khusyu' dalam shalat

Post on 10-Nov-2015

266 Views

Category:

Documents

0 Downloads

Preview:

Click to see full reader

DESCRIPTION

agama

TRANSCRIPT

  • KRITERIA KHUSYU` DALAM SHALAT

    Diajukan untuk memenuhi salah satu ujian akhir pesantren

    Oleh :

    Mohammad Hasbi Asidiqi

    NIS : 09101074

    PESANTREN PERSATUAN ISLAM 40 SARONGGE

    TAHUN AJARAN 2011-2012 M/1432-1433 H

  • i

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillahi Rabbil `Alamin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat

    Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan kesabaran sehingga karya tulis

    yang berjudul Kriteria Khusyu` dalam Shalat ini dapat diselesaikan. Sungguh

    merupakan suatu kebanggan tersendiri bagi penulis.

    Karya tulis ini diajukan untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu

    syarat kelulusan Mu`alimin Pesantren Persatuan Islam 40 Sarongge.

    Selama melakukan penulisan penulis tentu mengalami berbagai

    halangan, namun berkat dukungan dari semua pihak penulis dapat

    menyelesaikannya dengan baik. Oleh karena itu penulis mengucapkan rasa

    terimakasih kepada:

    1. Yang terkasih kedua orangtuaku yang senantiasa mencurahkan kasih sayang

    yang tiada tara. Yang selalu memberikan doa dan materi yang tidak dapat

    tergantikan oleh apa pun.

    2. Yang terhormat Mudir Am Pesantren Persatuan Islam 40 Sarongge Ustadz

    Deni Saeful Bukhari, yang telah memberikan dorongan beserta fasilitasnya.

    3. Yang terhormat Ustadzah Dedeh Sariah selaku pembimbing satu.

    4. Yang terhormat Ustadz Wawan Nashrudin selaku pembibing dua.

    5. Yang terhormat Mudir mualimien Ustadz Muhammad Shagir, S.Psi

    6. Yang terhormat Ustadz dan Ustadzah Pesantren Persatuan Islam 40 Sarongge

    yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

  • ii

    7. Teman-teman seperjuangan; Ahdan Romdon Febriana, Ai Epon, Andi

    Romansyah, Akmal Nashrul Fatah, Asri Amalia Nurain, Dicky Zaenudin,

    Farida Nurhasanah, Fatia Nurfadillah, Fauzan Ihsan, Gilang Maulid

    Triananda, Ikhsanuddin, Maryam Fitri Masitoh, Pujiyati Rohmah, Rosniah,

    Sintia Nurohmah Awaliyah, Sopian, Sulastri Mayang Sari, Ujang Parihawan,

    Wita Nurhayati, Witri Nurani, Wiwin Solihat dan Yadi Mulyadi yang selalu

    menjadi motivator bagi penulis, tanpa dukungan kalian rasanya akan sulit

    untuk menyelesaikan karya tulis ini.

    Mudah-mudahan karya tulis ini memberikan manfaat bagi pembaca

    walaupun penulis sadar penulisan karya tulis ini masih banyak kekurangan dan

    jauh dari sempurna.

  • iii

    DAFTAR ISI

    Kata pengantar ... i

    Daftar isi ...... iii

    BAB I Pendahuluan

    A. Latar Belakang .. 1

    B. Rumusan Masalah ..... 4

    C. Tujuan Penulisan ... 4

    D. Manfaat Penelitian . 4

    E. Metode Penelitian .. 5

    F. Sistematika Penulisan 5

    BAB II Landasan Teoritis

    A. Pengertian Khusyu` ... 7

    B. A. Cara-cara supaya khusyu` dalam shalat . 14

    C. B. Hal-hal yang dapat mempengaruhi khusyu` .. 22

    BAB III Pelaksanaan Khusyu` dalam Shalat

    A. A. Kebiasaan dalam shalat 33

    B. B. Hikmah pelaksanaan khusyu` dalam shalat .. 40

    BAB IV Kesimpulan dan Saran

    A. A. Kesimpulan 48

    B. Saran .. 49

    Daftar pustaka 50

    Riwayat hidup . 51

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Islam adalah agama yang sempurna, segala hal yang berkaitan dengan

    duniawi dan akhirat sudah ada dan diatur di dalam agama Islam, yang tentunya

    berpedoman kepada Quran dan Sunnah. Islam merupakan agama yang dibawa

    seluruh nabi, Islam juga adalah satu-satunya agama yang diterima di sisi Allah

    SWT.

    Diantara ajaran Islam, kita diwajibkan melaksanakan shalat sebanyak lima

    waktu yang merupakan amal ibadah yang pertamakali akan dihisab. Jika shalat

    seseorang baik maka seluruh amalnya akan baik, namun jika shalatnya rusak

    maka seluruh amalnya akan rusak. Maka kita harus melaksanakannya dengan

    benar dan sama dengan shalat yang dicontohkan Rosululloh SAW. Dalam sebuah

    hadis Beliau bersabda:

    Artinya: Shalatlah sebagaimana kamu melihat aku shalat. (HR. Bukhari).

    Dari hadis di atas jelas bahwa dalam pelaksanaan shalat kita tidak boleh

    sekehendak kita sendiri, namun harus merujuk kepada apa yang dicontohkan Nabi

    SAW.

    Shalat juga merupakan ibadah yang paling utama, shalat adalah kewajiban

    yang paling besar pengaruhnya, paling besar kebaikannya, dan paling berbahaya

  • 2

    apabila ditinggalkan. Shalat merupakan tiang agama dan kunci surga. Barangsiapa

    yang shalat, berarti telah berpegang teguh dengan syari'at Islam dan

    memperkokoh pondasinya. Namun barangsiapa melalaikan shalat berarti telah

    melalaikan agamanya dari pondasinya. Oleh karena itu shalat bukanlah hal yang

    sepele yang dapat dikerjakan tanpa kesungguhan dalam hati, namun harus

    dilaksanakan dengan penuh kekhusyu`an.

    Mengenai khusyu`, dalam shalat tentu kita harus berusaha agar selalu

    khusyu` di dalam shalat, dikarenakan apabila shalat tanpa khusyu` kita tidak akan

    merasakan manfaat dari shalat itu sendiri, bahkan ada ancaman jika melaksanakan

    shalat tanpa adanya khusyu`. Dalam surat Al-Ma'un Allah SWT. Berfirman:

    Artinya: Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang

    yang lalai dalam shalatnya.

    Namun jika pelaksanaan shalat dilaksanakan dengan khusyu` maka akan

    termasuk ke dalam orang-orang mukmin yang bruntung mendapatkan surga.

    Dalam surat Al-Mukminun Allah SWT berfirman:

    Artinya: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu

    orang-orang yang khusyu` dalam shalatnya.

  • 3

    Dengan demikian kita dituntut untuk khusyu` dalam setiap kali shalat jika

    tidak ingin termasuk kedalam kategori orang-orang yang lalai dan celaka. Namun

    sekarang yang menjadi permasalahan adalah fenomena di masyarakat yang

    kebanyakan masih belum mengetahui shalat yang khusyu` itu seperti apa? ada

    yang mengatakan bahwa khusyu` itu adalah tidak mendengar apapun yang ada di

    sekitarnya, dan ada juga yang mengatakan bahwa kita akan mendapatkan

    kekhusyu`an dalam shalat dengan cara sambil menangis. Apakah pendapat

    tersebut berdasarkan dalil atau hanya berpendapat tanpa merujuk kepada dalil.

    Kemudian dalam pelaksanaan shalat tentu kita tidak terlepas dari bermacam-

    macam gangguan, baik gangguan syetan atau dari hal yang ada disekitar kita.

    Seperti hal-nya ketika melaksanakan shalat berjama'ah dan di depan kita ada yang

    memakai pakaian bergambar yang mencolok dan dapat mengalihkan perhatian,

    atau ada anak kecil yang berlarian di depan kita. Hal tersebut tentu dapat

    mengganggu pikiran kita saat melaksanakan shalat, bahkan sejadah pun yang

    dibuat khusus sebagai alas untuk shalat memiliki berbagai motif yang menarik

    untuk dilihat. Ketika shalat kita harus menundukan pandangan, namun dengan

    menggunakan sejadah yang bergambar tentu kita akan menunduk, tapi bukan

    karena ingin khusyu` melainkan hanya tertarik dengan gambar yang ada pada

    sejadah. Terlepas dari pakaian dan sejadah, banyak lagi hal lainnya yang mungkin

    dapat menghalangi kekhusyu`an, seperti melaksanakan shalat ditempat yang

    bising, atau shalat ditengah perjalanan seperti di hutan. Maka dapatkah kita

    mengusahakan untuk melaksanakan skalat dengan khusyu`?

  • 4

    Berdasarkan fenomena di atas penulis tertarik untuk mengambil

    permasalahan tersebut untuk dikaji lebih dalam, dengan mengangkat judul

    "KRITERIA KHUSYU` DALAM SHALAT".

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis dapat merumuskan

    masalah tersebut kedalam rumusan masalah sebagai beriku:

    1. Bagaimana kriteria khusyu` dalam shalat?

    2. Bagaimana cara agar khusyu` dalam shalat?

    3. Apa hikmah dari melaksanakan shalat dengan khusyu`?

    C. Tujuan penulisan

    Adapun tujuan penulisan ini yaitu untuk:

    1. Mengetahui kriteria khusyu` dalam shalat

    2. Mengetahui cara agar khusyu` dalam shalat

    3. Mengetahui hikmah dari melaksanakan shalat dengan khusyu`

    D. Manfaat Penelitian

    Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu:

    Secara teoritis, penulisan karya tulis ini bisa menambah sumber kepustakaan

    dan dapat menambah wawasan bagi pembaca.

    Secara praktis, agar masyarakat lebih memahami tentang kriteria khusyu`

    dalam shalat sehingga dapat menerapkannya didalam shalat.

