laporan maes (aspek tanah).doc
Post on 23-Dec-2015
111 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN MANAGEMEN AGROEKOSISTEM
ASPEK TANAH
Kelas : O
Nama Kelompok :
Luqman Ainurrachman 105040200111082
Ganar Priambodo 105040200111107
Muhamad Nur Arrohman 125040200111008
Siti Khotimah 125040200111048
Novi Pitria Fuji S. 125040200111056
Artini 125040200111065
Arini Yunia R. 125040200111080
Arin Ayuningsih 125040200111102
Bramantia Setiawan 125040200111105
Aris Shodikin 125040200111121
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Tegalan merupakan suatu daerah dengan lahan kering yang bergantung pada
pengairan air hujan, ditanami tanaman musiman atau tahunan dan terpisah dari lingkungan
dalam sekitar rumah. Lahan tegalan tanahnya sulit untuk dibuat pengairan irigasi karena
permukaan yang tidak rata. Pada saat musim kemarau lahan tegalan akan kering dan sulit
untuk ditumbuhi tanaman pertanian. Tegalan termasuk katagori lahan kering yang disebut
lahan tegalan, topografinya miring, tidak pernah tergenang air, pengairannya hanya
mengandalkan air hujan. Oleh karena itu pertumbuhan tanaman diatasnya sangat tergantung
dari air hujan.
Tanaman utama di lahan tegalan biasanya jagung, ketela pohon, kedelai, kacang
tanah, dan jenis kacang-kacangan untuk sayur. Tanaman padi yang ditanam pada tegalan
hanya panen sekali dalam satu tahun dan disebut padi gogo. Selain itu tanah tegalan dapat
ditanami kelapa, buah-buahan, bambu, dan pohon untuk kayu bakar. Cara bertani di lahan
tegalan menggunakan sistem tumpangsari, yaitu dalam sebidang lahan pertanian ditanami
bermacam-macam tanaman. Sistem tumpangsari sangat menguntungkan karena dapat
mencegah terjadinya kegagalan panen.
Pada laporan tentang lahan tegalan ini, kami akan membahas dari hasil pengamatan
yang telah kami lakukan menyangkut aspek biologi tanah dan fisika tanah pada tegalan ini.
Seperti vegetasinya, ketebelan seresah, berat basah dan berat kering seresah dan diversitas
mikroorgasnime yang ada didalam tanah serta deksipsi tentang agroekosisten lahan kering.
1.2 Tujuan
Mengetahui Agroekosistem dan Lahan kering(tegalan)
Mengetahui indicator kualitas dalam agroekosistem lahan kering (tegalan)
Mengetahui manajemen dalam mengelola lahan kering (tegalan)
1.3 Manfaat
Mengetahui Agroekosistem dan Lahan kering(tegalan)
Mengetahui indicator kualitas dalam agroekosistem lahan kering (tegalan)
Mengetahui manajemen dalam mengelola lahan kering (tegalan)
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agroekosistem Lahan Kering
Agroekosistem berasal dari kata sistem, ekologi dan agro. Sistem adalah suatu
kesatuan himpunan komponen-komponen yang saling berkaitan dan pengaruh-mempengaruhi
sehingga di antaranya terjadi proses yang serasi. Ekologi adalah ilmu tentang hubungan
timbal balik antara organisme dengan lingkungannya. Sedangkan ekosistem adalah sistem
yang terdiri dari komponen biotic dan abiotik yang terlibat dalam proses bersama (aliran
energi dan siklus nutrisi). Pengertian Agro = Pertanian dapat berarti sebagai kegiatan
produksi/industri biologis yang dikelola manusia dengan obyek tanaman dan ternak.
Pengertian lain dapat meninjau sebagai lingkungan buatan untuk kegiatan budidaya tanaman
dan ternak. Pertanian dapat juga dipandang sebagai pemanenan energi matahari secara
langsung atau tidak langsung melalui pertumbuhan tanaman dan ternak.(Saragih, 2000).
Penggunaan istilah lahan kering di Indonesia belum tersepakati secara aklamasi.
Beberapa pihak menggunakan untuk padanan istilah Inggris: upland, dryland, atau non
irrigated land (Notohadiprawiro, 1989). Sementara menurut Minardi (2009), lahan kering
umumnya selalu dikaitkan dengan pengertian bentuk-bentuk usahatani bukan sawah yang
dilakukan oleh masyarakat di bagian hulu suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai lahan
atas (upland ) atau lahan yang terdapat di wilayah kering (kekurangan air) yang tergantung
pada air hujan sebagai sumber air. Definisi lahan kering menurut Direktorat perluasan areal
(2009) adalah hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau digenangi air pada sebagian
kecil waktu dalam setahun, yang terdiri dari lahan kering dataran rendah, dan lahan kering
dataran tinggi.
