skripsi abd. rasyid
Post on 10-Oct-2015
26 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
1/81
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masyarakat nelayan merupakan salah satu bagian masyarakat yang hidup dengan
mengelola potensi sumber daya perikanan. Sebagai suatu masyarakat yang tinggal di
kawasan pesisir, masyarakat nelayan mempunyai karakteristik sosial tersendiri yang berbeda
dengan masyarakat yang lain. Di beberapa kawasan pesisir yang relatif berkembang pesat,
struktur masyarakat bersifat heterogen, memiliki etos kerja yang tinggi, solidaritas yang kuat,
serta terbuka terhadap perubahan dan interaksi sosial. Sekalipun demikian, masalah
kemiskinan masih melanda sebagian masyarakat pesisir, sehingga fakta sosial ini terkesan
ironi di tengah-tengah kekayaan sumber daya pesisir dan lautan yang ada.
Kesuliatan melepas diri dari kemiskinan karena mereka dilanda oleh beberapa
keterbatasan di bidang kualitas sumber daya manusia, akses dan penguasaan teknologi, pasar,
dan modal. Kebijakan dan implementasi program-program pembangunan untuk masyarakat
di kawasan pesisir hingga saat ini masih belum optimal dalam memutus mata rantai
kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan mereka. Hal ini disebabkan oleh kebijakan
pembangunan yang belum bersungguh-sungguh dan persoalan sosial, ekonomi, dan budaya
yang terjadi pada masyarakat nelayan cukup kompleks, sehingga penyelesainnya tidak
seperti membalikkan telapak tangan.
Masyarakat merupakan pelaku utama bagi pembangunan, maka diperlukan kualitas
sumber daya manusia yang berpotensial, sehingga masyarakat dapat bergerak pada arah
pembangunan untuk menuju cita-cita rakyat Indonesia, yaitu bangsa yang makmur dan
berkepribadian yang luhur terlebih lagi pada zaman yang semakin hari bertambah tuntutan
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
2/81
yang harus dipenuhi diera modern ini maupun yang akan datang, masyarakat dituntut untuk
mempunyai ketrampilan atau kompetensi dalam dirinya supaya dirinya menjadi manusia
yang berguna bagi dirinya sendiri, bagi bangsa dan Negara. Untuk menggali potensi yang
dimiliki oleh manusia maka diperlukan adanya pendidikan. Dunia pendidikan memang dunia
yang tidak pernah habis untuk diperbincangkan. Karena selama manusia itu ada,
perbincangan tentang pendidikan akan tetap eksis di dunia, sehingga mustahil manusia hidup
tanpa pendidikan di dalamnya. Kerena itu, ada sebuah tanggung jawab untuk
mengetengahkan apa dan bagaimana pendidikan sejati itu yang harus kita bagun dan
konstruksi kalau kita masih ingin dianggap sebagai manusia.
Pengertian pembangunan adalah pembangunan di segala bidang kehidupan, walaupun
titik beratnya dibidang ekonomi, namun tidak mengabaikan sama sekali bidang-bidang
lainnya. Pembangunan di bidang sosial budaya, khususnya di bidang pendidikan, menjadi
tidak pernah habis dalam perbincangan pada tingkat nasional maupun pada tingkat daerah.
Hal ini disebabkan bahwa tinggi rendahnya kualitas penduduk lebih ditentukan oleh keadaan
pendidikannya. Semakin baik pendidikan seseorang, merupakan suatu diantara kemungkinan
untuk mencapai tingkat kehidupan yang lebih baik.
Optimalisasi pengelolaan sumber daya alam serta keberhasilan pembangunan dapat
diwujudkan dengan adanya sumber daya manusia yang berkualitas, cerdas, tangguh, dan ulet.
Pengembangan sumber daya manusia sangat erat kaitannya dengan pembangunan pendidikan
secara menyeluruh, terarah, dan terpadu melalui peningkatan pendidikan baik pendidikan
formal, pendidikan non formal sehingga kualitas sumber daya manusia itu dapat diselaraskan
dengan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh pembangunan. Hal itu selaras dengan tujuan
pendidikan nasional yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
3/81
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab seperti
disebutkan dalam Undang Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Bangsa Indonesia merupakan sebuah bangsa yang sebagian penduduknya melakukan
usaha produksi di bidang produksi ekstraktif seperti pertanian, perkebunan, kehutanan,
peternakan dan perikanan. Akan tetapi, pembangunan di bidang-bidang tersebut terutama di
bidang perikanan masih belum optimal. Belum optimalnya pembangunan di bidang
perikanan dapat dilihat dari adanya lingkaran kemiskinan yang menjerat nelayan hingga saat
ini. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya tingkat pendidikan nelayan di Indonesia.
Jumlah nelayan di Indonesia kurang lebih tiga puluh empat juta orang, 85% berpendidikan
sekolah dasar (SD) atau buta huruf, 12 % berpendidikan sekolah lanjutan pertama (SLTP);
2,97% berpendidikan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA), dan 0,03% berpendidikan
diploma (Dahuri, 2002).
Rendahnya kualitas SDM ini diduga akan semakin menurun dengan semakin
bertambahnya jumlah anak putus sekolah, walaupun pemerintah sudah mengadakan program
BOS (Bantuan Operasional Sekolah) sejak tahun 2006. Dugaan ini diperkuat dengan adanya
data yang dihimpun dari 33 kantor Komnas Perlindungan Anak di 33 provinsi di Indonesia
yang mengungkapkan bahwa pada tahun 2007 terdapat jumlah anak putus sekolah sebesar
11,7 juta anak (Kompas, 2008). Pendidikan yang rendah membatasi seseorang untuk terserap
dalam akses sumber-sumber ekonomi yang lebih baik sehingga seseorang dengan tingkat
pendidikan rendah cenderung mengalami kemiskinan dan ketertinggalan.
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
4/81
Persoalan kemiskinan inilah yang menjadi penyebab ketidakmampuan nelayan untuk
meningkatkan kualitasnya sehingga inovasi dan transfer pengetahuan tidak terjadi. Selain itu
nelayan yang memiliki kualitas SDM yang rendah akan melahirkan anak-anak dengan
kualitas SDM yang rendah pula dan begitu seterusnya. Hal itulah yang akan memunculkan
lingkaran kemiskinan yang sulit untuk diputus. Salah satu upaya untuk mengatasi kemiskinan
nelayan adalah dengan usaha meningkatkan kualitas SDM melalui pendidikan. Upaya
pelaksanaan pendidikan diatur dalam Undang Undang Dasar 1945 dalam Pasal 31, yaitu:
(1) Tiap-tiap warga berhak mendapatkan pengajaran
(2) Pemerintah mengusahakan dan menyelanggarakan suatu sistem pengajaran nasional yang
diatur menurut undang-undang
Pendidikan nasional yang berdasarkan pancasila adalah dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Sehubungan dengan itu
tanggung jawab pelaksanaannya dilaksanakan secara bersama-sama antara pemerintah,
masyarakat dan keluarga (orang tua). Menyadari akan pentingnya pendidikan pemerintah
terus berupaya untuk memajukan tingkat pendidikan rakyatnya. Dengan disusunya sistem
pendidikan nasional, diharapkan mampu melahirkan manusia-manusia yang dapat
membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan
bangsa. Pendidikan yang diselenggarakan di Negara Indonesia adalah untuk segenap bangsa
Indonesia, tidak terkecuali untuk anak-anak nelayan diberbagai pelosok pedesaan pantai.
Pendidikan formal sangat diperlukan oleh nelayan, namun di sisi lain pendidikan
formal memerlukan biaya pendidikan. Biaya pendidikan yang tinggi menjadi salah satu
faktor penghambat bagi nelayan kecil dengan status sebagai masyarakat miskin yang
memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan dasar hidupnya akibat dari ketidakpastian
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
5/81
usaha. Kemiskinan yang melekat mengakibatkan mereka tidak mampu memberikan
pendidikan yang cukup bagi anak-anaknya terutama pendidikan formal.
Sumber daya manusia sangat penting peranannya dalam proses pembangunan, untuk
itu pembangunan yang dilakukan senangtiasa bermuara pada pembangunan manusia. Salah
satu komponen dalam pembangunan manusia adalah peningkatan dibidang pendidikan,
kerena merupakan suatu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia,
semakin tinggi tingkat pendidikan suatu masyarakat maka semakin baik kualitas sumber
dayanya. Program pendidikan mempunyai andil yang sangat besar terhadap kemajuan
ekonomi bangsa. Pembangunan pendidikan pada dasarnya dilakukan dalam empat strategi
pokok yaitu pemerataan kesempatan, relevansi pendidikan dengan pembangunan, kualitas
pendidikan dan efesiensi pengelolaan.
Berkaitan dengan SDM yang berkualitas selain dapat ditingkatkan melalui pendidikan
yang bersifat formal juga dapat digali melalui pendidikan dalam keluarga sebagai wadah
sosial terkecil (pendidikan Non-formal). Kualitas SDM tidak lepas dari bagaimana keluarga
mendidik anak-anaknya dalam beberapa hal yang berkaitan dengan kehidupan baik dimasa
lalu, sekarang maupun di masa yang akan datang. Hal itu dapat menunjukkan bahwa untuk
menghasilkan SDM yang berkualitas, keluarga harus memaksimalkan fungsinya sebagai
lembaga pendidikan. Selain itu, peran keluarga terutama orang tua sangat penting dalam
proses pendidikan terutama sebagai motivator utama bagi anak-anaknya untuk meraih akses
pendidikan setinggi-tingginya, namun tekanan ekonomi yang menghimpit mayoritas nelayan
di Indonesia membuat anak-anak mereka tak mempunyai akses yang cukup pada pendidikan.
Bagi orangtua mereka lebih baik anak-anak bekerja; entah membantu melaut, menjadi buruh
pengupas kerang, atau mencari ikan-ikan tercecer yang bisa dijual.
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
6/81
Kondisi dunia perikanan dan kelautan saat ini dapat dikatakan krisis SDM
diakibatkan oleh rendahnya tingkat pendapatan dan tingkat pendidikan di kalangan nelayan,
padahal tuntutan untuk mengelola sumber daya alam laut sangat tinggi. Sehubungan dengan
hal itu dalam meneliti keadaan pendidikan dikalangan anak nelayan, tidak hanya pada aspek
tingkat pendidikannya saja, akan tetapi juga perlu dilihat bagaimana berbagai faktor di atas
berpengaruh terhadap pendidikan anak tersebut. Beragamnya determinan itu tentu membawa
berbagai implikasi terhadap keadaan pendidikan anak. Oleh karena itu penulis terdorong
untuk meneliti sebagaimana penulis mengambil judul: Kelanjutan Pendidikan Dikalangan
Anak Nelayan (Kasus, Desa Ujung Labuang, Kecamatan Suppa, Kabupaten Pinrang)hal
ini disebabkan karena di Di Desa Ujung Labuang Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang yang
penduduknya sebagian besar sebagai nelayan dan tingkat pendidikan anaknya sangat rendah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka fokus permasalahan yang akan dikaji
dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana gambaran keadaan keluarga nelayan di Desa Ujung Labuang,
Kecamatan Suppa, Kabupaten Pinrang?
