bab iv hasil dan pembahasan 4.1.hasil penelitian 4.1.1...
Post on 13-Mar-2019
225 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Hasil Penelitian
4.1.1. Keadaan Geografis Kecamatan Sungai Melayu Rayak
Kecamatan Sungai Melayu Rayak berdiri pada tanggal 11 Maret 2006
bertepatan dengan hari Supersemar, kecamatan ini merupakan hasil pemekaran dari
Kecamatan Tumbang Titi dengan Desa Sungai Melayu sebagai Pusat pemerintahan.
Secara geografis Kecamatan ini terletak pada 1°16’48’’ LS- 1°53’36’’LS dan
109°53’36’’BT-110°53’36’’BT1. Kecamatan ini memiliki sebelas Desa yaitu Desa
Sungai Melayu, Desa Sungi Melayu Baru, Desa Jairan Jaya, Desa Sungai Melayu Jaya,
Desa Makmur Abadi, Desa Piansak, Desa, Desa Mekar Jaya, Desa Karya Mukti, Desa
Beringin Jaya, Desa Suka Mulya, dan Desa Kepuluk. Sebagain besar desa-desa yang
ada di Kecamatan Sungai Melayu Rayak adalah desa transmigrasi sehingga dapat
disimpulkan sebagain besar penduduknya mempunyai kebunan kelapa sawit. Secara
administrasi wilayah Kecamatan Sungai Melayu Rayak berbatasan dengan;
1. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Tumbang Titi
2. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Matan Hilir Selatan
3. Sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Marau dan Jelai Hulu
4. Sebelah utara berbatsan dengan Kecamatan Pemahan2
Penduduk Kecamatan Sungai Melayu Rayak berdasarkan data dari Kecamatan
Sungai Melayu Rayak Dalam Angka Tahun 2012 berjumalah 11,931 jiwa, sedangkan
1 Kecamatan Sungai Melayu Rayak Dalam Angka 2012
2 Ibid
penduduk Usia 15-24 tahun berjumlah 2.365 orang yang terdiri dari Suku Dayak, suku
Melayu, Jawa, Batak, Flores, dan Sunda dan lain-lain. Mayoritas penduduk beragama
Islam dan penduduk terbanyak adalah berasal dari suku Jawa. Hal ini dikarenakan
sebagain besar desa yang ada di Kecamatan ini adalah Transmigrasi. Daerah Kecamatan
Sungai Melayu Rayak memiliki kontur wilayah yang berbukit-bukit (tidak rata) dan
tanah gambut atau tanah rawa. Daerah ini pula diapit oleh dua sungai yaitu Sungai
Pesaguan dan Sungai Pawan. Kecamatan Sungai Melayu Rayak berada pada ketinggian
±3000m dari permukaan laut, yang dikelilingai oleh Bukit Jelayan dan Bukit Belaban.
Sumber pendapatan penduduk di daerah ini pada umumnya adalah petani kelapa sawit,
pertambangan emas, dan karet. Berdasarkan data Kecamatan Sungai Melayu Rayak
Dalam angka tahun 2012 terdapat 11.227,00 Ha dan hasil perkebunan 79.263 Ton per
bulan dari kebun kelapa sawit di daerah ini. Sehingga kelapa sawit menjadi sumber
pendapatan utama masyarakat di Kecamatan ini. Masyarakat terus menggiatkan
perkebunan kelapa sawit dengan menambah lahan untuk menambah kebun baru. Hal
ini mengindikasikan bahwa masyarakat di daerah ini mempunyai sumber pendapatan
yang tetap. Setiap kepala kelurga yang ikut dalam transmigrasi diberi 2 (dua) Ha kebun
kelapa sawit dari pemerintah tidak terkecuali masyarakat Suku Dayak . Seiring dengan
harga buah kelapa sawit yang semakin menunjang, warga menambah jumlah kebunnya
baik luas tanah maupun jumlah batang kelapa sawit. Ditambah lagi pada sekitar tahun
1999 sampai sekarang dibuka tambang emas, yang dikerjakan secara manual maupun
mesin. Tambang emas ini paling banyak berada di Desa Sungai Melayu, yang
merupakan daerah penduduk yang asal dari Suku Dayak dan Desa Kepuluk. Hal ini
menunjukan, bahwa terdapat banyak sumber-sumber pendapatan bagi masyarakat di
wilayah ini.
4.1.2. Sejarah Sungai Melayu
Menurut cerita dari Bapak Sanan dan Bapak Akiong Kampung Sungai Melayu (
Sungai Melayuk sebutan masyarakat setempat) dahulu kala terdiri dari dua belas
kampung yang bersatu menjadi satu kapung yang dikenal sebagai Kapung Sungai
Melayu yang juga menjadi cikal bakal nama Kecamatan Sungai Melayu Rayak.
Berdasarkan salinan sejarah yang diketik oleh Bapak Y. Matun bersama Bapak Daniel
Sanan. Jaman dahulu ada dua belas kampung berserta kepala kapungnya, yang
membentuk Sungai Melayu, kampung-kampung tersebut ialah:
Tablel. 4.1. Daftar nama kampung yang membentuk Sungai Melayu
Nomor Nama Kampung Kepala Kampung
1. Sungai Serawak Olai dan Bepampang (dua bersaudara)
2. Tanggak Landai Karatik Kuning
3. Pamai Mentawak Sibak Banyawai
4. Riam Lansat Patih Dogen
5. Cecanggai Arai Menyolam Pertinggik Longan
6. Bongkal Manis Patih Panjang
7. Lubuk Kepayang Temonggung Bowak
8. Korangan Natai Prabu Jayak
9. Tanjung Pekapuran Sanggar Tenggalung
10. Sayang Tiung Ranggak Buang (nama Buah)
11. Durian Kuning Masperbayak (nama Sebuyun)
12. Halaman Solatan Sinapatik Sipir
Kedua belas kampung tersebut sebelas berada di daerah bukit belaban, bukit
yang ada di Kecamatan Sungai Melayu Rayak, sedangkan satu diantaranya yaitu Halam
Solatan berada di dekat Sungai Pawan. Halaman Solatan saat ini sudah menjadi areal
perkebunan kelapa sawit PT. Benua Indah Group (BIG). Sedangan sebelas kampung
masih ada jejak peninggalan berupa pemakaman, tumbuh-tumbuhan, tiang-tiang bekas
rumah.
Pada tahun 1918 kedua belas kampung tersebut disatukan menjadi satu dan
kampung yang baru tersebut diberi nama Sungai Melayu yang artinya (buluh sudah
layu, sirih mati akar). Kemudian dibentuk tokoh masyarakat yang dipercaya untuk
menjadi pengurus kampung yang baru tersebut. Orang-orang yang dipercaya menjadi
pemuka kampung tersebut adalah.
1. Banai sebagai kepala kampung/Lurah kampung Sungai Melayu
2. Aduk sebagai wakil kepala kapung dalam bahasa kampung disebut “
Kembaran”.
3. Kumai sebagai Kemabaran kedua ( wakil II) kepala kampung.
4. Pakau sebagai kepala adat orang yang memangku adat istiadat atau dalam
bahasa daerah Domung Adat.
Setelah kurang lebih lima belas tahun menjabat, tepatnya pada tahun 1933 para
tokoh ini diganti oleh para penerus yang dipercaya untuk menggantikan keempat orang
ini sekaligus sebagai pengurus kampung yang baru. Orang- orang tersebut adalah;
1. Temiar sebagai kepala kampung/lurah
2. Aduk sebagai wakil I kepala kampung/ Lurah
3. Sapel sebagai wakil II atau dalam bahasa daerah disebut “Kebayan Dinis” (
Perangkat Desa).
