bab ii tinjauan pustakaeprints.poltekkesjogja.ac.id/4417/2/bab ii.pdf · 2020. 10. 8. · bab ii...
Post on 20-Feb-2021
12 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Lalat
a. Taksonomi lalat
Menurut Horn (1992), taksonomi lalat antara lain :
Phylum : Arthopoda
Class : Insecta
Ordo : Diphtera
Sub Ordo : Cyclorrapha
Famili : Muscidae
b. Morfologi umum lalat menurut Sigit dan Hadi (2006) adalah :
1) Kepala relatif besar dilengkapi dengan antena
2) Memiliki mata majemuk, mata jantan lebih besar dari betina dan
sangat berdekatan satu sama lain, sedang yang betina tampak
terpisah oleh suatu celah
3) Mulut mengalami modifikasi sesuai dengan fungsinya (menusuk,
menghisap, menjilat)
4) Memiliki sepasang sayap di bagian depan dan sepasang yang
berfungsi sebagai alat keseimbangan
5) Memiliki sepasang antena yang pendek, terdiri atas tiga ruas
6) Bentuk tubuh lalat betina biasanya lebih besar daripada lalat jantan.
-
10
c. Biologi lalat :
Larva lalat tidak mempunyai tungkai dan kebanyakan berbentuk seperti
ulat atau belatung yang tampak meruncing di bagian kepala. Larva
mengalami pergantian kulit (molting) dari instar I menjadi instar II dan
instar III, yang besarnya secara bertahap meningkat. Pada bagian
belakang larva terdapat sepasang spirakel yang bentuknya menciri untuk
setiap jenis lalat. Pupa umumnya berbentuk silinder dan tidak bergerak.
Telur lalat kecil kira-kira panjangnya satu mm, bentuknya seperti pisang
dan berwarna putih kekuningan. Lalat betina biasanya bertelur dalam
bentuk kelompok di dalam bahan organik yang sedang membusuk dan
lembab tergantung spesies (Sigit dan Hadi, 2006).
d. Daur hidup lalat :
Semua lalat mengalami metamorphosis sempurna dalam
perkembangannya. Telur diletakkan dalam medium yang dapat menjadi
tempat perindukan larva. Stadium pupa bisa beberapa hari, minggu atau
bulan. Lalat dewasa muncul, kemudian terbang mencari pasangan untuk
kawin dan yang betina akan bertelur (Sigit dan Hadi, 2006).
Gambar 1. Siklus Hidup Lalat
e. Cara makan dan minum lalat :
Lalat dewasa sangat aktif sepanjang hari terutama pada pagi dan
sore hari. Serangga ini sangat tertarik pada makanan manusia seperti
-
11
gula, susu, makanan olahan, kotoran manusia dan hewan, darah serta
bangkai binatang. Bentuk mulut lalat hanya untuk makan dalam bentuk
cairan, makanan kering dibasahi dengan ludahnya terlebih dahulu baru
dihisap.
Air merupakan hal yang sangat penting dalam hidup lalat, tanpa air
lalat hanya hidup 48 jam saja. Lalat makan paling sedikit 2-3 kali sehari
(Depkes RI, 2001). Lalat mempunyai kebiasaaan mencerna makanan di
luar tubuhnya, dengan cara mengoleskan cairan pelarut dari dalam
tubuhnya. Cairan ini melarutkan makanan menjadi cairan yang kemudian
dihisap oleh proboscis dan bulu-bulu pada tubuhnya (Barawanti, dkk,
2009).
f. Tempat perindukan lalat :
Tempat yang disenangi adalah tempat yang basah seperti sampah basah,
kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan busuk, kotoran yang menumpuk
secara terus-menerus. TPA merupakan salah satu tempat yang sangat
disukai lalat karena di TPA terdapat berbagai sampah basah diantaranya
sisa makanan yang menimbulkan bau yang disukai lalat (Depkes RI,
2001).
g. Cara hinggap lalat :
Waktu hinggap lalat mengeluarkan ludah dan tinja yang membentuk titik
hitam. Tanda-tanda ini merupakan hal penting untuk mengenal tempat
lalat istirahat. Siang hari lalat tidak makan tetapi beristirahat di lantai
dinding, langit-langit, rumput-rumput dan tempat yang sejuk. Lalat
menyukai tempat yang berdekatan dengan makanan dan tempat
berbiaknya, serta terlindung dari angin dan matahari terik (Depkes RI,
-
12
2001). Tempat hinggap lalat biasanya pada ketinggian tidak lebih dari 5
meter. Lalat tidak suka terbang secara terus-menerus (Suyono, 2011).
h. Cara terbang lalat :
Lalat tidak suka terbang terus menerus, jadi sering hinggap. Menurut
penyilidikan jarak terbang tidak lebih dari 1km, tetapi ada yang
melaporkan lebih dari 20km (Depkes RI, 2001).
i. Fluktuasi jumlah lalat :
Lalat merupakan serangga yang bersifat fototropik yaitu menyukai cahaya.