2. Bagaimana pendapat orang tua nelayan terhadap pendidikan anak?
3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi keberlanjutan pendidikan anak nelayan?
C.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berangkat dari fokus masalah yang diangkat oleh peneliti, maka tujuan
diadakannya penelitian ini adalah:
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
7/81
a. Mengetahui gambaran keluarga nelayan di Desa Ujung Labuang Kec. Suppa, Kab.
Pinrang.
b.
Mengetahui Bagaimana pendapat orang tua nelayan terhadap pendidikan anak
c.
Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan keberlanjutan anak nelayan
dalam melanjutkan pendidikannya.
2. Kegunaan Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diaharapkan dapat berguna sebagai berikut:
a.
Diharapkan hasil penelitian ini menjadi salah satu sumber informasi bagi pihak yang
ingin mengetahui menegnai kelanjutan pendidikan dikalangan anak nelayan yang ada
di Desa Ujung Labuang Kec. Suppa Kab. Pinrang serta dapat menjadi referensi bagi
peneliti selanjutnya.
b.
Sebagai masukan bagi pemerintah setempat khususnya Pemerintah Kabupaten
Pinrang untuk lebih mengetahui kondisi sosial masyarakat di Desa Ujung Labuang.
c. Untuk menambah ilmu pengetahuan, utamanya mengenai pendidikan dikalangan
anak nelayan.
D. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis menyusunnya sesuai sistematika yang diterapkan
dalam setiap metode penulisan skripsi sebgai syarat untuk memenuhi persyaratan merai gelar
sarjana. Adapun sistematika pelulisan yang terdiri dari enam bab yang tersusun atas:
Bab I. Pendahuluan
Berisi latar belakang masalah, Rumusan masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian dan
Sistematika penulisan.
Bab II. Tinjauan pustaka dan kerangka konseptual
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
8/81
Berisi Tinjauan pustaka yang berisi tentang teori dan hasil penelitian yang relevan, factor-
faktor yang mempengaruhi keberlanjutan pendidikan, kerangka konseptual dan defenisi
teoritis.
Bab III. Metode penelitian
Berisi Pendekatan dan Strategi Penelitian, Jenis dan sumber data, Metode pengambialan
sampel, Waktu dan Lokasi Penelitian, Analisis data.
Bab IV. Gambaran umum lokasi penelitian
Mengenai gambaran umum lokasi penelitian, seperti: keadaan geografis, keadaan
demografis, keadaan pendidikan, keadaan ekonomi, dan keadaan sosial budaya.
Bab V. Hasil dan pembahasan
Mengenai kelanjutan pendidikan dikalangan anak nelayan di dusun Kassi Puteh Desa Ujung
Labuang Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang.
Bab VI. Penutup
Berisi tentang kesimpulan yang penulis temukan dalam penelitian ini dan saran-saran yang
perlu diperhatikan.
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
9/81
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEPTUAL
A. Konteks masyarakat nelayan
Masyarakat berasal dari kata musyarak (arab), yang artinya bersamasama, yang
kemudian berubah menjadi masyarakat, yang artinya berkumpul bersama, hidup bersama
dengan saling berhubungan dan saling mempengaruhi, selanjutnya mendapatkan kesepakatan
menjadi masyarakat (Indonesia).
Menurut Abdul Syani bahwa masyarakat merupakan kelompokkelompok makhluk
hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut hukum-hukumnya sendiri dan
berkembang menurut pola perkembangan yang tersendiri. Masyarakat dapat membentuk
kepribadian yang khas bagi manusia, sehingga tanpa adanya kelompok, manusia tidak akan
mampu untuk dapat berbuat banyak dalam kehidupan.
Supaya dapat menjelaskan pengertian masyarakat secara umum, maka perlu ditelaah
tentang ciri-ciri dari masyarakat itu sendiri. Menurut Soerjono Soekanto, menyatakan bahwa
sebagai suatu pergaulan hidup atau suatu bentuk kehidupan bersama manusia, maka
masyarakat itu mempunyai ciri-ciri pokok yaitu:
1. Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tidak ada ukuran yang mutlak
ataupun angka yang pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada.
Akan tetapi secara teoritis, angka minimumnya ada dua orang yang hidup barsama.
2. Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan
kumpulan benda-benda mati seperti umpamanya kursi, meja dan sebagainya. Oleh karena
dengan berkumpulnya manusia, maka akan timbul manusia-manusia baru. Manusia itu
juga dapat bercakap-cakap, merasa dan mengerti, mereka juga mempunyai keinginan-
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
10/81
keinginan untuk menyampaikan kesan-kesan atau perasaan-perasaannya. Sebagai akibat
hidup bersama itu, timbullah sistem komunikasi dan timbullah peraturanperaturan yang
mengatur hubungan antar manusia dalam kelompok tersebut.
3. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan.
4. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan
kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan
yang lainnya.
B.
Masyarakat Pesisir
Sebelum kita melihat lebih jauh tentang pengertian masyarakat pesisir, maka terlebih
dahulu kita melihat bahwa wilayah pesisr menurut Dahuri, Rais, Ginting dan Sitepu dalam
Sugeng Budiharsono (2005:22)
Wilayah pesisir adalah wilayah peralihan antara laut dan daratan, ke darat mencakup
daerah yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut dan ke arah
laut meliputi daerah paparan benua
Selain itu menurut Sugeng Budiharso (2005:22-23)
Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memproduksi ikan, namun bisa juga
dikatakan sebagai wilayah dengan tingkat pendapatan penduduknya tergolong di
bawah garis kemiskinan. Yang dimaksud dalam wilayah pesisir dan lautan
adalah wilayah yang dipengaruhi secara langsung oleh pengaruh pasang surut air laut,
sehingga batas darat adalah wilayah desa/kecamatan yang berbatasan dengan pantai,
sedangkan batasan laut adalah batas-batas wilayah kecamatan/ kabupaten/ provinsi
atau Negara.
Selanjutnya masyarakat pesisir adalah masyarakat yang tinggal di daerah pantai
dimana pencaharian ekonominya disandarkan pada hasil laut, masyarakat pesisir biasa juga
disebut masyarakat nelayan.
Nelayan di dalam Ensiklopedia Indonesia digolongkan sebagai pekerja, yaitu orang-
orang yang secara aktif melakukan kegiatan menangkap ikan, baik secara langsung maupun
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
11/81
tidak lansung sebagai mata pencahariannya. Dalam kamus besar Indonesia pengertian
nelayan adalah orang yang mata pencaharian utama dan usaha menangkap ikan di laut.
Masyarakat nelayan sendiri secara geografis adalah masyarakat yang hidup, tumbuh,
dan berkembang dikawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi antara wilayah darat dan
laut. Sedangkan menurut M. Khalil Mansyur mengatakan bahwa masyarakat nelayan dalam
hal ini bukan berarti mereka yang dalam mengatur hidupnya hanya mencari ikan di laut
untuk menghidupi keluarganya akan tetapi juga orang-orang yang integral dalam lingkungan
itu.
Dari beberapa definisi masyarakat nelayan dan definisi nelayan yang telah disebutkan
diatas dapat ditarik suatu pengertian bahwa:
1. Masyarakat nelayan adalah kelompok manusia yang mempunyai mata pencaharian
menangkap ikan laut.
2. Masyarakat nelayan bukan hanya mereka yang mengatur kehidupannya hanya bekerja
dan mencari ikan di laut, melainkan mereka yang juga tinggal disekitar pantai walaupun
mata pencaharian mereka adalah bercocok tanam dan berdagang.
Jadi pengertian nelayan secara luas adalah sekelompok manusia yang mempunyai
mata pencaharian pokok mencari ikan di laut dan hidup di daerah pantai, bukan mereka yang
bertempat tinggal di pedalaman, walaupun tidak menutup kemungkinan mereka juga mencari
ikan di laut karena mereka bukan termasuk komunitas orang yang memiliki ikatan budaya
masyarakat pantai.
Nelayan sesungguhnya bukanlah suatu entitas tunggal, tetapi terdiri dari beberapa
kelompok. Satria (2002) mengelompokkan nelayan berdasarkan status penguasaan kapital,
yaitu terdiri dari nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayanpemilik atau juragan adalah
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
12/81
orang yang memiliki sarana penangkapan seperti kapal /perahu, jaring dan alat tangkap
lainnya sedangkan nelayan buruh adalahorang yang menjual jasa tenaga kerja sebagai buruh
dalam kegiatan penangkapan ikan di laut, atau sering disebut Anak Buah Kapal (ABK).
Menurut Mubyarto (1984), nelayan dibagi menjadi lima macam status nelayan, yaitu:
1. Nelayan Kaya A, yaitu nelayan yang mempunyai kapal sehingga mempekerjakan nelayan
lain sebagai buruh nelayan tanpa ia harus ikut bekerja. Nelayan jenis ini biasa disebut
juragan.
2.
Nelayan Kaya B, yaitu nelayan yang memiliki kapal tetapi ia sendiri masih ikut bekerja
sebagai awak kapal.
3. Nelayan Sedang, yaitu nelayan yang kebutuhan hidupnya dapat ditutup dengan
pendapatan pokoknya dari bekerja sebagai nelayan, dan memiliki perahu tanpa
mempekerjakan tenaga dari luar keluarga.
4. Nelayan Miskin, yaitu nelayan yang pendapatan dari perahunya tidak mencukupi
kebutuhan hidupnya sehingga harus ditambah dengan bekerja lain,baik untuk ia sendiri
atau untuk istri dan anak-anaknya.
5.
Buruh nelayan atau tukang kiteng, yaitu bekas nelayan yang pekerjaannya memperbaiki
jaring yang sudah rusak. Pekerjaan ini biasanya dilakukan oleh kelompok orang-orang
miskin yang berusia diatas 40 tahun dan sudah tidak kuat lagi melaut.
Ditjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil, menyatakan bahwa dari
16.420.000 jiwa masyarakat pesisir yang menjadi sasaran dari program pemberdayaan
masyarakat pesisir, 32% dari masyarakat sasaran masih berada di bawah garis
kemiskinan, yaitu sebanyak 5.254.000 jiwa (Ditjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau
Kecil, 2007).
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
13/81
Menurut Satria (2002), kemiskinan dapat digolongkan berdasarkan penyebab
kemiskinan. Ada dua aliran besar yang melihat faktor-faktor penyebab kemiskinan.
