talasemia print
Post on 09-Aug-2015
130 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANAKKU SERING PUCAT
Anak N 6 tahun, lemah, bentuk mukanya mongoloid, konjungtiva anemis, sklera ikterik,
bibir pucat kehitaman, hepatosplenomegali, BB kurang dari normal, Hb 5%, klien disarankan
untuk tranfusi dan pemeriksaan hapusan darah
Langkah I : identifikasi kata, istilah, kalimat yang perlu diklarifikasi (kata kunci)
1. Lemah : tidak kuat dan tidak bertenaga
2. Muka mongoloid : muka datar / tipikal, tulang hidung yang hilang dan melesak kedalam.
3. Konjungtiva anemis : warna konjungtiva pucat karena menunjukkan kurang nutrisi. Dan
merupakan salah satu tanda anemia dan pasien tanpa demam /afebril dan menunjukkan
tidak ada infeksi.
4. Sklera ikterik : sklera yang kuning
5. Pucat kehitaman : suatu kondisi yang disebabkan oleh penurunan aliran darah ke suatu
jaringan
6. Hepatosplenomegali : pembesaran hati dan limpa
7. BB kurang dari normal : berat badan yang tidak sesuai dengan berat badan normal
8. Hb 5% : protein yang mengandung zat besi di dalam sel darah merah yang mencapai 5%
9. Transfusi darah : proses penyaluran darah atau produk berbasis darah dari satu orang ke
sistem peredaran darah
10. Hapusan darah : kelompok hematologi jenis sampel darah EDTA
Langkah II : curah pendapat penetapan masalah
Masalah utama yang dimaksudkan dalam kasus diatas adalah :
1. Anak N lemah, bentuk mukanya mongoloid, konjungtiva anemis, sklera ikterik, bibir
pucat kehitaman, hepatosplenomegali
2. BB kurang dari normal, Hb 5%
3. Klien disarankan untuk tranfusi dan pemeriksaan hapusan darah
Langkah III : curah pendapat, analisis dan penjelasan masalah
a. Mengapa anak tersebut kondisinya lemah ?
Kemungkinan karena Hb nya sangat rendah dan anak terebut kemungkinan nafsu makan
berkurang sehingga kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi.
b. Mengapa muka anak tersebut mongoloid ?
Kemungkinan hal ini disebabkan oleh adanya gangguan perkembangan tulang muka dan
tengkorak
c. Mengapa anak tersebut konjungtivanya anemis ?
Karena anak tersebut mengalami gangguan nutrisi
d. Mengapa sklera anak tersebut ikterik ?
Kemungkinan terjadi pemecahan hemoglobin sehingga terjadi peningkatan bilirubin yang
mengakibatkan kekuning-kuningan
e. Mengapa bibir anak tersebut pucat kehitaman ?
Kemungkinan terjadi penurunan aliran darah ke jaringan
f. Apa akibatnya jika anak tersebut mengalami hepatosplenomegali ?
Kemungkinan pembesaran limpa dan hati tersebut mempengaruhi gerak si pasien karena
kemampuannya terbatas
g. Apa faktor yang mengakibatkan BB anak tidak normal ?
Kemungkinan anak tersebut mengalami gizi buruk
h. Berapa seharusnya normal Hb ?
Kira-kira 11-14%
i. Mengapa anak tersebut harus melakukan transfusi darah ?
Kemungkinan karena merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel
darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek kurang
dari 100 hari.
j. Apa guna melakukan pemeriksaan hapusan darah ?
Untuk menilai jumlah eritrosit, hematokrit, retikulosit, laju endap darah, trombosit dan
leukosit.