Pada malam hari tidak aktif, namun dapat aktif dengan adanya sinar
buatan. Efek sinar pada lalat tergantung sepenuhnya pada temperatur dan
kelembaban. Jumlah lalat akan meningkat pada temperatur 20-25⁰C dan
kelembaban yang optimum 90% (Depkes RI, 2001).
2. Lalat Penular Penyakit
Beberapa jenis lalat yang dapat menularkan penyakit antara lain :
a. Lalat kandang (Stomoxys calsitrans)
1) Morfologi lalat kandang (Sucipto, 2011) :
a) Struktur mulutnya (proboscis) berbentuk meruncing berfungsi
sebagai menusuk dan menghisap darah
b) Ukuran tubuh 5-7mm
c) Bagian toraks terdapat garis gelap diantaranya berwarna terang
d) Sayapnya mempunyai vena 4 yang melengkung tidak tajam kearah
kosta mendekati vena 3
e) Antenanya terdiri atas tiga ruas, ruas terakhir paling besar
berbentuk silinder dan dilengkapi dengan arista yang memiliki bulu
hanya pada bagian atas.
-
13
2) Kebiasaan :
Lalat dewasa cenderung menghisap darah hewan dan cenderung tetap
di luar rumah di tempat yang terpapar sinar matahari. Lalat kandang
termasuk penerbang yang kuat dan melakukan perjalanan jauh dari
tempat perindukan (Sucipto, 2011).
3) Siklus hidup :
Lalat betina harus mendapatkan darah untuk produksi telur. Telur
diletakkan di habitat sesuai yakni pada kotoran hewan yang bercampur
dengan sisa makanan. Telur menetas dalam waktu beberapa hari.
Larva berlangsung 1-3 minggu. Stadium dewasa akan muncul dari
pupa setelah 1 minggu dan siklus hidup berkisar 3-5 minggu pada
kondisi optimal (Sucipto, 2001).
b. Lalat hijau (Calliphoridae)
1) Morfologi lalat hijau (Sucipto, 2011) :
a) Warna hijau, abu-abu, perak mengkilat atau abdomen gelap
b) Jantan berukuran panjang 8mm
c) Mata berwarna merah dan berukuran besar.
2) Kebiasaan :
Hidup di daerah yang lembab. Lalat ini juga membawa telur Ascaris
lumbricoides, Trichuris trichiura dan cacing kait pada luarnya dan pada
lambung lalat (Sucipto, 2011).
3) Siklus hidup :
Lalat ini berkembangbiak di bahan yang cair atau semi cair yang
berasal dari hewan, termasuk daging,ikan, bangkai, sampah. Bertelur
pada luka hewan dan manusia. Hal ini mengakibatkan miasis obligat
pada manusia dan hewan (Sucipto, 2011).
-
14
c. Lalat rumah (Musca domestica)
1) Morfologi lalat rumah (Sigit dan Hadi, 2006) :
a) Tubuhnya berukuran 6-8mm
b) Berwarna hitam keabu-abuan dengan empat garis memanjang
gelap pada dorsal
c) Antenanya terdiri dari tiga ruas, ruas terakhir paling besar,
berbentuk silinder
d) Sayapnya mempunyai 4 vena yang melengkung tajam ke arah
kosta mendekati vena 3.
2) Kebiasaan :
Lalat ini sering berada di sekitar rumah dan di dalam rumah (Sigit dan
Hadi, 2006).
3) Siklus hidup :
Telur berbentuk seperti pisang, berwarna putih kekuningan dan
panjangnya kira-kira 1mm. telur akan menetas dalam waktu 10-12 jam.
