antisipasi penerapan trade barrier oleh negara maju pada

135
ISBN 979-96096-0-7 ANTISIPASI PENERAPAN TRADE BARRIER OLEH NEGARA MAJU PADA PERDAGANGAN PRODUK MINYAK SAWIT MASYARAKAT PERKELAPA-SAWITAN INDONESIA ( M A K S I ) 2000

Upload: hakhue

Post on 12-Jan-2017

234 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

ISBN 979-96096-0-7

ANTISIPASI PENERAPAN TRADE BARRIER

OLEH NEGARA MAJU PADA PERDAGANGAN

PRODUK MINYAK SAWIT

MASYARAKAT PERKELAPA-SAWITAN INDONESIA( M A K S I )

2000

Page 2: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

SUSUNAN PANITIA SEMINAR

PANITIA PENGARAH:

Ketua : Prof. Dr. Tien R. MuchtadiSekretaris : Dr. Purwiyatno Hariyadi Anggota : Dr.lr. Agus Pakpahan (Dirjenbun)

Ir. Yamin Rachman (Dir Industri Makanan Depperindag) Ir. Basuki, MS (Kepala UPBP)

PANITIA PELAKSANA:

KetuaWakilSekretariat

Dr. Purwiyatno Hariyadi Dr. Slamet Budijanto Dr. Tri Panji Dr. Ani Suryani Dr. HartrisariDr. Darmono Taniwiryono

NARA SUMBER:

1. Kepala PSPG IPB2. Kepala PAU Hayati IPB3. Kepala PAU Bioteknologi IPB4 Kepala PAU Bioteknologi UGM5 Kepala PAU Pangan dan Gizi UGM6. Kepala PPAU Bioteknologi ITB7. Kepala PPAU Hayati ITB8. Kepala PPKS Medan 9 Kepala PSP IPB10. Dra. Eva Riyanti Hutapea

Page 3: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

KATA PENGANTAR

Salah satu kekayaan alam Indonesia yang merupakan sumber

devisa negara adalah kelapa sawit dan produk-produk olahannya. Karena

itu. sudah selayaknya bahwa upaya untuk memelihara dan

mengembangkan kekayaan tersebut terus menerus dilakukan dengan

sungguh-sungguh

Sebagai komoditas perdagangan internasional produk kelapa sawit

menghadapi persaingan yang tidak ringan dari produk-produk sejenis.

Dalam kasus minyak sawit, produk minyak kedelai, jagung dan canola

merupakan pesaing-pesaing utama Untuk bisa memenangi persaingan

yang keras itu. maka perlu diupayakan kegiatan-kegiatan promosi.

advokasi dan publikasi: terutama untuk membangun image (citra) dan

persepsi yang baik mengenai kelapa sawit.

Citra dan persepsi dari aspek kesehatan dan lingkungan sangat

mewarnai persaingan perdagangan saat ini. Dalam beberapa

kesempatan, minyak sawit dan produk olahannya sering dicap (oleh

pesaing) sebagai produk yang kurang baik bagi kesehatan dan

lingkungan. Hai ini tentunya tidak benar dan karena itulah maka perlu

diluruskan Tidak hanya itu. fakta keunggulan minyak sawit yang lain, yang

tidak dipunyai oleh minyak lainnya. baik aspek kesehatan maupun

lingkungan, pertu ditonjolkan.

Dalam kerangka itulah maka Masyarakat Perkelapasawitan

Indonesia (MAKSI) menyelenggarakan seminar dengan tema 'Antisipasi

Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju pada Perdangan Produk

Minyak Sawit" Seminar yang diselenggarakan pada tanggai 29 Maret

2000 tesebut dihadiri oleh berbagai kalangan perkelapasawitan. baik itu

dari para praktisi bisnis. peneliti, akademisi dan pihak pemerintah

Page 4: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

pengambil kebijakan. Hasil yang telah dicapai pada seminar ini sangat

penting terutama sebagai pelajaran, dan karena itu perlu disebarluaskan

kepada masyarakat. Karena alasan itulah maka prosiding yang diberi judul

sesuai dengan tema seminar ini diterbitkan Harapannya adalah bahwa

penerbitan ini dapat menggugah masyarakat luas, umumnya. dan

khususnya masyarakat perkefapa sawitan Indonesia, untuk dapat

menyusun langkah-langkah strategis guna mengantisipasi persaingan

perdagangan produk minyak sawit di masa mendatang.

Upaya untuk mengurangi kesalahan, terutama kesalahan dalam

pengetikan telah dilakukan dengan baik. Namun, jika masih terdapat

kesalahan, baik kesalahan pengetikan atau pun kesalahan lainnya. kami

mohon maaf.

Semoga prosiding ini bermanfaat.

Editor.

Purwiyatno Hariyadi

Page 5: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

DAFTAR I SI

KATA PENGANTAR i

SAMBUTAN v

Ketua Panitia Seminar v

Ketua Umum MAKSI viii

Menteri Kehutanan dan Perkebunan. Rl xi

RANGKUMAN EKSEKUTIF xix

MAKALAH UTAMA

Kebijakan Tentang Pengembangan Perkelapa-sawitan Indonesia Agus Pakpahan 1

Pengembangan Produk Kelapa Sawit Sesuai dengan Trend Perdagangan Internasional

Pos M. Hutabarat 4

Tantangan Penerapan Trade Barrier dalam Perdagangan Internasional Minyak Sawit dan Strategi Penanggulangannya

Tien R. Muchtadi dan Slamet Budijanto 16

Membangun Global Image Industri Minyak Sawit Menghadapi Kampanye Anti Tropical Oil

Bungaran Saragih dan Tungkot Sipayung 25

Strategi dan Pengembangan Kelapa Sawit dalam Menghadapi Technical Barrier

Zulkarnaen Pulungan, Darnoko. Purboyo Guritnodan Kabul Pamin 31

MAKALAH TAMBAHAN

Memanfaatkan Aspek Negatif Asam Lemak Trans Sebagai Faktor Pembangun Citra Minyak Sawit

Purwiyatno Hariyadi 51

Asam Lemak Trans Dalam Makanan: Mekanisme Pembentukan dan Metabolisme dalam Tubuh

Ni Luh Puspitasari Nienaber 56

Page 6: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Tantangan Penerapan Trade Barrier dalam Perdagangan Intenrasional Minyak Sawit dan Strategi Penanggulangannya

Pusat Penelitian Kelapa Sawit 79

The Truth in Labeling: Saturated Fatty Acid Must Be Separated from Trans Fatty Acid

MAKSI dan PPKS 90

Kebijakan Integratif Agroindustri Kelapa Sawit Antisipasi Penerapan Trade Barrier Produk Kelapa Sawit

Muhammad Said Didu 95

Page 7: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

SAMBUTAN

Ketua Panitia Seminar

Yang terhormat Bapak Menteri Kehutanan dan Perkebunan R! Bapak Dr.

Nurmahmudi Ismail

Yang terhormat Bapak Ditjen Perkebunan. Dephutbun. Bapak Dr Agus

Pakpahan

Yang terhormat Bapak Dirjen KLIPI. Depperindag. atau yang mewakili

Yang terhormat pada anggota MAKSI

Bapak/ibu ilmuwan, peneliti, praktisi, pegiat dan peminat bidang

perkelapa-sawitan Indonesia

Assalamualaikum Wr Wb

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT bahwa pada hari

ini kita diberi rahmat sehat dan kesempatan untuk menghadiri seminar ini.

Perkenankanlah kami, sebagai panitia pelaksana untuk melaporkan

beberapa hal mengenai seminar ini.

Seminar ini mengambil tema 'Antisipasi Penerapan Trade Barrier

oleh Negara Maju terhadap Produk Minyak Sawit". Tema ini'dipilih atas

dasar kondisi yang memaksa, yaitu khususnya dipicu oleh draft pelabelan

makanan yang baru. yang disusun oleh USFDA.

Kami MAKSI menilai bahwa draft peraturan pelabelan makanan

yang baru ini di desain dan disusun dengan kesadaran penuh untuk

melindungi produk Amerika (yaitu minyak kedelai dan produk-produknya)

dan sekaligus menyerang dan memojokkan produk negara lain,

khususnya minyak sawit dan produk-produknya Proposal terbaru oleh US

Food and Drug Administration (FDA) tentang labelling trans-fatty acid yang

Page 8: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

dikaitkan dengan saturated fat secara langsung dan tidak langsung akan

merugikan tropical oil (minyak sawit dan minyak kelapa) dan produk-

produk yang menggunakannya. Sayangnya baru sedikit kalangan di

Indonesia yang menyadari akan hal ini Pada pertengahan Januari. Pusat

Penelitian Kelapa Sawit Medan dan MAKSI di bawah koordinasi Direktorat

Jenderal Perkebunan. Dephutbun telah melakukan dan menyusun petisi

keberatan penyatuan trans dengan saturated fat sebagaimana diusulkan

oleh USFDA. Dirasakan bahwa pihak swasta kurang berpartisipasi pada

kegiatan tersebut Hal ini kemungkinan karena belum disadarinya food

labelling tersebut terhadap industri dan perdagangan kelapa sawit.

Karena itulah, maka MAKSI melalui seminar ini berupaya untuk

mengajak semua potensi danpegiat minyak sawit Indonesia untuk

bersama-sama membicarakan dan menjawab persoalan yang mendesak

tersebut. Tidak hanya itu. kami juga mengharapkan para pegiat minyak

sawit ini. baik dari pemerintah. perguruan tinggi. peneliti, dan praktisi

industri dapat bersama-sama untuk melihat jauh ke depan, mengantisipasi

kemungkinan diterapkan trade barrier oleh negara lain, bagi produk

unggulan kita, yaitu minyak sawit.

Seminar ini dipersiapkan oleh panitia MAKSI selama sekitar 1,5

bulan Kepada anggota panitia. yang telah mempersiapkan seminar ini

kami mengucapkan terima kasih. Seminar ini dihadiri sekitar 100 peserta,

baik dari kalangan pengambil kebijakan, peneliti. PT. praktisi dan

pengamat sawit nasional. Semoga seminar dapat berkontribusi menjawab

tantangan yang dihadapi perkelapa-sawitan nasional kita.

Tidak lupa juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang

membantu terlaksananya seminar ini. Ucapan terima kasih secara

langsung juga kami kami sampaikan kepada Dephutbun khususnya Bapak

Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI dan Bapak Dirjen Perkebunan,

yang telah memberikan dukungan besar bagi seminar ini.

Page 9: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Kepada para sponsor, yaitu PT Indofood Sukses Makmur PT Inti

Boga Sejahtera. PT Smart Coorporation dan PTPN V, panitia

menyampaikan penghargaan dan banyak terima kasih.

Akhirnya. kepada Bapak Menteri, kami mohon pada saatnya nanti

dapat kiranya berkenan memberikan sambutan dan keynote speak serta

sekaligus membuka secara resmi seminar ini.

Jika terdapat kekurangan dan kesalahan yang berkaitan dengan

penyelenggaraan seminar ini, kami panitia pelaksana mohon maaf.

Selamat mengikuti seminar, semoga diskusi yang berkembang dapat

bermanfaat bagi dunia sawit Indonesia.

Billahitaufik Wal Hidayah Wassalamualaikum WR. Wb.

Ketua Panitia Pelaksana

Dr.lr. Purwiyatno Hariyadi, MSc

Page 10: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

SAMBUTAN

Ketua Umum Masyarakat Perkelapa-sawitan Indonesia (MAKSI)

Yang terhormat Bapak Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Bapak Dr,

Nurmahmudi Ismail

Yang terhormat Bapak Dirjen Perkebunan. Dephutbun. Bapak Dr Agus

Pakpahan

Yang terhormat Bapak Dirjen KLIP1, Depperindag. atau yang mewakili

Yang terhormat pada anggota MAKSI

Bapak/ibu ilmuwan, peneliti, praktisi, pegiat dan peminat bidang

perkelapa-sawitan Indonesia

Assalamualaikum Wr Wb

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT bahwa pada hari

ini kita diberi rahmat sehat dan kesempatan untuk menghadiri seminar ini.

Kelapa sawit merupakan merupakan komoditas unggulan yang

mempunyai kontribusi penting dalam pembangunan ekonomi pada

umumnya dan dalam pembangunan agroindustri di Indonesia pada

khususnya. Pada tahun 1996 luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia

sekitar 2 juta ha, dengan tingkat produksi kedua terbesar di dunia setelah

Malaysia. Pada tahun 2010 luas perkebunan kelapa sawit diproyeksikan

mencapai 7 juta ha, sehingga diharapkan Indonesia akan menjadi negara

penghasil minyak sawit terbesar di dunia.

Dalam rangka mencapai proyeksi dan mengantisipasi produksi

minyak sawit yang akan berlimpah, diperlukan kerjasama yang baik antara

para peneliti, peminat, pemerhati dan pelaku, baik dari kalangan

pemerintah. perguruan tinggi. lembaga penelitian maupun dari kalangan

Page 11: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

swasta untuk pengembangan perkelapa-sawitan di Indonesia. Hal ini

penting untuk menjamin keberlanjutan perkelapa-sawitan di Indonesia:

secara terpadu dari sektor hulu sampai sektor hilir Dengan demikian

diharapkan sustainabilitas produksi dapat terjamin dan nilai tambah

industri hilir pengolahan kelapa sawit dapat dinikmati oleh bangsa

Indonesia.

Menyadari hal tersebut, atas prakarsa 7 PAU Biosains (PAU

Bioteknologi ITB PAU llmu Hayati ITB PAU Pangan dan Gizi UGM PAU

Bioteknologi UGM PAU Pangan dan Gizi IPB. PAU Bioteknologi IPB. PAU

llmu Hayat IPB). Pusat Studi Pembangunan IPB dan Pusat Penelitian

Kelapa Sawit Medan: para pakar kelapa sawit menganggap perlu

berhimpun dalam suatu paguyuban/wadah organisasi. maka dibentuklah

Masyarakat Perkelapa-sawitan Indonesia (MAKSI) yang berazaskan

Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

Tujuan utama organisasi ini adalah menciptakan keterpaduan

pengelolaan sumber daya. program dan gerak langkah dari berbagai pihak

yang berkiprah di bidang perkelapa-sawitan sehingga produksi dan nilai

tambah sistem agribisnis kelapa sawit dapat dinikmati oleh rakyat

Indonesia semaksimal mungkin. Selain itu juga menjadi wadah kerjasam

yang saling menguntungkan antara pelaku perkelapa-sawitan Indonesia

pemerintah, swasta, perguruan tinggi dan pelaku lainnya) dari hulu

sampai hilir. bagi komoditas unggulan kelapa sawit Indonesia.

Ruang lingkup kerja MAKSI adalah: menghimpun.

mengkoordinasikan. mengembangkan dan mempromosikan semua

kegiatan yang berkaitan dengan perkelapa-sawitan. Untuk mencapai

tujuan tersebut, kegiatan MAKSI mencakup:

• Inventarisasi dan dokumentasi karya-karya ilmiah. laporan

perkembangan industri dan teknologi serta kinerja institusi di bidang

perkelapa-sawitan

Page 12: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

• Menjadi wadah/mengusahakan kerjasama yang serasi antara pelaku

perkelapa-sawitan (pemerintah, swasta, perguruan tinggi. litbang

pemerintah dan pelaku lainnya) untuk pengembangan perkelapa-

sawitan dari hulu sampai hilir kerjasama penelitian dan

pengembangan, pelatihan, konsultasi dan sebagainya

• Menyediakan media (seperti seminar, penerbitan, diskusi) untuk

menyampaikan pendapat, karya ilmiah dan diskusi ilmiah di bidang

perkelapa-sawitan dan ilmu-ilmu yang terkait erat dengan

perkembangan perkelapa-sawitan

• Mengusahakan kerjasama dengan perhimpunan-perhimpunan ilmiah

dan profesi yang relevan baik di dalam maupun di luar negeri

• Menyampaikan masukan kepada pemerintah dalam menentukan arah

pembangunan perkelapa-sawitan di Indonesia

• Berperan aktif dalam memberikan saran ilmiah untuk mengatasi

masalah-masalah dalam pengembangan perkelapa-sawitan di

Indonesia.

Akhirnya kepada seluruh anggota panitia kami mengucapkan terima

kasih atas kerja kerasnya sehingga seminar ini dapat terlaksana dengan

baik

Selamat mengikuti seminar.

Billahitaufik Wal Hidayah Wassalamualaikum WR. Wb.

Ketua Umum MAKSI

Prof.Dr.lr. Tien R. Muchtadi, MS

Page 13: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

SAMBUTAN

Menteri Kehutanan dan Perkebunan, Republik Indonesia Pada Pembukaan Seminar“Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju pada Perdangan Produk Minyak Sawit”

Saudara Ketua Maksi:

Saudara-Saudara Peserta Seminar yang saya hormati;

Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakhatuh.

Aihamdullillah. puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT

yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua

sehingga pada hari ini kita dapat bertemu di Hotel Bumi Karsa ini.

Pada kesempatan awai ini saya ucapkan selamat dan terima kasih

kepada Masyarakat Perkelapa-sawitan Indonesia (MAKSI) atas prakarsa

melaksanakan seminar yang sangat penting ini. Pilihan tema “Antisipasi

Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju pada Perdagangan Produk

Minyak Sawit", saya nilai merupakan hal yang sangat strategis. Hal ini

sangat penting untuk ditekankan mengingat manfaat dan seluruh hal yang

kita tanam di perkebunan pada akhirnya tergantung dari pasar

internasional. Oleh karena itu pula pasar internasional merupakan

kelembagaan ekonomi yang sangat menentukan, khususnya untuk

ekonomi perkebunan. Dalam era mendatang pasar internasional ini akan

makin kompetitif sifatnya. Salah satu kendala penting yang kita hadapi

adalah penerapan non trade barriers melalui ketentuan-ketentuan

"Standard Code" yang dikenal antara lain dengan perjanjian Technical

Barrier to Trade (TBT)" dan 'Sanitary and Phyto Sanitary (SPS). Oleh

karena itu pula, aktivitas yang diselenggarakan MAKSI pada hari ini

merupakan langkah maju yang tidak boleh berhenti pada taraf seminar

Page 14: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

saja, tetapi juga dilaksanakan dalam praktek sehingga perkebunan kita

makin maju dan berkembang serta para pelakunya, khususnya para

pekebun menjadi makin sejahtera.

Saudara-saudara yang saya hormati,

Sejarah mencatat bahwa kelapa sawit mulai dikembangkan di

Indonesia pada tahun 1848 Namun kelapa sawit ini baru berkembang

pesat setelah tahun 1980. Sebelumnya perkebunan kelapa sawit masih

didominasi oleh perkebunan besar baik oleh pemerintah maupun swasta

Wilayah penyebarannya pun masih terkonsentrasi di Sumatera Utara.

Pasar produk kelapa sawit yang menguntungkan telah menank pada

investor melalui perkembangan pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR).

Perkebunan Besar Nasional (PBSN) dan pola Swadaya. Dengan

pengembangan ini perkebunan kelapa sawit tidak saja menyebar di

seluruh Sumatera tetapi juga di seluruh Kalimantan. Jawa Barat. Sulawesi

Selatan. Sulawesi Tengah dan Irian Jaya. Perlu dicatat bahwa dari total

areal tanaman kelapa sawit pada tahun 1999 seluas ± 2.9 juta hektar. luas

perkebunan rakyat mencapai 972.745 hektar atau 32.9% dari total areal.

Hal ini menunjukkan bahwa perkebunan kelapa sawit, walaupun masih

didominasi oleh perkebunan besar. partisipasi pekebun (masyarakat)

dalam usaha ini telah meningkat.

Sejalan dengan amanah untuk mengembangkan ekonomi rakyat

perkebunan kelapa sawit milik pekebun ini akan terus ditingkatkan secara

proporsional Pada saat yang bersamaan usaha perkebunan besar

diharapkan menggeser investasinya pada industri pengolahan primer dan

industri hilir dari kelapa sawit ini. Dengan berkembangnya industri hilir ini

maka bukan hanya nilai tambah yang akan diperoleh tetapi juga struktur

pasar akan lebih stabil dan kondusif untuk kebutuhan jangka panjang,

termasuk di dalamnya untuk mengatasi kemungkinan gejolak pasar

Page 15: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

internasional. Jadi, pada pnnsipnya dalam pembangunan perkebunan kita

ingin memberdayakan di sektor hulu dan sekaligus pula memperkuat di

sektor hilir dalam kerangkan keterpaduan di antara keduanya. MAKS! dan

organisasi profesi lingkup perkebunan lainnya perlu memberi dukungan

maksimal agar hal tersebut dapat kita wujudkan dalam waktu yang relatif

tidak lama.

Saudara-saudara sekalian yang saya hormati.

Perkembangan kelapa sawit pesat tersebut telah menempatkan

industri kelapa sawit dalam posisi yang penting dalam perekonomian

nasional. Di dalam negeri, kelapa sawit telah mampu memasok -90%

kebutuhan minyuak goreng. dan bahkan sekitar 75% kebutuhan minyak

nabati secara keseluruhan (vegetable oil) bersumber dari kelapa sawit.

Produksi CPO telah mendorong pertumbuhan industri minyak goreng dan

industri oleo chemical. Perlu dicatat bahwa sampai tahun sembilan

puluhan pemenuhan minyak goreng dalam negeri dilakukan melalui impor.

namun beberapa tahun terakhir telah mampun dipenuhi dari produksi

dalam negeri.

Saudara-saudara sekalian yang saya hormati,

Kondisi pasar dunia kelapa sawit, sesuai dengan proyeksi yang

dilakukan Oil World, pangsa produksi dan pangsa konsumen CPO dunia

akan mencapai masing-masing 27.6% dan 22,5%. Posisi ini di atas

minyak nabati lain utamanya kedele, dengan pangsa produksi dan

pangsa konsumsi masing-masing 23,2% dan 19%. Selanjutnya, industri

kelapa sawit pada tahun 1997 memberikan kontribusi terhadap devisa

dengan nilai 1.5 milyar dollar Amerika atau 28% dari total nilai ekspor

perkebunan sebesar 5.3 milyar dollar Amerika, dengan volume ekspor

CPO 3 juta ton. Dalam perdagangan minyak sawit dunia. posisi Indonesia

Page 16: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

menempati posisi kedua setelah Malaysia. Diharapkan dalam memasuki

tahun 2010 Indonesia menjadi produsen utama. menggeser Malaysia.

Namun demikian kita perlu mencatat bahwa nilai ekonomi kelapa sawit ini

akan jauh lebih besar seandainya kita sudah berhasil mengembangkan

industri hilirnya dengan baik.

Hadirin yang saya hormati.

Situasi perdagangan dunia pada masa mendatang akan makin

kompetitif. Persaingan yang makin tinggi tersebut tidak lagi semata-mata

ditentukan kemampuan menghasilkan produk secara kuantitatif. tetapi

posisinya akan dipengaruhi kemampuan memenuhi tuntutan kebutuhan

konsumen baik dalam hal muru. waktu, selera serta perkembangan

preferensi konsumen lainnya. Bahkan acapkali harga yang rendah atau

bersaing bukan menjadi pertimbangan utama Dalam ruang-lingkup ini

kekuatan kita sebagai produsen utama sawit akan terus mendapat

tantangan, baik dari sesama negara produsen minyak sawit maupun

produsen substitusinya seperti kedele, jagung, bunga matahari, atau

kanola/rape seed. Kecenderungan perdagangan global yang menjanjikan

pengurangan berbagai hambatan berupa bea masuk, tarif dan proteksi di

satu pihak merupakan peluang. namun di pihak lain muncul hambatan

baru berupa "non-tariff barrier* melalui ketentuan-ketentuan 'Standar

Code" yang dikenal dengan perjanjian ‘ Technical Barrier to Trade (TBT)"

dan perjanjian Sanitary and Phyto Sanitary (SPS)‘\ sebagaimana telah

dikemukakan

Saudara-saudara sekalian yang saya hormati.

TBT dan SPS ini berkaitan dengan standar mutu barang dan jasa.

perlindungan kesehatan, kesel amatan masyarakat dan lingkungan hidup.

Karenanya dalam merebut peluang yang terbuka, sebagai produsen

Page 17: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

utama minyak sawit kita dituntut untuk terus memperbaiki mutu produksi

dan persyaratan lainnya itu. Peningkatan mutu dan persyaratan lainnya itu

memerlukan tumbuhnya budaya baru yang mengembangkan nilai dan

perilaku sebagaimana tumbuh dan hidup di negara-negara industri yang

menjadi tujuan atau pasar produk perkebunan kita. Penumbuhan nilai dan

perilaku ini lebih bersifat fundamental daripada sekedar peningkatan

keterampilan atau keahlian para pelaku di bidang perkebunan.

Kita sadari bahwa hal ini adalah sulit karena menyangkut komitmen

dari seluruh pihak yang terkait bisnis kelapa sawit. Tantangan paling berat

saat ini adalah membangun kesadaran dan kemauan yang keras dari para

pihak dalam usaha perkebunan dalam arti yang seluas-luasnya, mulai dari

pekebun hingga pengusaha besar Sebagai gambaran, dari seluruh

pengusaha perkebunan, tercatat sampai saat ini yang memperoleh

serifikat mutu ISO-9000 baru 9 perusahaan. Belum lagi yang menyangkut

lingkungan ISO 14000 dan HACCP. Banyaknya kasus penahanan

komoditas perkebunan kita di Amerika Serikat menggambarkan bahwa

mutu produk kita masih rendah. Pada periode Juni s/d Oktober 1999

kasus-kasus penahanan ini mencapai: kakao 217 kasus, lada 10 kasus

dan karet 44 kasus. Paling memprihatinkan lagi adalah kasus CPO

tercemar solar Kesemuanya ini sangat memprihatinkan betapa masih

kurangnya kesadaran dan komitmen pelaku bisnis akan pentingnya

masalah mutu sebagai salah satu ' tiket' memasuki pasar global

Saya sangat mengharapkan kontribusi MAKSi dan jajarannya, yang

juga sebagian anggotanya berasal dari perguruan tinggi. dalam hal

menumbuhkembangkan budaya baru tersebut agar komoditas

perkebunan kita makin memenuhi syarat pasar internasional

Page 18: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Saudara-saudara sekalian yang saya hormati

Sejalan dengan perkembangan budaya baru. aspek lain yang

sangat menentukan kemajuan perkebunan pada masa mendatang,

khususnya dalam menumbuhkan industri hilir kelapa sawit, adalah

kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang). Bahkan tidak terlalu

berlebihan apabila dikatakan bahwa litbang adalah tulang punggung

dalam menghadapi persaingan kita di pasar internasional. Kampanye anti

minyak tropis, misalnya tidak dapat kita bendung hanya dengan

mengandalkan cara-cara tradisional. Kita harus memiliki argumen ilmiah

yang sangat kuat yang didukung oleh hasil-hasil penelitian yang

mendalam dan cermat. Salah satu contoh adalah kasus trans fat. Kasus

ini terus dikembangkan terutama oleh Amerika Serikat melalui Food and

Drug Admininstration (FDA) dengan dukungan penuh dari para

industriawan seperti American Soybean Association (ASA). Pada saat ini

tantangan berupa rencana perubahan baru label makanan {food labeling)

dengan menyatukan saturated-fat dan trans-fat.

Dapat kita perkirakan apabila hal ini diterapkan maka akan

berdampak negatif terhadap pasar kelapa sawit kita di Amerika Serikat.

Tentu saja hal ini akan berpengaruh juga pada pasar lainnya, misainya.

Eropa. Hal ini akan berdampak luas terhadap keberlanjutan usaha

perkebunan usaha perkebunan kelapa sawit di tanah air. Kita akan

mampu memberikan jawaban yang kuat apabila kita memiliki pengetahuan

yang lengkap dan akurat dari isu ini. Kemampuan ini tentunya akan

tergantung dari kemampuan kita di bidang penelitian yang relevan. Isu lain

akan terus berkembang dan hanya dapat dijawab melalui peningkatan di

bidang iptek. Oleh sebab itu pula penyelenggaraan seminar ini sangat

penting bagi perkelapa sawitan di Indonesia pada masa yang akan

datang.

Page 19: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Khusus mengenai isu trans fat. walaupun hasi! penelitian kita

tentang pengaruh positit dan keunggulan minyak terhadap kesehatan

manusia masih terbatas, namun cukup banyak referensi dan peneliti

nutrisi di Amerika Senkat yang memberi nilai positif terhadap aspek

Keunggulan minyak kelapa sawit terhadap kesehatan konsumen Pada

kesempatan ini saya mengajak kita semua untuk terus menggerakkan petisi

penolakan pengenaan label sebagaimana dimaksud ke US-FCA. Petisi

tersebut perlu disampaikan tidak hanya oleh pemerintah. peneliti, pakar.

LSM. tetapi juga sangat penting disampaikan oleh para pengusaha

perkebunan, petani, industri minyak sawit dan industri makanan. Kami

mendukung dan berterima kasih atas segala upaya yang sudah dilakukan

oleh MAKSI dan PPKS Medan besama instansi Pemerintah. LSM dan

Pengusaha, yang telah menyiapkan dan menyampaikan petisi dan upaya

iam dalam pembatalan rencana baru labeling makanan dari FDA

dimaksud

Hadirin yang saya hormati.

Saya sangat mengharapkan seminar ini menghasilkan rumusan

yang komprehensif dan dapat ditindaklanjuti oleh rangkaian aktivitas yang

dapat menyelesaikan permasalahan kita, khususnya dalam menghadapi

"trade barrier' bagi produk-produk kelapa sawit. Saya yakin MAKSI dapat

menjadi tembaga yang strategis untuk membantu dunia usaha

perkebunan kelapa sawit pada khususnya dan perkebunan pada

umumnya Peran MAKSI akan lebih besar apabila MAKSI juga

mengembangkan network dengan lembaga-lembaga lain yang bergerak di

bidang usaha perkebunan kelapa sawit. Dengan membangun network

akan berkembang budaya saling mengisi dan suasana sinergis yang

saling memperkuat. Sekali lagi atas prakarsa dan kontribusi MAKSI

melalui seminar ini, kami sampaikan terima kasih.