Langkah IV : menyusun hipotesa
Hipotesa pada kasus ini adalah :
Anak N mengalami penyakit talasemia yang menyebabkan Hb 5%, BB tidak normal,
lemah, bentuk mukanya mongoloid, konjungtiva anemis, sklera ikterik, bibir pucat kehitaman,
hepatosplenomegali dan harus melakukan transfusi dan pemeriksaan hapusan darah
Langkah V : merumuskan tujuan pembelajaran
a. Definisi talasemia
b. Etiologi
c. Manifestasi Klinik/Tanda dan Gejala
d. Patofisiologis
e. Komplikasi
f. Pemeriksaan Penunjang/Laboratorium
g. Diagnosa Banding
h. Penatalaksanaan
i. Asuhan keperawatan
j. Pengkajian
k. Diagnosa
l. Intervensi
Langkah IV : mengumpulkan informasi
1. Definisi Talasemia
a. Thalassemia adalah sekelompok penyakit, kelainan herediter, yang heterogen yang
disebabkan oleh adanya ketidaknormalan produksi hemoglobin, akibat kelainan sintesis
rantai globin dan biasanya disertai kelainan morfologi eritrosit dan indeks-indeks
eritrosit. Secara garis besar kelainan ini dibagi dalam kelas yaitu thalasemia beta
disebabkan karena gangguan produksi rantai beta, dan secara klinis dibedakan atas
thalasemia mayor dan minor.
b. Thalassemia adalah suatu penyakit kongenital herediter yang diturunkan secara
autosomal, berdasarkan kelainan hemoglobin, yaitu : satu atau lebih rantai polipeptida
hemoglobin kurang atau tidak terbentuk, dengan akibat terjadi anemia hemolitik.
c. Thalasemia adalah suatu penyakit konginetal heriditer yang diturunkan secara autosom
berdasarkan kelainan haemoglobin, dimana satu atau lebih rantai poplipeptida
haemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan terjadi anemia
hemolitik. Dengan kata lain thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana
terjadi kerusakan sel darah merah sehingga umur eritrosit menjadi pendek. Penyebab
kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan dalam
pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb.
d. Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara
resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. dimana terjadi
kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi
pendek (kurang dari 100 hari). Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal
(hemoglobinopatia).
e. Thalasemia berasal dari bahasa Yunani yaitu thalassa yang artinya laut (karena penyakit
ini pertama kali dilihat pada orang-orang yang berasal dari Mediterania), dan kata hamia
yang artinya darah + ia). Kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang secara
umum terdapat penurunan kecepatan sintesis satu (1) atau lebih rantai polipeptida Hb dan
diklasifikasikan menurut rantai yang terkena (α, β, δ). Dua kategori mayor adalah α- dan
β talasemia. (kamus dorlan).
f. Thalasemia adalah anemia cooley, suatu hemoglobinopati bawaan, yang terlihat
dikawasan mediterania dan timur tengah serta timur jauh. Sebagian besar Hb yang
terbentuk berupa tipe fetal (HbF) sehingga berbentuk sel darah merah yang rapuh dan
Hemolisis. Ditandai oleh hemolitik dan ikterus dengan hepatosplenomegali.
2. Etiologi
a. Akibat tosisitas kelebihan produksi rantai globin.
b. Thalassemia alpha terjadi berkurangnya gen pada kromosom 16.
c. Thalassemia beta terjadi akibat cacat genetic yang rumit pada akromosom 11,
mengakibatkan produksi m-RNA abnormal.
d. Kelainan dasar genetic masuk abnormalitas pemrosesan m-RNA, serta hilangnya materi
genetic yang lain.
e. Penurunan sintesis rantai beta atau penurunan sintesis rantai alpha.
f. Gangguan structural pembentukan hemoglobin.
3. Manifestasi Klinik/Tanda dan Gejala
a. Hypoksia kronik ditandai dengan sakit kepala, suka marah-marah, nyeri tulang, daya
tahan menurun, anoreksia.
b. Mudah terjadi fraktur tulang karena tulang tipis.
c. Ekspansi massif sumsum tulang wajah dan kranium.
d. Muka mongoloid.
e. Pertumbuhan badan kurang sempurna (pendek).
f. Pembesaran hati dan limpa.
g. Perubahan pada tulang karena hyperaktivitas sumsum merah berupa deformitas dan
fraktur spontan.
h. Anemia berat menjadi nyata pada 3-6 bulan setelah lahir.
i. Tengkorak besar dengan tulang frontal dan parietal menonjol.
j. Maxilla membesar.
k. IQ kurang baik jika tidak mendapatkan transfusi darah secara teratur.
l. Anak tampak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur.
m. Berat badan menurun, gizi buruk dan perut membuncit, hepatosplenomegali.
