

orang yang sakit hati terhadapnya, hendaklah ia meninggalkan dahulu

persembahannya itu di depan mezbah, lalu pergi berdamai dengan orang

itu. Sesudah itu, dapatlah ia kembali dan mempersembahkan

pemberiannya kepada Allah.” (Matius 5:23-24). Suatu persembahan

akan kehilangan nilainya sebagai sebuah pernyataan kasih dan rasa

terima kasih kepada Allah jika itu datang dari hati yang sedang

beperang dengan orang lain. Dimensi vertikal dan horisontal dari

pengalaman keagamaan kita saling memotong didalam tindakan

penyembahan melalui suatu persembahan.

Aspek yang lain dari hubungan diantara persembahan dan

bagaimana kita menghubungkannya kepada orang lain terdapat didalam

kritik Yesus tentang kebiasaan orang-orang Yahudi mengenai Corban

(marlus 7:10-12). Seorang dapat memberikan kepada Tuhan harta

kekayaannya menjadikannya tidak tersedia kepada setiap anggota yang

lain dari keluarga. Dengan berargumentasi bahwa itu dapat menjadi

satu pelanggaran dari sebuah sumpah untuk menggunakan harta

kekayaan atau harta milik untuk mengurangi kebutuhan-kebutuhan

mereka,��° seorang dapat membangun sebuah kasus untuk

mengabaikan orangtua seseorang. Yesus menegor praktek-praktek ini,

dengan mengatakan bahwa itu melanggar hukum yang kelima. Prinsip

yang dicontohkan disini kelihatan untuk menjadi seorang penatalayan

116

yang baik juga berarti menyediakan kepada kebutuhan-kebutuhan dari

saudara-saudari kita. Dengan kata lain, pemberian kita kepada Allah

harus diseimbangkan dengan tanggungjawab kita kepada keluarga kita

oleh karena mempedulikan mereka dan menyediakan kebutuhan-

kebutuhan kita adalah bagian dari pengalaman keagamaan kita.

3. Persembahan dan Komitmen Kepada Tuhan

Dalam memberikan suatu persembahan kepada Tuhan bukanlah

secara otomatis suatu cerminan dari komitmen kita yang sepenuhnya

kepada Dia. Sorang janda yang miskin membawa suatu persembahan

bebas ke-kaabah kemungkinan sebagai sebuah pernyataan tentang ras

terima kasih dan kasih kepada Allah (Lukas 21:1-4). Orang kaya juga

membawa persembahan bebas mereka. Yesus membandingkan dan

menilai persembahan mereka dan memilih persembahan janda tersebut

sebagai satu pemberian yang benar. Mata-Nya menilai bahwa orang kaya

memberikan “dari apa yang tersisa dari milik mereka; janda itu

memberikan dari apa yang tidak dia miliki.”��� Mereka berdua

memberikan untuk memelihara pelayanan dikaabah, tetapi bagi orang

kaya itu, memberikan persembahan seperti itu adalah sebuah formalitas

keagamaan yang dapat dipuaskan dengan satu minimum, sebuah tanda

mata, bukan dari apa yang dapat mereka berikan, tetapi apa yang

mereka ingin berikan. Itu bukan suatu ekspreasi dari komitmen pribadi

yang mendalan kepada Allah.

Ini akan membangun kembali sebuah prinsip yang ditemukan

didalam Perjanjian Lama dan didalam sebagian Perjanjian Baru:

Bukanlah jumlah yang diberikan tetapi tingkat komitmen seseorang

kepada Tuhan yang membuat persembahan tersebut dapat diterima

dihadapan-Nya. Jand itu ingin untuk memberikan persembahan dan dia

mambawakan satu-satunya harta benda yang ia miliki, dua uangh

logam yang tidak berharga, dengan kepercayaan bahwa Allah akan

memelihara dia. Pemberiannya didasarkan atas satu keputusan; dalam

117

kenyataannya, itu didasarkan atas iman dalam mana rasa terima kasih

dan cintanya untuk Allah diteguhkan. Itu berasal dari kedalaman

keadaanya. Bagi orang kaya, memberi tidak memiliki arti yang

mendalam, itu adalah sebuah pengalaman yang dangkal, sebuah

formalitas dalam mana iman dalam Allah menjadi pasif.

4. Persembahan dan Kebaikan hati yang Benar

Apa yang baru saja kami nyatakan mengusulkan bahwa kebaikan

hati yang benar adalah lebih dari sekedar membagi atau memberi. Itu

ada hubungannya dengan kondisi yang paling dalam dari seseorang,

kekuatan kerohanian dari cinta seseorang untuk Allah. Pengertian ini

tidak mencakup sifat cinta diri sendiri dari tindakan memberi tersebut.

Mencari pengakuan diri sendiri melalui persembahan kita adalah

sesungguhnya tidak sesuai dengan kebaikan hati yang benar. Yesus

menyatakan dengan jelas bahwa kita harus memberi dengan tidak

mengharapkan upah dari orang lain, dan, oleh karena itu, pemberian

kita harus benar-benar rahasia (Matius 6:1-4). Dia melarang kita untuk

mencariperhatian kepada kebaikan hati kita ��� oleh karena itu adalah

sebuah “transaksi” pribadi diantara pribadi dengan Allah. Yesus

menolak sifat cinta diri sendiri sebagai satu motivasi dalam memberi

oleh karena itu akan menodai persembahan itu. Kebaikan hati tidak

akan muncul didepan orang banyak; itu akan terjadi “dihadapan Allah

yaitu Dia . . . yang akan membuat umum, upah dan menghukum

perbuatan-perbuatan rahasia didalam penghakiman yang terakhir.”���

Memberi harus datang dari sebuah hati yang ingin memberi dan harus

menjadi satu jawaban yang alami untuk mencintai dan iman didalam

Allah (Lukas 6:30). Itu tidak kurang daripada sebuah ekspresi tentang

penyangkalan diri yang dibuat untuk kepentingan dari Kerajaan Allah.���

Ketika suatu persembahan diberikan didalam roh itu, itu akan menjadi

satu recminan didalam kehidupan manusia, tentang pemberian Allah

yang tidak terbatas (lihat Matius 10:8; 8:4).

118

5. Persembahan dan Pelayanan Kristen

Yesus mengatakan keapda murid-murid bahwa adalah menjadi

tanggungjawab dari komunitas umat-umat percaya untuk menyediakan

kebutuhan-kebutuhan mereka: “Sebab orang yang bekerja, sudah

seharusnya dijamin kebutuhannya.” (Matius 10:10). Kata yang

diterjemahkan “pekerja” adalah ergátês, yang digunakan dalam Yunani

sekoler untuk manandakan seseorang yang bekerja untuk upah.���

Didalam Perjanjian Baru itu digunakan didalam beberapa kasus untuk

menunjuk keapda rasul-rasul dan guru-guru (lihat 2 Timotius 2:15).

Layak kelihatannya untuk menekankan bahwa pribadi harus menerima

upah yang sesuai.��6 Matius menyebutkan upah trophé (hurufiah

“makanan”), yang mana didalam konteks ini dapat dimaksudkan dengan

“dukungan”��� atau dijamin kebutuhannya.” Ayat yang paralel didalam

Lukas 10”7 menggunakan kata misthos = “gaji, pembayaran.” Adalah

dari ucapan Yesus ini abhwa gereja mendapatkan otoritasnya untuk

mendukung pelayanan injil melalui persembahan dari anggota-anggota

gereja.

Ajaran Yesus tentang persembahan meletakkan penekanan yang

utama pada motivasi untuk memberi. Peribadatan menyediakan

suasana untuk persembahan tentang penghormatan dan kepatuhan

melalui mana Ketuhanan Kristus diakui. Pemberian kita adalah sebuah

pernyataan tentang komitmen kita yang sepenuhnya kepada Dia

didasarkan pada iman dan percaya kepada-Nya, sebuah keputusan hati

dan bukan formalitas. Memberi bukan harus dimotivasi oleh suatu

kerinduan akan mengakuan diri sendiri oleh karena sifat cinta diri

sendiri dan suatu persembahan yang dapat diterima tidak cocok.

Pemberian-pemberian dan persembahan kita harus datang dari suatu

hari yang penuh dengan rasa terima kasih dan cinta yang dimana

perhatian utamanya adalah untuk mempromosikan kerajaan Allah.

Pribadi seperti ini berada dalam keadaan damai dengan orang lain dan

menyediakan bagi kebutuhan-kebutuhan dari keluarga mereka. Didalam

119

gereja, persembahan harus digunakan untuk mempromosikan misi dari

gereja.

B. Paulus dan Persembahan

Didalam Perjanjian Baru, Paulus, lebih daripada penulis lainnya,

satu-satunya yang mendiskusikan teologi tentang persembahan. Dia

melakukan hal ini dalam tiga konteks utama. Yang pertama adalah

selama diskusinya tentang keengganan pribadinya untuk menerima

persembahan-persembahan. Yang kedua dalah ketika dia

mendiskusikan reaksinya terhadap persembahan yang dikirimkan

kepadanya yang dia tidak mohonkan atau harapkan. Dan yang ketiga

adalah didalam ayat-ayat dimana dia berurusan dengan pengumpulan

untuk orang-orang miskin di Yerusalem.

1. Keengganan Paulus untuk Menerima Persembahan

Paulus menolak haknya terhadap dukungan keuangan mengenai

pelayanannya oleh anggota-anggota gereja. Dalam tulisannya kepada

orang-orang Tesalonika, dia menekankan fakta bahwa dia bekerja untuk

menyediakan kebutuhan-kebutuhan pribadinya dan tidak menerima

persembahan-persembahan dari mereka. Secara spesifik, dia

menyatakan, “Kami melakukan itu bukan karena kami tidak berhak

menuntut supaya kalian menolong kami, tetapi karena kami mau

menjadi teladan bagimu.” (2 Tesalonika 3:9). Paulus membenarkan

keputusannya dalam menetapkan sebuah contoh bagi mereka yang

tidak mau bekerja untuk menghidupi kehidupan mereka sendiri.���

Alasan lain yang dia sediakan untuk dirinya sendiri adalah untuk

mendemonstrasikan bahwa tidak ada kerakusan didalam dirinya (1

Tesalonika 2:6-9; bandingkan dengan Kisah Para Rasul 20:33-35).119

Pada saat itu Paulus merasa bahwa menerima uang dapat menjadi

sebuah batu sandungan didalam jalan injil, yang mungkin berarti bahwa

120

dia tidak mau memberikan kesan bahwa dia sedang mengambil

keuntungan dari gereja (lihat 2 Korintus 11:9; 12:14-18).��°

Meskipun demikian, Paulus menyadari akan fakta bahwa dia

memiliki hak terhadap dukungan keuangan dari gereja (2 Tesalonika

3:9). Didalam 1 Tesalonika 2:6 dia mengatakan kepada gereja, “Sebagai

rasul Kristus kami dapat menjadi beban bagimu.” Dia membela hak ini

dalam kalimat yang keras didalam 1 Korintus 9:1-18. Sebagai seorang

rasul, dia berpendapat, dia memiliki hak yang sama yang dimiliki oleh

rasul-rasul yang lain, hak-hak yang telah diakui oleh orang-orang

Korintus dalam kasus dari rasul-rasul yang lainnya.��� Dia

membenarkan hak kerasulannya untuk dukungan dari gereja-gereja

dengan beberapa ilustrasi yang didasarkan pada penggunaan

pandangan umum: Tidak ada anggota tentara yang harus membiayai

dirinya sendiri di dalam angkatan perang; tidak ada petani yang

menanam anggur di kebunnya lalu tidak makan hasil anggur dari kebun

itu; tidak ada gembala yang memelihara domba, lalu tidak minum susu

dari domba-dombanya itu(ayat 7).

Paulus juga memohon kepada yang berwewenang dari Perjanjian

Lama, mengutip Ulangan 25:4 dan membuat konklusi, “Kami sudah

menabur benih rohani di dalam hidupmu. Maka kalau kami menuai

berkat-berkat kebendaan dari kalian, apakah itu berarti kami menuntut

terlalu banyak dari kalian?” (1 Korintus 9:11, 2). Untuk ini dia

menambahkan sebuah argumentasi dari pelayanan kaabah: Orang-

orang Lewi didukung dengan persepuluhan, dan para imam didukung

dengan persepuluhan daripada persepuluhan dan bagian-bagian dari

persembahan korban yang dibawa ke-mezbah (ayat 13). Paulus sedang

menggunakan hukum Perjanjian Lama tentang persepuluhan sebagai

sebuah model untuk cara memberi orang Kristen.��� Menurut Paulus,

peraturan-peraturan Perjanjian Lama didukung oleh Yesus sendiri:

“Begitu juga Tuhan sudah menentukan bahwa orang yang

memberitakan Kabar Baik itu harus mendapat nafkahnya dari

121

pemberitaan itu.” (ayat 14). Kalimat “dengan cara yang sama”

menyatakan bahwa aturan Perjanjian Lama adalah benar bukan hanya

untuk orang Yahudi tetapi juga untuk orang-orang Kristen.��� Tohan

memerintahkan gereja untuk menggunakan aturan yang sama untuk

mendukung pelayanan dari gereja. Kata kerja “untuk memerintah”

adalah sebuah terjemahan dari diatássõ yang berarti “untuk

memerintah,” “untuk mengeluarkan sebuah perintah” atau “untuk

berkuasa dengan.”��� Itu menandakan suatu deklarasi yang resmi atau

yang berwewenang, didalam kasus ini dari Tuhan.

Penolakan Paulus untuk menerima persembahan bukanlah

sebuah penolakan terhadap praktek-prakek alkitabiah yang didukung

oleh Tuhan dan yang telah menjadi sebua praktek yang telah diterima

didalam gereja untuk mendukung pelayanan injil (lihat 1 Petrus 5:2).