Larvanya tumbuh dari 1 mm hingga 12-13mm setelah 4-5 hari melewati
tiga kali fase instar (Sigit dan Hadi, 2006).
d. Lalat daging (Sarcophaga spp)
1) Morfologi lalat daging (Sigit dan Hadi, 2006) :
a) Lalat berwarna abu-abu tua
b) Berukuran sedang sampai besar kira-kira 6-14mm panjangnya
c) Mempunyai tiga garis gelap pada bagian dorsal toraks dan perutnya
mempunyai corak seperti papan catur
2) Kebiasaan :
Lalat ini umumnya ditemukan di pasar dan warung terbuka pada
daging, sampah dan kotoran. Tetapi jarang memasuki rumah. Lalat ini
-
15
di lambungnya juga sering ditemukan mengandung telur cacing Ascaris
lumbricoides dan cacing cambuk (Sigit dan Hadi, 2006).
3) Siklus hidup :
Lalat ini bersifat viviparous dan mengeluarkan larva hidup pada tempat
berkembangbiaknya seperti daging, bangkai, kotoran dan sayuran yang
sedang membusuk. Tahap larva makan berlangsung beberapa hari,
kemudian keluar dari tempat makannya untuk di daerah yang lebih
kering (Sigit dan Hadi, 2006).
e. Glossina (lalat Tse-tse)
1) Morfologi lalat Tsetse (Sucipto, 2011) :
a) Lalat berwarna kuning, trengguli atau hitam, ukuran 6-13mm
dengan lalat mulut tipe menusuk dan menghisap
b) Sikap sayap waktu istirahat saling menutup seperti gunting.
c) Proboscis horizontal, langsing pangkalnya membulat, duri-duri
lengkung pada arista antena ada 3 ruas.
d) Venasi sayap nyata pada sayap terengguli muda.
2) Kebiasaan :
Hidup di hutan yang memerlukan suhu panas dan kelembaban tinggi.
Lama hidup jantan separo yang betina. Keduanya jantan dan betina
menggigit binatang pada siang hari. Mata dan penciuman merupakan
faktor mengarahkan pada hospes. Jarak terbang relatif pendek
(Sucipto, 2011).
3) Siklus hidup :
Tempat perindukkan lalat Tse-tse adalah pantai pasir dan tanah
gembur dekat air. Betina mengeluarkan larva stadium 3 yang besar per
ekor (Sucipto, 2011).
-
16
f. Culicoides (midges, lalat kecil, lalat totol)
1) Morfologi lalat kecil (Sucipto, 2011) :
a) Lalat kecil berwarna trengguli atau hitam. Ukuran tubuh 1-1,5mm.
b) Thoraks sedikit bongkok dan menonjol ke atas kepala
c) Venasi bercak-bercak pada sayap.
2) Kebiasaan :
Siang hari berkerumun dekat kolam dan rawa-rawa, berkembangbiak
dalam hutan lebat dan tanah rawa, dalam air tawar dan air payau.
Hanya lalat betina penghisap darah yang mempunyai bagian mulut
seperti pisau untuk memotong (Sucipto, 2011).
3) Siklus hidup :
Telur berukuran sangat kecil dan berbentuk lonjong. Dalam waktu 3
hari menetas. Larva sangat halus, panjang dan terdiri dari 12 ruas
dengan mandibula yang bergerigi. Makanannya sisa tumbuh-
tumbuhan. Waktu 1-12 bulan, larva menjadi pupa panjang dengan duri-
duri ujung dan trompet untuk bernafas. Lalat dewasa keluar dari pupa
dalam waktu 3-5 hari (Sucipto, 2011).
g. Simulium (Lalat hitam, lalat kerbau)
1) Morfologi lalat kerbau (Sucipto, 2011) :
a) Lalat berwarna hitam ukuran kecil (2-3mm)
b) Mata majemuk, antenna pendek dan venasi sayap tanpa bercak-
bercak.
c) Proboscis pendek dan mempunyai alat sebagai pisau untuk
memotong.
d) Badan ditutupi bulu pendek berwarna emas atau perak yang
tampak sebagai garis-garis longitudinal
-
17
2) Kebiasaan :
Berkembangbiak di sungai dengan aliran deras di daerah pegunungan
dan hutan. Jarak migrasi 2-3mil. Lalat betina menggigit pada pagi hari,
siang dan menjelang malam hari pada tempat terbuka, pada pinggiran
daerah tumbuh-tumbuhan lebat. Lalat mungkin memasuki rumah gelap
dan menggigit manusia di sekitar bangunan (Sucipto, 2011).