Menurut Bamualim (2004), secara teoritis lahan kering di Indonesia dibedakan
menjadi 2 kategori, yaitu (1) lahan kering beriklim kering, yang banyak dijumpai diwilayah
Kawasan Timur Indonesia (KTI), dan (2) lahan kering beriklim basah, yang banyak terdapat
di kawasan barat Indonesia. Wilayah pengembangan lahan kering yang dominan di
Indonesia berdasarkan dua kategori tersebut diklasifikasikan berdasarkan potensi dan
dominasi vegetasinya.
2.2 Kualitas Tanah dan Kesehatan Tanah
Doran & Parkin (1994) memberikan batasan kualitas tanah adalah kapasitas suatu
tanah untuk berfungsi dalam batas-batas ekosistem untuk melestarikan produktivitas biologi,
memelihara kualitas lingkungan, serta meningkatkan kesehatan tanaman dan hewan. Johnson
et al. (1997) mengusulkan bahwa kualitas tanah adalah ukuran kondisi tanah dibandingkan
dengan kebutuhan satu atau beberapa spesies atau dengan beberapa kebutuhan hidup
manusia.
Kualitas tanah diukur berdasarkan pengamatan kondisi dinamis indikator-indikator
kualitas tanah. Pengukuran indikator kualitas tanah menghasilkan indeks kualitas tanah.
Indeks kualitas tanah merupakan indeks yang dihitung berdasarkan nilai dan bobot tiap
indikator kualitas tanah. Indikator-indikator kualitas tanah dipilih dari sifat-sifat yang
menunjukkan kapasitas fungsi tanah.
Gambar Tanah
Indikator kualitas tanah adalah sifat, karakteristik atau proses fisika, kimia dan biologi
tanah yang dapat menggambarkan kondisi tanah (SQI, 2001). Menurut Doran & Parkin
(1994), indikator-indikator kualitas tanah harus :
(1) menunjukkan proses-proses yang terjadi dalam ekosistem,
(2) memadukan sifat fisika tanah, kimia tanah dan proses biologi tanah,
(3) dapat diterima oleh banyak pengguna dan dapat diterapkan di berbagai kondisi lahan,
(4) peka terhadap berbagai keragaman pengelolaan tanah dan perubahan iklim, dan
(5) apabila mungkin, sifat tersebut merupakan komponen yang biasa diamati pada data dasar
tanah.
Karlen et al. (1996) mengusulkan bahwa pemilihan indikator kualitas tanah harus
mencerminkan kapasitas tanah untuk menjalankan fungsinya yaitu:
1. Melestarikan aktivitas, diversitas dan produktivitas biologis
2. Mengatur dan mengarahkan aliran air dan zat terlarutnya
3. Menyaring, menyangga, merombak, mendetoksifikasi bahan-bahan anorganik dan organik,
meliputi limbah industri dan rumah tangga serta curahan dari atmosfer.
4. Menyimpan dan mendaurkan hara dan unsur lain dalam biosfer.
5. Mendukung struktur sosial ekonomi dan melindungi peninggalan arkeologis terkait dengan
permukiman manusia.
2.3 Dampak Manajemen Agroekosistem Terhadap Kualitas dan Kesehatan Tanah
Pengelolaan pertanian secara intensif dengan mengandalkan masukan/input bahan-
bahan kimia baik untuk pupuk maupun pestisidanya, contohnya yaitu sistem Revolusi Hijau
yang pernah diterapkan di Indonesia. Walaupun Revolusi hijau tersebut membawa Indonesia
ke swasembada pangan pada era Orde baru, namun dilihat dari keberlanjutan produktivitas
lahannya sangat tidak baik, dengan adanya input-input kimiawi yang berlebihan
mengakibatkan kesuburan tanah mulai menurun dan banyak permasalahan lainnya.
Diantaranya yaitu:
1. Dari Segi Kimia Tanah
a) Bahan Organik Tanah
Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan binatang
yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Sumber primer
bahan organik tanah dapat berasal dari Seresah yang merupakan bagian mati tanaman
berupa daun, cabang, ranting, bunga dan buah yang gugur dan tinggal di permukaan tanah
baik yang masih utuh ataupun telah sebagian mengalami pelapukan. Dalam pengelolaan
bahan organik tanah, sumbernya juga bisa berasal dari pemberian pupuk organik berupa
pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos, serta pupuk hayati (inokulan).