Dia sedang menggunakan kebebasannya untuk menyatakan injil tanpa

pengeluaran kepada orang-orang Korintus agar supaya dapat

melindungi integritas dari pelayanan kerasulannya.

2. Paulus sebagai Penerima dari Persembahan

Tidak semua gereja-gereja bukan Yahudi menerima keputusan

Paulus untuk bekerja didalam memproklamsikan injil tanpa menerima

pembayaran. Meskipun dengan keenggananya, gereja-gereja di

Makedonia mendukung dia sementara dia berada di Korintus (2

Korintus 11:9). Tertulis didalam Pilipi 4:10-19 bahwa Paulus

menganalisa pengaruh dan arti dari kebaikan hati dari orang-orang

Makedonia.

Sementara berada didalam penjara Paulus menerima kunjungan

dari Efaproditus, seorang utusan dari gereja-gereja di Makedonia. Dia

membawa bersamanya suatu persembahan dari gereja-gereja untuk

Paulus. Didalam suratnya kepada orng-orang Pilipi Paulus

mendiskusikan pentingnya persembahan ini dan menyatakan beberapa

hal penting.

122

Pertama, Persembahan dari Makedonia dalah sebuah pernyataan

tentang kepedulian atau ketertarikan didalam Paulus sebagai seorang

pengkhotbah Injil (Pilipi 4:10). Kata kerja phroneô diterjemahkan

“diperhatikan” adalah suatu kata yang sukar yang diterjemahkan

kedalam bahasa Inggris. Kata itu menggabungkan ide-ide tentang

memikirkan dan simpati atau keterikatan emosional,��� kemampuan

berpikir dan kemauan.��6 Itu bukan berarti secara sederhana

memikirkan seseorang tetapi untuk secara tulus tertarik dan mau untuk

melakukan sesuatu untuk orang tersebut. Tipe perhatian ini mencari

sebuah kesempatan untuk mengekspresika dirinya sendiri dalam suatu

cara yang lebih nyata. Persembahan dari orang-orang Makedonia

bukanlah hasil dari sebuah ledakan emosional, tetapi didasarkan pada

analisa rasional, pada pengakuan akan sebuah kebutuhan yang nyata

didalam seseorang dengan siapa mereka terikat secara spiritual dan

emosional dan dengan misi siapa mereka dapat kenali. Mereka peduli

terhadap Paulus didalam pikiran dan tindakan, dan persembahan itu

adalah bukti tentang satu perhatian yang dalam.��� Ini akan mengatakan

bahwa sebuah persembahan haruslah menjadi pernyataan dari suatu

perhatian dan ketertarikan yang serius didalam kesejahteraan dari

gereja dan didalam memenuhi misinya.

Kedua, melalui persembahan ini orang-orang Makedonia ikut

berpartisipasi didalam kesusahan Paulus (Pilipi 4:14). Kesusahan

tersebut adalah pencobaan yang dialami oleh Paulus didalam

mengkhotbahkan injil. Kata kerja sunkoinõneõ berhubungan dengan

kata benda koinonia = “persekutuan, partisipasi,” dan berarti “untuk

berpartisipasi/membagi dengan seseorang.” Ide dasar daripada kata

kerja dan kata benda ini aalah “untuk memiliki sesuatu yang sama

dengan seseorang yang lain,” membuatnya mungkin bagi mereka untuk

persatuan dan persekutuan.��� Orang-orang Makedonia ikut

berpartisipasi didalam kesukaran Paulus, menjadikannya sebagai

kesukaran mereka dan mengambil sesuatu dari diri mereka sendiri dan

123

agar supaya dapat memberikan suatu persembahan. Paulus ikut

berpartisipasi dengan kesejahteraan mereka melalui menerima

persembahan mereka. Jadi mereka bersatu didalam tujuan dan

pengalaman. Persebahan menjadi dan menciptakan suatu ikatan

simpati dan kasih diantara umat-umat percaya. Pelayanan Paulus

menjadi pelayanan mereka juga.129 Orang-orang Makedonia menjadi

teman sekerja dengan Paulus didalam penderitaan dan ketika dia

dipernjarakan, walaupun mereka dipisahkan dari dia bermil-mil

jauhnya. Mereka telah mengambil sebagian dari bebannya menjadi

beban mereka dengan pengertian dan kepedulian yang murni dan

mendalam yang mengekspresikan dirinya sendiri didalam tindakan yang

membangun atas nama rasul-rasul, dan oleh karena itu atas nama

injil.���

Ketiga, persembahan dari orang-orang Makedonia telah

ditambahkan kepada rekening mereka (Pilipi 4;17). Adalah penting

untuk mencatat bahwa bagi Paulus nilai dari persembahan ini bukan

didasarkan pada kenyataan bahwa itu memenuhi kebutuhan yang dia

miliki, tetapi lebih kepada keuntungan yang terkandung bagi orang-

orang Makedonia itu sendiri.��� Kebanggaan/kelebihan/hasil didalam

rekening mereka semakin bertambah, meningkat. Paulus sedang

menggunakan bahasa komersil untuk menjelaskan berkat-berkat rohani

yang diterima oleh mereka yang memberi. Invenstasi materi

menghasilkan deviden spiritual yang besar didalam kehidupan daripada

pemberi-pemberi.���

Kempat, pemberian dari orang-orang Makedonia kepada Paulus

adalah sebuah pemberian yang dapat diterima kepada Tuhan (Pilipi

4:18). Penerima yang sebenarnya dari persembahan ini adalah Allah,

bukan Paulus. Paulus menyatakan ide ini dengan menunjuk kepada

persembahan didalam bahasa berkorban: itu adalah suatu dupa yang

harum, suatu korban yang berterima dan menyenangkan kepada Allah.

Persembahan itu telah ditiadakan, jadi untuk berbicara, dari sudut

124

kebiakan hati sekuler dan diinterpretasikan didalam makna daripada

kepentingan spiritualnya. Itu bukan saja mengikat mengikat mereka

kepada Paulus tetapi juga membantu untuk memperkuat hubungan

mereka dengan Allah. Sebuah prinsip yang penting terkandung disini:

“Apapun yang telah dilakukan untuk hamba secara nyata telah

dilakukan untuk Tuan; apapun yang telah diberikan kepada seorang

anak Allah diberikan kepada Allah sendiri.” (bandingkan dengan Matius

10:40-42).��� Dukungan kepada pelayanan evanggelisasi dan misi dari

gereja melalui persembahan seseorang adalah selalu merupakan

pengalaman rohani.

Kelima, Persembahan dari orang-orang Makedonia menyaksikan

kepada kenyataan bahwa Allah menyediakan kebutuhan dari sipemberi

(Pilipi 4:19). Gereja-gereja yang ada di Makedonia tidak kaya didalam

harta kekayaan (2 Korintus 8:2); namun mereka memberi. Pilipi 4:19

kelihatannya adalah me rupakan sebuah doa dan suatu pernyataan

tentang fakta, suatu ekspresi tentang kepercayaan didalam kepedulian

Allah akan umat-umat-Nya.��� Mereka yang memberikan persembahan

tidak terlalu berlebihan dalam memperhatikan kebutuhan-kebutuhan

mereka sendiri sebab kasih Allah yang penuh kuasa cukup untuk

memelihara mereka. Melalui menunjuk kepada Allah sebagai seorang

Pemberi, Paul sedang menunjukkan bahwa motivasi yang benar untuk

cara memberi dari manusia adalah untuk menyempatkan disana. Allah

menyediakan bagi orang-orang Makedonia dan menggunakan mereka

untuk menyediakan kebutuhan-kebutuhan Paulus.

Paulus menerim persembahan ini dan enggan dan kemudian

memberitahukan orang-orang Makedonia bahwa dia telah menerimanya:

“Saya sudah menerima semuanya--malah lebih daripada cukup” (ayat

18). Disini dia menggunakan kata yang lain dari transaksi dunia bisnis.

Kata kerja apechô = “aku telah menerima” berarti “aku telah menerima

secara penuh dan menggunakannya sebagai sebuah tanda bukti. Pada

jaman Perjanjian baru kata kerja ini ditulis pada bagian bawa dari

125

sebuah tanda terima untuk menunjukkan bawa jumlah tersebut telah

diterima atau dibayar secara penuh.��� Disini didalam ayat 18 “Paulus

menyatakan berapa jumlah untuk sebuat tanda terima untuk

pengumpulan yang telah dikirimkan oleh gereja di Pilipi kepada dia.”136

Implikasinya adalah bahwa mereka yang memberikan persembahan

harus diberitahukan bahwa persembahan tersebut telah diterima,

dicatat, dan digunakan seperti yang semestinya. Disini kita menemukan

sebuah unsur pertanggungjawaban dari mereka yang telah menerima

persembahan tersebut.

3. Paulus dan Pengumpulan: Suatu Persembahan Khusus

Teologi Paulus tentang persembahan muncul dalam cara yang

khusus didalam diskusi dan interpretasinya tentang pengumpulan yang

dia kumpulkan diantara gereja-gereja yang bukan Yahudi untuk gereja

yang berada di Yerusalem.��� Persembahan khusus ini adalah sangat

penting sehingga dia menyebutkannya beberapa kali didalam suratnya

(Roma 15:25-28; 1 Korintus 16:1-4; dan 2 Korintus 8, 9). Untuk

menjelaskan relevansi dan arti teologianya, kita akan meneliti konsep-

konsek dan prinsip-prinsip yang Paulus hubungkan dengan

persembahan.

a. Motivasi untuk Memberi.

Sebagai tambahan kepada kebutuhan-kebutuhan yang

sesungguhnya dari gereja di Yerusalem, Paulus menyediakan bagi kita

satu seri dari pernyataan yang kelihatan dapat memberikan satu teologi

dari motivasi untuk memberi kepada pengumpulan tersebut.

(1) Pemberian Kemurahan Allah.

Didalam 2 Korintus 8:1 Paulus menunjuk kepada orang-orang

Korintus kepada kemurahan Allah yang telah diberikan kepada gereja-

gereja di Makedonia yang menggerakkan mereka untuk berkontribusi

126

untuk pengumpulan tersebut. Ini dapat diinterpretasikan bahwa

kemurahan Allah bekerja didalam mereka menciptakan satu krinduan

untuk memberi, ��� atau bahwa kemurahan Allah yang menyelamatkan

menjangkau gereja-gereja sebagai sebuah pemberian melalui

pemberitaan inji. Didalam kasus yang terakhir ini kenyataan bahwa

Allah telah memberikan Anak-Nya sebagai sebuah tindakan kemurahan

demi keselamatan dari orang-orang Makedonia yang termotivasi untuk

memberi.139 Namun kedua ide ini adlaah benar didalam konteks

tersebut. Orang-orang Makedonia memberikan suatu persembahan oleh

karena kemurahan Allah memanifestasikan dirinya sendiri didalam

Kristus sebagai sebuah pemberian akan keselamatan dan bahwa

kemurahan yang sama sedang bekerja didalam hati mereka.���

(2) Teladan Kristus.

Didalam 2 Korintus 8:9 Paulus meringkaskan isi dari sebuah

pekabaran yang dia kembangkan didalam Pilipi 2:6-11: “Sebab kalian

mengetahui betul bahwa kita sangat dikasihi oleh Yesus Kristus Tuhan

kita. Ia kaya, tetapi Ia membuat diri-Nya menjadi miskin untuk

kepentinganmu, supaya dengan kemiskinan-Nya itu, kalian menjadi

kaya.” Kerinduan Kristus untuk memberikan segala sesuatu untuk

gereja adalah merupakan satu pewahyuan dari kasih yang maha mulia

yang harus memotivasi orang-orang Korintus untuk memberikan suatu

persembahan untuk orang miskin di Yerusalem.���

(3) Berkat-berkat Allah.

Paulus mengingatkan orang-orang Korintus bahwa kemurahan

Allah yang melimpah dapat menyediakan bagi mereka apa yang mereka

perlukan agar dapat menyanggupkan mereka untuk memberi (2

Korintus 9:8-11). Perhatikan bahwa memberi ilahi bermulanya dari

kemurahan Allah dan itu bukanlah sebuah reaksi pada pihak Allah

terhadap persembahan dari orang-orang Korintus; Allah tidak membayar

127

mereka.��� Berkat-berkat-Nya adalah tindakan kemurahan yang

menyediakan kesempatan bagi orang-orang Korintus untuk membagikan

apa yang mereka dengan penuh kemurahan telah terima dari Tuhan.

Berkat-berkat ilahi, Paulus berkata, hasil-hasil didalam autarkeia

= “mencukupi diri sendiri.” Allah akan menyediakan semua kebutuhan

mereka (ayat 8).��� Paulus menghubungakan kecukupan diri sendiri

dengan kekayaan ekonimi. Tetapi mencukupi diri sendiri baginya adalah

sebuah pemberian dari Allah dn bukan, sama seperti yang dipercayai

didalam beberapa sekolah filsafat yang kontemporer, hasil dari disiplin

ketergantungan yang sungguh-sungguh dari Allah dan didasarkan pada

suatu usaha untuk hidup harmonis dengan alasan.��� Didalam Pilipi

4:12, 13 dia menegakan kebebasan dari keadaan bagian luar atau

mencukupi diri sendiri atas dasar ketergantunganya kepada kuasa Allah

yang menguatkan dia.��� Paulus juga mengerti mencukupi diri sendiri

sebagai kesanggupan dari Allah “untuk berhubungan dengan lebih

efektif dengan orang lain, bukan untuk menarik diri dari mereka,”146

melalui menolong mereka ketika mereka membutuhkan. Paulus

kelihatannya mempertimbangkan kecukupan diri sendiri secara

keuangan sebagaimana yang dapat dicapai oleh karena kekayaan dan

kemurahan Allah bukanlah keperluan ekslusif satu sama lain. Menurut

dia “kekayaan harus dilihat sebagai sebuah pemberian dari kemurahan

hati Allah lebih daripada sebagai sebuah hasil dari pencapaian manusia

belaka.”��� Persembahan dari orang-orang Korintus harus dimotivasi

oleh pendirian bahwa adalah Allah yang menyediakan cukup untuk

mereka untuk dibagikan dengan orang lain. Didalam cara ini mereka

didorong untuk mengalahkan sifat cinta diri sendiri.

b. Memberi yang Direncanakan

Berkontribusi kepada pungutan haruslah bukan sesuatu tindakan

yang kebetulan tetapi sesuatu yang telah direncanakan dengan baik.

