skripsi abd. rasyid

Upload: arnawan-arief

Post on 10-Oct-2015

26 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    1/81

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Masyarakat nelayan merupakan salah satu bagian masyarakat yang hidup dengan

    mengelola potensi sumber daya perikanan. Sebagai suatu masyarakat yang tinggal di

    kawasan pesisir, masyarakat nelayan mempunyai karakteristik sosial tersendiri yang berbeda

    dengan masyarakat yang lain. Di beberapa kawasan pesisir yang relatif berkembang pesat,

    struktur masyarakat bersifat heterogen, memiliki etos kerja yang tinggi, solidaritas yang kuat,

    serta terbuka terhadap perubahan dan interaksi sosial. Sekalipun demikian, masalah

    kemiskinan masih melanda sebagian masyarakat pesisir, sehingga fakta sosial ini terkesan

    ironi di tengah-tengah kekayaan sumber daya pesisir dan lautan yang ada.

    Kesuliatan melepas diri dari kemiskinan karena mereka dilanda oleh beberapa

    keterbatasan di bidang kualitas sumber daya manusia, akses dan penguasaan teknologi, pasar,

    dan modal. Kebijakan dan implementasi program-program pembangunan untuk masyarakat

    di kawasan pesisir hingga saat ini masih belum optimal dalam memutus mata rantai

    kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan mereka. Hal ini disebabkan oleh kebijakan

    pembangunan yang belum bersungguh-sungguh dan persoalan sosial, ekonomi, dan budaya

    yang terjadi pada masyarakat nelayan cukup kompleks, sehingga penyelesainnya tidak

    seperti membalikkan telapak tangan.

    Masyarakat merupakan pelaku utama bagi pembangunan, maka diperlukan kualitas

    sumber daya manusia yang berpotensial, sehingga masyarakat dapat bergerak pada arah

    pembangunan untuk menuju cita-cita rakyat Indonesia, yaitu bangsa yang makmur dan

    berkepribadian yang luhur terlebih lagi pada zaman yang semakin hari bertambah tuntutan

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    2/81

    yang harus dipenuhi diera modern ini maupun yang akan datang, masyarakat dituntut untuk

    mempunyai ketrampilan atau kompetensi dalam dirinya supaya dirinya menjadi manusia

    yang berguna bagi dirinya sendiri, bagi bangsa dan Negara. Untuk menggali potensi yang

    dimiliki oleh manusia maka diperlukan adanya pendidikan. Dunia pendidikan memang dunia

    yang tidak pernah habis untuk diperbincangkan. Karena selama manusia itu ada,

    perbincangan tentang pendidikan akan tetap eksis di dunia, sehingga mustahil manusia hidup

    tanpa pendidikan di dalamnya. Kerena itu, ada sebuah tanggung jawab untuk

    mengetengahkan apa dan bagaimana pendidikan sejati itu yang harus kita bagun dan

    konstruksi kalau kita masih ingin dianggap sebagai manusia.

    Pengertian pembangunan adalah pembangunan di segala bidang kehidupan, walaupun

    titik beratnya dibidang ekonomi, namun tidak mengabaikan sama sekali bidang-bidang

    lainnya. Pembangunan di bidang sosial budaya, khususnya di bidang pendidikan, menjadi

    tidak pernah habis dalam perbincangan pada tingkat nasional maupun pada tingkat daerah.

    Hal ini disebabkan bahwa tinggi rendahnya kualitas penduduk lebih ditentukan oleh keadaan

    pendidikannya. Semakin baik pendidikan seseorang, merupakan suatu diantara kemungkinan

    untuk mencapai tingkat kehidupan yang lebih baik.

    Optimalisasi pengelolaan sumber daya alam serta keberhasilan pembangunan dapat

    diwujudkan dengan adanya sumber daya manusia yang berkualitas, cerdas, tangguh, dan ulet.

    Pengembangan sumber daya manusia sangat erat kaitannya dengan pembangunan pendidikan

    secara menyeluruh, terarah, dan terpadu melalui peningkatan pendidikan baik pendidikan

    formal, pendidikan non formal sehingga kualitas sumber daya manusia itu dapat diselaraskan

    dengan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh pembangunan. Hal itu selaras dengan tujuan

    pendidikan nasional yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    3/81

    beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

    kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab seperti

    disebutkan dalam Undang Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 tentang Sistem Pendidikan

    Nasional.

    Bangsa Indonesia merupakan sebuah bangsa yang sebagian penduduknya melakukan

    usaha produksi di bidang produksi ekstraktif seperti pertanian, perkebunan, kehutanan,

    peternakan dan perikanan. Akan tetapi, pembangunan di bidang-bidang tersebut terutama di

    bidang perikanan masih belum optimal. Belum optimalnya pembangunan di bidang

    perikanan dapat dilihat dari adanya lingkaran kemiskinan yang menjerat nelayan hingga saat

    ini. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya tingkat pendidikan nelayan di Indonesia.

    Jumlah nelayan di Indonesia kurang lebih tiga puluh empat juta orang, 85% berpendidikan

    sekolah dasar (SD) atau buta huruf, 12 % berpendidikan sekolah lanjutan pertama (SLTP);

    2,97% berpendidikan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA), dan 0,03% berpendidikan

    diploma (Dahuri, 2002).

    Rendahnya kualitas SDM ini diduga akan semakin menurun dengan semakin

    bertambahnya jumlah anak putus sekolah, walaupun pemerintah sudah mengadakan program

    BOS (Bantuan Operasional Sekolah) sejak tahun 2006. Dugaan ini diperkuat dengan adanya

    data yang dihimpun dari 33 kantor Komnas Perlindungan Anak di 33 provinsi di Indonesia

    yang mengungkapkan bahwa pada tahun 2007 terdapat jumlah anak putus sekolah sebesar

    11,7 juta anak (Kompas, 2008). Pendidikan yang rendah membatasi seseorang untuk terserap

    dalam akses sumber-sumber ekonomi yang lebih baik sehingga seseorang dengan tingkat

    pendidikan rendah cenderung mengalami kemiskinan dan ketertinggalan.

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    4/81

    Persoalan kemiskinan inilah yang menjadi penyebab ketidakmampuan nelayan untuk

    meningkatkan kualitasnya sehingga inovasi dan transfer pengetahuan tidak terjadi. Selain itu

    nelayan yang memiliki kualitas SDM yang rendah akan melahirkan anak-anak dengan

    kualitas SDM yang rendah pula dan begitu seterusnya. Hal itulah yang akan memunculkan

    lingkaran kemiskinan yang sulit untuk diputus. Salah satu upaya untuk mengatasi kemiskinan

    nelayan adalah dengan usaha meningkatkan kualitas SDM melalui pendidikan. Upaya

    pelaksanaan pendidikan diatur dalam Undang Undang Dasar 1945 dalam Pasal 31, yaitu:

    (1) Tiap-tiap warga berhak mendapatkan pengajaran

    (2) Pemerintah mengusahakan dan menyelanggarakan suatu sistem pengajaran nasional yang

    diatur menurut undang-undang

    Pendidikan nasional yang berdasarkan pancasila adalah dalam rangka mencerdaskan

    kehidupan bangsa, meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Sehubungan dengan itu

    tanggung jawab pelaksanaannya dilaksanakan secara bersama-sama antara pemerintah,

    masyarakat dan keluarga (orang tua). Menyadari akan pentingnya pendidikan pemerintah

    terus berupaya untuk memajukan tingkat pendidikan rakyatnya. Dengan disusunya sistem

    pendidikan nasional, diharapkan mampu melahirkan manusia-manusia yang dapat

    membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan

    bangsa. Pendidikan yang diselenggarakan di Negara Indonesia adalah untuk segenap bangsa

    Indonesia, tidak terkecuali untuk anak-anak nelayan diberbagai pelosok pedesaan pantai.

    Pendidikan formal sangat diperlukan oleh nelayan, namun di sisi lain pendidikan

    formal memerlukan biaya pendidikan. Biaya pendidikan yang tinggi menjadi salah satu

    faktor penghambat bagi nelayan kecil dengan status sebagai masyarakat miskin yang

    memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan dasar hidupnya akibat dari ketidakpastian

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    5/81

    usaha. Kemiskinan yang melekat mengakibatkan mereka tidak mampu memberikan

    pendidikan yang cukup bagi anak-anaknya terutama pendidikan formal.

    Sumber daya manusia sangat penting peranannya dalam proses pembangunan, untuk

    itu pembangunan yang dilakukan senangtiasa bermuara pada pembangunan manusia. Salah

    satu komponen dalam pembangunan manusia adalah peningkatan dibidang pendidikan,

    kerena merupakan suatu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia,

    semakin tinggi tingkat pendidikan suatu masyarakat maka semakin baik kualitas sumber

    dayanya. Program pendidikan mempunyai andil yang sangat besar terhadap kemajuan

    ekonomi bangsa. Pembangunan pendidikan pada dasarnya dilakukan dalam empat strategi

    pokok yaitu pemerataan kesempatan, relevansi pendidikan dengan pembangunan, kualitas

    pendidikan dan efesiensi pengelolaan.

    Berkaitan dengan SDM yang berkualitas selain dapat ditingkatkan melalui pendidikan

    yang bersifat formal juga dapat digali melalui pendidikan dalam keluarga sebagai wadah

    sosial terkecil (pendidikan Non-formal). Kualitas SDM tidak lepas dari bagaimana keluarga

    mendidik anak-anaknya dalam beberapa hal yang berkaitan dengan kehidupan baik dimasa

    lalu, sekarang maupun di masa yang akan datang. Hal itu dapat menunjukkan bahwa untuk

    menghasilkan SDM yang berkualitas, keluarga harus memaksimalkan fungsinya sebagai

    lembaga pendidikan. Selain itu, peran keluarga terutama orang tua sangat penting dalam

    proses pendidikan terutama sebagai motivator utama bagi anak-anaknya untuk meraih akses

    pendidikan setinggi-tingginya, namun tekanan ekonomi yang menghimpit mayoritas nelayan

    di Indonesia membuat anak-anak mereka tak mempunyai akses yang cukup pada pendidikan.

    Bagi orangtua mereka lebih baik anak-anak bekerja; entah membantu melaut, menjadi buruh

    pengupas kerang, atau mencari ikan-ikan tercecer yang bisa dijual.

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    6/81

    Kondisi dunia perikanan dan kelautan saat ini dapat dikatakan krisis SDM

    diakibatkan oleh rendahnya tingkat pendapatan dan tingkat pendidikan di kalangan nelayan,

    padahal tuntutan untuk mengelola sumber daya alam laut sangat tinggi. Sehubungan dengan

    hal itu dalam meneliti keadaan pendidikan dikalangan anak nelayan, tidak hanya pada aspek

    tingkat pendidikannya saja, akan tetapi juga perlu dilihat bagaimana berbagai faktor di atas

    berpengaruh terhadap pendidikan anak tersebut. Beragamnya determinan itu tentu membawa

    berbagai implikasi terhadap keadaan pendidikan anak. Oleh karena itu penulis terdorong

    untuk meneliti sebagaimana penulis mengambil judul: Kelanjutan Pendidikan Dikalangan

    Anak Nelayan (Kasus, Desa Ujung Labuang, Kecamatan Suppa, Kabupaten Pinrang)hal

    ini disebabkan karena di Di Desa Ujung Labuang Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang yang

    penduduknya sebagian besar sebagai nelayan dan tingkat pendidikan anaknya sangat rendah.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas, maka fokus permasalahan yang akan dikaji

    dalam penelitian ini adalah :

    1. Bagaimana gambaran keadaan keluarga nelayan di Desa Ujung Labuang,

    Kecamatan Suppa, Kabupaten Pinrang?