4. Gading sebagai “Tungkat kebayan Dinis”.
5. Seper “Domung Adat” yang dulunya sebagai kepala kampung Halaman Solatan.
Suku Dayak yang paling banyak berada di Desa Sungai Melayu, ada pula di
Desa Jairan Jaya, dan Desa Sungai Melayu Baru.Suku Dayak yang mendiami
Kecamatan Sungai Melayu Rayak adalah Suku Dayak Pesaguan. Berdasarkan cerita
dari para Domung (tokoh adat) dahulu Sungai Melayu dipecah lagi menjadi tiga
kampung yaitu Sungai Melayu (Laman Lambat), Jairan dan Sungai Nyamuk (
Cadangan/ Belaban Lima). Perpecahan itu terjadi karena untuk menjaga “petak pulai
bejelutung Sungai Titik Kerayak, dan Dendilung Pasir Kuning” serta daerah “Sungai
Miyang”. Wilayah ini di jaga oleh kampung Jairan dengan demungnya Bapak Gimbal.
Sedangkan wilayah “petak pulai bejelitung” di bagian utara di jaga oleh kampung
Sungai Nyamuk, wilayahnya meliputi “Sungai Landau, Sungai Temaluk, Sungai
Ponding, dan Sungai Yomas,” karena di wilayah ini banyak terdapat kayu belian yang
menjadi sumber percarian masyarakat Suku Dayak pada jaman itu. Sedangakan
kampung yang lama yaitu Sungai Melayu(k) mengemban tugas untuk menjaga totai
“durian lunak baris wak nyarak “ (tanaman buah-buahan) perlu diketahui pula dalam
tradisi masyarakat Suku Dayak di Sungai Melayu buah durian dikeramatkan sehingga
diperlakukan seperti manusia, dan diadati setiap tahun. Menjaga “Bukit Belaban dan
Bukit Jelayan, Langkang Petopasan Batu Penjomuran”. Selain untuk menjaga wilayah
tersebut, perpecahan kampung menjadi tiga karena terjadi perebutan kekuasaan pada
jaman itu, supaya tidak terjadi perpecahan yang lebih parah lagi maka oleh para tokoh
kampung pada jaman itu dibuatlah kampung menjadi tiga, dengan dalih untuk menjaga
wilayah kampung, sehingga berdirilah dua kampung baru yaitu Jairan dan Sungai
Nyamuk. Perpecahan tersebut juga dilakukan dengan alasan untuk menjaga perbatasan
kampung, untuk menjaga sumber pecaharian pada jaman itu yaitu kayu belian yang
dijadikan bahan banguna “Sirap” (atap yang terbuat dari kayu) dan untuk “digisik” (
kegiatan memotong kayu secara tradisional). Sungai Melayu, Jairan Dan Sungai
Nyamuk.3
4.1.3. Kebudayaan Suku Dayak di Kecamatan Sungai Melayu Rayak
Suku Dayak di Kecamatan Sungai Melayu Rayak merupakan bagian dari Suku
Dayak Pesaguan. Orang Dayak di Kecamatan ini berasal dari Urang Melayuk Dalam,
karena proses asimilasi menyebabkan ada keturunan yang dari luar masuk dan menjadi
warga Sungai Melayu. Banyak versi cerita yang ada tergantung dari keturunanan yang
mana cerita itu berasal.
Adapaun jenis-jenis kebudayaan yang di miliki oleh masyarakat Dayak di Kecamatan
Sungai Melayu Rayak digolongkan menjadi dua yaitu.
1. Adat hidup
Adat hidup terdiri dari berbagai macam kegiatan adat yang masih dipegang oleh
masyarakat, meskipun sekarang sudah hampir punah karena tidak dilestarikan.
a. “Adat beranakan’’ ( melahirkan), adalah adat pertama sejak manusia lahir
kedua, sebagai ucapan selamat datang pada bayi, tujuannya untuk
menghindarkan sibayi dari “lugak” ( sejenis penyakit yang menyerang bayi).
Selian itu “beturun madik” (tijak tanah) bagi orang Dayak adalah untuk
mengelurkan adat hidup pertama bagi manusia dan bertujuan memberitahu
masyarakat bahwa telah ada lahir seorang bayi.
3 Sanan, D & Y. Matun, Salinan Keenam Sejarah Melayu Tiga.
b. “Nikah Kawin Jadik Suntung” ( adat nikah) yaitu adat perniahan supaya
“nampak betobas torang besanduk, di urang halaman domung halaman jasa
dohas”. Dalam pernikahan orang Dayak ada istilah “sumbang” yaitu pernikahan
yang terjadi masih ada ikatan darah dari kedua mempelai. Kalau pernikahan
“sumbang” harus “dipolas” artinya di adati supaya menghindarkan mempelai
dari mala petaka. Tingkatan untuk mengukur sumbang tersebut ialah anak
sepupu jauh yang nikah dengan saudara sepupunya itu biasanya tiga “losak”
sampai sembilan “losak,” anak sepupu dekat misal antara paman adik sepupu
jauh ayah atau ibu dengan anaknya adalah “sekotik lapan losak” ( lapan buah
tajau)
c. “Adat belakau” ( berladang secara tradisional), pertama dilakukan adalah
“menobang menobas” (menebang dan menebas), kemudian “mencelukut”
(membakar) lalu “ditugal/menugal” (yaitu kegitan menanam padi). Setelah padi
siap untuk dipanen maka kegiatan berikutnya adalah “menyabit” yaitu
memanen padi untuk pertama kalinya.
d. “Betentobos” adalah kegitan rutin masyarakat adat untuk menutup tahun dan
membuka tahun baru untuk berladang kegiatan adat ini biasanya dialakukan
setelah musim panen dan untuk memulai ketahun berikutnya untuk menggarap
lakau atau ladang baru. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menghindarkan
ladang dari malapetaka, terhindar dari hamapenyakit untuk tahun berikutnya dan
merupakan ungkapan syukur masyarakat kepada alam bumi tanah arai dan
kepada “Duatak” (Dewa) “padik” (padi).
e. “Bebantan” ( bersyukur kepada Tuhan) biaya istilah lainya adalah “menopas
tanah aria” (membersihkan tanah air). Kegiatan bebantan dilakukan diair oleh
“betara bantan”, untuk didarat adalah tempat tersebut disebut “tratakan” (untuk
tempat menari dan tempat sesaji sebelum di hanyutkan diarir) air yang menjadi
tempat menyerahkan sesaji itu adalah “lubuk pebantan, lubuk pebantan” dipilih
berdasarkan mimpi oleh para penatua adat atau pemangku adat. Tujuan dari
kegitan ini adalah supaya “arai berikan sasah behundang natai bejolak” (alam
bisa memberikan kebutuhan hidup masyarakat setempat).
f. “Besensilih, tentobos kakas, ubas, dan sempulit” (memohon kesembuhan kepada
Sang Pencipta), “bensesilih” dilakukan jika ada mimpi buruk oleh seseorang
tentang dirinya maupun orang lain, untuk menghindarkan orang tersebut dari
“unggauan hantuk pedarak” ( dituntut oleh orang yang telah meninggal)
maupun keluarganya yang telah meninggal. Selain bersumber dari mimpi juga
dari firasat orang yang bersangkutan sama hal juga dengan “tentobus kakas”.
Sedangkan “ubas” dan “sempulit” dalakukan berdasarkan hasil ramalan dari
dukun atau orang pintar terhadap penyakit yang menimpa seseorang. Ramalan
ini dikenal dengan istilah “betonong belokos”. Alat-alat yang digunakan adalah
“kunyit halalang” (kunyit hutan) dan “Sonak” (sejenis kerajian dari bambu yang
raut). Ramalan ini dilakukan atas permintaan kerabat orang yang sakit untuk
mengatahui apa yang menjadi sumber penyakit. Setelah diketahui sumbernya
kegiatan berikunya adalah “meubas” atau “menyempulit”. Kalau “meubas”
kegiatanya lebih rumut dari pada menyempulit. “Meubas” harus ada ayam dan
“tempayan” (kendi) serta perbekalan untuk orang yang “meubas” (betarak ubas)
untuk makan di “peubasan” (tempat ubas).
g. Berayah ( adat mengobati orang sakit secara tradisional), Sejak dahulu kala
berayah menjadi tumpuan orang Dayak dipedalaman untuk mengobati orang
yang sakit. Hal ini dilakukan karena belum ada dokter atau bidan maupun mantri
sehingga masyarakat tidak ada pilihan lain untuk berobat selain kepada
“dukun/b’lian”. Budaya tersebut masih terbawa sampai sekarang dalam
masyarakat. Meskipun petugas kesehatan sudah ada tetapi masyarakat tetap saja
tidak meninggal kebiasaan ini karena sudah mendarah daging dalam jati diri
orang Dayak, hanya intensitasnya sudah berkurang terutama bagi orang yang
berpendidikan. “Berayah” dilakukan oleh seorang tabib atau yang dikenal
dengan sebutan “payang/b’lian” untuk menghilangkan penyakit.