Pada sistem pertanian yang diolah secara intensif dengan menerapkan sistem
monokulttur biasanya jumlah bahan organiknya sedikit karena tidak ada atau minimnya
seresah di permukaan lahan, selain itu input bahan organik yang berasal dari pupuk
organic baik pupuk kandang atau pupuk hijau minim karena lebih menekankan
penggunaan input kimia. Dari hal tersebut dapat diindikasikan pertanian tanpa penerapan
tambahan bahan organik pada lahan pertanain intensif merupakan pengelolaan
agroekosistem yang tidak sehat.
b) pH Tanah (Kemasaman Tanah) dan Adanya Unsur Beracun
pH tanah pada sistem pertanian intensif biasanya agak masam karena seringnya
penggunaan pupuk anorganik seperti Urea yang diaplikasikan secara terus-menerus untuk
menunjang ketersediaan unsure hara dalam tanah. Tanah bersifat asam dapat pula
disebabkan karena berkurangnya kation Kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium.
Unsur-unsur tersebut terbawa oleh aliran air kelapisan tanah yang lebih bawah atau hilang
diserap oleh tanaman.
pH tanah juga menunjukkan keberadaan unsur-unsur yang bersifat racun bagi
tanaman. Pada tanah asam banyak ditemukan unsur alumunium yang selain bersifat racun
juga mengikat phosphor, sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Pada tanah asam
unsur-unsur mikro menjadi mudah larut sehingga ditemukan unsur mikro seperti Fe, Zn,
Mn dan Cu dalam jumlah yang terlalu besar, akibatnya juga menjadi racun bagi tanaman.
Untuk pengelolaan pH tanah yang berbeda-beda dalam suatu agroekosistem maka
apabila suatu lahan digunakan untuk pertanian maka pemilihan jenis tanamannya
disesuaikan dengan pH tanah apakah tanaman yang diusahakan sesuai dan mampu
bertahan dengan pH tertentu.
c) Ketersediaan Unsur Hara
Unsur hara yang digunakan tanaman untuk proses pertumbuhan dan
perkembangannya diperoleh dari beberapa sumber antara lain : Bahan organik, mineral
alami, unsur hara yang terjerap atau terikat, dan pemberian pupuk kimia.
Pada lahan dengan pengolahan secara intensif sumber unsur haranya berasal dari
input-input kimiawi berupa pupuk anorganik, petani kurang menerapkan tambahan bahan
organic seperti aplikasi pupuk kandang dan seresah dari tanaman yang diusahkan.,
sehingga petani sangat berketergantungan dengan pupuk kimia, padahal penggunaan
pupuk kimia berlebihan dapat menyebabkan kesuburan tanah menurun. Terkadang
nampak gejala defisiensi unsur hara pada tanaman yang diusahakan dan petani
mengatasinya dengan aplikasi pupuk kimia yang banyak mengandung unsure hara yang
kurang tadi, misalnya tanaman kekurangan unsure N maka petani mengaplikasikan pupuk
urea sebagai penunjang ketersediaan unsure N yang kurang tadi, begitupula dengan
unsure-unsur lainnya.
2. Dari Segi Fisika Tanah
a) Kondisi kepadatan tanah
Widiarto (2008) menyatakan bahwa, “Bahan organik dapat menurunkan BI dan tanah
yang memiliki nilai BI kurang dari satu merupakan tanah yang memiliki bahan organik
tanah sedang sampai tinggi. Selain itu, Nilai BI untuk tekstur berpasir antara 1,5 – 1,8 g /
m3, Nilai BI untuk tekstur berlempung antara 1,3 – 1,6 g / m3 dan Nilai BI untuk tekstur
berliat antara 1,1 – 1,4 g / m3 merupakan nilai BI yang dijumpai pada tanah yang masih
alami atau tanah yang tidak mengalami pemadatan”. Bobot isi tanah di lahan dengan
pengolahan intensif biasanya memiliki nilai BI tinggi karena tanah telah mengalami
pemadatan akibat penggunaan alat-alat berat untuk pengolahan tanahnya. Sedangkan
untuk nilai BJ tanah, menurut literature (Anonymous, 2010) menyatakan bahwa, “Pada
tanah secara umum nilainya BJ antara 2,6 – 2,7 g.cm-3, bila semakin banyak kandungan
BO, nilai BJ semakin kecil”. Pada lahan dengan pengolahan intensif memiliki BJ bisa
lebih dari 2,6 apabila pemadatan tanah yang terjadi amat tinggi. Apabila nilai BJ terlalu
tinggi juga berpengaruh terhadap penentuan laju sedimentasi serta pergerakan partikel
oleh air dan angin.
b) Kedalaman efektif tanah
Gambar Kedalaman Efektif Tanah
Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus oleh akar
tanaman. Pengamatan kedalaman efektif dilakukan dengan mengamati penyebaran akar
tanaman. Banyakya perakaran, baik akar halus maupun akar kasar, serta dalamnya akar-
akar tersebut dapat menembus tanah, dan bila tidak dijumpai akar tanaman maka
kedalaman efektif ditentukan berdasarkan kedalaman solum tanah (Hardjowigeno, 2007).