    2. Bagaimana pendapat orang tua nelayan terhadap pendidikan anak?

    3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi keberlanjutan pendidikan anak nelayan?

    C.

    Tujuan dan Kegunaan Penelitian

    1. Tujuan Penelitian

    Berangkat dari fokus masalah yang diangkat oleh peneliti, maka tujuan

    diadakannya penelitian ini adalah:

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    7/81

    a. Mengetahui gambaran keluarga nelayan di Desa Ujung Labuang Kec. Suppa, Kab.

    Pinrang.

    b.

    Mengetahui Bagaimana pendapat orang tua nelayan terhadap pendidikan anak

    c.

    Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan keberlanjutan anak nelayan

    dalam melanjutkan pendidikannya.

    2. Kegunaan Penelitian

    Dengan adanya penelitian ini diaharapkan dapat berguna sebagai berikut:

    a.

    Diharapkan hasil penelitian ini menjadi salah satu sumber informasi bagi pihak yang

    ingin mengetahui menegnai kelanjutan pendidikan dikalangan anak nelayan yang ada

    di Desa Ujung Labuang Kec. Suppa Kab. Pinrang serta dapat menjadi referensi bagi

    peneliti selanjutnya.

    b.

    Sebagai masukan bagi pemerintah setempat khususnya Pemerintah Kabupaten

    Pinrang untuk lebih mengetahui kondisi sosial masyarakat di Desa Ujung Labuang.

    c. Untuk menambah ilmu pengetahuan, utamanya mengenai pendidikan dikalangan

    anak nelayan.

    D. Sistematika Penulisan

    Dalam penulisan skripsi ini penulis menyusunnya sesuai sistematika yang diterapkan

    dalam setiap metode penulisan skripsi sebgai syarat untuk memenuhi persyaratan merai gelar

    sarjana. Adapun sistematika pelulisan yang terdiri dari enam bab yang tersusun atas:

    Bab I. Pendahuluan

    Berisi latar belakang masalah, Rumusan masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian dan

    Sistematika penulisan.

    Bab II. Tinjauan pustaka dan kerangka konseptual

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    8/81

    Berisi Tinjauan pustaka yang berisi tentang teori dan hasil penelitian yang relevan, factor-

    faktor yang mempengaruhi keberlanjutan pendidikan, kerangka konseptual dan defenisi

    teoritis.

    Bab III. Metode penelitian

    Berisi Pendekatan dan Strategi Penelitian, Jenis dan sumber data, Metode pengambialan

    sampel, Waktu dan Lokasi Penelitian, Analisis data.

    Bab IV. Gambaran umum lokasi penelitian

    Mengenai gambaran umum lokasi penelitian, seperti: keadaan geografis, keadaan

    demografis, keadaan pendidikan, keadaan ekonomi, dan keadaan sosial budaya.

    Bab V. Hasil dan pembahasan

    Mengenai kelanjutan pendidikan dikalangan anak nelayan di dusun Kassi Puteh Desa Ujung

    Labuang Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang.

    Bab VI. Penutup

    Berisi tentang kesimpulan yang penulis temukan dalam penelitian ini dan saran-saran yang

    perlu diperhatikan.

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    9/81

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEPTUAL

    A. Konteks masyarakat nelayan

    Masyarakat berasal dari kata musyarak (arab), yang artinya bersamasama, yang

    kemudian berubah menjadi masyarakat, yang artinya berkumpul bersama, hidup bersama

    dengan saling berhubungan dan saling mempengaruhi, selanjutnya mendapatkan kesepakatan

    menjadi masyarakat (Indonesia).

    Menurut Abdul Syani bahwa masyarakat merupakan kelompokkelompok makhluk

    hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut hukum-hukumnya sendiri dan

    berkembang menurut pola perkembangan yang tersendiri. Masyarakat dapat membentuk

    kepribadian yang khas bagi manusia, sehingga tanpa adanya kelompok, manusia tidak akan

    mampu untuk dapat berbuat banyak dalam kehidupan.

    Supaya dapat menjelaskan pengertian masyarakat secara umum, maka perlu ditelaah

    tentang ciri-ciri dari masyarakat itu sendiri. Menurut Soerjono Soekanto, menyatakan bahwa

    sebagai suatu pergaulan hidup atau suatu bentuk kehidupan bersama manusia, maka

    masyarakat itu mempunyai ciri-ciri pokok yaitu:

    1. Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tidak ada ukuran yang mutlak

    ataupun angka yang pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada.

    Akan tetapi secara teoritis, angka minimumnya ada dua orang yang hidup barsama.

    2. Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan

    kumpulan benda-benda mati seperti umpamanya kursi, meja dan sebagainya. Oleh karena

    dengan berkumpulnya manusia, maka akan timbul manusia-manusia baru. Manusia itu

    juga dapat bercakap-cakap, merasa dan mengerti, mereka juga mempunyai keinginan-

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    10/81

    keinginan untuk menyampaikan kesan-kesan atau perasaan-perasaannya. Sebagai akibat

    hidup bersama itu, timbullah sistem komunikasi dan timbullah peraturanperaturan yang

    mengatur hubungan antar manusia dalam kelompok tersebut.

    3. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan.

    4. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan

    kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan

    yang lainnya.

    B.

    Masyarakat Pesisir

    Sebelum kita melihat lebih jauh tentang pengertian masyarakat pesisir, maka terlebih

    dahulu kita melihat bahwa wilayah pesisr menurut Dahuri, Rais, Ginting dan Sitepu dalam

    Sugeng Budiharsono (2005:22)

    Wilayah pesisir adalah wilayah peralihan antara laut dan daratan, ke darat mencakup

    daerah yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut dan ke arah

    laut meliputi daerah paparan benua

    Selain itu menurut Sugeng Budiharso (2005:22-23)

    Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memproduksi ikan, namun bisa juga

    dikatakan sebagai wilayah dengan tingkat pendapatan penduduknya tergolong di

    bawah garis kemiskinan. Yang dimaksud dalam wilayah pesisir dan lautan

    adalah wilayah yang dipengaruhi secara langsung oleh pengaruh pasang surut air laut,

    sehingga batas darat adalah wilayah desa/kecamatan yang berbatasan dengan pantai,

    sedangkan batasan laut adalah batas-batas wilayah kecamatan/ kabupaten/ provinsi

    atau Negara.

    Selanjutnya masyarakat pesisir adalah masyarakat yang tinggal di daerah pantai

    dimana pencaharian ekonominya disandarkan pada hasil laut, masyarakat pesisir biasa juga

    disebut masyarakat nelayan.

    Nelayan di dalam Ensiklopedia Indonesia digolongkan sebagai pekerja, yaitu orang-

    orang yang secara aktif melakukan kegiatan menangkap ikan, baik secara langsung maupun

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    11/81

    tidak lansung sebagai mata pencahariannya. Dalam kamus besar Indonesia pengertian

    nelayan adalah orang yang mata pencaharian utama dan usaha menangkap ikan di laut.

    Masyarakat nelayan sendiri secara geografis adalah masyarakat yang hidup, tumbuh,

    dan berkembang dikawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi antara wilayah darat dan

    laut. Sedangkan menurut M. Khalil Mansyur mengatakan bahwa masyarakat nelayan dalam

    hal ini bukan berarti mereka yang dalam mengatur hidupnya hanya mencari ikan di laut

    untuk menghidupi keluarganya akan tetapi juga orang-orang yang integral dalam lingkungan

    itu.

    Dari beberapa definisi masyarakat nelayan dan definisi nelayan yang telah disebutkan

    diatas dapat ditarik suatu pengertian bahwa:

    1. Masyarakat nelayan adalah kelompok manusia yang mempunyai mata pencaharian

    menangkap ikan laut.

    2. Masyarakat nelayan bukan hanya mereka yang mengatur kehidupannya hanya bekerja

    dan mencari ikan di laut, melainkan mereka yang juga tinggal disekitar pantai walaupun

    mata pencaharian mereka adalah bercocok tanam dan berdagang.

    Jadi pengertian nelayan secara luas adalah sekelompok manusia yang mempunyai

    mata pencaharian pokok mencari ikan di laut dan hidup di daerah pantai, bukan mereka yang

    bertempat tinggal di pedalaman, walaupun tidak menutup kemungkinan mereka juga mencari

    ikan di laut karena mereka bukan termasuk komunitas orang yang memiliki ikatan budaya

    masyarakat pantai.

    Nelayan sesungguhnya bukanlah suatu entitas tunggal, tetapi terdiri dari beberapa

    kelompok. Satria (2002) mengelompokkan nelayan berdasarkan status penguasaan kapital,

    yaitu terdiri dari nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayanpemilik atau juragan adalah

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    12/81

    orang yang memiliki sarana penangkapan seperti kapal /perahu, jaring dan alat tangkap

    lainnya sedangkan nelayan buruh adalahorang yang menjual jasa tenaga kerja sebagai buruh

    dalam kegiatan penangkapan ikan di laut, atau sering disebut Anak Buah Kapal (ABK).

    Menurut Mubyarto (1984), nelayan dibagi menjadi lima macam status nelayan, yaitu:

    1. Nelayan Kaya A, yaitu nelayan yang mempunyai kapal sehingga mempekerjakan nelayan

    lain sebagai buruh nelayan tanpa ia harus ikut bekerja. Nelayan jenis ini biasa disebut

    juragan.

    2.

    Nelayan Kaya B, yaitu nelayan yang memiliki kapal tetapi ia sendiri masih ikut bekerja

    sebagai awak kapal.

    3. Nelayan Sedang, yaitu nelayan yang kebutuhan hidupnya dapat ditutup dengan

    pendapatan pokoknya dari bekerja sebagai nelayan, dan memiliki perahu tanpa

    mempekerjakan tenaga dari luar keluarga.

    4. Nelayan Miskin, yaitu nelayan yang pendapatan dari perahunya tidak mencukupi

    kebutuhan hidupnya sehingga harus ditambah dengan bekerja lain,baik untuk ia sendiri

    atau untuk istri dan anak-anaknya.

    5.

    Buruh nelayan atau tukang kiteng, yaitu bekas nelayan yang pekerjaannya memperbaiki

    jaring yang sudah rusak. Pekerjaan ini biasanya dilakukan oleh kelompok orang-orang

    miskin yang berusia diatas 40 tahun dan sudah tidak kuat lagi melaut.

    Ditjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil, menyatakan bahwa dari

    16.420.000 jiwa masyarakat pesisir yang menjadi sasaran dari program pemberdayaan

    masyarakat pesisir, 32% dari masyarakat sasaran masih berada di bawah garis

    kemiskinan, yaitu sebanyak 5.254.000 jiwa (Ditjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau

    Kecil, 2007).

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    13/81

    Menurut Satria (2002), kemiskinan dapat digolongkan berdasarkan penyebab

    kemiskinan. Ada dua aliran besar yang melihat faktor-faktor penyebab kemiskinan.