Pertama, aliran modernisasi yang selalu menganggap persoalan kemiskinan disebabkan
faktor internal masyarakat. Dalam aliran ini, kemiskinan nelayan terjadi sebagai akibat
faktor budaya (kemalasan), keterbatasan modal dan teknologi, keterbatasan manajemen,
serta kondisi sumber daya alam. Kedua, aliran struktural yang menganggap kemiskinan
nelayan disebabkan oleh faktor eksternal. Kemiskinan struktural dapat terjadi akibat,
pertama, kemiskinan sebagai korban pembangunan. Kedua, kemiskinan terjadi karena
golongan tertentu tidak memiliki akses terhadap kegiatan ekonomi produktif akibat pola
institusional yang diberlakukan. Dari dua aliran besar yang melihat faktor-faktor
penyebab kemiskinan di atas kita dapat melihat bahwa salah satu hal mendasar yang
menyebabkan kemiskinan tersebut adalah kurangnya pengetahuan dan lemahnya
pendidikan, oleh karena itu faktor penting yang perlu ditingkatkan sebagai upaya untuk
memperkecil angka kemiskinan nelayan tersebut adalah dengan meningkatkan
pendidikan nelayan.
C. Pendidikan
Secara sederhana pendidikan bisa diartikan sebagai usaha mengarahkan peserta didik
dari tidak tahu menjadi tahu. Sehimgga dengan memiliki pengetahuan maka seseorang akan
menjadi lebih terarah dalam menentukan maupun mengambil keputusan.
Secara etimologi pendidikan dalam bahasa bahasa Yunanipaedagogi yaitu terdiri dari
kata PAIS artinya anak, dan AGAIN diterjemahkan membimbing, jadi paedagogie
bimbingan yang diberikan kepada anak (Abu Ahmad & Nur Uhbiyah, 2001:69).
Secara istilah menurut UU No. 20 Tahun 2003 :
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
14/81
Pendidikan Nasional yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan
terencanauntuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didiksecara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatanspiritualkeagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. (Hasbullah, 2005:4)
Dalam mendukung Sistem Pendidikan Nasional tersebut pemerintah Indonesia telah
mencanangkan Program Wajib Belajar sejak 2 mei 1994, diselenggarakan selama enam tahun
di sekolah dasar (SD) atau yang sederajat dan setara dengan SD dan tiga tahun di sekolah
menengah pertama (SMP). Namun efektivitas program ini masih patut dipertanyakan karena
masih tingginya angka putus sekolah, hal ini dimungkinkan karena adanya perbedaan yang
cukup mendasar antara wajib belajar yang diterapkan di Indonesia dan wajib belajar yang
diselenggarakan di negara maju. Ciri-ciri wajib belajar yang diterapkan di negara maju
(compulsoryeducation) adalah sebagai berikut:
a). Ada unsur paksaan agar peserta didik bersekolah
b). Diatur dengan undang-undang wajib belajar
c). Tolak ukur keberhasilan program adalah tidak adanya orang tua yang terkena sanksi
karena telah mendorong anaknya bersekolah
d). Ada sanksi bagi orang tua yang membiarkan anaknya tidak sekolah.
Sedangkan ciri-ciri wajib belajar yang diterapkan di Indonesia (universal primary
education) adalah sebagai berikut:
a). Tidak bersifat paksaan
b). Tidak diatur dengan undang undang tersendiri
c). Keberhasilan diukur dari angka partisipasi dalam pendidikan dasar
d).Tidak ada sanksi hukum bagi orang tua yang membiarkan anaknya tidak bersekolah
(Suwarso dan Suyoto, 1994).
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
15/81
Menurut UNESCO diacu dalam Suryani (2004) ada enam pilar pembelajaran
pendidikan yang direkomendasikan di abad mendatang yang sebagian bahkan semua pilar
tersebut sedang dan sudah dipraktikan di Negara maju, sedangkan di negara berkembang
termasuk di Indonesia masih lebih banyak dalam wacana. Enam pilar pendidikan tersebut
antara lain: (a) Learning to know (belajar untuk tahu), (b) learning to do (belajar
melakukan), (c) learning to be (belajar menjadi), (d) learning to live together (belajar heidup
bersama), (e) Learn howto learn (belajar bagaimana belajar), (f)Learning throughout life
(belajar melalui hidup).
Undang Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (3) tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyebutkan bahwa sistem pendidikan nasional Indonesia diartikan sebagai
keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap
jenjang dan jenis pendidikan. Ketiga jenis jalur pendidikan tersebut dapat saling melengkapi
dan memperkaya.
a. Pendidikan Formal
Pendidikan jalur formal adalah kegiatan yang sistematis, berstruktur, bertingkat
dimulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi dan yang setaraf dengannya;
termasuk didalamnya adalah kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum,
program spesialisasi, dan latihan profesional yang dilaksanakan dalam waktu yang terus
menerus. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang
terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Sedangkan
pengertian pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
16/81
Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan
mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (Undang Undang
No 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat (11) dan Ayat (13). Pendidikan jalur formal merupakan
bagian dari pendidikan nasional yang bertujuan untuk membentuk manusia Indonesia
seutuhnya sesuai dengan fitrahnya, yaitu pribadi yang beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, demokratis, menjunjung tinggi hak asasi
manusia, menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, memiliki kesehatan jasmani
dan rohani, memiliki keterampilan hidup yang berharkat dan bermartabat, memiliki
kepribadian yang mantap, mandiri, dan kreatif, serta memiliki tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan yang mampu mewujudkan kehidupan bangsa yang
cerdas dan berdaya saing di era global.
b. Pendidikan Non Formal
Menurut Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang dimaksud dengan pengertian pendidikan non formal adalah jalur
pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan
berjenjang. Terdapat beberapa jenis lembaga pendidikan yang menyediakan layanan
pendidikan non-formal di Indonesia, yaitu:
1) Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (BPPLSP): adalah
unit pelaksana teknis di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional di bidang
pendidikan luar sekolah. BP-PLSP mempunyai tugas melaksanakan pengkajian dan
pengembangan program serta fasilitasi pengembangan sumberdaya pendidikan luar
sekolahberdasarkan kebijakan Departemen Pendidikan Nasional.
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
17/81
2) Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB): adalah unit pelaksana teknis di
lingkungan Dinas Pendidikan Propinsi di bidang pendidikan luar sekolah. BPKB
mempunyai tugas untuk mengembangkan model program pendidikan luar sekolah
sesuai dengan kebijakan Dinas Pendidikan Propinsi dan kharakteristik propinsinya.
3) Sanggar Kegiatan Belajar (SKB): adalah unit pelaksana teknis Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota di bidang pendidikan luar sekolah (nonformal). SKB secara umum
mempunyai tugas membuat percontohan program pendidikan nonformal,
mengembangkan bahan belajar muatan lokal sesuai dengan kebijakan dinas
pendidikan kabupaten/kota dan potensi lokal setiap daerah.
4) Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM): suatu lembaga milik masyarakat
yang pengelolaannya menggunakan azas dari, oleh dan untuk masyarakat. PKBM ini
merupakan wahana pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat sehingga mereka
semakin mampu untuk memenuhi kebutuhan belajarnya sendiri. PKBM merupakan
sumber informasi dan penyelenggaraan berbagai kegiatan belajar pendidikan
kecakapan hidup sebagai perwujudan pendidikan sepanjang hayat.
5) Lembaga PNF sejenis: adalah lembaga pendidikan yang tumbuh dan berkembang di
masyarakat, yang meberikan pelayanan pendidikan nonformal berorientasi life
skills/keterampilan dan tidak tergolong ke dalam kategori-katagori di atas, seperti;
LPTM, Organisasi Perempuan, LSM dan organisasi kemasyarakatan lainnya
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelanjutan Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian Fathoni (2008) terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi keberlanjutan pendidikan atau mempengaruhi tingkat pendidikan. Dalam
penelitian tersebut dikatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan.
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
18/81
Faktor-faktor tersebut terbagi menjadi dua bagian yaitu faktor internal (keluarga dan orang
tua) dan faktor eksternal (lingkungan serta sarana informasi). Faktor internal terdiri dari
beberapa hal yaitu umur kepala keluarga, tingkat pendidikan kepala keluarga, besar keluarga
(besar tanggungan), total pendapatan keluarga, total pengeluaran keluarga, persepsi tentang
arti penting sekolah, persepsi tentang biaya pendidikan, dan status usaha kepala keluarga.
Faktor eksternal terdiri dari kebijakan pemerintah, informasi terhadap pendidikan, sarana
pendidikan, serta jarak sarana pendidikan. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Suryani
(2004) yang menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan
adalah sebagai berikut:
1. Faktor Internal
Faktor internal yang diduga berpengaruh terhadap tingkat pendidikan anak dalam
penelitian ini adalah karakteristik personal kepala keluarga dan persepsi keluarga
nelayan terhadap pendidikan. Karakteristik personal kepala keluarga yang diukur antara
lain tingkat pendidikan kepala keluarga, umur kepala keluarga, besarnya pendapatan
keluarga, jumlah tanggungan, nilai anak dalam keluarga, dan status sosial dalam
pekerjaan.
a. Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga
Menurut Gunarsa dan Gunarsa (Suryani, 2004) tingkat pendidikan secara
langsung dan tidak langsung akan menentukan baik buruknya pola komunikasi antara
anggota keluarga. Selain itu, imbas dari pendidikan orang tua akan mempengaruhi
persepsinya tentang penting atau tidaknya pendidikan. Menurut Heryanto (1998)
dengan dasar pendidikan yang relatif memadai untuk mampu memberikan makna
terhadap nilai, kegunaan dan pentingnya pendidikan bagi masa depan anaknya
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
19/81
sehingga kesungguhan untuk menambah wawasan dan bekerja keras untuk
menyekolahkan anaknya menjadi cita-cita dan harapan dalam hidupnya.
b. Umur Kepala Keluarga
Selain berkaitan dengan tingkat kedewasaan teknis seseorang, usia juga
mempunyai kaitan dengan tingkat kedewasaan psikologis. Dalam hal ini berarti
semakin lanjut usia seseorang, diharapkan akan semakin mampu menunjukan
kematangan jiwa (dalam arti semakin bijaksana), semakin mampu berpikir secara
rasional dan semakin mampu mengendalikan emosi dan sifat-sifat lainnya yang
menunjukan kematangan intelektual dalam psikologis, sehingga semakin tua usia
seseorang, motivasi yang dimiliki akan semakin tinggi. Usia dapat mempengaruhi
cara seseorang berpikir, mempersepsi dan menyikapi sesuatu yang menjadi objeknya
(Heryanto, 1998).
c. Pendapatan Keluarga
Kondisi ekonomi keluarga dapat diukur dengan tingkat kesejahteraan
keluarga. Salah satu indikator tingkat kesejahteraan keluarga adalah tingkat
pendapatan keluarga. Pendapatan nelayan dapat diperoleh dari usaha perikanan
(usaha penangkapan dan non-penangkapan) maupun dari usaha non perikanan yang
dilakukan oleh nelayan.