Page 20: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Akhimya dengan mengucapkan "Bismillahirrahmanirrohiim" dengan

asma Allah S.W.T. Seminar "Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh

Negara Maju pada Perdagangan Produk Minyak Sawit" saya nyatakan

dibuka.

Wabillahi Taufik Wal Hidayah.

Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakhatuh.

Jakarta. 29 Maret 2000

Menteri Kehutanan dan Perkebunan.

DR.Ir. Nur Mahmudi Isma'il, M.Sc

Page 21: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

RANGKUMAN EKSEKUTIF SEMINARANTISIPASI PENERAPAN TRADE BARIER OLEH NEGARAMAJU TERHADAP PRODUK MINYAK SAWIT

1 Segenap potensi perlu diberdayakan dan dikoordinasikan secara

optimal, sehingga target untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen

sawit nomor satu di dunia pada tahun 2010 dapat tercapai.

2 Dalam merancang strategi pengembangan perkebunan dan industri

sawit, perlu diperhatikan kondisi aktual kebun sawit yang ada di

Indonesia: termasuk penyebaran perkebunan kelapa sawit sebagai

berikut : (a) perkebunan rakyat ± 11 juta ha (80%). (b) perkebunan

BUMN +1 juta ha dan (c) perkebunan swasta besar +2 juta hektar

3. Kondisi dan pennasalahan utama yang dialami oleh perkebunan kelapa

sawit saat ini yaitu (a) masih banyaknya (40%) lahan perkebunan

kelapa sawit yang tidak ditangani secara optimal, (b) munculnya

masalah sosial kemasyarakatan yang berupa penjarahan lahan dan

hasil kelapa sawit terutama di kebun swasta & BUMN, dan (c)

permasalahan lingkungan.

4. Permasalahan lingkungan merupakan isu krusial dalam perdagangan

produk sawit, terutama bagi negara-negara Eropa Isu tersebut

mencakup (a) kebijakan bertanaman monokultur yang dikhawatirkan

dapat mengganggu konservasi keanekaragaman hayati (satwa L M O.,

dll). dan (b) masalah limbah yang belum tertangani secara baik

5. Untuk masa yang akan datang. perkembangan kelapa sawit harus

selalu memperhatikan berbagai faktor penting. antara lain :

a. Investasi jangka panjang

b. Otonomi daerah (desentralisasi)

c. Pengembangan kawasan industri dan masyarakat perkebunan

d. Liberalisasi ekonomi nasional

e. Sosial dan kemasyarakatan

'

Page 22: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

f. Kelembagaan yang berorientasi kepada pemberdayaan

masyarakat. antara lain menjawab (a) what people can do?. (b)

what peopie can be? (c) pengembangan SDM dan (d)

penggalangan dana bersama dll

g Keterkaitan industri hulu dan hilir

h Koordinasi semua instansi terkait, pemerintah. peneliti, pengusaha,

pengembang dan teknologi. industri. assosiasi pedagang, pekebun

dan petani, dan lain-lain

5. Sebagai komoditas eskpor unggulan Indonesia kelapa sawit telah

memasuki pasar internasional ke berbagai negara, antara lain ke

Belanda (negara tujuan ekspor terbesar). Malaysia. India. RRC.

Spanyol. USA. Jerman. Singapura. Italia dan Korea Selatan. Penetrasi

pasar kelapa sawit di negara-negara pengimpor tersebut

pertumbuhannya cukup pesat. sehingga di berbagai negara keberadaan

minyak kelapa sawit telah dipandang sebagai suatu ancaman bagi

eksistensi komoditas serupa di negara tersebut Di samping itu.

kemajuan pasar minyak sawit dan produk-produknya juga dirasakan

mereka sebagai ancaman terhadap terjadinya ketidak-seimbangan

perdagangan, sehingga muncul berbagai kebijakan yang secara sadar

dirancang untuk menghambat pertumbuhan pasar produk-produk sawit

ini. Salah satu contohnya adalah adanya usulan pelabelan makanan

yang baru. yang menghendaki adanya pernyataan trans fat dan

saturated fat yang dampaknya secara langsung atau tidak langsung

memberikan kesan negatif (bad image) bagi minyak dari daerah tropis

(minyak sawit dan minyak kelapa)

7. Masyarakat kelapa sawit Indonesia: yang terdiri dari semua pihak yang

terkait dengan perkelapa-sawitan perlu menyusun langkah-langkah

strategis: yang dapat dikelompokkan menjadi tiga langkah: yaitu :

Page 23: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

a Langkah jangka pendek. yaitu mengorganisasikan penyusunan dan

pengiriman petisi keberatan ke US-FDA (paling tambat 17 April

2000) yang menentang diberlakukannya peraturan baru tentang

pelabelan makanan. Sampai saat ini belum diketahui berapa

banyak tembaga, swasta dan perorangan yang mengirimkan petisi

ini. Semakin banyak orang yang menolak semakin baik. Pada saat

ini masih ada kesempatan bagi yang belum mengirim untuk segara

mengirimkan petisi keberatan tersebut. Dalam penyusunan petisi ini

perlu disusun dan dikaji secara ceimat mengenai potensial loss

(baik secara ekonomi. kesempatan kerja. serta aspek terkait

lainnya) yang akan dialami Indonesia jika peraturan baru tersebut

diberlakukan.

b Langkah jangka menengah yang dapat dilakukan adalah

membentuk network pelaku perkelapa-sawitan Indonesia

Banyak organisasi yang bergerak di bidang perkelapa-sawitan

seperti GAPKI. FAMNI. MAKSI dan lainnya. Ke depan perlu

adanya kerjasama yang harmonis dan saling menguntungkan

sehingga bisa bersama-sama memajukan perkelapa-sawitan

Indonesia, khususnya dalam upaya mengantisipasi praktek-praktek

trade barrier tidak adil yang diterapkan oleh negara pengimpor

produk minyak sawit,

c Langkah jangka panjang yaitu mendorong dilakukannya berbagai

penelitian yang berkelanjutan: baik penelitian yang sifatnya

mendasar maupun pengembangan produk hilir kelapa sawit,

termasuk aspek sosial ekonomi dan lingkungannya. Pusat

Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) dan beberapa perguruan tinggi

serta Lembaga Litbang seperti P3KT LIPI dan BPPT sudah cukup

banyak melakukan penelitian di bidang kelapa sawit Akan tetapi

perlu lebih ditingkatkan lagi terutama dalam diversifikasi produk hilir

Page 24: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

dan aspek dasar mengenai keunggulan sawit, (kandungan

komponen minor seperti beta karoten (pro vitamin A) dan tokoferol

^vitamin E) yang sangat baik untuk kesehatan) sehingga upaya

promosi dan pembangunan Citra positif (good image) minyak sawit

dapat dilaksanakan lebih baik

8 Perlu disadari bahwa kampanye anti (pengembangan bad image)

minyak-minyak tropika (CPO & CCO) telah dan akan terus dilakukan

oleh negara-negara pesaing khususnya produsen minyak kedelai dan

minyak btji-bijian lainnya yang merasa tersaingi oleh perkembangan

CPO dan juga dalam rangka melindungi dan memproteksi minyak

nabatinya

9. Sampai saat ini dirasakan bahwa tanggapan dan reaksi Indonesia

sebagai negara penghasil minyak sawit utama (nomor 2 setelah

Malaysia) masih sangat lamban dan bersifat defensif reaktif. Untuk

selanjutnya, disarankan supaya sikap Indonesia lebih proaktif dan

offensive, secara teratur dan terorganisasi melakukan aktivitas promosi

membangun "good global image" bagi produk minyak sawit, dengan

memperhatikan beberapa atribut penting: yaitu (a) atribut harga produk

(b) atribut food safety (food borne pathogens, heavy meta/s. pesticide

residue, naturally occuring toxin, veterinary residues), (c) atribut nutrisi,

(d) atribut value (fungsionalitas, stabilitas, dsb) (e) atribut pengemasan,

(f) atribut ekologis dan (g) atribut humanis

10 Mengingat sifat agronomi dan ekologis perkebunan kelapa sawit yang

sangat efiesien, maka atribut yang dapat dipromosikan dari kelapa sawit

ini adalah "palm oil saved our planet: yaitu sebagai penghasil 0:.dan

sekaligus konsumen gas karbon dalam skala yang sangat besar.

Karena itulah maka dalam rangka mempromosikan hal tersebut maka

MAKSI (Indonesia) dan PORIM (Malaysia) perlu bekerja sama agar

Page 25: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

lebih kuat dan efektif dalam mengembangkan "global value" dari CPO di

masa yang akan datang

11. Untuk memberikan isi dan dukungan terhadap strategi yang lebih aktif

dan offensive ini maka pertu di susun suatu strategi penelitian dan

pengembangan Kelapa Sawit, khususnya dalam menghadapi Technical

Barrier tersebut.

12. Untuk menangani/mengantisipasi technical barrier perlu dilakukan

strategi:

Penelitian yang berusaha meningkatkan produktivitas perbaikan kultur

teknis, pemberantasan hama dan penyakit serta peningkatan

efektivitas pengolahan melalui:

1. penyediaan bahan tanaman unggul

2. perbaikan kultur teknis

3. diversifikasi produk untuk pengembangan pasar

4 eksploitasi keunggulan nutrisi minyak sawit

5 pengembangan produk dari limbah industri kelapa sawit

6 produksi bersih (peningkatan efisiensi proses dan minimisasi

limbah)

13 Dalam rangka penerapan strategi aktif dan offensive ini, perlu didukung

juga upaya perorganisasian dan penyediaan fasilitas perdagangan/dan

ekspor yang memadai Beberapa faktor penting yang perlu

dipertimbangkan dalam perdagangan global antara lain adalah (a)

ekspor bebas tanpa hambatan (b) penunjukan agen resmi (c)

penunjukan distributor tunggal. (d) proses refilling dan repacking, (e) full

manufacturing di negara yang bersangkutan. Untuk mengembangkan

hal itu semua, pertu dibangun ketjasama terpadu industri sejenis

(Indonesia Inc.), dengan dukungan kuat dari pemerintah (menyediakan

info negara tujuan, fasilitas kredit dan jaminan, asuransi atas ekspor.

memberikan dorongan ekspor dan konsistensi dalam peraturan ekspor).

Page 26: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Makalah Utama

Page 27: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

KEBIJAKAN TENTANG PENGEMBANGAN PERKELAPA- SAWITAN INDONESIA

Agus Pakpahan

Dirjen Perkebunan Departemen Kehutanan dan Perkebunan RI.

Inti pemikiran tentang kebijaksanaan Pengembangan Kelapa Sawit

berdasarkan beberapa hal yang menjadi inspirasinya antara lain:

1. Luas perkebunan di Indonesia adalah 14 juta ha dengan struktur 80 %

perkebunan rakyat yaitu sekitar 11 juta ha dan sisanya adalah

perkebunan besar yang terdiri dari 2 juta ha perkebunan besar swasta

dan 1 juta ha perkebunan BUMN. Orientasi perkebunan besar adalah

kelapa sawit sedangkan perkebunan rakyat 80 % berorientasi pada

perkebunan karet. Jadi jelaslah posisi perkebunan kelapa sawit

dibandingkan dengan perkebunan lainnya.

2 Isu lingkungan dikaitkan dengan kawasan hutan. Areal kelapa sawit

hanya 4.3 % dari luas areal hutan produksi yang sebesar 64 juta ha.

atau hanya 2.3 % dari total luas hutan. Tapi dari sekitar 1338 unit kebun

yang ber-HGU dengan total 4 juta ha hanya 60 % areal tersebut yang

produktif.

Isu-isu policy berkaitan dengan masalah :

1. Pemanfaatan areal perkebunan yang optimal baik dari segi

produktivitasnya maupun dari kualitas hasilnya.

2 Keharmonisan hubungan antara perkebunan besar dengan lingkungan

sekitarnya agar tidak terjadi persengketaan tanah. pencurian hasil

ataupun penjarahaan

Page 28: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

3. Lingkungan hidup. berkaitan dengan pembukaan perkebunan baru yang

pada tahapannya akan mengubah ekosistem dan menimbulkan

limbah. Untuk itu perlu dikembangkan zero waste, yaitu dengan

memanfaatkan semua bagian kelapa sawit.

Tema "Memberdayakan di hulu dan memperkuat di hilir" dengan 3

aspek yang terkait yaitu: aspek ekonomi termasuk didalamnya masalah

produktivitas, aspek sosial yang menghindarkan konflik sosial serta aspek

lingkungan. Sehingga pada tahun 2010 Indonesia dapat menjadikan

perkiraan para ahli sebagai leading countries for production of palm oil

menjadi kenyataan.

Hal-hal penting yang menjadi isu kebijaksanaan untuk dapat

dikembangkan adalah :

1. Investasi jangka panjang. yang terkait dengan otonomisasi daerah

dalam hal ekonomi dan ekonomi internasional yang cenderung liberal.

2. Regionalisasi, perlu menangkap local spesific sebagai sumber

competitif advantage, oleh karena itu teknologi harus sesuai dengan

local advantage-nya. Selain itu regionalisasi juga perlu memperhatikan

keberlanjutan usaha dimana untuk kelapa sawit koefisien integrasinya

satu antara pengolahan dan perkebunan, sehingga sifat investasi pun

harus terkait langsung pada on farm (hulu). Salah satu bentuk konsep

inovasinya adalah pembuatan Kinbun (Kawasan Industri Masyarakat

Perkebunan) yang memuat segala aspek dari on farm sampai produk

hilir, pemasaran serta management temasuk sarana prasarananya

sebagai redesign industri perkebunan Indonesia.

3. Aspek sosial budaya dari industri perkebunan, sehingga industri

perkebunan selain akrab lingkungan dan akrab sosial budaya tetapi

juga berdaya saing tinggi

Page 29: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Bentuk redesign Perkebunan Indonesia dengan memperhatikan'

1. Pembukaan lahan perkebunan dengan memanfaatkan lahan kritis yang

sesuai dengan tanaman perkebunan.

2. Perkebunan bukan berupa monokultur yang akan menyebabkan The

Silent Spring.

3 Pengolahan semua bagian kelapa sawit dengan konsep zero waste.

4 Adanya pengembangan kelembagaan untuk menata property rakyat

Page 30: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

PENGEMBANGAN PRODUK KELAPA SAWIT SESUAI DENGAN TREND PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Pos.M Hutabarat

Direktur Kerjasama Bilateral I Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI

Perkembangan ekspor Indonesia menurun dengan drastis setelah

krisis moneter. Potensi ekspor Indonesia mungkin hanya meningkat sekitar

15% pada tahun 2000. hal ini tetap lebih kecil dibandingkan tahun

1996/1997 yaitu hanya sekitar 48.5 milyar dolar Amerika pada tahun 1999

(jauh dibawah tahun 1996/1997). Sedangkan komposisi ekspor non migas

pada sektor pertanian menurun secara relatif. meskipun nilainya meningkat.

Sektor pertanian memberikan kontribusi secara proporsional menurun.

Sektor pertanian nilai tambahnya sangat besar dibandingkan sektor lain,

sehingga sektor pertanian dalam hubungan perdagangan internasional

mengalami penurunan karena Indonesia lebih memfokuskan pada sektor

dengan nilai tambah yang lebih kecil (Lihat Tabel 1. 2 dan 3).

Ekspor minyak nabati termasuk minyak sawit tidak berkembang

karena kebanyakan tidak diproses sehingga timbul masalah di negara

tujuan. Adapun beberapa negara tujuan ekspor minyak sawit Indonesia

adalah Belanda. Malaysia. India. Cina dan lain-lain. Pada setiap negara

tujuan ekspor tersebut Indonesia juga menghadapi beberapa pesaing yang

diantaranya adalah juga negara tujuan ekspor Indonesia, seperti Malaysia

yang lebih banyak mengekspor produk turunan minyak sawit (Tabel 3. 4

dan 5).

Perkembangan ekspor minyak sawit Indonesia terhadap berbagai

negara bervariasi, baik dari segi pangsa pasar maupun pertumbuhan nilai

absolut per tahun (Tabel 6, dan 7).

Page 31: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

1 Pangsa pasar

Pangsa pasar <3% negara kita masih aman karena tidak pernah ada

gejolak di negara tujuan, sedangkan pada pangsa pasar 3-10% harus

berhati-hati karena mulai muncul keluhan dari industri di negara

setempat sehingga mereka mulai menahan impor, mengadakan

manuver ataupun melakukan berbagai proteksi. Dan apabila pangsa

pasar lebih dari 10%. hal ini merupakan ancaman bagi industri setempat

dan akan timbulah tuduhan dumping serta perubahan peraturan

2. Pertumbuhan nilai absolut/tahun

Jika skala peningkatannya kurang dari 10% maka masih aman bagi

negara kita, namun apabila peningkatannya telah mencapai 10-20%

mulai ada gejolak di negara setempat. Setelah ekspor kita meningkat

lebih dari 20% per tahun akan berpengaruh terhadap persaingan di

negara setempat sehingga akan dihadang untuk masuk, seperti

tuduhan dumping, perubahan label dari makanan dan lain-lain.

Saran yang diberikan:

1. Kelapa sawit merupakan komoditi potensial. tetapi dalam

pengembangannya di dalam negeri jangan berlebihan karena akan

mendapat tantangan dari industri negara tujuan ekspor.

2 Produk turunan kelapa sawit banyak sekali seperti Malaysia karena

mereka banyak mengekspor produk turunan kelapa sawit sehingga

tidak mengalami hambatan. Sehingga sektor pengembangan kelapa

sawit seharusnya lebih dititik beratkan pada produk hilir kelapa sawit.

3. Perlu dilakukan pengumpulan dana untuk sumber daya sektor kelapa

sawit, karena pemerintah dengan adanya otonomi daerah tidak mampu

lagi membiayai sektor sumber dayanya sehingga perlu kerja sama

berbagai pihak untuk menggalang dana tersebut. Disamping itu

dilakukan kampanye di luar negeri untuk mengantisipasi trade barrier

terhadap produk minyak tropis di negara maju.

Page 32: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

4. Menggalang pengumpulan bahan untuk melengkapi petisi kepada US

FDA tentang labeling trans fat dengan petisi yang tidak seragam dari

berbagai kalangan. Disamping itu perlu estimasi dan potential

economic loss dari pemberlakuan labeling trans fat ini

Tabel 1 Perkembangan Nilai Ekspor 1975-1999 (US $ Milyar)

Tahun Migas Non Migas TotalNilai % Nilai % Nilai %

1975 5.3 74.6 1.8 25 4 7.1 1001980 15.7 71.7 6.2 28.3 21.9 100

1985 12.7 68.6 5.8 31.4 18.5 1001990 11.1 43.2 14.6 56.8 25.7 100

1995 10 5 26.0 35.0 74.0 45.5 100 1996 11.7 23.5 38.1 76.5 49.8 1001997 11.6 21.7 41.8 78.3 53.4 1001998 7.7 15.7 41.1 84.3 48.8 100 1999 9.7 20.0 38.7 80.0 48.5 100

Sumber: BPS

Tabel 2 Komposisi Ekspor Non Migas 1975-998 (Persen)

Tahun Barang Primer Manufaktur TotalPertanian Tambang

1975 81.4 13.8 4.8 1001980 77.9 13.9 8.2 1001985 50.8 13 6 35.6 1001990 28.8 7.7 63.5 100

1995 26.1 5.0 68.9 1001996 22.9 7.7 69 4 1001997 21.3 6.3 72.4 1001998 19.6 5.5 74.9 100

Sumber: BPS

Page 33: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

____ Nilai : US $ juta

No SITC Produk 1994 1995 1996 1997 1998

1 422 Minyak nabati 1113.3 1034.4 1338.3 2174.8 1150.3

2 231 Karet alam 1273.1 1963.9 1920.1 1498.8 11063

3 036 Udang & kerang 1050.8 1080.8 1063.6 1045.9 1038.0

4 071 Kopi 753.7 614.0 606.0 529.7 615.8

5 072 Coklat 273.5 301.1 365.4 407,7 489.3

6 034 Ikan segar 369.4 i: 417.9 424.8 430.5 394.8

7 075 Rempah-rempah 167.1 240.5 183.5 246.4 284.5

8 248 Kayu 346.1 , 315.0 280.0 242.6 153.2

9 081 Makanan ternak 156.9 141.9 207.1 141.4 112.0

Sumber: BPS

Tabel 4 Negara Tujuan Ekspor Produk Kelapa Sawit

Nilai : US $ juta

No Negara 1996 1997 | 1998 I 1999*

1. Belanda 482.1 676.5 317.6 431.8

2. Malaysia 90.0 146.1 198,3 102.8 3 India 141.6 236.8 164.5 372.6

4. RRC 50.7 218.9 80.8 118.65. Spayol 56.1 93.1 70.7 70.16. Amerika Serikat 78.4 118.9 47.7 76.67. Jeman 86.3 119.3 40.9 31.98 Singapura 25.7 31.5 26.6 31.0

9. Italia 73.7 85.2 25.6 35.610. Korea Selatan 25.7 27.9 15.3 J 14.8

Sumber BPS* Januari - Nopember

Page 34: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Tabe

l 5 P

angs

a P

asar

Min

yak

Nab

ati I

ndon

esia

di N

egar

a Tu

juan

uta

ma

Dan

Neg

ara

Pes

aing

(199

7-19

98)

Page 35: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Tabe! 6 Perkembangan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia periode 1997-1999*

Nilai US $ juta

No Uraian/Negara Perub. (%) 98-99 Perub. (%) 99-98*

1 Belanda -53.05 44.352 Malaysia 35.67 -44.493. India -30.54 187.374. RRC -63.09 107.445. Spayol -24.02 7.226. Amerika Serikat -59.83 73.317 Jerman -65.71 -21 988. Singapura -15.47

j16.34

9. Italia -70 07 50.0910. Korea Selatan -45.15 13.9911. Turki -56.91 188.5312. Mesir -39.24 102.3913. Yunani 1.05 -72.2714 Kanada -25.03 -50.6815. Australia

|43.83 -96.56

Subtotal -43.23 43.65Lainnya -63.04 137.13Total Minyak Nabati -47.11 49 38

Sumber: BPS (Diolah Depperindag) * Periode Januari - Nopember

Analisa Perkembangan Ekspor

1. Pangsa pasar: <3% : Aman3-10% ; Hati-hati>10% Bahaya

2. Pertumbuhan nilai absolut/tahun<10% Aman 10-20% : Hati-hati>10% : Bahaya

Page 36: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Tabel 7. Perkem

bangan Ekspor M

inyak Kelapa S

awit Indonesia periode 1994 - 1999 (Januari-N

opember)

Sum

ber: BP

S (D

iolah Depperindag)

Page 37: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Tabe

l 7. (

lanj

utan

)V

olum

e (k

g ju

ta)

Sum

ber:

BP

S (D

iola

h D

eppe

rinda

g

Page 38: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Nila

i : U

S $

juta

Tabe

l 7 L

anju

tan

Sum

ber.

BP

S (D

iola

ti D

eppe

rinda

g)

Page 39: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Sum

ber: BP

S (D

iolah Depperindag)

Volum

e (juta kg)Tabel 7. (lanjutan)

Page 40: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Tabe

l 7 (L

anju

tan)

Nila

i (U

S $

juta

)

Sum

ber:

BP

S (D

iola

h B

PP

IP D

eppe

rinda

g)

Page 41: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Vol

ume

(Kq

mta

)Ta

bel 7

. (la

njut

an

Sum

ber:

BP

S (D

iola

h B

PP

IP D

eppe

rinda

g)

Page 42: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

TANTANGAN PENERAPAN TRADE BARRIER DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL MINYAK SAWIT DAN STRATEGI PENANGGULANGANNYA

Tien R. Muchtadi dan Slamet Budijanto

Ketua dan Sekretaris MAKSI

PENDAHULUAN

Tahun 2000 diawali dengan dua goncangan besar pada Industri

Perkelapa-sawitan Indonesia. Pertama adalah kasus kontaminasi solar, dan

kedua adalah Food Labelling Trans Fat. Kasus solar menyebabkan

kerugian yang tidak sedikit. selain CPO harus diiimpor kembali juga masih

ada pengaruh ikutan lainnya yang sangat merugikan baik bagi Pengusaha

Sawit maupun pemerintah Indonesia. Masalah kedua yang tidak banyak

disadari oleh banyak kalangan terkait, baik pengusaha maupun pemerintah

adalah ancaman baru dari Amerika Serikat melalui food labelling (pelabelan

makanan) Pertengahan November 1999 yang lalu. US FDA (Food and

Drug Administration) telah mengajukan revisi peraturan pelabelan makanan

yang akan berpengaruh pada produk-produk pangan yang mengandung

minyak dan lemak. Peraturan baru tersebut menyangkut pencantuman

jumlah trans fat yang dikaitkan dengan saturated fat pada label produk

pangan.

Dalam rangka melindungi konsumen. Pemerintah dan Kongres AS

sebelumnya telah mengeluarkan Undang-Undang Pelabelan dan

Pendidikan Gizi pada tahun 1990 (The Nutrition Labelling and Education Act

of 1990). Komponen Gizi yang diwajibkan ada pada label bahan pangan.

antara lain jumlah kalori, jumlah minyak/lemak. jumlah lemak jenuh. dan

kolesterol. Pencantuman label ini bersifat positif bagi masyarakat dalam hal

pemilihan makanan dan pendidikan gizi. Tidak bisa dipungkiri bahwa

Page 43: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

pelabelan ini juga merupakan salah satu hasil dari kampanye anti minyak

tropis (minyak kelapa sawit. inti sawit dan kelapa) yang gencar dilakukan

terus menerus yang dipelopori oleh asosiasi-asosiasi anti minyak tropis.

Mereka berusaha meyakinkan FDA untuk pentingnya melakukan pelabelan

tropical fats pada kemasan makanan. Hal ini dilakukan karena harga minyak

kedelai atau minyak jagung tidak mungkin bersaing dengan tropical oil.

Pengaruh negatif trans fat mulai dirasakan dan semakin menguat

dengan ditemukannya bukti-bukti ilmiah tentang dampak negatif trans fat

yaitu menaikkan kolesterol darah dan meningkatkan resiko penyakit jantung

koroner. US Center of Science in Public Interest (CSPI. 1994). National

Academy of Science (NAS) dan National Cholesterol Education Program

(FDA. 1999) mengajukan petisi ke USFDA tentang bahayanya

mengkonsumsi trans fat. Pada tahun 1994 pemerintah Inggris telah

mengeluarkan rekomendasi untuk tidak mengkonsumsi trans fat lebih dari

2% dari rata-rata konsumsi energi. Pemerintah Kanada juga telah

mengeluarkan peraturan bahwa untuk mengklaim bebas trans fat. bahan

pangan tersebut tidak boleh mengandung lebih dari 0.2 g trans fat per sajian

(FDA. 1999).

Dengan adanya tekanan tersebut di atas kemungkinan besar

mendorong beberapa lembaga yang cenderung anti minyak tropis di AS

melakukan usaha untuk melindungi minyak nabati lokal yang banyak

mengandung trans fat. Hal ini dilakukan karena akan sulit melakukan

kompetisi dengan minyak tropis seperti minyak kelapa atau minyak sawit,

biaya produksi untuk kedua minyak ini sangat kompetitif dibandingkan

dengan minyak kedelai atau minyak lainnya yang dikembangkan di

Amerika. Salah satu usaha dengan mengembangkan isu pelabelan trans fat

yang dikaitkan dengan saturated fat. Dengan demikian penggunaan

saturated fat akan menjadi sangat terbatas sebagaimana penggunaan trans

fat.

Page 44: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

KERUGIAN PENYATUAN LABELING TRANS FAT DENGANSATURATED FAT

Berdasarkan rancangan peraturan yang baru maka pelabelan

saturated fatltrans fat harus dilakukan sebagai berikut:

(i) Pencantuman klaim "low saturated fat' hanya dapat dilakukan apabila

kandungan saturated fat < 1 g dan trans fat < 0.5 g per sajian Pada

perturan yang berlaku saat ini, klaim produk low saturated fat hanya

dengan syarat kandungan saturated fat-nya <1g.

(ii) Batas maksimum yang digunakan untuk produk makanan bayi dan

anak-anak adalah 4.0 gram per sajian, sedangkan untuk meal product

sebesar 8.0 gram dan main dish product sebesar 6.0 gram.

(iii) Apabila jumlah tersebut melebihi batas yang diijinkan. maka produsen

wajib untuk mencantumkan label tambahan yang bersifat peringatan.

"See nutrition information for saturated fat content

Kerugian penyatuan trans fat dengan saturated fat pada industri

minyak sawit. antara lain:

(i) Semua produk pangan yang menggunakan minyak sawit mungkin

harus mencantumkan label "See nutrition information for saturated fat

content, sebagai peringatan kepada konsumen tentang dampak

negatif saturated fat terhadap kesehatan. Sehingga keunggulan sawit

yang tidak mengandung trans fat tidak bisa ditonjolkan lagi. Selain itu

konsumen akan menjauhi produk-produk dari sawit.

(ii) Bagian saturated fat yang diijinkan yaitu sebesar 30% dari total

konsumsi lemak yang dianjurkan bisa digantikan 100% dengan trans

fat. Dari segi kuantitas kelihatannya tidak banyak. Akan tetapi jika

diperhatikan lebih jauh kerugiannya akan besar karena ketakutan

konsumen mengkonsumsi minyak tropis akan terbentuk.