3) Siklus hidup :
Telur berbentuk segitiga, diletakkan dalam kelompok (300-500) butir
dan terlekat pada secret seperti gelatin pada batu, daun-daunan, dahan
dan tanaman terendam. Setelah 3-5 hari larva menetas. Larva berganti
kulit 7 kali dalam waktu 13 hari. Larva meletakkan diri dalam posisi
tegak terhadap batu, karang, tumbuh-tumbuhan air dan sampah. Lalat
dewasa keluar setelah 3 hari dan betina hanya hidup beberapa minggu
(Sucipto, 2011).
h. Chrysops “deer fly”
1) Morfologi deer fly (Sucipto, 2011) :
a) Warna lalat mengkilat
b) Antena langsing, mata berwarna terang dan abdomen bergaris
kuning dengan garis-garis gelap
c) Betina penghisap darah mempunyai epipharynx seperti jarum,
mandibula seperti pisau dan maxilla yang bergerigi.
2) Kebiasaan :
Lalat ini ditemukan dalam hutan yang teduh. Lalat betina penghisap
darah, menyerang manusia terutama pada pagi dan sore hari
menjelang malam. Penurunan populasi kepadatan lalat ini pada tengah
-
18
hari karena sangat berhubungan dengan intensitas cahaya (Sucipto,
2011).
3) Siklus hidup :
Lalat betina meletakkan 200-800 butir telur (berbentuk kumparan
panjang) larva bersifat pemakan daging (menetas dalam 4-5 hari), lalat
dewasa keluar dari pupa dalam 10-18 hari. Daur hidup dapat
diselesaikan di daerah tropik dalam waktu 4 bulan atau lebih, tetapi bila
di daerah dingin lebih panjang dapat mencapai 2 tahun (Sucipto, 2011).
i. Lalat buah
1) Morfologi lalat buah (Pracaya, 2003) :
a) Thorax berwarna kelabu
b) Abdomen berpita melintang dengan warna kuning
c) Kepala coklat kemerahan
d) Sayap datar dan transparan
2) Kebiasaan :
Lalat buah ini banyak ditemukan di industri pengawet makanan. Lalat
betina biasanya bertelur di sela-sela retakan yang basah atau pada
permukaan buah. Lalat betina biasa meletakkan telurnya pada bahan
organik yang membusuk (Winarno, 2006). Gejala serangan awal
ditandai dengan adanya noda atau titik hitam bekas tusukan ovipositor
dan akibat serangan larva lalat buah. Titik hitam tersebut berkembang
menjadi bercak cokelat. Tusukan ovipositor lalat buah tersebut
mengakibatkan buah menjadi busuk. Apabila dibuka akan ditemukan
banyak larva dari lalat buah (Surachman dan Suryanto, 2007).
-
19
3) Siklus hidup :
Pada kondisi lingkungan yang baik yaitu pada suhu 12,8-37ºC satu
siklus dari telur sampai dewasa penuh memerlukan waktu 12-13 hari
atau lebih pendek (Pracaya, 2003).
3. Gangguan Lalat bagi Manusia
Banyak serangga yang berbahaya dan agen dalam penularan
beberapa penyakit termasuk lalat yang menyerang manusia, hewan dan
tanaman (Horn, 1992). Keberadaan lalat dengan populasi yang padat
mempunyai dampak terhadap berbagai aspek kehidupan, yakni estetika,
kenyamanan maupun kesehatan.
a. Aspek estetika dan kenyamanan
Lalat kepadatan tinggi sebagai penggangu kenyamanan, merusak
estetika karena terkesan jijik, jorok, geli dan menimbulkan gatal-gatal di
kulit kemudian dapat menganggu orang sedang bekerja dan istirahat.
Lalat dapat memberikan efek psikologis negatif, karena keberadaannya
sebagai tanda kondisi yang kurang sehat.
b. Aspek kesehatan
Lalat sebagai binatang pengganggu terhadap kesehatan manusia.
Lalat membawa kuman dari sampah yang dapat menimbulkan gagguan
kesehatan pada manusia.
c. Penularan penyakit secara mekanis
Lalat dapat menularkan penyakit karena mereka makan sangat
bebas, makanan manusia dan sisa makanan yang dibuang. Lalat akan
mengambil patogen pada waktu merayap dan makan, patogen terikut
pada permukaan luar tubuh lalat (tetap hidup beberapa jam). Sebagian
-
20
akan tertelan dalam makanan dan mungkin tetap hidup (dalam saluran
pencernaan atau perut untuk beberapa hari). Penularan terjadi karena
kontak lalat dengan manusia atau makanannya. Penyakit ditularkan
melalui kontaminasi makanan, air, udara, tangan dan kontak antara orang
dengan orang. Beberapa penyakit dapat ditularkan lalat, melalui saluran
pencernaan seperti : desentri, diare, tipes, kolera, dan infeksi tertentu
seperti: mata, trakoma, konjungtivitis, polio dan infeksi kulit (jamur dan
lepra).
