analisis tradisi tolak bala dalam tinjauan ...repository.utu.ac.id/741/1/bab i_v.pdfberdoa dibibir...

71
i ANALISIS TRADISI TOLAK BALA DALAM TINJAUAN SOSIOLOGI DI GAMPONG BLANG BARO KECAMATAN KUALA KABUPATEN NAGAN RAYA SKRIPSI OLEH SAFRIZAL NIM : 10C20210002 Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas teuku Umar Meulaboh KEMENTERIAN KEBUDAYAAN DAN PENDIDIKAN PROGRAM STUDI ILMU SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH ACEH BARAT 2014

Upload: others

Post on 08-Feb-2021

22 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i

    ANALISIS TRADISI TOLAK BALA DALAM TINJAUAN

    SOSIOLOGI DI GAMPONG BLANG BARO

    KECAMATAN KUALA KABUPATEN

    NAGAN RAYA

    SKRIPSI

    OLEH

    SAFRIZAL

    NIM : 10C20210002

    Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

    Gelar Sarjana Sosial

    Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas teuku Umar

    Meulaboh

    KEMENTERIAN KEBUDAYAAN DAN PENDIDIKAN

    PROGRAM STUDI ILMU SOSIOLOGI

    FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

    UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH

    ACEH BARAT

    2014

  • i

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Masalah

    Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat

    dari kemajemukan tersebut adalah terdapat beraneka ragam ritual keagamaan yang

    di laksanakan dan di lestarikan oleh masing-masing pendukungnya. Ritual

    keagamaan tersebut mempunyai bentuk atau cara melestarikan serta maksud dan

    tujuan yang berbeda-beda antara kelompok masyarakat yang satu dengan

    masyarakat yang lainnya. Hal ini di sebabkan oleh adanya perbedaan lingkungan

    tempat tinggal, adat serta tradisi yang di wariskan secara turun temurun. Upacara

    keagamaan dalam kebudayaan Suku Bangsa biasanya merupakan unsur kebudayaan

    yang paling tampak lahir. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Ronald

    Robertson, (1988, h. 30) bahwa agama berisikan ajaran-ajaran mengenai kebenaran

    tertinggi dan mutlak tentang tingkah laku manusia dan petunjuk-petunjuk untuk

    hidup selamat di dunia dan di akhirat (setelah mati), yakni sebagai manusia yang

    bertakwa kepada Tuhannya, baradab, dan manusiawi yang berbeda dengan cara-

    cara hidup hewan atau mahluk gaib yang jahat dan berdosa. Namun dalam agama-

    agama lokal atau primitif ajaran-ajaran agama tersebut tidak di lakukan dalam

    bentuk tertulis tetapi dalam bentuk lisan sebagaimana terwujud dalam tradisi-tradisi

    atau upacara-upacara.

    Tradisi adalah sebuah kata yang sangat akrab terdengar dan terdapat di

    segala bidang. Tradisi menurut etimologi adalah kata yang mengacu pada adat atau

    kebiasaan yang turun temurun, atau peraturan yang dijalankan masyarakat. Tradisi

  • 2

    Tolak Bala atau Rabu Abeh adalah hari Rabu terakhir di bulan Safar, yang mana

    pada bulan Safar Allah SWT banyak menurunkan berbagai bentuk macam Bala di

    muka bumi. Menurut pandangan masyarakat, bahwa “Uroe Rabu Abeh‟‟ memang

    diindentik dengan Bulan Bala, dan harus dilakukan prosesi untuk menghindari

    malapetaka yang lebih besar dengan melakukan proses “Tolak Bala‟‟ yang

    dirayakan pada hari Rabu terahir dalam Bulan Safar. Bulan Safar adalah salah satu

    bulan di dalam kalender Hijriah yang diindentik dengan cuaca pancaroba atau

    suasana yang tidak menentu serta beraura kurang baik terhadap kebugaran fisik

    maupun psikis yang membuat manusia menjadi rentan oleh ganguan berbagai jenis

    penyakit sehingga di Aceh sering juga di sebut sebagai “ Bulan Panas‟‟ atau buleun

    seum‟‟ Bulan Safar bagi masyarakat Aceh Gampong Blang Baro Kecamatan Kuala

    Kabupaten Nagan Raya diindentik dengan Bulan “Turun Bala‟‟ dari sang pencipta

    ke bumi. Pada masa Rasulullah SAW Tolak Bala ini tidak ada, demikian juga pada

    masa sahabat. oleh karena itu tidak ada sedikitpun hadits yang menerangkan tolak

    bala tersebut.

    Menurut Kriyantono (2007, h. 23) Globalisasi budaya (globalisasi kultural)

    terjadi di mana-mana antara dua belahan dunia yaitu dunia Barat dengan dunia

    Timur. Globalisasi budaya terus-menerus sampai ke pelosok dunia, bahkan Aceh

    sebelum dunia mengenal istilah globalisasi secara gamblang, Aceh sudah pernah

    mengalami globalisasi budaya, di mana Aceh sebelum perkembangan budaya Islam

    sudah terlebih dahulu dikuasai oleh budaya Hindu. Sehingga akibat peristiwa

    tersebut terjadilah akulturasi budaya antara budaya Hindu dengan budaya Islam,

    yaitu salah satu di antaranya Tradisi Tolak Bala. Para Mubaliq Islam yang

  • 3

    menyebarkan agama Islam di Aceh, sangat menghormati budaya Hindu yang

    terlebih dahulu memasuki Aceh salah satunya adalah Tradisi Tolak Bala.

    Menurut Mohd. Harun (2009, h. 12) Pada masa penganut Hindu-Budha

    Tradisi mereka dalam Ritual Tolak Bala adalah dengan berbondong-bondong

    masyarakat pergi ke sungai dengan menghanyutkan sesajen yang didalamnya berisi

    seperti kepala kerbau, ayam jantan, nasi dan bermacam-macam lainya. Maka

    setelah datangnya Islam di Aceh Ulama menganti Ritual tersebut dengan cara

    berdoa dibibir sungai secara berjama‟ah, seperti mengucapkan doa Tolak Bala,

    Dalail Khairat, Yasin, dan doa-doa lainnya. Tradisi ini masih berlaku di Aceh

    khususnya di Gampong Blang Baro Kecamatan Kuala Kabupaten Nagan Raya.

    Maka dari itu dilaksanakanya upacara tolak bala untuk menghindar dari berbagai

    musibah. Sebagai manusia kadang kala kita sering lupa diri, sehingga dengan

    seenaknya baik disadari maupun tidak manusia itu telah berbuat bathil. Apabila hal

    yang demikian terus berlanjut, maka Allah SWT pun sering memperingatkan

    manusia itu dengan berbagai bentuk dan cara. Baik itu musibah penyakit,

    kebakaran besar, angin kencang, dan kemarau berkepanjangan. Apabila itu telah

    menimpa dan tidak bias dihindari maka jalan satu-satunya adalah berdoa kepada

    Allah SWT , dan memohon ampunan maka diadakanlah kenduri Tolak Bala ini.

    Dalam rangka masyarakat melaksanakan aktifitas untuk memenuhi

    kebutuhan hidup biasanya dipengaruhi oleh adanya kepercayaan dan nilai-nilai

    yang dianutnya seperti nilai budaya, hukum, norma-norma maupun aturan-aturan

    khusus lainnya. Demikian pula dengan anggapan masyarakat Gampong Blang Baro

    terhadap Tradisi Tolak Bala merupakan suatu bentuk tindakan sekaligus sebagai

    wujud dari ekspresi jiwa mereka dalam menjalin hubungan vertikal dengan

  • 4

    penghuni dunia gaib. Penyelenggaraan Tradisi Tolak Bala mempunyai kandungan

    nilai yang penting bagi kehidupan masyarakat Gampong Blang Baro, karena

    dianggap sebagai suatu nilai budaya yang dapat membawa keselamatan diantara

    sekian banyak unsur budaya yang ada pada masyarakat. Analisis Tradisi Tolak Bala

    sampai saat ini masih tetap dilaksanakan oleh masyarakat Gampong Blang Baro.

    Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang: Analisis

    Tradisi Tolak Bala dalam tinjauan Sosiologi di Gampong Blang Baro

    Kecamatan Kuala Kabupaten Nagan Raya.

    1.1 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah diuraikan diatas, maka yang

    menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

    1. Bagaimanakah persepsi masyarakat Gampong Blang Baro terhadap analisis

    Tradisi Tolak Bala?

    2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat Gampong Blang

    Baro melakukan Tradisi Tolak Bala?

    1.2 Fokus Penelitian

    Sesuai dengan rumusan masalah penelitian, maka yang menjadi fokus kajian

    dalam penelitian ini sebagai berikut :

    1. Persepsi masyarakat Gampong Blang Baro terhadap analisis Tradisi Tolak

    Bala di Aceh.

    2. Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat Gampong Blang Baro

    melakukan Tradisi Tolak Bala.

  • 5

    1.3 Tujuan Penelitian

    Sesuai dengan fokus penelitian, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian

    ini adalah sebagai berikut :

    1. Untuk mengetahui persepsi masyarakat Gampong Blang Baro terhadap

    analisis Tradisi Tolak Bala.

    2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat Gampong

    Blang Baro melakukan Tradisi Tolak Bala.

    1.4 Manfaat Penelitian

    1.4.1 Manfaat Teoritis

    1. Dengan penelitian ini penulis mampu mengetahui mengenai hakikat ke-

    benaran tentang Tradisi Tolak Bala Masyarakat Aceh di Gampong Blang

    Baro, serta bisa menemukan pandangan baru dari implementasi budaya

    yang tersebar di tengah-tengah masyarakat. Sehingga dapat mengetahui

    Persepsi Masyarakat Gampong Blang Baro terhadap analisis tradisi Tolak

    Bala. Dan faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat Gampong Blang

    Baro melakukan Tradisi Tolak Bala.

    2. Dapat memberikan masukkan kepada pemerintah atau lembaga selaku

    penentu kebijakan agar tetap membina, mengembangkan atau melestarikan

    nilai-nilai luhur yang terkandung dalam analisis Tradisi Tolak Bala yang

    bermuatan positif.

    3. Melalui penelitian ini diharapkan mampu memperkaya bahan penelitian dan

    sumber bacaan di lingkungan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)

    Universitas Teuku Umar (UTU) khususnya Jurusan Sosiologi.

  • 6

    1.4.2 Manfaat Praktis

    Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui persepsi masyarakat Gampong

    Blang Baro terhadap Analisi Tradisi Tolak Bala dan mengetahui faktor-faktor yang

    mempengaruhi masyarakat Gampong Blang Baro melakukan tradisi Tolak Bala.

    1.5 Sistematika Pembahasan

    Untuk menggambarkan rumusan jalan pikiran dalam pembahasan skripsi

    ini, penulis membagi sistematika pembahasan kedalam lima Bab, maka

    penulisannya mulai dari :

    BAB I Berisi pendahuluan yang meliputi tentang latar belakang masalah,

    rumusan masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat

    penelitian, dan sistematika penulisan.

    BAB II Penulis menguraikan tentang tinjauan pustaka (kerangka teori) yang

    meliputi pengertian tradisi, Pengertian kebudayaan, Manusia Sebagai

    Pencipta dan Penguna Kebudayaan, Pengaruh budaya terhadap

    lingkungan, Tradisionalisme Berubah Ke Arah Modernisme, Pengertian

    Adat, konsep upacara adat tradisional, Pengertian Tolak Bala,

    Pengertian Masyarakat, Masyarakat Perdesaan (Rural Community) dan

    Masyarakat Perkotaan (Urban Community), Pengertian Aceh,

    Pengertian Gampong.

    BAB III Metodologi Penelitian.

    Bab ini terdiri dari Metode penelitian, sumber data dan teknik

    pengumpulan data, teknik analisis data, dan pengujian kredibilitas data.