(iii) Kemungkinan negara maju lain mengikuti jejak Amerika dengan

menerapkan peraturan sejenis. Selain itu kemungkinan negara lain

Page 45: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

mengikutinya juga besar. hal ini karena selama ini peraturan US-FDA

sering menjadi acuan untuk membuat peraturan di negara lain

(iv) Jika point di atas terjadi, akibat yang lebih jauh adalah ancaman bagi

Indonesia yang ingin menjadi produsen utama minyak sawit dunia

PELABELAN YANG SEHARUSNYA: SATURATED FA T HARUS DIPISAHKAN DENGAN TRANS FAT

Salah satu tujuan labeling makanan adalah (1) memberikan informasi

yang benardan fair tentang kandungan gizi. (2) mendidik konsumen dan (3)

tentu saja untuk promosi perdagangan yang fair. Oleh karena itu pada label

haruslah dicantumkan informasi yang jelas dan benar.

Implikasi dari pernyataan di atas dengan labeling trans fat adalah

adanya keharusan untuk memisahkan trans fat dengan saturated fat pada

food labelling. Konsumen harus mendapatkan informasi secara benar jenis

lemak apa saja yang dimakan jika mengkonsumsi suatu makanan termasuk

juga dalam mengkonsumsi trans fat dan saturated fat. Dua kelompok lemak

ini tidak bisa dijadikan satu group dan diberi nama saturated fat. karena

kedua kelompok ini mempunyai perbedaan yang sangat nyata, baik struktur

kimia, sifat biologis dan fisiologisnya. Banyak peneliti telah melaporkan

perbedaan pengaruh trans fat dengan saturated fat pada kesehatan,

khususnya pada penyakit jantung koroner. Beberapa peneliti diantaranya

telah melaporkan bahwa trans fat mempunyai pengaruh negatif lebih besar

dibandingkan dengan saturated fat. Juga dilaporkan bahwa konsumsi trans

fat mengakibatkan konsumsi Asam Lemak Esensial harus meningkat, hal ini

lebih meyakinkan bawa trans fat mempunyai pengaruh negatif lebih kuat.

Dari uraian di atas dapatlah dikatakan bahwa untuk memberikan

informasi yang benar dan adil pada konsumen, pelabelan trans fat dan

saturated fat haruslah mengikuti hal-hal sebagai berikut:

Page 46: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

(i) Pelabelan trans fat dan saturated fat harus ditulis terpisah pada label

makanan. Trans fat dan saturated fat adalah dua kelompok lemak yang

berbeda sudah seharusnya dipisahkan. Tidak tepat menggabungkan

trans fat dan saturated fat dalam bentuk apapun

(ii) Suatu produk makanan bisa mencantumkan tidak mengandung asam

lemak trans tanpa harus menghubungkan dengan kandungan trans fat.

Informasi mengenai ulasan ilmiah mengapa trans fat harus

dipisahkan dari saturated fat dapat dilihat pada suplement (The truth

labelling: Saturated fatty acid must be separated from trans fatty acid).

ANTISIPASI MENGHADAPI RENCANA LABELING TRANS FAT

Semua pihak yang bergerak di bidang perkelapa-sawitan baik dan

kalangan swasta, pemerintah. litbang maupun perguruan tinggi haruslah

menyatukan langkah dalam mengantisipasi peraturan baru tersebut.

Beberapa langkah yang dapat diambil dapat dikelompokkan pada untuk

jangka pendek. menengah dan panjang.

1. Langkah jangka pendek yaitu menyusun petisi keberatan ke US-FDA

paling lambat 17 April 2000. Penyusunan petisi sudah dimulai dengan

diprakarsai PPKS medan bekerja sama dengan MAKSI dibawah

koordinasi Direktorat Jenderal Perkebunan. Departemen Kehutanan

dan Perkebunan RI. Tim yang dibentuk telah berupaya untuk menyusun

petisi keberatan dengan berbagai versi antara lain versi untuk peneliti,

versi untuk lembaga. versi untuk asosiasi dan versi untuk perorangan

Tim CODEX CPO juga telah menyiapkan contoh petisi dengan berbagai

versi sehingga melengkapi yang sudah dibuat terdahulu. Sampai saat

ini belum diketahui berapa banyak lembaga. swasta dan perorangan

yang mengirimkan petisi ini. semakin banyak orang yang menolak

semakin baik maka masih ada kesempatan bagi yang belum mengirim

Page 47: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

untuk mengirimkan petisi. Sebagai acuan telah dilampirkan contoh petisi

yang bisa dikirim.

2. Langkah jangka menengah yang dapat dibentuk adalah Membentuk

Network Pelaku Perkelapa-sawitan Indonesia Banyak organisasi

yang bergerak di bidang perkelapasawitan seperti GAPKI. FAMNI

MAKSI dan lainnya. Kedepan perlu adanya keijasama yang harmonis

dan saling menguntungkan sehingga bisa bersama-sama memajukan

perkelapasawitan Indonesia. Juga diharapkan network organisasi ini

dapat memfasilitasi dalam penggalian keunggulan minyak sawit baik

dari aspek gizi maupun sifat fungsionalnya melalui pengumpulan hasil

riset yang telah dilakukan. memfasilitasi untuk melakukan penelitian di

bidang perkelapasawitan dan mendorong peneliti perkelapasawitan

untuk mempublikasikan pada jurnal ilmiah internasional sehingga dapat

dijadikan acuan yang kuat untuk menangkis serangan pengaruh negatif

minyak sawit. Hal ini perlu dilakukan karena sawit merupakan

komoditas unggulan Indonesia.

3. Langkah jangka panjang yaitu melakukan penelitian terus-menerus baik

yang sifatnya mendasar maupun pengembangan produk hilir kelapa

sawit. PPKS sebagai pusat penelitian kelapa sawit Indonesia dan

beberapa perguruan tinggi serta Litbang seperti P3KT LIPI dan BPPT

sudah cukup banyak melakukan penelitian dibidang kelapa sawit. Akan

tetapi perlu lebih ditingkatkan lagi terutama dalam diversifikasi produk

hilir dan aspek dasar mengenai keunggulan sawit. Selain itu juga perlu

dikoordinasikan melalui network yang dibentuk Hasil penelitian ahli

Indonesia yang sudah dipublikasikan pada jurnal ilmiah masih sangat

minim sekali Hal ini sangat terasa sekali pada waktu penyusunan petisi

penolahan labeling trans fat. sulit sekali menemukan hasil penelitian

dari Indonesia yang terpublikasi. Kalau Indonesia ingin menjadi yang

terdepan di komoditas kelapa sawit hal ini tentunya tidak boleh terulang

Page 48: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

lagi. Penelitian dasar yang kegunaannya jangka panjang misalnya untuk

antisipasi jika terjadi penerapan technical barrier seperti pada nutrition

labelling trans fat yang akan diundangkan.

Selain itu juga sudah harus dipikirkan pengembangan diversifikasi

produk hilir dari sawit. Kalau di Malaysia sudah dikembangkan lebih dari

36 produk dari sawit, di Indonesia tidak lebih dari sepuluh jenis produk

yang dihasilkan. Tentunya kita tidak ingin menunggu kebanjiran CPO

dulu baru mengembangkan produk hilir.

PENUTUP

Eksport minyak sawit ke manca negara perlu dijaga

kesinambungannya melalui promosi. pencarian pasar-pasar baru dan

peningkatan kualitas serta diversifikasi produk sawit. Dalam menghadapi

rancangan peraturan US FDA 1999 tentang pelabelan trans fat pada

makanan ini. beberapa petisi. termasuk industri minyak tropis di AS.

mendukung pelabelan trans fat asalkan tidak dikaitkan dengan saturated fat.

Sekarang waktunya bagi semua yang bergerak di bidang perkelapasawitan

bersatu padu untuk menolak rencana peraturan pelabelan trans fat yang

disatukan dengan saturated fat.

Antisipasi dalam menghadapi ancaman terhadap produk sawit di

masa mendatang perlu eksplorasi data dasar dan penelitian pengembangan

perkelapasawitan Salah satu keunggulan minyak sawit adalah kandungan

komponen minor seperti beta karoten (pro vitamin A) dan tokoferol (vitamin

E) yang sangat baik untuk kesehatan, perlu disebar luaskan ke konsumen

untuk mengkounter sisi negatif dari saturated fat dalam minyak sawit

Kerjasama semua pihak di bidang kelapa sawit terutama pemerintah.

lembaga penelitian universitas, produsen dan industri juga konsumen perlu

bekerjasama untuk melakukan kebersamaan penelitian-penelitian yang

dapat mendukung keunggulan minyak sawit Malaysia telah melakukan hal

Page 49: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

tersebut dan telah menghabiskan dana jutaan dolar mulai tahun 80-an untuk

melawan kampanye anti minyak tropis dari Amerika Serikat. Dan kini

Malaysia telah menjadi kiblat teknologi sawit dunia. Jika kita mencanangkan

sekitar tahun 2012 Indonesia akan menjadi produsen minyak sawit terbesar

di dunia. tentunya tidak akan cukup puas dengan menambah areal baru

kebun sawit dan menghasilkan CPO.

Dilampirkan beberapa contoh petisi untuk menolak penggabungan

labeling trans fat dengan saturated fat.

DAFTAR PUSTAKA

Acherio. A.. M.B. Katan . P.L. Zock.. M.J. Stampfer., W.C. Willet. 1999. Trans fatty acid and coronary hearth diseases. New Eng. J. of Med. 340: 1994-1998.

Clevidence, B.A.. J.T. Judd. E.J. Schaefer. J.L. Jenner. A H. Lichenstein. R A. Muesing. J. Wittes and M.E. Sunkin. 1997. Plasma lipoprotein (a) levels in men and women consuming diets enriched in saturated, cis-or trans-monounsaturated fatty acids. Artenoscier. Thromb Vase. Biol. 17(9): 1657-1661.

Emg, M.G.1998. Palm Oil and the Anti-ropical: Good news toward counteracting a decades worth of damage. 1988 International Oil Palm Conference. September 23-25, 1998. Bali Indonesia.

FDA 1999 Food labeling: Trans fatty acids in nutrition labeling, nutrient content claims, and health claims (Docket no. 94P-0036), USA.

Hornstra GT.. A C. Van Houwelingen. A.D. Kester. and K. Sundram. 1991. A palm oil enriched diet lowers serum lipoprotein (a) in normocholesterolemic valunteers. Atherosclerosis 90 (1): 91-93.

Joeliani. L.D 1996. Analisa Asam Lemak Trans pada berbagai margarin di Pasaran Indonesia. Skripsi. Jurusan TPG-Fateta. IPB Bogor.

Judd. J.T.. B.A. Clevidence. R.A. Muesing. J. Wittes. M.E. Sunkin and J.J. Podczasy. 1994. Dietary trans fatty acids: Effect on plasma lipids and lipoprotein of healthy men and women. Am. J. Clin. Nutr. 59: 861-868.

Khosla. P and K.C Hayes 1996. Dietary trans monounsaturated fatty acids negatively impact plasma lipids in humans: critical review of the evidence. J. of the Am. College or Nutr. 15(4): 325-339.

Page 50: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Kris-Ethertcn. P.M. C.Y Ho and M.A. Fosmire. 1984 Effect of dietary fat saturation on plasma and hepatic lipoprotein in the rat J Nutr.. 114: 1675-1682.

Mensink. R.P. and M B. Katan. 1990. Effect of dietary trans fatty acids on high-density an low-density lipoprotein cholesterol levels in healthy subjects The New England J. of Medicine 323 (7): 439-445

Ng. T.K.W., K. Hassan. J.B. Lim. M.S. Lye and R. Ishak 1991. Non hypercholesterolemic effects of a palm oil diet in Malaysia voluneers. Am J Clin. Nutr. 53 (Suppl. 4): 1015s-1020s.

PPKS 2000. Ancaman baru terhadap minyak sawit melalui pelabelan makanan

Page 51: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

MEMBANGUN GLOBAL IMAGE INDUSTRI MINYAK SAWIT MENGHADAPI KAMPANYE ANTI TROPICAL OIL

Bungaran Saragih dan Tungkot Sipayung

Pusat Studi Pembangunan. Lembaga Penelitian. IPB

PENDAHULUAN

Untuk kesekian kali negara-negara Barat khususnya Amerika Serikat

(baca: American Soybean Association. ASA) kembali melakukan praktek

unfair trade minyak kelapa sawit (crude palm oil. CPO) dan minyak kelapa

(crude coconut oil. CCO). Pada tahun 1980-an ASA menuduh CPO/CCO

mengandung lemak jenuh (saturated fats) untuk mempengaruhi konsumen

untuk tidak mengkonsumsi produk-produk bahan makanan asai CPO/CCO.

Meskipun rancangan undang-undang anti minyak tropis yang diajukan ASA

kepada Kongres USA akhirnya dibatalkan oleh pemerintah USA setelah

(desakan) sidang Committee on Commodity Problems Intergovernmental

Group on Oil Seeds Oil and Fats di Roma 28-31 Maret 1988. namun

kampanye anti tropical oils tersebut telah berhasil membangun bad

images CPO/CCO dikonsumen negara-negara barat Bad images ini makin

menambah barrier-trade CPO/CCO karena Amerika Serikat membenkan

subsidi ekspor minyak nabati mereka melalui Export Enhancement

Programe (EEP) dan Maximum Guaranted Quantities (MGQS) di negara

masyarakat Eropa, sehingga ekspor produsen CPO/CCO untuk itu

mengalami penurunan

Kemudian akhir-akhir ini ASA kembali mengajukan proposal kepada

US Food and Drug Administration (FDA) tentang Labeling trans-fatty acid

yang dikaitkan dengan saturated fat. Jelas proposal ini juga masih dalam

kerangka menyudutkan CPO/CCO di pasar internasional. Diperkirakan,

dimasa yang akan datang meskipun dalam era perdagangan bebas.

Page 52: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

praktek-praktek unfair trade tersebut masih akan tetap berlangsung, Dalam

era perdagangan bebas. diperkirakan proteksi bentuk tarif memang akan

berkurang, namun bentuk food labeling, ecolabeling dan social-labeling

menjadi bentuk proteksi baru dalam perdagangan internasional

Dibalik upaya-upaya negara Barat memproteksi minyak nabatinya

dengan menyebarkan bad image CPO/CCO. tidak terlepas dari keunggulan

CPO dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Sebelum terjadi koreksi

kurs rupiah (melalui krisi ekonomi), biaya produksi CPO lebih murah

dibandingkan dengan biaya produksi minyak nabati lain. Sebagai contoh

menurut Oil World (1987) biaya produk CPO hanya sekitar USS 180 per ton.

sementara soybean oil USS 315 per ton dan rapeseed oil USS 750 per ton.

Dengan terkoreksinya kurs rupiah sampai hampir 300 persen saat ini. jelas

biaya produksi CPO Indonesia menjadi jauh lebih murah dari biaya produksi

soybean oil dan minyak nabati lain (dalam USS). Karena itu. bentuk-bentuk

un-fair trade yang dilakukan oleh ASA merupakan motif ekonomi/bisnis

semata (bukan sentimen nasional). Karena itu untuk menghadapinya juga

harus dalam konteks bisnis/ekonomi

Sebegitu jauh upaya-upaya yang dilakukan oleh ASA maupun EEC

untuk membangun bad image CPO/CCO di pasar internasional produsen

CPO/CCO termasuk Indonesia cenderung bersifat pasif. Upaya untuk

membangun good image CPO/CCO secara pro-aktif di pasar internasional

sangat minimum (kalau tidak mau dikatakan tidak pernah ada). Bahkan

yang terjadi sebaliknya, kita ikut memperparah bad image CPO dengan

pencemaran solar baru-baru ini. Bila terjadi kampanye anti tropical oil. kita

langsung "kebakaran jenggot” dan membentuk "team pemadam kebakaran”.

Cara-cara yang demikian harus ditinggalkan. Upaya secara pro aktif dan

sistematis dalam membangun good image CPO/CCO harus dilakukan

kedepan.

Page 53: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Dalam teori perilaku konsumen mutakhir, dikenal konsep apa yang

disebut dengan consumer value perception (CVP) yakni suatu gugus atribut

yang melekat pada suatu produk yang mempunyai value yang tinggi bagi

konsumen, sehingga mempengaruhi keputusan konsumen dalam memilih

suatu produk. Atribut yang dimaksud mencakup antara lain: (1) atribut harga

produk. (2) food safety attributes (food borne pathogens, heavy metals

pesticide residues, naturally occurring toxin, vaterinary residues). (3)

nutritional attributes (fat content, calories, fiber, sodium, vitamin, minerals):

(4) value attributes (purity, compositional integrity, size, appearance, fastes

convenience of preparation): (5) package attributes (package materials,

labeling, other information provided): (6) atribut ekologis (apakah kegiatan

produksi dna konsumsi suatu produk menimbulkan pengaruh negatif atau

positif pada kelestarian lingkungan dan (6) atribut humanis (apakah proses

produksi suatu produk melanggar hak-hak asasi manusia).

Dengan konsep CVP tersebut konsumen tidak lagi hanya

memperhatikan mahal atau murahnya harga suatu produk yang akan

dikonsumsi, tapi juga memperhatikan atribut-atribut lainnya yang merekat

pada suatu produk. Suatu produk yang harganya murah. namun memiliki

atribut lain yang inferior dimata konsumen, dapat dipersepsikan konsumen

sebagai "produk yang mahal”. Sebaliknya suatu produk yang meksipun

harganya mahal namun memiliki atribut-atribut lainnya yang superior dimata

konsumen, justru dapat dipersepsikan sebagai ‘produk yang murah” oleh

konsumen. Produk yang ideal dimata konsumen adalah harganya murah

tetapi mengandung atribut lainnya yang superior dimata konsumen. Hal ini

menjadi salah satu penjelas mengapa keunggulan komparatif (dari segi

biaya produksi temurah) tidak otomatis menjadi keunggulan kompetitif bagi

suatu produk.

Page 54: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Keenam atribut diatas dapat dikelompokkan menjadi individual value

dan global value. Kelompok atribut individual value dalam hal ini merupakan

atribut produk yang berbeda-beda antar individu atau antar etnis/kelompok

masyarakat. Termasuk ke dalam hal ini adalah atribut harga. food safety

atributes. nutritional attributes, value attributes, dan packages attributes.

Sedangkan global value adalah suatu atribut produk yang berlaku atau

menjadi nilai secara global (masyarakat internasional). Termasuk dalam hal

ini adalah atribut ekologis dan atribut humanis. Dalam kaitannya dengan

kampanye anti-tropical oil (CPO/CCO) yang dilancarkan oleh negara-negara

barat dimaksudkan untuk mempengaruhi individual value tersebut

khususnya nutritional atributes.

Salah satu global value yang akhir-akhir ini makin menguat di negara-

negara barat adalah atribut ekologis. Berbagai bentuk ancaman

kemerosotan lingkungan global seperti pemanasan global (global warming),

perubahan iklim dunia (global climate change) yang disebabkan oleh

peningkatan emisi gas karbon, telah menyadarkan masyarakat internasional

bahwa atribut ekologis harus dipertimbangkan dalam pengambilan

keputusan produksi dan konsumsi suatu produk. Suatu produk yang proses

produksinya menyebabkan peningkatan emisi gas karbon ke atmosfer bumi.

telah dinilai sebagai produk yang inferior. Sebaliknya suatu produk yang

proses produksinya justru menurunkan emisi gas karbon, dinilai sebagai

produk yang superior.

Masuknya atribut ekologis yang demikian pada global value

sebetulnya menguntungkan bagi produsen CPO/CCO sehingga dapat

dijadikan sebagai salah satu atribut dalam rangka membangun global image

terhadap CPO/CCO. Sebagaimana diketahui bahwa kelapa sawit

merupakan penghasil minyak sawit terbesar per satuan waktu dan ruang

yakni sekitar 2.88 ton/ha. Sementara kacang kedele hanya 0.32 ton/ha dan

rapeseed oil 0.62 ton/ha.

Page 55: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Kelapa sawit yang mempunyai produktivitas minyak terbesar tersebut

dibandingkan dengan minyak nabati lain berarti juga penyerap karbon

terbesar (melalui proses fotosintesa) dibandingkan dengan minyak nabati

lain. Artinya. dari segi ekologis, perkebunan kelapa sawit juga merupakan

'perkebunan karbon" yang paling efektif ("rakus") menyerap karbon

sehingga juga berfungsi sebagai "paru-paru dunia". Karbon dioksida yang

paling besar dihasilkan oleh negara-negara barat. oleh perkebunan kelapa

sawit gas karbon tersebut ditransformasi menjadi produk yang bernilai yakni

produk oleo pangan dan oleo kimia serta oksigen. Semakin meningkat

produksi minyak sawit, semakin besar karbon yang diserap (mengurangi

konsentrasi gas karbon diudara), dan semakin besar oksigen yang

disumbangkan ke atmosfer bumi. Kalau hal ini dapat diterima berarti kelapa

sawit adalah salah satu penyelamat planet bumi (Palm oil Saved Our

Planet).

Atribut kelapa sawit tersebut yakni Palm Oil Saved Our Planet perlu

dipromosikan menjadi global value dalam rangka membangun global image

CPO khususnya di negara-negara barat Sehingga pada masyarakat

negara-negara barat sadar betul bahwa kalau mereka ingin berpartisipasi

menyelamatkan bumi dari ancaman pemanasan global, mereka harus

meningkatkan konsumsi produk-produk sehingga akan mendorong

peningkatan produksi CPO dunia. Kalau kesadaran yang demikian sudah

melekat pada masyarakat internasional. kampanye apapun yang dilakukan

produsen minyak nabati lain tidak akan efektif mempengaruhi konsumen.

Dalam mepromosikan (mengkampanyekan) Palm Oil Saved Our

Planet. MAKSI (Indonesia) dan PORIM (Malaysia) perlu bekerjasama.

sehingga promosinya menjadi lebih kuat dan efektif.

Page 56: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Untuk menghadapi kampanye anti-tropical oil yang dilakukan oleh

ASA. dalam jangka pendek. MAKSI dan PORIM perlu mengajukan protes

keras. Namun mengajukan protes keras tidaklah cukup. MAKSI dan PORIM/

perlu secara pro-aktif membangun global image di pasar internasional. Palm

Oil Saved Our Planet barangkali dapat dijadikan salah satu global value dari

CPO kedepan.

Page 57: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

STRATEGI DAN PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DALAM MENGHADAPI TECHNICAL BARRIER

Zulkamaen Pulungan, Damoko, Purboyo Guritno & Kabul Pamin

Pusat Penelitian Kelapa Sawit

PENDAHULUAN

Perkebunan kelapa sawit komersial di Asia bermula dari penanaman

2000 bibit kelapa sawit di Pulau Raja. Asahan dan Sungai Liput. Aceh oleh

M Adrien Hallet pada tahun 1911. Sejak itu sampai sekarang, luas areal

kebun kelapa sawit di Indonesia terus berkembang hingga mencapai 2,9

juta ha pada tahun 1999 dengan produksi CPO sebesar 5.9 juta ton

Sejalan dengan pertambahan penduduk dan perbaikan ekonomi

dunia konsumsi minyak nabati juga terus meningkat. Pada tahun 1987-

1990. rata-rata konsumsi minyak nabati dunia adalah 57.015 juta ton

sedangkan pada tahun 1996-2000 konsumsi diperkirakan naik menjadi

83,732 juta ton atau naik sekitar 8,6%/tahun. Untuk tahun yang sama.

konsumsi minyak sawit dunia adalah 9.066 juta ton (15.9%) dan 17.756

(21.2%) juta ton. naik sekitar 14%/tahun. Dimasa yang akan datang

diperkirakan permintaan akan minyak sawit baik untuk bahan pangan

maupun non-pangan akan terus meningkat antara lain karena kenaikan

jumlah penduduk terutama Asia dan Afrika, perbaikan ekonomi di Asia dan

Eropa, terbatasnya perluasan areal untuk minyak bijian serta

pengembangan industri oleokimia.

Dilihat dari ketersediaan sumber daya yang ada. Indonesia masih

mempunyai peluang yang besar untuk mengembangkan perkebunan dan

industri kelapa sawit di masa mendatang. Pengembangan agro industri

kelapa sawit ini harus diarahkan untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi

Page 58: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

dan keberlajutan usaha sehingga memberikan dampak yang lebih besar

lagi terhadap perekonomian daerah dan pemberdayaan terutama dalam

menyongsong otonomi daerah

Apabila dilihat secara global, konstribusi minyak sawit terhadap

penyediaan minyak nabati dunia adalah sebesar 21.2%. Konstribusi yang

besar ini diperkirakan masih akan naik di tahun-tahun mendatang. Hal ini

karena produktivitas minyak sawit persatuan luas tanaman adalah yang

paling besar dengan biaya produksi rendah yang menyebabkan minyak

sawit mempunyai daya saing yang tinggi dibandingkan dengan minyak

nabati lainnya. Oleh karena itu berbagai upaya telah dilakukan oleh

beberapa negara lain untuk menyerang minyak sawit dengan tujuan utama

untuk menghambat pertumbuhan konsumsi minyak sawit dunia. Sebagai

contoh pada tahun delapan puluh telah disebarkan isu tentang dampak

buruk saturated fat yang banyak terkandung pada minyak sawit yang

mengakibatkan turunnya konsumsi minyak sawit Amerika Serikat. Pada

saat ini kembali minyak sawit mendapat ancaman dari Amerika Serikat

berupa pelabelan trans-fat yang dikaitkan dengan saturated fat yang

diperkirakan akan berdampak buruk pada konsumsi minyak sawit. Untuk

mengantisipasi ancaman-ancaman tersebut di masa yang akan datang

perlu disusun suatu strategi penelitian dan pengembangan yang dapat

menonjolkan keunggulan minyak sawit serta memacu diversifikasi produk

dari minyak sawit untuk memperluas penggunaan dan ekspor minyak sawit.

Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang arah penelitian

dan pengembangan kelapa sawit untuk sepuluh tahun kedepan di

Indonesia.

TECHNICAL BARRIER DALAM PERDAGANGAN MINYAK SAWIT

Minyak sawit adalah suatu minyak nabati yang biaya produksinya

terendah dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Oleh karena itu

Page 59: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

minyak sawit dianggap sebagai pesaing utama minyak nabati lainnya

sehingga beberapa negara produsen minyak nabati berusaha untuk

menghambat konsumsi minyak sawit dengan menerapkan technical barrier.

Technical barrier berupa kampanye anti minyak tropis (minyak sawit,

minyak inti sawit dan minyak kelapa) dimulai pada tahun delapan puluhan di

Amerika Serikat. Kampanye ini didasari oleh hasil penelitian yang belum

tuntas tentang dampak buruk sturated fat yang banyak terkandung pada

minyak tropis terhadap kesehatan. Pada awai tahun 1987, Amerika

Soybean Association (ASA) mengajukan petisi ke Food and Drug

Adminitration, Amerika Serikat agar mewajibkan produsen untuk

mencantumkan label “Tropical Fats” pada produk makanan yang

mengandung minyak tropis. Walaupun usulan tersebut tidak dapat disetujui,

tetapi masyarakat Amerika sudah berhasil diyakinkan tentang dampak

buruk mengkonsumsi saturated fats yang selanjutnya berakibat langsung

terhadap konsumsi minyak sawit Amerika Serikat. Pada awai tahun tujuh

puluan, konsumsi minyak sawit Amerika kurang dari 2% dari total konsumsi

minyak nabati, sedangkan konsumsi minyak kedele lebih dari 77%. Pada

tahun 1975/1976 terjadi kenaikan konsumsi minyak sawit menjadi 7.3%

sedangkan untuk minyak kedele terjadi penurunan menjadi 73%. Sebagai

hasil dari gencamya kampanye anti minyak tropis, konsumsi minyak sawit

Amerika kembali turun menjadi kurang dari 2% sejak akhir tahun delapan

puluhan sampai sekarang. Dari data tersebut, jelas bahwa strategi technical

barrier cukup effektif untuk menghambat laju konsumsi minyak sawit.

Saat ini minyak sawit sedang menghadapai technical barrier yang

baru dari Amerika Serikat berupa usulan peraturan dari US FDA tentang

pencantuman trans fat pada produk pangan yang dikaitkan dengan

saturated fat. Peraturan tersebut diperkirakan dapat mengurangi konsumsi

minyak sawit di Amerika Serikat serta bagian dunia lainnya apabila

diterapkan.

Page 60: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Usaha negara maju untuk menerapkan technical barrier sebagai

upaya untuk melindungi minyak nabati mereka serta menghambat konsumsi

minyak sawit diperkirakan akan terrus berlangsung. Isu-isu lain seperti

kontaminasi dan lingkungan dapat menjadi isu potensial untuk memperketat

persyaratan perdagangan minyak sawit dunia Sebagai salah satu negara

produsen minyak sawit terbesar di dunia, Indonesia harus mempersiapkan

diri menghadapi berbagai tantangan termasuk technical barrier di masa

depan diantaranya dengan menyusun strategi penelitian yang tepat.

PERANAN PENELITIAN PADA PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT

Penelitian tidak diragukan lagi mempunyai peranan yang sangat

besar pada pengembangan kelapa sawit di Indonesia. Peranan penelitian

yang sangat menonjol antara lain ialah pada peningkatan produktivitas

melalui penemuan varietas baru. perbaikan kultur teknis, pemberantasan

hama dan penyakit serta peningkatan efisiensi pengolahan. Sebagai

gambaran potensi produksi kelapa sawit meningkat lebih dari dua kati lipat

selama kurun waktu 1960 - 1998 (Tabel 1) sebagai hasil dari program

pemuliaan tanaman yang sistematis. Penerapan teknologi terkini dalam

pemuliaan tanaman diharapkan masih dapat meningkatkan produktivitas

kelapa sawit lebih tinggi hingga mencapai sekitar 10,2 ton minyak sawit per

hektar. Sejalan dengan itu hasil penelitian dibidang pemberantasan hama

dan penyakit serta pengolahan juga telah berperan besar dalam

meningkatkan efisiensi pengusahaan perkebunan dan industri kelapa sawit.

