pendidikan islam pada masa daulah bani umayyah 1111111111111
Post on 21-Jan-2016
41 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA DAULAH BANI UMAYYAH
Lahirnya Dinasti UmayyahPemerintahan dinasti Umayyah bermula pada peristiwa kekalahan Ali bin Abi
Thalib dalam perang shiffin terhadap Muawiyyah yang di dalamnya juga diwarnai
dengan peristiwa arbitrase atau tahkim yang kemudian peristiwa itu diketahui
merupakan tipu muslihat dari kubu Mu’awiyah. Peristiwa arbitrase tersebut
memunculkan golongan Khawarij yang awalnya berada di pihak Ali kemudian
menyatakan keluar karena kekecewaan mereka terhadap putusan Ali yang menerima
tahkim dari Muawiyyah. Munculnya kelompok Khawarij ini menyebabkan tentara Ali
semakin melemah, sementara posisi Muawiyyah semakin kokoh. Akhirnya, pada
tanggal 20 Ramadhan 40 H (660 M) Ali terbunuh oleh salah seorang anggota
Khawarij.1[1]
Jabatan Ali sebagai khalifah sempat digantikan oleh putranya, Hasan selama
beberapa bulan. Namun, posisi Hasan yang melemah akhirnya disepakatilah sebuah
traktat perdamaian yang menandai kembalinya persatuan umat Islam dibawah
pimpinan Mua’wiyyah bin Abu Sufyan.2[2] Dengan demikian, berakhirlah apa yang
disebut masa al khulafa ar-Rasyidin, dan dimulailah kekuasaan Bani Umayyah dalam
sejarah politik Islam.
Muawiyyah dinobatkan sebagai khalifah di Ilya’ (Yerussalem) pada 40 H/660 M.3
[3] Dengan penobatannya itu, ibu kota provinsi Suriah, Damaskus, berubah menjadi
ibu kota kerajaan Islam.4[4] Muawiyyah memperoleh kekuasaan, kecuali di Syiria dan
Mesir, dia memerintah semata-mata dengan pedang. Di dalam dirinya digabungkan
sifat-sifat penguasa, politikus, dan administrator. Muawiyyah adalah seorang peneliti
sifat manusia yang tekun dan memperoleh wawasan yang tajam tentang pikiran
manusia. Dia berhasil memanfaatkan para pemimpin administrator dan politikus
paling ahli pada waktu itu, ia merupakan ahli orator ulung.5[5]
Sejarah Pendidikan Islam Masa Bani Umayyah
Sejarah pendidikan Islam pada hakekatnya sangat berkaitan erat dengan sejarah Islam. Periodesasi
pendidikan Islam selalu berada dalam periode sejarah Islam itu sendiri. Secara garis besarnya Harun
Nasution membagi sejarah Islam ke dalam tiga periode. Yaitu periode Klasik, Pertengahan dan Modern.
Kemudian perinciannya dapat dibagi lima periode, yaitu: Periode Nabi Muhammad SAW (571-632 M),
periode Khulafa ar Rasyidin (632-661 M), periode kekuasaan Daulah Umayyah (661-750 M), periode
1
2
3
4
5
kekuasaan Abbasiyah (750-1250 M) dan periode jatuhnya kekuasaan khalifah di Baghdad (1250-sekarang).
[1] Dalam makalah ini penulis mencoba untuk menggambarkan tentang pola pendidikan Islam pada periode
Dinasti Umayyah.
Kekuasaan Bani Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota negara dipindahkan Muawiyyah
dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur sebelumnya. Muawwiyah Ibn Abi Sofyan
adalah pendiri Dinasti Umayyah yang berasal dari suku Quraisy keturunan Bani Umayyah yang merupakan
khalifah pertama dari tahun 661-750 M, nama lengkapnya ialah Muawwiyah bin Abi Harb bin Umayyah bin
Abdi Syam bin Manaf.
Setelah Muawwiyah diangkat jadi khalifah ia menukar sistem pemerintahan dari Theo Demikrasi
menjadi Monarci(Kerajaan/Dinasti) dan sekaligus memindahkan Ibu Kota Negara dari Kota Madinah ke
Kota Damaskus. Muawwiyah lahir 4 tahun menjelang Nabi Muhammad SAW menjalankan Dakwah Islam
di Kota Makkah, ia beriman dalam usia muda dan ikut hijrah bersama Nabi ke Yastrib. Disamping itu
termasuk salah seorang pencatat wahyu, dan ambil bagian dalam beberapa peperangan bersama Nabi.