    Pertama, aliran modernisasi yang selalu menganggap persoalan kemiskinan disebabkan

    faktor internal masyarakat. Dalam aliran ini, kemiskinan nelayan terjadi sebagai akibat

    faktor budaya (kemalasan), keterbatasan modal dan teknologi, keterbatasan manajemen,

    serta kondisi sumber daya alam. Kedua, aliran struktural yang menganggap kemiskinan

    nelayan disebabkan oleh faktor eksternal. Kemiskinan struktural dapat terjadi akibat,

    pertama, kemiskinan sebagai korban pembangunan. Kedua, kemiskinan terjadi karena

    golongan tertentu tidak memiliki akses terhadap kegiatan ekonomi produktif akibat pola

    institusional yang diberlakukan. Dari dua aliran besar yang melihat faktor-faktor

    penyebab kemiskinan di atas kita dapat melihat bahwa salah satu hal mendasar yang

    menyebabkan kemiskinan tersebut adalah kurangnya pengetahuan dan lemahnya

    pendidikan, oleh karena itu faktor penting yang perlu ditingkatkan sebagai upaya untuk

    memperkecil angka kemiskinan nelayan tersebut adalah dengan meningkatkan

    pendidikan nelayan.

    C. Pendidikan

    Secara sederhana pendidikan bisa diartikan sebagai usaha mengarahkan peserta didik

    dari tidak tahu menjadi tahu. Sehimgga dengan memiliki pengetahuan maka seseorang akan

    menjadi lebih terarah dalam menentukan maupun mengambil keputusan.

    Secara etimologi pendidikan dalam bahasa bahasa Yunanipaedagogi yaitu terdiri dari

    kata PAIS artinya anak, dan AGAIN diterjemahkan membimbing, jadi paedagogie

    bimbingan yang diberikan kepada anak (Abu Ahmad & Nur Uhbiyah, 2001:69).

    Secara istilah menurut UU No. 20 Tahun 2003 :

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    14/81

    Pendidikan Nasional yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan

    terencanauntuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

    didiksecara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatanspiritualkeagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

    keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. (Hasbullah, 2005:4)

    Dalam mendukung Sistem Pendidikan Nasional tersebut pemerintah Indonesia telah

    mencanangkan Program Wajib Belajar sejak 2 mei 1994, diselenggarakan selama enam tahun

    di sekolah dasar (SD) atau yang sederajat dan setara dengan SD dan tiga tahun di sekolah

    menengah pertama (SMP). Namun efektivitas program ini masih patut dipertanyakan karena

    masih tingginya angka putus sekolah, hal ini dimungkinkan karena adanya perbedaan yang

    cukup mendasar antara wajib belajar yang diterapkan di Indonesia dan wajib belajar yang

    diselenggarakan di negara maju. Ciri-ciri wajib belajar yang diterapkan di negara maju

    (compulsoryeducation) adalah sebagai berikut:

    a). Ada unsur paksaan agar peserta didik bersekolah

    b). Diatur dengan undang-undang wajib belajar

    c). Tolak ukur keberhasilan program adalah tidak adanya orang tua yang terkena sanksi

    karena telah mendorong anaknya bersekolah

    d). Ada sanksi bagi orang tua yang membiarkan anaknya tidak sekolah.

    Sedangkan ciri-ciri wajib belajar yang diterapkan di Indonesia (universal primary

    education) adalah sebagai berikut:

    a). Tidak bersifat paksaan

    b). Tidak diatur dengan undang undang tersendiri

    c). Keberhasilan diukur dari angka partisipasi dalam pendidikan dasar

    d).Tidak ada sanksi hukum bagi orang tua yang membiarkan anaknya tidak bersekolah

    (Suwarso dan Suyoto, 1994).

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    15/81

    Menurut UNESCO diacu dalam Suryani (2004) ada enam pilar pembelajaran

    pendidikan yang direkomendasikan di abad mendatang yang sebagian bahkan semua pilar

    tersebut sedang dan sudah dipraktikan di Negara maju, sedangkan di negara berkembang

    termasuk di Indonesia masih lebih banyak dalam wacana. Enam pilar pendidikan tersebut

    antara lain: (a) Learning to know (belajar untuk tahu), (b) learning to do (belajar

    melakukan), (c) learning to be (belajar menjadi), (d) learning to live together (belajar heidup

    bersama), (e) Learn howto learn (belajar bagaimana belajar), (f)Learning throughout life

    (belajar melalui hidup).

    Undang Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (3) tentang Sistem Pendidikan

    Nasional menyebutkan bahwa sistem pendidikan nasional Indonesia diartikan sebagai

    keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan

    pendidikan nasional. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang

    menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap

    jenjang dan jenis pendidikan. Ketiga jenis jalur pendidikan tersebut dapat saling melengkapi

    dan memperkaya.

    a. Pendidikan Formal

    Pendidikan jalur formal adalah kegiatan yang sistematis, berstruktur, bertingkat

    dimulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi dan yang setaraf dengannya;

    termasuk didalamnya adalah kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum,

    program spesialisasi, dan latihan profesional yang dilaksanakan dalam waktu yang terus

    menerus. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang

    terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Sedangkan

    pengertian pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    16/81

    Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan

    mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (Undang Undang

    No 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat (11) dan Ayat (13). Pendidikan jalur formal merupakan

    bagian dari pendidikan nasional yang bertujuan untuk membentuk manusia Indonesia

    seutuhnya sesuai dengan fitrahnya, yaitu pribadi yang beriman dan bertaqwa terhadap

    Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, demokratis, menjunjung tinggi hak asasi

    manusia, menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, memiliki kesehatan jasmani

    dan rohani, memiliki keterampilan hidup yang berharkat dan bermartabat, memiliki

    kepribadian yang mantap, mandiri, dan kreatif, serta memiliki tanggung jawab

    kemasyarakatan dan kebangsaan yang mampu mewujudkan kehidupan bangsa yang

    cerdas dan berdaya saing di era global.

    b. Pendidikan Non Formal

    Menurut Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

    Nasional yang dimaksud dengan pengertian pendidikan non formal adalah jalur

    pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan

    berjenjang. Terdapat beberapa jenis lembaga pendidikan yang menyediakan layanan

    pendidikan non-formal di Indonesia, yaitu:

    1) Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (BPPLSP): adalah

    unit pelaksana teknis di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional di bidang

    pendidikan luar sekolah. BP-PLSP mempunyai tugas melaksanakan pengkajian dan

    pengembangan program serta fasilitasi pengembangan sumberdaya pendidikan luar

    sekolahberdasarkan kebijakan Departemen Pendidikan Nasional.

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    17/81

    2) Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB): adalah unit pelaksana teknis di

    lingkungan Dinas Pendidikan Propinsi di bidang pendidikan luar sekolah. BPKB

    mempunyai tugas untuk mengembangkan model program pendidikan luar sekolah

    sesuai dengan kebijakan Dinas Pendidikan Propinsi dan kharakteristik propinsinya.

    3) Sanggar Kegiatan Belajar (SKB): adalah unit pelaksana teknis Dinas Pendidikan

    Kabupaten/Kota di bidang pendidikan luar sekolah (nonformal). SKB secara umum

    mempunyai tugas membuat percontohan program pendidikan nonformal,

    mengembangkan bahan belajar muatan lokal sesuai dengan kebijakan dinas

    pendidikan kabupaten/kota dan potensi lokal setiap daerah.

    4) Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM): suatu lembaga milik masyarakat

    yang pengelolaannya menggunakan azas dari, oleh dan untuk masyarakat. PKBM ini

    merupakan wahana pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat sehingga mereka

    semakin mampu untuk memenuhi kebutuhan belajarnya sendiri. PKBM merupakan

    sumber informasi dan penyelenggaraan berbagai kegiatan belajar pendidikan

    kecakapan hidup sebagai perwujudan pendidikan sepanjang hayat.

    5) Lembaga PNF sejenis: adalah lembaga pendidikan yang tumbuh dan berkembang di

    masyarakat, yang meberikan pelayanan pendidikan nonformal berorientasi life

    skills/keterampilan dan tidak tergolong ke dalam kategori-katagori di atas, seperti;

    LPTM, Organisasi Perempuan, LSM dan organisasi kemasyarakatan lainnya

    D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelanjutan Pendidikan

    Berdasarkan hasil penelitian Fathoni (2008) terdapat beberapa faktor yang

    mempengaruhi keberlanjutan pendidikan atau mempengaruhi tingkat pendidikan. Dalam

    penelitian tersebut dikatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan.

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    18/81

    Faktor-faktor tersebut terbagi menjadi dua bagian yaitu faktor internal (keluarga dan orang

    tua) dan faktor eksternal (lingkungan serta sarana informasi). Faktor internal terdiri dari

    beberapa hal yaitu umur kepala keluarga, tingkat pendidikan kepala keluarga, besar keluarga

    (besar tanggungan), total pendapatan keluarga, total pengeluaran keluarga, persepsi tentang

    arti penting sekolah, persepsi tentang biaya pendidikan, dan status usaha kepala keluarga.

    Faktor eksternal terdiri dari kebijakan pemerintah, informasi terhadap pendidikan, sarana

    pendidikan, serta jarak sarana pendidikan. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Suryani

    (2004) yang menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan

    adalah sebagai berikut:

    1. Faktor Internal

    Faktor internal yang diduga berpengaruh terhadap tingkat pendidikan anak dalam

    penelitian ini adalah karakteristik personal kepala keluarga dan persepsi keluarga

    nelayan terhadap pendidikan. Karakteristik personal kepala keluarga yang diukur antara

    lain tingkat pendidikan kepala keluarga, umur kepala keluarga, besarnya pendapatan

    keluarga, jumlah tanggungan, nilai anak dalam keluarga, dan status sosial dalam

    pekerjaan.

    a. Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga

    Menurut Gunarsa dan Gunarsa (Suryani, 2004) tingkat pendidikan secara

    langsung dan tidak langsung akan menentukan baik buruknya pola komunikasi antara

    anggota keluarga. Selain itu, imbas dari pendidikan orang tua akan mempengaruhi

    persepsinya tentang penting atau tidaknya pendidikan. Menurut Heryanto (1998)

    dengan dasar pendidikan yang relatif memadai untuk mampu memberikan makna

    terhadap nilai, kegunaan dan pentingnya pendidikan bagi masa depan anaknya

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    19/81

    sehingga kesungguhan untuk menambah wawasan dan bekerja keras untuk

    menyekolahkan anaknya menjadi cita-cita dan harapan dalam hidupnya.

    b. Umur Kepala Keluarga

    Selain berkaitan dengan tingkat kedewasaan teknis seseorang, usia juga

    mempunyai kaitan dengan tingkat kedewasaan psikologis. Dalam hal ini berarti

    semakin lanjut usia seseorang, diharapkan akan semakin mampu menunjukan

    kematangan jiwa (dalam arti semakin bijaksana), semakin mampu berpikir secara

    rasional dan semakin mampu mengendalikan emosi dan sifat-sifat lainnya yang

    menunjukan kematangan intelektual dalam psikologis, sehingga semakin tua usia

    seseorang, motivasi yang dimiliki akan semakin tinggi. Usia dapat mempengaruhi

    cara seseorang berpikir, mempersepsi dan menyikapi sesuatu yang menjadi objeknya

    (Heryanto, 1998).

    c. Pendapatan Keluarga

    Kondisi ekonomi keluarga dapat diukur dengan tingkat kesejahteraan

    keluarga. Salah satu indikator tingkat kesejahteraan keluarga adalah tingkat

    pendapatan keluarga. Pendapatan nelayan dapat diperoleh dari usaha perikanan

    (usaha penangkapan dan non-penangkapan) maupun dari usaha non perikanan yang

    dilakukan oleh nelayan.