4. Pengendalian Lalat
a. Tindakan pengendalian lalat dengan perbaikan hygiene sanitasi
lingkungan (Depkes RI, 2001)
1) Mengurangi atau menghilangkan tempat perindukkan lalat.
2) Mengurangi sumber yang menarik adanya keberadaan lalat.
3) Mencegah kontak antara lalat dan kotoran yang mengandung kuman
penyakit.
b. Pemberantasan lalat secara langsung (Dirjen PPM-PL, 2008)
1) Cara fisik-mekanis
Pengendalian fisik-mekanis ini menitik beratkan usahanya pada
penggunaan dan pemanfaatan faktor-faktor iklim, kelembaban suhu
dan mekanis. Termasuk dalam pengendalian ini antara lain :
a) Penggunaan perangkap lalat (Fly Trap).
b) Penggunaan umpan kertas perekat (Sticky tapes).
c) Penggunaan perangkap dan pembunuh elektronik (light with
electrocutor).
-
21
d) Pemasangan kassa kawat atau plastik pada pintu dan jendela serta
lubang angin atau ventilasi.
e) Membuat pintu dua lapis (double window/ double door), daun pintu
pertama ke arah luar dan lapisan kassa yang dapat membuka dan
menutup sendiri.
2) Cara kimiawi
a) Umpan beracun
b) Penyemprotan residu (Residual Spraying).
c) Penyemperotan dengan pengasapan (Space Spraying).
Cara ini memang efektif untuk mengendalikan lalat, namun
sebenarnya dapat menimbulkan masalah yang serius bagi manusia
dan lingkungan.
3) Cara biologi
Memanfaatkan sejenis semut kecil berwarna hitam untuk mengurangi
populasi lalat salah satunya lalat di tempat-tempat sampah.
4) Cara fisiologis
Pengendalian fisiologis merupakan cara pengendalian dengan
memanipulasi dengan bahan-bahan penarik (attractant) atau penolak
lalat (repellent).
5) Cara perbaikan lingkungan atau sanitasi
Pengendalian lalat dapat dilakukan dengan cara perbaikan lingkungan
terutama melalui tempat pembuangan sampah yang memenuhi syarat
kesehatan. Usaha ini bertujuan untuk mencegah adanya sarang lalat.
6) Interpretasi kepadatan lalat
Pengukuran kepadatan lalat menggunakan fly griil. Fly grill mempunyai
sudut tajam, sedangkan lalat menyukainya (Dirjen PPM-PL 2008).
-
22
Interpretasi kepadatan lalat adalah sebagai berikut :
0 – 2 : Tidak menjadi masalah (rendah)
3 – 5 : Populasi sedang , perlu dilakukan pengamanan tempat
berkembangbiaknya (sampah, kotoran hewan, dll)
6 – 20 : Populasinya padat, perlu dilakukan pengamanan tempat
berbiaknya lalat dan bila mungkin direncanakan upaya
pengendaliannya
>20 : Populasinya sangat padat, perlu dilakukan pengamanan
terhadap tempat berbiak lalat, serta diadakan tindakan
pengendalian.
Pada tempat-tempat khusus seperti Rumah Sakit, Restoran dan Hotel
disarankan tidak ada satu ekor lalat.
5. Pengukuran Kepadatan Lalat
Pengukuran terhadap populasi lalat lebih cepat dan bisa diandalkan
daripada pengukuran larva lalat. Tujuan pengukuran kepadatan lalat untuk
mengetahui :
a. Tingkat kepadatan lalat.
b. Sumber tempat berkembangbiak lalat.
Cara pengukuran kepadatan lalat dapat menggunakan cara sebagai berikut :
1) Fly grill :
Letakkan fly grill atau block grill di beberapa titik yang telah ditentukan
selama 30 detik, dihitung jumlah lalat yang hinggap pada fly grill.
Pengukuran setiap titik dilakukan selama 10 kali setiap pengukuran
dalam waktu 30 detik, 5 hasil pengukuran tertinggi diambil dan dibagi
-
23
sebagai rata-rata kemudian diinterpretasikan dengan standar
kepadatan lalat (Dirjen PPM-PL, 2008).
2) Sticky trap :
Perangkap ini digunakan untuk menarik lalat dan lalat dapat
menempel pada permukaan yang telah dilumuri lem. Pengukuran ini
dilakukan selama aktivitas pada lokasi pengukuran, dan akan
diperoleh angka kepadatan lalat (Dirjen PPM-PL, 2008).