  • 7

    BAB IV Penulis menguraikan tentang hasil penelitian, dan pembahasan.

    BAB V Merupakan Bab penutup sebagai intisari materi skripsi secara umum

    dapat mengetahui persepsi masyarakat Gampong Blang Baro terhadap

    Analisis Tradisi Tolak Bala dan mengetahui faktor-faktor yang

    mempengaruhi masyarakat Gampong Blang Baro melakukan Tradisi

    Tolak Bala.

  • 8

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Kajian Terdahulu

    Sejauh yang peneliti ketahui kajian sosiologi mengenai Tradisi Tolak Bala

    belum ada. Istilah Tolak Bala yang peneliti ketahui adalah tradisi yang ada di

    daerah Aceh sebagai adat dan tradisi tahunan, hingga kini masih banyak amalan

    yang secara tidak langsung masih diamalkan oleh masyarakat Aceh pada umumnya

    Kajian mengenai Tradisi Tolak Bala di beberapa kampus terdekat dengan

    keberadaan istilah memang sudah ada. Namun kajian mengenai kebudayaan dan

    tradisi masyarakat Aceh memang sudah banyak. Dalam penelitian ini dikemukakan

    beberapa kajian yang berkaitan dengan kebudayaan dan Tradisi Masyarakat Aceh.

    Diantara kajian dari Universitas Negeri Medan (UNIMED) dilakukan oleh Eka

    Darliana. Kajian Kedua dari Universitas Syiah Kuala dilakukan Oleh Rahmi

    Fartiwi. Kajian Ketiga dari Darman yang mengkaji tentang pengaruh Adat dan

    keselarasan dalam kebudayaan Masyarakat Aceh.

    Kajian pertama Oleh Eka Darliana dari Universitas Negeri Medan

    (UNIMED), Eka mengkaji tentang Ritual Tolak Bala pada masyarakat melayu di

    desa air masin kecamatan Seruway Aceh tamiang. Tujuan penelitian Eka Darliana

    untuk mengetahui persepsi dan faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat

    melayu desa air masin Kecamatan Seruway Aceh Tamiang dalam melakukan ritual

    Tolak Bala.

    Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode Kuantitatif. Adapun

    hasil penelitiannya adalah Masyarakat melayu desa Air Masin Kecamatan Seruway

    Aceh Tamiang menganggap Ritual Tolak bala merupakan ritual yang berasal dari

  • 9

    nenek moyang yang harus tetap dijaga dan dilestarikan, karena masyarakat

    menganggap bahwa dengan melakukan Ritual Tolak Bala dapat mengusir roh-roh

    jahat dan menghidarkan diri dari segala penyakit.

    Kajian Kedua Oleh Rahmi Fartiwi dari Universitas Syiah Kuala, Rahmi

    mengkaji tentang kebudayaan masyarakat Aceh dari sudut pandang historis.

    masyarakat Gampong Blang Bintang. Tujuan penelitian Rahmi Fartiwi untuk

    mengetahui perubahan sosial, Kebudayaan dan keagamaan dalam masyarakat

    masyarakat Gampong Blang Bintang dan faktor-faktor yang mempengaruhi

    peribadi dan sikap dalam kehidupan Modern.

    Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode observasi. Adapun

    hasil penelitiannya adalah banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan

    sosial kebudayaan dan keagamaan masyarakat Gampong Blang Bintang.

    Perkembangan jaman yang semakin maju, teknologi yang semakin tinggi juga

    sangat mempengaruhi kehidupan dan tradisi masyarakat Gampong Blang Bintang.

    Kajian Ketiga dari Darman yang mengkaji tentang pengaruh adat dan

    keselarasan dalam kebudayaan masyarakat Aceh, tujuan Penelitian Darman adalah

    untuk mengetahui pengaruh adat bagi kehidupan masyarakat aceh. Metode

    penelitian yang dipergunakan adalah metode sejarah. Adapun hasil penelitiannya

    adalah pada kehidupan modern seperti sekarang, di Gampong Teupin Dayah, adat

    masih sangat dipertahankan. Hal-hal yang selalu menjadi adatdi gampong Teupin

    dayah selalu dijadikan pijakan dan pedoman dalam kehidupan masyarakat

    Gampong Teupin Dayah. Adat masih sangat menjadi salah satu hal yang harus sll

    dijunjung tinggi dalam mencapai keselarasan hidupdi Gampong Teupin Dayah.

  • 10

    2.2. Pengertian Tradisi

    Berdasarkan kepada kepercayaan terhadapat nenek moyang dan leluhur

    yang mendahului. Tradisi adalah berasal dari kata ”traditium‟‟ pada dasarnya

    berarti segala sesuatu yang diwarisi dari masa lalu. Menurut Jujiansyah Noor (2001,

    h. 43) Tradisi merupakan hasil karya cipta dan karya manusia objek material,

    kepercayaan khayalan, kejadian, atau lembaga yang diwariskan dari sesuatu

    generasi ke generasi berikutnya. Seperti misalnya Tradisi Tolak Bala. Sesuatu yang

    diwariskan tidak berarti harus diterima, dihargai, diasimilasikan atau disimpan

    sampai mati. Bagi para pewaris setiap apa yang mereka warisi tidak dilihat sebagai

    “Tradisi‟‟. Tradisi yang diterima akan menjadi unsur yang hidup didalam

    kehidupan para pendukungnya. Ia menjadi bagian dari masa lalu yang di

    pertahankan sampai sekarang dan mempunyai kedudukan yang sama dengan

    inovasi-inovasi baru.

    Tradisi merupakan suatu gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah

    berproses dalam waktu lama dan dilakukan secara turun temurun dimulai dari

    nenek monyang. Tradisi yang telah membudaya akan menjadi sumber dalam

    berakhlak dan berbudi pekerti seseorang. Tradisi atau kebiasaan, dalam pengertian

    yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan

    menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu

    Negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari

    tradisi adalah informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis

    maupun lisan, karena tampa adanya ini suatu Tradisi dapat punah. Selain itu,

    tradisi juga dapat diartikan sebagai kebiasaan bersama dalam masyarakat, secara

    otomatis akan mempengaruhi aksi dan reaksi dalam kehidupan sehari-hari para

  • 11

    anggota masyarakat itu. (http:// tasikuntan.compasiana.com/2012/11/30/pengertian-

    tradisi).

    2.3. Pengertian kebudayaan

    Soerjono Soekanto (2009, h. 150) Kata kebudayaan berasal dari kata

    Sansekerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata ‟‟ buddhi‟‟ yang

    berati budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan sebagai ‟‟hal-

    hal yang bersangkutan dengan budi atau akal‟‟ Adapun istilah culture yang

    merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari

    kata latin ‟‟ colere‟‟ yang berati mengelola atau mengerjakan, yaitu mengolah tanah

    atau bertani. Dari arti tersebut yaitu ‟‟colere‟‟ kemudian ‟‟culture‟‟, diartikan

    sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam.

    E.B. Tylor dalam Soerjono Soekanto (2009, h. 150) Pernah memberikan definisi

    mengenai kebudayaan sebagai berikut: kebudayaan adalah kompleks yang

    mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, Adat-istiadat, dan

    lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh

    manusia sebagai anggota masyarakat.

    2.4. Manusia Sebagai Pencipta dan Penguna Kebudayaan

    Tercipta atau terwujudnya suatu kebudayaan adalah sebagai hasil interaksi

    antara manusia dengan dengan segala isi alam raya ini. Manusia yang telah

    dilengkapi tuhan dengan akal dan pikirannya menjadikan mereka khalifah dimuka

    bumi dan diberikan kemampuan yang disebut oleh Supartono dalam Erlly. Dkk

    (2010, h. 36).

    Sebagai daya manusia, Manusia memiliki kemampuan daya antara lain akal,

    perasaan, dan perilaku. dengan sumber-sumber kemapuan daya manusia tersebut

  • 12

    nyatanya bahwa manusia menciptakan kebudayaan. Ada hubungan dialektika

    antara manusia dan kebudayaan. Kebudayaan adalah produk manusia, namun

    manusia itu sendiri adalah produk kebudayaan. Dengan kata lain kebudayaan ada

    karena ada manusia penciptanya dan manusia dapat hidup di tengah kebudayaan

    yang diciptakannya. Kebudayaan akan terus hidup manakala ada manusia sebagai

    pendukungnya.

    2.5. Pengaruh budaya terhadap lingkungan

    Budaya yang dikembangkan oleh manusia akan berimplikasi pada

    lingkungan tempat kebudayaan itu berkembang. Suatu kebudayaan memancarkan

    suatu ciri khas dari masyarakatnya yang tampak dari luar, artinya orang asing.

    Dengan menganalisis pengaruh akibat budaya terhadap lingkungan sesorang dapat

    mengetahui, mengapa suatu lingkungan tertentu akan berbeda dengan lingkungan

    lainnya dan menghasilkan kebudayaan yang berbeda pula. Cultural Social

    Envirinment, meliputi aspek-aspek kebudayaan beserta proses sosialisasi seperti

    norma-norma, Adat istiadat, dan nilai-nilai. Dengan demikian dapat dikatakan,

    bahwa kebudayaan yang berlaku dan dikembangkan dalam lingkungan tertentu

    berimplikasi terhadap pola tata laku, norma, nilai dan aspek kehidupan lainnya

    yang akan menjadi ciri khas suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Elly.

    (2010, h. 38-39)

    2.6. Tradisionalisme Berubah Ke Arah Modernisme

    Selo Soemardjan (1993, h. 103-104) Masyarakat yang kebudayaannya

    diwarnai oleh tradisionalisme, cenderung untuk menengok ke masa yang lampau

    apabila harus memecahkan suatu masalah di dalam hidupnya. Tradisi, atau di

    Indonesia lebih umum dinamakan Adat, menjadi pedoman di dalam mengatur tata

  • 13

    hidupnya, baik tata hidup di dalam keluarga, di dalam masyarakat, dalam

    hubungannya dengan Pemerintah, dan dalam hubungannya dengan orang-orang lain

    dari luar masyarakatnya.

    Dengan berpegangan pada Adat maka masyarakat dapat mengatur

    kehidupannya dengan mantap dan kuat sehingga kehidupan itu menjadi stabil. Adat

    itu menjadi bertambah kuat oleh karena menurut pendapat masyarakat mengandung

    „„restu‟‟ dari para leluhurnya, baik yang masih ada di dunia fana maupun yang

    sudah pindah ke dunia baka.

    2.7. Pengertian Adat

    Adat berasal dari bahasa Arab, bentuk jamak dari (adah), yang berarti

    "cara", "kebiasaan". Di Indonesia kata adat baru digunakan sekitar akhir abad 19.

    Sebelumnya kata ini hanya di kenal pada masyarakat Melayu setelah pertemuan

    budayanya dengan agama Islam sekitar abad 15-an. Kata ini antara lain dapat

    dibaca pada Undang-Undang Negeri Melayu. (Jalaluddin Tusam, 1660.

    http://id.wikipedia.org/diakses 20 Januari 2014).

    Adat berasal dari bahasa Arab „adah‟ yang berarti „kebiasaan‟ atau „praktik‟.

    Secara teoritis, adah (‘urf) tidak pernah menjadi sumber resmi hukum Islam.

    Namun dalam praktiknya, ia sering dimasukkan kedalam salah satu rujukan hukum.

    Adat terkadang digunakan ketika sumber-sumber utama hukum Islam (Al-Qur‟an,

    Hadits, Qias dan Ijmak) meskipun adah bertentangan dengan spirit Islam seprti

    yang tertuang di dalam Al-Qur‟an dan Hadits. Adah sering berperan sebagai satu-

    satunya rujukan yang terbaik yang digunakan ketika muncul interprestasi yang

    beragam tentang ayat-ayat Al-Qur‟an. Dalam hal ini, rujukan kepada hukum adat

    merupakan refleksi dari waktu dan tempat tertentu Amirul Hadi (2010, h. 173).

    http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Melayuhttp://id.wikipedia.org/wiki/Islam

  • 14

    Menurut Badrsuzzaman dalam Mohd Harun (2009, h. 119) Orang Aceh

    mengenal empat macam Adat, yaitu :

    1. Adat tullah, yaitu aturan atau ketentuan yang didasarkan pada hukum syariah

    yang bersumber Al-Quran dan Hadits.