  • 5

    E. Metode Penelitian

    Adapun metode penelitian yang digunakan penulis yaitu metode penelitian

    kepustakaan murni, yaitu mencari keterangan yang sesuai dengan dengan masalah

    yang akan dibahas dari sumber yang berupa naskah-naskah tertulis, baik

    berbentuk dokumen, koran, majalah, dan teks-teks lainnya.

    F. Sistematika Penulisan

    Sistematika dalam pembuatan karya tulis ini akan disusun sebagai berikut:

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    B. Rumusan Masalah

    C. Tujuan Penulisan

    D. Manfaat Penulisan

    E. Metode Penelitian

    F. Sistematika Penulisan

    BAB II LANDASAN TEORITIS

    A. Pengertian Khusyu`

    B. Cara-cara Supaya Khusyu` dalam Shalat

    C. Hal-hal yang dapat Mempengaruhi Khusyu`

    BAB III PEMBAHASAN MASALAH

    A. Kebiasaan dalam Shalat

    B. Hikmah dari Pelaksanaan Khusyu` dalam Shalat

  • 6

    BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan

    B. Saran

  • BAB II

    LANDASAN TEORITIS

    C. Pengertian khusyu`

    1. Menurut bahasa

    Kata khusyu' sendiri disebutkan beberapa kali di dalam Al-Qur'an.

    Makna bahasanya berkisar pada hina/menunduk, rendah/tenang, ketakutan,

    kering/mati, seperti:

    a. Hina dan menunduk

    Sebagaimana dalam firman Allah SWT: (QS. Al-Gasyiah : 2).

    Artinya: "Banyak muka pada hari itu tunduk terhina"

    Allah juga berfirman: (QS. An-Nazi'at : 8-9).

    Artinya: "Hati mereka pada waktu itu sangat takut. Pandangannya

    tunduk".

    Allah juga berfirman: (QS. Al-Qamar : 6-7).

  • 8

    Artinya: "Maka berpalinglah kamu dari mereka, (ingatlah) hari (ketika)

    seorang penyeru (malaikat) menyeru kepada sesuatu yang tidak

    menyenangkan (hari pembalasan). Sambil menundukkan

    pandangan-pandangan mereka keluar dari kuburan seakan-

    akan mereka belalang yang beterbangan"

    b. Rendah dan tenang

    Sebagaimana dalam firman Allah SWT. (QS. (Thaha : 108).

    Artinya:Pada hari itu manusia mengikuti penyeru dengan tidak berbelok-

    belok. Dan merendahlah semua suara kepada Rabb Yang Maha

    Pemurah, maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja.

    c. Merendahkan dan menundukkan diri

    Sebagaimana firman Allah SWT (QS. Al-Hasyr : 21).

    Artinya: "Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah

    gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah

    disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-

    perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka

    berfikir".

  • 9

    (QS. Al-Qalam: 43).

    Artinya: "(dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi

    mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di

    dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan

    sejahtera".

    d. Kering dan mati

    Sebagaimana dalam firman Allah SWT (QS. Fushshilat : 39).

    Artinya: "Dan diantara tanda-tanda kekuasaaan-Nya (ialah) bahwa

    engkau lihat bumi kering dan gersang, maka apabila Kami

    turunkan air diatasnya, niscaya ia bergerak dan subur

    Sesungguhnya Tuhan Yang menghidupkannya, Pastilah dapat

    menghidupkan yang mati. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas

    segala sesuatu.".

    2. Menurut syari`at

  • 10

    Khusyu` itu merupakan kelunakan hati, ketenangan fikiran, dan

    ketenangan (ketundukan) untuk menghindari hawa nafsu, dan hati yang

    menangis karena Allah. Lalu hilanglah segala yang ada di dalamnya, berupa

    kecongkakan dan kesombongan. Ketika itulah posisi di hadapan Ilah yang

    mendominasi. Hamba tidak bergerak dan diam kecuali sesuai dengan apa yang

    diperintahkan.

    Maka oleh karena itu khusyu` merupakan:

    a. Konsekuen dalam amal, dengan mentaati Allah dan meninggalkan

    kemaksiatan.

    b. Penampilan dalam jiwa yang tentram pada anggota tubuh, yaitu

    ketenangan.

    c. Hati merasakan keagungan Allah, sehingga merenungkan keagungan dan

    kewibawaan.

    d. Hati berdiri di hadapan Allah SWT dengan ketundukan dan kerendahan.

    e. Memancarnya cahaya pengagungan dalam hati, serta padamnya api

    syahwat dan syubhat.

    f. Menerima dan patuh terhadap kebenaran. Ketika hawa nafsu dan

    keinginan menyelisihinya.

    Kita sering mengasosiakan khusyu` dengan kontemplasi, semedi atau

    meditasi yang biasa dilakukan dalam praktek ritual agama lain. Kita menjadi

    lupa untuk menggali bagaimana Al Qur'an menjelaskan mengenai khusyu`

    itu. Dalam firman-Nya . (QS Al-Baqarah : 45-46).

  • 11

    Artinya: Dan jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan

    sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi

    orang-orang yang khusyu', (yaitu) orang-orang yang meyakini,

    bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan

    kembali kepada-Nya.

    3. Pengertian khusyu' di dalam shalat

    Seseorang dapat dikatakan khusyu` ketika shalat jika ia meyakini

    bahwa pada saat itu ia sedang bermunajat kepada Allah SWT. Ia merasakan

    kehadiran Allah, karena sesungguhnya dia sedang berkomunikasi dengan

    Allah, mengadu, dan meminta. Dengan kondisi hati yang tunduk pasrah hanya

    untuk Allah SWT.

    Mengenai makna kekhusyu'an itu, Ibnu Abba's menandaskan: "Artinya

    penuh takut dan khidmad." Al-Mujahid menyatakan: "Tenang dan

    tunduk."Sementara Ali bin Abi Thalib pernah menyatakan: "Yang dimaksud

    dengan kekhusyu'an di situ adalah kekhusu'an hati."Lain lagi dengan Hasan al-

    Bashri, beliau berkata: "Kekhusyu'an mereka itu berawal dari dalam sanubari,

    lalu terkilasbalik ke pandangan mata mereka sehingga mereka menundukkan

    pandangan mereka dalam shalat."Imam Atha' pernah berkata:"Khusyu' artinya,

    tak sedikitpun kita mempermainkan salah satu anggota tubuh kita". Maka, oleh

    karena itu kekhusyu'an dalam shalat bukanlah sekedar kemampuan

  • 12

    memaksimalkan konsentrasi sehingga fikiran hanya terfokus dalam shalat.

    Namun kekusyu'an lebih merupakan kondisi hati yang penuh rasa takut,

    pasrah, tunduk dan sejenisnya; yang membias dalam setiap gerakan shalat

    menjadi nampak anggun, khidmat dan tidak serampangan. Seperti yang sudah

    kita ketahui bahwa khusyu` itu adalah ketundukan merasa hina, dan ketaatan

    kepada semua perintah Allah SWT. Ketika rasa khusyu` telah didapatkan,

    seorang hanba akan berdiri di hadapan Rabbnya dengan lebih tunduk dan

    syahwat diri menjadi redam serta rasa takabur menjadi hilang. Ia menjadi

    yakin bahwa dirinya sedang bermunajat kepada rabbnya sehingga ia tidak

    menoleh ke kiri atau ke kanan. Pengaruh hal demikian nampak jelas pada

    semua anggota tubuh orang yang menunaikan shalat. Ia tidak melakukan

    kesia-siaan. Tidak memandang ke tembok saja, tidak mengangkat pakaian,

    tidak bermain-main dengan jenggotnya, tidak pula dengan pakaiannya, dan

    hal-hal lain yang bisa menghalangi kekhusyu`an dalam shalatnya.

    Banyak orang mendefinisikan khusyu` dengan menggunakan acuan

    peristiwa Ali bin Abi Thalib ketika kakinya terkena anak panah. Ketika anak

    panah tersebut akan dicabut Beliau mengerang, tak kuat menahan sakit

    sehingga para sahabat tak tega mencabutnya. Lalu Beliau shalat dengan

    khusyu. Dan ketika shalat itu, anak panah dapat dicabut tanpa Ali bin Abi

    thalib merasakan kesakitan.

    Peristiwa tersebut sangat popular dan memberikan kesan yang kuat

    bahwa salah satu tanda shalat yang khusyu` adalah seseorang tidak lagi

    merasakan sakitnya luka. Seolah-olah ketika shalat dengan khusyu, kita bisa

  • 13

    lepas dari alam dunia. Tidak merasakan apa-apa dan tidak memikirkan apa-apa

    lagi. Kesan ini diperkuat lagi oleh cerita tentang satria yang sedang bersemedi

    didalam kisah perwayangan. Diganggu jin dan gendruwo tidak gentar,

    dikelilingi binatang buas diam saja, dirayu bidadari cantik tidak tergoda.

    Tahan tidak makan dan minum berhari-hari lamanya. Apakah shalat khusyu

    harus seperti itu? Siapa orang yang paling khusyu' shalatnya di dunia ini? Pasti

    kita sepakat, bahwa Nabi Muhammad SAW adalah orang yang paling khusyu'

    shalatnya. Marilah kita melihat bagaimana Rasulullah melakukan shalatnya.

    Pada saat Rosul shalat dan Umamah binti Zainab puteri Nabi berada

    di atas leher beliau. Apabila beliau ruku beliau meletakkannya, dan

    apabila beliau bangun dari sujudnya, beliau mengambilnya dan

    meletakkannya kembali di atas leher beliau. Sebagaimana diterangkan

    dalam riwayat Ahmad dan Nasai.

    Nabi menyuruh membunuh dua binatang hitam. Yaitu ular dan lipan,

    walaupun sedang shalat. Sebagaimana diterangkan dalam riwayat

    Muttafaq `alaih.

    Nabi memanjangkan sujudnya ketika shalat karena anak kecil

    bernama Hasan dan Husain menaiki punggung beliau. Sebagaimana

    diterangkan dalam riwayat Ahmad, Nasa`i, dan Hakim.