Pada lahan dengan sistem pengolahan intensif terkadang memiliki sebaran perakaran
yang cukup tinggi karena tanaman yang diusahakan dalam kurun waktu yang lama hanya
satu komoditi saja.
c) Erosi Tanah
Erosi adalah terangkutnya atau terkikisnya tanah atau bagian tanah ke tempat lain.
Meningkatnya erosi dapat diakibatkan oleh hilangnya vegetasi penutup tanah dan kegiatan
pertanian yang tidak mengindahkan kaidah konservasi tanah. Erosi tersebut umumnya
mengakibatkan hilangnya tanah lapisan atas yang subur dan baik untuk pertumbuhan
tanaman. Oleh sebab itu erosi mengakibatkan terjadinya kemunduran sifat-sifat fisik dan
kimia tanah.
Di lahan pertanian dengan pengolahan intensif, khususnya praktek penebangan hutan
untuk pembukaan lahan baru memiliki tingkat kerusakan lingkungan yang amat tinggi.
Pembukaan hutan tersebut merupakan tindakan eksploitasi lahan yang berlebihan,
perluasan tanaman, penggundulan hutan, telah berdampak pada keberlangsungan hidup
biota yang berada di bumi ini. Bila kondisi tersebut diatas terus berlangsung dengan cara
tidak terkendali, maka dikhawatirkan akan bertambahnya jumlah lahan kritis dan
kerusakan dalam suatu wilayah daerah aliran sungai (DAS). Kerusakan ini dapat berupa
degradasi lapisan tanah (erosi), kesuburan tanah, longsor dan sedimentasi yang tinggi
dalam sungai, bencana banjir, disribusi dan jumlah atau kualitas aliran air sungai akan
menurun.
Dengan vegetasi yang hanya satu macam pada satu areal lahan menyebabkan tidak
adanya tutupan lahan lain sehingga tidak dapat melindungi tanah dari daya pukul air hujan
secara langsung ke tanah, hal tersebut mengakibatkan laju erosi cenderung tinggi.
3. Dari Segi Biologi Tanah
a) Keanekaragaman biota dan fauna tanah, ditunjukkan dengan adanya kascing
Biota tanah memegang peranan penting dalam
siklus hara di dalam tanah, sehingga dalam jangka
panjang sangat mempengaruhi keberlanjutan
produktivitas lahan. Salah satu biota tanah yang
paling berperan yaitu cacing tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cacing tanah
dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat kimia, fisik, dan biologis
tanah. Kascing (pupuk organik bekas cacing atau campuran bahan organik sisa makanan
cacing dan kotoran cacing) mempunyai kadar hara N, P dan K 2,5 kali kadar hara bahan
organik semula, serta meningkatkan porositas tanah (pori total dan pori drainase cepat
meningkat 1,15 kali).
Gambar 14. Organisme dalam Tanah
Cacing jenis ‘penggali tanah’ yang hidup aktif dalam tanah, walaupun makanannya
berupa bahan organik di permukaan tanah dan ada pula dari akar-akar yang mati di dalam
tanah. Kelompok cacing ini berperanan penting dalam mencampur seresah yang ada di
atas tanah dengan tanah lapisan bawah, dan meninggalkan liang dalam tanah. Kelompok
cacing ini membuang kotorannya dalam tanah, atau di atas permukaan tanah. Kotoran
cacing ini lebih kaya akan karbon (C) dan hara lainnya dari pada tanah di sekitarnya.
(Hairiah, 2004).
Pada lahan dengan pengolahan intensif, jarang terdapat seresah pada lahan tersebut
sehingga keberadaan biota tanah seperti cacing tanah sedikit, padahal aktifitas cacing
tanah dapat memperbaiki sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah, seperti meningkatkan
kandungan unsur hara, mendekomposisikan bahan organik tanah, merangsang granulasi
tanah dan sebagainya.
Untuk menggunakan lahan pada daerah hulu secara rasional maka diperlukan sistem
penggunaan lahan yang menerapkan kaidah-kaidah konservasi, produktif dan pemanfatan
teknologi yang ramah lingkungan. Dengan demikian akan mewujudkan sistem pertanian
yang tangguh dan secara menyeluruh menciptakan pengelolaan sumberdaya alam dalam
suatu agroekosistem berkelanjutan.