    2. Adat tunnah, yaitu adat-istiadat sebagai manifestasi dari qanun (undang-

    undang) dan reusam (kebiasaan atau tradisi di suatu tempat) yang mengatur

    kehidupan masyarakat.

    3. Adat muhakamah, yaitu adat yang dimanisfestasikan pada asas musyawarah

    dan mufakat.

    4. Adat Jahiliyah, yaitu adat-istiadat atau kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang

    tidak sesuai dengan ajaran Islam, tetapi masih dipertahankan oleh sebagian

    kecil masyarakat.

    Sebagaimana diketahui adat-istiadat merupakan kebiasaan atau tradisi yang

    turun-temurun dipraktekkan oleh masyarakat Aceh dan diwarisi oleh para

    pelaksana hukum, di samping sebagai landasan berperilaku dan tuntutan hidup dari

    leluhur yang diturunkan secara kontinyu kepada generasi selanjutnya. Artinya adat

    di sini suatu yang tertulis dan tidak tertulis, yang menjadi pedoman di dalam

    masyarakat Aceh. Adat yang dipahami adalah titah dari pada pemimpin dan para

    pengambil kebijakan guna jalannya sistem masyarakat itu sendiri. Dalam

    masyarakat Aceh adat atau hukum adat tidak boleh bertentangan dengan agama.

    Sesuatu yang telah diputuskan oleh para pemimpin atau para ahli tersebut harus

    seirama dengan ketentuan syariat.

  • 15

    2.8. Konsep Upacara Adat Tradisional

    Menurut Arjono Suryono (1985: h. 4) bahwa adat merupakan kebiasaan

    yang bersifat magis religius dari kehidupan suatu penduduk asli yang meliputi

    kebudayaan, norma dan aturan-aturan yang saling berkaitan dan kemudian menjadi

    suatu sistem atau pengaturan tradisional. Upacara Adat Tradisional masyarakat

    merupakan perwujudan dari sistem kepercayaan masyarakat yang mempunyai nilai-

    nilai universal yang dapat menunjang kebudayaan nasional.

    Upacara Tradisional ini bersifat kepercayaan dan dianggap sakral dan suci.

    Dimana setiap aktifitas manusia selalu mempunyai maksud dan tujuan yang ingin

    dicapai, termasuk kegiatan-kegiatan yang bersifat religious. Dengan mengacu pada

    pendapat ini maka Upacara Adat Tradisional merupakan kelakuan atau tindakan

    simbolis manusia sehubungan dengan kepercayaan yang mempunyai maksud dan

    tujuan untuk menghindarkan diri dari gangguan roh-roh jahat. Dari beberapa

    pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa upacara adat tradisional merupakan

    suatu bentuk tradisi yang bersifat turun temurun yang dilaksanakan secara teratur

    dan tertib menurut adat kebiasaan masyarakat dalam bentuk suatu permohonan,

    atau sebagai dari ungkapan rasa terima kasih.

    2.9. Pengertian Tolak Bala

    Setiap tahun pada hari Rabu di akhiri Bulan Safar pada kalender Hijriyah,

    orang aceh berdunyun-dunyun ke pantai. Mereka percaya, bulan safar merupakan

    bulan yang cuacanya panas. Banyak penyakit yang mengintai manusia, mulai dari

    demam, panas, batuk, dan penyakit lain. Hari yang di sebut Uroe Tulak Bala atau

    juga dikenal dengan sebutan Rabu Abeh itu merupakan tradisi turun-temurun yang

    secara sadar dilakukan oleh sebagian masyarakat Aceh terutama yang berdomisili

  • 16

    di kampung-kampung. (http://sosbud.kompasiana.com/2012/01/25/tradisi-uroe-

    tulak-bala-di-aceh 433431.html/ diakses 20 januari 2014.

    Sebenarnya Tradisi ini punya nilai tersendiri bagi masyarakat yang tinggal

    diperdesaan. Selain sebagai ritual doa bersama, juga bisa menjadi ajang refreshing

    yang menarik. Nagan Raya, salah satu daerah di aceh yang masyarakatnya masih

    melestarikan Tradisi Tolak Bala. Sangat mudah untuk menemui tempat-tempat

    yang dikerumui orang di daerah ini. Salah satu tempatnya adalah Sungai Blang

    Baro.

    2.10. Pengertian Masyarakat

    Masyarakat adalah persekutuan hidup orang-orang yang menepati wilayah

    tertentu dan membina kehidupan bersama dalam berbagai aspek atas dasar norma

    sosial tertentu. Setiap masyarakat lahir karena adanya kerja sama di antara

    warganya yang saling terikat dalam suatu norma tertentu. Unsur pokok dalam

    masyarakat terdiri atas hal-hal berikut.

    1. Manusia yang cenderung yang bersifat heterogen dalam berbagai aspek,

    dalam jumlah besar yang saling berinteraksi, antar individu maupun

    kelompok sehingga menjadi satu kesatuan sosial budaya.

    2. Kerja sama yang terjadi secara otomatis pada setiap warga masyarakat

    dalam berbagai aspek.

    3. Wilayah dengan batas tertentu yang merupakan wahana berlangsungnya

    suatu tata kehidupan bersama

    4. Norma sosial yang berfungsi sebagai pedoman dalam sistem tata kelakuan

    dan hubungan warga masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Norma

    http://sosbud.kompasiana.com/2012/01/25/tradisi-uroe-tulak-bala-di-aceh%20433431.html/%20diakses%2020%20januari%202014http://sosbud.kompasiana.com/2012/01/25/tradisi-uroe-tulak-bala-di-aceh%20433431.html/%20diakses%2020%20januari%202014

  • 17

    sosial biasanya bersumber dari sistem tata nilai yang tumbuh dan kembang

    di dalam masyarakat.

    2.11. Masyarakat Perdesaan (Rural Community) dan Masyarakat Perkotaan (Urban Community)

    Dalam masyarakat yang modern, sering dibedakan antara masyarakat

    perdesaan ’’rural community’’ dengan masyarakat perkotaan ’’urban community’’.

    Perbedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian

    masyarakat sederhana, oleh karena dalam masyarakat-masyarakat modern,

    betapapun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Sebaliknya

    pada masyarakat-masyarakat sederhana pengaruh dari kota secara relative tidak

    ada. Soerjono Soekanto (2009, h. 136).

    2.12. Pengertian Aceh

    Aceh adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di barat laut pulau

    sumatera (Wikipedia.org). suku bangsa yang tinggal di Aceh konon merupakan

    keturunan orang-orang Timur Tengah Arab, Melayu, Protugis, dan lain-lain.

    Mungkin ini yang menyebabkan wajah-wajah orang Aceh agak berbeda dengan

    orang Indonesia lainya. Sebagai contoh, didaerah lamno (Aceh Jaya), masih dengan

    mudah kita jumpai wajah-wajah Aceh bercampur Protugis berkulit putih dan

    bermata biru. Di Aceh sendiri terdapat beberapa suku, diantaranya Aceh, Aneuk

    Jamee, Kluet, Gayo, Alas, Simeulue, dan beberapa suku lainya. Di Aceh sendiri

    suku-suku ini hidup saling berdampingan, tidak pernah mempermasalahkan

    perbedaan yang ada diantara mereka. Dalam pergaulan, orang Aceh yang bukan

    bersuku Aceh asl, pun lebih senang menyebut diri mereka orang Aceh.

  • 18

    Berbicara soal budaya Aceh, tidak pernah terlepas kaitannya dengan islam.

    Selain karena moyaritas masyarakat Aceh memang memeluk islam, Aceh sendiri

    juga mempunyai sejarah keislaman yang kuat dimasalalu. Hal ini dpat dilihat dari

    peninggalan sejarah kerajaan Samudera pasai (peureulak) yang merupakan kerajaan

    islam pertama di nusantara. Namun, adat dan budaya Aceh yang dikenal dengan

    nuansa islam itu, masih dipengaruhi oleh tradisi Hindu. Hal ini disebabkan jauh

    sebelum islam masuk, agama hindu telah lebih dulu berkembang di Aceh. Dan

    setelah islam masukpun, masih ada unsur-unsur tradisi Hindu yang dipertahankan

    oleh masyarakat Aceh sekarang.

    Walau saat ini islam telah kuat, bahkan aceh telah berjuluk Serambi Mekkah

    dan menerapkan hukum Syariat Islam, namun masih ada sebagian dari tradisi

    Hindu yang terus melekat pada masyarakat Aceh. Seperti pada acara Kanduri Laot

    (Kenduri laut), yang dilakukan oleh para nelayan. Dahulu, pada acara Kanduri Laot

    ini, darah kerbau ditampung, asoe dalam (organ dalam) kerbau tersebut beserta

    kepala, dibungkus kembali dengan ikatnya dan kemudian dihanyutkan ke tengah

    laut sebagai persembahan kepada penghuni laut. Selain itu, “peusijuk” baran-

    barang berharga yang baru dibeli seperti mobil atau motor, dengan mengunakan

    berbagai jenis rumput. Dengan akar rumput tadi yang telah diikat, air dipercikkan

    ke barang berharga yang di “peusijuk” tersebut, disertai juga dengan tepung tawar,

    dan berbagai atribut lainnya. Konon upacara ini juga dipengaruhi oleh tradisi Hindu

    zaman dahulu. Sekarang, tradisi ini biasanya dilakukan dibarengi dengan

    pembacaan doa, oleh pembuka adat atau pembuka agama. Selain pada barang-

    barang berharga, upacara “peusijuk” juga dilakukan pada orang-orang yang baru

  • 19

    sembuh dari penyakit, pulang dari perantauan, meraih suatu kesuksesan, akan

    menikah, dan lain-lain sebagai berikut.

    Begitu juga dengan Tradisi Tolak Bala semacam upacara untuk menolak

    bala bencana dalam upacara ini masyarakat berkumpul di suatu tempat (biasanya di

    tanah lapang di pinggiran sungai), mendirikan tenda untuk melakukan doa bersama.

    Tapi, jelas ini adalah salah satu bentuk kebudayaan Aceh yang mengakar kepada

    peninggalan Hindu di zaman dulu, yang sudah mengalami perubahan seiring

    perkembangan dan kedudukan Islam yang begitu kuat dalam masyarakat Aceh.

    (http://senjadirantau.compasiana.com/2011/10/tradisi-hindu-dalam-budaya

    masyarakat.html/

    2.13. Pengertian Gampong

    Gampong adalah pembagian wilayah administratif di Provinsi Aceh,

    Indonesia. Gampong berada dibawah Mukim. Gampong merupakan kesatuan

    masyarakat hukum yang mimiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk

    mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul

    dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam system Pemerintahan

    Negara Kesatuan Republik Indonesia. (http://id.wikipedia.org/wiki/gampong/

    diakses 20 Januari 2014).

    Gampong dapat dipahami sebagai kesatuan hidup orang-orang dalam suatu

    wilayah administratif tertentu yang kecil dan berada di bawah Pemerintah

    Kecamatan. dibeberapa daerah khususnya di Aceh terdapat unit kepemimpinan

    sosio-kultural yang disebut mukim dan berada dibawah Pemerintah Kecamatan

    (sub-district) yang didasarkan pada sistem pemerintah Aceh masa lampau.