    Di satu sisi pendidikan formal diperlukan oleh masyarakat nelayan, namun di

    sisi lain pendidikan formal memerlukan biaya yang tidak sedikit. Biaya yang tinggi

    menjadi salah satu faktor penghambat bagi para nelayan dengan status sebagai

    masyarakat miskin yang memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan dasar

    hidupnya akibat dari ketidakpastian berusaha. Kemiskinan yang melekat erat pada

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    20/81

    nelayan mengakibatkan mereka tidak mampu memberikan pendidikan yang cukup

    bagi anak-anaknya terutama pendidikan formal (Erizal diacu dalam Suryani 2004).

    d. Jumlah Tanggungan

    Banyaknya tanggungan dalam keluarga berimplikasi pada besar kecilnya

    pengeluaran dalam satu keluarga. Berdasarkan hasil penelitian Suryani (2004) di

    Desa Karangjaladri Ciamis, semakin banyak jumlah tanggungan mengakibatkan

    persepsi masyarakat nelayan terhadap pendidikan formal semakin rendah.

    e.

    Nilai Anak dalam Keluarga

    Nilai anak adalah peranan yang dimainkan oleh anak dalam kehidupan

    orangtuanya. Pada dasarnya semua orang tua menginginkan kondisi anaknya lebih

    baik dari kondisi orang tua dalam menjalani kehidupan yang dapat ditunjukkan

    dengan harapan orang tua terhadap masa depan kehidupan anaknya. Hasil penelitian

    Sukmawan (2000) di Sukabumi menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga nelayan

    sangat mengharapkan anaknya dapat menjadi pegawai negeri atau swasta.

    f. Status Sosial

    Status (kedudukan) sosial adalah tempat seseorang secara umum dalam

    masyarakatnya sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulan,

    prestise, hak dan kewajibannya. Secara tidak langsung kedudukan (status) dapat

    mencerminkan adanya pelapisan (stratifikasi sosial). Untuk mempelajari stratifikasi

    sosial menurut Zanden (1990) diacu dalam Satria (2001) terdapat tiga pendekatan

    yang harus dilakukan, yaitu:

    a) Pendekatan objektif, yaitu menggunakan ukuran objektif berupa variabel yang

    mudah diukur secara statistik seperti pekerjaan, pendidikan, atau penghasilan.

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    21/81

    b) Pendekatan subjektif (self-placement), yaitu kelas dilihat sebagi kategori sosial

    dan disusun dengan meminta responden untuk menilai statusnya sendiri.

    c)

    Pendekatan reputasional, yaitu subjek penelitian diminta untuk menilai status

    orang lain dan menempatkannya pada posisi tertentu.

    Dalam penelitian, pendekatan yang akan digunakan adalah pendekatan

    objektif yaitu melihat kedudukan nelayan berdasarkan pekerjaan. Status social

    nelayan dibagi berdasarkan pemilikan armada dan alat tangkap. Berdasarkan

    pemilikan armada dan alat tangkap, nelayan dibedakan menjadi nelayan pemilik

    dan nelayan pandhiga. Berdasarkan hasil penelitian Suryani (2004) di Ciamis

    didapat bahwa semakin tinggi status sosial nelayan maka persepsi terhadap

    pendidikan formal akan semakin tinggi.

    g. Persepsi Terhadap Pendidikan Formal

    Persepsi merupakan proses pencarian informasi untuk dipahami melaluialat

    penginderaan (penglihatan, pendengaran, peraba, dan sebagainya) dan alat untuk

    memahaminya adalah kognisi atau kesadaran (Sarwono 1999 diacu dalam Suryani

    (2004)). Setiap lingkungan sosial budaya yang berbeda dan reaksi yang berbeda akan

    menghasilkan persepsi yang berbeda pula (Markovsky diacu dalam Suryani (2004)).

    Para orang tua nelayan kurang memperhatikan pendidikan formal anaknya

    dengan baik, dapat membaca dan menulis adalah tujuan utama untuk menyekolahkan

    anak. Motivasi orang tua untuk menyekolahkan anak akan sangat tergantung pada

    bagaimana penilaian orang tua terhadap tujuan dan system pendidikan formal.

    2. Faktor Eksternal

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    22/81

    Faktor ekternal yang berpengaruh terhadap tingkat pendidikan anak antara lain

    jarak tempat tinggal dengan sarana pendidikan, jumlah jam kerja, keterdedahan

    informasi, dan relevansi kurilukum dengan kebutuhan lingkungan.

    a. Jarak Tempat Tinggal

    Menurut Heryanto (1998) jarak tempat tinggal ke sarana pendidikan dan pusat

    informasi pendidikan penting dijadikan pertimbagn untuk menyekolahkan anak, karena

    terkait dengan transportasi, biaya dan waktu pengawasan kemajuan prestasi anak.

    b. Keterdedahan Informasi

    Berdasarkan hasil penelitian Suryani (2004) pemanfaatan media menjadi hal yang

    penting dalam hal penunjang pendidikan dan semakin banyak informasi yang diterima

    oleh nelayan maka persepsi masyarakat terhadap pendidikan formal akan semakin tinggi.

    c. Jumlah Jam Kerja Anak

    Jumlah jam kerja anak adalah banyaknya waktu ysng dipergunakan anak untuk

    membantu usaha orang tua dianggap berpengaruh terhadap tingkat pendidikan anak

    karena bersadarkan beberapa sumber menyebutkan bahwa banyak anak nelayan usia

    sekolah yang sudah terjun untuk membantu usaha orang tuanya untuk menambah

    pendapatan keluarga. Hasil penelitian Sumarsono di Jawa Timur diacu dalam Suryani

    (2004) menyebutkan bahwa anak merupakan faktor produksi yang dapat membantu

    penghasilan keluarga karena mampu memperoleh penghasilannya sendiri.

    Fenomena keseharian masyarakat nelayan yaitu baik anak lelaki maupun anak

    perempuan secara lebih dini terlibat dalam proses pekerjaan nelayan dari mulai persiapan

    orang tua mereka untuk ke laut sampai dengan menjual hasil tangkapan. Hal ini tentunya

    berimplikasi kepada kelangsungan pendidikan anakanak nelayan.

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    23/81

    d. Relevansi kurikulum dengan keutuhan lingkungan

    Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan

    bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan

    pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Undang Undang Pendidikan

    Nasional 2003). Dalam pasal 36 ayat (1) disebutkan bahwa pengembangan kurikulum

    dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan

    pendidikan nasional. Pada pasal 36 ayat (2) kurikulum pada semua jenjang dan jenis

    pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan,

    potensi daerah, dan peserta didik.

    Menurut Dahuri (2002) wacana kelautan perlu dikembangkan dalam pelajaran di

    sekolah (tingkat dasar dan menengah) hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa etos

    kebaharian sudah mulai menurun dan melemah terutama di kalangan generasi muda.

    Lunturnya etos kebaharian tersebut disebabkan system pendidikan nasional yang

    mewarisi gagasan politik etis. Rickcleft (1991) diacu dalam Dahuri (2002) menjelaskan

    bahwa politik etis yang ditanamkan berakar pada permasalahan-permasalahan ekonomi

    dan adanya unsur kemanusiaan sebagai balas jasa. Sistem pendidikan pada masa tersebut

    bias pada kepentingan penjajah yang mengenyampingkan etos kebaharian. Ketiadaan

    orientasi pendidikan pada wacana kelautan, mengakibatkan seolah-olah menjadi beban

    dan tidak menjadi prioritas dalam pilihan hidup masyarakat pesisir dan kondisi tersebut

    menyebabkan tingkat pendidian di kalangan nelayan rendah (Ramli 2002 diacu dalam

    Dahuri 2002).

    Salah satu implementasi manajemen berbasis sekolah adalah adanya

    pengembangan kurikulum dengan memperhatikan kebutuhan siswa, memperhatikan

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    24/81

    sumberdaya yang ada dan harus mampu mengatur perubahan sebagai fenomena alamiah.

    Dalam pelaksanaannya pengembangan kutikulum yang telah digariskan tersebut yaitu

    dengan pemberlakuan kurikulum berbasis kompetensi.

    E. Kerangka Konseptual

    Proses pendidikan sangat memerlukan adanya hubungan timbal balik antara tiga

    unsur yang mempengaruhi keberlanjutan dan proses pendidikan anak yaitu keluarga,

    masyarakat, dan lingkungan. Dalam hal ini anak merupakan posisisentral yang sangat rentan

    untuk dipengaruhi oleh ketiga faktor tersebut. Penelitian ini mengkaji tentang faktor-faktor

    yang mempengaruhi keberlanjutan seorang anak dalam mengakses pendidikan untuk

    tercapainya mutu anak yang diharapkan. Faktor-faktor tersebut terdiri dari beberapa bagian

    yaitu karakteristik sosial ekonomi orang tua (nelayan), jenis layanan pendidikan, serta

    ketersediaan informasi layanan pendidikan. Penelitian ini juga berusaha mencoba membantu

    merumuskan alternatif layanan pendidikan non-formal yang lebih sesuai dengan

    kondisi/situasi rumah tangga nelayan.

    Karakteristik sosial ekonomi orang tua nelayan yang akan dilihat dalam penelitian ini

    adalah umur kepala keluarga dan ibu saat dilakukan wawancara, tingkat pendidikan yang

    berupa lama sekolah anggota keluarga dihitung dalam jumlah tahun yang sudah dihabiskan

    anggota keluarga tersebut untuk bersekolah, pendapatan keluarga yang merupakan jumlah

    keseluruhan pendapatan keluarga termasuk ayah, ibu dan anak serta anggota keluarga lain,

    besar keluarga yaitu banyaknya anggota keluarga dalam keluarga tersebut, persepsi terhadap

    pendidikan, status usaha kepala keluarga serta nilai anak dalam keluarga yang terbagi

    berdasarkan jenis kelamin anak tersebut. Jenis layanan pendidikan terbagi tiga yaitu layanan

    pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pendidikan informal, tetapi yang termasuk

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    25/81

    dalam ruang lingkup penelitian hanya pendidikan formal dan pendidikan non formal.

    Ketersediaan informasi dapat dilihat dari adanya media-media informasi mengenai layanan

    pendidikan yang dapat diakses oleh rumah tangga perikanan dan intensitas keluarga nelayan

    dalam menggunakan media informasi tersebut.

    SKEMA KERANGKA KONSEPTUAL

    KELUARGA NELAYAN

    Latar Belakang Kehidupan Sosial-Ekonomi Keluarga Nelayan, meliputi :

    Tingkat Pendidikan

    Tingkat Pendapatan / Upah

    Kondisi Kesehatan

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    26/81

    F.

    Definisi Teoritis

    Untuk memudahkan peneliti dalam proses penelitian, berikut akan dikemukakan

    beberapa konsep-konsep yang digunakan oleh peneliti dalam mengkaji masalah Kelanjutan

    pendidikan dikalangan anak nelayan. Berikut ini beberapa rumusan konsep-konsep tersebut :

    Kelanjutan Pendidikan Dikalangan Anak Nelayan

    (Kasus, Desa Ujung Labuang, Kecamatan Suppa,Kabupaten Pinrang

    Pendidikan Anak

    Pendidikan

    informal

    Pendidikan

    formal

    Pendidikan non

    formal

    - Pendidikan

    dasar

    -

    Pendidikan

    menengah

    - Pendidikan

    tinggi

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    27/81

    Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan

    bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.

    Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan tentang

    pengertian pendidikan yaitu: Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-

    anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada

    pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat

    dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.