2. “Adat Matik” ( adat untuk orang yang sudah meninggal)
Adat matik bagi Masyarakat Dayak di Kecamatan Sungai Melayu Rayak sangat
penting, karena kematian atau orang yang telah meninggal bagi masyarakat dipercaya
akan menjadi perantara kepada Sang Pencipta. Istilah dalam bahasa mereka “ matik
hilang lolap lonjoh, menujuk s’rugak dalam s’bayan tujuh” jadi orang yang sudah
meninggal sangat dihormati, jika adatnya tidak dilaksanakan dengan baik, dipercaya
oleh masyarakat akan menimbulkan petaka bagi keluarga yang ditinggalkan atau yang
masih hidup. Adat untuk orang mati akan menunjukan apakah orang tersebut berasal
dari keluarga keturunan ‟‟Domung punduhan” (bangsawan) atau tidak. Ada tiga jenis
adat untuk orang yang sudah meninggal
a. “Betipak” ( penghormatan terakir bagi orang yang baru meninggal) ialah
penghormatan terakir dari keluarga dan masyarakat, bagi orang yang sudah
meninggal. Adat yang dikelurkan oleh pihak keluarga jika yang meninggal
perempuan adatnya “semerogak” (serba) lima kalau yang meninggal laki-laki
“semerogak” (serba) tiga artinya barang- barang yang sifatnya harus ada seperti
gelang, cincin, uang logam, dan bambu untuk memandikan jenazah harus serba
tiga, sedangkan perlengkapan lain tergantung kemampuan kelurga bersar. Untuk
“bukung” tergantung kemapuan kelurga dan keturunan dari orang yang
meninggal jika dia adalah “demung” maka jumlahnya lapan belas sampai
bukung empat pulah. Bukung selain sebagai penghibur kerabat orang yang telah
meninggal, juga sebagai pembantu upacara kematian tersebut, seperti menggali
tanah kuburan, membuat “lancang” (peti mati), dan “tambak” (sejenis rumah
untuk orang yang sudah meninggal). Dalam upacara kematian dikenal pula
istilah “konsalan” artinya hewan-hewan yang dipotong untuk dimakan bersama
seperti babi dan ayam, hal serupa juga terdapat dalam upacara “kanjan
serayong” atau “menyandung”. Dalam upacara kematian ini biasanya para
kelurga mempersiapakan barang-barang bisa berupa pakaian, perhiasan, barang-
barang, sampai makanan untuk diikutkan dengan orang yang sudah meninggal,
dalam bahasa Dayak disebut ‟‟pajuh”. Gunanya supaya dia diterima “Duatak
di seruga dalam sebayan tujuh” agar tidak “menuntut mendahawak” keluarga
(diterima oleh Sang Pencipta di alam baka).
b. “Memedarak” yaitu kegiatan mendoakan orang yang sudah meninggal
khususnya orang yang meninggal sebelum masa panen. Tujuan dari kegiatan ini
adalah untuk tolak bala, agar panen terhindar dari hama penyakit akibat tidak
memberikan sesaji kepada orang yang baru meninggal.
c. “Menganjan dan menyandung” ( memperbaharui makam leluhur) ialah sutu
kegiatan adat untuk memperbaharui makam orang yang sudah meninggal.
Sedangkan “menyandung” adalah memperbaharui makam orang yang
meninggal dengan dibakar, kemudian tulang-belulang orang yang sudah
meninggal dikumpulkan dan dimakamkan kembali dengan cara “sandung”4.
Untuk orang yang “disandung” harus dibakar terlebih dahulu dan biasanya
orang yang “disandung” adalah orang keturunan “domung” (bangsawan).
Tujuan dari kegiatan menyandung ini adalah untuk mendekatkan orang yang
sudah meninggal kepada Sang Pencipta, dan dipercaya orang yang sudah
dibakar tidak akan dibakar lagi oleh Raja Sebayan ketika dia sudah meninggal.5
Berkaitan dengan kebudayaan, banyak kaum muda yang tidak terlalu mengerti
dengan kebudayaan Suku Dayak. Orang muda yang telah menempuh pendidikan
dikalangan Masyarakat Suku Dayak tidak terlulu terlibat dalam acara adat. Alasannya
karena mereka tidak mampu untuk minum alkohol. Setiap acara adat pada Masyarakat
Suku Dayak, tidak bisa dilepaskan dari pengunaan alkohol. Berikut hasil wawancara
4Sandung adalah kuburan yang dibuat dengan tiang tunggal dan tulang belulang orang yang sudah
meninggal tidak dikuburkan ditanah melainkan ditaruh di atas tiang yang dibagian atasnya diberi atap
seperti rumah –rumahan dengan tiang yang tinggi. 5Sumber wawancara bersama tokoh Masyarakat, Akiong (67 tahun), T. Ganuk, Y. Matun, dan Y. Sanan.
peneliti dengan Y. Matan Pito. Selaku Sekretaris Dewan Adat Dayak Kecamatan Sungai
Melayu, yang sekaligus tokoh muda.
’’Secara langsung memang tidak ada karena yang saya tahu kebudayaan disini
saat ini sudah menyimpang dari pendidikan, kaum mudah tidak lagi mau terlalu
ikut dalam kegiatan adat, karena rata-rata dari mereka tidak mampu minum
tuak atau arak (alkohol), disini ada istilah “minum mabuk makan konyang” jadi
adat tidak bisa dilepaskan dengan minum-minuman keras.’’6
Kebudayaan masyarakat suku daya dipandang bertentangan dengan semangat
pendidikan. Pendidikan tidak pernah menciptakan anak didiknya untuk menjadi seorang
pemabok. Setiap acara adat yang merupakan produk dari kebudayaan masyarakat
setempat tidak bisa dilepaskan dari alkohol (tuak, arak, dan bir). Tetapi dilain pihah
kebudayaan tidak boleh hilang dalam sendi kehidupan masyarakat. menurut Yudas
Sanan seorang tokoh adat Dayak dan Pemerhati sekaligus ada hal yang terlupakan oleh
Masyarakat Dayak sendiri yaitu “ belajar henggai tohuk, berguru biar pandai’’ berikut
hasil wawancara bersama Bapak Yudas Sanan.
“ada yang telupakan orang Dayak nen, adalah palsapah hidup urang Dayak
nen. Adalah belajar henggai tohuk, beguruk hengagai pandai. Demensiak hidup
nen harus tohuk adat aturan rikuk basak urang.Tapi oyin nen yang terjadi
adalah tohuk surang pandai sendirik, jadi seolah-olah kebudayaan dirik nen
hanyak mabuk mah intinyak nan.”7
Pendapat ini mengandung arti, ada (falsafah) yang terlupakan oleh Masyarakat
Suku Dayak khusunya di Melayu Tigak (Sungai Melayu, Jairan, dan Cadangan) yaitu
belajarlah biar pandai tututlah ilmu setinggi-tingginya, carilah guru biar punya ilmu dan
6Hasil wawancara bersama Y. Matan Pito sekretaris Dewan Adat Dayak Kecamatan Sungai Melayu
Rayak 7Hasil wawancara bersama Yudas Sanan tokoh adat Suku Dayak.
tahu banyak hal. Jangan percara dengan kemapuan sendiri, dan menganggap diri telah
pintar. Ini menunjukan sebenarnya kebudayaan Suku Dayak, sangat menjunjung tinggi
pendidikan bagi penduduknya.