Pada dinasti Umayyah perluasan daerah Islam sangat luas sampai ke timur dan barat. Begitu juga
dengan daerah Selatan yang merupakan tambahan dari Daerah Islam di zaman Khulafa ar Rasyidin yaitu:
Hijaz, Syiria, Iraq, Persia dan Mesir.
Seiring dengan itu pendidikan pada priode Danasti Umayyah telah ada beberapa lembaga seperti:
Kuttab, Masjid dan Majelis Sastra. Materi yang diajarkan bertingkat-tingkat dan bermacam-macam.
Metode pengajarannya pun tidak sama. Sehingga melahirkan beberapa pakar ilmuan dalam berbagai bidang
tertentu.
Pola Pendidikan Islam Pada Priode Dinasti Umayyah
Pada masa dinasti Umayyah pola pendidikan bersifat desentrasi. Desentrasi artinya pendidikan tidak
hanya terpusat di ibu kota Negara saja tetapi sudah dikembangkan secara otonom di daerah yang telah
dikuasai seiring dengan ekspansi teritorial. Sistem pendidikan ketika itu belum memiliki tingkatan dan
standar umur. Kajian ilmu yang ada pada periode ini berpusat di Damaskus, Kufah, Mekkah, Madinah,
Mesir, Cordova dan beberapa kota lainnya, seperti: Basrah dan Kuffah (Irak), Damsyik dan Palestina
(Syam), Fistat (Mesir). Diantara ilmu-ilmu yang dikembangkannya, yaitu: kedokteran, filsafat, astronomi
atau perbintangan, ilmu pasti, sastra, seni baik itu seni bangunan, seni rupa, maupun seni suara.
Pola pendidikan Islam pada periode Dinasti Umayyah telah berkembang bila dibandingkan pada masa
Khulafa ar Rasyidin yang ditandai dengan semaraknya kegiatan ilmiah di masjid-masjid dan berkembangnya
Khuttab serta Majelis Sastra. Jadi tempat pendidikan pada periode Dinasti Umayyah adalah:
1. Khuttab
Khuttab atau Maktab berasal dari kata dasar kataba yang berarti menulis atau tempat menulis, jadi
Khuttab adalah tempat belajar menulis. Khuttab merupakan tempat anak-anak belajar menulis dan membaca,
menghafal Al Quran serta belajar pokok-pokok ajaran Islam.
2. Masjid
Setelah pelajaran anak-anak di khutab selesai mereka melanjutkan pendidikan ke tingkat menengah
yang dilakukan di masjid. Peranan Masjid sebagai pusat pendidikan dan pengajaran senantiasa terbuka lebar
bagi setiap orang yang merasa dirinya tetap dan mampu untuk memberikan atau mengajarkan ilmunya
kepada orang-orang yang haus akan ilmu pengetahuan.
Pada Dinasti Umayyah, Masjid merupakan tempat pendidikan tingkat menengah dan tingkat tinggi
setelah khuttab. Pelajaran yang diajarkan meliputi Al Quran, Tafsir, Hadist dan Fiqh. Juga diajarkan
kesusasteraan, sajak, gramatika bahasa, ilmu hitung dan ilmu perbintangan.
Diantara jasa besar pada periode Dinasti Umayyah dalam perkembangan ilmu pengetahuan adalah
menjadikan Masjid sebagai pusat aktifitas ilmiah termasuk sya’ir. Sejarah bangsa terdahulu diskusi dan
akidah. Pada periode ini juga didirikan Masjid ke seluruh pelosok daerah Islam. Masjid Nabawi di Madinah
dan Masjidil Haram di Makkah selalu menjadi tumpuan penuntut ilmu diseluruh dunia Islam dan tampak
juga pada pemerintahan Walid ibn Abdul Malik 707-714 M yang merupakan Universitas terbesar dan juga
didirikan Masjid Zaitunnah di Tunisia yang dianggap Universitas tertua sampai sekarang.
Pada Dinasti Umayyah ini, masjid sebagai tempat pendidikan terdiri dari dua tingkat yaitu: tingkat
menengah dan tingkat tinggi. Pada tingkat menengah guru belumlah ulama besar sedangkan pada tingkat
tinggi gurunya adalah ulama yang dalam ilmunya dan masyhur kealiman dan keahliannya. Umumnya
pelajaran yang diberikan guru kepada murid-murid seorang demi seorang, baik di Khuttab atau di Masjid
tingkat menengah. Sedangkan pada tingkat pelajaran yang diberikan oleh guru adalah dalam satu Halaqah
yang dihadiri oleh pelajar bersama-sama.