    Betapapun, Gampong merupakan unit Pemerintah terkecil pada level terendah

    http://senjadirantau.compasiana.com/2011/10/tradisi-hindu-dalam-budaya%20masyarakat.html/http://senjadirantau.compasiana.com/2011/10/tradisi-hindu-dalam-budaya%20masyarakat.html/http://id.wikipedia.org/wiki/gampong/

  • 20

    (elementer) dalam konteks suatu Negara. Secara umu, istilah atau konsep gampong

    (village, rural area) itu, boleh jadi, adalah ruang bagian kota (urban area) dimana

    kelompok orang atau keluarga hidup biasanya dengan penghasilan yang relative

    rendah. Sejarah perkembangan masyarakat di dunia menunjukkan perubahan social

    bergerak dari komunitas (yang bercirikan rural, homogeny-tertutup, particular,

    tradisional, atau mekanis) menuju masyarakat (yang bercirikan urban, universal,

    heterogen-terbuka, rasional, atau organis).

    Dalam literatur ilmu-ilmu sosial dikemukakan bahwa cara-cara (means) dan

    orientasi hidup (ends) orang-orang atau keluarga di kawasan gampong itu masih

    cenderung terbelakang. Artinya, sebagian besar mereka belum memungkinkan

    untuk memenuhi ukuran-ukuran kehidupan yang lebih efisien dan efektif (rational)

    modern. Misalnya, tata cara hidup yang lebih menekankan pada upacara-upacara

    (ritual, kekhasan lokal, adat-istiadat yang kurang memperhitungkan rasionalitas)

    sering sekali mengikat mereka satu sama lain untuk tidak memungkinkan

    melakukan perubahan (modifikasi, redefinisi, atau profanisasi) atau kemajuan. Oleh

    karena itu, melalui proses urbanisasi yang terjadi secara alamiah dan terencana

    diharapkan dapat membawa serta orang-orang dan keluarga gampong kepada

    perubahan atau kemajuan social, budaya, ekonomi, dan politik yang semakin

    menyeluruh.(http://salehsjafei.kompasiana.com/2010/09/bagaimana-membangun-

    desa-secara-damai.html/ diakses 20 Januari 2014).

    2.14. Teori Kearifan Lokal

    Pengertian kearifan lokal dilihat dari kamus Inggris Indonesia terdiri dari 2

    kata yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local). Local berarti setempat dan wisdom

    sama dengan kebijaksanaan. Dengan kata lain maka local wisdom dapat dipahami

    http://salehsjafei.kompasiana.com/2010/09/bagaimana-membangun-desa-secara-damai.html/http://salehsjafei.kompasiana.com/2010/09/bagaimana-membangun-desa-secara-damai.html/

  • 21

    sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai-nilai, pandangan-pandangan setempat (lokal)

    yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti

    oleh anggota masyarakatnya. Jadi kearifan lokal merujuk pada lokalitas dan

    komunitas tertentu.

    Menurut Putu Oka Ngakan dalam Andi M. Akhmar dan Syarifudin (2007,

    h. 43) kearifan lokal merupakan tata nilai atau perilaku hidup masyarakat lokal

    dalam berinteraksi dengan lingkungan tempatnya hidup secara arif. Maka dari itu

    kearifan lokal tidaklah sama pada tempat dan waktu yang berbeda dan suku yang

    berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh tantangan alam dan kebutuhan hidupnya

    berbeda-beda, sehingga pengalamannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya

    memunculkan berbagai sistem pengetahuan baik yang berhubungan dengan

    lingkungan maupun sosial.

    Sementara itu Keraf (2002, h. 46) menegaskan bahwa kearifan lokal adalah

    semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat

    kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam

    komunitas ekologis. Semua bentuk kearifan lokal ini dihayati, dipraktekkan,

    diajarkan dan diwariskan dari generasi ke generasi sekaligus membentuk pola

    perilaku manusia terhadap sesama manusia, alam maupun gaib.

    Menurut Antariksa (2009, h. 23), kearifan lokal merupakan unsur bagian

    dari tradisi-budaya masyarakat suatu bangsa, yang muncul menjadi bagian-bagian

    yang ditempatkan pada tatanan fisik bangunan (arsitektur) dan kawasan (perkotaan)

    dalam geografi kenusantaraan sebuah bangsa. Dari penjelasan itu dapat dilihat

    bahwa kearifan lokal merupakan langkah penerapan dari tradisi yang diterjemahkan

    dalam artefak fisik. Hal terpenting dari kearifan lokal adalah proses sebelum

    http://kubuskecil.blogspot.com/2014/02/pengertian-kearifan-lokal.html

  • 22

    implementasi tradisi pada artefak fisik, yaitu nilai-nilai dari alam untuk mengajak

    dan mengajarkan tentang bagaimana „membaca‟ potensi alam dan menuliskannya

    kembali sebagai tradisi yang diterima secara universal oleh masyarakat, khususnya

    dalam berarsitektur. Nilai tradisi untuk menselaraskan kehidupan manusia dengan

    cara menghargai, memelihara dan melestarikan alam lingkungan.

    Definisi kearifan lokal secara bebas dapat diartikan nilai-nilai budaya yang

    baik yang ada di dalam suatu masyarakat. Hal ini berarti, untuk mengetahui suatu

    kearifan lokal di suatu wilayah maka kita harus bisa memahami nilai-nilai budaya

    yang ada di dalam wilayah tersebut. Berdasarkan beberapa definisi di atas penulis

    juga membuat definisi tentang pengertian kearifan lokal. Menurut pendapat penulis,

    kearifan lokal adalah sebagian bentuk dari tradisi dan budaya yang mempunyai

    nilai-nilai luhur dan sudah diajarkan sejak lama secara turun temurun.

    Kearifan lokal (local wisdom) dalam disiplin sosiologi dikenal juga dengan

    istilah local genius. Local genius ini merupakan istilah yang mula pertama

    dikenalkan oleh Quaritch Wales. (Ayatrohaedi, 1986, h. 18). Para ahli membahas

    secara panjang lebar pengertian local genius ini. Antara lain Haryati Soebadio

    mengatakan bahwa local genius adalah juga cultural identity, identitas/kepribadian

    budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan

    mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri (Ayatrohaedi,

    1986, h. 18-19).

    Sementara Moendardjito (dalam Ayatrohaedi, 1986, h. 40-41) mengatakan

    bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai localgenius karena telah teruji

    kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang. Ciri-ciri kearifan lokal tersebut

    adalah sebagai berikut:

    http://kubuskecil.blogspot.com/2014/02/pengertian-kearifan-lokal.htmlhttp://kubuskecil.blogspot.com/2013/01/butir-butir-budaya-jawa.html

  • 23

    a. mampu bertahan terhadap budaya luar,

    b. memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar,

    c. mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam

    budaya asli,

    d. mempunyai kemampuan mengendalikan,

    e. mampu memberi arah pada perkembangan budaya.

    Dalam Sibarani (2012, h. 112-113) juga dijelaskan bahwa kearifan lokal

    adalah kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai

    luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat. Kearifan lokal

    juga dapat didefinisikan sebagai nilai budaya lokal yang dapat dimanfaatkan untuk

    mengatur tatanan kehidupan masyarakat secara arif atau bijaksana. Jadi, dapat

    dikatakan bahwa kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat

    setempat berkaitan dengan kondisi geografis dalam arti luas.

    Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-

    menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang

    terkandung di dalamnya dianggap sangat universal. Kearifan lokal merupakan

    pengetahuan yang eksplisit yang muncul dari periode panjang yang berevolusi

    bersama-sama masyarakat dan lingkungannya dalam sistem lokal yang sudah

    dialami bersama-sama. Proses evolusi yang begitu panjang dan melekat dalam

    masyarakat dapat menjadikan kearifan lokal sebagai sumber energi potensial dari

    sistem pengetahuan kolektif masyarakat untuk hidup bersama secara dinamis dan

    damai. Pengertian ini melihat kearifan lokal tidak sekadar sebagai acuan tingkah-

    laku seseorang, tetapi lebih jauh, yaitu mampu mendinamisasi kehidupan

    masyarakat yang penuh keadaban.

  • 24

    Masyarakat dengan pengetahuan dan kearifan lokal telah ada di dalam

    kehidupan masyarakat semenjak zaman dahulu mulai dari zaman prasejarah sampai

    sekarang ini, kearifan tersebut merupakan perilaku positif manusia dalam berhu-

    bungan dengan alam dan lingkungan sekitarnya yang dapat bersumber dari nilai-

    nilai agama, adat istiadat, petuah nenek moyang atau budaya setempat (Wietoler,

    2007, h. 21), yang terbangun secara alamiah dalam suatu komunitas masyarakat

    untuk beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya, perilaku ini berkembang

    menjadi suatu kebudayaan di suatu daerah dan akan berkembang secara turun-

    temurun, secara umum, budaya lokal atau budaya daerah dimaknai sebagai budaya

    yang berkembang di suatu daerah, yang unsur-unsurnya adalah budaya suku-suku

    bangsa yang tinggal di daerah itu.

    Nababan (2003, h. 46) menyatakan bahwa masyarakat Adat umumnya

    memiliki sistem pengetahuan dan pengelolaan lokal yang diwariskan dan

    ditumbuh-kembangkan terus-menerus secara turun temurun. Pengertian masyarakat

    adat disini adalah mereka yang secara tradisional tergantung dan memiliki ikatan

    sosio-kultural dan religius yang erat dengan lingkungan lokalnya.

    Menurut Ataupah (2004, h. 54) kearifan lokal bersifat historis tetapi positif.

    Nilai-nilai diambil oleh leluhur dan kemudian diwariskan secara lisan kepada

    generasi berikutnya lalu oleh ahli warisnya tidak menerimanya secara pasif dapat

    menambah atau mengurangi dan diolah sehingga apa yang disebut kearifan itu

    berlaku secara situasional dan tidak dapat dilepaskan dari sistem lingkungan hidup

    atau system ekologi/ekosistem yang harus dihadapi orang-orang yang memahami

    dan melaksanakan kearifan itu. Dijelaskan lebih lanjut bahwa kearifan tercermin

    pada keputusan yang bermutu prima. Tolak ukur suatu keputusan yang bermutu

  • 25

    prima adalah keputusan yang diambil oleh seorang tokoh/sejumlah tokoh dengan

    cara menelusuri berbagai masalah yang berkembangdan dapat memahami masalah

    tersebut. Kemudian diambil keputusan sedemikian rupa sehingga yang terkait

    dengan keputusan itu akan berupaya melaksanakannya dengan kisaran dari yang

    menolak keputusan sampai yang benar-benar setuju dengan keputusan tersebut

    2.15 Teori Difusi Sosial

    Perubahan sosial yang terjadi di dalam masyarakat, dapat terjadi karena

    proses penyebaran (difusi) dari individu yang satu ke individu yang lain. hal ini

    dikarenakan, proses perubahan sosial tidak saja berasal melalui proses evolusi,

    namun juga dapat terjadi melalui proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan antar

    masyarakat. melalui proses difusi tersebut, suatu penemuan baru (inovasi) yang

    telah diterima oleh suatu masyarakat nantinya dapat disebarluaskan ke masyarakat

    yang lain.

    Menurut Robert Sibarani (2002, h. 56) Difusi adalah salah satu bentuk

    penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari satu tempat ke tempat lainnya.

    Penyebaran ini biasanya dibawa oleh sekelompok manusia yang melakukan migrasi

    ke suatu tempat. Sehingga kebudayaan mereka turut melebur di daerah yang

    mereka tuju. Penemuan baru tersebut pada akhirnya dapat diterima dan diterapkan

    pada kondisi masyarakat yang berbeda-beda. gerak difusi tidak selalu mengikuti

    garis lurus atau berpola linier, dari tempat asalnya ke tempat yang baru yang

    menjadi penerima. Perpindahan tersebut melalui bisa proses berantai atau tidak

    langsung.

    Bentuk Penyebaran kebudayaan juga dapat terjadi dengan berbagai cara.