4.1.4. Pendidikan di Kecamatan Sungai Melayu Rayak
Kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi masyarakat Dayak di Kecamatan
Sungai melayu Rayak sudah mulai tumbuh namun terutama pendidikan dasar dan
menengah, tatapi masih sangat sedikit. Banyak dari mereka hanya berhenti di SD (
baik lulus maupun berhenti). Alasan banyak dari mereka tidak melanjutkan pendidikan
karena kurangnya kemauan dalam dari mereka untuk sekolah. Anak-anak orang Dayak
yang berhenti sekolah bukan karena tidak mampu secara ekonomi tetapi karena mereka
ingin cepat-cepat mendapatkan uang. Didalam pikiran mereka meskipun sekolah
akirnya akan mencari uang juga.
Berikut hasil wawan cara peneliti dengan saudara Y.Matan Pito.
Karena faktor kemauan dari mereka tidak ada, yang ada dipikiran hanyalah
uang, disini ada istilah “ biar sekolahpun ujung-ujungnya carik duit mah” itu
yang ada dipikiran anak-anak. Saking mudahnya mencari uang mereka tidak
mementingkan sekolah.’’8
Sumber daya alam yang melimpah khususnya pertambangan emas tradisional
menjadi alasan mereka untuk tidak melanjutkan sekolah. Bagi mereka lebih baik
mencari uang dari pada sekolah. Sekolah hanyalah untuk menaikan gengsi bagi kelurga,
tidak sekolah atau tidak kuliahpun secara ekonomi masyarakat mampu mencari uang
8 Hasil wanacara dengan nara sumber Yohanes Matan Pito pada tanggal 7 januri 2013 di rumah Y.M.
Matan Pito.
untuk memenuhi kebutuhan hidup. Adapun jumlah sekolah yang ada di Kecamatan
Sungai Melayu pada tahun 2012 adalah sebagai berikut.
Table 4.2.Sekolah di Kec. Sungai Melayu Rayak Menurut Tingkat Pendidikan.
No. Jenis Pendidikan Jumlah Sekolah
Negeri Swasta Negeri +
Swasta
1 Taman Kanak-kanak (TK) - 6 6
2 Sekolah Dasar (SD) 12 - 12
3 Madrsah Ibtidaiyah (MI) - 2 2
4 Sekolah Menengah Pertama(SMP) 2 1 3
5 Madrasah Tsanawiyah (MT) - 2 2
6 Sekolah Menengah Umum (SMU) 1 - 1
7 Madrasah Aliyah (MA) - 1 1
8 Sekolah Menengah Kejuruan - - -
9 Perguruan Tinggi - - -
Jumlah 15 12 27
*)Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Ketapang, Kabupaten Katapang Dalam Angka 2012 hal 96-117
Sekolah Menengah Atas berjumlah satu sekolah yang berdiri pada tahun 2009
berdasarkan laporan bulanan kepala SMAN 01 Kecamatan Sungai Melayu Rayak.
Jumlah murid SMAN 01 pada bulan Desember tahun 2012 berjumlah 197 orang laki-
laki dan perempuan. Dari jumlah tersebut terdapat 73 murid yang beragama katolik9,
yang terdiri dari anak-anak suku Dayak dan Flores. Di daerah ini yang beragama
Katolik mayoritas anak-anak penduduk Dayak dan Flores. Sedangkan murid kelas XII
yang berasal dari Suku Dayak berjumlah 4 (empat) orang. Berdasarkan data tersebut
dapat dikatakan bahwa anak-anak yang berminat sekolah masih sangat rendah.
Berdasakan pengamatan pula Suku Dayak yang ada di kecamatan ini yang telah
memperoleh pendidikan Strata 1 baru 3 orang dan Diploma 3 dua orang Diploma 2
dua orang, dari 2 orang yang Strata 1 satu orang diantaranya baru lulus tahun 2012
9 Laporan Bulanan Kepala SMAN 01 Kecamatan Sungai Melayu Rayak.
yang lalu dari sebuah perguruan tinggi yang ada di Kota Pontianak Kalimatan Barat.
Lulusan SMA/SMK yang sekarang sedang melanjukan pendidikan diperguruan tinggi
berjumlah 6 dari Desa Sungai Melayu Baru satu orang dan lima dari Desa Sungai
Melayu (SP1) orang satu, sedangkan anak-anak Suku Dayak dari Desa Jairan Jaya
(SP5) sampai sekarang belum ada yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Salah satu dari enam ini diantaranya adalah mengambil program Diploma 3 Komputer
di Kota Ketapang. Sedangkan berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2011 jumlah
penduduk di Desa Sungai Melayu berjumlah 2.21210
, dari jumlah ini diperkirakan
jumlah penduduk asli adalah ±1200 orang. dapat dikatakan bahwa pula bahwa rata-rata
setiap satu sarjana mewakili 400 penduduk asli sampai pada tahun 2012 begitupun
keterwakilan pada lulusan Diploma 3 dan Diploma 2. Sedangkan pegawai desa yang
ada di Desa Sungai Melayu yang merupakan basis orang dayak di Kecamatan ini paling
tinggi hanya tamat SMA dan paling rendah adalah Sekolah Dasar.
4.1.5. Lulusan SMA/SMK Suku Dayak di Kecamatan Sungai Melayu Rayak
Sampai pada tahun 2013 lulusan SMA/SMK masyarakat Suku Dayak di daerah
ini yang tidak melanjutkan pendidikan keperguruan tinggi berjumlah 18 orang. Yang
tersebar di tiga Desa yaitu Desa Sungai Melayu sebanyak 15 orang, Desa Jairan Jaya
sebanyak dua orang, dan Desa Sungai Melayu Baru sebanyak satu orang. Desa Sungai
Melayu terbanyak karena memang desa ini mayoritas dihuni oleh masyarakat Suku
Dayak. Dari kedelapan belas lulusan ini yang menjadi PNS berjumlah satu orang yaitu
sebagai guru Sekolah Dasar. Bekerja pada perusahaan berjumlah satu orang sebagai
10
Kecamatan Sungai Melayu Rayak Dalam Angka Tahun 2012.
mandor, sedangkan 16 orang yang tersisa berkerja sebagai wiraswata. Baik menjadi
pemilik mesin dompeng untuk tambang emas, maupun mengelola kebun kelapa sawit,
ataupun berusaha pada dua sektor tersebut. Jumlah lulusan SMA/SMK yang tidak
melanjutkan pendidikan dari kalangan Suku Dayak, dari mulai lulusan tahun 2000
sampai dengan bulan Maret tahun 2013 berjumlah 18 orang dan 80,8% (tujuh puluh
persen) atau 16 orang dari jumlah itu bekerja sebagai wiraswasta. Berikut hasil
wawancara peneliti dengan Y. Matan Pito.
“Setelah lulus ya hanya ada senang-senang saja tidak ada pikiran lain. Pikiran
saya langsung pengen berusaha, kebetulan banyak peluang untuk usaha
padawaktu itu”11
Setelah lulus dari ada peluang untuk membuka usaha, melimpahnya sumber
daya alam yang bisa menyerap para lulusan SMA/SMK menjadi pilihan yang
mengiurkan. Kesempatan yang ada tidak bisa hanya disiasiakan oleh para lulusan.
Berkaitan dengan dukungan orang tua para lulusan SMA/SMK berikut hasil wawancara
kami dengan M. Broto lulusan SMA tahun 2008.