Di satu sisi pendidikan formal diperlukan oleh masyarakat nelayan, namun di
sisi lain pendidikan formal memerlukan biaya yang tidak sedikit. Biaya yang tinggi
menjadi salah satu faktor penghambat bagi para nelayan dengan status sebagai
masyarakat miskin yang memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan dasar
hidupnya akibat dari ketidakpastian berusaha. Kemiskinan yang melekat erat pada
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
20/81
nelayan mengakibatkan mereka tidak mampu memberikan pendidikan yang cukup
bagi anak-anaknya terutama pendidikan formal (Erizal diacu dalam Suryani 2004).
d. Jumlah Tanggungan
Banyaknya tanggungan dalam keluarga berimplikasi pada besar kecilnya
pengeluaran dalam satu keluarga. Berdasarkan hasil penelitian Suryani (2004) di
Desa Karangjaladri Ciamis, semakin banyak jumlah tanggungan mengakibatkan
persepsi masyarakat nelayan terhadap pendidikan formal semakin rendah.
e.
Nilai Anak dalam Keluarga
Nilai anak adalah peranan yang dimainkan oleh anak dalam kehidupan
orangtuanya. Pada dasarnya semua orang tua menginginkan kondisi anaknya lebih
baik dari kondisi orang tua dalam menjalani kehidupan yang dapat ditunjukkan
dengan harapan orang tua terhadap masa depan kehidupan anaknya. Hasil penelitian
Sukmawan (2000) di Sukabumi menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga nelayan
sangat mengharapkan anaknya dapat menjadi pegawai negeri atau swasta.
f. Status Sosial
Status (kedudukan) sosial adalah tempat seseorang secara umum dalam
masyarakatnya sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulan,
prestise, hak dan kewajibannya. Secara tidak langsung kedudukan (status) dapat
mencerminkan adanya pelapisan (stratifikasi sosial). Untuk mempelajari stratifikasi
sosial menurut Zanden (1990) diacu dalam Satria (2001) terdapat tiga pendekatan
yang harus dilakukan, yaitu:
a) Pendekatan objektif, yaitu menggunakan ukuran objektif berupa variabel yang
mudah diukur secara statistik seperti pekerjaan, pendidikan, atau penghasilan.
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
21/81
b) Pendekatan subjektif (self-placement), yaitu kelas dilihat sebagi kategori sosial
dan disusun dengan meminta responden untuk menilai statusnya sendiri.
c)
Pendekatan reputasional, yaitu subjek penelitian diminta untuk menilai status
orang lain dan menempatkannya pada posisi tertentu.
Dalam penelitian, pendekatan yang akan digunakan adalah pendekatan
objektif yaitu melihat kedudukan nelayan berdasarkan pekerjaan. Status social
nelayan dibagi berdasarkan pemilikan armada dan alat tangkap. Berdasarkan
pemilikan armada dan alat tangkap, nelayan dibedakan menjadi nelayan pemilik
dan nelayan pandhiga. Berdasarkan hasil penelitian Suryani (2004) di Ciamis
didapat bahwa semakin tinggi status sosial nelayan maka persepsi terhadap
pendidikan formal akan semakin tinggi.
g. Persepsi Terhadap Pendidikan Formal
Persepsi merupakan proses pencarian informasi untuk dipahami melaluialat
penginderaan (penglihatan, pendengaran, peraba, dan sebagainya) dan alat untuk
memahaminya adalah kognisi atau kesadaran (Sarwono 1999 diacu dalam Suryani
(2004)). Setiap lingkungan sosial budaya yang berbeda dan reaksi yang berbeda akan
menghasilkan persepsi yang berbeda pula (Markovsky diacu dalam Suryani (2004)).
Para orang tua nelayan kurang memperhatikan pendidikan formal anaknya
dengan baik, dapat membaca dan menulis adalah tujuan utama untuk menyekolahkan
anak. Motivasi orang tua untuk menyekolahkan anak akan sangat tergantung pada
bagaimana penilaian orang tua terhadap tujuan dan system pendidikan formal.
2. Faktor Eksternal
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
22/81
Faktor ekternal yang berpengaruh terhadap tingkat pendidikan anak antara lain
jarak tempat tinggal dengan sarana pendidikan, jumlah jam kerja, keterdedahan
informasi, dan relevansi kurilukum dengan kebutuhan lingkungan.
a. Jarak Tempat Tinggal
Menurut Heryanto (1998) jarak tempat tinggal ke sarana pendidikan dan pusat
informasi pendidikan penting dijadikan pertimbagn untuk menyekolahkan anak, karena
terkait dengan transportasi, biaya dan waktu pengawasan kemajuan prestasi anak.
b. Keterdedahan Informasi
Berdasarkan hasil penelitian Suryani (2004) pemanfaatan media menjadi hal yang
penting dalam hal penunjang pendidikan dan semakin banyak informasi yang diterima
oleh nelayan maka persepsi masyarakat terhadap pendidikan formal akan semakin tinggi.
c. Jumlah Jam Kerja Anak
Jumlah jam kerja anak adalah banyaknya waktu ysng dipergunakan anak untuk
membantu usaha orang tua dianggap berpengaruh terhadap tingkat pendidikan anak
karena bersadarkan beberapa sumber menyebutkan bahwa banyak anak nelayan usia
sekolah yang sudah terjun untuk membantu usaha orang tuanya untuk menambah
pendapatan keluarga. Hasil penelitian Sumarsono di Jawa Timur diacu dalam Suryani
(2004) menyebutkan bahwa anak merupakan faktor produksi yang dapat membantu
penghasilan keluarga karena mampu memperoleh penghasilannya sendiri.
Fenomena keseharian masyarakat nelayan yaitu baik anak lelaki maupun anak
perempuan secara lebih dini terlibat dalam proses pekerjaan nelayan dari mulai persiapan
orang tua mereka untuk ke laut sampai dengan menjual hasil tangkapan. Hal ini tentunya
berimplikasi kepada kelangsungan pendidikan anakanak nelayan.
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
23/81
d. Relevansi kurikulum dengan keutuhan lingkungan
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Undang Undang Pendidikan
Nasional 2003). Dalam pasal 36 ayat (1) disebutkan bahwa pengembangan kurikulum
dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Pada pasal 36 ayat (2) kurikulum pada semua jenjang dan jenis
pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan,
potensi daerah, dan peserta didik.
Menurut Dahuri (2002) wacana kelautan perlu dikembangkan dalam pelajaran di
sekolah (tingkat dasar dan menengah) hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa etos
kebaharian sudah mulai menurun dan melemah terutama di kalangan generasi muda.
Lunturnya etos kebaharian tersebut disebabkan system pendidikan nasional yang
mewarisi gagasan politik etis. Rickcleft (1991) diacu dalam Dahuri (2002) menjelaskan
bahwa politik etis yang ditanamkan berakar pada permasalahan-permasalahan ekonomi
dan adanya unsur kemanusiaan sebagai balas jasa. Sistem pendidikan pada masa tersebut
bias pada kepentingan penjajah yang mengenyampingkan etos kebaharian. Ketiadaan
orientasi pendidikan pada wacana kelautan, mengakibatkan seolah-olah menjadi beban
dan tidak menjadi prioritas dalam pilihan hidup masyarakat pesisir dan kondisi tersebut
menyebabkan tingkat pendidian di kalangan nelayan rendah (Ramli 2002 diacu dalam
Dahuri 2002).
Salah satu implementasi manajemen berbasis sekolah adalah adanya
pengembangan kurikulum dengan memperhatikan kebutuhan siswa, memperhatikan
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
24/81
sumberdaya yang ada dan harus mampu mengatur perubahan sebagai fenomena alamiah.
Dalam pelaksanaannya pengembangan kutikulum yang telah digariskan tersebut yaitu
dengan pemberlakuan kurikulum berbasis kompetensi.
E. Kerangka Konseptual
Proses pendidikan sangat memerlukan adanya hubungan timbal balik antara tiga
unsur yang mempengaruhi keberlanjutan dan proses pendidikan anak yaitu keluarga,
masyarakat, dan lingkungan. Dalam hal ini anak merupakan posisisentral yang sangat rentan
untuk dipengaruhi oleh ketiga faktor tersebut. Penelitian ini mengkaji tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi keberlanjutan seorang anak dalam mengakses pendidikan untuk
tercapainya mutu anak yang diharapkan. Faktor-faktor tersebut terdiri dari beberapa bagian
yaitu karakteristik sosial ekonomi orang tua (nelayan), jenis layanan pendidikan, serta
ketersediaan informasi layanan pendidikan. Penelitian ini juga berusaha mencoba membantu
merumuskan alternatif layanan pendidikan non-formal yang lebih sesuai dengan
kondisi/situasi rumah tangga nelayan.
Karakteristik sosial ekonomi orang tua nelayan yang akan dilihat dalam penelitian ini
adalah umur kepala keluarga dan ibu saat dilakukan wawancara, tingkat pendidikan yang
berupa lama sekolah anggota keluarga dihitung dalam jumlah tahun yang sudah dihabiskan
anggota keluarga tersebut untuk bersekolah, pendapatan keluarga yang merupakan jumlah
keseluruhan pendapatan keluarga termasuk ayah, ibu dan anak serta anggota keluarga lain,
besar keluarga yaitu banyaknya anggota keluarga dalam keluarga tersebut, persepsi terhadap
pendidikan, status usaha kepala keluarga serta nilai anak dalam keluarga yang terbagi
berdasarkan jenis kelamin anak tersebut. Jenis layanan pendidikan terbagi tiga yaitu layanan
pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pendidikan informal, tetapi yang termasuk
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
25/81
dalam ruang lingkup penelitian hanya pendidikan formal dan pendidikan non formal.
Ketersediaan informasi dapat dilihat dari adanya media-media informasi mengenai layanan
pendidikan yang dapat diakses oleh rumah tangga perikanan dan intensitas keluarga nelayan
dalam menggunakan media informasi tersebut.
SKEMA KERANGKA KONSEPTUAL
KELUARGA NELAYAN
Latar Belakang Kehidupan Sosial-Ekonomi Keluarga Nelayan, meliputi :
Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendapatan / Upah
Kondisi Kesehatan
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
26/81
F.
Definisi Teoritis
Untuk memudahkan peneliti dalam proses penelitian, berikut akan dikemukakan
beberapa konsep-konsep yang digunakan oleh peneliti dalam mengkaji masalah Kelanjutan
pendidikan dikalangan anak nelayan. Berikut ini beberapa rumusan konsep-konsep tersebut :
Kelanjutan Pendidikan Dikalangan Anak Nelayan
(Kasus, Desa Ujung Labuang, Kecamatan Suppa,Kabupaten Pinrang
Pendidikan Anak
Pendidikan
informal
Pendidikan
formal
Pendidikan non
formal
- Pendidikan
dasar
-
Pendidikan
menengah
- Pendidikan
tinggi
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
27/81
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan tentang
pengertian pendidikan yaitu: Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-
anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada
pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat
dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Menurut H. Horne, adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih
tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas
dan sadar kepada tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional
dan kemanusiaan dari manusia.
Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan penangkapan ikan.
Keberlanjutan pendidikan merupakan proses berlangsungnya pendidikan tanpa terputus di
tengah jalan. Keberlanjutan pendidikan terbagi menjadi dua yaitu seorang anak tetap
melanjutkan sekolah di lembaga pendidikan formal dan seorang anak putus sekolah
sebelum menyelesaikan pendidikannya. Jika anak responden yang dimintai informasi
mengalami putus sekolah maka ditanyakan alternatif pendidikan yang menurut nelayan
lebih sesuai dengankondisi rumah tangga perikanan.
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
28/81
Menurut Koentjaraningrat masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi
menurut suatu system adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan yang terikat oleh
suatu rasa identitas bersama.
Nelayan menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 adalah orang yang mata
pencahariannya melakukan penangkapan ikan.
Aksesibilitas terhadap pendidikan adalah kemudahan seseorang untuk mendapatkan akses
pendidikan yang layak. Mudah atau tidaknya pencapaian aksesibilitas mempengaruhi
keberlanjutan pendidikan anak nelayan.
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
29/81
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Strategi Penelitian
Dalam penelitian ini Metode yang digunakan adalah metode pendekatan deskriptif
dengan menggunakan survey, yaitu metode dalam meneliti status sekelompok manusia,
suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa
sekarang. Menurut Whitney (Nazir, 1999), metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan
interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam
masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu.
B. Jenis dan sumber data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data
kuantitatif. Data kualitatif adalah fakta yang diperoleh selama penelitian berupa kata-kata
atau tulisan dari manusia atau tentang perilaku manusia yang dapat diamati (Taylor dan
Bogdan (Sitorus, 1998)).
Data kuantitatif yaitu data yang nilainya berbentuk numerik atau angka (Kusmayadi
dan Endar dikutip oleh Aryani (2007)). Berdasarkan sumber data dibedakan menjadi dua
kelompok yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer merupakan data yang didapatkan melalui wawancara, pengukuran, dan
pengamatan langsung di lapangan. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
1. Kuesioner (quetionaire) adalah suatu cara pengumpulan data dengan cara memberikan
daftar pertanyaan atau angket yang telah disediakan kepada responden.
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
30/81
2. Menurut Sitorus (1998) wawancara adalah proses memperoleh data dengan cara tanya
jawab secara langsung dan temu muka langsung dengan responden. Pengumpulan data
seperti ini dituntut untuk melakukan banyak pelacakan guna mendapatkan data yang
lebih dalam, utuh, dan rinci.
3. Observasi (observation), pengamatan langsung pada suatu objek yang akan diteliti untuk
mendapatkan gambaran yang tepat mengenai objek penelitian.
Data Sekunder adalah pengumpulan data yang dilakukan melalui studi kepustakaan
yang terdiri dari:
1.Penelitian kepustakaan adalah dengan mengumpulkan buku-buku, karya ilmiah, makalah
yang memiliki relevansi dengan masalah yang sedang diteliti.
2.Studi dokumentasi adalah dilakukan dengan menelaah catatan tertulis, dokumen, dan
arsip yang menyangkut masalah yang diteliti yang berhubungan dengan masalah yang
diteliti.
C. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga yang berada di Dusun
Kassi Pute Desa Ujung Labuang Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang yang berjumlah 369
kepela keluarga.
Sampel diartikan sebagian dari populasi yang menjadi sumber data yang sebenarnya,
dengan kata lain sampel adalah sebagian dari populasi. Menurut Arikunto (2006: 134) jika
jumlah populasi kurang dari 100 maka untuk dijadikan sampel diambil seluruhnya, namun
jika lebih besar dari 100 maka dapat diambil 10 %-15 % atau 20 %-25 % atau lebih.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka jumlah Sampel yang digunaka dalam penelitian ini
sebanyak 40 kepala keluarga.
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
31/81
Teknik rancangan sampling yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah teknik
rancangan sampling probabilitas/ probability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel
yang diberikan sama bagi setiap unsur anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota
sampel. Sedangkan metode sampling yang peneliti gunakan adalah sampling random
sederhana, yaitu dengan member nomor pada seluruh anggota populasi, lalu mengundinya
(merandom/mengacak) sampai mendapatkan jumlah sampel yang dibutuhkan.
D. Waktu dan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah obyek penelitian dimana kegiatan penelitian dilakukan.
Penentuan lokasi penelitian sangat penting karena berhubungan dengan data-data yang harus
dicari sesuai dengan fokus yang ditentukan, lokasi penelitian juga menentukan apakah data
bisa diambil dan memenuhi syarat baik volumenya maupun karakter data yang dibutuhkan
dalam penelitian. Pertimbangan geografis serta sisi praktis seperti waktu, biaya, dan tenaga
akan menentukan lokasi penelitian.
Cara terbaik yang perlu ditempuh dalam menentukan lapangan penelitian ialah
dengan jalan mempertahankan teori substantif, pergilah dan jadakilah lapangan untuk
melihat apakah dapat kesesuaian dengan kenyataan yang ada di lapangan keterbatasan
geografis dan praktis seperti waktu, biaya dan tenaga, perlu juga dijadikan pertimbangan
dalam menentukan lokasi penelitian.
Lokasi penelitian dilaksakan di Desa Ujung Labuang, Kecamatan Suppa, Kabupaten
Pinrang, Sulawesi Selatan pada bulan Oktober-November 2012.
E. Analisis data
Data yang terkumpul baik melalui penjaringan data lapangan maupun melalui
dokumen-dokumen dilakukan langkah-langkah melalui pengecekan kelengkapan data,
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
32/81
kemudian penentuan tabel frekwensi sederhana, dan terakhir mengklasifikasikan sesuai
dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan. Dari klasifikasi data, selanjutnya dilakukan
langkah-langkah analisis secara deskriptif dengan bantuan tabel frekwensi sederhana.
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
33/81
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI
A. Kondisi Geografis
Desa Ujung Labuang merupakan salah satu daerah yang berada dalam kawasan
Kecamatan Suppa, Kabupaten Pinrang, Propinsi Sulawesi Selatan. Suhu rata-rata
diperkirakan berkisar antara 23-250C. Selain itu, kondisi medannya juga tidak merata, serta
beberapa bagian akses jalan masih dalam kondisi rusak. Luas wilayah Desa Ujung Labuang
adalah 36, 30 ha/m2, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah utara : Desa Wiringtasi
Sebelah timur : Desa Ujung Lero
Sebelah barat : Desa Wiringtasi
Sebelah selatan : Kota Pare-pare
Jarak antara Desa Ujung Labuang dari ibu kota kecamatan 17 km dan jarak antara
Desa Ujung Labuang dari ibu kota kabupaten 39 km.
Desa Ujung Labuang mempunyai kontur permukaan tanah datar dengan ketinggian
dari permukaan laut antara 0 2 meter. Pasang surut kawasan ini mempunyai sifat harian
tunggal dan kisaran antara surut tertinggi dan terendah adalah 1,2 meter dan gerakan periodik
ini walaupun kecil tetap berpengaruh pada kondisi pantai kawasan ini. Arus laut pada daerah
ini berkecepatan 1,5 knot dengan ketinggian gelombang antara 0 1 meter , jika terjadi angin
kuat gelombang dapat mencapai 1,5 sampai 2 meter.
Desa Ujung Labuang terletak didaerah yang strategis karena letaknya yang berada di
ujung pulau yang berseblahan dengan kota pare-pare. Akses menuju daerah ini boleh dikata
masih kurang baik, meski jalanan beraspal namun hampir semuanya sudah rusak, tapi daerah
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
34/81
ini masih muda diaskes baik dengan kendaraan bermotor, angkutan umum maupun dengan
perahu kapal.
B. Keadaan Demografi
a. Penduduk
Penduduk merupakan jumlah orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah pada
waktu tertentu dan merupakan hasil proses-proses demografi yaitufertilitas, mortalitas, dan
migrasi (Rusli, 1995). Selain itu Rusli juga menjelaskan bahwa komposisi penduduk
menggambarkan susunan penduduk yang dibuat berdasarkan pengelompokan penduduk
menurut karakteristik-karakteristik yang sama seperti etnis, agama, kewarganegaraan,
bahasa, pendidikan, jenis kelamin,dan golongan pendapatan.
Jumlah penduduk Desa Ujung Labuang berdasarkan rekapitulasi bulan Juli 2012
berjumlah 2.013 jiwa yang terdiri dari 1.058 laki-laki dan 955 perempuan. Adapun kondisi
demografis Desa Ujung Labuang.
Keadaan penduduk Desa Ujung Labuang Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang
berdasarkan dengan tingkat dusun dapat dilihat pada table berikut:
Tabel 1: jumlah penduduk berdasrkan dusun
NO NAMA
DUSUN
JUMLAH KK PENDUDUK
1. Kassi Pute 369 1551
2. Tanah Millie 98 462
Sumber: Profil Desa Ujung Labuang, 2012
Dengan demikian dapat dilihat bahwa jumlah penduduk terbanyak tedapat di dusun
Kassi Pute dengan persentase sebanyak 369 kepala keluarga atau sekitar 1551 orang
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
35/81
penduduk, dibandingkan dengan yang ada didusun Tanah Milie hanya terdapat 98 kepala
keluarga atau terdapat sekitar 462 orang penduduk.
Adapun jumlah penduduk berdasrkan golongan umur dapat dilihat pada tabel berikit:
Tabel 2: Jumlah penduduk menurut golongan umur
GOLONGAN UMUR JUMLAH
1- 10 tahun 557
11- 20 tahun 460
21- 30 tahun 323
31- 40 tahun 240
41 - 50 tahun 233
> 50 tahun 200
Sumber: Profil Desa Ujung Labuang, 2012
Dari tabel diatas nampak bahwa penduduk dengan usia/umur 1-10 tahun paling
banyak diantara selurauh tingkat usia yang ada di Desa Ujung Labuang dengan jumlah
sebanyak 557 orang sedangkan yang paling sedikit adalah penduduk yang memiliki usia
diatas 50 tahun yaitu sebanyak 200 orang. Adapun jumlah penduduk berdasarkan jenis
kelamin dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3: Jumlah penduduk menurut jenis kelamin
JENIS KELAMIN JUMLAH
Laki-laki 1.058
Perempuan 955
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
36/81
Total 2.013
Sumber: Profil Desa Ujung Labuang, 2012
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki
lebih besar dari pada jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan dengan deviasi sebesar
103, atau penduduk berjenis kelamin laki-laki sebanyak 1058 orang dan penduduk berjenis
kelamin perempuan sebanyak 955 orang sehingga jumlah total penduduk sebanyak 2.013
orang dengan 467 kepala keluarga.
b.