Deskripsi tersebut menggambarkan kerusakan tanah akibat pemakaian bahan kimia
yang intensif. Untuk itu perlu suatu manajemen untuk mengelola agroekosistem untuk
memperbaiki kualitas tanah. Sehingga bisa mencapai agroekosistem yang berkelanjutan.
Agroekosistem merupakan ekosistem yang dimodifikasi dan dimanfaatkan secara
langsung atau tidak langsung oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan akan pangan dan
atau sandang. Karakteristik esensial dari suatu agroekosistem terdiri dari empat sifat utama
yaitu produktivitas (productivity), kestabilan (stability), keberlanjutan (sustainability) dan
kemerataan (equitability). Dengan menggunakan manajemen agroekosistem
2.4 Kriteria Indicator dalam Pengelolaan Agroekosistem yang Sehat dan Berkelanjutan
Pengelolaan pertanian berwawasan lingkungan dilakukan melalui pemanfaatan
sumberdaya alam secara optimal, lestari dan menguntungkan, sehingga dapat dimanfaatkan
secara berkelanjutan untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi mendatang.
Kriteria/indikator agroekosistem tersebut dikatakan sehat :
1. Dari Segi Kimia Tanah
a) Bahan Organik Tanah
Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan binatang yang
sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Sumber primer bahan
organik tanah dapat berasal dari Seresah yang merupakan bagian mati tanaman berupa
daun, cabang, ranting, bunga dan buah yang gugur dan tinggal di permukaan tanah baik
yang masih utuh ataupun telah sebagian mengalami pelapukan. Dalam pengelolaan bahan
organik tanah, sumbernya juga bisa berasal dari pemberian pupuk organik berupa pupuk
kandang, pupuk hijau dan kompos, serta pupuk hayati (inokulan). Bahan organic tersebut
berperan langsung terhadap perbaikan sifat-sifat tanah baik dari segi kimia, fisika maupun
biologinya, diantaranya :
o Memengaruhi warna tanah menjadi coklat-hitam
o Memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah
o Meningkatkan daya tanah menahan air sehingga drainase tidak berlebihan,
kelembapan dan tempratur tanah menjadi stabil.
o Sumber energi dan hara bagi jasad biologis tanah terutama heterotrofik.
b) pH Tanah (Kemasaman Tanah) dan Adanya Unsur Beracun
Tanah bersifat asam dapat disebabkan karena berkurangnya kation Kalsium, Magnesium,
Kalium dan Natrium. Unsur-unsur tersebut terbawa oleh aliran air kelapisan tanah yang
lebih bawah atau hilang diserap oleh tanaman. pH tanah juga menunjukkan keberadaan
unsur-unsur yang bersifat racun bagi tanaman. Pada tanah asam banyak ditemukan unsur
alumunium yang selain bersifat racun juga mengikat phosphor, sehingga tidak dapat
diserap oleh tanaman. Pada tanah asam unsur-unsur mikro menjadi mudah larut sehingga
ditemukan unsur mikro seperti Fe, Zn, Mn dan Cu dalam jumlah yang terlalu besar,
akibatnya juga menjadi racun bagi tanaman.
Tetapi dengan pH yang agak masam belum tentu kebutuhan tanaman terhadap pH tanah
tidak cocok karena itu tergantung dari komoditas tanaman budidaya yang dibudidayakan.
Untuk pengelolaan pH tanah yang berbeda-beda dalam suatu agroekosistem maka apabila
suatu lahan digunakan untuk pertanian maka pemilihan jenis tanamannya disesuaikan
dengan pH tanah apakah tanaman yang diusahakan sesuai dan mampu bertahan dengan pH
tertentu
c) Ketersediaan Unsur Hara
Unsur hara yang digunakan tanaman untuk proses pertumbuhan dan perkembangannya
diperoleh dari beberapa sumber antara lain : Bahan organik, mineral alami, unsur hara
yang terjerap atau terikat, dan pemberian pupuk kimia. Pada lahan pertanian diketahui
sumber unsur hara berasal dari bahan organik, karena pada lokasi tersebut banyak
ditemukan seresah yang merupakan sumber bahan organic selain itu aplikasi pupuk
kandang juga menambah ketersediaan unsur hara yang berfungsi ganda, diserap oleh
tanaman dan memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
Gambar Ciri Kekurangan Unsur Hara
2. Dari Segi Fisika Tanah
a) Kondisi kepadatan tanah
Widiarto (2008) menyatakan bahwa, “Bahan organik dapat menurunkan BI dan tanah
yang memiliki nilai BI kurang dari satu merupakan tanah yang memiliki bahan organik
tanah sedang sampai tinggi. Selain itu, Nilai BI untuk tekstur berpasir antara 1,5 – 1,8 g /
m3, Nilai BI untuk tekstur berlempung antara 1,3 – 1,6 g / m3 dan Nilai BI untuk tekstur
berliat antara 1,1 – 1,4 g / m3 merupakan nilai BI yang dijumpai pada tanah yang masih
alami atau tanah yang tidak mengalami pemadatan”.
b) Kedalaman efektif tanah
Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus oleh akar tanaman.