’’Duluk Bapak saya mendukung saya untuk kuliah, pernah daftar ke PGSD tapi
saya pikir lebih saya langsung terjun langsung berwirausaha, waktu itu
kesempatan untuk berwiraswasta masih sangat luas”12
Dukungan dari orang tua untuk melanjutkan pendidikan keperguruan tinggi
dikalangan orang tua pada anaknya tetap ada, tetapi kesempatan yang ada. Berikut
petikan wawancara peneliti dengan Bapak Keluih salah satu orang tua dari lulusan SMA
yaitu sebagai berikut.
11
Wawancara dengan Y. Matan Pito 12
Hasil wanancara dengan Matius Broto
“Saya turuti kemauan dia, kalau dia Mau kuliah ya di usahakan, ya saya juga
tidak telalu paham dengan kuliah, karna saya tidak pernah kuliah, tapi si anak
mau langsung merintis usaha ketika lulus SMA saya pasrah saja kalau masalah
biaya bah tidak menjadi masalah asal dia mau bisa diusahakan ”13
Orang tua memberikan kesempatan kepada anak untuk mementukan pilihannya
setelah lulus dari sekolah menengah atas. Orang tua kurang paham dengan sistem
perkuliahan. Dunia perkuliahan (Perguruan tinggi) bagi mereka masih asing, orang tua
menyerahkan sepenuhnya pengambilan keputusan pada anak, untuk kuliah atau
langsung bekerja.
4.1.6. Mata Pencaharian Masyarakat.
Mata pencaharian masyarakat di Kecamatan Sungai Melayu Rayak sebagian
besar adalah sebagai petani kelapa sawit, penambangan emas, sisanya PNS, pedagang,
dan lain-lain. Masyarakat Dayak yang ada di Desa Sungai Melayu Rayak sekarang tidak
menjadikan ladang berpindah sebagai kegiatan utama dalam memenuhi kebutuhan
hidup. muda tidak berladang berpindah, alasanya selain karena cukup merepotkan
karena tidak ada lagi lahan untuk berladang dan padi yang dihasilkan tidak bisa
mencukupi untuk hidup satu tahun seperti dahulu. Berladang hanya untuk mempertahan
tradisi, bukan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Berladang hanya dilakukan oleh
13 Hasil wawancara dengan Bapak Keluih
orang-orang tua , untuk mempertahankan tradisi orang Dayak yaitu Belakau14
. Sekarang
ini masyarakat lebih mengandalkan hasil dari kelapa sawit dan tambang emas, untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Karena selain hasil yang cukup menjanjikan secara
ekonomis, juga perawatanya jauh lebih mudah. Kebun kelapa sawit, serta pertambangan
menjadi sumber mata pencarian utama masyarakat, sedangkan pertambangan emas rata-
rata dikelola oleh masyarakat setempat karena mereka mempunyai lahan dari nenek
moyang mereka. Sedangan penduduk transmigrasi, yang berasal dari luar pulau seperti
pulau Jawa dan Sumatra tidak memiliki lahan pertambangan. Mereka dijatahi dua
herktar kebun kelapa sawit, beserta tanahnya menjadi hak milik dan setengan hektar
perkarangan yang juga menjadi hak milik. Tetapi tidak menutup kemungkinan mereka
memiliki tanah lebih dari yang dijatakan. Hal itu terjadi karena mereka membeli tanah
dari penduduk setempat untuk dijadiakan perkebunan, karena mereka membeli dari
penduduk setepat. Untuk masyarakat yang berasal dari luar pulau khusunya dari jawa
lahan yang mereka beli tidak dijadikan areal pertambangan tetapi digunakan dan diolah
menjadi kebun sayur ataupun ditanami kelapa sawit.
Pada umumnya mata pencarian masyarakat adalah bidang perkebunan,
pertambangan, hasil hutan berupa kayu dan peternakan. Perkebunan dan pertambangan
menempati posisi teratas dilihat dari segi kemanfaatan yang dirasakan oleh masyarakat.
Kecamatan Sungai Melayu Rayak terkenal sebagai kecamatan penghasil kelapa sawit.
Dalam wilayah kecamatan ini berdiri tiga perusahaan besar yang bergerak dibidang
perkebunaan kelapa sawit. Perusahaan itu adalah PT. Benua Indah Group ( PT. DSN,
14
Belakau ialah kegiatan bertani/ menam padi tradisional bagi masyarakat Dayak
PT. SLA, dan BMI), PT. Limpah Sejahtera, dan PT.Arto. dari ketiga perusahaan ini dua
diantaranaya menggunakan sistem kemitraan yaitu PT. Limpah Sejahtera dan PT. Arto,
sedangakan PT. Benua Indah Group menggunakan pola PIR (Perkebunaan Inti Rakyat).
Perbedaan antara pola PIR dan Kemitaraan adalah jumlah kebun presentasi perkebunan
yang diserahkan kepada masyarakat. Jika pola kemitraan perusahaan mendapat jatah
80% (delapan puluh persen) dari jumlah areal perbunan, dan sisanya 20% (dua puluh
persen) diserahkan kepada masyarakat. Sedangkan pola PIR perkebunaan paling besar
diserahkan kepada masyarakat untuk mengelola, presentasi pembagiaan tergantung
kesepakatan (Mou antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat). Perusahan yang
baru lebih memilih sistem kemitraan selain karena pengelolaannya yang relatif lebih
mudah, juga lebih menguntungkan bagi pihak perusahaan.
Hasil dari kebun kelapa sawit berupa buah kelapa sawit yang dipanen dari
batang kelapa sawit, berupa janjangan/tandan dan brondol. Buah yang dihasilkan
kemudian dijual kepada perusahaan bisa memalaui tengkulak maupun menjual
langsung. Harga buah kelapa sawit biasanya berfariasi antara Rp 900,00- Rp. 1.500,00
per Kg (kilo gram). Hasil panenan pun berparisasi tergantung dari pada cuaca, jika
musim penghujan dan perawatan dan pemberian pupuk baik maka hasil panen akan
banyak bias mencapai dua ton per hektar kebun kelapa sawit.
4.1.7. Sumber Daya Alam Kecamatan Sungai Melayu Rayak
Sumber daya alam yang pailing banyak dimanfaatkan di Kecamatan Sungai
melayu Rayak adalah bidang perkebunan khusunya kelapa sawit, tambang emas, dan
hasil hutan berupa kayu dan bambu. Penduduk di Desa Sungai Melayu yang merupakan
perkampungan asli Suku Dayak, semuanya memiliki kebun kelapa sawit dari hasil
pembagian dari pemerintah dengan sistem pola PIR (Perkebunan Inti Rakyat) dari PT.
Benua Indah Group (PT. BIG). Setiap warga mendapat jatah satu bidang kebun dengan
luas dua hektar. Hasil dari perkebunan dijual kepada tengkulak atau langsung
keperusahaan yang membeli buah kelapa sawit. Pengambilan buah kelapa sawit bisa
dengan cara mendodos tandanan atau pun dengan pemilihan biji atau brondol. Untuk
janjangan di bandrol dengan harga Rp. 1.000,00 – Rp. 1. 600,00 per kg., sedangkan
brondol di hargai Rp. 7.000,00-Rp. 1.000,00 per kg. pengangkutan dari perkebuanan
sampai ke pabrik menggunakan mobil truk yang dimiliki secara pribadi. Masyarakat
yang tidak memiliki mobil sendiri bisa menyewa atau menjual buah kepada tengkulak.
Selain dibidang perkebunan masyarakat juga memanfaatkan sumber daya alam berupa
tambang emas. Pengambilan hasil tambang berupa emas dilakukan dengan cara
menggunakan mesin dan mendulang. Tanah yang digali untuk tambang emas sebagian
besar berupa rawa dan lahan gambut yang banyak mengandung air. Lahan untuk
tambang emas juga berda di sepanjang aliran sungai, sehingga jika dilihat dari dampak
lingkungan ini membuat pencemaran lingkungan. Untuk penggunaan mesin oleh
masyarakat sekitar dikenal dengan istilah mendompeng. Pengambilan emas dengan cara
mendompeng biasanya dilakukan oleh beberapa orang, yang mengelompokan diri
menjadi satu rombangan. Satu rombongan terdiri dari empat orang sampai dengan
delapan orang, tergantung jenis mesin yang digunakan. Jenis mesin yang digunakan
untuk menyesuaikan jenis karyawan diukur dengan besaran paralon yang digunakan.