    Antara lain:

  • 26

    a. Adanya individu-individu tertentu yang membawa unsur-unsur

    kebudayaannya ke tempat yang jauh. Misalnya para pelaut. Mereka pergi

    hingga jauh ke suatu tempat dan mereka mendifusikan budaya-budaya

    mereka.

    b. Penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang dilakukan oleh individu-idividu

    dalam suatu kelompok dengan adanya pertemuan antara individu-individu

    kelompok yang lain. Disinilah terjadi proses difusi budaya dimana mereka

    saling mempelajari dan saling memahami antara budaya mereka masing-

    masing.

    Menurut lauer (2001, h. 87), difusi merupakan pola perubahan yang penting.

    masalahnya adalah, kadangkala aspek kebudayaan dapat merupakan hasil inovasi

    maupun hasil difusi, atau dapat pula merupakan hasil modifikasi maupun hasil

    pemindahan. teknik modifikasi tersebut tidak hanya menyangkut unsur kebudayaan

    materiil, melainkan juga menyangkut unsur kebudayaan nonmateriil. Permasalahan

    lainnya adalah mengenai faktor yang mempermudah serta faktor yang

    memperlambat difusi. Menurut roger (2003, h. 32) mengemukakan ada empat unsur

    penting dalam proses difusi :

    a. inovasi itu sendiri.

    b. komunikasi inovasi.

    c. sistem sosial tempat terjadinya proses difusi.

    d. aspek waktu.

    Inovasi berkaitan dengan unsur apa saja, baik berupa model pakaian, bentuk

    tarian baru, perkembangan teknologi, bahkan gerakan sosial. aspek komunikasi

    merupakan proses penyebaran inovasi melalui manusia yang mengkomunikasikan

  • 27

    ide baru kepada orang lain. tanpa komunikasi, ide-ide baru tidak akan menyebar ke

    orang lain.

    Sistem sosial menurut Roger merupakan sekumpulan individu-individu

    yang berbeda fungsinya dan terlibat dalam kegiatan menyelesaikan masalah

    kolektif. aspek penting sistem sosial di antaranya adalah norma, status dan

    pimpinan yang akan mempengaruhi jalannya proses penyebaran dan penerimaan

    suatu inovasi. penyebaran dan penerimaan inovasi ini secara pasti terjadi sepanjang

    waktu, bahwa suatu masyarakat senantiasa menerima informasi tentang inovasi

    baru melalui proses komunikasi dan respons masyarakat dapat bersifat menerima

    ataupun menolak inovasi. menurut harper, keberhasilan proses difusi dipengaruhi

    oleh gejala berikut :

    1. Bilamana unsur baru dianggap mempunyai relevansi dengan struktur dan

    nilai-nilai kebudayaan penerima.

    2. Bilamana unsur kebudayaan tersebut bersifat materil.

    3. Bilamana ada sejumlah besar warga masyarakat melakukan kontak lintas

    budaya.

    4. Bilamana kualitas kontak budaya tersebut bersifat pertemuan, bukan

    permusuhan.

    5. Bilamana kontak antara dua masyarakat menghubungkan para elit dan

    berkaitan dengan unsur-unsur utama daripada unsur-unsur marginal atau

    periperi dari kedua masyarakat tersebut.

    Difusi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu difusi intra masyarakat

    dan difusi antar masyarakat. Difusi intra masyarakat dipengaruhi oleh beberapa

    faktor (Soekanto, 1999, h. 23) :

  • 28

    1. Adanya pengakuan bahwa suatu unsur baru mempunyai kegunaan.

    2. Ada tidaknya unsur kebudayaan yang memengaruhi diterima atau

    ditolaknya unsur baru tersebut.

    3. Unsur baru yang berlawanan dengan fungsi unsur lama, kemungkinan tidak

    akan diterima.

    4. Kedudukan dan peran sosial individu yang menemukan sesuatu yang baru

    itu akan mempengaruhi apakah hasil penemuannya itu dengan mudah dapat

    diterima atau tidak.

    5. Pemerintah dapat membatasi proses difusi ini.

    Difusi antar masyarakat dapat dipengaruhi oleh faktor :

    a. Terjadinya kontak antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya.

    b. Kemampuan dalam mendemonstrasikan manfaat dari unsur yang baru

    tersebut.

    c. Adanya pengakuan atas penemuan baru tersebut.

    d. Ada tidaknya unsur-unsur kebudayaan yang menyaingi unsur-unsur

    penemuan baru tersebut.

    e. Peranan masyarakat yang menyebarkan penemuan baru di dunia ini.

    f. Paksaan dapat juga dipergunakan untuk menerima suatu penemuan baru.

    Ada tiga bentuk difusi, yaitu difusi ekspansi, difusi relokasi, dan difusi

    bertingkat (cascade).

    1. Difusi ekspansi adalah suatu proses penyebaran unsur-unsur baru, di mana

    informasi atau materi menjalar dari satu daerah ke daerah lain yang semakin

    lama semakin meluas.

  • 29

    2. Difusi relokasi adalah suatu proses penyebaran unsur-unsur baru, di mana

    informasi atau materi pindah meninggalkan daerah asal menuju ke daerah

    baru.

    3. Difusi bertingkat (cascade) adalah suatu proses penyebaran unsur-unsur

    baru, di mana penjalaran informasi atau materi melalui tingkatan dari atas

    ke bawah dan dari bawah ke atas.

    Unsur-unsur difusi sebagai penyebaran ide-ide baru adalah:

    1. Inovasi

    Inovasi adalah gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh

    seseorang di mana kebaruannya itu bersifat relatif. Tidak menjadi soal, sejauh

    dihubungkan dengan tingkah laku manusia, apakah ide itu betul-betu baru atau

    tidak jika diukur dengan selang waktu sejak digunakannya atau diketemukannya

    pertama kali. Kebaruan inovasi itu diukur secara subjektif, menurut pandangan

    individu yang menangkapnya. Jika sesuatu ide dianggap baru oleh seseorang maka

    ia adalah inovasi (bagi orangitu). “Baru” dalam ide inovatif yang tidak berarti harus

    baru sama sekali. Suatu inovasi mungkin telah lama diketahui oleh seseorang

    beberapa waktu yang lalu (yaitu ketika ia „kenal‟ dengan ide itu) tetapi ia belum

    mengembangkan sikap suka atau tidak suka terhadapnya, apakah ia menerima atau

    menolaknya.

    Setiap ide/gagasan pernah menjadi inovasi. Setiap inovasi pasti berubah

    seiring dengan berlalunya waktu. Hal yang demikian ini juga berkenaan dengan

    produk-produk material, gerakan sosial, ideologi dan sebagainya yang

    dikualifikasikan sebagai inovasi. Ini tidak berarti bahwa semua inovasi perlu

    disebarluaskan dan diadopsi. Inovasi yang tidak cocok bagi seseorang atau

  • 30

    masyarakat bisa mendatangkan bahaya dan tidak ekonomis.Semua inovasi punya

    komponen ide, tetapi banyak inovasi yang tidak punya wujud fisik misalnya

    ideologi. Sedangkan inovasi yang mempunyai komponen ide dan komponen objek

    (fisik) misalnya traktor, insektisida, baygon dan lain sebagainya. Inovasi yang

    memiliki komponen ide saja tidak dapat diadopsi secara fisik, pengadopsiannya

    hanyalah berupa keputusan simbolis. Sebaliknya inovasi yang memiliki komponen

    ide dan komponen objek, pengadopsannya diikuti dengan keputusan tindakan

    (tingkah laku nyata).

    2. Saluran komunikasi

    Seperti dinyatakan sebelumnya, difusi merupakan bagian dari riset

    komunikasi yang berkenaan dengan ide-ide baru. Inti dari proses difusi adalah

    interaksi manusia dimana seseorang mengomunikasikan ide baru kepada seseorang

    atau beberapa orang lainnya. Pada hakekatnya, difusi terdiri dari:

    a. Ide baru.

    b. Seorang A yang memiliki pengetahuan tentang inovasi.

    c. Seorang B yang belum tahu tentang ide baru itu, dan

    d. Beberapa bentuk saluran komunikasi yang menghubungkan dua orang itu.

    Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidak perlu

    memperhatikan tujuan diadakannya komunikasi dan karakteristik penerima. Jika

    komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak

    yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat

    dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk

    mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi

    yang paling tepat adalah saluran interpersonal.

  • 31

    3. Kurun Waktu Tertentu

    Proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai

    memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap

    keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Waktu merupakan salah satu

    unsur penting dalam proses difusi. Dimensi waktu, dalam proses difusi,

    berpengaruh dalam hal:

    a. Proses keputusan inovasi, yaitu tahapan proses sejak seseorang menerima

    informasi pertama sampai ia menerima atau menolak inovasi;

    b. Keinovativan individu atau unit adopsi lain, yaitu kategori relatif tipe

    adopter (adopter awal atau akhir);

    c. Rata-rata adopsi dalam suatu sistem, yaitu seberapa banyak jumlah anggota

    suatu sistem mengadopsi suatu inovasi dalam periode waktu tertentu.

    4. Sistem Sosial

    Sangat penting untuk diingat bahwa proses difusi terjadi dalam suatu sistem

    sosial. Sistem sosial adalah satu set unit yang saling berhubungan yang tergabung

    dalam suatu upaya pemecahan masalah bersama untuk mencapai suatu tujuan.

    Anggota dari suatu sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal,

    organisasi dan atau sub sistem. Proses difusi dalam kaitannya dengan sistem sosial

    ini dipengaruhi oleh struktur sosial, norma sosial, peran pemimpin dan agen

    perubahan, tipe keputusan inovasi dan konsekuensi inovasi.

  • 32

    BAB III

    METODELOGI PENELITIAN

    3.1. Metode Penelitian

    Metodelogi penelitian adalah suatu pengkajian dalam mempelajari

    peraturan-peraturan yang terdapat dalam penelitian. Ditinjau dari sudut filsafat,

    metodelogi penelitian merupakan epistemologi penelitian. Yaitu yang menyangkut

    bagaimana kita mengadakan penelitian (Husaini Usman, 2009, h. 41)

    Creswell (1998, h.11) menyatakan penelitian kualitatif sebagai suatu

    gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden,

    dan melakukan studi pada situasi yang dialami. Penelitian kualitatif merupakan

    riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan

    pendekatan induktif. Proses dan makna (perspektif subjek) lebih ditonjolkan dalam

    penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus

    penelitian sesuai dengan fakta dilapangan.

    Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Kualitatif.

    Penelitian ini diharapkan mampu menggambarkan tentang bagaimana Analisis

    tradisi Tolak Bala dalam tinjauan Sosiologi di Gampong Blang Baro

    3.2. Sumber Data

    Dalam memperoleh data dan informasi penulis menggunakan data primer

    dan data sekunder. Berikut diuraikan data tersebut:

    1. Data Primer

    Data Primer adalah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung oleh

    peneliti pada lokasi penelitian. Data primer merupakan data yang diperoleh secara

  • 33

    langsung dari objek penelitian baik perorangan, kelompok, data primer diperoleh

    melalui wawancara dan observasi.

    2. Data Sekunder

    Data Sekunder adalah pengumpulan data yang dilakukan melalui studi

    pustaka yang terdiri dari:

    a. Studi Pustaka

    Dilakukan dengan cara mempelajari, mendalami, mengutip teori-teori dan

    konsep dari sejumlah literature, buku, jurnal, Koran atau karya tulis lainnya.

    Data Sekunder yaitu data yang didapat langsung berupa data Gampong

    Blang Baro kecamatan Kuala Kabupaten Nagan Raya dan juga dilengkapi

    dengan jurnal, studi pustaka, buku dan artikel

    b. Studi Dokumentasi

    Dokumentasi dilakukan dengan memanfaatkan dokumen-dokumen tertulis,

    yang diperoleh dari buku referensi, internet, makalah, gambar, foto atau

    tesis yang berhubungan dengan kajian penelitian yang diteliti oleh penulis.