STRATEGI PENELITIAN KELAPA SAWIT

Pada dasarnya strategi penelitian kelapa sawit diarahkan untuk

mendukung pembangunan dan pengembangan perkebunan dan industri

kelapa sawit Indonesia yang produktif, efisien serta berwawasan

lingkungan. Dalam kondisi demikian perkebunan dan industri sawit di

Page 61: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Indonesia diharapkan dapat menghadapi semua ancaman dan tantangan

dari luar termasuk trade barrier Untuk mencapai tujuan tersebut program-

program penelitian, baik yang dilaukan oleh lembaga penelitian, perguruan

tinggi maupun industri harus diarahkan pada:

Tahun Bahan Tanaman TBS(ton/ha/tahun)

Kadar Minyak (%)

ProduktivitasMinyak

(ton/ha/tahun)1960 DxD. DxT. TxD 23.1 18.8 4.31970 DxT. TxD. TxD 23.9 22.6 5.41980 DxP RRS I 27,2 23.5 6.41990 DxP RRS IIA 29.8 23.8 7.01998 DxP RRS IIA. IIB 31.3 24.8 7.8

Klon DxP 33,2 25.7 8.52010 DxP RRS III* 33.9 25.8 8.7

Klon DxP** 34.5 26.7 9,22020 DxP RRS IV* 36.8 26.8 9.9

Klon DxP** 36.9 27.7 10.2DxP - MAS*** ? ? ?

Prakiraan berdasarkan kemajuan seleksi untuk TBS 8,5% per siklus (2) dan produktivitas minyak 10,3% per siklus (7)

** Prakiraan kemajuan seleksi 2-4% untuk TBS dan kadar minyak *** MAS = marker-assisted selection

a Penyediaan bahan tanaman unggul

Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak yang paling

produktif dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak nabati

lainnya Saat ini produktivitas tanaman kelapa sawit rata-rata telah

mencapai 4-5 ton minyak per hektar pertahun. Produksi yang tinggi ini

menyebabkan biaya produksi minyak sawit termasuk paling rendah

diantara minyak nabati lainnya yaitu sekitar USS 100 per ton. Untuk

meningkatkan daya saing, produktivitas tanaman kelapa sawit masih

mempunyai peluang yang cukup tinggi untuk ditingkatkan lebih tinggi

lagi. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui upaya yang sistematis untuk

Page 62: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

mendapatkan bahan tanaman unggul melalui penelitian tanaman serta

perbaikan kultur teknis

Bertolak dari peluang dan sumberdaya yang ada. strategi

penelitian pemuliaan kelapa sawit di Indonesia harus difokuskan pada

upaya pemenuhan kebutuhan bahan tanaman unggul yang berkualitas,

baik untuk kepentingan domestik maupun ekspor. dengan memiliki

keunggulan tertentu. Bahan tanaman kelapa sawit di masa depan harus

memiliki keunggulan dalam hal sifat primer produktivitas minyak dengan

tambahan satu atau lebih sifat sekunder. Sebagai konsekwensinya.

produsen bahan tanaman (industri benih) kelapa sawit juga harus

mampu menyediakan dirinya sebagai super market di dalam memenuhi

kebutuhan bahan tanaman sesuai dengan permintaan konsumen.

Unggul dalam hal sifat primer produktivitas minyak mutlak harus

dimiliki oleh bahan tanaman kelapa sawit masa depan. Hal ini sangat

penting sebab keunggulan kompetitif kelapa sawit dibandingkan dengan

sumber penghasil minyak nabati lain (kedele, kelapa, rapeseed. bunga

matahari) adalah dari segi potensi produksinya. Dengan sistem

budidaya yang optimum, saingan terdekat kelapa sawit yaitu kedele

hanya mampu menghasilkan minyak nabati maksimum 3 ton/ha/tahun.

Selain itu dari berbagai literatur diketahui bahwa kemajuan seleksi

pertahun untuk kedele jauh di bawah kelapa sawit. Oleh karena itu.

margin kenaikan produktivitas antara komoditas ini dari tahun ke tahun

diperkirakan akan semakin melebar.

Keunggulan sifat sekunder berasal dari unggulan kualitas minyak

komponen minor minyak sawit, ketahanan terhadap hama dan penyakit,

toleransi terhadap cekaman lingkungan, atau keragaman morfologi.

Kualitas minyak bergantung pada jenis penggunaanya, Saat ini produk

minyak sawit (CPO) Indonesia yang diekspor ke luar negeri hanya

dibatasi oleh ketentuan kualitas berupa kandungan asam lemak bebas

Page 63: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

serta Kadar air dan kotoran. Di masa depan, tuntutan akan spesifikasi

produk diperkirakan akan lebih mengkristal Misalnya. untuk bahan baku

salad oil diperlukan minyak sawit mentah (CPO) yang mempunyai

kandungan asam lemak tak jenuh tunggal (oleat) tinggi. Untuk

komponen minor minyak sawit, diperlukan minyak sawit dengan

kandungan beta carotene, tocopherol, dan tocotrianol yang tinggi

Sebaliknya untuk industri oleo kimia akan bergantung kepada minyak

inti sawit Palm Kernel Oil. (PKO). Oleh karenannya. dimasa depan

diperlukan kelapa sawit yang mempunyai kernel (ratio inti per buah)

yang tinggi. Sebagai konsekuensinya, arah dan strategi pemuliaan

kelapa sawit harus disediakan dengan perkembangan tuntutan produk

akhir tersebut.

Sifat sekunder yang tidak kalah penting adalah ketahanan

terhadap stres biotik, hama dan penyakit, seperti ketahanan terhadap

Ganoderma. Di masa yang akan datang pemuliaan terhadap ketahanan

hama dan penyakit harus diprioritaskan. Dengan mempertimbangkan

pola interaksi mikroba tanaman, peluang timbulnya penyakit akan

semakin bertambah dengan bertambahnya siklus pertanaman.

Pengalaman terhadap eksplosif penyakit layu fusarium di Afrika Barat

menunjukkan bahwa serangan penyakit jauh lebih tinggi di areal

replating dibandingkan dengan areal baru. Dengan program replating

perkebunan kepala sawit mulai tahun 2005 diperkirakan problem

penyakit akan lebih dominan. Oleh karenanya pendekatan preventif

perlu dilakukan dengan \menghasilkan bahan tanaman yang tahan

terhadap stress biotik.

Pemuliaan kelapa sawit yang toleran terhadap cekaman

lingkungan maupun yang ramah lingkungan perlu diprioritaskan Saat

ini. di Indonesia tersedia 30 juta lahan hutan konversi Hanya 5.06 juta

ha dari seluruh areal yang tersedia tersebut yang telah dimanfaatkan

Page 64: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

untuk keperluan transmigrasi dan perkebunan. Dengan demikian seluas

24 96 juta ha (83.4%) areal konservasi masih belum dimanfaatkan.

Areal yang tersisa tersebut umumya merupakan lahan marginal yang

mempunyai keterbatasan pedo-agroklimat. Oleh karenanya, tuntutan

ketersediaan bahan tanaman kelapa sawit yang mempunyai

produktivitas tinggi di lingkungan yang memiliki banyak keterbatasan

pedo-agroklimat perlu memperoleh perhatian.

Salah satu sifat yang perlu diperbaiki dalam perbaikan bahan

tanaman adalah dengan keragaman morfologi tanaman, Hingga awai

1970-an kerapatan tanaman yang dilakukan oleh pekebun kelapa sawit

yang menggunakan materi dura adalah 143 pohon per ha Varietas

unggul D x P umumnya mempunyai kerapatan yang lebih jagur.

sehingga kerapatan optimum berkurang menjadi 130 pohon per ha.

Beberapa DxP juga tumbuh cepat. terutama di areal dengan kelas

kesesuaian lahan I yang mempunyai daya dukung lahan sangat baik

untuk pertanaman kelapa sawit. Efisiensi penggunaan lahan

kemungkinan dapat ditingkatkan jika tersedia bahan tanaman kelapa

sawit yang mempunyai pertumbuhan meninggi yang lambat dan

pelepah pendek sehingga dapat ditanam lebih rapat.

b. Perbaikan kultur teknis

Areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia masih dapat

dikembangkan lebih lanjut lagi, akan tetapi pengembangan tersebut

hanya dapat dilakukan pada lahan kurang subur yaitu lahan dengan

kesesuaian lahan kelas tiga (S3) mengingat lahan kelas satu sudah

sangat terbatas. Karena produktivitas kelapa sawit pada lahan tersebut

lebih rendah maka diperlukan input yang lebih tinggi untuk menaikan

produktivitas. Oleh karena itu harus ditemukan berbagai terobosan atau

Page 65: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

teknologi baru yang mampu meningkatkan produksi tanaman kelapa

sawit pada lahan kurang subur.

Untuk mencapai tujuan tersebut strategi penelitian dalam bidang

kultur teknis harus diarahkan pada pencarian teknologi baru untuk

meningkatkan penyakit Pemanfaatan tandan kosong sebagai mulsa

pada tanaman kelapa sawit serta land aplikasi perlu diteliti lebih lanjut

mencari metode yang paling sesuai dalam memanfaatkan mutrisi dalam

kedua limbah tersebut secara optimal.

c. Diversifikasi produk untuk pengembangan pasar

Konsumsi minyak/lemak perkapita di Indonesia sekitar 10 kg per

tahun. jika penduduk Indonesia sekitar 200 juta orang maka total

konsumsi minyak/lemak per tahun sekitar 2 juta ton. Kebutuhan

minyak/lemak yang digunakan sebagai bahan baku industri oleokimia

sekitar 20% (ICBS. 1997). Dengan demikian produksi minyak sawit

nasional yang dikonsumsi dalam negeri sekitar 54%. Sebagian besar

minyak sawit digunakan sebagai bahan baku minyak goreng. margarin

dan produk oleo pangan lainnya sementara sisanya digunakan sebagai

bahan baku oleokimia. Keunggulan minyak sawit dibandingkan dengan

minyak nabati lainnya adalah biaya produksi yang rendah, komposisi

asam lemak jenuh dan tidak jenuh yang berimbang, mengandung

senyawa-senyawa minor yang sangat bermanfaat bagi kesehatan seperti

beta-karoten. tokoferol. tokotrienol. sehingga produk-produk yang dapat

dikembangkan lebih beragam.

Mengingat terbatasnya jenis-jenis produk hilir yang diproduksi di

Indonesia, maka diperlukan penelitian-penelitian untuk mencari produk-

produk baru yang dapat dibuat dari minyak sawit. Di samping untuk

meningkatkan nilai tambah, ekspor produk hilir juga tidak menghadapi

technical barrier seperti halnya ekspor bahan baku.

Page 66: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Komposisi asam lemak miyak sawit yang berimbang jumlah fraksi

cair dan fraksi padatnya sangat menguntungkan jika digunakan sebagai

bahan baku pembuatan margarin karena secara alami telah terbentuk

semi-padat Umumnya bahan baku yang digunakan untuk pembuatan

margarin berasal dari hidrogenasi liquid oil seperti minyak kedelai,

minyak jagung dan lainnya. Hasil samping dari proses hidrogenasi

memberikan asam lemak dengan konfigurasi trans yang berbahaya bagi

kesehatan Oleh karenanya, rencana US-FDA mencantumkan trans fat

pada produk-produk makanan jika persyaratannya tidak dikaitkan

dengan kandungan saturated fat akan memberi peluang yang besar

pada minyak sawit. Berbagai jenis produk baru lainnya dengan bahan

baku minyak sawit perlu diteliti untuk mengembangkan pasar minyak

sawit. Dengan berkembangnya pasar. technical barrier diperkirakan

tidak akan mampu membendung pasar minyak sawit.

Permintaan produk oleokimia diperkirakan juga akan meningkat

untuk mengantikan produk petro kimia. Keunggulan produk oleokimia

dibandingkan dengan produk Petrokimia adalah sifatnya yang

biodegradable dan renewable Di antara produk oleokimia yang

potensial adalah oleokimia dasar seperti asam lemak. metil ester, fatty

alkohol, fatty amina dan gliserol. Asam lemak merupakan produk

oleokimia dasar yang sangat luans penggunaannya terutama sebagai

bahan baku pada industri kosmetik, plasticier. sabun dan toiletries. Metil

ester merupakan produk antara yang dibuat dengan cara esterifikasi

antara minyak sawit atau inti sawit dengan metanol. Selain dapat

digunakan langsung sebagai bahan bakan pengganti diesel (biodiesel)

dan pelumas, metil ester dapat diproses lebih lanjut menjadi fatty

alkohol Fatty alkohol merupakan produk oleokimia dasar yang banyak

digunakan sebagai bahan baku surfaktan, kosmetik dan diterjen. Fatty

alkohol dibuat dengan cara hidrogenasi metil ester pada suhu dan

Page 67: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

tekanan tinggi menggunakan katalis kimia Fatty amina merupakan

senyawa turunan nitrogen yang dapat digunakan sebagai bahan baku

pembuatan surfaktan, pelembut pakaian dan shampo. Gliserm yang

merupakan hasil samping dari keempat industri oleokimia di atas sangat

diperlukan pada industri konsmetika. farmasi, makanan, toiletries, tektil

dan bahan peledak.

d. Ekspioitasi keunggulan nutrisi minyak sawit

Minyak sawit memilki beberapa keunggulan dibandingkan minyak

nabati lainnya. terutama dipandang dari aspek nutritionallnya.

Komposisi asam lemak utamannya yang teridiri dari asam lemak jenuh

(asam palmitat. C16:0) sebesar 44% dan asam lemak tidak jenuh

tunggal (asam oleat. C18:1) sebesar 39%. membuat aplikasi minyak

sawit sangat luas pada pangan. Asam oleat pada minyak sawit ini telah

dibuktikan dapat menurunkan kadar kolesterol total dan LDL-kolesterol

darah (Mattson dan Grundy. 1985). Disamping itu. kandungan

komponen minor minyak sawit, yakni karotenoid dan vitamin E

(tokoferol dan tokotrienol) yang tinggi membuat minyak sawit memiliki

nilai nutrisi yang baik. selain juga memiliki sifat antioksidan yang dapat

meningkatkan stabilitas minyak sawit itu sendiri.

Disisi lain, minyak inti sawit merupakan sumber asam lemak

rantai sedang (C6-C12) yang potensial. Asam lemak rantai sedang

sudah sejak lama digunakan sebagai bahan nutrisi enteral (oral feeding)

maupun parenteral (intravenous feeding) bagi pasien-pasien di rumah

sakit yang membutuhkan diet khusus. Minyak dengan kandungan asam

lemak rantai sedang dapat diabsorpsi dan dioksidasi lebih cepat untuk

kebutuhan energi dibandingkan dengan asam lemak rantai panjang

(Mergemis. 1991). Saat ini bentuk-bentuk lipida terstruktur (structured

lipids) dengan kandungan asam lemak rantai sedang yang tinggi

Page 68: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

banyak digunakan sebagai bahan lemak rendah kalori dalam produk-

produk pangan Target konsumen produk ini adalah orang-orang yang

sedang melakukan diet dan menghindari kegemukan Hal ini

dimungkinkan karena asam-asam lemak rantai sedang menghasilkan

kalori yang lebih rendah (6-8 kkal/g). dibandingkan dengan asam lemak

ranti panjang yang memiliki nilai kalori 9 kkal/g (Akoh. 1995 danAkoh

1998).

Dengan keunggulan-keunggulan komparatif yang dimiliki minyak

sawit dan minyak inti sawit seperti yang disebutkan di atas maka

pengembangan industri pangan berbasis minyak sawit haruslah dapat

mengeksploitasi sifat-sifat tersebut. Saat ini negara-negara maju telah

mampu mengembangkan tanaman-tanaman penghasil minyak dengan

perbaikan komposisi asam lemak tertentu, baik dengan metode

penulisan konvensional maupun rekayasa genetik. Kandungan asam

lemak yang ditinggalkan adalah asam-asam lemak yang bermanfaat

posifit bagi kesehatan manusia namun juga memiliki stabilitas yang

baik. seperti asam oleat dan laurat Dengan arah penelitian dan

pengembangan yang tepat. maka peluang untuk lebih memeperluas

aplikasi minyak sawit di industri pangan dapat direbut. Hal ini

dimungkinkan karena dalam waktu dekat. tanaman-tanaman baru

tersebut akan belum mampu bersaing secara ekonomis dengan minyak

sawit, dismaping produksi sawit saat ini sangatlah efisien.

Penelitian dan pengembangan industrialisasi minyak sawit juga

dapat diarahkan pada teknologi proses untuk produk-produk bernilai

ekonomis tinggi. Kesadaran masyarakat dunia, terutama di negara-

negara maju, terhadap kesehatan, keamanan pangan dan kelestarian

lingkungan haruslah menjadi acuan dalam strategi penelitian dan

pengembangan minyak sawit. Diversifikasi produk pangan yang

menggunakan minyak sawit dan minyak inti sawit sebagai konstituen

Page 69: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

dapat diarahkan ke produk-produk cocoa butter substitute (CBS),

Confectionery fats, medium chain triglyceride (MCT). lemak biskuit dan

pengganti lemak susu.

Proses modifikasi dan restruktunsasi minyak sawit secara

enzimatik juga dapat menjawab tantangan yang disebutkan di atas,

dengan mengembangkan produk minyak/lemak yang sehat" dengan

target spesifik mengatasi beberapa jenis penyakit atau ganguan, serta

untuk meningkatkan kesehatan. Minyak sawit dan minyak inti sawit

dapat digunakan sebagai sumber maupun pembawa (carrier) asam-

asam lemak spesifik yang bermanfaat positif bagi nutrisi dan kesehatan.

Dengan proses modifikasi enzimatik pula maka kandungan asam-asam

lemak spesifik yang berasal dari minyak inti sawit, minyak sawit itu

sendiri. bahkan yang berasal dari minyak lain seperti asam lemak

omega-3 dari minyak ikan atau asam lemak esensial dari minyak jagung

atau kedele. Lebih lanjut provitamin A merupakan antioksidan yang

efektif. Studi epidemiologi menunjukan adanya hubungan yang erat

antara beta karoten dengan pencegahan beberpa jenis penyakit kanker,

sehingga beta karoten dikategorikan sebagai salah satu dari 10

senyawa anti kanker utama. Vitamin E juga telah dikenal luas sebagai

senyawa antioksidan, antikanker dan bersifat hipokolesterolemik.

Kehilangan vitamin D terbesar selam proses pemurnian minyak sawit

adalah pada distilat asam lemak sawit (PFAD). Konsentrasi vitamin E

pada PFAD ini dapat 5-10 kali lebih tinggi daripada CPO. sehingga

PFAD dapat digunakan sebagai sumber vitamin E yang sangat

potensial.

Kelebihan-kelebihan aspek nutrisional pada minyak sawit dan

minyak inti sawit juga perlu diteliti secara biologis, sehingga kelak

sebagai produsen minyak sawit terbesar Indonesia siap untuk

menghadapi trade maupun technical barrier yang dilancarkan oleh

Page 70: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

negara-negara pesaing penghasil minyak nabati lainnya. Kandungan

asam lemak jenuh yang sering digunakan sebagai alasan untuk

memojokan minyak sawit, perlu dibuktikan bersifat netral secara

alamiah apabila dikonsumsi bersama-sama dengan asam lemak tidak

jenuh. Selama ini penelitian-penelitian biologis yang berkaitan dengan

asam lemak umumnya menggunakan asam lemak secara individual

dalam diet percobaan, padahal kondisi ini tidak pernah ditemukan

dalam menu diet manusia sehari-hari. Uji biologis yang membuktikan

bahwa asam lemak jenuh pada minyak sawit tidak seburuk asam lemak

trans pada hydrogenated vegetable oil dalam meningkatkan resiko

penyakit jantung koroner juga dibutuhkan.

e. Pengembangan produk dari limbah industri kelapa sawit

Strategi penelitian pemanfaatan limbah pada kelapa sawit harus

diarahkan pada teknologi pembuatan produk-produk bernilai tinggi dan

limbah tersebut. Dengan demikian industri kelapa sawit akan

mendapatkan tambahan keuntungan dengan memproduksi berbagai

jenis produk dari limbah padat kelapa sawit.

Tandan kosong kelapa sawit, pelepah serta batang kelapa sawit

hasil replanting merupakan limbah kelapa sawit yang jumlahnya sangat

besar dan sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal

Penelitian masih diperlukan untuk mengolah limbah tersebut menjadi

produk-produk yang mempunyai nilai ekonomis tinggi sehingga dapat

meningkatkan keuntungan

Tandan kosong dan pelepah saat ini umumnya masih dibakar

atau digunakan sebagai mulsa di perkebunan kelapa sawit penelitian di

PPKS menunjukan bahwa tandan kosong dan pelepah merupakan

bahan baku yang baik untuk industri berbagai jenis kertas. PPKS

bekerja sama dengan PT. K raft Aceh, dan Balai Penelitian Selulosa

Page 71: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Bandung telah berhasil mendapatkan teknologi pembuatan pulp dan

kertas berbahan baku tandan kosong dan pelepah sawit pada skala

pilot. Kertas yang diproduksi berupa kertas cetak, kertas kraft. dan

kertas karton. Secara umum kualitas pulp dan kertas yang dihasilkan

telah sesuai dengan standar nasional Indonesia. Pada tahun 1999

kebun kelapa sawit di Indonesia menghasilkan sekitar 5.9 juta ton

tandan kosong. Jika bahan ini dijadikan kertas, diperkirakan akan setara

dengan 2,3 juta ton kertas.

f. Produksi bersih

Akhir-akhir ini isu lingkungan semakin gencar disuarakan oleh

berbagai kalangan. Hal ini karena semakin besarnya kepedulian

masyarakat dunia terhadap pentingnya pelestarian lingkungan

Konsumen berani membayar lebih tinggi untuk produk-produk pangan

atau non pangan yang diproduksi dengan memperhatikan kelestarian

lingkungan. Metode produksi bersih (cleaner production) semakin

banyak diadopsi oleh industri untuk mendapatkan nilai tambah

lingkungan terhadap produknya.

Penerapan produk bersih pada industri kelapa sawit akan dapat

menaikkan daya saing minyak sawit serta menjadikan industri sawit

berwawasan lingkungan Berbeda dengan pengolahan minyak nabati

lainnya yang kebanyakan menggunakan pelarut organik. pengolahan

minyak sawit dilakukan secara mekanis tanpa menggunakan pelarut

atau bahan kimia sama sekali. Keunggulan ini perlu diungkapkan

minyak sawit dapat memperoleh green label yang secara langsung

dapat menaikan daya saing minyak sawit di dunia. Adanya green label

akan mampu menangkal technical barrier yang masih akan terus

dilontarkan oleh negara-negara maju.

Page 72: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

a. Peningkatan produktivitas perkebunan

Pengembangan perkebunan kepala sawit secara besar-besaran

di Indonesia dimulai pada awai delapan puluhan. Mengingat umur

ekonomis tanaman kelapa sawit adalah 25 tahun. maka dalam jangka

waktulima tahun mendatang akan terjadi replanting secara besar-

besaran pula. Pada saat replanting ini merupakan saat yang tepat untuk

mengganti tanaman kelapa sawit dengan bahan tanaman yang lebih

unggul untuk meningkatkan produktivitas. Kesalahan pemilihan bahan

tanaman akan berakibat sangat panjang. Ada berbagai bahan tanaman

unggul hasil pemuliaan PPKS yang dapat dikembangkan untuk

replanting diantaranya sebagai berikut:

Varietas DxP baru dengan produktivitas 6.31 ton CPO/ha/tahun

Klon baru hasil kultur jaringan dengan produktivitas 8 ton

CPO/ha/tahun.

Varietas DxP baru dengan produksi minyak sawit ini yang lebih

besar dengan produktivitas 5-6 ton CPO dan 0 79 ton inti

sawit/ha/tahun

Penggantian tanaman kelapa sawit dengan varietas dan klon-klon

baru tersebut diharapkan secara bertahap akan menaikkan

produktivitas perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Pengembangan

tanaman sawit dengan inti besar akan memberikan nilai tambah berupa

peningkatan produksi minyak inti sawit dari semula 0.28 ton menjadi

0.79 ton/ha/tahun. Varietas baru ini dapat menjadi sumber minyak laurat

yang selama ini diperoleh dari minyak yang produktivitasnya 0.8-1.2

ton/ha/tahun. Kebutuhan minyak laurat sebagai bahan baku industri

oleokimia terus meningkat dengan sangat cepat yang tidak dapat

diimbangi peningkatan produksi minyak kelapa yang merupakan

sumber utama minyak lauric. Oleh karena itu tanaman dengan inti besar

Page 73: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

mempunyai prospek yang sangat cerah. Selain untuk minyak. inti sawit

dapat juga diproses untuk dijadikan santan instan yang permintaannya

juga terus meningkat. Andaikan bahan perkembangan bahan tanaman

yang digunakan mampu meningkatkan rata-rata produksi 4 ton menjadi

4.5 ton CPO + inti/ha/tahun, maka dari perbaikan bahan tanaman

dengan produksi tinggi PPKS telah melepaskan tanaman berpostur

pendek yang memudahkan pemanenan sehingga mengurangi biaya

panen sampai 32% dan memperpanjang umur ekonomis tanaman.

b. Peningkatan mutu produk primer

Kualitas CPO yang diproduksi oleh PKS di Indonesia sebetulnya

cukup bagus dan memenuhi standar mutu, akan tetapi selama

pengangkutan dari pabrik kepelabuhan kadang-kadang terjadi

penurunan mutu akibat kontaminasi dengan bahan-bahan lain baik tidak

sengaja maupun disengaja oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung

jawab seperti terjadinya kasus pencemaran minyak sawit di Indonesia,

bukan hanya pada eksportir tetapi juga pada petani. Potongan harga

sebanyak USS 20/ton yang setara dengan Rp 30/kg TBS sebagian besar

akan menjadi beban produsen termasuk petani. Oleh karena itu untuk

menjaga mutu dan daya saing minyak sawit, perlu segera dicari upaya

pencegaha kontaminasi melalui pengawasan mutu yang ketat serta

peningkatan kedisiplinan pelaku transportasi minyak sawit.

c. Pengembangan industri hilir

Industri pangan dari minyak sawit di Indonesia didominasi oleh

industri minyak goreng disusul oleh margarin Konsumsi margarin di

Indonesia selama 6 tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup

tinggi. yaitu sekitar 15.02% per tahun (1991-1996). Dengan demikian

Page 74: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

industri tersebut mempunyai peluang untuk lebih dikembangkan di

Indonesia.

Berbeda dengan industri minyak goreng. industri oleokimia masih

sangat sedikit. Oleokimia adalah produk kimia yang berasal dari minyak

atau lemak. baik yang berasal dari nabati maupun hewani, yang dibuat

dengan cara memutus struktur trigliserida dari minyak atau lemak

tersebut menjadi asam lemak dan gliserin, atau dengan cara

memodifikasi gugus fungsi karboksilat dan hidroksilnya baik secara

kimia, fisika maupun biologi. Sebagian besar oleokimia digunakan

sebagai bahan baku surfaktan untuk produk-produk rumah tangga dan

industri.

Surfaktan dapat dibuat baik dari petrokimia maupun oleokimia.

Dimasa mendatang, produk dari oleokimia cenderung lebih disukai oleh

konsumen dibandingkan dengan produk dari petrokimia. Hal ini terlihat

dari meningkatnya kontribusi oleokimia pada industri surfaktan dari 12%

(pada 1985) menjadi 20% (pada1995). sementara kontribusi produk

surfakan dari petrokimia seperti branch alkyl benzene dan linier alkil

benzene berturut-turut turun dari 14% dan 55% (1985) menjadi 9 dan

53% (1995). Kecenderungan ini terutama disebabkan karena minyak

nabati merupakan sumber yang dapat diperbaharui, relatif lebih aman

bagi kesehatan dan mudah terdegradasi secara biologi sehingga relatif

tidak mencemari lingkungan.

Pada awainya bahan baku utama oleokimia adalah tallow dan

minyak kelapa masing-masing merupakan sumber asam lemak C16 dan

C18 dan C12 dan C14. Namun, selama 1985-1995 peningkatan produksi

tallow sangat sedikit sehingga tallow dan minyak kelapa tidak dapat

memenuhi kebutuhan sumber bahan baku oleokimia dimasa yang akan

datang. Alternatif pengganti tallow dan minyak kelapa sebagai bahan

oleokimia adalah CPO dan PKO karena masing-masing mengandung

Page 75: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

asam lemak C16 dan C18 dan C12 dan C14. Diperkirakan pada masa

yang akan datang CPO dan PKO akan memegang peranan penting

sebagai sumber utama bahan baku oleokimia.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, industri oleokimia yang

dapat dikembangkan adalah industri oleokimia dasar yaitu fatty acids.

fatty alcohol, glycerine.dan metil ester, industri produk akhir seperti

sabun dan diterjen atau industri bahan-bahan halus seperti vitamin A.

dan vitamin E. Namun. perkembangan industri oleokimia di Indonesia

masih lambat karena inventasi di bidang industri tersebut cukup tinggi.

yaitu sekitar Rp. 200-300 milyar. Walaupun demikian, pada 1996 industri

oleokimia di Indonesia dapat masih memberikan devisa kepada negara

cukup besar. yaitu sebesar USS 304 juta. Selain industri oleokimia dasar.

pengembangan industri kelapa sawit juga dapat dilakukan melalui

industri lanjutan seperti industri sabun. margarin, dan produk-produk

pangan.