Adapun ukuran paralon yang digunakan adalah 3(tiga) inci untuk dompeng yang paling
kecil, 4 (empat) inci ukuran sedang dan 5 (lima) inci untuk yang paling besar yang
sering digunakan. Namun begitu ada pula yang menggunakan paralon dengan ukuran
yang lebih besar, tetapi jumlahnya sedikit. Untuk mendulang, pekerjaan ini bisa
dilakukan berkelompok maupun sendiri, serta bisa dilakukan oleh pria maupun wanita.
Pekerjaan untuk mendapatkan emas jenis ini oleh masyarakat setempat dikenal dengan
istilah “mendulang” sesuai dengan alat yang digunakan yaitu dulang. Sumber daya
alam lain yang masih dikelola oleh masyarakat sampai saat ini adalah kayu dari hasil
hutan, yang digunakan untuk bahan bangunan rumah. Jenis kayu yang diolah merupak
jenis kayu pilihan, diantaranya adalah kayu belian (kayu besi), bengkirai, kayu
bejelutung, kayu merantik, kayu ubar. Jenis kayu ini banyak yang digunakan untuk
bahan rumah. Sedangkan Sumber Daya Alam lain seperti rotan, bambu, batu, dan pasir
belum dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat setempat, ini terbukti masih
banyak hasil hutan yang tidak dimanfaatkan yang sebenarnya dapat memberikan
penghasilan sekaligus membuktikan masih melimpahnya sumber daya alam.
4.1.8. Visi Misi Bupati Ketapang tahun 2011-2015
Visi Bupati Ketapang tahun 2011-2015 yang merupakan pijakan perumusan
program kerja pemerintah daerah Kabupaten Ketapang. “Visi tersebut ialah terujudnya
Kabupaten Ketapang yang aman, damai, adil, dan sejahtera yang didikung oleh
masyarakat yang cerdas, sehat dan beriman, serta aparatur pemerintahan daerah yang
bersih dan berwibawa”15
. Sedangkan misi Bupati Ketapang tahun 2011-2015 yaitu
1. Mewujudkan Kabupaten Katapang yang aman dan damai.
2. Membangun dan meningkatkan kualitas prasarana transportasi strategis,
jalan produksi pertanian, irigasi persawahan, serta infrastuktur lainya
dengan memperhatikan skala prioritas dan berkeadilan.
15
Peraturan Daerah nomor 09 tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten
Ketapang Tahun 2011-2015
3. Mewujudkan pembangunan perekonomian masyarakat Kabupaten Ketapang
yang berbasis agraris, perikanan dan kelautan, peternakan dan usaha kecil
menengah dan koperasi.
4. Mewujudkan masyarakat Kabupaten Ketapang yang cerdas, sehat, dan
beriman.
5. Mewujudkan aparatur pemerintah daerah yang profesional, bersih dan
berwibawa.
6. Meningkatkan kelastarian lingkungan hidup dan penaggulangan bencana.
7. Meningkatkan pendapatan daerah16
.
Berdasarkan visi misi Bupati Ketapang tersebutkan disusun program prioritas
pemerintah daerah selama lima tahun. Penjabaran visi misi tertuang dalam peraturan
daerah tahun 2011, sebagai payung hukum perangkat daerah untuk bekerja. Program
prioritas daerah jangka menengah, yang telah dilaksanakan dan akan dilaksanakan
dari tahun 2011-2015 adalah sebagai berikut;
1. Program peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat petani, peternak,
nelayan, kebun, PKL, dan UKM. Sasaran yang akan dicapai dengan program
strategis ini adalah sebagai berikut.
a. Terujudnya ketehanan pangan daerah melaui pembangunan kawasan food
estate Kabupaten Ketapang.
b. Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani.
c. Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan peternak.
d. Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan nelayan.
e. Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan pekebun.
f. Meingkatnya pendapatan dan kesejahteraan pelaku usaha kecil dan menegah
(UKM) serta pedagang kaki lima (PKL).
2. Program peningkatan infrastruktur Kabupaten Katapang. Sasaran yang ingin
dicapai adalah sebagai berikut.
a. Meningkatnya kualitas dan kuantitas ruas jalan nasional, provinsi, dan jalan
Kabupaten Ketapang.
b. Terbangunnya jalan kabupaten untuk membuka akses daerah yang masih
terisolasi dan kawasan food estate Kabupaten Ketapang.
c. Terbangunnya jembatan dalam rangka menghubungkan satu wilayah dengan
wilayah lainya.
d. Terpeliharanya jalan dan jembatan pada ruas jalan provinsi maupun ruas jalan
kabupaten secara berkulalitas.
e. Meningkatnya pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, rawa dan
jaringan pengairan lainya dalam rangka pembagunan kawasan food estate
Kabupaten Ketapang.
f. Meningkatnya kualitas dan kuantitas sarana dan prasaran transportasi darat,
sungai, laut, dan udara.
g. Terbangunnya infrastrukur energi alternatif ( PLTMH, PLTS) bagi daerah
terpencil.
16
Ibid
h. Teralirinya listrik untuk daerah pedesaan.
i. Tersedianya infrastruktur lingkungan pemukiman.
3. Program peningkatan mutu, kualitas, dan aksebelitas masyarakat dalam pendidikan
Kabupaten Ketapang. Sasaran yang ingin dicapai adalah sebagai berikut.
a. Meningkatnya aksebelitas pelaksanaan program wajib belajar sembilan tahun.
b. Meningkatnya pertisipasi jenjang pendidikan dasar yang diukur dengan
meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni
(APM).
c. Menurunya angka buta aksara penduduk.
d. Meningkatnya kualitas dan kuantitas sarana dan prasaran pendidikan.
e. Meningkatnya kualaitas dan kapasitas sumber daya aparatur.
4. Program peningakatan derajat kesejahteraan masyarakat Kabupaten Ketapang.
Sasaran yang ingin dicapai sebagai berikut.
a. Meningkatnya kulaitas dan dan akses masyarakat terhadap pelayan kesehatan.
b. Meningkatnya sarana dan prasarana kesehatan.
c. Tersedianya tenaga kesehatan yang berkualitas.
d. Meratanya dan meningkatnya kualiatas fasilitas kesehatan dasar terutama bagi
penduduk miskin.
e. Meningkatnya usia harapan hidup.
f. Menurunnya angka kematin bayi.
g. Menurunnya angka kematian ibu.
h. Menurunnya pravalembi gizi buruk.
5. Program peningkatan aksesibilitas masyarakat dalam pelayanan air bersih,
sanitasi, dan pembangunan berbasis lingkungan hidup. Sasaran yang ingin dicapai
sebagai berikut.
a. Meningkatnya cakupan pelayan air bersih bagi masyarakat.
b. Meningkatnya akses terhadap sanitasi dasar yang berkualitas.
c. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam lingkungan hidup dan
perlindungan kawasan nilai konsevasi nilai tinggi.
6. Program peningkatan mutu dan kualitas pelayan publik. Sasaran yang ingin dicapai
sebagai berikut.
a. Meningkatnya kompetensi dan profesionalitas aparatur pemerintah daerah.
b. Terlaksananya pelayanan publik yang berkualitas sesuai dengan standar
pelayanan minimal.
c. Meningkatnya ketertiban pelayanan perizinan kepada masyarakat dan
pemerintahan sesuai dengan ketentuan.
d. Terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemeritahan yang bersih,
efisien, efektif, transpran, profesioanal, dan akuntabel.