128

Paulus menyebutkan paling kurang tiga unsur penting didalam

pengaturan akan persembahan.

(1) Didasarkan pada Pendapatan Seseorang.

Paulus tidak menuntut suatu jumlah uang tertentu dari masing-

masing anggota gereja tetapi menggunakan satu prinsip alkitabiah

untuk digunakan oleh semua bilamana memutuskan berapa banyak

yang akan diberikan; “sesuai dengan apa yang ada padamu” (2 Korintus

8:11). Apa yang dimiliki oleh orang tersebut (ayat 12), itulah yang dapat

dikatakan, cara Tuhan telah memberkati pribadi masing-masing,

haruslah dengan kriteria itu digunakan didalam membuat keputusan (1

Korintus 16:2). Ini sesungguhnya adalah masalah pribadi.

(2) Pisahkan Dirumah

Ide tentang memisahkan dirumah jumlah yang akan diberikan

dikemukakan didalam 1 Korintus 16:2: “Pada hari pertama dari tiap-tiap

minggu hendaklah kamu masing-masing—sesuai dengan apa yang

kamu peroleh—menyisihkan sesuatu dan menyimpannya dirumah,

supaya jangan pengumpulan itu baru diadakan, kalau aku datang”

Kalimat “masing-masing kamu” dapat diterjemahkan secara hurufiah

“masing-masing kamu untuk dirinya sendiri,” dan mengemukakan

sesuatu yang dilakukan secara rahasia dirumah. Memisahkan

persembahan itu adalah urusan keluarga.��� Didalam Perjanjian Lama,

persembahan dipisahkan atau ditahbiskan dirumah dan dibawa ke-

kaabah diwaktu berikutnya. Keleihatannya inilah yang disarakan oleh

Paulus.

(3) Diberikan kepada Instrumen yang di Tunjuk.

Paulus sadar akan betapa pentingnya bagi anggota-anggota gereja

untuk mengetahui dan diyakinkan bahwa pungutan itu akan ditangani

dengan tepat. Satu salah pengaturan yang kebetulan dengan

129

persembahan itu akan merusak reputasinya sebagai seorang pemimpin

rohani dan akan memungkinkan munculnya tuduhan terhadap dia oleh

rasul-rasul palsu. Oleh karena itu, dia mengirim Titus, utusan

kerasulannya, yang ditemani oleh dua saudara yang dihormati didalam

gereja-gereja, ke- Korintus untuk memungut persembahan (2 Korintus

8:17-23; 9:3). Salah satu dari kedua saudara itu telah ditunjuk oleh

gereja-gereja untuk menemani Titus. Dia mewakili gereja-gereja yang

lain yang berpartisipasi didalam pemungutan itu (8:19). Kata Yunani

cheirotonein = “untuk memilih” berarti sejak pertama “untuk memilih

melalui menunjukkan tangan” dan dapat menyarankan bagaimana

orang ini dipilih.149 Saudara yang kedua mungkin telah dipilih oleh

Paulus atau gereja-gereja (lihat ayat 22). Orang ini telah diuji dan

menunjukkan bahwa dirinya dapat dipercaya.

Adalah kepada ketiga orang yang dapat dipercaya dan berkualitas

inilah persembahan tersebut diberikan. Mereka mewakili rasul dan

gereja-gereja, yang mengatakan bahwa persembahan tersebut bukan

diberikan kepada Paulus tetapi kepada gereja.

Keseluruhan persembahan itu harus dibawa ke Yerusalem oleh

orang-orang yang disetujui oleh gereja, orang-orang yang kepadanya

Paulus akan memberikan surta perkenalan (1 Korintus 16:3). Semuanya

ini telah dilakukan untuk menghindari kritik dan untuk melakukan apa

yang benar dan bukan saja dihadapan Tuhan tetapi juga dihadapan

mata dari orang banyak (2 Korintus 8:20-21).

Logistik daripada pungutan tersebut membantu beberapa sasaran.

Anggota-anggota gereja telah mengetahui kepada siapa mereka harus

memberikan persembahan. Sebagai tambahan, sebuah unsur dari

pertanggungjawaban ditampilkan; Paulus sangat berhati-hati untuk

menjelasknanya bahwa persembahan tersebut tidak akan disalah

gunakan atau disalah tempatkan. Sebagai seorang pemimpin gereja dia

bertanggungjawab dan berwewenang atas pungutan tersebut.

130

c. Sikap Terhadap Memberi.

Pungutan tersebut adalah sebuah persembahan yang bebas, tetapi

Paulus mengharapkan bahwa itu akan diberikan didalam roh yang

benar. Dia melakukan suatu usaha khusus untuk menjelaskan tentang

arti dan pentingnya dari persembahan tersebut.

(1) Memberi adalah sebuah Kesempatan

Rupanya Paulus tidak meminta orang-orang Makedonia untuk

ikut serta didalam pungutan tersebut oleh karena mereka adalah orang-

orang miskin. Namun, yang mengejutkan Paulus adalah bahwa mereka

memohon dan memaksa tentang “kesempatan untuk membagi didalam

pelayanan orang-orang kudus” (2 Korintus 8:4). Kata Yunani yang

diterjemahkan “kesempatan” adalah charis, yang biasanya

diterjemahkan “kemurahan,” dan disini itu berarti “tindakan

kemurahan,” yaitu, melakukan sesuatu yang diperhitungkan sebagai

suatu kesempatan.��� Bagi orang-orang Kristen adalah merupakan

suatu kesempatan untuk dapat menunjukkan sebuah tindakan

kemurahan kepada orang lain. Orang-orang Makedonia telah menerima

kemurahan dari Allah 92 Korintus 8:1), dan sekarang mereka

memperhitungkannya sebagau suatu kesempatan untuk mengijinkan

kemurahan itu memanisfestasikan dirinya sendiri melalui mereka

dengan cara menolong orang lain.

(2) Memberi dengan Kerelaan

Orang-orang Makedonia memberikan persembahan mereka

“seluruhnya dari milik mereka (2 Korintus 8:3). Paulus tidak meminta

mereka untuk memberi; mereka sendirilah yang berinisiatif untuk

memberi. Kata Yunani authaietos = “darim milik mereka” berarti “secara

sukarela.” Memberi haruslah menjadi sebuah keputusan sukarela dari

hati (2 Korintus 9:7). Memberi dari hati berarti bahwa persembahan itu

tidak diberikan dengan keengganan atau dengan paksaan. Kata lupê =

131

“enggan” biasanya diterjemahkan didalam Perjanjian Baru sebagai

“sakit, rasa sakit.” Disini hal ini menunjuk kepada mereka yang

memperhitungkan memberi sebagai sesuatu yang menyakitkan bagi

mereka tetapi mereka tidak berani untuk mengatakan tidak. Mereka

memberi, namun mereka melakukannya dengan penuh keengganan.

Kata anágkê = “paksaan” artinya bertindak dibawah pengendalian atau

pengaruh dari seseorang atau sesuatu selain daripada kemauan sendiri

seorang. Itu akan menyangkal unsur kebebasan didalam pokok dari

tindakan. Paksaan dapat menjadi hasil dari tekanan dari satu kelompok

atau dari seorang pemimpin, yang membuat orang tersebut merasa

bahwa dia tidak mempunyai pilihan tetapi hanya untuk memberi.

Memberi dengan penuh keengganan atau dengan dipaksa

ditentang oleh Paulus dengan sikap sukacita yang harus menandai

sipemberi (2 Korintus 9:7). Itu adalah isi hatinya yang terdalam,

keadaan yang positif dan bukan jumlah yang diberikan yang membuat

pemberian tersebut dapat diterima oleh Allah (2 Korintus 8:12).

(3) Memberi dengan Kebaikan hati

Berkat Allah yang melimpah harus menggerakkan orang-orang

Kristen untuk memberi dengan kebaikan hati (2 Korintus 9:11, 13). Kata

yunani aplòtês = “kebaikan hati” adalah sesuatu yang penting namun

sukar untuk diterjemahkan kedalam bahasa Inggris. Terjemahan yang

umumnya adalah “kesederhanaan, ketulusan.”

Kata ini sukar untuk diterjemahkan oleh karena kata itu

mengandung satu rangkaian arti yang diekspresikan didalam bahasa

Inggris oleh beberapa kata yang berbeda. Di dalam 2 Korintus 8:2, kata

yang digunakan untuk menjelaskan orang-orang Makedonai sebagai

orang-orang dengan “kesederhanaan, ketulusan, jujur, berterus terang,”

demikian juga dengan “kebaikan hati dan kebebasan.” Secara bersama-

sama kalimat ini mengekspresikan cita-cita kuno dari kehidupan yang

132

sederhana. Menurut cita-cita budaya ini, orang yang menghidupkan

kehidupan yang sederhana dapat diharapkan untuk menunjukkan

kebaikan hati didalam memberi mereka dan didalam keramah tamahan

mereka.���

Bagi Paulus kehidupan yang sederhana dan baik hati dari orang

Kristen adalah sebuah duplikat dari sikap mereka kepada Tuhan mereka

(2 Korintus 8:9). Pada sewaktu-waktu kebaikan hati ini

mengekspresikan dirinya sendiri melalui memberi lebih daripada yang

sanggup diberikan oleh seseorang (8:3), tetapi Paulus mengharapkan

orang-orang Korintus untuk memberi hanya menurut apa yang ada

pada mereka. Bahkan, mereka harus berusaha untuk lebih didalam

memberi, untuk melimpah didalam kemurahan memberi. (8:7).

(4) Memberi dan Memberi diri sendiri

Paulus sangat terkesan dengan keterlibatan yang tidak

diharapkan dari orang-orang Makedonia didalam pungutan dan

pemberian keadaan hati yang tidak cinta diri sendiri kepada kenyataan

bahwa “mereka terlebih dahulu memberikan diri mereka kepada Tuhan

dan kemudian kepada kita” (2 Korintus 8:5). Setiap persembahan

adalah, dalam satu pengertian, persembahan dari seorang pribadi dalam

pentahbisan kepada Allah dan didalam pelayanan kepada gereja-Nya

(“kita”). Sejak dari saat itu, suatu persembahan adalah perwujudan dari

sebuah keadaan hati, dari kerelaan kita untuk berserah dan

memberikan hidup kita kepada Tuhan.

d. Tujuan dari Pungutan

Tujuan yang sangat terutama dari pengutan adalah untuk

menghidupi kebutuhan materi dari gereja di Yerusalem (Roma 15:26; 2

Korintus 9:12). Tetapi ini bukanlah sebuah tindakan yang sederhana

mengenai kebaikan hati sosial. Paulus menunjuk kepadanya sebagai

133

“sebuah pelayanan” (leitourgia) dan walaupun kata itu digunakan di

dalam literatur Yunani untuk menandakan suatu pelayanan yang

ditunjukkan dengan pembiayaan seseorang didalam sebuah pengertian

yang bukan agama, konteks dari 2 Korintus 9:12 menunjukkan bahwa

itu telah digunakan oleh Paulus di dalam satu pengertian agama, yang

berarti “pelayanan, kebaktian.” Persembahan yang diberikan untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan gereja di Yerusalem adalah sebuah

tindakan peribadatan kepada Tuhan.���

Tujuan yang kedua daripada pungutan adalah untuk memperkuat

persatuan dari gereja dan memberikan ekspresi kepadanya didalam

suatu cara yang lebih objektif. Itu adalah “sebuah ekspresi yang nyata

tentang persatuan orang Yahudi dan yang bukan Yahudi.”��� Orang-

orang Yahudi membagikan berkat-berkat spiritual mereka dengan

orang-orang yang bukan Yahudi, dan sekarang orang-orang bukan

Yahudi membagikan berkat-berkat materi mereka dengan orang Yahudi

(Roma 15:27). Hanya ada satu gereja, gereja universal, yang digolongkan

oleh satu roh persekutuan yang benar didalam Kristus. Paulus merasa

bahwa itu adalah perlu untuk gereja sedunia untuk menyatakan

persatuannya didalam pekabaran dan misinya, dan dia menemukannya

didalam persembahan ini suatu saluran yang melaluinya hal ini dapat

dicapai. Berkat-berkat materi dan rohani dari gereja-gereja yang dimiliki,

sejujurnya, kepada satu gereja dari Kristus.

Tujuan yang ketiga dari pungutan tersebut adalah untuk

mempromoasikan kesetaraan finansial (2 Kortintus 8:13-15). Ini adalah

kesetaraan yang dihasilkan oleh “keseimbangan dari kekurangan dan

kelebihan yang harus muncul diantara gereja-gereja.��� Konsep yang

digarisbawahi ini adalah satu dari kemitraan, koinonia, disarankan

didalam Kisah 2:44, 45.��� Adalah berguna untuk mengamati bahwa

Paulus mendasarkan argumentasinya pada sebuah pasal dari Perjanjian

Lama: “Ketika mereka menakarnya, ternyata bahwa orang yang

mengumpulkan banyak, tidak kelebihan, dan yang mengumpulkan

134

sedikit, tidak kekurangan. Masing-masing mengumpulkan sebanyak

yang diperlukannya.” (Keluaran 16:18). Panggilan untuk kesetaraan

didasarkan pada pengertian bahwa adalah Allah yang menyediakan apa

yang diperlukan. Melalui membagi-bagikan berkatnya, umat-umat

percaya bekerjasama dengan Allah didalam menciptakan kesetaraan

finansial didalam gereja. Mereka yang memiliki banyak harus

membagikan dengan mereka yang memiliki kurang “sehingga ada

kesetaraan” (2 Korintus 8”13). Pembagian kekayaan yang merata tidak

akan mungkin didalam dunia ini, tetapi itu harus menjadi suatu

kenyataan didalam gereja.