Gambaran klinis
Secara klinis talasemia dibagi dalam 2 golongan yaitu :
1. Thalasemia Mayor (bentuk homozigot) Memberikan gejala klinis yang jelas
2. Thalasemia Minor biasanya tidak memberikan gejala klinis yang jelas
Gejala Klinis Thalasemia
Thalasemia mayor, gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur kurang dari 1 tahun,
yaitu :
1. Lemah dan pucat
2. Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur
3. Berat badan kurang
4. Tidak dapat hidup tanpa transfusi
Thalasemia intermedia : ditandai oleh anemia mikrositik, bentuk heterozigot.
Thalasemia minor/thalasemia trait : ditandai oleh splenomegali, anemia berat, bentuk
homozigot.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:
a. Gizi buruk
b. Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba
c. Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati (Hepatomegali ), Limpa yang besar ini
mudah ruptur karena trauma ringan saja
Gejala khas adalah:
a. Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak antara kedua mata
lebar dan tulang dahi juga lebar.
b. Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi kelabu karena
penimbunan besi.
Manifestasi klinik meliputi :
a. Anemia (sebelum diagnosis ditegakkan)
1. Demam yang penyebabnya tidak bisa dijelaskan.
2. Pola makan yang buruk.
3. Limpa sangat membesar.
b. Dengan anemia progresif
Tanda-tanda hipoksia kronis:
1. Sakit kepala.
2. Nyeri prekordial dan nyeri tulang.
3. Penurunan toleransi terhadap olahraga.
4. Kegelisahan.
5. Anoreksia.
c. Ciri lain:
1. Postur tubuh kecil
2. Maturasi seksual lambat
3. Rona wajah kelabu dengan bercak kecoklatan (jika tidak menjalani terapi kelasi).
d. Perubahan tulang (pada anak yang lebih besar jika tidak diobati).
1. Kepala membesar
2. Tulang frontal dan parietal menonjol
3. Eminansia malar menonjol
4. Pangkal hidung datar atau melekuk ke dalam
5. Maksila membesar
6. Protrusio bibir dan gigi seri sentral bagian atas serta akhirnya maloklusi
7. Penampakan oriental pada mata.
Gambaran klinis
Pada talasemia mayor gejala klinis telah terlihat sejak anak baru berumur kurang dari satu
tahun. Gejala yang tampak adalah anak lemah, pucat, perkembanga fisik tidak sesuai dengan
umur, berat badan kurang. Pada anak yang besar sering dijumpai adanya gizi buruk, perut
membuncit karena adanya pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba. Adanya pembesaran
limpa dan hati tersebut mempengaruhi gerak si pasien karena kemampuannya terbatas. Limpa
yang membesar ini akan mudah ruptur hanya karena trauma yang ringan saja.
Gejala klinis lain (khas) adalah muka yang mongoloid, hidung pesek tanpa pangkal hidung,
jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar. Hal ini disebabkan oleh adanya
gangguan perkembangan tulang muka dan tengkorak. Keadaan kulit pucat kekuning-kuningan.
Jika pasien telah sering mendapatkan tranfusi darah kulit menjadi kelabu serupa denga besi
akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit. Penimbunan besi dalam jaringan tubuh seperti
hepar, limpa jantung akan mengakibatkan gangguan faal alat-alat tersebut(hemokromatosis).
4. Patofisiologis
Penyebab anemia pada thalasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer adalah
berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel
eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam folat,bertambahnya
volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system
retikuloendotelial dalam limfa dan hati.
5. Komplikasi
Hemosiderosis
- Hipersplenisme
- Patah tulang
- Payah jantung.