Keadaan pendidikan
Sebagai upaya untuk mewujudkan salah satu aspirasi bangsa yang diamanatkan dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, demikian juga perkembangan suatu daerah, factor pendidikan memang peran yang
sangat menentukan. Dikatakan demikian karena hanya dengan pendidikan, tujuan
pembangunan nasional dapat terealisasi dengan sebaik-baiknya.
Dengan keterbatasan pendidikan dapat berakibat rendahnya kecerdasan hal ini
merupakan tendensi masyarakan untuk senangtiasa hidup statis. Jadi dalam hal ini
pendidikan itu mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap usasha peningkatan taraf
hidup masyarakat.
Mengenai gambaran tentang tingkat pendidikan masyarakat di Desa Ujung Labuang
dapat dilihat pada tabel berikut:
Table 4: Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan Jumlah
Belum sekolah 320
Tidak sekolah 200
Tidak tamat SD 94
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
37/81
Tamat SD 105
Tamat SMP/Sederaja 112
Tamat SMA/Sederajat 95
Tamat D1/Sederajat 8
Tamat Akademi/PT 2
Sumber: Profil Desa Ujung Labuang, 2012
Dengan demikian rata-rata tingkat pendidikan masyarakat Desa Ujung Labuang
adalah mayoritas tidak sekolah yaitu sebanyak 200 orang, sedangkan yang tamat SD
sebanyak 105 orang, tamat SMP/ sederajat 112 orang, tamat SMA/sederajat 95 orang, dan
yang selesai D1 8 orang serta yang selesai akademi/ S1 hanya 2 orang.
Keadaan tersebut juga dipengaruhi oleh masih terbatasnya sarana pendidikan. Lebih
lengkapnya dapat dilihat pada table berikut:
Tabel 5: Sarana pendidikan
Sekolah Jumlah
TK
SD
SLTP/MTs
SLTA/ Sederajat
2
2
-
-
Sumber: Profil Desa Ujung Labuang, 2012
Dengan melihat tabel diatas maka dapat diketahui bahwa sarana pendidikan di Desa
Ujung Labuang masih sangat minim karena belum ada bangunan Sekolah lanjutan seperti
Sekolah Menengah Pertama (SMP/sederajat) apalagi bangunan Sekolah Menengah Atas
(SMA). Padahal sarana pendidikan seperti ini sangat diperlukan untuk keberlanjutan
pendidikan anak, apalagi letak Desa ini sangat jauh dari pusat Ibu Kota Kecamatan lebih-
lebih pusat Ibu Kota Kabupaten.
c. Keadaan ekonomi
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
38/81
Adapun keadaan sosial ekonomi masyarakat Desa Ujung Labuang sebagian besar
bermata pencaharian sebagai nelayan. Selain itu, ada juga peternak, buruh,
pedagang/wiraswasta dan petani.
Keadaan ekonomi penduduk Desa Ujung Labuang dapat dilihat menurut pekerjaan.
Lebih jelasnya pada table berikut:
Tabel 6: Keadaan penduduk menurut pekerjaan
PEKERJAAN JUMLAH
Tidak bekerja
Buruh
Pedagang/Wiraswasta
Nelayan
PNS/ABRI/Pensiunan
Pegewai Swasta
Petani
-
140
135
865
7
4
75
Sumber: Profil Desa Ujung Labuang, 2012
Desa Ujung Labuang adalah daerah pantai atau menurut tipologinya merupakan
daerah pesisir, sehingga sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan,
sebagian sebagai buruh dan wiraswasta serta bertani adalah pekerjaan sampingan guna untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya.
d. Keadaan kesehatan
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Kesehatan sangatlah erat kaitannya dengan kesejahteraan, semakin baik kondisi
kesehatn seseorang maka tingkat produktifitasnya juga akan semakin baik. Keadaan seperti
ini harus didukung pula dengan fasilitas kesehantan, seperti yang digambarkan dibawah:
Tabel 7: Sarana Kesehatan
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
39/81
Sarana kesehatan Jumlah
Puskesmas
Pustu
MCK Umun
-
1
4
Sumber: Profil Desa Ujung Labuang, 2012
Melihat tabel diatas dapat kita ketahui bahwa kondisi pelayanan kesehatan di daerah
ini sangat minim. Puskesmas yang merupakan unit pelayanan teknis dinas (UPTD) kesehatan
kabupaten/kota yang bertanggungjawab melakukan pembangunan kesehatan disuatu wilayah
nampak tidak ada, yang ada hanyalah puskesmas pembantu (pustu) itupun kelihan kosang
dan menurut masyarakat setempat bahwa fasilitas ini tidak pernah digunakan selama
dibangun.
Sarana dan prasarana pembuangan air limbah domestik di Desa Ujung Labuang pada
dasarnya sudah tersedia seperti MCK yang merupakan sarana utama bagi masyarakat nelayan
untuk memenuhi kebutuhan mandi cuci dan konsumsi sehari-hari. Sarana MCK sudah
disiapkan tetapi tidak bertahan lama, pembangunan sarana dan prasarana sanitasi masih
belum memenuhi standar baik dari kapasitas, jumlah/volume maupun hal teknis lain.
e. Keadaan sosial budaya
Masyarakat Desa Ujung Labuang yang mayoritas suku mandar dalam sistem
kekerabatannya menganut prinsip bilateral yaitu mengikuti kedua garis keturunan yaitu ayah
dan ibu. Pemilihan tempat tinggal untuk menetap setelah menika adalah pada lingkungan
keluarga istri dan biasanya juga memilih dan mendirikan rumah atau tempat tinggal sebisa
mingkin tidak jauh dari tempat menetap keluarga istri. Oleh karena itu sistem kelompok
keluarga bagi suku mandar pada umumnya menganut sistem keluarga batih. Suku mandar
membedakan keluarga luas antara family jauh dan family dekat yang masih mempunyai
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
40/81
hubungan darah. Keluarga dekat disebut sangana kadeppe, dan keluarga jauh disebut
sangana karambo sementara keluarga dari suami atau istri yang tidak mempunyai
hubungan disebut mattitanikeng.
Salain itu ada juga budaya atau tradisi unik masyarakt Desa Ujung Labuang yang
biasa dilakukan yaitu mappande tasi (member makan laut) biasa juga disebut oleh
masyarakat setempat sebagai pesta nelayan yang dilaksanakan setiap tahunnya biasanya
berlangsung pada bulan Mei atau Juni, dimana dalam upacara adat ini biasa diadakan
perlombaan balap perahu yang di ikuti oleh warga setempat, dan paling banyak ikut dalam
perlombaan ini didominasi oleh anak mudah. Hal ini dipercaya sebagai tanda syukur mereka
kepada yang kuasa atas limpahan rahmat terutama hasil kekayaan lautnya serta berharap
diberi penghasilan yang lebih banyak lagi.
Sementara dalam sistem kepercyaan, masyarakat Desa Ujung Labuang ini mayoritas
beragama islam bahkan dapat dipastikan bahwa di Desa ini tidak terdapat agama lain selain
Islam, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
tabel 8: Jumlah penduduk berdasarkan agama
Agama Jumlah
Islam
Non-Islam
2.013
-
Sumber: Profil Desa Ujung Labuang, 2012
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa semua masyarakat Desa Ujung Labuang
adalah beragama islam, maka dari itu kegiatan keagamaan mereka ditunjang dengan sarana
peribadatan berupa mesjid atau mushalla, berikut tabelnya:
Tabel 9: Sarana peribadatan
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
41/81
Sarana peribadatan Jumlah
MesjidMushalla
3-
Sumber: Profil Desa Ujung Labuang, 2012
Dalam hal agama, masyarakat Desa Ujung Labuang seluruhnya beragama Islam dan
sarana peribadatan yang tersedia di Desa Ujung Labuang terdiri dari 3 mesjid/mushallah.
Bangunan tempat peribadatan tersebut adalah hasil swadaya masyarakat setempat dan bantuan
pemerintah dengan tipe bangunan permanen.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Identitas Responden
Dalam penelitian ini sebagaimana dikemukakan sebelumnya bertuajuan untuk
mendeskripsikan fenomena yang dihadapi keluarga pada masyarakat Desa Ujung Labuang
sehubungan dengan peluang atau usaha dalam melanjutkan pendidikan bagi anak nelayan.
Kelanjutan pendidikan dikalangan anak nelayan dimaksud memiliki ketidaksamaan dalam
masyarakat berdasarkan kondidi sosial ekonomi. Berdasarkan lokasi yang menjadi fokus
penelitian yaitu Desa Ujung Labuang Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang. Menunjukkan
bahwa daerah ini cukup potensial dari segi sumber daya alamnya karna didukung dengan
potensi laut yang kaya atas biota laut utamanya ikan.
1. Jenis kelamin
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh penulis, dapat diketahui jenis kelamin
responden pada tabel berikut:
Table 10: distribusi responden berdasarkan jenis kelamin
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
42/81
No Jenis kelamin Frekuensi persentase
1 Laki-laki 40 100%
2 perempuan - -
jumlah 40 100%
Sumber: hasil olahan data primer, 2013
Dari tabel diatas menunjukkan responden laki-laki berjumlah 40 responden
(100% ) dan responden perempuan itu tidak ada ( 0% ), ini disebabkan karena responden
yang diambil memang keseluruhan adalah laki-laki.
Kita semua tau bahwa dalam masyarakat nelayan peran pungsi kaum lelaki lebih
besar dibandingkan dengan kaum perempuan dalam hal pencarian nafkah, maka dari itu
petulis berinisiatif untuk mengambil responden laki-laki secara keseluruhan.
2. Umur
Umur merupakan salah satu faktor yang dapat memberikan gambaran tentang cara
pandang seseorang. Terkadang semakin dewasa umur seseorang maka semakin bijak ia
menyikapi atau merespon sesuatu. Oleh karena itu berikut disajikan responden berdasarkan
umur:
Table 11: distribusi responden berdasarkan kelompok umur
No Kelompok umur Frekuensi persentase
12
3
4
5
25-30 tahun
31-40 tahun
41-55 tahun
>55 tahun
1
17
14
8
2,5%
42,5%
35,0%
20,0%
jumlah 40 100%
Sumber: hasil olahan data primer, 2013
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
43/81
Dalam keluarga nelayan, pendapatan keluarga sangat ditentukan dari sejahu mana
kemampuan orang tua pada khususnya dalam memenuhi kebutuhan keluarganya, ini sangat
ditentukan oleh kondisi pisik utamanya masyalah umur atau usia karena berdampak laansung
pada masalah kesehatan.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa frekuensi terbanyak terdapat pada kategori 31-
40 tahun sebanyak 17 responden (42,5%), kemudian frekuensi 41-55 sebanyak 14 responden
(35,0%) disusul frekuensi >55 tahun sebanyak 8 responden (20,0%) dan frekuensi terkecil
ada pada kategori 25-30 tahun hanya 1 responden (2,5%) karena responden yang diteliti
adalah masyarakat nelayaang yang sudah berkeluarga dan memiliki keturunan.