Tujuan yang keempat dari pungutan adalah untuk menyatakan

kasih Kristen. Ikut serta didalam pungutan adalah sebuah ujian dari

kejujuran dari kasih orang-orang Korintus (2 Korintus 8:8; bandingkan

dengan ayat 24). Ini sangat erat hubungannya dengan persatuan dari

gereja oleh karena kasih mengikat gereja itu bersama-sama didalam

Kristus. Persembahan menyediakan suasana untuk kasih untuk

bergerak dari konsep dunia atau ide ke-arena dari tingkah laku Kristen

sebagai suatu prinsip yan aktif. Orang-orang Korintus telah berjanji

untuk berpartisipasi didalam pungutan, tetapi belum melakukan janji

itu. Sekarang Paulus menantang mereka untuk mendemonstrasikan

kasih itu didalam tindakan (2 Korintus 9:1-5).

Tujuan yang kelima dari pungutan adalah untuk memuji Allah.

Paulus berkata bahwa persembahan itu adalah “untuk mengalirkan

didalam banyak ekpresi dari terima kasih kepada Allah (2 Korintus

9:12).156 Oleh karena itu akan memberkati umat-umat percaya di

Yerusalem, persembahan itu akan menyediakan suatu alasan untuk

memujui Allah (ayat 13). Tujuan utama dari setiap persembahan harus

memuliakan Allah oleh karena melalui kerelaan didalam hati manusia

untuk memberi. Kebaikan hati akan dihasilkan didalam tindakan dari

ucapan terima kasih kepada Allah (ayat 11).

135

Melalui mengingatkan mereka tentang kemurahan Allah, yang

telah mereka terima dengan Cuma-Cuma (tanpa bayar), melalui

menunjuk mereka kepada pengorbanan diri sediri dari Kristus, dan

melalui mayakinkan mereka tentang kasih Allah yang tetap yang

termanifestasi didalam berkat-berkat yang telah mereka terima setiap

hari, Paulus memotivasi orang-orang Korintus untuk memberikan

persembahan mereka. Bagi Paulus, memberi adalah sebuah kesempatan

oleh karena kemurahan Allah telah menggunakan mereka yang telah

memberi. Ni berarti bahwa sebuah persembahan harus diberikan dari

hati dan harus menjadi suatu pengalaman yang penuh sukacita. Itu

harus dengan kebaikan hati dalam cara yang khusus itu harus menjadi

satu tindakan dari memberi diri sendiri. Suatu persembahan menurut

Paulus, adalah suatu kekayaan untuk menyediakan kebutuhan-

kebutuhan dari gereja, tetapi itu juga mengkontribusikan kepada gereja

persatuan dan kesetaraan finansial. Melalui pungutan, kasih Kristen

ditunjukkan dan Allah yang harus dipuji. Persembahan tersebut harus

didasarkan pada situasi finansial dari keluarga, untuk dipisahkan

dirumah, dan kemudian diberikan kepada instrumen gereja yang

ditunjuk paa waktu yang telah ditetapkan. Pengelolaan yang tetap dari

dana itu diharapkan dari meerka yang menangani pungutan tersebut.

C. Persembahan didalam Kisah Para Rasul

Buku Kisah Para Rasul menyebutkan beberapa masalah keuangan

yang dihadapi oleh gereja kerasulan ketika gereja itu berkembang dan

bertumbuh untuk menjadi sebuah pergerakan dunia. Walaupun Kisah

Para Rasul tidak banyak bericara tentang persembahan, itu akan

berguna bagi tujuan kita untuk meneliti ayat-ayat yang berhubungan.

Ayat-ayat tersebut menunjukkan sebuah ketertarikan didalam

persembahan untuk orang-orang miskin dari gereja.

136

1. Persembahan untuk Orang Miskin

Menurut Kisah Para Rasul 2:44, anggota-anggota daripada gereja

kerasulan memiliki “segala sesuatu secara berasama;” dapat dikatakan,

harta kekayaan mereka adalah pada pelayanan dari gereja dan misinya.

Ini tidak dapat diartikan bahwa mereka menjual segala sesuatu yang

mereka miliki dan memberikan uang tersebut kepada gereja. Apa yang

dikatakan adalah bahwa ketika kebutuhan meningkat dari waktu

kewaktu maka mereka menjual sebagian dari harta kekayaan mereka

untuk menyediakan kebutuhan-kebutuhan dari orang lain (Kisah Para

Rasul 4:34, 35).��� Oleh karena itu, praktek ini buakanlah suatu

penolakan terhadap kepemilikan pribadi tetapi lebih kepada pengakuan

keseimbangan melalui suatu keadaan untuk melayani orang lain.��� Ini

adalah perlu oleh karena pada waktu itu sejumlah besar dari mereka

yang baru bertobat adalah orang-orang miskin. Praktek ini

kemungkinan adalah sebuah pemeliharaan secara terus menerus dari

kehidupan komunitas yang bersifat bersaudara dari Yesus dan murid-

murid-Nya (bandingkan dengan Lukas 8:3; Yohanes 12:4-6; 13:6-9).159

Dua contoh yang spesifik diberikan tentang praktek-praktek yang

diikuti oleh gereja. Barnabas mempunyai harta kekayaan yang

memutuskan untuk menjualnya dan membawa uang tersebut ke-gereja

untuk menyediakan kebutuhan-kebutuhan bagi orang miskin (kisah

Para Rasul 4:36-37). Dia menjual harta kekayaan itu dan membawa

uang tersebut kepada rasul-rasul. Contoh yang kedua adalah Ananias

dan Safira (5:1-11). Mereka membuat janji yang serupa, tetapi setelah

menjual bagian kekayaan mereka memutuskan untuk menahan

sebagaian dari uang itu secara rahasia untuk diri mereka sendiri.

Namun mereka ingin memberikan kesan bahwa mereka membawa

jumlah yang penuh kepada rasul-rasul.

Pengalaman dari Ananias dan Safira menyatakan beberapa aspek

yang penting tentang tipe persembahan ini. Pertama, sumbangan itu

bukan saja suatu tindakan sosial dari kebaikan hati tetapi sebuah

137

persembahan yang dibawa kepada Tuhan. Satu-satunya yang

sesunggunya telah menerimanya adalah Roh Kudus. Ini menjelaskan

mengapa Petrus berkata kepada mereka, “Engkau telah berdusta

terhadap Roh Kudus” (Kisah Para Rasul 5:3). Kedua, persembahan itu

adalah sesuatu yang sukarela; tidak seorangpun didalam cara apapun

dipaksa untuk menjual sebagiand ari harta kekayaannya. Rupanya,

setelah menjual herta kekayaan itu, Ananias dan Safira mempunyai

pilihan untuk menyimpan uang itu untuk diri mereka sendiri, jika

mereka jujur dengan rasul-rasul itu (Kisah Para Rasul 5:4).160 Ketiga,

sekali lagi kita menyaksikan kenyataan bawha didalam memberi suatu

persembahan motivasi yang benar adalah sebuah nilai yang utama.

Didalam kasus Ananias dan Safira, pengaturan tanah dimotivasi “oleh

suatu kerinduan untuk mendapatkan reputasi untuk kebaikan hati

lebih daripada sebuah perhatian yang murni untuk orang-orang yang

membutuhkan diantara mereka.”161 Sifat cinta diri mereka sendiri,

termanifestasi didalam sebuah perhatian yang tidak mau diatur untuk

keamanan finasial mereka, membawa mereka kepada pelanggaran

terhadap janji yang telah dibuat dengan Tuhan. Roh Kudus, yang

sedang memimpin umat-umat percaya dan gereja, ditolak oleh pasangan

ini dan sebagai hasilnya Dia menolak mereka juga. Akhirnya, kejadian

ini menunjukkan bahwa adalah benar dan penting untuk menjanjikan

persembahan kepada Tuhan, tetapi adalah sama pentingnya untuk

memenuhi janji-janji tersebut.

Prosedur yang diikuti didalam pemungutan dan pembagian atau

penggunaan persembahan sangat sederhana. Umat-umat percaya

memutuskan sendiri untuk menjual sebagian dari harta kekayaan

mereka dan berjanji untuk memberikan semua uang tersebut, atau

mungkin sebagian saja, kepada gereja. Uang tersebut diberikan kepada

rasul-rasul, yang bertanggungjawab untuk mengelolanya (Kisah Para

Rasul 4:37). Mungkin inilah sistem yang telah dibuat oleh gereja dan

diikuti oleh umat-umat percaya.

138

Ketika gereja mulai bertumbuh, itu telah menjadi mukti bahwa rasul-

rasul tidakd dapat mengatur keuangan gereja dan pada waktu yang

bersamaan mengabarkan injil sepenuhnya. Segera mereka menemukan

bahwa adalah tidak mungkin untuk melakukan kedua hal tersebut

secara bersamaan. Masalahnya menjadi semakin akut ketika

sekelompok orang bersungut bahwa beberapa janda telah diabaikan

didalam pembagian roti (Kisah Para Rasul 6:1-6). Ini menuntut

perbaikan dari proses administrasi, sehingga semua rasul bertemu

dengan murid-murid di gereja (anggota-anggota gereja) dan secara

bersama-sama mereka menyetujui sebuah rencana yang baru. Sebagai

hasilnya, tujuh pria dipilih untuk bertanggungjawab terhadap

pembagian roti. Didalam proses pemilihan itu mereka mancari pribadi-

pribadi yang “dikenal penuh dengan Roh Kudus dan hikmat” (Kisah Para

Rasul 6:3). Dengan kata lain, dua kualifikasi penting dituntut. Pertama,

mereka haruslah pemimpin-pemimpin rohani yang berserah kepada

Tuhan dan memiliki Roh; dan kedua, mereka diharapkan untuk

memiliki pengetahuan tentang bagaimana untuk berhadapan dengan

masalah-masalah adminitrasi, khususnya pengelolaan dana-dana

tersebut.162 Kombinasi dari kedua unsur ini menunjukkan bahwa

adminitrasi keuangan dari gereja bukanlah suatu masalah pembukuan

sekuler, tetapi itu adalah suatu masalah kerohanian yang dalam dan

esensial.

Beberapa konsep teologia yang penting berada pada dasar dari

persembahan dibawah pertimbangan. Karena konsep-konsep ini telah

didiskusikan sebelumnya didalam konteks dari persembahan yang lain,

kami akan menyebutkan mereka secara singkat disini. Persembahan

adalah sebuah aliran kamurahan dari Allah didalam hati dari umat-

umat percaya (Kisah Para Rasul 4:33). Implikasinya adalah bahwa,

didalam komunitas orang-orang Kristen, kemurahan Allah mengambil

bentuk dari sebuah perhatian yang serius terhadap orang-orang miskin

didalam gereja. Kemurahan-Nya menggerakkan mereka untuk memberi.

139

Sebagai tambahan, kita harus mengamati persepsi dari anggota-anggota

gereja tentang harta kekayaan mereka: “Tidak seorang pun dari mereka

menganggap bahwa apa yang dimilikinya adalah kepunyaannya sendiri.

Segala sesuatu yang ada pada mereka, mereka pakai bersama-sama.”

(Kisah Para Rasul 4:32). Konsep mereka tentang kepemilikan secara

radikal telah dimodifikasi melalui injil. Mereka tahu siapa pemilik yang

sesungguhnya. Akhirnya, sama seperti pemungutan yang dilakukan oleh

Paulus, persembahan itu adalah sebuah kesaksian kepada persatuan

dari gereja; mereka menjadi “satu didalam hati dan pikiran” (Kisah Para

Rasul 4:32). Mereka memiliki satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, dan

satu Allah (bandingkan dengan Epesus 4:4, 5)—mereka menjadi satu

didalam Kristus, dan ini telah didemonstrasikan “didalam kesiapan

mereka untuk memenuhi kebutuhan satu dengan yang lain.”163

Persatuan rohani menyatakan dirinya sendiri didalam manisfestasi

kasih yang nyata, dan didalam kasus yang khusus ini persembahan

telah memainkan peranannya.

2. Persembahan Khusus

Kisah Para Rasul 11:27-30 membuat referensi keapda satu

persembahan khusus yang dikirimkan oleh gereja Antiokia ke

Yerusalem. Ini adalah suatu persembahan sukarela yang lain. Nabi

Agabus telah meramalkan akan datangnya kelaparan yang parah

kepada Kekuasaan Roma dan ini menggerakkan gereja “untuk

menyediakan pertolongan bagi saudara-saudara yang tinggal di Yudea”

(Kisah Para Rasul 11:29). Ini adalah suatu dana khusus untuk

digunakan didalam keadaan darurat yang akan datang. Masing-masing

orang memberi apa yang dapat di berikan, dan persembahan tersebut

diberikan kepada Barnabas dan Saul untuk dibawakan kepada gereja

yang berada di Yerusalem. Persembahan itu dimotivasi oleh kasih

Kristus, mengekspresikan solidaritas dari persekutuan Kristen, dan

menunjukkan bahwa Allah telah meneriam orang-orang yang bukan

140

Yahudi kedalam gereja. Jemaat di Antiokia tidak memikirkan tentang

dirinya sendiri sebagai gereja yang terisolasi dari gereja induk di

Yerusalem. Mereka berpikir bahwa itu hanya suatu yang biasa yang

mereka kirim untuk menolong bagian yang lain dari tubuh itu yang

sedang menghadapi kesulitan.”164 Persembahan ini mungkin dapat

menyediakan bagi Paulus model teologi yang dia gunakan untuk

pemungutannya untuk gereja di Yerusalem.