- Fraktur patologis
- Hepatosplenomegali
- Gangguan Tumbuh Kembang
- Disfungsi organ
6. Pemeriksaan Penunjang/Laboratorium
a. Darah lengkap
Retikulosit (jumlah bervariasi dari 30-50%)
Leukositosis, penurunan Hb? Ht dan total SDM
Trombositosis
MCV normal sampai menurun.
b. Pemeriksaan pewarnaan SDM menunjukkan :
Sabit sebagian atau lengkap
Sel bentuk bulan sabit
Aniositotis
Polikositosis
Polikromania
Sel target
Korpes Howell-Jolly
Basofil
Kadang inti sel berinti sel (normoblast).
c. Elektroforesis hemoglobin
Mengidentifikasi adanya tipe Hb abnormal
Membedakan antara anemia sel sabit dan anemia sel trait
Hasilnya mungkin tidak akurat bila pasien telah menerima transfusi darah dalam 3-4
bulan sebelum test.
d. LED
Meningkat
e. Kerapuhan eritrosit
Menurun (kerapuhan osmotic atau kerapuhan SDM)
Waktu hidup SDM menurun (akselerasi pemecahan).
f. BGA
Dapat menunjukkan penurunan PO2 (defek dalam pertukaran gas pada tingkat
vaskuler alveolar).
Asidosis (hyponatremia dan status asiditas).
g. Bilirubin serum (total dan indirect)
Meningkat (peningkatan hemolisis SDM).
h. LDH
Meningkat hermolisis SDM.
i. Kalium dan asam urat serum
Meningkat selama enzim vaso oklusive (hemolisis SDM).
j. Besi serum
Mungkin meningkat atau normal (peningkatan absorbsi besi akibat destruksi SDM
berlebih).
k. Urobilinogen urine/fetal.
Meningkat (merupakan indicator destruksi SDN yang lebih sensitive daripada kadar
serum).
l. Radio grafik tulang
Meningkat, menunjukkan perubahan tulang, misalnya : osteoporosis, osteoskerosis,
osteomielitis, atau nekrosis vaskuler.
m. Rontgen
Mungkin menunjukkan penipisan tulang, osteoporosis.
n. Asam fosfatase
Meningkat (pengeluaran eritrosit ACP kedalam serum).
o. Alkalin fosfatase
Meningkat selama krisis vaso oklusif (kerusakan tulang dan hati).
p. Tes tabung turbiditas sel sabit
Pemeriksaan rutin yang menentukan adanya Hb S tetapi tidak membedakan antara
anemia sel sabit dan sifat yang diwariskan (baik).
7. Diagnosa Banding
Talasemia minor :
- Anemia kurang besi
- Anemia karena infeksi menahun
- Anemia pada keracunan timah hitam (Pb)
- Anemia sideroblastik
- ‘Pyridoxin responsive anemia’.
8. Penatalaksanaan
Transfusi sel darah merah padat (PRC) 10 ml/kg BB per kali. Ada beberapa cara transfusi
- ‘Low transfusion’ : transfusi bila Hb < 6 g/dl.
- ‘High transfusion’ : Hb dipertahankan pada 10 g/dl.
- ‘Super transfusion’ : Hb dipertahankan pada 12 g/dl.
Mencegah/menghambat proses hemosiderosis :
Absorpsi Fe melalui usus dapat dikurangi dengan menganjurkan penderita banyak minum
teh. Sedangkan ekskresi Fe dapat ditingkatkan dengan pemberian ‘Fe chelating agent’
yaitu Desferioxamin, dosis 25 mg/kg BB/ hari, dan diberikan 5 hari dalam seminggu.
Splenektomi :
Indikasi splenektomi adalah bila ada tanda-tanda hipersplenisme atau bila limpa terlalu
besar. Biasanya splenektomi dilakukan bila anak sudah berumur > 5 tahun.
Nasihat perkawinan dan diagnosis pra kelahiran sangat penting untuk mencegah lahirnya
thalassemia mayor. Sedapat mungkin hindari perkawinan antara dua insan heterozigot,
agar tidak terjadi bayi homozigot.
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN THALASEMIA
Pengkajian
1. Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial) seperti
Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak,
bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
2. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat sejak
anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor biasanya anak akan
dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.
3. Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi lainnya. Ini
dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4. Pertumbuhan dan Perkembangan
Sering didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang sejak masih
bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk
umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada
pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami penurunan.
Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak
normal.
5. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan tidak
sesuai usia.
6. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak tidur/istirahat
karena anak mudah lelah.
7. Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua juga
mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia mayor.
8. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor resiko
talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko yang
mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.
9. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.
Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk
khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal hidung),
jarak mata lebar, tulang dahi terlihat lebar.
Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
Mulut dan bibir terlihat kehitaman
Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran jantung dan
disebabkan oleh anemia kronik.
Perut, Terlihat pucat, di palpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek nomegali).
Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah normal
Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai dengan
baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan mungkin anak tidak
dapat mencapai tapa odolense karena adanya anemia kronik.
Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi warna
kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan zat besi
dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan
kebutuhan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan
untuk pembentukan sel darah merah normal.
4. Kurang pengetahuan keluarga tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.
Intervensi Keperawatan
1. Dx 1 Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
Kriteria hasil :
Tidak terjadi palpitasi
Kulit tidak pucat
Membran mukosa lembab
Keluaran urine adekuat
Tidak terjadi mual/muntah dan distensil abdomen
Tidak terjadi perubahan tekanan darah
Orientasi klien baik.
Rencana keperawatan / intervensi :
Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa, dasar
kuku.
Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien dengan
hipotensi).
Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.
Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori, bingung.
Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan tubuh hangat sesuai
indikasi.
Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hb, Hmt, AGD, dll.
Kolaborasi dalam pemberian transfusi.
Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi.
2. Dx. 2 intoleransi aktivitas berhubungan degnan ketidakseimbangan antara suplai O2
dan kebutuhan.
Kriteria hasil :
Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi, misalnya nadi, pernapasan dan Tb
masih dalam rentang normal pasien.
Intervensi :
Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan dan kesulitan dalam
beraktivitas.
Awasi tanda-tanda vital selama dan sesudah aktivitas.
Catat respin terhadap tingkat aktivitas.
Berikan lingkungan yang tenang.
Pertahankan tirah baring jika diindikasikan.
Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat.
Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas.
Beri bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan.
Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.
Gerakan teknik penghematan energi, misalnya mandi dengan duduk.
3. Dx. 3 perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan
untuk mencerna / ketidakmampuan mencerna makanan / absorbsi nutrien yang
diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.
Kriteria hasil :
Menunjukkan peningkatan berat badan/ BB stabil.
Tidak ada malnutrisi.
Intervensi :
Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai.
Observasi dan catat masukan makanan pasien.
Timbang BB tiap hari.
Beri makanan sedikit tapi sering.
Observasi dan catat kejadian mual, muntah, platus, dan gejala lain yang berhubungan.
Pertahankan higiene mulut yang baik.
Kolaborasi dengan ahli gizi.
Kolaborasi Dx. Laboratorium Hb, Hmt, BUN, Albumin, Transferin, Protein, dll.
Berikan obat sesuai indikasi yaitu vitamin dan suplai mineral, pemberian Fe tidak
dianjurkan.
4. Dx. 4. Kurang pengetahuan keluarga tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan salah interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.
Kriteria hasil :
Menyatakan pemahaman proses penyakit, prosedur diagnostika rencana pengobatan.
Mengidentifikasi faktor penyebab.
Melakukan tindakan yang perlu/ perubahan pola hidup.
Intervensi :
Berikan informasi tentang thalasemia secara spesifik.
Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya thalasemia.
Rujuk ke sumber komunitas, untuk mendapat dukungan secara psikologis.
Konseling keluarga tentang pembatasan punya anak/ deteksi dini keadaan janin melalui
air ketuban dan konseling perinahan: mengajurkan untuk tidak menikah dengan sesama
penderita thalasemia, baik mayor maupun minor.
Daftar Pustaka
Dongoes, Marilyn E 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Pilliltteri. Adele. 1992. Maternal and Child Healt Nursisig. Philadelpia : J.B. Lippincolt
Company
Axton, Fugate. 1993. Pedriatic Care PIast. California : Addison Wes!ey Nursing
Ngastiyah. 1997.Perawatan anak sakit. Jakarta :E
top related