    3.3 Teknik Pengumpulan data

    Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    sebagai berikut:

    a. Observasi

    Pengumpulan data dengan Observasi. Menurut Sutrisno dalam (Sugiono,

    2009, h. 203) mengemukakan observasi adalah suatu proses yang komplek, suatu

    proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis, dua diantara

    yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Observasi tidak

    terstuktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa

  • 34

    yang akan diobservasi. Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data dengan

    jalan melakukan pengamatan dan keterlibatan langsung dilokasi yang diteliti

    (Participan Observasi). Instrumen yang dapat digunakan itu lembar pengamatan,

    panduan pengamatan, ruang (tempat, pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian

    atau peristiwa, waktu dan perasaan (Sugiyono, 2009, h. 205)

    b. Wawancara mendalam (indepth Interview)

    Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan

    dengan berhadapan secara langsung dengan yang diwawancarai tetapi dapat juga

    diberikan daftar pertanyaan dahulu untuk dijawab pada kesempatan lain.

    Wawancara mendalam adalah suatu proses memperoleh keterangan untuk tujuan

    penelitian dan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan

    informan atau orang yang diwawancara, dengan atau tanpa menggunakan pedoman

    (guide) wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan

    sosial yang relatif lama.

    Bentuk komunikasi antara dua orang melibatkan seseorang yaitu ingin

    memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-

    pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu (Mulyana, 2001, h. 180). Baik secara

    langsung maupun tidak langsung, dengan member daftar pertanyaan untuk dijawab

    pada kesempatan lain.

    Menurut Mulyana (2001, h. 180) wawancara tidak terstruktur. Wawancara

    ini sering disebut sebagai wawancara mendalam, wawancara intensif, wawancara

    kualitatif dan wawancara terbuka. Peneliti melakukan wawancara yang dilakukan

    subjek atau responden. Beberapa tips saat melakukan wawancara yaitu mulai

    dengan pertanyaan yang mudah, mulai dengan informasi fakta, hindari pertanyaan

  • 35

    Multiple, ulang kembali jawaban untuk di klarifikasi, berikan kesan positif dan

    kontrol emosi negatif (Juliansyah Noor, 2011, h. 138) Dalam Penelitian ini, yang

    diwawancarai adalah Keuchik, Imum Mesjid, Tokoh adat (Tuha Peut, Kejrun

    Blang, dan Masyarakat).

    c. Dokumentasi

    Dokumentasi adalah sejumlah fakta dan data tersimpan dalam bahan yang

    berbentuk komunikasi. Sebagian besar data yang tersedia yaitu surat, laporan.

    Dokumentasi sering digunakan dalam berbagai metode pengumpulan data. Metode

    observasi, wawancara yang sering dilengkapi dengan kegiatan dokumentasi.

    Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi yang sangat mendukung analisis

    dan interpentasi data.

    Dokumentasi bisa berbentuk publik, misalnya laporan polisi, surat kabar,

    transkrip, atau acara telivisi dan lainnya” ( Kriyantono, 2007, h. 116). Penulis disini

    akan mengambil atau mengaitkan masalah dan memecahkannya dengan masalah

    yang sedang diangkat dan dokumen-dokumen yang berhubungan langsung dengan

    penelitian.

    3.4 Teknik Penentuan Informan

    Teknik penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan Purposif

    Sampling. Purposif sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan

    tertentu. Pemilihan sampel dengan memilih responden yang benar-benar

    mengetahui atau memiliki kompetensi dengan topik penelitian (Nanang Martono,

    2007, h. 71)

  • 36

    3.5. Instrumen Penelitian

    Penelitian yang menggunakan metode kualitatif adalah suatu metode

    penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang dialami, maka

    peneliti adalah sebagai instrument kunci (Moleong, 2002, h. 4)

    Penggunaan peneliti sebagai instrumen penelitian guna mendapatkan data

    yang valid dan realible. Namun untuk membantu kelancaran dalam pelaksanaannya

    peneliti juga didukung oleh instrument pembantu seperti panduan wawancara.

    Adapun langkah-langkah penyusunan wawancara yaitu, peneliti melakukan hal-hal

    sebagai berikut:

    a. Menetapkan informan yang ingin diwawancarai

    b. Menyiapkan topik-topik masalah yang akan jadi pembicaraan.

    c. Membuka atau mengawali wawancara

    d. Melangsungkan wawancara.

    e. Mengkonfirmasi inti sari dan wawancara dan mengakhirinya.

    f. Menuliskan wawancara kedalam catatan lapangan

    g. Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah peneliti peroleh.

    Dalam instrument penelitian ini alat bantu yang digunakan antara lain

    kamera, alat perekam, catatan lapangan dan panduan wawancara.

    3.6 Teknik Analisis Data

    Analisis data merupakan bagian yang terpenting dalam suatu penelitian,

    karena dengan analisis, data yang diperoleh dapat diberi arti dan makna yang akan

    digunakan dalam memecahkan masalah yang timbul dalam penelitian yang

    dilakukan. Teknik analisis data, penyampaian data dan penarikan kesimpulan

    analisis yang dilakukan sepanjang proses penelitian.

  • 37

    3.7 Pengujian Kredibilitas Data

    Untuk memastikan keasahan data dan memastikan apakah data yang

    diperoleh merupakan data yang realibel, maka perlu dilakukan beberapa uji

    kredibilitas data, di antaranya adalah sebagai berikut:

    a. Perpanjangan Pengamatan

    Perpanjangan pengamatan perlu dilakukan, dirasakan data yang diperoleh

    masih kurang memadai. Menurut Moleong (2011, h. 327) perpanjangan

    pengamatan berarti peneliti tinggal di lapangan penelitian sampai titik kejenuhan

    pengumpulan data tercapai.

    b. Pelibatan teman sejawat

    Pemeriksaan sejawat berarti pemeriksaan yang dilakukan dengan jalan

    mengumpulkan rekan-rekan yang sebaya, yang memiliki pengetahuan umum yang

    sama tentang apa yang sedang diteliti. Sehingga bersama mereka peneliti dapat me-

    review persepsi, pandangan dan analisis yang sedang dilakukan. Apabila hal itu

    dilakukan maka hasilnya adalah menyediakan pandangan kritis, mengetes hipotesis

    kerja (temuan-teori substantif), membantu mengembangkan langkah berikutnya,

    dan melayani sebagai pembanding ( Moleong 2011, h. 334).

    c. Triangulasi

    Menurut Moleong (2011, h. 331) “ Triangulasi adalah teknik pemeriksaan

    keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk

    keperluan pengecekan atau sebagaipembanding terhadap data itu. Teknik

    triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber

    lainnya”.

  • 38

    Mengutip pernyataan Patton, lebih lanjut Moleong (2011, h. 331)

    menjelaskan mengenai proses atau teknik triangulasi yang digunakan dalam

    penelitian, yaitu “triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek

    balik derajad kepercayaan suatu informan yang diperoleh melalui waktu dan alat

    yang berbeda dalam penelitian kualitatif”. Hal itu dapat di capai dengan jalan

    membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

    Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang

    dikatakan secara pribadi. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang

    situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu. Membandingkan

    keadaan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang

    seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada,

    orang pemerintahan, membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen

    yang berkaitan.

    3.8 Lokasi Penelitian

    Penelitian ini dilakukan pada Gampong Blang Baro Kecamatan Kuala

    Kabupaten Nagan Raya. Peneliti memilih tempat ini sebagai lokasi penelitian

    karena melihat tradisi tolak bala Gampong Blang Baro Kecamatan Kuala

    Kabupaten Nagan Raya.

    3.9 Jadwal Penelitian

    Waktu dan tempat penelitian akan dilaksanakan kurang lebih empat bulan

    yakni mulai Mei 2014 sampai dengan juni 2014 berlokasi di gampong Blang Baro

    Kecamatan Kuala Kabupaten Nagan Raya. Adapun secara rinci dapat dilihat

    sessuia tabel di bawah ini:

  • 39

    Tabel 3.1 : Rancangan penelitian tentang aktivitas dan waktu

    No Aktivitas Tanggal penelitian

    1. Pengurusan Ijin Penelitian 14 mei 2014

    2. Pembuatan Instrumen Interview 15-17 Mei 2014

    3. Pembuatan IstrumenObservasi 18-22 Mei 2014

    4. observasi 23-25 Mei 2014

    5. Interview 26-28 Mei 2014

    6. Uji Kredibilitas Data 29 Mei-2 Juni 2014

    7. Reduksi Data Penelitian 3-5 juni 2014

    8. Data Display dan pembahasan

    6-7 Juni 2014

    9. Verifikasi/Penarikan Kesimpulan 8-10 Juni 2014

    10. Penyusunan Laporan 11-18 Juni 2014

  • 40

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    4.1. Hasil Penelitian

    4.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

    1. Letak Gampong

    Gampong Blang Baro adalah salah satu Gampong dalam Kecamatan Kuala

    Kabupaten Nagan Raya. Yang memiliki jarak akses dari provinsi 300 Km, dari ibu

    kota kabupaten 15 Km dan dari Ibu Kota Kecamatan 4 Km. Luas wilayah Gampong

    Blang Baro memiliki + 1280 Ha, Meliputi 4 dusun, dari tiap-tiap dusun dipimpin

    oleh seorang Kadus (Kepala Dusun). Dengan sebagian besar luas tanahnya adalah

    persawahan dimana mayoritas masyarakat Gampong Blang Baro adalah petani.

    Gampong Blang Baro terdiri dari 4 (empat) dusun, yaitu Dusun Aman, Dusun

    Cahaya Mata, Dusun karya Tani dan Dusun Karya Usaha. Penduduknya homogen

    antara salah satu Dusun dengan Dusun yang lain dan juga tidak jauh bedanya

    dengan daerah lain yang sama sukunya yaitu suku Aceh. Menurut catatan resmi

    RPJMG Gampong Blang Baro tahun 2009-2013, penduduk berjumlah 691 jiwa,

    yang terdiri dari laki-laki 381 jiwa dan Perempuan berjumlah 310 jiwa, terdiri dari

    208 Kartu Keluarga (KK).

    Ditinjau dari segi geografis Gampong Blang Baro Kecamatan Kuala

    Kabupaten Nagan Raya merupakan Gampong yang berdekatan dengan Gampong

    Blang Muko, dan Ujong Sikuneng. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel

    berikut:

  • 41

    Tabel 4.1

    Jarak Gampong dengan Pemerintahan dan sarana Vital

    NO Ibu kota Provinsi 287 Km Keterangan

    1. Ibu kota Kabupaten 15 Km Nagan Raya

    2. Ibu Kota kecamatan 4 Km Kuala

    3. Puskesmas 1 Km Kuala

    4. Rumah Sakit Umum 4 Km Kuala

    5 SPBU 1 Km Kuala

    Sumber Data : Ringkasan RPJMG 2013 Gampong Blang Baro

    2. Batasan Gampong

    Gampong Blang Baro merupakan salah satu Gampong di Kecamatan Kuala

    yang berbatasan dengan beberapa Gampong lain yang masih dalam satu

    Kecamatan. Adapun batas Gampong adalah;

    - Sebelah Utara : Gampong Blang Muko

    - Sebelah Selatan : Gampong Ujong Sikuneng

    - Sebelah Timur : PT. Sofindo

    - Sebelah Barat : Kabupaten Aceh Barat

    3. Pembagian wilayah

    Gampong Blang Baro dipimpin oleh seorang Keuchik yang bernama

    Abubakar Has. Dalam menjalankan pemerintahan, Keuchik Abubakar Has dibantu

    oleh perangkat Gampong lainnya yaitu seorang sekretaris Gampong dan 5 orang

    perangkat desa lainnya. Adapun nama pemerintahan Gampong yaitu sebagai

    berikut:

    Keuchik : Abubakar Has

    Sekretaris Gampong : Efendi

    Kaur Pembangunan : Hamdani

    Kaur Kesra : Adi Ananda

    Kaur Pemerintahan : Tayeb Darma

  • 42

    Dalam menjalankan roda pemerintahannya aparat Gampong Blang Baro selalu

    bekerja sama dengan Tuha Peut atau badan perwakilan desa yang diketuai oleh

    Ibnu Ali.