    Menurut H. Horne, adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih

    tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas

    dan sadar kepada tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional

    dan kemanusiaan dari manusia.

    Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

    mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

    mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan,

    pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang

    diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.

    Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan penangkapan ikan.

    Keberlanjutan pendidikan merupakan proses berlangsungnya pendidikan tanpa terputus di

    tengah jalan. Keberlanjutan pendidikan terbagi menjadi dua yaitu seorang anak tetap

    melanjutkan sekolah di lembaga pendidikan formal dan seorang anak putus sekolah

    sebelum menyelesaikan pendidikannya. Jika anak responden yang dimintai informasi

    mengalami putus sekolah maka ditanyakan alternatif pendidikan yang menurut nelayan

    lebih sesuai dengankondisi rumah tangga perikanan.

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    28/81

    Menurut Koentjaraningrat masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi

    menurut suatu system adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan yang terikat oleh

    suatu rasa identitas bersama.

    Nelayan menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 adalah orang yang mata

    pencahariannya melakukan penangkapan ikan.

    Aksesibilitas terhadap pendidikan adalah kemudahan seseorang untuk mendapatkan akses

    pendidikan yang layak. Mudah atau tidaknya pencapaian aksesibilitas mempengaruhi

    keberlanjutan pendidikan anak nelayan.

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    29/81

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Pendekatan dan Strategi Penelitian

    Dalam penelitian ini Metode yang digunakan adalah metode pendekatan deskriptif

    dengan menggunakan survey, yaitu metode dalam meneliti status sekelompok manusia,

    suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa

    sekarang. Menurut Whitney (Nazir, 1999), metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan

    interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam

    masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu.

    B. Jenis dan sumber data

    Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data

    kuantitatif. Data kualitatif adalah fakta yang diperoleh selama penelitian berupa kata-kata

    atau tulisan dari manusia atau tentang perilaku manusia yang dapat diamati (Taylor dan

    Bogdan (Sitorus, 1998)).

    Data kuantitatif yaitu data yang nilainya berbentuk numerik atau angka (Kusmayadi

    dan Endar dikutip oleh Aryani (2007)). Berdasarkan sumber data dibedakan menjadi dua

    kelompok yaitu data primer dan data sekunder.

    Data primer merupakan data yang didapatkan melalui wawancara, pengukuran, dan

    pengamatan langsung di lapangan. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara sebagai

    berikut:

    1. Kuesioner (quetionaire) adalah suatu cara pengumpulan data dengan cara memberikan

    daftar pertanyaan atau angket yang telah disediakan kepada responden.

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    30/81

    2. Menurut Sitorus (1998) wawancara adalah proses memperoleh data dengan cara tanya

    jawab secara langsung dan temu muka langsung dengan responden. Pengumpulan data

    seperti ini dituntut untuk melakukan banyak pelacakan guna mendapatkan data yang

    lebih dalam, utuh, dan rinci.

    3. Observasi (observation), pengamatan langsung pada suatu objek yang akan diteliti untuk

    mendapatkan gambaran yang tepat mengenai objek penelitian.

    Data Sekunder adalah pengumpulan data yang dilakukan melalui studi kepustakaan

    yang terdiri dari:

    1.Penelitian kepustakaan adalah dengan mengumpulkan buku-buku, karya ilmiah, makalah

    yang memiliki relevansi dengan masalah yang sedang diteliti.

    2.Studi dokumentasi adalah dilakukan dengan menelaah catatan tertulis, dokumen, dan

    arsip yang menyangkut masalah yang diteliti yang berhubungan dengan masalah yang

    diteliti.

    C. Populasi dan Sampel

    Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga yang berada di Dusun

    Kassi Pute Desa Ujung Labuang Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang yang berjumlah 369

    kepela keluarga.

    Sampel diartikan sebagian dari populasi yang menjadi sumber data yang sebenarnya,

    dengan kata lain sampel adalah sebagian dari populasi. Menurut Arikunto (2006: 134) jika

    jumlah populasi kurang dari 100 maka untuk dijadikan sampel diambil seluruhnya, namun

    jika lebih besar dari 100 maka dapat diambil 10 %-15 % atau 20 %-25 % atau lebih.

    Berdasarkan penjelasan tersebut maka jumlah Sampel yang digunaka dalam penelitian ini

    sebanyak 40 kepala keluarga.

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    31/81

    Teknik rancangan sampling yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah teknik

    rancangan sampling probabilitas/ probability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel

    yang diberikan sama bagi setiap unsur anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota

    sampel. Sedangkan metode sampling yang peneliti gunakan adalah sampling random

    sederhana, yaitu dengan member nomor pada seluruh anggota populasi, lalu mengundinya

    (merandom/mengacak) sampai mendapatkan jumlah sampel yang dibutuhkan.

    D. Waktu dan Lokasi Penelitian

    Lokasi penelitian adalah obyek penelitian dimana kegiatan penelitian dilakukan.

    Penentuan lokasi penelitian sangat penting karena berhubungan dengan data-data yang harus

    dicari sesuai dengan fokus yang ditentukan, lokasi penelitian juga menentukan apakah data

    bisa diambil dan memenuhi syarat baik volumenya maupun karakter data yang dibutuhkan

    dalam penelitian. Pertimbangan geografis serta sisi praktis seperti waktu, biaya, dan tenaga

    akan menentukan lokasi penelitian.

    Cara terbaik yang perlu ditempuh dalam menentukan lapangan penelitian ialah

    dengan jalan mempertahankan teori substantif, pergilah dan jadakilah lapangan untuk

    melihat apakah dapat kesesuaian dengan kenyataan yang ada di lapangan keterbatasan

    geografis dan praktis seperti waktu, biaya dan tenaga, perlu juga dijadikan pertimbangan

    dalam menentukan lokasi penelitian.

    Lokasi penelitian dilaksakan di Desa Ujung Labuang, Kecamatan Suppa, Kabupaten

    Pinrang, Sulawesi Selatan pada bulan Oktober-November 2012.

    E. Analisis data

    Data yang terkumpul baik melalui penjaringan data lapangan maupun melalui

    dokumen-dokumen dilakukan langkah-langkah melalui pengecekan kelengkapan data,

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    32/81

    kemudian penentuan tabel frekwensi sederhana, dan terakhir mengklasifikasikan sesuai

    dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan. Dari klasifikasi data, selanjutnya dilakukan

    langkah-langkah analisis secara deskriptif dengan bantuan tabel frekwensi sederhana.

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    33/81

    BAB IV

    GAMBARAN UMUM LOKASI

    A. Kondisi Geografis

    Desa Ujung Labuang merupakan salah satu daerah yang berada dalam kawasan

    Kecamatan Suppa, Kabupaten Pinrang, Propinsi Sulawesi Selatan. Suhu rata-rata

    diperkirakan berkisar antara 23-250C. Selain itu, kondisi medannya juga tidak merata, serta

    beberapa bagian akses jalan masih dalam kondisi rusak. Luas wilayah Desa Ujung Labuang

    adalah 36, 30 ha/m2, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

    Sebelah utara : Desa Wiringtasi

    Sebelah timur : Desa Ujung Lero

    Sebelah barat : Desa Wiringtasi

    Sebelah selatan : Kota Pare-pare

    Jarak antara Desa Ujung Labuang dari ibu kota kecamatan 17 km dan jarak antara

    Desa Ujung Labuang dari ibu kota kabupaten 39 km.

    Desa Ujung Labuang mempunyai kontur permukaan tanah datar dengan ketinggian

    dari permukaan laut antara 0 2 meter. Pasang surut kawasan ini mempunyai sifat harian

    tunggal dan kisaran antara surut tertinggi dan terendah adalah 1,2 meter dan gerakan periodik

    ini walaupun kecil tetap berpengaruh pada kondisi pantai kawasan ini. Arus laut pada daerah

    ini berkecepatan 1,5 knot dengan ketinggian gelombang antara 0 1 meter , jika terjadi angin

    kuat gelombang dapat mencapai 1,5 sampai 2 meter.

    Desa Ujung Labuang terletak didaerah yang strategis karena letaknya yang berada di

    ujung pulau yang berseblahan dengan kota pare-pare. Akses menuju daerah ini boleh dikata

    masih kurang baik, meski jalanan beraspal namun hampir semuanya sudah rusak, tapi daerah

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    34/81

    ini masih muda diaskes baik dengan kendaraan bermotor, angkutan umum maupun dengan

    perahu kapal.

    B. Keadaan Demografi

    a. Penduduk

    Penduduk merupakan jumlah orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah pada

    waktu tertentu dan merupakan hasil proses-proses demografi yaitufertilitas, mortalitas, dan

    migrasi (Rusli, 1995). Selain itu Rusli juga menjelaskan bahwa komposisi penduduk

    menggambarkan susunan penduduk yang dibuat berdasarkan pengelompokan penduduk

    menurut karakteristik-karakteristik yang sama seperti etnis, agama, kewarganegaraan,

    bahasa, pendidikan, jenis kelamin,dan golongan pendapatan.

    Jumlah penduduk Desa Ujung Labuang berdasarkan rekapitulasi bulan Juli 2012

    berjumlah 2.013 jiwa yang terdiri dari 1.058 laki-laki dan 955 perempuan. Adapun kondisi

    demografis Desa Ujung Labuang.

    Keadaan penduduk Desa Ujung Labuang Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang

    berdasarkan dengan tingkat dusun dapat dilihat pada table berikut:

    Tabel 1: jumlah penduduk berdasrkan dusun

    NO NAMA

    DUSUN

    JUMLAH KK PENDUDUK

    1. Kassi Pute 369 1551

    2. Tanah Millie 98 462

    Sumber: Profil Desa Ujung Labuang, 2012

    Dengan demikian dapat dilihat bahwa jumlah penduduk terbanyak tedapat di dusun

    Kassi Pute dengan persentase sebanyak 369 kepala keluarga atau sekitar 1551 orang

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    35/81

    penduduk, dibandingkan dengan yang ada didusun Tanah Milie hanya terdapat 98 kepala

    keluarga atau terdapat sekitar 462 orang penduduk.

    Adapun jumlah penduduk berdasrkan golongan umur dapat dilihat pada tabel berikit:

    Tabel 2: Jumlah penduduk menurut golongan umur

    GOLONGAN UMUR JUMLAH

    1- 10 tahun 557

    11- 20 tahun 460

    21- 30 tahun 323

    31- 40 tahun 240

    41 - 50 tahun 233

    > 50 tahun 200

    Sumber: Profil Desa Ujung Labuang, 2012

    Dari tabel diatas nampak bahwa penduduk dengan usia/umur 1-10 tahun paling

    banyak diantara selurauh tingkat usia yang ada di Desa Ujung Labuang dengan jumlah

    sebanyak 557 orang sedangkan yang paling sedikit adalah penduduk yang memiliki usia

    diatas 50 tahun yaitu sebanyak 200 orang. Adapun jumlah penduduk berdasarkan jenis

    kelamin dapat dilihat pada tabel berikut:

    Tabel 3: Jumlah penduduk menurut jenis kelamin

    JENIS KELAMIN JUMLAH

    Laki-laki 1.058

    Perempuan 955

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    36/81

    Total 2.013

    Sumber: Profil Desa Ujung Labuang, 2012

    Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki

    lebih besar dari pada jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan dengan deviasi sebesar

    103, atau penduduk berjenis kelamin laki-laki sebanyak 1058 orang dan penduduk berjenis

    kelamin perempuan sebanyak 955 orang sehingga jumlah total penduduk sebanyak 2.013

    orang dengan 467 kepala keluarga.

    b.