Pengamatan kedalaman efektif dilakukan dengan mengamati penyebaran akar tanaman.
Banyakya perakaran, baik akar halus maupun akar kasar, serta dalamnya akar-akar
tersebut dapat menembus tanah, dan bila tidak dijumpai akar tanaman maka kedalaman
efektif ditentukan berdasarkan kedalaman solum tanah (Hardjowigeno, 2007).
c) Erosi Tanah
Erosi adalah terangkutnya atau terkikisnya tanah atau bagian tanah ke tempat lain.
Meningkatnya erosi dapat diakibatkan oleh hilangnya vegetasi penutup tanah dan kegiatan
pertanian yang tidak mengindahkan kaidah konservasi tanah. Erosi tersebut umumnya
mengakibatkan hilangnya tanah lapisan atas yang subur dan baik untuk pertumbuhan
tanaman. Oleh sebab itu erosi mengakibatkan terjadinya kemunduran sifat-sifat fisik dan
kimia tanah.
3. Dari Segi Biologi Tanah
a) Keanekaragaman biota dan fauna tanah
Ditunjukkan dengan adanya kascing. Biota tanah memegang peranan penting dalam siklus
hara di dalam tanah, sehingga dalam jangka panjang sangat mempengaruhi keberlanjutan
produktivitas lahan. Salah satu biota tanah yang paling berperan yaitu cacing tanah. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa cacing tanah dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui
perbaikan sifat kimia, fisik, dan biologis tanah.
Kascing (pupuk organik bekas cacing atau campuran bahan organik sisa makanan cacing
dan kotoran cacing) mempunyai kadar hara N, P dan K 2,5 kali kadar hara bahan organik
semula, serta meningkatkan porositas tanah (pori total dan pori drainase cepat meningkat
1,15 kali). Cacing jenis ‘penggali tanah’ yang hidup aktif dalam tanah, walaupun
makanannya berupa bahan organik di permukaan tanah dan ada pula dari akar-akar yang
mati di dalam tanah. Kelompok cacing ini berperanan penting dalam mencampur seresah
yang ada di atas tanah dengan tanah lapisan bawah, dan meninggalkan liang dalam tanah.
Kelompok cacing ini membuang kotorannya dalam tanah, atau di atas permukaan tanah.
Kotoran cacing ini lebih kaya akan karbon (C) dan hara lainnya dari pada tanah di
sekitarnya. (Hairiah, 2004).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan serta Fungsinya
3.1.1 Alat dan bahan yang digunakan di lapang
Alat :
1. Meteran panjang 50 m : untuk mengukur luas lahan yang akan digunakan dan tebal
seresah
2. Tali rafia : untuk membuat frame seresah dan batas luas lahan
pengamatan
3. Cetok : untuk menggali dan mengeluarkan tanah serta mengambil
ring
4. Ring sampel : sebagai media tanah yang akan di amati
5. Blok sampel : sebagai media tanah yang akan di amati
6. Pisau : untuk menggali tanah serta mengambil ring
7. Cutter : untuk memotong plastik wrapping
8. Plastik Wrapping : untuk membungkus tanah yang di amati
9. Timbangan : untuk menimbang tanah dalam blok
10. Papan Kayu : sebagai perantara untuk memadatkan tanah dalam media
11. Spidol permanen : untuk memberi tanda pada masing-masing pengamatan
12. Palu : untuk memukul papan kayu agar tanah dalam media padat
13. Alat tulis : untuk mencatat hasil pengamatan
14. Kamera : untuk dokumentasi
15. Tas kresek : untuk tempat seresah dan tanah
Bahan :
1. Tanah : sebagai bahan yang akan di amati
2. Seresah : sebagai bahan yang akan di amati
3.1.2 Alat dan bahan yang digunakan di laboratorium
Alat :
1. Timbangan analitik : untuk menimbang tanah, cawan, dan seresah
2. Cawan : untuk tempat tanah saat di oven
3. Oven : untuk mengoven tanah agar kering