7. Program peningkatan pembangunan di Kecamatan. Sasaran yang ingin dicapai
sebagai berikut.
a. Meningkatnya peran dan fungsi pemerintah kecamatan dalam pemberian
pelayan kepada masyarakat.
b. Meningkat peran dan fungsi pemerintah kecamatan dalam perencanaan
pembangunan, monitoring, evaluasi, pengendalian dan pelaporan pelaksanaan
pembangunan.
c. Meningkatnya pemberdayaan masyarakat pedesaan.
d. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan.17
4.2.Pembahasan
4.2.1. Peran Orang Tua Dalam Mendukung minat Anak Melanjutkan Pendidikan
ke Perguruan Tinggi
Peran orang tua dalam mendukung minat anak-anak mereka untuk melanjutkan
pendidikan mereka keperguruan tinggi adalah sebagai pemberi biaya. Sedangkan
pemelihan perguruan tinggi dan jurusan diserahkan sepenuhnya kepada anak, hal ini
terjadi karena orang tua tidak mengerti dengan sistem perkuliah dan apa itu pendidikan
tinggi, mereka hanya mengenal istilah kuliah. Kebudayaan menjadi berperan penting
dalam membentuk pola pikir orang tua atau masyarakat setempat. Penafsiran yang
keliru tentang kebudayaan oleh masyarakat setempat, berimbas pada pendidikan anak.
17
Ibid
Istilah “makan konyang minum mabuk” dimaknai dengan menjabarkan apa adanya.
Orang tua hanya memandang dukungan pendidikan bagi anak, mereka hanya dari sisi
materi atau uang yang dibutuhkan, sehingga pendekatan dan dorongan secara emosional
dari para orang tua kurang dirasakan. Dalam menentukan pilihan untuk pendidikan anak
mereka, peran serta orang tua masih sangat minim. Sehingga segala keputusan masih
berada pada tangan anak itu sendiri, tanpa campur tangan orang tua. Hal ini menunjukan
masih minimnya pengetahuan orang tua tentang pentingnya pendidikan, khususnya
pendidikan tinggi untuk membangun daerah mereka. Masyarakat terpaku pada hasil
bumi yang masih melimpah, sehingga membiarkan anak-anak mereka terlena dengan
hasil sumber daya yang masih melimpah. Untuk saat sekarang ini memang diakui, hasil
dari Sumber Daya Alam yang di olah masih lebih dari cukup untuk kehidupan
penduduk setempat. Jika ditelisik lebih dalam pengahasilan dari kerja emas saja, yang
dikerjakan oleh mayoritas masyarakat setempat, penghasilan untuk anak-anak yang usia
14 (emapat belas tahun) jika dia bekerja menjadi karyawan dompeng ditambang dan
berhasil artinya tidak ada kendala bisa mengahasilkan pendapatan Rp. 2.500.000,00 (
gaji bersih) per bulan. Sedangkan untuk menjadi pemilik dompeng bisa mendapat
pengasilan paling kecil Rp. 7.000.000,00 per bulan. Kejadian seperti ini jika tidak
dicermati oleh orang tua dan orang tua tidak membatasi anaknya maka yang terjadi
adalah kemalasan anak untuk sekolah. Maka tidak mengherankan banyak anak-anak
yang tidak melanjutkan sekolah dan memilih langsung bekerja di pertambangan.
4.2.2. Peran Dinas Pendidikan dalam Mendukung Minat Lulusan SMA/SMK
Melanjutkan Pendidikan ke Perguruan Tinggi
Pemerintah mempunyai peran untuk mendukung pendidikan rakyat dalam upaya
untuk mencerdaskan masyarakat. Pendidikan sebagai kunci untama dalam
pembangunan manusia dipandang perlu, untuk memanjukan suatu daerah. Hal ini
sangat disadari oleh pemerintah daerah Kabuapaten Ketapang. Hal ini terbukti dengan
dimasuknya pendidikan, dalam visi-misi Bupati Ketapang. Pemerintah daerah dalam
menunjang pendidikan di daerah Kabupaten Ketapang, dengan memasukan pendidikan
dalam program jangka menengah Kabupaten Ketapang yang kemudian dikuatkan
dengan dikelurkanya Peraturan daerah nomor 9 (Sembilan) tahun 2011 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Ketapang tahun 2011-
2015, dikeluarkan pada tanggal 21 Oktober 2011 sebagai payung hukum dan acuan
Pemda dalam program-program kerja tahun. Dibukanya Sekolah Mengah Atas di
Kecamatan Sungai Melayu Rayak pada tahun 2009, menjadi bukti keseriusan
pemerintah mendorong pendidikan di daerah Kecamatan sungai Melayu Rayak. Sekolah
Menengah Atas sebagai pintu untuk masuk ke perguruan tinggi telah disiapkan oleh
pemerintah untuk para peserta didik di daerah. Ini membuktikan adanya peran
pemerintah dalam mendorong pendidikan. Dalam mendorong pendidikan tinggi di
daerah pemerintah juga membangun Poltek (Politeknik) di Kabupaten Ketapang dan
Akademi Keperawatan. Fasilitas yang telah disiapkan pemerintah ini menjadi milik
bersama karena merupakan barang publik, tergangtung dari masyarakat apakan ingin
menggunakannya atau tidak. Hanya mememang secara sepintas pendidikan tinggi tidak
menjadi prioritas pemerintah saat ini. Terlihat dari program jangka menengah
Kabupaten Ketapang, yang tidak memasukan pendidikan tinggi sebagai agenda utama.
Dalam RPJM Daerah Kabupaten Ketapang pemerintah konsen pada pendidikan dasar
Sembilan tahun. Ini membuktikan bahwa pendidikan dasar di daerah Kabupaten
Ketapang masih perlu penanganan serius dari pemerintah. Untuk mendorong
pendidikan tinggi penting pula pembenahan pada pendidikan dasarnaya. Peran
pemerintah dalam mendorong pendidikan di Kabupaten Ketapang, sebagai penyedia
fasilitas pendidikan dan penyuluhan pendidikan. Untuk pendidikan tinggi peran
pemerintah terlihat dari penyediaan fasilitas pendidikan tinggi di Kabupaten Ketapang
dan penyediaan program beasiswa dari berbagai sumber melalui dinas pendidikan,
meski jumlahnya yang masih terbatas. Pemerintah selain menyiapkan berbagai beasiswa
dan fasiliatas yang perlu diperhatikan adalah perlunya penyuluhan kepada para orang
tua tentang pentingnya pendidikan tinggi.
4.2.3. Peran Budaya dalam Mendukung Minat Lulusan SMA/SMK Melanjutkan
Pendidikan ke Perguruan Tinggi
Kebudayaan dalam tatanan kehidupan masyarakat sangat penting. Kebudayaan
juga yang mempengaruhi pola kehidupan masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat
Suku Dayak peranan budaya sangat kental dalam setiap sendi kehidupan. Perubahan
jaman dan arus globalisasi tidak mengerus kebudayaan masyarakat. Adat istiadat masih
menjadi tumpuan hidup masyarakat suku Dayak. Dalam kehidupan masyarakat suku
daya dikenal dengan Istialah “kerosek mula tumboh tanah mula menjadik, hidup
dikandung adat matik dikandung tanah” dari peribahasa ini mencerminkan bahwa adat
budaya masih menjadi tutunan hidup masyarakat, dan hukum adat masih berlaku dalam
masyarakat. Masyarakat sebagai pelaku kebudayaan dan adat istiadat sangat tidak bisa
melepaskan hidup dari adat, inilah yang selau dipegang teguh oleh masyarakat.