    Gampong Blang Baro terbagi menjadi 4 (empat) dusun, yaitu Dusun Aman,

    Dusun Cahaya Mata, Dusun karya Tani, dan Dusun Karya Usaha

    4. Penduduk

    Jumlah Penduduk Gampong Blang Baro berdasarkan data dinamis akhir

    Tahun 2013 secara keseluruhan dengan Kepala Keluarga 208 KK dari jumlah

    tersebut terdiri dari 691 jiwa dengan perincian 381 jiwa penduduk laki-laki dan 310

    penduduk perempuan. Jumlah penduduk Gampong Blang Baro berdasarkan

    kelompok umur dapat dilihat pada tabel berikut:

    Tabel 4.2

    Keadaan Penduduk Menurut Golongan Umur

    NO UMUR JUMLAH JIWA PERSENTASE

    1. 0-5 tahun 145 21,0 %

    2. 6-15 tahun 175 25,3 %

    3. 16- 49 tahun 173 25,0 %

    4. 50- tahun keatas 198 28,7 %

    Jumlah 691 100 %

    Sumber Data : Ringkasan RPJMG 2013 Gampong Blang Baro

    5. Kondisi Sosial dan ekonomi

    Mengetahui kondisi sosial ekonomi suatu wilayah sangat penting, agar kita

    mengetahui berbagai potensi yang dimiliki wilayah tersebut. Selain itu bagi pihak

    Pemerintah dengan sendirinya dapat dijadikan dasar guna menyusun kebijaksanaan

    pemerintah setempat. Masing-masing aspek sosial dan ekonomi suatu daerah pada

    hakikatnya menunjukkan tingkat keberhasilan dan kemajuan daerahnya di dalam

    melaksanakan pembangunan.

  • 43

    Nilai-nilai sosial dan budaya di Gampong Blang Baro sampai saat ini masih

    berjalan dan terpelihara. Hal ini terbukti dan terlihat pada setiap kegiatan-kegiatan

    sosial masyarakat dilakukan bersama-sama, sekalipun kegiatan yang dimaksud

    bersifat pribadi akan tetapi rasa peduli sesama masih terbangun erat di Gampong

    Blang Baro. Selain itu bila dilihat dari lembaga-lembaga sosial yang ada ditengah-

    tengah masyarakat berjalan dengan baik walaupun ada kendala-kendala teknis

    dalam pelaksanaannya seperti kekurangan fasilitas, sarana dan prasarana. Gotong

    royong masih rutin dilaksanakan walaupun waktunya tidak ditentukan secara pasti

    tergantung kesiapan.

    Disegi Adat dan Istiadat Gampong, didalam Gampong Blang Baro ada yang

    masih berjalan dan ada juga sebagian yang sudah mulai hilang. Seperti contoh, pada

    acara orang yang musibah/ meninggal masyarakat Blang Baro masih sangat peduli

    dan membantu bersama-sama demikian juga pada acara-acara lain, seperti pesta

    perkawinan dan juga turun mandi. Pemuda juga masih aktif dalam setiap kegiatan

    sosial digampong, hal ini terbukti dengan berbagai kegiatan sosial dan budaya yang

    tumbuh dan berkembang dikalangan masyarakat.

    Adapun keadaan sosial dan ekonomi di wilayah Gampong Blang Baro dapat

    dijelaskan sebagai berikut:

    1. Bidang Ekonomi

    Untuk mengetahui aktivitas yang dijalani sehari-hari oleh suatu wilayah

    dalam bidang ekonomi umumnya dapat ditunjukkan melalui mata pencaharian

    penduduknya. Disamping itu dengan melihat mata pencaharian penduduk kita dapat

    mengetahui pula tingkat tinggi rendahnya taraf hidup masyarakat. Untuk Lebih

  • 44

    Jelasmya dibawah ini disajikan tabel mengenai penduduk Gampong Blang Baro

    menurut mata pencaharian.

    Tabel 4.3

    Keadaan Mata Pencaharian Masyarakat

    NO MATA PENCAHARIAN JUMLAH PERSENTASE

    1. Petani 175 25,3 %

    2. Pedagang 116 16,8 %

    3. Peternak 89 12,9 %

    4. PNS 10 1,5 %

    5. Honorer 26 3,8 %

    6. Lain-Lain 275 39,7 %

    Jumlah 691 100 %

    Sumber Data : Ringkasan RPJMG 2009-2013 Gampong Blang Baro

    Pada Tabel 4.3 mata pencaharian utama masyarakat Gampong Blang Baro

    pada umumnya adalah Petani, selebihnya Pedagang, Peternak, Pedagang, Pegawai

    Negeri Sipil (PNS) dan honorer. Para petani di Gampong Blang Baro menanam

    padi setahun dua kali, sebagian masyarakat juga bekerja di kebun untuk menutupi

    kebutuhan primer sehari-hari.

    2. Bidang Pendidikan

    Pendidikan adalah wajib bagi manusia karena melalui pendidikan akan

    merubah nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, yaitu merubah nilai-nilaitidak

    baik menuju kearah yang lebih baik. Berdasarkan Gambar 4.3 jelas mayoritas

    masyarakat Gampong Blang Baro berprofesi sebagai petani. Dalam kaitannya

    dengan peningkatan mutu Pendidikan formal dan non formal lihatlah Tabel 4.4

    berikut ini:

  • 45

    Tabel 4.4

    Keaadan Pendidikan

    NO LEMBAGA PENDIDIKAN JUMLAH

    1. SD/MIN 134

    2. SMP/MTsN 115

    3. SMA/MA 163

    4. Perguruan Tinggi 19

    5. Pesantren 14

    Jumlah 445

    Sumber Data : Ringkasan RPJMG 2009-2013 Gampong Blang Baro

    Umumnya masyarakat Gampong Blang Baro kurang menyadari betapa

    pentingnya arti Pendidikan, padahal Pendidikan merupakan salah satu faktor

    terpenting dalam melaksanakan berbagai kegiatan untuk mencapai berbagai macam

    perubahan kearah kemajuan dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan

    makmur. Namun seiring berkembangnya zaman, masyarakat sudah menyadari

    tentang arti pendidikan. Perubahan yang nyata bisa dilihat dari partisipasi

    masyarakat dalam bidang Pendidikan.

    Partisipasi masyarakat Gampong Blang Baro terhadap Pendidikan pada

    dewasa ini telah berubah, mayoritas masyarakat sudah memahami tentang

    pentingnya Pendidikan terhadap keberlansungan hidup dirinya dan generasi muda.

    Masyarakat juga sudah menyadari pentingnya Pendidikan untuk mewujudkan

    kehidupan yang baik, dan layak untuk menuju masyarakat yang adil dan sejahtera.

    Hal ini bukan berarti tidak ditemukan lagi orang dewasa yang buta huruf dan anak-

    anak yang putus sekolah, orang dewasa yang buta huruf dan anak-anak yang putus

    sekolah masih ditemukan namun jumlahnya sangat sedikit.

    Mutu Pendidikan non formal khususnya Pendidikan agama tidak jauh

    berbeda bila di bandingkan dengan Pendidikan formal, hal ini terbukti bahwa di

    Kecamatan Kuala sudah banyak Pesantren-Pesantren, tetapi para generasi muda

  • 46

    yang berasal dari Gampong Blang Baro masih sedikit yang meminati pendidikan di

    pesantren dan bahkan generasi muda belum ada yang tamat belajar di pesantren,

    namun masih dalam proses belajar di pesantren.

    Kenyataan ini menunjukkan bahwa masyarakat masih kurang memahami

    tentang masalah pendidikan agama, padahal pendidikan agama mutlak

    diperlakukan secara kontinyu dari manusia lahir kepermukaan bumi sampai

    manusia kembali kehadirat Ilahi (meninggal dunia). Pada umumnya agama yang

    dianut oleh masyarakat Gampong Blang Baro 100 % agama Islam, meskipun itu

    hanya sebagai pengakuan. Masyarakat awam yang sangat fanatik terhadap agama,

    meskipun belum melaksanakan sepenuhnya tuntutan ajaran Islam, hal ini mungkin

    juga sama dengan masyarakat Gampong lain yang ada di daerah Aceh.

    Kehidupan beragama di Gampong Blang Baro sangat besar pengaruhnya

    dalam kehidupan masyarkat, walaupun kenyataan pengamalan ajaran Islam belum

    sebagaimana diharapkan, namun shalat berjamaah lima waktu di Mesjid sudah

    terlaksana dengan teratur walaupun hanya sedikit jamaah yang ikut untuk

    memakmurkan Mesjid.

    Perkembangan agama Islam di Gampong Blang Baro dapat disaksikan

    melalui upacara keagamaan, Adat-Istiadat dan perkembangan tempat-tempat ibadah

    upacara keagamaan yang dilaksanakan oleh masyarakat selalu erat kaitannya

    dengan Islam seperti upacara peringatan Maulid, Israk Mi‟raj, menyambut tahun

    baru Hijriah, Nuzul Qur‟an diperingati setiap tahunnya oleh seluruh masyarakat.

    Permasalahan agama yang sedang dipikul oleh masyarakat dewasa ini hanyalah

    masalah regenerasi yang kurang memahami terhadap ajaran agama Islam,

    disebabkan generasi muda yang kurang berminat terhadap pendidikan di pesantren,

  • 47

    sehingga dewasa ini masih sedikit anak-anak yang sedang menuntut ilmu agama di

    pesantren, yaitu ada empat orang anak yang sedang menuntut ilmu di pesantren,

    sedangkan yang sudah menjadi alumni pesantren belum ada kecuali generasi tua

    yang sudah aktif dalam bidang agama.

    Semua penduduk Gampong Blang Baro pemeluk agama Islam, semua itu

    dapat di buktikan bahwa baik dilihat dari segi pengetahuan, pengamalan ajaran

    agama masyarakat relatif masih rendah dan yang di ukur hanya kualitas bangunan

    fisik saja. Memang sudah berdirinya Mesjid begitu besar, namun Mesjid yang ada

    itu belum difungsikan secara efisien sebagai sentral pengamalan ajaran agama

    Islam yang sempurna menurut ketentuan syariah yang sebenarnya.

    Pada umumnya Gampong Blang Baro terdiri dari 4 (empat) dusun, yaitu

    Dusun Aman, Dusun Cahaya Mata, Dusun karya Tani dan Dusun Karya Usaha.

    Dari empat dusun tersebut mempunyai adat-istiadat dan tata cara kehidupan yang

    homogen antara satu dusun dengan dusun lain dan juga tidak jauh berbeda dengan

    daerah lain yang ada di Aceh.

    Adat Istiadat yang berkembang sangat erat hubungannya dengan ajaran

    Islam, karena adat Aceh pada umumnya dan khususnya di Gampong Blang Baro

    tidak terlepas kaitannya dengan ajaran Islam.

    Upacara-upacara yang ada dilaksanakan oleh masyarakat memang erat

    hubungannya dengan ajaran Islam, karena upacara yang dilakukan merupakan

    bagian dari adat Aceh yang sudah diislamisasikan dan juga budaya orang Islam.