Kisah Para Rasul mengatakan kepada kita bahwa anggota-anggota

gereja meletakkan harta kekayaan mereka pada pelayanan dari gereja.

Ini didasarkan pada pengertian mereka bahwa Allah adalah pemilik yang

sesungguhnya dari segala sesuatu yang mereka miliki. Kerelaan mereka

untuk memberi adalah hasil dari pekerjaan kemurahan Allah didalam

hati mereka. Mereka yang persembahannya dimotivasi oleh sifat cinta

diri sendiri ditolak. Persembahan itu diberikan kepada Allah walaupun

itu diterima oleh instrumen-instrumen kemanusiaan-Nya, yaitu rasul-

rasul. Pengelolaan daripada dana itu ditempatkan didalam tangan dari

orang-orang yang sanggup yang tahu tentang pengaturan dan yang juga

menjadi tokoh rohani di gereja.

IV. Ringkasan dan Konklusi

Kita telah meneliti satu jumlah yang baik tentang materi

alkitabiah yang berurusan dengan pokok pembicaraan tentang

persembahan dan sekaranglah waktunya untuk meringkaskan konklusi

kita. Setiap bagian yang kita pelajari membuat kontribusinya sendiri

kepada suatu pengertian yang lebih baik tenatng arti dari persembahan.

Didalam kebanyakan kasus kita telah mendeteksi sejumlah tema yang

digarisbawahi yang sering muncul didalam diskusi.

Dasar teologia dari praktek memberi persembahan kepada Tuhan

kelihatannya dibentuk oleh tiga konsep teologia utama yang saling

terkait. Yang pertama adalah soteriologi, yaitu, disposisi Allah yang tetap

141

dan penuh kasih untuk menyelamatkan manusia dari kuasa dosa.

Keselamatan adalah sebuah wahyu tentang kemurahan Allah dan

menjangkau kita sebagai sebuah pemberian yang tidak patut untuk

diterima oleh iman didalam Kristus. Pewahyuan diri Allah sendiri

menyingkap fakta yang tidak dapat disngkapkan bahwa Dia adalah

Pemberi yang Terbesar di alam semesta. Didalam Perjanjian Lama

kecondongan Allah untuk menyelamatkan termanifestasi didalam satu

cara yang khusus didalam Keluaran ketika Dia menyelamatkan umat-

umat-Nya dari kuasa perbudakan Mesir. Didalam Perjanjian Baru,

keselamatan Allah mencapai manifestasinya yang penuh didalam

pemberian akan Anak-Nya yang menjadi satu-satunya alat keselamatan.

Bapa dan Anak membuat kemurahan itu tersedia kepada mereka yang

melalui iman didalam Kristus menerima pemberian tersebut. Allah telah

menyediakan persembahan yang orang lain tidak dapat

menyediakannya. Cara memberi manusia adalah sebuah cerminan yang

pucat dari cara memberi milik Allah.

Unsur yang kedua di dalam dasar teologia adalah kesetiaan Allah

terhadap janji-janji-Nya, ketetapan dari firmanNya. Ketidakpastian akan

kata dan tindakan adalah asing bagi Makluk Kekal. Dia telah berjanji

untuk tinggal bersama dengan manusia, memperlengkapi mereka

dengan identitas dan menyediakan kebutuhan-kebutuhan mereka, dan

Dia telah memenuhi janji-janji-Nya. Tuhan itu adalah dapat dipercayai

dan dapat diandalkan. Ciptaan-ciptaan-Nya dapat mengandalkan-Nya

dan bersandar kepada-Nya. Ada kepastian di dalam karakter ilahi yang

membuat Tuhan dapat dipercaya. Dia setia terhadap Diri-Nya sendiri,

kepada karakter-Nya sendiri.

Unsur yang ketiga di dalam dasar teologia adalah Ke-Tuhanan dari

Allah. Allah yang telah menyelamatkan kita dengan cuma-cuma dan

yang setia terhadap janji-janji-Nya adalah juga Tuhan kita. Dia telah

masuk dalam hubungan perjanjian dengan kita, menerima kita sebagai

umat-umat-Nya dan kita menerima Dia sebagai Tuhan perjanjian. Ke-

142

Tuhanan-Nya tidak terbatas kepada luasanya masalah kerohanian,

tetapi juga termasuk didalam cara yang lebih nyata akan pengakuan

bahwa semua yang kita miliki adalah kepunyaan-Nya karena Dia yang

telah memberikannya kepada kita. Ke-Tuhanan Allah berarti bahwa Dia

adalah Pemilik tetapi bahwa dia secara alami memberikan apa yang

menjadi milik-Nya kepada umat-umat-Nya. Oleh karena itu, apapun

yang dimiliki umat-umat-Nya mencapai mereka sebagai satu pemberian

atau satu berkat dari Tuhan perjanjian.

Sebagai tambahan atas unsur-unsur yang lainnya, tiga dasar

teologia yang telah kita perbincangkan menyediakan motivasi untuk

cara memberi manusia. Manusia dipanggil dan ditantang untuk

memberi karena kasih karunia Allah telah terungkap sendirinya dalam

pemberian keselamatan yang cuma-cuma melalui Kristus. Orang-orang

Kristen mempunyai contoh luhur terhadap Allah dan Anak-Nya sebagai

panutan dari kebaikan hati. Cara memberi kita haruslah mengikuti

pencontohan ilahi. Dicipatakan dalam rupa Allah, manusia harus

meniru disposisi ilahi untuk memberi. Karena Allah memberi dengan

cuma-cuma, maka manusia sebaiknya juga harus memberi dengan

cuma-cuma.

Orang-orang Kristen telah dimotivasi untuk memberi karena Allah,

yang memegang janji-janji-Nya, yang secara terus menerus memberkati

dan melindungi umat-umat-Nya. Berkat-berkat itu mencapai kita dalam

cara yang berbeda-beda, tetapi Dia selalu memberkati kita. Allah, oleh

karena itu, bukanlah seorang yang telah memberi di waktu yang lalu

dan tidak akan memberi lagi. Adalah melalui pemberian-Nya yang sudah

ditetapkan bahwa Dia memelihara ciptaan-ciptaan-Nya. Kenyataan

bahwa Dia selalu secara konstan memberikan persediaan sebagai

sebuah panutan dan alasan untuk manusia agar mereka dapat

memberi. Sejak saat itu, tidak seorangpun harus datang untuk

menyembah dia dengan tangan kosong.

143

Pengakuan akan Ke-Tuhanan Allah seharusnya menjadi faktor

yang memotivasi di dalam cara memberi kita. Mereka yang merasa diri

mereka sendiri sebagai pemilik-pemilik tidak akan senang memberikan

dari cinta. Pengakuan akan kenyataan bahwa ada satu Tuhan yang

memerintah alam semesta dan memiliki segala sesuatu yang ada

didalamnya bersandar pada asal mulanya kebajikan. Allah mau

menggunakan kita dalam mengelola dan mendistribusikan milik-Nya. Di

dalam pengaturan teologia itu kita hanya dapat melihat diri kita sendiri

sebagai penatalayan-Nya yang dengan senang hati menggunakan apa

yang telah Dia berikan kepada kita untuk mempromosikan rencana-Nya.

Motivasi yang lain untuk memberi ditemukan di dalam pengakuan

bahwa Allah sedang bekerja melalui gereja-Nya untuk keselamatan umat

manusia. Dia menbawa gereja dan kabar injil kedalam kenyataan untuk

terus mengungkapkan kemuliaan-Nya kepada dunia. Mereka yang

berada di gereja kerasulan menemukan sukacita mereka yang terbesar

di dalam promosi pekerjaan Allah melalui persembahan-persembahan

mereka. Tidak ada yang lebih penting bagi orang-orang percaya daripada

pekabaran injil, dan mereka menghitungnya sebagai satu hak untuk

menjadi alat Tuhan dalam pekerjaan itu. Memberitahu kepada yang lain

bahwa Allah sedang mendamaikan dunia dengan diri-Nya di dalam

Kristus adalah sangat berarti sehingga pada beberapa waktu beberapa

orang kristen memberikan persembahan-persembahan melampaui

sumber penghasilan mereka.

Pada kesimpulannya, kita dapat mengatakan bahwa apa yang

memotivasi orang-orang Kristen untuk memberi persembahan-

persembahan adalah cinta mereka kepada Allah, suatu cinta yang tidak

mementingkan diri sendiri yang berfokus pada perhatian adalah Allah

dan saudara-saudara manusia. Memberi yang dimotivasi dengan

kehausan akan mengakuan diri sendiri tidak mendapat tempat didalam

kehidupan orang-orang Kristen. Yesus menantang orang-orang percaya

untuk memberi dengan diam-diam, tenang, dengan mengharapkan upah

144

mereka dari Allah. Sifat cinta akan diri sendiri menodai persembahan-

persembahan dan membuatnya tidak layak diterima oleh Tuhan. Tidak

seharusnya suatu persembahan diberikan untuk memperoleh atau

mendapat simpati, cinta atau pengakuan Allah. Hanyalah melalui

persembahan pengorbanan dari Kristus maka kita dapat diterima oleh

Allah.

Komentar yang terakhir ini menuntun kita secara logika kepada

definisi dari sebuah persembahan yang layak diterima. Beberapa unsur

muncul di dalam Alkitab untuk menolong kita mendefinisikan materi ini.

Pertama, sebuah persembahan yang layak diterima adalah sesuatu yang

merupakan pengungkapan tentang diri kita sendiri sebagai

persembahan kepada Allah. Di dalam pemberiaan-pemberian kita, kita

harus memberi diri kita sendiri kepada Allah, memperbaharui komitmen

kita kepada-Nya. Sebuah persembahan hauslah menjadi suatu

pengalaman keagamaan yang dalam karena itu adalah sebuah tanda

dari sebuah kehidupan yang sepenuhnya berserah kepada Tuhan.

Kedua, sebuah persembahan yang layak diterima adalah sebuah

kesaksian terhadap kenyataan bahwa Allah adalah yang pertama di

dalam kehidupan orang-orang percaya. Karena Dia telah dikenal sebagai

Tuhan, pemberian yang termahal dan yang terbaik dibawa kepada-Nya

berdasarkan sumber penghasilan orang tersebut. Persembahan tersebut

telah menjadi suatu ketaatan dan kepatuhan kepada Dia yang telah

menebus kita dan sekarang adalah Tuhan kita. Dengan memisahkan

persembahan sebelum menggunakan atau menginvestasikan uang

tersebut untuk hal lainnya, kita sedang mengatakan kepada Tuhan dan

kepada diri kita sendiri, “Tuhan, Engkau adalah yang pertama di dalam

hidup kami.”

Ketiga, sebuah persembahan yang layak diterima adalah sebuah

ungkapan dari iman di dalam kepedulian pemeliharaan Allah bagi kita.

Persembahan ini datang dari suatu hati yang percaya kepada Allah

yang memiliki pribadi yang menyediakan untuk kebutuhan-kebutuhan

145

kita seperti yang Dia melihatnya. Bilamana sebuah persembahan

diberikan dari suatu kelebihan seseorang, itu cendrung untuk menjadi

suatu formalitas, suatu tindakan ritual tanpa ketaatan. Iman di dalam

Allah selau mencari satu jalan untuk mengekspresikan dirinya sendiri,

untuk membuat dirinya sendiri penuh arti. Persembahan-persembahan

kita menyediakan satu kemungkinan jalur hubungan untuk

mengekspresikan iman kita di dalam satu keadaan dari perbaktian.

Keempat, sebuah persembahan yang layak diterima adalah suatu

perwujudan dari rasa terima kasih, ucapan syukur, sukacita dan kasih

dari orang yang menyembah. Ini semua adalah tanggapan-tanggapan

terhadap pengalaman akan kasih penebusan dan pemeliharaan Allah.

Didalam pemikiran alkitabiah keadaan yang paling dalam

menyingkapkan sifat dan tujuannya melalui tindakan-tindakan.

Respons prositif kepada kasih Allah mengungkapkan diri mereka sendiri

didalam berbagai cara yang berbeda didalam kehidupan dari orang-

orang percaya dan satu dari cara-cara itu adalah melalui suatu

persembahan yang nyata ditemani oleh pengakuan akan kebaikan dari

Tuhan. Suatu persembahan adalah bentuk perasaan kita yang terdalam

dan sikap terhadap kasih dibawa kedalam tindakan penyembahan.

Kelima, suatu persembahan yang dapat diterima adalah suatu

persembahan yang rela. Suatu persembahan tidak harus dibawa kepada

Tuhan jika disertai dengan keengganan dan paksaan, tetapi secara

sukarela. Kenyataan bahwa Tuhan mengharapkan dan menuntut kita

untuk memberikan persembahan tidak harus menuntun kita untuk

menyimpulkan bahwa ini adalah suatu beban yang lain bagi umat-umat

percaya. Allah mau kita untuk mengalami sukacita dari memberi yang

memperkaya kehidupan kita.

Keenam, seuatu persembahan yang dapat diterima mencerminkan

komitmen kita kepada pekabaran dan misi gereja. Karena kita percaya

bahwa Allah sedang menggunakan gereja-Nya untuk memproklamirkan

injil dan untuk mempersiapkan dunia untuk Kedatangan Kristus Yang

146

Kedua Kali, kita harus mau untuk meletakan sumber-sumber keuangan

kita kepada palayanan dari rencana Allah kepada manusia. Ini berarti

bahwa didalam memberikan persembahan kita kepada gereja kita

sesungguhnya sedang memberikannya kepada allah untuk

mempromosikan dan mengembangkan aspek yang terakhir dari rencana

keselamatan. Tidak ada pekerjaan yang lebih besar yang ditemukan di

atas bumi kepada mana kita dapat menyerahkan sumber-sumber yang

kita telah terima dari Tuhan kita.