Pada umumnya masyarakat nelayan yang berumur muda dan sehat memiliki
kemampuan fisik yang lebih besar, cepat menerima hal-hal baru yang dianjurlan dan berjiwa
dinamis. Ini disebabkan karena nelayan muda lebih berani mengambil resiko, dan biasanya
kurang berpengalaman. Di lain pihak, nelayan yang berumur tua mempunyai kapasitas
pengelolaan cabang perikanan yang lebih baik dan matang serta memiliki banyak
pengalaman. Dengan demikian dapat dilihat bahwa responden terbanyak ada pada usia 31-40
dan 41-55 karena memang pada usia seperti ini adalah usia yang paling produktif untuk
bekerja.
3. Agama
Selain responden berdasarkan umur dan jenis kelamin, dalam penelitian ini juga
diuraikan tentang masalah agama yang dianut oleh masyarakat setempat. Hal ini bisa kita
lihat pada tabel berikut:
Table 12: distribusi responden berdasarkan agama
No Agama Frekuensi persentase
Islam 40 100%
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
44/81
Kristen
lainnya
-
-
-
-
jumlah 40 100%Sumber: hasil olahan data primer, 2013
Sebagaimana digambarkan pada tabel 11 diatas, dapat kita simpulkan bahwa agama
yang dianut oleh masyarakat Desa Ujung Labuang adalah 100% agama islam, hal ini
disebabkan karena memang nenek moyangnya adalah penganut agama islam yang sangat
religius.
4.
Suku
Desa Ujung Labuang adalah Desa yang terletak diujung Kecamatan Suppa Kabupaten
Pinrang, yang mana kita kenal bahwa masyarak pinrang mayoritas penduduk asli suku bugis,
tapi berbeda dengan desa ujung labuang yang mayoritas berpenduduk suku mandar. Untuk
lebih jelasnya digambarkaan pada tabel berikut:
Table 13: distribusi responden berdasarkan suku
No Suku Frekuensi persentase
12
3
4
BugisMandar
Makassar
Lainnya
237
1
-
5,0%92,5%
2,5%
-
Jumlah 40 100%
Sumber: hasil olahan data primer, 2013
Berdasarkan tabel diatas dapat kita lihat bahwa masyarak desa ujung labuang
mayoritas bersuku mandar dengan persentase 37 responden (92,5%), suku bugis hanya 2
responden (5,0%), suku makassar hanya 1 responden (2,5%) dan suku lainnya itu tidak ada
(0%).
Dikecamatan suppa kabupaten pinrang memang ada dua desa yang dihuni oleh suku
pendatang (suku mandar) yaitu Desa Ujung Labuang dan Desa Ujung lero yang merupakan
imigran dari Kabupaten Majene dan Kabupaten Polewali Mandar (Polmas) yang ada di
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
45/81
Propinsi sulawsi Barat, kedua Desa bertetangga ini sudah lama dihuni oleh suku mandar
sejak mulai dari saman perang.
5.
Tingkat Pendidikan
Pendidikan orangtua sangat berpengaruh terhadap pola pola perkembangan anak.
Fenomena yang terjadi kebanyakan orangtua menginginkan anaknya menjadi orang yang
sukses dalam pendidikan maupun karirnya, sehingga masa yang akan datang meka dapat
memperbaiki kualitas hidupnya menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Tinggi rendahnya pendidikan seseorang terkadang sangat mempengaruhi pola
pemikiran seseorang. Cara menyikapi sebuah masalah antara orang yang berpendidikan
tinggi jelas terlihat perbedaanya disbanding orang yang berpendidikan rendah, terkadang
orang yang berpendidikan tinggi dalam memutuskan masalah lebih bijak dan lebih
mempertimbangkan masa depan dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah. Dari hasil
penelitian ini tingkat pendidikan responden adalah sebaagai berikut:
Table 14: distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan
No Tingkat pendidikan Frekuensi persentase
1
2
34
5
Tidak sekolah
SD
SLTP/sederajatSLTA/sederajat
D3/S1
5
27
62
-
12,5%
67,5%
15,0%5,0%
-
Jumlah 40 100%Sumber: hasil olahan data primer, 2013
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa frekuensi terbanyak terdapat pada tingkat
pendidikan Sekolah Dasar (SD) yaitu 27 responden dengan persentase 67,5%, kemudian
Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 6 responden dengan persentase 15,0%, yang
tidak pernah sekolah/ tidak tammat SD sebanyak 5 responden dengan persentase 12,5%,
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
46/81
Sekolah Menengah Atas (SMA) hanya 2 responden dengan persentase 5,0%, dan dari
keseluruahan responden tidak ada yang sampai pada jenjang pendidikan tinggi (D3/S1)
sesuai dengan tabel diatas yaitu 0%.
Dngan demikian rata-rata pendidikan orang tua keluarga nelayan yang ada, hanya
sampai pada tingkat Sekolah Dasar (SD) dengan persentase tertinggi 67,5% sedangkan
pendidikan pada tingkat SMP dan SMA hanya beberapa persen saja yaitu masing-masing
15,0% dan 5,0% selebihnya adalah tidak pernah mengenyam pendidikan.
6.
Jumlah Anak
Jumlah anak adalah bagian yang sangat penting yang perlu diketahui oleh seorang
peneliti, maka dari itu dalam penelitian ini penulis menggambarkan jumlah anak responden
sebagai berikut:
Table 15: distribusi responden berdasarkan jumlah anak
No Jumlah anak Frekuensi persentase
12
3
4
1 orang2 orang
3 orang
>3 orang
15
11
23
2,5%12,5%
27,5%
57,5%
Jumlah 40 100%
Sumber: hasil olahan data primer, 2013
Pada tabel diatas terlihat bahwa frekuensi terbanyak adalah yang memiliki lebih dari
tiga orang anak yaitu 23 responden atau 57,5%, kemudian 11 responden yang memiliki 3
orang anak atau 27,5%, 5 responden yang memiliki 2 orang anak atau 12,5% dan hanya 1
responden yang memiliki 1 orang anak atau 2,5%.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa rata-rata keluarga nelayan memiliki
lebih dari tiga orang anak, ini menunjukkan bahwa beban oarng tua dalam memenuhi
kebutuhan keluarganya makin besar.
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
47/81
7. Pekerjaan
Pekerjaan merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui oleh seorang penulis
dalam melakukan penelitian, karena pekerjaan adalah salah satu ukuran untuk mengetahui
status sosial seseorang dalam masyarakt.
Berikut akan diuraikan jumlah responden dan hasil persentasi berdasarkan jenis
pekerjaan:
Table 16: distribusi responden berdasarkan pekerjaan
No Jumlah anak Frekuensi persentase12
3
NelayanPetani
Pedagang
40-
-
100%-
-
Jumlah 40 100%
Sumber: hasil olahan data primer, 2013
Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa aktifitas keseharian dan jenis pekerjaan yang
digeluti rasponden semuanya adalah nelayan dengan frekuensi 40 responden atau dengan
persentasi 100%, sedangkan pekerjaan yang lain seperti bertani dan berdagang masing-
masing 0% kalaupun ada, itu hanya pekerjaan tambahan.
Masyarakat Ujung labuang adalah masyarakat pesisir dimana kehidupan keseharian
mereka adalah menangkap ikan atau biasa disebut nelayan, wajar saja kalau semua
respondeng yang diteliti, pekerjaannya nelayan.
B.
Kondisi Kesehatan Masayarakat Nelayan
Apabila dilihat berdasarkan fakta yang ada, memang pendidikan akan terganggu
ketika pelakunya menderita sakit. Anak yang sehat mempunyai kemampuan belajar lebih
baik dan akan tumbuh menjadi dewasa yang lebih terdidik. Dalam keluarga yang sehat,
pendidikan anak cenderung untuk tidak terputus jika dibandingkan dengan keluarga yang
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
48/81
tidak sehat. Jadi dapat disimpulkan bahwa investasi pendidikan dan investasi kesehatan
saling mempengaruhi atau mempunyai hubungan yang fungsional.
Kesehatan adalah bagian yang sangat substansial dalam kelangsungan hidup, semua
aktifitas seseorang sagatlah dipengaruhi oleh kondisi kesehatannya, semakin baik kondisi
kesehatan seseorang maka semakin baik pula kualitas kerjanya. Dengan demikian kesehatan
haruslah dijaga dengan sebaik. Baik kesehatan jasmani maupun kesehatan rohani.
1.
Keadaan kesehatan responden
Untuk mengetahui kondisi kesehatan masyarakat di Desa Ujung Labuang
Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang, maka dapat kita lihat pada penjelasan dabel
berikut ini:
Tabel 17: distribusi responden tentang keadaan kesehatannya
No Uraian Frekuensi Persentase
1
2
Sehat
Tidak sehat
37
3
92,5%
7,5%
Jumlah 40 100%
Sumber: hasil olahan data primer, 2013
Berdasarkan tabel diatas, digambarkan bahwa sebanyak 32 responden (92,5%)
yang menjawab sehat, sedangkan yang merasa kesehatannya kurang baik hanya 3
responden atau dengan persentase 7,5%.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa keadaan rata-rata kesehatan
masyarakat setempat Alhamdulillah masih baik meskipun ada juga yang merasa
kesehatannya kurang baik tapi tidak seberapa dan penyakit yang mereka derita adalah
diare, demam dan sebaginya seperti yang digambarkan pada tabel dibawah ini:
Tabel 18: distribusi responden tentang jenis penyakit yang sering
diderita
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
49/81
No Uraian Frekuensi Persentase
12
3
DiareDemam
Lain-lain
224
14
55,5%10,0%
34,5%
Jumlah 40 100%
Sumber: hasil olahan data primer, 2013
Tabel diatas menjelaskan bahwa jenis penyakit yang paling sering diderita oleh
masyarakat nelayan adalah penyakit diareyaitu sebanyak 22 responden atau 55,5%,
sedangkan yang sering mengalami penyakit demam 4 responden (10,0%), dan penyakit
lainnya sebanyak 14 responden atau 34,5%.
Berdasarkan hasil wawancara kami dengan salah satu responden (39 Tahun)
menuturkan bahwa:
Penyakik yang paling sering dialami orang disini yaitu sakit perut dan ma
uterus buang air, sakit kepala, panas badan, muntaber dan sebagainya,
apa lagi kalau musim hujan, kurang tau kenapa gampang sekali orang
sakit. (Hasil wawancara, Desember 2012 pukul 11.00 wita)
Keadaan lingkungan sangat menentukan kesehatan seseorang, berdasarkan hasil
pengamatan dilapangan, kondisi kesehatan lingkungan di Desa Ujung Labuang masih
sangat jauh dari harapan, misalnya saja kebutuhan air bersi yang sangat terbatas karena
masyarakat setempat hanya mengandalkan air sumur galian, mungkin saja ini salah satu
faktor kenapa kebanyakan masyarakat terkena penyakit diare ditambah lagi dengan
menimnya fasilitas MCK baik pribadi maupun umum menyebabkan tidak jelasnya
pembuangan limbah rumah tangga.