PENUTUP

Minyak sawit sebenarnya mempunyai banyak keunggulan yang

tidak dimiliki nabati lainnya. Karena keunggulan tersebut, minyak sawit

sering mengalami technical barrier dari negara-negara maju sebagai

upaya untuk membatasi konsumsi dan perdagangan minyak sawit. Untuk

mengantisipasi technical barrier terhadap minyak sawit di masa yang

akan datang. perlu dilakukan penelitian dan pengembangan minyak

sawit yang sistematis dan berkesinambungan. Strategi-setrategi

penelitian dan pengembangan minyak sawit harus diarahkan pada

eksploitasi keunggulan minyak sawit tersebut, pengembangan produk-

produk baru dari minyak sawit serta penerapan produksi bersih untuk

mendapatkan green label.

Page 76: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Makalah Tambahan

Page 77: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

MEMANFAATKAN ASPEK NEGATIF ASAM LEMAK TRANS SEBAGAI FAKTOR PEMBANGUN CITRA MINYAK SAWIT

Purwiyatno Hariyadi

Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fateta IPB

Perang dagang antara lemak tropika (minyak kelapa sawit, kelapa)

dan lemak non tropika (minyak jagung, kedelai, kanola. dll) terus

berkecamuk. Walaupun peraturan tentang persaingan perdagangan

internasional harus didasarkan pada fakta-fakta ilmiah yang berlaku saat itu.

namun pada kenyataannya peraturan yang ada sering merugikan negara

berkembang. Kasus adanya pelabelan asam lemak trans merupakan contoh

yang baik untuk hal ini.

Asam-asam lemak jenuh memiliki sebuah rantai yang terdiri dari

atom-atom karbon yang digabungkan oleh ikatan-ikatan tunggal. sehingga

memungkinkan adanya rotasi pada ikatannya. Pada asam-asam lemak

tidak jenuh adanya ikatan ganda membatasi terjadinya rotasi. Karena itu

asam lemak tidak jenuh dengan satu ikatan ganda dapat berada dalam dua

bentuk. Bentuk cis atau z memiliki dua bagian dari rantai karbon yang

cenderung berhadapan satu sama lain dan bentuk trans atau e memiliki dua

bagian dari rantai karbon yang hampir linear. Karena sifat-sifat inilah maka

asam-asam lemak trans (trans fatty acid/ALT) memiliki konfirmasi dan sifat

yang hampir menyerupai asam-asam lemak jenuh. Bahkan, dari aspek

kesehatan. ALT sering memberikan efek yang lebih negatif daripada asam

lemak jenuh. Karena minyak tropika tidak mengandung ALT. maka pada

kondisi ini aspek negatif ALT perlu digunakan sebagai faktor pembangun

citra positif dari minyak sawit.

Page 78: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Hidrogenasi

Secara alarm, asam-asam lemak tidak jenuh pada minyak nabati

berada dalam bentuk cis Pada saat minyak terhidrogenasi sebagian maka

sejumlah ikatan ganda akan hilang (menjadi ikatan tunggal) dari rantai asam

lemak. dan sebagian asam lemak tidak jenuh bentuk isomer cis dan akan

berubah menjadi bentuk trans. membentuk ALT

Sejumlah lemak tidak jenuh yang berasal dari ruminansia sebagian .

mengalami hidrogenasi oleh bakten dalam rumen. Sehingga, lemak susu

produk-produk susu dan lemak sapi dan kambing juga mengandung isomer

asam lemak cis dan trans. meskipun dalam proporsi yang agak berbeda.

Jumlah yang ditemukan umumnya adalah sekitar 2-9%. Sejumlah kecil ALT

juga terdapat pada lemak unggas dalam lemak babi, tergantung dari

makanannya

Hal ini merupakan keunggulan minyak tropika, dimana secara fisiko-

kimia. minyak tropika tidak memerlukan adanya proses hidrogenasi.

Berbeda sekali dengan minyak tropika, minyak non-tropika umumnya

memerlukan proses hidrogenasi untuk meningkatkan stabilitas dan juga

untuk meningkatkan daya gunanya. Karena itulah aspek negatif dari proses

hidrogenasi mi -yaitu terbentuknya ALT- perlu dipaparkan dengan baik.

sehingga keunggulan minyak tropika dapat ditonjolkan dengan baik pula

Proses hidrogenasi ini pula yang memberikan sumber utama bagi

asupan ALT bagi konsumen di negara maju. Menurut laporan dari Hulshof

(1999) yang melakukan penelitian bersama di 14 negara Eropa Barat

menunjukkan bahwa minyak dan lemak hasil hidrogenasi merupakan

sumber utama asupan ALT Untuk UK -misalnya- perkiraan asupan total

lemak rata-rata adalah 77 g/hari. ekivalen dengan 35.7% asupan energi

Rata-iata konsumsi ALT adalah 2.8 g/hari (=1.3% energi). sedangkan

sekitar 28.5 g/hari (=13.2% energi) adalah berupa asam lemak jenuh.

Page 79: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Dari survei diatas (Hustof. 1999). diketahui bahwa sumbangan (%)

dari berbagai makanan terhadap asupan ALT adalah sebagai berikut:

Susu dan keju 18 8% AlamiMentega 5.9% AlamiTelur 0.9% AlamiDaging dan produknya 10.3% AlamiMinyak dan lemak 35.5% Terutama diakibatkan dari hidrogenasiBiskuit dan cake 16.5% Terutama diakibatkan dari hidrogenasiSavoury pies, etc 3.5% Terutama diakibatkan dari hidrogenasi

Keripik, kentang goreng 4.5% Terutama diakibatkan dari hidrogenasiLain-lain ; 4.1% Terutama diakibatkan dari hidrogenasiTotal ; 100% Terutama diakibatkan dari hidrogenasi

Pengaruh negatif ALT Perlu dikomunikasikan kepada konsumen

Dan aspek pencernaan, absorbsi dan metabolisme ALT mengalami

hal yang sama dengan isomer cis. Kedua jenis asam lemak tersebut

tergabung dengan lemak dalam jaringan, dan terdapat dalam air susu ibu

dan selanjutnya dikataboiisme dengan cara yang sama seperti pada isomer

cis.

Namun dari berbagai studi, diperoleh hubungan positif peningkatan

antara peningkatan proses hidrogenasi dan peningkatan frekuensi penyakit

jantung koroner (PJK) dan masalah kesehatan lainnya. Korelasi tersebut

telah dibahas tuntas oleh British Nutrition Foundation (1995) dan kemudian

dikonfirmasi oleh berbagai laporan hasil penelitian. Antara lain, hasil

penelitian Thomas et al 1981 menunjukkan bahwa sampel jaringan adiposa

dari penderita yang meninggal akibat PJK menunjukkan konsentrasi ALT

yang lebih tinggi dibanding rata-rata.

Keberadaan ALT diketahui bersifat kompetitif terhadap absorbsi dan

metabolisme asam lemak esensial (EFA), terutama pada proses reaksi

yang penting untuk perkembangan sistem syaraf dan penglihatan. Asupan

tinggi ALT menunjukkan pengaruh pada metabolisme EFA pada hewan

Page 80: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

percobaan, terutama pada saat asupan EFA rendah. Hal ini menjadi sangat

penting terutama untuk bayi yang baru lahir, terutama bila prematur, dimana

asupan ALT dari air susu ibu (dipengaruhi oleh asupan ALT ibu tersebut)

cukup tinggi. Pertimbangan ini membuat Danish Nutrition Council

menganjurkan pengurangan asupan ALT dan lemak nabati rata-rata

2 g/hari. Demikian juga hasil-hasil penelitian lainnya. yang menunjukkan

bahwa ALT perlu diwaspadai sebagai salah satu faktor diet yang penting

dan dapat meningkatkan peluang terjadinya masalah kesehatan pada tubuh

Lihat pula berbagai hasil penelitian yang diuraikan pada tulisan yang

berjudul “Tantangan Penerapan Trade Barrier dalam Perdagangan

Internasional Minyak Sawit dan Strategi Penanggulangannya" (PPKS) dan

"The Truth in Labeling" (MAKSI dan PPKS) dalam Prosiding ini.

Rekomendasi?

Berbagai badan yang berwenang di bidang pangan. gizi dan

kesehatan telah menerbitkan beberapa rekomendasi yang isinya adalah

untuk mengurangi asupan ALT. Badan-badan itu antara lain adalah

Departemen Kesehatan UK (1994), WHO (1994). dan BNF (1995). Secara

umum, rekomendasi tersebut menyatakan bahwa meskipun resiko

kesehatan dari asupan ALT pada tingkat konsumsi yang sekarang ini masih

belum mengkhawatirkan, namun mengingat kecenderungan yang ada dan

efek jangka panjang. maka paling tidak asupan ALT tidak seharusnya

ditingkatkan.

Hal yang sangat penting yang perlu dicermati oleh masyarakat

minyak tropika adalah adanya rekomendasi yang dibuat WHO. yang

menyatakan bahwa “Pabrik makanan harus dapat mengurangi

tingkat/jumlah isomer trans asam lemak sebagai akibat hidrogenasi"

Page 81: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Peluang Bag! Minyak Topika

Kalangan industri di negara-negara maju, terutama di Eropa telah

memberikan respon positip tentang rekomendasi ini. Khususnya bagi

industri margarin menurut survei Hulshof. soft margarin yang pada tahun

1894 memiliki kandungan ALT 8-12%. sekarang telah dimodifikasi menjadi

kurang dari 1% Demikian pula dengan margarin batang. yang tadinya pada

tahun 1994 mempunyai kandungan ALT sebesar 18-26%. saat ini telah

direformulasi menjadi 10-12% (Paper oleh Baldock. dalam SCI Oils and

Fats grup meeting on Hydrogenation. 16 Februari 1998)

Kecenderungan pengurangan ALT ini merupakan peluang bagi

minyak tropika, untuk mempromosikan dirinya sebagai minyak yang tanpa

mengadung ALT (trans free oil) Upaya penurunan kandungan ALT

berbagai produk pangan ini memang bisa dilakukan dengan introduksi

teknik proses yang baru. namun upaya substitusi minyak terhidrogenasi

dengan minyak tropika (minyak tak terhidrogenasi) merupakan alternatif

yang oaik dan murah yang perlu dipromosikan oleh masyarakat minyak

tropika Disamping itu. kesempatan ini perlu pula digunakan untuk

mempromosikan nilai lebih yang lain, yang dimiliki oleh minyak tropika,

khususnya minyak sawit.

Sudah saatnya masyarakat minyak sawit Indonesia, bersama-sama

dengan pemerintah dan penguasaha minyak sawit, memanfaatkan peluang

yang ada ini untuk menyusun strategi pemasaran yang efektif dan lebih

agresif Dengan dukungan data dari lembaga pendidikan dan penelitian,

dukungan dana dan fasilitas dari pemerintah dan pengusaha maka upaya

membangun citra positip dari minyak sawit akan dapat lebih cepat

direalisasikan.

Page 82: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

ASAM LEMAK TRANS DALAM MAKANAN: MEKANISME PEMBENTUKAN DAN METABOLISME DALAM TUBUH

Ni Luh Puspitasari Nienaber

Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fateta. IPB

PENDAHULUAN

Asam lemak trans dan pengaruhnya bagi kesehatan boleh dibilang

merupakan masalah gizi mutakhir yang sedang menjadi kontroversi.

Meskipun isu mengenai asam lemak trans sudah muncul di tahun 1950-an.

isu ini ramai kembali dibicarakan sejak lima tahun terakhir. Penelitian-

penelitian berjangka panjang dengan hewan percobaan pada umumnya

menunjukkan bahwa asam lemak trans tidak berakibat buruk bagi

kesehatan. Namun, beberapa penelitian terakhir yang dilakukan pada

manusia menunjukkan bahwa kemampuan asam lemak trans dalam

menaikkan kadar kolesterol darah lebih besar daripada asam lemak tidak

jenuh cis dan serupa dengan asam lemak jenuh (mensink dan Katan, 1990.

Zock dan Katan. 1992). Meskipun demikian, masih agak terlalu pagi untuk

mengatakan bahwa kita harus segera mengganti menu atau kebiasaan

makan kita berdasarkan penemuan-penemuan tersebut.

Himbauan serupa juga diserukan oleh lembaga-lembaga

pemerintah di Kanada. Inggris dan FDA di Amerika Serikat. mengingat

beberapa fenomena masih perlu dikaji lebih ianjut seperti yang dibahas

berikut ini (Applewhite. 1994). Apabila diperhatikan, konsumsi asam lemak

trans masih relatif rendah. Konsumsi asam lemak trans di negara-negara

Barat berkisar antara 7-8 g/orang/hari. Dari jumlah tersebut. 80%

diperhitungkan berasal dari minyak yang dihidrogenasi. Jumlah ini jauh lebih

kecil dibandingkan dengan konsumsi asam lemak jenuh yang mencapai

sekitar 14% dan konsumsi lemak total yang mencapai sekitar 36% dari

Page 83: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

kalori yang dikonsumsi per han. Di samping itu. penelitian di Finlandia

menunjukkan adanya penurunan konsumsi lemak trans, yaitu dari 3 g

/orang/ hari di tahun 1984 menjadi 2 g/orang/hari di tahun 1990. Penurunan

ini diduga merupakan akibat tidak langsung dari penurunan konsumsi lemak

secara umum.

Selain itu. rancangan percobaan mengenai fisiologis asam lemak

trans baik dengan hewan percobaan maupun dengan manusia masih

banyak kelemahannya. Beberapa penelitian mengganti asam lemak

esensial ransum begitu saja dengan asam trans sehingga rnasalah yang

timbul lebih disebabkan karena kekurangan asam lemak esensial bukan

karena konsumsi asam lemak trans. Disamping itu. banyak juga penelitian

yang menggunakan ransum dengan kandungan asam lemak trans jauh

lebih besar daripada kisaran jumlah yang dikonsumsi sehari-hari.

Di Indonesia sendiri data mengenai kadar dan konsumsi asam

lemak trans belum ada. namun margarin berpotensi pula sebagai sumber

asam lemak trans dalam diet orang Indonesia. Margarin cenderung lebih

disukai daripada mentega karena besifat lebih padat pada suhu kamar

sehingga penanganannya lebih mudah dan didukung pula oleh kebiasaan

orang Indonesia yang kurang menyukai susu maupun produk-produk susu

Tulisan ini akan mengulas sifat-sifat fisiko-kimia asam lemak trans.

mekanisme pembentukannya dalam makanan, berbagai makanan

sumbernya. serta metabolismenya dalam tubuh. Antisipasi pihak industri

maupun peneliti yang berkecimpung di bidang lemak dan minyak dalam

menurunkan kadar asam lemak trans dalam makanan akan disingung pula

di akhir tulisan ini.

SIFAT FISIK DAN KIMIA ASAM LEMAK TRANS

Isomer asam lemak tidak jenuh sebenarnya dapat dibedakan

menjadi isomer geometris dan isomer posisi. Isomer geometris atau sering

Page 84: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

disebut isomer cisltrans terbentuk ketika asam lemak tidak jenuh dengan

konfigurasi cis terisomerasi menjadi berkonfigurasi trans Isomer posisi

terbentuk jika ikatan rangkap di dalam molekul asam lemak bergeser dan

posisi semula ke posisi lain. Asam lemak berikatan rangkap pada posisi 9

dan 12 jika mengalami isomerasi posisi. ikatan rangkapnya dapat berubah

ke berbagai posisi dalam molekul, mulai dari posisi 4 sampai 16. dengan

jumlah dominan pada posisi yang dekat pada posisi awalnya (Craig-

Schmidt 1992) Isomerasi posisi umumnya disertai pula dengan isomerasi

geometris.

Gambar 1. Struktur asam oleat (cis 9-18:1) dan asam elaidat (trans 9-18:1)

Asam lemak tidak jenuh cis- atau sering disebut sebagai asam

lemak cis saja merupakan isomer alami dari asam lemak tidak jenuh.

Contohnya dalam minyak nabati adalah asam oleat (c9-18:1. dihitung dari

ujung karboksilnya), linoleat (c9. c12-18:2) dan linolenat (c9. c12. c15-18:3).

Isomer geometris terbentuk apabila ikatan rangkap cis terisomerasi menjadi

konfigurasi trans yang secara termodinamik sifatnya lebih stabil daripada

konfigurasi cis. seperti misalnya asam oleat menjadi asam elaidat (t9-18:1)

(Gambar 1) Ikatan rangkap cis adalah sebuah konfigurasi berenergi tinggi.

Page 85: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

sehingga molekul asam lemak tidak jenuh cis tidak linear dan bersifat cair

pada suhu kamar (asam oleat mempunyai titik leleh 16.3°C). Sebaiiknya,

ikatan rangkap trans merupakan sebuah konfigurasi berenergi lebih rendah.

Molekul asam lemak tidak jenuh trans berbentuk linear dan bersifat padat

pada suhu kamar seperti misalnya asam elaidat yang mempunyai titik leleh

45'C (Wood. 1992).

MEKANISME PEMBENTUKAN ASAM LEMAK TRANS DALAM MAKANAN

Sumber utama asam lemak trans adalah produk-produk pangan

dan lemak nabati yang dihidrogenasi seperti margarin. shortening minyak

makan, dan produk-produk lain yang mengandung bahan tersebut (Belitz

dan Grosch. 1984). Sumber kedua asam lemak trans adalah proses

biohidrogenasi Lemak nabati maupun hewani tidak mengandung asam

lemak trans. kecuali lemak hewan ruminansia. Beberapa jenis bakteri yang

terdapat di daiam rumen hewan tersebut menghidrogenasi sebagian dari

asam lemak tidak jenuh cis yang berasal dari pakan. sehingga daging sapi,

daging kambing dan susu sapi mengandung asam lemak trans (Craig-

Schmidt. 1992).

Secara komersial. hidrogenasi terhadap minyak dilakukan dengan

tujuan untuk 1) mengurangi derajat ketidakjenuhan asam lemak sehingga

mengurangi kecepatan kerusakan oksidatif. Pada prakteknya. minyak nabati

dihidrogenasi sehingga menghasilkan campuran asam-asam lemak 18:2

dan 18:1 dan untuk 2) memodifikasi sifat fisik minyak terutama kristalisasi

dan titik leleh minyak. sehingga produk yang dihasilkan lebih cocok dengan

aplikasi yang diinginkan. Minyak dapat dihidrogenasi sempurna sehingga

menghasilkan produk bersifat padat (titik leleh tinggi) yang cocok untuk

margarin, atau dihidrogenasi parsial menghasilkan produk seperti (Belitz

dan Grosch 1982) 1) minyak kaya asam lemak tidak jenuh tunggal yang

Page 86: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

stabil terhadap oksidasi. mempunyai umur simpan panjang dan cocok untuk

minyak salad atau shortening; 2) produk-produk yang asam linolenatnya

terhidrogenasi tetapi asam lemak esensial (asam linoleat)-nya tidak

(hidrogenasi selektif). seperti pada minyak kedele: dan 3) lemak yang

meleleh pada suhu sekitar 30°C. plastis dan dapat dioles pada suhu kamar.

Umumnya hidrogenasi dilakukan menggunakan katalis nikel. dan

reaksi dilakukan pada suhu 140-225°C. 50-60 psi. Secara kimia proses

hidrogenasi masih belum dimengerti benar tetapi diduga meliputi tahap-

tahap sebagai berikut (Wong. 1989) 1) ikatan rangkap terabsorbsi (melalui

interaksi) ke permukaan dari katalis logam (Gambar 2.a); 2) sebuah atom

hidrogen ditransfer dari peimukaan katalis logam ke salah satu atom karbon

didalam ikatan rangkap, dan atom karbon yang lain berikatan (melalui

ikatan) dengan permukaan atom logam: 3) atom hidrogen kedua ditransfer

dari peimukaan katalis logam ke atom karbon tersebut terakhir.

Tahap pertama dalam reaksi tersebut bersifat balik dtmana atom

hidrogen dapat kembali ke peimukaan logam. Isomerisasi cis/trans

biasanya terjadi pada tahap ini dengan adanya rotasi disekitar ikatan C-C

Perpindahan posisi ikatan rangkap (isomerisasi posisi) juga dapat terjadi

yaitu apabila reaksi balik diatas terjadi pada gugus metilen yang terletak di

sebelah ikatan rangkap (Gambar 2 b.).

Isomerasi geometris asam lemak tidak jenuh secara tidak langsung

mengubah struktur molekul asam lemak dan trigliserida seperti terlihat pada

Gambar 3.a. untuk asam oleat dan Gambar 3 b. untuk asam linoleat.

Belakangan diketahui pula bahwa deodorisasi minyak juga

menyebabkan isomerasi geometris asam lemak dan semakin tinggi suhu

yang digunakan semakin tinggi pula derajat isomerasisasi yang terjadi

(Ackman et al.. 1974: Wolff, 1992: 1993; Wolff dan Sebedio. 1994)

Deodorisasi dilakukan untuk menghilangkan komponen volatil dari minyak

dengan jalan memanaskannya pada suhu tinggi (230-260'C). kondisi vakum

Page 87: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

(2-8 mm Hg) atau atmosfer selama 15 menit, 4 jam Jenis isomer yang

dihasilkan oleh proses deodorisasi mirip dengan yang dihasilkan oleh

hidrogenasi, meskipun demikian, deodorisasi tidak menyebabkan

isomerisasi posisi (Ackman et al.. 1974: Wolff dan Sebedio. 1991. Wolff.

1992) Pada proses deodorisasi kemungkinan (probabilitas) asam linolenat

untuk tesisomerasi 13-14 lebih besar daripada asam linoleat (Wolff. 1992)

Gambar 2 Mekanisme hidrogenasi asma lemak tidak jenuh (Wong. 1989)

Fenomena yang terjadi selama deodorisasi dalam kondisi vakum

berbeda dengan kondisi atmosfer (Wolff. 1992) Meskipun perlakuan ini

menghasilkan isomer yang serupa. deodorisasi dalam susunan oksigen

Page 88: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

menyebabkan penurunan jumlah asam linolenat total yang tajam seiring

dengan semakin tinggi dan lamanya suhu dan waktu deodorisasi. Diduga

reaksi-reaksi lain seperti oksidasi. siklikasi dan polimerasi berkompetisi atau

mengikuti reaksi isomensasi geometris.

Gambar 3. Isomerasi a) asam oleat dan b) asam linoieat (Wong. 1989)

Page 89: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Isomer-isomer yang dihasilkan dari asam tinoleat menunjukkan

bahwa ikatan rangkap pada posisi 9 (lebih dekat gugus karboksil) hampir

selalui cis. yang berarti ikatan rangkap tersebut bersifat kurang reaktif

dibandingkan dengan ikatan rangkap pada posisi 12 (lebih dekat gugus

metil) (Ratnayake dan Pelletier. 1992. Wolff, 1992). Minyak makan

mengandung 55% (9. t12-18:2 dan 45% t9. c12-18:2 (Wolff. 1992). Jika

posisi 9 diserang, yang terjadi hanyalah isomerisasi geometris, sedangkan

isomerisasi posisi tidak terjadi Letak ikatan rangkap posisi 9 yang lebih

dekat dengan gugus karboksil dan gliserol (pada trigliserida) diduga secara

stenl melindungi ikatan rangkap tersebut dari serangan hidrogen.

Jenis isomer trans yang terbentuk dan asam linolenat lebih

dipengaruhi oleh posisi ikatan rangkap dalam rantai hidrokarbon asam

lemak (di luar atau di tengah) dan bukan oleh posisi absolutnya (∆ 6 9. 12

atau 15) (Grangirard et al.. 1984. Wolff dan Sebedio. 1991: Wolff. 1993:

Wolff dan Sebedio, 1994). Sebagai contoh. ikatan rangkap yang berada di

luar (9 dan 15 pada asam α-linolenat. 6 dan 12 pada asam γ-linolenat)

terisomerasi jauh lebih cepat daripada yang berada di tengah (masing-

masing pada posisi 12 dan 9). Hal ini menarik, mengingat ikatan rangkap

yang ditengah justru yang paling suseptibel terhadap serangan oksigen

pada reaksi oksidasi lemak (Nawar, 1985). Proporsi relatif isomer-isomer

9c. 12c. 5t-18:3. 9t. 12c. 5C-18.3 dan 9c. 12t. 15c-18:3 adalah 52-55. 41-42

dan 4-6% (Wolff dan Sebedio. 1991). Asam α-dan γ-linolenat terisomerasi

dengan kecepatan yang hampir sama (Wolff dan Sebedio. 1994).

Penurunan jumlah asam linolenat. selama pemanasan pada 160-

240cC mengikuti kinetika reaksi ordo kesatu, sedangkan pembentukan

isomer 9c. 12c. 15t-18:3 tidak mengikuti kinetikan reaksi yang sederhana

(O'Keefe et al.. 1993). Hasil perhitungan terhadap konstanta kecepatan

reaksi. kecepatan awal reaksi dan energi aktivasi reaksi pembentukan

Page 90: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

isomer trans tersebut menunjukkan bahwa perubahan yang kecil terhadap

suhu pemanasan sangat mempengaruhi pembentukan isomer trans

KANDUNGAN ASAM LEMAK TRANS BERBAGAI MAKANAN

Selain dalam berbagai makanan olahan, beberapa spesies

tanaman secara alami mengandung asam lemak trans di dalam minyak biji

atau daunnya (Sommerfeld. 1983). Sebagai contoh. sayur-sayuran seperti

bayam, daun selada daun bawang mengandung asam trans-3-

heksadekenoat (t3-16:1) sedang minyak biji raps (rapeseed oiDdilaporkan

mengandung asam brasidat <t13-22:1) dan asam gondoat (t 11-10:1).

Namun demikian, jenis tanaman yang mengandung asam lemak trans tidak

banyak

Asam Lemak Trans dalam Produk Susu, Daging dan Lemak Hewani

Bahan pangan seperti susu. mentega. daging sapi, dan daging

kambing berasal dari hewan ruminansia. Berbagai asam lemak tidak jenuh

yang berasal dari pakan mengalami modifikasi di dalam rumen, dan

diantaranya perubahan menjadi bentuk trans sebagai akibat dari proses

biohidrogenasi oleh mikroba yang ada di dalamnya (Hay dan Morison.

1970) Asam-asam lemak tersebut kemudian diserap dan sebagian

diikorposasi ke dalam lemak susu Jenis asam lemak trans terbanyak dalam

bahan-bahan pangan tersebut adalah asam vaksenat (t11-18:1). selain

isomer-isomer lain dari asam heksadekanoat (16:1) dan asam oktadekanoat

(18:1) (Hay dan Morison. 1972: Wood. 1992). Asam lemak trans di dalam

lemak yang berasal dari hewan ruminansia umumnya terletak pada posisi

sn-1 dan sn-3 dalam trigliserida, sedang pada posisi sn-2 hampir tidak ada

Kandungan asam lemak trans susu dan mentega bervariasi

menurut lokasi dan musim. tetapi berkisar 4 dan 11% (Sommerfeld. 1983).

Mentega yang diproduksi di Amerika Serikat mengandung 3 1-3 8% asam

Page 91: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

lemak trans (Enig et a!. 1983). Kandungan asma lemak trans mentega yang

diproduksi di Peiancis hampir sama dengan di Amerika Serikat yaitu sekitar

3.8% dimana 2% adalah asam vaksenat dan 1.8% sisanya adalah jems

asam lemak trans lainnya (Wolff. 1994a). Asam lemak frans-dien juga telah

dilaporkan di dalam mentega. dimana Jumlahnya dapat mencapai 0.2% dan

asam lemaK tota! yaitu sebagai asam cis. fra/?s-oktadekenoat (Craig-

Schmidt. 1992)

Di negara-negara dengan empat musim terdapat perbedaan pola

komposisi asam lemak trans susu dan daging yang khas antara musim

panas dan musim dingin karena perbedaan komposisi pakan pada musim-

musim tersebut. Pakan musim semi dan musim panas mengandung lebih

banyak asam lemak tidak jenuh ganda daripada pakan musim dingin (Hay

dan Monson 1970) Oleh karena itu. mentega yang dihasilkan pada musim

dingin umumnya mengandung asam lemak trans lebih rendah daripada

yang dihasilkan pada musim panas Di Perancis. mentega yang dihasilkan

pada musim dingin mengandung 4.28% asam lemak trans. sedang yang

dihasilkan pada musim panas 3.22% (Wolff, 1994a).

Secara umum jumlah asam lemak trans dalam daging sapi

tergantung dari jumlah lemak yang terdapat di dalam daging (Wood. 1983).

Daging sapi yang hampir tidak mengandung lemak (lean meat) hanya

mengandung sekitar 1 g asam lemak trans/2.5 kg daging, sedang daging

cincang (hamburger) yang mengandung sekitar 30% lemak. kandungan

asam lemak trans-nya dapat mencapai 18 g/2.5 kg daging. Nilai rala-rata

kandungan asam lemak trans daging sapi adalah sekitar 3.2% dari asam

lemak total (Slover et al.. 1987). Dari jumlah tersebut sebagian besar

merupakan asam lemak trans-monoen dan nilainya berkisar antara 1.3%

sampai 4.4% tergantung dari jenis dagingnya. Disamping itu terdapat pula

asam lemak trans-dien dalam jumlah yang jauh lebih kecil (<0.2%).

terutama t9. t12-18:2 dan c9 t12-18:2. Konsentrasi asam lemak trans

Page 92: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

daging yang telah diolah umumnya lebih tinggi daripada daging segar

sebagai akibat dari kehilangan air dan faktor-faktor lain yang terjadi selama

pemasakan. Konsentrasi asam lemak trans sosis lebih tinggi karena

kandungan lemaknya lebih tinggi dan kandungan airnya lebih rendah

daripada daging segar (Craig-Schmidt, 1992).