Ketujuh, suatu persembahan yang dapat diterima adalah

persembahan yang datang dari suatu hati yang berdamai dengan Allah

dan orang lain. Tindakan perbaktian mengisyaratkan bahwa agama dan

etika tidak dapat dibagi atau dipisahkan dari satu dengan yang lain.

Menghadapi orang dengan tepat adalah juga suatu tugas keagamaan

sama saja dengan membawa persembahan kepada Allah. Didalam satu

cara yang khusus, memperlakukan orang lain dengan adil berarti

menyediakan untuk kebutuhan-kebutuhan daripada handai tolan kita.

Semangan untuk Allah dan pekerjaan-Nya tidak boleh menuntun orang-

orang Kristen untuk memberi persembahan kepada Tuhan yang akan

dihasilkan didalam pengabaian akan kebutuhan-kebutuhan dari

keluarga-keluarga mereka. Menyediakan bagi mereka adalah juga bagian

dari tugas keagamaan kita.

Akhirnya, suatu persembahan yang dapat diterima, walaupun

secara spontanitas, adalah pada waktu yang bersamaan sistematis. Kita

diharapkan untuk merencanakan cara memberi kita berdasarkan pada

pendapatan kita. Jumlah yang akan diberikan harus sudah dipisahkan

dari rumah, bersama dengan keluarga, dan kemudian dibawakan ke-

gereja dan diberikan kepada Tuhan. Ini akan melindungi kita dari

memberi yang didasarkan pada motivasi yang emosional.

Poin kita yang terakhir menimbulkan pertanyaan tenatng logistik

didalam sistim alkitabiah tentang persembahan. Alkitab menyediakan

penuntun-penuntun yang pasti di dalam pemungutan dan pengelolaan

147

persembahan. Telah kita sebutkan bahwa jumlah didasarkan pada

berkat-berkat yang diterima dari Tuhan dan bahwa itu harus dipisahkan

dari rumah. Sebagai tambahan, Allah dan gereja telah menunjuk alat-

alat yang spesifik (orang-orang) untuk menerima persembahan tersebut.

Itu harus diberikan hanya kepada mereka yang diakui oleh kmunitas

umat-umat percaya sebagai yang layak untuk menerima dan

mengelolanya. Tempat untuk membawakannya adalah kaabah atau

gereja dimana orang-orang berkumpul untuk menyembah Tuhan secara

kolektif. Ada beberapa bukti kepada kenyataan bahwa catatan yang

tepat disimpan dan bahwa persembahan telah digunakan untuk

maksud-maksud yang telah ditetapkan.

Alkitab menyebutkan beberapa tujuan spesifik untuk membawa

suatu persembahan. Pertama adalah untuk mendukung kebutuhan-

kebutuhan dari kaabah didalam Perjanjian Lama dan kebutuhan-

kebutuhan dari gereja dijaman Perjanjian Baru. Kadang kita

menemukan persembahan untuk pembangunan dan untuk perbaikan

dari kaabah, persembahan untuk orang miskin, dan persembahan

untuk mendukung pelayanan di kaabah dan pelayanan injil.

Persembahan-persembahan tersebut digunakan untuk membantu

mewujudkan misi dari gereja sebagai alat Allah didalam satu dunia yang

berdosa. Mereka juga membantu gereja setempat dan gereja sedunia

untuk tetap berfungsi.

Kedua, tujuan daripada persembahan adalah untuk memperkuat

persatuan gereja. Melalui persembahan-persembahan mereka umat-

umat percaya menunjukkan bahwa mereka berada didalam satu roh,

pekabaran, dan maksud. Melalui membantu sebuah proyek lokal maka

gereja sedunia dapat menemukan suatu suasana untuk

mengungkapkan persatuan yang mempertahankan mereka tetap

bersama. Beban dan kesukaran dari suatu jemaat menjadi beban dari

seluruh gereja. Semua umat-umat percaya diseluruh dunia mengenali

148

diri mereka sendiri dengan kebutuhan-kebutuhan dan kesukaran-

kesukaran dari mereka yang bekerja dalam tempat-tempat yang spesifik.

Ketiga, tujuan daripada persembahan adalah untuk menciptakan

kesetaraan finansial didalam gereja. Mereka yang memiliki banyak harus

membagi dengan mereka yang kurang memiliki. Berkat Allah dapat saja

berbeda dari satu orang kepada orang yang lain, namun Dia

mengharapkan mereka yang telah menerima banyak untuk menolong

Dia didalam menciptakan satu keseimbangan pembagian kekayaan.

Kesetaraan seperti ini akan dibawa kedalam pertimbangan apakah itu

kebutuhan-kebutuhan secara lokal atau sedunia.

Keempat, tujuan daripada persembahan adalah untuk memotivasi

orang untuk memuji Allah. Melalui persembahan kita roh berterima

kasih dipelihara didalam komunitas umat-umat percaya, dan Allah

dipuji untuk kebaikan hatinya tentang instrumen-instrumen-Nya.

Persembahan harus merangsang orang lain untuk memuji Allah yang

melalui kemurahan-Nya menciptakan satu roh kebebasan didalam hati

daripada pemberi-pemberi.

Kita harus lihat secara cepat pada sistim persembahan dari

perspektif Allah. Apa yang Allah sedang usahakan untuk dicapai

didalam umat-umat percaya melalui permintaan untuk persembahan?

Ada satu keuntungan spiritual yang kuat bagi mereka yang membawa

persembahan-persembahan mereka kepada Tuhan. Alkitab

menyarankan bahwa Allah menggunakan sistim persembahan untuk

mengajarkan umat-umat-Nya bagaimana untuk menyatakan kasih dan

rasa hormat mereka kepada Dia. Dia yang telah memanggil kita untuk

mengasihi-Nya dan mengasihi sesam manusia, membentuk, diantara

alat-alat yan lain, cara memberikan persembahan sebagai satu

kendaraan melalui mana kita mewujudkan kasih itu. Didalam cara ini

sifat cinta diri sendiri dikalahkan didalam hidup kita.

Alasan lain Allah menuntut persembahan adalah untuk

melindungi umat-umat-Nya dari penyembaan berhala. Dengan

149

membawa persembahan mereka kepada Dia mengingatkan mereka

bahwa Yahweh adalah Pemilik yang sesungguhnya dari segala sesuatu

dan bahwa Dialah yang tela memberkati mereka. Tanah bukanlah milik

Baan dan bukan Baal yang membuatnya mengahsilkan buah; tetapi

adalah Tuhan Yahweh. Setiap kali suatu persembahan dibawa kepada

Tuhan, penyembaan berhala sedang ditolah.

Akhirnya, Allah menuntut persembahan dari umat-umat-Nya

untuk memperkuat hubungan mereka dengan Dia. Ini adalah didalam

suatu perasaan pada sisi yang lain dari poin sebelumnya. Setiap

persembahan menyediakan kepada injil Allah suatu kesempatan untuk

menyerahkan diri mereka sendiri kepada Allah sekali lagi. Hubungan

yang telah dibangun dengan dia melalui tindakan kemuliaan-Nya dari

penebusan telah diperbaharui, dan ikatan kasih dipererat didalam satu

tindakan dari ketaatan pribadi.

150

Penatalayanan dan Teologi

tentang Persembahan

1. Diskusikan tujuan yang sebenarnya dibalik

“persembahan korban penebusan.”

2. Pelajaran-pelajaran apa yang dapat kita tarik dari

kenyataan bahwa binatang-binatang yang digunakan

untuk “persembahan bakaran” telah didaftar

berdasarkan pada nilai keuangan mereka?

3. Di dalam menyampaikan sebuah “persembahan

harian”, apa yang sedang diungkapkan?

4. Prinsip-prinsip kekal apa yang dapat ditarik dari

membawa kepada Allah hasil yang pertama dari

ladang?

5. Tiga prinsip apa yang diilustrasikan di dalam

“persembahan khusus” yang diharuskan untuk

dibawa oleh orang Israel tiga kali dalam setahun?

MENGIKUTI-SELAMA DISKUSI UNTUK PERSEMBAHAN DI DALAM

PERJANJIAN BARU

1. Diskusikan implikasi dari pernyataan: “mencari

151

pengakuan diri sendiri melalui persembahan kita

adalah sesungguhnya tidak tepat dengan kebaikan

hati yang sebenarnya.”

2. Apa yang berada dibalik keputusan Paulus untuk

meninggalkan haknya kepada dukungan finansial

untuk pelayanannya?

3. Diskusikan Pilipi 4:10-19. Meskipun keengganan

Paulus, mengapa gereja-gereja di Makedonia memaksa

untuk mendukung pelayanannya?

4. Daftarkan prinsip-prinsip rohani didalam teologi

Paulus tentang persembahan, seperti yang disebutkan

didalam Roma 15:25-28; 1 Korintus 16:1-4, dan 2

Korintus 8 dan 9.

5. Pelajaran apa yang dapat kita pelajari dari desakkan

Paulus bahwa orang-orang yang berkualitas dan dapat

dipercaya membawa persembahan orang-orang

Korintus ke-Yerusalem.

6. Didalam Kisah Para Rasul 4:32, apa yang telah kita

amati adalah persepsi dari anggota-anggota gereja

sehubungan dengan harta kekayaan pribadi mereka?

7. Apa tiga konsep teologi utama yang saling

berhubungan dibalik praktek dari membawa

persembahan kepada Tuhan?

152

8. Jelaskan suatu “persembahan yang dapat diterima”

kepada Allah.

9. Apa tujuan-tujuan yang spesifik untuk membawa

persembahan kepada Tuhan yang disebutkan oleh

Alkitab?

Materi tambahan berikut tentang persepuluhan dan topik-topik yang

berhubungan telah diterbitkan oleh Pelayanan Gereja General

Conference selama tahun 1991 – 1994; Prinsip-prinsip Kehidupan, Sistem

Keuangan MAHK, Saat-saat Memberikan Persepuluhan, Penatalayanan

dan Perencanaan Strategis.

153

Catatan-catatan Akhir

1 Langdon Gilkey, Maker of Heaven and Earth (Garden City, NY:

Doubleday, 1959), hal 83.

2 C J Labuschagne, The Incomparability of Yahweh in the Old

Testament (Leiden: E J Brill, 1966), hal 74. Kami harus tunjukkan

bahwa didalam Perjanjian Lama “karakteristik yang menguasai

menyebabkan Yahweh tidak dapat dibandingkan adalah

intervensi-Nya yuang penuh misteri didalam sejarah sebagai Allah

yang menebus” (Ibid, hal. 91). Namun demikian, kegiatan-Nya

sebagai Pencipta adalah faktor yang lain (Ibid, hal 108, 109); cf

Yesaya 40:18, 25.

3 Hans-Joachim Kraus, Mazmur 1-59: A Commentary (Minneapolis:

Augsburgh, 1988), hal 313.

4 J P Baker, “Love,” in New Dictionary of Theology, S B Ferguson; D F

Wright; dan J I Packer, eds (Downers Grove, IL: InterVarsity Press,

1988), hal 399.

5 Lihat A Nygren, Agape dan Eros (Philadelphia: Westminster, 1958),

hal. 77

6 On Love within the Godhead consult H W Hoehner, “Love,” didalam

Evangelical Dictionary of Theology, Walter A Alwell, ed. (Grnda

Rapids, MI: Baker, 1984), hal. 657.

7 This line of reasoning was originated by Augustine; lihat Karl

Burger, “Love,” didalam The New Schaff-Herzog Encyclopedia of

Religious Knowledge, S M Jackson, ed (Grand Rapids, MI: baker,

dicetak ulang 1977), vol 7, hal. 49.

8 E G White, Testimonies, vol 5, hal. 739.

154

9 Untuk sebuah diskusi yang unggul tentang doktrin alkitabiah dari

manusia dan arti dari rupa Allah, periksa G C Berkouwer, Man:

The Image of God (Grand Rapids, MI: Eerdmans, 1962), hal. 67-

118. Diantara para sarjana Advent yang telah mengarahkan

subjek ini adalah V N olsen, Man, the Image of God (Hangerstown,

MD: Review and Herald, 1988); dan M Veloso, El Hombre: Una

Persona Viviente (Santiago de Urile: Editorial Universitaria, 1990),

hal. 79-89.

10 E G White, The Great Controversy (Mountain View, CA: Pacific

Press, 1911), hal 644, 645.

11 Lihat John A T Robinson, The Body (London: SCM Press, 1952),

hal. 14.

12 Lihat K Barth, Church Dogmatics: The Doctrine of Creation, vol

3:1 (Edinburg: T & T Clark, 1958), hal. 195-201.

13 E G Whie, Education, ha. 17.

14 Lihat D jobling, “Dominion Over Creation,” The Interpreter’s

Dictionary of the Bible: Supplementary Volume, K Creim, ed

(Nashville, TN:Abingdon, 1976), hal 247.

15 Lihat H W Wolf, Anthropology of the Old Testament (Philadelphia:

Fortress, 1974), hal. 163.

16. G J Wenham, Kejadian 1 – 15 (Waco, TX:Word, 1987), hal. 33.

17 Cf Jobling, “Dominion,” hal. 247.

18 Wbrueggemann, Kejadian (Atlanta: john Knox, 1982), hal. 32.

19 E G White, Patriarchs and Prophets, hal. 45.

20 Cf Wolff, Antropology, hal. 162.

21 Ibid

22 Claus Watermann, Kejadian 1-11: A Commentary (Mineapolis:

Augsburgh, 1984), hal. 224, menulis: “Larangan yang membatasi

manusia mengepung dirinya sendiri dengan ancaman. Batasnya

dinyatakan didalm hukum, dan inilah kalimatnya, ‘Pada hari

155

engkau memakannya engkau akan mati.’ Ini bukanlah kenyataan

sebuah ancaman kematian, tetapi lebih kepada pernyataan yang

lebih jelas tentang batas yang memerlukan pendamping dari

kebebasan yang dipercayakan kepada manusia didalam perintah.