    Nabi menjawab salam ketika sedang shalat dengan cara berisyarat

    dengan tangan. Sebagaimana diterangkan dalam riwayat Ahmad dan

    Tirmidzi.

  • 14

    Ketika sedang berperang, Nabi mengajarkan shalat khauf. Shalat

    berjamaah yang dilakukan dengan cara yang unik karena harus tetap

    dalam kondisi siaga terhadap serangan musuh. Sebagaimana

    diterangkan dalam riwayat Muttafaq `alaih.

    Dari beberapa riwayat tersebut, ternyata ketika shalat, Nabi selalu

    peka dan tanggap kepada lingkungannya. Beliau tetap mendengar dan melihat

    apa yang terjadi di sekelilingnya. Lintasan-lintasan pikiran pun tetap ada

    ketika Beliau shalat. Bahkan jika ada masalah, Beliau mengajarkan kepada

    kita untuk shalat sunnat dua rakaat. Artinya, ketika shalat, Beliau bukan

    melupakan suatu masalah, tetapi malah sengaja membawa masalah tersebut

    dalam shalatnya untuk disampaikan kepada Allah agar diberikan jalan

    keluarnya. Apa yang Beliau ajarkan sesuai dengan apa yang diperintahkan

    Allah SWT : (QS Al Baqarah: 153)

    Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat

    sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang

    yang sabar.

    D. Cara-cara supaya khusyu` dalam shalat

    Ada banyak sekali pendapat-pendapat yang mengemukakan tentang cara-

    cara agar kita dapat khusyu` ketika melaksanakan shalat, maka penulis mengutip

    beberapa diantaranya untuk dimuat di dalam karya tulis ini.

  • 15

    1. Berpikir bahwa ini adalah shalat kita yang terahir

    Kita harus yakin jika shalat ini ialah sebagai shalat terakhir kita

    dimuka bumi ini, sering kita dengar si fulan meninggal seusai shalat, si fulan

    meninggal setelah adzan, imam fulan meninggal saat sujud dan lainnya. Si

    fulan meninggal saat tengah judi, maksiat dan lainnya.

    Mungkin ini ialah shalat terahir di dunia, setelah itu, kita harus relakan

    suami atau istri kita seorang diri, anak kita menjadi yatim piatu, mungkin nanti

    malam ialah malam pertama dalam liang kubur, semua harta yang kita

    kumpulkan tak akan kita bawa, dan menjadi hak saudara kita, wajah elok dan

    cantik yang kita banggakan dalam sekejap akan berubah busuk.

    Dari Abi Ayyub ra bahwa Nabi saw bersabda: Apabila engkau

    mendirikan shalat maka maka shalatlah seperti shalatnya orang yang akan

    berpisah. (Musnad Imam Ahmad: 5/412)

    Orang yang akan Berpisah yang dimaksud disini ialah seperti halnya

    orang yang akan berpisah nyawa dan raganya, akan berpisah dengan semua

    anak istri, harta, tahta, segala dunia berganti dengan malam pertama di liang

    kubur yang gelap, sunyi, sepi, dingin, sendiri, tiada teman disisi. Tidaklah

    seorang muslim yang didatangi oleh shalat yang wajib, kemudian dia baik

    dalam melaksanakan wudhu, menhadirkan kekhusyuan dan ruku maka dia

    akan menjadi penghapus bagi dosa-dosa yang telah dikerjakan sebelumnya,

    selama dia tidak pernah berbuat dosa-dosa besar dan hal itu terjadi selama

    sepanjang masa. (Shahih Muslim: 1/206 no: 228)

  • 16

    Dan Nabi saw adalah orang yang paling banyak khusyunya di dalam

    shalat. Abdullah bin Al-Syikkhir berkata: Aku melihat Nabi saw mendirikan

    shalat dan di dalam dada beliau terdengar isak tangis seperti suara gesekan

    penggiling tepung karena menangis. (Sunan Abu Dawud: 1/238 no: 716)

    Dan Abu Bakar adalah seorang lelaki yang banyak menangis dikala

    shalat sehingga dia tidak bisa memperdengarkan suara bacaannya pada saat

    shalat mengimami orang. Dan Umar ra, pada saat dia mengimami orang dalam

    shalatnya dan membaca surat Yusuf maka isak tangisnya terdengar sampai

    pada akhir saf dan dia membaca QS. Yusuf:84. Shahih Bukhari: 1/236

    Isham Yusuf bertanya: Hai Hatim, apa yang dimaksud dengan

    menyempurnakan shalat?. Jawabnya: Menjelang (sebelum) waktu tiba,

    sudah siap dengan wudlu sempurna, lalu berdiri tegak di tempat shalat sepenuh

    jiwa raganya, hingga terbayang seakan-akan Kabah didepan mata, dan

    makam (liang lahat) tepat di dada, Allah SWT mengetahui segala isi hati, kaki

    seakan berada di atas sirath, surga di sisi kanan dan neraka di kirinya, Malaikat

    Izrail (Malaikat Maut) tepat berada di tengkuk belakangnya, dan punya

    perasaan bahwa Shalat ini shalat yang terakhir dilakukan olehnya Kemudian

    takbir dengan khusyu, dan hening penuh dengan tafakkur (berfikir), saat

    membaca Al-Fatihah dan surat, lalu ruku dengan penuh tawadlu, dan sujud

    dengan tunduk merendah serta memohon, terus duduk dengan sesempurnanya,

    baca tahiyat (tasyahud) dengan penuh harapan dan takut, akhirnya salam

    menurut sunnatur rasul. Semuanya diserahkan secara ikhlas kepada Allah, lalu

    berdiri (sesudah selesai shalat) dengan penuh rasa takut jika tidak diterima

  • 17

    shalatnya, dan pula penuh harap diterimanya oleh Allah dan semua dipelihara

    dengan penuh rasa sabar.

    Tanya Isham: sejak berapa lama anda lakukan shalat seperti yang diceritakan

    tadi?. Jawabnya:Sejak 30 tahun. Akhirnya ia menangis dan berkata: aku

    sama sekali belum pernah melaksanakan shalat yang seperti anda jelaskan.

    Bagaimana kita dapat Shalat Khusyu` sementara kita terlalu takabur atau

    terlalu sombong dan yakin jika kita masih hidup beberapa waktu setelah

    shalat.

    2. Memahami/mengetahui setiap bacaan shalat.

    Sebagaimana dalam firman Allah SWT (QS An-Nisa :43).

    ...

    Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang

    kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang

    kamu ucapkan

    Jelas sekali ayat ini menekankan pada arti bacaan shalat, kita dapat

    melatihnya secara berlahan. Jangan sampai puluhan tahun kita hidup di dunia,

    hafal berates-ratus lagu Eropa dan Lagu Amerika lengkap dengan nada

    panjang pendek, intonasi serta artinya dan juga riwayat pembuatan lagu dan

    riwayat hidup artis penyanyinya tapi bacaan shalat saja tidak hafal. Mabuk

    dalam ayat ini boleh diartikan sebagai mabuk khamr, tapi juga mabuk dunia,

    mabuk harta, mabuk tahta, mabuk cinta pun termasuk pula dalam hal yang

    mengganggu shalat sehingga kita lupa bacaan shalat apa yang telah kita baca,

  • 18

    bahkan kita lupa rakaat ke berapa. Lebih baik membaca surat pendek yang

    kita tahu arti bacaan setiap kata-kata daripada membaca surat panjang yang

    kita tak tahu apa artinya. Ingat, untuk mencapai shalat khusyu` dalam Ayat

    diatas ialah faham apa yang kita ucupkan. Garis besarnya, dalam ayat ini

    terdapat dua hal:

    a. Jangan melamun, jangan mabuk, jangan mabuk harta, jangan mabuk

    cinta, jangan mabuk tahta, jangan mabuk dunia yang membuat kita tidak

    sadar dan tidak tahu apa yang kita ucapkan.

    b. Arti bacaan shalat yang harus kita fahami untuk mencapai shalat khusyu`

    sangat penting hingga kita tidak hanya dituntut hafal bacaan shalat tapi juga

    faham artinya agar lebih khusyu` dan menghayati shalat.

    3. Bacaan diucapkan dengan suara sedang (tidak terlalu keras dan tidak terlalu

    pelan)

    Sebagaimana dalam firman Allah SWT (QS Al-Isra': 110)

    Artinya: ...Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu

    dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah

    diantara kedua itu.

    Bila kita pelankan suara atau cuma di dalam hati saja, maka terkadang

    fikiran kita akan melayang tak tentu arah, tapi jika kita baca dengan suara

    lirih yang didengar oleh diri sendiri, maka ini akan lebih membantu

    konsentrasi pada bacaan shalat.

  • 19

    4. Tuma`ninah

    Meski nampak sepele namun tuma`ninah merupakan hal penting untuk

    tercapainya khusyu`. Rasulullah SAW menyuruh orang yang shalat agar

    mengulang kembali shalatnya, dan setelah diulang, tapi tetap saja Rasulullah

    Muhammad SAW menyuruhnya mengulang lagi shalatnya. Dan setelah

    diulang pun, tetap saja Rasulullah SAW menyuruhnya mengulang lagi

    shalatnya. Hal ini dikarenakan orang tersebut tidak tenang dan tidak

    Tumamaninah dalam shalatnya, tergesa-gesa, tidak menghayati, tidak

    memberikan sepenuh jiwa, hati dan raga untuk menghadap Sang Khaliq. Ini

    pun menandakan bahwa shalat yang tidak tumamaninah itu tidak sah dan

    Rasulullah SAW memerintahkan agar mengulangi shalatnya hingga sampai

    berkali-kali.

    Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw masuk ke dalam

    masjid dan seseorang mengikutinya. Orang itu mengerjakan shalat kemudian

    menemui Nabi Saw dan mengucapkan salam. Nabi Saw membalas salamnya

    dan berkata, "Kembalilah dan shalatlah karena kau belum shalat". Orang

    mengerjakan shalat dengan cara sebelumnya, kemudian menemui dan

    mengucapkan salam kepada Nabi Saw. Beliau pun kembali berkata,

    "Kembalilah dan shalatlah karena kau belum shalat". Hal itu terjadi tiga

    kali. Orang itu berkata, "Demi Dia yang mengutus engkau dengan

    kebenaran, aku tidak dapat mengerjakan shalat dengan cara yang lebih baik

    selain cara ini. Ajarilah aku bagaimana cara shalat". Nabi Saw bersabda,

    "Ketika kau berdiri untuk shalat, ucapkan takbir lalu bacalah (surah) dari Al

    Quran kemudian rukuklah hingga kau merasa tenang (thuma'ninah).

    Kemudian angkatlah kepalamu dan berdiri lurus, lalu sujudlah hingga kau

    merasa tenang selama sujudmu, kemudian duduklah dengan tenang, dan

    kerjakanlah hal yang sama dalam setiap shalatmu". (1:724 - Shahih Al

    Bukhari).

  • 20

    5. Sebaiknya memilih tempat yang sesuai

    Maksudnya ialah tempat yang tidak banyak gangguan yang dapat

    menghalangi kita untuk mendapatkan kekhusyu`an. Sebaiknya memilih tempat

    yang memiliki kriteria sebagai berikut:

    a. Tenang dan jauh dari keributan yang mungkin salah satunya ditimbulkan

    oleh sesaknya orang yang shalat sehingga dapat menimbulkan suara-suara

    yang mengganggu.

    b. Menghindari hal-hal yang dapat mengganggu hadirnya malaikat ke tempat

    kita shalat, seperti halnya ada gambar dan anjing. Rosul SAW pernah

    bersabda: Para malaikat tidak akan memasuki satu rumah yang

    didalamnya terdapat anjing dan suroh (sejenis gambar). (Muttafaq

    `alaih).

    Dalam bahasa arab kata suroh tidak hanya mengandung arti

    gambar, tetapi juga bisa diartikan patung, arca dll. Dalam buku karya A.

    Hasan berjudul "soal-jawab" dijelaskan secara rinci mengenai larangan

    suroh yang memuat sembilan belas hadis, dua belas hadis diriwayatkan

    oleh Bukhari yang sudah tidak diragukan lagi keshahihannya, enam hadis

    Muslim, dan satu hadis Ahmad. Dari semua hadis larangangan suroh

    tersebut A. Hasan menyimpulkan bahwa tidak semua suroh haram, yang

    dihamkan yaitu:

    gambar yang ditakuti akan disembah orang

    gambar yang memang disembah orang

    patung yang ditakuti akan disembah orang

  • 21

    patung yang memang disembah orang

    sedangkan gambar dan patung selain itu tidak diharamkan. Hal

    tersebut dikarenakan zaman dulu masyarakat Arab masih sangat kental

    dengan persembahan trhadap berhala.

    Namun sekarang dapat dikatakan berhala sudah jarang ada orang

    yang membuat dan menyembahnya. Tetapi sekarang tidak sedikit orang

    yang mengidolakan artis, segala cara dilakukan demi idolanya tersebut,

    Dinding kamar semuanya dipenuhi dengan gambar idolanya. Hal tersebut

    dihawatirkan dapat masuk kepada yang diharamkan disebabkan terlalu

    mengangung-agungkan apa yang seharusnya tidak diagungkan dan

    dipuja-puja. Namun jika hanya sebatas suka dan tidak ada unsur

    mengagungkan maka tidak akan menjadi haram jika menempelkan

    gambar yang bagus dan kita sukai.

    c. Tidak melaksanakan shalat di atas kuburan atau menghadap kuburan.

    Sebagaimana sabda Rosul:

    Artinya: Janganlah engkau shalat menghadap kuburan dan jangan pula

    engkau duduk di atasnya. (HR Muslim).

    Dalam riwayat lain diterangkan: "Allah memusuhi orang-orang Yahudi

    yang menjadikan kuburan Nabi-nabi mereka sebagai masjid." (Muttafaq

    `alaih).

  • 22

    E. Hal-hal yang dapat mempengaruhi khusyu`

    dalam pelaksanaan shalat tentu kita tidak terlepas dari bermacam-macam

    gangguan, baik gangguan syetan atau dari hal yang ada disekitar kita. Seperti

    ketika melaksanakan shalat berjama'ah dan di depan kita ada yang memakai

    pakaian bergambar yang mencolok dan dapat mengalihkan perhatian, atau ada

    anak kecil yang berlarian di depan kita. Hal tersebut tentu dapat mengganggu

    pikiran kita saat melaksanakan shalat, bahkan sejadah pun yang dibuat khusus

    sebagai alas untuk shalat memiliki berbagai motif yang menarik untuk dilihat.

    Ketika shalat kita harus menundukan pandangan, namun dengan menggunakan

    sejadah yang bergambar tentu kita akan menunduk, tapi bukan karena ingin

    khusyu` melainkan hanya tertarik dengan gambar yang ada pada sejadah. Berikut

    adalah beberapa contoh penghalang shalat khusyu`:

    1. Ada yang berlalu lalang di depan orang yang sedang shalat.

    Rosulullah SAW bersabda:

    Artinya: Apabila seseorang di antara kamu shalat dengan memasang

    batas yang membatasinya dari orang-orang lalu ada seseorang

    yang hendak lewat di hadapannya maka hendaklah ia

    mencegahnya. Bila tidak mau perangilah dia sebab dia

    sesungguhnya adalah setan. (Muttafaq `alaih).

  • 23

    Dalam hadis tersebut dapat diketahui bahwa sangat berbahaya jika

    berjalan dihadapan orang yang sedang shalat, bahkan Rosul menyuruh untuk

    memerangi orang yang tetap ingin berjalan di hadapan yang sedang shalat.

    Dalam hadis lain Rosulullah bersabda: seandainya orang yang berlalu di

    hadapan orang yang sedang shalat mengetahui apa yang akan menimpa

    dirinya, tentu berdiri berdiri selama empat puluh lebih baik baginya daripada

    berlalu di hadapannya. (HR Bukhari.)

    Syaikh Muhammad Zakaria Al-Kandahlawi di dalam kitab Aujaz Al-

    Masalik ila Muwaththa Al-Imam Malik (3/143) berkata, Ibnu Rusyd berkata,

    Ulama jumhur sepakat bahwa makruh hukumnya berlalu di hadapan orang

    yang sedang melaksanakan shalat karena adanya ancaman berkenaan dengan

    perbuatan itu. Kitab-kitab dari kalangan para pengikut mazhab Syafi`i

    dengan jelas menegaskan bahwa berlalu di hadapan orang yang sedang

    melaksanakan shalat haram hukumnya. Kitab-kitab dari kalangan para

    pengikut mazhab Hanafi dan Maliki menegaskan dengan jelas bahwa dosa atas

    orang yang berlalu di hadapan orang yang sedang melaksanakan shalat. Hanya

    saja mereka melakukan pembagian atas orang yang berlalu di hadapan orang

    yang sedang shalat dengan dasar tinjauan berdosa atau tidak, kepada empat

    macam:

    a. Orang yang berlalu di depan orang yang shalat berdosa dan orang yang

    shalat tidak berdosa jika orang yang menunaikan shalat menghadap

    kepada suatu pembatas dan orang yang berlalu itu memiliki jalan luas

    lainnya, namun tetap menginjak lewat dari batas. Maka orang yang

  • 24

    berlalu di hadapan orang shalat berdosa dan orang yang shalat tidak

    berdosa.

    b. Orang yang berlalu di depan orang yang shalat tidak berdosa dan orang

    yang shalat berdosa. Jika seseorang menunaikan shalat di dalam suatu

    proyek yang selalu dilalui banyak orang tanpa pembatas atau terlalu jauh

    dari pembatas itu, sedangkan orang yang hendak berlalu tidak

    mendapatkan jalan luas.

    c. Orang yang berlalu dan orang yang shalat kedua-duanya berdosa. seperti

    pendapat kedua, akan tetapi orang yang berlalu masih memiliki tempat

    yang luas untuk berlalu. Maka kedua-duanya berdosa.

    d. Orang yang berlalu dan orang yang shalat kedua-duanya tidak berdosa.

    seperti pendapat pertama, tetapi orang yang berlalu tidak memiliki

    tempat yang luas untuk berlalu, maka kedua-duanya tidak berdosa.

    Maka untuk mencegah hal tersebut kita dianjurkan untuk membuat sutrah

    (pembatas) saat akan melaksanakan shalat. Rosul bersabda:

    Artinya : Apabila seseorang di antara kamu shalat hendaklah ia

    membuat sesuatu di depannya jika ia tidak mendapatkan

    hendaknya ia menancapkan tongkat jika tidak memungkinkan

    hendaknya ia membuat garis namun hal itu tidak mengganggu

  • 25

    orang yang lewat di depannya. (HR Ahmad, dan Ibnu

    Majah).

    Namun sekarang sudah ada sejadah, dan kita dapat menggunakan ujung

    sejadah sebagai sutrah, yaitu pembatas supaya orang tidak lewat di hadapan

    kita ketika shalat.

    Jika begitu bagaimana sikap kita terhadap orang yang tetap berlalu di

    hadapan kita ketika shalat?. Maka dijelaskan dalam hadis yang sebelumnya

    agar mendorong orang yang berlalu di hadapan kita. Dengan demikian kita

    harus menjaga agar tempat sujud kita tidak dilalui orang, bahkan Rosul

    menyuruh memerangi orang yang tetap ingin barlalu di hadapan kita ketika

    sedang shalat.