4. Pisau : untuk mengambil tanah dari dalam ring dan blok
5. Kamera : untuk dokumentasi
6. Alat tulis : untuk mencatat hasil pengamatan
7. Kertas label : untuk memberi keterangan sampel
Bahan :
1. Tanah dalam ring : sebagai bahan pengamatan
2. Tanah dalam blok : sebagai bahan pengamatan
3. Seresah : sebagai bahan pengamatan
3.2 Cara Kerja
3.2.1 Cara kerja di lapang
Tanah yang akan diambil harus digali dengan sekop ataupun pisau agar lebih mudah dan tanah tetap utuh
Lakukan hal yang sama pada ring, namun tanah dalam ring di ambil berdasarkan 3 kali ulangan bukan kedalaman
Setelah tanah diratakan dan seresah di ambil, kemudian masukkan blok kedalam plot dan
beri papan lalu pukul dengan palu agar tanah yang terambil utuh dan tinggi tanah 10 cm
Pada titik pengamatan buatlah plot kecil 50 cm x 50 cm untuk mengukur seresah (2 plot). Lalu ukur ketebalan seresah dan ambil seresah untuk
di amati
Buat plot ukuran 20 m x 20 m, kemudian tentukan titik pengamatan
Siapkan alat dan bahan
Tanah yang telah terambil dari blok dikeluarkan dan dibungkus dengan plastik wrapping agar tidak menguap, kemudian di masukkan tas kresek dan diberi keterangan saat pengamatan
Tanah digali lalu diambil dengan sekop atau pisau agar lebih mudah dan tanah tetap utuh
Tanah yang telah diambil dikeluarkan dari dalam blok dan dibungkus plastik wrapping agar tidak menguap. Lalu dimasukkan tas
kresek dan diberi keterangan saat pengamatan.
3.2.2 Cara kerja di laboratorium
Lakukan sebanyak 3 kali kedalaman tanah, yaitu: 0-10 cm, 10-20 cm, dan 20-30 cm.
Lakukan hal yang sama pada ring sampel, namun ring sampel dilakukan berdasarkan 3 kali ulangan bukan
kedalaman dan tanah tidak perlu dikeluarkan dari ring
Dokumentasikan untuk setiap kegiatan dan catat hasilnya
Siapkan alat dan bahan
Timbang tanah 50 gr pada masing-masing sampel, timbang cawan saja,
dan cawan + tanah
Kemudaian oven selama 24 jam
Sisa tanah pada masing-masing ring ditimbang juga
Setelah 24 jam ambil tanah dari oven dan timbang lagi (cawan, tanah, cawan + tanah) untuk
menghitung BI
3.3 Penjelasan
3.3.1 Penjelasan Cara Kerja di Lapang
Pertama siapkan alat dan bahan, lalu buat plot dengan ukuran 20 x 20 m dan
menentukan titik pengamatan. Pada titik pengamatan dibuat 2 plot kecil dengan ukuran 50 x
50 cm untuk pengamatan seresah. Kemudian di ukur ketebalan seresah dan di ambil untuk
pengamatan di laboratorium. Setelah seresah di ambil dan tanah diratakan, kemudian blok
dimasukkan kedalam plot dan di atasnya diberi papan kayu lalu dipukul dengan palu sampai
tinggi tanahnya mencapai 10 cm. Papan kayu sebagai perantara membantu agar agregat tanah
tidak rusak karena palu tidak langsung mengenai tanah. Tanah yang ada di dalam blok di
ambil dengan menggunakan sekop atau pisau untuk membantu menggali tanahnya dan tanah
tetap utuh. Tanah yang telah terambil di keluarkan dan dibungkus dengan plastik wrapping
agar tidak menguap dan dimasukkan kedalam tas kresek lalu diberi keterangan. Kemudian
dilakukan sebanyak 3 kali kedalaman, yaitu: 0-10 cm, 10-20 cm, dan 20-30 cm. Hal yang
sama juga dilakukan pada ring sampel, namun pada ring sampel dilakukan berdasarkan 3 kali
ulangan bukan kedalaman dan tanah tidak perlu dikeluarkan dari ring karena jumlah ring
memadai untuk ketiga sampel. Jika ditemukan cacing maupun organisme lain maka dapat
dilakukan pengamatan juga. Kemudian di dokumentasikan untuk setiap kegiatan dan dicatat
hasilnya.