Untuk mengatakan tidak kepada Allah—dan inilah apa yang

diijinkan oleh kebebasan—adalah sesungguhnya untuk

mengatakan tidak kepada kehidupan; oleh karena hidup datang

dari Allah.”

23 E G White, Patriarchs and Prophets, hal. 53.

24 Untuk sebuah diskusi tentang opsion yang berbeda lihat

Westermann, Kejadian 1-11, hal. 242-248.

25 Victor P Hamilton, The Book of Genesis: Pasal 1-17 (Grand Rapids,

MI: Erdmans, 1990), hal. 166, menulis, “Apa yang dilarang kepada

manusia adalah kuasa untuk memutuskan untuk dirinya sendiri

apa yang terbaik dan apa yang tidak. Ini adalah sebuah

keputusan yang Allah tidak delegasikan kepada bumi.”

26 E g White, “E G White memberikan komentar: Roma,” didalam

Komentar Alkitab GMAHK, vol. 6, hal.1078.

27 E G White, Testimonies, vol 4, hal. 294.

28 E G White, Ministry of Healing, hal. 163.

29 Cf Peter Pokorny, Kolose: A Commentary (Peabody, MA:

Hendrikson, 1991), hal. 74.

30 Lihat Eduard Lohse, Kolose dan Philemon (Peabody, MA:

Hendrikson, 1984), hal. 155.Marcus Barth, Ephesian

31 Lihat Rudolf Schnackenburg, The Gospel According to John, vol 1

(New York: Seabury Press, 1968), hal.388.

32 Arthur Patzia, Epesus, Kolose, Pilemon (Peabody, MA: Hendrikson,

1984, hal. 155. Marcus Barth, Epesus 1-3 (Garden City, NY:

Doubleday, 1974), hal. 76, menterjemahkan bagian yang pertama

dari Epesus 1:10 sebagai, “bahwa dia harus mengatur hari-hari

156

pemenuhan.” Menurut dia, Kristus dijelasakan didalam ayat

sebagai seorang penatalayan Allah (hal. 86-89).

33 M Lattke, “Kenoo mengosongkan, menghancurkan,” didalam

Exegetical Dictionary of the New Pestament, vol 2, hal. 282,

menulis sehubungan dengan Kristus didalam 2 Korintus 8:9,

“bahwa kalimat itu berbicara tentang self-giving humility dan self-

denying impowerishment dari sikap makluk ilahi.”

34 Lihat Angel Manuel Rodriguez, “Salvation by Sacrificial

Substitution,” Journal dari Adventist Theological Society, vol 3

(1992), hal. 65-68.

35 C E B Cranfield, The Epistle to the Romans, vol 1 (Edinburgh: T &

T Clark, 1975), hal. 432.

36 H Balz, “Matiotes sia-sia, kekosongan, transitoriness,” didalam

Exegetical Dictionary of the New Testament, vol 2, hal. 397. Untuk

sebuah diskusi tentang hubungan yang erat diantara manusia

dan alam menurut Alkitab dan artinya bagi masyarakat moderen,

lihat Frank Moore Cross, “The Redemption of Nature,” Princeton

Seminary Bulletin, vol 10 (1989), hal. 04-104).

37 Untuk suatu evaluasi tentang penelitian-penelitian tersebut lihat

Menahem Herman, Tithe as a Gift: The Institution in the Pentateuch

and in Light of Mauso’s Presentation Theory (San Fransisco, CA:

Mellen Research universiy press, 1991), hal. 7-37.

38 Lihat Jacob Milgrom, Bilangan: The JPS Torah Commentary (New

York: Jewish Publication Society, 1990), hal. 432. Lihat juga Gary

A Anderson Korban dan Persembahan didalam Israel Kuno

(Atlanta, GA: Scholars press, 1987), hal. 78-80. Kami harus

sebutkan bahwa satu persepuluhan (pajak) dari kerajan yang

tidak beragama dikenal di Israel (lihat juga 1 Samuel 8:10-17;

Anderson, Ibid, hal. 81-82.

39 Jacob Milgrom, Cult and Conscience (Leiden E J Bill, 1976), hal.

157

58. Diskusi dari Milgrom didasarkan pada satu penelitian yang

disiapkan oleh M A Dndamayev, “Chramowaja Desjatina W Pozdnej

Babilonii, “Vestnik Drevney Istorii, (1965), 14-34. Lihat juga MA

Dandamayev, “Negara dan Kaabah di babilonia dalam Milenium

Pertama BC,” didalam State and Temple Economy in the Ancient

Near East, E Lipinsky, ed (Leuven: Departemen Orintalistick,

1979), hal. 593, 94.

40 Periksa J A MacCulloh, “Tithes,” Encyclopedia of Religion and

Ethics, diedit oleh James Hasting, vol 12 (Edinburgh: T & T Clark,

m.d.), hal. 347; W H D Rouse, “Tithes (Yunani),” Ibid, hal. 350, 51;

dan G Hawthorne, “Tithe,” New International Dictionary of New

Testament Theology, diedit oleh Colin Brown, vol 3 (Grand Rapids,

MI: Zondervan Publisher, 1978), hal. 851.

41 E G White, SDA Bible Commentary, vol 1, hal 1093 (Testimonies,

vol 3, hal. 393.

42 E G White, Testimonies, vol 3, hal. 388.

43 E E Carpenter, “Tithe,” International Standard Bible Encyclopedia,

vol 4, (Grand Rapids, MI: W B Eerdmans, 1988), hal. 862.

44 E G White, Patriarchs and Prophets, hal. 187.

45 Walter Brueggemann, Kejadian (Atlanta: John Knox, 1982), p. 248.

46 Tentang struktur yang umum dari pasal diperiksa, G J Wenham,

The Book of Leviticus (Grand Rapids, MI: W B Eerdmans, 1979),

hal. 336, 37.

47 Baruch A Levine, Imamat: The JPS Torah Commentary (New YorkL

Jewish Publication Society, 1989), hal. 192.

48 B Beck, “Baqar,” Theological Dictionary of the Old Testament, vol 2

(Grand Rapids, MI: W B Eerdmans, 1975), hal. 210.

49 Aspek tentang perspuluhan ini ditekankan oleh Herman, Tithe,,

hal. 60. Dia pergi terlalu jauh ketika dia berdebat bahwa

“perjanjian persepuluhan dari orang Lewi dijelaskan sebai satu

158

pembalasan yang sistematis dibawah perjanjian melalui mana

harta benda yang nyata ditukarkan untuk perlindungan ilahi”

(Ibid). Dia sedang mengkomersialkan perspuluhan. Alasan yang

mendasar yang diberikan didalam Imamat untuk memberikan

persepuluhan adalahbahwa persepuluhan itu kudus. Tentunya itu

mengisyaratkan berkat Allah, tetapi itu tidak akan menentukan

atau memaksa Allah untuk memberkati umat terebut.

50 SDA Bible Commentary, vol 1, hal. 818.

51 Philip J Budd, Bilangan, (Waco, TX: Word Books, 1984), hal. 201.

52 Lihat Milgrom, Bilangan, hal. 148-154.

53 Interpretasi ini diusulkan oleh J Milgrom, “Heave Offering,”

Interpreter’s Dictionary of the Bible Supplementary Volume

(Nashville, TN: abington, 1976), hal. 391.

54 Milgrom, diantara yang lain, telah berdebat untuk sifat mandatori

dari perepuluhan didalam Bilangan 18 (Bilangan, hal. 433).

55 Peter C Craigie, Ulangan (Grand Rapids, MI: W B Eerdmans, 1976),

hal. 229.

56 Interpretasi yang masih berlaku diantara pada sarjana yaitu

mereka yang menyangkal kepengarangan Mosaik dari Pentateuch

adalah bahwa kita sedang berurusan disini didalam Ulangan

dengan satu sumber ditulis setelah pembuangan, mencerminkan

sifat dan tujuan dari memberikan persepuluhan selama peeriode

itu. Mereka berargumentasi bahwa legislasi yang dicatat didalam

Imamat mengatur penggunaan persepuluhan selama pembuangan

atau segera sebelum pembuangan. Lihat Herman, Tithe, hal. 7-37.

57 E G White, Patriarchs and Prophets, hal. 530.

58 Hari yang ketiga yang disebutkan didalam ayat ini menunjuk

kepada hari yang ketiga setelah bangsa itu tiba di pusat

penyembahan; tetapi ini jauh dari kebenaran. Mungkin saja

praktek membeirikan persepuluhan tersebut didalam kerajaan

159

bagian utara yang sedikit berbeda dengan mereka yang ada di

Yehuda. Lihat Hans Walter Wolff, Yoel dan Amos (Philadephia:

Fortress Press, 1977), hal. 219.

59 Shalom M Paul, Amos, (Minneapolis: Fortress Press, 1991),. Hal.

139.

60 Wolff, Yoel dan Amos, hal. 219.

61 Kami tidak tahu prosedur yang diikuti didalam pembagian

persepuluhan kepada orang-orang Lewi. Nehemia 10:37, 38

memberikan kesan bahwa selama sesudah periode pembuangan

satu-satunya persepuluhan yang dibawakan ke kaabah adalah

persepuluhan dari persepuluhan orang-orang Lewi kepda imam,

dan bahwa persepuluhan itu sendiri disimpan dikota-kota dimana

Orang-orang Lewi dapt memperoleh apa yang mereka perlukan.

Namun demikian, kedua ayat itu tidaklah sejelas apa yang kami

inginkan oleh karena mereka kelihatan berada didalam tekanan

dengan sepasang ayat-ayat yang lainnya didalam Nehemia.

Didalam pasal 12:44 “bagian yang dituntut oleh hukum untuk

imam-imam dan orang-orang Lewi” dibawa ketempat penyimpanan

dari kaabah oleh pribadi-pribadi yang telah dipilih. Bagian-bagian

ini akan mencakup persepuluhan yang dikatakan oleh pasal 12:47

(orang-oran Israel mengesampingkan bagian untuk orang-orang

Lewi [sebagai tambahan kepada penyanyi dan penjaga gerbang],

dan orang-orang Lewi memisahkan bagian untuk keturunan

Harun”). Nehemia 13:5 menyaakan bahwa “persepuluhan dari

gandum, anggur baru, dan minyak menyediakan untuk orang-

orang Lewi, penyanyi dn penjaga gerbang, demikian juga dengan

pembagian kepada imam-imam” dan disimpan di dalam tempat

penyimpanan dikaabah. Lihat juga maleaki 3:10. Adalah sangat

memungkinkan bahwa Nehemia 10:38 secara sederhana

menyatakan bahwa orang-orang Lewi telah diinstruksikan untuk

160

membawa persepuluhan mereka (persepuluhan daripad

persepuluhan) ke-kaabah tetapi bangsa itu diijinkan untuk

membawa peersepuluhan meeka ke tempat pusat dikota masing-

masing mereka. Pasal yan lain kemudian akan menunjukkan

bahwa, kenyataannya, semua persepuluhan masuk kedalam

tempat penyimpanan kaabah. Dengan berkat demikian, seseorang

mungkin dapat menerka bahwa sebagian dari persepuluhan orang

Lewi, sebagai contoh persepuluhan dari binatang domba dan

mungkin sebagian lagi dari hasil bumi, disimpan ditempat pusat

diseluruh tanah itu (kota-kota orang Lewi) dan digunakan oleh

orang-orang Lewi seperti yang dibutuhkan. Mungkin tidak salah

untuk menyimpulkan bawha satu-satunya persepuluhan yang

disimpan dikaabah adalah persepuluhan dari gandum, anggur

baru dan minyak.

62 Lihat H G M Williamson, Ezra, Nehemiah (Waco: TX: Word books,

1985), hal. 387.

63 E G White, Prophets and Kings, hal 670.

64 Ibid.

65 D J Clines, Ezra, Nehemia, Ester (Grand Rapids, MI: W B

Eerdmans, 1984), hal. 120.

66 William L Holladay, A Concise Hebrew and Aramaic Lexicon of the

Old Testament (Grand Rapids, MI: W B Eerdmans, 1971), 338.

67 Raymond A Bowman menulis, “Rupanya itu dianggap bahwa itu

adalah tanggungjawab orang-orang Lewi untuk melayani, sama

seperti itu adalah milik orang-orang awam untuk dibagikan” (The

Book of Nehemiah,” Interpreter’s Bible, vol 3 [Nashville,

TN:Abingdon press, 1954]), hal. 810.

68 Lihat diantara yang lain, SDA Bible Commentary, vol 4, hal. 1121;

Ralph L Smith, Mikah-Maleaki (Waco, TX: Word Books, 1984), hal.

298; Elizabeth Achtemeier, Nahum-Maleaki (Atlanta: John Knox

161

Press, 1986), hal.171; Pieter A Verhoef, The Book of Hagai dan

Maleaki (Grand Rapids, MI: W B Eerdmans, 1987), hal 158.

69 Leiland Wilson, “The Old Testament and Tithe,” Baker’s Dictionary

of Practical Theology (Grand Rapids, MI: Baker Book House, 1967),

hal. 357.

70 Achtemeier, Maleaki, hal. 192

71 Wilson, “Tithe,” hal. 357. Untuk lebih jauh tentang 1 Korintus

9;13, lihat pasal berikut.

72 Ibid.

73 Untuk agama Babilon lihat Helmer Ringgren, Religions of the

Ancient Near East (Philadelphia: Westminster, 1973), hal. 81, 82,

109-20; dan untuk Mesir periksa Siegfried Morenz, Egyptian

Religion (Ithaca, NY: Cornell University Press, 1973), hal. 87, 88,

94-99.

74 Ini diusulkan oleh Jacob Milgrom, Imamat 1-16 (New York:

doubleday, 1991), hal. 474. Untuk diskusi tentang etimologi

tentang kata benda lihat Gary A Anderson, Sacrifices and Offerings

in Ancient Israel (Ithaca, GA:Scholars Press, 1987), hal. 137-44.