3. Majelis Sastra
Majelis sastra merupakan balai pertemuan yang disiapkan oleh khalifah dihiasi dengan hiasan yang
indah, hanya diperuntukkan bagi sastrawan dan ulama terkemuka. Menurut M. Al Athiyyah Al Abrasy
“Balai-balai pertemuan tersebut mempunyai tradisi khusus yang mesti diindahkan seseorang yang masuk
ketika khalifah hadir, mestilah berpakaian necis bersih dan rapi, duduk di tempat yang sepantasnya, tidak
tertawa terbahak-bahak, tidak meludah, tidak mengingus dan tidak menjawab kecuali bila ditanya. Ia tidak
boleh bersuara keras dan harus bertutur kata dengan sopan dan memberi kesempatan pada sipembicara
menjelaskan pembicaraannya serta menghindari penggunaan kata kasar dan tawa terbahak-bahak. Dalam
balai-balai pertemuan seperti ini disediakan pokok-pokok persoalan untuk dibicarakan, didiskusikan dan
diperdebatkan”.
4. Pendidikan Istana
Pendidikan yang diselenggarakan dan diperuntukkan khusus bagi anak-anak khalifah dan para pejabat
pemerintahan. Kurikulum pada pendidikan istana diarahkan untuk memperoleh kecakapan memegang
kendali pemerintahan atau hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan keperluan dan kebutuhan pemerintah,
maka kurikulumnya diatur oleh guru dan orang tua murid.
Pada periode Dinasti Umayyah ini terkenal sibuk dengan pemberontakan dalam negeri dan sekaligus
memperluas daerah kerajaan tidak terlalu banyak memusatkan perhatian pada perkembangan ilmiah, akan
tetapi muncul beberapa ilmuwan terkemuka dalam berbagai cabang ilmu seperti yang dikemukana oleh Abd.
Malik Ibn Juraid al Maki dan cerita peperangan serta syair dan Kitabah.
Dibidang syair yang terkenal dikalangan orang Arab diantaranya adalah tentang pujian, syairnya adalah:
Artinya : “Engkau adalah pengendara kuda yang paling baik, engkau adalah orang yang pemurah di atas
dunia ini”.
Periode Dinasti Umayyah pada bidang pendidikan, adalah menekankan ciri ilmiah pada Masjid sehingga
menjadi pusat perkem\bangan ilmu pengetahuan tinggi dalam masyarakat Islam. Dengan penekanan ini di
Masjid diajarkan beberapa macam ilmu, diantaranya syair, sastra dan ilmu lainnya. Dengan demikian
periode antara permulaan abad ke dua hijrah sampai akhir abad ketiga hijrah merupakan zaman pendidikan
Masjid yang paling cemerlang.
Nampaknya pendidikan Islam pada masa periode Dinasti Umayyah ini hampir sama dengan pendidikan
pada masa Khulafa ar Rasyiddin. Hanya saja memang ada sisi perbedaan perkembangannya. Perhatian para
Khulafa dibidang pendidikan agaknya kurang memperhatikan perkembangannya sehingga kurang maksimal,
pendidikan berjalan tidak diatur oleh pemerintah, tetapi oleh para ulama yang memiliki pengetahuan yang
mendalam. Kebijakan-kebijakan pendidikan yang dikeluarkan oleh pemerintah hampir tidak ditemukan.
Jadi sistem pendidikan Islam ketika itu masih berjalan secara alamiah karena kondisi ketika itu diwarnai oleh
kepentingan politis dan golongan.
Walaupun demikian pada periode Dinasti Umayyah ini dapat disaksikan adanya gerakan penerjemahan
ilmu-ilmu dari bahasa lain ke dalam bahasa Arab, tetapi penerjemahan itu terbatas pada ilmu-ilmu yang
mempunyai kepentingan praktis, seperti ilmu kimia, kedokteran, ilmu tata laksana dan seni bangunan. Pada
umumnya gerakan penerjemahan ini terbatas keadaan orang-orang tertentu dan atas usaha sendiri, bukan atas
dorongan negara dan tidak dilembagakan. Menurut Franz Rosenthal orang yang pertama kali melakukan
penerjemahan ini adalah Khalid ibn Yazid cucu dari Muawwiyah.