Meskipun terdapat pepatah yang terdengar sangat bertentangan dengan pendidikan yaitu
“makan konyang minum mabuk” ini sebenarnya merupakan penafsiran yang keliru dari
para pelaku adat. Istilah ini sebenarnya bermakna, setiap tamu yang datang atau jika kita
mengundang orang untuk datang kerumah kita berikanlah makanan yang baik, sehingga
orang tersebut bisa kenyang dan senangkanlah hati orang tersebut, tetapi oleh
masyarakat keliru penafsirannya, sehingga berimbas pada bagaimana mereka
mengaktualisaikan budaya itu dalam kehudupan mereka. Memang harus diakui bahwa
setiap acara adat Suku Dayak tidak bisa dilepaskan dari tuak dan arak serta minuman
alkohol lainya. Tetapi barang-barang ini sebenarnya bisa jadikan sebagai syarat adat
bukan sebagai menu utama dalam kegiatan adat. Peristiwa seperti ini yang
menimbulkan kesalah pahaman antara kalangan tua dan golongan muda yang telah
berlangsu selama ini. Kaum muda dan terpelajar menganggap bahwa penggunaan
alkohol dalam setiap acara adat perlu dikurangi, dengan tujuan supaya acara adat dapat
terlaksana dengan baik dan kesehatan tetap terjaga. Tetapi disisi lain kaum tua merasa
sejak jaman dahulu acara adat selau ada tuak sebagai minuman wajib ada dalam setiap
acara adat. Orang-orang tua merasa ada kebanggaan didalam dirinya jika dia mampu
minum alkohol banyak pada acara adat dan tidak mabuk. Kaum tua mengganggab,
bahwa pendidikan bertolak belakang dengan kebudayaan dan tradisi masyarakat
setempat. Jika ditelisik lebih mendalam kebudayaan Suku Dayak sebetulnya sangat
menjujung tinggi pendidikan kepada anak-anak, ini tercermin dari istilah dalam bahasa
daerah yang menjadi falsapah hidup orang Dayak “ belajar henggai tohok, beguruk
henggai pandai” sejak dari lahir seorang anak telah didik untuk menjadi orang pintar,
dijaman dahulu orang tua mencita-citakan anak laki-laki supaya menjadi „‟domung
patih sirah mantir’’ arti dari istilah itu ialah berlajar supaya tahu berbagai ilmu,
tuntutlah ilmu dari guru yang lebih pandai supaya dapat ilmu dengan harapan menjadi
orang terpandang dimasyarakat. Ini membuktikan pula bahwa Masyarakat Suku Dayak,
sangat menjunjung tinggi pendidikan dalam hidupnya, bukan hanya terbatas pada
makan kenyang minum mabuk saja.
4.2.4. Faktor –Faktor Penyebab Rendahnya Minat Lulusan SMA/SMK
Melanjutkan Keperguruan Tinggi
Pilihan untuk melanjutkan sekolah atau tidak, bergantung pada bagaimana kesempatan
yang ada ketika sudah lulus sekolah. Pilihan untuk melanjutkan pendidikan keperguruan
tinggi bagi anak-anak Dayak di Kecamatan Sungai Melayu Rayak merupakan pilihan
kedua. Ini terlihat dari masih minimnya minat melanjutkan pendidikan mereka
keperguruan tinggi. Faktor-faktor yang menyebabkan minimnya pilihan anak-anak
lulusan SMA/SMK tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi adalah;
1. Sumber Daya Alam yang Memadai.
Sumber Daya Alam (SDA) yang menciptakan kesempatan pada anak-anak untuk
bekerja berwiraswasta khususnya dibidang pertambangan sangat memberikan andil
penting dalam mempengaruhi pilihan masyarakat. Hasil dari Sumber Daya Alam berupa
hasil tambang dan perkebunan yang memberikan pengahasilan yang memadai pada
masyarakat. Keinginan dari para lulusan SMA/SMK untuk langsung terjun
berwiraswasta membuktikan bahwa hasil dari Sumber Daya Alam masih menjadi
maknet utama dalam mempengaruhi pilihan masyarakat. Pendapat yang mengatakan
bahwa “sekolah tinggi pada akirnya mencari uang‟‟ juga merupakan pandangan yang
keliru. Pendidikan hanya diukur dengan uang yang dihasilkan dari pendidikan yang
didapatkan merupakan pemahaman yang kurang memiliki dasar. Hal ini membuktikan
bahwa pengelolan dari sumber daya alam yang berlebihan oleh rakyat, berimbas pada
minat anak-anak untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi.
Kemampuan dan ilmu yang mereka dapatkan dari bangku sekolah menengah, mereka
anggap sudah cukup untuk langsung terjun berusaha diberbagai bidang usaha, yang
dipandang memberi jaminan penghasilan yang memadai. Pembukaan pertambangan dan
perkebunan yang menyebabkan taraf hidup masyarakat menjadi meningkat, khususnya
dibidang ekonomi keluarga dimanfaatkan oleh para lulusan SMA/SMK anak-anak Suku
Dayak untuk membuka usaha, baik dibidang pertambangan, perkebunan, perdangan
maupuan trasportasi.
2. Kejenuhan Setelah Belajar di Sekolah
Keluarga memiliki peranan penting dalam hidup anak-anak. Kemampuan
keluarga, untuk menanamkan nilai-nilai dasar dan cita-cita pada anak menjadi nilai
tambah tersendiri bagi anak. Pengetahuan orang tua akan berbagai hal yang berguna
bagi anak dalam menentukan pilihan. Dikalangan Masyarakat Suku Dayak, hal
semacam ini masih kurang ditanamkan pada anak. Orang tua lebih mendukung
pendidikan anak dari segi materi. Ketika lulus SMA/SMK anak menemui kejenuhan
untuk sekolah sehingga perlu peran orang tua untuk memotivasi anak untuk kuliah atau
melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Para lulusan SMA/SMK ketika lulus
dari bangku sekolah merasa senang. Senang yang mereka rasakan bukan hanya senang
karena telah berhasil lulus dari sekolah dengan nilai baik, tetapi karena mereka merasa
telah bebas dari tugas selama mereka sekolah. Ketika lulus dari sekolah mereka bersiap-
siap untuk terjun langsung berwiraswasta, bukan untuk melanjutkan pendidikan meraka.
Mereka menganggap bahwa kuliah bisa ditunda setelah mereka sudah punya
penghasilan sendiri. Hal ini membuktikan bahwa suasana pendidikan di daerah ini
masih membosankan bagi anak, dengan kata lain tidak menciptakan suasana yang
nyaman yang mampu menumbuhkan semangat pada anak untuk terus belajar. Pilihan
yang tersedia untuk dipilih ketika lulus dari sekolah berupa tersedianya lapangan usaha
yang mampu menampung lulusan SMA/SMK untuk bekerja juga memberikan pengaruh
penting terhadap minat melanjutkan pendidikan mereka keperguruan tinggi. Pilihan
lulusan SMA/SMK jatuh pada pilihan untuk berwiraswata menunjukan bahwa
pendidikan tinggi belum menjadi maknet yang mampu memikat bagi sebagian besar
lulusan SMA/SMK Suku Dayak di Kecamatan Sungai Melayu Rayak. Kejenuhan yang
dirasakan selama menenpuh pendidikan selama kurang lebih 12 tahun membuat mereka
berpaling pada dunia usaha daripada dunia pendidikan. Pemanfaatan sumber daya alam
yang melimpah merupakan kesempatan jangka pendek, yang pada waktunya akan habis.
Pertambangan yang ada saat ini pada hakekatnya bagikan gula yang memberikan rasa
manis yang tanpa disadari jika tidak diatur pemakaiannya akan menyebabkan penyakit
diabetes. Begitupun pertambangan emas saat ini pada suatu saat akan habis dan
dampaknya akan terasa bagaikan badai bagi masyarakat. Seperti kasus PT. Benua Indah
Group yang dulu memberikan gula tetapi pada gilirannya menimbulkan kepanikan pada
masyarakat. Pertambagan dan pertanian memang memberikan daya pikat dalam
membangun usaha, tetapi dampak yang timbul adalah lesunya semangat untuk menuntut
ilmu secara formal dikalangan lulusan SMA/SMK yang tidak melanjutkan pendidikan
ke perguruan tinggi di Suku Dayak di Kecamatan Sungai Melayu Raya.
top related