Lemak sapi (beef tallow) mengandung 1.8-6.5% asam lemak trans.

sedang lemak kambing kandungannya lebih tinggi (Enig et al., 1983).

Lemak babi, karena tidak berasal dari hewan ruminansia, kandungan asam

lemak trans-nya jauh lebih kecil daripada kedua jenis lemak hewani tersebut

(Enig et al.. 1983: Slover et al.. 1987).

Asam Lemak Trans dalam Margarin, Shortening dan Minyak Sayur

Margarin, shortening dan minyak sayur merupakan sumber utama

asam lemak trans dalam diet. Jenis dan jumlah asam lemak trans dalam

produk-produk tersebut bervariasi tergantung dari jenis minyak yang

digunakan dan proses hidrogenasi yang dilakukan. Asam lemak trans dalam

margarin, shortening dan minyak sayur umumnya terkonsentrasi pada

posisi sn-2 dalam trigliserida (Carpenter dan Slover. 1973). Hal ini sesuai

dengan ketentuan umum bahwa di dalam minyak nabati asam lemak tidak

jenuh (terutama linoleat) sebagian besar teresterifikasi pada posisi sn-1 dan

sn-3 dalam trigliserida (Carpenter et al., 1976). Selama hidrogenasi

sebagian dari asam lemak tidak jenuh ini kemudian mengalami isomerasi

menjadi asam lemak trans. Sebagian besar asam lemak trans dalam

margarin dan produk-produk lemak nabati yang dihirogenasi lainnya adalah

isomer trans-monoen (t-18:1), meskipun demikian isomer-isomer trans-dien

(t.c-18:2. c.t-18:2 dan t.t-18:2) juga ditemui dalam jumlah yang jauh lebih

kecil (Craig-Schmidt. 1992).

Kandungan asam lemak trans berbagai jenis margarin (hard. soft,

whipped) di Amerikan Serikat berkisar antara 14-36% dimana >10%

Page 93: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

merupakan trans-monoen: sedangkan kandungan trans-dien tidak iebih dari

4,5% (Carpenter dan Slover. 1973), Margarin dari campuran minyak kelapa

dan minyak kelapa sawit tidak mengandung asam lemak trans dan jenis

asam lemak yang dominan adalah asam lemak jenuh denga jumlah karbon

16 dan lebih kecil. Angka-angka tersebut ternyata lebih kecil daripada

angka-angka yang pernah diiaporkan dapat menunjukkan adanya perbaikan

teknologi di dalam proses pengolahan margarin. Enig et al. (1983)

menunjukkan penurunan kandungan asam lemak trans margarin di Amerika

Serikan menjadi 6.8-31%. Yang menarik, margarin stick mengandung asam

lemak trans lebih besar (15,9%-31%) daripada margarin soft (6.8-17.6%).

Terlihat adanya pengaruh tingkat hidrogenasi terhadap kandungan asam

lemak trans margarin.

Secara umum. belakangan ini kandungan asam lemak trans

margarin mengalami penurunan. Selain di Amerikan Serikat. kandungan

trans dalam margarin di Australia juga mengamali penurunan, yaitu dari

10.8-25,1% (Parodi. 1976) menjadi 9,2-16,3% (Mansourdan Sinclair, 1993).

Keadaan di Perancis tidak jauh berbeda (Bayard dan Wolff, 1995). Margarin

yang dihasilkan di awai tahun 1990 mengandung sekitar 13% trans-18:1)

(Wolff. 1994a) sedangkan yang dihasilkan pada tahun 1995 turun drastis

menjadi 3,8% (Bayard dan Wolff. 1995). Dari dua belas merek margarin

yang dianalisa. empat diantaranya bahkan tidak mengandung asam lemak

trans sama sekali. Diduga industri pangan memberikan respons yang cepat

dan positif terhadap hasil penelitian Mensink dan Katan (1990).

Minyak dan sayur yang tidak terhidrogenasi tidak mengandung

asam lemak trans. Meskipun demikian, umumnya minyak sayur yang

dihidrogenasi ringan (partially hydrogenated) untuk mengurangi kandungan

asam lemak tidak jenuh ganda sehingga mengurangi kemungkinan

kerusakan oksidatif dan terjadinya ketengikan. Kandungan asam lemak

trans minyak sayur yang telah dihidrogenasi bervariasi antara 8-12% (Enig

Page 94: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

et al.. 1983). Yang menarik, minyak sayur yang dihidrogenasi ringan

mengandung asam lemak frans-dien lebih tinggi dan asam lemak trans-

monoen lebih rendah daripada yang dihidrogenasi lebih lanjut.

Bahwa deodorisasi minyak juga dapat menghasilkan asam lemak

trans ditemukan pertama kali oleh Ackman et al. (1974) dan didukung oleh

penelitian-penelitian lain (Wolff, 1992: Wolff dan Sebedio. 1994). Jumlah

dan jenis isomer yang terentuk mirip dengan yang dihasilkan oleh

hidrogenasi ringan. yaitu didominasi oleh trans-dien. Minyak-minyak kedelai

dan biji rape (rapeseed) di pasaran Belgia. Inggris dan Jerman mengandung

asam lemak trans 1-3.5% (dari asam lemak total) yang terutama merupakan

isomer-isomer asam linoleat dan linolenat (Wolff. 1992).

Asam Lemak Trans dalam Makanan Olahan dan Fast Food

Minyak yang dihidrogenasi banyak digunakan dalam berbagai

makanan olahan karena umur dan stabiitas simpannya yang lebih baik

daripada minyak yang tidak dihidrogenasi. Oleh karena itu makanan olahan

juga berpotensi sebagai sumber asam lemak dalam diet. Selain itu.

shortening dan minyak yang dihidrogenasi banyak digunakan di restauran-

restauran fast foods, restauran-restauran lain dan usaha-usaha jasa boga

sebagai media penggorengan Kandungan asam lemak trans dalam

makanan olahan dan fast food sangat bervariasi dan terutama tergantung

pada jenis minyak yang digunakan dalam pengolahan. Karenanya angka-

angka yang dilaporkan untuk produk-produk tersebut umumnya berupa

suatu kisaran.

Enig et at. (1983) meneliti kandungan asam lemak trans dalam 220

makanan olahan yang beredar di Amerika Serikat. Hanya 53 dari kesemua

makanan tersebut yang kandungan asam lemak trans-nya sangat rendah

dan dapat diabaikan, diantaranya mayonnaise, salad dressing, minyak

sayur (yang tidak dihidrogenasi). dan mentega kacang. Didalam satu jenis

Page 95: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

makanan terdapat variasi kadar asam lemak trans yang sangat besar.

seperti misalnya snack chips 0.4-30.4%: biskuit 2.5-34.2%: kue dan produk-

produk konfeksi 3.2-33.2%, dan lain-lain. Kisaran yang serupa juga

dilaporkan Smith et al (1985) dalam berbagai jenis makanan gorengan

(deep fat-fried foods).

Fast food dapat menjadi sumber asam iemak trans dalam diet,

meskipun demikian kadarnya sangat bervariasi dari 0.07 g/100g milk­

shakes. 0.59 g/100 g burger keju sampai 0.60 g/100 g kentang goreng

(Lanza dan Slover, 1981). Meskipun demikian, angka-angka tersebut harus

diinterpretasikan dengan hati-hati mengingat banyak restauran-renstauran

fast foods yang dalam sepuluh tahun terakhir ini mengubah proses

pengolahan yang dipraktekkan sebagai respons terhadap kritik yang

menyangkut masalah pengaruh fast foods terhadap kesehatan.

Asam Lemak Trans dalam Susu Ibu dan Makanan Bayi

Asam lemak trans dalam susu ibu berkisar antara 2-5%. dimana

jumlah t-18:1 dalam susu ibu merefleksikan jumlah asam lemak trans dalam

diet yang dikonsumsi sehari sebelumnyai (Craig-Schmidt. 1992). Chen et al.

(1995) meneliti kandungan asam lemak trans dalam susu ibu di Kanada dan

menemukan bahwa kisarannya sangat lebar. yaitu dari 0.1-17.15% dengan

rata-rata 7.19% dari asam lemak total. Isomer asam linoleat berjumlah

0.89% dimana cis9. trans 13-18:2 merupakan isomer utama. Yang menarik.

distnbusi isomer-isomer irans-18:1 berbeda dari susu sapi tetapi sangat

mirip dengan minyak kedelai dan minyak kanola yang dihidrogenasi

sebagian merupakan sumber isomer-isomer trans-18-1 susu ibu (Chen et

al., 1995).

Makanan bayi umumnya mengandung asam lemak trans lebih

rendah. yaitu 0,1-2.0% dari asam lemak total dimana kisaran tersebut tidak

Page 96: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

jauh berbeda dari asam lemak trans susu sapi. Oleh karena itu. bayi dan

balita pada umumnya mengkonsumsi asam lemak trans dalam jumlah

rendah.

Metabolisme Asam Lemak Trans

Pada umumnya ada anggapan bahwa manusia tidak dapat

memetabolisme asam lemak trans yang terbentuk selama hidrogenasi

karena asam lemak tersebut bersifat tidak amali. Anggapan ini berdasar

kepada pemikiran bahwa diet yang dikonsumsi oleh manusia primitif tidak

mengandung asam lemak trans. sehingga tubuh tidak memproduksi enzim-

enzim yang dapat mengenali dan memetabolisme isomer asam lemak

tersebut (Emken, 1994). Meskipun demikian, kemudian diketahui manusia

primitifpun telah mengkonsumsi asam lemak trans- terutama yang berasal

dari hewan ruminansia jauh sebelum proses hidrogenasi dikembangkan.

Seperti diketahui susu dan produk-produknya mengandung sekitar 4-11%

asam lemak trans (Sommerfeld. 1983).

Gurr (1992) juga mengatakan bahwa tidak ada bukti yang dapat

menunjukkan bahwa efisiensi pencernaan, penyerapan dan oksidasi asam

lemak untuk menghasilkan energi diganggu oleh keberadaan ikatan

rangkap trans. Penelitian Wood (1979) menunjukkan bahwa kandungan

trans-18:1 pada berbagai organ tikus percobaan sangat mirip satu sama

lain. Hasil yang menarik adalah distribusi trans-18:1 dalam trigliserida

organ-organ tersebut mirip dengan distribusinya dalam ransum.

Tingkat inkorporasi asam lemak trans ke dalam jaringan tubuh

tergantung pada asam-asam lemak lain yang terdapat di dalam diet. Asam

lemak esensial dalam jumlah cukup cenderung mengurangi akumulasi

asam lemak trans. Selain itu. metabolisme asam lemak dalam tubuh

merupakan proses yang dinamis. Artinya, setelah diakumulasi ke dalam

jaringan tidak berarti asam lemak tersebu akan selamanya tinggal disitu.

Page 97: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Beberapa minggu setelah diet yang mengandung asam lemak trans diganti

dengan diet kontrol, hanya sejumlah kecil asam lemak trans yang tinggal di

dalam jaringan Hal mi menunjukkan bahwa asam lemak trans dapat dan

segera dikatabolisme dan dikeluarkan dan jaringan (Gurr. 1992).

Lands (1979) menyatakan bahwa asam lemak tr.?ns dapat

dihidroiisis sama cepatnya dengan asam lemak cis oleh erzim lipase

pankreatik. Meskipun demikian, beberapa asam lemak dengan ikatan

rangkap ganda yang letaknya dekat dengan ujung karboksil (pa.1a posisi 3

sampai 6) dihidroiisis agak lebih lambat. Penelitian yang dilakukan

menggunakan asam lemak berlabel isotop stabil menunjukkan bahwa

efisiensi metabolisme asam lemak trans agak berbeda dengan asam lemak

jenuh maupun asam lemak tidak jenuh ganda (Emken. 1994). Selektivitas

asiltransferase dalam menginkorporasi asam lemak trans ke dalam

fosfolipid terletak di antara asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh

ganda Secara umum. inkorporasi asam lemak tidak jenuh tunggal trans

(trans-monoen) ke dalam jaringan tubuh proporsional dengan jumlahnya

dalam diet Untuk asam lemak tidak jenuh ganda trans (trans. trans-dien)

jumlah maksimum yang diinkorporasi adalah 6-9% tanpa melihat jumlahnya

dalam diet, sehingga secara praktis hal ini tidak terlalu membahayakan

karena proses hidrogenasi hanya menghasilkan isomer tersebut dalam

jumlah sangat kecil Margarin yang diproduksi di Kanada hanya

mengandung <0.5% t9. t12-18:2 (Ratnayake dan Pelletier, 1992).

Konsumsi asam lemak trans dalam jumlah tinggi dapat

mempengaruhi metabolisme asam lemak lain, khususnya dalam dua hal

(Gurr. 1992) Pengaruh yang pertama adalah kompetisi antara kompetisi

antara asam-asam lemak terhadap enzim yang sama (6-desaturase) Enzim

ini menambah ikatan rangkap pada posisi 6 dari asam-asam lemak

golongan n-3. n-6. n-7 dan n-9. dan berarti bahwa asam-asam lemak

tersebut akan berkompetisi untuk mendapatkan sisi aktif enzim. Asam

Page 98: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

linoleat yang merupakan asam lemak esensial utama adalah substrat yang

'disukai' oleh 6-desaturase dalam memproduksi asam arakidorat sebagai

pembentuk membran sel dan sebagai prekursor eikosanoida Asam lemak

trans sebetulnya bersifat tidak disukai' oleh enzim tersebut. Namun jika

terdapat dalam jumiah besar dan pada saat yang bersamaai konsumsi

asam linoleat rendah, maka asam lemak trans dapat digunak m sebagai

substrat alternatif. Akibatnya setelah dimetabolisme lebih la i jut . asam

lemak trans menghasilkan asam lemak tidak jenuh ganda beran ai panjang

yang tidak mampu bertindak sebagai prekursor eikosanoida. Ratnayake dan

Pelletier (1992) menemukan bahwa isomer asam linoleat ut; ma dalam

margarin adalah isomer mono-trans. yaitu c9. t12-18:2 Isomer ini dapat

dimetabolisme karena aktivitas 6-desaturase membutuhkan asam lemak

dengan ikatan rangkap 9-cis. tetapi hasilnya asam lemak 20:4 dengan satu

ikatan rangkap trans (Ratnayake dan Pelletier. 1992: Applewhite. 1994)

Pengaruh yang kedua adalah penghambatan aktivitas desaturase oleh

asam lemak trans-trans. terutama jika terdapat dalam jumlah besar. Hanya

saja, seperti diutarakan di atas. asam lemak tersebut, asam lemak tersebut

jumlahnya dalam makanan rendah sehingga tidak perlu menimbulkan

kekhawatiran.

Yang menarik, tingkat inkorporasi asam elaidat ke dalam kolesterol

ester ternyata sangat rendah (hanya 20 dan 15% dan inkorporasinta ke

dalam trigliserida dan asam lemak bebas) (Emken. 1979) Hal inilah

kemudian yang sering dijadikan alasan bagi kecilnya pengaruh konsumsi

asam lemak trans terhadap kandungan kolesterol darah dalam penelitian-

penelitian terkontrol, terutama jika kandungan asam oleat dan linoleat dalam

diet cukup.

Meskipun bukti-bukti ilmiah yang ada sangat sedikit. kekhawatiran

akan pengaruh negatif dari konsumsi asam lemak trans masih tetap ada

Topik ini menjadi ramai kembali dibicarakan setelah hasil penelitian oleh

Page 99: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Mensink dan Katan (1990) dipublikasikan. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa pengaruh asam lemak trans terhadap pola liporotein

serum manusia sama buruknya dengan asam lemak jenuh karena selain

menaikkan kolesterol LDL. juga menurunkan kolesterol HDL Pada

penelitian ini diet yang hanya mengandung asam oleat dijadikan kontrl.

Gurr (1992) dan Applewhite (1994) mengkritik penggunaan asam

oleat sebagai kontrol dalam penelitian di atas. Mereka mengingatkan bahwa

menaikan' atau menurunkan’ kolesterol adalah suatu pernyataan yang

bersifat relatif. yaitu relatif terhadap kontrol Mengingat asam oleat telah

diketahui mempunyai kecenderungan menurunkan kadar kolesterol plasma

darah. maka tidak mengejutkan jika konsumsi asam lemak trans menaikan’

kolesterol. Applewhite (1994) mencoba menghitung kembali hasil penelitian

Mensink dan Katan (1990). menggunakan kadar kolesterol LDL plasma

darah subyek sebelum diberi diet kontrol (data ini tidak dipublikasi). Kadar

kolesterol LDL plasma darah subyek yang diberi diet mengandung asam

lemak trans adalah 118 mg%, sedangkan yang diberi diet asam oleat

(kontrol) adalah 103 mg% atau terjadi kenaikan sebesar 15 mg%. Ketika

dibandingkan dengan kadar kolesterol LDL plasma darah subyek sebelum

diberi diet kontrol, kenaikan yang terjadi tidak signifikan yaitu hanya sebesar

1 mg% saja. Hal serupa juga terlihat pada kadar kolesterol HDL subyek.

dimana jika dibandingkan dengan diet kontrol terjadi penurunan sebesar 7

mg% tetapi jika dibandingkan dengan kadar kolesterol HDL subyek sebelum

diberi diet kontrol terjadi penurunan yang tidak signifikan (2 mg%). Mensink

dan Katan (1990) tidak membuat perbandingan seperti yang dilakukan oleh

Applwhite (1994) karena mereka menganggap bahwa sebelum diberi diet

kontrol, kadar kolesterol plasma subyek 'tidak terkontrol' Applewhite (1994)

menarik kesimpulan bahwa konsumsi asam lemak trans dalam jumlah yang

tinggi sekalipun tidak menyebabkan kenaikan kolesterol plasma pada

tingkat yang membahayakan.

Page 100: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Hasii lam dari penelitian tersebut yang justru harus mendapat lebih

besar adalah kemampuan asam lemak trau^ ualam menurunkan kadar

kolesterol HDL dalam plasma (Grundy. 1990). Sebenarnya, konsumsi

karbohidrat dan asam linoleat dalam jumlah besar diketahui dapat juga

menurunkan kadar kolesterol LDL plasma. Akan tetapi, penurunan tersebut

disertai pula dengan penurunan kadar kolesterol LDL plasma. Oleh karena

itu. kombinasi pengaruh jelek asam lemak trans yang menurunkan kadar

kolesterol HDL sekaligus menaikan kadar kolesterol HDL. perlu mendapat

perhatian khusus Namun. Emken (1994) menyatakan bahwc* penurunan

kadar kolesterol HDL sebesar 7 mg%, meskipun secara statistik signifikan.

secara klinis belum tentu berarti, Lebih lanjut dinyatakan bahwa sampai

kisaran 50 mg%-pun penurunan kadar HDL secara klinis tidak

memperlihatkan pengaruh yang berarti.

Antisipasi Industri Lemak dan Minyak Makan

Industri lemak dan minyak makan ternyata tidak kalah cepatnya

dalam mengantisipasi permintaan konsumen akan produk yang memiliki

image sehat dengan stabilitas tinggi. Beberapa cara yang sudah ditempuh

dalam memproduksi produk lemak dan minyak dengan kandungan asam

lemak trans rendah antara lain dengan cara pencampuran (blending) antara

satu jenis minyak dengan yang lain Hal ini telah dikerjakan di Kanada

dimana margarin yang dipasarkan dengan label rendah trans' dibuat

dengan jalan mencampur minyak kedele. kanola atau biji matahari dengan

minyak inti sawit atau fraksi minyak sawit (Mag, 1994). Minyak inti sawit

atau minyak sawit berfungsi sebagai sumber kristal lemak. Margarin jenis mi

mengandung asam lemak trans kurang dari 3%. jauh lebih kecil

dibandingkan dengan kandungan dalam margarin lunak dan keras yang

masing-masing berkisar antara 10-25% dan 20-50%. Akan tetapi, margarin

rendah trans kandungan asam lemak jenuhnya relatif tinggi (10-25%)

Page 101: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

dibandingkan keduanya (masing-masing 12-28% dan 17-41%). Ha! ini

menimbulkan diiema bagi konsumen karena jika mereka ingin menghindari

asam lemak trans. mereka mau tidak mau harus meningkatkan konsumsi

asam lemak jenuhnya.

Cara lain yang dapat diterapkan adalah dengan memproduksi

margann rendah trans melaiui proses interesterifikasi kimiawi (List et al..

1994). dimana minyak kedelai diinteresterifikasi dengan trigliserida jenuh

(trisaturate) Campuran dipanaskan dalam keadaan vakum sampai 100 C

dengan bantuan katalis sodium metoksida. Margarin yang dihasilkan hampir

tidak mengandung asam lemak trans (0.3%) dan teksturnya menyerupai

margarin keras

Dengan menggunakan crop breeder (baik menggunakan teknik

breeding konvensional maupun modifikasi genetik) telah dihasilkan berbagai

komoditi dengan kandungan asam iemak yang dimgmkan (designed oil aiau

property- enhanced oil) (Erickson dan Frey. 1994). Beberapa contoh adalah

minyak kedele rendah asam linolenat untuk menghasilkan minyak dengan

stabilitas oksidatif tinggi. Minyak dengan >50% lemak jenuh dari kedele.

kanola dan biji matahari juga sudah dikembangkan untuk menghasilkan

produk-produk yang tidak perlu dihidrogenasi dan rendah (bahkan tidak

mengandung) asam iemak trans.

DAFTAR PUSTAKA

Ackman. R.G.. Hooper. S N dan Hooper. D.L. 1974. Lmolenic acid artifacts from the deodorization of oils J. Am. Oil Chem. Soc 51 42-49

Applewhite. T H 1994 Margarine products in health and nutrition. Inform 5(8)914-921.

Bayard. C.C dan Wolff. R.L. 1995. Trans-18:1 acids in French tub maraannes and shortening: Recent trends. J. Am. Oil Chem. Soc. 721485-1489

Belitz H D. dan Grosch. W. 1984 Food Chemistry. Springer-Vertag. New York P. 483-485

Page 102: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Carpenter. D.L. dan Slover. H.T. 1973. Lipid composition of selected margarines. J. Am. Oil Chem. Soc. 50.372-376.

Carpenter. D.L.. Lenman. J.. Mason. B.S. dan Slover, H.T 1976. Lipid composition of selected vegetable ons. J Am Oil Chem. Soc. 53 713-718.

Chen. Z.-Y.. Pelletier. G.. Hollywood. R. dan Ratnayake. W.M.N 1995. Trans fatty acid isomers in Canadian human milk. Lipids 30.15-21.

Craig-Schmidt. M.C 1992. Fatty acid isomers in foods. Dalam Ching Kuang Chow (Ed.) Fatty Acids in Foods and Their Health Implications. Marcel Dekker International. New York

Emken. E.A. 1992. Trans fats-healthy or unhealthy? Fat & Nutrition Update 1(2): 1-3.

Emken. E A. 1979 Utilization and effects of isomeric fatty acids in humans. Dalam Emken E.A. dan Dutton. H.J. (Eds.) Geometrical and Positional Fatty Acid Isomers. P. 99-129. The American Oil Chemists'Society. Champaign

Emkens. E.A. 1994. Dispelling misconception with stable isotopes. Inform. 5(8):906-912.

Enig. M.G . Pallansch. L.A.. Sampugna. J. dan Keeney. M 1983 Fatty acid composition of the fat in selected food items with emphasis on trans components. J Am. Oil. Chem. Soc. 60:1788-1795.

Erickson. M.D. dan Frey, N. 1994. Property-enhanced oils in food applications Food Technol. 48(11):63-68.

Grangirard A Sebedio J.L. dan Fleury. J. 1984. Geometrical isomerization of linoleanic acid during heat treatment of vegetable oils J. Am. Oil Chem. Soc. 61 1563-1568.

Grundy. S.M. 1990 Trans monounsaturated fatty acids and serum cholesterol level. N. Engl. J. Med. 323:480-481.

Gurr. M l. 1992. Role of Fats in Food and Nutrition. Elsevier Applied Science. London.

Hay. J.D. dan Morrison. W.R. 1970. Isomeric monoenoic fatty acids in bovine milk fat. Biochim. Biophys. Acta 202:237-243

Hay. J.D dan Morrison. W.R. 1973. Positional isomers of cis and trans monoenoic fatty acid from ox (steer) perinephric fat. Lipicis 8:94-95.

Hernandez. N. dan Boatella. J. 1988. Trans isomers content of fatty acids in margannes Grasas y Aceitas 39:348-352.

Page 103: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Judd. J.T., Cievidence. B.A.. Muesing. R.A.. Wittes. J.. Sunkin, M E dan Podczasy. J J 1994 Dietary trans fatty acids: effects on plasma lipids and lipoprotein of healthy men and women. Am. J. Clin Nuts. 59:861-868.

Lands W E M 1979 Selective recognition of geometric and positional isomers of fatty acids in vitro and in vivo. Dalam Emken. E.A dan Dutton. H.J (Eds.). Geometrical and Positional Fatty Acid Isomers. P. 181-212 The American Oil Chemists’ Society. Champaign

Lanza. E dan Siover. H T. 1981. The use of SP-2340 glass capillary columns for the estimation of the trans fatty acid content of foods. Lipids 16:260-267

List. G.R. Pelloso. T.. Orthoefer. F . Chrysam. M dan Mounts. T.L. 1995. Preparation and properties of zero trans soybean oil margarines J Am Oil Chem. Soc, 72:383-384.

Mag. T K. 1994 Margarin oils, blends in Canada. Inform. 5 1350-1353

Mansour. M P dan Sinclair. A.J. 1993. The trans fatty acid and positional (sn-3) fatty acid compotition of some Australian margarines, dairy blends and animal fats. Asia Pacific J. Clin. Nutr. 3:155-163.

Mensink, R.P. dan Katan. M B. 1990. Effect of dietary trans fatty acids on high-density and low-density lipoprotein cholesterol levels in healthy subjects N. Engl. J Med 323:439-445

Nawar W W. 1985 Lipids. Dalam Fennema. O R (Ed.). Food Chemistry, p. 139-244 Marcel Dekker International. New York.

O Keefe. S.F.. Wiley. V.A. dan Wright, D. 1993. Effect of temperature onlinolenic acid loss and 18:3 A9-cis. Al2-cis. A-15-trans formation in soybean oil. J. Am. Oil. Chem. Soc. 70.915-917.

Parodi P W. 1976 Composition and structure of some consumer-available edible fats J. Am Oil Chem. Soc. 53:530-534.

Parodi. P/W/ 1982. Positional distribution of acids in the tnglyseride classes of milk fat J, Dairy Res. 49:73-80.

Ratnayake. WM.N dan Pelletier. G. 1992 Positional and geometrical isomers of imoleic acid in partially.

Slover, H.T.. Thompson Jr.. R.H.. Davis. C S. dan Merola. C.L. 1985. Lipids in margarines and margarine-like-foods. J. Am. Oil. Chem, Soc. 62.775-786

Page 104: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Smith. L.M., Clifford. A.J.. Creveling dan Hamblin. C.L. 1985. Lipid content and fatty acid profiles of various deep-fat fried foods, J. Am. Oil Chem. Soc. 62:996-999.

Sommerfeld, M, 1983. Trans unsaturated fatty acids in natural products and processed foods. Prog. Lipid Res. 22:221-233,

Wolff, R.L. 1992 Trans-Polyunsaturated fatty acids in French edible rapeseed and soybean oils. J. Am. Oil Chem. Soc. 69:106-110.

Wolff. R.L 1993. Further studies on artificial geometrical isomers of a- linolenic acid in edible linolenic acid-containing oils. J Am. Oil Chem. Soc. 70:219-224

Wolff. R L. 1994a. Contribution of trans 18:1 acids from dairy fat to European diets. J. AM. Oil Chem. SOc. 71:277-283.

Wolff. R.L. 1994b. Cis-trans isomerization of octadecatrienois acids during heating. Study of pinolenic (cis-5, cis-9. cis-12 18:3) acid geometrical isomers in heated pine seed oil. J. Am. Oil Chem Soc 71:1129-1134.

Wolff. R.L. 1995. Content and distribution of trans-18:1 acids in ruminant milk and meat fats Their importance in European diets and their effect on human milk. J Am. Oil Chem. Soc. 72:259-272

Wolff. R.L. dan Sebedio. J.L. 1991. Geometrical isomers of linolenic acid in low-calorie spreads marketed in France. J. Am. Oil Chem Soc. 68:719-725.

Wolff. R.L. dan Sebedio. J.L. 1994. Characterization of y-iinolenic acid geometrical isomers in Borage oil subjected to heat treatments (deodorization) J. Am. Oil Chem. Soc. 71:117-126.

Wong. D.W.S. 1989. Mechanism and theory in Food Chemistry p. 19-21.AVI. New York.

Wood. R. 1979. Distribution of dietary geometrical and positional isomers in brain, heart, kidney, liver, lung, muscle, spleen, adipose and hepatoma. Dalam Emken. E.A. and Dutton. H J. (Eds ). Geometrical and Positional Fatty Acid Isomers. P. 213-281. The American Oil Chem. Soc.. Champaign,

Zock. P L, dan Katan. M B 1992. Hydrogenation alternatives: Effects of trans fatty acid and stearic acid versus linoleic acid on serum lipids and lipoprotein in humans. J. Lipid Res. 33: 399-410.

Page 105: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

TANTANGAN PENERAPAN TRADE BARRIER DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL MINYAK SAWIT DAN STRATEGI PENANGGULANGANNYA

Pusat Penelitian Kelapa Sawit

PENDAHULUAN

Di awai milenium ketiga ini. minyak sawit Indonesia harus

menghadapi banyak tantangan Belum selesai kasus kontaminasi solar

minyak sawit harus menghadapi ancaman baru dari Amerika Serikat melalui

food labeling (pelabelan makanan). Pertengahan Nopember 1999 yang lalu.