    2. Menghadap dinding atau tirai yang bermotif

    Suatu ketika Rosulullsh SAW shalat di rumah Aisyah yang terdapat

    kelambu merah, maka Rosulullah SAW bersabda, singkirkan kelambu

    merahmu ini dari kami karena gambar-gambarnya masih saja terlihat di

    dalam shalatku. (HR Bukhari)

    Dengan hadis tersebut jelas memakai tirai yang memiliki gambar

    sebaiknya dihindari agar tidak mengganggu terhadap orang yang shalat.

    Begitu pun dengan dinding. Malah sekarang tidak sedikit masjid-masjid yang

    diukir dindingnya dengan hiasan kaligrafi, dan karpet dengan gmbar yang

    berpariasi. Meskipun terlihat islami, karena menggunakan gambar mesjid

    ataupun kabah, namun tetap saja dapat mengganggu. Pada zaman Utsman

    ketika mendirikan mesjid, orang-orang membuat gambar buah limun di atas

  • 26

    langit-langit sehingga orang yang masuk mesjid pandangannya meninggi ke

    arah gambar tersebut. Hal itu sampai kepada Utsman dan memerintahkan

    untuk melepaskan gambar itu.

    Rosul SAW pernah bersabda:

    Artinya: "Aku tidak diperintahkan untuk menghiasi masjid." (HR Abu

    Dawud).

    Begitu pun dengan gmbar-gambar yang lain, seperti gambar pada punggung

    orang yang shalat di hadapan kita. Sebaiknya hal itu di hindari.

    3. Menahan buang air

    Buang air merupakan suatu hajat bagi manusia, meski ketika shalat

    kita tidak dibenarkan untuk menahan buang air, karena dapat mengganggu

    kekhusyu`an. Rosulullah SAW bersabda, jangnlah seseorang dari kalian

    mendatangi shalat, sedangkan ia dalam keadaan ingin buang air hingga

    telah menjadi ringan. (HR Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Nasa`i).

    Dalam riwayat lain Rosulullah SAW bersabda, jika engkau

    mendatangi shalat dan seseorang dari kalian henda buang hajat, maka

    mulailah dengan buang hajat terlebih dahulu. (HR Abu Dawud, Tirmidzi,

    dan Nasa`i).

    4. Shalat dengan menahan lapar dan ngantuk

    Sebagaimana telah diterangkan dalam sabda Rosul SAW:

  • 27

    Artinya: Apabila makan malam telah dihidangkan makanlah dahulu

    sebelum engkau shalat Maghrib. (Muttafaq `alaih).

    Hadis di atas menjelaskan jika akan melaksanakan shalat jika dalam

    keadaan lapar, atau sudah disediakan makanan makanan diutamakan makan

    terlebih dahulu. Dikarenakan kita akan selalu terganggu oleh pikiran kita

    yang memikirkan makanan.

    Sama hal nya dengan mengantuk. Rosul SAW pernah bersabda:

    Apabila seseorang dari kamu mengantuk maka hendaklah ia tidur sampai

    hilang rasa kangntuknya, karena apabila ia shalat dalam keadaan

    mengantuk memungkinkan ia ingin memohon ampun tetapi dengan tak

    sadar memaki dirinya sendiri. (HR Jama'ah)

    5. Memakan makanan yang berbau tidak sedap

    Rosul SAW pernah bersabda: Barangsiapa makan dari pohon busuk

    ini (bawang bombay dan bawang bakung), janganlah sama sekali

    mendekati masjid kami karena para malaikat merasa tersakiti dengan apa-

    apa yang menjadikan manusia merasa tersakiti. (HR Muslim).

    Bawang dapat diqiyaskan (diserupakan) dengan makanan-makanan

    lain yang mempunyai sifat yang sama, yaitu memiliki bau yang dapat

    mengganggu orang lain. Maka memakan makanan tersebut sebaiknya

    dihindari ketika akan melaksanakan shalat.

  • 28

    Berkenaan dengan hal ini dianjurkan pula siwak (menyikat gigi).

    Bersiwak merupakan kategori yang dianjurkan oleh Rosul SAW.

    sebagaimana sabda Nabi SAW:

    Artinya: Seandainya tidak memberatkan atas umatku niscaya aku

    perintahkan mereka bersiwak pada setiap kali wudlu. (HR

    Ahmad, Malik, dan Nasa`i).

    Kata seandainya menunjukkan bahwa hal tersebut tidak wajib,

    namun jika kita mampu melakukannya maka lebih baik jika kita

    melakukannya.

    6. Mengusap wajah karena ada pasir ketika shalat

    Sebagaimana telah diterangkan dalam sabda Rosul SAW:

    Artinya: Jika seseorang di antara kamu mendirikan shalat maka

    janganlah ia mengusap butir-butir pasir (yang menempel

    pada dahinya). (Muttafaq `alaih).

    Terdapat kesalahan dalam pemahaman tentang mengusap wajah yang

    sebagian orang mengatakan bahwa mengusap wajah adalah bagian dari

    shalat, padahal mengusap wajah dilakukan di zaman Rosul disebabkan pada

    saat itu lantai masjid masih terbuat dari tanah atau pasir, dikarenakan dilarang

  • 29

    mengusap pasir ketika shalat, maka diusaplah ketika selesai shalat. Berbeda

    dengan zaman sekarang masjid-masjid sudah menggunakan lantai yang bersih

    sehingga tidak akan ada tanah yang menempel di wajah dan tidak perlu

    diusap saat selesai shalat.

    7. Menoleh dan mengankat pandangan ketika shalat

    Aisyah pernah bertanya kepada Rosul tentang menoleh dalam shalat,

    maka Rosul menjawab: itu adalah copetan yang dilakukan syetan terhadap

    seorang hamba. (HR Bukhari).

    Rosul juga pernah bersabda:

    .

    Artinya: Hendaklah benar-benar berhenti orang-orang yang

    memandang langit waktu shalat atau pandangan itu tidak

    kembali kepada mereka. (HR Muslim).

    Dengan demikian, menoleh dan mengangkat pandangan ke atas ketika

    shalat merupakan suatu perbuatan yang dilarang.

    8. Menguap ketika shalat

    Rosul pernah bersabda:

    Artinya: Menguap itu termasuk perbuatan setan maka bila

    seseorang di antara kamu menguap hendaklah ia menahan

    sekuatnya. (HR Muslim dan Tirmidzi).

  • 30

    Begitu juga ketika shalat. Dalam hadis lain dengan memakai kalimat

    tambahan diterangkan: Jika salah seorang dari kalian menguap dalam

    shalat, hendaknya ia menahannya dengan sekuat tenaga dan jangan

    mengatakan hah karena hal itu adalah dari setan dan ia akan tertawa

    karenanya. (HR Bukhari).

    9. Menggerak-gerakkan telunjuk ketika tasyahud tidaklah menghalangi

    khusyu`

    Perlu diketahui bahwa Rosul pun menggerakkan telunjuknya ketika

    tasyahud. Sebagaimana diterangkan dalam hadis shahih dari sahabat Wa-il

    bin Hujr, ia berkata: Bahwasannya beliau dalam tasyahud meletakkan

    kedua tangannya di atas kedua pahanya, meletakkan siku-sikunya di atas

    pahanya, dan ujung jarinya di atas lututnya, lalu menggenggam dua

    jarinya (kelingking dan jari manis) dan membentuk lingkaran (dengan jari

    tengah dan ibu jari), kemudian mengangkat jari (telunjuknya) untuk

    berdoa dengan menggerak-gerakkannya. (HR Abu Dawud).

    Dalam hadis tersebut tedapat kata yuharrikuhaa yang memiliki arti

    menggerak-gerakkannya merupakan fiil mudhari yang menunjukkan arti

    istimraariyyah yang berarti terus-menerus.

    Al-Allamah Abu ath-Thayyib Muhammad Syamsulhaqq al-Azhim

    Abadi dalam Aunul Mabuud (III/281) ia mengatakan, Dalam hadis itu

    mengandung arti menggerakkan jari terus-menerus, ketika berdoa dalam

    tasyahud. Dengan kata lain menggerak-gerakkan telunjuk dalam tasyahud

    adalah sunnah yang dicontohkan Nabi SAW. beliau mengangkat dan

  • 31

    menggerakkan telunjuknya ketika mulai berdoa, bukan dipertengahan doa

    yang biasa dilakukan oleh sebagian orang.

    10. Memejamkan mata

    Dalam hal memejamkan mata ada yang menyebutkan makruh dan ada

    yang boleh. Ibnu Qayyim berpendapat: "Pendapat yang benar adalah, jika

    membuka mata tidak mengurangkan khusyu' maka itulah yang lebih utama.

    Dan jika ada yang mencederakan khusyu' seperti terlihat hiasan yang

    membimbangkan, niscaya tidaklah dimakruhkan memejamkan mata, bahkan

    disunnatkan. Kita memejamkan mata dalam keadaan ini, lebih dekat kepada

    dasar-dasar Syara' dan maksud-maksudnya".

    11. Menangis dalam shalat

    Dalam sebuah hadis dari Abdullah bin Sikhkhir, ia berkata: "saya lihat

    rosul saw shalat, sedang beliau terisak-isak seperti suara kuwali yang

    sedang mendidih, lantaran menangis". (HR Bukhari)

    Dan hadis dari Ali, ia berkata: Tak ada diantara kami pada hari

    perang badar yang menunggangi kuda selain Al-Miqdad, dan tidak ada

    diantara kami yang bershalat malam selain Rosul SAW beliau shalat di

    bawah pohon sambil menagngis sampai subuh. (Ibnu Hibban)

    Menangis disini adalah menangis dengar bersuara, bukan hanya

    meneteskan air mata. Jika hanya meneteskan air mata saya kira itu tidak

  • 32

    perlu dipermasalahkan, namun ternyata Rosul pun menangis ketika shalat

    dengan terisak-isak.

    Dalam hadis lain diterangkan: Umar pernah shalat subuh dengan

    membaca surat Yusuf. Ketika bacaannya sampai pada bacaan yang artinya

    "sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan

    kesedihanku" Umar menangis dengan suara keras. (HR Bukhari).