3.3.2 Penjelasan cara Kerja di Laboratorium
Untuk seresah, pisahkan antara seresah daun, ranting dan batang, kemudian hitung dan
ditimbang
Dokumentasikan masing-masing kegiatan dan catat hasilnya sesuai keterangan pada kertas label
Pertama siapkan alat dan bahan, lalu timbang masing-masing sampel tanah sebanyak 50
gr, sebelumnya timbang berat cawan terlebih dahulu. Lalu masing-masing sampel pada
cawan di oven selama 24 jam dan telah dilabeli. Tujuan pengovenan adalah agar tanah dapat
kering. Sisa tanah pada masing-masing ring ditimbang dan setelah 24 jam tanah di ambil dari
oven dan di timbang lagi tanah + cawan, tanah saja dan cawan saja. Lalu dapat dihitung berat
isi tanah sesuai dengan rumus. Untuk pengamatan seresah, pertama serasah dipisahkan antara
seresah daun, batang, maupun ranting. Kemudian di hitung jumlah seresah dan ditimbang.
Setiap kegiatan di dokumentasikan dan dicatat hasilnya.
BAB IV. PEMBAHASAN UMUM
4.1 Data dan Pembahasan
Jenis
Alat
Diameter
(cm)
Tinggi
Blok/Ring (cm)
Berat
Tanah
(gram)
Tnh. Basah
(gram)
+
Cawan
(gram)
Tnh. Kering
(gram)
+
Cawan
(gram)
Cawan
(gram)
Ring 1 8,5 7 582,73 54,3 42,69 4,3
Ring 2 8,5 7 653,4 54,48 41 4,48
Ring 3 8,5 7 681,50 60,11 45,4 10,11
Blok 1 8,5 7 3380 56,71 40,3 6,71
Blok 2 8,5 7 3125 54,44 47,9 4,44
Blok 3 8,5 7 3015 54,97 45 4,97
Dirumus untuk memperoleh nilai BI sebagai berikut :
Vt = . π . D2. P
Ka = x
BI = = : Vt
Hasil dari perhitungan melalui rumus diatas adalah sebagai berikut :
Jenis Alat Ka (Kadar Air) BI (Berat Isi)
Ring 1 0,30 gram 0,027 gram
Ring 2 0,37 gram 0,030 gram
Ring 3 0,42 gram 0,028 gram
Balok 1 0,49 gram 0,149 gram
Balok 2 ` 0,144 gram
Balok 3 0,25 gram 0,137 gram
Data seresah :
Jenis Seresah Berat Basah (gram) Berat Kering (gram)
Batang (Plot 1) 33,3 0,92
Batang (Plot 2) 3,1 2,65
Daun (Plot 1) 2,7 2,26
Daun (Plot 2) 3,1 2,96
4.2 Interpretasi Data Hasil Praktikum
Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa kadar air dan berat isi tanah setiap ring
sampel dan balok berbeda-beda. Ring 1 memiliki kadar air 0,30 gram dan berat isi tanah
sebesar 0,027 gram. Ring 2 memiliki kadar air 0,37 dan berat isi tanah sebesar 0,30 gram.
Ring 3 memiliki kadar air 0,42 gram dan berat isi tanah sebesar 0,028 gram. Begitu juga
kadar air dan berat isi tanah pada sampel balok masing-masing juga berbeda. Balok 1
memiliki kadar air 0,49 dan berat isi tanah sebesar 0,149 gram. Balok 2 memiliki kadar air
0,15 gram dan berat isi tanah sebesar 0,144. Serta balok 3 yang memiliki kadar air0,25 gram
dan berat isi tanah sebesar 0,137 gram.
4.3 Pembahasan Umum
DAFTAR PUSTAKA
Bamualim, A. 2004. Strategi Pengembangan Peternakan pada Daerah Kering. Makalah
Seminar Nasional Pengembangan Peternakan berwawasan Lingkungan. IPB. Bogor.
Hairiah, Kurniatun, dkk. 2004. Ketebalan Seresah sebagai Indikator Daerah Aliran Sungai
(DAS) Sehat. FP-UB. Malang.
Hardjowigwno, Sarwono dkk.__. Morfologi dan Klasifikasi Tanah Sawah.
Minardi, S. 2009. Optimalisasi Pengelolaan Lahan Kering untuk Pengembangan Pertanian
Tanaman Pangan. Orasi Pengukuhan Guru Besar Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Notohadiprawiro, T. 1989. Pertanian Lahan Kering di Indonesia: Potensi, Prospek,
Kendala dan Pengembangannya. Makalah disampaikan pada Likakarya Evaluasi Proyek
Pengembangan Palawija SECDPUSAID Bogor, 6-8 Desember. Repro: Ilmu Tanah
Universitas Gajah Mada (2006)
Saragih, B. 2000. Agribisnis, Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian.
Yayasan Mulia Persada dan PT Surveyor Indonesia, Jakarta.
top related