    Keadaan pendidikan

    Sebagai upaya untuk mewujudkan salah satu aspirasi bangsa yang diamanatkan dalam

    pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu dalam rangka mencerdaskan kehidupan

    bangsa, demikian juga perkembangan suatu daerah, factor pendidikan memang peran yang

    sangat menentukan. Dikatakan demikian karena hanya dengan pendidikan, tujuan

    pembangunan nasional dapat terealisasi dengan sebaik-baiknya.

    Dengan keterbatasan pendidikan dapat berakibat rendahnya kecerdasan hal ini

    merupakan tendensi masyarakan untuk senangtiasa hidup statis. Jadi dalam hal ini

    pendidikan itu mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap usasha peningkatan taraf

    hidup masyarakat.

    Mengenai gambaran tentang tingkat pendidikan masyarakat di Desa Ujung Labuang

    dapat dilihat pada tabel berikut:

    Table 4: Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan

    Tingkat pendidikan Jumlah

    Belum sekolah 320

    Tidak sekolah 200

    Tidak tamat SD 94

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    37/81

    Tamat SD 105

    Tamat SMP/Sederaja 112

    Tamat SMA/Sederajat 95

    Tamat D1/Sederajat 8

    Tamat Akademi/PT 2

    Sumber: Profil Desa Ujung Labuang, 2012

    Dengan demikian rata-rata tingkat pendidikan masyarakat Desa Ujung Labuang

    adalah mayoritas tidak sekolah yaitu sebanyak 200 orang, sedangkan yang tamat SD

    sebanyak 105 orang, tamat SMP/ sederajat 112 orang, tamat SMA/sederajat 95 orang, dan

    yang selesai D1 8 orang serta yang selesai akademi/ S1 hanya 2 orang.

    Keadaan tersebut juga dipengaruhi oleh masih terbatasnya sarana pendidikan. Lebih

    lengkapnya dapat dilihat pada table berikut:

    Tabel 5: Sarana pendidikan

    Sekolah Jumlah

    TK

    SD

    SLTP/MTs

    SLTA/ Sederajat

    2

    2

    -

    -

    Sumber: Profil Desa Ujung Labuang, 2012

    Dengan melihat tabel diatas maka dapat diketahui bahwa sarana pendidikan di Desa

    Ujung Labuang masih sangat minim karena belum ada bangunan Sekolah lanjutan seperti

    Sekolah Menengah Pertama (SMP/sederajat) apalagi bangunan Sekolah Menengah Atas

    (SMA). Padahal sarana pendidikan seperti ini sangat diperlukan untuk keberlanjutan

    pendidikan anak, apalagi letak Desa ini sangat jauh dari pusat Ibu Kota Kecamatan lebih-

    lebih pusat Ibu Kota Kabupaten.

    c. Keadaan ekonomi

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    38/81

    Adapun keadaan sosial ekonomi masyarakat Desa Ujung Labuang sebagian besar

    bermata pencaharian sebagai nelayan. Selain itu, ada juga peternak, buruh,

    pedagang/wiraswasta dan petani.

    Keadaan ekonomi penduduk Desa Ujung Labuang dapat dilihat menurut pekerjaan.

    Lebih jelasnya pada table berikut:

    Tabel 6: Keadaan penduduk menurut pekerjaan

    PEKERJAAN JUMLAH

    Tidak bekerja

    Buruh

    Pedagang/Wiraswasta

    Nelayan

    PNS/ABRI/Pensiunan

    Pegewai Swasta

    Petani

    -

    140

    135

    865

    7

    4

    75

    Sumber: Profil Desa Ujung Labuang, 2012

    Desa Ujung Labuang adalah daerah pantai atau menurut tipologinya merupakan

    daerah pesisir, sehingga sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan,

    sebagian sebagai buruh dan wiraswasta serta bertani adalah pekerjaan sampingan guna untuk

    memenuhi kebutuhan keluarganya.

    d. Keadaan kesehatan

    Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan

    setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

    Kesehatan sangatlah erat kaitannya dengan kesejahteraan, semakin baik kondisi

    kesehatn seseorang maka tingkat produktifitasnya juga akan semakin baik. Keadaan seperti

    ini harus didukung pula dengan fasilitas kesehantan, seperti yang digambarkan dibawah:

    Tabel 7: Sarana Kesehatan

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    39/81

    Sarana kesehatan Jumlah

    Puskesmas

    Pustu

    MCK Umun

    -

    1

    4

    Sumber: Profil Desa Ujung Labuang, 2012

    Melihat tabel diatas dapat kita ketahui bahwa kondisi pelayanan kesehatan di daerah

    ini sangat minim. Puskesmas yang merupakan unit pelayanan teknis dinas (UPTD) kesehatan

    kabupaten/kota yang bertanggungjawab melakukan pembangunan kesehatan disuatu wilayah

    nampak tidak ada, yang ada hanyalah puskesmas pembantu (pustu) itupun kelihan kosang

    dan menurut masyarakat setempat bahwa fasilitas ini tidak pernah digunakan selama

    dibangun.

    Sarana dan prasarana pembuangan air limbah domestik di Desa Ujung Labuang pada

    dasarnya sudah tersedia seperti MCK yang merupakan sarana utama bagi masyarakat nelayan

    untuk memenuhi kebutuhan mandi cuci dan konsumsi sehari-hari. Sarana MCK sudah

    disiapkan tetapi tidak bertahan lama, pembangunan sarana dan prasarana sanitasi masih

    belum memenuhi standar baik dari kapasitas, jumlah/volume maupun hal teknis lain.

    e. Keadaan sosial budaya

    Masyarakat Desa Ujung Labuang yang mayoritas suku mandar dalam sistem

    kekerabatannya menganut prinsip bilateral yaitu mengikuti kedua garis keturunan yaitu ayah

    dan ibu. Pemilihan tempat tinggal untuk menetap setelah menika adalah pada lingkungan

    keluarga istri dan biasanya juga memilih dan mendirikan rumah atau tempat tinggal sebisa

    mingkin tidak jauh dari tempat menetap keluarga istri. Oleh karena itu sistem kelompok

    keluarga bagi suku mandar pada umumnya menganut sistem keluarga batih. Suku mandar

    membedakan keluarga luas antara family jauh dan family dekat yang masih mempunyai

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    40/81

    hubungan darah. Keluarga dekat disebut sangana kadeppe, dan keluarga jauh disebut

    sangana karambo sementara keluarga dari suami atau istri yang tidak mempunyai

    hubungan disebut mattitanikeng.

    Salain itu ada juga budaya atau tradisi unik masyarakt Desa Ujung Labuang yang

    biasa dilakukan yaitu mappande tasi (member makan laut) biasa juga disebut oleh

    masyarakat setempat sebagai pesta nelayan yang dilaksanakan setiap tahunnya biasanya

    berlangsung pada bulan Mei atau Juni, dimana dalam upacara adat ini biasa diadakan

    perlombaan balap perahu yang di ikuti oleh warga setempat, dan paling banyak ikut dalam

    perlombaan ini didominasi oleh anak mudah. Hal ini dipercaya sebagai tanda syukur mereka

    kepada yang kuasa atas limpahan rahmat terutama hasil kekayaan lautnya serta berharap

    diberi penghasilan yang lebih banyak lagi.

    Sementara dalam sistem kepercyaan, masyarakat Desa Ujung Labuang ini mayoritas

    beragama islam bahkan dapat dipastikan bahwa di Desa ini tidak terdapat agama lain selain

    Islam, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

    tabel 8: Jumlah penduduk berdasarkan agama

    Agama Jumlah

    Islam

    Non-Islam

    2.013

    -

    Sumber: Profil Desa Ujung Labuang, 2012

    Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa semua masyarakat Desa Ujung Labuang

    adalah beragama islam, maka dari itu kegiatan keagamaan mereka ditunjang dengan sarana

    peribadatan berupa mesjid atau mushalla, berikut tabelnya:

    Tabel 9: Sarana peribadatan

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    41/81

    Sarana peribadatan Jumlah

    MesjidMushalla

    3-

    Sumber: Profil Desa Ujung Labuang, 2012

    Dalam hal agama, masyarakat Desa Ujung Labuang seluruhnya beragama Islam dan

    sarana peribadatan yang tersedia di Desa Ujung Labuang terdiri dari 3 mesjid/mushallah.

    Bangunan tempat peribadatan tersebut adalah hasil swadaya masyarakat setempat dan bantuan

    pemerintah dengan tipe bangunan permanen.

    BAB V

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Identitas Responden

    Dalam penelitian ini sebagaimana dikemukakan sebelumnya bertuajuan untuk

    mendeskripsikan fenomena yang dihadapi keluarga pada masyarakat Desa Ujung Labuang

    sehubungan dengan peluang atau usaha dalam melanjutkan pendidikan bagi anak nelayan.

    Kelanjutan pendidikan dikalangan anak nelayan dimaksud memiliki ketidaksamaan dalam

    masyarakat berdasarkan kondidi sosial ekonomi. Berdasarkan lokasi yang menjadi fokus

    penelitian yaitu Desa Ujung Labuang Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang. Menunjukkan

    bahwa daerah ini cukup potensial dari segi sumber daya alamnya karna didukung dengan

    potensi laut yang kaya atas biota laut utamanya ikan.

    1. Jenis kelamin

    Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh penulis, dapat diketahui jenis kelamin

    responden pada tabel berikut:

    Table 10: distribusi responden berdasarkan jenis kelamin

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    42/81

    No Jenis kelamin Frekuensi persentase

    1 Laki-laki 40 100%

    2 perempuan - -

    jumlah 40 100%

    Sumber: hasil olahan data primer, 2013

    Dari tabel diatas menunjukkan responden laki-laki berjumlah 40 responden

    (100% ) dan responden perempuan itu tidak ada ( 0% ), ini disebabkan karena responden

    yang diambil memang keseluruhan adalah laki-laki.

    Kita semua tau bahwa dalam masyarakat nelayan peran pungsi kaum lelaki lebih

    besar dibandingkan dengan kaum perempuan dalam hal pencarian nafkah, maka dari itu

    petulis berinisiatif untuk mengambil responden laki-laki secara keseluruhan.

    2. Umur

    Umur merupakan salah satu faktor yang dapat memberikan gambaran tentang cara

    pandang seseorang. Terkadang semakin dewasa umur seseorang maka semakin bijak ia

    menyikapi atau merespon sesuatu. Oleh karena itu berikut disajikan responden berdasarkan

    umur:

    Table 11: distribusi responden berdasarkan kelompok umur

    No Kelompok umur Frekuensi persentase

    12

    3

    4

    5

    25-30 tahun

    31-40 tahun

    41-55 tahun

    >55 tahun

    1

    17

    14

    8

    2,5%

    42,5%

    35,0%

    20,0%

    jumlah 40 100%

    Sumber: hasil olahan data primer, 2013

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    43/81

    Dalam keluarga nelayan, pendapatan keluarga sangat ditentukan dari sejahu mana

    kemampuan orang tua pada khususnya dalam memenuhi kebutuhan keluarganya, ini sangat

    ditentukan oleh kondisi pisik utamanya masyalah umur atau usia karena berdampak laansung

    pada masalah kesehatan.

    Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa frekuensi terbanyak terdapat pada kategori 31-

    40 tahun sebanyak 17 responden (42,5%), kemudian frekuensi 41-55 sebanyak 14 responden

    (35,0%) disusul frekuensi >55 tahun sebanyak 8 responden (20,0%) dan frekuensi terkecil

    ada pada kategori 25-30 tahun hanya 1 responden (2,5%) karena responden yang diteliti

    adalah masyarakat nelayaang yang sudah berkeluarga dan memiliki keturunan.

    Pada umumnya masyarakat nelayan yang berumur muda dan sehat memiliki

    kemampuan fisik yang lebih besar, cepat menerima hal-hal baru yang dianjurlan dan berjiwa

    dinamis. Ini disebabkan karena nelayan muda lebih berani mengambil resiko, dan biasanya

    kurang berpengalaman. Di lain pihak, nelayan yang berumur tua mempunyai kapasitas

    pengelolaan cabang perikanan yang lebih baik dan matang serta memiliki banyak

    pengalaman. Dengan demikian dapat dilihat bahwa responden terbanyak ada pada usia 31-40

    dan 41-55 karena memang pada usia seperti ini adalah usia yang paling produktif untuk

    bekerja.

    3. Agama

    Selain responden berdasarkan umur dan jenis kelamin, dalam penelitian ini juga

    diuraikan tentang masalah agama yang dianut oleh masyarakat setempat. Hal ini bisa kita

    lihat pada tabel berikut:

    Table 12: distribusi responden berdasarkan agama

    No Agama Frekuensi persentase

    Islam 40 100%

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    44/81

    Kristen

    lainnya

    -

    -

    -

    -

    jumlah 40 100%Sumber: hasil olahan data primer, 2013

    Sebagaimana digambarkan pada tabel 11 diatas, dapat kita simpulkan bahwa agama

    yang dianut oleh masyarakat Desa Ujung Labuang adalah 100% agama islam, hal ini

    disebabkan karena memang nenek moyangnya adalah penganut agama islam yang sangat

    religius.

    4.

    Suku

    Desa Ujung Labuang adalah Desa yang terletak diujung Kecamatan Suppa Kabupaten

    Pinrang, yang mana kita kenal bahwa masyarak pinrang mayoritas penduduk asli suku bugis,

    tapi berbeda dengan desa ujung labuang yang mayoritas berpenduduk suku mandar. Untuk

    lebih jelasnya digambarkaan pada tabel berikut:

    Table 13: distribusi responden berdasarkan suku

    No Suku Frekuensi persentase

    12

    3

    4

    BugisMandar

    Makassar

    Lainnya

    237

    1

    -

    5,0%92,5%

    2,5%

    -

    Jumlah 40 100%

    Sumber: hasil olahan data primer, 2013

    Berdasarkan tabel diatas dapat kita lihat bahwa masyarak desa ujung labuang

    mayoritas bersuku mandar dengan persentase 37 responden (92,5%), suku bugis hanya 2

    responden (5,0%), suku makassar hanya 1 responden (2,5%) dan suku lainnya itu tidak ada

    (0%).

    Dikecamatan suppa kabupaten pinrang memang ada dua desa yang dihuni oleh suku

    pendatang (suku mandar) yaitu Desa Ujung Labuang dan Desa Ujung lero yang merupakan

    imigran dari Kabupaten Majene dan Kabupaten Polewali Mandar (Polmas) yang ada di

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    45/81

    Propinsi sulawsi Barat, kedua Desa bertetangga ini sudah lama dihuni oleh suku mandar

    sejak mulai dari saman perang.

    5.

    Tingkat Pendidikan

    Pendidikan orangtua sangat berpengaruh terhadap pola pola perkembangan anak.

    Fenomena yang terjadi kebanyakan orangtua menginginkan anaknya menjadi orang yang

    sukses dalam pendidikan maupun karirnya, sehingga masa yang akan datang meka dapat

    memperbaiki kualitas hidupnya menjadi lebih baik dari sebelumnya.

    Tinggi rendahnya pendidikan seseorang terkadang sangat mempengaruhi pola

    pemikiran seseorang. Cara menyikapi sebuah masalah antara orang yang berpendidikan

    tinggi jelas terlihat perbedaanya disbanding orang yang berpendidikan rendah, terkadang

    orang yang berpendidikan tinggi dalam memutuskan masalah lebih bijak dan lebih

    mempertimbangkan masa depan dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah. Dari hasil

    penelitian ini tingkat pendidikan responden adalah sebaagai berikut:

    Table 14: distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan

    No Tingkat pendidikan Frekuensi persentase

    1

    2

    34

    5

    Tidak sekolah

    SD

    SLTP/sederajatSLTA/sederajat

    D3/S1

    5

    27

    62

    -

    12,5%

    67,5%

    15,0%5,0%

    -

    Jumlah 40 100%Sumber: hasil olahan data primer, 2013

    Pada tabel diatas menunjukkan bahwa frekuensi terbanyak terdapat pada tingkat

    pendidikan Sekolah Dasar (SD) yaitu 27 responden dengan persentase 67,5%, kemudian

    Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 6 responden dengan persentase 15,0%, yang

    tidak pernah sekolah/ tidak tammat SD sebanyak 5 responden dengan persentase 12,5%,

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    46/81

    Sekolah Menengah Atas (SMA) hanya 2 responden dengan persentase 5,0%, dan dari

    keseluruahan responden tidak ada yang sampai pada jenjang pendidikan tinggi (D3/S1)

    sesuai dengan tabel diatas yaitu 0%.

    Dngan demikian rata-rata pendidikan orang tua keluarga nelayan yang ada, hanya

    sampai pada tingkat Sekolah Dasar (SD) dengan persentase tertinggi 67,5% sedangkan

    pendidikan pada tingkat SMP dan SMA hanya beberapa persen saja yaitu masing-masing

    15,0% dan 5,0% selebihnya adalah tidak pernah mengenyam pendidikan.

    6.

    Jumlah Anak

    Jumlah anak adalah bagian yang sangat penting yang perlu diketahui oleh seorang

    peneliti, maka dari itu dalam penelitian ini penulis menggambarkan jumlah anak responden

    sebagai berikut:

    Table 15: distribusi responden berdasarkan jumlah anak

    No Jumlah anak Frekuensi persentase

    12

    3

    4

    1 orang2 orang

    3 orang

    >3 orang

    15

    11

    23

    2,5%12,5%

    27,5%

    57,5%

    Jumlah 40 100%

    Sumber: hasil olahan data primer, 2013

    Pada tabel diatas terlihat bahwa frekuensi terbanyak adalah yang memiliki lebih dari

    tiga orang anak yaitu 23 responden atau 57,5%, kemudian 11 responden yang memiliki 3

    orang anak atau 27,5%, 5 responden yang memiliki 2 orang anak atau 12,5% dan hanya 1

    responden yang memiliki 1 orang anak atau 2,5%.

    Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa rata-rata keluarga nelayan memiliki

    lebih dari tiga orang anak, ini menunjukkan bahwa beban oarng tua dalam memenuhi

    kebutuhan keluarganya makin besar.

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    47/81

    7. Pekerjaan

    Pekerjaan merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui oleh seorang penulis

    dalam melakukan penelitian, karena pekerjaan adalah salah satu ukuran untuk mengetahui

    status sosial seseorang dalam masyarakt.

    Berikut akan diuraikan jumlah responden dan hasil persentasi berdasarkan jenis

    pekerjaan:

    Table 16: distribusi responden berdasarkan pekerjaan

    No Jumlah anak Frekuensi persentase12

    3

    NelayanPetani

    Pedagang

    40-

    -

    100%-

    -

    Jumlah 40 100%

    Sumber: hasil olahan data primer, 2013

    Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa aktifitas keseharian dan jenis pekerjaan yang

    digeluti rasponden semuanya adalah nelayan dengan frekuensi 40 responden atau dengan

    persentasi 100%, sedangkan pekerjaan yang lain seperti bertani dan berdagang masing-

    masing 0% kalaupun ada, itu hanya pekerjaan tambahan.

    Masyarakat Ujung labuang adalah masyarakat pesisir dimana kehidupan keseharian

    mereka adalah menangkap ikan atau biasa disebut nelayan, wajar saja kalau semua

    respondeng yang diteliti, pekerjaannya nelayan.

    B.

    Kondisi Kesehatan Masayarakat Nelayan

    Apabila dilihat berdasarkan fakta yang ada, memang pendidikan akan terganggu

    ketika pelakunya menderita sakit. Anak yang sehat mempunyai kemampuan belajar lebih

    baik dan akan tumbuh menjadi dewasa yang lebih terdidik. Dalam keluarga yang sehat,

    pendidikan anak cenderung untuk tidak terputus jika dibandingkan dengan keluarga yang

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    48/81

    tidak sehat. Jadi dapat disimpulkan bahwa investasi pendidikan dan investasi kesehatan

    saling mempengaruhi atau mempunyai hubungan yang fungsional.

    Kesehatan adalah bagian yang sangat substansial dalam kelangsungan hidup, semua

    aktifitas seseorang sagatlah dipengaruhi oleh kondisi kesehatannya, semakin baik kondisi

    kesehatan seseorang maka semakin baik pula kualitas kerjanya. Dengan demikian kesehatan

    haruslah dijaga dengan sebaik. Baik kesehatan jasmani maupun kesehatan rohani.

    1.

    Keadaan kesehatan responden

    Untuk mengetahui kondisi kesehatan masyarakat di Desa Ujung Labuang

    Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang, maka dapat kita lihat pada penjelasan dabel

    berikut ini:

    Tabel 17: distribusi responden tentang keadaan kesehatannya

    No Uraian Frekuensi Persentase

    1

    2

    Sehat

    Tidak sehat

    37

    3

    92,5%

    7,5%

    Jumlah 40 100%

    Sumber: hasil olahan data primer, 2013

    Berdasarkan tabel diatas, digambarkan bahwa sebanyak 32 responden (92,5%)

    yang menjawab sehat, sedangkan yang merasa kesehatannya kurang baik hanya 3

    responden atau dengan persentase 7,5%.

    Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa keadaan rata-rata kesehatan

    masyarakat setempat Alhamdulillah masih baik meskipun ada juga yang merasa

    kesehatannya kurang baik tapi tidak seberapa dan penyakit yang mereka derita adalah

    diare, demam dan sebaginya seperti yang digambarkan pada tabel dibawah ini:

    Tabel 18: distribusi responden tentang jenis penyakit yang sering

    diderita

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    49/81

    No Uraian Frekuensi Persentase

    12

    3

    DiareDemam

    Lain-lain

    224

    14

    55,5%10,0%

    34,5%

    Jumlah 40 100%

    Sumber: hasil olahan data primer, 2013

    Tabel diatas menjelaskan bahwa jenis penyakit yang paling sering diderita oleh

    masyarakat nelayan adalah penyakit diareyaitu sebanyak 22 responden atau 55,5%,

    sedangkan yang sering mengalami penyakit demam 4 responden (10,0%), dan penyakit

    lainnya sebanyak 14 responden atau 34,5%.

    Berdasarkan hasil wawancara kami dengan salah satu responden (39 Tahun)

    menuturkan bahwa:

    Penyakik yang paling sering dialami orang disini yaitu sakit perut dan ma

    uterus buang air, sakit kepala, panas badan, muntaber dan sebagainya,

    apa lagi kalau musim hujan, kurang tau kenapa gampang sekali orang

    sakit. (Hasil wawancara, Desember 2012 pukul 11.00 wita)

    Keadaan lingkungan sangat menentukan kesehatan seseorang, berdasarkan hasil

    pengamatan dilapangan, kondisi kesehatan lingkungan di Desa Ujung Labuang masih

    sangat jauh dari harapan, misalnya saja kebutuhan air bersi yang sangat terbatas karena

    masyarakat setempat hanya mengandalkan air sumur galian, mungkin saja ini salah satu

    faktor kenapa kebanyakan masyarakat terkena penyakit diare ditambah lagi dengan

    menimnya fasilitas MCK baik pribadi maupun umum menyebabkan tidak jelasnya

    pembuangan limbah rumah tangga.