3) Bait trap:
Bait trap ini menggunakan umpan yang menarik lalat untuk
menangkap lalat yang terbang untuk masuk perangkap (Dirjen PPM-
PL, 2008).
6. Penggunaan Kertas Perekat Lalat dalam Pengendalian Lalat
Kertas perekat yang digunakan dalam pengendalian lalat ini adalah
kertas yang dibuat sendiri dari kertas bungkus berwarna coklat yang diolesi
lem diatasnya. Kertas perekat lalat ini terdiri dari dua komponen penting yaitu
kertas perekat yang dibuat sendiri menggunakan kertas bungkus berwarna
coklat yang diolesi lem di atasnya dan ditambahkan atraktan berupa minyak
selasih.
a. Kertas perekat
Lalat sering diperangkap menggunakan lembar kertas berperekat
yang dapat memikat lalat tersebut untuk hinggap (Putra, 1994). Cara lain
dalam mengalihkan perhatian lalat dapat digunakan lem lalat yang banyak
dijual di toko. Selain mengalihkan perhatian lalat, lem lalat juga dapat
memerangkap lalat (Cahyo, 1996).
-
24
Lem lalat dapat dibuat dari 1 bagian Castrol oil, 2 bagian rasin
putih dammar, kemudian bahan tersebut dicampur dan dipanaskan sambil
diaduk-aduk sampai merata tetapi jangan direbus. Bila lem tersebut sudah
jadi oleskan pada kertas karton secara rata kemudian siap digunakan
untuk menangkap lalat.
b. Atraktan
Atraktan adalah bahan yang digunakan untuk menarik atau
mendekatkan serangga dan kemudian masuk perangkap atau terpapar
racun yang kita pasang (Sudarmo, 2005). Penggunaan atraktan dalam
pengedalian lalat didasarkan pada fisiologis serangga. Serangga
mempunyai kepekaan rangsangan kimia mekanis, pendengaran,
penglihatan dan mungkin kelembaban relatif dan suhu (Horn, 1992).
Beberapa contoh atraktan yang sering digunakan adalah :
1) Octyl butyrate : bahan kimia sintetis untuk menarik tawon yang sering
menyerang perkemahan, tempat rekreasi maupun tempat buah-
buahan.
2) Muscaere : sejenis hormon seks untuk menarik lalat agar masuk
perangkap.
3) Bubuk gula, bubuk kacang, bubuk jagung dan sebagainya untuk
menarik lalat.
a) Jenis-jenis atraktan antara lain:
1) Food attractant
Merupakan atraktan yang berupa makanan. Umumnya
makanan yang digunakan sebagai atraktan adalah yang
mengandung zat gula seperti (gula merah, gula pasir, gula tebu),
bubuk jagung, bubuk kacang dan sebagainya.
-
25
2) Seks attractant
Atraktan yang digunakan harus dapat mengeluarkan aroma
makanan lalat , bau wewangian birahi lalat betina. Atraktan dapat
diletakkan dalam perangkap atau diberi perekat sehingga lalat
dibuat tertarik pada atraktan akan mati karena menempel pada
perekat (Kusnaedi, 1999).
Seks attractant ini berupa hormon seks seperti pheromone.
Pheromone merupakan senyawa kimia yang dilepas
mikroorganisme yang menimbulkan respon spesifik pada individu
penerima dalam spesies yang sama. Biasanya atraktan yang
berupa seks pheromone digunakan dalam pengendalian lalat.
Beberapa tumbuhan yang sering digunakan adalah tanaman
selasih (Ocimum basilicum) seperti selasih ungu, hijau, biru dan
daun wangi dan trengguli. Kelompok tumbuhan tersebut
menghasilkan suatu senyawa Metil eugenol yang menyerupai
senyawa pheromon yang dihasilkan oleh serangga betina lalat
(Kardinan, 2003).
Zat ini berfungsi untuk menarik serangga jantan. Di alam
serangga memperoleh Metil eugenol dengan cara menghisap
bunga atau daun tanaman penghasil Metil eugenol. Selanjutnya, di
dalam tubuh lalat jantan, Metil eugenol diproses menjadi zat
pemikat (seks pheromone) yang akan berguna dalam proses
perkawinan (HEE dan TAN, 2002). Menurut Kardinan (2003) seks
atraktan dapat digunakan untuk pengendalian lalat dalam tiga cara
yaitu :
(a) Mendeteksi atau memonitor populasi lalat
-
26
(b) Menarik lalat untuk dibunuh dengan perangkap
(c) Mengacaukan lalat dalam melakukan perkawinan.