    Rosul pernah bersabda: Seumpama kalian mengetahui apa yang aku

    ketahui, kalian tentu akan sedikit tertawa dan banyak menangis, bahkan

    kalian tidak akan dapat merasakan lezatnya makanan dan minuman. Malah

    kalian akan berupaya menemukan jalan untuk berlindung kepada-Nya dan

    merendahkan diri serta memohon kepada-Nya agar dihindarkan dari

    kesedihan dan penderitaan. (HR Thabrani).

  • BAB III

    PELAKSANAAN KHUSYU` DALAM SHALAT

    C. Kebiasaan dalam shalat

    Salah satu prinsip dalam pelaksanaan shalat adalah jangan mencari

    khusyu`, cukup siapkan diri untuk menerima khusyu` itu, karena khusyu` bukan

    diciptakan oleh kita, melainkan diberikan oleh Allah SWT. Rileks dan nyaman

    sehingga kita kita siap untuk menerima khusyu`. Kepala hingga kaki bekerjasama

    untuk tercapainya shalat khusyu`. Dalam artian bahwa khusyu` akan sangat

    dipengaruhi oleh kondisi badan kita pada saat itu. Hendaknya kita berdiri

    bagaikan pohon cemara yang meluruh atasnya namun kuat akarnya, sehingga

    luwes tertiup angin namun tak roboh.

    Kemudian mulai bertakbir, Allahu Akbar, dan selanjutnya membaca

    dengan pelan-pelan, meresapi kesendirian dan berusaha menangkap kehadiran

    Tuhan yang sesungguhnya amat dekat dengan kita, namun kita tumpul untuk

    merasakannya. Kita harus yakin bahwa sekarang kita (ruh kita tepatnya) sedang

    menemui Allah SWT. Raga kita hanya sebagai alat pengantar ruh untuk berjumpa

    kembali dengan penciptanya.

    Pernahkah kita shalat di belakang imam yang cepat? Jawabannya bisa jadi

    pernah, lalu apa yang kita rasakan? Mungkin saja kita kesal. Baru selesai

    membaca Al-fatihah sudah keburu ruku. Mau ruku sudah keburu itidal, dan

    seterusnya. Kita menjadi kesal karena irama kecepatan shalat dengan imam

  • 34

    berbeda. Ternyata demikian juga ketika kita sedang shalat sendiri (munfarid).

    Ketika kita shalat ruh kita juga ikut shalat. Ruh inilah yang benar-benar ingin

    shalat (kembali menemui Tuhannya). Sebenarnya ruh kita ingin shalat dengan

    tenang, santai, dan tumaninah. Namun sayangnya badan kita bergerak terlalu

    cepat, sehingga ruh kita tidak nyaman karena selalu tertinggal dalam gerakan

    shalat. Maka sebaiknya jika kita sedang ruku, tunggu hingga ruh ikut mantap

    dalam ruku. Saat itidal tunggu hingga ruh ikut mantap dalam itidal. Begitupun

    dengan gerakan-gerakan shalat yang lain. Berikan kesempatan ruh kita untuk

    mengambil sikap shalatnya. Karena dia agak lamban, namun shalat itu utamanya

    adalah untuk aku yang sejati, bukan badan fisik kita.

    Sekarang di kalangan kita sadar atau tidak sadar, bacaan bagi kebanyakan

    kita telah menjadi panglima dalam shalat. Cepat-lambat atau panjang pendeknya

    bacaan telah menentukan lamanya shalat. Perpindahan antara satu gerakan ke

    gerakan lain dalam shalat ditentukan oleh selesainya bacaan, seolah-olah bacaan

    menjadi aba-aba dalam shalat. Begitu kita selesai membaca bacaan sujud tiga kali,

    maka segera kita bergerak untuk duduk. Begitu selesai menyampaikan

    permohonan ampun disaat duduk di antara dua sujud, kita langsung bergerak

    untuk sujud kembali.

    Kebiasaan ini mungkin dilakukan karena mencontoh dari apa yang kita

    lihat ketika shalat berjamaah. Dalam shalat berjamaah, setelah selesai membaca

    Al-Fatihah dan surat pendek, imam shalat biasanya akan mengucapkan takbir

    sebagai tanda kita harus rukuk. Kita lalu mengambil kesimpulan, bahwa

    selesainya bacaan shalat menjadi batas lamanya gerakan shalat yang lainnya.

  • 35

    Padahal tolak ukurnya berbeda. Ketika kita berdiri membaca Al-Fatihah,

    bacaannya adalah wajib. Sedang ketika rukuk, itidal, sujud dan duduk, bacaannya

    sunnah, yang wajib adalah gerakannya.

    Mungkin kita bertanya-tanya, jika bukan bacaan lalu apa yang menentukan

    lamanya gerakan rukuk, itidal, sujud dan duduk? Marilah kita lihat kembali hadis

    yang telah dicantumkan pada bab sebelumnya.

    Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw masuk ke dalam masjid

    dan seseorang mengikutinya. Orang itu mengerjakan shalat kemudian menemui

    Nabi Saw dan mengucapkan salam. Nabi Saw membalas salamnya dan berkata,

    "Kembalilah dan shalatlah karena kau belum shalat". Orang mengerjakan shalat

    dengan cara sebelumnya, kemudian menemui dan mengucapkan salam kepada

    Nabi Saw. Beliau pun kembali berkata, "Kembalilah dan shalatlah karena kau

    belum shalat". Hal itu terjadi tiga kali. Orang itu berkata, "Demi Dia yang

    mengutus engkau dengan kebenaran, aku tidak dapat mengerjakan shalat dengan

    cara yang lebih baik selain cara ini. Ajarilah aku bagaimana cara shalat". Nabi

    Saw bersabda, "Ketika kau berdiri untuk shalat, ucapkan takbir lalu bacalah

    (surah) dari Al Quran kemudian rukuklah hingga kau merasa tenang

    (thuma'ninah). Kemudian angkatlah kepalamu dan berdiri lurus, lalu sujudlah

    hingga kau merasa tenang selama sujudmu, kemudian duduklah dengan tenang,

    dan kerjakanlah hal yang sama dalam setiap shalatmu". (1:724 - Shahih Al

    Bukhari).

    Jika kita membaca hadits di atas, kita bisa menduga bahwa orang itu sudah

    mengetahui bacaan dan gerakan-gerakan shalat. Tetapi mungkin pelaksanaan

    dilakukan secara terburu-buru. Karena itu, Nabi tidak lagi mengajarkan bacaan

    dan dasar-dasar shalat lainnya. Nabi mengajarkan apa yang perlu diperbaiki oleh

    orang tersebut. Beliau mengajarkan, bahwa lamanya gerakan shalat, khususnya

    ketika ruku', sujud dan duduk, bukanlah ditentukan oleh selesainya bacaan, tetapi

    sampai kita merasa tenang.

  • 36

    Mungkin orang itu sama seperti kita. Kita hafal seluruh bacaan shalat, tahu

    gerakan-gerakan shalat dan mungkin juga seluk beluk shalat lainnya. Kita merasa

    shalat kita sudah sempurna seperti yang dicontohkan Nabi. Kita sering tidak

    sadar, ketika shalat kita sering membaca bacaan dengan cepat agar shalat kita

    cepat selesai. Ternyata shalat semacam itu dipandang Nabi hanya seperti angin

    lalu saja. Sia-sia. Diulang berkali-kali pun tidak ada gunanya.

    Di dalam kehidupan, kita sering menghadapi persoalan yang sulit untuk

    dipecahkan atau tiba-tiba kita mendapatkan rasa gelisah dan cemas. Secara

    naluriah muncul keinginan kita keluar dari masalah dalam hidup kita. Kita akan

    merasa nyaman apabila kita pergi ke tempat yang jauh, ke gunung yang tinggi, ke

    laut yang luas, ke rumah teman, atau menghilangkan perasaan itu dengan pergi

    berkaraoke. Namun semua itu sifatnya hanya sementara, tenang sebentar setelah

    itu muncul lagi.

    Ada banyak cara yang dilakukan orang untuk bisa meninggalkan persoalan

    yang terjadi dalam hatinya. Dorongan ini adalah fitrah manusia. Namun dorongan

    ini diselewengkan oleh pengertian yang keliru sehingga ruh dianggap senang

    kalau dibawa ke tempat-tempat hiburan di muka bumi ini. Padahal, ia bukan

    berasal dari negeri materi atau alam-alam rendah (bumi). la adalah ruh suci yang

    dihembuskan oleh Tuhan yang berasal dari sisi-Nya yang luas. Maka apabila ia

    diarahkan kepada Zat Sang Pencipta, ia akan lari meluncur secepat kilat. la akan

    merasa senang dan bahagia secara hakiki, karena itulah inti dari perjalanan

    spiritual manusia. Rasulullah SAW sendiri bersabda dalam sebuah haditsnya,

    bahwa shalat itu adalah mi'raj-nya orang-orang mukmin, yaitu naiknya jiwa

  • 37

    (mi'raj) meninggalkan ikatan nafsu yang terdapat dalam fisik manusia menuju ke

    hadirat Allah Yang Maha Tinggi. Mungkin bagi kita yang awam agak canggung

    dengan istilah mi'raj, yang kita kenal sebagai sebuah peristiwa luar biasa hebat

    yang pernah dialami Rasulullah SAW dan menghasilkan perintah shalat.

    Kebanyakan orang menanggapi hadits tersebut dengan berkeyakina bahwa

    manusia tidak mungkin berjumpa dengan Allah di dunia. Mereka meyakini,

    bahwa perjumpaan dengan Allah hanya akan terjadi di akhirat nanti. Akibatnya,

    mereka tak mau ambi pusing mengenai hakikat shalat atau bahkan mereka

    menganggap shalat hanya sebagai sebuah kewajiban yang harus dilakukan tanpa

    harus memikirkan fungsi dan tujuannya.