75 Semua kutipan Alkitab diambil dari New International Version.

76 Ini adalah konklusi yang dicapai oleh C. J. Labuschagne setelah

meneliti penggunaan dari kata kerja Ibrani nathan = “untuk

memberi” didalam Perjanjian Lama dan mendapati berapa sering

itu digunakan dengan Allah sebagai satu subjek dan manusia

sebagai objek dan berapa jarang itu disebutkan bahwa manusia

memberikan sesuatu keapda Allah. Lihat artikelnya “Ntn,” didalam

Theologisches Handworterbuch zum Alten Testement, diedit oleh E.

Jenni dan C. Westermann (Munchen: Chr kaiser Verlag, 1971-76),

vol 2, hal. 138-141 (selanjutnya disebut sebagai THAT).

77 Lihat John E. Hartley, Imamat (Dallas, TX: Word, 1992), hal. 24;

162

dan A. Noordtzij, Imamat (Grand Raoids, MI: Zondervan, 1982),

hal. 30-31.

78 Milgrom, Imamat, hal. 145.

79 Lihat G. J. Wenham, The Book of Leviticus (Grand Rapids, MI:

Eerdmans, 1979), hal.51.

80 Lihat Noordtzij, Imamat, hal. 40.

81 Bandingkan G. A. F. Knight, Imamat (Philadelphia: Westminster,

1981), hal. 17.

82 Lihat T. W. Cartledge, “Sumpah,” didalam The Interntional

Standard Bible Encyclopedia (Grand Rapids, MI: Eerdmans, 1986),

vol 4, hal. 998. (selanjutnya disebut sebagai ISBE)

83 Lihat Leonard J. Coppes, N_dar make a vow,” didalam Theological

Wordbook of the Old Testament, diedit oleh R. Laird harris

(Chicago, Il: Moody, 1980), vol 2, hal. 1309 (selanjutnya

disebutkan sebagai TWOT).

84 Roland de Vaux, Ancient Israel: Religious Institutions (New York:

McGraw-hill, 1961), vol 2, hal. 417.

85 Lihat G. Mayer, “Ydh,” didalam Theological Dictionary of the Old

Testament, vol 5, diedit oleh G. J. Botterweck dan Helmer Ringgren

(Grand Rapids, MI: Eerdmans, 1974), hal. 428 (selanjutnya

disebut sebagai TDOT).

86 Noordtzij, Imamat, hal 83.

87 Lihat Ralph H Alexander, “Yadah mengaku, memuji, mengucap

syukur,” TWOT vol 1, hal 365.

88 Wenham, Imamat, hal. 69.

89 Harley, Imamat, hal. 30, setelah mendapati bahwa bagian dari

persembahan ini dibakar diatas mezbah disebut “satu peringatan,”

menyarankan bahwa kata tersebut membawa ide bahwa orang

yang melakukan persembahan ini sedang mengingat akan

163

kemurahan Allah didalam memberikan kepadanya makanannya

setiap hari.”

90 Lihat Knight, Imamat, hal. 18; dan R. K. Harrison, Imamat

(Downers Grove, IL: InterVarsity press, 1980), hal. 50.

91 Lihat Richard O. Rigsby, “Hasil Pertama,” didalam Anchor Bible

Dictionary, vol 2, diedit oleh David N. Freedman (New York:

Doubleday, 1992), hal 797 (selanjutnya disebut ABD).

92 Ronald Allen, “Bilangan,” didalam The Expositor’s Bible

Commentary, vos 2, diedit oleh Frank E. Gaebelein (Grand Rapids,

MI: Zondervan, 1990), menulis, “Disinilah dimana kita cendrung

untuk jatuh. Sering kita menemukan diri kita sendiri memberikan

dari kelebihan kita. Dan bilamana tidak ada kelebihan, kita tidak

akan memberi kepada Tuhan. Yan lainnya menemukan bahwa

ketika mereka memberikan kepada Allah, dari yang pertama dari

yang terbaik, mereka akan mendapat untung bahkan keuntungan

yang mereka tidak dapat antisipasi.” (hal. 85).

93 Suatu persembahan dari bagian yang pertama dari roti disebutkan

didalam Bilangan 15:18-21.

94 Baruch A. Levine, Bilangan, 1-20 (New York: Doubleday, 1993), hal

446.

95 Noodtzij, Imamat, hal 233.

96 Lihat J. A. Thompson, Ulangan (Downers Grove, IL: InterVarsity

Press, 1974), hal 254.

97 Lihat Peter C Craigie, The Book of Deuteronomy (Grand Rapids, MI:

Eerdmans, 1976), hal. 320.

98 Ucapan harus dibuat disini tentang hukum dari anak sulung

manusia dan binatang bahwa semua anak sulung adalah milik

Tuhan (Keluaran 22:29, 30). Ini bukanlah sebuah persembahan

melainkan suatu tuntutan yang resmi dari Tuhan (Imamat 27:26).

Anak sulung adalah milik Tuhan dan melalui memberikannya

164

kembali kepada Dia orang-orang Israel diingatkan tentang

penebusan mereka dari Mesir dan pemilihan mereka sebagai anak

sulung Allah (Bilangan 3:13; 8:17; Keluaran 4:22); yeremia 31:8,

9). Anak-anak sulung dari manusia dan dari binatang yang najis

harus ditebus (Keluaran 13:13; 34:20; Imamat 27:26, 27). Periksa

M. Tsevat, “Bechor,” TDOT vol 2, hal. 126.

99 Lihat Philip J. Budd, Bilangan (Waco, TX: Word, 1984), hal. 332-

333.

100 Walter C. Kaiser, “Nasa’”, TWOT vol 2, hal 602.

101 Persembahan ini mungkin telah dilembagakan oleh Musa. Lihat 2

Tawarikh 24:9 dan Keluaran 30:11-16; 38:25; cf Hehemia 10:32.

102 Lihat Levine, Bilangan, hal 247, 256.

103 Lihat Anderson, Sacrifices, hal. 34, 35.

104 Salah satu fungsi dari persepuluhan yang kedua didalam teokrasi

orang Israel sebagai satu alat untuk menolong orang miskin lihat

makalah kita “Penatalayanan dan Teologi tentang Persepuluhan.”

105 Lihat W. Popkes, “Didemi give,” didalam Exegetical Distionary of the

Old Testament, vol 1, diedit oleh Horst Balz dan Gerhard Schneider

(Grand Rapids, MI: Eerdmans, 1990), hal. 321. (selanjutnya

disebut EDNT)

106 Lihat W. W. Buehler, “Wise men (NT),” ISBE vol 4, hal. 1084.

107 Lihat H. Balz, “Magos,” EDNT vol 2, 371.

108 Donald A Hagner, Matious 1-13 (Dallas, TX: Word 1993), hal. 28.

109 Ibid, hal. 28. Lihat Ulrich Luz, Matius 1-7: A Continental

Commentary (Minneapolis: Fortress Press, 1989), 137.

110 Lihat C. Brown, “Korban,” didalam The New International

Dictionary od New Testament Theology, vol 2, diedit oleh Colin

Brown (Grand Rapids, MI: Zondervanm 1976), hal.43 (selanjutnya

disebut) sebagai NIDNTT).

111 john Nolland, Lukas 18;35-24:53 (Dallas, TX: Word, 1993), hal.

165

979.

112 Lihar Robert H. Mounce, Matius (Peabody, MA: Hendrickson,

1985), hal. 53.

113 Luz, Matius, hal. 357, 358.

114 Lihat E. Earle Ellis, The Gospel of Luke (Grand Rapids, MI:

Eerdmans, 1966), hal. 115.

115 R. Heiligenthal, “Ergates,” EDNT vol 2, hal. 49

116 Lihat P. Trummer, “Axios,” EDNT vol 1, hl. 113.

117 Arti ini ditemukan didalam dokumen Yunani; Lihat James Hope

Moulton dan George Milligan, The Vocabulary of the New

Testament (Grand Rapids, MI: Eerdmans, 1930), hal. 643.

118 Ernest Best, Surat Pertama dan Kedua kepada orang-orang

Tesalonika (New York: harper and Row, 1972), menulis: “Di

Tesalonika poin Paulus adalah secara sederhana bahwa jika dia

adalah seorang misionaris memiliki hak untuk mempertahankan

dan bekerja untuk kehidupannya mengapa bukan orang-orang

Tesalonika yang tidak memiliki hak. Contoh, tentunya, bukanlah

penolakannya melainkan pekerjaan yang rutin. . . “(hal. 337).

119 lihat David J. Williams, 1 dan 2 Tesalonika (peabody, MA:

Hendrickson, 1992), hal. 39, dia menulis, “mungkin ini adalah

pengetahuan yang umum bahwa Paulus menerima pemberian-

pemberian dari Pilipi. Ini akan menuntun sebagian orang untuk

menyimpulkan bahwa dia sudah datang ke Tesalonika dengan

berharap akan tambahan lagi dari hal yang sama (cf Pilipi 4;15f). .

. . Dia memanggil Alah untuk menjadi saksi. . . bahwa yang rakus

tidak akan mendapat tempat didalam pelayanan misionaris.”

120 J. M. Evert, “Dukungan Keuangan,” dialam Dictionary of Paul dan

His Letters, diedit oleh Gerald f. Hawthorne d Ralph Martin

9Downers Grove, IL: interVarsity Press, 1993), hal. 296M

166

didiskusikan beberapa alasan untuk penolakan Paulus

(selanjutnya disebut sebagai DPL).

121 Lihat hans Conzelmann, 1 Korintus (philadelphia: Fortress press,

1975) hal, 152.

122 Lihat makalah kita, ‘Penatalayanan dan Teologi tentang

Persepuluhan.”

123 With Conzelmann, 1 Korintus, hal 157.

124 Lihar Gerhard Delling, “Diatasso,” didalam Theological Dictionary of

the New Testament, vol 8, diedit oleh Gerhard Kittle dan Herhard

Friedrich (Grand Rapids, MI: eerdmans, 1972), hal. 34, 35

(selanjutnya disebut sebagai TDNT).

125 Lihat Gerhard F. Hawthorne, Pilipi (Waco, TX:Word), hal. 22.

126 Lihat J. Goetzmann, “Phronesis,” NIDNTT vol 2, hal 617.

127 Lihat Gerog Bertram, “Phren,” NIDBTT vol2, hal 233.

128 Lihat P. T. O’Brien, “Persekutuan, Perjamuan, Membagi,” DPL, hal.

293.

129 Ibid, hal. 294.

130 Hawthorne, Pilipi, hal. 202.

131 Lihat F. F. Bruce, Pilipi (Peabody, MA: Hendrickson, 1983), hal.

154.

132 Hawthorne, Pilipi, hal. 206.

133 Ibid, hal. 206, 207.

134 Dengan Ralph P. Martin, Pilipi (Grand Rapids, MI: Eerdmans,

1976), hal. 168.

135 Lihat Moulton and Milliganm, Yunani, hal. 57, 58.

136 A. Horstmann, “Apecho,” EDNT vol 1, hal. 121.

137 Untuk rangkuman dari diskusi para sarjana tentang msalah

sejarah dan teologia yang berhubungan dengan pemungutan,

kami mengarahkan pembaca kepada S. McKnight, “Pungutan bagi

167

Orang-orang Kudus,” DPL, hal. 143-47. Itu menyediakan informasi

bibliograpi yang penting.

138 Lihat Victor P. Furnish, 2 Korintus (New York: Doubleday, 1984),

hal. 399, 413.

139 Lihat Hans Dieter Betz, 2 Korintus 8-9 (Philadelphia: Fortress,

1985), hal. 42.

140 Lihat Ralph P. martin, 2 Korintus )Waco, TX: Word, 1986), hal.

252, 53.

141 Betz, 2 Korintus, hal. 61.

142 Dengan Furnish, 2 Korintus, hal. 447.

143 Betz, 2 Korintus, hal. 110.

144 Lihat Frunish, 2 Korintus, hal. 448; G Kittel, “autakeia,” TDNT vol

1, hal. 466; B. Siede, “Akeo,” NIDNTT vol 3, hal. 727.

145 P. T. O’Brian, “Mysticism,” DPL, hal. 625.

146 Furnish, 2 Korintus, hal. 448.

147 Betz, 2 Korintus, hal. 110.

148 William F. Orr dan James A. Walther, 1 Korintus (New York:

Doubleday, 1976), hal. 356, menyarankan bahwa persembahan

adalah proporsional dan substansial dan bahwa memisahkannya

haruslah sebagai satu keluarga.

149 Lihat Furnish, 2 Korintus, hal. 422; dan Betz, 2 Korintus, hal. 74,

75.

150 Dengan Martin, 2 Korintus, hal. 254.

151 Betz, 2 Korintus, hal. 44, 45.

152 Lihat H. Balz, “Leitougia,” EDNT vol 2, hl. 34, 39.

153 Everts, “Keuangan,” hal. 299.

154 T. Holtz, “Isos,” EDNT vol 2, hal. 202

155 Furnish, 2 Korintus, hal. 419.

156 Lihat Martin, 2 Korintus, hal. 293.

157 Lihat David J. Williams, Kisah Para Rasul (Peabody, MA:

168

Hendrickson, 1985), hal. 93, 94.

158 Lihat French L. Arrington, Kisah Para Rasul (Peabdoym MA:

Hendrickson, 1988), hal. 54.

159 F. G. Untegassmair, “Koinos common,” EDNT vol 2, hal. 302.

160 Lihat Williams, Kisah Para Rasul, hal. 97.

161 Arrington, Kisah Para Rasul, hal. 57.

162 Dengan Williams, Kisa Para Rasul, hal. 118.

163 Ibid, hal. 92.

164 Arrington, Kisah Para Rasul, hal. 121.