Penggunaan seks atractant dalam pengendalian lalat juga
merupakan alternatif yang ramah lingkungan kerena tidak
menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan sekitar.
7. Tanaman Selasih (Ocimum basilicum)
a. Klasifikasi
Tanaman Selasih diklasifikasikan dalam (Suharmiyati, 2007)
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Solanales
Suku : Libiatae
Marga : Ocimum
Jenis : Ocimum basilicum
b. Deskripsi tanaman selasih
Selasih merupakan tanaman tahunan yang tumbuh baik di daerah
tropis dan sub tropis dengan ketinggian 1-1.100 meter dpl. Tanaman ini
berasal dari India dan sekarang sudah menyebar ke seluruh belahan
dunia (Kardinan, 2003).
Tanaman selasih sama dengan tanaman lainnya, yakni
menghendaki tanah yang subur, gembur dan pengairan yang cukup.
Selasih mempunyai tinggi rata-rata sekitar 50-100cm. Daun berwarna
hijau dan bentuk batang persegi empat dengan warna hijau keunguan.
Batang muda berwarna hijau muda, ungu muda atau ungu tetapi setelah
-
27
tua berwarna kecoklatan. Mahkota bunga berwarna putih dan muncul dari
ketiak daun. Bentuk daun oval dan bergigi tajam, tepi bergerigi pajang
daun 4-5cm, lebar 6-30mm (Suharmiyati, 2007).
Selasih mulai dipanen pada umur 4-6 bulan, tergantung pada
jenisnya. Selama hidupnya selasih dapat dipanen selama 3 kali. Setelah
berumur 3 tahun produksinya menurun hingga tanaman perlu
diremajakan kembali.
c. Pemanfaatan tanaman selasih
Selasih mengandung bioaktif Metil eugenol (C12H14O2). Fungsi
tanaman selasih secara tradisional dimanfaatkan sebagai obat penawar
racun, peluruh air seni, panas dalam, pengharum, pasta gigi dan pemberi
cita rasa makanan. Selain itu selasih bekerja sebagai pemikat (attractant)
lalat jantan sehingga betina tidak dikawini (Kardinan, 2003). Selain
mengandung Metil eugenol yang berfungsi sebagai pemikat lalat, selasih
dapat menghasilkan minyak atsiri (essential oil) dan minyaknya sering
disebut basil oil.
d. Kandungan tanaman selasih
Tanaman selasih mengandung Metil eugenol, linalool geraniol
dan juvocimene yang dapat dimanfaatkan sebagai atraktan atau pemikat
lalat. Bau daun selasih sangat tajam, bahkan bila tercium agak lama atau
disimpan dalam ruangan akan menimbulkan rasa mual dan pusing.
Bagian tumbuhan yang digunakan adalah daun, biji dan bunga
yang mengandung bioaktif Metil eugenol (C12H14O2). Penggunaan Metil
eugenol sebagai atraktan telah diuji penggunaannya. Senyawa pemikat
yaitu Metil eugenol yang berasal dari petrogenol mudah didapatkan di
pasaran. Senyawa pemikat (sex pheromone) bekerja sebagai
-
28
penghubung antara individu jantan dan individu betina sehingga
keduanya dapat menjalankan perilaku kawin dan kopulasi. (HEE dan
TAN, 2002).
e. Penyulingan minyak selasih
Penyulingan adalah mengisolasi atau mengeluarkan minyak atsiri
dan kandungan Metil eugenol dari bahan tanaman yang berbau. Minyak
atsiri dan Metil eugenol terdapat dalam kelenjar minyak atau pada bulu-
bulu kelenjar. Minyak atsiri ini akan keluar setelah uap menerobos
jaringan tanaman yang terdapat dipermukaan (Sastrohamidjodjo, 2004).
Proses penyulingan meliputi, daun yang telah dipanen
dikeringkan di dalam ruangan atau ditempat yang teduh selama sekitar 2
hari dengan tujuan mengeluarkan kandungan air di dalamnya agar
memudahkan proses penyulingan. Pengeringan dengan jalan
dihamparkan di atas lantai dialasi tikar atau kertas. Sebaiknya atas
pengeringan tidak terbuat dari plastik karena akan mengakibatkan daun
lembab, cair dan membusuk.