    Namun dalam proses pelaksanaannya mayoritas masyarakat melupakan hal-hal

    yang wajib untuk dilakukan. Misal, ketika pelaksanaan Upacara Maulid mayoritas

  • 48

    masyarakat menyukai Upacara Maulid, namun tibanya waktu shalat asar sedikit

    orang yang mau menunaikan kewajibannya

    4.1.2 Persepsi Masyarakat Terhadap Tradisi Tolak Bala

    Sesuai dengan metode yang ditetapkan dalam Bab sebelumnya, maka dalam

    mengumpulkan data peneliti menggunakan wawancara mendalam atau indept

    interview, observasi dan kajian pustaka. Untuk mempermudah wawancara, peneliti

    telah menyusun instrumen berupa interview guide atau panduan wawancara.

    Panduan wawancara tersebut berisi sembilan pertanyaan yang mengungkapkan

    tentang persepsi atau pandangan masyarakat terhadap Tradisi Tolak Bala dan

    Analisis Tradisi Tolak Bala.

    Selama Penelitian yang dilakukan di Gampong Blang Baro dengan teknik

    penentuan informan menggunakan Purposif Sampling, maka ditentukan beberapa

    informan yang dapat diwawancarai. Wawancara peneliti berdasarkan interview

    Guide atau panduan wawancara yang telah disusun, dengan menggunakan rumusan

    masalah dan teori yang dipergunakan. Berkaitan dengan persepsi atau pandangan

    masyarakat tentang tradisi Tolak Bala ini difokuskan pada tanggapan masyarakat

    tentang Tolak Bala yang masih menjadi tradisi dalam masyarakat.

    Sesuai dengan teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini,

    maka data lapangan telah direduksi. Selama proses reduksi, didapatkan data-data

    yang dipilih untuk disajikan dalam penelitian ini. Berkaitan dengan persepsi

    masyarakat tentang Analisis tradisi Tolak Bala terdiri dari 9 (sembilan) pertanyaan.

    Adapun jawaban masyarakat yang menjadi informan sebagaimana paragaraf

    berikut.

  • 49

    Pertanyaan pertama mengenai pengetahuan informan mengenai tradisi

    Tolak Bala menunjukkan keseragaman. Data ini menunjukkan arti bahwa

    masyarakat mengetahui apa dan bagaimana tradisi Tolak Bala. Hal ini sebagaimana

    dikatakan oleh Abu Bakar Has Selaku Keuchik Gampong Blang Baro.

    “Iya, saya tau tentang tradisi Tolak Bala. Tradisi Tolak Bala atau

    Rabu Abeh merupakan tradisi yang dilaksanakan masyarakat

    dengan membuang sial ke Sungai (wawancara 23 Mei 2014)

    Jawaban yang sama juga disampaikan oleh Abdul Karim dan M. Daud.

    Kedua informan tersebut memiliki jawaban yang sama dengan Abu Bakar Has.

    Dalam hal ini persamaan terletak pada kegiatan masyarakat pada setiap

    memperingati Tolak Bala pergi kesungai, dan melepaskan sesajian kedalam sungai

    untuk membuang sial.

    Jawaban Informan yang sedikit berbeda adalah jawaban sebagaimana

    dikemukakan oleh Tgk. Ismail selaku Imum Mesjid Gampong Blang Baro. Hal ini

    tampak pada pernyataan berikut ini :

    “Iya, saya sudah lama mengetahui tradisi Tolak Bala. Pelaksananan

    Tradisi Tolak yang berkembang selama ini bukan berasal dari

    Islam. Peringatan yang dianggap menghindari musibah ini dan

    harus membuang semua musibah, kesialan kesungai. (wawancara

    23 Mei 2014)

    Pernyataan ini sangat mirip dengan pernyataan informan sebelumnya, tetapi

    jika diperhatikan Nampak perbedaan jawaban informan tersebut yakni terletak pada

    keterlibatan masyarakat dalam tradisi Tolak Bala dalam melaksanakan Tradisi

    Tolak Bala Tersebut.

    Pernyataan masyarakat tentang waktu dilaksanaakannya tradisi Tolak Bala

    semua informan mengatakan dilaksanakan di hari Rabu Abeh. Salah satu jawaban

  • 50

    itu sebagaimana dikatakan oleh M. Daud selaku Kejrun Blang Gampong Blang

    Baro berikut ini :

    “Tradisi Tolak Bala dilaksanakan pada hari Rabu Abeh atau hari

    Rabu penghabisan setiap Bulan Safar. Dan dalam waktu

    pelaksanaannya, waktu selesai dilaksanakannya Tradisi Tolak Bala

    adalah watu siang menjelang sore hari. (wawancara 23 Mei 2014)

    Ketidakjelasan kapan waktu berakhirnya pelaksanaan Tradisi Tolak Bala

    tersebut juga dikemukakan oleh A. Karim selaku masyarakat Gampong Blang Baro

    berikut ini:

    “Dan dalam waktu pelaksanaannya, tidak ada jam yang pasti dalam

    menentukan waktu selesai dilaksanakannya Tradisi Tolak Bala.

    Biasanya pelaksanaan dilaksanakan dari pagi hingga siang

    menjelang sore hari. (wawancara 23 Mei 2014)

    Pandangan masyarakat tentang asal muasal keberadaan Tradisi Tolak Bala

    semua informan mengatakan tidak bisa menjelaskan secara pasti karena mereka

    tidak mengetahuinya. Jawaban para informan hanya menggambarkan sejak zaman

    dahulu dan sudah lama ada. Tidak ada jawaban yang menyebutkan dan memastikan

    asal muasal Tradisi Tolak Bala ini terus muncul dan selalu diperingati di Gampong

    Blang Baro. Salah satu jawaban itu sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Ali selaku

    Tuha Peut Gampong Blang Baro sebagai berikut:

    “Asal muasal Tradisi Tolak Bala tidak dijelaskan dalam buku-buku

    tentang Adat Istiadat masyarakat Aceh, namun Tradisi ini sudah

    ada dan terus dilaksanakan sampai sekarang. (wawancara 25 Mei

    2014)

    Berdasarkan jawaban informan diatas dapat dipastikan bahwa memang tidak

    ada yang mengetahui sama sekali asal muasal Tradisi Tolak Bala. Pernyataan

    tentang tujuan dan manfaat dilaksanakan Tolak Bala A. Karim memperjelas tujuan

    Tolak Bala sebagai berikut:

  • 51

    “Pelaksanaan Tradisi Tolak Bala ketika masyarakat yang tertimpa

    musibah atau naas untuk membersihkan semua dari musibah maka

    masyarakat pergi kesungai untuk membuang sial, (wawancara 23

    Mei 2014).

    Pernyataan serupa juga dikatakan informan lainnya seperti M. Daud yaitu

    sebagai berikut:

    “Tujuan dan manfaat dilaksanakan Tradisi Tolak Bala adalah untuk

    membersihkan diri dari kesialan dan musibah dengan cara pergi

    kesungai untuk melepaskan sesajian yang dihanyutkan kesungai

    (wawancara 24 Mei 2014)

    4.1.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi masyarakat Gampong Blang Baro

    melakukan tradisi Tolak Bala

    Pernyataan tentang keiikutsertaan informan dalam melaksanakan tradisi

    Tolak Bala, semua informan mengatakan pernah ikut serta melaksanakan tradisi

    Tolak Bala. Dan pernyataan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat

    Blang Baro dalam melaksanakan Tradisi Tolak Bala, ada beberapa faktor,

    sebagaimana yang dikatakan oleh M. Daud sebagai berikut:

    “Banyak faktor yang memperngaruhi masyarakat dalam

    melaksanakan tradisi Tolak Bala. Masyarakat beranggapan jika

    tidak ikut melaksanakan Tolak Bala akan mendapat kesialan dan

    musibah pada diri dan keluargfanya. Ada juga masyarakat yang

    beranggapan pada pelaksanaan Tolak Bala itu merupakan ajang

    untuk sosialisasi antara masyarakat Gampong. (wawancara 24 Mei

    2014)

    Hal berbeda disampaikan oleh A.Karim selaku masyarakat Gampong Blang

    Baro sebagai berikut:

    “ Faktor yang mempengaruhi masyarakat ikut melaksanakan tradisi

    Tolak bala adalah karena tradisi tersebut merupakan tradisi rutin

    yang terus menerus dilaksanakan oleh masyarakat setiap tahunnya,

    apabila tidak ikut memperingati Tolak Bala timbul rasa malu

    kepada masyarakat yang lain, dan juga akan menimbulkan rasa

    resah akan terjadinya musibah dikemudian hari karena sudah

    menjadi sugesti bagi masyarakat yang tidak melaksanakan Tradisi

    Tolak Bala akan mendapatkan kesialan dan musibah. (wawancara

    23 Mei 2014)

  • 52

    Pernyataan tentang prosesi pelaksanaan Tradisi Tolak Bala, semua informan

    menyatakan hal yang serupa. Pernyataan tersebut seperti yang dikatakan oleh Tgk.

    Ismail sebagai berikut:

    “Prosesi pelaksanaan Tolak Bala, adalah dengan menyiapkan

    sejajian yang berupa nasi dan lauk pauknya yang akan dibawa

    kesungai untuk dihanyutkan. Pada pelaksanaannya makanan yang

    dibawa juga untuk dinikmati oleh semua masyarakat layaknya

    seperti acara rekreasi atau makan-makan. (wawancara 25 Mei

    2014).

    Pernyataan tentang persepsi Tradisi Tolak Bala. Bermacam-macam.

    Diantaranya seperti yang disampaikan oleh A. Karim sebagai berikut:

    ‟Pandangan saya mengenai Tradisi Tolak Bala ini boleh saja terus

    dilestarikan selama pelaksanaannya selalu diniatkan dengan niat

    yang baik dan tidak melanggar norma-norma agama (wawancara

    23 Mei 2014)

    Hal yang berbeda disampaikan oleh Ibnu Ali selaku Tuha Peut Gampong

    Blang Baro sebagai berikut

    “Pandangan saya tentang tradisi Tolak Bala ini harus terus

    dilaksanakan untuk menambah rasa solidaritas masyarakat

    Gampong dan juga menambah keakraban antara masyarakat

    Gampong. Karena pada pelaksanaan Tolak Bala menjadi ajang

    silaturahmi antara masyarakat Gampong (wawancara 23 Mei 2014)

    4.2 Pembahasan

    4.2.1 Persepsi Masyarakat Terhadap Tradisi Tolak Bala

    Sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan analisis Tradisi Tolak Bala

    yang diajukan peneliti mendapatkan jawaban dari informan, interaksi hubungan-

    hubungan sosial yang menyangkut hubungan antar individu, individu (seseorang)

    dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Tanpa adanya interkasi sosial

    maka tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Proses sosial adalah suatu

    interaksi atau hubungan timbal balik atau saling mempengaruhi antar manusia yang

  • 53

    berlangsung sepanjang hidupnya didalam masyarakat. Menurut Soerjono Soekanto

    (2006, h. 58) Proses Sosial diartikan sebagai cara-cara berhubungan yang dapat

    dilihat jika individu dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu serta

    menentukan sistem dan bentuk hubungan social.

    Homans (dalam Ali, 2004: 87) mendefinisikan interaksi sebagai suatu

    kejadian ketika suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap individu lain

    diberi ganjaran atau hukuman dengan menggunakan suatu tindakan oleh individu

    lain yang menjadi pasangannya.

    Berkaitan dengan interaksi antara msyarakat dengan Tradisi Tolak Bala

    telah Nampak dari beberapa pernyataan dari informan dalam menjawab pertanyaan-

    pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Demi mengetahi interaksi masyarakat

    dengan Tradisi Tolak Bala, pertanyaan pertama berkaitan dengan apakah

    masyarakat mengetahui tentang Tradisi Tolak Bala. Masyarakat sangat mengetahui

    tentang Tradisi Tolak Bala, dan pertanyaan selanjutnya tentang waktu, tujuandan

    manfaat Tradisi Tolak Bala dilaksanakan. Masyarakat menyatakan waktu

    pelaksanaan Tradisi Tolak Bala pada hari Rabu Abeh, atau hari Rabu terakhir di

    Bula