    Rumah warga nelayan, rata-rata tak memiliki sanitasi yang baik. Air sumur hanya

    disaring menggunakan batu-batu kecil dicampur pasir. Penyakit diare, seperti demam,

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    50/81

    adalah hal yang biasa juga mereka alami. Bahayanya, warga tak memiliki toilet untuk

    buang hajat. Ancaman penyakit lain, sangat besar kemungkinannya.

    Fasilitas kesehatan seperti puskesmas pembantu (Pustu) yang seharusnya

    digunakan sebagai tempat alternative untuk mengkonsultasikan terhadap kesehatan

    masyarakat juga terlihat kosong.Menurut masyarakat setempat bahwa tidak pernah ada

    petugas kesehatan terlihat ditempat ini.

    Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu masyarakat yang juga adalah

    responden kami (41 Tahun) mengatakan bahwa:

    Harusnya pemerintah mendatangkan petugas kesehatan supaya kalau ada

    orang sakit tidak repotmi orang bawa kepuskesmas kecamatan apa lagi

    karena adami tempatnya sudah dibuat, masa tidak pernah didisi. (Hasil

    wawancara, Desember 2012 pukul 13.00 wita)

    2.

    Pendapat responden tentang seberapa sering mereka terkena penyakit dalam setiap tiga

    bulan (triwulan).

    Tabel 19: distribusi responden tentang seberapa sering mereka

    terkena penyakit dalam setiap tiga bulan

    No Tingkat

    pendidikan

    Frekuensi persentase

    1

    2

    34

    1 kali

    2 kali

    3 kaliSering kali

    5

    2

    627

    12,5%

    5,0%

    15,0%67,5%

    Jumlah 40 100%Sumber: hasil olahan data primer, 2013

    Melihat tabel diatas bahwa responden dengan kategori paling sering terkena

    penyakit dalam setiap tiga bulan sebanyak 27 responden atau dengan persentase 67,0%,

    kemudian yang 3 kali sebanyak responden 6 (15,0%), dan yang 1 kali sebanyak 5

    responden (12,5%) serta yang 2 kali hanya 2 responden (5,0%).

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    51/81

    Dengan demikian tingginya angka masyarakat yang sering terkena penyakit

    membuktikan, betapa buruknya kondisi kesehatan masyarakat setempat yang dapat

    mempengaruhi kemampuan beraktifitas mereka dan akan berimplikasi pada produktifitas

    atau penghasilan mereka dalam memenuhi kebutuhan keluarganya. Untuk itu perhatian

    pemerintah setempat sangat dibutuhkan utamanya dalam pelayanan kesehatan.

    C. Gambaran Keadaan Keluarga Nelayaan

    1.

    Gambaran responden tentang lama kerja nelayan

    Pada tabel 20 dan tabel 21 berikut akan digambarkan tentang apakan responden

    sudah lama menggeluti pekerjaannya sebagai nelayan:

    Table 20: distribusi responden tentang berapa lama bekerjsebagai nelayan

    Tentang Pilihan jawaban Total

    Ya Tidak

    Apakah Sudah

    lama bekerja

    sebagai

    nelayan

    40 / 100% - 40 / 100%

    Sumber: hasil olahan data primer, 2013

    Dari tabel diatas, dapat kita lihat bahwa dari 40 responden semuanya menjawab

    Ya, dengan persentase 100%, ini artinya hampir secara keseluruhan masyarakat Desa

    Ujung Labuang sudah lama bekerja sebagai nelayan. diperjelas dalam wawancara dengan

    salah satu responden (47 Tahun) mengatakan bahwa:

    Kami disini sudah lama bekerja sebagai nelayan, berpuluh-puluh tahunmi,mulai dari nenek-nenek kami sampai sekarang, karena tidak ada

    pekerjaan selain nelayan, iniji memang pekerjaannya masyarakat disini.

    (Hasil wawancara dengan responden, Desember 2012 pukul 09.00 wita)

    Kemudian untuk lebih memperjelas hal tersebut diatas, dapat kita lihat tabel 17 dibawa:

    Table 21: distribusi responden tentang berapa lama bekerja sebagai

    nelayan

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    52/81

    S

    U

    summber: hasil olahan data primer, 2013

    Pada tabel diatas dapat terliaht bahwa mayoritas masyarakat Desa Ujung Labuang

    sudah lama menggeluti pekerjaannya sebagai nelayan, sesuai dengan tabel 17 diatas, 32

    responden yang sudah bekerja sebagai nelayaan diatas 10 tahun atau dengan persentase

    80%, dan hanya 8 responden yang baru bekerja sebagai nelayan 3-10 dengan persentase

    20% dan tidak ada yang dibawa 2 tahun (0%).

    Pekerjaan sebagai nelayan memang merupakan mata pencaharian utama pada

    masyarakat Ujung Labuang, selain karena memang letak geografisnya juga karena sudah

    menjadi pekerjaan warisan dari nenek moyang mereka.

    Ini artinya, pekerjaan sebagai nelayan suadah melekat pada diri mereka dan

    identik dengan warga setempat (masyarakat Desa Ujung Labuang).

    2.

    Gambaran responden tentang kepemilikan alat tangkap

    Masalah alat tangkap bagi nelayan sangat menentukan hasil pendapatan dan

    produktifitas dalam menjalankan pekerjaanya, birikut digambarkan sejahu mana

    kepemilikan warga setempat terhadap alat-alat tangkap nelayan:

    Table 22: distribusi responden tentang kepemilikan alat-alat tangkap

    Tentang Pilihan jawaban total

    Ya Tidak

    Kepemilikan alat-

    alat tangkap

    18 / 45,5% 22 / 55,5% 40 / 100%

    Sumber: hasil olahan data primer, 2013

    No Uraian Frekuensi Persentase

    1

    2

    3

    < 2 tahun

    3-10 tahun

    >10 tahun

    -

    8

    32

    -

    20,0%

    80,0%

    Jumlah 40 100%

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    53/81

    Berdasarkan tabel diatas, dapat kita lihat bahwa kepemilikan alat tangkap

    terhadap responden sangat rendah yaitu hanya 18 responden yang memiliki atau dengan

    persentase 45,5% sedangkan sebanyak 22 responden yang tidak memiliki alat tangkap

    atau dengan persentase 55,5%.

    Kalau pun dari 18 responden tersebut yang memiliki alat tangkap, sebagian

    hanyalah alat tangkap biasa seperti perahu/sampan, jala, dan sebagainya. Sedangkan yang

    memiliki kapal besar hanya beberapa orang saja. Salah satu responden (50 Tahun) juga

    mengatakan bahwa;

    Sedikitji yang punya alat disini karena rata-rata kita sebagai anggotaji,

    paling-paling yang kami punya seperti jala, pancing ada juga yang ada

    peruhu-peruhu kecilnya itupun sebagianji yang punya. (Hasil wawancara

    dengan Responden, Desember 2012 pukul 11.00 wita)

    Pernyataan tersebut mempertegas bahwa kepemilikan alat-alat tangkap terhadap

    nelayan sangat sedikit dan hampir semua nelayan buruh ini (ABK) semata-mata

    menggantungkan hidupnya terhadap hasil dari kerja kolektif mereka, seperti yang

    digambarkan pada tabel 19 berikut ini:

    Table 23: distribusi responden tentang jenis alat tangkap yang dimiliki

    Sumber: hasil

    olahan data

    primer, 2013

    Berdas

    arkan tabel diatas, jelas terlihat bahwa yang tidak memiliki alat tangkap lebih banyak

    disbanding yang punya, dengan frekuensi 22 reponden atau sekitar 55,5%, kemudian

    yang memiliki alat-alat tangkap biasa sebanyak 13 responden dengan persentase 32,0%

    no Uraian Frekuensi Persentase

    1

    23

    Tidak ada

    KapalLain-lain(sampan,

    jala, pancing)

    22

    513

    55,5%%

    12,5%32,0%

    Jumlah 40 100%

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    54/81

    dan yang memiliki alat tangkap yang mewah seperti kapal besar hanya 5 responden

    dengan persentase 12,5%.

    Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa hampir semua masyarakat Desa

    Ujung Labuang hanyalah sebagi buruh biasa atau biasa juga disebut sawi, hal ini sangat

    mempengaruhi terhadap penghasilan mereka.

    Dalam masyarakat nelayan, alat tangkap sangatlah menentukan status sosial

    mereka, semakin mewah alat tangkap mereka status sosialnya semakin tinggi begitu juga

    sebaliknya. Pada tabel 19 diatas terlihat jelas kepemilikan mereka terhadap alat tangkap,

    ini artinya dari 40 responden hanya 5 responden atau 12,5% saja yang memiliki kapal

    besar yang menaungi beberapa buruh/sawi dalam setiap kelompok, juga dapat kita

    simpulkan bahwa dari sekian responden hanya 5 responden yang berhak menyandang

    status tinggi atau biasa disebut juragan.

    3. Gambaran responden tentang system kerja nelayan

    Pada umumnya masyarakat nelan memiliki system kerja yang berfariasi, ada yang

    bekerja secara sendiri-sendiri dan ada juga yang bekerja secara berkelompok. Namum hal

    ini tergantung dari kondisi dan kemampuan seorang nelayan dalam memenuhi

    kebutuhanya. Untuk itu kita dapan melihat tabel 19 beriku:

    Table 24: distribusi responden tentang system kerja nelayan (sendiri atau

    berkelompok)

    No Uraian Frekuensi persentase

    1

    2

    Sendiri

    Berkelompok

    -

    40

    -

    100%

    Jumlah 40 100%

    Sumber: hasil olahan data primer, 2013

  • 7/13/2019 Skripsi Abd. Rasyid

    55/81

    Dari tabel diatas menunjukkan bahwa semua responden bekerja secara

    berkelompok, sesuai dengan frekuensi tabel diatas yaitu 40 responden dengan persentase

    100%, sedangkan yang bekerja secara individu itu tidak atau 0%.

    Tidak adanya responden yang bekerja sendiri dalam mencari ikan, selain karena

    terbatasnya fasilitas yang dimiliki juga karena memang keadaan yang mengharuskan

    untuk bekarja secara berkelompok. Masyarakat nelayan diasaat turun kelaut untuk

    mencari ikan selalu membutuhkan waktu yang lama yaitu biasa satu sampai dua bulan

    disaat lokasi tangkap mereka sampai kelaut kendari, dan paling cepat hanya satu minggu.

    Jadi mau tak mau mereka harus bergabung dalam kelompok kerja dengan pertimbangan

    keamanan dan produktifitas.

    Dengan demikian, hampir semua masyarakat Desa Ujung Labuang system kerja

    mereka adalah berkelompok yang dinaungi oleh seorang juragan atau pungga. Dalam

    tabel 20 dapat kita lihat berapa responden yang masuk kategori juragan dan responden

    yang merupakan anggota biasa dalam kelompok kerja mereka:

    Table 25: distribusi responden tentang status dalam kelompok kerja

    No Uraian Frekuensi Persentase

    1

    2

    Jura