US FDA (Food and Drug Administration) telah mengajukan revisi peraturan

pelabelan makanan yang akan berpengaruh pada produk-produk pangan

yang mengandung minyak dan lemak. Peraturan baru tersebut menyangkut

pencantuman jumlah trans fat yang dikaitkan dengan saturated fat pada

label produk pangan.

Rancangan peraturan ini sesungguhnya merupakan respon

pemerintah AS terhadap semakin besarnya kepedulian masyarakat AS

terhadap pengaruh pangan. khususnya minyak dan lemak. terhadap

kesehatan. Pemerintah dan Kongres AS sebelumnya telah mengeluarkan

Undang-Undang Pelabelan dan Pendidikan Gizi pada tahun 1990 (The

Nutrition Labeling and Education Act of 1990) UU ini mewajibkan produsen

mencantumkan komponen gizi pada label bahan pangan. diantaranya kalori

total, total fat. saturated fat. dan kolesterol. Walaupun di satu sisi

pencantuman label ini bersifat positif bagi masyarakat dalam hal pemilihan

makanan dan pendidikan gizi. namun sesungguhnya pelabelan ini

merupakan salah satu hasil dari kampanye anti minyak tropis (minyak

kelapa sawit, inti sawit dan kelapa) yang gencar dilakukan tahun 1987.

Dalam salah satu petisinya. ASA (American Soybean Association) berusaha

meyakinkan FDA untuk memperkenankan pelabelan Tropical fats pada

Page 106: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

kemasan bahan pangan yang mengandung ketiga minyak tropis tersebut

(Enig. 1998} Kampanye ini berhasil menyembunyikan untuk sementara

keburukan dari trans fat. yang banyak terdapat pada beberapa minyak

nabati domestik AS yang dihidrogenasi parsial. seperti minyak kedele.

minyak biji rape, dll.

Pada tahun 1994. US Center of Science in Public Interes (CSPI)

mengajukan petisi kepada US FDA untuk memperhatikan bukti-bukti ilmiah

yang semakin kuat tentang dampak negatif trans fatty acid yaitu menaikkan

kolesterol darah dan meningkatkan resiko penyakit jantung koroner.

National Academy of Science (NAS) dan National Cholesterol Education

Program memberikan respon yang sama (FDA. 1999). Respon ini

kemungkinan juga dipicu oleh pemberlakuan anjuran tentang konsumsi

trans fats di negara-negara maju lainnya. Pada tahun 1994 pemerintah

Inggris telah mengeluarkan rekomendasi untuk tidak mengkonsumsi asam

lemak trans lebih dari 2% dari rata-rata konsumsi energi. Pemerintah

Kanada juga telah mengeluarkan peraturan bahwa untuk mengklaim bebas

trans fat bahan pangan tersebut tidak boleh mengandung lebih dari 0.2 g

asam lemak trans per sajian (FDA. 1999).

Besar dugaan bahwa untuk melindungi minyak nabati lokal yang

banyak mengandung asam lemak trans. beberapa lembaga yang

cenderung anti minyak tropis di AS mengembangkan isu pelabelan trans fat

yang dikaitkan dengan saturated fat. FDA mengharapkan masukan petisi

dari umum (paling lambat tanggai 12 Februari 2000) sebelum

mengimplementasikan peraturan baru tersebut.

SATURATED FAT DAN TRANS FAT DALAM PELABELAN MAKANAN

Di alam. asam-asam lemak yang terdapat pada minyak/lemak dapat

digolongkan atas dua kelompok, yakni (i) asam lemak jenuh (saturated fat)

yang rantai karbonnya tidak mengandung ikatan rangkap, dan (ii) asam

Page 107: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

lemak tidak jenuh (unsaturated fat) yang rantai karbonnya mengandung

satu atau lebih ikatan rangkap. Saturated fat banyak terkandung pada

minyak-minyak "tropis" seperti minyak sawit, inti sawit dan kelapa,

sedangkan unsaturated fat banyak terdapat pada minyak-minyak "non

tropis" seperti kedelai, jagung, bunga matahari, biji kapas. biji rape, dan lain-

lain.

Berdasarkan jenis ikatan rangkapnya, unsaturated fat ada yang

memiliki ikatan rangkap dengan konfigurasi trans (trans fat) dan ada yang

memiliki ikatan rangkap dengan konfigurasi cis (cis fat). Asam-asam lemak

tidak jenuh yang terdapat di alam umumnya terdin dari cis fat. sedangkan

trans fat umumnya terbentuk sebagai akibat dari proses hidrogenasi

minyak-minyak nabati "non tropis". Proses hidrogenasi minyak "non tropis"

ini dilakukan sebagai upaya untuk membuat minyak tersebut berbentuk

semi padat untuk keperluan bahan baku margarin atau shortening (mentega

putih). Sebaliknya, margarin atau shortening yang terbuat dari minyak sawit

tidak mengandung trans fat. karena secara alami. fraksi stearin minyak

sawit yang biasa digunakan telah berbentuk semi padat sehingga tidak

perlu dihidrogenasi.

Banyak peneliti telah membuktikan bahwa saturated fats dan trans

fats dapat meningkatkan resiko penyakit jantung koroner (PJK) melalui

peningkatan kolesterol LDL (low density lipoprotein atau kolesterol "jahat")

dalam darah. PJK merupakan penyakit penyebab kematian nomor satu di

AS maupun negara-negara maju lainnya. Dengan alasan tersebut maka US

FDA memandang perlu untuk mencantumkan informasi kandungan kedua

jenis lipida ini pada label kemasan makanan, sehingga konsumen dapat

menentukan pilihan produk pangan apa yang berdampak positif atau negatif

terhadap kesehatannya. Pada peraturan pelabelan makanan yang berlaku

di AS saat ini (dikeluarkan pada Januari 1993). informasi tentang nutrisi

yang berkaitan dengan kesehatan adalah kandungan total fat (yang

Page 108: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

termasuk di dalamnya jumlah saturated fat. polyunsaturated fat I asam

lemak tak jenuh dengan > 2 ikatan rangkap, dan monounsaturated fat /

asam lemak tidak jenuh dengan satu ikatan rangkap), kolesterol sodium

(garam). karbohidrat dan protein.

Salah satu perubahan penting pada peraturan pelabelan makananb

aru yang dapat berdampak buruk pada minyak "tropis", khususnya minyak

sawit, adalah tentang tenninologi saturated fat Pada peraturan pelabelan

makanan tahun 1993 terminologi saturated fat dibatasi hanya sebagai

saturated fat saja, tetapi pada peraturan yang sedang diusulkan FDA.

terminologi saturated fat ini merupakan jumlah dari saturated fat dan trans

fat. Dengan terminologi saturated fat yang baru ini. produsen makanan

diwajibkan untuk menginformasikan jumlah trans fat sebagai keterangan

tambahan dari informasi saturated fat. Dalam hal ini keterangan saturated

fat harus diberi simbol asterik (*) dan diikuti dengan catatan kaki tentang

berapa jumlah trans fatnya (pasai 101.9 Nutrition Pelabelan of Foods).

seperti yang ditampilkan pada Gambar 2 di bawah ini.

Berdasarkan rancangan peraturan yang baru maka pelabelan

saturated fat/trans fat harus dilakukan sebagai berikut.

(i) Produk pangan dapat diklaim sebagai produk trans fat free

(kandungannya 0) dengan syarat kandungan trans fat-nya kurang dari

0.5 gram dan saturated fat kurang dari 0.5 gram per penyajian (per

serving). Pada peraturan yang berlaku saat ini. klaim "trans fat free"

belum diterapkan dan klaim "saturated fat free" dapat digunakan pada

produk pangan dengan syarat kandungan saturated fat-nya kurang dari

0.5 gram per sajian.

(ii) Pada produk pangan dapat dicantumkan klaim "low saturated fat"

apabila kandungan saturated fat < 1 g dan trans fat < 0.5 g per sajian.

Pada peraturan yang berlaku saat ini. klaim produk “low saturated fat"

hanya dengan syarat kandungan saturated fat-nya < 1 g.

Page 109: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Gambar 2. Contoh label produk pangan sesuai dengan rancangan peraturan pelabelan makanan US FDA 1999.

(iii) Pada produk pangan cukup dicantumkan jumlah saturated fat (yang

termasuk trans fat) bila jumlah tersebut masih dalam batas yang

diijinkan. Batas maksimum yang digunakan untuk produk pangan bayi

dan anak-anak adalah 4 0 gram per sajian, sedangka untuk meat

product sebesar 8 0 gram dan main dish product sebesar 6.0 gram,

(iv) Apabila iumlah tersebut melebihi batas yang diijinkan. maka produsen

wajib untuk mencantumkan label tambahan yang bersifat peringatan.

See nutrition information for saturated fat content'.

Page 110: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Pemberlakuan peraturan tersebut diperkirakan dapat berakibat buruk

bagi industri minyak sawit, karena :

(i) Produk pangan yang berbasis minyak sawit tidak dapat mengklaim

produknya sebagai "trans fat free" karena persyaratan untuk

pencantuman label tersebut tidak dapat dipenuhi dari aspek kandungan

saturated fat Padahal free of trans fat merupakan salah satu

keunggulan minyak sawit dan produk pangan turunannya dibandingkan

minyak sawit 'non tropis'. Keunggulan inilah yang digunakan oleh

negara produsen minyak sawit untuk memerangi kampanye anti minyak

yang dilakukan oleh AS beberapa tahun yang lalu. Sebagai bahan

perbandingan, di bawah ini tertera jumlah trans fat dan saturated fat

yang terdapat pada margarin lokal yang berbasis minyak sawit dan

margarin impor yang berbasis minyak nabati terhidrogenasi per

penyajian (14 g per penyajian).

Dengan terminologi saturated fat pada peraturan yang berlaku

saat ini, margarin lokal dapat diklaim sebagai produk "trans fat free"

karena kandungan trans fat nya kurang dari 0.5 gr per sajian. Akan

tetapi, dengan peraturan yang akan berlaku, klaim tersebut tidak dapat

dilakukan lagi karena jumlah gabungan trans dan saturated fat nya

menjadi 7 6 gr per sajian. Sedangkan produk margarin impor. tidak akan

bisa diklaim sebagai produk trans fat free, baik dengan peraturan yang

berlaku maupun yang akan berlaku

Tabel 1. Kandungan trans fat dan saturated fat yang terdapat pada margarin lokal dan margarin impor per penyajian*

Jenis lipida Margarin lokal Margarin imporTrans fat 0.3 gr 12 grSaturated fat _____ 7.3 gr 4.2 gr* dihitung berdasarkan hasil penelitian Joeliani (1996)

Page 111: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

(ii) Semua produk pangan yang berbasis minyak sawit mungkin harus

mencantumkan label "See nutrition information for saturated fat

content", sebagai peringatan kepada konsumen tentang dampak negatif

saturated fat terhadap kesehatan. Hal ini disebabkan dengan

terminologi yang baru maka batasan jumlah saturated fat dalamproduk

pangan menjadi akan lebih rendah karena hams dikurangi dengan

jumlah trans fat yang ada.

Walaupun Amerika Serikat bukan negara pengimpor minyak sawit

terbesar, pemberlakuan peraturan baru tersebut dikhawatirkan akan

merembet ke negara-negara lain, terutama Eropa, sehingga dapat

mempengaruhi konsumsi minyak sawit dunia. Akibatnya ekspor mir^ak

sawit Indonesia akan terganggu, padahal dalam waktu sepuluh tahun

mendatang produksi minyak sawit Indonesia diperlukan masih akan

meningkat terus dari 5.9 juta ton tahun 1999 menjadi sekitar 15 juta ton

pada tahun 2012. Sementara itu konsumis dalam negeri tidak akan naik

setajam itu.

Untuk mengantisipasi peraturan baru tersebut. Pemerintah serta

semua pihak yang berkepentingan dalam bisnis kelapa sawit perlu

bekerjasama dengan cara mengajukan petisi kepada US FDA (paling

lambat tanggai 12 Februari 2000). Keputusan FDA tidak hanya berpengaruh

di Amerika saja, tetapi juga dapat berdampak ke seluruh dunia sehingga

harus segera diantisipasi. Malaysia juga akan mengajukan petisi ke FDA

melalui perwakilan PORIM {Palm Oil Research institute of Malaysia) di

Washington, Adapun petisi yang perlu diajukan adalah :

1 Pelabelan trans fat hendaknya dipisahkan dan tidak dikaitkan dengan

saturated fat. dimana trans fat dicantumkan pada baris di bawah

saturated fat.

2 Persyaratan pencantuman label trans fat free hendaknya tidak

memasukkan persyaratan jumlah saturated fat.

Page 112: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Adapun argumen yang mendukung petisi tersebut adalah sebagai

berikut:

a. Secara ilmiah. definisi dan struktur kimia saturated fat dan fat sangat

berbeda, seperti yang telah dijelaskan di atas. Lebih lanjut. saturated

fat merupakan asam lemak alami dan normal yang dapat diterima oleh

tubuh. sedangkan trans fat merupakan asam lemak 'asing'. dan

berdampak kurang baik bagi tubuh.

b Tidak ada korelasi antara jumlah saturated fat dan trans fat di dalam

pangan dan kesehatan. American Heart Association mengajurkan

bahwa konsumsi saturated fat yang sehat adalah sebesar 10 % dari

Jotal kalori yang dibutuhkan manusia. Jika kebutuhan kalori rata-rata per

hari adalah 2000 kalori, maka jumlah saturated fat yang dianjurkan

adalah 200 kalori, yang setara dengan 22.2 gr saturated fat per hari.

Di sisi iam. Departemen Kesehatan Inggris menganjurkan konsumsi

trans fat maksimum 2 % dari kebutuhan kalori, yang setara dengan 4.4

g trans fat bila dihitung berdasarkan kebutuhan 2000 kalori. Saat ini

diperkirakan bahwa konsumsi trans fat oleh masyarakat AS adalah 20%

dari jumlah lemak yang dikonsumsi, yakni 20 -25% trans fat berasal

dari margarin dan sisanya dari produk pangan goreng dan panggang

seperti kentang goreng. cookies, crackers, dan donut (Majalah Time, 5

Juli 1999). Lebih lanjut. penelitian Ascherio et at. (1999) membuktikan

bahwa pengaruh asam lemak trans adalah dua kali dibandingkan asam

lemak saturated terhadap peningkatan resiko PJK.

c. Pengaruh trans fat dan saturated fat dalam sistem biologis memiliki

banyak perbedaan. Perbedaan tersebut diantaranya adalah :

• Trans fat bersifat menurunkan kolesterol HDL (High Density

Upoprotem atau kolesterol “baik'’), sedangkan saturated fat bersifat

meningkatkan kolesterol HDL (Mensink dan Katan. 1990 dan Judd

et al., 1994). Jumlah kolesterol HDL dalam darah berkorelasi negatif

Page 113: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

dengan PJK. Adapun parameter kadar kolesterol HDL/total

kolesterol Dengan demikian, meskipun dan satu aspek trans fat

dan saturated fat sama-sama menaikkan tingkat kolesterol LDL

darah. namun rasio kolesterol HDUtotal kolesterol darah yang

dihasilkan saturated fat lebih baik dibandingkan trans fat Lebih

tanjut. penelitian juga telah membuktikan bahwa minyak sawit tidak

meningkatkan kadar kolesterol darah dibandingkan minyak nabati

lain yang banyak mengandung unsaturated fat (Ng et al.. 1991.

Kris-Etherton et al. 1984)

• Trans fat bersifat menaikkan tingkat atherogenic lipoprotein dalam

darah (lipoprotein penyebab penyumbatan pembuluh darah).

sedangkan saturated fat bersifat sebaliknya (Khosla et al.. 1996:

Hornstra et al.. 1991: Clevidence et al.. 1997)

• Trans fat dapat menyebabkan kerusakan asam lemak omega-3

dalam jaringan tubuh sedangkan saturated fat bersifat melindungi

asam lemak omega-3

• Trans fat bersifat menghambat aktivitas insulin dalam metabolisme

gula. sedangkan saturated fat bersifat sebaliknya

• Trans fat tidak disintesis dalam tubuh sehingga mengganggu

beberapa fungsi enzim sedangkan saturated fat merupakan asam

lemak normal bagi tubuh dan tidak menganggu fungsi enzim

• Trans fat dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh, sedangkan

beberapa saturated fat telah dibuktikan dapat meningkatkan sistem

kekebalan tubuh. (Enig. 1998).

PENUTUP

Kelapa sawit merupakan penghasil devisa utama dari subsektor

perkebunan yang mempunyai kontribusi terhadap PDB Nasional sebesar

1 39 % serta menghidupi jutaan keluarga Indonesia. Kelangsungan eksport

Page 114: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

minyak sawit ke manca negara perlu dijaga melalui promosi dan pencarian

pasar-pasar baru. Diperoleh informasi bahwa dalam menghadapi rancangan

peraturan US FDA 1999 tentang pelabelan trans fat pada makanan ini.

beberapa petisi. termasuk industri minyak tropis di AS. mendukung

pelabelan trans fat asalkan tidak dikaitkan dengan saturated fat. Sudah

saatnya bagi Pemerintah Indonesia dan masyarakat perkelapa-sawitan

Indonesia juga berespon atas rencana peraturan pelabelan yang baru ini.

Untuk mengantisipasi ancaman-ancaman lain di masa mendatang

yang dapat mengganggu kelangsungan ekspor minyak sawit, kita perlu

membuktikan ke dunia bahwa minyak sawit mempunyai keunggulan-

keunggulan dibandingkan dengan minyak lain. Informasi tentang adanya

komponen minor dalam minyak sawit seperti karoten (pro vitamin A) dan

tokoferol (vitamin E) yang sangat baik untuk kesehatan, perlu disebar

luaskan ke konsumen untuk mengkounter sisi negatif dari saturated fat

dalam minyak sawit. Untuk itu semua pihak yang bertanggung jawab

terhadap bisnis kelapa sawit terutama pemerintah. lembaga penelitian,

universitas, produsen dan industri yang menggunakan minyak sawit perlu

bekerjasama untuk melakukan dan mendanai penelitian-penelitian yang

dapat mendukung keunggulan minyak sawit. Malaysia telah melakukan hal

tersebut dan telah menghabiskan dana jutaan dolar pada tahun 80-an untuk

melawan kampanye anti minyak tropis dari Amerika Serikat. Kini sudah

selayaknya kita melakukan hal yang sama karena sekitar tahun 2012

Indonesia akan menjadi produsen minyak sawit terbesar di dunia

DAFTAR PUSTAKA

Acherio. A . Katan. M B.. Zock. P.L.. Stampfer. M. J willet. W.C 1999, Trans Fatty acid and coronary hearth diseases. New Eng. J. of Med. 340 : 1994- 1998.

Page 115: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Clevidence. B.A., Judd. J.T.. Schaefer, E.J., Jenner. J.L.. Lichenstein. A.H.. Muesing R.A.. Wittes. J.. and Sunkin. M.E 1997. Plasma lipopretein (a) levels in men and women consuming diets enriched in saturated, cis - or trans-monounsaturated fatty acids. Arterioscier Thromb Vase.Biol. 17(9) : 1657 - 1661.

Enig. M.G, 1998, Palm Oil and the anti-ropical : Good news toward counteracting a decades worth of damage. 1988 International Oii Palm Conference September 23 - 25. 1998. Bai Indonesia.

FDA. 1999. Food labeling : Trans fatty acids in nutrition labeling, nutrient content claims, and health claims (Docket no. 94P-0036.)USA

Hornstra Gt., van Houwelingen A C., kester. A.D.. and Sundram. K. 1991. A palm oil enriched diet lowers serum lipoprotein (a) in normocholesterolemic valunteers. Atherosclerosis 9u (1) 91 -93.

Joeliani. L.D. 1996. Analisa Asam Lemak Trans pada berbagai margarin di Pasaran Indonesia. Skripsi. Jurusan TPG - Fateta. IPB Bogor.

Judd. J.T.. Clevidence. B.A.. Muesing, R.A.. Wittes. J.. Sunkin M E . and Podczasy, J.J. 1994. Dietary trans fatty acids : Effects on plasma lippids and lipoprotein of healthy men and women. Am. J. Clin. Nutr. 59 : 861 - 868.

Khosla. P. and Hayes. K.C. 1996. Dietary trans monounsaturated fatty acids negatively impact plasma lipids in humans : critical review of the evidence. J. of the Am. College or Nutr. 15(4) : 325 - 339.

Kris-Etherton. P.M.. Ho. C.Y.. and Fosmire. M.A. 1984. Effect of dietary fat saturation on plasma and hepatic lipoprotein in the rat. J. Nutr.. 114 : 1675 - 1682.

Mensink. R.P. and Katan. M B. 1990. Effect of dietary trans fatty acids on high-density an low-density lipoprotein cholesterol levels in healthy subjects. The New England J. of Medicine 323 (7) : 439 - 445.

Ng. T.K.W.. Hassan, K., Lim. J.B.. Lye. M.S.. and R. Ishak. 1991. Non hypercholesterolemic effects of a palm oil diet in Malaysia volunteers. Am. J. Clin. Nutr. 53(Suppl. 4) : 1015s- 1020s.

Page 116: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

THE TRUTH IN LABELING : SATURATED FATTY ACID MUST BE SEPARATED FROM TRANS FATTY ACID

MAKSI dan PPKS

One of the main purposes of labeling - as the name of the Act imply :

Nutritional Labeling and Education Act-is to provide true and fair nutrient

information, to educate the consumers as well as to promote fair trade This

is achieved by providing true and clear information printed in the label.

With this in mind, labeling of saturated fat/saturated fatty acid (SFA)

must be separated with labeling of trans fat/trans fatty acids (TFA).

Consumer must have the right to be informed about what kind of fat they are

consuming, whether it's SFA or TFA. The two kind of fats should not be

grouped and named as one (as Saturated Fat) because they actually are

not the same, chemically, biologically and physiologically. sOme

researchers have shown that the two kinds of fats (SFA and TFA) have

different effect on health, especially on coronary heart disease. Some

researchers have even suggested that TFA have more netative effect on

health as compared to those of SFA.

So. it is only logical and fair to provide complete information in the label,

as the following :

1 Labeling of TFA and SFA must be pnnted separately on the nutrition

panel. TFA and SFA are different of two kind fats, and consequently

they must be declared separately. SFA is not associated with TFA in

anyway.

2. One product may be declared or labeled as trans fat free without any

requirement or consideration of SFA content.

With those labeling, the purpose of the NLEA can be preserved fairly

based on scientific reason. This should not be mixed and confused with the

trade competition. Again, trade should be done fairly, and consumer have

Page 117: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

the right to know and be assured that all necessary information needed for

making buying decision are printed clearly in the label.

Several scientific and findings show that TFA are different than SFA

and consequently has different health effect have been published, such as

the following :

1. Saturated Fat/Saturated Fatty Acids (SFA) are not always havenegative effect on health

• SFA consists of different vanety of fatty acids, ranging from short-

chain fatty acids (C4:0) to long-chain fatty acids (C20. 0 or more) So

far. consumer have been informed that SFA are respnsible for or

associated with several health problems, such as coronary heart

disease (CHD) due to the increase level of blood cholesterol,

especially increase of blood LDL. This is not always true, since

several researcher have reported that every fatty acids (even though

ail are saturated fatty acids) have unique effect on lipid metabolisms

(Key. 1965. Keys. 1959. Hegsted 1965: Budijanto. 1993).

• Short chain fatty acids (SCFA). ranging from C4:0 to C10 0. are

believe to have no significant effect on the level of blood cholesterol.

The same is also true for Medium Chain Fatty Acid (lauric and stearic

acids: Grande. 1970, Budijanto. 1993). This is so due to the fact that

SCFA and MCFA are absorbed directly via the portal blood stream, so

they can be metabolized directly for the production of energy

(Sickinger. 1975 and Christie, 1983).

• Pietinen P. et al (1997) reported that there are no correlation between

the increase risk of coronary heart disease with the consumption of

SFA, cis-monounsaturated fatty acids, linoleic acid and linolenic acid.

• Studied have shown that consumption of plant oil rich in saturated

fatty acid do not show any significant different effect in level of blood

Page 118: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

cholesterol as compared to thowe of plant oil rich in unsaturated fat

(Ng et al. 1991: Kris-ehterton et al. 1984).

Those findings suggest that the effects of SFA on CHD will depend on

the kind of species of SFA. This is an important fact that needs to be

provided for the consumers, the public, and also health professionals,

so that misleading information and false judgement can be avoided.

These findings also suggest that grouping all SFA info one category is

nor scientifically sound. This also suggests that grouping of such

diverse variety of SFA into one category with TFA is even misleading,

and consequently must not be done.

2. Comparison between the effect of SFA and TFA on CHD

• Several researches have shown that consumption of SFA decreases

lipoprotein lp(a) level, this has been associated with the decrease in

prevalence of CHD. The opposite is true for TFA. which cause

increase in level of the lipoprotein lp(a). and consequently increase

the prevalence of CHD (Lichtenstein et al, 1999). It has been also

reported that TFA has stronger negative effect on C"HD than that of

SFA (Ascherio et al. 1999).

• Several other previous researches using human subject have also

shown that group treated with consumption of SFA has the lowest

level of Lp(a) as compared to other group treated with TFA and oleic

acid (Mensink et al. 1992). Clevidende BA. et al. 1997. Khosla et al.

1996): Hornstra et al, 1991).

• Research to compare the effect of stearic acid and TFA has also been

done. It has been reported that stearic acid (SFA) and TFA has

different effect in LDL/HDL cholesterol ratio. Dietary stearic acid

treatment do not cause any changes in the LDL/HDL cholesterol ratio,

wherease treatment of FTA has caused increase in LDL/HDL

cholesterol ration as much as 19%. This shows that TFA has more

Page 119: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

negative potencies in causing CHD than that of SFA. especially those

of stearic acid (Aro. A. 1997). This findings also in accordance with

the research of Frank B. Hu et al 91997), in which women treated with

consumption of SFA as much as 5% of their energy intake have

relative risk of CHD of 1.17. this relative risk is lower compared to the

risk of other group treated with consumption of TFA (at level of 2%)

which have relative nsk of 1.95. Willet WC.. et at, (1993) also reported

the same findings. Women treated with consumption of food

containing TFA has relatively higher fisk of CHD (1.67) than that

control (having consumption of food containing SFA. MUFA and

PUFA) with relative risk of 1.50.

• Research done on healthy human subject has shown that group

having dietary trans fatty acid have higher level of LDL-cholesterol

and lower level of HDL=cholesterol than other group having dietary

oleic acids. Other having treatment of SFA do not show any changes

in blood HDL-cholesterol level but do show increase in blood LDL-

cholesterol level, as compared to that of group having oleic acids

treatment. This findings suggested that TFA has stronger negative

effect on human health than that of SFA )Mesink and Katan, 1990 and

Judd et al. 1994).

Again, those findings suggest that grouping of SFA into one

category with TFA is misleading, since they have different

physiological and biological effect on human health. Consequently.

attempt to group SFA and TFA into one category must not be done.

3. Comparison on the effect of consumption of SFA and TFA on other health problems

• Trans fatty acids (TFA) may caused deterioration of essential fatty

acid; i.e. Omega-3 fatty acids SFA does not cause any effect of

Omega-3 FA (Sugano and Ikeda, 1996). Consequently, it has been

Page 120: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

suggested to Increase the consumption of essential FA during the

consumption of TFA.

• It has been reported that TFA may inhibit the activity of insulin, and

consequently TFA will cause some disruption of sugar metabolism.

• TFA are not synthesized in the body and thus. TFA can be

considered as a unnatural of foreign substance for the body. TFA

have tendencies to disrupt the enzymatic activity. On the other hand

SFA is naturally found and synthesized in the body, and are believed

to be natural component of the body fat.

• TFA may cause an decrease/imbalance of body immunity, whereas

several species of SFA has been shown to increase the body

immune system (Enig. 1998)

Conclusion

Again, the main purpose of labeling - as the name of the Act imply :

Nutritional Labeling and Education Act - is to promote fair trade and to

educate the consumers. Therefore, labeling of saturated fat/saturated fatty

acid (SFA) must be separated with labeling of trans fat/trans fatty acid (TFA)

should not be grouped and named as one (as Saturated Fat) because they

actually are not the same, chemically, biologically and physiologically.

It has been shown that TFA have stronger negative effect on human

health than that of SFA. especially for the CHD. All of those findings

suggest that for the sake of clarity, consumers have the right to know what

kind of fat they are consuming Grouping SFA into one category with TFA is

misleading, since they have different physiological and biological effect on

human health Attempt to group SFA and TFA into one category is not wise

decision, and may endanger public health Consequently, labeling of SFA

must be made separately and distinctly different with labeling of TFA.

Page 121: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

KEBIJAKAN INTEGRATIF AGROINDUSTRI KELAPA SAWIT ANTISIPASI PENERAPAN TRADE BARRIER PRODUK KELAPA SAWIT

Muhammad Said Didu

Direktur Teknologi Agroindustri-BPPT

ABSTRAK

Peran agroindustri, termasuk agroindustri kelapa sawit di Indonesia diharapkan semakin meningkat. Peran tersebut meliputi: (1t sebagai penghasil devisa. (2) penampung tenaga kerja. (3) pencipta pendorong pemerataan pembangunan. (4) pemacu pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, serta (5) sebagai pendorong pengembangan wilayah.

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki keunggulan komparatif yang berpeluang dikembangkan menjadi keunggulan kompetitif. Prospek pengembangan agroindustri kelapa sawit (PAKS) masih sangat terbuka ditinjau dari ketersediaan bahan baku. sumber daya manusia (SDM). teknologi, pendanaan, dan pemasaran.