    Ketika muncul pertanyaan mengenai cara mencapai khusyu' dalam shalat,

    muncul pula beraneka ragam jawaban. Ada yang menganjurkan untuk mengerti

    arti setiap kalimat yang diucapkan dalam shalat, ada juga yang menganjurkan

    memandang ke arah tempat sujud (sajadah) sebagai upaya memfokuskan pikiran

    agar tidak liar ke sana ke mari, dan beraneka jawaban lainnya. Namun pada

    pokoknya, semua cara tersebut harus menyentuh hakikat shalat, yaitu rasa

    berkomunikasi dan menerima respons dari yang disembah.

    Kita sudah lelah mengupayakan dan mengerahkan tenaga untuk mencapai

    khusyu', akan tetapi tetap saja pikiran kita melayang. Tanpa disadari, kita sudah

    keluar dari "kesadaran shalat". Allah telah mengingatkan hal ini, bahwa banyak

    orang shalat akan tetapi kesadarannya telah terseret keluar dari keadaan shalat itu

    sendiri, yaitu bergeser niatnya bukan lagi karena Allah.

  • 38

    Sebenarnya Nabi sudah memberikan penjelasan secara teknis langkah-

    langkah melakukan shalat, yaitu melalui pendekatan psikologis untuk

    membangkitkan kesadaran diri, sehingga realitas spiritual benar-benar terwujud

    dengan baik, yang pada akhirnya akan menghasilkan jiwa yang tentram. Firman

    Allah SWT:

    ...

    Wahai orang-orang yang beriman janganlah engkau mendekati shalat sedang

    kamu dalam keadaan mabuk (tidak sadar) (QS. An-Nisa : 43 )

    Kalimat laa taqrabu (janganlah kamu mendekati) mempunyai kandungan

    maksud bahwa kita dilarang mendekati perbuatan shalat. Sebagian ulama

    menganggap haram hukumnya jika orang mendekati shalat dalam keadaan tidak

    sadar. Hal ini dikaitkan dengan kalimat larangan yang juga menggunakan kata

    "laa taqrabu" seperti dalam beberapa firman Allah:

    laa taqraba haadzihisy syajarah - jangan engkau dekati. pohon ini. (QS. Al

    Baqarah:35)

    waa laa taqrabuu fawaahisya - janganlah engkau dekati keburukan. (QS. Al

    A'nam:151)

    Laaa taqrabuz zina - janganlah engkau mendekati zina. (QS. Al-Isra':32)

    Wala taqrabu maala'l yatiimi -jangan(ah kamu dekati harta anak Yatim. (QS.

    Al A'nam: 152)

  • 39

    Mari kita renungkan. Untuk mendekatinya saja kita dilarang, apa lagi

    untuk melakukannya. Jika tetap dilakukan, Allah telah memberikan peringatan

    bahwa shalat kita itu akan sia-sia sehingga shalat tidak lagi menjadi alat atau

    sarana untuk menciptakan karakter mukmin yang berakhlak mulia. Shalat yang

    demikian akan membuat kita merasa lelah. Shalat tidak memberikan rasa nyaman,

    enak dan menyenangkan. Kalau sudah demikian, nafsu kita tidak bisa

    dikendalikan karena ruh telah tenggelam. Ruh kita telah kehilangan kontak

    dengan sang pemberi petunjuk, sang pemberi ilmu, dan juru penerang.

    Sebenarnya kita tidak dituntut untuk bisa khusyu', meredam marah, dan

    berahlak mulia. Kita hanya perlu datang kepada Allah dengan apa adanya. Karena

    kita adalah objek Allah yang sepatutnya mendapatkan penerangan, ketenangan

    jiwa, dan petunjuk. tidak perlu merekayasa dengan kepura-puraan. Inilah kita!

    Orang yang gelap yang sedang menunggu penerangan. Orang yang lupa yang

    sedang menunggu peringatan. Orang bodoh yang sedang menunggu pengajaran.

    Orang gelisah yang sedang menunggu diturunkan ketenangan. Itu semua adanya

    di dalam kekuasaan Allah SWT.

    Perasaan khusyu' tidak mungkin bisa didapatkan jika kita tidak memiliki

    kesadaran dan kepercayaan, bahwa sebenarnya ketika shalat kita sedang

    berhadapan dengan Allah, sedang berkata-kata dengan Allah. Perjumpaan ini

    yang dipandang tidak mungkin oleh sebagian orang, bahkan menganggap Allah

    tidak berada di sini, dekat dengan kita, padahal Allah begitu dekat dengan kita.

  • 40

    D. Hikmah pelaksanaan khusyu` dalam shalat

    1. Nilai positif di dunia

    Kita dapat melaksanakan shalat dengan khusyu` karena kita disiplin

    dengan peraturan-peraturan di dalam shalat. Jika kita terbiasa taat dalam

    aturan-aturan shalat tentu saja dalam hal di luar shalat pun kita akan senantiasa

    disiplin. Yaitu:

    a. Manajemen (disiplin) waktu

    Allah mengingatkan kita lima kali sehari. Tidak ada satu agama

    pun yang begitu intensif mengingatkan waktu selain Islam. Bahkan Allah

    bersumpah berkali-kali atas nama waktu. Wal'ashr, wal lail, wan nahar

    dan sebagainya. Karena manusia memang dibatasi waktu. Dan nilai

    manusia tergantung dari pada bagaimana dia menyikapi waktu. Kita pasti

    mati dan kita tidak tahu kapan mati.

    Rasulullah menilai orang yang cerdas bukan orang yang bergelar

    atau yang banyak ilmu tapi orang yang banyak ingat mati. Dan sangat

    mempersiapkan diri untuk mati. Sehingga penuh perhitungan terhadap

    setiap gerak-geriknya. Seorang ahli shalat yang khusyu', bisa dilihat dari

    cara menyikapi waktu, dia begitu menilai berharganya waktu sehingga

    tidak mau melakukan kesia-siaan. Sikap dan perilakunya yang

    menggunakan waktu hanya mau melakukan yang bermakna. Siapapun

    yang shalatnya terlihat bagus tetapi begitu banyak membuang waktu

    percuma, kufur nikmat terhadap waktu, perlu ditanyakan lagi tentang

    kekhusyu`an yang sebenarnya. Dengan kata lain orang yang khusyu`

  • 41

    dalam shalatnya terlihat dari pribadinya yang sangat menjaga diri dari

    kesia-siaan apalagi kemaksiatan.

    b. Manajemen niat

    Ternyata rahasia shalat dari niat. Qobla subuh, tahiyatul masjid dan

    shalat shubuh sama-sama dua rakaat. Yang membedakan adalah niatnya.

    Rasulullah bersabda, Innamal 'amalu binniat, Setiap amal tergantung dari

    niat.

    Siapapun yang ingin sukses harus selalu bertanya niat apapun

    dibalik yang dia lakukan dan yang diucapkan. Dia tidak mau bergerak,

    sebelum lurus niat karena Allah, tidak menerima amal apapun kecuali niat

    yang bersih karena Allah SWT. Semakin bersih niat kita semakin bahagia,

    semakin ringan yang kita lakukan, semakin tentram batin ini, semakin

    indah apapun yang kita lakukan. Orang-orang yang niatnya ikhlas jauh

    berbeda dengan orang yang berniat buruk berniat jahat atau niat yang

    tidak benar.

    c. Manajemen kesehatan

    Ternyata tidak ada satu pun yang berani melakukan shalat tanpa

    diawali wudhu atau tayamum. Proses bersih dari awal merupakan kunci

    sukses shalat yang khusyu`. Berarti orang yang sangat mencintai bersih

    lahir batin itu adalah rahasia penting kesuksesan dunia akhirat.

    Niat lurus dalam aktivitas sehari-hari harus dijaga kebersihan

    pikiran, dari licik, jahat, kotor dan mesum. Kita harus jaga kebersihan

  • 42

    mata kita dari memandang yang diharamkan. Kita harus jaga pendengaran

    kita dari senang mendengar aib, dll.

    Juga semua berasal dari hati yang bersih yang kita jaga tidak

    diselimuti kebencian, kedengkian melainkan yang bersih. Juga tubuh

    bersih dari makanan yang haram, harta kita bersih dari hak-hak orang lain.

    Orang yang sangat mencintai bersih lahir batin insya Allah tidak akan

    didatangi kehinaan. Karena kehinaan biasanya dilekatkan dengan segala

    sesuatu yang kotor. Maka kalau kita ingin sukses kita harus benar-benar

    hidup mencintai bersih lahir batin.

    d. Manajemen Tertib (Rukun Shalat Tertib)

    Rupanya Allah SWT menjadikan hidup tertib teratur dengan

    proporsional adalah kunci sukses. Shalat itu dilakukan dengan tertib.

    Barang siapa yang hidupnya tidak teratur, tidak teratur makan sakit maag,

    tidak teratur tidur kesehatan terganggu, tidak teratur makan obat akan

    teracuni. Perkataan yang tidak teratur akan menimbulkan masalah,

    manajemen keuangan yang tidak teratur akan jadi bangkrut.

    Melakukan sesuatu tanpa aturan, jalan yang tidak teratur akan

    semrawut, macet. Maka pertanyaan pada diri kita, apakah kita termasuk

    orang yang memiliki senang hidup dalam sebuah tatanan yang teratur

    dengan baik proporsional?

    Seandainya menjadi orang yang seenaknya sendiri tidak mau hidup

    dalam aturan maka tipis harapan kita akan berprestasi. Kita harus

    menikmati hidup yang teratur, rapi, tertib dengan baik. Yang dilakukan

  • 43

    dengan ikhlas karena Allah semata. Bersih dari cacat cela perbuatan nista,

    insya Allah.

    e. Tumaninah

    Tumaninah ini artinya tenang. Ini yang sangat dahsyat dalam

    sebuah prestasi. Kita sering melakukan sesuatu tapi pada saat tubuh kita

    melakukan sesuatu pikiran kita tidak di sana, hati kita tidak di sana

    akibatnya prestasi apa yang bisa dicapai tanpa kehadiran konsentrasi.