Rumah warga nelayan, rata-rata tak memiliki sanitasi yang baik. Air sumur hanya
disaring menggunakan batu-batu kecil dicampur pasir. Penyakit diare, seperti demam,
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
50/81
adalah hal yang biasa juga mereka alami. Bahayanya, warga tak memiliki toilet untuk
buang hajat. Ancaman penyakit lain, sangat besar kemungkinannya.
Fasilitas kesehatan seperti puskesmas pembantu (Pustu) yang seharusnya
digunakan sebagai tempat alternative untuk mengkonsultasikan terhadap kesehatan
masyarakat juga terlihat kosong.Menurut masyarakat setempat bahwa tidak pernah ada
petugas kesehatan terlihat ditempat ini.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu masyarakat yang juga adalah
responden kami (41 Tahun) mengatakan bahwa:
Harusnya pemerintah mendatangkan petugas kesehatan supaya kalau ada
orang sakit tidak repotmi orang bawa kepuskesmas kecamatan apa lagi
karena adami tempatnya sudah dibuat, masa tidak pernah didisi. (Hasil
wawancara, Desember 2012 pukul 13.00 wita)
2.
Pendapat responden tentang seberapa sering mereka terkena penyakit dalam setiap tiga
bulan (triwulan).
Tabel 19: distribusi responden tentang seberapa sering mereka
terkena penyakit dalam setiap tiga bulan
No Tingkat
pendidikan
Frekuensi persentase
1
2
34
1 kali
2 kali
3 kaliSering kali
5
2
627
12,5%
5,0%
15,0%67,5%
Jumlah 40 100%Sumber: hasil olahan data primer, 2013
Melihat tabel diatas bahwa responden dengan kategori paling sering terkena
penyakit dalam setiap tiga bulan sebanyak 27 responden atau dengan persentase 67,0%,
kemudian yang 3 kali sebanyak responden 6 (15,0%), dan yang 1 kali sebanyak 5
responden (12,5%) serta yang 2 kali hanya 2 responden (5,0%).
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
51/81
Dengan demikian tingginya angka masyarakat yang sering terkena penyakit
membuktikan, betapa buruknya kondisi kesehatan masyarakat setempat yang dapat
mempengaruhi kemampuan beraktifitas mereka dan akan berimplikasi pada produktifitas
atau penghasilan mereka dalam memenuhi kebutuhan keluarganya. Untuk itu perhatian
pemerintah setempat sangat dibutuhkan utamanya dalam pelayanan kesehatan.
C. Gambaran Keadaan Keluarga Nelayaan
1.
Gambaran responden tentang lama kerja nelayan
Pada tabel 20 dan tabel 21 berikut akan digambarkan tentang apakan responden
sudah lama menggeluti pekerjaannya sebagai nelayan:
Table 20: distribusi responden tentang berapa lama bekerjsebagai nelayan
Tentang Pilihan jawaban Total
Ya Tidak
Apakah Sudah
lama bekerja
sebagai
nelayan
40 / 100% - 40 / 100%
Sumber: hasil olahan data primer, 2013
Dari tabel diatas, dapat kita lihat bahwa dari 40 responden semuanya menjawab
Ya, dengan persentase 100%, ini artinya hampir secara keseluruhan masyarakat Desa
Ujung Labuang sudah lama bekerja sebagai nelayan. diperjelas dalam wawancara dengan
salah satu responden (47 Tahun) mengatakan bahwa:
Kami disini sudah lama bekerja sebagai nelayan, berpuluh-puluh tahunmi,mulai dari nenek-nenek kami sampai sekarang, karena tidak ada
pekerjaan selain nelayan, iniji memang pekerjaannya masyarakat disini.
(Hasil wawancara dengan responden, Desember 2012 pukul 09.00 wita)
Kemudian untuk lebih memperjelas hal tersebut diatas, dapat kita lihat tabel 17 dibawa:
Table 21: distribusi responden tentang berapa lama bekerja sebagai
nelayan
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
52/81
S
U
summber: hasil olahan data primer, 2013
Pada tabel diatas dapat terliaht bahwa mayoritas masyarakat Desa Ujung Labuang
sudah lama menggeluti pekerjaannya sebagai nelayan, sesuai dengan tabel 17 diatas, 32
responden yang sudah bekerja sebagai nelayaan diatas 10 tahun atau dengan persentase
80%, dan hanya 8 responden yang baru bekerja sebagai nelayan 3-10 dengan persentase
20% dan tidak ada yang dibawa 2 tahun (0%).
Pekerjaan sebagai nelayan memang merupakan mata pencaharian utama pada
masyarakat Ujung Labuang, selain karena memang letak geografisnya juga karena sudah
menjadi pekerjaan warisan dari nenek moyang mereka.
Ini artinya, pekerjaan sebagai nelayan suadah melekat pada diri mereka dan
identik dengan warga setempat (masyarakat Desa Ujung Labuang).
2.
Gambaran responden tentang kepemilikan alat tangkap
Masalah alat tangkap bagi nelayan sangat menentukan hasil pendapatan dan
produktifitas dalam menjalankan pekerjaanya, birikut digambarkan sejahu mana
kepemilikan warga setempat terhadap alat-alat tangkap nelayan:
Table 22: distribusi responden tentang kepemilikan alat-alat tangkap
Tentang Pilihan jawaban total
Ya Tidak
Kepemilikan alat-
alat tangkap
18 / 45,5% 22 / 55,5% 40 / 100%
Sumber: hasil olahan data primer, 2013
No Uraian Frekuensi Persentase
1
2
3
< 2 tahun
3-10 tahun
>10 tahun
-
8
32
-
20,0%
80,0%
Jumlah 40 100%
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
53/81
Berdasarkan tabel diatas, dapat kita lihat bahwa kepemilikan alat tangkap
terhadap responden sangat rendah yaitu hanya 18 responden yang memiliki atau dengan
persentase 45,5% sedangkan sebanyak 22 responden yang tidak memiliki alat tangkap
atau dengan persentase 55,5%.
Kalau pun dari 18 responden tersebut yang memiliki alat tangkap, sebagian
hanyalah alat tangkap biasa seperti perahu/sampan, jala, dan sebagainya. Sedangkan yang
memiliki kapal besar hanya beberapa orang saja. Salah satu responden (50 Tahun) juga
mengatakan bahwa;
Sedikitji yang punya alat disini karena rata-rata kita sebagai anggotaji,
paling-paling yang kami punya seperti jala, pancing ada juga yang ada
peruhu-peruhu kecilnya itupun sebagianji yang punya. (Hasil wawancara
dengan Responden, Desember 2012 pukul 11.00 wita)
Pernyataan tersebut mempertegas bahwa kepemilikan alat-alat tangkap terhadap
nelayan sangat sedikit dan hampir semua nelayan buruh ini (ABK) semata-mata
menggantungkan hidupnya terhadap hasil dari kerja kolektif mereka, seperti yang
digambarkan pada tabel 19 berikut ini:
Table 23: distribusi responden tentang jenis alat tangkap yang dimiliki
Sumber: hasil
olahan data
primer, 2013
Berdas
arkan tabel diatas, jelas terlihat bahwa yang tidak memiliki alat tangkap lebih banyak
disbanding yang punya, dengan frekuensi 22 reponden atau sekitar 55,5%, kemudian
yang memiliki alat-alat tangkap biasa sebanyak 13 responden dengan persentase 32,0%
no Uraian Frekuensi Persentase
1
23
Tidak ada
KapalLain-lain(sampan,
jala, pancing)
22
513
55,5%%
12,5%32,0%
Jumlah 40 100%
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
54/81
dan yang memiliki alat tangkap yang mewah seperti kapal besar hanya 5 responden
dengan persentase 12,5%.
Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa hampir semua masyarakat Desa
Ujung Labuang hanyalah sebagi buruh biasa atau biasa juga disebut sawi, hal ini sangat
mempengaruhi terhadap penghasilan mereka.
Dalam masyarakat nelayan, alat tangkap sangatlah menentukan status sosial
mereka, semakin mewah alat tangkap mereka status sosialnya semakin tinggi begitu juga
sebaliknya. Pada tabel 19 diatas terlihat jelas kepemilikan mereka terhadap alat tangkap,
ini artinya dari 40 responden hanya 5 responden atau 12,5% saja yang memiliki kapal
besar yang menaungi beberapa buruh/sawi dalam setiap kelompok, juga dapat kita
simpulkan bahwa dari sekian responden hanya 5 responden yang berhak menyandang
status tinggi atau biasa disebut juragan.
3. Gambaran responden tentang system kerja nelayan
Pada umumnya masyarakat nelan memiliki system kerja yang berfariasi, ada yang
bekerja secara sendiri-sendiri dan ada juga yang bekerja secara berkelompok. Namum hal
ini tergantung dari kondisi dan kemampuan seorang nelayan dalam memenuhi
kebutuhanya. Untuk itu kita dapan melihat tabel 19 beriku:
Table 24: distribusi responden tentang system kerja nelayan (sendiri atau
berkelompok)
No Uraian Frekuensi persentase
1
2
Sendiri
Berkelompok
-
40
-
100%
Jumlah 40 100%
Sumber: hasil olahan data primer, 2013
-
7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid
55/81
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa semua responden bekerja secara
berkelompok, sesuai dengan frekuensi tabel diatas yaitu 40 responden dengan persentase
100%, sedangkan yang bekerja secara individu itu tidak atau 0%.
Tidak adanya responden yang bekerja sendiri dalam mencari ikan, selain karena
terbatasnya fasilitas yang dimiliki juga karena memang keadaan yang mengharuskan
untuk bekarja secara berkelompok. Masyarakat nelayan diasaat turun kelaut untuk
mencari ikan selalu membutuhkan waktu yang lama yaitu biasa satu sampai dua bulan
disaat lokasi tangkap mereka sampai kelaut kendari, dan paling cepat hanya satu minggu.
Jadi mau tak mau mereka harus bergabung dalam kelompok kerja dengan pertimbangan
keamanan dan produktifitas.
Dengan demikian, hampir semua masyarakat Desa Ujung Labuang system kerja
mereka adalah berkelompok yang dinaungi oleh seorang juragan atau pungga. Dalam
tabel 20 dapat kita lihat berapa responden yang masuk kategori juragan dan responden
yang merupakan anggota biasa dalam kelompok kerja mereka:
Table 25: distribusi responden tentang status dalam kelompok kerja
No Uraian Frekuensi Persentase
1
2
Jura
top related