Adanya kebijakan yang dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi PAKS akan menarik para investor untuk menanamkan modalnya pada industri kelapa sawit. Sebagai perbandingan, agroindustri kelapa sawit di Malaysia berkembang dengan baik karena didukung oleh paket kebijakan yang komprehensif Dalam pelaksanaan pengembangan kelapa sawit, seluruh lembaga yang terkait dengan pengembangan tersebut melaksanakan dan mengembangkan kebijakan pengembangan agroindustri kelapa sawit secara konsisten. terintegrasi. dan dinamis.

Menghadapi tantangan global, termasuk tantangan dalam bentuk trade barrier sangat diharapkan adanya paket kebijakan yang terdiri dari berbagai instrumen kebijakan yang secara sinergi mampu mendorong berkembangnya agroindustri kelapa sawit untuk menghasilkan devisa. meningkatkan kesejahteraan rakyat, mendorong pengembangan wilayah. dan memacu terjadinya pemerataan Untuk menghasilkan paket kebijakan demikian, dibutuhkan adanya pendekatan sistem agar permasalahan kelapa sawit yang bersifat kompleks, dinamis. dan probabilistik dapat diantisipasi. Melalui pendekatan sistem diharapkan dapat dirumuskan kebijakan integratif yang bersifat holistik. sibernetik. dan efektif.

Page 122: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Pengembangan agroindustri kelapa sawit (PAKS) merupakan salah

satu andalan Indonesia dalam membangun perekonomian nasional.

Terdapat lima alasan kenapa PAKS menempati posisi demikian, pertama

sumberdaya lokal yang dimiliki untuk PAKS berupa lahan dan tenaga kerja

masih cukup tersedia Sementara negara pesaing utama seperti Malaysia.

Ivory Cost, dan Papau New Gunea sudah semakin terbatas Kedua,

pangsa pasar dunia produk PAKS masih terus meningkat seiring dengan

peningkatan jumlah penduduk. Dari konsumsi minyak goreng saja mencapai

10 kg/kapita/thn, belum termasuk produk hilirnya. Ketiga, produktivitas lahan

yang digunakan untuk kelapa sawit jauh lebih tinggi dari tanaman penghasil

minyak lainnya, sehingga biaya produksinyapun lebih rendah Data

menunjukkan bahwa produktivitas sawit sebasar 6 ton/ha sedangkan

kedele hanya 2.5 ton/ha. Sehingga biaya produksi minyak sawit hanya S

160/ton sedangkan kedele sebesar S 250/ton. Keempat, kandungan lokal

melalui penggunaan sumber daya domestik (Domestic Resource Cost,

DRC) yang tinggi.

Posisi demikian memberikan peluang PAKS sebagai sumber

perolehan devisa untuk jangka panjang (Gittinger. 1982). Dan kelima,

faktor sosial budaya yang mendukung, karena tanaman kelapa sawit

merupakan tanaman yang sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat

Peluang tersebut terus menghadapi tantangan dan kendala dalam

memasuki era globalisasi. berupa pertama, perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat di negara pesiang. Dan

kedua, adanya upaya-upaya untuk membatasi perdagangan (trade barrier)

minyak sawit melalui berbagai kampanye yang dikaitkan dengan dampak

konsumsi minyak sawit terhadap kesehatan manusia. termasuk

pengembangan issu minyak sawit sebagai penyebab kolestrol yang

dilanjutkan dengan adanya proposal US Food and Drug Adiministration

Page 123: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

(FDA) tentang labeling trans-fatty acid yang dikaitkan dengan kandungan

lemak jenuh Peluang dan tantangan demikian mengharuskan kita untuk

mampu merumuskan dan melaksanakan kebijakan yang mampu

mengantisipasi tantangan PAKS baik untuk jangka pendek maupun untuk

jangka panjang.

ANALISIS KEBIJAKAN

Kebijakan dapat diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang

menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan

untuk mencapai tujuan. Kebijakan dibidang pemerintahan didefenisikan

sebagai rangkaian aksi yang dipilih pemerintah yang mencakup tujuan-

tujuan yang ingin dicapai dan metode-metode untuk mencapai tujuan

tersebut (Ellis 1994) Sedangkan dalam organisasi bisnis. kebijakan

diartikan sebagai pedornan. peraturan dan prosedur yang dibuat untuk

mendukung tercapainya tujuan yang telah ditentukan (David. 1997).

Pemerintah didefinisikan sebagai sekelompok orang yang

menjalankan suatu negara yang bertanggung jawab untuk membuat

keputusan kebijakan (Austin. 1992). Jenis-jenis kebijakan pemerintah dapat

berupa kebijakan fiskal, moneter, perdagangan, dan kebijakan pendapatan

Selain itu. pemerintah juga membuat kebijakan sektoral seperti kebijakan

pertanian, industri. transportasi. pendidikan kesehatan, lingkungan dan

sebagainya Tujuan kebijakan pemerintah umumnya untuk meningkatkan

kesejahteraan sosiai bagi seluruh masyarakat Tolok ukur yang sering

digunakan untuk menilai dampak kebijakan antara lain adalah pertumbuhan

ekonomi. distribusi pendapatan, dan stabilitas dalam berbagai aspek.

Keberhasilan pembangunan ekonomi sangat dipengaruhi oleh bentuk

kebijakan pemerintah Menurut Killick (1989) berbagai bentuk kegagalan

pasar (market failure) yang sangat ditentukan oleh kebijkan pemerintah.

yaitu: (1) kegagalan persaingan (failures of competition). (2) kegagalan

Page 124: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

dalam pengambilan keputusan (failures of provision). (3) teijadinya

eksternalitas. (4) ketidakterbatasan akses terhadap sumber daya (open

access resourcess). (5) instrumen pasar yang belum lengkap (incomplete

market). (6) kegagalan infonmasi (information failures). (7) permasalahan

makroekonomi (macroeconomic problems). dan (8) masalah

ketidakseimbangan kepemilikan. Terdapat berbagai bentuk kegagalan

negara (state failures) yang menyebakan terjadinya kegagalan pasar. yaitu:

(1) kegagalan infoimasi. (2) dampak dari kompleksnya permasalahan. (3)

kegagalan dalam pelaksanaan (implementation failures). (4) kegagalan

motivasi (motivation failures), dan (5) timbulnya rente ekonomi (rent

seeking). Untuk menghindari terjadinya kegagalan pasar. setiap perumusan

kebijakan hendaknya memperhatikan aspek-aspek penting, yaitu: (1)

penentuan prioritas yang hendak dicapai: (2) penentuan kemampuan untuk

menerapkan kebijakan, termasuk kesiapan kelembagaan: (3) kebijakan

yang berpotensi mengintervensi pasar jangan sampai menyebabkan

kegagalan pasar. dan (4) penerapan kebijakan sejauh mungkin mengikuti

mekanisme pasar. terutama pertimbangan sosial budaya.

Formulasi Kebijakan

Kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah dalam pelaksanaan

pembangunan dapat dibedakan berdasarkan tingkatan dan jenis kebijakan.

Menurut tingkatannya kebijakan pemerintah dibedakan atas kebijakan

tingkat pusat, dan kebijakan daerah. Pada masing-masing tingkatan

tersebut, terdapat berbagai jenis kebijakan sektoral, seperti kebijakan

pertanian, industri. perdagangan, kehutanan, kesehatan, dan lainnya.

Perumusan kebijakan yang dalam implementasinya melalui berbagai

tingkat organisasi dan bersifat lintas sektoral akan menghadapi

permasalahan, yaitu sulitnya memadukan kebijakan antar sektor agar

terjadi korelasi yang erat dan saling mendukung. Selain itu, dalam

Page 125: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

pengembangan industri. terutama untuk industri yang bersifat jangka

panjang (seperti agroindustri kelapa sawit) sangat dibutuhkan adanya

konsistensi kebijakan serta keterpaduan kebijakan pada seluruh tingkatan

organisasi.

Menurut Clay and Schaffer (1984), tahapan kebijakan biasanya

mengikuti siklus kebijakan yang terdiri dari dua fase yaitu: (1) fase formulasi

kebijakan, dan (2) fase implementasi kebijakan. Fase formulasi kebijakan

diawali dengan perumusan tujuan kebijakan, kemudian dilakukan analisis

ekonomi dan teknis terhadap berbagai alternatif solusi untuk mencapai

tujuan tersebut. Biaya dan keuntungan setiap alternatif kebijakan dihitung

dan selanjutnya disusun ranking berbagai kebijakan tersebut sebelum

diambil suatu keputusan kebijakan terbaik. Pada fase implementasi.

kebijakan terbaik tersebut ditaksanakan dan hasilnya dievaluasi apakah

sesuai dengan target dan tujuan yang dikehendaki. Evaluasi tersebut juga

mengkaji kebaikan dan kelemahan dari kebijakan tersebut, lalu dipelajari

dan dijadikan masukan untuk perumusan kebijakan berikutnya. Sedangkan

menurut Thorbecke and Hal! (1982). kerangka (framework) analisis

kebijakan terdiri dari: (1) penentuan tujuan/target yang ingin dicapai. (2)

analisis faktor pembatas, dan (3) penetapan instrumen kebijakan yang akan

digunakan.

Untuk melaksanakan kebijakan dibutuhkan adanya instrumen

kebijakan yang merupakan metode-metode intervensi yang dapat dilakukan

pemerintah untuk mencapai tujuan berdasarkan kondisi dari faktor-faktor

pembatas yang ada Dalam pembangunan pertanian, instrumen kebijakan

dapat dibedakan berdasarkan kategori. yaitu: (1) tujuan kebijakan, dapat

berupa peningkatan efisiensi atau distribusi pendapatan: (2) cakupan

operasi. dapat berupa kebijakan lahan, pemasaran, dan konsumen; (3)

berdasarkan kelompok sasaran, dapat berupa kebijakan harga institusi,

dan teknologi: (4) dari segi luasan cakupan, dapat berupa kebijakan spesifik

Page 126: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

atau umum: dan (5) kebijakan yang dibuat untuk komoditas tertentu

(McCalia and Josling, 1985).

Seperti halnya dengan perumusan kebijakan di pemerintahan,

perumusan kebijakan dalam suatu organisasi bisnis, juga terlebih dahulu

ditetapkan tujuan organisasi tersebut. Kebijakan dalam suatu organisasi

bisnis umumnya terdiri dari kebijakan manajemen. pemasaran,

keuangan/akuntasi. produksi/operasi, riset dan pengembangan, serta

kebijakan sistem informasi. Namun untuk memilih kebijakan yang akan

dilaksanakan perlu dilakukan kajian terhadap faktor internal dan eksternal

dari suatu organisasi (David. 1997). Lingkungan internal yang dianalisis

terdiri dari kemampuan manajemen. pemasaran, keuangan, produksi. riset

dan pengembangan, serta kemampuan sistem informasi. Sedangkan

lingkungan eksternal meliputi keadaan ekonomi makro, sosial. budaya.

demografi, lingkungan, politik. hukum. pemerintahan, teknologi dan tingkat

persaingan industri.

Indikator Dampak Kebijakan

Suatu kebijakan dapat dikatakan berhasil dengan baik jika kebijakan

tersebut bisa diimplementasikan dan dapat mengoptimumkan keinginan

pihak-pihak yang terkait atau terpengaruh dari pemberlakukan kebijakan

yang dibuat Menurut Ellis. F (1994) dari segi kesejahteraan ekonomi. suatu

kebijakan dikatakan berhasil dengan baik jika dapat mewujudkan pareto

optimum Pada tingkat negara, pareto optimum suatu kebijakan dapat

terwujud jika setiap individu menjadi lebih baik atau paling sedikit terdapat

sekelompok individu menjadi lebih baik tanpa menyebabkan kelompok lain

menjadi lebih buruk setelah kebijakan tersebut diimplementasikan. Aspek

yang seharusnya menjadi pegangan bagi perumus kebijakan agar pareto

optimum dapat terjadi adalah upaya untuk mewujudkan pasar yang

kompetitif dan memperbaiki distribusi pendapatan agar semakin merata.

Page 127: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Untuk mengatasi dampak negatif suatu kebijakan terhadap suatu kelompok

perumus kebijakan umumnya menggunakan kntena kompensasi

{compensation criterion). Pada tingkat negara kompenasi diberikan kepada

kelompok individu yang secara potensial keadaannya akan menjadi iebih

buruk setelah kebijakan tersebut diberlakukan.

Untuk mengukur pengaruh implementasi kebijakan dapat dilihat dari

indikator ekonomi dan sosial. Untuk melihat pertumbuhan produk nasional.

indikator ekonomi yang sering digunakan Gross National Product (GNP)

dan pendapatan perkapita Namun akhir-akhir ini indikator sosial menjadi

perhatian utama setiap penetapan kebijakan Indikator sosial yang sering

dipergunakan adalah distribusi pendapatan dan kesejahteraan yang dapat

diukur antara lain dengan Human Development Index (HDI) dan Gini-ratio.

Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan

perkapita dalam suatu negara telah dipostulasikan oleh Simon Kuznets

sejak tahun 1955 yang dikenal dengan "Inverted-U-Hypothesis". Untuk

pengujian hipotesa Kuznets dengan beberapa modofikasi digunakan

beberapa indikator, yang salah satunya adalah koefisien Gini dengan

formula Bourguignon yang disebut L-Indeks (Arief S. 1993 dan 1998).

Akibat berbagai kegagalan dalam penggunaan koefisien Gmi untuk menilai

tingkat pemerataan pembangunan, para ahli lebih tertank menggunakan

tolok ukur HDI dengan menggunakan pendekatan tolok ukur seperti tingkat

konsumsi gizi. tingkat kesehatan, tingkat harapan hidup. dan tingkat

pendidikan masyarakat.

KEBIJAKAN INTEGRATIF

Kebijakan integratif merupakan diharapkan mampu mengakomodir

seluruh kepentingan yang terkait dengan PAKS serta dapat diiaksanakan

oleh seluruh tingkatan birokrasi (baca pemerintah). dunia usaha. dan

Page 128: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

masyarakat. Pendekatan kebijakan integratif akan menghilangkan sekat-

sekat kebijakan sektoral yang sering dianut selama ini.

Dalam pembangunan pertanian, kebijakan dapat dekelompokan ke

dalam: (1) kebijakan harga (price policy). (2) kebijakan pemasaran

(merketing policy). (3) kebijakan input (input policy):. (4) kebijakan kredit

(credit policy). (5) kebijakan mekanisasi (mechanisation policy). (6)

kebijakan distribusi lahan (land reform). (7) kebijakan penelitian (recearch

policy), dan (8) kebijakan ingasi (irigation policy) (Ellis. 1994). Penerapan

kebijakan tersebut dapat meberikan dampak pada harga. produksi.

konsumsi, perdagangan, anggaran (budget), distribusi pendapatan, dan

kesejahteraan sosial (Colman & Young. 1989).

Kebijakan terhadap input pertanian dimaksudkan untuk: (1)

mempercepat penerapan teknologi. (2) meningkatkan hasil pertanian dan

distribusi pendapatan. (3) menutupi kerugian petani akibat penggunaan

teknologi baru. (4) menghindari kesalahan penggunaan input oleh petani.

(5) memperbaiki sistem suplai input. (6) melaksanakan sistem kombinasi

input dan kredit. (7) pengaturan dan pengawasan pemasaran bibit.

pestisida, dan insektisida. (8) meningkatkan penggunaan produk lokal. dan

(9) untuk memperbaiki sistem distribusi. Untuk mengendalikan input

pertanian, terdapat tiga instrumen kebijakan yang dapat diberlakukan, yaitu:

(1) kebijakan harga input. (2) kebijakan sistem delivery, dan (3) kebijakan

informasi.

Kebijakan pendanaan umumnya diwujudkan dalam bentuk kebijakan

kredit. Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk: (1) mengurangi hambatan

pengembangan pertanian. (2) mengurangi peran rentenir. (3) mempercepat

penerapan teknologi oleh petani. (4) mengurangi ketergantungan petani

kecil terhadap penggunaan dana komersial, (5) menyediakan dana untuk

jangka pendek. (6) mengendalikan ketidakseimbangan pendapatan petani.

Page 129: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

(7) mengurangi pengaruh disintensif pada petani, dan (8) sering digunakan

untuk menarik perhatian petani dalam bidang politik.

Penerapan kebijakan perdagangan komoditas pertanian umumnya

dimaksudkan untuk. (1) meningkatkan output pertanian. (2) memperbaiki

distribusi pendapatan masyarakat. dan (3) meningkatkan peran sektor

pertanian daiam pembangunan eknomi. Terdapat berbagai instrumen

perdagangan yang dapat diterapkan dalam pertanian dan agroindustri,

yaitu. (1) pemberlakuan pajak impor atau subsidi. (2) penetapan nilai tukar

tetap untuk perdagangan komoditas pertanian. (3) pemberlakuan pajak dan

subsidi. dan/atau (4) intervensi langsung pemerintah.

Pemberlakuan pajak impor atau subsidi dapat dilakukan dengan

berbagai alternatif. berupa: (1) penarikan retribusi oleh pemerintah daerah.

(2) penarikan pajak terhadap ekspor komoditas yang tidak diolah (bahan

mentah). (3) pengenaan pajak konsumen. (4) pemberian subsidi terhadap

kelompok masyarakat tertentu. (5) pemberian bantuan kapada produsen

terhadap selisih harga yang berlaku di pasar dengan harga yang ditetapkan

oleh pemerintah. dan/atau (6) membatasi jumlah impor.

Selain kebijakan perdagangan, juga dapat dilakukan dengan

pemberlakuan kebijakan pemasaran. Pemberlakuan kebijakan pemasaran

dimaksudkan untuk: (1) melindungi petani dan konsumen dari pedagang.

(2) menstabilkan atau meningkatkan harga pada tingkat petani. (3)

mengurangi margin keuntungan pedagang (4) meningkatkan kualitas dan

satndar minimum, dan (5) meningkatkan ketahanan pangan.

Untuk memperbaiki sistem perdagangan, pemerintah dapat

memberlakuan berbagai instrumen kebijakan, berupa: (1) pengendalian

harga dan jalur distribusi oleh pemerintah, (2) penetapan harga oleh

pemerintah di tingkat petani. (3) penetapan harga maksimum produk di

tingkat retail. (4) penetapan harga minimum pada produser (floor prices). (5)

Page 130: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

penetapan harga minimum di tingkat produsen, dan/atau (6) penetapan

harga maksimum di tingkat distributor atau pengecer.

Dalam pengendalian pemasaran komoditas pertanian, terdapat enam

instrumen kebijakan pemasaran yang sering digunakan, yaitu: (1) monopoli

parastatals yaitu pasar dikendalikan secara penuh oleh pemerintah. (2)

non-monopoli parastatals yaitu pemerintah terbatas sebagai penjaga

stabilitas harga melalui pengadaan stok penyangga. (3) sistem koperasi. (4)

lisensi. dan (5) pemberlakuan instrumen untuk meningkatkan kinerja

pemasaran (penyediaan informasi pasar. penerapan standarisasi produk

Dan penyediaan sarana dan prasarana perdagangan), serta (6) instrumen

untuk meningkatkan struktur pasar.

Dampak dari implementasi kebijakan pertanian diukur dengan

menggunakan berbagai tolok ukur. yaitu: (1) seberapa jauh peningkatan

output pertanian secara agregat (petani dan pengusaha). (2) output masing-

masing produk pertanian. (3) stabilitas harga dan pendapatan petani. (4)

pemantapan swasembada pangan. (5) peningkatan pendapatan pajak bagi

pemerintah. (6) seberapa besar devisa yang dapat dihemat, dan (7)

seberapa jauh perkembangan agroindustri, serta (8) seberapa besar

peningkatan nilai tambah produk pertanian.

Kebijakan pengembangan agroindustri kelapa sawit di Indonesia

masih didominasi oleh kebijakan masing-masing sektor, terutama kebijakan

pembibitan, pertanahan dan penyediaan lahan, budidaya industri dan

perdagangan, serta kebijakan investasi. Tidak sedikit kebijakan tersebut

yang belum terkoordinasi dengan baik antar satu instansi dengan instansi

lainnya sehingga belum berhasil menciptakan iklim usaha yang kondusif

bagi pelaku usaha agroindustri kelapa sawit Selain itu sudah menjadi

keluhan umum pelaku usaha agroindustri kelapa sawit atas kurang

konsistennya kebijakan yang terkait dengan pengembangan agroindustri

Page 131: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

kelapa sawit, terutama kebijakan perdagangan, penyediaan lahan,

investasi.

Sebagai gambaran perbandingan, pengembangan agroindustri kelapa

sawit di Malaysia telah didasrkan pada suatu paket kebijakan yang

ditetapkan oleh Kementerian Industri Primer Pengelompokan kebijakan

tersebut berupa . (1) kebijakan produksi (production policy). (2) kebijakan

peremajaan tanaman (replanting policy). (3) kebijakan tenaga kerja (labour

requirement policy): (4) kebijakan proses dan manufaktur (processing and

manufacturing policy) (5) kebijakan pengembangan industri (industry

development policy), (6) kebijakan harga (pricing policy). (7) kebijakan

pemasaran (marketing policy), (8) kebijakan promosi (promotion policy), (9)

kebijakan penelitian dan pengembangan (R & D policy). (10) kebijakan jasa

pendukung (support services policy), dan (11) kebijakan investasi

(investment policy).

Pendekatan Sistem

Secara umum. pengembangan agroindustri sangat terkait dengan

kemampuan untuk mengoptimumkan sumber daya yang terkait, terutama

sumber daya input meliputi: (1) lahan. (2) sarana produksi. (3) SDM. (4)

teknologi dan (5) dana, Optimasi pendayagunaan sumber daya input

tersebut sangat ditentukan oleh kebijakan yang akan diterapkan.

Sistem agroindustri terdiri dari empat sub-sistem. yaitu: (1) rantai

produksi. (2) kebijakan makro dan mikro. (3) kelembagaan, dan (4)

interdependensi antar negara, meliputi perdagangan, ekspor. impor. nilai

kurs mata uang dll (Austin. 1992). Penetapan kebijakan untuk PAKS

memerlukan kajian yang bersifat lintas sektoral dan lintas disiplin Dari segi

kelembgaan. pada tingkat pusat. tidak kurang dari 11 lembaga terkait

dengan PAKS. sedangkan di tingkat daerah sangat bervariasi PAKS

sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. baik yang dapat dikontrol maupun

Page 132: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

yang tidak dapat dikontrol serta tergantung pada berbagai faktor lingkungan

staretegis Dengan demikian PAKS merupakan permasalahan yang

kompleks. Seiam komplek kebijakan PAKS mengandung ketidakpastian

dan peiuang dalam pelaksanaannya. Karena setiap instrumen kebijakan

yang akan ditetapkan, parameter-paramenter yang mempengaruhi

mengandung unsur peluang dalam keberhasilannya sehingga sistem PAKS

bersifat probabilistic Pengaruh atau dampak setiap penerapan instrumen

kebijakan yang ditetapkan saat ini dipengaruhi oleh faktor lain yang sangat

terkait dengan waktu serta dipengaruhi oleh faktor sosial budaya. Berarti

sistem PAKS bersifat dinamis. Suatu permasalahan yang bersifat

kompleks, probabilistik. dan dinamis selayaknya diselesaikan melalui

pendekatan sistem (Enyatno. 1997). Ditengah perubahan yang sangat

cepat dalam era persaingan saat ini dibutuhkan adanya kebijakan yang

mampu menyelesiakan permasalahan secara holistik. sibernetik. dan efektif.

Berdasarkan permasalahan yang dihadapi dalam PAKS tersebut,

maka formulasi kebijakannya hendaknya didasarkan pada pendekatan yang

memandang seluruh permasalahan/prihal yang ada dalam PAKS. terutama

yang terkait dengan manajemen sumber daya sebagai suatu kesatuan yang

saling bermterakasi melalui interface antar sub-sistem dan antar elemen

sistem sehingga diperoleh gambaran penyelesaian yang bersifat holistik

Agar kebijakan tersebut mencapai tujuan, maka formulasi dan penerapan

kebijakan hendaknya diarahkan untuk mencapai tujuan berupa: (1)

peningkatan perolehan devisa. (2) peningkatan pendapatan rakyat pekebun.

(3) peningkatan pendapatan tenaga kerja agroindustri (pengolahan PKS)

(4) peningkatan pendapatan pelaku usaha perkebunan besar. (5)

peningkatan pendapatan pelaku usaha agroindustri. Output rancangan

kebijakan tersebut hendaknya dapat diaplikasikan di daerah setelah

memeprtimbangkan faktor sosial budaya masyarakat di daerah sekaligus

pengantisipasi berlakunya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Page 133: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

Daerah dan UU Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keungan

Pusat dan Daerah Dengan demikian maka setiap kebijakan yang

dirumuskan hendaknya diorientasikan pada upaya menyelesaikan

peramasalahan berdasarkan tujuan yang jelas (sibernetik) Selain itu.

dalam perumusan kebijakan PAKS hendaknya tidak hanya didasarkan pada

level idealisme-teoritis. tetapi lebih mengutamakan untuk menghasilkan

paket kebijakan yang mengutamakan hasil guna dan dapat

dioperasionalkan (efektif). Artinya. setiap kebijakan yang memuat tentang

arah dan strategi PAKS harus dapat diterjemahkan dan dilengkapi dengan

kebijakan taktik dan opersional yang saling mendukung.

Di era masyarakat yang semakin menuntut adanya transparansi dari

setiap pengambilan keputusan dituntut adanya kecepatan dan ketepatan

bagi pengambil keputusan. termasuk penetapan kebijkan PAKS. Untuk itu.

para pengambil kebijakan dituntut kemampuannya untuk secara arif

mengikuti dan melaksanakan pengelolaan informasi dalam pengambilan

keputusan.

PENUTUP

Agroindustri kelapa sawit sebagai salah satu industri yang memiliki

prospek untuk dikembangkan, sangat membutuhkan adanya suatu paket

kebijakan pengembangan yang mencakup seluruh aspek (pembibitan,

budidaya. pengolahan dan perdagangan), dan seluruh tingkatan

(pemerintah pusat. pemerintah daerah. masyarakat dan pelaku usaha) yang

dapat diimplemetasikan oleh lembaga pemerintah dan masyarakat untuk

meningkatkan perolehan devisa. pengembangan wilayah. dan pemerataan

serta peningkatan kesejahteraan rakyat. Permasalahan yang dihadapi

PAKS yang semakin kompleks, probabilistik. dan dinamis membutuhkan

adanya pendekatan baru dalam perumusan kebijakan. Kebijakan PAKS

untuk mengantisipasi tantangan global, termasuk trade barrier hendaknya

Page 134: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

bersifat holistik. sibernetik. dan efektif. Untuk merumuskan kebijakan

demikian, dibutuhkan adanya pendekatan sistem yang memandang

permsalahan secara utuh baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka

panjang.

DAFTAR PUSTAKA

Arief. S. 1993 Metode Penelitian Ekonomi. Ul-Press Jakarta 1998. Teon dan Kebijaksanaan Pembangunan Cides. Jakarta

Austin J. E. 1992. Agroindustrial Project Analysis: Critical Design Factors The Johns Hopkins University Press. Baltimore. Maryland. USA.

Eriyatno. 1998. Ilmu Sistem Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. IPB Press. Bogor.

Clay E. J. and B B Shaffer. 1984 Di dalam Ellis F 1994. Agricultural Policies in Developing Countries Cambridge University Press. Melbourne. Australia.

Colman D. and T. Young, 1989. Di dalam Ellis F. 1994 Agricultural Policies in Developing Countries. Cambridge University Press. Melbourne. Australia

David F. R. 1997. Strategic Management 1997. Prentice Hall International Inc.. New Jersey.

Ellis F. 1994 Agncultural Policies in Developing Countries. Cambridge University Press. Melbourne. Australia

Jauch L. R. and W. F Glueck. 1988. Business Policy and Strategic Management. McGraw-Hill International Inc.. New York.

McCalla A F and T E Josling. 1985. Di dalam Ellis F. 1994 Agricultural Policies in Developing Countries. Cambridge University Press. Melbourne. Australia.

Killick. T. 1981. Di dalam Ellis F. 1994 Agricultural Policies in Developing Countries. Cambridge University Press. Melbourne. Australia

Thorbecke E. and I. Hall. 1982 Di dalam Ellis F 1994. Agricultural Policies in Developing Countries Cambridge University Press. Melbourne. Australia

Page 135: Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara Maju Pada

ISBN 979-96096-0-7 . Antisipasi Penerapan Trade Barrier oleh Negara maju pada

Perdagangan Produk Minyak Sawit

Sejalan dengan perkembangan budaya baru, aspek lain yang sangat menentukan kemajuan perkebunan pada masa mendatang, khususnya dalam menumbuhkan industri hilir kelapa sawit adalah kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) Bahkan tidak terlalu berlebihan apabila dikatakan bahwa litbang adalah tulang punggung dalam menghadapi persaingan kita di pasar internasional. Kampanye anti minyak tropis, misalnya tidak dapat kita bendung hanya dengan mengandalkan cara-cara tradisional Kita harus memiliki argumen ilmiah yang sangat kuat yang didukung oleh hasil-hasil penelitian yang mendalam dan cermat Salah satu contoh adalah kasus trans fat Kasus ini terus dikembangkan terutama oleh Amerika Serikat melalui Food and Drug Administration ( FDA ) dengan dukungan penuh dari para industriawan seperti American Soybean Association ( ASA ) Pada saat ini tantangan berupa rencana perubahan baru label makanan (food labeling) dengan menyatukan saturated-fat dan trans-fat

(Menteri Kehutanan dan Perkebunan DR.Ir. Nur Mahmudi Isma ’il, M.Sc.