    Shalat yang baik itu gerakannya harus disempurnakan, hatinya

    hadir, pikiran tertuju konsentrasi. Sebuah kombinasi amal yang sangat

    indah. Jika kita sedang bekerja, delapan jam efektif dengan perasaan

    bahagia, tenang, konsentrasi yang baik.

    Inilah sebenarnya orang yang akan berprestasi maksimal, seimbang

    dalam melakukan apapun adil dalam waktu-waktunya hadir lahir

    batinnya. Begitu pun juga fokus dalam sikapnya, tentram dalam tindak

    tanduknya. Subhanallah.

    f. Siap dalam segala situasi

    Berdiri, ruku, sujud. Ketika berdiri akal lebih tinggi dari hati. Suatu

    saat sedang ruku keseimbangan antara qolbu dengan akal, begitupun

    ketika sujud, akal harus tunduk kepada qolbu kita. Tidak takabur si akal

    dengan kecerdasannya. Tawadlu dengan qolbu.

    Keseimbangan antara hati, ada saatnya akal benar-benar kita peras

    sedemikian rupa sebagian kerja kita dan fisik kita ikut. Cobalah kita lihat

  • 44

    bagaimana hidup ini ada saatnya di atas, di tengah, di bawah, berulang.

    Kita nikmati sebagai bagian episode hidup kita.

    Tidak usah heran sekarang mudah, besok sulit. Adakalanya akal

    kita begitu sulit memecahkan, hati kita yang dominan. Keseimbangan

    inilah yang dibutuhkan, tindakan yang selalu proporsional dalam gerak

    gerik kita. Tawadlu adalah kunci sukses, jauh dari ketakaburan walaupun

    telapak kaki kita sama dengan kening kita.

    g. Salam

    Shalat ditutup dengan salam. Dengan salam kita memberikan

    jaminan pada orang-orang disekitar kita. Bahwa kita berharap

    keselamatan. Dan saya bukan biang kezaliman bagi siapapun dan saya

    tidak akan merugikan siapapun. Artinya seorang yang shalatnya khusyu`

    dia akan menjaga tindak tanduknya. Agar orang lain merasa aman tidak

    teraniaya, oleh apapun yang dia miliki dan dia lakukan. Seorang yang

    benar-benar ahli shalat yang khusyu`, akhlaknya akan bebas dari

    kezaliman terhadap siapa pun. Shalat yang khusyu` adalah shalat yang

    sangat produktif dengan kebaikan.

    Orang yang khusyu` dalam shalatnya akan merasakan tentram

    ketika dalam shalat dan tentram pula dalam aktivitas sehari-hari. Karena

    ia sangat berprestasi, disiplin waktunya, manajemen waktu yang optimal,

    dengan niat yang selalu lurus dan bersih sehingga tidak akan goyah oleh

    imbalan pujian seorang manusia.

  • 45

    Pribadi yang selalu tertib bersikap apapun teratur sehingga efektif

    dan efisien. Pribadi yang benar-benar tumaninah menjalankan setiap

    tugasnya hadir dengan kemantapan pribadi, ketentraman jiwa,

    kesungguhan dan keseriusan. Pribadi yang benar-benar siap menyikapi

    setiap episode dengan baik dan penuh ketawadluan. Dan pribadi yang

    merupakan jaminan tidak akan memberikan kerugian, kezaliman bagi

    siapapun juga.

    Mudah-mudahan dengan hikmah shalat seperti ini maka Allah

    menghimpun kesuksesan duniawi, harta, kedudukan, persahabatan yang

    merupakan bagian dari rasa aman yang Allah berikan kepada

    makhluknya. Wallahu'alam.

    2. Keberuntungan di akhirat

    Firman Allah SWT. (QS Al-Mukminun: 1-2)

    Artinya: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,

    yaitu orang-orang yang khusyu` dalam shalatnya.

    a. Memperoleh ampunan

    Dalam sebuah hadis Rosul SAW. bersabda: jika ia berdiri dan

    shalat, lalu memuji Allah dan menyanjung serta mengagungkan-Nya,

    serta mengosongkan hatinya untuk Allah, maka kesalahannya

    dihapuskan darinya, seperti pada saat ia dilahirkan ibunya. (HR.

    Muslim).

  • 46

    Dalam hadis lain Rosul juga bersabda: Tidaklah seorang muslim

    yang didatangi oleh shalat yang wajib, kemudian dia baik dalam

    melaksanakan wudhu, menhadirkan kekhusyuan dan ruku maka dia

    akan menjadi penghapus bagi dosa-dosa yang telah dikerjakan

    sebelumnya, selama dia tidak pernah berbuat dosa-dosa besar dan hal

    itu terjadi selama sepanjang masa. (Shahih Muslim)

    b. Memperoleh pahala yang besar

    Sebagaimana dalam firman Allah SWT. (QS Al-Ahzab: 35)

    Artinya: sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-

    laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuna

    yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang

    benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan

    perempuan yang khusyu`, laki-laki dan perempuan yang

    bersedekah, laki-laki dan perenpuan yang berpuasa, laki-laki

    dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki

    dan perempuan yangbanyak menyebut nama Allah, Allah

    telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala

    yang besar.

  • 47

    c. Memperoleh surga

    Sebagaimana firman Allah SWT. (QS Al-Mukminun:10-11)

    Artinya: Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi. Yaitu yang

    akan mewarisi Surga Firdaus, mereka kekal di dalamnya.

  • BAB IV

    KESIMPULAN DAN SARAN

    B. Kesimpulan

    Berdasarkan kajian normatif yang penulis jelaskan yaitu tentang criteria

    khusyu` dalam shalat, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

    1. Kriteria (standar/ukuran) khusyu` dalam shalat adalah ketika seseorang yang

    sedang shalat ia meyakini bahwa ia sedang bermunajat kepada Allah SWT. Ia

    merasakan kehadiran Allah, karena sesungguhnya dia sedang berkomunikasi

    dengan Allah, mengadu, dan meminta. Dengan kondisi hati yang tunduk

    pasrah hanya untuk Allah SWT.

    2. Adapun cara agar dapat mencapai khusyu` dalam shalat, sebenarnya kehadiran

    khusyu` dalam shalat kita tidak bisa kita ciptakan sendiri, dengan kata lain

    khusyu` adalah pemberian Allah SWT. Namun bukan berarti kita tidak

    melakukan apa-apa, khusyu` akan Allah berikan kepada hamba yang berusaha.

    Adapun kiat-kiat agar kita dihadiahi khusyu` oleh Allah SWT adalah:

    a. Selalu merasa umur kita tidak panjang lagi, dan ini adalah shalat kita yang

    terakhir.

    b. Memahami lafadz yang kita baca dalam shalat.

    c. Membaca lafadz dengan suara sedang.

    d. Tuma`ninah.

    e. Memilih tempat yang nyaman.

  • 49

    3. Pelaksanaan shalat yang diseretai dengan kekhusyu`an akan memberikan

    keberuntungan bagi orang yang melaksanakannya. Akan selalu disiplin baik

    dalam hal keduniaan maupun disiplin dalam ibadah. Serta terjauh dari

    perbuatan tercela. Karena sesungguhnya fungsi shalat adalah tanha

    anilfahsya`i wal munkar. (mencegah perbuatan keji dan munkar). maka jika

    orang yang sering shalat namun tetap melakukan maksiat itu berarti shalatnya

    dilakukan tanpa adanya rasa khusyu`.

    C. Saran

    1. Masyarakat diharapkan membaca karya tulis ini atau buku apa pun yang

    berkenaan dengan shalat khusyu` supaya lebih memahami makna khusyu`

    dan dapat menerapkannya dalam shalat.

    2. Untuk generasi yang selanjutnya diharapkan bisa mengkaji lebih dalam

    mengenai khusyu` dalam shalat, sehingga kita dapat melaksanakan ibadah

    yang paling utama yaitu shalat dengan memiliki rasa khusyu` sehingga shalat

    yang kita laksanakan menjadi lebih sempurna.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Abdussattar, Abu Thalhah Muhammad Yunus. 2005. Manakah orang yang

    khusyu` dalam shalat?. Jakarta: PT Darul Falah.

    Al-Asqalani, Ibnu Hajr. 1985. Bulughul Maram. Bangil: Perc. Persatuan.

    Al-Hilali, Salim bin `Ied. 2009. Beruntunglah orang-orang yang khusyu`.

    Jakarta: pustaka Ibnu Katsir.

    Ash-Shiddieqy, Muhd. Hasbi. 1976. Pedoman shalat. Jakarta: Bulan

    Bintang.

    Az-zumari, Fauzan Ahmad. 2004. kiat-kiat khusyu` dalam shalat.

    Pm. 2011. 4 tips shalat khusyu`.

    Hassan, A. 1988. Soal-jawab. Bandung: CV Diponegoro.

    Rosandi, Wendi. 2009. Shalat Khusyu, Shalat sebagai meditasi tertinggi

    dalam Islam. STMIK Subang.

    Sangkan, Abu. 2010. shalat khusyu` itu mudah. Jakarta: Mardibros

    Syamsuddin, Hatta. 2011. Menggapai shalat khusuk.

  • RIWAYAT HIDUP PENULIS

    MOHAMMAD HASBI ASIDIQI. Lahir di Sumedang

    tanggal 27 Juli 1993 dari pasangan Dadang Sulaiman dan

    Ibu Eming. Anak terahir dari enam bersaudara ini pernah

    mengenyam pendidikan pada tahun 2000 di SDN Siranasari,

    dan lulus tahun 2006. Kemudian pada tahun tersebut

    melanjutkan ke MTS Persis 40 Sarongge, dan lulus tahun 2009. Kemudian pada

    tahun tersebut melanjutkan ke MA Persis 40 Sarongge, dan lulus pada tahun

    2012. Pengalaman berorganisasi pernah menjabat sebagai seksi kesenian di RG 40

    Sarongge pada tahun 2011-2012.

top related