Daun yang telah kering dimasukkan dalam ketel penyulingan dan
ditumpuk tidak terlalu padat agar uap air dapat melalui seluruh bagian
daun untuk diambil minyaknya. Setelah penyulingan selama 4-6 jam
dihasilkan minyak dengan rendemen 0,26 - 0,46% dengan kandungan
bahan utama Eugenol berkisar 30 - 46% (Kardinan, 2003). Minyak harus
segera disuling, bila tidak segera diproses maka minyak akan segera
menguap, karena sifat minyak atsiri mudah menguap pada suhu kamar
(Gunawan, 2004).
-
29
f. Kelebihan minyak selasih
Kandungan Metil eugenol dalam selasih yang melalui proses
penyulingan lebih efektif dalam memikat lalat karena tidak menimbulkan
kerugian bagi lingkungan dan spesies serangga lain di luar lalat dan
dapat digunakan untuk memikat lalat selama 1 bulan (Kardinan, 2003).
Sebaliknya minyak atsiri dapat menimbulkan iritasi pada kulit dan selaput
lendir. Jika terkontaminasi terlalu lama, kulit akan memerah dan
meradang tetapi minyak atsiri dari selasih tidak menimbulkan efek seperti
itu (Kardinan, 2005). Selain itu minyak selasih ini memiliki aroma yang
khas dibandingkan dengan pemikat lalat yang lainnya. Aroma minyak
selasih ini wangi dibandingkan dengan pemikat lalat lainnya seperti
cangkang udang, daging busuk dan lainnya sehingga tidak merusak
estetika karena bau yang ditimbulkan sehingga pemikat minyak selasih
ini dapat ditempatkan dimana saja.
B. Kerangka Konsep
Gambar 2. Kerangka Konsep
Pengendalian Fisik-Mekanis
1. Kertas perekat 2. Perangkap
-Populasi lalat tidak padat
-Tidak terjadi gangguan estetika
-Tidak terjadi gangguan kenyamanan
-Tidak terjadi Penyakit saluran pencernaan
Pengendalian Fisiologis
1. Seks atractant - Minyak selasih
(Metil eugenol) - Daun wangi - trengguni
2. Food attractant
Lalat menyukai warna cokelat
Lalat berkomunikasi untuk kebutuhan makan, reproduksi dan melakukan kopulasi agar bertahan hidup
Populasi lalat padat
-
30
Keterangan : dicetak tebal = diteliti
Alur Kerangka Konsep :
Populasi lalat yang padat, kebiasaan yang disukai lalat antara lain :
lalat menyukai warna cokelat, lalat melakukan komunikasi untuk makan,
reproduksi serta kopulasi. Melihat kebiasaan lalat tersebut maka dapat
dilakukan pengendalian lalat dengan cara penggabungan dua cara
pengendalian yaitu cara fisiologis dan mekanis.
Pengendalian lalat dengan cara fisiologis dan fisik - mekanis dapat
dilakukan dengan cara menggunakan kertas perekat berwarna cokelat
dengan penambahan seks attractant berupa minyak selasih (Ocimum
basilicum) yang memiliki kandungan Metil eugenol sebagai pemikat atau
penarik lalat. Dimana proses tersebut untuk proses reproduksi yang akhirnya
lalat tertangkap dalam kertas perekat lalat, sehingga diharapkan populasi
lalat tidak padat, tidak menimbulkan ganggguan estetika, tidak menimbulkan
gangguan kenyamanan dan tidak menyebabkan penyakit saluran
pencernaan.
C. Hipotesis
1. Hipotesis Mayor
Berdasarkan landasan teori dan kerangka konsep maka dapat diajukan
hipotesis sebagai berikut: ada pengaruh penambahan minyak selasih
(Ocimum basilicum) pada kertas perekat lalat terhadap jumlah lalat yang
tertangkap.
-
31
2. Hipotesis Minor
a. Ada perbedaan jumlah lalat yang tertangkap pada kertas perekat lalat
dengan penambahan minyak selasih (Ocimum basilicum) sebanyak
0,4ml.
b. Ada perbedaan jumlah lalat yang tertangkap pada kertas perekat lalat
dengan penambahan minyak selasih (Ocimum basilicum) sebanyak
0,5ml.
c. Ada perbedaan jumlah lalat yang tertangkap pada kertas perekat lalat
dengan penambahan minyak selasih (Ocimum basilicum) sebanyak
0,6ml.
d. Ada penambahan minyak selasih (Ocimum basilicum) yang paling
efektif terhadap jumlah lalat yang tertangkap pada kertas perekat
lalat.
top related