Selain kemajuan seperti di atas ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa ini adalah:
1. Ilmu agama, seperti: Al-Qur’an, Haist, dan Fiqh. Proses pembukuan Hadist terjadi pada masa Khalifah
Umar ibn Abdul Aziz sejak saat itulah hadis mengalami perkembangan pesat.
2. Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat.
Ubaid ibn Syariyah Al Jurhumi berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah.
3. Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segla ilmu yang mempelajari bahasa, nahu, saraf, dan lain-lain.
4. Bidang filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantik,
kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan dengan itu, serta ilmu kedokteran.
Runtuhnya Dinasti Umayyah
Ada beberapa faktor yang menyebabkan inasti Umayyah lemah dan
membawanya pada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain:6[26]
1. Sistem pergantian khlaifah melalui garis keturunan
2. Penindasan yang terus-menerus terhadap pengikut Ali ra pada khususnya dan
kepada Bani Hasyim pada umumnya
3. Pertentangan etnis antara Bani Qays dan Bani Kalb yang sudah ada sejak zaman
sebelum Islam makin meruncing sulit untuk menggalang persatuan dan kesatuan,
6
serta memandang rendah kaum muslim yang bukan arab (mawali), sehingga
mereka tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan
4. Lemahnya pemerintahan daulah Umayyah yang disebabkan oleh sikap hidup
mewah di antara para khalifahnya
5. Adanya kekuatan baru yang dipelopori oleh turunan al-Abbas, yang mendapat
dukungan dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah, serta kaum mawali yang merasa
dikelasduakan oleh pemerintaha daulah Umayyah
Dari kelima faktor tersebut, yang secara langsung menyebabkan runtuhnya
kekuasaan Bani Umayyah adalah adanya revolusi besar oleh Abu Muslim. Gerakan
ini didukung oleh Ali dan Utsman dari golongan Syi’ah yang ingin menuntut balas
atas tewasnya al-Karamani oleh Ibnu Sayyar dalam pertempuran merebut ibu kota
Merv tahun 129 H/747 M. Gabungan pasukan Abu Muslim dan golongan Syi’ah ini
dapat merebut kembali kota Merv, dan Ibnu Sayyar beserta pasukannya tewas di
kota Sawwat tahun 131 H/749 M.7[27]
Kota Merv dan seluruh kota Khurasan dikuasai oleh Abu Muslim al-Khurasani,
sedangkan penduduk setempat mengangkat sumpah setia, baiat terhadap
Abdullah ibn Muhammad yang dikenal dengan Abu Abbas as-Shaffah, pengganti
Ibrahim al-Imam yang wafat dalam penjara Bani Umayyah. Semula Ali dan Utsman,
dua orang putra al-Khurasani membaiat juga, namun karena terbukti kedua tokoh
itu melakukan komplotan rahasia, maka dijatuhi hukuman mati akhir tahun 131
H/749 M. Berita pembaiatan itu mengejutkan khalifah Marwan II. Ketika itu Marwan
II baru saja selesai mengamankan pemberontakan di wilayah Armenia dan Georgia,
sedangkan ia berada di benteng Harran. Ia kemudian mengutus 120.000 prajurit
menuju ke selatan lembah Irak. Bala tentara tersebut mendapat perlawanan dari
tentara Bani Abbasiyyah atas inisiatif Abu Oun, kemudian dibantu oleh pasuka
besar yang dipimpin oleh Abdullah ibn Ali ibn Abdillah ibn Abbas, paman as-Saffah.8
[28]
Abdullah ibn Ali memerintahkan saudaranya, Shaleh ibn Ali untuk melakukan
pengejaran terhadap Marwan II di Mesir. Pasukan Abbasiyyah tidak mendapat
perlawanan yang berarti dan penduduk setempat menyatak kesetiaannya, baiat
terhadap as-Saffah, khalifah pertama Bani Abbas. Akhirnya, Marwan II bersama
pengiringnya ditemukan di sebuah biara di kota pelabuhan Abusir. Marwan
ditangkap dan dibunuh, kepalanya dikirim ke as-Saffah.9[29] Dengan demikian,
7
8
9
maka berakhirlah dinasti Bani Umayyah di Damaskus dan kekuasaan sepenuhnya
di tangan as-Saffah.
top related